127

ETODE - doc-pak.undip.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ETODE - doc-pak.undip.ac.id
Page 2: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

METODE PEMISAHAN

BAHAN ALAM Aspek Teoritis dan Eksperimen

Bambang Cahyono, Dr

Meiny Suzery, Dr

Dosen Kimia Organik, Universitas Diponegoro

PENERBIT KOMPAS ILMU

Page 3: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

ii

METODE PEMISAHAN BAHAN ALAM

Aspek Teoritis dan Eksperimental

Penyusun : Bambang Cahyono, Dr

Meiny Suzery, Dr

ISBN No. 978 – 602 – 343 – 341 – 4

Desain Sampul : Brilliant Imron

Diterbitkan Oleh : PT Kompas Ilmu

KOMPAS ILMU

Jalan Salemba Tengah No. 37 D, Jakarta Pusat 10440

Jakarta: (021) 3156916

Fax. (021) 2306002

Email: [email protected]

Hak cipta © 2018

Beberapa isi dari buku ini sebenarnya telah dibuat pada tahun

1990, dan telah digunakan untuk keperluan internal oleh

mahasiswa di Program Studi Kimia Universitas Diponegoro,

Semarang.

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Metode Pemisahan Bahan ALAM Aspek Teoritis dan

Eksperimental/ Bambang Cahyono, Dr dan Meiny Suzery, Dr

Jakarta

(viii+118) 126 hlm; 20,5 cm x 26 cm

1. Metode Pemisahan Bahan ALAM Aspek Teoritis dan

Eksperimental Judul

II. Bambang Cahyono, Dr dan Meiny Suzery, Dr

Page 4: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

iii

Prakata

Pernahkah terbayangkan, seandainya ada seseorang yang

meletakkan pispot di atas meja makan? Dilihar dari bentuk barang

ini, pispot dapat digunakan sebagai tempat es buah atau sayur.

Sudah barang tentu, selera makan kita pasti sirna! Bisakah pispot

digunakan untuk tempat sayur atau es buah? Jawabnya bisa, tetapi

bukan fungsinya!

Bolehkah kita menguapkan 100mL pelarut eter dengan

menggunakan Erlenmeyer? Tentu saja tidak boleh, karena titik

nyala eter sangat rendah, sehingga mudah terbakar. Bila ada

sumber panas, api dapat dengan mudah membakar uap eter yang

memenuhi ruangan, kebakaran dapat terjadi! Bagaimana dengan

menguapkan pelarut benzena dari cawan porselin? Berbahaya!

Senyawa ini sangat karsinogen. Pernahkan saudara melihat hasil

elusi dari Thin Layer Chromatography (TLC) yang bentuknya

melengkung? Sebagai seorang yang sudah memahami teori dasar

TLC pasti akan sangat paham penyebabnya.

Saat ini, mahasiswa di Indonesia, kebanyakan masih menggunakan

buku Vogel untuk praktikum atau penelitiannya. Pengembangan

buku ini telah dilakukan oleh pengarang di beberapa negara. Dalam

buku Metode Pemisahan Bahan Alam ini, penulis telah

memasukkan beberapa pengalaman eksperimen yang bersifat

aplikatif. Buku mengenai metode pemisahan ini tidak saja

digunakan oleh mahasiswa Kimia, tetapi juga dapat digunakan oleh

mahasiswa farmasi, biologi, pertanian, kelautan, bahkan juga

diperlukan oleh mahasiswa kedokteran. Siswa SMA atau sederajad,

khususnya dari Jurusan MIPA juga membutuhkan buku ini guna

menambah dasar ketrampilan pendukung saat melakukan

praktikum. Buku ini dapat juga digunakan siswa melakukan

eksperimen laboratorium untuk penelitian siswa (KIR) atau

persiapan praktek dalam menghadapi Olimpiade Sains.

Buku Metode Pemisahan Bahan Alam ini dimulai dengan topik

mengenai pengenalan beberapa peralatan yang biasa digunakan di

Page 5: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

iv

Laboratorium, diikuti dengan cara membuat catatan eksperimen

yang baik pada bab 2. Quality assurance (penjaminan mutu) dari

pekerjaan suatu eksperimen dapat dikatakan baik bilamana

seseorang membuat catatan percobaan dengan baik. Membuat

catatan yang rapi dan benar dapat menunjukkan kualitas pekerjaan

seseorang. Assesment terhadap pekerjaan laboratorium biasanya

dimulai dari melihat buku catatan pekerjaan.

Metode distilasi, kristalisasi dan ekstraksi, berturut turut dibahas

pada tiga bab selanjutnya. Ketiga metode ini adalah metode dasar

untuk memisahkan senyawa dari metabolisme sekunder bahan

alam. Pengenalan zat pengering penting pula diperkenalkan agar

pembaca para pembaca dapat menghilangkan air secara efektif.

Topik titik leleh diperkenalkan pada bab ke tujuh. Topik ini

sebenarnya bukan merupakan bagian dari metode pemisahan, akan

tetapi perlu diperkenankan untuk untuk tujuan analisis cepat

terhadap senyawa organik yang telah dipisahkan dari campurannya.

Pada bagian akhir dari buku ini, pembaca juga akan diperkenalkan

metode kromatografi dalam pemisahan dan analisis cepat senyawa

organik. Tambahan topik dalam buku ini perlu diberikan agar

memberikan ruang bagi penulis dan pembaca untuk dapat

melakukan praktek terhadap topik-topik terkini. Bab ini merupakan

bagian pengembangan dari aspek praktis pemisahan yang telah

dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.

Penulis menyadari bahwa penyempurnaan terhadap buku ini hanya

akan dapat dilakukan dari umpan balik dari para pengguna. Penulis

juga menyadari, perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

dalam metode pemisahan terus berkembang di seluruh dunia. Oleh

karena itu, pemutakhiran topik juga akan kami usahanan terus

menerus.

Terimakasih kami kepada para pembaca, semoga buku ini dapat

memberikan manfaat dan memberikan kontribusi terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bambang Cahyono

Meiny Suzery

Page 6: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

v

Daftar Isi

1. Mengenal Peralatan Laboratorium

1.1. Beberapa Saran 2

1.2. Perawatan Peralatan Gelas 3

1.3 Mengenal peralatan gelas 5

2. Cara Membuat dalam Membuat Catatan

2.1 Beberapa saran dalam membuat Catatan 7

2.2 Eksperimen jenis teknik 10

2.3 Eksperimen jenis sintesis 13

2.4 Test keberanian 19

3. Metode Distilasi

3.1. Konsep titik Didih 22 3.2 Distilasi zat cair Murni 24 3.3 Distilasi Campuran Zat cair 25 3.4 Distilasi terfraksi 25 3.5 Distilasi uap 29 3.6 Distilasi Vakum 30 3.7 Distilasi azeotrop 31

Page 7: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

vi

Daftar isi (lanjutan)

Eksperimen 3-a Penentuan titik didih 33

Eksperimen 3-b Distilasi Cairan Murni 35

Eksperimen 3-c Distilasi beringkat 39

Eksperimen 3-d Distilasi uap :Minyak atsiri dari jeruk 40

Eksperimen 3-e Distilasi Vakum : Pemurnian eugenol 41

Eksperimen 3-f Distilasi Vakum : cara menggunakan rotary evaporator

43

4. Metode Kristalisasi dan Sublimasi

4.1 Kristalisasi 46

4.2 Sublimasi 48

Eksperimen 4-a Penyaringan 51

Eksperimen 4-b Pemurnian biphenil 57

5. Metode Ekstraksi

5.1 Dasar ekstraksi : koefisien distribusi 60

5.2 Penggunaan corong pisah 61

5.3 Ekstraksi jangka panjang : Sokshlet

62

Page 8: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

vii

Daftar isi (lanjutan)

Eksperimen 5-a Koefisien distribusi dari senyawa asam propionat dalam Benzena-air

64

Eksperimen 5-b Isolasi trimiristin dari biji buah pala 65

Eksperimen 5-c Isolasi kafein dari teh 66

6. Penggunaan Zat Pengering

6.1 Efisiensi zat pengering 70

6.2 Golongan senyawa organik dan zat pengering 72

7. Analisis Titik Leleh

7.1. Beberapa aspek umum dalam analisis titik leleh 76

7.2. Catatan penting dalam analisis titik leleh 76

Eksperimen 7-a Mengenal beberapa jenis peralatan titik

leleh 78

Eksperimen 7-b Titik leleh murni dan titik leleh campuran 82

Eksperimen 7-c Identifikasi senyawa tak dikenal dengan titik leleh

83

Page 9: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

viii

8. Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom

8.1 Kromatografi Tipis : gambaran umum 86

8.2 Kromatografi Kolom 93

Eksperimen 8-a Analisis pigmen daun dengan kromatografi lapis tipis

99

Eksperimen 8-b Pemisahan pigmen tinta 100

Eksperimen 8-c Analisis Analgesik 101

9. Metode terpadu dan Aplikasinya

Eksperimen 9-a Analisis piperin dari Piper 104

Eksperimen 9-b Pembuatan larutan untuk sediaan uji praklinis atau formulasi lainnya

107

Eksperimen 9-c Analisis antosianin dalam bunga rosela 108

Eksperimen 9-d Analisis Kurkumin dalam berbagai sampel temulawak

110

Eksperimen 9-f Isolasi dan Analisis Hiptolida dari tanaman Hyptis pectinata

112

Index 115

Referensi 117

Biografi Penulis 118

Page 10: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

1

Mengenal

Peralatan

Laboratorium

Pengenalan peralatan sederhana yang biasa digunakan di

laboratorium sangat penting agar eksperimen dapat berjalan lancar

dan dengan hasil yang memuaskan. Dalam bagian ini, akan diuraikan

secara sepintas beberapa peralatan gelas sederhana yang sering

ditemukan pada percobaan-percobaan bahan alam

Page 11: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

2

1.1. Beberapa Saran

Gambar 1-1. Rangkaian alat untuk reaksi

Set peralatan di Laboratorium Bahan

alam pada umumnya merupakan

rangkaian beberapa bagian alat gelas

yang identik.

Bila bagian-bagaian alat gelas ini

disambungkan maka rangkaian

peralatan yang berbeda-beda dapat

dibentuk. Suatu contoh, peralatan

"ideal" reaktor untuk sintesis

organik (gambar 1-1), dapat

diperoleh dari labu leher tiga A,

pendingin B, labu tetes isobar C,

penangkap uap air aktigel D dan

pengaduk E.

Dengan mengubah susunan alat gelas ini, bagian pendingin, labu leher

tiga dan termometer, ditambah dengan kolom dan penampung,

reaktor ideal dapat diubah menjadi rangkaian peralatan distilasi.

Apa yang harus diperhatikan dalam menggunakan peralatan selama

percobaan di laboratorium? Saran berikut perlu dipahami benar agar

"keamanan" eksperiment dapat terjaga,

a. Sebelum digunakan semua peralatan yang akan dirangkai

harus benar-benar dalam keadaan bersih, kering dan

telah terbebas dari air atau pelarut lain, sehingga tidak

akan mempengaruhi eksperimen.

b. Rangkaian peralatan harus ditempatkan sedemikian rupa

sehingga mudah diatur di maja kerja. Sebagai contoh, pada

Page 12: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 1 : MENGENAL BEBERAPA PERALATAN SEDERHANA

3

saat tertentu, pemanasan labu harus diganti dengan

pendinginan, dapat dilakukan dengan mengganti wadah berisi

parafin panas dengan gumpalan es. Di laboratorium dikenal

suatu peralatan yang dapat mengatur tinggi rendahnya sistem

(1-25).

c. Semua klem yang digunakan sebagai penjepit harus

terbungkus plastik atau material lainnya, agar tidak ada

kontak besi dengan bagian gelas secara langsung.

d. Semua peralatan "joint" (sambungan standar dari pabrik),

harus diberi paselin agar mudah dibuka saat selesai

memakai alat-alat gelas, disamping menghindari kebocoron

pada saat bekerja. Penggunaan paselin yang terlalu banyak

akan mengotori produk yang diinginkan. Dalam analisis

spektroskopi 1HNMR misalnya, paselin ini akan

memperlihatkan puncak di sekitar 0ppm, dan pada spektrum

infra merah akan muncul beberapa puncak di sekitar 1000

cm-1.

e. Beberapa peralatan elektrik sebaiknya dihubungkan dengan

pengaman, "stavol", untuk menghindari fluktuasi arus listrik.

Jangan sekali-kali mengganti "sekering" (pengaman yang

terdapat pada setiap peralatan elektronik) dengan bahan lain

yang tidak sesuai dengan kapasitas peralatan.

1.2. Perawatan Peralatan Gelas

Mencuci saat selasai menggunakan peralatan gelas merupakan

kebiasaan yang sangat baik dilakukan di laboratorium bahan alam.

Mengapa? Menumpuknya peralatan dengan berbagai macam bau dari

"sampah" di atas meja kerja, akan mengurangi semangat penelitian.

Disamping itu, kotoran yang telah kering pada umumnya lebih

sulit dibersihkan dari pada kotoran baru.

Page 13: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

4

Peralatan gelas mula-mula dibasuh dengan air atau air detergent,

kemudian dibasuh dengan aseton agar mempermudah pegeringan dan

menghilangkan kotoran non polar. Di laboratorium organik, tempat

penampungan bekas aseton ini dapat didesain secara khusus agar

aseton bekas dapat didaur ulang, untuk kemudian digunakan kembali

sebagai pencuci.

Akhirnya, alat gelas yang telah bersih dapat dikeringkan dengan cara

membiarkannya pada rak yang telah disediakan, atau, untuk

mempercepat pengeringan, dapat digunakan "dryer". Sebelum

melakukan semua tahap pencucian ini, perafin yang masih menempel

pada ujung sambungan harus dibersihkan terlebih dahulu. Kran

peralatan gelas perlu pula dibersihkan dengan cara melepas dari

tempatnya, dan secepatnya harus dipasang kembali agar tidak keliru

dengan kran lain (mengapa ?).

Dalam keadaan pengotor sulit dihilangkan, sikat botol dapat

digunakan. Penambahan natrium klorida dalam aseton, merupakan

cara efektif untuk menghilangkan kotoran berlemak. Selain itu,

tergantung pada produk yang akan dibersihkan, penggunaan asam,

basa, atau pelarut lain, merupakan cara alternatif dalam

membersihkan peralatan gelas (hati-hati dengan asam nitrat sebab

akan menghasilkan produk yang eksplosif).

Penggunaan larutan sulfokromik, yang merupakan oksidant kuat,

merupakan cara alternatif dalam menghilangkan kotoran organik yang

tidak mungkin dihilangkan dengan cara-cara sebelumnya (cara

membuat : natrium atau kalium dikromat, 5gram, dilarutkan dengan

air dalam jumlah minimum, ditambahkan hati-hati 100 ml asam sulfat

pekat. Taruh di botol dan simpan pada tempat yang dingin).

Page 14: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 1 : MENGENAL BEBERAPA PERALATAN SEDERHANA

5

1.3. Mengenal Peralatan Gelas

Di laboratorium bahan alam, dikenal peralatan gelas jenis "joint",

yakni peralatan dimana bagian-bagiannya telah disesuikan dengan

bagian peralatan lain, dan peralatan gelas biasa, dimana diperlukan

karet penyambung untuk merangkainya. Gambar 1-2 sampai 1-25

merupakan peralatan yang umum tersedia di laboratorium bahan

alam.

1-2. Kolom Vigreux 1-3. Pendingin bola 1-4. Kolom refluks

1-5. Aspirator 1-6. Corong pisah 1-7.Sambungan Ckaisen

1-8. Erlenmeyer 1-9. Gelas ukur 1-10 Labu bulat

Page 15: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

6

1-11. Labu hisap 1-12. Tempat CaCl2 1-13. Gelas Beaker

1-14. Corong Hirc 1-15. Corong padatan 1-16. Corong Buchner

1-17. Spatula 1-18. Klem 1-19. Pipet Pasteur

1-20. Mantel panas 1-21. Pengatur panas 1-22. Pimset

1-23. Pengaduk magnet 1-24. Bejana pendingin

1-25. Pengatur tinggi

Page 16: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

2

Cara Membuat Catatan

Hasil Eksperimen

Membuat catatan yang rapi, benar dan informatif merupakan salah

satu komponen penting dalam penelitian atau percobaan. Dengan

"dokumen hidup" seperti ini, kita dapat menilai, mengulang dan

mendapat hasil yang sama pada supuluh atau beratus tahun kemudian,

untuk selanjutnya dikembangkan menjadi penelitian-penelitian yang

lebih populer pada saat itu.

Page 17: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

8

2.1. Beberapa Saran dalam Membuat Catatan

Catatan yang baik dapat merupakan salah satu indikasi penting

dalam mengukur kesiapan, kemampuan dan keberhasilan

seseorang peneliti dalam melakukan percobaan.

Berikut diberikan beberapa saran dalam membuat catatan dari suatu

eksperimen,

Buku catatan harus terikat kuat agar tidak ada kehilangan

selembarpun dokumen yang telah dibuat. Sebelum

menggunakannya, halaman buku harus ditulis atau dicetak dari

halaman depan hingga halaman belakang.

Gunakan tinta hitam yang tahan air agar tidak mudah terhapus.

Hindari penggunaan pensil yang sewaktu-waktu dapat diganti. Bila

ada suatu kesalahan, lebih baik dicoret dari pada dihapus.

Setiap melakukan eksperimen baru, sisakan sedikit tempat di

bagian atas untuk menulis inisial percobaan. Misalnya, MS-3 berarti

percobaan ke tiga dari Meiny Suzery. Inisial percobaan ini akan

ditulis kembali pada halaman daftar isi.

Contoh Membuat Daftar Isi

DAFTAR ISI

No. inisial Reaksi Produk yang diharapkan

Produk yang diperoleh

Hal.

1. MS-1 Distilasi Fraksi distilasi Lima fraksi 1

2. MS-2 Isolasi Trimiristin Trimiristin (20%) 3

3. MS-3 HCl + H2C=CH2 H3CCH2Cl H3CCH2Cl (72%) 6

4 MS-4 …..

Page 18: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

9

Buat kolom daftar isi, berisi nomor, inisial percobaan, reaksi,

produk yang diharapkan, produk yang diperoleh (kualitatif dan

kuantitatif), serta halaman.

Catatan merupakan "teman akrab kita", percayailah! Tulis dengan

teliti,

Apa saja yang telah kita lakukan. Jangan menulis apa yang

dikatakan di buku atau di diktat.

Seluruh hasil pengamatan : perubahan warna, temperatur

ruang atau perubahan temperatur akibat reaksi eksotermik,….

semua hal yang terjadi. Keterangan hasil pengamatan

(bagaimana dan mengapa) harus diupayakan diberikan dengan

alur yang logis, singkat tetapi tegas.

Hindari kebiasaan jelek adanya loncatan halaman. Mengapa ?

Catat atau tabelkan beberapa sifat kimia dan sifat fisika yang

penting dari reagen yang akan digunakan selama percobaan. Nama

senyawa, rumus molekul, berat molekul, titik leleh atau titik didih,

berat jenis dan kauntitas (jumlah mol) yang digunakan untuk

percobaan, harus selalu disertakan. Beberapa "handbook", seperti

Merck Index, CRC Handbook, dapat membantu dalam penulisan

sifat-sifat ini.

Secara garis besarnya, pekerjaan di laboratorium dapat

diklasifikasikan menjadi dua tipe percobaan, yakni eksperimen teknik

dan eksperimen sintesis. Meski dalam praktek saling mendukung,

kedua macam eksperimen ini memiliki tujuan yang berbeda.

Page 19: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

10

2.2. Eksperimen Jenis Teknik

Dalam eksperimen teknik, beberapa cara operasi peralatan

laboratorium diperkenalkan. Pada umumnya percobaan jenis ini

diperkenalkan sebelum melakukan percobaan-percobaan jenis

sintesis.

Beberapa saran berikut perlu dijadikan catatan sebelum melakukan

eksperimen jenis ini,

Pilih judul paling tepat, yang dapat menggambarkan seluruh isi

percobaan. "Distilasi", judul ini terlalu luas. Apakah saudara akan

membahas semua aspek distilasi? Tidak mungkin ...Lalu?

"Pemisahan Campuran Zat Cair dengan Distilasi", barangkali lebih

tepat ditulis sebagai judul percobaan. Hmmm !

Memulai kalimat pertama seringkali sangat sulit. Konsentrasikan

pikiran, dan coba sekali lagi !

Jangan ada loncatan tulisan dalam suatu kalimat. Coret bagian

yang salah dan benarkan pada saat itu juga. "Menulis mundur"

setelah melakukan eksperimen adalah suatu pekerjaan yang

tidak profesional sama sekali.

Bahasa yang baik, benar dan komprehensif harus digunakan.

Pilih kalimat "future" untuk masalah yang belum dilaksanakan,

"present" untuk kalimat pada percobaan yang sedang dilakukan

dan kalimat "past" untuk topik yang memang telah dilakukan.

Meski demikian, mengingat dalam bahasa Indonesia tidak ada

ketentuan khusus yang membedakan ketiga bentuk tersebut, kata

"telah" (untuk lampau) dan "akan" (untuk future), pada umumnya

hanya digunakan pada kalimat pertama saja.

Gambar 2.1. memperlihatkan salah satu contoh membuat catatan hasil

eksperimen teknik ini, yakni Percobaan dengan peralatan distilasi

Page 20: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

11

1

MS-1 10/10/2018

Pemisahan Campuran Zat Cair dengan Distilasi

Distilasi adalah salah satu metode pemisahan dan pemurnian zat cair. Asisten akan memberi campuran yang tidak diketahui identitasnya, yang kemudian harus dipisahkan dengan distilasi.

Setelah memperoleh larutan « tak dikenal » dari instruktur, harus didistilasi campuran tersebut dikeringkan dengan magnesium sulfat. Peralatanm distilasi dirangkai sesuai dengan petunjuk yang terdapat di literatur dengan beberapa modifikasi sebagai berikut,

Gambar 1. Rangkaian percobaan distilasi

Gambar 2-1. Contoh pembuatan catatan jenis teknik

Gambar rangkaian Percobaan

Kode dan Tanggal

Judul Singkat dan Jelas

Jangan dihapus, lebih baik dicoret

Halaman

Page 21: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

12

2

Termometer dipasang pada percabangan Claisen, adaptor vakum diklem pada ujung alat, sedangklan labu distilasi ditopang dengan ring agar mudah diganti.

Cairan « unknown » (50ml) yang diperoleh dari asisten dikeringkan dengan MgSO4 anhidris. Peralatan distilasi dirancang seperti pada gambar, dengan menggunakan labu penampung kecil seperti pada gambar. Dengan menggunakan labu penampung kecil sesuai instruksi asisten. Campuran yang akan didistilasi, disaring ke dalam labu distilasi, dipanaskan dan diaduk secara perlahan. Kenaikan temperatur dikontrol hingga mencapai 50oC, dimana campuran mulai mendidih.

Cairan terkondensasi pada ujung termometer, temperatur naik dengan cepat hingga 79oC dan stabil pada 81oC. Untuk memulai distilasi, 2ml distilat ditampung, kemudian pemanasan dihentikan beberapa saat untuk mengganti labu distilat yang baru.

Cairan yang ditampung pada labu kedua ini memiliki suhu antara 81-83oC. Pengamatan selanjutnya menunjukkan adanya penurunan drastis temperatur sistem hingga 70oC. Pada saat ini, pemanasan dihentikan sementara dan labu distilat diganti dengan yang baru. Pemanasan dilanjutkan hingga temperatur mencapai 123oC., yakni temperatur dimana suhu mulai stabil. Seperti pada tahap sebelumnya, 2ml tetesan pertama ditampung, sebelum mendapatkan distilat pada suhu 120-123oC (tabung 4).

Tabel 1. Hasil Fraksinasi Sampel

Tabung Kandungan

1 ~2ml untuk memulai distilasi

2. Fraksi 81-83oC

3. 82-123oC (2ml) untuk mengganti labu

4. Fraksi 120-123oC

5. >123oC residu distilat pada labu distilasi

Labu distilasi (berisi residu >123oC) didinginkan dan dipindahkan pada Erlenmeyer. Semua fraksi yang diperoleh diberi label dan disimpan hingga percobaan berikutnya.

Semarang, 10/10/2018

Meiny Suzery

Gambar 2-1. Contoh pembuatan catatan jenis teknik (lanjutan)

Halaman

Pekerjaan selesai dalam satu hari

Page 22: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

13

2.3. Eksperimen Jenis Sintesis

Perhatian utama dalam percobaan jenis sintesis adalah penyediaan

produk kimia tertentu melalui serangkaian reaksi. Semua metoda

pemisahan yang telah dikenal di laboratorium, seperti distilasi,

rekristalisasi dan sebagainya, hanya digunakan sebagai pelengkap

pada percobaan jenis ini. Sintesis 1-bromobutana dapat digunakan

sebagai contoh eksperimen sintesis (gambar 2.2).

Beberapa catatan yang telah diberikan pada percobaan teknik berlaku

pula untuk percobaan jenis sintesis. Berikut diberikan beberapa

catatan tambahan untuk percobaan tipe ini,

Berikan judul yang jelas. "N-butilbromida", bukan judul yang

informatif. Apakah diisolasi dari bahan alam? Bila tidak, aspek apa

yang penting? "Sintesis 1-bromobutana", merupakan judul yang

baik.

Apakah kita melihat sesuatu yang sangat penting untuk reaksi

samping? Bila tidak, jangan ditulis panjang lebar

"Larutan 10 % natrium hidroksida untuk membilas" dan "kalsium

klorida anhidris sebagai zat pengering". Dalam percobaan ini, tidak

ada komponen yang dapat bereaksi dengan NaOH atau CaCl2.,

artinya keduanya bukan reaktan. Bila telah diketahui secara

umum, tidak perlu menulis fungsi dari kedua zat tersebut.

Bagaimanapun, angka yang menunjukkan kualitas zat, seperti 10 %,

perlu disertakan.

Dengan bekal teori-teori yang telah diperoleh pada pelajaran-

pelajaran dasar, hasil teoritis (bukan hasil percobaan) harus

dihitung dengan hati-hati. Beberapa catatan penting, misalnya

mengubah volume ke berat, konsep mol, konsep molaritas dan

normalitas, serta transformasi % ke jumlah mol (misalnya 10 ml

H2O2 3%, berapa mol?), harus dipahami benar sebelum melakukan

percobaan. Hati-hati, "persen hasil teoritis", didasarkan pada

Page 23: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

14

ekivalensi jumlah reagen yang terkecil (dalam mol), diubah dalam

satuan volume atau berat bilamana diperlukan.

Dalam perhitungan, beberapa satuan penting ditulis, kadang-

kadang dapat membantu menemukan kesalahan perhitungan. .

Bila pada eksperimen-baru digunakan metoda atau prinsip yang

sama dengan percobaan sebelumnya, cukup ditulis "prinsip sama

dengan percobaan .... halaman ....". Jadi, tidak perlu mengulang

sesuatu yang sama !

Pada perhitungan sintesis, persen hasil diperoleh dengan cara

membagi berat hasil (atau satuan yang berhubungan) dengan berat

teori dikalikan 100 %. Sebagai contoh, dalam preparasi 1-

bromobutana, hasil teoritis 25,44g, sedangkan hasil percobaan

16,20g, maka

% hasil = (16,20g/25,44g) X 100 % = 63,6 %

Tidak perlu menulis terlalu panjang angka dibelakang koma, jika

saudara ragu sebaiknya ditanyakan pada ahli statistik.

Page 24: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

15

9

MS-4

31 Oktober 2018

Sintesis 1-bromobutana

Senyawa 1-bromobutana disintesis dengan persamaan reaksi berikut ,

Beberapa reaksi samping yang mungkin terjadi,

Tabel : Beberapa tetapan fisik

Bahan BM gram mole Mp BP Kelarutan C4H9OH 74 37 0.05 0,810 -80 117 etanol, eter H2SO4 98 7ml 0,13 1,83 11 340 air, eter, dalam Etanol bereaksi

NaBr.2H20 138 6,8 0,068 - 51 - 89g dlam100ml air

C4H9Br 137 6,9 0,05 1,277 -112 102 etanol, eter

Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis

CH3CH2CH2CH2OH CH3CH2CH2CH2BrNaBr Na2SO4 H2O+ ++H2SO4

CH3CH2CH2CH2OH (CH3CH2CH2CH2)2O

CH3CH2CH CH2

CH3CH CHCH3

CH3CH2CH2CH2OH

CH3CH2CH2CH2OH

H2SO4

H2SO4

H2SO4(2)

(3)

(4)

Page 25: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

16

10

Bagan/rencana kerja :

24,0 g NaBr + 25ml H2O + 17 ml 1-butanol

Didinginkan < 10oC + 20ml H2SO4 98% Refluks 30’ Didinginkan

Campuran reaksi

Dicuci dengan 25ml H2O Dicuci dengan H2SO4 98% Dicuci dengan 10% NaOH Pengeringan : MgSO4, Disaring

Larutan produk reaksi

Distilasi

Produk reaksi

Cara kerja :

Dengan pendingin es, dalam labu 250ml, dimasukkan 25,0 NaBr, 25ml air

dan 17,0 ml 1-butanol. Pada saat mencapai suhu 5oC, tetes demi tetes

H2SO4 (20ml, 98%) ditambahkan.

Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)

Page 26: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

17

11

Temperatur larutan naik ( ± 5oC) dan berwarna kuning.

Peralatan refluks dipasang, sesui dilengkapi dengan perangkap gas (gambar).

Sebelum refluks dimulai, dalam Erlenmeyer, 15ml H2SO4 didinginkan dengan

es.

Refluks reaksi dilakukan selama 30 menit, kemudian campuran didinginkan

hingga mencapaiu suhu kamar (dengan es). Terdapat dua lapisan dalam labu

reaksi, keduanya berwarna orange, diduga disebabakan dari warna brom.

Salah satu diantaranya adalah produk hasil reaksi.

Campuran reaksi didistilasi, fraksi di atas 100oC ditampung : pada mulanya

cairan putih (air + produk organik ?), disusul oleh cairan bening. Pemanasan

dihentikan, labu distilat diganti dengan « test tube » (dalam pendingin es).

Distilasi dilakukan kembali. Selanjutnya, melalui dinding tabung,

ditambahkan beberapa tetes air. Tidak ada lapisan yang terbentuk! Labu

distilasi ditempatkan kembali pada rangkaian alat dan distilasi dilanjutkan

selama 5 menit.

Semua isi labu hasil distilasi dipindahkan dalam Erlenmeyer labu pemisah

125ml, ditambahkan air (25ml) kedalamnya. Bagian atas adalah lapisan air,

sedangkan lapisan bawah adalah produk reaksi (larutan organik). Lapisan

bagian bawah disimpan !

Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)

Perlu Penekanan, tidak seperti yang diharapkan

Keadaan Khusus,

Page 27: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

18

12

Campuran hasil reaksi dicuci dengan 15 ml H2SO4 98% dingin. Pada saat penambahan ini, campuran temperatur naik (eksoterm). Selanjutnya, campuran dibilas dengan 15ml larutan natrium hidroksida 10%, kemudian ditambahkan 5ml air. Fasa air ditest dengan lakmus merah. Kertas pH berubah menjadi warna biru : fasa organik tidak terasamkan.

Produk reaksi dipindahkan ke 50 ml Erlenmeyer dan selanjutnya ditambahkan magnesium sulfat dan disaring. Larutan beningv fasa organik ini ditutup dan disimpan.

31/10/2018

1/11/2018 (lanjutan)

Peralatan distilasi dipasang dan disusun seperti pada halaman ……

Campuran produk (pada saat akan dilanjutkan telah terbuka tutup

gabusnya) didistilasi. Larutan produk reaksi titik didih 100-103oC

ditampung.

Perhitungan dan hasil

Berat labu kosong = 20,2 g Berat labu dan larutan = 36,6 g Berat labu kosong = 20,2 g Berat produk = 16,2 g

% hasil = (16,2g/25,44g) x 100% = 63,6%

1/11/2018

Meiny Suzery

Gambar 2.2. Contoh pembuatan catatan eksperimen jenis sintesis (lanjutan)

Pekerjaan dilanjutkan pada hari lain

Page 28: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 2 : CARA MEMBUAT CATATAN HASIL EKSPERIMEN

19

2.4. Test Keberanian

Bila semua hal diatas telah dipahami benar, pada akhirnya, sebelum

dan sesudah melakukan percobaan, saudara harus berani bertanya

pada diri sendiri :

1. Sebelum masuk laboratorium : "Apakah saya dapat melakukan

percobaan tanpa melihat buku petunjuk?"

2. Setelah keluar dari laboratorium : "bila orang lain melakukan

eksperimen yang sama dengan kita, siapkah saudara

melakukan pekerjaan yang persis sama dengan hasil seperti

yang telah saudara laporkan?".

Bila kedua pertanyaan tersebut dijawab dengan mantap: "Ya!", hadiah

Nobel bisa saudara harapkan.

--------OOO--------

Page 29: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

20

Page 30: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

3

Metode Distilasi

Zat cair merupakan bahan homogen, yang memiliki volume tertentu

dan bentuknya tergantung pada tempat dimana zat cair ini berada.

Daya ikat antar molekul zat cair tidak sekuat zat padat yang dapat

membentuk kerangka kristal. Meskipun demikian, suatu cairan

memiliki suatu daya untuk menahan bahan ini bersifat seperti gas

karena volume (atau diperlihatkan dengan densitasnya) hampir tidak

dipengaruhi oleh perubahan temperatur atau tekanan (tabel 3.1).

Tabel 3.1 Pengaruh temperatur terhadap densitas

Senyawa T (°C) Densitas (g/ml)

n-Octana ,C18H18 (cair)

25 110

0,70 0,63 (10 % turun)

n-Butana, C4H10

(gas) 25 110

0,0024 0,0018 (25 % turun)

Air 4 80

1,00 0,97 (turun 3 %)

Page 31: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

22

3.1. Konsep titik didih

Bila suatu cairan diletakkan dalam ruang tertutup maka akan terjadi suatu

keadaan dimana sebagian molekul masuk ke dalam fasa uap, dan juga,

molekul-molekul fasa uap akan masuk kembali ke dalam fasa cair. Pada

suatu saat, kesetimbangan fasa terjadi, dimana molekul-molekul keluar dan

masuk kembali ke fasa cair memiliki kecepatan sama.

Molekul-molekul yang berada dalam keadaan uap memiliki suatu

tekanan, disebut sebagai tekanan uap. Tekanan uap suatu zat cairan

tergantung pada temperatur, dan nilai ini tetap pada suhu tertentu.

Gambar 3-1 Hubungan antara tekanan uap (skala log) dengan

temperatur untuk (A) benzena, (B) air dan (C) bromobenzena

uap

cairan

Page 32: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

23

Jika temperatur zat cair dinaikkan hingga pada suatu keadaan dimana

tekanan uap melebihi tekanan udara luar maka akan terlihat

permukaan zat cair mulai mendidih. Titik didih suatu zat dapat

didefinisikan sebagai temperatur dimana tekanan uap cairan sama

dengan tekanan udara luar. Jika tekanan udara diturunkan, suhu yang

diperlukan untuk menyamakan tekanan uap dengan tekanan udara

luar akan turun pula. Harga titik didih lebih peka terhadap perubahan

tekanan udara dari pada titik leleh. Pada umumnya, titik didih zat cair

akan turun sekitar 0,5°C dengan penurunan tekanan 10mmHg. Atas

dasar konsep ini, jika titik didih hendak digunakan sebagai kriteria

identifikasi, maka dalam melaporkannya, harus disertakan

tekanan udara saat analisisnya.

Aluran log tekanan uap dari zat cair dan titik didihnya merupakan

suatu garis lurus (gambar 3-1). Grafik seperti ini sangat berguna dalam

memperkirakan harga titik didih suatu zat cair pada sembarang

tekanan. Suatu contoh, bromobenzene akan mendidih pada suhu 70°C

untuk tekanan 40 mmHg, sementara pada tekanan atmosfer

(760mmHg) mendidih pada 165°C. Fenomena perubahan seperti ini

merupakan dasar dari distilasi vakum (sub bab 3.6).

Senyawa-senyawa dari suatu golongan tertentu, seperti pada

hidrokarbon, menunjukkan suatu hubungan spesifik antara titik didih

(atau tekanan uap) dengan berat molekulnya. Semakin besar molekul

maka semakin besar pula energi kinetik yang diperlukan untuk

melemparkan molekul-molekul ini keluar dari fasa cair menuju fasa

uapnya. Akibatnya, semakin berat suatu molekul maka titik didihnya

akan lebih besar (gambar 3-2)

Page 33: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

24

Gambar 3-2 Hubungan jumlah atom karbon (pada alkana) dengan titik didih

3.2. Distilasi Zat Cair Murni

Distilasi adalah suatu proses pemurnian senyawa organik cair, yakni

suatu proses yang didahului dengan penguapan cairan (dengan

memanaskannya), kemudian mengembunkan uap yang terbentuk

sehingga mencair kembali.

Selanjutnya, cairan ini ditampung dalam suatu wadah yang telah

disiapkan. Grafik antara suhu distilasi dan jumlah distilate yang

diperoleh merupakan garis lurus (gambar 3.3)

Gambar 3.3 Grafik distilat zat murni

Td(°C)

Volume distilat

Page 34: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

25

3.3. Distilasi Campuran Zat Cair

Dalam suatu sistem campuran yang mengandung dua atau lebih

komponen, jumlah tekanan uap total merupakan fungsi dari tekanan

uap dan fraksi mol masing-masing komponen pembentuknya.

Hubungan ini dituliskan dalam hukum Roult,

P = PA NA + PB NB + PC NC + ... (1)

Jika suatu larutan mengandung dua komponen A dan B, titik didih

akan berlangsung bila jumlah PANA + PBNB sama dengan tekanan udara

luar (Patm),

P = PANA + PBNB = Patm (2)

Andaikan satu diantara komponen pembentuk larutan ini memiliki

tekanan uap yang lebih tinggi maka uap dari sistem akan kaya dengan

kompnen yang lebih volatil (mudah menguap). Meski demikian,

peralatan distilasi biasa tidak dapat memisahkan campuran seperti ini

mengingat kedua komponen terdapat dalam fasa uap bersama-sama.

Bila perbedaan tekanan uap ini sangat besar, dan PBNB bisa diabaikan

(terlalu kecil dibanding dengan PANA), maka persamaan terakhir akan

menjadi,

P = PA NA = Patm. (3)

Keadaan terakhir ini dapat diaplikasikan pada campuran tersuspensi

dimana bagian padatan yang tidak mudah menguap memilki harga PB=

0.

3.4. Distilasi terfraksi

Bila tekanan uap masing-masing komponen pembentuk suatu

campuran saling berdekatan, pemisahan dengan menggunakan

distilasi sederhana tidak dapat memberi hasil yang baik. Untuk

memisahkan komponen seperti ini dapat digunakan distilasi terfraksi

(bertingkat)

Page 35: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

26

Anggap suatu campuran mengandung dua komponen cair yang berada

dalam keadaan "hampir setimbang" dengan keadaan uapnya : uap

akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap.

Bila uap ini diembunkan dan diasingkan dari sistem maka suatu

"sistem kesetimbangan baru cair-uap" akan terjadi. Sistem ini akan

mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap. Beberapa

seri kesetimbangan penguapan-pengembunan dapat dibayangkan,

sehingga pada akhir proses distilasi akan dihasilkan suatu cairan yang

mengandung komponen yang mudah menguap dalam keadaan murni.

Gambar 3-4. Kolom untuk distilasi terfraksi:

A. kolom "Buble plate", B. Kolom kontinyu

Pemurnian zat cair seperti ini dijalankan dengan meng-gunakan

berbagai jenis kolom distilasi. Gambar 3.4 menunjukkan dua macam

kolom fraksinasi yang mudah didapatkan di bahan alam,

A : kolom terisolasi, dimana uap yang dihasilkan masuk ke

kesetimbangan baru pada proses berikutnya, B : kolom

termampatkan, dimana proses kesetimbangan uap cairan terjadi

secara kontinu.

Efisiensi pemisahan dengan kolom distilasi dinyatakan dengan

bilangan plat teori, yakni suatu bilangan yang menunjukkan

Page 36: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

27

banyaknya "kesetimbangan" uap-cair dalam suatu seri distilasi.

Sebagai contoh, kolom distilasi pada gambar 3-4 A memiliki empat plat

teori.

Gambar 3-5 merupakan kurva komposisi uap-cair dari sebuah

campuran yang mengandung dua komponen, X dan Y. Kurva "cair"

menunjukkan komposisi dengan titik didih cairan dengan komposisi X

dan Y. Garis horisontal yang ditarik dari titik "cair" ke bagian "uap"

merupakan titik kesetimbangan komposisi X dan Y pada fasa uap. Jadi,

suatu cairan yang semula memiliki komposisi 0,75 komponen A

(komponen B = 0,25), pada keadaan uapnya akan memiliki komposisi

0,45 komponen A. Suatu kolom distilasi, yang mengubah komposisi B

dari 0,25 menjadi 0,55, memiliki satu plat teori. Bila uap didinginkan,

suatu komposisi baru cairan akan diperoleh (ditunjukkan dengan titik

A). Komposisi uap dari campuran baru ini ditunjukkan oleh titik B,

dengan komposisi 0,82 mole fraksi Y. Distilasi yang menghasilkan titik

B ini memiliki dua plat teori.

Gambar 3-5 Kurva komposisi uap-cair untuk komponen X dan Y

Page 37: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

28

Gambar 3-6 menunjukkan contoh kurva distilasi (temperatur Vs.

volume distilate) dari dua komponen cair. Grafik A merupakan kurva

"pemisahan ideal", grafik B adalah kurva karakteristik distilasi

sederhana dimana pemisahan dua komponen cair tidak begitu

sempurna.

Gambar 3-6. (A) Kurva distilasi ideal. (B) Kurva dengan distilasi sederhana

(C) Kurva dengan kolom fraksinasi

Keberhasilan pemisahan dengan distilasi dari

dua cairan bergantung pada beberapa hal,

seperti

1. Perbedaan tekanan uap, sesuai dengan

persamaan (2) dan (3).

2. Perbedaan kalor penguapan antara dua

komponen yang akan dipisahkan . Aseton,

titik didih 65° C, Huap = 7,22 kkal/mol,

dapat dipisahkan dari air, titik didih

100°C, Huap = 9,72 kkal/mol.

Bagaimanapun campuran zat cair,

benzena-toluena, yang memiliki

perbedaan titik didih cukup besar, sangat

sulit dipisahkan. Benzena memiliki titik

didih 80°C, Huap = 7,35

kkal/mol,sedangkan toluena, titik didih

110°C, Huap = 7,35 kkal/mol.

3. Banyaknya plat teori dari kolom distilasi.

4. Cara menggunakan kolom distilasi. Bila

distilasi dilakukan terlalu cepat,

kesetimbagan sistem uap-cair tidak

berlangsung dengan baik. Akibatnya,

pemisahan komponen tidak akan berjalan

sempurna.

Page 38: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

29

Grafik C merupakan kurva pemisahan komponen dengan distilasi

terfraksi. Dilihat dari kurva terakhir ini, selama komponen pertama

belum keluar seluruhnya, temperatur sistem akan konstant, dan

kemudian akan naik tajam bila komponen ini telah sempurna

tertampung dalam labu distilat. Selanjutnya, temperatur akan konstant

kembali hingga komponen kedua terdistilasi. Pada umumnya, selama

suatu komponen terdistilasi fluktuasi temperatur sistem sangat kecil,

kira-kira 3°C.

3.5. Distilasi Uap

Jika dua larutan yang tidak saling campur ditempatkan dalam suatu

wadah, maka jumlah tekanan uap sistem sama dengan jumlah tekanan

uap dari masing-masing komponen pembentuknya. Campuran ini akan

mendidih pada suhu lebih rendah daripada titik didih kedua

komponen. Hasil distilasi akan memiliki komposisi yang tetap selama

kedua fasa cair ada di dalam labu distilasi. Hal ini wajar mengingat

tekanan total tidak bergantung pada banyaknya bahan yang ada,

apakah murni atau bercampur dengan bahan yang tidak saling

campur,

Ptotal = PoA + PoB

Tabel 3-2 Pengaruh uap air terhadap titik didih senyawa organik

Senyawa Td (°C) Distlasi uap

Td (°C) % H2O

n-octana, C8H18 125 89,4 -

n-Dibutil eter,

C4H9-O-C4H9 143 92,9 33

n-Oktil alkohol,

C8H17OH

195 99,4 90

Page 39: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

30

Proses distilasi larutan dengan menggunakan sistem yang tidak saling

larut disebut distilasi uap, dimana salah satu komponen yang

digunakan adalah air. Air adalah komponen yang penting dan sering

digunakan mengingat banyak senyawaan organik tidak larut dalam

air. Dengan mengalirkan uap air (komponen pertama) ke dalam labu

campuran yang mengandung senyawa organik (komponen kedua,

ketiga, dst..) akan keluar di bawah titik didih air (tabel 3-2).

3.6. Distilasi Vakum

Gambar 3-7 Perubahan titik didih terhadap tekanan luar berbeda

Page 40: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

31

Telah diuraikan sebelumnya bahwa titik didih suatu cairan (tekanan

sistem) akan berkurang bila tekanan luar (atmosfer) diturunkan.

Grafik 3-7 dapat memperkirakan secara kasar harga titik didih suatu

cairan, pada berbagai tekanan uap. Suatu contoh, senyawa yang

memiliki titik didih 195°C pada tekanan normal (Patm = 760mmHg)

akan mendidih pada temperatur 95°C di bawah tekanan luar 25mmHg.

Grafik seperti ini sangat penting dikuasai sebelum memilih sistem

distilasi, apakah perlu vakum atau tidak. Sebagai contoh, apakah

saudara dapat menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan

eter ? Sebagai catatan, sistem vakum dengan aspirator (gambar 1-15)

memiliki tekanan sekitar 15mmHg, sedangkan pompa vakum dapat

mencapai 0,5mmHg. Hati-hati memilih sistem vakum!

3.7. Distilasi Azeotropik Campuran larutan dengan titik didih konstant disebut azeotropik,

dapat dibentuk oleh pasangan-pasangan zat cair yang saling

melarutkan. Tabel 3-3 merupakan contoh pasangan senyawa yang

dapat membentuk azeotrop.

Tabel 3-3 Beberapa pasangan azeotrop

Azeotrop Titik didih (°C) Komposisi

Etil alkohol - air 78,17 4,0 % air

Asam klorida - air 108,6 20,2 % HCl

Metanol - CCl4 55,7 79,4 % CCl4

Untuk komponen-komponen yang saling melarutkan, kebanyakan

azeotrop memiliki titik didih lebih kecil daripada titik didih masing-

masing komponen pembentuknya. Meski demikian, kadang-kadang

Page 41: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

32

dijumpai pasangan, seperti air-asam klorida, memiliki azeotrop

dengan titik didih lebih tinggi dari pada titik didih kedua bahan ini.

Diasumsikan, komponen A dengan titik didih 75°C, dan komponen B

dengan titik didih 100°C, membentuk azeotrop dengan titik didih 60°C

yang mengandung 50% mol A. Kurva distilasi antara satu mol

komponen A dan dua mol komponen B akan menghasilkan kurva

yang ditunjukkan pada gambar 3-8. Garis horisontal pertama akan

selesai pada saat komponen A hilang membentuk azeotrop A+B.

Pemanasan selanjutnya akan membebaskan satu mol kelebihan

komponen B.

Gambar 3-8 Kurva distilasi campuran yang membentuk azeotrop

----------- OOOO ---------

Page 42: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

33

Eksperiment 3-a Penentuan titik didih.

Bila cairan yang akan ditentukan titik didihnya terlalu sedikit sehingga

tidak memungkinkan ditentukan dengan distilasi, peralatan semimikro

dapat digunakan.

Sediakan pipa kaca 20cm (berdiameter 5mm), panaskan bagian

tengahnya dengan Bunzen sambil diputar. Setelah panas, tarik pipa ini

hingga didapatkan pipa pipih, kapiler, dan "tabung reaksi" setelah

bagian ujungnya ditutup. Simpan bagian kapiler dan tabung reaksi

buatan sendiri ini setelah dingin (gambar 3-9).

Gambar 3-9. Pembuatan tabung titik didih

Potong bagian kapiler sekitar 5cm, panaskan bagian tengahnya dengan

mikro-bunzen hingga menyatu. Kedua ujungnya dibiarkan terbuka.

Page 43: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

34

Gambar 3-10 Peralatan analisis titik didih

dalam skala kecil

Tambahkan 2-5 tetes cairan yang akan ditentukan

titik lelehnya dalam "tabung reaksi", masukkan

kapiler yang telah dibuat dalam cairan ini hingga

separuhnya terendam. Tutup bagian atas tabung

dengan kapas dan selanjutnya, ikat tabung ini dengan

termometer (gambar 3-10).

Celupkan dasar tabung (dan termometer) ke dalam

pemanas parafin, panaskan hingga cairan yang

dianalisis mulai mendidih. Pindahkan pemanas, catat

temperatur pada saat gelembung-didih mulai

berhenti. Temperatur ini merupakan harga titik

didih cairan yang dianalisis. Perhatikan, kapiler

akan terisi dengan cairan yang terembunkan.

Penentuan Titik didih senyawa-X

Dapatkan dari asisten senyawa-X ( 1ml) dari golongan alkohol.

Analisis titik didihnya, selanjutnya, usulkan nama alkohol tersebut.

Page 44: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

35

Eksperimen 3-b Distilasi Cairan Murni

Rangkai peralatan distilasi sederhana seperti ditunjukkan pada

gambar 3-11, atau sesuaikan bila alat yang tersedia sedikit berbeda.

Peralatan distilasi ini merupakan metode pemisahan paling sering

digunakan di laboratorium obat tradisional; pahami benar aspek-

aspeknya !

Gambar 3-11. Peralatan distilasi sederhana

Karet penyambung

Bila karet penyambung (E) digunakan dalam rangkaian alat, lunakkan

terlebih dahulu, dengan cara mengulirnya, agar mudah masuk ke ujung

bagian gelas yang fragil. Disamping itu, penguliran ini bertujuan pula

menjaga kebocoran uap atau cairan.

Klem

Klem, merupakan pengikat peralatan agar aman. Labu distilasi (A) dan

kondensor (pendingin, C) harus diklem. Adapter (D) tidak perlu diklem

bila karet penyambung benar-benar telah terikat kuat. Tinggi

Labu distilasi (A) Kondensor (C)

Adapter (D)

Labu distilat (G)

Kasa asbes (F)

Air masuk

Air keluar

Bunzen (E)

Termometer (B)

Page 45: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

36

rangkaian alat harus disesuaikan agar cairan tertampung pada labu

distilate (G) yang diletakkan di atas meja.

Penampung (labu distilat) dapat pula ditopang dengan "ring" atau

penyangga lainnya. Pada keadaan ini, labu distilat yang harus

menyesuaikan tinggi-rendahnya rangkaian alat distilasi.

Termometer

Bagian raksa dari termometer (B) diusahakan ditempatkan sejajar

dengan bagian ujung kondensor (C) dengan harapan agar temperatur

yang terbaca merupakan suhu uap sistem.

Kasa asbes

Dengan menggunakan "ring-klem" atau kaki tiga, kasa asbes (F) harus

ditempatkan 1-2 cm dari bagian bawah labu distilasi (A). Kasa ini

sangat penting bila pemanasan dilakukan dengan api, panas yang

dihasilkan akan lebih terdistribusi merata dan mudah mengontrolnya.

Sumber panas ini dapat diganti dengan pemanas air atau cairan lain

yang tidak mudah menguap (misalnya parafin), atau pemanas elektrik

("heating mantle").

Batu didih

Sebuah cairan yang akan menguap, akan melalui suatu tahapan kritis

di sekitar titik didih, sebelum gelembung pertama terlihat pada sistem.

Bila gelembung udara ini muncul, dua hal mungkin terjadi,

1. gelembung akan pecah, bila lebih kecil daripada ukuran minimum,

disebabkan adanya tegangan permukaan dari cairan

2. gelembung menjadi lebih besar, yang pada akhirnya akan

meninggalkan cairan, bila gelembung ini melebihi ukuran kritisnya.

Suatu cairan, yang bebas dari pengotor atau gas terlarut, dipanaskan

secara perlahan, secara tidak sengaja dapat terjadi dimana temperatur

Page 46: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

37

sistem dapat melewati titik didihnya. Keadaan lewat panas ("super

heating") ini dapat terjadi mengingat untuk menghasilkan gelembung

dibutuhkan energi (panas). Selanjutnya, bila gelembung ini telah

terbentuk, boleh jadi, suatu "loncatan cairan" secara tiba-tiba dapat

terjadi, melewati kolom vigrous dan langsung ke penampung. Problem

ini dikenal dengan "bumping", dapat diatasi dengan penambahan batu

didih, suatu material berpori yang ditempatlkan pada cairan yang akan

didistilasi. Lubang pori pada batu didih berfungsi sebagai tempat

pembentukan gelembung. Udara dalam pori akan diganti oleh uap dari

cairan yang dipanskan. Adanya gelembung-gelembung yang

terbebaskan secara teratur ini menyebakan temperatur sistem hanya

sedikit lebih tinggi daripada titik didihnya, keadaan lewat panas yang

berlebihan dapat diatasi. Perlu dicatat, bila proses distilasi telah

dihentikan, dan kemudian akan dilanjutkan kembali, penggunaan batu

didih baru perlu dilakukan agar kemungkinan adanya uap yang telah

terkondensasi, menyumbat pori, dapat dihindari.

Kondensor

Atur benar aliran air yang masuk dalam kondensor, tidak perlu terlalu

keras. Tujuan utama dari aliran ini hanyalah sebagai transfer panas.

Bila dibutuhkan kondensasi yang lebih dingin, kondensor yang lebih

efisisien, misalnya dengan mengalirkan etanol dingin, dapat

digunakan.

Eksperimen distilasi sederhana

Tuangkan 25 ml benzena ke dalam labu distilasi 40 ml dengan

menggunakan corong panjang, dan tambahkan 1 atau 2 butir batu

didih. Rangkai peralatan, labu distilasi yang dilengkapi dengan

termometer dan kondensor, seperti gambar 3-10. Panaskan secara

perlahan labu dengan api kecil, dan atur hingga tetesan distilate

memiliki kecepatan konstant, satu tetes tiap detik. Selama proses

distilasi berlangsung, buat aluran grafik temperatur terhadap volume

distilate. Lakukan proses ini hingga tertinggal sedikit benzena dalam

labu.

Page 47: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

38

Alternatif pemisahan dengan menggunakan perlengkapan standart distilasi ("joint

equipment")

Gambar 3-12. Peralatan distilasi dengan Joint

usun peralatan distilasi seperti pada gambar 3-12,

perhatikan benar posisi klem!

Setiap ujung "joint" harus diberi paselin sebelum

digunakan untuk menghindari kebocoran, disamping

memudahkan membukanya.

Gunakan labu 100 ml. Hati-hati, jangan menekan atau menaikkan labu

distilasi sembarangan sebab joint kondensor mudah retak. Perhatikan

pula sirkulasi kondensor sebelum memulai distilasi.

Masukkan, dengan corong, 25 ml benzena dalam labu distilasi,

tambahkan 2 butir batu didih dan rangkai alat distilasi (minta pada

assisten untuk mengeceknya).

Gunakan pemanas "heating mantle" agar tetesan distilate dapat diatur

dengan baik (1 tetesan tiap detik). Buat aluran grafik antara

temperatur dengan volume distilat; bandingkan data yang diperoleh

dengan data percobaan distilasi sebelumnya. Teruskan distilasi hingga

pada labu distilasi tinggal sekitar 1 ml larutan.

Page 48: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

39

Experimen 3-c Distilasi bertingkat

Gambar 3-13. distilasi bertingkat

Masukkan dalam kolom distilasi

(gambar 3-13) pecahan gelas

berdiameter antara 5-8 ml atau material

lainnya untuk pengisi kolom.

Penggunaan vigrous dengan HETP yang

memadai dapat pula digunakan.

Masukkan 25 ml benzena, 75 ml toluena

dan 2-3 batu didih dalam labu distilasi

200 ml. Rangkai alat ini dengan

kondensor dan peralatan lainnya seperti

pada distilasi biasa. Panaskan labu, atur

agar tetesan memiliki kecepatan konstan,

satu tetes tiap detik.

Selama proses berlangsung, alurkan grafik temperatur terhadap

volume destilat, hentikan jika telah diperoleh 60 ml distilate. Bila

proses distilasi sulit berlangsung, tutup bagian kolom dengan

aluminium foil.

Page 49: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

40

Eksperimen 3-d

Distilasi uap : Minyak atsiri dari Jeruk

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri, yakni suatu monoterpen yang

mengandung 10 atom karbon. Minyak jeruk mengandung sekitar 97 %

limonen.

Potong sampel kulit jeruk menjadi potongan kecil berukuran sekitar

1cm persegi. Masukkan potongan kulit jeruk ini ke dalam labu didih

250 ml, lalu tambahkan 100 ml air. Pasang peralatan sistem distilasi

uap (gambar 3-14).

Gambar 3-14. Peralatan sistem distilasi uap

Lakukan distilasi uap terhadap kulit jeruk sampai didapatkan distilate

sebanyak 50ml. Aduk labu penampung (labu distilate) dan amati

tetesan limonen di atas air. Pindahkan distilate ke dalam corong pisah,

bilas labu ini denngan 20 ml eter, lalu tambahkan larutan eter ini ke

dalam corong pisah. Kocok dengan sempurna, pisahkan, dan buang

fraksi air. Fasa organik dikeringkan dengan natrium sulfat. Dekantasi

bahan pengering, kemudian ambil bagian eter dan masukkan ke dalam

labu distilate untuk diuapkan pelarutnya. Catat bau dan berat hasil

yang diperoleh. Bila memungkinkan, analisis minyak ini dengan

refraktometer dan gas kromatografi.

Page 50: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

41

Eksperimen 3-e Distilasi Vacum : Pemurnian Eugenol dari Minyak Cengkeh

Minyak daun cengkeh mengandung eugenol (sekitar 75%),

yang merupakan senyawa fenolik. Pemisahan secara kimiawi

eugenol dari minyak atsiri lain didasrkan adanya kenyataan

bahwa gugusan fenol bersifat asam, sedangkan komponen lain

bersifat netral

Masukkan 100 g minyak cengkeh komersial ke dalam beker glass

berkapasitas 500 ml), tambahkan 100 ml larutan NaOH 4N sambil

diaduk dengan magnetik stirer.

Selama penambahan akan terjadi kenaikan temperatur. Setelah dingin,

bagian bawah yang mengandung eugenolate dipisahkan dari bagian

atas yang mengandung komponen-komponen non fenolik. Larutan

yang mengandung eugenolat ditambah dengan HCl 25 % hingga pH 3.

Larutan diekstrak dengan 2 x 25 ml petroleum eter. Lapisan organik

dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, lalu disaring. Petroleum eter

diuapkan dengan rotary evaporator.

Page 51: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

42

Siapkan dan rangkai peralatan

distilasi vakum (gambar 3-15).

Sumber vakum disesuaikan

dengan peralatan yang

terdapat di laboratorium,

misalnya pengisap Buchi atau

aspirator. Pada umumnya,

kedua sumber vakum ini

memiliki tekanan sekitar 10

mmHg

Gambar 3-15. Peralatan distilasi vakum

Bila telah siap, murnikan eugenol hasil isolasi dengan distilasi vakum

(pengurangan tekanan). Masukkan minyak dalam labu didih, jalankan

vakum dan panaskan labu. Fraksi dengan titik didih 130,5°C/10

mmHg, yang merupakan fraksi eugenol, ditampung. Bila

memungkinkan, analisis komponen ini dengan refraktometer,

inframerah, ultraviolet dan gas kromatografi.

(Pertanyaan : dengan menggunakan grafik 3-7, berapa titik didih

eugenol pada tekanan 760 mmHg?)

Page 52: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 3 : METODE DISTILASI

43

Eksperimen 3-f Distilasi Vacum : Cara menggunakan rotary evaporator

Gambar 3-16 Peralatan Rotary evaporator

Pekerjaan menguapkan pelarut yang mudah

menguap dari campuran hasil ekstraksi

bahan alam atau hasil reaksi dapat dilakukan

secara cepat dengan menggunakan Rotary

evaporator » (Gambar 3-16). Peralatan ini

dilengkapi dengan suatu motor (B) sebagai

pengganti batu didih atau pengaduk, pengatur

suhu elektrik, pengatur yang dapat

menaikkan atau menurunkan peralatan dari

pemanas, penampung hasil distilasi pelarut

(D) dan kondensor (C) yang terhubung

dengan sistem vakum (pompa atau aspirator,

E).

Peringatan : pada saat selesai, jangan sekali-kali mematikan pompa

vakum atau air dari aspirator sebelum sistem kontak dengan udara

luar karena air atau oli pompa dapat masuk ke larutan saudara !

Keadaan ini dapat dihindari dengan cara mencopot selang yang

kontak dengan vakum atau memutar kran dengan tiga lubang agar

semua sistem kontak dengan udara luar.

Percobaan yang dapat dilakukan . Timbang masing-masing 25gr

bahan alam yang saudara pilih sendiri, kemudian masing-masing

diekstraksi (sokshlet atau perendaman) dengan 100ml pelarut etanol,

etil asetat, diklorometana dan heksana. Pisahkan larutan dari sisa

bahan alam, kemudian bagian larutan dievaporasi dengan « rotary

Page 53: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

44

evaporator » . Catat tekanan yang digunakan untuk evaporasi

masing-masing pelarut tersebut serta temperatur saat pelarut tersebut

menetes. Teruskan evaporasi ini hingga dihasilkan crude. Timbang

banyaknya crude yang dihasilkan dan usulkan mana pelarut yang

akan menghasilkan ekstrak terbanyak ?

Page 54: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

4

Metode Kristalisasi dan

Sublimasi

Seringkali senyawa padat yang kita inginkan masih tercampur dengan

zat padat lain, oleh karena itu untuk mendapatkan zat padat tersebut

perlu dimurikan terlebih dahulu. Dua cara yang sering digunakan adalah

metode kristalisasi dan sublimasi. Prinsip dasar dari kedua metode ini

sangat berbeda, yang pertama berdasarkan perbedaan kelarutan antara

zat yang diinginkan dengan zat-zat pengotor, sedangkan yang kedua

didasarkan pada perbedaan tekanan uap dari dua senyawa organik yang

hendak dipisahkan.

Page 55: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

46

4.1. Kristalisasi

A. Prinsip dasar

Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu, tidak saja dipengaruhi oleh

struktur kimianya, tetapi juga oleh temperatur. Pada beberapa

senyawa organik, kelarutan ini akan naik dengan bertambahnya

temperatur (tabel 4.1). Keadaan ini merupakan suatu fonema penting

bagi ahli bahan alam, mengingat dapat dijadikan dasar guna

memurnikan padatan dengan metode kristalisasi.

Tabel 4.1 Pengaruh kelarutan terhadap temperatur

Senyawa Pelarut Temperatur (°C) Kelarutan (g/100ml)

Asam suksinat air 20

100 7

121

Kolesterol etanol 17 78

1 11

Bila padatan dilarutkan dalam pelarut panas dan selanjutnya

didinginkan secara perlahan, maka, pada suatu saat, tingkat kejenuhan

akan tercapai. Pendinginan perlahan larutan ini akan menghasilkan

suatu padatan, dan pada kondisi ini, proses kristalisasi berlangsung.

Jika suatu senyawa organik tercampur dengan beberapa komponen

(padatan) lain, pemisahan yang khas dapat dilangsungkan dengan

memilih pelarut yang tepat. Zat pengotor yang tidak larut dalam

pelarut dapat dipisahkan dengan penyaringan panas. Pendinginan

larutan, atau penguapan pelarut hingga mencapai tingkat kejenuhan

(ditandai dengan kekeruhan) akan menghasilkan kristal murni.

Kadangkala kristal yang terkontaminasi dengan zat warna dapat

dihilangkan melalui penambahan adsorben carbon aktif pada keadaan

panas. Zat warna yang telah teradsorpsi dapat dipisahkan dengan

penyaringan. Selanjutnya, pendinginan terhadap larutan ini akan

menghasilkan senyawa (padatan) yang telah terbebas dari warna.

Page 56: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

47

Adalah tidak umum, mendinginkan sistem larutan hingga melewati

titik kejenuhan : proses pembentukan inti kristal akan terhambat.

Untuk mengatasi hal ini, seringkali penambahan kristal sejenis dapat

digunakan untuk "memancing" pembentukan kristal, atau, bila kristal-

referensi ini tidak ada, dapat digunakan pecahan kaca yang

ditempatkan di permukaan larutan. Melalui cara ini pembentukan inti

kristal dapat berlangsung.

Berikut diberikan beberapa catatan mengenai cara memilih pelarut

yang tepat untuk kristalisasi,

a. Zat yang akan dimurnikan harus lebih larut pada larutan panas

daripada larutan dingin.

b. Komponen pengotor harus jauh kurang larut atau sangat larut

dalam pelarut yang digunakan, atau, untuk zat warna, pengotor ini

dapat dihilangkan dengan penambahan carbon aktif.

c. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah.

Disamping itu, titik didih pelarut hendaknya lebih rendah

daripada titik didih padatan yang dilarutkan (direkristalisasi)

agar zat tersebut tidak terurai pada saat penguapan.

d. Pelarut yang digunakan harus inert, artinya tidak beraksi dengan

zat yang akan dimurnikan

Dalam pemilihan pelarut, masalah harga, sifat toksik dan mudah

tidaknya terbakar perlu pula mendapat perhatian.

Kadang-kadang, pelarut yang paling efisien untuk kristalisasi

merupakan suatu campuran (dari) dua cairan. Pelarut seperti ini

digunakan untuk padatan yang sangat larut pada pelarut pertama

tetapi tidak larut pada pelarut kedua. Metode ini merupakan bentuk

lain dari metode kristalisasi yang telah diuraikan di atas. Sampel

(padatan yang akan dimurnikan), dilarutkan dalam keadaan panas

dengan pelarut pertama, kemudian ditambahkan tetes demi tetes

pelarut kedua (panas) hingga campuran memperlihatkan kekeruhan.

Sedikit pelarut pertama ditambahkan hingga larutan menjadi jernih

Page 57: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

48

kembali. Pendinginan lambat campuran ini akan menghasilkan kristal

murni. Beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan adalah air-

metanol, air-etanol, benzena-petroleum eter, etil asetat-etanol dan air-

aseton.

B Kristalisasi terfraksi

Metode kristalisasi yang telah diuraikan di atas, hanya dapat

diaplikasikan pada campuran zat padat dengan tingkat kepolaran yang

jauh berbeda. Bagaimanapun, proses kristalisasi seperti ini tidak dapat

digunakan untuk pemisahan campuran dengan polaritas berdekatan.

Untuk keperluan ini, metode kristalisasi terfraksi (bertingkat) dapat

digunakan.

Suatu contoh, senyawa A akan dibebaskan dari kontaminan B. Dipilih

pelarut dimana B lebih larut daripada komponen A, dan ini digunakan

sebagai proses kristalisasi pertama. Dari tahap ini, baik komponen A

maupun B masih terdapat bersama dalam endapan, meskipun

kuantitas pengotor B telah berkurang. Selanjutnya, endapan ini

dilarutkan kembali dengan pelarut yang sama dan disaring. Endapan

dilarutkan dan disaring dilakukan berulang kali hingga endapan hanya

akan mengandung komponen A murni.

4.2. Sublimasi

Proses sublimasi adalah suatu proses perubahan dari fasa uap

menjadi padat atau sebaliknya, dari fasa padat menjadi gas, yang

disebabkan karena pengaruh temperatur dan/atau tekanan udara di

atasnya. Diagram pada gambar 4-1 dapat digunakan untuk

mempelajari proses sublimasi.

Page 58: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

49

Gambar 4-1. Hubungan perubahan fasa padat, cair dan gas, fungsi dari

temperatur dan tekanan

Pada titik O (titik triple), zat berada dalam keadaan setimbang anatara

fasa padat, cair dan gas. Garis OA adalah garis kesetimbangan fasa

padat dan uap, OB adalah garis kesetimbangan fasa uap-cair. Proses

sublimasi dapat berlangsung pada temperatur TO dan tekanan PO.

Apabila Po sama dengan tekanan atmosfer (luar), maka senyawa padat

tersebut (pada tekanan luar dapat mengadakan sublimasi. Untuk

senyawa padat yang memiliki harga Po lebih kecil daripada tekanan

kamar, maka senyawa tersebut dapat disublimasi dengan menurunkan

tekanan alat sampai di bawah tekanan Po. Untuk setiap senyawa padat

mempunyai tekanan Po yang berbeda. Berdasarkan perbedaan Po dan

To untuk setiap senyawa padat, maka senyawa padat dapat

dimurnikan dengan jalan sublimasi. Gambar 4-2 merupakan bagan

beberapa alat sublimasi.

Page 59: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

50

Gambar 4-2 Beberapa tipe peralatan sublimasi.

Dengan memperhatikan diagram fasa dan bagan peralatan sublimasi,

proses sublimasi dapat dijelaskan. Senyawa padat, bila dipanaskan

akan menyublim langsung, terjadi perubahan dari fasa padat menjadi

gas tanpa melalui fasa cair. Tekanan atmosfer (luar) dapat diturunkan

dengan cara memompa udara keluar. Kemudian, gas ini bila

didinginkan akan langsung berubah menjadi padat kembali. Senyawa

padatan yang menempel pada dinding "kondensor" (hasil sublimasi)

akan lebih murni daripada senyawaan padatan semula karena pada

waktu dipanaskan, hanya senyawa ini yang menyublim (pengotor

tertinggal di dasar tabung).

Page 60: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

51

Eksperimen 4-a :

Penyaringan

Bila anda membutuhkan produk cair yang larut dalam pelarut panas,

sedangkan pengotor tidak larut, pemisahan kedua zat padat ini dapat

dilakukan dengan penyaringan biasa, didasrkan pada gaya grafitasi.

Beberapa peralatan, seperti corong yang ditempatkan pada penyangga

(ring), kertas saring, dan Erlenmeyer, harus benar-benar dalam

keadaan bersih sehingga tidak mendatangkan problem lain dalam

pemisahan. Bagaimana agar penyaringan ini berhasil?

1. Besar kertas saring harus disesuaikan dengan corong yang akan

digunakan. Lipat kertas saring menjadi dua bagian, kemudian lipat

untuk keduakalinya. Buka lipatan ini dan gulung seperti gambar

4-3.

2. Pilih sendiri corong yang akan anda gunakan. Tangkai yang terlalu

panjang dapat menyebabkan tersumbatnya tangkai corong

akibat kondensasi (gambar 4-4).

Gambar 4-3. Cara melipat ketas saring

Gambar 4-4. Tangkai corong yang

terlalu panjang

Page 61: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

52

Gambar 4-5. Rangkaian penyaringan biasa

Gambar 4-6. "Clay triangle"

sebagai penyangga corong

3. Ambil kertas saring dan masukkan

dibagian dalam corong. Letakkan corong

ini di ring (gambar 4-5) atau "clay

triangle" bila corong terlalu kecil

(gambar 4-6). Tempatkan penampung

Erlenmeyer, tangkai corong

4. Dalam penyaringan panas seperti ini, usahakan agar cairan yang

dituangkan selalu dalam keadaan panas. Bila dalam corong telah

terpenuhi 2/3 bagian dengan cairan, hentikan sejenak penyaringan.

Panaskan kembali cairan yang akan dituang; hati-hati bahaya

kebakaran akibat pemanasan pelarut !

5. Ada kemungkinan terjadi pembekuan zat yang diinginkan pada

kertas saring atau tangkai corong. Untuk itu, pembilasan dengan

pelarut yang sama, dalam keadaan panas, dapat meloloskan

kembali sisa zat yang diinginkan.

Page 62: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

53

Dengan langkah-langkah pemisahan seperti ini, cairan panas yang

mengandung zat yang diinginkan, akan terbebas dari pengotor

(padatan yang tak larut). Pendinginan perlahan cairan ini akan

memunculkan kristal murni yang bersih bagaikan intan. Woow !

Penyaring berbentuk kipas

Penyaringan dengan kertas saring melingkar seperti diutarakan di

atas, meski sudah cukup baik, tetapi dirasa oleh ahli kimia kurang

efektif mengingat kontak antara permukaan kertas saring dan cairan

yang disaring tidak cukup besar. Bentuk kertas saring kipas dapat

memperluas daerah kontak ini, sehingga penyaringan dapat berjalan

lebih cepat, resiko pengkristalan di kertas saring dapat diperkecil.

Apa yang harus dilakukan? Gambar 4-7 memberi petunjuk praktis

mengenai cara membuat saringan kipas dengan penampilannya yang

menawan.

Gambar 4-7. Cara membuat penyaring berbentuk kipas

Page 63: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

54

Penyaringan Vakum: penggunaan corong Buchner

Corong Buchner (gambar 4-8) digunakan ahli kimia dalam pemisahan

kristal yang diinginkan (hasil kristalisasi) dari pelarut, atau spesi

terlarut lainnya. Berikut diberikan petunjuk praktis penggunaan

corong Buchner,

1. Ambil sebuah kertas saring, gunting melingkar sesuai besar corong

yang akan digunakan. Dalam hal ini, kertas saring yang dibuat harus

dapat menutup semua lubang pada corong tetapi jangan sampai

menutup pinggiran corong Buchner (gambar 4-9)

2. Klem dengan baik labu penyaring (kadang disebut labu pengisap)

pada statip besi. Pada dinding labu, wadah ini dilengkapi dengan

saluran yang dihubungkan dengan pengaman ("water trap", gambar

4-9).

3. Dengan bantuan karet penyambung, pasang corong Buchner pada

labu pengisap. Perhatikan benar, bagian tangkai bawah corong

diusahakan menghadap saluran pengisap labu.

Gambar 4-8. Corong Buchner dan rangkaiannya

Page 64: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

55

Gambar 4-9. Pengaman , "water trap"

4. Pengaman, "water trap", dihubungkan dengan labu dan sumber

vakum; paling baik menggunakan pompa pengisap air ("water

aspirator", gambar 4-10).

5. Kran air, sumber vakum pada pengisapan ini, harus dibuka secara

penuh. Pada saat ini, kertas saring pada corong Buchner akan

tertekan, menempel kuat pada corong.

Gambar 4-10. Pengisap air (aspirator)

6. Goncang serta tuangkan kristal dan pelarut

dengan hati-hati, langsung tertuju pada pusat

kertas saring. Tunggu hingga semua cairan turun

ke labu pengisap.

7. Gunakan sedikit pelarut rekristalisasi (dingin)

untuk membilas kristal. Dengan menggunakan

spatula, kristal dalam corong Buchner dapat

diaduk (dibolak-balikkan).

8. Bila telah selesai dibilas, tutup bagian atas corong

dengan karet, "rubber dam", untuk mengeringkan

kristal. Tunggu beberapa saat untuk memberi

kesempatan pelarut yang terperangkap dalam

kristal untuk keluar.

Page 65: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

56

9. Kristal telah kering... Matikan aliran air kran. Jangan takut, air

tidak akan masuk ke labu ! Namun, penting sekali dicatat, bila

pengaman tidak digunakan pada sistem penyaringan, lepas

selang air sebelum kran dimatikan! Atau, bila lebih aman,

setiap selesai menggunakan vakum, kran udara atmosfer

dapat dibuka hingga sistem berhubungan dengan udara luar.

10 Selesai langkah ini, suatu kristal yang bersih akan diperoleh dalam

corong Buchner. Ambil kristal dan kertas saringnya, pindahkan

pada tempat yang lebih lebar, misalnya dengan kaca arloji.

Keringkan !

11 Bila kristal bening telah kering, timbang produk yang diperoleh.

Untuk diingat, suatu kristal dikatakan kering bila pada

penimbangan (umumnya tiga kali) dengan selang waktu yang

berbeda, misalnya setelah 6 jam, memiliki berat konstan.

Catatan: Banyak ditemukan penggunaan corong Buchner untuk

memisahkan zat pengering atau karbon aktif (untuk adsorpsi warna)

dari larutan yang kita inginkan. Secara teori, ini tidak tepat, tapi telah

terlanjur digunakan secara luas. Meski demikian, perlu dicatat, di

bawah kondisi vakum, pelarut dengan titik didih kurang dari 100°C

akan terisap (teruapkan) sehingga mengurangi kuantitas pelarut.

Page 66: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 4 : METODA KRISTALISASI DAN SUBLIMASI

57

Eksperimen 4-b :

Pemurnian biphenil

Dapatkan dari asisten 5 g bipenil yang mengandung ketidakmurnian

sekitar 10 % pengotor dan 0,1 % metil orange. Masukkan campuran

ini dalam Erlenmeyer yang telah berisi 50 ml metanol dan 1g norite

didalamnya. Dengan "steam bath" panaskan labu ini hingga mendidih

(sekitar 1 menit). Dalam keadaan panas, campuran disaring, larutan

ditampung pada Erlenmeyer lain. Hindari penggunaan corong Buchner

atau penyaringan vakum mengingat padatan tersuspensi yang

terbentuk akan lolos, tercampur kembali dengan cairan dari

komponen yang akan dimurnikan.

Selanjutnya, dinginkan dengan perlahan (jangan mendadak!) agar

diperoleh kristal yang besar, kristal yang lebih murni. Pendinginan

yang terlalu cepat dapat menyebabkan terjebaknya pelarut atau

pengotor dalam kristal yang kita inginkan.

Setelah kristalisasi selesai (sekitar 0,5 jam), pisahkan padatan yang

diperoleh dengan corong Buchner. Cuci kristal yang diperoleh dengan

metanol, pompa vakum terus dijalankan hingga diperoleh padatan

kering. Untuk mempercepat pengeringan ini, kristal dalam corong

Buchner dipecah dengan pengaduk kaca. dan ditutup dengan karet

"rubber dam".

Timbang produk yang diperoleh hingga beratnya konstan, tentukan

titik lelehnya, dan simpan dalam botol bersih yang telah diberi label

nama, tanggal, nama produk, berat dan titik leleh.

Page 67: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

58

Page 68: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

Dalam beberapa teknik pemisahan yang telah diuraikan sebelumnya,

analisis atau pemisahan senyawa organik dilakukan pada keadaan

setimbang, baik kesetimbangan fisik atau kesetimbangan kimia.

Dalam penentuan titik leleh misalnya, pengukuran temperatur

digunakan kesetimbangan padatan dengan kesetimbangan cairan,

atau, pada analisis titik didih, pengamatan berlangsung pada

kesetimbangan tekanan cairan dengan tekanan gas.

5

Metode Ekstraksi

Page 69: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

60

5.1. Dasar Ekstraksi : Koefisien Distribusi

Eter dan air merupakan dua pelarut yang paling sering digunakan

sebagai contoh penggunaan ekstraksi di laboratorium mengingat

kedua solvent ini tidak saling campur. Bila komponen ketiga

ditambahkan ke sistem tidak saling campur ini, misalnya dituangkan

pasir kedalamnya, maka lapisan ketiga akan terjadi. Tetapi, bila

komponen ketiganya zat organik, misalnya asam propionat, komponen

terakhir ini akan terdistribusi diantara fasa air dan fasa eter.

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan senyawa yang

didasarkan pada distribusi zat tersebut dalam dua pelarut yang tidak

saling campur. Dalam kasus di atas, Koefisien distribusi (K), dapat

didefinisikan sebagai,

dimana [asam propionat]eter adalah konsentrasi (kuantitas) asam

propionat dalam fasa eter dan [asam propionat]air adalah jumlah asam

propionat dalam fasa air.

Dalam deret homolog asam organik seperti contoh ini, koefisien

distribusi akan sangat dipengaruhi oleh berat molekul. Molekul yang

lebih ringan akan lebih polar dibanding dengan molekul dengan gugus

alkil lebih besar, sehingga asam asetat (CH3COOH) akan lebih mudah

larut dalam air daripada asam laurat (C11H22COOH). Akibatnya,

semakin besar gugus alkil, maka harga K untuk definisi di atas akan

semakin besar.

Keberhasilan dalam melakukan ekstraksi dapat diketahui dari harga K,

nilainya harus lebih besar atau lebih kecil dari pada satu; artinya

[Asam Propionat]eter

[Asam Propionat]air

K =

HCOOH CH3COOH CH3CH2COOH CH3(CH2)2COOH CH3(CH2)3COOH CH3(CH2)nCOOH.....

Asam Asam AsamAsam Asam

Deret homolog dari asam karboksilat

format asetat propionat n-butirat n-valerat

Page 70: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 5 : METODE EKSTRAKSI

61

kelarutan zat terlarut dalam pelarut yang satu harus lebih besar

daripada konsentrasi zat terlarut dalam pelarut kedua.

Disamping itu, dari hasil analisis dapat pula disimpulkan bahwa

ekstraksi dengan berulang kali jauh lebih baik bila dibanding dengan

penggunaan sekaligus pelarut dengan kuantitas yang sama. Dari buku-

buku teori mengenai ekstraksi dapat diturunkan rumus efektivitas

penggunaan pelarut,

Dengan Wn = berat asam propionat yang tertinggal dalam fasa air

setelah n kali ekstraksi, Wo adalah jumlah asam propionat mula-mula,

V adalah ml air yang diekstraksi dengan S ml eter. Dari rumus ini

dapat dicatat bahwa hasil ekstraksi dapat berjalan baik dengan cara

membagi pelarut (eter) dalam beberapa bagian.

5.2. Penggunaan Corong Pisah

Hampir semua pemisahan atau pemurnian senyawa organik selalu

digunakan metode ekstraksi, umumnya dilakukan dengan corong

pisah atau alat soklet. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah

eter, sedangkan pelarut kedua umumnya air. Eter sangat baik

digunakan sebagai pelarut mengingat eter mudah melarutkan senyawa

organik, bersifat inert dan titik didihnya rendah sehingga mudah

diuapkan.

Gambar 5-1 Ekstraksi jangka pendek

Wn = WoK x V

K.V + S

n

Page 71: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

62

Senyawa cair yang akan diekstraksi (dalam air) dimasukkan dalam

corong pisah, ditambahkan eter secukupnya dan dikocok kuat-kuat

agar memudahkan menarik senyawa organik dari pelarut air. Selama

pengocokan, kran corong pisah harus sering dibuka untuk

mengeluarkan gas. Jangan arahkan ke teman lain, berbahaya !

Diamkan sebentar campuran ini hingga terbentuk dua lapisan,

kemudian kedua lapisan ini dipisahkan dengan membuka kran

corong pisah. Senyawa organik yang larut dalam eter dikeringkan

dengan zat pengering, kemudian disaring ke labu dan akhirnya

diuapkan pelarutnya (eternya) dengan distilasi. Pemisahan dengan

corong pisah ini (gambar 5-1) dikenal disebut ekstraksi jangka

pendek.

5.3. Ekstraksi jangka panjang : Sokshlet

Selain ekstraksi jangka pendek, dikenal juga ekstraksi jangka panjang, yakni

suatu metode pemisahan dengan menggunakan alat Soklet (gambar 6-2).

Berbeda dengan ekstraksi sebelumnya, pada sokletasi hanya digunakan satu

macam pelarut. Pada umumnya, metode ini digunakan untuk mengekstraksi

senyawa bahan alam yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Bahan alam, setelah diiris halus, dibungkus dalam kertas saring atau

selongsong dan dimasukkan dalam Soklet. Dasar soklet sebaiknya

Page 72: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 5 : METODE EKSTRAKSI

63

Gambar 5-2. Alat sokslet

diberi galss wol agar sampel tidak terbawa oleh

pelarut. Kemudian, alat Soklet dipasang pada labu alas

bulat yang berisi pelarut (yang dapat melarutkan

senyawa yang diinginkan), serta dilengkapi dengan

kondensor (gondok atau spiral).

Pelarut dalam labu bulat dipanaskan, bila mendidih,

uap pelarut akan ke kondensor, dan karena mendapat

pendinginan pada alat pendingin, uap mengembun dan

turun ke soklet. Pelarut ini akhirnya akan melarutkan

senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam. Bila

pelarut yang telah mengandung senyawa yang akan

diekstraksi telah memenuhi pipa cabang alat soklet,

larutan ini akan mengalir ke bawah untuk masuk

dalam labu bulat.

Demikian seterusnya, pelarut menguap, mengembun, melarutkan

senyawa dalam bahan alam dan larutan turun ke labu bulat, berjalan

secara kontinyu. Bila dirasa telah cukup, diindikasikan dengan

beningnya larutan dalam pipa cabang, ekstraksi dihentikan. Senyawa

yang terkandung dalam pelarut yang digunakan dapat dipisahkan

dengan cara evaporasi solvent.

Sampel

Pelarut

turun

Kondensor

Page 73: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

64

Eksperiment 5-a :

Koefisien Distribusi dari Senyawa Asam Propionat dalam Benzena-Air

Dalam corong pisah berukuran 250 ml, masukkan benzena dan air masing-

masing 50 ml. Tambahkan 5 ml asam propionat (hati-hati : korosive dan bau

yang merangsang !) dan aduk campuran ini dengan cara sedemikian rupa

sehingga larutan berputar dalam corong pisah. Jangan menggoncang terlalu

kuat sebab lapisan emulsi antara dua pelarut dapat terbentuk, menyulitkan

pemisahan !

Pisahkan kedua fasa, fraksi organik (benzena, non polar) dan fasa air (polar)

dalam Beker glass. Dengan glass ukur, ambil tiap-tiap fasa 10 ml, dan

masukkan masing-masing fraksi ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi 50 ml

akuadest dan dua tetes indikator phenolftaline. Titrasi kedua labu ini dengan

NaOH 0,5 N hingga diperoleh warna merah muda. Untuk Erlenmeyer yang

mengandung air-benzena, aduk campuran ini (dengan pengaduk magnet)

sehingga cukup waktu asam propionat menuju ke air. Hitung koefisien

distribusi, K, sesuai dengan persamaan yang telah ditunjukkan pada bagian

teori.

Ambil kembali 40 ml sisa fraksi benzena, masukkan dalam corong pemisah.

Tambahkan 50 ml natrim hidroksida (5 %) dan goncangkan corong beberapa

menit. Diamkan dan pisahkan kedua fraksi. Ambil 10 ml bagian benzena dan

titrasi secara langsung. Hitung natrim hidroksida yang harus digunakan untuk

titrasi ini dan bandingkan dengan hasil pengamatan.

Page 74: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 5 : METODE EKSTRAKSI

65

Eksperimen 5-b :

Isolasi Trimiristin dari biji buah pala

Trimiristin adalah senyawa ester dari gliserol dan asam miristat.

Hidrolisis trimiristine hanya menghasilkan satu macam asam

karboksilate, yakni asam miristat, dan gliserol.

Isolasi trimiristine merupakan tipe percobaan penyediaan senyawa

bahan alam. Meski demikian, harus dicatat, bahwa percobaan ini

sangat sederhana mengingat kandungan trimiristine dalam biji pala,

Myristica fragrans, sangat besar, disamping kandungan ester lainnya

relatif sangat kecil. Pemurnian komponen ini dapat dilakukan dengan

mudah melalui metode rekrestalisasi.

Siapkan 40 gram serbuk biji buah pala, bungkus bahan ini dengan

kertas saring sehingga bentuknya sesuai dengan alat soklet. Masukkan

pelarut eter dalam labu bulat dan hubungkan dengan bagian soklet.

Dengan pemanasan perlahan, eter memiliki titik didih 35 °C, lakukan

ekstraksi kontinyu sekitar 10 kali sirkulasi. Perhatikan banar sirkulasi

pendingin, kondensor, agar tidak ada eter yang menguap.

Dinginkan labu, uapkan pelarut dengan penangas air atau rotary

evaporator. Larutkan campuran hasil isolasi dalam 5O ml aseton

panas dan tuangkan ke Erlenmeyer. Pendinginan perlahan larutan ini,

pada suhu kamar selama lebih kurang 1 jam, akan menghasilkan

kristal. Dinginkan campuran ini dalam air es selama 30 menit,.

Pisahkan kristal yang diperoleh dengan penyaringan Buchner. Jangan

mengeringkan produk dengan pemanasan sebab titik leleh trimiristin

sangat rendah. Hitung rendemen produk isolasi dan tentukan titik

lelehnya.

CH2

CH

CH2

OH

OH

OH HO C (CH2)12 CH3

O

CH2 O C

O

(CH2)12 CH3

CH O C

O

(CH2)12 CH3

CH2 O C

O

(CH2)12 CH3

Glyserol

Asam miristat

Trimiristine

Page 75: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

66

Eksperimen 5-c :

Isolasi Kafein dari Teh

Percobaan ini adalah salah satu contoh gabungan teknik-teknik yang

telah diterangkan sebelumnya. Kafein merupakan salah satu senyawa

organik golongan alkaloid dan dapat diisolasi dari daun teh, daun kopi

dan daun mete. Selain mengandung kafein, bahan alam tersebut pada

umumnya masih mengandung senyawa-senyawa lain, misalnya

senyawaan tanin (turunan penta digaloyglukosa). Masalah utama

dalam isolasi alkaloid jenis ini terletak pada proses pemisahan dan

pemurniannya. Kafein merupakan alkaloid yang paling mudah diisolasi

dari bahan alam. Oleh karena itu, dengan prosedur dan peralatan yang

sederhana, kafein dapat diperoleh dalam jumlah cukup besar, yakni

dapat mencapai rendemen sekitar 5% dalam daun teh. Untuk isolasi

ini dapat digunakan ekstraksi jangka panjang dengan air panas,

kemudian pengambilan kafein dari fasa air dapat dilakukan dengan

ekstraksi sederhana menggunakan kloroform sebagai pengekstrak.

Pada saat refluks ditambahkan kalsium karbonat untuk

menggaramkan tanin sehingga akan mempermudah proses pemisahan

dari kafein.

Kafein hasil isolasi selanjutnya dapat ditransformasi menjadi bentuk

garamnya dengan menggunakan asam salisilat. Atom nitrogen, yang

bersifat basa karena mengandung elektron bebas, akan diserang oleh

H+ sesuai dengan reaksi berikut ini,

N

N N

N

CH3

H3CCH3

O

O

Kafein

+

COOH

OH

Asam salisilat

Garam salisilat dari kafein

COO-

OH

N

N N

N

CH3

H3CCH3

O

O

H

+

Page 76: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 5 : METODE EKSTRAKSI

67

Isolasi Kafein dari daun teh

Masukkan 25 gram daun teh kering beserta 250ml air dan 25 gram

bubuk kalsium karbonat ke dalam labu bulat 500ml yang dilengkapi

alat refluks. Refluks campuran ini sekitar 25 menit. Saring campuran

dalam keadaan panas dengan menggunakan corong Buchner, dan

dinginkan filtratnya. Filtrat diekstrak dengan 3 x 25 ml kloroform

(atau diklorometan). Selanjutnya kloroform diuapkan dengan rotary

evaporator hingga diperoleh campuran kering. Larutkan residu dalam

10ml kloroform hangat dan pindahkan larutan ke dalam Beaker glass

50ml. Uapkan larutan berwarna hijau ini hingga kering. Kristalisasi

residu dengan melarutkannya ke dalam 5ml benzena panas dan

menambahkan 10ml petroleum eter. Dapatkan produk hasil isolasi

dengan corong Buchner dan kristalisasi padatan yang diperoleh

dengan campuran pelarut yang sama. Amati kristal kafein yang

diperoleh dan tentukan titik lelehnya.

Pembuatan garam Salisilat Kafein

Garam salisilat dari kafein dapat dibuat dengan cara melarutkan kafein

dan asam salisilat dalam benzena, kemudian ditambahkan petroleum

eter panas dan kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal. Kafein

(0,2g), asam salisilat (0,15g) dilarutkan dalam 15ml benzena

ditambahkan 5 ml petroleum eter, diaduk selama 10 menit. Kristal

yang terbentuk disaring dengan corong Buchner, kemudian

dikeringkan dan selanjutnya ditentukan titik lelehnya.

Page 77: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

68

Page 78: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

6

Penggunaan

Zat Pengering

Seringkali, dalam percobaan isolasi atau sintesis, cairan organik yang

diharapkan masih tercampur dengan air. Untuk memisahkan agar

diperoleh produk yang benar-benar kering dapat dilakukan dengan

metode filtrasi (penyaringan), dengan distilasi, dan metode kimia. Cara

pertama penggunaannya sangat terbatas, hanya dapat digunakan

pada pemisahan padatan organik yang tidak larut dalam air. Metode

kedua dapat digunakan pada keadaan yang sangat spesifik, misalnya

pada suatu campuran yang tidak mengandung azeotrop, sedangkan

cara ketiga merupakan metode paling aplikatif, dan dapat digunakan

secara luas di laboratorium bahan alam.

Page 79: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

70

6.1. Efisiensi Zat Pengering

Zat pengering, secara kimiawi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis,

yakni pengering yang membentuk air hidrat dan pengering yang

bereaksi secara sempurna membentuk senyawa baru. Perbedaan

kedua macam pengering ini, secara visual, sangat tidak jelas. Namun,

secara teoritis, zat pengering jenis pertama bersifat reversibel, dapat

balik sehingga secara energetik akan mengeluarkan panas yang tidak

banyak. Sebagai contoh, pengambilan air dengan calsium karbonat,

dapat membentuk heksahidrat.

Sebaliknya, metode kedua merupakan reaksi yang bersifat

berkesudahan, pada umumnya akan megeluarkan panas yang lebih

besar. Contoh zat pengering jenis ini adalah reaksi air dengan natrium

membentuk gas hidrogen,

Bermacam zat pengering menunjukkan perbedaan dalam intesitas dan

kapasitas pengeringan. Sifat-sifat ini dapat dikelompokkan dan

diberikan secara sederhana pada tabel 6-1 dan 6-2.

Tabel 6-1. Intensitas berbagai zat pengering

Intensitas Tinggi Intensitas sedang Intensitas rendah

Logam natrium CaSO4, CaCl2 MgSO4

P2O5 CaO, NaOH Na2CO3

H2SO4 (cons.) K2CO3 Na2SO4

CaCl2

H2OCaCl2.H20

H2OCaCl2.2H2O

2H2OCaCl2.4H2O

2H2OCaCl2.6H2O

2 Na 2H2O 2NaOH H2+ +

Page 80: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 6 : PENGGUNAAN ZAT PENGERING

71

Tabel 6-2. Kapasitas berbagai zat pengering

Kapasitas tinggi Kapasitas sedang Kapasitas rendah

H2SO4, Na2SO4 CaO, NaOH CaSO4

CaCl2, K2CO3 MgSO4, Na2CO3

Kapasitas dari zat pengering, seperti logam natrium, dapat

mengeringkan air secara tidak terbatas. Meskipun demikian, masalah

harga dan keselamatan kerja harus diperhatikan pada waktu

menggunakan zat pengering jenis ini. Pengering dengan kapasitas

yang sangat tinggi dapat "mengambil" air dengan cepat, sedangkan

dengan kapasitas rendah pada umumnya digunakan untuk

pengambilan air yang sedikit (trace). Kadang-kadang, dua macam zat

pengering dapat digunakan agar efisiensi pengeringan dapat berjalan

baik.

Seperti halnya pada metode ekstraksi, efisiensi penggunaan zat

pengering ditunjukkan dengan berhasil atau tidaknya zat pengering

"mengambil air" dalam suatu campuran organik. Pengeringan akan

efisien bila reagen yang digunakan dapat mengambil air secara total

dari campuran. Bila air dalam campuran cukup banyak, tidak mungkin

dapat diambil sekaligus dengan pengering dengan intensitas tinggi,

misalnya P2O5 karena sisa air yang jumlahnya kecil tidak dapat

terambil. Disini diperlukan pengering dengan efisiensi tinggi,

ditunjukkan dengan rendahnya harga tekanan uap,

CaCl2 + H2O === CaCl2.H2O p° = 0,04mmHg

Secara praktis, bila suatu cairan organik telah terbebas dari air akan

kelihatan bening, tidak keruh seperti saat tercampur dengan air.

Pemisahan zat pengering dengan cairan organik yang telah terbebas

dari air, dapat dilakukan dengan filtrasi.

Pemakaian zat pengering yang terlalu banyak dapat menyebabkan

terserapnya senyawa yang akan dikeringkan. Oleh karena itu,

disarankan agar pemakaian zat pengering secukupnya saja; umumnya

Page 81: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

72

digunakan hingga dasar wadah yang digunakan telah tertutupi.

Apabila ternyata senyawa cair belum kering benar, maka proses

pengeringan dapat diulangi lagi atau dapat diulang dengan mengganti

dengan zat pengering yang memiliki kapasitas rendah.

6.2. Golongan senyawa organik dan Zat Pengering

Penting sekali dicatat bahwa zat pengering yang digunakan harus

inert, artinya zat pengering tidak bereaksi atau merubah struktur

dengan senyawa yang akan dikeringan. Berdasarkan sifat ini, tabel

berikut dapat membantu pemilihan zat pengering berdasarkan

perbedaan sifat kimia yang dimiliki senyawa organik yang akan

dikeringkan,

Tabel 6-3. Golongan senyawa organik dan zat pengering

Senyawa Organik Zat Pengering yang Dipakai

Hidrokarbon dan beberapa eter Anhidrida kalsium klorida, logam natrium, phosphor pentaoksida

Alkohol Anhidrida kalsium karbonate, anhidrida kalsium sulfat, kalsium oksida

Senyawa amine (basa) NaOH padat, KOH padat, kalsium oksida

Senyawa asam Anhidrida magnesium sulfat, Na2SO4, K2SO4

Alkil halida dan aril halida Anhidrida KCl, Anhidrida K2SO4, P2O5

Aldehide Anhidrida MgSO4, Anhidrida K2SO4, Na2SO4

Keton Anhidrida K2CO3, Anhidrida K2SO4

Dalam menggunakan tabel 6-3 harus diperhatikan keberaaan gugus

fungsi lain dalam suatu molekul. Sebagai misal, alkaloid (basa)

phenolik tidak dapat digunakan NaOH atau KOH karena bagaian

Page 82: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 6 : PENGGUNAAN ZAT PENGERING

73

phenolat yang bersifat asam akan bereaksi. Dalam kasus seperti ini,

penggunaan MgSO4, yang bersifat netral dapat digunakan. Oleh

karena itu, pengetahuan yang luas mengenai reaksi asam-basa,

sangat penting dipelajari, sebelum memilih zat pengering yang akan

digunakan.

---------OOOO--------

Page 83: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

74

Page 84: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

7

Analisis Titik Leleh

Titik leleh adalah temperatur dimana suatu senyawa berubah

dari fasa padat menjadi fasa cair. Secara termodinamika, pada

keadaan ini terjadi kesetimbangan, dimana tekanan uap kedua

fasa memiliki harga yang sama. Kebanyakan senyawa organik

meleleh pada temperatur 50 °C sampai 300°C. Titik leleh

merupakan sarana penting, mudah dan cepat dalam identifikasi

serta analisis kemurnian.

Page 85: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

76

7.1. Beberapa aspek umum dalam analisis titik leleh

Dua sampel murni dari senyawa yang sama akan meleleh pada

temperatur identik. Meski demikian, dua sampel, yang memiliki

titik leleh identik, belum tentu merupakan senyawa yang sama.

Suatu contoh, urea dan asam sinamat keduanya meleleh pada

133°C, (-)-asam maleat dan o-metoksibenzoat keduanya memiliki

titik leleh 100°C, serta asam p-sianobenzoat dan 1,5-

dinitronaphtalena meleleh pada 214 °C. Atas dasar keadaan ini,

barangkali sangat sulit memperoleh harga titik leleh sangat tepat

dengan peralatan sederhana yang terdapat di laboratorium.

Beberapa sumber kesalahan dapat memberi harga berbeda pada

dua observasi dari senyawa yang sama, seperti tingkat ketelitian

termometer, perbedaan kecepatan pemanasan, perbedaan tingkat

kemurnian, perbedaan peralatan yang digunakan dan perbedaan

tipe gelas tempat sampel yang digunakan. Oleh karena itu berhati-

hati dalam penggunaan tabel titik leleh dalam identifikasi

senyawa organik. Bila senyawa yang dianalisis meleleh dibawah

200°C, semua senyawa yang meleleh 5° disekitarnya harus

dicatat, sedangkan senyawa yang memiliki titik leleh di atas

200°C, range ini dapat dinaikkan menjadi 10°C. Berdasarkan

analisis titik leleh seperti ini, jumlah struktur yang diusulkan

sebagai senyawa alternatif dapat sangat banyak.

7.2. Catatan penting dalam analsis titik leleh

Suatu campuran dua senyawa pada umumnya menunjukkan

harga titik leleh lebih rendah daripada harga masing-masing

komponen dalam keadaan murni. Meski tidak umum, penurunan

titik leleh 60°C dapat terjadi. Penurunan harga titik leleh 20°

sangat umum ditemui. Dalam bagian eksperimen, akan dilakukan

analisis campuran urea-asam sinamat, dua senyawa yang mudah

ditemukan dan memiliki titik leleh sama.

Page 86: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH

77

Dua sampel, yang meleleh pada temperatur sama, dan titik

lelehnya tidak berubah pada saat dicampurkan, dapat

disimpulkan merupakan senyawa yang sama. Terdapat beberapa

pasangan senyawa organik yang tidak berubah titik lelehnya pada

saat pencampuran, tetapi pasangan senyawa seperti ini tidak

ditemui pada eksperimen yang akan dilakukan.

Harga titik leleh dari suatu senyawa organik akan turun dengan

adanya pengotor. Disamping itu, suatu senyawa yang tidak

murni akan memperlihatkan range titik leleh yang lebar

karena pengotor berfungsi sebagai komponen kedua yang akan

menurunkan temperatur. Sangat jarang ditemui adanya laporan

yang mengusulkan harga titik leleh dengan ketelitian 0,001°. Pada

umumnya, hasil analisis ditunjukkan dengan "t.l.= 132-133°C",

bukan "t.l.= 133,5 °C". Kisaran titik leleh yang sempit

menunjukkan murninya senyawa yang dianalisis, sebaliknya,

kisaran yang lebar dapat mengindikasikan adanya

ketidakmurnian. Secara komersial, senyawa dengan kualitas baik

memiliki kisaran titik leleh 2-3°, dan senyawa dengan kisaran 1°

merupakan senyawa yang benar-benar murni.

Beberapa senyawa organik dapat terdekomposisi sebelum atau

pada saat meleleh. Temperatur dekomposisi dapat merupakan

harga yang tajam, meski pada umumnya menunjukkan daerah

yang lebar. Dalam hal ini, adanya pengotor tetap akan

menurunkan temperatur leleh (dan dekomposisi). Harga titik

leleh dari suatu senyawa, yang disertai dengan dekomposisi,

dinyatakan sebagai "t.l.= XX-XY °C (dec.)".

Beberapa peralatan konvensional maupun modern, telah dikenal

untuk menentukan titik leleh. Penggunaan alat besarta

spesifikasinya, secara mendetail, akan dibahas pada bagian

eksperiment.

Page 87: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

78

Eksperimen 7-a

Mengenal beberapa jenis peralatan titik leleh

Titik leleh dapat ditentukan melalui pemanasan padatan,

kemudian diukur temperatur saat perubahan fasa.

Tabung Thiele

Salah satu metode adalah dengan menempatkan termometer dan

sampel (yang berada dalam tabung kapiler) berdampingan,

keduanya ditempatkan pada suatu wadah berisi parafin (gambar

7.1).

Gambar 7-1. Peralatan Thiele

Temperatur yang ditunjukkan pada termometer diasumsikan

sama dengan temperatur sampel. Pada saat pemanasan, minyak

dalam tabung Thiele harus mengalir. Disamping itu, kedudukan

sample harus sedekat mungkin dengan bagian raksa termometer.

Pemanasan sampel yang terlalu cepat dapat menyebabkan harga

Page 88: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH

79

titik leleh lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, mengingat

kesetimbangan sampel dengan panas parafin tidak cukup. Dilain

pihak, termometer dapat secara cepat berkesetimbangan dengan

panas.

Peralatan "Mel-Temp"

Peralatan "Mel-Temp" (gambar 7-4) memiliki dasar sama dengan

tabung Thiele, tetapi dilengkapi dengan peralatan yang

memungkin pengamatan lebih mudah.

Bagaimana prinsip kerja peralatan ini ? Berikut diberikan

beberapa catatan cara operasi "Mel-Temp",

Gambar 7-2 Peralatan

« Mel temp »

a. Sebelum menggunakan, yakinkan benar

peralatan dalam keadaan dingin.

b. Tempatkan kapiler yang telah berisi sampel

pada salah satu tempat (lubang) dekat

termometer. Alat ini dapat mengidentifikasi

tiga sampel sekaligus

c. Atur kontrol voltase (« voltage control ») ke

kedudukan nol

d. Putar tombol on-off ke kedudukan ON. Sumber

sinar akan menerangi sampel

e. Panaskan sampel dengan cara mengatur

« voltage controle ».

Ingat, skala pada tombol ini bukan menunjukkan temperatur,

melainkan kecepatan kenaikan temperatur. Pengaturan skala

Page 89: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

80

besar, misalnya 30°C per menit, dapat digunakan hingga

termometer menunjukkan harga 20°C di bawah titik leleh

senyawa yang dianalisis. Namun, dekat dengan harga titik

leleh, skala kontrol voltase harus diperkecil, misalnya 2°C per

menit. Bila senyawa yang dianalisis tidak diketahui dengan

pasti, pengaturan kontrol voltase sebaiknya dilakukan pada

skala 5-10° per menit pada analisis pertama. Bila daerah titik

lelehnya telah diketahui, analisis kedua dapat dilakukan

dengan memperlambat kecepatan pemanasan di sekitar harga

titik lelehnya (2°C/menit).

f. Temperatur saat kristal pertama meleleh dan temperatur pada

saat kristal meleleh seluruhnya, harus dicatat dengan cermat.

Bila harga kedua keadaan ini sama, mungkin senyawa yang

dianalisis sangat murni atau pemanasan sampel terlalu cepat.

g. Matikan aliran listrik dengan tombol on-off ke OFF. Kontrol

voltase dikembalikan ke kedudukan nol untuk pengamatan

selanjutnya.

h. Ambil semua tabung kapiler dan biasakan bersihkan kembali

alat setelah selesai.

Peralatan Fisher Johns

Berbeda dengan peralatan sebelumnya, pada Fisher Johns

(gambar 7-5) tidak menggunakan tabung kapiler. Sampel

diletakkan diantara dua kaca tipis yang yang kemudian

ditempatkan pada blok besi pemanas.

Page 90: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH

81

Cara pengoperasian alat ini sama persis dengan "Mel temp".

Penting sekali dicatat, "jangan sekali-kali menaruh sampel secara

langsung di atas blok pemanas.

Gambar 7.3. Peralatan Fisher Johns

Page 91: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

82

Eksperimen 7-b

Titik leleh senyawa murni dan titik leleh campuran

Lakukan analisis titik leleh terhadap asam sinamat murni.

Catat kisaran titik lelehnya. Kerjakan hal yang sama

terhadap urea. Catat pula kisaran titik lelehnya. Ukur kisaran

titik leleh dari campuran asam sinamat/urea dengan

perbandingan 25/75, 50/50, 75/25 dan 90/10. Sebelum

melakukan analisis, campuran-campuran ini harus

dihomogenkan.

Buat grafik yang dapat menunjukkan hubungan kisaran titik

leleh (sumbu Y) dengan persen komposisi (sumbu X),

termasuk juga kisaran dari senyawa murninya.

Page 92: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 7 : ANALISIS TITIK LELEH

83

Eksperimen 7-c

Identifikasi senyawa tak dikenal dengan titik leleh

Akan diberikan suatu sampel yang tidak diketahui jenisnya, yang

barangkali salah satu dari senyawa berikut,

Acetamida, succinimida, urea, asam sinamat, asam hipurat atau

thiourea.

Sebelum menganalis, harga titik leleh dari senyawa-senyawa

tersebut harus dicari di handbook. Identifikasi senyawa tak

dikenal dengan peralatan yang tersedia di laboratorium. Catat

hasilnya pada buku catatan, dan usulkan struktur dari senyawa

yang saudara peroleh. Barangkali bukan salah satu senyawa yang

anda inginkan

------------------------

Page 93: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

84

Page 94: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

8

Kromatografi Lapis Tipis

dan Kromatografi Kolom

Kromatografi merupakan sarana penting dalam pemisahan dan analisis

senyawa organik. Berbagai jenis kromatografi telah dikenal dan ditulis di

literatur dengan spesifisitas kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Meski demikian, semua cara ini memiliki prinsip dasar yang sama, yakni

perbedaan "polaritas" senyawa yang akan dianalisis pada fasa diam (fasa

stasioner) dan fasa gerak (eluen).

Pada buku ini hanya akan dibahas dua jenis kromatografi yang paling

sering ditemui di laboratorium obat tradisional, yaitu kromatografi

lapisan tipis dan kromatografi kolom.

Page 95: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

86

8.1. Kromatografi Lapis Tipis : Gambaran Umum

Lapisan tipis (0,2 mm) fasa diam dilekatkan pada suatu bahan plastik,

alumunium atau kaca, disebut sebagai plat kromatografi yang

berfungsi sebagai adsorben komponen yang akan dipisahkan.Plat-plat

seperti ini dapat diperoleh secara mudah di perdagangan meski suatu

adsorben dapat dilekatkan secara mudah pada plat kaca dengan

peralatan aplikator (gambar 8-1).

Gambar 8.1. Cara menempelkan adsorben pada plat kaca

Senyawa yang akan dianalisis, dilarutkan hingga homogen dan

ditotolkan di atas fasa stasioner dengan menggunakan pipa kapiler

(posisi A), dekat dengan batas bawah B (gambar 8-2). Plat ini

kemudian diletakkan vertikal dalam suatu wadah pengembang yang

berisi pelarut. Dalam melakukan kromataografi perlu diperhatikan

bahwa batas plate B harus terendam dalam solven yang akan

digunakan, tetapi totolan noda A harus berada di atas batas eluen.

Page 96: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

87

Pelarut ini, murni atau dapat campuran, disebut fasa mobil atau

eluen. Fasa ini akan merambat ke atas berdasarkan daya kapilaritas.

Secara bersamaan, senyawa (noda) yang telah ditotolkan akan dibawa

melalui adsorben yang digunakan sebagai fasa diam.

Gambar 8-2. Plat kromatografi lapis tipis dan bercak noda

dari suatu campuran

Bila sampel yang akan dianalisis berupa campuran, tiap-tiap

komponen penyusun akan dielusi dengan kecepatan yang

berbeda, bergantung daya larut komponen pada eluen yang

digunakan dan kuat tidaknya komponen berinteraksi dengan fasa

diam. Komponen yang berantaraksi kuat dengan eluen atau yang

tidak diadsorpsi oleh adsorben akan merambat lebih tinggi,

sehingga akhirnya komponen-komponen dalam suatu campuran

akan terpisah pada jarak yang berbeda

Page 97: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

88

Dengan menggunakan penampak, noda-noda berwarna akan

dipancarkan dari plat kromatografi. Bercak komponen yang berbeda

dapat dikarakterisasi melalui harga Rf ("retention factor" = faktor

hambatan), yang didefinisikan sebagai,

Gambar 8-3 mengilustrasikan suatu campuran yang telah terpisahkan

menjadi dua komponen (senyawa 1 dan senyawa 2) dan cara

menghitung Rf,

Gambar 8-3. Cara menghitung Rf

Fasa Stasioner (Fasa Diam, Adorben)

Beberapa fasa diam yang sering digunakan di laboratorium obat

tradisional adalah silika, alumina, gel dari silika "kieselguhr", bubuk

selulosa dan poliamida. Untuk keperluan analisis, semua fasa diam ini

Page 98: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

89

pada umumnya ditempelkan berupa lapisan tipis 0,1-0,25mm, pada

penyangga kaca, lembaran aluminium, atau bahan plastik.

Diperdagangan, dikenal berbagai jenis plat kromatografi. Fasa

stasioner murni bersimbol H, bila ditambahkan bahan pengikat

bersimbol G dan yang mengandung indikator florosensi bersimbil F.

Dalam fasa diam diinisialkan pula besarnya bubuk fasa diam. Sebagai

contoh, silika gel 60 GF254 berarti lapisan tipis dari silika, besarnya

60A, G menunjukkan adanya pengikat "platre" dan F254 menunjukkan

plat mengandung indikator florosensi yang akan memancarkan sinar

di bawah lampu ultraviolet 254nm.

Migrasi

Plat kromatografi, dimana suatu campuran telah diletakkan, kemudian

harus dikembangkan. Larutan pengembang (eluen), seperti halnya

komponen yang akan dianalisis atau dipisahkan, diadsorpsi oleh

adsorben berdasarkan pada perbedaan afinitas. Semakin kuat daya

adsorpsi maka suatu zat akan semakin lama teradsorpsi pada fasa

diam. Jadi, kemudahan bermigrasi pada plat kromatografi bergantung

pada polaritas relatif dari produk yang dianalisis dan eluen yang

diaplikasikan. Pada umumnya, semakin polar eluen yang digunakan

maka semakin cepat pula suatu zat dan pelarut bermigrasi.

Eluen (Fasa mobil)

Agar diperoleh reproduksibilitas harga Rf yang memamadai, eluen

yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis harus mempunyai

kualitas pro analisis. Fasa gerak ini dapat berupa pelarut murni atau

campuran dua atau lebih pelarut.

Pemilihan sistem pengembang yang digunakan bergantung pada

senyawa yang akan dianalisis. Untuk data Rf, pelarut yang dilaporkan

sebaiknya memiliki harga minimal 0,5. Bila senyawa yang akan

dianalisis merupakan senyawa polar, eluen yang digunakan sebaiknya

Page 99: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

90

cukup polar sebab pada pelarut non polar noda ini tidak akan naik.

Sebaliknya, untuk mempelajari senyawa non polar, disarankan

menggunakan pelarut nonpolar juga. Penggunaan pelarut yang polar

akan menyebabkan noda naik bersama eluent hingga tanda batas

eluen.

Tabel berikut adalah seri eluetrop, berupa solvent tunggal atau pelarut

campuran, disusun berdasar kenaikan kepolaran,

Pentana, petroleum eter, benzena Kloroform-dietil eter ... 6/4

Benzena-kloroform .............. 1/1 Benzena-dietil eter ...... 1/9

Kloroform-aseton ................ 35/5 Dietil eter

Benzena-aseton ................... 9/1 Etil asetat

Kloroform-dietil eter ........... 6/4 Benzena/aseton ......... 1/1

Benzena/dietil eter ............... 1/1 Metanol

Kloroform-dietil eter ........... 8/2 Dioksana-air .............. 9/1

Benzena-etil asetat ............... 1/1 Kloroform-aseton ...... 85/15

Suatu seri lain dari eluetrop yang menggunakan aluminia sebagai

adsorben, dapat pula diaplikasikan. Data ini memberi keuntungan

mengingat diberikan harga numerik dari polaritas sehingga

mudah menggunakannya. Dapat dicatat disini bahwa penggantian

adsorban dari alumina ke silika gel tidak sepenuhnya dapat

diterima. Misalnya, untuk benzena dan toluena, harga ini dapat

melonjak tajam dibanding dengan penggunaan eter.

Pentana 0,00 Dietil eter 0,38 DMSO 0,62

Heksana 0,00 Kloroform 0,40 Nitrometana 0,64

1-pentena 0,00 Diklorometana 0,42 Asetonitril 0,65

Tetraklorometan 0,18 THF 0,45 Piridin 0,71

Toluena 0,29 Aseton 0,56 Etanol 0,88

Benzena 0,32 Etil asetat 0,58 Air Maks.

Page 100: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

91

Penampakan Noda.

Setelah noda dikembangkan (melaju pada suatu eluen), tahap terakhir

dari kromatografi lapis tipis adalah membuat warna pada noda agar

dapat terdeteksi. Tergantung dari jenis senyawa dan adsorben yang

digunakan, dikenal berbagai cara penampakan noda,.

A. Penampakan secara Umum.

a. Iodium akan memberikan warna kuning-coklat terhadap

beberapa senyawa organik secara reversibel. Meski tidak

universal, cara ini paling umum digunakan. Senyawa-senyawa

asam organik tidak akan memberikan antaraksi.

b. Penyemprotan uap asam sulfat. Setelah selesai elusi, plat

kromatografi dapat disemprot dengan H2SO4 dan kemudian

dipanaskan pada suhu 100-120°C hingga memberi warna

coklat akibat proses mineralisasi senyawa organik. Pada cara

ini proses penampakan tidak bersifat reversibel, artinya

senyawa organik yang telah dianalisis tidak dapat diambil

kembali.

c. Lapisan yang berflorosensi. Beberapa jenis adsorban telah

mengandung komponen yang dapat berflourosensi. Pada plat

seperti ini, penampakan noda dapat dilakukan dengan

memberi sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254nm

atau 366nm. Cara ini sangat berguna tetapi sangat terbatas

mengingat hanya senyawa-senyawa yang menyerap ultraviolet

yang dapat memberi sinar berflourosensi, seperti pada

senyawa-senyawa aromatik.

B. Penampakan Spesifik.

Banyak senyawa organik yang dapat digunakan secara spesifik

untuk pengamatan noda. Sebagai contoh, ninhidrin dapat

digunakan sebagai penampak asam-asam amino. Pada umumnya,

Page 101: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

92

cara penampakan spesifik ini hanya dipakai apabila cara-cara yang

telah diuraikan sebelumnya tidak dapat digunakan untuk analisis.

a. Untuk Senyawa-senyawa Asam, penampakan dapat

dilakukan dengan reaksi asam-basa, menggunakan brom

kresol hijau, brom kresol biru atau bromtimol biru. Penampak

ini dapat dibuat dengan melarutkan 0,05 % penampak tersebut

dalam etanol dan ditambah basa hingga pH 10. Dengan cara

menyemprotkan pada plate kromatogram, senyawa-senyawa

asam akan memberikan warna hijau. Penting sekali dicatat

bahwa apabila sistem pengembang yang digunakan bersifat

asam maka pelarut tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu

sebelum menyemprotkan zat penampak.

b. Untuk senyawa-senyawa karbonil, penampakan dapat

dilakukan dengan menyemprotkan larutan 2,4-dinitro

fenilhidrazin hingga diperoleh senyawa 2,4-

dinnitrofenilhidrazon. Penampak ini dapat dibuat dengan

melarutkan zat dalam etanol (0,5%) yang kemudian

ditambahkan 1 ml asam klorida 25 %.

Kegunaan Kromatografi lapis Tipis dan kelemahan-kelemahannya.

Analisi kemurnian suatu produk. Data kemurnian dari suatu produk

dapat diperoleh secara mudah, cepat dan dengan biaya murah melalui

kromatografi lapis tipis. Produk murni akan memberi noda tunggal

pada kromatogramnya. Meskipun demikian, satu noda yang

diperlihatkan pada hasil kromatogram belum tentu merupakan

senyawa tersebut murni mengingat dua senyawa dapat memiliki

harga Rf yang sama! Untuk meyakinkannya, metoda analisis lainnya

dapat digunakan, seperti kromatografi gas, kromatografi tekanan

tinggi, kromatografi lapis tipis bidimensional.

Page 102: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

93

Analisis suatu reaksi. Kadangkala, suatu reaksi organik tidak

diketahui waktu optimal untuk reaksi. Dalam hal ini, metode

kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk analisis jalannya suatu

reaksi kimia. Jumlah noda kromatogram dapat menunjukkan

secara kasar jumlah produk hasil reaksi (bukan kuantitatif !).

Hilangnya salah satu noda reaktan dapat memberi indikasi bahwa

reaksi telah selesai (gambar 8.4).

Gambar 8.4. Profil TLC reaksi pada berbagai waktu reaksi

8.2. KROMATOGRAFI KOLOM

Kromatografi kolom merupakan salah satu jenis kromatografi

"menurun", artinya suatu komponen yang akan dipisahkan

dibasahi oleh eluen melalui fasa diam dalam suatu kolom gelas.

Pelarut pengelusi dan produk dalam pelarut akan ditampung

dalam suatu wadah yang ditempatkan di bawah kolom. Pada

Page 103: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

94

umumnya, kolom yang digunakan memiliki kriteria khusus, yakni

perbandingan panjang/diameter minimal 20/1.

Gambar 8.5. Kromatografi kolom

Pengisian Kolom.

Pada kromatografi preparatif ini, adsorben tanpa pengikat (di

perdagangan dikenal "for coulomn") dihomogenkan pada Erlenmeyer,

dengan pelarut yang akan digunakan sebagai eluen, setelah terlebih

dahulu ditimbang, minimal 50g adsorben untuk 1g produk yang akan

dipisahkan. Campuran ini dikocok dengan kuat dan diusahakan tidak

ada gelembung udara didalamnya, yang kemudian dimasukkan dalam

kolom yang telah diberi sedikit kapas pada bagian dasarnya.

Sepanjang pengisian ini, kran kolom dibiarkan terbuka agar adsorban

termampatkan. Bila pengisian ini telah selesai, kelebihan pelarut yang

berada di atas adsorben diturunkan hingga tepat tanda batas ... kran

ditutup!

Page 104: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

95

Penempatan Campuran senyawa yang akan dipisahkan dalam Kolom.

Memasukkan campuran senyawa yang akan dipisahkan harus

dilakukan dengan hati-hati agar pemisahan dapat berlangsung baik.

A. Produk Cairan. Campuran senyawa cair, yang telah terbebas dari

pelarut, dapat ditempatkan pada permukaan adsorban dengan pipet.

Bagian ujung pipet harus ditempatkan sedekat mungkin dengan

permukaan adsorban tetapi jangan sampai menyentuh agar

permukaan fasa diam tetap datar, hati-hati! Bila diperlukan, gunakan

eluen seminimal mungkin untuk mencuci campuran senyawa yang

masih tertinggal di pipet. Penggunaan pelarut pencuci yang terlalu

banyak menyebabkan pita senyawa yang akan dipisahkan melebar,

sehingga pemisahan tidak begitu bagus.

Elusi awal dapat dilakukan dengan tujuan meresapkan campuran

senyawa pada fasa diam, kran ditutup bilamana eluen tepat di

permukaan adsorben. Tambahkan sedikit adsorben agar dapat

menutupi komponen yang ada pada permukaan adsorben. Akhirnya,

elusi dapat dilakukan dengan cara menambahkan pelarut secara terus

menerus, sambil menampung pelarut yang berisi komponen-

komponen yang akan dipisahkan.

B. Campuran Padat atau "crude".

Bila sampel yang akan dipisahkan aalah sampel padat atau cairan

kental, dua kasus dapat terjadi, yakni

Campuran sampel larut dalam eluen. Dalam kasus seperti ini,

sampel dapat dilarutkan dalam pelarut (eluen) seminimal

mungkin, atau,

Campuran tidak larut dalam eluen. Bila suatu solvent yang dapat

melarutkan produk ini digunakan, maka pelarut ini akan mengelusi

Page 105: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

96

lebih cepat dari pada yang diharapkan, sehingga akan mengganggu

pemisahan.

Jadi, agar pemisahan dapat berjalan dengan baik, sebelum dilakukan

pemisahan, terlebih dahulu dilakukan TLC, hingga dapat ditemukan

solven yang dapat melarutkan tetapi harga Rf-nya lebih rendah

daripada bila digunakan eluen.

Salah satu cara lain adalah melarutkan padatan dengan seminimal

mungkin pelarut, kemudian ditambahkan adsorben dan menguapkan

pelarutnya dibawah tekanan vakum pada temperatur kamar (aseton

mudah menguap, meruapakan pelarut yang sangat ideal digunakan).

Setelah dikeringkan pelarutnya, maka akan didapatkan bubukan, yang

kemudian ditempatkan di atas adsorben dengan hati-hati sehingga

diperoleh sebuah lapisan tipis. Akhirnya elusi dapat dilangsungkan.

Hati-hati : jangan sampai terlambat menambahkan eluen agar kolom

tidak retak.

Pemilihan eluen

Penampilan suatu senyawa pada KLT dapat menghasilkan sebuah

penampilan yang sama dengan kolom pada adsorben yang sama. Hal

ini dapat dibenarkan bila dua kondisi berikut dipenuhi,

Perbandingan berat produk yang dipisahkan dengan banyaknya

adsorben dalam kolom adalah 1/50

Kecepatan migrasi pada KLT sama dengan kolom.

Meskipun demikian, dalam suatu eksperimen sangat jarang ditemukan

kedua metode ini persis sama, karena dalam KLT bergerak melalui

daya kapileritas, sedangkan pada kolom, migrasinya berlangsung

melalui gravitasi. Mengingat keadaan ini, pada umumnya TLC sangat

baik dilakukan terlebih dahulu sebagai dasar pemilihan eluen untuk

kolom. Pada umumnya pemisahan kromatografi pada kolom akan baik

bila pemisahan Rf di atas 0,5. Lebih kecil harga Rf pada TLC maka

Page 106: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

97

pemisahan juga akan baik, meskipun diperlukan waktu yang lebih

lama. Jadi, dari pengalaman, dari efektivitas/waktu untuk analisis,

akan didapatkan pada Rf=0,33, sehingga pemilihan pelarut sebaiknya

dipusatkan pada harga Rf tersebut.

Dalam kasus dimana 2 komponen yang akan dipisahkan memiliki

harga Rf yang sangat beda dapat digunakan kromatografi gradien

elusi, yakni elusi yang dimulai dari eluen yang menghasilkan harga Rf

tinggi, agar komponen pertama keluar seluruhnya, diikuti dengan

pelarut yang dapat « membawa » komponen kedua.

Elusi dan Fraksinasi

Pada permulaan dari kromatografi, eluen yang keluar dari kolom tidak

perlu dianalisis mengingat pelarut ini tidak membawa komponen yang

akan dipisahkan. Banyaknya zat cair ini kira-kira sama dengan jumlah

volume dari kolom. Kemudian, fraksinasi dilakukan setiap 10-20ml.

Volume ini dapat lebih besar atau lebih kecil, tergantung dari

jumlah/banyaknya produk yang kan dipisahkan, tingkat kesulitan

pemisahan (dekat atau jauhnya harga Rf komponen yang akan

dipisahkan) dan kecepatan pemisahan/elusi.

Catatan : bila senyawa-senyawa yang akan dipisahkan menyerap

ultraviolet maka adsorben yang mengandung 0,1% indikator

flourosens dapat digunakan, tetapi kolom yang digunakan harus

terbuat dari kuarsa (mahal!). Migrasi komponen-komponen yang

hendak dipisahkan dapat diikuti dengan cahaya ultraviolet.

Selain itu, diperdagangan dijumpai pula penampung fraksinasi yang

bekerja secara otomatis, dapat diatur sesuai dengan banyaknya

tetesan atau tergantung waktu.

Analisis hasil fraksinasi

Page 107: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

98

Fraksi-fraksi yang dikumpulkan sebagai hasil kolom, dianalisis dengan

KLT* (bila larutan terlalu encer, pelarut dapat diuapkan dengan rotary

evaporator sebelum KLT). Fraksi-fraksi yang memiliki harga Rf sama

kemudian dijadikan satu.

Setelah dilakukan penguapan pelarutakan diperoleh sejumlah hasil

fraksinasi dengan berat tertentu dan kemurnian diketahui.

* Pada KLT, hasil-hasil fraksinasi dibandingkan dengan campuran sebelum kolom.

Page 108: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

99

Eksperimen 8-a Analisis pigmen daun dengan kromatografi lapis tipis

Siapkan larutan petroleum eter dan etanol (2 :1) untuk merendam

daun-daun hijau yang telah digerus sebelumnya, saring dan dapatkan

larutan hijau dari fasa organik ini. Tambahkan air (kira-kira sama

dengan fasa organik) dan kocok hingga terlihat adanya emulsi.

Pisahkan dua fasa yang terjadi dan cuci fasa petroleum eter dengan

sejumlah volume yang sama dengan air. Pindahkan fasa petroleum

eter ke Erlenmeyer kecil dan keringkan dengan Na2SO4 anhidrat.

Dengan menggunakan plat TLC silika gel GF 254, totolkan 1-2 mm

pigmen larutan kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat. Biarkan

sebentar plat ini, kemudian elusi dengan pelarut benzena/aseton

(7/3).

Kemungkinan akan diperoleh 8 noda berwarna. Dengan turunnya

harga Rf, kemungkinan komponen dalam ekstrak tersebut adalah

karotenoid (2 noda, orange), klorofil-a (hijau-biru) klorofil-b (hijau)

dan xantophile (4 noda, kuning).

Page 109: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

100

Eksperimen 8.b. Pemisahan pigmen Tinta

Siapkan plat TLC berukuran 2X10 cm. Dengan menggunakan pensil,

buat garis 0,7cm. pada masing-masing bagian atas dan bawah plat.

Dengan menggunakan tinta hitam, buat totolan pada garis, sekitar

0,5cm dari bagian kiri. Jangan terlalu luas! Pada 1cm sebelah

kanannya, totolkan warna lainnya. Keringkan plat ini diudara terbuka

sambil mempersiapkan tempat elusi dengan cara menjenuhkan

ruangan dengan kertas saring. Gunakan aseton murni sebagai eluen,

dan jangan lupa, tuangkan pelarut ini agar tidak merendam noda yang

telah dibuat (maksimal setinggi 0,4mm) Bila dirasa ruangan telah

jenuh, elusi dapat dimulai dengan cara meletakkan plat secara tegak

agar jalannya elusi benar-benar sempurna. Sambil menunggu elusi,

buat noda dari bahan yang sama pada plat kedua, tetapi dengan

menggunakan sistem pengembang etanol/aseton 1/1.

Analisis dan hitung harga Rf bercak noda yang dihasilkan, tulis warna-

warna yang dihasilkan. Dengan menggunakan lampu ultraviolet,

gambarkan dan hitung pula harga Rf. Akhirnya, dengan menggunakan

uap iodium, analisis dan hitung harga Rf-nya. Tabelkan, dan berikan

diskusi setelah membandingkan hasil percobaan dengan eksperimen

lain yang telah dikerjakan teman saudara.

Page 110: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 8 :KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM

101

Eksperimen 8.c. Analisis Analgesik

Komponen-komponen berwarna dari obat analgesik, dapat

diidentifikasi dengan cara membandingkan harga Rf dengan

komponen-komponen penyusunnya dalam keadaan murni. Analgesik

perdagangan merupakan suatu campuran, pada umumnya

mengandung aspirin dan kafein, serta komponen-komponen lain

dalam jumlah yang cukup banyak. Mengingat komponen penyusun

analgesik memiliki bagian yang menyebabkan warna (auksokrom),

maka bercak noda hasil elusi dapat ditampakkan dengan metoda

ultraviolet atau uap iodium.

Siapkan sampel dan identifikasi spesifisitas obat dalam kemasannya.

Hancurkan tablet analgesik ini dengan cara digerus dengan bagian

belakang sendok laboratorium (spatula). Larutkan sampel ini dengan

menggunakan etanol 95 % sehingga kira-kira diperoleh larutan 2 %

(berat/volume). Dengan menggunakan penyaring yang diberi kapas,

tuangkan campuran ini dan tampung larutan dalam tabung reaksi.

Siapkan plat TLC berukuran 4X10cm, buat garis "mulai" dan garis

"akhir, kira-kira 0,7cm dari kedua ujungnya. Pada salah satu garis yang

telah anda buat, tandai dengan pensip 6 titik, masing-masing berjarak

0,5cm baik antar noda ataupun dengan bagian kanan/kiri plat. Pada

titik ketiga, totolkan cairan sampel yang telah anda persiapkan, dan

pada bagian lainnya dapat ditempatkan referensi salisilamida, aspirin,

kafein, phenacetin, asetaminophen.

Elusi dapat dimulai bila sistem pengembang asam asetat/1,2

dikloroetana (1/1) telah dipersiapkan. Perhatikan benar apakah

pelarut terelusi dengan baik, artinya plat TLC diletakkan dengan

benar.

Setelah eluen telah mencapai garis atas, ambil plat dan keringkan

dengan cara mengipas-ipaskan plat agar pelarut lebih cepat menguap.

Page 111: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

102

Anamisis noda yag terjadi di bawah lampu ultravioelt, gambar bercak

noda dengan pensil dan hitung masing-masing harga Rf-nya.

Buat plat yang sama, dan elusi pada sistem pengembag lain, misalnya

5/1/1/2 campuran 1,2 dikloroetana/aseton/etanol/heksana atau

campuran 25/1 dari etil asetat/asam asetat. Bandingkan hasilnya:

mana yang memiliki pemisahan paling bagus

C

O NH2

OH

C

O OH

OC

O

CH3 N

N N

N

CH3

CH3O

O

CH3

OCH2

CH3

NHC

O

CH3

HO

NHC

O

CH3

Salisilamida, Rf = 0,79 Aspirin, Rf = 0,56 Caffein, Rf = 0,31

Phenasetin, Rf = 0,68 Asetaminophen, Rf = 0,49

Page 112: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

9

Aplikasi beberapa metode

dalam pemisahan dan Analisis Bahan Alam

Dalam pelaksanaan praktisnya, pekerjaan pemisahan senyawa bioaktif

yang terkandung dalam bahan tumbuhan harus dilakukan secara

teripadu, mulai dari ekstraksi, pemisahan kromatografi dan kristalisasi

harus dilakukan seluruhnya sehingga akan menghasil komponen yang

kita inginkan

Page 113: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

104

Eksperimen 9-a.

Analisis piperin dari Piper

Ide percobaan dapat berupa perbandingan jumlah piperin dalam piper cubeba,

piper retrofractum, dsb… atau perbandingan jumlah piperin dalam Piper

retrofractum (cabe jawa) dari berbagai sumber

Ekstraksi dan analisis kualitatif piperin

Ekstraksi piperin dilakukan sesuai metode Paula, et al (2000) dengan

beberapa modifikasi sesuai dengan kapasitas laboratorium. Sebanyak 200g

sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 500C dan diblender sampai

menjadi serbuk. Kemudian, 40g bahan ini diekstraksi menggunakan soklet

dalam pelarut etanol selama 8 jam (setiap 2 jam dianalisis dianalisis

keberadaan piperin denan TLC pada terhadap pelarut yang merendam

sampel). Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan

penguap putar sampai volume 25 ml.

Analisis kualitatif piperin dapat dilakukan

dengan dua metode, yaitu penapisan

fitokimia terhadap alkaloid dan

kromatografi lapis tipis.

Penapisan fitokimia. Sampel dihaluskan dalam lumpang dengan

menambahkan 10 ml kloroform. Kemudian ke dalam lumpang ditambahkan

10 ml campuran kloroform-amonia 0,05 N, lalu dihaluskan lagi dan disaring.

Pada filtrat ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 N, dikocok perlahan dan dibiarkan

sejenak hingga terbentuk lapisan asam dan kloroform. Lapisan asam

kemudian diambil dan ditambahkan setetes pereaksi Dragendorf. Reaksi

positif ditandai dengan adanya warna merah.

Page 114: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA

105

Kromatografi lapis tipis. Analisis pendahuluan yang kedua adalah

kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan beberapa variasi perbandingan

pelarut antara benzena dan etil asetat, yakni 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Piperin

standard dan ekstrak etanol yang diperoleh dari masing-masing sampel

ditotolkan pada silika gel, kemudian dielusi dengan campuran pelarut dan

noda yang terbentuk diamati menggunakan lampu ultraviolet. (Apabila

saudara tidak memiliki piperin dapat menggunakan data RF percobaan

laboratorium ini)

Tabel 9-1. Harga Rf piperin pada berbagai eleuen

Eluen

(benzene:etil asetat)

Harga Rf

1 :1 0,70

1 :2 0,81

1 :3 0,83

1 :4 0,85

Analisis Kuantitatif piperin

Analisis kuantitatif piperin dilakukan sesuai dengan teknik yang

dikembangkan oleh Genest, et al (1963), yakni menggunakan metode

spektrofotometri UV-Visible.

Kurva kalibrasi. Dibuat larutan standart piperine dalam pelarut etanol

dengan konsentrasi 6, 8, 10, 12, dan 14 ppm, kemudian diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 343nm. Gambar 9.1.adalah suatu contoh hasil

analisis dari laboratorium.

Page 115: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

106

Gambar 9.1. Kurva kalibrasi piperin

Analisis kuantitatif terhadap ekstrak. Sebanyak 0,5 ml ekstrak dilarutkan

dalam pelarut etanol menjadi 10 ml, yang kemudian disebut dengan L1.

Setelah itu 0,5 ml L1 diencerkan menjadi 10 ml dan disebut dengan L2.

Kemudian, 0,75 ml L2 diencerkan menjadi 10 ml dan diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 343 nm. Jumlah piperin dalam sampel dihitung

menggunakan kurva kalibrasi.

Catatan Penting : pengenceran ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan,

mengingat kuantitas masing-masing bahan berbeda. Hal yang paling penting

adalah saat analisis, absorbansi pada UV harus berkisar 0,2 sampai 0,8).

Formulasi effervescent

Formulasi effervescent dilakukan sesuai metode Stephan, et al (1992) dengan modifikasi sesuai kebutuhan. Semua bahan untuk keperluan

formulasi, masing-masing diayak terlebih dahulu dengan ukuran 100 mesh. Sejumlah tertentu ekstrak (disesuaikan dengan kebutuhan), 1000 mg natrium hidrogen karbonat, 800 mg asam sitrat anhidrat dicampur dengan pengaduk kemudian ditambahkan 100 mg natrium siklamat, 400mg polietilenglikol, perasa lemon dan dicampur kembali sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 800C

untuk menghilangkan air yang mungkin terikat dalam produk selama proses pembuatan.

y = 0,1088x + 0,0077

R² = 0,9979

00,20,40,60,8

11,21,41,61,8

0 5 10 15

ab

sorb

an

si

konsentrasi piperin (mgL-1)

Kurva Standar Piperin

Page 116: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA

107

Eksperimen 9-b. Pembuatan Larutan untuk sediaan uji praklinis atau formulasi lainnya

Seringkali para peneliti uji praklinis maupun uji klinis harus membuat sendiri

sediaan larutan atau formula lainnya, dengan cara ekstrasi terhadap bahan

alam segar atau simplisianya. Pelarut yang umum digunakan adalah etanol

karena kebanyakan senyawa bioaktif yang terkandung dalam tanaman larut

dalam pelarut ini, termasuk pelarut dengan toksisitas rendah, mudah

diuapkan dan harganya murah.

Dalam percobaan ini akan dibuat larutan dengan konsentrasi 100mg/kgBB,

200mg/kgBB dan 300mg/kgBB dari ekstrak Piper retrofractum untuk tikus

spraque Dawley dengan berat badan rata-rata 250mg (seperempat kg), untuk

100 kali cekokan (konsumsi).

Percobaan. Timbang masing-masing secara tepat 2,5g (A) ; 5,0g (B) dan 7,5g

(C) ekstrak kering dan kemudian masukkan dalam labu ukur 100ml.

Tambahkan aquabides (sekitar 75ml, lalu kocok. Apabila mengalami kesulitan

melarutkan bahan dapat ditambahkan sedikit larutan TWIN 20. Tambahkan

aquabides hingga tanda batas. Khusus untuk tikus spraque Dawley dengan

berat rata-rata 250mg tersebut, larutan 1ml A identik dengan 100,mg/kgBB,

1ml B identik dengan 200 mg.kgBB, 1ml larutan C identik dengan

300mg/kgBB.

Untuk membuat larutan untuk sediaan ekstrak hewan coba lain dapat

disesuaikan dengan perhitungan di atas.

Page 117: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

108

Eksperimen 9-c Analisis Antosianin dalam bunga Rosella

Ekstraksi pigmen antosianin. Ekstraksi dilakukan dengan maserasi sampel

dengan cara merendam 100 gram serbuk kelopak bunga rosela dimaserasi

dengan 300 mL pelarut etanol pada temperatur kamar atau 25°C selama 24

jam[1]. Kemudian disaring dan diambil filtratnya.

Penentuan λ maksimum Ekstrak. Penentuan λ maksimum ekstrak kelopak

bunga rosela dilakukan dengan metode spektroskopi UV-Vis. Sekitar 1 mL dari

masing-masing ekstrak hasil maserasi 5°C dan 25°C, serta ekstrak hasil

soxhletasi dilarutkan dalam pelarut etanol menjadi 10 mL, selanjutnya

absorbansi diukur pada panjang gelombang 400–800 nm.

Penentuan Total Antosianin dengan Metode pH Differensial. Penetapan

antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0 dan pH 4,5.

Pada pH 1,0 antosianin berbentuk senyawa oxonium dan pada pH 4,5

berbentuk karbinol tak berwarna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

membuat suatu alikuot larutan antosianin dalam air yang pH-nya 1,0 dan 4,5

untuk kemudian diukur absorbansinya.

Pembuatan larutan pH 1,0 dan pH 4,5

Larutan pH 1,0. Sekitar 1,490 gram KCl dilarutkan dengan akuades dalam

tabung volumetrik 100 ml sampai batas. Kemudian campurkan 25 ml larutan

KCl dengan 67 ml HCl 0,2 N. Tambahkan HCl kembali jika perlu sampai pH

mencapai 1,0 ± 0,1.

Larutan pH 4,5. Sekitar 1,640 gram potasium asetat dilarutkan dengan akuades

dalam tabung volumetrik 100 ml sampai batas. Tambahkan larutan HCl 0,2 N

sampai pH 4,5 ± 0,1.

Page 118: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA

109

Pengukuran dan Perhitungan konsentrasi antosianin total. Dua larutan

sampel disiapkan dari masing-masing filtrat, pada sampel pertama digunakan

larutan pH 1,0 dan untuk sampel kedua digunakan larutan pH 4,5, kemudian

absorbansi dari setiap larutan diukur pada panjang gelombang 510 dan 700

nm. Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan

rumus:

A = (A510 – A700)pH 1,0 – (A510 – A700)pH4,5

Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus:

% Antosianin = L x

Absorbansix MW x

Wd

Vd x

1000

1 x100%

Keterangan:

ε = absorptivitas molar Sanidin-3-glukosida = 26900 L/ (mol.cm)

L = lebar kuvet = 1 cm

MW = berat molekul Sianidin-3-glukosida ( 449,2 g/mol)

Vd = volume akhir pengenceran

Wd = berat ekstrak kering (g)

Page 119: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

110

Eksperimen 9-d Analisis Kurkuminoid dalam berbagai sampel temulawak

Telah dilaporkan bahwa bahan alam temulawak (Curcuma xanthoriza) dikonsumsi dalam

bentuk campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin (1), demetoksi kurkumin (2) dan

bisdemetoksikurkumin (3).

Preparasi Rimpang Temulawak : Perbandingan temulawak segar dan

simplisia

Rimpang temulawak segar dicuci dengan air bersih. Kemudian ditiriskan dan

dirajang kecil-kecil. Kemudian dari sampel yang telah dirajang, ditimbang

masing-masing seberat 100g (sebanyak 4 sampel, duplo)

Pengeringan Sampel Temulawak. Dua sampel temulawak yang telah

dirajang dikeringkan dengan sinar matahari selama 6 hari (seperti yang

dilakiukan petani).

Ekstraksi Kurkuminoid. Terhadap dua sampel segar yang telah diiris-iris

diekstrak dengan etanol 95% selama 45 menit dengan tiga kali ekstraksi

sampai larutan tidak berwarna (dikerjakan sesegera mungkin setelah

pengirisan). Hal yang sama dilakukan terhadap dua sampel simplisia setelah

dikeringkan selama 6 hari. Ekstrak yang diperoleh lalu disimpan selama 24 jam

dalam freezer. Ekstrak kemudian dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator

pada suhu 50 ºC. Setelah itu didefatisasi dengan petroleum eter, residu yang

diperoleh dikeringkan dengan oven pada suhu 50 °C. Residu kering yang masih

O O

H

OHHO

R1 R2

Senyawa R1 R2

Kurkumin (1) OMe OMeDemetoksikurkumin (2) H OMeBisdemetoksikurkumin (3) H H

Page 120: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA

111

menempel pada kertas saring kemudian dilarutkan kembali dengan etanol 95%.

Ekstrak yang diperoleh dimasukkan dalam vial lalu dikeringkan dengan gas N2 ,

dan dilarutkan kembali hingga volume menjadi tepat 10ml guna keperluan

analisis lebih lanjut.

Analisis kurkuminoid dengan Thin Layer Chromatography (TLC). Pelat TLC

4×7 cm ditandai dengan pensil batas bawahnya kira-kira 1 cm dari ujung bawah

sebagai tempat penotolan sampel dan batas atas kira-kira 1 cm dari ujung atas

untuk menandai pelarut. Kemudian disiapkan pula bejana pengembang yang

berisi campuran pelarut CHCl3:Et-OH sebanyak (14,7 ml: 0,3 ml). Selanjutnya,

seluruh ekstrak sampel ditotolkan dalam satu pelat KLT. Kemudian pelat KLT

dimasukkan dalam bejana pengembang yang telah disiapkan. Lalu dilakukan

elusi sehingga pelarut merambat sampai tanda batas atas yang telah ditandai.

Pelat diangkat, dikeringkan sebentar lalu nodanya dilihat dibawah lampu UV

pada panjang gelombang 254 nm (gambar 9.2).

Gambar 9.2. Kromatogram ekstrak temulawak

Page 121: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

112

Eksperimen 9-d Isolasi dan Analisis Hiptolida dari tanaman Hyptis pectinata

Tanaman Hyptis pectinata, yang merupakan tumbuhan jenis Labiaeae,

dilaporkan memiliki kandungan senyawa hiptolida dengan kadar yang cukup

besar, yakni 2%. Banyak laporan terkini menyebutkan bahwa senyawa-

senyawa dengan kerangka a-b unsaturated d-lactone, sangat potensial sebagai

obat anti kanker.

Pada percobaan ini akan dilakukan isolasi senyawa hiptolida dan menganalisis

keberadaannya dengan TLC dan spektroskopi UV.

Gambar 9-5 Tanaman Hyptis pectinata dan hiptolida

Penyediaan Hiptolida

Tahap Ektraksi. Dalam Erlenmeyer bertutup 1L, sebanyak 1kg bubuk Hyptis

pectinata dimaserasi dengan etanol teknis sehingga selapis etanol berada

diatasnya. Proses perendaman dilakukan selama 24 Jam. Ekstrak yang

berwarna hijau pekat dikeluarkan perlahan-lahan, dan disaring dengan corong

Buchner, diambil filtratnya. Proses perendaman diulang dua kali lagi dengan

harapan senyawa hiptolida dapat terekstrasi lebih sempurna. Larutan berwarna

hijau pekat hasil tahap ini disimpan guna pengerjaan lebih lanjut.

O

O

OAc

OAc OAc

( I )

Page 122: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

BAB 9 :METODE TERPADU DAN APLIKASINYA

113

Pemisahan Hiptolida. Pemekatan larutan hasil ekstraksi dilakukan dengan

cara distilasi vakum menggunakan “rotary evaporator” sampai pelarut yang

ada tinggal sepertiga dari volume semula. Ekstrak pekat ini kemudian dicampur

dengan air (aquadest) dengan perbandingan 1:1 , dan dibiarkan sedikitnya 24

jam hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian atas adalah berupa lapisan

etanol-air, sedangkan lapisan bagian bawah diperkirakan lapisan klorofil.

Lapisan bagian atas diambil dengan cara ekstraksi dengan menggunakan

corong pisah, dan selanjutnya diaupkan dengan penguap vakum hingga

diperkirakan tidak ada lagi etanol bebas dalam larutannya. Laruatan air yang

dihasilkan kemudian didinginkan semalam, sehingga terbentuk kristal

hiptolida. Penyaringan dilakukan sehingga akan diperoleh Kristal hiptolida.

Pemurnian Hiptolida. Pelarut eter dipanaskan dengan “water bath” hingga

mendidih, kemudian sedikit demi sedikit Kristal hasil isolasi dimasukkan dalam

eter panas tersebut sambil diaduk. Tepat saat Kristal yang dimasukkan tidak

lagi larut, penambahan dihentikan. Larutan disaring dalam keadaan panas, dan

filtratnya didinginkan sehingga terbentuk Kristal. Saring dan timbang kristal

yang terbentuk.

Analisis keberadaan hiptolida dan kemurnian

Secara cepat, keberadaan hiptolida dapat dianalisis dengan TLC, analisis titik

leleh dan spektroskopi UV. Hiptolida memiliki lmaks (etanol)= 212, Titik leleh

86-87oC dan memiliki Rf seperti tercantum dalam tabel 9-2.

Tabel 9-2. Harga Rf Hiptolida pada berbagai sistem eluen

Eluen Rf

Kloroform 0,9

Etil asetat 0,96

n-Heksana Tidak terelusi

Kloroform : n-heksana 1 : 1 0,47

Kloroform : n-heksana 2 : 1 0,60

Page 123: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

114

Page 124: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

115

Index

Adapter 35

Adsorben 86,89,94

Alat laboratorium 1

Alumina 88

Antosianin 108

asam sulfat 4

aseton 4

Aspirator 5 ,43

Azeotrop distilasi 31

Azeotrop, definisi 31

Batu didih 36

Beaker, gelas 5

Bejana pendingin 6

Biji pala 65

Bromobenzena 22

Buble plate, kolom 26

Buchner, corong 6

Butana 21

Cabe jawa 104

CaCl2, tempat 5

Catatan 7

Claisen, sambungan 5

Corong padatan 6

corong pisah 5,64

Densitas 21

Distilasi 21

Distilasi bertingkat 39

Distilasi sederhana 25,28,35

Distilasi terfraksi 25,29

Distilasi uap 29,40

Distilasi vakum 23,30,42

Effervescent 106

Ekstraksi 59

Eluen 96

Erlenmeyer 5

Eugenol 41

Faktor hambatan 88

Fasa diam 88

Fasa mobil 89

Fasa stasioner 88

Gelas ukur 5

HETP 39

Hiptolida 112

Hirck, corong 6

Hyptis pectinata 112

Joint 38

Kafein 66

kalium dikromat 4

Kasa 36

keamanan eksperimen 2

Kelarutan 45,61

Kieselguhr 88

klem 3,6

Koefisien distribusi 64

Kolom kontinyu 26

kolom refluks 5

kolom vigroux 5

Kondensor 37

Kristalisasi 46

Kristalisasi terfraksi 48

Kromatografi kolom 93

Kromatografi lapis tipis 80

Kurkumin 110

Labu bulat 5

Labu hisap 5

labu leher tiga 2

labu tetes isobar 2

Mantel panas 6

Page 125: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

116

Migrasi 89

Minyak atsiri 40

Minyak cengkeh 41

natrium klorida 4

Octana 29

Octana 32

dibutil eter 29

Oktil alkohol 29

Penampak noda 91

penangkap uap air aktigel 2

pendingin bola 5

pengaduk 2

Pengaduk magnet 6

Pengatur panas 6

Pengatur tinggi 7

Penyaringan 51

Penyaringan vakum 54

peralatan joint 3

Piper retrofractum 104

Piperin 104

Plate teori 27

reaktor sintesis 2

Refraktometer 40

Retention factor 89

Rotary evaporator 43

Roult 25

Silika gel 88

Sokshlet 62

Spatula 6

stavol 3

Sublimasi 48

sulfokromik 4

Super heating 37

Teh 66

Tekanan luar 30,31

Tekanan sistem 31

Tekanan uap 22,23,24,25

Tekanan udara 23

Tekanan total 29

Termometer 34,36

Titik didih 22

Trimiristin 65

Water trap 54,55

Zat pengering 69

Zat warna 47,48

Page 126: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

117

REFERENSI

Daniel JP, Johnson CR and Miller MJ (1992), Experiments and Techniques in Organic

Chemistry, New Jersey: Prentice Hall

Helmkamp GK and Johnson HW (1964), Selected Experiments in Organic Chemistry, San

Francisco: W.H. Freeman and Company

Sudjadi (1988), Metode Pemisahan, Yogyakarta: Kanisius

Vogel AI (1989), Textbook of Practical Organic Chemistry, 4th Ed. New York: Longman

Scientific and Technical

Wilcox CF and Wilcox MF (1995), Experimental Organic Chemistry: A Small-scale Approach,

New Jersey: Prentice-Hall

Williamson KL and Masters KM (2010), Macroscale and Microscale Organic Experiment,

Belmont, CA: Brooks-Cole Cengage Learning

Page 127: ETODE - doc-pak.undip.ac.id

118

Biografi Penulis

Dr. Bambang Cahyono.

Dr. Bambang Cahyono lahir di Kota Kudus, Jawa Tengah. Pendidikan sekolah dasar hingga

SMA diselesaikan di Kota ini. Lulus Sarjana Muda (BSc, 1985), sarjana (S1, 1987) dan S2

(Master, 1992) di Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung. Pendidikan

Doktor diselesaikan di Ecole Nationale de Chimie Montpellier, France (ENSCM, 1993 sd.

1997). Beberapa kursus pendidikan maupun penelitian dalam negeri maupun luar negeri

pernah diikuti, seperti di TUB Berlin dan Universitas Tehran, Iran

Saat ini Dr. Bambang Cahyono masih aktif sebagai staf pengajar di Departemen Kimia,

Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Dipoenegoro. Beberapa matakuliah, seperti

Kimia Organik, Kimia Analisis Organik, Pemisahan senyawa organik, sintesis senyawa

organik, kewirausahaan, diampu untuk mahasiswa S1 maupun S2. Beberapa publikasi

ilmiah di Jurnal terakreditasi maupun internasional serta beberapa patent, telah dihasilkan

sebagai output pembimbingan mahsiswa maupun hasil penelitian kerjasama dengan staf

lain.

Pernah aktif sebagai ketua Himpunan Kimia bahan Alam Jateng (2000 sd 2009) dan Wakil

ketua Himpunan Kimia Jawa Tengah (2004 sd 2012). Pernah menjadi Kepala Laboratorium

Kimia Organik UNDIP (1997 sd 2000), dan menjadi Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNDIP

(2000 sd 2003). Pada tahun 2003 sd 2012, Dr. Bambang Cahyono sebagai Ketua Pusat

Pengembangan Obat dari Bahan Alam (UNDIP-Pemprov Jateng). Sejak tahun 2012 hingga

2015 menjadi Ketua UP3ST (Unit Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Sains dan

Teknik) Fakultas Sains dan Matematika UNDIP. Pada tahun 2015 hingga sekarang aktif di

Bagian Analisis, Laboratorium Terpadu UNDIP, sebagai wakil Ketua. Selain sebagai Wakil

Penjaminan mutu di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Dr. Bambang Cahyono

juga menjabat sebagai Ketua Pusat Admisi dan Promosi Pendidikan, LP2MP Universitas

Diponegoro.

Beristrikan Dr. Meiny Suzery, Penulis memiliki empat anak: dr. Chemy Wiryawan Cahyono

(beristrikan dr. Helvy Fridayani), Sylvia Rahmi Putri, S.Gz., Ryan Wiryawan Cahyono dan

Titania Candra Wulan.