Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
METODE PEMISAHAN
BAHAN ALAM Aspek Teoritis dan Eksperimen
Bambang Cahyono, Dr
Meiny Suzery, Dr
Dosen Kimia Organik, Universitas Diponegoro
PENERBIT KOMPAS ILMU
ii
METODE PEMISAHAN BAHAN ALAM
Aspek Teoritis dan Eksperimental
Penyusun : Bambang Cahyono, Dr
Meiny Suzery, Dr
ISBN No. 978 – 602 – 343 – 341 – 4
Desain Sampul : Brilliant Imron
Diterbitkan Oleh : PT Kompas Ilmu
KOMPAS ILMU
Jalan Salemba Tengah No. 37 D, Jakarta Pusat 10440
Jakarta: (021) 3156916
Fax. (021) 2306002
Email: [email protected]
Hak cipta © 2018
Beberapa isi dari buku ini sebenarnya telah dibuat pada tahun
1990, dan telah digunakan untuk keperluan internal oleh
mahasiswa di Program Studi Kimia Universitas Diponegoro,
Semarang.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Metode Pemisahan Bahan ALAM Aspek Teoritis dan
Eksperimental/ Bambang Cahyono, Dr dan Meiny Suzery, Dr
Jakarta
(viii+118) 126 hlm; 20,5 cm x 26 cm
1. Metode Pemisahan Bahan ALAM Aspek Teoritis dan
Eksperimental Judul
II. Bambang Cahyono, Dr dan Meiny Suzery, Dr
iii
Prakata
Pernahkah terbayangkan, seandainya ada seseorang yang
meletakkan pispot di atas meja makan? Dilihar dari bentuk barang
ini, pispot dapat digunakan sebagai tempat es buah atau sayur.
Sudah barang tentu, selera makan kita pasti sirna! Bisakah pispot
digunakan untuk tempat sayur atau es buah? Jawabnya bisa, tetapi
bukan fungsinya!
Bolehkah kita menguapkan 100mL pelarut eter dengan
menggunakan Erlenmeyer? Tentu saja tidak boleh, karena titik
nyala eter sangat rendah, sehingga mudah terbakar. Bila ada
sumber panas, api dapat dengan mudah membakar uap eter yang
memenuhi ruangan, kebakaran dapat terjadi! Bagaimana dengan
menguapkan pelarut benzena dari cawan porselin? Berbahaya!
Senyawa ini sangat karsinogen. Pernahkan saudara melihat hasil
elusi dari Thin Layer Chromatography (TLC) yang bentuknya
melengkung? Sebagai seorang yang sudah memahami teori dasar
TLC pasti akan sangat paham penyebabnya.
Saat ini, mahasiswa di Indonesia, kebanyakan masih menggunakan
buku Vogel untuk praktikum atau penelitiannya. Pengembangan
buku ini telah dilakukan oleh pengarang di beberapa negara. Dalam
buku Metode Pemisahan Bahan Alam ini, penulis telah
memasukkan beberapa pengalaman eksperimen yang bersifat
aplikatif. Buku mengenai metode pemisahan ini tidak saja
digunakan oleh mahasiswa Kimia, tetapi juga dapat digunakan oleh
mahasiswa farmasi, biologi, pertanian, kelautan, bahkan juga
diperlukan oleh mahasiswa kedokteran. Siswa SMA atau sederajad,
khususnya dari Jurusan MIPA juga membutuhkan buku ini guna
menambah dasar ketrampilan pendukung saat melakukan
praktikum. Buku ini dapat juga digunakan siswa melakukan
eksperimen laboratorium untuk penelitian siswa (KIR) atau
persiapan praktek dalam menghadapi Olimpiade Sains.
Buku Metode Pemisahan Bahan Alam ini dimulai dengan topik
mengenai pengenalan beberapa peralatan yang biasa digunakan di
iv
Laboratorium, diikuti dengan cara membuat catatan eksperimen
yang baik pada bab 2. Quality assurance (penjaminan mutu) dari
pekerjaan suatu eksperimen dapat dikatakan baik bilamana
seseorang membuat catatan percobaan dengan baik. Membuat
catatan yang rapi dan benar dapat menunjukkan kualitas pekerjaan
seseorang. Assesment terhadap pekerjaan laboratorium biasanya
dimulai dari melihat buku catatan pekerjaan.
Metode distilasi, kristalisasi dan ekstraksi, berturut turut dibahas
pada tiga bab selanjutnya. Ketiga metode ini adalah metode dasar
untuk memisahkan senyawa dari metabolisme sekunder bahan
alam. Pengenalan zat pengering penting pula diperkenalkan agar
pembaca para pembaca dapat menghilangkan air secara efektif.
Topik titik leleh diperkenalkan pada bab ke tujuh. Topik ini
sebenarnya bukan merupakan bagian dari metode pemisahan, akan
tetapi perlu diperkenankan untuk untuk tujuan analisis cepat
terhadap senyawa organik yang telah dipisahkan dari campurannya.
Pada bagian akhir dari buku ini, pembaca juga akan diperkenalkan
metode kromatografi dalam pemisahan dan analisis cepat senyawa
organik. Tambahan topik dalam buku ini perlu diberikan agar
memberikan ruang bagi penulis dan pembaca untuk dapat
melakukan praktek terhadap topik-topik terkini. Bab ini merupakan
bagian pengembangan dari aspek praktis pemisahan yang telah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa penyempurnaan terhadap buku ini hanya
akan dapat dilakukan dari umpan balik dari para pengguna. Penulis
juga menyadari, perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam metode pemisahan terus berkembang di seluruh dunia. Oleh
karena itu, pemutakhiran topik juga akan kami usahanan terus
menerus.
Terimakasih kami kepada para pembaca, semoga buku ini dapat
memberikan manfaat dan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Bambang Cahyono
Meiny Suzery
v
Daftar Isi
1. Mengenal Peralatan Laboratorium
1.1. Beberapa Saran 2
1.2. Perawatan Peralatan Gelas 3
1.3 Mengenal peralatan gelas 5
2. Cara Membuat dalam Membuat Catatan
2.1 Beberapa saran dalam membuat Catatan 7
2.2 Eksperimen jenis teknik 10
2.3 Eksperimen jenis sintesis 13
2.4 Test keberanian 19
3. Metode Distilasi
3.1. Konsep titik Didih 22 3.2 Distilasi zat cair Murni 24 3.3 Distilasi Campuran Zat cair 25 3.4 Distilasi terfraksi 25 3.5 Distilasi uap 29 3.6 Distilasi Vakum 30 3.7 Distilasi azeotrop 31
vi
Daftar isi (lanjutan)
Eksperimen 3-a Penentuan titik didih 33
Eksperimen 3-b Distilasi Cairan Murni 35
Eksperimen 3-c Distilasi beringkat 39
Eksperimen 3-d Distilasi uap :Minyak atsiri dari jeruk 40
Eksperimen 3-e Distilasi Vakum : Pemurnian eugenol 41
Eksperimen 3-f Distilasi Vakum : cara menggunakan rotary evaporator
43
4. Metode Kristalisasi dan Sublimasi
4.1 Kristalisasi 46
4.2 Sublimasi 48
Eksperimen 4-a Penyaringan 51
Eksperimen 4-b Pemurnian biphenil 57
5. Metode Ekstraksi
5.1 Dasar ekstraksi : koefisien distribusi 60
5.2 Penggunaan corong pisah 61
5.3 Ekstraksi jangka panjang : Sokshlet
62
vii
Daftar isi (lanjutan)
Eksperimen 5-a Koefisien distribusi dari senyawa asam propionat dalam Benzena-air
64
Eksperimen 5-b Isolasi trimiristin dari biji buah pala 65
Eksperimen 5-c Isolasi kafein dari teh 66
6. Penggunaan Zat Pengering
6.1 Efisiensi zat pengering 70
6.2 Golongan senyawa organik dan zat pengering 72
7. Analisis Titik Leleh
7.1. Beberapa aspek umum dalam analisis titik leleh 76
7.2. Catatan penting dalam analisis titik leleh 76
Eksperimen 7-a Mengenal beberapa jenis peralatan titik
leleh 78
Eksperimen 7-b Titik leleh murni dan titik leleh campuran 82
Eksperimen 7-c Identifikasi senyawa tak dikenal dengan titik leleh
83
viii
8. Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom
8.1 Kromatografi Tipis : gambaran umum 86
8.2 Kromatografi Kolom 93
Eksperimen 8-a Analisis pigmen daun dengan kromatografi lapis tipis
99
Eksperimen 8-b Pemisahan pigmen tinta 100
Eksperimen 8-c Analisis Analgesik 101
9. Metode terpadu dan Aplikasinya
Eksperimen 9-a Analisis piperin dari Piper 104
Eksperimen 9-b Pembuatan larutan untuk sediaan uji praklinis atau formulasi lainnya
107
Eksperimen 9-c Analisis antosianin dalam bunga rosela 108
Eksperimen 9-d Analisis Kurkumin dalam berbagai sampel temulawak
110
Eksperimen 9-f Isolasi dan Analisis Hiptolida dari tanaman Hyptis pectinata
112
Index 115
Referensi 117
Biografi Penulis 118
1
Mengenal
Peralatan
Laboratorium
Pengenalan peralatan sederhana yang biasa digunakan di
laboratorium sangat penting agar eksperimen dapat berjalan lancar
dan dengan hasil yang memuaskan. Dalam bagian ini, akan diuraikan
secara sepintas beberapa peralatan gelas sederhana yang sering
ditemukan pada percobaan-percobaan bahan alam
2
1.1. Beberapa Saran
Gambar 1-1. Rangkaian alat untuk reaksi
Set peralatan di Laboratorium Bahan
alam pada umumnya merupakan
rangkaian beberapa bagian alat gelas
yang identik.
Bila bagian-bagaian alat gelas ini
disambungkan maka rangkaian
peralatan yang berbeda-beda dapat
dibentuk. Suatu contoh, peralatan
"ideal" reaktor untuk sintesis
organik (gambar 1-1), dapat
diperoleh dari labu leher tiga A,
pendingin B, labu tetes isobar C,
penangkap uap air aktigel D dan
pengaduk E.
Dengan mengubah susunan alat gelas ini, bagian pendingin, labu leher
tiga dan termometer, ditambah dengan kolom dan penampung,
reaktor ideal dapat diubah menjadi rangkaian peralatan distilasi.
Apa yang harus diperhatikan dalam menggunakan peralatan selama
percobaan di laboratorium? Saran berikut perlu dipahami benar agar
"keamanan" eksperiment dapat terjaga,
a. Sebelum digunakan semua peralatan yang akan dirangkai
harus benar-benar dalam keadaan bersih, kering dan
telah terbebas dari air atau pelarut lain, sehingga tidak
akan mempengaruhi eksperimen.
b. Rangkaian peralatan harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mudah diatur di maja kerja. Sebagai contoh, pada
BAB 1 : MENGENAL BEBERAPA PERALATAN SEDERHANA
3
saat tertentu, pemanasan labu harus diganti dengan
pendinginan, dapat dilakukan dengan mengganti wadah berisi
parafin panas dengan gumpalan es. Di laboratorium dikenal
suatu peralatan yang dapat mengatur tinggi rendahnya sistem
(1-25).
c. Semua klem yang digunakan sebagai penjepit harus
terbungkus plastik atau material lainnya, agar tidak ada
kontak besi dengan bagian gelas secara langsung.
d. Semua peralatan "joint" (sambungan standar dari pabrik),
harus diberi paselin agar mudah dibuka saat selesai
memakai alat-alat gelas, disamping menghindari kebocoron
pada saat bekerja. Penggunaan paselin yang terlalu banyak
akan mengotori produk yang diinginkan. Dalam analisis
spektroskopi 1HNMR misalnya, paselin ini akan
memperlihatkan puncak di sekitar 0ppm, dan pada spektrum
infra merah akan muncul beberapa puncak di sekitar 1000
cm-1.
e. Beberapa peralatan elektrik sebaiknya dihubungkan dengan
pengaman, "stavol", untuk menghindari fluktuasi arus listrik.
Jangan sekali-kali mengganti "sekering" (pengaman yang
terdapat pada setiap peralatan elektronik) dengan bahan lain
yang tidak sesuai dengan kapasitas peralatan.
1.2. Perawatan Peralatan Gelas
Mencuci saat selasai menggunakan peralatan gelas merupakan
kebiasaan yang sangat baik dilakukan di laboratorium bahan alam.
Mengapa? Menumpuknya peralatan dengan berbagai macam bau dari
"sampah" di atas meja kerja, akan mengurangi semangat penelitian.
Disamping itu, kotoran yang telah kering pada umumnya lebih
sulit dibersihkan dari pada kotoran baru.
4
Peralatan gelas mula-mula dibasuh dengan air atau air detergent,
kemudian dibasuh dengan aseton agar mempermudah pegeringan dan
menghilangkan kotoran non polar. Di laboratorium organik, tempat
penampungan bekas aseton ini dapat didesain secara khusus agar
aseton bekas dapat didaur ulang, untuk kemudian digunakan kembali
sebagai pencuci.
Akhirnya, alat gelas yang telah bersih dapat dikeringkan dengan cara
membiarkannya pada rak yang telah disediakan, atau, untuk
mempercepat pengeringan, dapat digunakan "dryer". Sebelum
melakukan semua tahap pencucian ini, perafin yang masih menempel
pada ujung sambungan harus dibersihkan terlebih dahulu. Kran
peralatan gelas perlu pula dibersihkan dengan cara melepas dari
tempatnya, dan secepatnya harus dipasang kembali agar tidak keliru
dengan kran lain (mengapa ?).
Dalam keadaan pengotor sulit dihilangkan, sikat botol dapat
digunakan. Penambahan natrium klorida dalam aseton, merupakan
cara efektif untuk menghilangkan kotoran berlemak. Selain itu,
tergantung pada produk yang akan dibersihkan, penggunaan asam,
basa, atau pelarut lain, merupakan cara alternatif dalam
membersihkan peralatan gelas (hati-hati dengan asam nitrat sebab
akan menghasilkan produk yang eksplosif).
Penggunaan larutan sulfokromik, yang merupakan oksidant kuat,
merupakan cara alternatif dalam menghilangkan kotoran organik yang
tidak mungkin dihilangkan dengan cara-cara sebelumnya (cara
membuat : natrium atau kalium dikromat, 5gram, dilarutkan dengan
air dalam jumlah minimum, ditambahkan hati-hati 100 ml asam sulfat
pekat. Taruh di botol dan simpan pada tempat yang dingin).
BAB 1 : MENGENAL BEBERAPA PERALATAN SEDERHANA
5
1.3. Mengenal Peralatan Gelas
Di laboratorium bahan alam, dikenal peralatan gelas jenis "joint",
yakni peralatan dimana bagian-bagiannya telah disesuikan dengan
bagian peralatan lain, dan peralatan gelas biasa, dimana diperlukan
karet penyambung untuk merangkainya. Gambar 1-2 sampai 1-25
merupakan peralatan yang umum tersedia di laboratorium bahan
alam.
1-2. Kolom Vigreux 1-3. Pendingin bola 1-4. Kolom refluks
1-5. Aspirator 1-6. Corong pisah 1-7.Sambungan Ckaisen
1-8. Erlenmeyer 1-9. Gelas ukur 1-10 Labu bulat
6
1-11. Labu hisap 1-12. Tempat CaCl2 1-13. Gelas Beaker
1-14. Corong Hirc 1-15. Corong padatan 1-16. Corong Buchner
1-17. Spatula 1-18. Klem 1-19. Pipet Pasteur
1-20. Mantel panas 1-21. Pengatur panas 1-22. Pimset
1-23. Pengaduk magnet 1-24. Bejana pendingin
1-25. Pengatur tinggi
2
Cara Membuat Catatan
Hasil Eksperimen
Membuat catatan yang rapi, benar dan informatif merupakan salah
satu komponen penting dalam penelitian atau percobaan. Dengan
"dokumen hidup" seperti ini, kita dapat menilai, mengulang dan
mendapat hasil yang sama pada supuluh atau beratus tahun kemudian,
untuk selanjutnya dikembangkan menjadi penelitian-penelitian yang
lebih populer pada saat itu.
8
2.1. Beberapa Saran dalam Membuat Catatan
Catatan yang baik dapat merupakan salah satu indikasi penting
dalam mengukur kesiapan, kemampuan dan keberhasilan
seseorang peneliti dalam melakukan percobaan.
Berikut diberikan beberapa saran dalam membuat catatan dari suatu
eksperimen,
Buku catatan harus terikat kuat agar tidak ada kehilangan
selembarpun dokumen yang telah dibuat. Sebelum
menggunakannya, halaman buku harus ditulis atau dicetak dari
halaman depan hingga halaman belakang.
Gunakan tinta hitam yang tahan air agar tidak mudah terhapus.
Hindari penggunaan pensil yang sewaktu-waktu dapat diganti. Bila
ada suatu kesalahan, lebih baik dicoret dari pada dihapus.
Setiap melakukan eksperimen baru, sisakan sedikit tempat di
bagian atas untuk menulis inisial percobaan. Misalnya, MS-3 berarti
percobaan ke tiga dari Meiny Suzery. Inisial percobaan ini akan
ditulis kembali pada halaman daftar isi.
Contoh Membuat Daftar Isi
DAFTAR ISI
No. inisial Reaksi Produk yang diharapkan
Produk yang diperoleh
Hal.
1. MS-1 Distilasi Fraksi distilasi Lima fraksi 1
2. MS-2 Isolasi Trimiristin Trimiristin (20%) 3
3. MS-3 HCl + H2C=CH2 H3CCH2Cl H3CCH2Cl (72%) 6
4 MS-4 …..
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
9
Buat kolom daftar isi, berisi nomor, inisial percobaan, reaksi,
produk yang diharapkan, produk yang diperoleh (kualitatif dan
kuantitatif), serta halaman.
Catatan merupakan "teman akrab kita", percayailah! Tulis dengan
teliti,
Apa saja yang telah kita lakukan. Jangan menulis apa yang
dikatakan di buku atau di diktat.
Seluruh hasil pengamatan : perubahan warna, temperatur
ruang atau perubahan temperatur akibat reaksi eksotermik,….
semua hal yang terjadi. Keterangan hasil pengamatan
(bagaimana dan mengapa) harus diupayakan diberikan dengan
alur yang logis, singkat tetapi tegas.
Hindari kebiasaan jelek adanya loncatan halaman. Mengapa ?
Catat atau tabelkan beberapa sifat kimia dan sifat fisika yang
penting dari reagen yang akan digunakan selama percobaan. Nama
senyawa, rumus molekul, berat molekul, titik leleh atau titik didih,
berat jenis dan kauntitas (jumlah mol) yang digunakan untuk
percobaan, harus selalu disertakan. Beberapa "handbook", seperti
Merck Index, CRC Handbook, dapat membantu dalam penulisan
sifat-sifat ini.
Secara garis besarnya, pekerjaan di laboratorium dapat
diklasifikasikan menjadi dua tipe percobaan, yakni eksperimen teknik
dan eksperimen sintesis. Meski dalam praktek saling mendukung,
kedua macam eksperimen ini memiliki tujuan yang berbeda.
10
2.2. Eksperimen Jenis Teknik
Dalam eksperimen teknik, beberapa cara operasi peralatan
laboratorium diperkenalkan. Pada umumnya percobaan jenis ini
diperkenalkan sebelum melakukan percobaan-percobaan jenis
sintesis.
Beberapa saran berikut perlu dijadikan catatan sebelum melakukan
eksperimen jenis ini,
Pilih judul paling tepat, yang dapat menggambarkan seluruh isi
percobaan. "Distilasi", judul ini terlalu luas. Apakah saudara akan
membahas semua aspek distilasi? Tidak mungkin ...Lalu?
"Pemisahan Campuran Zat Cair dengan Distilasi", barangkali lebih
tepat ditulis sebagai judul percobaan. Hmmm !
Memulai kalimat pertama seringkali sangat sulit. Konsentrasikan
pikiran, dan coba sekali lagi !
Jangan ada loncatan tulisan dalam suatu kalimat. Coret bagian
yang salah dan benarkan pada saat itu juga. "Menulis mundur"
setelah melakukan eksperimen adalah suatu pekerjaan yang
tidak profesional sama sekali.
Bahasa yang baik, benar dan komprehensif harus digunakan.
Pilih kalimat "future" untuk masalah yang belum dilaksanakan,
"present" untuk kalimat pada percobaan yang sedang dilakukan
dan kalimat "past" untuk topik yang memang telah dilakukan.
Meski demikian, mengingat dalam bahasa Indonesia tidak ada
ketentuan khusus yang membedakan ketiga bentuk tersebut, kata
"telah" (untuk lampau) dan "akan" (untuk future), pada umumnya
hanya digunakan pada kalimat pertama saja.
Gambar 2.1. memperlihatkan salah satu contoh membuat catatan hasil
eksperimen teknik ini, yakni Percobaan dengan peralatan distilasi
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
11
1
MS-1 10/10/2018
Pemisahan Campuran Zat Cair dengan Distilasi
Distilasi adalah salah satu metode pemisahan dan pemurnian zat cair. Asisten akan memberi campuran yang tidak diketahui identitasnya, yang kemudian harus dipisahkan dengan distilasi.
Setelah memperoleh larutan « tak dikenal » dari instruktur, harus didistilasi campuran tersebut dikeringkan dengan magnesium sulfat. Peralatanm distilasi dirangkai sesuai dengan petunjuk yang terdapat di literatur dengan beberapa modifikasi sebagai berikut,
Gambar 1. Rangkaian percobaan distilasi
Gambar 2-1. Contoh pembuatan catatan jenis teknik
Gambar rangkaian Percobaan
Kode dan Tanggal
Judul Singkat dan Jelas
Jangan dihapus, lebih baik dicoret
Halaman
12
2
Termometer dipasang pada percabangan Claisen, adaptor vakum diklem pada ujung alat, sedangklan labu distilasi ditopang dengan ring agar mudah diganti.
Cairan « unknown » (50ml) yang diperoleh dari asisten dikeringkan dengan MgSO4 anhidris. Peralatan distilasi dirancang seperti pada gambar, dengan menggunakan labu penampung kecil seperti pada gambar. Dengan menggunakan labu penampung kecil sesuai instruksi asisten. Campuran yang akan didistilasi, disaring ke dalam labu distilasi, dipanaskan dan diaduk secara perlahan. Kenaikan temperatur dikontrol hingga mencapai 50oC, dimana campuran mulai mendidih.
Cairan terkondensasi pada ujung termometer, temperatur naik dengan cepat hingga 79oC dan stabil pada 81oC. Untuk memulai distilasi, 2ml distilat ditampung, kemudian pemanasan dihentikan beberapa saat untuk mengganti labu distilat yang baru.
Cairan yang ditampung pada labu kedua ini memiliki suhu antara 81-83oC. Pengamatan selanjutnya menunjukkan adanya penurunan drastis temperatur sistem hingga 70oC. Pada saat ini, pemanasan dihentikan sementara dan labu distilat diganti dengan yang baru. Pemanasan dilanjutkan hingga temperatur mencapai 123oC., yakni temperatur dimana suhu mulai stabil. Seperti pada tahap sebelumnya, 2ml tetesan pertama ditampung, sebelum mendapatkan distilat pada suhu 120-123oC (tabung 4).
Tabel 1. Hasil Fraksinasi Sampel
Tabung Kandungan
1 ~2ml untuk memulai distilasi
2. Fraksi 81-83oC
3. 82-123oC (2ml) untuk mengganti labu
4. Fraksi 120-123oC
5. >123oC residu distilat pada labu distilasi
Labu distilasi (berisi residu >123oC) didinginkan dan dipindahkan pada Erlenmeyer. Semua fraksi yang diperoleh diberi label dan disimpan hingga percobaan berikutnya.
Semarang, 10/10/2018
Meiny Suzery
Gambar 2-1. Contoh pembuatan catatan jenis teknik (lanjutan)
Halaman
Pekerjaan selesai dalam satu hari
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
13
2.3. Eksperimen Jenis Sintesis
Perhatian utama dalam percobaan jenis sintesis adalah penyediaan
produk kimia tertentu melalui serangkaian reaksi. Semua metoda
pemisahan yang telah dikenal di laboratorium, seperti distilasi,
rekristalisasi dan sebagainya, hanya digunakan sebagai pelengkap
pada percobaan jenis ini. Sintesis 1-bromobutana dapat digunakan
sebagai contoh eksperimen sintesis (gambar 2.2).
Beberapa catatan yang telah diberikan pada percobaan teknik berlaku
pula untuk percobaan jenis sintesis. Berikut diberikan beberapa
catatan tambahan untuk percobaan tipe ini,
Berikan judul yang jelas. "N-butilbromida", bukan judul yang
informatif. Apakah diisolasi dari bahan alam? Bila tidak, aspek apa
yang penting? "Sintesis 1-bromobutana", merupakan judul yang
baik.
Apakah kita melihat sesuatu yang sangat penting untuk reaksi
samping? Bila tidak, jangan ditulis panjang lebar
"Larutan 10 % natrium hidroksida untuk membilas" dan "kalsium
klorida anhidris sebagai zat pengering". Dalam percobaan ini, tidak
ada komponen yang dapat bereaksi dengan NaOH atau CaCl2.,
artinya keduanya bukan reaktan. Bila telah diketahui secara
umum, tidak perlu menulis fungsi dari kedua zat tersebut.
Bagaimanapun, angka yang menunjukkan kualitas zat, seperti 10 %,
perlu disertakan.
Dengan bekal teori-teori yang telah diperoleh pada pelajaran-
pelajaran dasar, hasil teoritis (bukan hasil percobaan) harus
dihitung dengan hati-hati. Beberapa catatan penting, misalnya
mengubah volume ke berat, konsep mol, konsep molaritas dan
normalitas, serta transformasi % ke jumlah mol (misalnya 10 ml
H2O2 3%, berapa mol?), harus dipahami benar sebelum melakukan
percobaan. Hati-hati, "persen hasil teoritis", didasarkan pada
14
ekivalensi jumlah reagen yang terkecil (dalam mol), diubah dalam
satuan volume atau berat bilamana diperlukan.
Dalam perhitungan, beberapa satuan penting ditulis, kadang-
kadang dapat membantu menemukan kesalahan perhitungan. .
Bila pada eksperimen-baru digunakan metoda atau prinsip yang
sama dengan percobaan sebelumnya, cukup ditulis "prinsip sama
dengan percobaan .... halaman ....". Jadi, tidak perlu mengulang
sesuatu yang sama !
Pada perhitungan sintesis, persen hasil diperoleh dengan cara
membagi berat hasil (atau satuan yang berhubungan) dengan berat
teori dikalikan 100 %. Sebagai contoh, dalam preparasi 1-
bromobutana, hasil teoritis 25,44g, sedangkan hasil percobaan
16,20g, maka
% hasil = (16,20g/25,44g) X 100 % = 63,6 %
Tidak perlu menulis terlalu panjang angka dibelakang koma, jika
saudara ragu sebaiknya ditanyakan pada ahli statistik.
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
15
9
MS-4
31 Oktober 2018
Sintesis 1-bromobutana
Senyawa 1-bromobutana disintesis dengan persamaan reaksi berikut ,
Beberapa reaksi samping yang mungkin terjadi,
Tabel : Beberapa tetapan fisik
Bahan BM gram mole Mp BP Kelarutan C4H9OH 74 37 0.05 0,810 -80 117 etanol, eter H2SO4 98 7ml 0,13 1,83 11 340 air, eter, dalam Etanol bereaksi
NaBr.2H20 138 6,8 0,068 - 51 - 89g dlam100ml air
C4H9Br 137 6,9 0,05 1,277 -112 102 etanol, eter
Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis
CH3CH2CH2CH2OH CH3CH2CH2CH2BrNaBr Na2SO4 H2O+ ++H2SO4
CH3CH2CH2CH2OH (CH3CH2CH2CH2)2O
CH3CH2CH CH2
CH3CH CHCH3
CH3CH2CH2CH2OH
CH3CH2CH2CH2OH
H2SO4
H2SO4
H2SO4(2)
(3)
(4)
16
10
Bagan/rencana kerja :
24,0 g NaBr + 25ml H2O + 17 ml 1-butanol
Didinginkan < 10oC + 20ml H2SO4 98% Refluks 30’ Didinginkan
Campuran reaksi
Dicuci dengan 25ml H2O Dicuci dengan H2SO4 98% Dicuci dengan 10% NaOH Pengeringan : MgSO4, Disaring
Larutan produk reaksi
Distilasi
Produk reaksi
Cara kerja :
Dengan pendingin es, dalam labu 250ml, dimasukkan 25,0 NaBr, 25ml air
dan 17,0 ml 1-butanol. Pada saat mencapai suhu 5oC, tetes demi tetes
H2SO4 (20ml, 98%) ditambahkan.
Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
17
11
Temperatur larutan naik ( ± 5oC) dan berwarna kuning.
Peralatan refluks dipasang, sesui dilengkapi dengan perangkap gas (gambar).
Sebelum refluks dimulai, dalam Erlenmeyer, 15ml H2SO4 didinginkan dengan
es.
Refluks reaksi dilakukan selama 30 menit, kemudian campuran didinginkan
hingga mencapaiu suhu kamar (dengan es). Terdapat dua lapisan dalam labu
reaksi, keduanya berwarna orange, diduga disebabakan dari warna brom.
Salah satu diantaranya adalah produk hasil reaksi.
Campuran reaksi didistilasi, fraksi di atas 100oC ditampung : pada mulanya
cairan putih (air + produk organik ?), disusul oleh cairan bening. Pemanasan
dihentikan, labu distilat diganti dengan « test tube » (dalam pendingin es).
Distilasi dilakukan kembali. Selanjutnya, melalui dinding tabung,
ditambahkan beberapa tetes air. Tidak ada lapisan yang terbentuk! Labu
distilasi ditempatkan kembali pada rangkaian alat dan distilasi dilanjutkan
selama 5 menit.
Semua isi labu hasil distilasi dipindahkan dalam Erlenmeyer labu pemisah
125ml, ditambahkan air (25ml) kedalamnya. Bagian atas adalah lapisan air,
sedangkan lapisan bawah adalah produk reaksi (larutan organik). Lapisan
bagian bawah disimpan !
Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)
Perlu Penekanan, tidak seperti yang diharapkan
Keadaan Khusus,
18
12
Campuran hasil reaksi dicuci dengan 15 ml H2SO4 98% dingin. Pada saat penambahan ini, campuran temperatur naik (eksoterm). Selanjutnya, campuran dibilas dengan 15ml larutan natrium hidroksida 10%, kemudian ditambahkan 5ml air. Fasa air ditest dengan lakmus merah. Kertas pH berubah menjadi warna biru : fasa organik tidak terasamkan.
Produk reaksi dipindahkan ke 50 ml Erlenmeyer dan selanjutnya ditambahkan magnesium sulfat dan disaring. Larutan beningv fasa organik ini ditutup dan disimpan.
31/10/2018
1/11/2018 (lanjutan)
Peralatan distilasi dipasang dan disusun seperti pada halaman ……
Campuran produk (pada saat akan dilanjutkan telah terbuka tutup
gabusnya) didistilasi. Larutan produk reaksi titik didih 100-103oC
ditampung.
Perhitungan dan hasil
Berat labu kosong = 20,2 g Berat labu dan larutan = 36,6 g Berat labu kosong = 20,2 g Berat produk = 16,2 g
% hasil = (16,2g/25,44g) x 100% = 63,6%
1/11/2018
Meiny Suzery
Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)
Pekerjaan dilanjutkan pada hari lain
BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN
19
2.4. Test Keberanian
Bila semua hal diatas telah dipahami benar, pada akhirnya, sebelum
dan sesudah melakukan percobaan, saudara harus berani bertanya
pada diri sendiri :
1. Sebelum masuk laboratorium : "Apakah saya dapat melakukan
percobaan tanpa melihat buku petunjuk?"
2. Setelah keluar dari laboratorium : "bila orang lain melakukan
eksperimen yang sama dengan kita, siapkah saudara
melakukan pekerjaan yang persis sama dengan hasil seperti
yang telah saudara laporkan?".
Bila kedua pertanyaan tersebut dijawab dengan mantap: "Ya!", hadiah
Nobel bisa saudara harapkan.
--------OOO--------
20
3
Metode Distilasi
Zat cair merupakan bahan homogen, yang memiliki volume tertentu
dan bentuknya tergantung pada tempat dimana zat cair ini berada.
Daya ikat antar molekul zat cair tidak sekuat zat padat yang dapat
membentuk kerangka kristal. Meskipun demikian, suatu cairan
memiliki suatu daya untuk menahan bahan ini bersifat seperti gas
karena volume (atau diperlihatkan dengan densitasnya) hampir tidak
dipengaruhi oleh perubahan temperatur atau tekanan (tabel 3.1).
Tabel 3.1 Pengaruh temperatur terhadap densitas
Senyawa T (°C) Densitas (g/ml)
n-Octana ,C18H18 (cair)
25 110
0,70 0,63 (10 % turun)
n-Butana, C4H10
(gas) 25 110
0,0024 0,0018 (25 % turun)
Air 4 80
1,00 0,97 (turun 3 %)
22
3.1. Konsep titik didih
Bila suatu cairan diletakkan dalam ruang tertutup maka akan terjadi suatu
keadaan dimana sebagian molekul masuk ke dalam fasa uap, dan juga,
molekul-molekul fasa uap akan masuk kembali ke dalam fasa cair. Pada
suatu saat, kesetimbangan fasa terjadi, dimana molekul-molekul keluar dan
masuk kembali ke fasa cair memiliki kecepatan sama.
Molekul-molekul yang berada dalam keadaan uap memiliki suatu
tekanan, disebut sebagai tekanan uap. Tekanan uap suatu zat cairan
tergantung pada temperatur, dan nilai ini tetap pada suhu tertentu.
Gambar 3-1 Hubungan antara tekanan uap (skala log) dengan
temperatur untuk (A) benzena, (B) air dan (C) bromobenzena
uap
cairan
BAB 3 : METODE DISTILASI
23
Jika temperatur zat cair dinaikkan hingga pada suatu keadaan dimana
tekanan uap melebihi tekanan udara luar maka akan terlihat
permukaan zat cair mulai mendidih. Titik didih suatu zat dapat
didefinisikan sebagai temperatur dimana tekanan uap cairan sama
dengan tekanan udara luar. Jika tekanan udara diturunkan, suhu yang
diperlukan untuk menyamakan tekanan uap dengan tekanan udara
luar akan turun pula. Harga titik didih lebih peka terhadap perubahan
tekanan udara dari pada titik leleh. Pada umumnya, titik didih zat cair
akan turun sekitar 0,5°C dengan penurunan tekanan 10mmHg. Atas
dasar konsep ini, jika titik didih hendak digunakan sebagai kriteria
identifikasi, maka dalam melaporkannya, harus disertakan
tekanan udara saat analisisnya.
Aluran log tekanan uap dari zat cair dan titik didihnya merupakan
suatu garis lurus (gambar 3-1). Grafik seperti ini sangat berguna dalam
memperkirakan harga titik didih suatu zat cair pada sembarang
tekanan. Suatu contoh, bromobenzene akan mendidih pada suhu 70°C
untuk tekanan 40 mmHg, sementara pada tekanan atmosfer
(760mmHg) mendidih pada 165°C. Fenomena perubahan seperti ini
merupakan dasar dari distilasi vakum (sub bab 3.6).
Senyawa-senyawa dari suatu golongan tertentu, seperti pada
hidrokarbon, menunjukkan suatu hubungan spesifik antara titik didih
(atau tekanan uap) dengan berat molekulnya. Semakin besar molekul
maka semakin besar pula energi kinetik yang diperlukan untuk
melemparkan molekul-molekul ini keluar dari fasa cair menuju fasa
uapnya. Akibatnya, semakin berat suatu molekul maka titik didihnya
akan lebih besar (gambar 3-2)
24
Gambar 3-2 Hubungan jumlah atom karbon (pada alkana) dengan titik didih
3.2. Distilasi Zat Cair Murni
Distilasi adalah suatu proses pemurnian senyawa organik cair, yakni
suatu proses yang didahului dengan penguapan cairan (dengan
memanaskannya), kemudian mengembunkan uap yang terbentuk
sehingga mencair kembali.
Selanjutnya, cairan ini ditampung dalam suatu wadah yang telah
disiapkan. Grafik antara suhu distilasi dan jumlah distilate yang
diperoleh merupakan garis lurus (gambar 3.3)
Gambar 3.3 Grafik distilat zat murni
Td(°C)
Volume distilat
BAB 3 : METODE DISTILASI
25
3.3. Distilasi Campuran Zat Cair
Dalam suatu sistem campuran yang mengandung dua atau lebih
komponen, jumlah tekanan uap total merupakan fungsi dari tekanan
uap dan fraksi mol masing-masing komponen pembentuknya.
Hubungan ini dituliskan dalam hukum Roult,
P = PA NA + PB NB + PC NC + ... (1)
Jika suatu larutan mengandung dua komponen A dan B, titik didih
akan berlangsung bila jumlah PANA + PBNB sama dengan tekanan udara
luar (Patm),
P = PANA + PBNB = Patm (2)
Andaikan satu diantara komponen pembentuk larutan ini memiliki
tekanan uap yang lebih tinggi maka uap dari sistem akan kaya dengan
kompnen yang lebih volatil (mudah menguap). Meski demikian,
peralatan distilasi biasa tidak dapat memisahkan campuran seperti ini
mengingat kedua komponen terdapat dalam fasa uap bersama-sama.
Bila perbedaan tekanan uap ini sangat besar, dan PBNB bisa diabaikan
(terlalu kecil dibanding dengan PANA), maka persamaan terakhir akan
menjadi,
P = PA NA = Patm. (3)
Keadaan terakhir ini dapat diaplikasikan pada campuran tersuspensi
dimana bagian padatan yang tidak mudah menguap memilki harga PB=
0.
3.4. Distilasi terfraksi
Bila tekanan uap masing-masing komponen pembentuk suatu
campuran saling berdekatan, pemisahan dengan menggunakan
distilasi sederhana tidak dapat memberi hasil yang baik. Untuk
memisahkan komponen seperti ini dapat digunakan distilasi terfraksi
(bertingkat)
26
Anggap suatu campuran mengandung dua komponen cair yang berada
dalam keadaan "hampir setimbang" dengan keadaan uapnya : uap
akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap.
Bila uap ini diembunkan dan diasingkan dari sistem maka suatu
"sistem kesetimbangan baru cair-uap" akan terjadi. Sistem ini akan
mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap. Beberapa
seri kesetimbangan penguapan-pengembunan dapat dibayangkan,
sehingga pada akhir proses distilasi akan dihasilkan suatu cairan yang
mengandung komponen yang mudah menguap dalam keadaan murni.
Gambar 3-4. Kolom untuk distilasi terfraksi:
A. kolom "Buble plate", B. Kolom kontinyu
Pemurnian zat cair seperti ini dijalankan dengan meng-gunakan
berbagai jenis kolom distilasi. Gambar 3.4 menunjukkan dua macam
kolom fraksinasi yang mudah didapatkan di bahan alam,
A : kolom terisolasi, dimana uap yang dihasilkan masuk ke
kesetimbangan baru pada proses berikutnya, B : kolom
termampatkan, dimana proses kesetimbangan uap cairan terjadi
secara kontinu.
Efisiensi pemisahan dengan kolom distilasi dinyatakan dengan
bilangan plat teori, yakni suatu bilangan yang menunjukkan
BAB 3 : METODE DISTILASI
27
banyaknya "kesetimbangan" uap-cair dalam suatu seri distilasi.
Sebagai contoh, kolom distilasi pada gambar 3-4 A memiliki empat plat
teori.
Gambar 3-5 merupakan kurva komposisi uap-cair dari sebuah
campuran yang mengandung dua komponen, X dan Y. Kurva "cair"
menunjukkan komposisi dengan titik didih cairan dengan komposisi X
dan Y. Garis horisontal yang ditarik dari titik "cair" ke bagian "uap"
merupakan titik kesetimbangan komposisi X dan Y pada fasa uap. Jadi,
suatu cairan yang semula memiliki komposisi 0,75 komponen A
(komponen B = 0,25), pada keadaan uapnya akan memiliki komposisi
0,45 komponen A. Suatu kolom distilasi, yang mengubah komposisi B
dari 0,25 menjadi 0,55, memiliki satu plat teori. Bila uap didinginkan,
suatu komposisi baru cairan akan diperoleh (ditunjukkan dengan titik
A). Komposisi uap dari campuran baru ini ditunjukkan oleh titik B,
dengan komposisi 0,82 mole fraksi Y. Distilasi yang menghasilkan titik
B ini memiliki dua plat teori.
Gambar 3-5 Kurva komposisi uap-cair untuk komponen X dan Y
28
Gambar 3-6 menunjukkan contoh kurva distilasi (temperatur Vs.
volume distilate) dari dua komponen cair. Grafik A merupakan kurva
"pemisahan ideal", grafik B adalah kurva karakteristik distilasi
sederhana dimana pemisahan dua komponen cair tidak begitu
sempurna.
Gambar 3-6. (A) Kurva distilasi ideal. (B) Kurva dengan distilasi sederhana
(C) Kurva dengan kolom fraksinasi
Keberhasilan pemisahan dengan distilasi dari
dua cairan bergantung pada beberapa hal,
seperti
1. Perbedaan tekanan uap, sesuai dengan
persamaan (2) dan (3).
2. Perbedaan kalor penguapan antara dua
komponen yang akan dipisahkan . Aseton,
titik didih 65° C, Huap = 7,22 kkal/mol,
dapat dipisahkan dari air, titik didih
100°C, Huap = 9,72 kkal/mol.
Bagaimanapun campuran zat cair,
benzena-toluena, yang memiliki
perbedaan titik didih cukup besar, sangat
sulit dipisahkan. Benzena memiliki titik
didih 80°C, Huap = 7,35
kkal/mol,sedangkan toluena, titik didih
110°C, Huap = 7,35 kkal/mol.
3. Banyaknya plat teori dari kolom distilasi.
4. Cara menggunakan kolom distilasi. Bila
distilasi dilakukan terlalu cepat,
kesetimbagan sistem uap-cair tidak
berlangsung dengan baik. Akibatnya,
pemisahan komponen tidak akan berjalan
sempurna.
BAB 3 : METODE DISTILASI
29
Grafik C merupakan kurva pemisahan komponen dengan distilasi
terfraksi. Dilihat dari kurva terakhir ini, selama komponen pertama
belum keluar seluruhnya, temperatur sistem akan konstant, dan
kemudian akan naik tajam bila komponen ini telah sempurna
tertampung dalam labu distilat. Selanjutnya, temperatur akan konstant
kembali hingga komponen kedua terdistilasi. Pada umumnya, selama
suatu komponen terdistilasi fluktuasi temperatur sistem sangat kecil,
kira-kira 3°C.
3.5. Distilasi Uap
Jika dua larutan yang tidak saling campur ditempatkan dalam suatu
wadah, maka jumlah tekanan uap sistem sama dengan jumlah tekanan
uap dari masing-masing komponen pembentuknya. Campuran ini akan
mendidih pada suhu lebih rendah daripada titik didih kedua
komponen. Hasil distilasi akan memiliki komposisi yang tetap selama
kedua fasa cair ada di dalam labu distilasi. Hal ini wajar mengingat
tekanan total tidak bergantung pada banyaknya bahan yang ada,
apakah murni atau bercampur dengan bahan yang tidak saling
campur,
Ptotal = PoA + PoB
Tabel 3-2 Pengaruh uap air terhadap titik didih senyawa organik
Senyawa Td (°C) Distlasi uap
Td (°C) % H2O
n-octana, C8H18 125 89,4 -
n-Dibutil eter,
C4H9-O-C4H9 143 92,9 33
n-Oktil alkohol,
C8H17OH
195 99,4 90
30
Proses distilasi larutan dengan menggunakan sistem yang tidak saling
larut disebut distilasi uap, dimana salah satu komponen yang
digunakan adalah air. Air adalah komponen yang penting dan sering
digunakan mengingat banyak senyawaan organik tidak larut dalam
air. Dengan mengalirkan uap air (komponen pertama) ke dalam labu
campuran yang mengandung senyawa organik (komponen kedua,
ketiga, dst..) akan keluar di bawah titik didih air (tabel 3-2).
3.6. Distilasi Vakum
Gambar 3-7 Perubahan titik didih terhadap tekanan luar berbeda
BAB 3 : METODE DISTILASI
31
Telah diuraikan sebelumnya bahwa titik didih suatu cairan (tekanan
sistem) akan berkurang bila tekanan luar (atmosfer) diturunkan.
Grafik 3-7 dapat memperkirakan secara kasar harga titik didih suatu
cairan, pada berbagai tekanan uap. Suatu contoh, senyawa yang
memiliki titik didih 195°C pada tekanan normal (Patm = 760mmHg)
akan mendidih pada temperatur 95°C di bawah tekanan luar 25mmHg.
Grafik seperti ini sangat penting dikuasai sebelum memilih sistem
distilasi, apakah perlu vakum atau tidak. Sebagai contoh, apakah
saudara dapat menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan
eter ? Sebagai catatan, sistem vakum dengan aspirator (gambar 1-15)
memiliki tekanan sekitar 15mmHg, sedangkan pompa vakum dapat
mencapai 0,5mmHg. Hati-hati memilih sistem vakum!
3.7. Distilasi Azeotropik Campuran larutan dengan titik didih konstant disebut azeotropik,
dapat dibentuk oleh pasangan-pasangan zat cair yang saling
melarutkan. Tabel 3-3 merupakan contoh pasangan senyawa yang
dapat membentuk azeotrop.
Tabel 3-3 Beberapa pasangan azeotrop
Azeotrop Titik didih (°C) Komposisi
Etil alkohol - air 78,17 4,0 % air
Asam klorida - air 108,6 20,2 % HCl
Metanol - CCl4 55,7 79,4 % CCl4
Untuk komponen-komponen yang saling melarutkan, kebanyakan
azeotrop memiliki titik didih lebih kecil daripada titik didih masing-
masing komponen pembentuknya. Meski demikian, kadang-kadang
32
dijumpai pasangan, seperti air-asam klorida, memiliki azeotrop
dengan titik didih lebih tinggi dari pada titik didih kedua bahan ini.
Diasumsikan, komponen A dengan titik didih 75°C, dan komponen B
dengan titik didih 100°C, membentuk azeotrop dengan titik didih 60°C
yang mengandung 50% mol A. Kurva distilasi antara satu mol
komponen A dan dua mol komponen B akan menghasilkan kurva
yang ditunjukkan pada gambar 3-8. Garis horisontal pertama akan
selesai pada saat komponen A hilang membentuk azeotrop A+B.
Pemanasan selanjutnya akan membebaskan satu mol kelebihan
komponen B.
Gambar 3-8 Kurva distilasi campuran yang membentuk azeotrop
----------- OOOO ---------
BAB 3 : METODE DISTILASI
33
Eksperiment 3-a Penentuan titik didih.
Bila cairan yang akan ditentukan titik didihnya terlalu sedikit sehingga
tidak memungkinkan ditentukan dengan distilasi, peralatan semimikro
dapat digunakan.
Sediakan pipa kaca 20cm (berdiameter 5mm), panaskan bagian
tengahnya dengan Bunzen sambil diputar. Setelah panas, tarik pipa ini
hingga didapatkan pipa pipih, kapiler, dan "tabung reaksi" setelah
bagian ujungnya ditutup. Simpan bagian kapiler dan tabung reaksi
buatan sendiri ini setelah dingin (gambar 3-9).
Gambar 3-9. Pembuatan tabung titik didih
Potong bagian kapiler sekitar 5cm, panaskan bagian tengahnya dengan
mikro-bunzen hingga menyatu. Kedua ujungnya dibiarkan terbuka.
34
Gambar 3-10 Peralatan analisis titik didih
dalam skala kecil
Tambahkan 2-5 tetes cairan yang akan ditentukan
titik lelehnya dalam "tabung reaksi", masukkan
kapiler yang telah dibuat dalam cairan ini hingga
separuhnya terendam. Tutup bagian atas tabung
dengan kapas dan selanjutnya, ikat tabung ini dengan
termometer (gambar 3-10).
Celupkan dasar tabung (dan termometer) ke dalam
pemanas parafin, panaskan hingga cairan yang
dianalisis mulai mendidih. Pindahkan pemanas, catat
temperatur pada saat gelembung-didih mulai
berhenti. Temperatur ini merupakan harga titik
didih cairan yang dianalisis. Perhatikan, kapiler
akan terisi dengan cairan yang terembunkan.
Penentuan Titik didih senyawa-X
Dapatkan dari asisten senyawa-X ( 1ml) dari golongan alkohol.
Analisis titik didihnya, selanjutnya, usulkan nama alkohol tersebut.
BAB 3 : METODE DISTILASI
35
Eksperimen 3-b Distilasi Cairan Murni
Rangkai peralatan distilasi sederhana seperti ditunjukkan pada
gambar 3-11, atau sesuaikan bila alat yang tersedia sedikit berbeda.
Peralatan distilasi ini merupakan metode pemisahan paling sering
digunakan di laboratorium obat tradisional; pahami benar aspek-
aspeknya !
Gambar 3-11. Peralatan distilasi sederhana
Karet penyambung
Bila karet penyambung (E) digunakan dalam rangkaian alat, lunakkan
terlebih dahulu, dengan cara mengulirnya, agar mudah masuk ke ujung
bagian gelas yang fragil. Disamping itu, penguliran ini bertujuan pula
menjaga kebocoran uap atau cairan.
Klem
Klem, merupakan pengikat peralatan agar aman. Labu distilasi (A) dan
kondensor (pendingin, C) harus diklem. Adapter (D) tidak perlu diklem
bila karet penyambung benar-benar telah terikat kuat. Tinggi
Labu distilasi (A) Kondensor (C)
Adapter (D)
Labu distilat (G)
Kasa asbes (F)
Air masuk
Air keluar
Bunzen (E)
Termometer (B)
36
rangkaian alat harus disesuaikan agar cairan tertampung pada labu
distilate (G) yang diletakkan di atas meja.
Penampung (labu distilat) dapat pula ditopang dengan "ring" atau
penyangga lainnya. Pada keadaan ini, labu distilat yang harus
menyesuaikan tinggi-rendahnya rangkaian alat distilasi.
Termometer
Bagian raksa dari termometer (B) diusahakan ditempatkan sejajar
dengan bagian ujung kondensor (C) dengan harapan agar temperatur
yang terbaca merupakan suhu uap sistem.
Kasa asbes
Dengan menggunakan "ring-klem" atau kaki tiga, kasa asbes (F) harus
ditempatkan 1-2 cm dari bagian bawah labu distilasi (A). Kasa ini
sangat penting bila pemanasan dilakukan dengan api, panas yang
dihasilkan akan lebih terdistribusi merata dan mudah mengontrolnya.
Sumber panas ini dapat diganti dengan pemanas air atau cairan lain
yang tidak mudah menguap (misalnya parafin), atau pemanas elektrik
("heating mantle").
Batu didih
Sebuah cairan yang akan menguap, akan melalui suatu tahapan kritis
di sekitar titik didih, sebelum gelembung pertama terlihat pada sistem.
Bila gelembung udara ini muncul, dua hal mungkin terjadi,
1. gelembung akan pecah, bila lebih kecil daripada ukuran minimum,
disebabkan adanya tegangan permukaan dari cairan
2. gelembung menjadi lebih besar, yang pada akhirnya akan
meninggalkan cairan, bila gelembung ini melebihi ukuran kritisnya.
Suatu cairan, yang bebas dari pengotor atau gas terlarut, dipanaskan
secara perlahan, secara tidak sengaja dapat terjadi dimana temperatur
BAB 3 : METODE DISTILASI
37
sistem dapat melewati titik didihnya. Keadaan lewat panas ("super
heating") ini dapat terjadi mengingat untuk menghasilkan gelembung
dibutuhkan energi (panas). Selanjutnya, bila gelembung ini telah
terbentuk, boleh jadi, suatu "loncatan cairan" secara tiba-tiba dapat
terjadi, melewati kolom vigrous dan langsung ke penampung. Problem
ini dikenal dengan "bumping", dapat diatasi dengan penambahan batu
didih, suatu material berpori yang ditempatlkan pada cairan yang akan
didistilasi. Lubang pori pada batu didih berfungsi sebagai tempat
pembentukan gelembung. Udara dalam pori akan diganti oleh uap dari
cairan yang dipanskan. Adanya gelembung-gelembung yang
terbebaskan secara teratur ini menyebakan temperatur sistem hanya
sedikit lebih tinggi daripada titik didihnya, keadaan lewat panas yang
berlebihan dapat diatasi. Perlu dicatat, bila proses distilasi telah
dihentikan, dan kemudian akan dilanjutkan kembali, penggunaan batu
didih baru perlu dilakukan agar kemungkinan adanya uap yang telah
terkondensasi, menyumbat pori, dapat dihindari.
Kondensor
Atur benar aliran air yang masuk dalam kondensor, tidak perlu terlalu
keras. Tujuan utama dari aliran ini hanyalah sebagai transfer panas.
Bila dibutuhkan kondensasi yang lebih dingin, kondensor yang lebih
efisisien, misalnya dengan mengalirkan etanol dingin, dapat
digunakan.
Eksperimen distilasi sederhana
Tuangkan 25 ml benzena ke dalam labu distilasi 40 ml dengan
menggunakan corong panjang, dan tambahkan 1 atau 2 butir batu
didih. Rangkai peralatan, labu distilasi yang dilengkapi dengan
termometer dan kondensor, seperti gambar 3-10. Panaskan secara
perlahan labu dengan api kecil, dan atur hingga tetesan distilate
memiliki kecepatan konstant, satu tetes tiap detik. Selama proses
distilasi berlangsung, buat aluran grafik temperatur terhadap volume
distilate. Lakukan proses ini hingga tertinggal sedikit benzena dalam
labu.
38
Alternatif pemisahan dengan menggunakan perlengkapan standart distilasi ("joint
equipment")
Gambar 3-12. Peralatan distilasi dengan Joint
usun peralatan distilasi seperti pada gambar 3-12,
perhatikan benar posisi klem!
Setiap ujung "joint" harus diberi paselin sebelum
digunakan untuk menghindari kebocoran, disamping
memudahkan membukanya.
Gunakan labu 100 ml. Hati-hati, jangan menekan atau menaikkan labu
distilasi sembarangan sebab joint kondensor mudah retak. Perhatikan
pula sirkulasi kondensor sebelum memulai distilasi.
Masukkan, dengan corong, 25 ml benzena dalam labu distilasi,
tambahkan 2 butir batu didih dan rangkai alat distilasi (minta pada
assisten untuk mengeceknya).
Gunakan pemanas "heating mantle" agar tetesan distilate dapat diatur
dengan baik (1 tetesan tiap detik). Buat aluran grafik antara
temperatur dengan volume distilat; bandingkan data yang diperoleh
dengan data percobaan distilasi sebelumnya. Teruskan distilasi hingga
pada labu distilasi tinggal sekitar 1 ml larutan.
BAB 3 : METODE DISTILASI
39
Experimen 3-c Distilasi bertingkat
Gambar 3-13. distilasi bertingkat
Masukkan dalam kolom distilasi
(gambar 3-13) pecahan gelas
berdiameter antara 5-8 ml atau material
lainnya untuk pengisi kolom.
Penggunaan vigrous dengan HETP yang
memadai dapat pula digunakan.
Masukkan 25 ml benzena, 75 ml toluena
dan 2-3 batu didih dalam labu distilasi
200 ml. Rangkai alat ini dengan
kondensor dan peralatan lainnya seperti
pada distilasi biasa. Panaskan labu, atur
agar tetesan memiliki kecepatan konstan,
satu tetes tiap detik.
Selama proses berlangsung, alurkan grafik temperatur terhadap
volume destilat, hentikan jika telah diperoleh 60 ml distilate. Bila
proses distilasi sulit berlangsung, tutup bagian kolom dengan
aluminium foil.
40
Eksperimen 3-d
Distilasi uap : Minyak atsiri dari Jeruk
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri, yakni suatu monoterpen yang
mengandung 10 atom karbon. Minyak jeruk mengandung sekitar 97 %
limonen.
Potong sampel kulit jeruk menjadi potongan kecil berukuran sekitar
1cm persegi. Masukkan potongan kulit jeruk ini ke dalam labu didih
250 ml, lalu tambahkan 100 ml air. Pasang peralatan sistem distilasi
uap (gambar 3-14).
Gambar 3-14. Peralatan sistem distilasi uap
Lakukan distilasi uap terhadap kulit jeruk sampai didapatkan distilate
sebanyak 50ml. Aduk labu penampung (labu distilate) dan amati
tetesan limonen di atas air. Pindahkan distilate ke dalam corong pisah,
bilas labu ini denngan 20 ml eter, lalu tambahkan larutan eter ini ke
dalam corong pisah. Kocok dengan sempurna, pisahkan, dan buang
fraksi air. Fasa organik dikeringkan dengan natrium sulfat. Dekantasi
bahan pengering, kemudian ambil bagian eter dan masukkan ke dalam
labu distilate untuk diuapkan pelarutnya. Catat bau dan berat hasil
yang diperoleh. Bila memungkinkan, analisis minyak ini dengan
refraktometer dan gas kromatografi.
BAB 3 : METODE DISTILASI
41
Eksperimen 3-e Distilasi Vacum : Pemurnian Eugenol dari Minyak Cengkeh
Minyak daun cengkeh mengandung eugenol (sekitar 75%),
yang merupakan senyawa fenolik. Pemisahan secara kimiawi
eugenol dari minyak atsiri lain didasrkan adanya kenyataan
bahwa gugusan fenol bersifat asam, sedangkan komponen lain
bersifat netral
Masukkan 100 g minyak cengkeh komersial ke dalam beker glass
berkapasitas 500 ml), tambahkan 100 ml larutan NaOH 4N sambil
diaduk dengan magnetik stirer.
Selama penambahan akan terjadi kenaikan temperatur. Setelah dingin,
bagian bawah yang mengandung eugenolate dipisahkan dari bagian
atas yang mengandung komponen-komponen non fenolik. Larutan
yang mengandung eugenolat ditambah dengan HCl 25 % hingga pH 3.
Larutan diekstrak dengan 2 x 25 ml petroleum eter. Lapisan organik
dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, lalu disaring. Petroleum eter
diuapkan dengan rotary evaporator.
42
Siapkan dan rangkai peralatan
distilasi vakum (gambar 3-15).
Sumber vakum disesuaikan
dengan peralatan yang
terdapat di laboratorium,
misalnya pengisap Buchi atau
aspirator. Pada umumnya,
kedua sumber vakum ini
memiliki tekanan sekitar 10
mmHg
Gambar 3-15. Peralatan distilasi vakum
Bila telah siap, murnikan eugenol hasil isolasi dengan distilasi vakum
(pengurangan tekanan). Masukkan minyak dalam labu didih, jalankan
vakum dan panaskan labu. Fraksi dengan titik didih 130,5°C/10
mmHg, yang merupakan fraksi eugenol, ditampung. Bila
memungkinkan, analisis komponen ini dengan refraktometer,
inframerah, ultraviolet dan gas kromatografi.
(Pertanyaan : dengan menggunakan grafik 3-7, berapa titik didih
eugenol pada tekanan 760 mmHg?)
BAB 3 : METODE DISTILASI
43
Eksperimen 3-f Distilasi Vacum : Cara menggunakan rotary evaporator
Gambar 3-16 Peralatan Rotary evaporator
Pekerjaan menguapkan pelarut yang mudah
menguap dari campuran hasil ekstraksi
bahan alam atau hasil reaksi dapat dilakukan
secara cepat dengan menggunakan Rotary
evaporator » (Gambar 3-16). Peralatan ini
dilengkapi dengan suatu motor (B) sebagai
pengganti batu didih atau pengaduk, pengatur
suhu elektrik, pengatur yang dapat
menaikkan atau menurunkan peralatan dari
pemanas, penampung hasil distilasi pelarut
(D) dan kondensor (C) yang terhubung
dengan sistem vakum (pompa atau aspirator,
E).
Peringatan : pada saat selesai, jangan sekali-kali mematikan pompa
vakum atau air dari aspirator sebelum sistem kontak dengan udara
luar karena air atau oli pompa dapat masuk ke larutan saudara !
Keadaan ini dapat dihindari dengan cara mencopot selang yang
kontak dengan vakum atau memutar kran dengan tiga lubang agar
semua sistem kontak dengan udara luar.
Percobaan yang dapat dilakukan . Timbang masing-masing 25gr
bahan alam yang saudara pilih sendiri, kemudian masing-masing
diekstraksi (sokshlet atau perendaman) dengan 100ml pelarut etanol,
etil asetat, diklorometana dan heksana. Pisahkan larutan dari sisa
bahan alam, kemudian bagian larutan dievaporasi dengan « rotary
44
evaporator » . Catat tekanan yang digunakan untuk evaporasi
masing-masing pelarut tersebut serta temperatur saat pelarut tersebut
menetes. Teruskan evaporasi ini hingga dihasilkan crude. Timbang
banyaknya crude yang dihasilkan dan usulkan mana pelarut yang
akan menghasilkan ekstrak terbanyak ?
4
Metode Kristalisasi dan
Sublimasi
Seringkali senyawa padat yang kita inginkan masih tercampur dengan
zat padat lain, oleh karena itu untuk mendapatkan zat padat tersebut
perlu dimurikan terlebih dahulu. Dua cara yang sering digunakan adalah
metode kristalisasi dan sublimasi. Prinsip dasar dari kedua metode ini
sangat berbeda, yang pertama berdasarkan perbedaan kelarutan antara
zat yang diinginkan dengan zat-zat pengotor, sedangkan yang kedua
didasarkan pada perbedaan tekanan uap dari dua senyawa organik yang
hendak dipisahkan.
46
4.1. Kristalisasi
A. Prinsip dasar
Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu, tidak saja dipengaruhi oleh
struktur kimianya, tetapi juga oleh temperatur. Pada beberapa
senyawa organik, kelarutan ini akan naik dengan bertambahnya
temperatur (tabel 4.1). Keadaan ini merupakan suatu fonema penting
bagi ahli bahan alam, mengingat dapat dijadikan dasar guna
memurnikan padatan dengan metode kristalisasi.
Tabel 4.1 Pengaruh kelarutan terhadap temperatur
Senyawa Pelarut Temperatur (°C) Kelarutan (g/100ml)
Asam suksinat air 20
100 7
121
Kolesterol etanol 17 78
1 11
Bila padatan dilarutkan dalam pelarut panas dan selanjutnya
didinginkan secara perlahan, maka, pada suatu saat, tingkat kejenuhan
akan tercapai. Pendinginan perlahan larutan ini akan menghasilkan
suatu padatan, dan pada kondisi ini, proses kristalisasi berlangsung.
Jika suatu senyawa organik tercampur dengan beberapa komponen
(padatan) lain, pemisahan yang khas dapat dilangsungkan dengan
memilih pelarut yang tepat. Zat pengotor yang tidak larut dalam
pelarut dapat dipisahkan dengan penyaringan panas. Pendinginan
larutan, atau penguapan pelarut hingga mencapai tingkat kejenuhan
(ditandai dengan kekeruhan) akan menghasilkan kristal murni.
Kadangkala kristal yang terkontaminasi dengan zat warna dapat
dihilangkan melalui penambahan adsorben carbon aktif pada keadaan
panas. Zat warna yang telah teradsorpsi dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Selanjutnya, pendinginan terhadap larutan ini akan
menghasilkan senyawa (padatan) yang telah terbebas dari warna.
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
47
Adalah tidak umum, mendinginkan sistem larutan hingga melewati
titik kejenuhan : proses pembentukan inti kristal akan terhambat.
Untuk mengatasi hal ini, seringkali penambahan kristal sejenis dapat
digunakan untuk "memancing" pembentukan kristal, atau, bila kristal-
referensi ini tidak ada, dapat digunakan pecahan kaca yang
ditempatkan di permukaan larutan. Melalui cara ini pembentukan inti
kristal dapat berlangsung.
Berikut diberikan beberapa catatan mengenai cara memilih pelarut
yang tepat untuk kristalisasi,
a. Zat yang akan dimurnikan harus lebih larut pada larutan panas
daripada larutan dingin.
b. Komponen pengotor harus jauh kurang larut atau sangat larut
dalam pelarut yang digunakan, atau, untuk zat warna, pengotor ini
dapat dihilangkan dengan penambahan carbon aktif.
c. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah.
Disamping itu, titik didih pelarut hendaknya lebih rendah
daripada titik didih padatan yang dilarutkan (direkristalisasi)
agar zat tersebut tidak terurai pada saat penguapan.
d. Pelarut yang digunakan harus inert, artinya tidak beraksi dengan
zat yang akan dimurnikan
Dalam pemilihan pelarut, masalah harga, sifat toksik dan mudah
tidaknya terbakar perlu pula mendapat perhatian.
Kadang-kadang, pelarut yang paling efisien untuk kristalisasi
merupakan suatu campuran (dari) dua cairan. Pelarut seperti ini
digunakan untuk padatan yang sangat larut pada pelarut pertama
tetapi tidak larut pada pelarut kedua. Metode ini merupakan bentuk
lain dari metode kristalisasi yang telah diuraikan di atas. Sampel
(padatan yang akan dimurnikan), dilarutkan dalam keadaan panas
dengan pelarut pertama, kemudian ditambahkan tetes demi tetes
pelarut kedua (panas) hingga campuran memperlihatkan kekeruhan.
Sedikit pelarut pertama ditambahkan hingga larutan menjadi jernih
48
kembali. Pendinginan lambat campuran ini akan menghasilkan kristal
murni. Beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan adalah air-
metanol, air-etanol, benzena-petroleum eter, etil asetat-etanol dan air-
aseton.
B Kristalisasi terfraksi
Metode kristalisasi yang telah diuraikan di atas, hanya dapat
diaplikasikan pada campuran zat padat dengan tingkat kepolaran yang
jauh berbeda. Bagaimanapun, proses kristalisasi seperti ini tidak dapat
digunakan untuk pemisahan campuran dengan polaritas berdekatan.
Untuk keperluan ini, metode kristalisasi terfraksi (bertingkat) dapat
digunakan.
Suatu contoh, senyawa A akan dibebaskan dari kontaminan B. Dipilih
pelarut dimana B lebih larut daripada komponen A, dan ini digunakan
sebagai proses kristalisasi pertama. Dari tahap ini, baik komponen A
maupun B masih terdapat bersama dalam endapan, meskipun
kuantitas pengotor B telah berkurang. Selanjutnya, endapan ini
dilarutkan kembali dengan pelarut yang sama dan disaring. Endapan
dilarutkan dan disaring dilakukan berulang kali hingga endapan hanya
akan mengandung komponen A murni.
4.2. Sublimasi
Proses sublimasi adalah suatu proses perubahan dari fasa uap
menjadi padat atau sebaliknya, dari fasa padat menjadi gas, yang
disebabkan karena pengaruh temperatur dan/atau tekanan udara di
atasnya. Diagram pada gambar 4-1 dapat digunakan untuk
mempelajari proses sublimasi.
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
49
Gambar 4-1. Hubungan perubahan fasa padat, cair dan gas, fungsi dari
temperatur dan tekanan
Pada titik O (titik triple), zat berada dalam keadaan setimbang anatara
fasa padat, cair dan gas. Garis OA adalah garis kesetimbangan fasa
padat dan uap, OB adalah garis kesetimbangan fasa uap-cair. Proses
sublimasi dapat berlangsung pada temperatur TO dan tekanan PO.
Apabila Po sama dengan tekanan atmosfer (luar), maka senyawa padat
tersebut (pada tekanan luar dapat mengadakan sublimasi. Untuk
senyawa padat yang memiliki harga Po lebih kecil daripada tekanan
kamar, maka senyawa tersebut dapat disublimasi dengan menurunkan
tekanan alat sampai di bawah tekanan Po. Untuk setiap senyawa padat
mempunyai tekanan Po yang berbeda. Berdasarkan perbedaan Po dan
To untuk setiap senyawa padat, maka senyawa padat dapat
dimurnikan dengan jalan sublimasi. Gambar 4-2 merupakan bagan
beberapa alat sublimasi.
50
Gambar 4-2 Beberapa tipe peralatan sublimasi.
Dengan memperhatikan diagram fasa dan bagan peralatan sublimasi,
proses sublimasi dapat dijelaskan. Senyawa padat, bila dipanaskan
akan menyublim langsung, terjadi perubahan dari fasa padat menjadi
gas tanpa melalui fasa cair. Tekanan atmosfer (luar) dapat diturunkan
dengan cara memompa udara keluar. Kemudian, gas ini bila
didinginkan akan langsung berubah menjadi padat kembali. Senyawa
padatan yang menempel pada dinding "kondensor" (hasil sublimasi)
akan lebih murni daripada senyawaan padatan semula karena pada
waktu dipanaskan, hanya senyawa ini yang menyublim (pengotor
tertinggal di dasar tabung).
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
51
Eksperimen 4-a :
Penyaringan
Bila anda membutuhkan produk cair yang larut dalam pelarut panas,
sedangkan pengotor tidak larut, pemisahan kedua zat padat ini dapat
dilakukan dengan penyaringan biasa, didasrkan pada gaya grafitasi.
Beberapa peralatan, seperti corong yang ditempatkan pada penyangga
(ring), kertas saring, dan Erlenmeyer, harus benar-benar dalam
keadaan bersih sehingga tidak mendatangkan problem lain dalam
pemisahan. Bagaimana agar penyaringan ini berhasil?
1. Besar kertas saring harus disesuaikan dengan corong yang akan
digunakan. Lipat kertas saring menjadi dua bagian, kemudian lipat
untuk keduakalinya. Buka lipatan ini dan gulung seperti gambar
4-3.
2. Pilih sendiri corong yang akan anda gunakan. Tangkai yang terlalu
panjang dapat menyebabkan tersumbatnya tangkai corong
akibat kondensasi (gambar 4-4).
Gambar 4-3. Cara melipat ketas saring
Gambar 4-4. Tangkai corong yang
terlalu panjang
52
Gambar 4-5. Rangkaian penyaringan biasa
Gambar 4-6. "Clay triangle"
sebagai penyangga corong
3. Ambil kertas saring dan masukkan
dibagian dalam corong. Letakkan corong
ini di ring (gambar 4-5) atau "clay
triangle" bila corong terlalu kecil
(gambar 4-6). Tempatkan penampung
Erlenmeyer, tangkai corong
4. Dalam penyaringan panas seperti ini, usahakan agar cairan yang
dituangkan selalu dalam keadaan panas. Bila dalam corong telah
terpenuhi 2/3 bagian dengan cairan, hentikan sejenak penyaringan.
Panaskan kembali cairan yang akan dituang; hati-hati bahaya
kebakaran akibat pemanasan pelarut !
5. Ada kemungkinan terjadi pembekuan zat yang diinginkan pada
kertas saring atau tangkai corong. Untuk itu, pembilasan dengan
pelarut yang sama, dalam keadaan panas, dapat meloloskan
kembali sisa zat yang diinginkan.
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
53
Dengan langkah-langkah pemisahan seperti ini, cairan panas yang
mengandung zat yang diinginkan, akan terbebas dari pengotor
(padatan yang tak larut). Pendinginan perlahan cairan ini akan
memunculkan kristal murni yang bersih bagaikan intan. Woow !
Penyaring berbentuk kipas
Penyaringan dengan kertas saring melingkar seperti diutarakan di
atas, meski sudah cukup baik, tetapi dirasa oleh ahli kimia kurang
efektif mengingat kontak antara permukaan kertas saring dan cairan
yang disaring tidak cukup besar. Bentuk kertas saring kipas dapat
memperluas daerah kontak ini, sehingga penyaringan dapat berjalan
lebih cepat, resiko pengkristalan di kertas saring dapat diperkecil.
Apa yang harus dilakukan? Gambar 4-7 memberi petunjuk praktis
mengenai cara membuat saringan kipas dengan penampilannya yang
menawan.
Gambar 4-7. Cara membuat penyaring berbentuk kipas
54
Penyaringan Vakum: penggunaan corong Buchner
Corong Buchner (gambar 4-8) digunakan ahli kimia dalam pemisahan
kristal yang diinginkan (hasil kristalisasi) dari pelarut, atau spesi
terlarut lainnya. Berikut diberikan petunjuk praktis penggunaan
corong Buchner,
1. Ambil sebuah kertas saring, gunting melingkar sesuai besar corong
yang akan digunakan. Dalam hal ini, kertas saring yang dibuat harus
dapat menutup semua lubang pada corong tetapi jangan sampai
menutup pinggiran corong Buchner (gambar 4-9)
2. Klem dengan baik labu penyaring (kadang disebut labu pengisap)
pada statip besi. Pada dinding labu, wadah ini dilengkapi dengan
saluran yang dihubungkan dengan pengaman ("water trap", gambar
4-9).
3. Dengan bantuan karet penyambung, pasang corong Buchner pada
labu pengisap. Perhatikan benar, bagian tangkai bawah corong
diusahakan menghadap saluran pengisap labu.
Gambar 4-8. Corong Buchner dan rangkaiannya
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
55
Gambar 4-9. Pengaman , "water trap"
4. Pengaman, "water trap", dihubungkan dengan labu dan sumber
vakum; paling baik menggunakan pompa pengisap air ("water
aspirator", gambar 4-10).
5. Kran air, sumber vakum pada pengisapan ini, harus dibuka secara
penuh. Pada saat ini, kertas saring pada corong Buchner akan
tertekan, menempel kuat pada corong.
Gambar 4-10. Pengisap air (aspirator)
6. Goncang serta tuangkan kristal dan pelarut
dengan hati-hati, langsung tertuju pada pusat
kertas saring. Tunggu hingga semua cairan turun
ke labu pengisap.
7. Gunakan sedikit pelarut rekristalisasi (dingin)
untuk membilas kristal. Dengan menggunakan
spatula, kristal dalam corong Buchner dapat
diaduk (dibolak-balikkan).
8. Bila telah selesai dibilas, tutup bagian atas corong
dengan karet, "rubber dam", untuk mengeringkan
kristal. Tunggu beberapa saat untuk memberi
kesempatan pelarut yang terperangkap dalam
kristal untuk keluar.
56
9. Kristal telah kering... Matikan aliran air kran. Jangan takut, air
tidak akan masuk ke labu ! Namun, penting sekali dicatat, bila
pengaman tidak digunakan pada sistem penyaringan, lepas
selang air sebelum kran dimatikan! Atau, bila lebih aman,
setiap selesai menggunakan vakum, kran udara atmosfer
dapat dibuka hingga sistem berhubungan dengan udara luar.
10 Selesai langkah ini, suatu kristal yang bersih akan diperoleh dalam
corong Buchner. Ambil kristal dan kertas saringnya, pindahkan
pada tempat yang lebih lebar, misalnya dengan kaca arloji.
Keringkan !
11 Bila kristal bening telah kering, timbang produk yang diperoleh.
Untuk diingat, suatu kristal dikatakan kering bila pada
penimbangan (umumnya tiga kali) dengan selang waktu yang
berbeda, misalnya setelah 6 jam, memiliki berat konstan.
Catatan: Banyak ditemukan penggunaan corong Buchner untuk
memisahkan zat pengering atau karbon aktif (untuk adsorpsi warna)
dari larutan yang kita inginkan. Secara teori, ini tidak tepat, tapi telah
terlanjur digunakan secara luas. Meski demikian, perlu dicatat, di
bawah kondisi vakum, pelarut dengan titik didih kurang dari 100°C
akan terisap (teruapkan) sehingga mengurangi kuantitas pelarut.
BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
57
Eksperimen 4-b :
Pemurnian biphenil
Dapatkan dari asisten 5 g bipenil yang mengandung ketidakmurnian
sekitar 10 % pengotor dan 0,1 % metil orange. Masukkan campuran
ini dalam Erlenmeyer yang telah berisi 50 ml metanol dan 1g norite
didalamnya. Dengan "steam bath" panaskan labu ini hingga mendidih
(sekitar 1 menit). Dalam keadaan panas, campuran disaring, larutan
ditampung pada Erlenmeyer lain. Hindari penggunaan corong Buchner
atau penyaringan vakum mengingat padatan tersuspensi yang
terbentuk akan lolos, tercampur kembali dengan cairan dari
komponen yang akan dimurnikan.
Selanjutnya, dinginkan dengan perlahan (jangan mendadak!) agar
diperoleh kristal yang besar, kristal yang lebih murni. Pendinginan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan terjebaknya pelarut atau
pengotor dalam kristal yang kita inginkan.
Setelah kristalisasi selesai (sekitar 0,5 jam), pisahkan padatan yang
diperoleh dengan corong Buchner. Cuci kristal yang diperoleh dengan
metanol, pompa vakum terus dijalankan hingga diperoleh padatan
kering. Untuk mempercepat pengeringan ini, kristal dalam corong
Buchner dipecah dengan pengaduk kaca. dan ditutup dengan karet
"rubber dam".
Timbang produk yang diperoleh hingga beratnya konstan, tentukan
titik lelehnya, dan simpan dalam botol bersih yang telah diberi label
nama, tanggal, nama produk, berat dan titik leleh.
58
Dalam beberapa teknik pemisahan yang telah diuraikan sebelumnya,
analisis atau pemisahan senyawa organik dilakukan pada keadaan
setimbang, baik kesetimbangan fisik atau kesetimbangan kimia.
Dalam penentuan titik leleh misalnya, pengukuran temperatur
digunakan kesetimbangan padatan dengan kesetimbangan cairan,
atau, pada analisis titik didih, pengamatan berlangsung pada
kesetimbangan tekanan cairan dengan tekanan gas.
5
Metode Ekstraksi
60
5.1. Dasar Ekstraksi : Koefisien Distribusi
Eter dan air merupakan dua pelarut yang paling sering digunakan
sebagai contoh penggunaan ekstraksi di laboratorium mengingat
kedua solvent ini tidak saling campur. Bila komponen ketiga
ditambahkan ke sistem tidak saling campur ini, misalnya dituangkan
pasir kedalamnya, maka lapisan ketiga akan terjadi. Tetapi, bila
komponen ketiganya zat organik, misalnya asam propionat, komponen
terakhir ini akan terdistribusi diantara fasa air dan fasa eter.
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan senyawa yang
didasarkan pada distribusi zat tersebut dalam dua pelarut yang tidak
saling campur. Dalam kasus di atas, Koefisien distribusi (K), dapat
didefinisikan sebagai,
dimana [asam propionat]eter adalah konsentrasi (kuantitas) asam
propionat dalam fasa eter dan [asam propionat]air adalah jumlah asam
propionat dalam fasa air.
Dalam deret homolog asam organik seperti contoh ini, koefisien
distribusi akan sangat dipengaruhi oleh berat molekul. Molekul yang
lebih ringan akan lebih polar dibanding dengan molekul dengan gugus
alkil lebih besar, sehingga asam asetat (CH3COOH) akan lebih mudah
larut dalam air daripada asam laurat (C11H22COOH). Akibatnya,
semakin besar gugus alkil, maka harga K untuk definisi di atas akan
semakin besar.
Keberhasilan dalam melakukan ekstraksi dapat diketahui dari harga K,
nilainya harus lebih besar atau lebih kecil dari pada satu; artinya
[Asam Propionat]eter
[Asam Propionat]air
K =
HCOOH CH3COOH CH3CH2COOH CH3(CH2)2COOH CH3(CH2)3COOH CH3(CH2)nCOOH.....
Asam Asam AsamAsam Asam
Deret homolog dari asam karboksilat
format asetat propionat n-butirat n-valerat
BAB 5 : METODE EKSTRAKSI
61
kelarutan zat terlarut dalam pelarut yang satu harus lebih besar
daripada konsentrasi zat terlarut dalam pelarut kedua.
Disamping itu, dari hasil analisis dapat pula disimpulkan bahwa
ekstraksi dengan berulang kali jauh lebih baik bila dibanding dengan
penggunaan sekaligus pelarut dengan kuantitas yang sama. Dari buku-
buku teori mengenai ekstraksi dapat diturunkan rumus efektivitas
penggunaan pelarut,
Dengan Wn = berat asam propionat yang tertinggal dalam fasa air
setelah n kali ekstraksi, Wo adalah jumlah asam propionat mula-mula,
V adalah ml air yang diekstraksi dengan S ml eter. Dari rumus ini
dapat dicatat bahwa hasil ekstraksi dapat berjalan baik dengan cara
membagi pelarut (eter) dalam beberapa bagian.
5.2. Penggunaan Corong Pisah
Hampir semua pemisahan atau pemurnian senyawa organik selalu
digunakan metode ekstraksi, umumnya dilakukan dengan corong
pisah atau alat soklet. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah
eter, sedangkan pelarut kedua umumnya air. Eter sangat baik
digunakan sebagai pelarut mengingat eter mudah melarutkan senyawa
organik, bersifat inert dan titik didihnya rendah sehingga mudah
diuapkan.
Gambar 5-1 Ekstraksi jangka pendek
Wn = WoK x V
K.V + S
n
62
Senyawa cair yang akan diekstraksi (dalam air) dimasukkan dalam
corong pisah, ditambahkan eter secukupnya dan dikocok kuat-kuat
agar memudahkan menarik senyawa organik dari pelarut air. Selama
pengocokan, kran corong pisah harus sering dibuka untuk
mengeluarkan gas. Jangan arahkan ke teman lain, berbahaya !
Diamkan sebentar campuran ini hingga terbentuk dua lapisan,
kemudian kedua lapisan ini dipisahkan dengan membuka kran
corong pisah. Senyawa organik yang larut dalam eter dikeringkan
dengan zat pengering, kemudian disaring ke labu dan akhirnya
diuapkan pelarutnya (eternya) dengan distilasi. Pemisahan dengan
corong pisah ini (gambar 5-1) dikenal disebut ekstraksi jangka
pendek.
5.3. Ekstraksi jangka panjang : Sokshlet
Selain ekstraksi jangka pendek, dikenal juga ekstraksi jangka panjang, yakni
suatu metode pemisahan dengan menggunakan alat Soklet (gambar 6-2).
Berbeda dengan ekstraksi sebelumnya, pada sokletasi hanya digunakan satu
macam pelarut. Pada umumnya, metode ini digunakan untuk mengekstraksi
senyawa bahan alam yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Bahan alam, setelah diiris halus, dibungkus dalam kertas saring atau
selongsong dan dimasukkan dalam Soklet. Dasar soklet sebaiknya
BAB 5 : METODE EKSTRAKSI
63
Gambar 5-2. Alat sokslet
diberi galss wol agar sampel tidak terbawa oleh
pelarut. Kemudian, alat Soklet dipasang pada labu alas
bulat yang berisi pelarut (yang dapat melarutkan
senyawa yang diinginkan), serta dilengkapi dengan
kondensor (gondok atau spiral).
Pelarut dalam labu bulat dipanaskan, bila mendidih,
uap pelarut akan ke kondensor, dan karena mendapat
pendinginan pada alat pendingin, uap mengembun dan
turun ke soklet. Pelarut ini akhirnya akan melarutkan
senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam. Bila
pelarut yang telah mengandung senyawa yang akan
diekstraksi telah memenuhi pipa cabang alat soklet,
larutan ini akan mengalir ke bawah untuk masuk
dalam labu bulat.
Demikian seterusnya, pelarut menguap, mengembun, melarutkan
senyawa dalam bahan alam dan larutan turun ke labu bulat, berjalan
secara kontinyu. Bila dirasa telah cukup, diindikasikan dengan
beningnya larutan dalam pipa cabang, ekstraksi dihentikan. Senyawa
yang terkandung dalam pelarut yang digunakan dapat dipisahkan
dengan cara evaporasi solvent.
Sampel
Pelarut
turun
Kondensor
64
Eksperiment 5-a :
Koefisien Distribusi dari Senyawa Asam Propionat dalam Benzena-Air
Dalam corong pisah berukuran 250 ml, masukkan benzena dan air masing-
masing 50 ml. Tambahkan 5 ml asam propionat (hati-hati : korosive dan bau
yang merangsang !) dan aduk campuran ini dengan cara sedemikian rupa
sehingga larutan berputar dalam corong pisah. Jangan menggoncang terlalu
kuat sebab lapisan emulsi antara dua pelarut dapat terbentuk, menyulitkan
pemisahan !
Pisahkan kedua fasa, fraksi organik (benzena, non polar) dan fasa air (polar)
dalam Beker glass. Dengan glass ukur, ambil tiap-tiap fasa 10 ml, dan
masukkan masing-masing fraksi ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi 50 ml
akuadest dan dua tetes indikator phenolftaline. Titrasi kedua labu ini dengan
NaOH 0,5 N hingga diperoleh warna merah muda. Untuk Erlenmeyer yang
mengandung air-benzena, aduk campuran ini (dengan pengaduk magnet)
sehingga cukup waktu asam propionat menuju ke air. Hitung koefisien
distribusi, K, sesuai dengan persamaan yang telah ditunjukkan pada bagian
teori.
Ambil kembali 40 ml sisa fraksi benzena, masukkan dalam corong pemisah.
Tambahkan 50 ml natrim hidroksida (5 %) dan goncangkan corong beberapa
menit. Diamkan dan pisahkan kedua fraksi. Ambil 10 ml bagian benzena dan
titrasi secara langsung. Hitung natrim hidroksida yang harus digunakan untuk
titrasi ini dan bandingkan dengan hasil pengamatan.
BAB 5 : METODE EKSTRAKSI
65
Eksperimen 5-b :
Isolasi Trimiristin dari biji buah pala
Trimiristin adalah senyawa ester dari gliserol dan asam miristat.
Hidrolisis trimiristine hanya menghasilkan satu macam asam
karboksilate, yakni asam miristat, dan gliserol.
Isolasi trimiristine merupakan tipe percobaan penyediaan senyawa
bahan alam. Meski demikian, harus dicatat, bahwa percobaan ini
sangat sederhana mengingat kandungan trimiristine dalam biji pala,
Myristica fragrans, sangat besar, disamping kandungan ester lainnya
relatif sangat kecil. Pemurnian komponen ini dapat dilakukan dengan
mudah melalui metode rekrestalisasi.
Siapkan 40 gram serbuk biji buah pala, bungkus bahan ini dengan
kertas saring sehingga bentuknya sesuai dengan alat soklet. Masukkan
pelarut eter dalam labu bulat dan hubungkan dengan bagian soklet.
Dengan pemanasan perlahan, eter memiliki titik didih 35 °C, lakukan
ekstraksi kontinyu sekitar 10 kali sirkulasi. Perhatikan banar sirkulasi
pendingin, kondensor, agar tidak ada eter yang menguap.
Dinginkan labu, uapkan pelarut dengan penangas air atau rotary
evaporator. Larutkan campuran hasil isolasi dalam 5O ml aseton
panas dan tuangkan ke Erlenmeyer. Pendinginan perlahan larutan ini,
pada suhu kamar selama lebih kurang 1 jam, akan menghasilkan
kristal. Dinginkan campuran ini dalam air es selama 30 menit,.
Pisahkan kristal yang diperoleh dengan penyaringan Buchner. Jangan
mengeringkan produk dengan pemanasan sebab titik leleh trimiristin
sangat rendah. Hitung rendemen produk isolasi dan tentukan titik
lelehnya.
CH2
CH
CH2
OH
OH
OH HO C (CH2)12 CH3
O
CH2 O C
O
(CH2)12 CH3
CH O C
O
(CH2)12 CH3
CH2 O C
O
(CH2)12 CH3
Glyserol
Asam miristat
Trimiristine
66
Eksperimen 5-c :
Isolasi Kafein dari Teh
Percobaan ini adalah salah satu contoh gabungan teknik-teknik yang
telah diterangkan sebelumnya. Kafein merupakan salah satu senyawa
organik golongan alkaloid dan dapat diisolasi dari daun teh, daun kopi
dan daun mete. Selain mengandung kafein, bahan alam tersebut pada
umumnya masih mengandung senyawa-senyawa lain, misalnya
senyawaan tanin (turunan penta digaloyglukosa). Masalah utama
dalam isolasi alkaloid jenis ini terletak pada proses pemisahan dan
pemurniannya. Kafein merupakan alkaloid yang paling mudah diisolasi
dari bahan alam. Oleh karena itu, dengan prosedur dan peralatan yang
sederhana, kafein dapat diperoleh dalam jumlah cukup besar, yakni
dapat mencapai rendemen sekitar 5% dalam daun teh. Untuk isolasi
ini dapat digunakan ekstraksi jangka panjang dengan air panas,
kemudian pengambilan kafein dari fasa air dapat dilakukan dengan
ekstraksi sederhana menggunakan kloroform sebagai pengekstrak.
Pada saat refluks ditambahkan kalsium karbonat untuk
menggaramkan tanin sehingga akan mempermudah proses pemisahan
dari kafein.
Kafein hasil isolasi selanjutnya dapat ditransformasi menjadi bentuk
garamnya dengan menggunakan asam salisilat. Atom nitrogen, yang
bersifat basa karena mengandung elektron bebas, akan diserang oleh
H+ sesuai dengan reaksi berikut ini,
N
N N
N
CH3
H3CCH3
O
O
Kafein
+
COOH
OH
Asam salisilat
Garam salisilat dari kafein
COO-
OH
N
N N
N
CH3
H3CCH3
O
O
H
+
BAB 5 : METODE EKSTRAKSI
67
Isolasi Kafein dari daun teh
Masukkan 25 gram daun teh kering beserta 250ml air dan 25 gram
bubuk kalsium karbonat ke dalam labu bulat 500ml yang dilengkapi
alat refluks. Refluks campuran ini sekitar 25 menit. Saring campuran
dalam keadaan panas dengan menggunakan corong Buchner, dan
dinginkan filtratnya. Filtrat diekstrak dengan 3 x 25 ml kloroform
(atau diklorometan). Selanjutnya kloroform diuapkan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh campuran kering. Larutkan residu dalam
10ml kloroform hangat dan pindahkan larutan ke dalam Beaker glass
50ml. Uapkan larutan berwarna hijau ini hingga kering. Kristalisasi
residu dengan melarutkannya ke dalam 5ml benzena panas dan
menambahkan 10ml petroleum eter. Dapatkan produk hasil isolasi
dengan corong Buchner dan kristalisasi padatan yang diperoleh
dengan campuran pelarut yang sama. Amati kristal kafein yang
diperoleh dan tentukan titik lelehnya.
Pembuatan garam Salisilat Kafein
Garam salisilat dari kafein dapat dibuat dengan cara melarutkan kafein
dan asam salisilat dalam benzena, kemudian ditambahkan petroleum
eter panas dan kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal. Kafein
(0,2g), asam salisilat (0,15g) dilarutkan dalam 15ml benzena
ditambahkan 5 ml petroleum eter, diaduk selama 10 menit. Kristal
yang terbentuk disaring dengan corong Buchner, kemudian
dikeringkan dan selanjutnya ditentukan titik lelehnya.
68
6
Penggunaan
Zat Pengering
Seringkali, dalam percobaan isolasi atau sintesis, cairan organik yang
diharapkan masih tercampur dengan air. Untuk memisahkan agar
diperoleh produk yang benar-benar kering dapat dilakukan dengan
metode filtrasi (penyaringan), dengan distilasi, dan metode kimia. Cara
pertama penggunaannya sangat terbatas, hanya dapat digunakan
pada pemisahan padatan organik yang tidak larut dalam air. Metode
kedua dapat digunakan pada keadaan yang sangat spesifik, misalnya
pada suatu campuran yang tidak mengandung azeotrop, sedangkan
cara ketiga merupakan metode paling aplikatif, dan dapat digunakan
secara luas di laboratorium bahan alam.
70
6.1. Efisiensi Zat Pengering
Zat pengering, secara kimiawi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis,
yakni pengering yang membentuk air hidrat dan pengering yang
bereaksi secara sempurna membentuk senyawa baru. Perbedaan
kedua macam pengering ini, secara visual, sangat tidak jelas. Namun,
secara teoritis, zat pengering jenis pertama bersifat reversibel, dapat
balik sehingga secara energetik akan mengeluarkan panas yang tidak
banyak. Sebagai contoh, pengambilan air dengan calsium karbonat,
dapat membentuk heksahidrat.
Sebaliknya, metode kedua merupakan reaksi yang bersifat
berkesudahan, pada umumnya akan megeluarkan panas yang lebih
besar. Contoh zat pengering jenis ini adalah reaksi air dengan natrium
membentuk gas hidrogen,
Bermacam zat pengering menunjukkan perbedaan dalam intesitas dan
kapasitas pengeringan. Sifat-sifat ini dapat dikelompokkan dan
diberikan secara sederhana pada tabel 6-1 dan 6-2.
Tabel 6-1. Intensitas berbagai zat pengering
Intensitas Tinggi Intensitas sedang Intensitas rendah
Logam natrium CaSO4, CaCl2 MgSO4
P2O5 CaO, NaOH Na2CO3
H2SO4 (cons.) K2CO3 Na2SO4
CaCl2
H2OCaCl2.H20
H2OCaCl2.2H2O
2H2OCaCl2.4H2O
2H2OCaCl2.6H2O
2 Na 2H2O 2NaOH H2+ +
BAB 6 : PENGGUNAAN ZAT PENGERING
71
Tabel 6-2. Kapasitas berbagai zat pengering
Kapasitas tinggi Kapasitas sedang Kapasitas rendah
H2SO4, Na2SO4 CaO, NaOH CaSO4
CaCl2, K2CO3 MgSO4, Na2CO3
Kapasitas dari zat pengering, seperti logam natrium, dapat
mengeringkan air secara tidak terbatas. Meskipun demikian, masalah
harga dan keselamatan kerja harus diperhatikan pada waktu
menggunakan zat pengering jenis ini. Pengering dengan kapasitas
yang sangat tinggi dapat "mengambil" air dengan cepat, sedangkan
dengan kapasitas rendah pada umumnya digunakan untuk
pengambilan air yang sedikit (trace). Kadang-kadang, dua macam zat
pengering dapat digunakan agar efisiensi pengeringan dapat berjalan
baik.
Seperti halnya pada metode ekstraksi, efisiensi penggunaan zat
pengering ditunjukkan dengan berhasil atau tidaknya zat pengering
"mengambil air" dalam suatu campuran organik. Pengeringan akan
efisien bila reagen yang digunakan dapat mengambil air secara total
dari campuran. Bila air dalam campuran cukup banyak, tidak mungkin
dapat diambil sekaligus dengan pengering dengan intensitas tinggi,
misalnya P2O5 karena sisa air yang jumlahnya kecil tidak dapat
terambil. Disini diperlukan pengering dengan efisiensi tinggi,
ditunjukkan dengan rendahnya harga tekanan uap,
CaCl2 + H2O === CaCl2.H2O p° = 0,04mmHg
Secara praktis, bila suatu cairan organik telah terbebas dari air akan
kelihatan bening, tidak keruh seperti saat tercampur dengan air.
Pemisahan zat pengering dengan cairan organik yang telah terbebas
dari air, dapat dilakukan dengan filtrasi.
Pemakaian zat pengering yang terlalu banyak dapat menyebabkan
terserapnya senyawa yang akan dikeringkan. Oleh karena itu,
disarankan agar pemakaian zat pengering secukupnya saja; umumnya
72
digunakan hingga dasar wadah yang digunakan telah tertutupi.
Apabila ternyata senyawa cair belum kering benar, maka proses
pengeringan dapat diulangi lagi atau dapat diulang dengan mengganti
dengan zat pengering yang memiliki kapasitas rendah.
6.2. Golongan senyawa organik dan Zat Pengering
Penting sekali dicatat bahwa zat pengering yang digunakan harus
inert, artinya zat pengering tidak bereaksi atau merubah struktur
dengan senyawa yang akan dikeringan. Berdasarkan sifat ini, tabel
berikut dapat membantu pemilihan zat pengering berdasarkan
perbedaan sifat kimia yang dimiliki senyawa organik yang akan
dikeringkan,
Tabel 6-3. Golongan senyawa organik dan zat pengering
Senyawa Organik Zat Pengering yang Dipakai
Hidrokarbon dan beberapa eter Anhidrida kalsium klorida, logam natrium, phosphor pentaoksida
Alkohol Anhidrida kalsium karbonate, anhidrida kalsium sulfat, kalsium oksida
Senyawa amine (basa) NaOH padat, KOH padat, kalsium oksida
Senyawa asam Anhidrida magnesium sulfat, Na2SO4, K2SO4
Alkil halida dan aril halida Anhidrida KCl, Anhidrida K2SO4, P2O5
Aldehide Anhidrida MgSO4, Anhidrida K2SO4, Na2SO4
Keton Anhidrida K2CO3, Anhidrida K2SO4
Dalam menggunakan tabel 6-3 harus diperhatikan keberaaan gugus
fungsi lain dalam suatu molekul. Sebagai misal, alkaloid (basa)
phenolik tidak dapat digunakan NaOH atau KOH karena bagaian
BAB 6 : PENGGUNAAN ZAT PENGERING
73
phenolat yang bersifat asam akan bereaksi. Dalam kasus seperti ini,
penggunaan MgSO4, yang bersifat netral dapat digunakan. Oleh
karena itu, pengetahuan yang luas mengenai reaksi asam-basa,
sangat penting dipelajari, sebelum memilih zat pengering yang akan
digunakan.
---------OOOO--------
74
7
Analisis Titik Leleh
Titik leleh adalah temperatur dimana suatu senyawa berubah
dari fasa padat menjadi fasa cair. Secara termodinamika, pada
keadaan ini terjadi kesetimbangan, dimana tekanan uap kedua
fasa memiliki harga yang sama. Kebanyakan senyawa organik
meleleh pada temperatur 50 °C sampai 300°C. Titik leleh
merupakan sarana penting, mudah dan cepat dalam identifikasi
serta analisis kemurnian.
76
7.1. Beberapa aspek umum dalam analisis titik leleh
Dua sampel murni dari senyawa yang sama akan meleleh pada
temperatur identik. Meski demikian, dua sampel, yang memiliki
titik leleh identik, belum tentu merupakan senyawa yang sama.
Suatu contoh, urea dan asam sinamat keduanya meleleh pada
133°C, (-)-asam maleat dan o-metoksibenzoat keduanya memiliki
titik leleh 100°C, serta asam p-sianobenzoat dan 1,5-
dinitronaphtalena meleleh pada 214 °C. Atas dasar keadaan ini,
barangkali sangat sulit memperoleh harga titik leleh sangat tepat
dengan peralatan sederhana yang terdapat di laboratorium.
Beberapa sumber kesalahan dapat memberi harga berbeda pada
dua observasi dari senyawa yang sama, seperti tingkat ketelitian
termometer, perbedaan kecepatan pemanasan, perbedaan tingkat
kemurnian, perbedaan peralatan yang digunakan dan perbedaan
tipe gelas tempat sampel yang digunakan. Oleh karena itu berhati-
hati dalam penggunaan tabel titik leleh dalam identifikasi
senyawa organik. Bila senyawa yang dianalisis meleleh dibawah
200°C, semua senyawa yang meleleh 5° disekitarnya harus
dicatat, sedangkan senyawa yang memiliki titik leleh di atas
200°C, range ini dapat dinaikkan menjadi 10°C. Berdasarkan
analisis titik leleh seperti ini, jumlah struktur yang diusulkan
sebagai senyawa alternatif dapat sangat banyak.
7.2. Catatan penting dalam analsis titik leleh
Suatu campuran dua senyawa pada umumnya menunjukkan
harga titik leleh lebih rendah daripada harga masing-masing
komponen dalam keadaan murni. Meski tidak umum, penurunan
titik leleh 60°C dapat terjadi. Penurunan harga titik leleh 20°
sangat umum ditemui. Dalam bagian eksperimen, akan dilakukan
analisis campuran urea-asam sinamat, dua senyawa yang mudah
ditemukan dan memiliki titik leleh sama.
BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH
77
Dua sampel, yang meleleh pada temperatur sama, dan titik
lelehnya tidak berubah pada saat dicampurkan, dapat
disimpulkan merupakan senyawa yang sama. Terdapat beberapa
pasangan senyawa organik yang tidak berubah titik lelehnya pada
saat pencampuran, tetapi pasangan senyawa seperti ini tidak
ditemui pada eksperimen yang akan dilakukan.
Harga titik leleh dari suatu senyawa organik akan turun dengan
adanya pengotor. Disamping itu, suatu senyawa yang tidak
murni akan memperlihatkan range titik leleh yang lebar
karena pengotor berfungsi sebagai komponen kedua yang akan
menurunkan temperatur. Sangat jarang ditemui adanya laporan
yang mengusulkan harga titik leleh dengan ketelitian 0,001°. Pada
umumnya, hasil analisis ditunjukkan dengan "t.l.= 132-133°C",
bukan "t.l.= 133,5 °C". Kisaran titik leleh yang sempit
menunjukkan murninya senyawa yang dianalisis, sebaliknya,
kisaran yang lebar dapat mengindikasikan adanya
ketidakmurnian. Secara komersial, senyawa dengan kualitas baik
memiliki kisaran titik leleh 2-3°, dan senyawa dengan kisaran 1°
merupakan senyawa yang benar-benar murni.
Beberapa senyawa organik dapat terdekomposisi sebelum atau
pada saat meleleh. Temperatur dekomposisi dapat merupakan
harga yang tajam, meski pada umumnya menunjukkan daerah
yang lebar. Dalam hal ini, adanya pengotor tetap akan
menurunkan temperatur leleh (dan dekomposisi). Harga titik
leleh dari suatu senyawa, yang disertai dengan dekomposisi,
dinyatakan sebagai "t.l.= XX-XY °C (dec.)".
Beberapa peralatan konvensional maupun modern, telah dikenal
untuk menentukan titik leleh. Penggunaan alat besarta
spesifikasinya, secara mendetail, akan dibahas pada bagian
eksperiment.
78
Eksperimen 7-a
Mengenal beberapa jenis peralatan titik leleh
Titik leleh dapat ditentukan melalui pemanasan padatan,
kemudian diukur temperatur saat perubahan fasa.
Tabung Thiele
Salah satu metode adalah dengan menempatkan termometer dan
sampel (yang berada dalam tabung kapiler) berdampingan,
keduanya ditempatkan pada suatu wadah berisi parafin (gambar
7.1).
Gambar 7-1. Peralatan Thiele
Temperatur yang ditunjukkan pada termometer diasumsikan
sama dengan temperatur sampel. Pada saat pemanasan, minyak
dalam tabung Thiele harus mengalir. Disamping itu, kedudukan
sample harus sedekat mungkin dengan bagian raksa termometer.
Pemanasan sampel yang terlalu cepat dapat menyebabkan harga
BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH
79
titik leleh lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, mengingat
kesetimbangan sampel dengan panas parafin tidak cukup. Dilain
pihak, termometer dapat secara cepat berkesetimbangan dengan
panas.
Peralatan "Mel-Temp"
Peralatan "Mel-Temp" (gambar 7-4) memiliki dasar sama dengan
tabung Thiele, tetapi dilengkapi dengan peralatan yang
memungkin pengamatan lebih mudah.
Bagaimana prinsip kerja peralatan ini ? Berikut diberikan
beberapa catatan cara operasi "Mel-Temp",
Gambar 7-2 Peralatan
« Mel temp »
a. Sebelum menggunakan, yakinkan benar
peralatan dalam keadaan dingin.
b. Tempatkan kapiler yang telah berisi sampel
pada salah satu tempat (lubang) dekat
termometer. Alat ini dapat mengidentifikasi
tiga sampel sekaligus
c. Atur kontrol voltase (« voltage control ») ke
kedudukan nol
d. Putar tombol on-off ke kedudukan ON. Sumber
sinar akan menerangi sampel
e. Panaskan sampel dengan cara mengatur
« voltage controle ».
Ingat, skala pada tombol ini bukan menunjukkan temperatur,
melainkan kecepatan kenaikan temperatur. Pengaturan skala
80
besar, misalnya 30°C per menit, dapat digunakan hingga
termometer menunjukkan harga 20°C di bawah titik leleh
senyawa yang dianalisis. Namun, dekat dengan harga titik
leleh, skala kontrol voltase harus diperkecil, misalnya 2°C per
menit. Bila senyawa yang dianalisis tidak diketahui dengan
pasti, pengaturan kontrol voltase sebaiknya dilakukan pada
skala 5-10° per menit pada analisis pertama. Bila daerah titik
lelehnya telah diketahui, analisis kedua dapat dilakukan
dengan memperlambat kecepatan pemanasan di sekitar harga
titik lelehnya (2°C/menit).
f. Temperatur saat kristal pertama meleleh dan temperatur pada
saat kristal meleleh seluruhnya, harus dicatat dengan cermat.
Bila harga kedua keadaan ini sama, mungkin senyawa yang
dianalisis sangat murni atau pemanasan sampel terlalu cepat.
g. Matikan aliran listrik dengan tombol on-off ke OFF. Kontrol
voltase dikembalikan ke kedudukan nol untuk pengamatan
selanjutnya.
h. Ambil semua tabung kapiler dan biasakan bersihkan kembali
alat setelah selesai.
Peralatan Fisher Johns
Berbeda dengan peralatan sebelumnya, pada Fisher Johns
(gambar 7-5) tidak menggunakan tabung kapiler. Sampel
diletakkan diantara dua kaca tipis yang yang kemudian
ditempatkan pada blok besi pemanas.
BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH
81
Cara pengoperasian alat ini sama persis dengan "Mel temp".
Penting sekali dicatat, "jangan sekali-kali menaruh sampel secara
langsung di atas blok pemanas.
Gambar 7.3. Peralatan Fisher Johns
82
Eksperimen 7-b
Titik leleh senyawa murni dan titik leleh campuran
Lakukan analisis titik leleh terhadap asam sinamat murni.
Catat kisaran titik lelehnya. Kerjakan hal yang sama
terhadap urea. Catat pula kisaran titik lelehnya. Ukur kisaran
titik leleh dari campuran asam sinamat/urea dengan
perbandingan 25/75, 50/50, 75/25 dan 90/10. Sebelum
melakukan analisis, campuran-campuran ini harus
dihomogenkan.
Buat grafik yang dapat menunjukkan hubungan kisaran titik
leleh (sumbu Y) dengan persen komposisi (sumbu X),
termasuk juga kisaran dari senyawa murninya.
BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH
83
Eksperimen 7-c
Identifikasi senyawa tak dikenal dengan titik leleh
Akan diberikan suatu sampel yang tidak diketahui jenisnya, yang
barangkali salah satu dari senyawa berikut,
Acetamida, succinimida, urea, asam sinamat, asam hipurat atau
thiourea.
Sebelum menganalis, harga titik leleh dari senyawa-senyawa
tersebut harus dicari di handbook. Identifikasi senyawa tak
dikenal dengan peralatan yang tersedia di laboratorium. Catat
hasilnya pada buku catatan, dan usulkan struktur dari senyawa
yang saudara peroleh. Barangkali bukan salah satu senyawa yang
anda inginkan
------------------------
84
8
Kromatografi Lapis Tipis
dan Kromatografi Kolom
Kromatografi merupakan sarana penting dalam pemisahan dan analisis
senyawa organik. Berbagai jenis kromatografi telah dikenal dan ditulis di
literatur dengan spesifisitas kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Meski demikian, semua cara ini memiliki prinsip dasar yang sama, yakni
perbedaan "polaritas" senyawa yang akan dianalisis pada fasa diam (fasa
stasioner) dan fasa gerak (eluen).
Pada buku ini hanya akan dibahas dua jenis kromatografi yang paling
sering ditemui di laboratorium obat tradisional, yaitu kromatografi
lapisan tipis dan kromatografi kolom.
86
8.1. Kromatografi Lapis Tipis : Gambaran Umum
Lapisan tipis (0,2 mm) fasa diam dilekatkan pada suatu bahan plastik,
alumunium atau kaca, disebut sebagai plat kromatografi yang
berfungsi sebagai adsorben komponen yang akan dipisahkan.Plat-plat
seperti ini dapat diperoleh secara mudah di perdagangan meski suatu
adsorben dapat dilekatkan secara mudah pada plat kaca dengan
peralatan aplikator (gambar 8-1).
Gambar 8.1. Cara menempelkan adsorben pada plat kaca
Senyawa yang akan dianalisis, dilarutkan hingga homogen dan
ditotolkan di atas fasa stasioner dengan menggunakan pipa kapiler
(posisi A), dekat dengan batas bawah B (gambar 8-2). Plat ini
kemudian diletakkan vertikal dalam suatu wadah pengembang yang
berisi pelarut. Dalam melakukan kromataografi perlu diperhatikan
bahwa batas plate B harus terendam dalam solven yang akan
digunakan, tetapi totolan noda A harus berada di atas batas eluen.
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
87
Pelarut ini, murni atau dapat campuran, disebut fasa mobil atau
eluen. Fasa ini akan merambat ke atas berdasarkan daya kapilaritas.
Secara bersamaan, senyawa (noda) yang telah ditotolkan akan dibawa
melalui adsorben yang digunakan sebagai fasa diam.
Gambar 8-2. Plat kromatografi lapis tipis dan bercak noda
dari suatu campuran
Bila sampel yang akan dianalisis berupa campuran, tiap-tiap
komponen penyusun akan dielusi dengan kecepatan yang
berbeda, bergantung daya larut komponen pada eluen yang
digunakan dan kuat tidaknya komponen berinteraksi dengan fasa
diam. Komponen yang berantaraksi kuat dengan eluen atau yang
tidak diadsorpsi oleh adsorben akan merambat lebih tinggi,
sehingga akhirnya komponen-komponen dalam suatu campuran
akan terpisah pada jarak yang berbeda
88
Dengan menggunakan penampak, noda-noda berwarna akan
dipancarkan dari plat kromatografi. Bercak komponen yang berbeda
dapat dikarakterisasi melalui harga Rf ("retention factor" = faktor
hambatan), yang didefinisikan sebagai,
Gambar 8-3 mengilustrasikan suatu campuran yang telah terpisahkan
menjadi dua komponen (senyawa 1 dan senyawa 2) dan cara
menghitung Rf,
Gambar 8-3. Cara menghitung Rf
Fasa Stasioner (Fasa Diam, Adorben)
Beberapa fasa diam yang sering digunakan di laboratorium obat
tradisional adalah silika, alumina, gel dari silika "kieselguhr", bubuk
selulosa dan poliamida. Untuk keperluan analisis, semua fasa diam ini
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
89
pada umumnya ditempelkan berupa lapisan tipis 0,1-0,25mm, pada
penyangga kaca, lembaran aluminium, atau bahan plastik.
Diperdagangan, dikenal berbagai jenis plat kromatografi. Fasa
stasioner murni bersimbol H, bila ditambahkan bahan pengikat
bersimbol G dan yang mengandung indikator florosensi bersimbil F.
Dalam fasa diam diinisialkan pula besarnya bubuk fasa diam. Sebagai
contoh, silika gel 60 GF254 berarti lapisan tipis dari silika, besarnya
60A, G menunjukkan adanya pengikat "platre" dan F254 menunjukkan
plat mengandung indikator florosensi yang akan memancarkan sinar
di bawah lampu ultraviolet 254nm.
Migrasi
Plat kromatografi, dimana suatu campuran telah diletakkan, kemudian
harus dikembangkan. Larutan pengembang (eluen), seperti halnya
komponen yang akan dianalisis atau dipisahkan, diadsorpsi oleh
adsorben berdasarkan pada perbedaan afinitas. Semakin kuat daya
adsorpsi maka suatu zat akan semakin lama teradsorpsi pada fasa
diam. Jadi, kemudahan bermigrasi pada plat kromatografi bergantung
pada polaritas relatif dari produk yang dianalisis dan eluen yang
diaplikasikan. Pada umumnya, semakin polar eluen yang digunakan
maka semakin cepat pula suatu zat dan pelarut bermigrasi.
Eluen (Fasa mobil)
Agar diperoleh reproduksibilitas harga Rf yang memamadai, eluen
yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis harus mempunyai
kualitas pro analisis. Fasa gerak ini dapat berupa pelarut murni atau
campuran dua atau lebih pelarut.
Pemilihan sistem pengembang yang digunakan bergantung pada
senyawa yang akan dianalisis. Untuk data Rf, pelarut yang dilaporkan
sebaiknya memiliki harga minimal 0,5. Bila senyawa yang akan
dianalisis merupakan senyawa polar, eluen yang digunakan sebaiknya
90
cukup polar sebab pada pelarut non polar noda ini tidak akan naik.
Sebaliknya, untuk mempelajari senyawa non polar, disarankan
menggunakan pelarut nonpolar juga. Penggunaan pelarut yang polar
akan menyebabkan noda naik bersama eluent hingga tanda batas
eluen.
Tabel berikut adalah seri eluetrop, berupa solvent tunggal atau pelarut
campuran, disusun berdasar kenaikan kepolaran,
Pentana, petroleum eter, benzena Kloroform-dietil eter ... 6/4
Benzena-kloroform .............. 1/1 Benzena-dietil eter ...... 1/9
Kloroform-aseton ................ 35/5 Dietil eter
Benzena-aseton ................... 9/1 Etil asetat
Kloroform-dietil eter ........... 6/4 Benzena/aseton ......... 1/1
Benzena/dietil eter ............... 1/1 Metanol
Kloroform-dietil eter ........... 8/2 Dioksana-air .............. 9/1
Benzena-etil asetat ............... 1/1 Kloroform-aseton ...... 85/15
Suatu seri lain dari eluetrop yang menggunakan aluminia sebagai
adsorben, dapat pula diaplikasikan. Data ini memberi keuntungan
mengingat diberikan harga numerik dari polaritas sehingga
mudah menggunakannya. Dapat dicatat disini bahwa penggantian
adsorban dari alumina ke silika gel tidak sepenuhnya dapat
diterima. Misalnya, untuk benzena dan toluena, harga ini dapat
melonjak tajam dibanding dengan penggunaan eter.
Pentana 0,00 Dietil eter 0,38 DMSO 0,62
Heksana 0,00 Kloroform 0,40 Nitrometana 0,64
1-pentena 0,00 Diklorometana 0,42 Asetonitril 0,65
Tetraklorometan 0,18 THF 0,45 Piridin 0,71
Toluena 0,29 Aseton 0,56 Etanol 0,88
Benzena 0,32 Etil asetat 0,58 Air Maks.
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
91
Penampakan Noda.
Setelah noda dikembangkan (melaju pada suatu eluen), tahap terakhir
dari kromatografi lapis tipis adalah membuat warna pada noda agar
dapat terdeteksi. Tergantung dari jenis senyawa dan adsorben yang
digunakan, dikenal berbagai cara penampakan noda,.
A. Penampakan secara Umum.
a. Iodium akan memberikan warna kuning-coklat terhadap
beberapa senyawa organik secara reversibel. Meski tidak
universal, cara ini paling umum digunakan. Senyawa-senyawa
asam organik tidak akan memberikan antaraksi.
b. Penyemprotan uap asam sulfat. Setelah selesai elusi, plat
kromatografi dapat disemprot dengan H2SO4 dan kemudian
dipanaskan pada suhu 100-120°C hingga memberi warna
coklat akibat proses mineralisasi senyawa organik. Pada cara
ini proses penampakan tidak bersifat reversibel, artinya
senyawa organik yang telah dianalisis tidak dapat diambil
kembali.
c. Lapisan yang berflorosensi. Beberapa jenis adsorban telah
mengandung komponen yang dapat berflourosensi. Pada plat
seperti ini, penampakan noda dapat dilakukan dengan
memberi sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254nm
atau 366nm. Cara ini sangat berguna tetapi sangat terbatas
mengingat hanya senyawa-senyawa yang menyerap ultraviolet
yang dapat memberi sinar berflourosensi, seperti pada
senyawa-senyawa aromatik.
B. Penampakan Spesifik.
Banyak senyawa organik yang dapat digunakan secara spesifik
untuk pengamatan noda. Sebagai contoh, ninhidrin dapat
digunakan sebagai penampak asam-asam amino. Pada umumnya,
92
cara penampakan spesifik ini hanya dipakai apabila cara-cara yang
telah diuraikan sebelumnya tidak dapat digunakan untuk analisis.
a. Untuk Senyawa-senyawa Asam, penampakan dapat
dilakukan dengan reaksi asam-basa, menggunakan brom
kresol hijau, brom kresol biru atau bromtimol biru. Penampak
ini dapat dibuat dengan melarutkan 0,05 % penampak tersebut
dalam etanol dan ditambah basa hingga pH 10. Dengan cara
menyemprotkan pada plate kromatogram, senyawa-senyawa
asam akan memberikan warna hijau. Penting sekali dicatat
bahwa apabila sistem pengembang yang digunakan bersifat
asam maka pelarut tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu
sebelum menyemprotkan zat penampak.
b. Untuk senyawa-senyawa karbonil, penampakan dapat
dilakukan dengan menyemprotkan larutan 2,4-dinitro
fenilhidrazin hingga diperoleh senyawa 2,4-
dinnitrofenilhidrazon. Penampak ini dapat dibuat dengan
melarutkan zat dalam etanol (0,5%) yang kemudian
ditambahkan 1 ml asam klorida 25 %.
Kegunaan Kromatografi lapis Tipis dan kelemahan-kelemahannya.
Analisi kemurnian suatu produk. Data kemurnian dari suatu produk
dapat diperoleh secara mudah, cepat dan dengan biaya murah melalui
kromatografi lapis tipis. Produk murni akan memberi noda tunggal
pada kromatogramnya. Meskipun demikian, satu noda yang
diperlihatkan pada hasil kromatogram belum tentu merupakan
senyawa tersebut murni mengingat dua senyawa dapat memiliki
harga Rf yang sama! Untuk meyakinkannya, metoda analisis lainnya
dapat digunakan, seperti kromatografi gas, kromatografi tekanan
tinggi, kromatografi lapis tipis bidimensional.
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
93
Analisis suatu reaksi. Kadangkala, suatu reaksi organik tidak
diketahui waktu optimal untuk reaksi. Dalam hal ini, metode
kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk analisis jalannya suatu
reaksi kimia. Jumlah noda kromatogram dapat menunjukkan
secara kasar jumlah produk hasil reaksi (bukan kuantitatif !).
Hilangnya salah satu noda reaktan dapat memberi indikasi bahwa
reaksi telah selesai (gambar 8.4).
Gambar 8.4. Profil TLC reaksi pada berbagai waktu reaksi
8.2. KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom merupakan salah satu jenis kromatografi
"menurun", artinya suatu komponen yang akan dipisahkan
dibasahi oleh eluen melalui fasa diam dalam suatu kolom gelas.
Pelarut pengelusi dan produk dalam pelarut akan ditampung
dalam suatu wadah yang ditempatkan di bawah kolom. Pada
94
umumnya, kolom yang digunakan memiliki kriteria khusus, yakni
perbandingan panjang/diameter minimal 20/1.
Gambar 8.5. Kromatografi kolom
Pengisian Kolom.
Pada kromatografi preparatif ini, adsorben tanpa pengikat (di
perdagangan dikenal "for coulomn") dihomogenkan pada Erlenmeyer,
dengan pelarut yang akan digunakan sebagai eluen, setelah terlebih
dahulu ditimbang, minimal 50g adsorben untuk 1g produk yang akan
dipisahkan. Campuran ini dikocok dengan kuat dan diusahakan tidak
ada gelembung udara didalamnya, yang kemudian dimasukkan dalam
kolom yang telah diberi sedikit kapas pada bagian dasarnya.
Sepanjang pengisian ini, kran kolom dibiarkan terbuka agar adsorban
termampatkan. Bila pengisian ini telah selesai, kelebihan pelarut yang
berada di atas adsorben diturunkan hingga tepat tanda batas ... kran
ditutup!
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
95
Penempatan Campuran senyawa yang akan dipisahkan dalam Kolom.
Memasukkan campuran senyawa yang akan dipisahkan harus
dilakukan dengan hati-hati agar pemisahan dapat berlangsung baik.
A. Produk Cairan. Campuran senyawa cair, yang telah terbebas dari
pelarut, dapat ditempatkan pada permukaan adsorban dengan pipet.
Bagian ujung pipet harus ditempatkan sedekat mungkin dengan
permukaan adsorban tetapi jangan sampai menyentuh agar
permukaan fasa diam tetap datar, hati-hati! Bila diperlukan, gunakan
eluen seminimal mungkin untuk mencuci campuran senyawa yang
masih tertinggal di pipet. Penggunaan pelarut pencuci yang terlalu
banyak menyebabkan pita senyawa yang akan dipisahkan melebar,
sehingga pemisahan tidak begitu bagus.
Elusi awal dapat dilakukan dengan tujuan meresapkan campuran
senyawa pada fasa diam, kran ditutup bilamana eluen tepat di
permukaan adsorben. Tambahkan sedikit adsorben agar dapat
menutupi komponen yang ada pada permukaan adsorben. Akhirnya,
elusi dapat dilakukan dengan cara menambahkan pelarut secara terus
menerus, sambil menampung pelarut yang berisi komponen-
komponen yang akan dipisahkan.
B. Campuran Padat atau "crude".
Bila sampel yang akan dipisahkan aalah sampel padat atau cairan
kental, dua kasus dapat terjadi, yakni
Campuran sampel larut dalam eluen. Dalam kasus seperti ini,
sampel dapat dilarutkan dalam pelarut (eluen) seminimal
mungkin, atau,
Campuran tidak larut dalam eluen. Bila suatu solvent yang dapat
melarutkan produk ini digunakan, maka pelarut ini akan mengelusi
96
lebih cepat dari pada yang diharapkan, sehingga akan mengganggu
pemisahan.
Jadi, agar pemisahan dapat berjalan dengan baik, sebelum dilakukan
pemisahan, terlebih dahulu dilakukan TLC, hingga dapat ditemukan
solven yang dapat melarutkan tetapi harga Rf-nya lebih rendah
daripada bila digunakan eluen.
Salah satu cara lain adalah melarutkan padatan dengan seminimal
mungkin pelarut, kemudian ditambahkan adsorben dan menguapkan
pelarutnya dibawah tekanan vakum pada temperatur kamar (aseton
mudah menguap, meruapakan pelarut yang sangat ideal digunakan).
Setelah dikeringkan pelarutnya, maka akan didapatkan bubukan, yang
kemudian ditempatkan di atas adsorben dengan hati-hati sehingga
diperoleh sebuah lapisan tipis. Akhirnya elusi dapat dilangsungkan.
Hati-hati : jangan sampai terlambat menambahkan eluen agar kolom
tidak retak.
Pemilihan eluen
Penampilan suatu senyawa pada KLT dapat menghasilkan sebuah
penampilan yang sama dengan kolom pada adsorben yang sama. Hal
ini dapat dibenarkan bila dua kondisi berikut dipenuhi,
Perbandingan berat produk yang dipisahkan dengan banyaknya
adsorben dalam kolom adalah 1/50
Kecepatan migrasi pada KLT sama dengan kolom.
Meskipun demikian, dalam suatu eksperimen sangat jarang ditemukan
kedua metode ini persis sama, karena dalam KLT bergerak melalui
daya kapileritas, sedangkan pada kolom, migrasinya berlangsung
melalui gravitasi. Mengingat keadaan ini, pada umumnya TLC sangat
baik dilakukan terlebih dahulu sebagai dasar pemilihan eluen untuk
kolom. Pada umumnya pemisahan kromatografi pada kolom akan baik
bila pemisahan Rf di atas 0,5. Lebih kecil harga Rf pada TLC maka
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
97
pemisahan juga akan baik, meskipun diperlukan waktu yang lebih
lama. Jadi, dari pengalaman, dari efektivitas/waktu untuk analisis,
akan didapatkan pada Rf=0,33, sehingga pemilihan pelarut sebaiknya
dipusatkan pada harga Rf tersebut.
Dalam kasus dimana 2 komponen yang akan dipisahkan memiliki
harga Rf yang sangat beda dapat digunakan kromatografi gradien
elusi, yakni elusi yang dimulai dari eluen yang menghasilkan harga Rf
tinggi, agar komponen pertama keluar seluruhnya, diikuti dengan
pelarut yang dapat « membawa » komponen kedua.
Elusi dan Fraksinasi
Pada permulaan dari kromatografi, eluen yang keluar dari kolom tidak
perlu dianalisis mengingat pelarut ini tidak membawa komponen yang
akan dipisahkan. Banyaknya zat cair ini kira-kira sama dengan jumlah
volume dari kolom. Kemudian, fraksinasi dilakukan setiap 10-20ml.
Volume ini dapat lebih besar atau lebih kecil, tergantung dari
jumlah/banyaknya produk yang kan dipisahkan, tingkat kesulitan
pemisahan (dekat atau jauhnya harga Rf komponen yang akan
dipisahkan) dan kecepatan pemisahan/elusi.
Catatan : bila senyawa-senyawa yang akan dipisahkan menyerap
ultraviolet maka adsorben yang mengandung 0,1% indikator
flourosens dapat digunakan, tetapi kolom yang digunakan harus
terbuat dari kuarsa (mahal!). Migrasi komponen-komponen yang
hendak dipisahkan dapat diikuti dengan cahaya ultraviolet.
Selain itu, diperdagangan dijumpai pula penampung fraksinasi yang
bekerja secara otomatis, dapat diatur sesuai dengan banyaknya
tetesan atau tergantung waktu.
Analisis hasil fraksinasi
98
Fraksi-fraksi yang dikumpulkan sebagai hasil kolom, dianalisis dengan
KLT* (bila larutan terlalu encer, pelarut dapat diuapkan dengan rotary
evaporator sebelum KLT). Fraksi-fraksi yang memiliki harga Rf sama
kemudian dijadikan satu.
Setelah dilakukan penguapan pelarutakan diperoleh sejumlah hasil
fraksinasi dengan berat tertentu dan kemurnian diketahui.
* Pada KLT, hasil-hasil fraksinasi dibandingkan dengan campuran sebelum kolom.
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
99
Eksperimen 8-a Analisis pigmen daun dengan kromatografi lapis tipis
Siapkan larutan petroleum eter dan etanol (2 :1) untuk merendam
daun-daun hijau yang telah digerus sebelumnya, saring dan dapatkan
larutan hijau dari fasa organik ini. Tambahkan air (kira-kira sama
dengan fasa organik) dan kocok hingga terlihat adanya emulsi.
Pisahkan dua fasa yang terjadi dan cuci fasa petroleum eter dengan
sejumlah volume yang sama dengan air. Pindahkan fasa petroleum
eter ke Erlenmeyer kecil dan keringkan dengan Na2SO4 anhidrat.
Dengan menggunakan plat TLC silika gel GF 254, totolkan 1-2 mm
pigmen larutan kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat. Biarkan
sebentar plat ini, kemudian elusi dengan pelarut benzena/aseton
(7/3).
Kemungkinan akan diperoleh 8 noda berwarna. Dengan turunnya
harga Rf, kemungkinan komponen dalam ekstrak tersebut adalah
karotenoid (2 noda, orange), klorofil-a (hijau-biru) klorofil-b (hijau)
dan xantophile (4 noda, kuning).
100
Eksperimen 8.b. Pemisahan pigmen Tinta
Siapkan plat TLC berukuran 2X10 cm. Dengan menggunakan pensil,
buat garis 0,7cm. pada masing-masing bagian atas dan bawah plat.
Dengan menggunakan tinta hitam, buat totolan pada garis, sekitar
0,5cm dari bagian kiri. Jangan terlalu luas! Pada 1cm sebelah
kanannya, totolkan warna lainnya. Keringkan plat ini diudara terbuka
sambil mempersiapkan tempat elusi dengan cara menjenuhkan
ruangan dengan kertas saring. Gunakan aseton murni sebagai eluen,
dan jangan lupa, tuangkan pelarut ini agar tidak merendam noda yang
telah dibuat (maksimal setinggi 0,4mm) Bila dirasa ruangan telah
jenuh, elusi dapat dimulai dengan cara meletakkan plat secara tegak
agar jalannya elusi benar-benar sempurna. Sambil menunggu elusi,
buat noda dari bahan yang sama pada plat kedua, tetapi dengan
menggunakan sistem pengembang etanol/aseton 1/1.
Analisis dan hitung harga Rf bercak noda yang dihasilkan, tulis warna-
warna yang dihasilkan. Dengan menggunakan lampu ultraviolet,
gambarkan dan hitung pula harga Rf. Akhirnya, dengan menggunakan
uap iodium, analisis dan hitung harga Rf-nya. Tabelkan, dan berikan
diskusi setelah membandingkan hasil percobaan dengan eksperimen
lain yang telah dikerjakan teman saudara.
BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM
101
Eksperimen 8.c. Analisis Analgesik
Komponen-komponen berwarna dari obat analgesik, dapat
diidentifikasi dengan cara membandingkan harga Rf dengan
komponen-komponen penyusunnya dalam keadaan murni. Analgesik
perdagangan merupakan suatu campuran, pada umumnya
mengandung aspirin dan kafein, serta komponen-komponen lain
dalam jumlah yang cukup banyak. Mengingat komponen penyusun
analgesik memiliki bagian yang menyebabkan warna (auksokrom),
maka bercak noda hasil elusi dapat ditampakkan dengan metoda
ultraviolet atau uap iodium.
Siapkan sampel dan identifikasi spesifisitas obat dalam kemasannya.
Hancurkan tablet analgesik ini dengan cara digerus dengan bagian
belakang sendok laboratorium (spatula). Larutkan sampel ini dengan
menggunakan etanol 95 % sehingga kira-kira diperoleh larutan 2 %
(berat/volume). Dengan menggunakan penyaring yang diberi kapas,
tuangkan campuran ini dan tampung larutan dalam tabung reaksi.
Siapkan plat TLC berukuran 4X10cm, buat garis "mulai" dan garis
"akhir, kira-kira 0,7cm dari kedua ujungnya. Pada salah satu garis yang
telah anda buat, tandai dengan pensip 6 titik, masing-masing berjarak
0,5cm baik antar noda ataupun dengan bagian kanan/kiri plat. Pada
titik ketiga, totolkan cairan sampel yang telah anda persiapkan, dan
pada bagian lainnya dapat ditempatkan referensi salisilamida, aspirin,
kafein, phenacetin, asetaminophen.
Elusi dapat dimulai bila sistem pengembang asam asetat/1,2
dikloroetana (1/1) telah dipersiapkan. Perhatikan benar apakah
pelarut terelusi dengan baik, artinya plat TLC diletakkan dengan
benar.
Setelah eluen telah mencapai garis atas, ambil plat dan keringkan
dengan cara mengipas-ipaskan plat agar pelarut lebih cepat menguap.
102
Anamisis noda yag terjadi di bawah lampu ultravioelt, gambar bercak
noda dengan pensil dan hitung masing-masing harga Rf-nya.
Buat plat yang sama, dan elusi pada sistem pengembag lain, misalnya
5/1/1/2 campuran 1,2 dikloroetana/aseton/etanol/heksana atau
campuran 25/1 dari etil asetat/asam asetat. Bandingkan hasilnya:
mana yang memiliki pemisahan paling bagus
C
O NH2
OH
C
O OH
OC
O
CH3 N
N N
N
CH3
CH3O
O
CH3
OCH2
CH3
NHC
O
CH3
HO
NHC
O
CH3
Salisilamida, Rf = 0,79 Aspirin, Rf = 0,56 Caffein, Rf = 0,31
Phenasetin, Rf = 0,68 Asetaminophen, Rf = 0,49
9
Aplikasi beberapa metode
dalam pemisahan dan Analisis Bahan Alam
Dalam pelaksanaan praktisnya, pekerjaan pemisahan senyawa bioaktif
yang terkandung dalam bahan tumbuhan harus dilakukan secara
teripadu, mulai dari ekstraksi, pemisahan kromatografi dan kristalisasi
harus dilakukan seluruhnya sehingga akan menghasil komponen yang
kita inginkan
104
Eksperimen 9-a.
Analisis piperin dari Piper
Ide percobaan dapat berupa perbandingan jumlah piperin dalam piper cubeba,
piper retrofractum, dsb… atau perbandingan jumlah piperin dalam Piper
retrofractum (cabe jawa) dari berbagai sumber
Ekstraksi dan analisis kualitatif piperin
Ekstraksi piperin dilakukan sesuai metode Paula, et al (2000) dengan
beberapa modifikasi sesuai dengan kapasitas laboratorium. Sebanyak 200g
sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 500C dan diblender sampai
menjadi serbuk. Kemudian, 40g bahan ini diekstraksi menggunakan soklet
dalam pelarut etanol selama 8 jam (setiap 2 jam dianalisis dianalisis
keberadaan piperin denan TLC pada terhadap pelarut yang merendam
sampel). Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan
penguap putar sampai volume 25 ml.
Analisis kualitatif piperin dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu penapisan
fitokimia terhadap alkaloid dan
kromatografi lapis tipis.
Penapisan fitokimia. Sampel dihaluskan dalam lumpang dengan
menambahkan 10 ml kloroform. Kemudian ke dalam lumpang ditambahkan
10 ml campuran kloroform-amonia 0,05 N, lalu dihaluskan lagi dan disaring.
Pada filtrat ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 N, dikocok perlahan dan dibiarkan
sejenak hingga terbentuk lapisan asam dan kloroform. Lapisan asam
kemudian diambil dan ditambahkan setetes pereaksi Dragendorf. Reaksi
positif ditandai dengan adanya warna merah.
BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA
105
Kromatografi lapis tipis. Analisis pendahuluan yang kedua adalah
kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan beberapa variasi perbandingan
pelarut antara benzena dan etil asetat, yakni 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Piperin
standard dan ekstrak etanol yang diperoleh dari masing-masing sampel
ditotolkan pada silika gel, kemudian dielusi dengan campuran pelarut dan
noda yang terbentuk diamati menggunakan lampu ultraviolet. (Apabila
saudara tidak memiliki piperin dapat menggunakan data RF percobaan
laboratorium ini)
Tabel 9-1. Harga Rf piperin pada berbagai eleuen
Eluen
(benzene:etil asetat)
Harga Rf
1 :1 0,70
1 :2 0,81
1 :3 0,83
1 :4 0,85
Analisis Kuantitatif piperin
Analisis kuantitatif piperin dilakukan sesuai dengan teknik yang
dikembangkan oleh Genest, et al (1963), yakni menggunakan metode
spektrofotometri UV-Visible.
Kurva kalibrasi. Dibuat larutan standart piperine dalam pelarut etanol
dengan konsentrasi 6, 8, 10, 12, dan 14 ppm, kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 343nm. Gambar 9.1.adalah suatu contoh hasil
analisis dari laboratorium.
106
Gambar 9.1. Kurva kalibrasi piperin
Analisis kuantitatif terhadap ekstrak. Sebanyak 0,5 ml ekstrak dilarutkan
dalam pelarut etanol menjadi 10 ml, yang kemudian disebut dengan L1.
Setelah itu 0,5 ml L1 diencerkan menjadi 10 ml dan disebut dengan L2.
Kemudian, 0,75 ml L2 diencerkan menjadi 10 ml dan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 343 nm. Jumlah piperin dalam sampel dihitung
menggunakan kurva kalibrasi.
Catatan Penting : pengenceran ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
mengingat kuantitas masing-masing bahan berbeda. Hal yang paling penting
adalah saat analisis, absorbansi pada UV harus berkisar 0,2 sampai 0,8).
Formulasi effervescent
Formulasi effervescent dilakukan sesuai metode Stephan, et al (1992) dengan modifikasi sesuai kebutuhan. Semua bahan untuk keperluan
formulasi, masing-masing diayak terlebih dahulu dengan ukuran 100 mesh. Sejumlah tertentu ekstrak (disesuaikan dengan kebutuhan), 1000 mg natrium hidrogen karbonat, 800 mg asam sitrat anhidrat dicampur dengan pengaduk kemudian ditambahkan 100 mg natrium siklamat, 400mg polietilenglikol, perasa lemon dan dicampur kembali sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 800C
untuk menghilangkan air yang mungkin terikat dalam produk selama proses pembuatan.
y = 0,1088x + 0,0077
R² = 0,9979
00,20,40,60,8
11,21,41,61,8
0 5 10 15
ab
sorb
an
si
konsentrasi piperin (mgL-1)
Kurva Standar Piperin
BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA
107
Eksperimen 9-b. Pembuatan Larutan untuk sediaan uji praklinis atau formulasi lainnya
Seringkali para peneliti uji praklinis maupun uji klinis harus membuat sendiri
sediaan larutan atau formula lainnya, dengan cara ekstrasi terhadap bahan
alam segar atau simplisianya. Pelarut yang umum digunakan adalah etanol
karena kebanyakan senyawa bioaktif yang terkandung dalam tanaman larut
dalam pelarut ini, termasuk pelarut dengan toksisitas rendah, mudah
diuapkan dan harganya murah.
Dalam percobaan ini akan dibuat larutan dengan konsentrasi 100mg/kgBB,
200mg/kgBB dan 300mg/kgBB dari ekstrak Piper retrofractum untuk tikus
spraque Dawley dengan berat badan rata-rata 250mg (seperempat kg), untuk
100 kali cekokan (konsumsi).
Percobaan. Timbang masing-masing secara tepat 2,5g (A) ; 5,0g (B) dan 7,5g
(C) ekstrak kering dan kemudian masukkan dalam labu ukur 100ml.
Tambahkan aquabides (sekitar 75ml, lalu kocok. Apabila mengalami kesulitan
melarutkan bahan dapat ditambahkan sedikit larutan TWIN 20. Tambahkan
aquabides hingga tanda batas. Khusus untuk tikus spraque Dawley dengan
berat rata-rata 250mg tersebut, larutan 1ml A identik dengan 100,mg/kgBB,
1ml B identik dengan 200 mg.kgBB, 1ml larutan C identik dengan
300mg/kgBB.
Untuk membuat larutan untuk sediaan ekstrak hewan coba lain dapat
disesuaikan dengan perhitungan di atas.
108
Eksperimen 9-c Analisis Antosianin dalam bunga Rosella
Ekstraksi pigmen antosianin. Ekstraksi dilakukan dengan maserasi sampel
dengan cara merendam 100 gram serbuk kelopak bunga rosela dimaserasi
dengan 300 mL pelarut etanol pada temperatur kamar atau 25°C selama 24
jam[1]. Kemudian disaring dan diambil filtratnya.
Penentuan λ maksimum Ekstrak. Penentuan λ maksimum ekstrak kelopak
bunga rosela dilakukan dengan metode spektroskopi UV-Vis. Sekitar 1 mL dari
masing-masing ekstrak hasil maserasi 5°C dan 25°C, serta ekstrak hasil
soxhletasi dilarutkan dalam pelarut etanol menjadi 10 mL, selanjutnya
absorbansi diukur pada panjang gelombang 400–800 nm.
Penentuan Total Antosianin dengan Metode pH Differensial. Penetapan
antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0 dan pH 4,5.
Pada pH 1,0 antosianin berbentuk senyawa oxonium dan pada pH 4,5
berbentuk karbinol tak berwarna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
membuat suatu alikuot larutan antosianin dalam air yang pH-nya 1,0 dan 4,5
untuk kemudian diukur absorbansinya.
Pembuatan larutan pH 1,0 dan pH 4,5
Larutan pH 1,0. Sekitar 1,490 gram KCl dilarutkan dengan akuades dalam
tabung volumetrik 100 ml sampai batas. Kemudian campurkan 25 ml larutan
KCl dengan 67 ml HCl 0,2 N. Tambahkan HCl kembali jika perlu sampai pH
mencapai 1,0 ± 0,1.
Larutan pH 4,5. Sekitar 1,640 gram potasium asetat dilarutkan dengan akuades
dalam tabung volumetrik 100 ml sampai batas. Tambahkan larutan HCl 0,2 N
sampai pH 4,5 ± 0,1.
BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA
109
Pengukuran dan Perhitungan konsentrasi antosianin total. Dua larutan
sampel disiapkan dari masing-masing filtrat, pada sampel pertama digunakan
larutan pH 1,0 dan untuk sampel kedua digunakan larutan pH 4,5, kemudian
absorbansi dari setiap larutan diukur pada panjang gelombang 510 dan 700
nm. Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan
rumus:
A = (A510 – A700)pH 1,0 – (A510 – A700)pH4,5
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus:
% Antosianin = L x
Absorbansix MW x
Wd
Vd x
1000
1 x100%
Keterangan:
ε = absorptivitas molar Sanidin-3-glukosida = 26900 L/ (mol.cm)
L = lebar kuvet = 1 cm
MW = berat molekul Sianidin-3-glukosida ( 449,2 g/mol)
Vd = volume akhir pengenceran
Wd = berat ekstrak kering (g)
110
Eksperimen 9-d Analisis Kurkuminoid dalam berbagai sampel temulawak
Telah dilaporkan bahwa bahan alam temulawak (Curcuma xanthoriza) dikonsumsi dalam
bentuk campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin (1), demetoksi kurkumin (2) dan
bisdemetoksikurkumin (3).
Preparasi Rimpang Temulawak : Perbandingan temulawak segar dan
simplisia
Rimpang temulawak segar dicuci dengan air bersih. Kemudian ditiriskan dan
dirajang kecil-kecil. Kemudian dari sampel yang telah dirajang, ditimbang
masing-masing seberat 100g (sebanyak 4 sampel, duplo)
Pengeringan Sampel Temulawak. Dua sampel temulawak yang telah
dirajang dikeringkan dengan sinar matahari selama 6 hari (seperti yang
dilakiukan petani).
Ekstraksi Kurkuminoid. Terhadap dua sampel segar yang telah diiris-iris
diekstrak dengan etanol 95% selama 45 menit dengan tiga kali ekstraksi
sampai larutan tidak berwarna (dikerjakan sesegera mungkin setelah
pengirisan). Hal yang sama dilakukan terhadap dua sampel simplisia setelah
dikeringkan selama 6 hari. Ekstrak yang diperoleh lalu disimpan selama 24 jam
dalam freezer. Ekstrak kemudian dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator
pada suhu 50 ºC. Setelah itu didefatisasi dengan petroleum eter, residu yang
diperoleh dikeringkan dengan oven pada suhu 50 °C. Residu kering yang masih
O O
H
OHHO
R1 R2
Senyawa R1 R2
Kurkumin (1) OMe OMeDemetoksikurkumin (2) H OMeBisdemetoksikurkumin (3) H H
BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA
111
menempel pada kertas saring kemudian dilarutkan kembali dengan etanol 95%.
Ekstrak yang diperoleh dimasukkan dalam vial lalu dikeringkan dengan gas N2 ,
dan dilarutkan kembali hingga volume menjadi tepat 10ml guna keperluan
analisis lebih lanjut.
Analisis kurkuminoid dengan Thin Layer Chromatography (TLC). Pelat TLC
4×7 cm ditandai dengan pensil batas bawahnya kira-kira 1 cm dari ujung bawah
sebagai tempat penotolan sampel dan batas atas kira-kira 1 cm dari ujung atas
untuk menandai pelarut. Kemudian disiapkan pula bejana pengembang yang
berisi campuran pelarut CHCl3:Et-OH sebanyak (14,7 ml: 0,3 ml). Selanjutnya,
seluruh ekstrak sampel ditotolkan dalam satu pelat KLT. Kemudian pelat KLT
dimasukkan dalam bejana pengembang yang telah disiapkan. Lalu dilakukan
elusi sehingga pelarut merambat sampai tanda batas atas yang telah ditandai.
Pelat diangkat, dikeringkan sebentar lalu nodanya dilihat dibawah lampu UV
pada panjang gelombang 254 nm (gambar 9.2).
Gambar 9.2. Kromatogram ekstrak temulawak
112
Eksperimen 9-d Isolasi dan Analisis Hiptolida dari tanaman Hyptis pectinata
Tanaman Hyptis pectinata, yang merupakan tumbuhan jenis Labiaeae,
dilaporkan memiliki kandungan senyawa hiptolida dengan kadar yang cukup
besar, yakni 2%. Banyak laporan terkini menyebutkan bahwa senyawa-
senyawa dengan kerangka a-b unsaturated d-lactone, sangat potensial sebagai
obat anti kanker.
Pada percobaan ini akan dilakukan isolasi senyawa hiptolida dan menganalisis
keberadaannya dengan TLC dan spektroskopi UV.
Gambar 9-5 Tanaman Hyptis pectinata dan hiptolida
Penyediaan Hiptolida
Tahap Ektraksi. Dalam Erlenmeyer bertutup 1L, sebanyak 1kg bubuk Hyptis
pectinata dimaserasi dengan etanol teknis sehingga selapis etanol berada
diatasnya. Proses perendaman dilakukan selama 24 Jam. Ekstrak yang
berwarna hijau pekat dikeluarkan perlahan-lahan, dan disaring dengan corong
Buchner, diambil filtratnya. Proses perendaman diulang dua kali lagi dengan
harapan senyawa hiptolida dapat terekstrasi lebih sempurna. Larutan berwarna
hijau pekat hasil tahap ini disimpan guna pengerjaan lebih lanjut.
O
O
OAc
OAc OAc
( I )
BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA
113
Pemisahan Hiptolida. Pemekatan larutan hasil ekstraksi dilakukan dengan
cara distilasi vakum menggunakan “rotary evaporator” sampai pelarut yang
ada tinggal sepertiga dari volume semula. Ekstrak pekat ini kemudian dicampur
dengan air (aquadest) dengan perbandingan 1:1 , dan dibiarkan sedikitnya 24
jam hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian atas adalah berupa lapisan
etanol-air, sedangkan lapisan bagian bawah diperkirakan lapisan klorofil.
Lapisan bagian atas diambil dengan cara ekstraksi dengan menggunakan
corong pisah, dan selanjutnya diaupkan dengan penguap vakum hingga
diperkirakan tidak ada lagi etanol bebas dalam larutannya. Laruatan air yang
dihasilkan kemudian didinginkan semalam, sehingga terbentuk kristal
hiptolida. Penyaringan dilakukan sehingga akan diperoleh Kristal hiptolida.
Pemurnian Hiptolida. Pelarut eter dipanaskan dengan “water bath” hingga
mendidih, kemudian sedikit demi sedikit Kristal hasil isolasi dimasukkan dalam
eter panas tersebut sambil diaduk. Tepat saat Kristal yang dimasukkan tidak
lagi larut, penambahan dihentikan. Larutan disaring dalam keadaan panas, dan
filtratnya didinginkan sehingga terbentuk Kristal. Saring dan timbang kristal
yang terbentuk.
Analisis keberadaan hiptolida dan kemurnian
Secara cepat, keberadaan hiptolida dapat dianalisis dengan TLC, analisis titik
leleh dan spektroskopi UV. Hiptolida memiliki lmaks (etanol)= 212, Titik leleh
86-87oC dan memiliki Rf seperti tercantum dalam tabel 9-2.
Tabel 9-2. Harga Rf Hiptolida pada berbagai sistem eluen
Eluen Rf
Kloroform 0,9
Etil asetat 0,96
n-Heksana Tidak terelusi
Kloroform : n-heksana 1 : 1 0,47
Kloroform : n-heksana 2 : 1 0,60
114
115
Index
Adapter 35
Adsorben 86,89,94
Alat laboratorium 1
Alumina 88
Antosianin 108
asam sulfat 4
aseton 4
Aspirator 5 ,43
Azeotrop distilasi 31
Azeotrop, definisi 31
Batu didih 36
Beaker, gelas 5
Bejana pendingin 6
Biji pala 65
Bromobenzena 22
Buble plate, kolom 26
Buchner, corong 6
Butana 21
Cabe jawa 104
CaCl2, tempat 5
Catatan 7
Claisen, sambungan 5
Corong padatan 6
corong pisah 5,64
Densitas 21
Distilasi 21
Distilasi bertingkat 39
Distilasi sederhana 25,28,35
Distilasi terfraksi 25,29
Distilasi uap 29,40
Distilasi vakum 23,30,42
Effervescent 106
Ekstraksi 59
Eluen 96
Erlenmeyer 5
Eugenol 41
Faktor hambatan 88
Fasa diam 88
Fasa mobil 89
Fasa stasioner 88
Gelas ukur 5
HETP 39
Hiptolida 112
Hirck, corong 6
Hyptis pectinata 112
Joint 38
Kafein 66
kalium dikromat 4
Kasa 36
keamanan eksperimen 2
Kelarutan 45,61
Kieselguhr 88
klem 3,6
Koefisien distribusi 64
Kolom kontinyu 26
kolom refluks 5
kolom vigroux 5
Kondensor 37
Kristalisasi 46
Kristalisasi terfraksi 48
Kromatografi kolom 93
Kromatografi lapis tipis 80
Kurkumin 110
Labu bulat 5
Labu hisap 5
labu leher tiga 2
labu tetes isobar 2
Mantel panas 6
116
Migrasi 89
Minyak atsiri 40
Minyak cengkeh 41
natrium klorida 4
Octana 29
Octana 32
dibutil eter 29
Oktil alkohol 29
Penampak noda 91
penangkap uap air aktigel 2
pendingin bola 5
pengaduk 2
Pengaduk magnet 6
Pengatur panas 6
Pengatur tinggi 7
Penyaringan 51
Penyaringan vakum 54
peralatan joint 3
Piper retrofractum 104
Piperin 104
Plate teori 27
reaktor sintesis 2
Refraktometer 40
Retention factor 89
Rotary evaporator 43
Roult 25
Silika gel 88
Sokshlet 62
Spatula 6
stavol 3
Sublimasi 48
sulfokromik 4
Super heating 37
Teh 66
Tekanan luar 30,31
Tekanan sistem 31
Tekanan uap 22,23,24,25
Tekanan udara 23
Tekanan total 29
Termometer 34,36
Titik didih 22
Trimiristin 65
Water trap 54,55
Zat pengering 69
Zat warna 47,48
117
REFERENSI
Daniel JP, Johnson CR and Miller MJ (1992), Experiments and Techniques in Organic
Chemistry, New Jersey: Prentice Hall
Helmkamp GK and Johnson HW (1964), Selected Experiments in Organic Chemistry, San
Francisco: W.H. Freeman and Company
Sudjadi (1988), Metode Pemisahan, Yogyakarta: Kanisius
Vogel AI (1989), Textbook of Practical Organic Chemistry, 4th Ed. New York: Longman
Scientific and Technical
Wilcox CF and Wilcox MF (1995), Experimental Organic Chemistry: A Small-scale Approach,
New Jersey: Prentice-Hall
Williamson KL and Masters KM (2010), Macroscale and Microscale Organic Experiment,
Belmont, CA: Brooks-Cole Cengage Learning
118
Biografi Penulis
Dr. Bambang Cahyono.
Dr. Bambang Cahyono lahir di Kota Kudus, Jawa Tengah. Pendidikan sekolah dasar hingga
SMA diselesaikan di Kota ini. Lulus Sarjana Muda (BSc, 1985), sarjana (S1, 1987) dan S2
(Master, 1992) di Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung. Pendidikan
Doktor diselesaikan di Ecole Nationale de Chimie Montpellier, France (ENSCM, 1993 sd.
1997). Beberapa kursus pendidikan maupun penelitian dalam negeri maupun luar negeri
pernah diikuti, seperti di TUB Berlin dan Universitas Tehran, Iran
Saat ini Dr. Bambang Cahyono masih aktif sebagai staf pengajar di Departemen Kimia,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Dipoenegoro. Beberapa matakuliah, seperti
Kimia Organik, Kimia Analisis Organik, Pemisahan senyawa organik, sintesis senyawa
organik, kewirausahaan, diampu untuk mahasiswa S1 maupun S2. Beberapa publikasi
ilmiah di Jurnal terakreditasi maupun internasional serta beberapa patent, telah dihasilkan
sebagai output pembimbingan mahsiswa maupun hasil penelitian kerjasama dengan staf
lain.
Pernah aktif sebagai ketua Himpunan Kimia bahan Alam Jateng (2000 sd 2009) dan Wakil
ketua Himpunan Kimia Jawa Tengah (2004 sd 2012). Pernah menjadi Kepala Laboratorium
Kimia Organik UNDIP (1997 sd 2000), dan menjadi Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNDIP
(2000 sd 2003). Pada tahun 2003 sd 2012, Dr. Bambang Cahyono sebagai Ketua Pusat
Pengembangan Obat dari Bahan Alam (UNDIP-Pemprov Jateng). Sejak tahun 2012 hingga
2015 menjadi Ketua UP3ST (Unit Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Sains dan
Teknik) Fakultas Sains dan Matematika UNDIP. Pada tahun 2015 hingga sekarang aktif di
Bagian Analisis, Laboratorium Terpadu UNDIP, sebagai wakil Ketua. Selain sebagai Wakil
Penjaminan mutu di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Dr. Bambang Cahyono
juga menjabat sebagai Ketua Pusat Admisi dan Promosi Pendidikan, LP2MP Universitas
Diponegoro.
Beristrikan Dr. Meiny Suzery, Penulis memiliki empat anak: dr. Chemy Wiryawan Cahyono
(beristrikan dr. Helvy Fridayani), Sylvia Rahmi Putri, S.Gz., Ryan Wiryawan Cahyono dan
Titania Candra Wulan.