2
Era baru ujian nasional Mulai besok (13/14) hingga hari ini dan besok, seluruh pelajar Indonesia jenjang SMA/MA/SMK sederajat melaksanakan ujian nasional (Unas). Sebagian besar menjalani dengan model PBT (Paper Based Test) atau konvensional menggunakan kertas dan sebagian pelajar lainnya melakoni dengan model CBT (computer based test) atau online. Sebagai seorang aktivis yang telah malang melintang dalam pemberdayaan masyarakat-seperti Indonesia mengajar- Mendikbud Anies Baswedan memenuhi janjinya, yakni tidak menjadikan unas sebagai prasyarat penentu kelulusan peserta didik, yang selama ini banyak diperjuangkan para aktivis penentang unas. Berdasarkan pasal 21 Permendikbud RI no 5 tahun 2015 dinyatakan bahwa hasil unas digunakan untuk: a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, b) pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, dan c) pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan. Banyak kalangan yang menyambut gembira kebijakan itu, mulai kepala sekolah, guru, orang tua/wali murid, hingga peserta didik sendiri. Kekhawatiran tidak lulus tidak perlu dirisaukan lagi. Meski begitu, ada kalangan lain yang mencemaskan adanya penurunan kualitas lulusan setelah hasil unas tidak lagi dijadikan penentu kelulusan. Tetap perlu semangat juang Sekalipun unas tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan, tetap perlu disikapi secara proposional. Tidak perlu disakralkan dan ditakuti selama ini terjadi, tetapi juga tidak boleh disepelekan atau diremehkan. Setelah keluarnya Permendikbud 5/2015 tersebut (12 Maret 2015), banyak pihak, termasuk kepala sekolah, guru, orang tua/wali murid, dan peserta didik, yang meremehkan unas. Mereka mengetahui berapapun nilai yang diperoleh, siswa akan dinyatakan lulus (pasal 2 permendikbud 5/2015) setelah siswa: a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, b) memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik, dan c) lulus ujian sekolah/madrasah/pendidikan kesetaraan. Meski demikian yang harus diingat adalah hasil unas siswa akan dinyatakan dalam bentuk empat kategori. Yaitu: sangat baik (85<N≤100); baik (70<N≤85); cukup (55≤N≤70); kurang (0≤N≤55). Untuk jenjang SMA/MA/SMK sederajat, jika perolehan hasil kurang dari 55 (kategori kurang), siswa akan melakukan unas perbaikan pada tahun berikutnya. Perolehan nilai terendah kategori cukup atau “batas minimum kelulusan” (nilai 55) untuk tahun ini berbeda dengan tahun- tahun sebelumnya. Tahun lalu nilai rata-rata minimum 55 (sebagai batas kelulusan) merupakan NA (Nilai Akhir) sebagai hasil gabungan antara NS (Nilai Sekolah) dana capaian nilai unas. NS diperoleh dari rata-rata nilai rapor (NR) dan NUS (Nilai Ujian Sekolah). Sementara itu, untuk nilai 55 (nilai terendah dari kategori cukup) pada tahun ini murni dari hasil unas. Jadi, mendapatkan nilai 55 pada tahun ini sesungguhnya “lebih berat” dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Era Baru Ujian Nasional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

opini tentang ujian nasional

Citation preview

Page 1: Era Baru Ujian Nasional

Era baru ujian nasional

Mulai besok (13/14) hingga hari ini dan besok, seluruh pelajar Indonesia jenjang SMA/MA/SMK sederajat melaksanakan ujian nasional (Unas). Sebagian besar menjalani dengan model PBT (Paper Based Test) atau konvensional menggunakan kertas dan sebagian pelajar lainnya melakoni dengan model CBT (computer based test) atau online.

Sebagai seorang aktivis yang telah malang melintang dalam pemberdayaan masyarakat-seperti Indonesia mengajar- Mendikbud Anies Baswedan memenuhi janjinya, yakni tidak menjadikan unas sebagai prasyarat penentu kelulusan peserta didik, yang selama ini banyak diperjuangkan para aktivis penentang unas. Berdasarkan pasal 21 Permendikbud RI no 5 tahun 2015 dinyatakan bahwahasil unas digunakan untuk: a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, b) pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, dan c) pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan.

Banyak kalangan yang menyambut gembira kebijakan itu, mulai kepala sekolah, guru, orang tua/wali murid, hingga peserta didik sendiri. Kekhawatiran tidak lulustidak perlu dirisaukan lagi. Meski begitu, ada kalangan lain yang mencemaskan adanya penurunan kualitas lulusan setelah hasil unas tidak lagi dijadikan penentu kelulusan.

Tetap perlu semangat juang

Sekalipun unas tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan, tetap perlu disikapi secara proposional. Tidak perlu disakralkan dan ditakuti selama ini terjadi, tetapi juga tidak boleh disepelekan atau diremehkan. Setelah keluarnya Permendikbud 5/2015 tersebut (12 Maret 2015), banyak pihak, termasuk kepala sekolah, guru, orang tua/wali murid, dan peserta didik, yang meremehkan unas. Mereka mengetahui berapapun nilai yang diperoleh, siswa akan dinyatakan lulus (pasal 2 permendikbud 5/2015) setelah siswa: a) menyelesaikan seluruh programpembelajaran, b) memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik, dan c) lulus ujiansekolah/madrasah/pendidikan kesetaraan.

Meski demikian yang harus diingat adalah hasil unas siswa akan dinyatakan dalam bentuk empat kategori. Yaitu: sangat baik (85<N≤100); baik (70<N≤85); cukup (55≤N≤70); kurang (0≤N≤55). Untuk jenjang SMA/MA/SMK sederajat, jika perolehan hasil kurang dari 55 (kategori kurang), siswa akan melakukan unas perbaikan pada tahun berikutnya. Perolehan nilai terendah kategori cukup atau “batas minimum kelulusan” (nilai 55) untuk tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu nilai rata-rata minimum 55 (sebagai batas kelulusan) merupakan NA (Nilai Akhir) sebagai hasil gabungan antara NS (Nilai Sekolah) dana capaian nilai unas. NS diperoleh dari rata-rata nilai rapor (NR) dan NUS (Nilai Ujian Sekolah). Sementara itu, untuk nilai 55 (nilai terendah dari kategori cukup) pada tahun ini murni dari hasil unas. Jadi, mendapatkan nilai 55 pada tahun ini sesungguhnya “lebih berat” dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Page 2: Era Baru Ujian Nasional

Untuk itulah semangat belajar dan daya juang (resilience) siswa untuk mendapatkan hasil terbaik dengan cara-cara jujur dan bermartabat tetap tidak boleh surut, tetapi justru harus terus dikobarkan. Sebab, penerimaan mahasiswa baru jenjang PT (dari lulusan SMA/MA/SMK sederajat) atau penerimaan siswa baru SMA/MA/SMK sederajat (dari lulusan SMP/MTS sederajat)akan sulit bagi siswa dengan nilai unas kategori kurang.

Ujian kepercayaan

Tidak digunakaknya hasil unas sebagai penentu kelulusan juga berimplikasi padapenyimpanan dan pendistribusian perangkat naskah unas. Pada tahun-tahun sebelumnya, ketika hasil unas digunakan sebaai penentu kelulusan, dalam penyimpanan perangkat naskah, ada semacam “keharusan” untuk disimpan di polres atau polsek tiap kabupaten/kota sebelum naskah digunakan.

Tetapi kini penyimpanan perangkat naskah dapat dilakukan di mana saja (bisa di dinas pendidikan kabupaten/kota, UPTD cabang dinas pendidikan kecamatan atau subrayon misalnya). Yang pendtig aspek keamanan dan kerahasiaan tetap bisa dipertanggung jawabkan. Pada sat pelaksanaan unas, di satuan pendidikan (sekolah /madrasah), tidak lagi diperlukan tenaga pengamanan dari kepolisian maupun pengawas independen dari perguruan tinggi. Tetapi cukup dari panitia subrayon dan satuan pendidikan secara silang antar sekolah/madrasah atau silang antar subrayon.

Semangat mendikbud untuk mengembalikan satuan pendidikan sebagai institusi otonom yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab hendaknya dapat dimaknai sebagai test of trust (ujian kepercayaan) bagi semua pihak, terutama insan-insan pendidikan, mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat satuan pendidikan. Insan-insan pendidikan tertantang untuk membuktikan amanat atau kepercayaan yang telah diberikan itu, sementara pihak kepoli