Etika Dalam Bisnis Internasional

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUANPENDAHULUANPentingnya etika dalam dunia bisnis adalah superlatif dan global. Tren baru dan masalah timbul setiap hari yang dapat membuat beban penting untuk organisasi dan endconsumers. Saat ini, kebutuhan untuk perilaku etis dalam organisasi telah menjadi penting untuk menghindari tuntutan hukum mungkin. Skandal publik dan praktik penyimpangan perusahaan menyesatkan, telah mempengaruhi persepsi publik dari banyak organisasi (misalnya, Enron, Arthur Andersen, WorldCom dll). Hal ini secara luas diketahui bahwa iklan tidak mempromosikan kemajuan sensibilitas moral manusia. Contention Lasch (1978: 1) bahwa periklanan modern "Berusaha untuk menciptakan kebutuhan, bukan untuk memenuhi mereka: untuk menghasilkan kecemasan baru bukan yang lama menenangkan. Ini alamat sendiri untuk kehancuran spiritual dari kehidupan modern dan mengusulkan konsumsi sebagai obat yang tampaknya masih benar. Ekspansi terbaru dari bisnis global dan jatuhnya seluruh dunia hambatan perdagangan telah lebih lanjut menggarisbawahi kepentingan dalam topik perilaku etis dan tanggung jawab sosial (Lihat antara lain, Jones 1991: 366-395). Selain itu, sebagai banyak sarjana percaya, hak asasi manusia dan konservasi lingkungan yang mendapatkan pengakuan lebih meningkat dalam pengaturan baik akademis dan komersial. Sebagai perusahaan multinasional berkembang secara global dan memasuki pasarasing, perilaku etis dari pejabat dan karyawan menganggap penting ditambahkan sejak keanekaragaman budaya yang terkait dengan ekspansi tersebut dapat merusak nilai-nilai budaya dan etika banyak berbagi diamati dalam organisasi adat istiadat homogeny (Mahdavi, 2001). Meskipun pemahaman tentang budaya lain dan pengakuan perbedaan di antara mereka akan meningkatkan komunikasi lintas-budaya, hal itu mungkin tidak cukup untuk memberikan pedoman yang layak perilaku etis yang tepat dalam organisasi. Dengan demikian, kekhawatiran tentang perilaku tidak etis dari perusahaan di Negara lain, yang diwujudkan dalam undang-undang seperti The Foreign Corrupt Practices Act tahun 1977, dan Sarbane - Oxley Act of 2002. Dalam arena akademis, di sisi lain, model consequentiality berbasis budaya dikembangkan untuk menjelaskan, antara lain, bagaimana perbedaan budaya mengubah persepsi etis dan tindakan-tindakan individu yang terlibat dalam membuat keputusan dengan nuansa etika(Robertson dan Fadil, 1999:385-392).

Kelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional

1

BAB II PEMBAHASANNORMA-NORMA MORAL YANG UMUM PADA TARAF INTERNASIONAL Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral. Kami berpendapat bahwa pandangan yang menganggap norma-norma moral relatif saja tidak bisa dipertahankan. Namun demikian, itu tidak berarti bahwa norma-norma moral bersifat absolut atau tidak mutlak begitu saja. Jadi, pertanyaan yang tidak mudah itu harus bernuansa. Masalah teoritis yang serba kompleks ini kembali lagi pada taraf praktis dalam etika bisnis internaasional. Apa yang harus kita lakukan ,jika norma di Negara lain berbeda dengan norma yang dianut sendiri? Richard De George membicarakan tiga jawaban atas pertanyaan tersebut, ada 3 pandangan mengenai pertanyaan di atas sebagai berikut : a. Menyesuaikan Diri Untuk menunjukkan sikap yang tampak pada pandangan ini menggunakan peribahasa **Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma** Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu, yang sama dengan peribahasa orang Indonesia **Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung**. Norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia. Sedangkan norma-norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di berbagai tempat. Itulah kebenaran yang terkandung dalam pandangan ini. Misalnya, norma-norma sopan santun dan bahkan norma-norma hukum di semua tempat tidak sama. Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan, bisa saja di tempat lain dianggap sangat tidak sopan. Karena itulah, Dana Persia, pendiri perusahaan konsultan, DP Image Consulting, memaparkan beberapa panduan etika bisnis bagi mereka yang harus

berhubungan dengan pebisnis dari berbagai negara, seperti dikutip dari www.aol.com, antara lain : Persiapan Lakukan banyak riset untuk mengetahui bagaimana etika bisnis dan pribadi yang ada di negara yang akan Anda kunjungi. Jika perlu, beli buku perjalanan tentang negara tersebut. Untuk melakukan riset, tentu saja internet bisa jadi andalan Anda. Pelajari kata-kata umum Coba pelajari dan hafalkan beberapa kalimat umum seperti apa kabar atau terima kasih dalam bahasa di negara tersebut. Cara ini biasanya ampuhKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 2

untuk mengatasi gap antara dua budaya. Mereka pun tentunya akan merasa dihormati dan dihargai oleh sikap Anda yang mau belajar sedikit tentang bahasa setempat. Tinggalkan kebiasaan buruk di rumah Jika Anda bepergian ke luar negeri, tinggalkan segala kebiasaan buruk Anda di negara ini. Dana menegaskan, sering kali orang Amerika merasa kebiasaan dan budayanya adalah yang paling hebat. Nah, Anda jangan sampai melakukan hal seperti itu kalau tidak mau lobi bisnis Anda gagal total. Bercampur Cobalah bercampur dengan rekan bisnis dari luar negeri yang sedang Anda temui. Jangan terlalu menunjukkan perbedaan yang mencolok soal

pakaian,cara bicara, atau apa pun yang bisa menunjukkan gap budaya yang terlalu besar. Waktu Jika Anda sedang berbisnis di Jerman, jangan pernah memulai bicara bisnis kecuali sebelum atau setelah makan.Tapi di China, silakan berbicara bisnis kapan saja asalkan hal tersebut bukanlah topik utama pembicaraan. Bagi orang China, tak masalah jika rekan bisnisnya bertanya soal kehidupan pribadi yang umum seperti menanyakan anak dan istri. Kartu nama Saling memberikan kartu nama atau business card sangat penting di Jepang, bahkan hampir mirip seperti sebuah upacara ritual. Berikan kartu nama dengan dua tangan dan berikan perhatian pada kartu nama yang diberikan kepada Anda.Semakin lama Anda memerhatikan dan menyimak tulisan di dalamnya, biasanya rekan Anda akan semakin merasa dihargai. Perlu diingat, jika sedang di Italia, jangan memberikan kartu nama saat acara-acara yang sifatnya sosial. Kartu nama biasanya hanya diberikan di acara bisnis. Alkohol Di Australia, alkohol tidak diperkenankan saat jamuan bisnis. Sementara di Jerman diperbolehkan, asalkan dilakukan secara moderat atau tidak berlebihan. Bahkan di Rusia, rekan bisnis diharapkan ikut minum untuk menunjukkan hubungan yang lebih akrab, tentunya dengan cara yang tidak berlebihan pula. Jika Anda di Prancis, hindari minum atau merokok sebelum makan berat. Hadiah Jika ingin memberi hadiah, sebaiknya hindari hadiah yang memperlihatkan logo perusahaan. Orang Yunani, Spanyol, dan Portugal tidak menerima hadiahKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 3

yang seperti itu.Sementara di China, jangan sampai membuka hadiah tersebut di depan orang yang memberikan. Tapi di Afrika, Anda justru harus melakukan yang sebaliknya. Peraturan soal gender Selain peraturan yang berhubungan dengan etika,ada pula peraturan yang berkaitan dengan gender. Peraturan tak tertulis ini sama pentingnya dengan peraturan soal etika. namun Meski jika tingkat urgensinya pebisnis tak sepenting etika dan

internasional,

seorang

mengetahui

mempraktikkannya, maka kemungkinan besar lobinya akan berjalan mulus. Contoh beberapa budaya yang berhubungan dengan gender, misalnya di negara Arab. Berjabat tangan adalah suatu hal yang wajar, tapi berjabat tangan dengan perempuan yang memakai pakaian tradisional (atau jilbab) adalah suatu hal yang dilarang. Di India, laki-laki dan perempuan dilarang melakukan kontak fisik di area publik, kecuali sekadar berjabat tangan. Sementara di Jepang, orang yang sudah tua atau berumur akan merasa tidak nyaman jika harus berjabat tangan dengan orang asing (Barat). Orang asing ini juga sebaiknya tidak duduk atau berdiri terlalu dekat dengannya. Lain lagi di Argentina, karena di sana kaum perempuannya lah yang mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk berjabat tangan dengan pria

b. Regorisme Moral Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut rigorisme moral, karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin menjadi kurang baik di tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan regorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat di tempat lain. Namun para penganut rigorisme moral kurang memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.

c. Imoralisme Naif Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada norma-norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupunKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 4

hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita tidak terikat norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu

memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu. PERSOALAN ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL Banyak persoalan etika dan dilemma dalam bisnis internasional yang berakar pada system politik, hukum, kemajuan ekonomi, dan budaya yang sangat berbeda antar Negara. Akibatnya, apa yang dianggap baik di satu Negara belum tentu dianggap baik di Negara lain. Karena manajer bekerja untuk institusi yang melebihi batas Negara dan budaya, maka manager dari perusahaan multinasional harus peka terhadap perbedaan dan harus memlih kegiatan etika dalam berbagai keadaan karena berpotensi menimbulkan masalah dalam etika. Dalam tatanan bisnis internasional, hal yang paling umum adalah kebiasaan pekerja, hak asasi manusia, polusi lingkungan, korupsi, dan kewajiban moral dari perusahaan multinasional. a. Kebiasaan para pekerja Dalam kasus pembuka, masalah etika dihubungkan dengan kebiasaan pekerja di Negara lain. Ketika kondisi kerja di Negara tempat investasi lebih rendah dari kondisi kerja dari tempat asal perusahaan multinasional tersebut,standart apa yang harus dipilih? Apa dari Negara asal, Negara tempat investasi atau diantaranya? Ketika tiap Negara dianggap sama, maka berapakah perbedaan yang dapat diterima? Seperti, bekerja 12 jam sehari, gaji rendah dan gagal ,melindungi pekerja dari bahan berbahaya mungkin umum dilakukan di beberapa Negara berkembang, tap apakah hal ini berarti bak bagi perusahaan multinasional untuk menerima keadaan kerja tersebut atau memaafkan melalui pemborong? Seperti kasus Nike, pendapat yang kuat dapat menjadi kebiasaan yang tidak tepat. Tapi tetap meninggalkan pertanyaan, apakah standart yang harus digunakan? Kita harus kembali dan menyadari kasus ini. Untuk sekarang, mengumumkan standart minimal keamanan dan martabat pekerja dan memakai jasa audit adalah cara yang terbaik untuk mengatasi maslah ini. Seperti yang dilakukan perusahaan Levi Strauss yang pada tahun 1990an memutuskan kontrak dengan penyuplai terbesar, The Tan Family. Karena The Tan memperkerjakan perempuan cina dan Filipina 74 jam per minggu di halaman tertutup di Pulau Mariana.Kelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 5

b. Hak Asasi Manusia Hak asasi dasar manusia di beberapa Negara masih belum dihargai. Seperti diantaranya, kebebasan berorganisasi, kebebasan berbicara, kebebasan berpolitik, dan sebagainya. Contoh yang apling nyata adalah yang terjadi di Afrika Selatan. Yaitu politik pembedaan warna kulit (apartheid) yang terjadi sampai tahun 1994. Apartheid adalah pemisahan kulit putih dengan kulit hitam yang menyediakan pekerjaan bagi kulit putih dan melarang kulit hitam bekerja pada usaha yang dikelola kulit putih. Meskipun menggunakan sistem seperti ini, banyak pengusaha barat beroperasi di Afrika Selatan. Tahun 1980, banyak yang menanyakan kebijakan ini. Mereka berpendapat, investasi mereka menikkan status ekonomi dan dapat menekan rezim yang berkuasa. c. Polusi Lingkungan Masalah etika muncul ketika peraturan lingkungan di negara investasi lebih rendah dibandingkan dari negara asal investor. Banyak negara maju yang mengatur tentang peraturan dasar tentang pembuangan gas emisi,

pembuangan bahan berbahaya, penggunaan bahan beracun dan sebagainya. Peraturan ini kadang kurang diperhatikan di negara berkembang dan menurut laporan,hasil polusi industri tersebut bisa sampai ke tiap rumah. Contohnya adalah yang terjadi di Nigeria. Pada laporan tahun 1992 oleh pemerhati lingkungan isinya: Industri minyak telah menyebabkan polusi udara baik siang maupun malam, menghasilkan gas beracun yang secara diam diam dan secara sistematis mengganggu biota air dan membahayakan hidup dari tanaman, permainan dan manusia itu sendiri, kita telah polusi air secara meluas dan polusi tanah yang menyebabkan kematian terhadap hewan air, dan ikan dan di sisi lain lahan pertanian terkontaminasi dan tanah menjadi berbahaya untuk ditanami, meskipun mereka meneruskan menggunakannya. Dalam masyarakat modern, perusahaan bisa berperan membuat tragedi global dengan cara memindahkan usaha ke tempat yang bisa dengan bebas membuang limbah ke udara atau ke laut dan sungai dan dapat merusak hal yang berharga di alam ini. Mungkin hak ini tidak melanggar hukum, tapi apakah pantas dilakukan? Sekali lagi, diperlukan respon sosial terhadap etika yang berlaku. d. Korupsi Ketika menyalurkan pembayaran, masalah etika masih menjadi hal yang gelap. Di banyak negara, pembayaran terhadap pejabat pemerintah sudah menjadi bagian hidup sehari hari. Baberapa berpendapat tidak berinvestasiKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 6

karena tidak mau membayar suap mengacuhkan bahwa investasi bisa meningkatkan standart ekonomi dengan menambah pendapatan dan

menambah lapangan kerja. Dari hal tersebut, memberi suap meskipun salah mungkin adalah hal yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Beberapa langkah ekonomi ini dinilai dapat menembus regulasi tidak praktis pada negara berkembang sehingga dapat membantu korupsi untuk tumbuh! Teori ekonomi ini membuat beberapa negara merubah batas mekanisme pasar, korupsi dalam pasar gelap, penyelundupan dan

pembayaran rahasia pada para birokrat untuk mempercepat usaha sehingga menambah kesejahteraan. Pendapat seperti ini digunakan untuk membujuk kongres AS untuk menerima pembayaran dari Foreign Corrupt Prctices Act. Sebaliknya, pakar ekonomi lain mengatakan bahwa korupsi mengurangi pendapatan dari investasi bisnis dan membuat pertumbuahn ekonomi rendah. Di negara dimana korupsi menjadi hal biasa, birokrat yang tidak produktif yang menginginkan pembayaran lain untuk memberi izin mengalihkan keuntungan bisnis. Pengurangan keuntungan ini memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi. Penelitian terhadap lebih dari 70 negara menunjukkan bahwa korupsi mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Debat dan rumitnya masalah ini tetap berlangsung dan sekali lagi kita dapat memutuskan memberi suap adalah hal yang tidak pantas dilakukan. Benar, bahwa korupsi adalah tidak baik dan menggangu perekonomian suatu negara tapi pada kasus tertentu dibutuhkan pembayaran terhadap pemerintah agar menghapuskan halangan untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Bagaimanapun, suap membuat korusi semakin buruk dan buruk. Korupsi kembali pada diri masing masing dan memulai untik tidak korupsi adalah hal yang tidak mustahil meskipun sulit. Pendapat ini memperkuat masalah etika agar jangan mendekati korupsi apapun keuntungan yang didapat dari korupsi. Banyak perusahaan multinasional yang setuju dengan kalimat ini, seperti contohnya perusahaan minyak BP yang tidak memberi toleransi sedikitpun terhadap pelaku korupsi. e. Kewajiban moral Perusahaan multinasional mempunyai kekuatan untuk mengatur sumber daya dan kemampuan mereka untuk memindahkan produksi dari satu negara ke negara lain. Kekuasaan tersebut tidak hanya dibatasi oleh hukum dan peraturan tapi juga oleh kedisiplinan dari pasar dan proses yang bersaing jugaKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 7

penting. Beberapa berkata bahwa kekuasaan yang berakar pada tanggung jawab sosial bisa memberikan suatu komunitas hasil yang baik dan kemajuan. Konsep awal dari tanggung jawab sosial adalah sebuah ide yang dimiliki pengusaha yang harus mempertimbangkan konsekuensi sosial ketika

membuat keputusan bisnis dan harus membuat anggaran untuk menentukan agar tercipta ekonomi yang baik dan konsekuensi sosial yang baik. Tanggung jawab sosial mudah dilakukan karena suatu cara yang baik untuk emlakukan sebuah bisnis. Beberapa berpendapat bahwa bisnis, umumnya bisnis besar harus menyadari kewajiban kebangsawanan mereka dan harus memberi imbal balik pada masyarakat yang membuat mereka menjadi sukses. Kewajiban kebangsawanan berasal dari bahasa perancis yang artinya kehormatan dan murah hati yang dimiliki oleh seorang bangsawan. Dalam dunia bisnis, menjadi murah hati adalah sebuah tangung jawab menjadi usahawan yang sukses. Hal ini telah lama disadari oleh pengusaha dan hal ini dapat menjadikan menaikkan kesejahteraan dari komunitas dimana mereka menjalankan usaha.

MASALAH DUMPING DALAM BISNIS INTERNASIONAL Salah satu topik yang jelas termasuk etika bisnis internasional

adalah dumping produk, karena praktek kurang etis ini secara khusus berlangsung dalam hubungan dengan negara lain. Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga di bawah harga pasar dan kadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Dapat dimengerti bahwa yang merasa keberatan terhadap praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen dari produk yang sama di negara di mana dumping dilakukan. Para konsumen justru merasa beruntung sekurang-kurangnya dalam jangka pendek karena dapat membeli produk dengan harga murah, sedangkan para produsen menderita kerugian, karena tidak sanggup menawarkan produk dengan harga semurah itu.

ASPEK ETIS DARI KORPORASI MULTINASIONAL Fenomena yang agak baru di atas panggung bisnis dunia adalah korporasi multinasional, yang juga disebut korporasi transnasional. Yang dimaksudkan dengannya adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi, perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi multi nasional (KMN), tetapi perusahaan yang memilki pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya.

Kelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional

8

Bentuk pengorganisasian KMN bisa berbeda-beda. Biasanya perusahaanperusahaan di negara lain sekurang-kurangnya untuk sebagian dimiliki oleh orang setempat, sedangkan manajemen dan kebijakan bisnis yang umum ditanggung oleh pimpinan perusahaan di negara asalnya. KMN ini untuk pertama kali muncul sekitar tahun 1950-an dan mengalami perkembangan pesat. Contoh KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, General Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Unilever yang memiliki kegiatan di seluruh dunia dan menguasai nasib jutaan manusia. Di bawah ini akan dibahas usulan De George tentang norma-norma etis yang terpenting bagi KMN. a. Koorporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung. Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi orang lain selalu merupakan tindakan yang tidak etis. Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu tindakan tidak etis, bila KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi negara biarpun tidak dengan sengaja atau langsung- menurut keadilan kompensatoris ia wajib memberi ganti rugi. b. Koorporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi negara dimana mereka beroperasi. Hampir semua kegiatan manusia mempunyai akibat jelek,bisnis tidak tekecuali. Norma kedua menuntut secara menyeluruh akibat- akibat baik melebihi akibat- akibat jelek. Norma ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan sesuatu yang positif da ditegasakan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang negatif.

c.

Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi kepada pembangunan negara dimana dia beroperasi. KMN harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkmbang. KMN harus bersedia melakukan alih teknologi dan alih keahlian.

d.

Koorporasi multinasional harus menghormati HAM dari semua karyawannya. KMN harus memperhatikan tentang upah dan kondisi kerja di negara berkembang.

e.

Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya, bukan menantangnya.

Kelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional

9

KMN akan merugikan negara dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati kebudayaan setempat.KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai- nilai budaya stempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri. f. Koorporasi multinasional harus membayar pajak yang fair Setiap perusahaan multinasional harus membayar pajak menurut tarif yang telah ditentukan dalam suatu negara. KMN akan mendukung dibuatnya dan

dilaksanakannnya peraturan internasional untuk menentukan pembayaran pajak oleh perusahaan- perusahaan internasional. g. Koorporasi multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam mengembangkan dan menegakkan backgroud institutions yang tepat Yang dimaksud background institutions adalah lembaga- lembaga yang mengatur serta memperkuat kegiatan ekonomi dan industri suatu negara. h. Negara yang memiliki mayoritas sham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut. Norma ini mengatakan bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas saham.

i.

Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman. Yang membangun pabrik- pabrik berisiko tinggi harus juga merundingka prosedurprosedur keamanan bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut. KMN bertanggung jawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik mungkin mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu.

j.

Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara yang belum berpengalaman. Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi stempat, sehingga terjamin keamanan optimal.

Sepuluh norma tersebut bisa bermanfaat untuk menciptakan suatu kerangka moral bagi kegiatan- kegiatan KMNKelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional 10

BAB III KESIMPULANKetika berbicara masalah etika dalam bisnis maka kita akan berbicara masalah moral yang bersumber didalam hati nurani manusia a goodness or badness (kebaikan atau keburukan). Bahwa Tuhan YME sudah menciptakan manusia dengan sesempurna mungkin yang dilengkapi dengan akal dan modal hati nurani didalam menjalani kehidupan sesuai dengan yang Tuhan ajarkan. Berbisnis merupakan suatu aktivitas didalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia diperlukan sekumpulan kode etik unwritten or written sebagai batas-batas

dalam manusia berbisnis. Pada zaman modern orientasi bisnis tanpa batas sudah menjadi issue global perdagangan internasional dan ekspansi jauh dari entitas bisnis tidak lagi terkait dengan kerangka kerja terbatas arena nasional atau bahkan regional. Isu-isu ini telah diasumsikan dimensi global dan dengan demikian memerlukan solusi global Untuk itu, ia menduga bahwa mungkin sebuah organisasi internasional merupakan kendaraan terbaik melalui mana kode etik yang mencakup semua aspek bisnis dapat dikembangkan. Sekali-atas dasar seperti kode perjanjian internasional disusun,

menandatangani dan meratifikasi, mungkin bijaksana untuk meninggalkan pelaksanaan perjanjian dengan subjek negara anggota untuk melakukan audit berkala oleh badan internasional yang independen. WTO akhirnya dapat mengambil peran ini. Sementara itu, organisasi global perlu mengembangkan dan menegakkan kode etik mereka sendiri secara khusus ditujukan pada isu-isu terkait dengan lingkungan bisnis multikultural multinasional.

Kelompok IV Etika dalam Bisnis Internasional

11