15
EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT (SCORE) DI WILAYAH SUNGAI PALU-LARIANG PROVINSI SULAWESI TENGAH JURNAL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh: ATIK AMALIA KHUSNAWATI NIM. 115060400111022 64 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2015

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Evaluasi-dan-Per... · dibanding dengan pos duga air, oleh karena itu dapat ditentukan

Embed Size (px)

Citation preview

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS

HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT

(SCORE) DI WILAYAH SUNGAI PALU-LARIANG PROVINSI

SULAWESI TENGAH

JURNAL ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh:

ATIK AMALIA KHUSNAWATI

NIM. 115060400111022 – 64

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2015

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN

DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT (SCORE) DI

WILAYAH SUNGAI PALU-LARIANG PROVINSI SULAWESI TENGAH

Atik Amalia Khusnawati1, Ery Suhartanto

2, Donny Harisuseno

2,

1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Jln. MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia

e-mail: [email protected]

Abstrak Data hujan adalah masukan utama dalam penyediaan informasi hidrologi. Keakuratan

data hujan dipengaruhi oleh jumlah dan pola penempatan pos hujan. Studi ini bertujuan untuk

mengevaluasi dan merencanaan kerapatan jaringan pos hujan di Wilayah Sungai Palu-Lariang

Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan analisa bobot (score) dan metode Kriging. Analisa

metode Kriging dalam studi ini menggunakan dua rekomendasi. Keoptimalan letak pos hujan

rekomendasi dilihat dari besarnya nilai RMSE dan MAE. Sedangkan pengujian metode kriging

dilakukan dengan menentukan besarnya kesalahan relatif antara curah hujan rancangan

eksisting dengan curah hujan rancangan pada pos hujan rekomendasi hasil metode Kriging.

Hasil analisa kerapatan jaringan dengan standar WMO (World Meteorological Organization),

terdapat 5 pos hujan eksisting yang masuk dalam kondisi sulit (1000-9500 km2). Sedangkan

berdasarkan hasil evaluasi menggunakan Analisa Bobot (Score) terdapat 3 pos hujan eksisting

yang masuk skala prioritas 3. Dari hasil perhitungan metode kriging diperoleh nilai RMSE dan

MAE pos hujan rekomendasi lebih kecil dibandingkan dengan pos hujan eksisting. Sedangkan

rata-rata kesalahan relatif untuk rekomendasi I yaitu 0,966% dan untuk rekomendasi II yaitu

1,323%. Setelah dianalisa dengan standar WMO, pos hujan rekomendasi I dan II masuk

kedalam kondisi ideal maupun normal, oleh karena itu pos hujan rekomendasi hasil metode

Kriging dapat diterapkan pada Wilayah Sungai Palu- Lariang.

Kata Kunci: Standar WMO, Analisa Bobot (Score), Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos

Hujan, Curah Hujan Rancangan

Abstract The rainfall data is a main input in the supply of hydrological information. The

rainfall data accuracy is affected by the quantity and the placement system of rain gauge station.

The aim of this study is evaluating and planning the network density of rain gauge station in the

Palu-Lariang river’s area of Central Sulawesi which is using Weight Analysis (Score) and

Kriging method. In this study, the Kriging method are using two recommendations. The best

location for recommendation station seen by the value of RMSE and MAE. The trial of Kriging

method by determining the value of relative error of the rainfall design for existing station and

recomendation station. Based on the analys of network density with WMO (World

Meteorological Organization) standard in the Palu-Lariang river’s area, there are 5 existing rain

gauge stations were including in the difficult conditions (1000-9500 km2). Based on the result of

evaluation using Weight Analysis (Score) there are 3 stations were including to the 3rd

priority

scale. From the calculation used kriging method, the value of RMSE and MAE for

recommendation station are smaller than the existing station. The average of relative error for

the first recomendation is 0,966% and for the second recomendation is 1,323%. After the

stations were analyzed with WMO standard, the first and second recommendation station were

including to the ideal and normal conditions, therefor the rain gauge station with the Kriging

method can be applied to the Palu Lariang River’s Area.

Key Word: WMO Standard, Weight Analysis (Score), Kriging Method, Network Density of

Rain Gauge Station, Rainfall Design

1. PENDAHULUAN

Dalam kegiatan analisa hidrologi

dibutuhkan data hujan sebagai masukan

utama dalam penyediaan informasi

hidrologi siap pakai. Keakuratan data

hujan dipengaruhi oleh jumlah dan pola

penempatan pos hujan. Pedoman yang

dikeluarkan oleh WMO menyebutkan

bahwa untuk daerah tropik seperti

Indonesia, diperlukan kerapatan

minimum sebesar 300-1000 km2 tiap

pos untuk keadaan normal.

Jumlah pos hujan di Wilayah

Sungai Palu-Lariang saat ini masih

kurang memadai dan pola penyebaran

yang tidak merata, oleh karena itu

diperlukan evaluasi dan perencanaan

kerapatan jaringan pos hujan untuk

mencapai kerapatan jaringan yang

optimum dan perolehan informasi yang

maksimum.

Apabila pertimbangan utama

dalam penentuan penempatan pos

penakar hujan adalah faktor keamanan

dan kemudahan dalam pengoperasian

pos, maka sebaiknya dipergunakan

Metode Kriging (Priombodo, et.al

2012). Oleh karena itu dalam studi ini

menggunakan analisa Bobot (Score)

untuk mengevaluasi pos hujan eksisting

serta metode Kringing untuk

mengevaluasi dan merencanakan

kerapatan jaringan pos hujan. Hal itu

dikarenakan kondisi topografi di

Wilayah Sungai Palu-Lariang sebagian

besar adalah pegunungan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Analisa Bobot (Score)

Analisa Bobot (Score)

digunakan untuk analisa rasionalisasi

jaringan pos hujan apabila di suatu

WS atau Sub WS atau DAS atau Sub

DAS tersebut tidak dijumpai pos

hidrometri.

Jumlah pos hujan dalam suatu

DAS biasanya relatif lebih banyak

dibanding dengan pos duga air, oleh

karena itu dapat ditentukan lokasi pos

yang:

a) Masih beroperasi, dan ditentukan

sebagai pos yang diklasifikasikan

sebagai pos hujan :

• Mutlak-Perlu, dipilih sebagai pos

primer.

• Perlu, dilanjutkan pengoperasiannya

dengan skala prioritas, ditentukan

sebagai pos sekunder atau pos

khusus.

b) Sudah tidak beroperasi, dan :

• Diusulkan di lokasi yang

bersangkutan dibangun diaktifkan

kembali apabila berdasarkan hasil

analisa skala prioritas merupakan

skala prioritas pertama.

• Diusulkan dihentikan

pengoperasiannya, apabila skala

prioritas tidak pertama.

Penentuan skala prioritas

dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut :

n

ki

iFSP

dengan:

SP = nilai skala prioritas

F = nilai dari faktor penentu

k = koefisien faktor penentu

i = 1, 2, 3,.... ...... n banyaknya

faktor penentu.

Dengan ketentuan :

Skala prioritas pertama (SP1)

diperoleh jika SP > SPRAT + 1 SD

Skala prioritas kedua (SP2)

diperoleh jika SPRAT - 1 SD < SP <

SPRAT + 1 SD)

Skala prioritas ketiga (SP3)

diperoleh jikaa SP < SPRAT - 1 SD

Penjelasan:

SPRAT = nilai SP rata-rata

SD = deviasi standar nilai SP

Faktor penentu dan koefisien

faktor yang telah ditetapkan diberikan

pembobotan (Score) sehingga masing-

masing pos hujan akan terlihat berapa

jumlah skor yang dimiliki, dan skala

prioritas ditentukan berdasarkan skor

yang didapat oleh masing-masing pos

hujan.

2.2. Analisa Data Hujan

2.2.1. Pengisian Data Hujan yang

Hilang

Untuk keperluan analisa data

hujan diperlukan data yang lengkap dari

masing-masing pos. Untuk melengkapi

data hujan yang hilang bisa di lakukan

jika (Montarcih, 2010: 45):

1. Di sekitarnya ada pos penakar

(minimal 2) yang lengkap datanya;

2. Pos penakar yang datanya hilang

diketahui hujan rata-rata tahunannya.

Ada 2 cara untuk pengisian data

hujan yaitu Normal Ratio Method dan

Reciprocal Method (Triatmodjo, 2010:

39).

2.2.2. Pengujian Data Hujan

Analisa Kurva Massa Ganda

Kurva massa ganda adalah salah

satu metode grafis untuk alat

identifikasi atau untuk menguji

konsistensi dan kesamaan jenis data

hidrologi dari suatu pos hidrologi

(Soewarno, 1995: 28). Dengan cara

membandingkan curah hujan komulatif

tahunan dari pos yang diuji dengan

kumulatif curah hujan tahunan rerata

beberapa pos pada waktu yang

bersesuaian, kemudian diplotkan pada

kurva. Apabila garis yang terbentuk

lurus berarti pencatatan di pos tersebut

adalah konsisten. Apabila kemiringan

kurva patah/berubah, berarti pencatatan

di pos tersebut tidak konsisten dan perlu

dikoreksi.

Analisa Metode RAPS

(Rescaled Adjusted Partial

Sums)

RAPS (Rescaled Adjusted

Partial Sums) adalah salah satu cara

untuk menguji konsistensi data tanpa

data acuan, aka tetapi menggunakan

data pos itu sendiri. Secara umum

metode ini dilakukan dengan pengujian

statistik untuk melihat adanya loncatan

nilai rata-rata (mean) data hujan (Harto,

2009: 39).

2.2.3. Analisa Curah Hujan Rerata

Daerah

Curah hujan yang diperlukan

untuk penyusunan suatu rencana

pemanfaatan air dan rencana

pengendalian banjir adalah curah hujan

rata-rata di seluruh daerah (area

rainfall), bukan curah hujan pada suatu

titik tertentu (point rainfall). Curah

hujan ini disebut curah hujan

wilayah/daerah dan dinyatakan dalam

mm (Sosrodarsono, 1977: 27).

Dalam studi ini perhitungan

curah hujan rerata daerah menggunakan

metode Poligon Thiessen. Cara ini

didasarkan atas rata-rata timbang,

masing-masing penakar mempunyai

daerah pengaruh yang dibentuk dengan

menggambarkan sumbu tegak lurus

terhadap garis penghubung antara dua

pos penakar.

Thiessen memberi rumusan

sebagai berikut:

n

nn

AAA

RARARAR

.........

............

21

2211

dimana:

R = Curah hujan daerah

rata-rata

R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik

pos curah hujan

A1, A2, ..., An = Luas daerah Thiessen

yang mewakili titik pos

curah hujan

N = Jumlah pos curah

hujan

2.2.4. Analisa Distribusi Frekuensi

dan Perhitungan Curah Hujan

Rancangan

Untuk perhitungan curah hujan

rancangan dalam studi ini menggunakan

distribusi Log Pearson Type III,

Gumbel, dan Log Normal.

Persamaan distribusi Log Pearson

Type III adalah sebagai berikut

(Soewarno, 1995: 142):

SKXX loglog

dengan:

Xlog = nilai logaritma curah hujan

rancangan

Xlog = nilai rata-rata logaritma dari

curah hujan maksimum tahunan

S = nilai deviasi standar

K = merupakan konstanta yang

didapatkan dari tabel Log

Pearson Type III dari

hubungan antara Cs dan periode

ulang (T)

Persamaan distribusi Gumbel

adalah sebagai berikut:

XTr = X + Sd . K

dengan:

n

nt

S

YYK

dimana:

K = Konstanta

Yt = Reduksi sebagai fungsi

dari probabilitas

Yn dan Sn = Besaran yang merupakan

fungsi dari jumlah data (n)

Persamaan distribusi Log

Normal adalah sebagai berikut

(Soewarno, 1995: 148):

Log X = Xlog + K . Sd

dimana :

X = Curah hujan maksimum

tahunan

Log X = Logaritmik variat X

XLog = Nilai rata-rata dari logaritmik

variat X

S = Simpangan baku

n = Jumlah data

K = Karakteristik distribusi

peluang Log Normal, didapat

dari nilai variabel Gauss

berdasarkan periode ulang (Tr)

atau Peluang (P).

2.2.5. Uji Kesesuaian Distribusi

Uji kesesuaian distribusi

digunakan untuk mengetahui apakah

distribusi yang dipilih dapat digunakan

atau tidak untuk serangkaian data yang

tersedia.

Dalam studi ini, uji kesesuaian

distribusi yang digunakan adalah Uji

Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi-

Square.

2.2.6. Analisa Statistik Data Hujan

Uji-T (Tee-Test), t

Dalam hal ini pengujian

dilakukan untuk menguji apakah sifat

hujan dari kedua pos hujan memiliki

perbedaan yang nyata pada derajat

kepercayaan tertentu.

Pengujian distribusi-t dapat dilakukan

dengan persamaan sebagai berikut

(Soewarno, 1995: 18):

t =

| X X |

|

|

dengan:

t = variabel-t terhitung

X 1 = rata-rata hitung sampel ke-1

X 2 = rata-rata hitung sampel ke-2

N1 = jumlah sampel set ke-1

N2 = jumlah sampel set ke-2

= |

|

dengan:

S12, S2

2 = varian sampel set ke-1 dan ke-

2

dk = N1 + N2 – 2

= derajat kebebasan

Uji-F (Alf-Test), F

Uji-F digunakan untuk menguji

nilai varian, dan untuk menguji sampel

dalam analisis varian. Pengujian

distribusi-F dapat dilakukan dengan

persamaan sebagai berikut (Soewarno,

1995: 38):

F = ( )

( )

dengan:

F = perbandingan F

N1 = jumlah sampel kelompok ke-1

N2 = jumlah sampel kelompok ke-2

S1 = standar deviasi kelompok

sampel ke-1

S2 = standar deviasi kelompok

sampel ke-2

2.2.7. Analisa Kerapatan Jaringan

Pos Penakar Hujan

Data hujan yang diperoleh dari

pos penakar hujan merupakan data

hujan lokal yang hanya mewakili

pengukuran hujan untuk luas daerah

tertentu. Sehingga untuk menentukan

besarnya curah hujan suatu DAS

diperlukan beberapa pos penakar hujan

yang tersebar di dalam DAS yang

bersangkutan dengan kerapatan dan

pola penyebaran yang memadai.

2.2.7.1.Standar WMO (World

Meteorological Organization)

Badan Meteorologi Dunia atau

WMO (World Meteorological

Organization) menyarankan kerapatan

minimum jaringan pos hujan sebagai

berikut:

Tabel 1. Kerapatan Minimum yang

Direkomendasikan WMO

Sumber: Hasil Analisa

2.2.7.2.Metode Kriging

Metode Kriging merupakan cara

perkiraan yang dikembangkan oleh

Matheron (1965) yang pada dasarnya

ditekankan bahwa interpolasi data dari

satu titik terukur ke titik lain dalam suatu

region (DAS) tidak hanya ditentukan

oleh jarak antara titik terukur tersebut

dengan titik yang dicari, akan tetapi

ditentukan oleh tiga faktor, yaitu (Harto,

1993: 63):

1. Jarak antara titik yang dicari dengan

titik terukur

2. Jarak antara titik-titik terukur

3. Struktur variabel yang dimaksudkan

Persamaan umum metode kriging

adalah sebagai berikut:

)(*1

0 i

n

i

i xZZ

dengan:

Z0* = rata-rata dihitung (computed)

λi = bobot

Z (xi) = nilai ‘z’ pada titik x yang

ditinjau

Alat yang efisien untuk

penyelesaian permasalahan optimasi

jaringan dalam metode kriging adalah

nilai estimasi error variansi. Persamaan

estimasi error variansi, yaitu: [ ( ) ( )]

∑ ( )

Sebelum melakukan interpolasi

dengan metode kriging ada dua hal yang

perlu dilakukan yaitu pembuatan

semivariogram dan perhitungan cross

validation.

Semivariogram

Dalam metode kriging, fungsi

semivariogram sangat menentukan.

Oleh sebab itu, semivariogram data

perlu diketahui terlebih dahulu. Pada

dasarnya semivariogram mempunyai

tiga persamaan dasar yang dapat

dipergunakan untuk menggambarkan

hubungan antara jarak (km) dan besaran

variable (dalam hal ini besar hujan,

mm2), yaitu spherical, exponential, dan

gaussian.

1. Model spherical dapat disajikan

dalam persamaan:

( ) (

(

)

)

Gambar 1. Semivariogram Model

Spherical

2. Model exponential disajikan dalam

persamaan:

( ) * - (-

)+

Gambar 2. Semivariogram Model

Exponential

No. Tipe

Luas Daerah (km2)

per Satu Pos Hujan

Kondisi Normal Kondisi Sulit

1 Daerah dataran tropis mediteran dan

sedang

1000 – 2500

(600 – 900) 3000 – 9000

2 Daerah pegunungan tropis mediteran dan

sedang

300 – 1000

(100 – 250) 1000 – 5000

3 Daerah kepulauan kecil bergunung dengan

curah hujan bervariasi

140 – 300

(25)

4 Daerah arid dan kutub 5000 – 20000

(1500 – 10000)

3. Model gaussian dapat disajikan

dalam persamaan:

( ) * - (-

)+

Gambar 3. Semivariogram Model

Gaussian

Cross Validation

Sebelum model interpolasi

digunakan, perlu diketahui terlebih

dahulu seberapa akuratkah model yang

akan digunakan. Salah satu cara untuk

menguji keakuratan suatu model adalah

dengan menggunakan validasi silang

(cross validation). Metode ini

menggunakan seluruh data untuk

mendapatkan suatu model. Kemudian

secara bergantian satu per satu data

dihilangkan, dan kemudian data

diprediksi dengan menggunakan model

tersebut. Dari hasil prediksi dapat

ditentukan galat prediksi yang diperoleh

dari selisih antara nilai sesungguhnya

dengan hasil prediksi.

( )- ( )

dengan:

ei = galat (error)

Z(xi) = nilai sesungguhnya pada lokasi

ke-i

Z*(xi) = prediksi nilai pada lokasi ke-i

Beberapa ukuran yang dapat

digunakan untuk membandingkan

keakuratan model adalah:

1. Root Mean Square Error (RMSE)

Ukuran ini paling sering digunakan

untuk membandingkan akurasi antara 2

atau lebih model dalam analisis spasial.

Semakin kecil nilai RMSE suatu model

menandakan semakin akurat model

tersebut.

2. Mean Absolute Error (MAE)

Ukuran ini mengindikasikan

seberapa jauh penyimpangan prediksi

dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil

nilai MAE suatu model interpolasi

spasial, semakin kecil penyimpangan

prediksi dari nilai sesungguhnya.

∑ | |

2.2.8. Kesalahan Relatif Penentuan kesalahan relatif

curah hujan rancangan dilakukan

dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

100xXa

XbXaKr

dengan:

Kr = Kesalahan relatif curah hujan

rancangan (%)

Xa = Curah hujan rancangan

berdasarkan jaringan pos hujan

eksisting (mm).

Xb = Curah hujan rancangan

berdasarkan metode Kriging (mm).

2.2.9. Sistem Informasi Geografis

(SIG)

SIG adalah kumpulan yang

terorganisir dari perangkat keras

komputer, perangkat lunak, data

geografi dan personil yang dirancang

secara efisien untuk memperoleh,

menyimpan, mengupdate,

memanipulasi, menganalisa dan

menampilkan semua bentuk informasi

yang bereferensi geografi (Prahasta,

2002: 55). Dalam studi ini

menggunakan ArcView GIS 9.3. untuk

menganalisa Poligon Thiessen dan

interpolasi metode kriging.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Kondisi Daerah Studi

Lokasi studi yang dikaji pada

studi ini adalah Wilayah Sungai Palu-

Lariang, yang terletak di Provinsi

Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi

Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 4. Peta Wilayah Sungai (WS) Palu-Lariang

Luas Wilayah Sungai Palu-

Lariang yaitu 14.532 km2. Secara

geografis Wilayah Sungai Palu-Lariang

terletak 119º16’29,8” BT - 120º30’44,7”

BT dan 00º01’21,5” LS - 02º23’5,2”

LS.

3.2. Alur Penyelesaian Studi

Berikut ini adalah langkah-

langkah penyelesaian studi:

1. Pengumpulan Data, Survey dan

Pengamatan

2. Evaluasi Pos Hujan Eksisting

dengan Analisa Bobot (Score)

3. Analisa data hujan pada pos

hujan eksisting

4. Perhitungan curah hujan

rancangan (kondisi eksisting),

5. Analisa Kerapatan Pos Hujan

Eksisting dengan standar WMO,

6. Analisa Kerapatan dan Pola

Penyebaran Jaringan Pos Hujan

Metode Kriging (menggunakan

perangkat lunak ArcGIS 9.3),

7. Perhitungan curah hujan

rancangan (rekomendasi),

8. Perhitungan Kesalahan Relatif

dengan cara Membandingkan

hasil curah hujan rancangan

Eksisting dan Metode Kriging.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Bobot (Score)

Berdasarkan hasil Analisa

Bobot (Score), dapat dilihat bahwa dari

13 pos hujan yang telah dievaluasi

terdapat 2 pos hujan yang termasuk

Skala Prioritas 1 yaitu pos hujan Palolo

dan Bora sehingga diklasifikasikan

sebagai pos primer, terdapat 8 pos hujan

yang termasuk Skala Prioritas 2 yaitu

pos hujan Tuva, Porame, Tanamea,

Tompe, Sibalaya, Miu, Kulawi dan

Lalundu sehingga diklasifikasikan

sebagai pos primer dan terdapat 3 pos

hujan yang masuk Skala Prioritas 3

yaitu pos hujan Bangga Bawah, Sibowi

dan Wuasa sehingga diklasifikasikan

sebagai pos sekunder.

4.2. Analisa Statistik Data Hujan

Uji-T (Tee-Test), t

Berdasarkan hasil perhitungan

analisa statistik dengan Uji-t didapatkan

kesimpulan bahwa jarak pos hujan tidak

selalu mempengaruhi sifat hujan. Dalam

studi ini pos hujan yang mempunyai

jarak berdekatan dengan pos yang lain

ada yang menerima hipotesis nol (H0

diterima) yang berarti bahwa sifat hujan

dari kedua pos yang diuji tersebut tidak

mempunyai perbedaan yang nyata dan

ada yang menolak hipotesis nol (H0

ditolak) yang berarti bahwa sifat hujan

dari kedua pos yang diuji tersebut

mempunyai perbedaan yang nyata.

Uji-F (Alf-Test)

Berdasarkan hasil perhitungan

analisa statistik dengan Uji-F

didapatkan kesimpulan bahwa jarak pos

hujan tidak selalu mempengaruhi sifat

hujan. Dalam studi ini pos hujan yang

mempunyai jarak berdekatan dengan

pos yang lain ada yang menerima

hipotesis nol (H0 diterima) yang berarti

bahwa sifat hujan dari kedua pos yang

diuji tersebut tidak mempunyai

perbedaan yang nyata dan ada yang

menolak hipotesis nol (H0 ditolak) yang

berarti bahwa sifat hujan dari kedua pos

yang diuji tersebut mempunyai

perbedaan yang nyata. Dalam hal ini

bisa diambil kesimpulan bahwa jarak

pos hujan tidak mempengaruhi sifat

hujan.

4.3. Analisa Kerapatan Jaringan

Pos Penakar Hujan dengan

Standar WMO (Eksisting)

Dari hasil analisa kerapatan

jaringan pos hujan dengan standar

WMO, diketahui bahwa pada WS Palu-

Lariang terdapat 4 pos hujan masuk

dalam kondisi ideal (100-250 km2/pos),

5 pos hujan masuk dalam kondisi

normal (300-1000 km2/pos) dan 5 pos

hujan dimana luas daerah pengaruhnya

termasuk dalam kategori kondisi sulit

(1000-5000 km2/pos) yaitu pos hujan

Porame, Tompe, Wuasa, Kulawi dan

Lalundu. Hal ini menunjukkan bahwa

berdasarkan standar WMO, kerapatan

pos hujan di WS Palu-Lariang tersebut

kurang sehingga perlu adanya

rekomendasi pos hujan baru.

4.4. Analisa Jaringan Pos Hujan

dengan Metode Kriging

Dalam perencanaan jaringan pos

hujan dengan metode Kriging

didasarkan pada curah hujan tahunan

rerata setiap pos hujan. Dari data curah

hujan tahunan rerata tersebut dilakukan

pemodelan semivariogram. dengan

menggunakan tiga model

semivariogram yaitu spherical,

exponential, dan gaussian. Untuk

mengetahui model semivariogram yang

terbaik yang nantinya akan dipakai

dalam membuat prediksi interpolasi

kriging, dilakukan cross validation.

Hasil perhitungan cross validation dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Cross

Validation Ketiga Model

Semivariogram (Eksisting)

Sumber: Hasil Perhitungan

Setelah dilakukan pemodelan

semivariogram, model terpilih

selanjutnya digunakan untuk membuat

peta kontur galat baku prediksi

(prediction standart error map).

Pembuatan peta kontur ini bertujuan

untuk mengetahui besar kesalahan

distribusi kontur jaringan pos hujan

pada kondisi eksisting. Peta kontur galat

baku prediksi pos hujan eksisting dapat

dilihat pada gambar 5.

Dalam studi ini untuk analisa

metode Kriging menggunakan 2

rekomendasi. Pada rekomendasi I

menambahkan sebanyak 13 pos hujan

baru, sedangkan pada rekomendasi II

menambahkan 11 pos hujan baru dan

memindahkan 2 pos hujan yang sudah

ada (eksisting) namun mempunyai nilai

skala prioritas (SP) 3 yaitu pos hujan

Bangga Bawah dan pos hujan Sibowi.

Perencanaan dengan metode Kriging

memperhatikan faktor tata guna lahan,

faktor hidraulik dan faktor jaringan

transportasi. Peta jaringan jalan dan

sungai untuk pos hujan rekomendasi I

disajikan pada gambar 6, dan untuk

rekomendasi II pada gambar 7.

Model

Semivariogram RMSE MAE

Spherical 752,6 552,0

Exponential 702,1 530,5

Gaussian 753,3 542,8

Gambar 5. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Eksisting Hasil Metode Kriging

Tabel 3. Perbandingan Nilai RMSE dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos Hujan

Rekomendasi

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari peta kontur tersebut, dapat

dilihat bahwa pola penyebaran pos

hujan mempengaruhi distribusi kontur.

Pada daerah dengan kerapatan pos

hujan yang rendah memiliki kesalahan

distribusi kontur yang tinggi. Sehingga

perlu adanya rekomendasi pos hujan

baru pada daerah tersebut.

Keoptimalan letak pos hujan

rekomendasi didasarkan pada

perbandingan nilai RMSE dan MAE

pos hujan eksisting dengan pos hujan

rekomendasi. Berdasarkan tabel di atas,

dapat dilihat bahwa nilai RMSE dan

MAE pos hujan rekomendasi lebih kecil

dibandingkan nilai RMSE dan MAE

pos hujan eksisting, sehingga pos

rekomendasi hasil interpolasi kriging

layak untuk diterapkan pada WS Palu-

Lariang. Selanjutnya adalah pembuatan

peta kontur galat baku prediksi pos

hujan rekomendasi I dan II seperti pada

gambar 8 dan gambar 9.

Selanjutnya dilakukan analisis

curah hujan hujan rata-rata daerah dan

curah hujan rancangan dari metode

Kriging. Hasil perbandingan curah

hujan rata-rata daerah dapt dilihat pada

gambar 10. Dari hasil perhitungan curah

hujan rancangan pada kondisi eksisting

dan rekomendasi, diperoleh besarnya

nilai kesalahan relatif untuk berbagai

kala ulang. Kesalahan relatif digunakan

sebagai pengujian metode kriging,

dimana nilai kesalahan relatif curah

hujan rancangan < 5%. Hasil

perhitungan kesalahan relatif dapat

dilihat pada Tabel 4 dan tabel 5.

Dari hasil analisa berdasarkan

metode Kriging, diketahui kerapatan

pos hujan rekomendasi I dan

rekomendasi II telah memenuhi standar

WMO. Pada pos hujan rekomendasi I

dari 27 pos hujan, didapatkan 4 pos

hujan masuk dalam kondisi ideal (100-

250 km2/pos) dan tedapat 23 pos hujan

masuk dalam kondisi normal (300-1000

km2/pos). Sedangkan pada pos hujan

rekomendasi II dari 25 pos hujan,

didapatkan 1 pos hujan masuk dalam

kondisi ideal (100-250 km2/pos) dan

tedapat 24 pos hujan masuk dalam

kondisi normal (300-1000 km2/pos).

Hal ini membuktikan bahwa penentuan

letak pos hujan baru berdasarkan

metode Kriging dapat diterapkan di WS

Palu - Lariang.

Gambar 6. Peta Jaringan Jalan dan Sungai Pos Hujan Rekomendasi I

Gambar 7. Peta Jaringan Jalan dan Sungai Pos Hujan Rekomendasi II

Gambar 8. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Rekomendasi I

Gambar 9. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Rekomendasi II

Gambar 10. Grafik Perbandingan Hasil

Perhitungan Hujan Rerata Daerah

Tabel 4. Kesalahan Relatif Curah Hujan

Rancangan Pos Rekomendasi I

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 5. Kesalahan Relatif Curah Hujan

Rancangan Pos Rekomendasi II

Sumber: Hasil Perhitungan

Berikut ini adalah tabel pola

penyebaran pos hujan rekomendasi hasil

metode Kriging, yang meliputi letak

geografis dan letak astronomis. Pola

penyebaran pos hujan digunakan

sebagai acuan pada saat pembangunan

pos hujan rekomendasi.

Tabel 6. Pola Penyebaran Pos Hujan

Rekomendasi I

Sumber: Hasil Analisa

Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Kesalahan Relatif

Pos Hujan Eksisting Metode Kriging Rekomendasi I Rekomendasi I

(tahun) (mm) (mm) (%)

1 2 32,333 33,255 2,851

2 5 42,532 43,198 1,565

3 10 49,285 49,781 1,007

4 25 57,817 58,099 0,488

5 50 64,147 64,270 0,192

6 100 70,430 70,395 0,049

7 1000 91,190 90,634 0,609

Rata-Rata 0,966

NoTr

Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Kesalahan Relatif

Pos Hujan Eksisting Metode Kriging Rekomendasi II Rekomendasi II

(tahun) (mm) (mm) (%)

1 2 32,333 33,615 3,964

2 5 42,532 43,415 2,074

3 10 49,285 49,903 1,254

4 25 57,817 58,101 0,491

5 50 64,147 64,183 0,056

6 100 70,430 70,219 0,298

7 1000 91,190 90,167 1,122

Rata-rata 1,323

NoTr

Letak Geografis

Kecamatan BT LS

1 Tuva Gumbasa 119˚ 57' 16,88" 1˚ 18' 45,68"

2 Porame Kinovara 119˚ 50' 3,52" 0˚ 57' 24,01"

3 Tanamea Banau Selatan 119˚ 37' 29,6" 0˚ 48' 51,3"

4 Palolo Palolo 120˚ 4' 45,01" 1˚ 8' 24"

5 Bangga Atas Marawola 119˚ 42' 46,04" 1˚ 13' 2,17"

6 Bangga Bawah Gumbasa 119˚ 55' 2,6" 1˚ 15' 33,41"

7 Kalawara Sigi Biromuru 119˚ 59' 22,09" 1˚ 11' 41,96"

8 Tompe Sirenja 119˚ 48' 11,48" 0˚ 14' 14,78"

9 Sibalaya Taman Bulava 119˚ 55' 35" 1˚ 9' 6,98"

10 Sibowi Gumbasa 119˚ 56' 28,72" 1˚ 7' 39,68"

11 Wuasa Lore Utara 120˚ 18' 55,19" 1˚ 25' 54,01"

12 Kulawi Kulawi 119˚ 59' 7,12" 1˚ 26' 55,72"

13 Bora Biromaru 119˚ 55' 7,1" 1˚ 1' 52,9"

14 Lalundu Rio Pakawa 119˚ 32' 14,5" 1˚ 17' 8,09"

15 A Dolo 119˚ 46' 6,49" 1˚ 22' 22,73"

16 B Lore Selatan 120˚ 17' 49,02" 1˚ 45' 26,6"

17 C Kulawi 119˚ 56' 12,91" 1˚ 43' 38,82"

18 D Kulawi 119˚ 47' 42,32" 1˚ 33' 1,12"

19 E Pasangkayu 119˚ 27' 10,01" 1˚ 25' 2,96"

20 F Pasangkayu 119˚ 29' 5,39" 1˚ 11' 30,66"

21 G Lore Utara 120˚ 15' 56,95" 1˚ 18' 38,12"

22 H Tavaili 119˚ 58' 25,07" 0˚ 43' 35,72"

23 I Sindue 119˚ 50' 15,83" 0˚ 32' 9,78"

24 J Balaesang 119˚ 49' 29,86" 0˚ 8' 11,11"

25 K Lore Selatan 120˚ 15' 17,78" 2˚ 1' 23,56"

26 L Masamba 120˚ 7' 40,12" 2˚ 8' 14,14"

27 M Kulawi 120˚ 7' 31,22" 1˚ 50' 9,71"

No Nama Pos HujanLetak Astronomis

Tabel 7. Pola Penyebaran Pos Hujan

Rekomendasi II

Sumber: Hasil Analisa

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil evaluasi terhadap 13 pos

hujan eksisting dengan Analisa

Bobot (Score) didapatkan 2 pos

hujan yang termasuk kedalam Skala

Prioritas 1, 8 pos hujan yang

termasuk kedalam skala prioritas 2,

dan 3 pos hujan yang termsuk

kedalam skala prioritas 3. Skala

prioritas 1 diklasifikasikan sebagai

pos primer sedangkan skala prioritas

2 dan 3 diklasifikasikan sebagai pos

sekunder. Penentuan skala prioritas

tersebut digunakan untuk

menentukan apakah pos hujan harus

diperbaiki/ dipertahankan atau

dihilangkan/ dipindahkan. Pada

Analisa Bobot (Score) tidak

memperhatikan statistik maupun

sifat data hujan.

2. Penentuan letak pos hujan baru

dilakukan dengan cara simulasi

yang didasarkan pada peta galat

baku prediksi pos hujan eksisting

yang terbentuk dari hasil metode

Kriging. Dimana penentuannya

memperhatikan beberapa faktor

diantaranya faktor tata guna lahan,

faktor hidraulik dan faktor jaringan

transportasi guna memudahkan

proses pembangunan, operasi

maupun pemeliharaan pos hujan.

Dalam studi ini menggunakan dua

rekomendasi yaitu rekomendasi I

dan rekomendasi II. Rekomendasi I

dan rekomendasi II direncanakan

untuk memilih perencanaan mana

yang sesuai untuk daerah studi. Pada

rekomendasi I menambahkan 13 pos

hujan baru, sedangkan pada

rekomendasi II menambahkan 11

pos hujan baru dan memindahkan 2

pos hujan yang sudah ada

(eksisting) namun mempunyai nilai

skala prioritas (SP) 3 yaitu pos

hujan Bangga Bawah dan pos hujan

Sibowi. Keoptimalan letak pos

hujan rekomendasi dilihat dari

perbandingan nilai RMSE dan MAE

antara pos hujan eksisting dan pos

hujan rekomendasi. Dari hasil

perhitungan diperoleh bahwa nilai

RMSE pos hujan rekomendasi II

lebih kecil daripada pos hujan

eksisting maupun pos hujan

rekomendasi I yaitu dengan nilai

RMSE 356,4 (pada metode

Spherical). Nilai MAE pos hujan

rekomendasi I lebih kecil daripada

pos hujan eksisting maupun pos

hujan rekomendasi II nilai 278,2

(pada metode Gaussian).

3. Dari hasil analisa curah hujan

rancangan untuk kondisi jaringan

pos hujan eksisting dan kondisi

jaringan pos hujan berdasarkan

metode Kriging diketahui besarnya

kesalahan relatif berkisar antara

0,049% - 2,851% untuk

rekomendasi I dan 0,056% - 3,964%

untuk rekomendasi II.

4. Dari hasil analisa kerapatan jaringan

pos hujan berdasarkan standar

WMO (World Meteorological

Organization) dapat diketahui

bahwa kerapatan pos hujan pada

rekomendasi I dan rekomendasi II

telah memenuhi standar WMO yang

berarti bahwa luas daerah pengaruh

pos hujan termasuk dalam kondisi

ideal ataupun normal. Oleh karena

itu, pos hujan baru hasil analisa

Letak Geografis

Kecamatan BT LS

1 Tuva Gumbasa 119˚ 57' 16,88" 1˚ 18' 45,68"

2 Porame Kinovara 119˚ 50' 3,52" 0˚ 57' 24,01"

3 Tanamea Banau Selatan 119˚ 37' 29,6" 0˚ 48' 51,3"

4 Palolo Palolo 120˚ 4' 45,01" 1˚ 8' 24"

5 Bangga Atas Marawola 119˚ 42' 46,04" 1˚ 13' 2,17"

6 Kalawara Sigi Biromuru 119˚ 59' 22,09" 1˚ 11' 41,96"

7 Tompe Sirenja 119˚ 48' 11,48" 0˚ 14' 14,78"

8 Sibalaya Taman Bulava 119˚ 55' 35" 1˚ 9' 6,98"

9 Wuasa Lore Utara 120˚ 18' 55,19" 1˚ 25' 54,01"

10 Kulawi Kulawi 119˚ 59' 7,12" 1˚ 26' 55,72"

11 Bora Biromaru 119˚ 55' 7,1" 1˚ 1' 52,9"

12 Lalundu Rio Pakawa 119˚ 32' 14,5" 1˚ 17' 8,09"

13 A Pasangkayu 119˚ 26' 48,05" 1˚ 24' 21,31"

14 B Pasangkayu 120˚ 29' 33,04" 1˚ 10' 37,74"

15 C Dolo 119˚ 48' 53,71" 1˚ 18' 51,62"

16 D Kulawi 119˚ 45' 47,41" 1˚ 30' 25,92"

17 E Palu Utara 119˚ 55' 59,27" 0˚ 49' 18,05"

18 F Sindue 119˚ 52' 18,8" 0˚ 32' 56,08"

19 G Balaesang 119˚ 50' 7,04" 0˚ 8' 2,08"

20 H Lore Selatan 120˚ 17' 29,54" 1˚ 45' 2,05"

21 I Lore Utara 120˚ 15' 50,26" 1˚ 18' 21,92"

22 J Kulawi 120˚ 8' 0,1" 1˚ 50' 47,22"

23 K Masamba 120˚ 19' 56,35" 2˚ 8' 55,68"

24 L Masamba 120˚ 8' 8,59" 2˚ 6' 44,21"

25 M Kulawi 119˚ 55' 19,38" 1˚ 44' 26,45"

No Nama Pos HujanLetak Astronomis

metode Kriging layak diterapkan

pada WS Palu- Lariang Provinsi

Sulawesi Tengah.

5. Dalam studi ini pos hujan

rekomendasi I lebih efisien

dibandingkan pos hujan

rekomendasi II. Hal itu dikarenakan

dalam memindahkan pos hujan

dibutuhkan biaya yang digunakan

untuk memindahkan alat serta untuk

membangun kembali di tempat lain.

Selain itu pada pos hujan

rekomendasi I mempunyai nilai

MAE dan kesalahan relatif yang

lebih kecil dibandingkan pos hujan

rekomendasi II. Sehingga pos hujan

yang dipilih dalam studi ini adalah

pos hujan rekomendasi I.

5.2. Saran

1. Dalam mengevaluasi pos hujan

eksisting dengan Analisa Bobot

(Score) diperlukan survey untuk

mendapatkan data yang akurat.

Survey dapat berupa pengamatan

secara langsung maupun bertanya

jawab kepada petugas penjaga pos

hujan, namun kelemahan metode

ini adalah apabila pos hujan tidak

disurvey karena beberapa alasan

(misalnya keamanan, keuangan,

transportasi) maka pos tersebut

tidak dapat dievaluasi. Untuk itu

kepada pihak peneliti lanjutan agar

lebih banyak menggunakan variasi

metode yang digunakan untuk

mengevaluasi kerapatan jaringan

pos hujan.

2. Dalam merencanakan suatu

jaringan pos hujan, sebaiknya

dilakukan dengan metode Kriging,

hal ini dikarenakan secara aplikasi

lebih mudah karena penentuan tata

letak pos hujan baru

memperhatikan faktor tata guna

lahan, faktor hidraulik, faktor

jaringan transportasi serta faktor

sosio-ekonomi guna memudahkan

proses pembangunan, operasi

maupun pemeliharaan pos hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Harto Br, Sri. 1993. Analisis Hidrologi.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Montarcih L, Lily. 2008. Hidrologi

Dasar. Malang: Tirta Media.

Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar

Sistem Informasi Geografis.

Bandung: Informatika. Priombodo A., et al., 2012. Kajian

Kalibrasi Hidrograf Representatif di

DAS Samiran Kabupaten Pamekasan.

Malang: Jurnal Teknik Pengairan, 3

(2), 195-203.

Soemarto, CD. 1986. Hidrologi Teknik.

Surabaya: Usaha Nasional.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 1. Bandung: Nova.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 2. Bandung: Nova.

Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku

Takeda. 1977. Hidrologi Untuk

Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya

Paramita.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi

Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.