10
ESTIMASI WAKTU KEMATIAN Berdasarkan Perubahan-perubahan yang Terjadi Pasca Kematian Perkiraan waktu kematian dapat diketahui berdasarkan beberapa hal. Diantaranya adalah berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat pasca kematian , yaitu : Lebam mayat (Livor mortis) Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan atau keras. Lebam mayat akan mulai tampak 20-30 menit pasca kematian yang semakin lama intensitasnya akan semakin bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam pasca kematian. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih akan hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi, selain karena kekakuan otot-otot yang mempersulit perpindahan tersebut. Dengan demikian, lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum pemeriksaan. Kaku mayat (Rigor mortis)

ESTIMASI WAKTU KEMATIAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perubahan yang terjadi pada setelah kematian dan perkiraan waktu kematian berdasarkan perubahan tersebut.

Citation preview

Page 1: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

ESTIMASI WAKTU KEMATIANBerdasarkan Perubahan-perubahan

yang Terjadi Pasca Kematian

Perkiraan waktu kematian dapat diketahui berdasarkan beberapa hal. Diantaranya adalah berdasarkan

perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat pasca kematian, yaitu :

Lebam mayat (Livor mortis)

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gravitasi, mengisi

vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh,

kecuali pada bagian tubuh yang tertekan atau keras.

Lebam mayat akan mulai tampak 20-30 menit pasca kematian yang semakin lama intensitasnya

akan semakin bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam pasca kematian.

Sebelum waktu ini, lebam mayat masih akan hilang (memucat) pada penekanan dan dapat

berpindah jika posisi mayat diubah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-

sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi, selain karena kekakuan otot-

otot yang mempersulit perpindahan tersebut. Dengan demikian, lebam mayat yang belum

menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam

sebelum pemeriksaan.

Kaku mayat (Rigor mortis)

Kelenturan otot pasca kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat seluler masih

berjalan, berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini

digunakan untuk mengubuah ADP menjadi ATP. Selama masih tedapat ATP maka serabut aktin

dan miosin akan tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak akan

terbentuk lagi sehingga aktin miosin akan menggumpal dan otot-otot menjadi kaku.

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak sekitar 2 jam

pasca kematian yang dimulai dari otot-otot kecil. Setelah 12 jam pasca kematian maka kaku

mayat akan menjadi lengkap kemudian menetap selama 12 jam dan perlahan-lahan menghilang

sesuai urutan munculnya.

Terdapat kekakuan lain pada mayat yang menyerupai kaku mayat, yaitu :

Page 2: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

Cadaveric spasm (instantaneous rigor)

Adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm

sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa

didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan

ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat

sesaat sebelum meninggal.

Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya,

tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam atau tangan

yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.

Heat stiffening

Yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas sehingga otot-otot berwarna

merah muda, kaku, dan rapuh (mudah robek). Keadaan ini dijumpai pada korban mati

terbakar.

Cold stiffening

Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh

termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot sehingga bila sendi

ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.

Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Penurunan suhu tubuh ini terjadi berdasarkan prinsip pemindahan panas dari suatu benda ke

benda lain yang lebih dingin. Dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi ataupun

evaporasi. Kecepatan penurunan suhu tubuh mayat antara lain dapat dipengaruhi oleh

kelembaban udara, pakaian, bentuk tubuh, dan posisi. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat

pada suhu lingkungan yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh

kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua dan

anak kecil.

Penurunan suhu tubuh mayat dapat pula dipergunakan dalam memperkirakan saat kematian

dengan menghitung kecepatan penurunan suhu tubuh tersebut.

Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca kematian ditemukan sebagai hasil dari

penelitian di negara barat. Namun, dalam praktiknya di Indonesia sulit dilakukan karena faktor-

faktor yang berpengaruh berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca dan iklim.

Misalnya, berdasarkan formula Marshall dan Hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian

terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,50 C. Didapatkan, penurunan suhu dengan

Page 3: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

kecepatan 0,550 C tiap jam pada 3 jam pertama, 1,10 C tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan

sekitar 0,80 C tiap jam pada periode berikutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga

60% bila mayat berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati

mengingat suhu ligkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih

landai).

Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan waktu kematian melalui pengukuran

suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di TKP. Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali

pengukuran suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan

diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap sedangkan suhu

saat kematian dianggap 370 C bila tidak ada penyakit demam.

Dengan demikian, dengan mengguanakan angka-angka ataupun grafik dapat ditentukan waktu

antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer untuk

perhitungan saat kematian melalui cara ini.

Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis atau kerja bakteri.

Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril akibat kerja

digestif enzim yang dilepaskan sel pasca kematian.

Selain itu, setelah seseorang meninggal, bakteri yang normalnya hidup dalam tubuh akan masuk

ke jaringan melalui darah. Sebagain besar berasal dari usus terutama adalah Clostridium welchii.

Perkiraan saat kematian berdasarkan tanda kematian berupa pembusukan ini dapat dilakukan

berdasarkan tahap-tahap pembusukan yang telah terjadi pada mayat :

Pembusukan baru tampak sekitar 24 jam pasca kematian berupa munculnya warna

kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh

dengan bakteri serta terletak di dekat dinding perut.

Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau

busuk pun mulai tercium. Kemudian kulit ari akan terkelupas atau membentuk

gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.

Pembentukan gas di dalam tubuh akan dimulai dari lambung dan usus yang

mengakibatkan tegangnya perut dan keluar cairan kemerahan dari mulut dan hidung.

Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah

menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem,

Page 4: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur. Keadaan seperti ini sangat berbeda

dengan wajah asli korban sehingga tidak dapat dikenali lagi oleh keluarganya.

Hewan pengerat akan merusak tubuh dalam beberapa jam pasca mati, terutama jika

mayat dibiarkan teregeletak di rumpun.

Larva lalat akan ditemukan setelah pembentukan gas pembusukan nyata, sekitar 36-48

jam pasca kematian. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca

kematian di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat itu

kemuadian akan menjadi larva dalam waktu 24 jam.

Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larvanya maka akan dapat

diketahui usia larva tersebut sehingga dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat

kematian.

Adiposera (Lilin mayat)

Adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang

terjadi di jaringan lunak tubuh pasca kematian.

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat keasaman dan dehidrasi

jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi

dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70%

atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna

putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh.

Mummifikasi

Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi

pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah

menjadi keras, kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat

berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban

rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dalam waktu yang lama (12-14 minggu).

Selain perubahan-perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk

memperkirakan saat kematian, yaitu :

1. Perubahan pada mata

Page 5: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri kanan kornea akan berwarna

kecoklatan dalam beberapa jam berbetuk segitiga dengan dasar di tepi kornea ( taches noires

sclerotiques).

Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapisan terluar dapat

dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam

tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6

jam pasca mati.Baik dalam keadaan mata tertutup atau terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira

10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.

Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola

mata

Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya kematian

Perubahan retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.

o 30 menit pasca mati tampak kekeruhan macula dan mulai memucatnya diskus optikus

o 1 jam pasca mati macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi

o 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna

kuning kuga tampak di sekitar macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola

vascular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan

pola segmentasi yang jelas, kemudian

o 3 jam pasca mati menjadi kabur

o 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat

o 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang

mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu

o Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat

kabur

o Pada 12 jam pasca mati, diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi

beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa

o 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus,

hanya macula saja yang tampak berwarna coklat gelap

2. Perubahan pada lambung

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi , sehingga tidak dapat digunakan untuk

memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan mati. Namun, keadaan lambung dan

isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit

tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum

meninggal telah makan makanan tersebut.

Page 6: ESTIMASI  WAKTU  KEMATIAN

3. Perubahan rambut

Dengan memperkirakan kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari sehingga panjang rambut

kumis dan jenggot dapat diperkirakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat

digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat

terakhir ia mencukur

4. Pertumbuhan kuku

Sejalan dengan hal rambut tersebut, pertumbuhan kuku yang diperkirakan 0,1 mm/hari dapat

digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat yang bersangkutan terakhir

memotong kuku

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal

Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat dari 10 jam.

Kadar nitrogen non-protein kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam. Kadar

kreatinin kurang dari 5mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10

jam dan 30 jam

6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat

kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati

7. Kadar semua komponen dalam darah berubah setelah kematian sehingga analisis darah pasca mati

tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut

diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati.

Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah

bahkan sebelum kematian itu terjadi.

Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk

memperkirakan saat mati dengan labih tepat.

8. Reaksi supravital

Yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh

pada seseorang yang hidup.

Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsangan listrik masih

dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi

kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan

perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.