Euthanasia Dalam Perspektif Filsafat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Filsafat, Euthanasia

Citation preview

Euthanasia Dalam Perspektif Filsafat

Disusun oleh :Ratih Yolanda Syafitri04031181320020Program Studi Pendidikan Dokter GigiFakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2013/2014PENDAHULUAN Euthanasia merupakan permasalahan medis yang aktual dan kompleks. Secara umum euthanasia berarti mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Euthanasia sudah sering dikaji berbagai bidang, seperti agama, medis, hukum dan psikologi. Namun sejauh ini hasilnya masih mengandung ketidakpuasan karena sulit dijawab secara objektif dan meyakinkan. Karena euthanasia dilakukan oleh manusia yang berakal budi, maka tindakan ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari tanggung jawab moral. Meski motif yang mendasari euthanasia sendiri adalah belas kasihan. Bagaimanapun juga, tindakan euthanasia tidak bisa disalahkan atau dibenarkan, banyak sekali unsur yang harus diperhatikan untuk menilai benar tidaknya tindakan tersebut. Dengan melihatnya dari sudut pandang filsafat dan filsafat moral, penulis mencoba mengkaji problematika yang ada dalam permasalahan euthanasia ini.Euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. Oleh karena itu, melalui makalah ini saya mencoba berusaha mencari kebenaran mengenai apa hakekatnya, bagaimana prosesnya, manfaat secara etika dan nilai estetikanya, dan menelusuri jejak-jejak penalarannya dari suatu pemikiran filsafat, menjadi pengetahuan dan berakhir sebagai suatu ilmu (sains) yang ilmiah. Selain itu merujuk pada dua aliran besar filsafat moral yaitu deontologisme dan teleology utilitarisme. Dimana deontologisme mengkaji benar tidaknya suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Apakah baik tindakan tersebut, wajib atau tidak, bukan pada tujuan akhir atau hasilnya yang dinilai. Sedangkan teleology utilitarisme mengkaji kemanfaatan atau hasil akhir yang hendak dicapai, jadi bukan perbuatan atau prosesnya yang dinilai.

PEMBAHASANONTOLOGIS EUSTHANASIAKajian ontologis spesifik menjawab hakekat suatu ilmu dan membahas tentang apa itu yang ingin diketahui. Ontologis berperan dalam perbincangan mengenai pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensi penerapan ilmu. Ontologis merupakan sarana ilmiah untuk menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Ontologis berperan dalam proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu (Van Peursen, 1985).Ontologis merupakan salah satu obyek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri esensial obyek yang berlaku umum. Ontologis ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh indera manusia. Jadi kajian ontologis masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau obyeknya bersifat empiris dapat berupa material, seperti ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri (Supriyanto, 2003).Euthanasia, berasal dari kata dalam Bahasa Yunanieuyang artinyabaik, danthanatosyang berartikematian. Jadi jika digabungkan berartikematian yang baik. Mulai dipopulerkan oleh Hipokrates, dimana dalamSumpah Hipokratesdi dalamnya terdapat kata euthanasia tersebut. Disebutkan olehnya yaitu, Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dari pernyataannya tersebut dapat didefinisikan euthanasia ini merupakan tindakan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dengan alasan permintaan orang lain atau sang korban itu sendiri. Dalam prakteknya euthanasia ini dibagi menjadi 3, yaitu : Euthanasia agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Euthanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Euthanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan euthanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.Dalam metodenya, euthanasia dibedakan menjadi:Ada empat metode euthanasia: Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian. Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak. Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai bunuh diri atas pertolongan dokter. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.Beberapa Negara di dunia ini sudah ada yang melegalkan euthanasia dan ada yang masih mengillegalkan euthanasia.Contoh Negara yang melegalkan euthanasia adalah swiss.Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.Contoh Negara yang mengillegalkan euthanasia adalah Indonesia. Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa: Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.EPISTEMOLOGIS EUTHANASIATelaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat ilmu yang berurusan dengan hakikat, teori dan ruang lingkup bagaimana proses menjadi ilmu. Meliputi pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu euthanasia.Metode keilmuan merupakan suatu prosedur wajib yang mencakup berbagai tindakan, pemikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau sebaliknya mengembangkan wawasan yang telah ada. Sedangkan sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan, letak peta dasar, pengembangan ilmu pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas di sini (Purnomo, 2007).Salah satu ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis dari perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan yang sempurna tidak boleh mencari keuntungan, namun haruslah bersikap kontemplatif. Diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung yang artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).Guna menjawab bagaimana proses umum menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu euthanasia, maka selayaknya didahului dengan pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual seputar kematian, seperti perbedaan konsep kematian, sikap pro-kontra terhadap euthanasia, dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak. Pro-Kontra EuthanasiaPendapat yang menyatakan kesetujuannya dalam praktek euthanasia. EUTHANASIA PASIF bagi seorang yang memang menderita penyakit yang sudah tidak bisa disembuhkan dengan jalan apapun. Euthanasia merupakan istilah untuk pertolongan medis agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal dunia diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya karena penyakit yang dideritanya berkemungkinan besar untuk tidak dapat disembuhkan. Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah. Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi. Alasan-alasan inilah yang digunakan sebagai dasar dalam terwujudnya euthanasia pasif, karena euthanasia pasif ini merupakan sebagian wujud dari rasa sayang kita terhadap seseorang, tidak mungkin ada yang tega melihat orang yang dicintai menderita. Selain itu dalam islam euthanasia pasif dianggap sebagai tidakan mengakhiri hidup dengan tidak mempergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan. Pasien dibiarkan begitu saja karena pengobatan tidak berguna lagi dan tidak memberikan harapan apa-apa kepada pasien. Pasien dibiarkan mengikuti saja hukum sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat. Secara medis, orang yang seperti ini sudah tidak mungkin sembuh dan jika dia hidup maka itu hanya akan menyiksa dirinya mengingat tubuhnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Dan satu-satunya alasan yang membuat dia masih hidup (tentunya setelah izin Allah) adalah adanya alat bantu pernafasan yang membuat dia masih bisa bernafas. Maka melihat kenyataan seperti itu, si dokter melepaskan alat bantu pernafasan tersebut sehingga akhirnya pasien meninggal karena memang sudah tidak bisa bernafas. Yang menjadi pedoman adalah dimana tidak ada kewajiban dalam islam dalam hal memperoleh dan mencari pengobatan, apalagi pengobatan yang memang tidak ada faedahnya, sehingga euthanasia ini insyaallah tidak akan menyalahi aturan agama islam. Seperti yang dilakukan oleh Dr. Jack Kevorkian yang dikenal sebagaidoctor deathkepada para pasien-pasiennya dan dalam kasus Terri Schiavo yang terjadi di Amerika.Dr. Jack Kevorkian yang diduga puluhan pasien telah ditolong oleh Kevorkian untuk menjemput ajalnya di RS tersebut. Dia menyatakan bahwa kematian adalah bukan perbuatan kriminal. Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata-mata demi menolong mereka karena mereka yang meminta untuk di-euthanasia memang sudah tidak mampu disembuhkan dan hidupnya hanya ada pada alat-alat bantu medis saja.Selain itu euthanasia juga terjadi pada Terri Schiavo (usia 41 tahun) yang meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan (feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan, maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika Serikat dan ditandatangani oleh Presiden George Walker Bush. Tetapi, berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.Berdasarkan kedua contoh kasus di Amerika tersebut euthanasia memang merupakan solusi akhir untuk dan dirasa lebih menghormati seseorang yang memang sudah dalam keadaan koma dan otaknya sudah tidak mampu bekerja lagi sehingga tim medis menyatakan sangat tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa ini adalah sebuah dosa besar, tetapi ketika usaha pengobatan terus dijalankan dan masalah ekonomi perlahan semakin membelit, apa yang bisa kita lakukan. Bahkan dalam pandangan islam pengobatanpun juga tidak diwajibkan apabila memang dalam pengobatan itu tidak ada faedahnya. Jadi dalam konteks ini saya setuju akan adanya eutanasia pasif pada penderita yang memang benar-benar tidak bisa disembuhkan. Pendapat yang menyatakan kesetujuan terhadap praktek euthanasia. Setelah menonton film Guzaarish dengan pemeran utama seorang ahli sulap bernama Ethan Mascarenhas yang akhirnya menderita lumpuh dan tidak berdaya, akhirnya dalam kasus ini saya setuju dengan keputusan euthanasia yang diambil. Alasannya karena tindakan euthanasia tersebut dilakukan dengan persetujuan dan kemauan langsung dari pasiennya sendiri yang mengalami penderitaan dan dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien. Selain itu dengan melihat kondisi penderitaan Ethan yang sangat menyiksa dan memang ia tidak dapat sembuh yang akhirnya kematian menjadi jalan yang dipilih demi menghindari rasa sakit yang luar biasa dan penderitaan tanpa harapan karena sudah lelah hidup monoton hanya begitu saja dan tak berdaya. Setiap manusia memiliki pilihan yang bebas sebagai hak asasi, termasuk hak untuk hidup maupun atau mati. Jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Euthanasia hanya sekadar mempercepat kematiannya, sehingga memungkinkan pasien mengalami kematian yang baik tanpa penderitaan yang lama. Alasan lain adalah cara lega ketika kualitas hidup seseorang rendah, membebaskan dana medis untuk membantu orang lain, dan kasus lain dari kebebasan memilih.AKSIOLOGIS EUTHANASIADasar aksiologis berarti nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu pengetahuan yang telah diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu tersebut bagi kebutuhan umat manusia. Merupakan fase yang paling penting bagi manusia karena dengan adanya ilmu, maka segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah (Purnomo, 2007).Aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang dipelajarinya. Bila persoalan value free dan value bound ilmu yang mendominasi fokus perhatian aksiologis pada umumnya, maka dalam hal pengembangan ilmu euthanasia, dimensi aksiologis akan diperluas lagi sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia, seperti etika, estetika, religius (sisi dalam) dan juga interelasi ilmu dengan aspek-aspek kehidupan manusia dalam sosialitasnya (sisi luar). Kedua sisi merupakan aspek penting dari permasalahan transfer ilmu pengetahuan Berdasarkan aksiologis, terlihat jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu berkaitan dengan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti, yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan antara hal, perbuatan atau manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.Euthanasia dari sisi agama Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja(al-qatlu al-amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.(QS Al-Anaam : 151)Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) (QS An-Nisaa` : 92)Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS An-Nisaa` : 29).Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu. (HR Bukhari dan Muslim). Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Semua bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, atau sunnah. Namun terdapat hadits yang berbunyiSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!(HR Ahmad, dari Anas RA). Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien setelah matinya/rusaknya organ otakhukumnya boleh(jaiz)dan tidak haram bagi dokter.

DEONTOLOGISME EUTHANASIA Dengan meletakkan dasar benar tidaknya suatuperbuatan pada nilai perbuatan itu sendiri, deontologisme memandang bahwa tindakan euthanasia adalah tidak diperbolehkan. Deontologisme melihat bahwa tindakan euthanasia bagaimanapun juga tidak sesuai dengan sumpah Hypocrates yang dijadikan pedoman bagi tenaga medis dalam melakukan setiap tindakan, karena pada dasarnya tugas bagi para pelaku medis adalah untuk menghormati serta memberikan yang terbaik pada pasiennya bukan untuk menyakitinya.

UTILITARISME EUTHANASIAUtilitarisme sendiri memandang bahwa tindakan euthanasia apapun jenisnya sebenarnya sah-sah saja silakukan. Dengan mendasarkan pada tujuan serta kemanfaatan suatu tindakan. Utilitarisme menilai bahwa memberikan perawatan dengan segala macam alat yang ada di dalamnya kepada yang lebih membutuhkan adalah lebih baik daripada membiarkan perawatan yang mahal namun tidak membawa hasil apapun.

DAFTAR PUSTAKASuriasumantri J.S. 1882. Filsafat Ilmu ; Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. JakartaSoeparto P., Putra S.T., Harjanto J.M. 7 Nopember 2000. Filsafat Ilmu Kedokteran. Gramik FK Unair. Surabaya.Hanafiah M .J. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta