7
Nama : Ayu Pramudita Wardani NIM : 132110101055 Kelas : Analisis Kependudukan (C) ESSAY “Program Keluarga Berencana dan Peningkatan Fertilitas Di Indonesia” Indonesia sebagai negara yang berkembang menurut World Population Dota Sheet 2013 merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak. Dari Hasil sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.556.363 orang. Namun dengan jumlah penduduk yang banyak tersebut Indonesia memiliki masalah dalam hal kependudukan. Masalah kependudukan dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan utama di Indonesia. Karena salah satu masalah kependudukan yang dihadapi di Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 melaporkan peningkatan tingkat fertilitas di Indonesia. Laporan ini mendukung hasil analisis Sensus Penduduk tahun 2010 yang juga melaporkan stagnasi program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan fertilitas nasional dari 2,41 menjadi 2,6. Padahal untuk target Total Fertility Rate (TFR) sebanyak 2,1 pada tahun 2014 yang dirumuskan sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah sulit tercapai jika diketahui tingkat fertilitas tahun 2012 seperti itu. Di antara negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar dengan penduduk yang terbanyak yang fertilitas yang ada di Indonesia masih berada di rata – rata TFR negara ASEAN yaitu 2,4.

Essay Fertilitas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fertilitas

Citation preview

Nama: Ayu Pramudita WardaniNIM: 132110101055Kelas: Analisis Kependudukan (C)ESSAYProgram Keluarga Berencana dan Peningkatan Fertilitas Di IndonesiaIndonesia sebagai negara yang berkembang menurut World Population Dota Sheet 2013 merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak. Dari Hasil sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.556.363 orang. Namun dengan jumlah penduduk yang banyak tersebut Indonesia memiliki masalah dalam hal kependudukan.Masalah kependudukan dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan utama di Indonesia. Karena salah satu masalah kependudukan yang dihadapi di Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 melaporkan peningkatan tingkat fertilitas di Indonesia. Laporan ini mendukung hasil analisis Sensus Penduduk tahun 2010 yang juga melaporkan stagnasi program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan fertilitas nasional dari 2,41 menjadi 2,6. Padahal untuk target Total Fertility Rate (TFR) sebanyak 2,1 pada tahun 2014 yang dirumuskan sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah sulit tercapai jika diketahui tingkat fertilitas tahun 2012 seperti itu. Di antara negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar dengan penduduk yang terbanyak yang fertilitas yang ada di Indonesia masih berada di rata rata TFR negara ASEAN yaitu 2,4.

Hingga saat ini telah dilakukan berbagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama melalui pengendalian angka kelahiran atau fertilitas. Beberapa upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kelahiran (fertiltas) adalah dengan pemakaian kontrasepsi oleh pasangan usia subur. Dengan adanya pemakaian kontrasepsi diharapkan semakin banyak kehamilan dan kelahiran yang dapat dicegah, yang kemudian akan menurunkan angka kelahiran atau fertilitas.Kebijakan kependudukan yang sudah banyak diketahui oleh sebagian besar penduduk di Indonesia untuk fertilitas salah satunya adalah program keluarga berencana. Program ini telah dimulai sejak awal tahun 1970-an dan merupakan program lima tahun pada pemerintahan Soeharto yakni pada REPELITA I tahun 1969 -1974. Namun pada saat itu terjadi masalah mengenani ketersediaan data yang kurang akurat, melainkan juga karena adanya pro dan kontra mengenai penggunaan alat kontrasepsi dimana pola transisi demografi pada umumnya dikarenakan berhasilnya penggunaan kontrasepsi bagi seluruh wilayah tersebut.Pada masa pemerintahan Soeharto pencanangan program KB di rasa berhasil karena dapat menekan angka fertilitas di Indonesia pada saat itu. Program KB memiliki dua tujuan utama yakni secara demografis dan non demografis. Secara demografis tuhuannya adalah terjadinya penurunan fertilitas dan terbentuknya pola budaya small size dan secara non demografis dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk yang merata dan berkeadilan. Keluarga berencana merupakan contoh kebijakan langsung dibidang fertilitas.Pada data SDKI 2012 menunjukkan tren prevalensi penggunan kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak tahun 1991 2012 cenderung meningkat, sementara tren angka Fertilitas cenderung menurun. Dapat disimpulkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target sebesar 60,1 % dengan capaian 61,9 %, namun TFR belum mencapai target 2,1 dengan angka tahun 2012 sebesar 2,6.

Berkaitan dengan pelayanan KB di seluruh Indonesia hanya 61 % puskesmas yang memberikan layanan lengkap (pelayanan alat kontrasepsi, pelayan komplikasi dan konsultasi). Pada akseptor KB, tertinggi di NTB sebesar -1,75 dan dan terendah di papua barat sebesar 4.02 (SDKI 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa pentingnya pelayanan KB di sebagian besar provinsi di Indonesia untuk menekan angka fertilitas. Sebab di Indonesia pelayanan KB yang dilaksanakan hanya di 36,5 % puskesmas saja. Dengan angka sedemikan, untuk mencapai target fertilitas di rasa kurang mencukupi. Dalam pelayanan KB juga harus meliputi pengawasan, evaluasi dan bimbingan pelayanan KB.Tingkat Fertilitas juga dapat di tinjau dari teori Green. Penduduk yang dalam hal ini adalah pasangan usia subur yang menjadi subyek dari fertilitas jika ditinjau dari teori Green yaitu :1. Predisposing Factor, meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai nilai. tentang memiliki anak.Ada pepatah lama yakni banyak anak banyak rezeki. Sehingga pemikiran orang banyak sekali dipengaruhi tentang konsep yang tertanam sejak mereka lahir dari terdahulunya bahwa semakin banyak kita mempunyai seorang anak, maka rezeki yang akan kita dapatkan juga semakin banyak. Adapun pengetahuan seseorang tentang memiliki anak lebih dari jumlah anak yang disarankan oleh BKKBN per pasangan usia subur juga dirasakan kurang karena semakin banyak anak yang di lahirkan oleh seorang wanita juga dapat beresiko terhadapap wanita yang melahirkan tersebut, apalagi jika di dukung oleh faktor usia yang sudah lanjut. Serta adanya nilai nilai ataupun keyakinan dalam sebuah kaum tersebut bahwa anak merupakan sebuah anugrah dari Sang Maha Pencipta yang dititipakan kepada kita (orang tua) dan merupakan hak serta kewajiban yang harus kita penuhi sebagai seorang umat, jika penggunaan KB dapat membatasi hal tersebut maka akan terjadi penolakan sehingga sebagian dari orang tersebut akan tidak memakai KB serta tidak merencanakan jumlah anak yang dilahirkan. Dengan hal ini akan mengakibatkan bertambahnya fertilitas juga, dari seorang ibu yang tidak mengikuti program KB dapat menghasilkan misalnya 4 anak sehingga kita dapat menghitung dari 1 orang ibu dengan 4 anak tersebut dikalikan dengan jumlah wanita usia subur maka fertilitas juga akan naik. Dalam penentuan sikap, pasanhgan suami istri setidaknya dapat membuat kesepakatan bersama dalam penentuan jumlah anak yang akan dimiliki. Hal ini dapat dilakukan dengan sikap membatasi jumlah anak, agar nantinya juga tidak berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan psikologis anak, serta dapat menentukan perancangan ekonomi kelurga dengan jumlah anak yang dimiliki.2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), dapat berupa fasilitas fasilatas atau saranasarana pendukung dalam tercapainya target fertiltas di Indonesia. Salah satunya adalah adanya program BKKBN dan penyediaan alatalat kontrasepsi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, tempat praktek bidan, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainnya. harga dari kontrasepsi juga termasuk kedalam faktor pendukung, karena dengan harga yang tetap ekonomis mempermudah bagi kalangan menengah ke bawah untuk tetap bisa mengakses KB. Pemberian informasi tentang yang berkaitan dengan fertilitas seorang ibu dan informasi mengenai jumlah ideal anak yang seharusnya dimiliki dalam sebuah keluarga, serta informasi mengenai program keluarga berencana yang dapat membantu untuk mengurangi angka fertilitas dirasa perlu untuk dilakukan sebagai upaya enabling factor. Logistik dan regulasi dari pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Kesehatan dalam pemenuhan alat alat kontrasepsi harus sudah mencakup kebutuhan dari penduduk Indonesia. Adanya regulasi yang sinergis untuk mencapi target dari fertilitas di Indonesia.3. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Hal ini dapat berupa pemantauan secara teratur tiap petugas kesehatan yang telah ditempatkan di berbagai tempat, seperti halnya bidan desa. Dari bidan desa ini yang akan memantau dan mendorong setiap warga yang ada dalam cakupan kerjanya untuk melakukan program KB secara teratur. Dalam hal mendorong setiap warga yang belum mengikuti program KB untuk mengikuti program KB. Key person juga berperan dalam hal ini, yakni dalam mendorong warganya untuk mengikuti program yang telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya penurunan tingkat fertiltas agar berhasil. Misalkan, pada sebuah desa yang setiap warganya percaya pada pemuka agama cenderung mempercayai pemuka agama. Maka dapat dilakukan pendekatan pada key person untuk dapat membantu dalam sosialisasi gerakan dua anak cukup untuk mendukung target fertilitas yang diharapkan oleh Indonesia.Dengan berjalannya program Keluarga Berencana pada Pasangan Usia Subur (PUS), diharapkan target fertiltas dapat tercapai. Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN yakni Sudibyo Alimoeso dalam temu media di Jakarta menyatakan bahwa untuk menurunkan fertilitas dilakukan strategi akselerasi 2013 antara lain intensifikasi penggarapan program kependudukan dan KB disepuluh provinsi penyangga utama, peningkatan peran tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam sosialisasi program kependudukan dan keluarga berencana,strategi peningkatan akses dan kualitas pelayanan statis, pendekatan akses pelayanan KB kepada klien KB (Tim KB keliling) dan pembinaan peserta KB aktif, mapping segmentasi sasaran melalui penyediaan data dan informasi hasil penelitian survei, pendataan keluarga, dan lain lain. Strategi penyerasian kependudukan dan penyediaan data informasi kependudukan antara lain peningkatan kerjasama pendidikan dan kependudukan melalui multi jalur ( formal, informal, dan non formal) dan mengintegrasikan subtansi pendidikan kependudukan dengan hasil pemaduan kebijakan pengendalian penduduk, perencanaan kependudukan, dan analisis dampak kependudukan. Dan target penurunan fertilitas diharapkan bisa tercapai.

ReferensiBerita online oleh pikiran rakyat http://www.pikiran-rakyat.com/node/218149 (diakses tanggal 1 maret 2015)Berita online oleh liputan 6http://health.liputan6.com/read/359124/alasan-program-kb-zaman-orba-sukses (diakses tanggal 1 maret 2015)Situasi dan analis keluarga berencanahttp://www.depkes.go.id/pdf.php?id=14010200009 (diakses tanggal 1 maret 2015)Opini tantangan program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesiahttp://www.kalbemed.com/Portals/6/30_216Opini-Tantangan%20Program%20Kependudukan%20dan%20Keluarga%20Berencana%20di%20Indonesia.pdf (diakses tanggal 1 maret 2015)Angka fertilitas Stagnan oleh Kompas healthhttp://health.kompas.com/read/2011/10/27/08380410/Angka.Fertilitas.Stagnan (diakses tanggal 3 maret 2015)Indonesia Berjuang turunkan fertilitashttp://health.kompas.com/read/2011/05/05/06434083/Indonesia.Berjuang.Turunkan.Fertilitas (diakses tanggal 3 maret 2015)