22
PENENTUAN KANDUNGAN TOTAL KARBOHIDRAT EXTRA POLYMERIC SUBSTANCES (EPS) MIKROBIA DALAM SEDIMEN INTERTIDAL Noorkomala Sari ([email protected]) Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2007 Abstrak Sampel sedimen yang mengandung biofilm diambil dari 3 lokasi yang berbeda yaitu di darah pariwisata, pemukiman, dan industri. Kandungan total karbohidrat extra polymeric substances (EPS) sebesar 1,04. 10 8. Biofilm adalah lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang menempel dan menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Prinsip kerja pada percobaan ini adalah mencari nilai konsentrasi dari masing-masing karbohidrat extra polymeric substances (EPS) dari enam lokasi pengambilan sample yang berbeda dengan mengukur nilai absorbansinya melalui spektrofotometer. Nilai Konsentrasi karbohidrat extra polymeric substances (EPS) tertiggi seharusnya dimiliki oleh sample sedimen yang diambil dari daerah sungai industri. Hal ini disebabkan karena bakteri, yaitu bakteri penghsil karbohidrat extra polymeric substances (EPS) khususnya akan berperan sebagai pengurai dari bahan-bahan anorganik pada sungai dan menjadikannya sebagai sumber nutrisi bagi kelangsungan hidupnya. Peranan eps bagi biofilm adalah menyediakan makanan bagi biofilm, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan, untuk bertahan pada kondisi dimana sel planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.lokomosi (pergerakan), pertahanan terhadap toksin. Kata kunci : Extra polimeric substances, spektrofotometer, absorbansi,transmisi,substrat,biofilm, glukosa.

EPS_extra Polymeric Substances

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Extra Polymeric Substances

Citation preview

Page 1: EPS_extra Polymeric Substances

PENENTUAN KANDUNGAN TOTAL KARBOHIDRAT EXTRA POLYMERIC SUBSTANCES (EPS) MIKROBIA DALAM SEDIMEN INTERTIDAL

Noorkomala Sari ([email protected])

Program Studi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya

2007

Abstrak

Sampel sedimen yang mengandung biofilm diambil dari 3 lokasi yang

berbeda yaitu di darah pariwisata, pemukiman, dan industri. Kandungan total

karbohidrat extra polymeric substances (EPS) sebesar 1,04. 108. Biofilm adalah

lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang menempel dan

menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Prinsip kerja pada

percobaan ini adalah mencari nilai konsentrasi dari masing-masing karbohidrat

extra polymeric substances (EPS) dari enam lokasi pengambilan sample yang

berbeda dengan mengukur nilai absorbansinya melalui spektrofotometer. Nilai

Konsentrasi karbohidrat extra polymeric substances (EPS) tertiggi seharusnya

dimiliki oleh sample sedimen yang diambil dari daerah sungai industri. Hal ini

disebabkan karena bakteri, yaitu bakteri penghsil karbohidrat extra polymeric

substances (EPS) khususnya akan berperan sebagai pengurai dari bahan-bahan

anorganik pada sungai dan menjadikannya sebagai sumber nutrisi bagi

kelangsungan hidupnya. Peranan eps bagi biofilm adalah menyediakan makanan

bagi biofilm, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam

agregasi dan pelekatan permukaan, untuk bertahan pada kondisi dimana sel

planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.lokomosi (pergerakan), pertahanan

terhadap toksin.

Kata kunci : Extra polimeric substances, spektrofotometer,

absorbansi,transmisi,substrat,biofilm, glukosa.

Page 2: EPS_extra Polymeric Substances

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada habitat akuatik,

mikroorganisme pembentuk biofilm

mensekresikan zat extraseluler

polimerik (EPS) ke lingkungan

sekitarnya. Materi penyusun EPS yang

paling dominan adalah polisakarida

(karbohidrat). Peranan polisakarida

EPS dalam tingkat sel antara lain

menghindarkan sel dari bahaya

kekeringan, berperan dalam sistem

pengikatan sel (Daniel et al, 1987),

lokomosi atau pergerakan (Edgar and

Pickett-Heaps, 1984), dan memberi

ketahanan terhadap toxin (Decho,

1990). Dalam jumlah besar, sekresi

materi polisakarida extraseluler

polimerik oleh sel-sel bakteri dapat

berperan sebagai sumber karbon untuk

mikroba lain dan untuk invertebrata

pemakan deposit (Decho and Lopez,

1993). Sekresi materi organik berupa

polisakarida dalam bentuk EPS oleh

mikroorganisme biofilm juga dapat

memicu terjadinya erosi kritis pada

lingkungan sekitarnya (substrat)

berupa karat, keropos, lubang (Daborn

et al, 1993).

Berbagai manfaat dapat

diambil dari polisakarida extraseluler

polimerik dalam tingkat sel. Oleh

karena itu, pada percobaan ini akan

dilakukan penentuan jumlah total

kandungan karbohidrat EPS yang

terdapat dalam sedimen air laut.

Permasalahan

Permasalahan pada praktikum

ini adalah bagaimana mengetahui

jumlah total karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) mikrobia

yang terdapat dalam sedimen

intertidal.

Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah

untuk mengetahui jumlah total

karbohidrat extra polymeric

substances (EPS) mikrobia yang

terdapat dalam sedimen intertidal.

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Laut

Bakteri laut merupakan

mikroorganisme yang mampu

mencerna hampir semua senyawa

organik sedangkan senyawa

anorganik akan mengalami perubahan

akibat kegiatan bakteri laut. Secara

umum bakteri laut lebih kuat

mencerna protein daripada

karbohidrat. Bakteri laut yang

heterotrofik mampu mengasimilasi

Page 3: EPS_extra Polymeric Substances

glukosa. Hampir semua bakteri laut

akan melepas ammonia dari hasil

pencernaan pepton dan 75% memiliki

kemampuan mencairkan gelatin.

Hanya beberapa yang menghasilkan

indol dan triptofan, seperti Vibrio

adaptatus, V. Marinofulvus (Sidharta,

2000).

Morfologi Bakteri Laut

Jenis bakteri laut yang diketahui

berbentuk batang dan gram negative

sekitar 80%. Bakteri pembetuk spora

jarang ditemukan di laut. Sebagian

besar bakteri laut adalah halophilik,

yang memebutuhkan NaCl untuk

pertumbuhan optimalnya. Bakteri laut

tumbu optimal baik pada konsentrasi

garam 2,5-4,0%. Sebagian besar

bakteri bergerak secara aktif, yang

diperkirakan sebagai hasil adaptasi

kehidupan perairan.

Pseudomonas,vibrio, flavobacterium,

chromobacter dan bakterium

merupakan jenis terbanyak yang

dijumpai di laut (Sidharta, 2000).

Fisiologi Bakteri Laut

Bakteri laut mampu mencerna hampir

semua senyawa organik, sedangkan

semua senyawa anorgank akan

mengalami perubahan akibat aktivitas

bakteri laut. Secara umum bakteri laut

lebih mampu mengasimilasi

karbohidrat daripada protein. Bakteri

laut heterotrofik mampu

mengasimilasi glukosa, 40-60%

glukosa sidiaan yang diamati mampu

memfermentasi glukosa dan

menghasilkan asam, tetapi tidak

menghasilkan gas . Hal ini

dimungkinkan karena redanya

kemampuan bakteri dalam melakukan

fermentasi atau karena sifat efisiensi

bakteri dalam mencerna senyawa

organik. Hampir semua bakteri laut

akan melepas amonia dari hasil

pencernaan pepton dan 75% memiliki

kemampuan mencairkan gelatin.

Hanya beberapa yang menghasilkan

indol dan triptofan (Sidharta,2000).

Kebutuhan bakteri laut akan

air atau larutan garam (NaCl) adalah

mutlak. Bakteri laut sangat peka

terhadap salinitas (Sidharta, 2000)

Biofilm

Biofilm merupakan kumpulan

mikroorganisme yang melekat erat

pada permukaan substrat dalam

keadaan sesil dan diselubungi oleh

matriks extracellular polymeric

Page 4: EPS_extra Polymeric Substances

(Madigan, 2006). Biofilm meruakan

kelompok mikroba (bakteri, jamur,

alga dan protozoa), tumbuhan dan

hewan (Talaro, et al., 2002).

Biofilm berkembang pada

permukaan yang terbilas dalam

lingkungan berair, baik permukaan

biotik maupun abiotik (Munn, 2004).

Biofilm dapat terbentuk pada

permukaan seperti logam, kaca,

plastik, beton dan lain-lain (Lee, et al.,

1999). Biofilm terbentuk sangat cepat

dalam perairan yang mengalir sebab

suplai makanan yang teratur cukup

tersedia (Atlas et al., 1998).

Proses Pembentukan Biofilm

Biofilm terbentuk ketika sel

bakteri melekat pada suatu permukaan

padat (Kraigsley et al., 2001). Proses

pelekatan diawali dengan pertemuan

permukaan substrat dengan

mikroorganisme planktonik.

Mikroorganisme planktonik mencapai

permukaan substrat dengan bantuan

flagela yang dimilikinya dan arus laut,

awalnya pelekatan ini mudah lepas

(Dunne, 2002), kemudian bakteri

mengalami pertumbuhan dan

pembelahan membentuk koloni dan

menghasilkan matriks extracellular

polymeric substances (EPS) (Davey et

al., 2000). Pelekatan mulai bertambah

kuat dan tidak mudah lepas sehingga

memungkinkan mikroorganisme

planktonik lain untuk menempel dan

akhirnya membentuk biofilm (Dunne,

2002).

Mikroba Biofilm Meningkatkan

Daya Kohesi Tanah Berpasir

Biofilm ternyata juga bisa

memberi keuntungan bagi manusia

dan dapat dimanfaatkan sebagai solusi

alternatif untuk stabilisasi bangunan

yang berdiri di atas tekstur tanah yang

rentan terhadap bencana gempa bumi.

Penelitian ini dilakukan oleh para

peneliti dari Lafayette College,

Amerika Serikat, dan dipresentasikan

pada pertemuan tahunan Masyarakat

Ilmiah Mikrobiologi Amerika Serikat

Juni tahun lalu.Biofilm yang

diaplikasikan ini adalah koloni dari

bakteri Flavobacterium johnsoniae

yang secara alami terdapat di tanah.

Bakteri ini dipilih karena bersifat non-

patogenik, terdapat secara alami pada

aliran (pembuangan ) air tanah, tidak

perlu zat nutrien tinggi, bahkan dapat

menguraikan molekul makro yang

banyak terdapat dalam limbah seperti

Page 5: EPS_extra Polymeric Substances

kitin, dan membentuk biofilm

(Helianti, 2007).

Penggunaan bakteri ini

diharapkan dapat secara alami

membentuk polimer biofilm pada

lapisan tanah yang rentan terhadap

gempa tempat bangunan berdiri lewat

aliran air tanah. baik simulasi statis

maupun aliran air tanah untuk

membuat tanah berlapis biofilm jelas

menunjukkan peningkatan daya kohesi

tanah. Dengan keberadaan biofilm

pada tanah maka meningkatkan

keresistenan tanah terhadap guncangan

dan gaya robek seperti gempa.

Sehingga lapisan tanah yang lebih

solid untuk menstabilkan bangunan di

atasnya dapat dicapai dengan cara

yang lebih alami, ramah lingkungan,

dan biaya pemeliharaan yang relatif

rendah. Penggunaan biofilm untuk

membuat bangunan agar lebih tahan

gempa memang baru sebatas penelitian

awal, di mana implementasi di

lapangan masih memerlukan penelitian

dan pengembangan lebih lanjut.

Namun, ide kreatif dengan

memanfaatkan fenomena biologi untuk

mengurangi kerugian robohnya

bangunan (yang dapat menyebabkan

korban jiwa) akibat gempa sangat

orisinil, dan mungkin dapat sejalan

dengan kondisi tanah air yang secara

geografis dan geologis selalu akrab

dengan gempa (Helianti, 2007).

Hubungan Limbah dengan

Pertumbuhan Mikroorganisme

Limbah cair yang

mengandung senyawa nitrogen ketika

dibuang ke perairan menjadi nutrien

yang akan memacu pertumbuhan

mikroorganisme seperti alga dan

bakteri. Mikroorganisme ini ketika

mati akan terurai dan dalam

prosesnya akan mengambil oksigen

dari air sehingga tingkat kandungan

DO (Oxygen Demand) tidak cukup

untuk menopang kehidupan yang

normal. Alga dan penguraian bahan

organik akan mengubah warna,

kekeruhan, bau dan sangat

mengurangi kualitas sebagai sumber

air khususnya untuk keperluan air

rumah tangga

(Masters, 1991)

Kehadiran senyawa nitrogen

juga akan menjadikan efek racun bagi

kehidupan perikanan khususnya

karena kehadiran senyawa nitrogen

amonia.Kandungan amonia pada

konsentrasi 1,0 –3,0 mg/l dalam air

Page 6: EPS_extra Polymeric Substances

bisa mematikan kehidupan perairan .

Kandungan amonia pada konsentrasi

1,0 –3,0 mg/l dalam air bisa

mematikan kehidupan perairan.

Proses pengolahan limbah nitrogen ini

banyak dilakukan melalui proses

biologik oleh mikroorganisme dalam

bentuk lumpur aktif. Proses ini dapat

mengurangi kandungan bahan organik

dengan kemampuan tinggi

(Wisjnuprapto, 1988)

Alternatif yang dapat

disarankan adalah penggunaan proses

lumpur aktif secara curah yang lebih

dikenal dengan Reaktor Curah

Bertahap Ulang “Sequencing Batch

Reactor”, yang selanjutnya disingkat

SBR. Proses ini dapat memecahkan

permasalahan yang terjadi pada proses

konvensional,misalnya penyediaan

peralatan yang dibutuhkan untuk

mengambil ulang “recycle” dan biaya

instalasinya cukup ekonomis jika

dibuat pada skala kecil dengan tanpa

mengurangi kemampuan penurunan

bahan organik sehingga cocok

diterapkan untuk pengolahan limbah

pada industri-industri kecil. Kinerja

bioreaktor SBR untuk menguraikan

limbah cair nitrogen perlu diketahui

terlebih dahulu dengan meneliti

parameter - parameter yang

berpengaruh dan menentukan

efisiensi pengolahan limbah sistem

ini. Untuk menentukan laju

penyisihan substrat yang terjadi di

dalam proses lumpur aktif, dapat

dilakukan dua pendekatan Pendekatan

pertama menggunakan persamaan

Monod dan yang kedua menggunakan

pendekatan modifikasi dari kinetika

kimia. (Master, 1991)

Fakor-faktor yang Mempengaruhi

Pelekatan Biofilm

Kraigsley et al. (2002)

menyatakan bahwa kemampuan sel

melekat pada permukaan dan

membentuk biofilm dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu:

1. Faktor Lingkungan

a. Keberadaan nutrien

Kepadatan populasi yang

rendah adalah karakteristik umum

dari komunitas planktonik pada

ekosistem mikroba di alam. Keadaan

oligotropik dari ekosistem

menyiratkan ketidakcukupan nutrien

untuk mendukung aktifitas mikkroba

lebih jauh. Kelaparan sering disertai

dengan mengecilnya ukuran,

peningkatan hidrofobisitas permukaan

Page 7: EPS_extra Polymeric Substances

sel dan meningkatkan pelekatan.

Faktor di atas membuat bakteri

cenderung melekat ke permukaan

padat, dimana kesempatan untuk

mendapatkan nutrisi lebih tinggi

(Jamilah, 2003).

b. Substrat

Substrat yang sangat disukai

bakteri biofilm ialah substrat yang

lembab (Murthy et al., 2004).

Permukaan padat memiliki beberapa

karakteristik yang penting bagi proses

pelekatan. Perluasan koloni mikroba

sebanding dengan peningkatan

kekasaran permukaan (Donlan, 2002).

c. Arus laut

Sel berperilaku seperti partikel

pada suatu perairan sehingga pelekatan

sel bakteri pada substrat tergantung

dari arus. Pelekatan sel sangat

tergantung pada motilitas bakteri

ketika kecepatan arus rendah,

sebaliknya ketika kecepatan arus

meningkat maka bakteri dapat

bergerak dengan bantuan arus laut

sehingga dapat meningkatkan

kemampuan bakteri untuk melekat

pada substrat (Donlan, 2002).

1. Faktor Genetik

a. Gen pengkode fungsi motilitas

Gen pengkode fungsi motilitas

berperan dalam pembentukan flagela

yang mempengaruhi pelekatan

mikroba (Kraigsley et al., 2001).

b. Adhesi

Adhesi bakteri terjadi karena

nutrien pada lingkungan perairan

cenderung terkonsentrasi di sekitar

permukaan padat (Dunne, 2002).

Bakteri Laut Pembentuk Biofilm

Holt et al. (2000) menyatakan

bakteri yang berpotensi membentuk

biofilm adalah genus Pseudomonas,

Proteus, Enterobacter, Escherichia,

Acinetobacter, Alcaligenes, Shigella,

Vibrio, Bacillus dan Micrococus.

Pseudomonas fluorescens dapat

membentuk biofilm dalam kondisi

apapun (Davey et al., 2000).

Extracellular Polymer Substances

(EPS)

Bakteri akan menghasilkan

extracellular polymer substances

(EPS) selama proses pembentukan

koloni pada permukaan (Kwon et al.,

2002). Komponen penyusun EPS

antara lain polisakarida (40-95%),

Page 8: EPS_extra Polymeric Substances

protein (1-60%), asam amino (1-10%)

dan lemak (1-40%) (Lee et al., 2003).

EPS yang dihasilkan dalam

perkembangan biofilm menyebabkan

terlihatnya lapisan berlendir pada

permukaan (Jamilah, 2004). EPS

merupakan struktur yang sangat

berpori sehingga akan teraliri oleh

aliran air yang membawa nutrien. EPS

menyediakan strutur seperti getah (gel)

untuk menempelnya larva organisme

biofouling pada substrat sampai

menghasilkan alat perkat sendiri

(Zobell, 1943). EPS kaya akan heksosa

seperti glukosa dan galaktosa (Bhaskar

et al., 2005).

EPS sangat penting bagi

kehidupan biofilm. EPS dapa

menyediakan makanan bagi bakteri

biofilm, terlibat dalam mekanisme

pertahanan inang, dan membantu

dalam agregasi dan perlekatan pada

permukaan. EPS juga memberikan

perlindungan bagi bakteri melawan

cekaman lingkungan yang meliputi

radiasi ultra violet, perubahan pH,

tekanan osmotik (Lee et al., 2003),

antibiotik, antibodi, surfaktan,

bakteriofag dan makanan predator

seperti amoeba yang hidup bebas

(Dunne, 2002).

Biofouling

Biofouling merupakan pelekatan

dan pertumbuhan berbagai organisme

pada benda-benda yang ada di bawah

permukaan air laut (Sidharta, 2000).

Didahului dengan pembentukan

biofilm (Azis et al, 2001).

METODOLOGI

Alat

Peralatan yang digunakan

pada praktikum ini yaitu termometer,

refraktometer, botol film, siring,

beaker glass, gelas vial, tabung reaksi,

pipet, rak tabung reaksi, kantong

plastik, oven, spektrofotometer, gelas

ukur, neraca

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan

diantaranya plastik, label nama,

sampel sedimen, sampel air, kertas

lakmus, aquades, larutan asam sulfat,

phenol 5% dan larutan glukosa.

Cara Kerja

A. Pengambilan Sedimen

Sample diambil pada bagian

permukaan sediment dengan

kedalaman 0,5 cm-1 cm

Page 9: EPS_extra Polymeric Substances

menggunakan syringe dengan diameter

mininmal 16 mm. Kemudian Sample

sediment dimasukan kedalam botol

film yang berwarna hitam

B. Penanganan Sampel (Preparasi)

Botol film yang berisi sedimen

telah diambil dari lokasi disimpan

dalam ice box yang berisi es batu

(freezing methods) lalu dicuci dan

disaring di laboratorium. Kemudian

sample sedimen dikeringkan dengan

dioven pada suhu 60° selama 24 jam

C. Metode Phenol Sulfuric Acid

Sample sediment dari sungai

industri dan laut industri dimasukkan

sebanyak 30 mg (berat kering)

kedalam gelas vial. kemudian

Ditambah 2 ml aquades/ aqua bidest,

kemudian ditambah 1ml 5% phenol

kedalam gelas vial . Lalu secepatnya

ditambahkan 1 ml H2SO4 Pekat .

Didiamkan selama 10 menit kemudian

Dikocok dan Diinkubasi selama 15

menit. Lalu diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 485 nm. Standat kalibrasi

digunakan larutan glukosa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

A. Pengambilan Sedimen No. Perlakuan Pengamatan

1. Diambil sample pada

permukaan sediment

dengan kedalaman

0,5-1 cm

Lokasi pengambilan

sediment adalah kali

gebang depan

politeknik ITS

dengan 3 titik yang

berbeda

2. Sample sediment

dimasukan kedalam

kantong plastic

sample sediment

Berwarna abu-abu,

berlendir dan berbau

menyengat

3. Diukur data fisika-

kimianya

• Plot 1

T= 310C

pH=7

salinitas=00/00

• Plot 2

T= 310C

pH=7

salinitas=00/00

• Plot 3

T= 310C

pH=7

salinitas=00/00

B. Penanganan Sampel (Preparasi) No. Perlakuan Pengamatan

1. Sedimen yang telah

diambil dari lokasi

dicuci dan sisaring

di laboratorium

Sedimen yang

terambil lebih halus

2. Sample sedimen

dikeringkan dengan

dioven pada suhu

60° selama 3 X 24

jam

Sedimen mengering,

keras, berwarna abu-

abu pekat

Page 10: EPS_extra Polymeric Substances

C. Metode Phenol Sulfuric Acid No. Perlakuan Pengamatan

1. Sample sediment

ditimbang sebanyak

0,03 gr

� Plot 1

� Sedimen laut

industri

� sedimen sungai

industri = 0,3 gr.

Berwarna abu-abu,

berlendir dan

berbau menyengat

� sedimen laut industri

= 0,3 gr

2. Ditambah 2 ml

aquades

Tidak melarut

sempurna

3. Ditambah 1 ml phenol Semakin melarut

4. Ditambah 1 ml H2SO4

Pekat

Larutan semakin larut

dengan kondisi

gumpalan yang

semakin kecil dan

tabung reaksi menjadi

panas

5. Didiamkan 10 menit

6. Dikocok Partikel padat dapat

melarut

7. Diinkubasi 15 menit Dalam suhu kamar 29-

300C

8. Diukur absorbansinya

dengan pengulangan

3 kali setiap plotnya

� plot 1.1 = 0,602

1.2 = 0,660

1.3 = 0,792

� plot 2.1 = 0,970

2.2 = 0,925

2.3 = 0,955

� plot 3.1 = 0,524

3.2 = 0,518

3.3 = 0,576

Data Nilai Absorbansi dan

Transmisi

Kelompok I

Lokasi: Kali Rungkut

plot pengul

angan

a t C = a/k

I 1

2

3

0.804

0.746

0.752

15.6

18.0

17.7

1,11.108

1,02.108

1,03.108

II 1

2

3

1,220

1,220

1,210

6,1

6,1

6,1

1,67.108

1,67.108

1,65.108

III 1

2

3

0,522

0,530

0,540

30,3

29,9

30,9

7,16.107

7,27.107

7,41.107

Kelompok II

Lokasi : Suramadu

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1

2

3

0,208

0,214

0,247

61,8

61,0

50,6

2,85.107

2,93.107

3,38.107

II 1

2

3

0,670

0,678

0,580

21,4

21,0

22,0

9,19.107

9,30.107

9,03.107

III 1

2

3

0,845

0,825

0,555

14,2

14,9

14,0

1,16.108

1,13.108

0,76.108

Kelompok III

Lokasi : Kenjeran Lama

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1 1,060 8,7 1,45.108

Page 11: EPS_extra Polymeric Substances

2

3

1,096

1,070

8,2

8,6

1,5.108

1,47.108

II 1

2

3

0,280

0,268

0,270

52,5

54

53,7

3,8.107

3,7.107

3,7.107

III 1

2

3

0,448

0,426

0,442

35,7

37,4

37,9

6,1.107

5,8.107

6,06.107

Kelompok IV

Lokasi : Kenjeran Baru

Sedimen sebelum disaring

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1

2

3

1,72

1,66

1,58

1,9

2,2

2,6

2,35.107

2,27.107

2,16.107

II 1

2

3

1,055

1,13

1,07

8,8

7,4

8,4

1,44.107

1,55.107

1,46.107

Kelompok V

Lokasi : Kali Keputih

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1

2

3

0,875

0,885

0,895

13,4

13,1

12,8

1,2.107

1,21.107

1,23.107

II 1

2

3

0,960

0,965

0,985

4

10,8

10,4

1,32.107

1,32.107

1,35.107

III 1

2

3

0,672

0,660

0,680

21,3

21,9

20,9

0,92.107

0,9.107

0,93.107

Kelompok : VI

Lokasi : Kali Gebang

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1

2

3

0,602

0.660

0,792

25

21,8

16,5

8,25.107

9,05.107

9,87.107

II 1

2

3

0,970

0,925

0,955

10,7

11,9

11,1

1,33.108

1,27.108

1,31.108

III 1

2

3

0,524

0,518

0,576

29,5

30,3

26,5

7,19.107

7,10.107

7,9.107

Kelompok VII

Lokasi : Kali Delta

plot pengul

angan

a t C=a/k

I 1

2

3

1,005

1,015

1,20

9,8

9,6

1,2

1,38.108

1,39.108

1,65.107

II 1

2

3

8,9

2,5

6,4

1,05

1,6

1,19

1,22.109

3,34.108

8,78.108

III 1

2

3

5,8

1,1

12,5

1,24

1,15

0,9

7,96.108

1,15.108

1,71.109

Page 12: EPS_extra Polymeric Substances

PERHITUNGAN

Perhitungan Gradien (m)

Larutan Glukosa

Kosentrasi (X) Absorbansi (Y)

20

40

60

80

100

0,576

0,512

0,494

0,526

0,566

M =K= � XY X2

= (20x0,576) + (40x0,512) + 202 + 402 + 602+ 802+ 1002 (60x0,494) + (80x0,526) + (100x0,566 )

= 160,32 22000 = 7,29.10-3

A. Larutan Standar Glukosa

� Pembuatan larutan standar

Larutan standar dibuat dengan

pengenceran yang menggunakan

rumus sbb:

M1.V1 = M2. V2

V1 : 20 ml

V2 : ?

M1: konsentrasi larutan standar (20,

40, 60, 80, 100 ppm)

M2: 1000 ppm

M1 = 20

M1.V1 = M2. V2

20 . 20 = 1000 . V2

400 = 100 V2

V2 = 0,4 ml

Dari perhitungan tersebut diketahui

bahwa untuk pengenceran stok 1000

ppm larutan standar menjadi 20 ppm,

digunakan larutan glukosa 0,4 ml dan

19,6 ml aquades (dengan kata lain 0,4

ml larutan glukosa diencerkan dengan

aquades sampai 20 ml).

b. N1: 40 ppm

Dari perhitungan tersebut diketahui

bahwa untuk pengenceran stok 1000

ppm larutan standar menjadi 40 ppm,

digunakan larutan glukosa 0,8 ml dan

19,2 ml aquades (dengan kata lain 0,8

ml larutan glukosa diencerkan dengan

aquades sampai 20 ml).

d. N1: 80 ppm

Dari perhitungan tersebut diketahui

bahwa untuk pengenceran stok 1000

ppm larutan standar menjadi 80 ppm,

digunakan larutan glukosa 1,6 ml dan

18,4 ml aquades (dengan kata lain 1,6

ml larutan glukosa diencerkan dengan

aquades sampai 20 ml).

e. N1: 100 ppm

Dari perhitungan tersebut diketahui

bahwa untuk pengenceran stok 1000

ppm larutan standar menjadi 100

ppm, digunakan larutan glukosa 2 ml

dan 18 ml aquades (dengan kata lain 2

Page 13: EPS_extra Polymeric Substances

ml larutan glukosa diencerkan dengan

aquades sampai 20 ml).

Tabel Data Perbandingan Volume

Larutan Glukosa dengan Pengencer

� Grafik larutan Standar Glukosa

B. . Data Absorbansi (ABS) Glukosa

Pada Sedimen

Tabel Data Hasil perhitungan Rata-rata

Konsentrasi karbohidrat extra

polymeric substances (EPS)

Kawasan Kosentrasi EPS (mg/L)

Kali rungkut

11,5. 107 mg/L

Suramadu

7,46 . 107 mg/L

Kenjeran lama

8,15 . 107 mg/L

Kenjeran baru

1,87 . 107 mg/L

Sungai keputih

1,15 . 107 mg/L

Sungai Gebang

9,83 . 107 mg/L

Sungai Delta

59,4 . 107 mg/L

� Perhitungan C (konsentrasi

glukosa)

Misal diambil data pada plot 1.1

plot pengul

angan

a t C=a/k

Konsentrasi

(ppm)

Volume

larutan

Glukosa

(ml)

Vol

aquades

(ml)

100 2 18

80 1,6 18,4

60 1,2 18,8

40 0,8 19,2

20 0,4 19,6

Plot 1.1 AS =

K . C

C = A

K = 1,005

7,29.10-3

CS= 1,38.108mg/L

Grafik Hubungan Konsentrasi dengan Absorben (Larutan standar glukosa)

020406080

100120

0.576

0.512

0.494

0.526

0.566

Absorben

Kon

sent

rasi konsentra

si larutanstandarglukosa

Page 14: EPS_extra Polymeric Substances

I 1

2

3

0,602

0.660

0,792

25

21,8

16,5

8,25.107

9,05.107

9,87.107

II 1

2

3

0,970

0,925

0,955

10,7

11,9

11,1

1,33.108

1,27.108

1,31.108

III 1

2

3

0,524

0,518

0,576

29,5

30,3

26,5

7,19.107

7,10.107

7,9.107

C rata-rata plot1 :

= 27,17. 108 = 9,06.108

3

C rata-rata plot 2 :

= 3,91. 108 = 1,30. 108

3

C rata-rata plot 3 :

= 22,19. 109 = 7,39. 108

3

C rata-rata plot 1,2,3 : 5,92. 108

Laju aktivasi enzim :

Plot 1 :

= C . vol larutan

30 menit

= 9,06.108 x 8 = 2,42. 108

30

Laju aktivasi enzim plot 2:

= C . vol larutan

30 menit

= 1,30. 108 x 8 =3,47. 107

30

Laju aktivasi enzim plot 3:

= C . vol larutan

30 menit

= 7,39. 108 x 8 = 1,97. 108

30

Laju aktivasi enzim total rata-rata:

= 1,579. 108

PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk

mengetahui jumlah total karbohidrat

extra polymeric substances (EPS)

yang terdapat dalam sedimen

intertidal.

Prinsip kerja pada percobaan ini

adalah mencari nilai konsentrasi dari

masing-masing karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) dari

enam lokasi pengambilan sample

yang berbeda dengan mengukur

nilai absorbansinya melalui

Grafik Hubungan Konsentrasi dengan Absorben (Larutan sedimen)

02468

10

0.685 0.95 0.539

Absorben rata-rata

Kon

sent

rasi

rat

a-ra

ta

Page 15: EPS_extra Polymeric Substances

spektrofotometer. Nilai absorbansi

karbohidrat extra polymeric

substances (EPS) yang muncul pada

spektrofotometer akan digunakan

untuk menghitung jumlah total

karbohidrat pada masing-masing

sample sedimen, yaitu sample sedimen

pada sungai industri dan laut industri

pada percobaan ini. Setelah itu akan

dibandingkan nilai karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) dari

beberapa sample.

A. Pengambilan Sedimen

Mula-mula diambil sampel

pada permukaan sediment dengan

kedalaman 0,5cm-1cm. Lokasi

pengambilan sediment adalah daerah

kali gebang depan politeknik ITS.

Pengambilan sampel dilakukan di 3

titik yang berbeda sehingga dapat

mewakili keseluruhan lokasi

pengambilan sampel. Pemilihan 3 titik

berdasarkan tempat yang refresentatif

yaitu yang sedimennya mudah

dijangkau.

Sampel sedimen diambil

menggunakan siring, suatu alat

menyerupai botol suntik raksasa.

Kemudian sample sediment sungai

yang didapat dimasukan kedalam

botol film berwarna hitam. Hal ini

untuk mencegah bakteri yang ada

pada sedimen berfotosintesis dengan

bantuan sinar matahari. Sample

sedimen berwarna abu-abu pekat,

berlendir dan berbau menyengat

dengan data fisik-kimia yang sama

untuk ketiga titik yaitu pH sebesar 7,

suhu 31 ˚C dan salinitas 00/00. Botol

film kemudian disimpan ke dalam ice

box untuk proses pengawetan sampel.

Kondisi sampel yang berwarna

abu-abu pekat, berlendir dan berbau

menyengat berhubungan dengan

lokasi pengambilan sample yang

berada di daerah pemukiman dan

aktivitas kampus politeknik ITS.

Pertumbuhan bakteri secara ekstensif

disertai oleh sejumlah besar polimer

ekstraseluller, menyebabkan

pembentukan lapisan berlendir

(biofilm) selain itu limbah yang

terbuang pada daerah pemukiman

sebagian besar merupakan bahan-

bahan kimia organik.

B. Penanganan Sampel (Preparasi)

Pada percobaan penanganan

sampel (Preparasi), sedimen yang

telah diambil dari lokasi dicuci dan

disaring di laboratorium. Metode

penyaringan dilakukan untuk

menyaring benda-benda yang tidak

Page 16: EPS_extra Polymeric Substances

diperlukan seperti sampah atau

bebatuan. Kemudian sample sedimen

yang telah disaring dikeringkan

dengan dioven pada suhu 60° selama

24 jam. Setelah dioven sedimen

menjadi mengering, keras, dengan

warna abu-abu pekat. Proses

pengeringan ini bertujuan agar

sedimen dapat mencapai berat

keringnya saat dilakukan penimbangan

pada percobaan selanjutnya, yaitu pada

Metode Phenol Sulfuric Acid. Karena

apabila sedimen ditimbang dalam

keadan basah, maka kandungan air

dalam sample akan mempengaruhi

berat keringnya sehingga berat yang

diperoleh bukan merupakan berat

kering yang sesungguhnya.

Sebelum melakukan teknik

pengeringan dalam oven, praktikan

melakukan kesalahan metode

pengeringan dengan menjemurnya

terlebih dahulu di bawah sinar

matahari. Teknik penjemuran ini

mendukung proses fotosintesis yamg

mana hasil fotosintesis berupa

karbohidrat (glukosa). Hal ini dapat

mempengaruhi kadar/ jumlah total

kandungan ESP yang berupa

karbohidrat juga.

C. Metode Phenol Sulfuric Acid

Mula-mula sampel sediment

ditimbang dengan neraca. Berat

sedimen ditentukan sebesar 0,03 gr

untuk tiap-tiap sampel. Kemudian

ditambah 2 ml aquades. Penambahan

aquades adalah untuk mengencerkan

padatan sedimen. Setelah

penambahan aquades ternyata padatan

sedimen tidak melarut sempurna .

Selanjutnya ditambah 1 ml Phenol

5%.Setelah penambahan phenol 5%

padatan sedimen semakin melarut.

Fungsi penambahan phenol, yaitu

memberikan suasana asam pada

sedimen dan sebagai pemberi warna

pada sedimen, sehingga konsentrasi

glukosa pada sedimen dapat terbaca

pada spektrofotometer. Selanjutnya

adalah penambahan 5 ml H2SO4

Pekat pada sedimen. Setelah

penambahan H2SO4 pekat sedimen

menjadi semakin larut dengan kondisi

gumpalan yang semakin kecil. H2SO4

memiliki sifat dapat menghidrolisa,

sehingga penambahan ini

dimaksudkan agar H2SO4 dapat

membantu menghidrolisa karbohidrat

menjadi monosakarida. Pada tabung

reaksi terjadi proses eksoterm yaitu

perpindahan panas dari larutan ke luar

Page 17: EPS_extra Polymeric Substances

lingkungan (tabung reaksi) sehingga

tabung reaksi terasa panas. Kemudian

didiamkan 10 menit, dikocok dan

diinkubasi selama 15 menit. Agar

hidrolisis berlangsung sempurna.

Kemudian diukur absorbansi

monosakarida melalui

spektrofotometer.

Cara kerja dari spektrofotometer ini

adalah:

1. Tombol on/off (sebelah kiri-

bawah) diputar searah dengan

jarum jam.

2. Ditunggu 10 menit untuk

pemanasan

3. Panjang gelombang yang

diinginkan diatur dengan memtar

tombol panjang gelombang

(sebelah kanan-atas)

4. Tombol folter (sebelah kiri bawah)

diatur sehingga warna sama

dengan panjang gelombang yang

dipilih:

Filter ungu= 300-375 nm

Filter biru = 375 – 540 nm

Filter kuning = 540 – 740 nm

Filter merah = 740 – 900 nm

5. Tombol “mode” (sebelah kanan-

atas) diatur agar muncul absorbansi

dan transmisi secara bersamaan

6. Pembacaan persen transmisi

diatur menjadi o,ooo dengan

menggunakan tombol control

sebelah kri-bawah. Kompartmen

tempat sampel harus kosong dan

ditutup.

7. Mengukur blangko. Blangko

terdiri bahan terlarut dan

pelarutnya. Blanko dimasukkan

dalam kuvet Bx100 mm dan

dibersihkan dengan tissue untuk

menghilanhkan air,debu atau sidik

jari. Kuvet dimasukkan ke

kompartmen dan tutup kembali.

8. Pembacaan persen transmisi

diatur menjadi 100 dengan

menggunakan tombol control

transmisi atau absorbansi sebelah

kanan bawah.

9. Blanko dikeluarkan dan

digantikan dengan kuvet yang

mengandung sampel larutan yang

akan diukur. Tutup kompartmen

monitor akan menunjukkan angka

percobaan absorbansi dan

transmisi sampel.

Dari nilai absorbansi yang

muncul ini akan dihitung konsentrasi

karbohidrat extra polymeric

substances (EPS) dengan rumus

Page 18: EPS_extra Polymeric Substances

A =

K . C

Nilai absorbansi sedimen kali

gebang masing-masing untuk plot 1

yaitu 0,602 , 0,660 , 0,792 plot 2 0,970

, 0,925, 0,955, dan plot 3 0,524, 0,518,

0,576. Konsentrasi karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) pada plot

1 adalah 8,25.107mg/L, 9,05.107mg/L

dan 9,87.107mg/L Sedangkan pada

plot 2 sebesar 1,33.108mg/L,

1,27.108mg/L dan 1,31.108mg/L dan

plot 3 sebesar 7,19.107mg/L,

7,10.107mg/L dan 7,9.107mg/L.

Tinggi rendah nilai Konsentrasi

karbohidrat extra polymeric

substances (EPS) ini berhubungan

dengan keberadaan bakteri penghasil

karbohidrat atau biofilm dengan

faktor pengaruh suhu, pH, dan

salinitas.

Pada sungai pemukiman (Kali

Gebang) banyak terdapat sisa-sisa

nutrisi oleh penduduk yang secara

sengaja ataupun tidak sisa-sisa nutrisi

tersebut akan dibuang atau dialirkan

ke sungai tedekat. Biofilm terbentuk

khususnya secara cepat dalam sistem

yang mengalir dimana suplai nutrisi

tersedia secara teratur bagi bakteri.

Hal ini juga didukung juga dengan

kadar pH yang balance, salinitas

netral dan suhu yang relatif stabil

310C.

Sampel sedimen diambil di

daerah kali rungkut (data kelompok I)

yang kepadatan penduduknya relatif

tinggi, dimana pada sungai tersebut

selain mengalir sisa-sisa “limbah”

rumah tangga juga membawa aliran

“limbah” pasar. Limbah pasar

disinyalir mempunyai kandungan

nutrien/bahan-bahan organik yang

banyak. Pelekatan biofilm juga

dipengaruhi oleh penumpukan bahan-

bahan organik yang diselubungi oleh

matrik polimer ekstraseluller yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut.

Matrik ini berupa struktur benang-

benang bersilang satu sama lain yang

dapat berupa perekat bagi biofilm

(Jamilah, 2003). Pengguna pasar

sangat memanfaattkan keberadaan

sungai untuk mendukung aktivitas

mereka, biasanya untik mencuci ikan,

sayur dan sebagainya.

Sungai wisata (data kelompok

II, lokasi Suramadu) memungkinkan

terbentuknya biofilm, sama halnya

dengan daerah pemukiman dimana

banyak pengunjung yang membuang

sampah baik sampah basah maupun

sampah kering ke sungai. Dan

Page 19: EPS_extra Polymeric Substances

sampah-sampah basah akan dengan

mudah diurai oleh bakteri karena

banyak bahan organik.

Pada daerah sungai industri,

(data kelompok VII, Kali Delta)

diperkirakan di daerah ini merupakan

daerah yang terdiri atas bahan-bahan

anorganik, dimana dengan semakin

melimpahnya jumlah bahan-bahan

anorganik yang dihasilkan dalam

bentuk limbah pabrik akan

berbanding lurus dengan jumlah

bakteri penghasil karbohidrat. Hal ini

disebabkan karena bakteri, yaitu

bakteri penghsil karbohidrat extra

polymeric substances (EPS)

khususnya akan berperan sebagai

pengurai dari bahan-bahan anorganik

tersebut dan menjadikannya sebagai

sumber nutrisi bagi kelangsungan

hidupnya.

Pada data kelompok IV lokasi

Kenjeran Baru kandungan ESPnya

juga tinggi karena pada laut aliran air

(arus) lebih cepat dari pada arus

sungai. Sel berperilaku seperti

partikel pada suatu perairan sehingga

pelekatan sel bakteri pada substrat

tergantung dari arus. Pelekatan sel

sangat tergantung pada motilitas

bekteri ketika kecepatan arus rendah,

sebaliknya ketika kecepatan arus

meningkat maka bakteri dapat

bergerak dengan bantuan arus laut

sehingga dapat meningkatkan

kemampuan bakteri untuk melekat

pada substrat Terbentuknya Biofilm

karena adanya interaksi antara

bakteri dan permukaan yang

ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan

adanya faktor-faktor yang meliputi

kelembaban permukaan, makanan

yang tersedia, pembentukan matrik

ekstraseluller (exopolimer) yang

terdiri dari polisakarida, faktor-faktor

fisikokimia seperti interaksi muatan

permukaan dan bakteri, ikatan ion,

ikatan Van Der Waals, pH dan

tegangan permukaan serta

pengkondisian permukaan. Dengan

kata lain terbentuknya biofilm adalah

karena adanya daya tarik antara

kedua permukaan (psikokimia) dan

adanya alat yang menjembatani

pelekatan (matrik eksopolisakarida)

dll.

Biofilm terdiri dari sel-sel

mikroorganisme yang melekat erat

ke suatu permukaan sehingga berada

dalam keadaan diam (sesil),

Pelekatan ini seperti pada bakteri

disertai oleh penumpukan bahan-

Page 20: EPS_extra Polymeric Substances

bahan organik yang diselubungi oleh

matrik polimer ekstraseluller yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut.

Matrik ini berfungsi sebagai perekat

bagi biofilm.

Biofilm akan terbentuk dengan

cepat dalam sistim yang mengalir

dimana suplai nutrisi tersedia secara

teratur bagi bakteri. Pertumbuhan

bakteri secara ekstensif disertai oleh

sejumlah besar polimer ekstraseluller,

menyebabkan pembentukan lapisan

berlendir (biofilm)

Peranan eps bagi biofilm

adalah menyediakan makanan bagi

biofilm, terlibat dalam mekanisme

pertahanan inang, dan membantu

dalam agregasi dan pelekatan

permukaan, untuk bertahan pada

kondisi dimana sel planktonik sudah

tidak mampu bertahan hidup.

Llokomosi (pergerakan), pertahanan

terhadap toksin.Eps mengandung

materi yang utama yaitu polisakarida,

asamamino, protein, lemak.

Struktur amilum:��(C6H10O5.H2O)n

Pada air oligotropik bakteri

tumbuh seara aktif walaupun lambat,

sedangkan banyak diantaranya tidak

dapat mengambil makanan yang

cukup untuk mendukung

pertumbuhan lalu hanya survive pada

keadaan lapar. Keadaan suvive-lapar

ini memberikan beberapa kesimpulan

adanya kemampuan bakteri untuk

bertahan (revert) dalam keadaan

diam (sesil). Seringkali kelaparan

disertai oleh mengecilnya ukuran dan

respirasi endogenous, peningkatan

hidrofobisitas permukaan sel dan

meningkatkan pelekatan. Faktor ini

membuat bakteri cendrung melekat

ke permukaan padat, dimana

kesempatan untuk mendapatkan

nutrisi lebih tinggi.

Kesalahan yang terjadi pada

jumlah total konsentrasi karbohidrat

extra polymeric substances (EPS)

dapat disebabkan oleh beberapa hal,

antara lain kesalahan perhitungan

dan kesalahan pada perlakuan.

Kesalahan perhitungan, khususnya

Page 21: EPS_extra Polymeric Substances

terjadi pada saat perhitungan

menggunakan rumus. Sedangkan

untuk perlakuan diperkirakan terjadi

saat pembuatan larutan standar

glukosa dan perlakuan dalam proses

absorbansi.

KESIMPULAN

Pada percobaan Penentuan

Kandungan Total Karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) Mikrobia

dalam Sedimen Intertidal dengan

tujuan untuk mengetahui jumlah total

karbohidrat extra polymeric substances

(EPS) mikrobia yang terdapat dalam

sedimen intertidal dapat disimpulkan

bahwa kandungan total karbohidrat

extra polymeric substances (EPS) dari

nilai absorbansi sedimen sungai

industri kali delta = 59,4 . 107 mg/L.

Konsentrasi karbohidrat extra

polymeric substances (EPS) pada laut

industri dengan lokasi pada laut di

wilayah jembatan Suramadu adalah

sebesar 7,46 . 107 mg/L. Sedangkan

pada sungai industri dengan lokasi

daerah sungai Industri kali rungkut

adalah sebesar 11,5. 107 mg/L.

Kandungan total karbohidrat

extra polymeric substances (EPS)

tertinggi ada pada sedimen kawasan

industri di daerah sungai delta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, N.D. Saptarini dan D.

Krisnawati. 1997. Analisis

Keaneka- ragaman Biota

Penempel Penyebab Biofouling di

Perairan Pantai Ujung Surabaya.

Jurusan Kimia FMIPA ITS:

Surabaya

Anil A.et al. Dynamics Mecanism and

Control of Biofouling and

Corossion in Marine Water, J

Biofouling 120: 23-25

Anonimous.1999. Biofouling and

Biocorossion. Zeta Corporation :

USA

Azis et al. 2001. Biofouling Potential

and Enviromental factor of

Seawater at a desalination plant

intake, J desalination. 135 : 69-82

Bharta et al. 1998. Microbial Ecology

Fundamental and Application 4th

Page 22: EPS_extra Polymeric Substances

edition. Addyson Wesley Longman

: USA

Benson, H.J. 1998. Microbiological

Application: laboratory Manual in

general Microbiology 7th edition.

Mc Graw Hill: USA

Bhaskar. P.V. 2005. Microbial

Extracellular polymeric

Substances in marine

Biogeochemical process. J Current

Science 88.I : 45-53

Davey , ME. 2000. Microbial Biofilm

from ecology to Molecular

Genetics.J microbial and

Molecular Biologi Rev 64 (4):

847-867

Helianti.2007. Biofilm untuk

Satabilisasi Bangunan agar

Tahan Gempa. BPPT : Jogjakarta

Master, M.G.1991.Introduction to Enviromental Engineering & Science. Prentice Hall Int. Ed. Englewood Cliffs, N.J. Hal 117 & 134-141