Etika Sosial Politik Kristen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Etika Sosial Politik Kristen

Citation preview

ETIKA POLITIKKRISTENDasar Alkitabiah, Orientasi Ideologis, danImplementasinya dalam Konteks DemokrasiPancasila IndonesiaBernat Siregar, M.Hum, M.ThBernat Siregar, M.Hum, M.Th1 Bab IPendahuluanReformasi politik Indonesia pasca runtuhnya rezim Orde BaruSoeharto tidak boleh dilepaskan dari perjuangan pemuda danmahasiswa. Sebelum dan sesudah Indonesia merdeka hinggamasa Reformasi, pemuda dan mahasiswa memberi andil yangsangat signifikan dalam menajamkan perjuangan bangsa gunamembangun kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang lebihbaik, beradab, dan sejahtera. Sementara pada pihak lain, parapemimpin Gereja tampak membeo dan diam seribu bahasa.Mereka malah memilih manut-manut saja terhadap rezim begisSoeharto. Beberapa tokoh Gereja sibuk memprakarsai doanasional guna mendoakan pemerintahan Soeharto supaya bisakeluar dari krisis yang dialami bangsa Indonesia. Mereka memilihberdoa dan tampil sebagai nabi dan imam bagi bangsa ini.Sebelum Soeharto menyatakan diri mundur dari takhtakepresiden Republik Indonesia, pergerakan mahasiswa dariberbagai kalangan universitas di seluruh nusantara menyatukankekuatan dalam bentuk unjuk rasa (demonstrasi) secara besar-besaran. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai universitas turunke jalan-jalan protokol dan gedung MPR Senayan Jakarta. Merekamenuntut Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden RI.Mei 1997 menjadi tonggak sejarah dan merupakan babak awalperjuangan demokrasi dan penegakan hak-hak politik diIndonesia.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th2 Sejak Soeharto berkuasa di atas bumi Indonesia (1967-1998), belum ada lembaga agama atau kekuatan sosial lain yangmampu mendesak pemerintah guna mengubah tatanan atauhaluan politik Indonesia dari yang istana-sentris dan/ataucendana-sentris ke rakyat-sentris Semua kebijakan politiktelah diatur oleh mesin politik dan mesin uang SoehartoKebegisan dan kekuatan intimidasi pemerintahan OrdeBaru tersebut hingga menimbulkanphobia-politik(baca:kemandulan suara kenabian) di kalangan rohaniwan, baik olehrohaniwan Islam (sebagai agama mayoritas) maupun Kristen(Protestan dan Katolik, sebagai agama terbesar kedua pendudukIndonesia). Memang berbagai kalangan secara pribadi maupunmelalui organisasi politik dan organisasi massa telah banyakmengajukan protes, namun tampak sepertililin kecil yang bersinardi tengah kegelapan malamrezim Soeharto. Pengaruh merekamemang tidak boleh dinafikan; mungkin justru protes dalambentuk gagasan-gagasan dan aksi-aksi demo merekalah yangmemberi jalan terakumulasinya protes berskala nasional dalamanarkhisme masa (Kerusuhan Mei 1997) dan demo nasionalmahasiswa untuk menurunkan Soeharto dari takhtakepresidenan.Di tengah krisis nilai-nilai luhur bangsa yang tidakditunjukkan oleh pemerintah dan karut-marut sosial-politikIndonesia, justru perjuangan mahasiswalah yang tidak diberilabel-label agama mampu merubah tatanan dan haluan politikIndonesia. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan, dan telahtercatat dalam sejarah Indonesia.Jauh sebelum lengsernya pemerintahan Orde Baru,berbagai jenis organisasi mahasiswa bermunculan, termasukorganisasi yang bernuansa agama, dan berusaha mengumpulkankekuatan untuk secara serentak berdemo menentangBernat Siregar, M.Hum, M.Th3 kesewenang-wenangan pemerintah dan menuntut semuakejahatan pemerintahannya. Situasi politik yang sedang dalamkrisis dan moral para politisi menjadi sorotan dalam pertemuanorganisasi-organisasi (baca: perkumpulan-perkumpulan)mahasiswa. Seperti misalnya, salah satu di antaranya adalahperkumpulan mahasiswa Kristen (PMK) UI. Selama krisis politikpemerintahan Soeharto, mereka tertantang untuk mengkajihubungan antara iman dan politik, serta relevansinya dalamkonteks demokrasi Pancasila Indonesia. Topik ini menjadi bahasanyang sangat mengemuka selama ketegangan politik Indonesia,hingga pasca lengsernya pemerintahan Soeharto. Sekalipun PMKUniversitas Indonesia ini tidak memiliki AD/ART dalam bidangpolitik, akan tetapi sebagai mahasiswa, mereka tertantang untukmemberi manfaat dari masalah yang sedang dihadapi bangsa iniwaktu itu. Mereka pun sepakat berafiliasi dengan berbagai jenisorganisasi mahasiswa Kristen di seluruh Indonesia atas namasuara mahasiswa Kristen, serta bekerjasama dengan organisasi-organisasi lain (non-Kristen) tanpa memandang jenis organisasimereka untuk menyuarakan protes atas kebrutalan moral politikOrde Baru.Beberapa bukti konkret kepedulian mereka terhadapsituasi dan kondisi politik Indonesia sebelum dirancangnyatanggal demo mahasiswa secara nasional adalah protes terhadapsikap ketua PGI, Dr. Solarso Sopater. Pada waktu ketua PGIbersama beberapa konglomerat Kristen menyumbangkan emasbatangan ke istana sebagai tanda kepeduliaan mereka akan krisismoneter Indonesia, GMKI mengajak semua organisasi danperkumpulan Kristen di kampus-kampus untuk mengecamnya,dan merendahkan perbuatan tersebut. Pada waktu itu, mahasiswaKristen justru berharap lembaga oikumenis terbesar tersebutseharusnya menunjukkan perannya sebagai lembaga agama yangBernat Siregar, M.Hum, M.Th4 mampu menjadi kekuatan moral dan berani mengkritikpemerintahan Soeharto atas kecacatan moral politik dan berbagaitindak kekerasan lainnya yang telah dilakukan rezimnya.Hal1tersebut justru membuat mereka tidak menemukan figur rohaniyang terlibat secara politis dan menjadi kekuatan moral dansosial guna melawan rezim Soeharto. Akhirnya, PMK UI menyuratisemua perkumpulan Kristen di kampus-kampus yang ada diseluruh Indonesia untuk secara bersama-sama mengecamtindakan ketua PGI (Solarso Sopater) dan dermawan Kristentersebut.Hingga saat ini, tidak berlebihan dan juga tidak berusahauntuk memojokkan elit gereja jika dikatakan bahwa gereja belumsecara utuh dan maksimal memahami peran dan tanggungjawabnya, serta memberikan kontribusi yang signifikan untukmenerjemahkantugas dan panggilan Kristendalam bentukkekuatan moral yang mampu menstimulir bangkitnya kekuatansosial guna menentang ketidakadilan dan kesewenang-wenangan1 Pada masa ini ada kesan bahwa po litik semakin meluas maknanya,dan umat Kristen seolah terbebas dari penyempitan politik ala partai-partai.Tetapi saat ikhtiar perluasan politik hendak diajukan, justru ruang danatmosfir politik yang menyempit. Semua dipaksa berbaris rapi mendukungotoritarianisme Orde Baru, dan malah tidak ada politik partisipatif saat itu,yang ada hanya satu politik kekuasaan milik Bapak Pembangunan.Patut dicatat, waktu itu jalur keterlibatan sosial yang mendukungproyek pembangunan Orde Baru dapat dikatakan dipelopori oleh umatKristen. Munculnya embrio gerakan LSM semisal Dharma Ciptamengisyaratkan bahwa partisipasi politik bukan lagi sekadar ikut menumpangdi dalam otoritarianisme Orde Baru, tetapi malah ia ikut mendorong programkonkret Orde Baru, yaitu kerja-kerja praktis (yang belakangan memangdinilai sebagai pembangunanisme). Malah Persekutuan Gereja-gereja diIndonesia (PGI) secara maraton melatih tenaga-tenaga motivatorpembangunan yang setetah dididik di Cikembar (Sukabumi) diterjunkan kedesa-desa melatih partisipasi warga membangun dirinya sendiri.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th5 pemerintah. Tindakan gereja untuk mendoakan pemerintah padadasarnya adalah baik, karena Alkitab mengajarkan demikian.Namun, ada yang lebih baik dari hal itu, yakni dengan mencontohnabi-nabi Perjanjian Lama (PL) dan Yesus sendiri yangmempertaruhkan nyawanya demi kebenaran dan pemerintahanyang berpihak kepada kaum lemah dan tertindas. Seharusnya,dalam keadaan seperti disebutkan di ataslah elit-elit agama danpara politisi lainnya, khususnya dari kalangan Kristen, munculuntuk menyuarakan kebenaran dan keadilan (baca: suarakenabianalanabi-nabi PL) dan memimpin pembebasan atasumatnya yang berada dalam ketertindasan dan kesewenang-wenangan penguasa.Memang harus diakui bahwa kiprah keterlibatan Kristendalam sejarah perkembangan politik bangsa Indonesiamenunjukkan bahwa gereja belum memiliki paradigma yang jelas,yang secara langsung diterjemahkan dalam sikap atau moralpolitik para politisi, akademisi, maupun kalangan awam. Sebagaibukti, bahwa paradigma tersebut belum diimplementasikansecara lugas dan konsisten dalam praksis perpolitikan Kristen diIndonesia hingga kini. Gereja belum memiliki format pendidikanpolitik yang utuh secaraparadigmatis. Dengan kata lain, moralpolitik Kristen di Indonesia belum memiliki landasan teologisyang kuat dan konsisten, serta dipahami oleh segenap lapisanumat Kristen di Indonesia.Barangkali, hal ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana Injilditerjemahkan dalam konteks kolonialisme Belanda Pada masakolonialisme Belanda, badan-badan dan tenaga-tenaga Zendingbelum memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangunlandasan moral politik Gereja.Boleh dikatakan, sebagian besar22Cukup menarik mencatat bahwaprototipepolitik Kristen dapatdilacak jauh ke zaman kolonial, dan cukup mengagetkan bahwa ahli sejarahBernat Siregar, M.Hum, M.Th6 badan-badan dan tenaga-tenaga Zending tersebut mendukungatau membiarkan penjajahan dengan segala sistem dan akibatnyaberjalan begitu saja, sehingga pada saat yang sama tanggungjawab teologis yang sangat menentukan kehidupan manusia jugamereka abaikan.Akibat ketidaksiapan badan atau tenaga Zending dalammendudukkan pemahaman teologis politik gereja waktu itu,setelah Indonesia merdeka gereja bukan saja gamang terhadapkenyataan tersebut, namun juga sekaligus tidak memiliki konsepdan pegangan teologis mengenai politik. Ketika pemerintahBelanda menerjemahkan sikap (baca pengakuan iman) bahwakolonialisasi merupakan berkat Tuhan (bnd.Gold, Glory, Gospel),3gereja semisal Zakaria Ngelow menegaskan bahwa genesis politik Kristen itusecara simbolik tampak pada diri seorang anggota Volksraad, yaitu T.S.Gunung Mulia. Dia "berakar dalam lin gku ngan Zending/misi dan sukunya(Batak), dan konservatif dalam sikap politik terhadap Belanda" (Ngelow,Kekristenan dan Nasionalisme, 1996: 277).Malah Gerry van Klinken memahami Gunung Mulia selakukolaborator kolonialisme, dan karena itulah Gunung Mulia melihat bahwapolitik etis yang dijalankan Belanda kala itu adalah pencerminan imanKristen (van Klinken,Minorities, Modernity an d the Emerging Nation,2003:73). Pada gilirannya Gunung Mulia mendukung kolonialisme, danmerelakan umat Kristen berkibar dalam naungan dan perwalian Badan MisiGereja Belanda.3Ungkapan dan implementasiGold, Glory, Gospeloleh negara-negara kolonial Eropa telah mengakibatkan cacatnya misi Kristen. Memang,beb erapa negara penjajah ada yang peduli dengan perkembangan bangsayang dijajahnya, misalnya Inggris. Akan tetapi, negara penjajah Portugis danBelanda yang selama beberapa abad b ercokol dan menggaruk banyakkeuntungan dari Indonesia telah merusak citra Kristen itu sendiri. Sebagaiakibatnya, setelah penjajah Portugis dan Belanda hengkang dari Indonesia,Kristen Indonesia dianggap sebagian besar rakyat Indonesia sebagai warisanBelanda (baca: penjajah), bahkan disebut agama penjajah. Beberapa bukudari kalan gan Islam memap arkan peran Islam dalam mewujudkankemerdekaan bangsa ini, namun dari kalangan Kristen agak sulit untukmembuktikan perannya yang sangat signifikan dalam mewud ukanBernat Siregar, M.Hum, M.Th7 maka secara teologis telah dinyatakan terjadinya penggabunganhal-hal ilahi dengan kekuasaan politik. Gereja-gereja yang hidupdalam persepsi tersebut, sadar atau tidak, telah menempatkanposisinya bertentangan dengan misi politik Alkitab. Memang dibeberapa daerah di Indonesia, orang Kristen menunjukkanketidaksetujuannya terhadap kolonialisme Belanda dalam bentukkekerasan (baca: perang), misalnya Pattimura dari Ambon,Hatopan Kristen Batakdi Tapanuli. Perjuangan merekamerupakan bentuk gerakan keagamaan yang menentangabsolutisme penguasa. Akan tetapi, kedua gerakan tersebut tidakmemperoleh kemenangan gemilang, sehingga kurang memilikiimplikasi yang strategis yang mampu menerjemahkan sikap moraldan perjuangan politik Kristen di Indonesia.4Menjelang kemerdekaan Indonesia, beberapa politisiKristen yang cukup memberi pengaruh dan bahkan sangatmenentukan konstitusi Indonesia (sebagaimana adanya hinggakini) adalah J. Latuharrary dan Johannes Leimena.Menurut5kemerdekaan, sifatnya sangat kedaerahan. Memang, di beberapa daerahbeb erapa pemimpin Kristen memimpin rakyatnya untuk maju melawanpenjajah Belanda, namun hasilnya tidak begitu menggembirakan, yangmampu secara signifikan menunjukkan peran dan sikap moral KristenIndonesia terhadap penjajah Belanda.4Kalau agama Kristen dituduh oleh sebagian masyarakat Indonesiasebagai agama Londo atau agama penjajah , orang Kristen (khususnyaakademisi dan/atau mahasiswa) belum mampu memberi jawab yangmemadai untuk memisahkan kehadiran Kristen di Indonesia (yangnotabeneadalah warisan badan Zending Belanda) dengan perjuangan politik Kristenhingga Indonesia merdeka. Beberapa kalangan Islam sangat membanggakanperannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa, dan fakta ini tidak bisadibantah oleh siapapun. Akan tetapi, menurut penulis, sangat tidak berasalanapabila p erjuangan Islam untuk mencapai kemerdekaan Indonesiamengesampingkan perjuangan Kristen.5Lih. Jan S. Aritonang, Kiprah Kristen dalam Sejarah Perpolitikandi Indonesia dalam Marthin L. Sinaga, red.Jurnal Teologi Proklamasi.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th8 penulis, wawasan dan sumbangsih mereka menentukan nasibumat Kristen di Indonesia hingga saat ni. Mereka kerja kerastanpa mengenal lelah memperjuangkan eksistensi Kristen. Jikamereka tidak hadir dalam perpolitikan Indonesia, Pancasila danUUD 1945 yang non-agamais akan berubah menjadi Pancasila danUUD 1945alaPiagam Jakarta, yang salah satu bunyinya adalahdengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknyaMemang sepintas hal ini bisa dianggap remeh. Bagi6Latuharray, sebagai konstitusi, beberapa kata ini memilikiimplikasi yang sangat luas dan serius, dan jika kata-kata tersebuttidak dicabut dari UUD 1945, barangkali masa depan politikIndonesia akan berubah menjadi negara yang berideologi Islam.7Edisi No. 4, September 2003. Tulisan ini secara khusus memb uktikan bahwapara politisi Kristen menjelang dan hingga kemerdekaan Indonesia telahmemberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kehidupan Kristen dankondisi politik Indonesia hingga saat ini.Ibid., hlm. 25 26).67Belakangan ini, suara untuk memperjuangkan syariat Islammenjadi hukum positif di negara ini diperjuangkan dengan sangat gigih olehberepara partai fundamentalis Islam, antara lain: Partai Keadilan Sejahtera(PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), Parta Bintang Reformasi (PBR), PartaiPersatuan Pembangunan (PPP). Kelompok partai fundamentalis Islam inimenyadari bahwa penegakan Syariat Islam di Indonesia tidak mungkindicapai secara revolutif di seluruh Indonesia. Akhirnya, mereka menempuhcara lain dengan menyicil satu persatu Undang-Undang dan perda-perdabernuansa syariat Islam. Hingga saat ini ada empat daerah pada tingkatprovinsi dan kabupaten yang menerapkan Syariat Islam, yakni Nangroe AcehDarussalam, Serang (Banten), Cianjur (Jawa Barat), d an Makassar (SulawesiSelatan). Pada dasarnya, tidak ada p erbedaan signifikan setelah empat daerahini menerapkan Syariat Islam; yang berubah adalah nama d an Perda yangbernuansa agama. Belum terbukti bahwa dagangan politik fundamentalisini memberi kontribusi dalam membenahi situasi politik, sosial, dan ekonomiIndonesia. Justru, partai-partai fundamentalis ini menjadi ancaman bagisistem demo krasi politik Indonesia, karena bertujuan untuk menggantikanPancasila seb agai asas atau dasar negara RI.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th9 Setelah kemerdekaan Indonesia, beberapa politisi Kristen baik yang sudah terlibat sebelum kemerdekaan maupun sejakkemerdekaan Indonesia telah menduduki jabatan politis yangstrategis dalam pemerintahan Indonesia. Sebagai contoh, T.S.Gunung Mulia adalah menteri pendidikan pertama di Indonesia; J.Leimena berkali-kali menjabat sebagai menteri, bahkan pernahmenjabat sebagai pejabat perdana menteri dalam berbagaimomentpenting; beberapa jenderal beragama Kristen mendudukijabatan penting dan strategis, bahkan tercatat sebagai pahlawanRevulosi, misalnya D.I. Panjaitan; pascarevolusi, T.B. Simatupangpernah menduduki jabatan tertinggi TNI; masih banyak contoh-contoh yang belum disebutkan. Hal yang sangat menarik daripribadi mereka khususnya tentang perjuangan politik adalahbahwa mereka menganggap keterlibatan mereka dalam politikIndonesia sebagai tugas dan panggilan Kristen. Mereka sangatkritis terhadap sistem dan kinerja pemerintah jika hal itumerugikan kepentingan masyarakat Indonesia secarakeseluruhan, khususnya eksistensi umat Kristen. Namun, sangatdisayangkan, perjuangan mereka belum didukung sepenuhnyaoleh gereja, baik melalui program pendidikan moral politik gerejamaupun partisipasi warga gereja lainnya. Atas panggilan jiwa danketulusan hati, mereka mengabdi kepada negara sebagai pejabatdan politisi dengan menunjukkan perilaku moral politik yangdapat dipertanggungjawabkan secara Kristen.Dalam sejarah keterlibatan Kristen dalam pentasperpolitikan Indonesia muncul berbagai polemik,terutama8Berbagai denominasi Kristen di Indonesia memiliki pemahaman8yang berbeda tentang politik, sehingga tidak memunculkan kajian moralpolitik yang diru muskan secara utuh dan segera memiliki tanggapan yangberbeda tentang aspirasi politik yang disampaikan oleh golongan tertentu.Sebelum Pemilu 1999, kalangan Injili (termasuk Pentakosta dan Kharismatik)Bernat Siregar, M.Hum, M.Th10 tentang bagaimana seharusnya umat Kristen membela haknyadan menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya sebagaiwarga negara yang kedudukannya sama dengan warga negaralainnya yang beragama lain. Ada yang memilih untuk berdoa sajasembari memahami politik itu sebagai sesuatu yang kotor dantidak pantas untuk digeluti oleh seorang Kristen. Sikap ini disebutapolitik. Namun, pada pihak lain ada yang menganggap bahwakegiatan berpolitik adalah suatu keharusan karena merupakanbagian dari tugas dan panggilan Kristen untuk menjadi garam danterang bagi dunia ini. Ada kelompok Kristen tertentu yangmenganggap, gereja harus secara konkret mendukung ataumembidani partai politik yang berbasis Kristen. Akan tetapi padapihak lain, kelompok Kristen lainnya memilih untuk berpolitiklewat partai politik yang sifatnya nasionalis dan secara frontalmenolak kehadiran partai politik Kristen.9tidak begitu men yukai politik. Mereka menempatkan diri sebagai anti-politik.Mereka memilih berdoa saja untuk kepentingan bangsa dan negara. Akantetapi, sejak Pemilu 1999 hingga sekarang justru partai-partai Kristen yangeksis hingga saat ini datang dari aliran Kristen tersebut. Eksistensi partai-partai tersebut dijustifikasi juga oleh kehadiran beberapa rohaniwan yangterlibat dalam kep engurusan partai. Kalangan Protestan-mainstrea mpunmemiliki pemahaman yang berbeda dalam menanggapi munculnya partai-partai tersebut.9Dalam prinsip demo krasi, kehadiran partai berbas is agamasebenarn ya sah-sah saja, termasuk berb asis Kristen. Akan tetap i, orangKristen juga seharusn ya mempertimbangkan konteks politik di mana Gerejaberada. Sejarah membuktikan bahwa Gereja berad a d alam Masa Kegelapanketika para rohaniawan terlibat secara langsung dalam politik dunia. Dalamkonteks Indonesia, persoalan yang paling utama dan harus dijawab dengansegera, pada dasarnya, b ukanlah masalah boleh atau tidak boleh membentukpartai berbasis Kristen, namun apa implikasi dari pendirian partai berbasisKristen tersebut. Yang paling utama diperjuangkan oleh orang Kristen adalahbagaimana terbukanya jalan bagi perluasan Kerajaan Allah di Ind onesia,bukan menjadi tandingan secara nyata-nyata bagi partai fu ndamentalisberbasis agama lain. Tidak berleb ihan jika dikatakan bahwa Partai DamaiBernat Siregar, M.Hum, M.Th11 Polemik tersebut di atas diringkaskan dalam beberapapertanyaan berikut. Adakah hubungan antara iman dan politik?Kalau dijawab bahwa hubungan itu ada, pertanyaan lanjutannyaadalah: bagaimana hal itu diungkapkan? Apakah politikmerupakan salah satu bagian dari tugas dan panggilankekristenan? Di manakah ayat-ayat Alkitab yang mendukungpartisipasi orang Kristen dalam bidang politik? Bukankah politikitu kotor? Agaknya pertanyaan ini makin mendesak untukdirumuskan dalam sikap atau moral politik Kristen melalui kajianteologis, khususnya dalam konteks demokrasi PancasilaIndonesia, setelah sekian banyak partai politik Kristen dibentuk,di samping sekian banyak orang-orang Kristen yang aktif di dalampartai-partrai non-Kristen (baca: nasionalis), tentu saja denganalasannya masing-masing.1 0Sejahtera (PDS partai Kristen yang eksis hingga saat ini) menjadi bahanbakar melajunya aktivitas Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Yang palingmenarik dalam tubuh PDS akhir-akhir ini adalah ketegangan antara anggo takarena tidak meratanya pembagian jatah atau upah =suara politik merekadalam b eberapa Pilkada dan pengesahan RUU. Dengan berani, penulismenyatakan bahwa PDS telah merusak konstelasi politik Indonesia, d an akanterus-menerus mendapat reaksi yang berlebihan dari partai fu ndamentalisberbasis Islam.Fakta di lapangan menunjuk kan, ada empat kategori keterlibatan10orang Kristen dalam pentas politik Indonesia. Empat kategori keterlibatanorang Kristen dalam pentas politik Indonesia saat ini sangat berhubung andengan visi dan misi mereka.Kategori pertamamaju dalam pentas politikatas keinginan sendiri dan minat pribad i. Mereka menjadi politisi karenamemiliki bakat dan peluang menjadi politisi melalui partai-partai yangsifatnya nasionalis.Kategori keduamaju dalam pentas politik ataspertimban gan untuk memberi sumbangsih yang berarti b agi perkembanganpolitik Indonesia dan berkein ginan membela eksistensi gereja danmenyuarakan aspirasi umat Kristen melalui partai politik yang nasionalistanpa membawa embel-embel gereja, termasuk dalam kampanya po litikuntuk mendapatkan suara. Mereka mencari dukungan massa tanpamelibatkan label-label Kristen.Kategori ketigamaju dalam pentas politikBernat Siregar, M.Hum, M.Th12 Dengan mempertimbangkan fakta akan sumbangsihmahasiswa, pemuda, dan politisi Kristen dalam kehidupan politikIndonesia,sebenarnya tidak masuk akal jika menolak kehadiran11orang Kristen dalam pentas politik. Memang, fakta lain jugamembuktikan bahwa banyak orang Kristen menyalahgunakankepercayaan publik akan posisinya dalam lapangan politik. Tidakmengehrankan jika banyak politisi Kristen terlibat dalam berbagaikasus KKN. Dengan demikian, pada dasarnya, permasalahannyayang paling pokok adalah (1) bagaimanakah politik itu dipahamisesuai dengan moral politik Kristen yang dikaji berdasarkanpesan-pesan Alkitab; (2) bagaimanakah orang Kristen berdasarkan moral politik Kristen yang alkitabiah atas keinginan sendiri atau dimotori oleh lembaga/institusi Kristen tertentudengan dalil untuk membela dan menyuarakan aspirasi umat Kristen (baca:gereja). Mereka membawa label-label Kristen dalam nama dan simbol partaiuntuk mendapatkan dukungan massa.Kategori keempatadalah rohaniwanyang maju dalam pentas politik maju atas keinginan sendiri dan/ataudukungan institusi gereja untuk menyuarakan kepentingan Kristen. Merekamemberi label-lab el Kristen pada nama dan simbol partai untuk mencaridukungan massa dan menjustufikasi jalur politik mereka. Label-label tersebutmemiliki hubungan yang erat sekali dengan AD/ART partai; bahkan namapartai identik dengan nilai-nilai Kristen, misalnya Partai Demokrasi KasihBangsa (PDKB) pada Pemilu tahun 1999 dan Partai Damai Sejahtera (PDS)pad a Pemili tahun 2004. PDS dengan nyata-nyata membawa label-labelKristen dalam nama ( damai sejahtera ) dan lambang partai (salib danburung merpati sebagai lamb ang Roh Kudus). Kategori ketiga dan keempatmenyatakan tidak puas dan tidak percaya kepada politisi nasionalis yang jugamenyuarakan aspirasi Kristen. Mereka pesimis terhadap kinerja politisinasionalis, bahkan menjadikan hal tersebut sebagai cara untuk mendapatkanmassa, sehingga umat Kristen mendukung mereka. Sadar atau tidak sadarmereka merasa seperti Daniel atau Yusuf untuk membawa perubahandalam bangsa ini. Mereka berlaku sebagai corong umat Kristen denganlegitimasi label-label, nilai-nilai, dan dukungan massa Kristen.Misalnya J. Latuharrary , A.A. Maramis, dan J. Leimena terhadap11konstitusi Indonesia, pahlawan nasional yang beragama Kristen, serta parapolitisi lainnya telah memanifestasikan citra politik Kristen yang baik.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th13 mengaktualisasikan hak dan kewajibannya sebagai bagianintegral bangsa Indonesia dalam praksis politik. Jika orang Kristenmemungkiri politik dan menganggapnya sebagai sesuatu yangkotor atau tidak pantas berarti ia juga menolak kehadiran negara,ideologi negara, dan sistem pemerintahannya. Karena itu, tugasdan panggilan kekristenan untuk menjadi garam dan terang didunia ini seharusnya diungkapkan dalam segala dimensihidupnya, termasuk dalam kegiatan berpolitik.1 2Beberapa hal yang telah disebutkan di atas menjadiperhatian khusus dalam pengembangan kurikulum PendidikanAgama Kristen (PAK) di Universitas Indonesia. Sejakdimasukkannya kurikulum etika politik dalam pembelajaran PAKdi UI,tampak beberapa hal dalam diskusi di kelas yang sangat1 3menarik bagi penulis.Pertama, terjadi sikap pro dan kontra akanketerlibatan Kristen dalam politik; beberapa mahasiswa yangmelibatkan diri dalam organisasi sosial atau organisasi pemudaKristen yang bernuansa politis cenderung pro terhadap kegiatanSangat ironis jika hingga saat ini gereja belum mamp u menjadi12kekuatan moral untuk mewujudkan pemerintahan Allah (teokrasi) diIndonesia, yang termanifestasi melalui kehid upan umat Kristen. Gerejabelum menunjukkan p eran yang signifikan dalam bidang politik, entahmelalui suara kenabian (baca: corong p olitik gereja) maup un melaluipendidikan moral politiknya untuk mempersiapkan warganya berkiprahdalam politik praktis.13Sejak tahun 2002, terjadi peubahan mendasar dalam kurikulumdan metode pembelajaran PAK dan juga matakuliah lainny a yang bernaungdi bawah PDPT UI. Matakuliah PAK berubah nama menjadiMatakuliahPengembangan Kerpibadian (MPK) Agama Kristen. Pend ekatan ini berusahauntuk memaksimalkan pengetahuan mahasiswa secara teoretis untukmengkaji nilai-nilai moral dan etika yang mahasiswa harus putuskan sendiridalam pembelajaran kelo mpok di kelas. Usaha ini dianggap sebagai upayauntuk menghindarkan indoktrinasi terhadap mahasiswa dari kecdenderunganpemahaman dosen. Dengan demikian, mahasiswa yang berasal d ari berbagaideno minasi gereja tidak terjebak dengan pemahaman doktrinal dosen.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th14 politik dan mampu memberi argumen akan pentingnyaketerlibatan Kristen kegiatan politik.Kedua, sikap pro dan kontratersebut didukung oleh pemahaman gereja (baca: pendeta)mereka yang sifatnya denominasial;Ketiga, sebagian besarmahasiswa memahami politik sebagai tugas dan panggilanKristen. Keempat, pemahaman bahwa politik merupakan salahsatu aspek dari tugas dan panggilan Kristen dan bukti nyatasumbangsih tokoh-tokoh Kristen dalam sejarah perpolitikanIndonesia, dapat memotivasi mahasiswa untuk berkarir dalampentas politik Indonesia. Hal lain yang muncul dalam pelaksanaanpembelajaran PAK seluruh fakultas di UI adalah bahwa fakultasilmu-ilmu sosial cenderung memiliki pemahaman yang berbedadengan fakultas ilmu-ilmu eksakta tentang politik dan peranorang Kristen dalam praksis politik Indonesia. Dengan demikian,sikap dan perlunya peran Kristen terhadap politik berhubungandengan persepsi mereka tentang politik.Kalau politik (dalam hal ini Kristen) dipahami denganmaknanya yang luas sebagai bagian daritugas dan panggilanKristen, maka ia adalah horison kehadiran Kristen, di mana perandirinya dapat mendorong transformasi seluruh kehidupan. Politikdalam arti yang luas, tidak hanya sekadar perebutan kekuasaan,tetapi juga penegasan arah etis kehidupan bersama karenahadirnya komunitas religius di mana kekuasaan(power)hendakditawar dengan kebenaran(truth). Permasalahan inilah yangmembuat saya tertarik untuk mengkajinya secara lebih mendalamdalam penelitian empiris dengan memilih studi eksplanatoris.Tesis ini diberi judul:ETIKA POLITIK KRISTEN DALAM KONTEKSDEMOKRASI PANCASILA INDONESIA.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th15 BAB IIMORAL POLITIK KRISTENA.Konsepsi Moral dan EtikaPolitikSetiap orang selalu mengadakan pertimbangan-pertimbangan terhadap tingkah lakunya dan tingkah laku oranglain. Ada tindakan yang disetujui dan dinamakan benar(right)danbaik(good).Tindakan-tindakan lain dicela dan dinamakansalah1 4Istilah benar(right)dan baik(good)sering dipakai dalam etika14dan perlu dijelaskan. Kata rig ht berasal dari bahasa Latin rectus, yang berartilurus. Dalam pemakaian biasa, kata terseb ut mengandung arti sesuai dengansuatu ukuran. Isitilah baik(go od)menunjuk kepada sesuatu yangmempunyai kualitas yang diinginkan, memuaskan suatu hajat dan bernilaiuntuk manusia. Banyak filsuf yang mengatakan bahwa dalam bidang etika,benar atau salah itu tidak dapat diperas menjadi sesuatu yang lain dan haltersebut dapat dimen gerti secara langsung. Teori tersebut di atas bertentangandengan etika yang didasarkan atas nilai dan yang menjadikan kebaikan(goodness) sebagai basis konsep etika. Teori-teori teleologi menopangpandangan bahwa tindakan yang benar harus memberi sumban gan kepad akebaikan manusia dan dunia.Menurut Harol H. Titus, dalam bukunyaPersoalan-persolaanFilsa fat, dalam moralitas dan etika terdapat beberapa permasalahan. Pertama,terdapat penyelidikan yang dinamakan etika deskriptif(descriptive ethics).Etika jenis ini mempelajari tingkah laku pribadi-pribadi atau personalmorality; tingkah laku kelompok(socia l morality). Etika deskriptifmenganalisis bermacam-macam aspek dari tingkah laku manusia sepertimotif, niat, dan tindakan -tindakan terbuka. Pemeriksaan di sini hanya bersifatdeskriptif tentang apa yang terjadi; ini harus dibedakan dari etika normatif(normative ethics)yang mendasarkan penyelidikannya atas prinsip-prinsipyang harus dipakai dalam kehidupan manusia. Terdapat juga bidangetikakritikatau metaetika(metaethics). Metaetika memusatkan perhatian padaBernat Siregar, M.Hum, M.Th16 danjahat. Pertimbangan moral selalu berhadapan dengantindakan manusia, khususnya tindakan-tindakan mereka yangbebas dari segi benar atau salah. Tindakan-tindakan yang tidakbebas, yang pelakunya tidak dapat mengontrol, jarangdihubungkan dengan pertimbangan moral, karena seseorangtidak dapat dianggap bertanggung jawab tentang tindakan yangtidak dikehendaki.1 51.Istilah moralKamus Besar Bahasa Indonesiamendefinisikan istilahmoral sebagai (1) ajaran tentang baik-buruk yang diterimamengenai perbuatan, sikap, kewajiban, (2) akhlak, budi pekerti,susila; bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik-buruk,atau memiliki akhlak yang baik.Menurut Harold H. Titus,16persoalan moralitas berarti persoalan apa yang benar dan apayang salah.1 7Menurut Franz Magnis-Suseno kata moral selalumenunjuk pada manusia sebagai manusia.Apabila kata sifat1 8moral ditambahkan kepada kata benda kewajiban normapertimbangan dan lain sebagainya maka akan jelas pengertiankata moral tersebut Sebagai contoh kewajiban dan normamoral berbeda dengan kewajiban dan norma yang bukan moral.analisis dan arti dari istilah dan bahasa yang dipakai dalam diskusi, sertacorak pikiran yang dipakai untuk membenarkan suatu pernyataan etika.15Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, dan Richard T. Nolan.Persoalan-persoalan Filsafat(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 140 -141.16Hasan Alwi, red.,Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: BalaiPustaka, 2002), hlm. 754755.17Haro ld H. Titus, Marilyn S. Smith, dan Ricahrd T. Nolan,op cit.,hlm. 140.18Frans Magnis-Suseno,Etika Politik: Prinsip-prinsip DasarKenegaraa n Modern(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hlm. 1314.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th17 Maka,kewajiban moraldibedakan kewajiban-kewajiban lain,karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagaimanusia, dan norma moral adalah norma untuk mengukur betul-salahnya tindakan manusia sebagai manusia.Dari definisi di1 9atas, dapat dikatakan bahwamanusia yang bermoraladalahmanusia yang mempertimbangkan benar-salah dan baik-buruknya tindakan yang ia lakukan.2.Moral dan etikaIstilah moral dan etika mempunyai hubungan yangerat dengan arti asalnya Istilah moral berasal dari kata Latinmos, mores, moralisdan istilah etika(ethics)berasal dari bahasaYunaniethosKeduanya berarti kebiasaan atau cara hidupIsitilah-istilah tersebut kadang-kadang dipakai sebagai sinonim.Akan tetapi dalam perkembangannya, biasanya orang condonguntuk memakai moralitas(morality)untuk menunjukkan tingkahlaku itu sendiri, sedangkan etika(ethics)menunjuk kepadapenyelidikan tentang tingkah laku yakni tindakan moral(moralact)dan kode etik(ethical code). Dari definisi ini, sangat jelasbahwamoraldibedakan denganetika.Secara sederhana, etika(ethics)didefinisikan sebagairefleksi kritis terhadap norma-norma moral, atau dengan kata lain menurut Franz Magnis-Suseno sebagaipemikiran sistematistentang moralitas.Etikabukan sumber tambahan bagi ajaranmoral, melainkan merupakan falsafah atau pemikiran kritis danmendasar tentang ajaran-ajaran atau pandangan-pandanganmoral. Karenaetikaadalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran,makaetikadan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yangIbid., hlm. 14.19Bernat Siregar, M.Hum, M.Th18 sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup bukanlahetika, melainkan ajaran moral.2 0Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggungjawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukanhanya sebagai warga negara terhadap negara, hukum yangberlaku, dan lain sebagainya. Dua-duanya, kebaikan manusiasebagai manusia dan kebaikannya sebagai warga negara memangtidak identik. Menurut Aristoteles, identitas antara manusia yangbaik dan warga negara yang baik terdapat apabila negara baik.Apabila negara itu buruk, maka orang yang baik sebagai warganegara yang dalam segala-galanya hidup sesuai dengan aturannegara yang buruk itu adalah buruk, barangkali jahat sebagaimanusia. Sebaliknya, dalam negara buruk, manusia yang baiksebagai manusia yang betul-betul bertanggung jawab akanburuk sebagai warga negara, karena tidak hidup sesuai denganaturan buruk negara.2 1Akan tetapi, tidak demikian dengan moral, khususnyatentang moral Kristen. Sikap moral atau moralitas Kristen bukansesuatu yang dikondisikan oleh waktu dan situasi. Acuan moralKristen bukanlah kondisi atau sistuasi tertentu dalam sebuahnegara, melainkan Alkitab sebagai satu-satunya sumber mutlakajaran moral yang sifatnya wahyu yang transenden dari Allah.2 220Frans Magnis-Suseno.Etika Dasar: Masalah-ma salah PokokFilsa fat Moral(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), hlm. 15. Etika maumengerti mengapa seseo rang harus mengikuti ajaran moral tertentu, ataubagaimana seseorang dapat mengambil sikap yang beratanggun g jawabberhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Jadi, etika berperan sebagai wasitdari pelbagai ajaran moral, termasuk ajaran moral agama.21Ibid., hlm. 15.Bernat Jody A. Siregar,et al.,Beriman dan Berilmu: Pendidikan22Agama Kristen (PAK) untuk Perguruan Tinggi Umum(Depok : PNDPublishers, 2008), hlm. 14.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th19 Moral Kristen juga tidak lahir dari pertimbangan konspirasif,sekalipun ia berkembang dalam budaya secara kontekstual.Ajaran moral dapat diibaratkan sebagai buku petunjuk bagaimanamanusia harus memperlakukan orang lain dan lingkungannyasebagai bagian dari hidupnya.2 33.Tahapan-tahana Kesadaran MoralLawrence Kohlberg, dalam bukunyaMoral Stages : ACurrent Formulation and a Response to Critics, mengungkapkantahapan perkembangan moral sebagai ukuran dari tinggirendahnya moral seseorang berdasarkan perkembanganpenalaran moralnya.Teori ini berpandangan bahwa penalaran2 4moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enamtahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikutiFrans Magnis-Suseno,op cit., hlm. 14.2324Lawrence Kohlberg; Charles Levine, Alexandra HewerMoralstages : A Current Formulation and a Response to Critics. Basel, NY:Karger, 1983), hlm. 56. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi diUniversity of Chicagob erdasarkan teo ri yang ia buat setelah terinspirasi hasilkerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilemamoral. Ia menulis disertasi doktoralnya pada tahun 1958 yang menjadi awaldari apa yang sekarang disebuttahapan -tahapan perkembangan moraldariKohlberg.Lawrence Kohlberg menyusunWawancara Keputusan Moraldalamdisertasi aslinya pada tahun 1958. Selama kurang lebih 45 menit dalamwawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara menggunakandilema-dilema moral u ntuk menentukan penalaran moral: tahapan mana yangdigunakan partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yangmenggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusanmoral. Partisipan tersebut diberi serangkaian pertanyaan terbuka yangsistematis, seperti ap a yang mereka pikir tentang tindakan yang seharusnyadilakukan, juga justifikasi seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benaratau salah. Pemberian skor(schoring)dilakukan terhadap bentuk dan strukturdari jawaban-jawaban tersebu t dan bukan pada isinya; melalui serangkaiandilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th20 perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usiayang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika danmoralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.2 5Kohlberg memperluas pandangan dasar ini dengan menentukanbahwa proses perkembangan moral pada prinsipnyaberhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjutselama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakanimplikasi filosofis dari penelitiannya.2 6Kohlberg menggunakan keritera-keritera tentang dilemamoral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila beradadalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudianmengategorisasi dan menglasifikasi respon yang dimunculkan kedalam enam tahap yang berbeda. Teorinya didasarkan padatahapan perkembangan konstruktif di mana setiap tahapan dantingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadapdilema-dilema moral dibanding tahap atau tingkatansebelumnya.2 7Keenamtahapan perkembangan moraldari Kohlberg, yangdijelaskan dalam bukunyaMoral Development and Behavior:Theory, Research and Social Issues, dikelompokkan ke dalam tigatingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget2 8Jean Piaget,The Moral Judgment of the Child(London: Kegan25Paul, Trench, Trubner and Co., 1932), hlm. 10 2.Lawrence Kohlberg,Essays on Moral Development, Vol. I: The26Philosophy o f Moral Development. Harper & Row, 1981), hlm. 212.Ibid.2728Lawrence Ko hlberg, "Moral Stages and Moralization: TheCognitive-Develo pmental Approach", dalam T. Lickona, ed.MoralDevelopment and Behavior: Theory, Research and Social Issu es(Basel:Rinehart and Winston, 1976), hlm. 202. TeoriMoral Reason ingLawrenceBernat Siregar, M.Hum, M.Th21 untuk suatu teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarangterjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupundemikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapantertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untukmelompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yangbaru, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasidibanding tahap sebelumnya. Keenam tahapan tersebut adalahsebagai berikut.1)Pra-konvensionalTingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnyaada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapatmenunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang beradadalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatutindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembanganmoral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskandiri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yangdirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salahsecara moral bila orang yang melakukannya dihukum. SemakinKohlberg ini diadopsi oleh James W. Fawler dalam menjelaskan 6 tingkatanperkembangan religiositas manusia, yang akrab disebutStages of Faith.Moral ReasoningBerdasarkan teoriKo hlberg, Fawler juga beranggapanbah wa tingkah laku ro hani (baca: pertimbangan moral orang percaya) jugaberkembang sesuai dengan perkembangan nalarnya. Fawler dengan tegasmengatakan bahwa isi iman bisa berbed a, tetapi setiap orang menunjukkanperilaku rohani sesuai dengan tingkat kognisi dan kematangan mentalnya.Pandangan ini, jika dibandingkan dengan Alkitab tentu bisa berseberangan,sekalipun tidak berarti untuk menolak teori Fawler ini seutuhnya. Lih. JamesW. Fawler,Stages of Faith: The Psychology of Human Development and theQuest for Meaning(San Fransisco: Harper & Row Publoishers, 1981), hlm.117214.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th22 keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lainberbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihatsebagai sejenis otoriterisme.Tahap kedua menempati posisi apa untungnya buatsaya Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang palingdiminatinya. Penalaran tahap kedua kurang menunjukkanperhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bilakebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri,seperti kamu garuk punggungku dan akan kugaruk jugapunggungmu Dalam tahap kedua ini perhatian kepada orang laintidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik.Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebabsemua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendirisaja. Bagi mereka dari tahap kedua ini, perspektif dunia dilihatsebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.2)KonvensionalTingkat konvensional umumnya berlaku pada seorangremaja atau orang dewasa. Seseorang pada tahapan ini menilaimoralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya denganpandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiridari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.Dalam tahap ketiga, seseorang memasuki masyarakat danmemiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atauketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebutmerefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yangdimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untukmemenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui adagunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap ketiga iniBernat Siregar, M.Hum, M.Th23 menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasikonsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yangmulai menyertakan hal-hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih,dangolden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritasdilakukan hanya untuk membantu peran sosial yangstereotipini.Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebihsignifikan dalam penalaran pada tahap ini; 'mereka bermaksudbaik . . . .'Tahap keempat, adalah penting untuk mematuhi hukum,keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalammemelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahapkeempat ini lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaanindividual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harusmelebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukanapa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasusfundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkinorang lain juga akan begitu, sehingga ada kewajiban atau tugasuntuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggarhukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadifaktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yangburuk dari yang baik.3)Pasca-KonvensionalTingkatan pasca konvensional juga dikenal sebagai tingkatberprinsip. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitasyang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas.Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektifmasyarakat Akibat hakikat diri mendahului orang lain inimembuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar denganperilaku pra-konvensional.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th24 Dalam tahap kelima, individu-individu dipandang sebagaimemiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, danadalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpamemihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatifseperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan ataudihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atauabsolut memang Anda siapa membuat keputusan kalau yanglain tidak? Sejalan dengan itu hukum dilihat sebagai kontraksosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidakmengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demiterpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknyaorang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas dankompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampakberlandaskan pada penalaran tahap kelima ini. Para negarawanberada pada tahap moral kelima ini.Dalam tahap keenam, penalaran moral berdasar padapenalaran abstrak dengan menggunakan prinsip etika universal.Hukum hanyavalidbila berdasar pada keadilan, dan komitmenterhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidakmematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontraksosial dan tidak penting untuk tindakan moraldeontis. Keputusandihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut danbukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatifkategoris dari Immanuel Kant dalam bukunyaGroundwork of theMetaphysic of Morals). Hal ini bisa dilakukan denganmembayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadiorang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bilaberpikiran sama.Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus.2 9Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tetapi selalu29John Rawls,A Theory of Justice. Cambrid ge, MA: Belkap Press ofHarvard University Press, 1971).Bernat Siregar, M.Hum, M.Th25 menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, danbukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atausudah disetujui sebelumnya.3 04.Konsepsi PolitikpolisIstilahpolitikberhubungan dengan dua kata YunanidanpoliteiaPolis berartibenteng, kota, dan kota sendiriselanjutnya diartikan menjadi negara. Menurut Plato,polisadalah komunitas manusia yang telah menetap yang fungsiekonomisnya dibeda-bedakan dan dikhususkan agar kebutuhanpara anggota masyarakat tersebut dapat dipenuhi.Akhirnya,3 1polisdiartikan sebagaisuatu bentuk Negara tertentu.Kata32politeiamemiliki bermacam-macam arti, yaknipenduduk atauwarga Negara, hak warga Negara, kewarganegaraan, namun bisajuga diartikan sebagaitatanegara dan bentuk pemerintahan suatuNegara.Oleh Plato, kata ini dicap sebagai istilah khusus3 3(terminus technicus)dalam bukunyaPoliteia. Ia menguraikantentang prinsip-prinsip atau dasar-dasar negara, bentuk negara,tindakan-tindakan kenegaraan, dan lain sebagainya. Dalamperkembangan selanjutnya, arti katapoliteiainilah yang dimaksuddengan politik.Ibid.Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa30kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secarakonsisten. Tampaknya sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enamdari model Kohlberg ini.David Meling,Jejak Langkah Pemikiran Plato(Yogyakarta:31Yayasan Bentang Budaya, 2002), hlm. 136.V. Verkuyl.,Etika Kristen: Ras, Bangsa, Gereja, dan Negara32(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), hlm. 71.Ibid.33Bernat Siregar, M.Hum, M.Th26 Kamus Besar Bahasa Indonesiamendefinisikan politik3 4sebagai (1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan ataukenegaraan, dan (2) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat,dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.3 5Secara sederhana, menurut Eddy Paimoen, politik diartikansebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalammasyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatankeputusan, khususnya dalam negara. Menurut Beliau, pengertianini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yangberbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmupolitik.3 6Dalam perkembangan selanjutnya, politik juga bisadipahamai sebagaisenidanilmuuntuk meraih kekuasaan secarakonstitusional maupun non-konstitusional.Menurut Miriam3 7Menurut Eddy Paimoen dalam34http://www.gky.or.id/buletin1 4/paimoen.htm), istilah politik dalamkenyataannya selalu direlasikan dengan minat pribadi, konteks dan situasiserta kondisi kontemporer; dapat diartikan sebagai interaksi dari masyarakatyang hid up di kota (polis), atau golongan intelektual, untuk mengaturkehidupan bersama, demi kebaikan semua golongan yang ada dalammasyarakat.35Hasan Alwi, red.op cit., hlm. 886.Lih.: http://id.wikipedia.org/wiki/Politik.3637Memang untuk mendefinsikan politik, seseorang dapatmengartikannya dengan atau ditilik dari sud ut pandang yang b erbeda.Misalnya, an tara lain: (1) Politik adalah usaha yan g ditempuh warga negarauntuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles); (2) Politikadalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara(Plato); (3) Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkandan mempertahankan kekuasaan di masyarakat (Cicero); (4) Politik adalahsegala sesuatu tentang proses perumusan dan pelak sanaan kebijakan publik.Dengan demikian, dalam konteks memahami politik p erlu dip ahami beberapakunci, antara lain:kekuasaan politik, leg itimasi, sistem politik, perilakupolitik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnyauntuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th27 Budiarjo, pada umumnya, politik sering dikaitkan dengankekuasaan(power), namun sebenarnya politik memiliki berbagaivariasi, yang meliputi kekuasaan(power), pengambilan keputusan(decision making), kebijakan(policy), pembagian(distribution),alokasi(allocation), dan negara(state).Dengan demikian, politik38secara bebas diartikan sebagai bermacam-macam kegiatan dalamsuatu Negara menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan sistemitu dan melaksanakan tujuan itu.Pengambilan keputusan ini3 9menyangkut seleksi atas berbagai alternatif dan penyusunan skalaprioritas, dan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perluditentukan kebijakan umum(public policies)yang menyangkutpengaturan dan pembagian(distribution)atau alokasi(allocation)sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu diperlukan kekuasaan(power), kewenangan(authority)yang dipakai dalam membina kerjasama atau punkonflik; cara-cara yang dipakai dapat bersifat paksaan(coercion)atau meyakinkan(persuation).4 0Gerakan politik akan mendorong warga masyarakat untukberperan serta dalam menciptakan masyarakat yang cerdas demimembangun masyarakat yang adil dan makmur. Dalam konteksdunia modern, istilah 'politik' sering dipergunakan sebagai alatperjuangan untuk mendapat kedudukan dan kekuasaan, dengantujuan membangun masyarakat sehingga anggotanya dapatmenikmati keadilan dan kemakmuran.Teori politik merupakan kajian mengenai konseppenentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebutserta segala konsekuensinya. Bahasan dalam teori politik antara38Miriam Budiarjo,Dasar-dasar Ilmu Politik(Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 9.39Dhurorudin Mashad, 2002, hlm. 84.Mirian Budiarjo,op cit., hlm. 14.40Bernat Siregar, M.Hum, M.Th28 lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara,masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara,perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, danlain sebagainya.4 1Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwaistilah politik sangat sulit untuk didefinisikan secara tepat danakurat, yang dapat digunakan secara mandiri dan bersifat umum.Para pakar politik telah berusaha membuat definisi tentang istilahpolitik, namun setiap pakar selalu mempunyai penekanan yangberbeda, karena dalam realitanya selalu dihubungkan denganminat pribadi, konteks, dan situasi serta kondisi yang sedangberlaku pada waktu itu (kontemporer).Meskipun demikian,4 2berdasarkan sejarah politik yang memang sangat rumit dankompleks, politik diartikan sebagai interaksi dari masyarakatyang hidup di suatu negara, atau interaksi dari golonganmasyarakat intelektual, dengan maksud mengatur kehidupanbersama, demi kebaikan dan kesejahteraan semua golongan yangterdapat dalam masyarakat.Dilihat dari sejarahnya, kegiatan politik tidak mengenalgolongan, karena perjuangan politik adalah demi kepentingansemua golongan. Gerakan politik akan memberi inspirasi dandorongan kepada warga masyarakat agar turut berperan sertasecara aktif untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, demipembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Politikmempunyai posisi yang sangat penting dalam kehidupanmasyarakat, karena keputusan dan gerak dari politik akanmemberi arah perjuangan yang jelas. Dari perjuangan politik akandiperoleh pemerataan pendapatan, hak untuk memiliki sesuatu,mempunyai kebebasan untuk berbicara, bersuara, berkumpul,41lih.: http://id.wikipedia.org/wiki/PolitikEddy Paimoen, http://www.gky.or.id/buletin14/paimoen.htm42Bernat Siregar, M.Hum, M.Th29 beribadah, menulis, memilih, bekerja, dan mendapatkanperlindungan bagi setiap warga negara.Hal-hal ini sudah diatur4 3oleh undang-undang.John Bennett menyatakan bahwa negara adalah sebuahlembaga politik sebagai tempat (wadah) otoritas dan kekuasaandengan tugas mengatur dan memelihara ketertiban agar anggotamasyarakat dapat hidup tertib dan damai-sejahtera, berdasarkanhukum yang dijalankan dengan adil. Di sini yang memegangperanan adalah hukum-keadilan dan keadilan-hukum.Tugas utama bagi abdi Negara adalah menjadikan hukumsebagai raja atau panglima. Setiap warga negara, siapa pun dankapan pun, harus tunduk dan patuh kepada hukum. Apabilahukum masih berjalan sesuai dengan eksistensi dan fungsinya,maka gerakan politik bukan hanya perjuangan untuk berebutkekuasaan, tetapi perjuangan untuk keadilan-sosial berdasarkanhukum Dalam konteks ini politik mempunyai makna dan artiyang sangat positif. Namun sangat disayangkan, karena istilahpolitik seringkali telah disalahgunakan oleh golongan atau pribaditertentu, yaitu dijadikan sebagai alat untuk menakut-nakutisebagian dari warga masyarakat, sehingga mereka kehilangan hatinurani yang jernih, dan sebagai akibat yang sangat menyedihkanbahwa orang yang bersangkutan tidak lagi dapat mengambilkeputusan sendiri untuk pilihannya yang terbaik, karena adanyatekanan dan ketakutan. Dengan janji atau ancaman tertentumereka dipaksa oleh oknum atau kelompok tertentu untukmelakukan suatu tindakan memilih hal yang bertentangan denganhati nurani mereka. Dalam hal ini, politik hanya akan dinikmatioleh para penguasa dan yang dekat dengan kekuasaanLih. Amandemen UUD 194 5 Pasal 28.43Bernat Siregar, M.Hum, M.Th30 Istilah negara mengandung arti masyarakat yang tertibdan teratur karena keadilan; sedangkan pemerintah adalahsebuah lembaga politik yang memiliki kekuasaan terbatas untukmembuat dan memelihara perundang-undangan, hukum,peraturan dan tata tertib untuk hidup bermasyarakat, berbangsadan bernegara. Negara mencakup pengertian para penguasa danyang dikuasai lebih bersifat abstrak sedangkan pemerintahhanya berkaitan dengan kekuasaan, para penguasa, orang yangmenjalankan kekuasaan dan yang dikuasai. Interaksi dalampemerintahan kelihatan lebih kompleks. Dalam teorinya,pemerintah dalam menjalankan tugasnya, harus berperanmenjadi abdi rakyat, menjadi pelayan masyarakat danpenyambung lidah rakyat, karena telah memperoleh kepercayaandan kekuasan dari rakyat. Dalam hal ini, falsafah hidup NegaraKesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan UUD 45 danPancasila dianggap sudah final dan telah menjadi kesepakatanbersama, untuk dijunjung bersama guna kesejahteraan bersamarakyat Indonesia.5.Moral Politik dalam Studi Etika KristenSebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa istilahmoralberbeda denganetika.Etikabukan sumber tambahan bagi ajaranmoral, melainkan merupakan falsafah atau pemikiran kritis danmendasar tentang ajaran-ajaran atau pandangan-pandanganmoral. Karenaetikaadalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran,makaetikadan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yangsama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup bukanlahetika, melainkan ajaran moral.Etika juga dapat disebut sebagai pemikiran kritis terhadapsuatu sistem dari nilai-nilai moral dan tanggung jawab manusiaBernat Siregar, M.Hum, M.Th31 sebagai manusia.Hal ini berhubungan dengan karakter,4 4tindakan, dan tujuan hidup manusia tersebut. Bagi orang Kristen,ukuran bagi ketiga hal di atas adalah Alkitab. Karena itu, dalamstudi Etika Kristen, semua pertimbangan moral tidak dapatdipisahkan dari Alkitab. Secara operasional, Etika Kristen dapatdidefisikan sebagai Etika yang didasarkan pada Alkitab(biblicalethics).4 5Kompleksnya permasalahan hidup membutuhkanpertimbanganetis-teologis yang alkitabiah. Mengapa demikian?Karena pertimbangan moral Kristen (apa yang baik?) adalahapayang dikehendaki Allah(will of God)sebagaimana tertulis dalamfirman-Nya.Inilah yang dimaksud dengan Etika Kristen.4 6Mengenaiapa yang baik, demikian dituliskan dengan tepat olehBonhoefer, adalahmasalah mengenai Yesus Kristus.Alkitab4 7harus menjadi yang utama dan pertama sebagai satu-satunyasumber mutlak untuk pertimbangan moral seorang Kristen.4 844Bnd. Trutz Rendtroff,Ethics(Philadelphia: Fortress Press, 1986),hlm. 3. Rendtroff mengatakan bahwa etika ad alah teori tentang sikap moralmanusia(ethics is the theory of the conduct of huma n life).Robertson McQu ilkin,An Introduction to Boblical Ethics45(Wheaton, Illionis: Tyndale House Publisher, 1989), hlm. 9.(Lih. J. Vekuyl,Etika Kristen: Bagian Umum(Jakarta: BPK Gunung46Mulia, 1997), hlm. 9. Tentang hal ini, J. Verkuyl, seorang etikus Kristentersohor, mengatakan: Seperti halnya dengan Do gmatika, maka sumber yangmutlak dari pengetahuan tentang Etika-Teologis hanyalah satu, yakniAlkitab . Di samping Alkitab, perlu juga merpertimbangkan tradisi ataukebiasaan p ara bapa Gereja yang baik, seperti Agustinus, John Calvin,Marthin Luther, dll. Di sepanjang abad sejarah Gereja, jemaat Tuhan telahbergumul dengan soal: Bagaimanakah kehendak Allah? Hasil pergumulan itudijumpai dalam berbagai tulisan dan ucapan yang dikeluarkan oleh gereja-gereja dan tokoh-tokoh penting sejak abad pertama sampai sekarang ini.Ibid.4748Pentingnya Alkitab dipandang sebagai standar utama perilaku moral,di samping tradisi Bapa-bapa dan tokoh-tokoh Gereja, adalah karena kita jugaBernat Siregar, M.Hum, M.Th32 Sebagai suatu ilmu, Etika Kristen memiliki dasar ataupijakan berpikir. Karena Allah adalah pusat dan sumber darisemua yang baik, seklaligus sebagai Hakim untuk memutuskanapa yang baik dan apa yang benar, maka semua patokan moralKristen harus tunduk pada ketentuan Allah. Dengan demikian,Etika Kristen, dalam hal ini, adalah suatu tanggapan terhadapkasih karunia Allah sebaghai suatu cara untuk memberi syukurdan memuliakan Allah.Calukupan Etika Kristen sangatlah luas. Ia menelaahperistiwa dan perbuatan manusia baik secara lahiriah (secaralangsung terlihat) maupun bersifat batiniah/rohaniah (yangterdapat dalam motivasi terdalam manusia). Ada ungkapan: Tiadayang lolos dalam pengamatan Etika.Pembahasan Etika Kristen4 9tidak terbatas pada hal-hal personal dan yang ada di sekitarAlkitab. Ia juga menyangkut masalah budaya, ekonomi, politik,dan lain sebagainya. Mengapa? Karena tanggung jawab Kristentidak terbatas pada kehidupan personal atau sekelompok orang-orang percaya saja.Lalu, bagaimana politik dihubungkan dengan moral danEtika Kristen. Telah dijelaskan di atas bahwa politik adalah suatuilmu dan juga sebagai falsafah. Etika Kristen bermaksudmenyelidiki prinsip moral Kristen dari sudut pandang penyataanmenghadapi apa yang baik (etis) menurut agama-agama lain, menurut adat-istiadat, dan juga menurut etika filosofis. Di tengah masyarakat Indonesia, dimana gereja Kristen hidup d an melayani, adanya pengaruh moral dari agama-agama yang ada tidak dapat disangkal lagi. Misalnya, walaupun di Indonesiatidak banyak penganut agama Hindu dan Budha, n amun masih adapengaruhnya dalam sikap dan pandangan hidup. Ini diakibatkan oleh karena48dulunya ajaran moral Hindu-Bud ha sudah mengakar di tanah air kita.Poltak Y.P Sibarani,Bolehkah Gereja Berpolitik: Mencari Pola49Hubugan Gereja dan Negara yang relevan di Indonesia(Jakarta; RamosGospel Publisher, 2006), hlm. 62.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th33 kehendak Tuhan (Gods Will) seperti yang diberitahukan dalamfirman-Nya.5 0Gereja Kristen zaman dahulu telah memasuki dunia iniIesous Kuriosdengan pengakuan(Yesus adalah Tuhan).Pengakuan itu adalah pengakuan politis. Pengakuan itumengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, Dialah Rajasegala raja di bumi; kepada-Nya telah diberikan segala kuasa dibumi dan di sorga (Mat. 28).J. Verkuyl menjelaskannya sebagai5 1berikut.Etika Politika bermaksud menyelidiki apa arti pengakuanitu untuk lapangan kenegaraan. Banyak orang yang tidakmau tahu adanya hubungan antara politik dan etika.Mereka berpendapat bahwa etika dan politik tidak adahubungannya sama sekali. Mereka mau memisahkanpoliteia dari ethos Tetapi menurut sabda Tuhan Yesustidaklah mungkin orang mengabdi kepada dua tuan (Mat6 24) Barangsiapa mengatakan bahwa politik tidak adasangkut pautnya dengan etika maka ia pun menyangkalkekuasaan Yesus Kristus atas segenap kehidupan 5 2Dengan demikian, sikap membenci politik adalah sikapmemungkiri eksistensi manusia. Etika Politik Kristen berusahamembedah bagaimana politik itu sesuai dengan moral Kristen.Jadi, moral politik Kristen adalah ajaran yang benar dan baiktentang sikap orang Kristen dalam (memahami) kegiatanberpolitik.50Bnd. J. Verkuyl,Etika Kristen: Ras, Bangsa, Gereja dan Negara,hlm. 71.51Ibid., hlm. 71.Ibid., hlm. 71 72.52Bernat Siregar, M.Hum, M.Th34 Dalam tesis ini, segaja tidak dipakai istilah etika politikKristen karena penulis tidak hendak mengkritisasi ataumelakukan relfeksi kritis terhadaphukum dan kekuasaan Negaradalam suatu sistem ideologi dan ketatanegaraan sebagaimanalayaknya dalam studi etika politik namun menggunakan istilahmoral politik Kristen untukmemaparkanbagaimana ajaranKristen tentang politik dan bagaimana sikap moral Kristen dalamberpolitik. Kalau penulis memakai istilah etika politik berartibahasan ini berisi pilihan-pilihan moral atau analisis kritis tentangmoral politik. Dengan demikian, judul tesis ini:Moral PolitikKristen dalam Pendidikan Agama Kristen: Studi Eksplanatoritentang Moral Politik Kristen yang relevan dalam KonteksDemokrasi Pancasila Indonesia dalam Pendidikan Agama Kristen(PAK) pada Mahasiswa Kristen Program Dasar Pendidikan Tinggi(PDPT) Universitas Indonesiadapat dipahami sebagai ajaran atauprinsip moral Kristen dalam memahami politik dan sikap moralKristen tentang kegiatan berpolitik dalam konteks demokrasiPancasila Indonesia yang diajarkan dalam pembelajaranPendidikan Agama Kristen (PAK) PDPT Universitas Indonesia.B.Moral Politik dalam Perjanjian LamaPendekatan teologis terhadap politik perlu dilakukan,sehingga istilah politik tidak memiliki makna yang kurang baikdalam perspektif sebagian orang Kristen, bahwa politik itu kotor.Dan yang paling pokok adalah bahwa pendekatan ini menjadiacuan untuk memahami moral politik Kristen yang alkitabiah.Memang, istilah politik tidak pernah ditemukan dalam Alkitab,baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB).1.Tradisi-tradisi politik dalam dunia PLBernat Siregar, M.Hum, M.Th35 Suatu penelitian yang dengan tegas menyimpulkan adanyakorelasi yang utuh antara agama dengan politik dalam agama-agama kuno di sekitar Israel, termasuk bidang sosial dan ekonomidiungkapkan oleh Arend Th. van Leeuwen. Konsepsi budaya danpolitik yang ada pada kota-kota tua, ternyata tidak terlepas daritradisi keagamaan, bahkan bangunan-bangunan fisik pada pusat-pusat budaya dan politik merupakan pencerminan dari konsepsiterhadap Tuhan. Penelitiannya terhadap Babilonia, misalnya,memberi keyakinan untuk menyimpulkan korelasi yang sangaterat antara tradisi keagamaan dengan konsepsi budaya danpolitik Keistimemewaan-keistimewaan budaya dan politik yangmembanggakan Babel sebagai pusat dunia, berakar dalamkonsepsi agama sebagai pusat bumi dan gunung kosmis sebagaititik tumpu alam semesta 5 3Melalui penelitiannya yang luas pada sejarah, budaya dankonsepsi-konsepsi tua agama, Leeuwen dengan yakin menegaskanstatus agama Israel yang memiliki kedaulatan tinggi di dalampolitik. Hal itu tidak terlepas dari totalitas kosmis yang sangatkeras di dalam konsepsi-konsepsi keagamaan kuno. Konsepsitotalitas kosmis inilah yang perlu dilihat secara kritis pada bidangpolitik. Ketika agama memberikan legitimasi politis kepadakedaulatan yang diwakili negara, maka kekuasaan yang mencakupmakna segala kehidupan menjadi realitas politik itu sendiri.Makna agama sebagai sesuatu yang memberi pengaruh didalam kehidupan manusia merupakan kenyataan yang tidakterabaikan. Sejarawan dunia, Arnold Tonybee dengan tegasArend Th. Van Leeuwen,Agama Kristen dalam Sejarah Dunia53(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 13. Leeuwen memb ahas secaralengka: budaya, politik, agama, dan akar-akar sejarah Eropa dan Asia, yangkemudian disebut Erasia. Ia menegaskan perjalanan sejarah yang linear danprogres.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th36 mengatakan bahwa semua peradaban yang masih berlaku, secaramendasar berorientasi keagamaan dan karena itu berangsur-angsur, tetapi sangat nyata, menyajikan pemecahan-pemecahankeagamaan juga terhadap sejumlah masalah organisasi sosial -politik.5 4Dalam kehidupan Israel sebagai umat Tuhan, pada waktumereka belum diperintah oleh raja, pemerintahan politis Allah(teokrasi) sungguh terjadi pada bangsa itu. Sejak keluarnya umatIsrael dari perbudakan Mesir, secara politis Tuhan ditempatkansebagai Raja yang menguasai seluruh kehidupan Israel. Untukmemanifestasikan kehidupan politis Kerajaan Allah tersebut,nabi-nabi berbicara atas anama Tuhan, dan umat Israelmendengarkannya sebagai perintah Tuhan. (lih. KeseluruhanPentateukh dan Kitab Yosua). Bahasan di bawah ini secara khususmenguraikan bagaimana teokrasi itu terjadi dalam kehidupanumat Israel.2.Teokrasi dan Monarkhi di IsraelPada waktu manusia diciptakan, lalu ditempatkan dalamTaman Eden, di sana tidak dilaporkan adanya suatu negara sertafungsinya untuk mengatur umat manusia yang niscaya akanmengalami perkembangan. Pada waktu Allah memerintahkanmanusia untuk berkembang biak dan memenuhi bumi, Allah tidakmemerintahkan manusia untuk membangun negara bila jumlahmanusia telah cukup dan membutuhkan suatu Negara dalampengorganisasian manusia. Mengenai keberadaan manusiasebelum jatuh dalam dosa yang tidak memerlukan negara, Kuypermenjelaskan seperti berikut ini.54Lih. Do nal Eugene,Agama dan ma syarakat.terj. Machnun Husein(Jakarta: Rajawali Press, 1985), hlm. 6.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th37 Sebab sesungguhnya tanpa dosa pasti tidak akan adatatanan penguasa dan negara; tetapi kehidupan politik,dalam keseluruhannya akan berevolusi sendiri, menurutpola patriark, yaitu dari kehidupan keluarga. Tidak adasystem peradilan, polisi, tentara, angkatan laut, yang perludiberlakukan dalam dunia yang tanpa dosa; dan dengandemikian, setiap peraturan dan hukum akan ditinggalkan,bahkan semua kendali dan penegasan kekuasaanpenguasa akan lenyap, dan kehidupan berkembangdengan sendirinya, secara normal dan tanpa hambatan,dari dorongan organiknya sendiri. Siapa yang perlumengikat jika tidak ada perpecahan? Siapa yangmemerlukan tongkat jika tangan dan kaki bekerja dengansehat?5 5Manusia adalah mahkluk sosial, hal tersebut nyata dalampenciptaan manusia yang tak terpisah dengan manusia lainnya,kecuali Adam. Allah memberi mandat kepada manusia untukhidup dalam kebersamaan, melalui penciptaan manusia yang takterpisah. Setelah Adam dan Hawa diciptakan, Allahmemerintahkan mereka untuk berkembang biak dan bertambahbanyak. Perkembangan manusia terjadi dalam komunitas, dansetiap manusia yang lahir dibesarkan dalam komunitas, berartimanusia adalah mahkluk sosial.Kehidupan sosial ini dapat berjalan tanpa negara, karenaAllah yang menjadi Raja. Allah yang bebas, merdeka, tidak pernahmelanggar hukum-hukum-Nya sendiri pada waktu Allahmelaksanakan kebebasan-Nya, demikian juga manusia yang totalbergantung kepada Tuhan. Namun sejak Kejatuhan, manusia tidak55Ab raham Kuyp er,Lecturer on Calvinism, terj. (Jakarta:Momentum 2004), hlm. 9091.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th38 lagi total bergantung kepada Tuhan. Manusia tidak lagi mampumenggunakan kebebasannya tanpa mengganggu hak-hak oranglain, bahkan sering kali membinasakan pesaingnya, khususnyasejak pembunuhan Habel. Manusia terus bertambah jahat.Mengenai kejahatan manusia, Alkitab mencatat demikian:Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengankekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar,sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi (Kejadian 6:11-12).Setelah air bah Allah membuat perjanjian dengan Nuh;Allah mendelegasikan kepada Nuh kuasa untuk memeliharamasyarakat dengan menghukum pelaku kejahatan dari setiapmanusia Aku akan menuntut nyawa sesamanya. Siapa yangmenumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah olehmanusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nyasendiri (Kejadian 9:5-6) Perintah Allah kepada Nuh inimerupakan pemerintahan manusia yang diberikan legitimasiilahi. Dan perintah ini tidak dibatasi pada Nuh, tetapi juga hinggasaat ini. Karena perjanjian Allah dengan Nuh ini merupakanperjanjian yang kekal (Kejadian 9:16), kebenaran ini harus jugaditerapkan oleh orang Kristen pada saat ini, yaitu memberikanhukuman yang sebanding dengan tingkat kejahatan. Implikasinya,penegakkan hukum menjadi keharusan yang tidak dapat ditolakoleh pemerintahan negara.Setelah tindakan Allah yang mencerai-beraikan manusia,maka Allah melakukan intervensi dalam menciptakan negarauntuk pemeliharaan bumi. Dengan diawali oleh pemanggilanAbraham, yang kemudian melahirkan bangsa Israel, yaitu bangsapilihan, untuk menjadi negara yang memuliakan Tuhan. Allahmenjanjikan Israel sebagai bangsa dan akan memiliki daerahkekuasaan yaitu seluruh tanah Kanaan. Israel harus membaktikanBernat Siregar, M.Hum, M.Th39 hidupnya kepada Allah untuk menjadi negara yang menjalankanmandat Allah dalam memelihara dunia ciptaan Tuhan. Sebagainegara, Israel telah lengkap karena memiliki: Raja (Tuhan),Rakyat (bangsa Israel), dan wilayah (Kanaan). Pemerintahan Allah(Teokrasi) atas Israel bertujuan untuk menjadikan bangsadan/atau negra Israel sebagai saksi bagi bangsa-bangsa lain, AllahIsrael adalah Allah yang hidup, Pencipta langit dan Bumi. Inilahgagasan Teokrasi Israel.Apakah Teokrasi itu? Theokrasi berasal dari dua katatheoscrateinYunani(Allah) dan kata kerja(memerintah).Theokrasi berarti pemerintahan Allah.Dalam Perjanjian Lama,5 6bangsa Israel diperintah berdasarkan apa yang dikatakan olehAllah melalui nabi (sebagai penyambung lidah Allah) dan imansebagai pelaksana pemerintahan Allah tersebut dalam kehidupanrohani (baca: ritual keagamaan) umat-Nya. Nabi dan imammemberikan firman Allah kepada raja dan bangsa yangmelaksanakan firman itu. Dengan demikian, Teokrasi di Israelmerupakan pemerintahan Allah atas umat-Nya di mana Allahbertindak melalui para nabi dan imam untuk menyampaikanfirman (kebenaran) Allah atas raja dan bangsa itu.5 7Ada banyak negara yang mengaku melaksanakanpemerintahan Allah (teokrasi) atas negaranya, yakni denganmenerapkan aturan-aturan agama atau kitab suci menjadi dasardan ideologi negaranya. Misalnya, beberapa negara Islam di TimurTengah melaksanakan hal tersebut. Di negara-negara Islamtersebut, segala peraturan (baca: hukum) didasarkan langsungpada al-Quran dan HaditsNamun, dengan mengacu kepada apa5 856R. Soedarmo,Kamus Istilah Theologia(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1986), hlm. 106.57Ibid.Ibid.58Bernat Siregar, M.Hum, M.Th40 yang disebutkan di atas, teokrasi ala negara-negara Islam tersebutbukanlah teokrasi yang sesungguhnya dalam perspektif teokrasiIsrael. Dalam teokrasi Israel diwujudkan kehadiran dan campurtangan Allah secara langsung atas pemerintahan umat tersebut.Dengan demikian, teokrasi tidak boleh diartikan hanya karenamenerapkan kitab suci atau sejenisnya sebagai dasar dan ideologinegara.Dalam perjalanannya, teokrasi model di atas tidakbertahan lama dalam sejarah umat (baca: bangsa) Israel. Setelahpelayanan Samuel sebagai Hakim atas bangsa itu, Tuhanmengangkat rajapertama untuk memerintah bangsa itu, yakni5 9Saul (lih. 1 Samuel 9). Dalam 1 Samueel 8 dipaparkan, hadirnyaSaul sebagai raja atas Israel merupakan permintaan umat tersebut(8:121). Setelah pengangkatan Saul menjadi raja atas Israel,masa ini disebut masa monarkhi di Israel.Persoalannya adalah apakah monarkhi di Israelsesungguhnya merupakan pergantian dari pemerintahan Allahkepada pemerintahan sipil (baca: manusia), seperti yang terlihatdari tindakan umat itu untuk meminta seorang raja dan sikapkesal Samuel atas permintaan tersebut, supaya mereka samadengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya? Banyak ahli PL memberiargumentasi bahwa pada dasarnya monarkhi di Israel tidakmenggantikan pemerintahan Allah yang sesungguhnya. C. Barthmenjelaskan tentang hal ini sebagai berikut.59Lih. C. Barth,Theologia Perjanjian Lama 2. Cet. Ke-9 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 200 1), hlm. 58 59. C. Barth memap arkan bahwa katabenda Ibrani untuk raja dalam PL digunakan 2500 kali lebih. Kata kerjamenjadi raja atau menjadikan raja , dan kata b enda kerajaan dugunakanmasing-masing 240 kali lebih. Kata bendamelekhraja tercatat sebagaipalking sering nomor 3, didahului oleh ben p utera (no. 1) dan elohimAllah (no. 2). Hal ini berarti bahwa bayangan raja dalam pemerintahanIsrael termasuk dalam pokok yang sangat penting dalam Alkitab.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th41 For Israel however monarkhy as a political system alsohad a theological dimension, for Israelites were in therelation to the eternal kingdom in which God rules in loveand justice. The interest of Israel lay not so much in theinstitution of kingship as such but in Gods use of theinstitution as Rul er over his people and humanity. TheLord, God of Israel, wants just goverment. It is to this endthat acts, raising up kings here and overthrowing thethem6 0Dalam penjelasan Christoph Barth selanjutnya, ia tidakmelihat bahwa keinginan umat Israel untuk meminta seorang rajakepada Samuel sebagai kehendak manusia.Gods decisive steps in ruling the nations will culminateone day in his raising up king that will fully do his will onearth. The prophets expressed and kindled this developinghope that usually call messianic expectation. MeantimeGod allowed the institution of kingship in Israel whichbegan with anointing of Saul ca. 1020 B.C. and ended withthe death of Jehoiachim in Babylonian exile ca. 550 B.C . . .6 1Perasaan kekecewaan Samuel akan permintaan seorangraja supaya mereka sama dengan bangsa-bangsa lain, ternyatadisangkal oleh fakta selanjutnya bahwa ternyata Allahlah yang60Christoph Barth,God with Us: A Theological Introduction to the OldTestament(Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans PublishingCompany, 1990), hlm. 188 199.Ibid., hlm. 199.61Bernat Siregar, M.Hum, M.Th42 menghendakinya untuk memerintah atas bangsa itu, sebagai alatdi tangan Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya. Banyak buktiyang sangat signifikan yang mendukung bahwa Allahlah yangmenghendaki peristiwa tersebut. Misalnya, setelah Saul menjadiraja, daerah-daerah pemukiman suku-suku Israel tampak lebihaman; dalam pemerintahan Daud, peribadatan Israel semakinmaju, bahkan mengalami perkembangan pesat ia banyakmenuliskan mazmur-mazmuryang dinyanyikan dalam ibadat62atau ritual keagamaan umat Israel; Allah memberkatipembangunan sebuah Bait Allah sebagai tempat kediaman Tuhandi Sion;dan masih banyak contoh lain lagi yang belum63disebutkan.Kehendak Allah untuk mengangkat seorang raja atas Israelmenjadiprototipepenantian Mesias dalam kepercayaan Israel. C.Barth, dalam bukunya Theologia Perjanjian Lama 2,menjelaskannya sebagai berikut.Begitu besar makna tindakan-tindakan Allah di bidangpemerintahan bangsa-bangsa itu, sehingga di atasdasarnya Ia sendiri dikenal sebagai Dia yang telahmenetapkan hati-Nya untuk pada suatu waktumengangkat seorang raja menjadi pelaksana kehendak-Nya yang terakhir di atas bumi. Segi kegiatan ilahi iniLebih dari separuh pasal-pasal Kitab Mazmur ditulis oleh Daud.62Keterangan tentang kepegarangan Daud atas mazmur-mazmur tersebutterdapat di dalamnya.63Lih. C. Barth,Theo logia Perjanjian Lama 3(Jakarta: BPK GunungMulia, 1993). Dalam buku ini, C. Barth menguraikan bahwa Allah memilihSion sebagai tempat kediaman bagi-Nya. Selanjutnya, Sion menjadi (1)gunung dan kota milik Tuhan, (2) tempat lahirnya masyarakat yang utuh, (3)kota bait suci: pangkal umat yang beribadah, (4) menjadi simbol penantiankehadiran (baca: pemerintahan) Tuhan atas dunia.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th43 semakin disadari oleh orang Israel . Penantian seorangraja adil yang akan diangkat TUHAN memainkan perananyang semakin besar di dalam kepercayaan mereka;terutama para nabi-nabi pada zaman raja-raja itulah yangmembangkitkan dan mengembangkan penantian yangsudah bisa disebut penantian Mesias itu 6 4Dengan pengangkatan raja-raja dalam sejarah Israeldimaksudkanlah suatu tindakan kenegaraan di mana seorangwarga diserahi pangkat seorang raja, dengan cara resmi dan sahdi hadapan Tuhan, nabi, imam, dan umat Israel. Para penulissejarah raja-raja sering menyelibkan berita bahwa Tuhansendirilah yang bertindak lebih dul u memprakarsai pengangkatanmereka, termasuk menjatuhkan raja-raja yang tidak berkenan dihati Tuhan.6 5Rencana Allah yang mulia kepada Israel, tidak dapatdinikmati oleh Israel, karena kitab Hakim-hakim melaporkanketidaktaatan Israel. Israel membiarkan bangsa-bangsa lain tetaptinggal di wilayah kerajaan yang diberikan Allah. Bahkan Israelmengijinkan bangsa-bangsa lain untuk tetap ada dan tunduk padakerajaan Israel. Akibatnya, mereka tidak memiliki kemampuanuntuk memiliki otoritas atas wilayah yang diberikan Allah, dimana Allah bertakhta di tengah-tengah mereka. Setelah kegagalanIsrael mentaati Allah dalam pada nasa hakim-hakim, maka kitabSamuel dan kitab Raja-raja, melaporkan juga kegagalan Israeltersebut. Pembuangan bangsa Israel merupakan bukti kegagalanIsrael sebagai bangsa untuk mentaati Allah.Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulandan implikasinya, bahwa (1) teokrasi tidak terbatas pada64C. Barth,Theologia Perjanjian Lama 3,op cit., hlm. 59.C. Barth,Theologia Perjanjian Lama 2,op cit., hlm. 67.65Bernat Siregar, M.Hum, M.Th44 pemerintahan Allah melalui para nabi dan imam; (2) monarkhi diIsrael merupakan kelanjutan teokrasi; (3) Tuhan memakai jenispemerintahan sipil untuk melanjutkan penyelamatan Allah atasdunia; (4) pemerintahan Allah diwujudkan melalui pengangkatanmanusia sebagai pemimpin yang dikehendaki Allah untukmenyatakan hukum-hukum-Nya dan merealisasikan kehendak-Nya dengan adil dan bijaksana, dan membela umat-Nya daripendindasan bangsa lain; dan (5) Tuhan terlibat di belakangpengangkatan seorang pemimpin dalam sistem ketatanegaraansuatu bangsa.3.Moral politik gerakan kenabian(prophetic movement)Gerakan kenabian(prophetic movement)dalam PerjanjianLama (PL) pada dasarnya merupakan sikap koreksi terhadapsituasi dan kondisi politik Israel yang sedang menyimpang darikehendak Allah, atau pun teguran supaya mereka hidup dalamketaatan kepada Allah.Saut Sirait, dalam bukunyaPolitik Kristen6 6di Indonesia, mengatakan bahwa gerakan kenabian(propheticmovement)sebenarnya sangat berorientasi politis. Dengan sangatberani, mereka akan menentang sistem, struktur, danpemerintahan melalui pengajuan konsepsi ideal mengenai tatanansosial baru secara radikal.Menurut sebagian ahli, banyaknya fakta-fakta yangmemperlihatkan keterlibatan nabi-nabi dalam berbagai bidangpolitik, baik langsung maupun tidak langsung, menimbulkankecenderungan untuk mendefinisikan gerakan politik itu sebagaikarakteristik agama kenabian(prophetic movement), tanpamempersoalkan pilihan posisi yang diperankan nabi-nabi itu.Akan tetapi, sebagian ahli justru keberatan dengan pendapat66Sirait, Saut.Politik Kristen di Indonesia.Jakarta; BPK GunungMulia, 2000), hlm. 102.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th45 tersebut di atas. Mereka tidak setuju apabila gerakan kenabianduhubungkan dengan kepentingan politis. Bagi mereka,penempatan gerakan kenabian itu dalam hubungannya dengankepentingan politik justru mempersempit tujuan dari gerakankenabian tersebut. Sebagai contoh Theodore E. Long memberikomentar di bawah ini.First, it reduces reli gion to its political function, therebydiminishing the religious character of prophecy and its richyield in other spheres of life. Second, the assumption of sucha link between prophecy and politics disregards their multi -faceted interaction, which varies according to empiricalcontingency.67Penjelasan Long di atas tampaknya dipengaruhi olehpemahamannya tentang politik, sehingga ia mengusulkanpembedaan antara tindakan sosial dan politis di dalamketerlibatan agama dengan dunia. Baginya, politik merupakansuatu bentuk khusus dari tindakan sosial yang berpusat padakonflik-konflik yang disebabkan banyaknya keputusan; politikhanya satu bagian dari bidang sosial. Padahal, dalam kerangkayang lebih luas, bidang sosial dapat dimasukkan sebagai bagianpolitik. Ruang lingkup dan tindakan-tindakan sosial bisa sajasangat dipengaruhi oleh rekayasa atau keputusan politik.67Theodore E. Long, dalam b ukunyaA Theory of Prophet Religionand Politics(New York: Paragon House, 1988), hlm. 3. Lo ng secara panjanglebar menguraikan teo rinya dalam menjelaskan bahwa nabi -nabi PL tidakboleh serta-merta dihubungkan dengan politik. Ia memberikan pendapatbah wa gerakan sosial yang dipimpin oleh nabi-nabi PL tidak harusdiorientasikan secara p olitis.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th46 Akan tetapi, sekalipun Long menganggap politik sebagaibagian dari tindakan sosial, ia tidak menolak keterlibatan gerakankenabian ke dalam bidang politik. Ia bahkan perlu menegaskanbahwa keterlibatan gerakan kenabian dalam bidang politikmerupakan realitas yang sulit dihindari dan memiliki relevansibesar. Long juga cukup banyak memberikan gambaran yangsignifikan dari keterlibatan kenabian di bidang politik itu,terutama dalam rangka transformasi dan pembukaan ruang yanglebih lebar. Lengkapnya Long, dalam bukunyaProphecy, Charismaand Politics: Reinterpreting the Weberian Theses, mengatakansebagai berikut.Religious prophesy seems to become with politics almostevitably. Unlike the administrators of established authority,prophet stand outside existing structures making claims onbehalf of trancendent powers. Whatever their contentprophetic claim raise the issue of social authority, creatingopportunities for and stimulating action to transforms orundermine existing regimes. By its very nature, rligiousprophecy to carry great political relevance.6 8Identifikasi mengenai gerakan kenabian yang hendakdinyatakan sebagai politik semata-mata atau hanya satu bagiandari aksi sosial, sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Adalahjauh lebih baik untuk melihat kandungan dan makna yangdiembannya di dalam setiap gerakan atau tindakannya. Persoalan68Lih. Theodore E. Long,Prophecy, Charisma, and Politics:Reinterpreting the Weberian Theses(New York: Paragon House, 1986), hlm.3. Long secara panjang lebar mengomentari dan mengeritik pendapat Weberyang selalu menghubungkan gerakan kenabian dengan politik. Akan tetapi,secara tidak sadar dalam penjelasan Long, ia juga men yetujui keterlibatanpara nabi PL tersebut dalam politik Israel.Bernat Siregar, M.Hum, M.Th47 mengenai perwujudan kehendak Tuhan di dalamnya justru perludikaji. Inilaj teokrasi Israel melalui kehadiran gerakan kenabiantersebut. Kesimpulan yang diberikan Weber, dalam bukunyaAncient Judaism, berkaitan dengan hal itu sangat baik untukdiperhatikan, yakni:As all indicates, according to their man ner of functioning,the prophets were objectively political and above all, world-political demagogues and publistics, however, subjectvelythey were no political partisans. Primarily they pursued nopolitical interests. Prophecy h