Euthanasia Dalam Berbagai Perspektif

Embed Size (px)

Citation preview

EUTHANASIA ATAS PERMINTAAN PASIEN dan KELUARGANYA Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Diajukan: Untuk memenuhi tugas paper mata kuliah keperawatan dasar

Disusun Oleh : NAMA : FITRI HARYATI NIM : 22020111120001 ANGKATAN/KELAS : 2011/A.1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................... i KATA PENGANTAR .............................................................................. ii ABSTRAK .............................................................................................. 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 2 B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 3 C. Rumusan Masalah ...................................................................... 4 D. Pembatasan Masalah ................................................................ 4 E. Metode penulisan ........................................................................ 5 F. Sistematika penulisan ................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Macam Euthanasia ............................................ 6 B. Landasan hukum yang mengatur tindakan euthanasia .............. 7 PEMBAHASAN A. Pengertian euthanasia secara umum ........................................ 11 B. Kasus Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga di Indonesia ................................................................................... 11 C. Tinjauan kasus dari hukum pidana di Indonesia ....................... 13 D. Tinjauan menurut pandangan Islam .......................................... 15 E. Tinjauan kasus dari segi medis ................................................. 16 F. Pandangan dari segi etika dan moral di Indonesia .................... 17 G. Perkembangan euthanasia di berbagai negara ......................... 18 PENUTUP ............................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya makalah berjudul Euthanasia dalam Berbagai Perspektif. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas paper mata kuliah keperawatan dasar. Makalah ini disusun dengan memperhatikan berbagai pandangan dari beberapa aspek kehidupan mengenai praktik euthanasia dalam dunia kesehatan. Selain itu, makalah ini dibuat untuk menjawab segala pertanyaan di dalam benak kita mengenai praktik euthanasia yang masih menjadi polemik di masyarakat. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi tim kesehatan. Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 25 November 2011

Penulis

ABSTRAK Euthanasia merupakan masalah dalam dunia kesehatan yang berkaitan dengan masalah hukum dan selalu menjadi perbincangan setiap waktu. Di salah satu sisi, euthanasia dilakukan untuk mengambil tindakan kedokteran pada pasien yang terminal. Namun, di sisi lain euthanasia tidak dapat diterima karena bertentangan dengan norma hukum, moral dan agama. Euthanasia merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang diputuskan pada pasien terminal. Euthanasia biasanya dilakukan atas permintaan pasien atau keluarga pasien. Namun, dalam berbagai perspektif euthanasia masih menjadi pro dan kontra di berbagai kalangan. Sehingga, praktik euthanasia perlu memperhatikan alasan dan pandangan dari berbagai aspek kehidupan tersebut. Dunia kesehatan melalui berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun belum bisa membuat kesepakatan mengenai praktik euthanasia tersebut. Semua pihak masih

mempertimbangkan berbagai alasan diperbolehkan atau dilarangnya praktik ini. Sehingga, keadaan yang mendesak itulah yang mengharuskan tim kesehatan bersama keluarga pasien melakukan tindakan itu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri, sebagai negara berkembang Indonesia merasakan dampak globalisasi khususnya perkembangan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat itu menjadi salah satu sebab terjadinya perubahan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dunia kesehatan. Dengan perkembangan teknologi tersebut, diagnosa penyakit semakin sempurna. Berbagai bentuk pengobatan dilakukan secara cepat dan tepat dengan berbagai macam cara. Berbagai kasus kesehatan seperti kanker otak, dan berbagai penyakit kronis lainnya dapat disembuhkan dengan bantuan teknologi modern. Selain kasus-kasus itu, teknologi kesehatan yang semakin maju itu digunakan pada kondisi beberapa pasien yang tidak dapat

disembuhkan. Dihadapkan kondisi demikian, seorang ahli medis harus membuat keputusan untuk melakukan tindakan medis yang tepat. Pada saat-saat tertentu, ketika seorang ahli medis dihadapkan pada keadaan pasien terminal maka permintaan untuk menghilangkan nyawa pasien itu menjadi sebuah pertimbangan. Dari sinilah, terjadi praktik euthanasia dalam dunia kesehatan. Euthanasia masih menjadi hal yang dilematik bagi dunia

kesehatan. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia, menyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jatung dan paru-paru. Namun, teknologi kedokteran yang semakin berkembang

menyebabkan adanya pergeseran peraturan tersebut. Saat ini denyut

jantung dan paru-paru yang telah berhenti dapat dipacu kembali menggunakan teknologi kedokteran yang semakin canggih. Sehingga, pada tahun 1990 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan pernyataan bahwa seseorang dinyatakan mati jika telah kehilangan fungsi otaknya. Euthanasia memang masih menjadi polemik yang berkepanjangan khususnya di Indonesia. Banyak perspektik dari berbagai kalangan mengenai praktik euthanasia tersebut. Dari segi medis, biasanya tindakan ini dilakukan atas permintaan pihak pasien karena berbagai alasan. Namun, euthanasia ini menjadi hal yang memiliki dua mata pisau. Dari segi kesehatan, euthanasia dilakukan atas dasar ekonomi dan

kemanusiaan, tetapi di sisi lain tindakan ini telah menyalahi norma agama, hukum dan moral. Keadaan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membahas mengenai praktik euthanasia dilihat dari berbagai perspektif baik dari aspek moral, hukum dan nilai agama. Beberapa fakta dan pandangan ini akan memberikan gambaran bagaimana praktik euthanasia itu diterapkan agar tidak menyalahi nilai dan moral masyarakat Indonesia. B. Tujuan Penulisan Pada penulisan ini, penulis memiliki beberapa tujuan: 1. Memberikan gambaran mengenai praktik euthanasia dalam dunia kesehatan. 2. Mengetahui kedudukan pelaku praktik euthanasia menurut hukum yang berlaku. 3. Menambah referensi baru mengenai hukum dan tindakan

euthanasia di Indonesia. 4. Menambah pengetahuan pembaca khususnya tim kesehatan mengenai tindakan yang harus diambil ketika menghadapi pasien terminal.

C. Rumusan Masalah Sesuai dengan judul makalah ini Euthanasia dalam berbagai perspektif, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kasus euthanasia yang terjadi di Indonesia? 2. Bagaimana perspektif euthanasia dari segi medis? 3. Bagaimana tinjauan euthanasia dari hukum pidana? 4. Bagaimana kedudukan euthanasia menurut hukum Islam? 5. Bagaimana euthanasia dilihat dari segi moral dan etika? 6. Bagaimana perkembangan euthanasia dari berbagai negara di dunia? D. Pembatasan Masalah Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas mengenai: 1. Euthanasia secara umum 2. Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga 3. Contoh kasus euthanasia yang pernah terjadi di Indonesia 4. Kasus ditinjau dari segi medis 5. Tinjauan dari hukum pidana di Indonesia 6. Ditinjau dari pandangan Islam 7. Tinjauan dari moral dan etika di Indonesia 8. Perkembangan euthanasia di berbagai negara E. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kajian pustaka dan dokumentasi. Yaitu, mengumpulkan beberapa karya-karya yang dapat menunjang tulisan ini baik yang berhubungan dengan euthanasia maupun beberapa karya yang menunjang pembahasan tulisan ini.

F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi makalah ini, penulis menampilkan sistematika penulisan makalah ini: Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah B. Tujuan Penulisan C. Rumusan Masalah D. Pembatasan Masalah E. Metode penulisan F. Sistematika penulisan Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Macam Euthanasia B. Landasan hukum yang mengatur tindakan euthanasia Bab III PEMBAHASAN A. Pengertian euthanasia secara umum B. Kasus Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga di Indonesia C. Tinjauan kasus dari hukum pidana di Indonesia D. Tinjauan menurut pandangan Islam E. Tinjauan kasus dari segi medis F. Pandangan dari segi etika dan moral di Indonesia G. Perkembangan euthanasia di berbagai negara Bab IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Macam Euthanasia 1. Pengertian Euthanasia Terdapat sejumlah rumusan pengertian tentang euthanasia, antara lain sebagai berikut : a. Plato : euthanasia adalah mati dengan tenang dan baik. b. Gezondheidsraad ( Belanda ) : euthanasia adalah perbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak berbuat untuk memperpanjang hidup demi kepentingan pasien oleh seorang dokter atau bawahannya yang bertanggung jawab padanya. c. Van Hattum : euthanasia adalah sikap mempercepat proses kematian pada penderita penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan medis, dengan maksud untuk membantu korban menghindarkan diri dari penderitaan dalam

menghadapi kematiannya dan untuk membantu keluarganya menghindarkan diri melihat penderitaan korban dalam

menghadapi saat kematiannya. d. Kode Etik Kedokteran Indonesia, merumuskan euthanasia dalam tiga arti : 1) berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir; 2) waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan si sakit dengan memberinya obat penenang; 3) mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

4) Oxford

English

Dictionary

merumuskan

euthanasia

sebagai sebuah kematian yang lembut dan nyaman; dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh dengan penderitaan dan tak tersembuhkan. 2. Macam-macam Euthanasia Menurut Kartono Muhammad, euthanasia dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok, yaitu: a. Euthanasia pasif, mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan/mengambil tindakan pertolongan biasa, atau menghentikan pertolongan biasa yang sedang

berlangsung. b. Euthanasia aktif, mengambil tindakan secara aktif, baik langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan kematian. c. Euthanasia sukarela, mempercepat kematian atas

persetujuan atau permintaan pasien. d. Euthanasia tidak sukarela, mempercepat kematian tanpa permintaan atau persetujuan pasien, sering disebut juga merey killing. e. Euthanasia nonvolountary, mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga, atau atas keputusan pemerintah.

B. Hukum di Indonesia tentang Euthanasia Euthanasia menjadikan buah simalakama bagi insan medis. Euthanasia pada dasarnya masih dianggap tidak ada bedanya dengan pembunuhan yang secara hukum dapat diancam pidana berdasarkan KUHP. Beberapa pasal yang mengatur mengenai tindakan euthanasia:. 1. Pasal 344 : Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan yang tegas dan sungguh sungguh dari orang lain itu

sendiri dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya dua belas tahun. Ketentuan di atas dilakukan bila atas permohonan pasien atau keluarganya (melakukan euthanasia aktif). Namun bila dilakukan tanpa permintaan pasien (dikategorikan euthanasia pasif) ancamannya Pasal 338 dan 340 KUHPidana. 2. Pasal 338 : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya lima belas tahun. 3. Pasal 340 : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan

direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman mati atau dengan hukuman penjara seumur hidup atau dengan hukuman penjara sementara selama lamanya dua puluh tahun. 4. pasal 574 KUHP disebutkan bahwa ancaman pidana dijatuhkan selama kurang dari 9 tahun karena di dalamnya disebutkan mengenai hal permintaan keluarga pasien apabila pasien dalam keadaan koma.

C. Hukum Islam tentang Euthanasia Hukum euthanasia dalam Islam, disesuaikan kondisi dan permasalahannya. Sehingga, hukum bagi euthanasia aktif dan euthanasia pasif berbeda. a. Hukum tindakan euthanasia aktif Euthanasia dalam segala bentuknya hukumnya haram dan merupakan dosa besar. Hal ini dikarenakan euthanasia merupakan bentuk pembunuhan, dan segala bentuk pembunuhan baik disengaja maupun tidak hukumnya haram. Apapun alasan melakukan tindakan euthanasia baik karena alasan kasih sayang, permintaan pasien sendiri maupun permintaan orang lain.

Allah SWT berfirman, Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu sebab yang benar. (QS. Al-Anam 151) Jika tindakan euthanasia aktif ini atas permintaan pasien, maka pasien itu akan menanggung dosa besar. Dan bagi keluarga yang merelakan hal ini terjadi juga akan mendapatkan dosa karena telah merelakan adanya pembunuhan secara sengaja. Allah taala berfirman, Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29) Sehingga, dari beberapa firman Allah itu dapat ditegaskan bahwa memang euthanasia aktif haram hukumnya menurut Islam. b. Euthanasia Pasif Jika kita kembali mengingat mengenai hakikat euthanasia pasif yaitu suatu tindakan menghentikan pengobatan karena diyakini tindakan pengobatan itu sudah tidak bermanfaat dan hanya akan menyusahkan orang lain. Sehingga, hukum euthanasia pasif kembali pada hukum pengobatan itu sendiri. Apakah hukum berobat itu wajib, sunnah atau mubah. Dalam hal ini euthanasia pasif hukumnya adalah tidak diharamkan jika memang sudah dipastikan (atau dugaan besar) si pasien sudah tidak bisa sembuh dan hidupnya dia hanya akan menambah penderitaannya. Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas

pertimbangan bahwa pasien sebenarnya memang sudah tidak memiliki fungsi organ-organ yang memberi kepastian hidup. Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ lainnya akan terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi jantung masih berdenyut. Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan. Maka dalam kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh

dilaksanakan, umpamanya dengan mencabut selang pernafasan, masker oksigen, pemacu jantung, saluran infus dsb. Maksudnya hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.

D. Euthanasia dari segi medis Euthanasia yang biasa dilakukan oleh tim medis tersebut akan muncul dua jenis euthanasia yaitu, euthanasia positif dan euthanasia negatif. 1. Euthanasia positif yang dilakukan secara aktif oleh tim medis Misalnya, seseorang yang sedang menderita kanker ganas atau sakit yang mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu bahwa seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi justru menghentikan pernapasannya sekaligus. 2. Euthanasia negatif (medis bersikap pasif) pada tahun 1990 Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

mengeluarkan pernyataan bahwa seseorang dinyatakan mati jika telah kehilangan fungsi otaknya. Misalnya, penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru- paru yang jika tidak diobati (padahal masih ada kemungkinan untuk diobati) akan dapat mematikan penderita. Dalam hal ini, jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya. Dari contoh tersebut, "penghentian pengobatan" merupakan salah satu bentuk euthanasia negatif.

BAB III PEMBAHASAN A. Euthanasia secara Umum Euthanasia berasal dari Bahasa Yunani eu: baik dan thanatos : mati. Sehingga euthanasia dapat diartikan sebagai suatu jalan mengakhiri hidup dengan cara yang baik tanpa rasa sakit. Euthanasia sering disebut mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa berasal dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien tidak sadar). Sehingga, dari beberapa definisi di atas mengenai euthanasia dapat disimpulkan bahwa euthanasia adalah suatu cara mengakhiri hidup atau menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang baik tanpa menimbulkan sakit pada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat. B. Kasus Euthanasia atas Permintaan Pasien dan keluarga di Indonesia Euthanasia dapat terjadi atas permintaan pasien atau keluarganya. Tim medis sangat dilema jika dihadapkan pada keadaan ini. Sebenarnya permintaan pasien atau keluarganya untuk melakukan tindakan

euthanasia itu karena melihat keadaan pasien yang memang tidak ada harapan kesembuhan lagi. Belum lama berselang masalah euthanasia di Indonesia begitu gencar diperdebatkan, dan menjadi silang pendapat antara pro dan

kontra ketika Panca Satrya Hasan Kusuma menyatakan bahwa ia meminta istrinya mati demi anak. Ia meminta agar istrinya, Agian Isna Nauli ( 33 th), disuntik mati karena tidak bisa sembuh lagi. Ny Agian sudah hampir tiga bulan lumpuh setelah melahirkan anak keduanya, Rayge Atila Nurullah Kesuma, melalui operasi Caesar di Rumah Sakit Islam Bogor.

Ny Agian mengalami kerusakan otak permanen. Kerusakan itu terjadi pada batang otak, syaraf otak, serta otak bagian kiri dan kanan. Saat operasi Caesar, menurut Hasan, istrinya mengalami tekanan darah sangat rendah dan kemudian dipompa agar tekanannya naik. Setelah operasi, Ny Agian mengalami koma selama beberapa hari. Beberapa faktor yang menyebabkan Tn. Hasan mengajukan permintaan euthanasia kepada tim kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Faktor Kemanusiaan Jelaslah dari segi kemanusiaan, Tn. Hasan merasa kasihan terhadap istrinya yang terbaring lemah tanpa daya dan harapan. Meski ia berat untuk meminta dokter melakukan tindakan tersebut, namun rasa kasihan itu tak dapat ia tahan lagi dengan keadaan istrinya yang kian memburuk. 2. Faktor Ekonomi Jelaslah, Tn. Hasan telah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan istrinya. Sehingga, alasan ekonomilah yang dapat menjadikan alasan ia melakukan hal tersebut. Euthanasia yang diminta oleh Tn. Hasan terhadap istrinya

merupakan golongan euthanasia pasif. Karena, Ny. Agiana berada dalam keadaan koma dan kehidupannya bergantung pada alat bantu sehingga tim kesehatan hanya akan melakukan tindakan penghentian pengobatan. Namun, meski demikian tindakan yang akan dilakukan kepada Ny. Agian itu masih menjadi polemik yaitu pro dan kontra di kalangna masyarakat dari berbagai sudut pandang. Kasus itu menjadi pembicaraan yang hangat di masyarakat. Karena memang perkembangan euthanasia di Indonesia masih belum transparan dan banyak faktor yang menyebabkan tidak diketahuinya secara pasti penyebab dan praktik yang terjadi secaralangsung di lapangan.

C. Tinjauan Kasus dari Hukum Pidana di Indonesia Ditinjau dari hukum yang berada di Indonesia, kasus Tn Hasan atas permintaannya untuk tindakan euthanasia kepada istrinya yang dalam keadaan koma dapat dilihat dalam beberapa pasal dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Peraturan itu mengisyaratkan dan mengingatkan kalangan medis bahwa euthanasia merupakan perbuatan melanggar hukum dan dapat diancam hukuman pidana. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 344 pasal KUHP yaitu: Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama dua belas tahun. Dalam hukum pidana di Indonesia, euthanasia masih menjadi sesuatu hal yang kontra. Menghilangkan nyawa seseorang merupakan hal yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai pancasila dan pasal dalam UUD1945 tentang HAM. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia masih menyalahi peraturan yang berlaku di Indonesia. Salah satunya kasus Ny. Agian atas permintaan suaminya TN. Hasan yang meminta agar dilakukan tindakan euthanasia pada istrinya. Tim medis tidak diperbolehkan melakukan euthanasia secara aktif terhadap pasien. Hal ini benar-benar melanggar aturan yang berlaku seperti disebutkan dalam pasal 344 KUHP. Tindakan euthanasia boleh dilakukan jika memang ada permintaan sendiri dengan sungguh-sungguh dan dapat dibuktikan. Namun, kejelasan mengenai permintaan yang sungguh itu seperti apa tidak dijelaskan. Sehingga timbul persepsi yang berbeda-beda. Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian dan sangat menganut nilai-nilai pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki pandangan yang berbeda di kalangan masyarakat.

Di dalam KUHP yang berlaku saat ini, pada pasal 344 KUHP pelaku tindakan euthanasia dapat dijatuhkan hukuman hingga 12 tahun karena di dalam pasal tersebut tidak disebutkan syarat bahwa harus ada permintaan keluarga apabila pasien dalam keadaan koma. Sedangkan dalam pasal 574 KUHP disebutkan bahwa ancaman pidana dijatuhkan selama kurang dari 9 tahun karena di dalamnya disebutkan mengenai hal permintaan keluarga pasien apabila pasien dalam keadaan koma. Dalam kasus Ny. Agian tersebut, pelaku tindakan euthanasia digolongkan menurut pasal 574 KUHP karena dengan alasan keadaan koma. Namun, bagi pelakunya yaitu tim kesehatan akan tetap dikenakan hukuman penjara, karena hukum pidana di Indonesia masih tidak memperbolehkan tindakan euthanasia tersebut. Tindakan euthanasia dalam bentuk apapun tetap tidak dibenarkan oleh undang-undang. Permintaan euthanasia oleh Tn. Hasan tetap menyalahi hukum di Indonesia. Meskipun Ny. Agian dalam keadaan koma, Namun jika tetap dilakukan tindakan euthanasia tetap diancam hukuman pidana kurang dari 9 tahun seperti disebutkan dalam Pasal 574 KUHP. Sehingga, hukum di Indonesia mengenai euthanasia masih belum jelas. Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai euthanasia masih menggantung yaitu contohnya pada pasal 344 KUHP yang tidak dijelaskan syarat dilakukannya euthanasia tersebut. Sehingga, hingga saat ini, menurut hukum yang ada di Indonesia tindakan euthanasia masih menjadi polemik berkepanjangan dan menjadi pro kontra beberapa pihak.

D. Tinjauan Menurut Pandangan Islam Dalam Agama Islam, sangat diharamkan menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini disebutkan di dalam Alquran bahwa membunuh sama saja menghalalkan darah sesama manusia. Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir almaut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Kedudukan jiwa dalam Islam sangat dihargai. Firman Allah dalam Alquran dalam Surat Al-Hijr ayat 23 yang artinya Dan sesungguhnya benar-benar kamilah yang menghidupkan dan mematikan, dan kami (pulalah) yang mewarisi. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hanya Allah lah yang menghidupkan dan mematikan nyawa seseorang. Sakit adalah ujian dari Allah untuk menguji kesabaran dan keistiqomahan manusia terhadap ketaatannya. Allah telah berjanji bahwa Allah menurunkan obat sebelum turunnya penyakit. Mengenai hukum tindakan euthanasia dalam perkara Tn. Hasan tersebut, dapat digolongkan euthanasia pasif yaitu karena memang keadaan Ny. Agian yang telah koma beberapa waktu. Mengenai hukum euthanasia yang terjadi pada Ny. Agian tersebut menurut islam hukumnya adlah hukum euthanasia pasif. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa euthanasia passif menurut hukum Islam diperbolehkan asal dengan alasan yang kuat dan dugaan besar bahwa memang si pasien tidak memiliki harapan hidup lagi setelah dilakukan ikhtiar pengobatan secara maksimal. Pada kasus Ny. Agian, euthanasia boleh dilakukan menurut Islam. Karena, pasien telah mengalamikerusakan pada bagian batang otaknya sehingga saraf otak dan otak kiri pun mengalami kerusakan. Sehingga,

tindakan euthanasia itu boleh dilakukan dengan catatan tindakan itu dengan menghentikan pengobatan atau alat medis yang terpasang seperti alat bantu pernafasan dan sebagainya. Jadi, tindakan euthanasia yang dilakukan sebagai penyempurna kematian. Dalam hal ini, Jika si dokter melakukannya maka insya Allah dia tidak mendapatkan hukuman di akhirat. Hanya saja untuk pelaksanaan euthanasia pasif ini tetap disyaratkan harus adanya izin dari pasien, atau walinya, atau atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi, maka yang dimintai izin adalah pemerintah.Tinjauan Kasus dari Segi Medis

Dunia didiagnostik

medis secara

yang medik.

serba

canggih, dapat

segala

penyakit

dapat nyawa

Dokter

memperpanjang

seseorang dengan tindakan medis. Namun, hal ini menjadi sesuatu yang dilematik bagi tim medis jika harus menghentikan segala tindakan medis. Tindakan itu termasuk praktik euthanasia. Permintaan yang diajukan oleh Tn. Hasan adalah euthanasia negatif yaitu tim medis tidak secara langsung melakukan tindakan menghilangkan nyawa Ny. Agian. Dalam hal ini, Ny. Agian dalam keadaan koma dan memiliki harapan hidup yang kecil jika alat bantu medisnya dihentikan. Cara yang diputuskan oleh tim medis yaitu bentuk euthanasia negatif yaitu dengan cara menghentikanpengobatan. Karena dianggap pengobatan itu hanya sia-sia jika tetap dilakukan. Sehingga, segala peralatan medis yang terpasang pada Ny. Agian dilepas dan dihentikan semua tindakan medis yang telah dilakukan. Pada tahun 1990 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan pernyataan bahwa seseorang dinyatakan mati jika telah kehilangan fungsi otaknya. Pernyataan IDI ini dapat dikatakan sebagai kriteria euthanasia negatif yang akan dilakukan termasuk pada kasus Ny. Agian tersebut.

Pada kasus Ny. Agian ini, ia hanya memiliki sedikit harapan hidup. Batang otaknya telah mengalami kerusakan yang menyebabkan

kerusakan pada semua saraf otak dan otak bagian kiri. Meskipun pada kenyataannnya dan pada beberapa kasus, kerusakan yang terjadi pada batang otak tidak menyebabkan terhentinya denyut jantung, namun keadaan itu boleh dilakukan euthanasia negatif dengan menghentikan seluruh pengobatan yang ada. Semisal, melepas alatbantu pernafasan yang terpasang pasda Ny. Agian tersebut. Sehingga, tim medis tidak secara langsung melakukan tindakan euthanasia tersebut. Namun, permintaan yang diajukan oleh Tn. Hasan tidak langsung diterima oleh tim medis. Mereka tetap mempertimbangkan keadaan dan konsekuensinya. Serta kode etik kedokteran yang berlaku di Indonesia. Tim medis melihat keadaan pasien yang telah berada di ambang kematian namun ia masih bertahan hidup dengan bantuan alat medis adalah yang membuat dilema. Tim kesehatan selalu mempertimbangkan setiap tindakan yang akan dilakukan. Namun, tindakan euthanasia itu tetap menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. E. Dilihat dari Segi Moral dan Etika Bangsa Indonesia Dari beberapa sudut pandang tersebut, kasus euthanasia yang terjadi pada kasus Ny. Agian dapat digolongkan sebagai euthanasia pasif yang seharusnya diperbolehkan. Euthanasia pasif dapat memiliki keterkaitan dengan hak hak pasien, antara lain hak atas informasi, hak memberikan persetujuan, hak memilih dokter, hak memilih rumah sakit, hak atas rahasia kedokteran, hak menolak pengobatan, hak menolak suatu tindakan medis tertentu, hak untuk menghentikan pengobatan. Sedangkan dari sisi lain yaitu etika, pandangan mengenai kesucian kehidupan dan penghargaan pengakuan hak untuk hidup memungkinkan untuk melakukan euthanasia ini, karena adanya pengakuan hak untuk hidup seyogyanya diperlakukan juga setara dengan adanya hak untuk

mati. Prinsip menghormati kehidupan adalah salah satu prinsip yang cukup penting dalam etika medis. Namun demikian, jika dilihat dari segi etika dan moral bangsa Indonesia, euthanasia masih belum dapat diterima di kalangan kita. Karena, euthanasia dapat dikatakan bahwa dapat dilakukan karena adanya hak untuk mati tetapi di sisi lain euthanasia juga dapat melanggar norma dan kebudayaan di Indonesia yaitu sangat tidak wajar

menghentikan nafas seseorang dengan cara tertentu.

F. Perkembangan Hukum Euthanasia di Berbagai Negara 1. Perkembangan Hukum Euthanasia di Amerika Serikat Di negara bagian Washington dulu berlaku larangan

dilakukannya physician assisted suicide. Namun setelah keputusan Ninth U.S. Circuit Court of Appeals sejak 1997 telah membatalkan larangan tentang Physician assisted suicide, maka kini hak untuk mengakhiri hidup telah diperbolehkan. Komite ad hoc terpaksa dibentuk di Harvard Medical School tahun 1969 dan menghasilkan rekomendasi mengenai boleh / tidaknya mengakhiri hidup pasien penderita brain death, yaitu bila memenuhi unsur unsur : a. Unreceptivity and unrespondesiveness (kehilangan daya tanggap/reaksi) b. No spontaneous movements or breathing (tanpa gerak spontan dan nafas) c. No reflexes (tanpa refleks) d. a flat electroencephalogram / EEG (kerusakan otak). Sebuah penelitian menunjukkan di Amerika Serikat pendapat masyarakat 60 %, (sementara di Cina 89 %) setuju dilakukannya euthanasia. Jawaban setuju di kalangan responden di Amerika Serikat itu setidaknya dilandasi tujuh alasan berbeda untuk

mendukung

pembunuhan

atas

dasar

belas

kasihan

(euthanasia),yaitu : a. Tesis filosofis bahwa setiap pribadi rasional mempunyai hak yang tak dapat dialihkan dan tak dapat dikurangi untuk membunuh dirinya b. Anggapan mengenai kepemilikan anggapan bahwa

kehidupan seseorang merupakan miliknya sendiri c. Fakta materiil, sejumlah penyakit dirasa membuat rasa amat menderita d. Keputusan yang mengakibatkan sejumlah kehidupan,

kendatipun bukan karena sakit, tidak mempunyai arti e. Pendapat bahwa ketergantungan pada perhatian orang orang lain itu merendahkan dan tidak pantas f. Gagasan bahwa teknik medis modern memaksa kita untuk menerima pembunuhan belas kasih dalam banyak kasus g. Teori filosofis mengenai tindakan dan kelalaian. 2. Euthanasia di Australia Negara bagian Australia, Northern Territory sesungguhnya menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut Right of the terminally ill bill ( UU tentang hak pasien terminal ). Penetapan ini membuat Bob Dent seorang penderita kanker prostat orang pertama yang mengakhiri hidupnya dengan jalan euthanasia. Kamis 2 Januari Janet Mills (52 th ) mengikuti jejak Bob melakukan euthanasia karena telah 3 tahun lamanya mengidap penyakit mycosis fungoides. Penderitaan yang dialaminya berupa gatal gatal diikuti rontoknya kulit, bau busuk, sprei yang dijadikan alas tidur penuh darah. Undang undang ini kemudian beberapa kali dipraktekkan,

tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. 3. Euthanasia di Belgia dan Belanda Belgia menyetujui draf RUU euthanasia berdasarkan persetujuan dari parlemen, untuk mengundangkan praktik itu. Kars Veling, anggota Senat dari Partai Kristen Bersatu, mengakui kalangan agama tidak menyetujui undang- undang ini. Euthanasia, kata Veling, bukanlah sesuatu yang dipaksakan pada orang, akan tetapi hanyalah sebuah opsi, pilihan terakhir, bagi mereka yang secara medis sudah tidak mempunyai harapan hidup.

PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas mengenai perspektif euthanasia dari berbagai sudut pandang, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Euthanasia masih menjadi polemik berkepanjangan di kalangan masyarakat.Kasus yang terjadi di Indonesia menjadi hal yang diperdebatkan oleh banyak pihak. 2. Tindakan euthanasia aktif tidak diperbolehkan menurut hukum norma, hukum pidana dan hukum Islam. 3. Peraturan Hukum pidana di Indonesia belum menjawab pertanyaan masyarakat mengenai diperbolehkan atau tidaknya praktik euthanasia. Dan euthanasia menurut hukum di

Indonesia masih belum diperbolehkan. 4. Tindakan euthanasia pasif hukumnya diperbolehkan menurut hukum Islam. 5. Euthanasia pasif menurut medis diperbolehkan dengan alasan terjadi kerusakan pada organ-organ tertentu dan tim medis bersifat pasif dalam tindakan euthanasia itu. 6. Euthanasia masih belum dapat diterima secara etika dan moral bangsa Indonesia, sehingga hal ini tidak ada habisnya jika terus dikupas. 7. Euthanasia sudah berkembang di berbagai negara di belahan dunia dengan segala aturan yang melandasinya. B. Saran Tim medis khususnya perawat harus mampu membedakan faktor yang melatarbelakangi permintaan pasien atau keluarga pasien dalam tindakan euthanasia. Kita harus melihat euthanasia dari berbagai sudut pandang baik secara agama, hukum yang berlaku maupun menurut medis. Agar setiap tindakan yang diambil tidak menyalahi aturan yang berlaku. Dengan memperhatikan

kriteria mati yang dapat dibantu dengan euthanasia itu tidak akan ada lagi kasus yang menjadi perdebatan panjang tanpa solusi.

DAFTAR PUSTAKA Sagiran, M. Kes. 2006. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. Hadiwardoyo, Purwa. 1989. Etika Medis. Yogyakarta: Kanisius. Utomo, Setiawan Budi. 2003. Fiqih Aktual. Jakarta: Gema Insani Press. Prakoso, Djoko dan Djaman Andi Nirwanto.1984. Euthanasia Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia. Dewi, Alexandria Indrianti. 1998. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suwarto. 2009. Jurnal Hukum Pro Justitia Euthanasia dan

Perkembangannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sumatera : UNSU. Stated-Journal.com-euthanasia halted for now (Diakses tanggal 2 November 2011 pukul 17.11) AFA Journal Euthanasia http://904euthanasia.asp.htm (Diakses tanggal 1 November 2011 pukul 10.06) Haryadi, S.H, M.H. 2007. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana. Jambi : Majalah Forum Akademika. Zainafree, Intan. 2009. Euthanasia dalam Perspektif Etika dan Moralitas. Semarang : KEMAS UNNES.