40
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 80 % masyarakat di negara berkembang menggunakan obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan dan 85% obat tradisional melibatkan penggunaan ekstrak tanaman. Hal ini berarti kurang lebih 3,5 – 4 miliar penduduk di dunia memakai tanaman sebagai sumber obat (Farnsworth et al,1985). Di sisi lain, kira- kira 119 senyawa kimia murni yang diekstraksi dari tanaman yang digunakan dalam pengobatan di seluruh dunia berasal dari hampir 90 spesies tanaman. 74% dari 119 senyawa kimia tersebut memiliki hubungan pemakaiannya sebagai obat pada daerah dimana bahan tersebut diperoleh. Farnsworth (1988) berpendapat bahwa program pengembangan obat dari tanaman di masa depan seharusnya mencakup evaluasi secara hati-hati 1

Etnoo Vivi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Etnoo Vivi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 80 %

masyarakat di negara berkembang menggunakan obat tradisional untuk

memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan dan 85% obat tradisional

melibatkan penggunaan ekstrak tanaman. Hal ini berarti kurang lebih 3,5 – 4

miliar penduduk di dunia memakai tanaman sebagai sumber obat

(Farnsworth et al,1985). Di sisi lain, kira-kira 119 senyawa kimia murni

yang diekstraksi dari tanaman yang digunakan dalam pengobatan di seluruh

dunia berasal dari hampir 90 spesies tanaman. 74% dari 119 senyawa kimia

tersebut memiliki hubungan pemakaiannya sebagai obat pada daerah dimana

bahan tersebut diperoleh.

Farnsworth (1988) berpendapat bahwa program pengembangan obat

dari tanaman di masa depan seharusnya mencakup evaluasi secara hati-hati

riwayat penggunaan tanaman tersebut sebagai obat. Dr. E. Z. Greenleaf

mengajukan usul kepada perusahaan farmasi ABC di USA untuk melakukan

studi tanaman sebagai sumber obat baru dengan menggunakan pendekatan

pemeriksaan cerita masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai

tanaman yang diduga kuat digunakan oleh suatu masyarakat dalam

pengobatan penyakit tertentu.

Untuk menemukan tanaman yang potensial seorang etnofarmasis

harus berpengetahuan tidak hanya tentang tanaman tetapi juga memahami

1

Page 2: Etnoo Vivi

dinamika budaya. Persiapan untuk ekspedisi dimulai dengan mengoleksi

pengetahuan secara rinci mengenai masyarakat lokal. Etnofarmasis

mempersiapkan studi wilayah mengenai epidemologi, pengobatan

tradisional, budaya masyarakat dan ekologi lingkungan. Tim etnofarmasis

mendeskripsikan penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib

tradisional dengan melakukan proses wawancara. Hal ini difokuskan pada

tanda-tanda dan gejala umum dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit

telah dikenali dan digambarkan secara sama maka pengobatan dengan

tanaman untuk penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika

beberapa tabib menyatakan hal yang sama maka tanaman tersebut kemudian

dikoleksi.

Tanaman yang dikoleksi kemudian diuji laboratorium menggunakan

berbagai peralatan seperti HPLC. Tujuannya untuk melakukan skrining

metabolit tanaman dan mendapatkan senyawa murni. Senyawa tersebut

kemudian diuji menggunakan metode in vitro. Apabila uji biologis berhasil

maka senyawa tersebut strukturnya ditentukan. Selanjutnya dilakukan uji

pada hewan untuk menilai keamanan dan keampuhannya sehingga dapat

dilakukan uji klinis pada manusia.

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana kandungan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi

tanaman etnofarmasi?

2

Page 3: Etnoo Vivi

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai

kandungan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman

etnofarmasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah kita dapat mengetahui kandungan

kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman etnofarmasi.

I.5 Kontribusi Penelitian bagi IPTEK

Berdasarkan penelitian ini, kita dapat mengetahui :

1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam

pengobatan (etnobiologi medis: etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).

2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).

3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu

(etnofarmakologi).

4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).

5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi

kesehatan).

6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan

oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obata

3

Page 4: Etnoo Vivi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi

II.1.1 Pengertian Etnofarmasi dan Ilmu yang Terkait

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis

atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu

multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat

tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan

orang yang mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan sebagai

pengobatan. Hal ini terkait dengan studi mengenai sediaan obat yang terkait

dengan penggunaannya dalam konteks kultural (Midiana, 1983).

Etnofarmasi meliputi studi-studi (Midiana, 1983):

1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam

pengobatan (etnobiologi medis: etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).

2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).

3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu

(etnofarmakologi).

4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).

5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi

kesehatan).

6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan

oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obatan.

4

Page 5: Etnoo Vivi

Etnofarmasi seringkali salah disamakan dengan etnofarmakologi

yang hanya fokus pada evaluasi farmakologis pengobatan tradisional

(Midiana, 1983).

II.1.2 Sejarah dan Perkembangan Etnofarmasi di Sulawesi Selatan

Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati

dalam dosis yang layak dapat menyembuhkan, meringankan atau

mencegah penyakit serta gejalanya (Sastroamijaya, 2001).

Obat Nabati. Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah

obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara coba-mencoba, secara

empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam

daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini

secara turun-temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu

pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di Indonesia

(Sastroamijaya, 2001).

Munculnya obat kimiawi sintesis Pada permulaan abad ke-20, obat-

obat kimia sintesis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya

obat-obat termashyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai pelopor, yang

kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru

tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutika sulfatilamid

(1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya, sudah lebih dari dua ribu tahun

diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi

luka menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928

5

Page 6: Etnoo Vivi

khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander

Fleming (Anief, 2004).

Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang

pesat (misalnya: sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA)

dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat

baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat

mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidan farmakoterapi.

Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat

mutakhir (Hariana, 2004).

II.I.3 Etnofarmasi Sulawesi Selatan

Di lapangan, etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang

digunakan oleh masyarakat asli. Etnofarmasis mendokumentasikan

pengetahuan tentang tanaman yang bermanfaat dan yang beracun,

menyeleksi dan mengoleksi tanaman untuk budidaya dan perlindungan.

Proses koleksi tanaman menggunakan metode standar meliputi preparasi

spesimen tanaman (herbaria). Tim etnofarmasis mendeskripsikan penyakit

kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan

proses wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda dan gejala umum

dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit telah dikenali dan

digambarkan secara sama maka pengobatan dengan tanaman untuk

penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika beberapa

tabib menyatakan hal yang sama maka tanaman tersebut kemudian

dikoleksi (Setiawan, 2004).

6

Page 7: Etnoo Vivi

II.2 Tinjauan Tentang Kecamatan Bacukiki kota pare-pare

II.2.1 Letak Geografis

Kabupaten pare-pare salah bsatu kota madya di sulwesi selatan

selatan,dimana letaknya sangat srategis,sebagai pusat pelabuhan di

Sulawesi ini,dimana kota pare-pare ini diapit oleh beberapa kabupaten.

Kota pare-pare terletak di bagian utara dari jazirah Sulawesi Selatan

dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan).

Luas wilayah kota pare-pare 1.154,67 km² atau 1,85% dari luas wilayah

Propinsi Sulawesi Selatan

Secara kewilayahan kota pare-pare berada pada kondisi empat

dimensi, yakni dataran tinggi, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kota

pare-pare terletak diantara 05°20° – 05°40° LS dan 119°58° - 120°28° BT

dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara sidrap

Sebelah Timur soppeng

Sebelah Selatan barru

Sebelah Barat Selat Makassar

7

Page 8: Etnoo Vivi

a. Morfologi Daratan

Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas

permukaan laut meliputi beberapa kecamatan di kota pare-pare

b. Morfologi Bergelombang

Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari

permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan di kota pare-pare (Morfologi

Perbukitan

Daerah perbukitan di kota pare-pare terbentang mulai dari Barat ke

utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut

meliputi bagian dari Kecamatan bacukiki

Ketinggian : Wilayah pare-pare didominasi dengan

keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah

sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang yaitu jika dataran

rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi

mencapai 49,72

Klimatologi : Kabupaten pare-pare mempunyai suhu rata-rata berkisar antara

23,82°C – 27,68°C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian

tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith –

Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka

klasifikasi iklim di Kabupaten pare-pare termasuk iklim lembab atau agak

basah. Pare-pare berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret

dan musim rendengan antara April – September barat laut dan timur

8

Page 9: Etnoo Vivi

II.2.2 Demografi Penduduk

penduduk di daerah kota pare-pare terbilang cukup padat.dimana data

yang dihumpun baahwa penduduk kota pare-pare

kota pare-pare 171,33 16 12.851 55.261 323

Kec bacukuki 117,53 13 8.640 34.559 294

II.2.3 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Etnofarmasi

Jenis Tanah : Tanah di kota pare didominasi pareenis tanah

Latosol dan Mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah Alluvial

Hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir

terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara.

Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah

bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat (Setiawan,

2004).

Hidrologi : Sungai di kabupaten pare-pare ada 32 aliran, yang

terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini

mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang yaitu sungai

Sangkala yakni 65,30 km sedangkan yang terpendek adalah sungai

Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan

sawah seluas 23.365 Ha (Setiawan, 2004).

II.2.4 Kultur Budaya dan Etnofarmasi

Penduduk di Kabupaten pare-pare dari berbagai macam suku

bangsa sebahagian besar adalah suku Bugis, dan Makassar. 983).

9

Page 10: Etnoo Vivi

II.3 Tinjauan Tentang Tanaman dan Lokasi Tumbuh Tanaman Etnofarmasi

Kegiatan Pembangunan Areal Model Tanaman Unggulan Lokal

dengan Sistem Silvikultur Intensif jenis Bitti dilaksanakan di lokasi

lemoe,kelurahan lemoe,kec bacukiki kota pare-pare. Lokasi tersebut sengaja

dipilih dengan pertimbangan bahwa bacukiki adalah hutan produksi yang

cukup kritis. Daun lappo-lappo dan bandotan merupakan jenis tanaman

endemik yang banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga perlu dilestarikan

(Hariana, 2004).

Di lokasi tersebut kini telah banyak di kapling/diklaim menjadi milik

warga dan ditanami cengkeh dan sengon dengan asumsi telah dikelola secara

turun-temurun. (Hariana,2004).

Sarana dan prasarana yang dimiliki lemoe bisa dikatakan masih

sangat terbatas. lemoe hanya memiliki 1 unit sekolah (SD) dan 2 unit tempat

ibadah (Masjid). Adapun Sarana Kesehatan (Puskesmas) dan  pasar, harus

”menumpang” di desa tetangganya .

Adapun mata pencaharian penduduk kebanyakan masih bergantung

pada sektor pertanian dan perkebunan (92%), selain itu ada juga yang

berprofesi sebagai Wiraswasta, Perdagang, Jasa, PNS, TNI/POLRI,  Buruh,

sopir, tukang, dan sebagainnya. 

Tingkat pendapatan masyarakat (KK) di lemoe perorang  rata-rata

mencapai Rp.1 – 2,5 juta per tahun. Adapun jumlah keluarga yang

menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) berjumlah 195 KK (55.87%)

10

Page 11: Etnoo Vivi

sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengan keluarga di bacukiki

masih hidup dibawah garis kemiskinan (Hariana, 2004).   

Kegiatan pemeliharaan tanaman masih berlangsung baik secara

alami maupun yang dilakukan oleh anggota kelompok Campaga Puaang.

Penyulaman, pendangiran, pemupukan, pemangkasan dan pemberantasan

hama penyakit adalah beberapa kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh 54

anggota kelompok tani Campaga Puaang (Hariana, 2004).

Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi luasan lahan kritis di

wilayah tersebut serta untuk makin menguatkan  eksistensi tanaman Bitti

sebagai flora endemik dan unggulan lokal wilayah Bulukumba dan

sekitarnya serta lebih jauh lagi dapat dimanfaatkan sebagai sarana

peningkatan kesejahteraan masyarakat (Harian, 2004).

11

Page 12: Etnoo Vivi

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN SKEMA KERJA

III.1 Kerangka Konseptual

III.2 Hipotesis

Meniran memiliki khasiat sebagai obat antivirus. Senyawa yang

ditemukan pada meniran antara lain adalah triterpenoid, flavoniod, tanin,

alkaloid, dan asam fenolat. Secara empiris, rebusan daun meniran sering

dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit hati,

sebagai diuretik untuk hati dan ginjal, kolik, penyakit kelamin, obat batuk,

ekspektoran, antidiare, seriawan/panas dalam, dan sebagai tonik lambung.

12

Pengumpulan Sampel Darat / Laut

Pemilihan Sampel yang Akan Digunakan

Pembuatan Herbarium Kering

Pengawetan Sampel Darat / Laut Dengan Formalin

Pengujian Anatomi dan Morfologi Sampel Darat

Pengeringan Sampel Darat

Pengujian Identifikasi Sampel Darat

Pengujian Anatomi dan Morfologi Sampel Laut

Inventarisasi Simplisia

Page 13: Etnoo Vivi

Hasil Bahan dasar formula anti-DBD: daun pepaya, daun jambu biji,

meniran (tanaman), kunyit, dan temu ireng, dan produk anti-DB dalam

bentuk simplisia dan sirup (inzet).

Penelitian menunjukkan bahwa landep berfungsi pengobatan

demam,rematik,mengobati sakit perut,kudis,gusi nyeri dan cacingan

III.3 Skema Kerja

III.3.1 Pembuatan Simplisia

a. Pengambilan Sampel, Bahan penelitian berupa daun, batang, dan akar

dari tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis) diambil pada jam

10.00 pagi di kota pare-pare, Sulawesi Selatan.

b. Pengolahan Bahan, Bahan penelitian berupa daun yang telah diambil,

dikeringkan dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung,

setelah kering dipotong-potong kecil.

III.3.2 Pemeriksaan Farmakognostik

a. Pemeriksaan Farmakognostik Tumbuhan

Pemeriksaaan morfologi tumbuhan dilakukan dengan

mengamati bentuk fisik dari akar, batang, dan daun dari tanaman koro

pedang (Canavalia ensiformis) kemudian dilakukan pengambilan

gambar, dan diidentifikasi lebih lanjut berdasarkan kunci determinasi

menurut literatur.

b. Pemeriksaan Anatomi Tumbuhan

Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati bentuk sel dan

jaringan pada tumbuhan pada bagian penampang melintang dan

13

Page 14: Etnoo Vivi

membujur dari akar, batang dan daun dengan menggunakan

mikroskop. Sedangkan simplisia kering serbuk untuk melihat

fragment-fragment dari tanaman landep yang digunakan untuk obat.

c. Pemeriksaan Organoleptis Tumbuhan

Pemeriksaan organoleptis tumbuhan dilakukan untuk mengamati

warna, bau, dan rasa dari bagian tanaman landep yang masih segar

meliputi akar, batang, dan daun.

III.3.3 Reaksi Identifikasi Kandungan Kimia (Dirjen POM, 1989)

1) Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin

Irisan atau serbuk dibasahi dengan larutan Fluroglusin P.

Diperiksa dalam HCl P, dinding sel yang berlignin akan berwarna

merah.

2) Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin

a. Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol

o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung katekol

akan menghasilkan warna hijau.

o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung

katekol akan menjadi endapan.

b. Reaksi Identifikasi Terhadap Pirogalotanin

o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung

pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.

o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung

pirogalotanin tidak terjadi endapan.

14

Page 15: Etnoo Vivi

o Serbuk ditambahkan NaOH, jika menghasilkan warna merah

coklat berarti mengandung pirogalotanin.

3) Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrakinon

Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi

dengan KOH 10 % P b/v dalam etanol 95% P, jika mengandung

Dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.

4) Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid

Ekstrak metanol tumbuhan meniran dimasukkan ke dalam

masing-masing tabung reaksi kemudian ditetesi :

a. HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid akan

menghasilkan endapan kuning.

b. HCl 0,5 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung alkaloid

akan menghasilkan endapan coklat.

c. HCl 0,5 N dan pereaksi Dragendorf, jika mengandung alkaloid

akan menghasilkan endapan jingga.

5) Reaksi Identifikasi Terhadap Fenol

a. Sedikit serbuk dimasukkan vial ditambahkan air, lalu ditutup

dengan kaca objek yang di atasnya diberi kapas yang telah dibasahi

dengan air, kemudian dipanaskan. Uap yang diperoleh diambil dan

FeCl3 1, jika mengandung Fenol akan menghasilkan biru hitam.

15

Page 16: Etnoo Vivi

b. Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi

dengan H2SO4 Pekat dan dalam larutan Formalin 1% P, jika

mengandung Fenol akan menghasilkan warna biru hitam.

6) Reaksi Identifikasi Terhadap Steroid

Ekstrak eter dalam tabung reaksi kemudian ditetesi dengan

pereaksi Liebermann-Buchard jika mengandung steroid akan

menghasilkan warna biru sampai hijuau.

7) Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat

Serbu dikocok dengan air lalu dimasukkan dalam tabung reaksi

ditetesi :

a. Preaksi Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan

cincin ungu.

b. Preaksi Luff, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan

endapan merah.

c. Preaksi Fehling A dan Fehling B, jika mengandung karbohidrat

akan menghasilkan endapan kuning jingga.

8) Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron

a. Serbuk ditempatkan di atas kaca objek, kemudian ditetesi dengan

larutan iodne 0,1 N, jika mengandung pati akan berwarna biru dan

warna kuning coklat jika mengandung Aleuron.

16

Page 17: Etnoo Vivi

b. Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi

dengan pereaksi Luff dan dipanaskan, jika mengandung pati akan

menghasilkan endapan merah bata.

9) Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin

Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml

air panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik,

terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang

maka sampel mengandung saponin.

10) Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak metanol, ekstrak eter, dan ekstrak n-Butanol yang

diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan secara kromatografi lapis

tipis. Untuk ekstrak eter, digunakan eluan n-heksan : etil asetat

sedangkan untuk ekstrak n-butanol digunakan eluen etil asetat : aseton

+ asam asetat dengan perbandingan yang sesuai, setelah itu dilihat di

lampu UV 254 nm dan 356 nm dan disemprot dengan penampak

bercak larutan asam sulfat 10% Liebermann-Bauchardat, dan

Dragendrot.

17

Page 18: Etnoo Vivi

BAB IV

MATERI dan METODE PRAKTIKUM

IV.1 Rancangan Praktikum

Observasi dilakukan dengan metode wawancara kepada masyarakat

yang dianggap mewakili atau mengetahui tanaman-tanaman yang

berkhasiat sebagai obat di Pare-pare kecamatan Baccukiki desa Lemoe.

IV.2 Waktu

Survei Inventarisasi tanaman obat dilakukan pada :

Hari / tangal : Sabtu, 22– 09 - 2012

Waktu : 08.00 – 15.30

IV.3 Lokasi Praktikum

Survei Inventarisasi dilakukan di desa lemoe kecamatan bacukiki

kabupaten pare-pare Selawesi Selatan.

IV.4 Prosedur Praktikum

1. Mendata sumber informasi meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan dan pekerjaan.

2. Mencatat dan mendata hasil dari wawancara mengenai beberapa

tanaman yang digunakan sebagai obat diabetes melitus oleh sumber

informasi, meliputi nama ilmiah, suku, isi, kegunaan dan cara

penggunaan.

18

Page 19: Etnoo Vivi

BAB V

HASIL

V.1 Tanaman Etnofarmasi Kecamatan bacukiki pare-pare

No

.

Nama tanaman

(Indonesia/Latin)

Nama

Daerah

Bagian yang

digunakan

Khasiat/

kegunan

Cara

pemakaian

Sumber

Survei

1. Kumis kucing

(Orthosiphon

stamineus)

Daun

pai-pai

Daun diuretik Daunnya

dimasak lalu

diminum.

Ibu Tanti

2. Kunyit

( Curcuma

domestic)

unnyi Umbi Obat

jantung

Kunyit

dicuci lalu

disaring,

kemudian

air Hasil

saringan

ditambah

sedikit

garam lalu

di Minum.

Pak

Jainudin

3. Mengkudu

(Morinda

mengk

udu

Buah Obat

hiperten

Buah

mengkudu

Pak

Sudirman

19

Page 20: Etnoo Vivi

citrofilia R) si diblender

lalu

diminum

seperti Jus.

4. Paliasa

(Klenhovia

hospital L)

Daun

pali-

pali

Daun Hiperten

si

Daun

paliasa

dicuci

bersih

dihaluskan

kemudian

Airnya

diminum.

Pak

Sarifudin

5. Daun pare

(Mimordica

carantia)

Daun

paria

Daun Obat

hiperten

si

Daunnya

diperas dan

diberi

sedikit

garam

kemudian

airnya

diminum

Ibu Toa

20

Page 21: Etnoo Vivi

dia

n

airny

a

dimi

num.

6. Pepaya (carica

papaya)

kaliki Daun Obat

hiperten

si

Daun

direbus

dengan air

lalu

diminum.

Ibu

Norma

7. Tembelekan

(Lantana

camara)

Tigi-

tigi

Batang,

daun, dan

akar

Obat

penyakit

dalam

Direbus

daun,

batang,

akarnya dan

diminum.

Ibu Tanti

8. Benalu

(Loranthus

spinosus)

Raja

numalu

Daun Obat

luka

infeksi

Diremas-

remas dan

digosok

Pak

Sahar

9. Sirih (Piper

betle)

Dale

sareno

Daun Obat

segala

penyakit

Dimasak,

ditumbuk,

dan

Pak

Jainudin

21

Page 22: Etnoo Vivi

digosok.

10. Belimbing

(Averroa

carambola)

Boenan

g

Daun Obat

darah

tinggi

dan sakit

kepala

Direbus Ibu Tanti

V.2 Kebenaran Informasi dengan Literatur

No

.

Nama tanaman

(Indonesia/Latin)

Nama

Daerah

Bagian yang

digunakan

Khasiat/

kegunan

Cara

pemakaian

Sumber

Survei

1. Kumis kucing

(Orthosiphon

stamineus)

Daun

pai-pai

Seluruh

tumbuhan

Diuretic Daunnya

dimasak lalu

diminum.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

2. Kunyit

( Curcuma

domestic)

unnyi Rimpang Obat

penurun

panas,

tifus,

usus

buntu,

asma,

cacar

Kunyit

dicuci lalu

disaring,

kemudian

air Hasil

saringan

ditambah

sedikit

Buku

tanaman

obat

indonesia

22

Page 23: Etnoo Vivi

air,

keputiha

n.

garam lalu

di Minum.

3. Mengkudu

(Morinda

citrofilia R)

mengk

udu

Daun dan

Buah

Obat

hiperten

si,

demam,

batuk,

sakit

perut.

Buah

mengkudu

diblender

lalu

diminum

seperti Jus,

daunnya

dimasak

disaring

airnya baru

diminum.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

4. Paliasa

(Klenhovia

hospital L)

Daun

pali-

pali

Daun Hiperten

si

Daun

paliasa

dicuci

bersih

dihaluskan

kemudian

Airnya

diminum.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

23

Page 24: Etnoo Vivi

5. Daun pare

(Mimordica

carantia)

Daun

paria

Daun Obat

hiperten

si, mata

merah,

bisul,

sariawan

, kanker.

Daunnya

diperas dan

diberi

sedikit

garam

kemudian

airnya

diminum

Buku

tanaman

obat

Indonesia

6. Pepaya (carica

papaya)

kaliki Akar dan

Daun

Obat

hiperten

si,

malaria,

keputihn

,Nyeri

haid.

Daun dan

akar direbus

dengan air

lalu

diminum.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

7. Bunga tai ayam

(Lantana

camara)

Tigi-

tigi

Batang,

daun, dan

akar

Obat

penyakit

dalam

Direbus

daun,

batang,

akarnya dan

Buku

tanaman

obat

Indonesia

24

Page 25: Etnoo Vivi

diminum.

8. Benalu

(Loranthus

spinosus)

Raja

numalu

Batang Obat

kanker

dan

amandel

Direbus

batannya

disaring

airnya dan

diminum.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

9. Sirih (Piper

betle)

Dale

sareno

Daun Obat

mata,

sakit

gigi,

pendara

han gusi,

mimisan

, dsb.

Dimasak,

ditumbuk,

dan

digosok.

Buku

tanaman

obat

Indonesia

10. Belimbing

(Averroa

carambola)

Boenan

g

Daun, bunga

dan buah

Obat

analgesi

k,

diuretik,

sakit

peru,

rematik,

dsb.

Daun Buku

tanaman

obat

Indonesia

25

Page 26: Etnoo Vivi

V.5. Kandungan Kimia Tanaman Etnofarmasi Berdasarkan Literatur

1. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus)

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) mengandung glikosida, zat

samak, minyak atsiri, saponin, minyak lemak, sapofonim, garam kalium,

dan myoinositol.

2. Kunyit ( Curcuma domestic)

Kunyit ( Curcuma domestic) mengandung kurkunim,

desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksirkurkuminoid.

3. Mengkudu (Morinda citrofilia R)

Mengkudu (Morinda citrofilia R) mengandung morinda diol,

morindone, morindin, damnacanthal, metal asetil, asam kapril, dan

sorandiyiol.

4. Paliasa (Klenhovia hospital L)

Paliasa (Klenhovia hospital L) mengandung saponin, cardenolin,

bufadienal dam antarkinon.

5. Daun pare (Mimordica carantia)

Daun pare (Mimordica carantia) mengandung momordin, karantin,

asam trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A , Bdan C, serta

minyak lemak yang terdiri atas asam oleat, asam linoat, asam stearat dan

L-oleostearat, dan hydroxytryptamine.

6. Pepaya (carica papaya)

26

Page 27: Etnoo Vivi

Pepaya (carica papaya) mengandung vitamin A, B, dan C,

kalsium, hidrat arang, fosfor, besi, carposide, zat papayatin, karpain,

kautsyuk, dan karposit.

7. Bunga tai ayam (Lantana camara)

Bunga tai ayam (Lantana camara) mengandung lantadene A,

lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak

asiri), b- caryophyllene, g-terpidene, a -pinene dan r-cymene.

8. Benalu (Loranthus spinosus)

Kandungan kimia Benalu (Loranthus spinosus) sampai sekarang

belum ditemukan, namun tumbuhan ini sudah banyak digunakan sebagai

obat.

9. Sirih (Piper betle)

Sirih (Piper betle) mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,

dan polifenol.

10. Belimbing (Averroa carambola)

Belimbing (Averroa carambola) mengandung saponin, tanin,

glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase, kalium

sitrat.

27

Page 28: Etnoo Vivi

28