Upload
doannga
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Citra Puspita Sari
NIM : 068114155
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
ii
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Citra Puspita Sari
NIM : 068114155
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
iii
Skripsi
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008
Yang diajukan oleh:
Citra Puspita Sari
NIM : 068114155
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
(Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.)
Tanggal: 5 Januari 2010
iv
v
SELALU ADA JALAN SAAT SEAKAN TIADA JALAN
SEBAB YESUS DIDEPANKU
MEMBUAT DAN MEMBUKA JALAN BAGIKU
KUPERSEMBAHAKAN KARYA INI UNTUK
JESUS CHRIST..untuk
segalanya..MAKASIH YESUS
PAPA MAMA DAN ADEK-ADEKKU Kebahagianku adalah melihat orang-orang disekitarku bahagia dan bangga
terhadap apa yang aku capai dan berikan untuk mereka Terima kasih untuk doa, dukungan dan semangat
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Citra Puspita Sari Nomor Mahasiswa : 068114155
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN PERIODE 2008 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 20 Januari 2010 Yang menyatakan
Citra Puspita Sari
vii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karya indah-Nya melalui
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi
Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Penulisan skripsi ini tidak akan pernah lepas dari bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji yang telah memberikan
masukan dalam skripsi ini.
2. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang
bersedia mengarahkan, membina, memotivasi, dan meluangkan waktu
untuk berdiskusi dengan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. dr.Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah meluangkan
waktunya dalam menguji penulis dan memberikan saran bagi penulis.
4. Drs. P.Sunu Hadiyanta, M.Sc., SJ yang telah membimbing dan
memberikan sumber bagi penulis dalam menyelesaikan evaluasi dengan
statistik dan saran yang memotivasi penulis.
5. dr. Sarjoko, M.Kes., selaku Direktur RSUD Sleman yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Unit penyakit dalam, instalasi rawat inap, bagian gudang obat atas kerja
sama, kelancaran dan keramahan yang diberikan pada saat pengambilan
data-data untuk penelitian.
7. Suratmi, Yumarwanto, A.Md, Wiwin Ida N,A.Md, Sukarmi, A.Md, Fanani
Nursanti, Asnah Ruswati dan Eny Setyaningsih di bagian rekam medik
yang memberikan bantuan dalam mencari rekam medik yang dibutuhkan
penulis.
viii
8. Apoteker RSUD Sleman, Wahyuni, Apt, yang memberikan waktunya
untuk berdiskusi dengan penulis.
9. Papa dan mama, Agus Prabowo dan Endang Kusmawati yang selalu
memberi dukungan doa, materi dan nasihat hingga terselesaikannya skripsi
ini.
10. Adek-adekku, Panji dan Shinta yang selalu menemani dan memberi
semangat dan keceriaan.
11. Andrian Erwinto, untuk waktu, motivasi, kasih sayang dan semangat
selama penyusunan karya ini.
12. Cita, Citra, Fea, untuk kebersamaannya dan keceriaan serta rasa suka dan
duka selama ini dan menjadi bagian dalam menempuh perkuliahan.
13. Iren untuk bantuannya dalam mengurus ujian tertutup dan terbuka.
14. Karyawan sekretariat Farmasi yang selalu menyediakan waktunya
membantu kelancaran dalam pengurusan ijin.
15. Anak-anak praktikum kelompok F dan kelompok C(FKK), terima kasih
untuk setiap praktikum yang selalu menyenangkan dan tidak
membosankan.
16. Teman-teman gereja yang selalu mengingatkan untuk ibadah pemuda dan
datang persekutuan sel.
17. Semua sahabat angkatan 2003-2008 yang penulis kenal.
18. Semua bagian dari perjalanan hidup yang menjadi inspirasi bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran, saran dan kritik yang
membangun akan sangat diharapkan. Akhir kata penulis memohon maaf atas
segala kekurangan dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Desember 2009
Penulis
Citra Puspita Sari
x
INTISARI
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang membutuhkan perawatan medis secara berkelanjutan dan edukasi bagi pasien untuk mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. DM banyak diderita oleh masyarakat begitupula pada geriatri. Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral sering ditemukan dalam terapi DM, jika penggunaannya kurang tepat dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ketepatan penatalaksanaan dan pengelolaan obat dapat di evaluasi dengan Drug Therapy Problems (DTPs) ditinjau dari ada obat tanpa indikasi, terapi butuh tambahan obat, pemakaian obat yang tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi DTPs obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif bersifat retrospektif. Kriteria inklusi subyek penelitian meliputi diagnosis DM, berusia 60 tahun keatas dan dalam penatalaksanaan DM menggunakan obat hipoglikemik oral tunggal maupun kombinasi.
Terdapat 22 kasus yang dianalisis, dimana jenis kelamin yang banyak ditemukan adalah wanita (68,2%). Didapatkan dua kategori DTPs yang teridentifikasi yaitu dosis terlalu rendah berjumlah 4,5% dan terdapat 27,3% adverse drug reactions.
Kata Kunci: DTPs, Diabetes Melitus, Obat Hipoglikemik Oral
xi
ABSTRACT
Diabetes Melitus (DM) is a chronic illness that requires continuing medical care and patient self management education to reduce the risk long term complications. Geriatric is the most population who suffer from DM. The use of Oral Hypoglycemic Drug is the most common drugs used for DM therapy, but if the use of the Oral Hypoglycemic Drug considered less proper then it can cause undesired effects on the patients.
The accuracy of treatment and drugs management can be evaluated from the presence of Drug Therapy Problems (DTPs) which can be seen from unnecessary drug therapy, need for additional drug therapy, ineffective drug, dosage too low, adverse drug reactions, dosage too high, and compliance. This study is a non experimental way research with descriptive evaluative research which have retrospective characteristics. The inclusion criteria for the subjects including positively DM diagnosed, above 60 years of age and undergo treatment DM using single or combination of Oral Hypoglycemic Drug
As much as 22 cases analyzed, where we found the biggest population is on female with 68,2%. We also identified two categories of DTPs which are 4,5% for dosage too low and adverse drug reactions for 27,3%. Key word: DTPs, Diabetes Melitus, Oral Hypoglycemic Drug
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
PRAKATA vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ix
INTISARI x
ABSTRACT xi
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xix
DAFTAR LAMPIRAN xx
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
1. Perumusan Masalah 3
2. Keaslian Penelitian 4
3. Manfaat Penelitian 5
B. Tujuan Penelitian 5
1. Tujuan umum 5
2. Tujuan Khusus 5
xiii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 7
A. Drug Therapy Problems 7
B. Geriatri 9
C. Diabetes Melitus 10
1. Definisi 10
2. Klasifikasi 10
3. Patogenesis 12
4. Epidemiologi 16
5. Diagnosis Diabetes Melitus 17
6. Komplikasi Diabetes Melitus 17
7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus 19
D. Obat Hipoglikemik Oral 21
1. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral 21
2. Dosis Obat Hipoglikemik Oral 31
E. Insulin 32
1. Mekanisme insulin 32
2. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja 33
3. Cara Pemberiaan Obat Hipoglikemik Oral dengan Insulin 34
F. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin 34
G. Diabetes pada Geriatri 35
1. Terapi Farmakologi pada Diabetes pasien Geriatri 35
H. Keterangan Empiris 36
BAB III. METODE PENELITIAN 37
xiv
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 37
B. Definisi Operasional 38
C. Subyek Penelititan 40
D. Bahan Penelitian 40
E. Tata Cara Penelitian 40
1. Analisis Situasi 40
2. Pengambilan Data 40
3. Pengolahan Data 42
F. Tata Cara Analisis Hasil 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45
A. Karakteristik Subyek Penelitian 45
1. Berdasarkan Jenis Kelamin 45
2. Berdasarkan Lama Rawat Inap 46
3. Berdasarkan Status Keluar 46
4. Berdasarkan Komplikasi dan Penyakit Penyerta 48
5. Berdasarkan Golongan Obat yang Digunakan 50
B. Evaluasi Jenis Drug Therapy Problems 61
1. Dosis terlalu rendah(dosage too low) 61
2. Adverse drug reactions 63
C. Ringkasan Drug Therapy Problems 65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 66
A. Kesimpulan 66
xv
B. Saran 66
DAFTAR PUSTAKA 68
LAMPIRAN 73
BIOGRAFI PENULIS 104
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kategori Drug Therapy Problems............................................... ..7
Tabel II. Macam Obat Hipoglikemik Oral Beserta Dosis.......................... 31
Tabel III. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja ............................................... 33
Tabel IV. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral............................................... 34
Tabel V. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008 Berdasarkan Lama Rawat Inap...........................................46
Tabel VI. Karakteristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan
Komplikasi...................................................................................48
Tabel VII. Karaketristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi
Rawat Inap di RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan Penyakit
Penyerta........................................................................................49
Tabel VIII. Obat Hormonal yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus
Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008..............................................................................................50
Tabel IX. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakan
pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Sleman Periode 2008................................................51
Tabel X. Obat yang Digunakan untuk Penyakit pada Sistem
Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus
xvii
Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008..............................................................................................53
Tabel XI. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi yang Digunakan
pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Sleman Periode 2008................................................56
Tabel XII. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman Periode 2008........................................................57
Tabel XIII. Obat yang Bekerja sebagai Analgesik yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman Periode 2008........................................................58
Tabel XIV. Obat yang Mempengaruhi Darah dan Gizi yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman Periode 2008........................................................58
Tabel XV. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan yang
Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008..............................................................................................60
Tabel XVI. Obat Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan pada Terapi Diabetes
Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008.................................................................................60
xviii
Tabel XVII. Evaluasi DTPs Obat hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri
Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008.................................................................................61
Tabel XVIII. Evaluasi DTPs kategori Adverse Drug Reactions Obat
Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes
Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008..............................................................................................64
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Organ Pankreas 12
Gambar 2. Mekanisme Hormon Insulin dan Glukagon 13
Gambar 3. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 1 .......................................... 14
Gambar 4. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2 ........................................... 14
Gambar 5. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral beserta Tempat Aksi 21
Gambar 6. Mekanisme Aksi Golongan Sulfonilurea 22
Gambar 7. Mekanisme Aksi Golongan Biguanida 25
Gambar 8. Mekanisme Aksi Golongan Tiazolidindion 27
Gambar 9. Mekanisme Aksi Golongan Alfa Glukosidase 28
Gambar 10. Cara Pemberian Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan
Insulin 34
Gambar 11. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin 45
Gambar 12. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Berdasarkan Status Keluar 47
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data SOAP Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode
2008..............................................................................................73
Lampiran 2. Golongan Obat Beserta Nama Dagang yang Digunakan Pasien
Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD
Sleman Periode 2008....................................................................95
Lampiran 3. Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium..................................100
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian BAPPEDA.................................................99
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian RSUD Sleman..........................................101
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian RSUD Sleman..................103
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan suatu permasalahan atau
kejadian yang tidak diharapkan yang dapat dialami oleh pasien selama proses
terapi obat. Farmasis bertanggung jawab dalam membantu pasien untuk mencegah
masalah yang dihadapi pasien dalam kejadian DTPs. DTPs tidak dapat
dipecahkan atau dicegah apabila penyebab dari masalah tersebut tidak diketahui.
Tujuan evaluasi DTPs adalah membantu pasien mencapai tujuan terapi dan
mewujudkan outcome yang terbaik dari penggunaan terapi obat. Kategori DTPs
antara lain adalah terapi obat tanpa indikasi, perlu tambahan terapi obat, obat yang
tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi, dan
kepatuhan pasien (Strand, Cipole dan Morley, 2004).
Menurut IDF (International Diabetes Federation), Indonesia menempati
urutan keempat untuk prevalensinya terhadap penyakit DM (Anonim, 2009b) dan
dari data World Health Organization (WHO) diprediksi kenaikan pasien diabetes
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030 (Anonim, 2006a). Pada populasi di Amerika Serikat, lebih dari 15% geriatri
menderita DM dan setengah diantaranya menderita DM tipe 2.
Sensus yang dilakukan di Amerika Serikat memprediksi akan terjadi
peningkatan penderita diabetes geriatri sebesar 56% pada tahun 2020. Pada negara
berkembang, geriatri yang menderita DM berkembang. Secara global, jumlah
geriatri yang menderita DM meningkat secara progresif (Ho dan Turtle, 2001).
2
Pasien geriatri, yang berusia 60 tahun keatas (Anonim, 2008a),
membutuhkan terapi obat hipoglikemik oral (OHO) selain dengan terapi non
farmakologi untuk menjaga agar kadar glukosa mendekati normal serta mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Penggunaan terapi OHO pada
geriatri perlu dipantau agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan (efek
samping yang tidak diinginkan) karena pada pasien geriatri berisiko terjadi efek
samping dan interaksi obat yang merugikan disebabkan pada pasien ini lebih
banyak mengkonsumsi obat-obatan akibat kondisi patologi pada geriatri
cenderung membuat geriatri mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda (Anonim, 2004).
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di
Amerika dari tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan
DM yang mencapai kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan
American Diabetes Association (Elson dan Norris, 2004). Oleh karena itu,
pengobatan pada geriatri memerlukan perhatian khusus karena berbagai masalah
yang disebabkan oleh faktor fisiologis, penurunan daya tahan tubuh pada geriatri,
faktor farmakokinetik dan faktor farmakodinamik yang terkait dengan
bertambahnya usia dapat terjadi. Jika faktor- faktor tersebut tidak diperhatikan
dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan karena terjadi perubahan efek
terapi obat (Rachmawati, 2009).
Sehingga dibutuhkan evaluasi DTPs pada penggunaan OHO untuk
mengetahui DTPs yang terjadi akibat penggunaan OHO agar kualitas pelayanan
3
pada pasien geriatri dapat lebih optimal sehingga mencapai target yang
diharapkan.
RSUD Sleman yang berlokasi di jalan Bhayangkara nomor 48 Sleman,
Yogyakarta merupakan Rumah Sakit Umum Daerah milik pemerintah Kabupaten
Sleman yang berupa lembaga pelayanan masyarakat di bidang kesehatan yang
memberikan pelayanan perawatan pada pasien Diabetes Melitus salah satunya
pada pasien geriatri.
RSUD Sleman dipilih sebagai tempat penelitian karena lokasinya yang
strategis dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai evaluasi Drug Therapy
Problems obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita DM.
1. Perumusan Masalah
a. Seperti apakah profil pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap
RSUD Sleman periode 2008 meliputi jenis kelamin, penyakit penyerta, lama
perawatan dan outcome pasien?
b. Seperti apakah profil pengobatan pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi
rawat inap RSUD Sleman periode 2008?
c. Apa saja jenis Drug Therapy Problems (DTPs) dan berapa persentase Drug
Therapy Problems (DTPs) Obat Hipoglikemik Oral yang terjadi pada pasien
geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode
2008?
4
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis, penelitian mengenai
“Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri
Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap di RSUD Sleman Periode
2008” belum pernah dilakukan.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan Diabetes Melitus pernah
dilakukan antara lain:
a. Gambaran Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Bulan Juli- Desember 2003 (Utomo,
2005).
b. Pola Penggunaan Obat Antidiabetika Oral Penderita Diabetes Melitus Usia
Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit dr.Sardjito Yogyakarta Tahun
2003 (Veronika, 2005).
c. Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi
Ulkus/Gangen di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Periode Juli-Desember 2005 (Susanti, 2007).
d. Evaluasi Drug Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007 (Larasati,
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dalam hal tujuan, subyek,
waktu penelitian dan tempat penelitian. Peneliti melakukan penelitian mengenai
evaluasi Drug Therapy Problems pada obat hipoglikemik oral dengan subyek
5
penelitian adalah pasien geriatri penderita Diabetes Melitus pada periode 2008
yang berada di RSUD Sleman.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
pengambilan keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care
salah satunya dalam mengevaluasi kejadian Drug Therapy Problems di RSUD
Sleman.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengevaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemik oral pada
pasien Diabetes Melitus pada instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penelitian:
a. mengetahui profil pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap
RSUD Sleman periode 2008 meliputi jenis kelamin, penyakit penyerta,
lama perawatan dan outcome pasien,
b. mengetahui profil pengobatan pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi
rawat inap RSUD Sleman periode 2008,
6
c. mengetahui jenis Drug Therapy Problems (DTPs) dan berapa persentase
Drug Therapy Problems (DTPs) Obat Hipoglikemik Oral yang terjadi
pada pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD
Sleman periode 2008.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Drug Therapy Problems
Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan peristiwa yang tidak
diharapkan yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi
obat dan berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. DTPs dapat
muncul di setiap tahap proses pengobatan. Ketika terjadi DTPs, prioritaskan
masalah dan mulai pecahkan pada masalah yang terpenting dan kritis bagi
kesehatan pasien sehingga harus ditegaskan bahwa peran praktisi pharmaceutical
care yang utama adalah mencegah terjadinya DTPs (Strand, Cipole dan Morley,
2004).
Diketahui ada tujuh kategori Drug Therapy Problems yang menjelaskan
sejumlah masalah yang dapat disebabkan oleh obat dan/atau yang dapat
diselesaikan dengan terapi obat dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical
care (Strand, Cipole dan Morley, 2004). Penyebab umum terjadinya DTPs dapat
dilihat pada tabel I.
Tabel I. Kategori Drug Therapy Problems (Strand, Cipole dan Morley, 2004) Drug Therapy Problems Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
• Obat tidak diperlukan berkaitan dengan kondisi medis saat ini.
• Diberikan obat kombinasi padahal hanya satu obat yang diperlukan.
• Kondisinya akan lebih baik jika diberikan terapi non farmakologi.
• Obat digunakan untuk mengurangi efek merugikan dari penggunaan obat lain.
• Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menyebabkan masalah.
8
Drug Therapy Problems Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems Butuh obat tambahan (need for additional drug therapy)
• Kondisi medis yang memerlukan obat untuk terapi. • Terapi pencegahan diperlukan untuk mengurangi
risiko berkembangnya penyakit baru. • Kondisi medisnya memerlukan terapi kombinasi
untuk mendapatkan efek sinergisme atau aditif. Pemakaian obat yang tidak efektif (Ineffective drug)
• Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif untuk masalah medis yang dialami.
• Kondisinya sudah tidak dapat diterapi dengan obat yang dipakai.
• Produk obat tidak efektif berdasarkan kondisi medisnya.
• Dosis dan sediaan tidak sesuai. Dosis terlalu rendah (dosage too low)
• Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
• Interval pemakaian terlalu jarang. • Interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang
tersedia. • Durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan
respon yang diinginkan. Adverse drug reactions • Produk obat menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis. • Produk obat yang aman diperlukan karena terkait
dengan faktor risiko. • Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis. • Pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan
sangat cepat. • Produk obat yang menyebabkan reaksi alergi. • Produk obat yang kontraindikasi terhadap faktor
risiko. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)
• Dosis terlalu tinggi • Frekuensi pemakaian obat terlalu singkat • Durasi obat terlalu lama • Interaksi obat terjadi karena hasil reaksi toksik
produk obat • Dosis obat diberikan terlalu cepat
Kepatuhan pasien (compliance)
• Pasien tidak mengetahui instruksi pemakaian atau penggunaannya.
• Pasien memilih untuk tidak menggunakan obat. • Pasien lupa untuk memakai obat. • Harga obat yang terlalu mahal bagi pasien. • Pasien tidak dapat menelan atau memakai sendiri obat
secara tepat. • Obat tidak tersedia bagi pasien
9
Masalah penggunaan obat diatas diharapkan tidak terjadi jika dalam
memilih obat mempertimbangkan efektivitas, keamanan, kecocokan, harga,
kinetika obat, dinamika dan ketersediaan obat.
B. Geriatri
Pasien geriatri merupakan pasien dengan usia 60 tahun keatas, yang
memiliki beberapa karakteristik yaitu menderita beberapa penyakit akibat
gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan sering disertai masalah psikososial.
Menurut Undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia Bab 1
pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun keatas.
Pengobatan pada pasien geriatri dikenal dengan adanya polifarmasi,
dimana obat yang diberikan bagi pasien geriatri ini sangat banyak padahal pada
pasien ini fungsi tubuhnya sudah tidak terlalu baik. Dalam petunjuk khusus ISO
(Informasi Spesialite Obat) edisi ke 44 terdapat beberapa petunjuk bagaimana
memilihkan obat bagi pasien yang usia lanjut mengingat banyaknya obat dan
rumitnya rejimen pemberiaan obat dimana kemampuan kognitif dan fisiknya
sudah mengalami penurunan menjadi tidak patuh dengan pengobatan yang ada.
Pertimbangan pemberian terapi bagi pasien geriatri antara lain dengan:
1. membatasi jenis obat,
2. mengenali obat-obat yang akan diberikan baik dari sisi farmakodinamika
maupun farmakokinetiknya,
10
3. dosis awal umumnya dimulai dengan 50% dari dosis dewasa muda,
kemudian dosis ditingkatkan sesuai respon,
4. melakukan evaluasi secara berkala mengenai obat-obat yang digunakan
dalam jangka waktu yang lama, apakah perlu penyesuaian rejimen atau
menghentikan penggunaan obat tersebut,
5. tidak mengobati setiap gejala yang muncul,
6. menyederhanakan rejimen yaitu dengan memberikan obat sesuai dengan
indikasinya saja dan diusahakan dengan frekuensi penggunaan sekali atau
dua kali sehari,
7. memberi penandaan yang jelas pada label wadah obat dan hindari
singkatan yang tidak dimengerti,
8. memberikan informasi yang jelas dan dapat dipahami oleh pasien
(Anonim, 2009c).
C. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association 2009, Diabetes adalah penyakit
kronik yang membutuhkan perawatan medis secara berkelanjutan dan edukasi
bagi pasien untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.
2.Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, DM dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
11
a. Diabetes Melitus Tipe 1 ini sering disebut dengan IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Melitus) merupakan penyakit autoimun yang dikarakteristik dengan
rusaknya sel β-pankreas. Oleh karena itu, terjadi kekurangan insulin (Wens,
Sunaert, Nobels, 2005). Pada Diabetes tipe ini, lebih dari 90% terjadi
kerusakan autoimun pada sel beta pankreas dan 10% terjadi karena idiopatik
(Triplitt, Reasner, 2005).
b. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya
berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di
kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (Anonim, 2005b).
c. Diabetes Melitus Gestasional merupakan keadaan diabetes atau intoleransi
glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung
hanya sementara.
d. Pra-Diabetes merupakan kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam diabetes tipe 2 (Anonim 2005a).
Terdapat dua kondisi pasien pra-diabetes, yaitu IFG (Impaired Fasting
Glucose) dan IGT (Impaired Glucose Tolerance) atau disebut TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu).
TGT merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang
pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes. Dikatakan IFG jika kadar
12
gula darah puasa 100-125mg/dL, sedangkan IGT jika kadar glukosa darah
seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada
diantara 140-199 mg/dl.
3. Patogenesis
Jika membicarakan patogenesis dari DM, tidak lepas dari organ pankreas.
Pankreas merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan. Pankreas
menempel pada duodenum (usus 12 jari), bagian atas dari usus halus. Pankreas
memiliki dua fungsi yaitu menghasilkan enzim pencernaan untuk memecah
makanan dan mengontrol hormon insulin dan glukagon untuk mengontrol gula
dalam tubuh (Anonim, 2003).
Gambar 1. Organ Pankreas (Anonim, 2009e)
13
Gambar 2. Mekanisme Hormon Insulin dan Glukagon (DA, 2007)
Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara
alami dengan cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati,
merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula dan mencegah hati mengeluarkan
terlalu banyak gula (DA, 2007).
Ketika glukosa masuk kedalam darah, kadar glukosa darah yang
meningkat akan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Insulin
menekan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa di otot
dan jaringan lemak sehingga kadar glukosa didalam darah menurun.
Glukagon juga berperan mengatur glukosa darah, bila glukosa didalam
darah turun maka sel alfa pankreas akan melepaskan glukagon. Glukagon
merangsang produksi glukosa hati dan melepaskan kedalam sirkulasi sehingga
kadar glukosa darah meningkat (Aryono, 2009).
14
Pada Diabetes Melitus, kadar insulin yang rendah maupun tidak adanya
insulin membuat sel tidak mampu menyerap glukosa.
a. Diabetes Melitus Tipe 1, pada Diabetes tipe ini (Diabetes Melitus Tergantung
Insulin), tubuh hanya memproduksi sedikit sekali insulin atau tidak sama
sekali. Diabetes Tipe I disebabkan oleh adanya penyakit autoimun. Sistem
imun menyerang dan merusak sel-sel beta pada pankreas yang memproduksi
insulin.
Gambar 3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1 (Anonim, 2009a)
b. Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak
mampu merespon insulin secara normal.
Gambar 4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (Cheng dan Fantus, 2005)
15
Patogenesis timbulnya Diabetes Melitus Tipe 2 disebabkan karena:
1) predisposisi genetik, genetik mempunyai pengaruh dalam terjadinya DM tipe
2. Faktor genetik yang berpengaruh adalah masalah obesitas. Dalam
penelitian yang dilakukan terhadap mencit dan tikus, didapatkan hubungan
antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen
yang merupakan faktor predisposisi untuk DM tipe 2.
2) resistensi insulin, terjadinya DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal. Salah satu penyebab resistensi insulin adalah
obesitas. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk mengaktifkan
paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang meningkatkan
konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam lemak
bebas menstimulasi pelepasan sitokin seperti TNF-α (tumor necrosis factor-
alpha) yang memicu resistensi insulin (Siswono, 2002).
3) gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan, sel-
sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama
sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase
kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.
Awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit
selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas
16
yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Anonim,
2005a).
4. Epidemiologi
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
Diabetes Melitus (DM). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali
lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan jumlah penduduk
sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita
DM. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5
juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita. Namun
berdasarkan survei WHO, jumlah pasien DM di Indonesia sekitar 17 juta orang
(8,6 persen dari jumlah penduduk) atau menduduki urutan keempat setelah Cina,
India dan Amerika Serikat.
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah
penduduk Indonesia yang berusia 20 tahun keatas yang menderita DM sebanyak
5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020,
sedangkan survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali
menderita DM. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita DM
menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari
keseluruhan pasien penyakit dalam (Anonim, 2005a).
17
5. Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu:
a. Pertama, jika terdapat keluhan polifagia, polidipsi dan poliuria serta kadar
glukosa puasa ≥126 mg/dl.
b. jika keluhan klasik (polifagia, poliuria, polidipsi) ditemukan, maka
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM.
c. Ketiga dengan TTGO. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200mg/dl.
TTGO dilakukan dengan standar WHO yaitu dengan menggunakan glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
(ADA, 2009).
6. Komplikasi Diabetes Melitus
Terdapat dua jenis komplikasi dalam DM, yaitu komplikasi akut dan
menahun. Yang termasuk dalam komplikasi akut antara lain ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia
Komplikasi menahun terdiri atas makroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati. Yang termasuk makroangiopati adalah pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pada mikroangiopati terdiri dari
nefropati dan retinopati diabetik (Anonim, 2006a).
Salah satu komplikasi pada DM adalah kardiovaskuler. Kardiovaskuler
dapat menyebabkan keparahan dan kematian pada pasien penderita DM. Faktor
risiko dari kardiovaskuler antara lain hipertensi dan dislipidemia. Beberapa
18
penelitian menyatakan bahwa dengan mengontrol faktor risiko penyakit
kardiovaskuler dapat mencegah ataupun memperlambat terjadinya penyakit
kardiovaskuler pada penderita DM (ADA, 2009). Selain pengobatan terhadap
tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil
lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya
kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes (Anonim, 2006a).
a. Hipertensi pada diabetes
Tekanan darah harus selalu diukur saat pasien datang untuk memeriksakan
diri. Indikasi pengobatan TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80
mmHg. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara farmakologi dan non
farmakologi. Secara non farmakologi antara lain dengan menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol.
Penatalaksanaan secara farmakologi yang dapat digunakan antara lain
penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II, penyekat reseptor beta
selektif, diuretik dosis rendah, penghambat reseptor alfa dan antagonis kalsium
b. Dislipidemia pada diabetes
Diperlukan pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes
ditegakkan. Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan
setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Pasien yang
pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50
mg/dL (laki-laki >40 mg/dL, wanita >50 mg/dL); trigliserida <150 mg/dL)
(Anonim, 2006a), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali (ADA,
2009).
19
c. Gangguan koagulasi pada diabetes
Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan
primer pada penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki riwayat
keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi,
dislipidemia, atau albuminuria (ADA, 2009). Untuk pasien yang alergi dengan
aspirin dapat menggunakan clopidogrel untuk terapi.
7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Outcome, tujuan dan sasaran terapi
Outcome: menghambat/ mencegah keparahan yang ditimbulkan oleh
Diabetes Melitus. Tujuan dari penatalaksanaan terapi antara lain mengurangi
progresivitas komplikasi makrovaskuler dan vaskuler, mengurangi mortalitas,
meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi
normal (Priyanto, 2009).
Sasaran terapi DM adalah keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen,
komplikasi, kadar gula darah, organ-organ darah, dan pola hidup (Triplitt,
Reasner, 2005).
b. Terapi
1) Non Farmakologi
a) Edukasi, dilakukan dengan tujuan untuk promosi hidup sehat. Edukasi perlu
selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM (Anonim, 2006a).
20
b) Pengaturan diet, diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu,
diperhatikan pula jumlah kalori yang disesuaikan dengan status gizi, umur,
stres akut dan kegiatan fisik dimana kegiatan ini bertujuan untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal.
Dalam “Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Melitus”,
dibuktikan bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resistensi insulin
dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu
parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Masukan
kolesterol diperlukan namun tidak boleh melebihi dari 300 mg per hari.
c) Aktivitas olahraga, olahraga yang diharapkan untuk penderita Diabetes
adalah olahraga yang ringan namun dilakukan dengan teratur. Olahraga yang
disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Olahraga yang diharapkan adalah jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.
2) Farmakologi
Dalam menejemen terapi DM, digunakan OHO (Obat Hipoglikemik
Oral) dan insulin.
21
D. Obat Hipoglikemik Oral
1. Penggolongan obat hipoglikemik oral
Gambar 5. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral Beserta Tempat Aksi (Anonim, 2007)
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi
menjadi empat golongan, yaitu:
a. obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin),
b. sensitiser insulin yaitu obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin sehingga dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara lebih efektif, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion,
c. penghambat glukoneogenesis, yaitu metformin golongan biguanida (Anonim,
2006a),
22
d. penghambat absorbsi glukosa, antara lain inhibitor α -glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa (Anonim, 2005b).
a. Golongan sulfonilurea. Obat dengan golongan sulfonilurea digunakan dalam
meningkatkan sekresi insulin (Triplitt, Reasner, 2005), selain itu dapat
meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin dan menurunkan sekresi
glukagon (Priyanto, 2009). Dalam tubuh, sulfonilurea akan terikat pada
reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut
menyebabkan berkurangnya asupan kalsium sehingga terjadi depolarisasi
membran. Kemudian kanal Ca2+ terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+
masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan
tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin
yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk
beredar ke seluruh tubuh (Triplitt, Reasner, 2005).
Gambar 6. Mekanisme Aksi Golongan Sulfonilurea (Allan, 2008)
Pada geriatri, penggunaan obat golongan sulfonilurea harus
berhati-hati, oleh karena itu untuk memulai terapinya menggunakan dosis yang
23
sangat rendah. Selain itu, golongan ini merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal atau kurang serta tidak mengalami ketoasidosis
sebelumnya (Priyanto, 2006). Efek samping golongan sulfonilurea adalah
gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran
cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit
kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan
lain sebagainya (Anonim, 2005a).
Sulfonilurea mempunyai dua generasi yaitu generasi pertama dan
kedua. Pembagian tersebut didasarkan kekuatan daya kerja dan efek samping
yang ditimbulkan obat tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi
asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid. Generasi kedua
meliputi glimepirid, glipizid dan glibenklamid. Generasi kedua berdaya kerja
lebih kuat daripada generasi pertama (Triplitt, Reasner, 2005).
Salah satu golongan sulfonilurea generasi kedua adalah glikazid.
Mekanisme obat ini dengan merangsang sekresi insulin dari sel-sel β-
Langerhans kelenjar pankreas dan meningkatkan sensitivitas sel-sel β-
Langerhans terhadap stimulus glukosa (Anonim, 2009d).
Obat yang masuk dalam golongan sulfonilurea ini mempunyai efek
hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek
hipoglikemik. Selain itu, obat ini mempunyai efek agregasi trombosit yang
lebih poten. Glikazida dapat diberikan bagi penderita gangguan fungsi hati dan
ginjal yang ringan (Anonim, 2005a).
24
Dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari bersama sarapan, maksimal 240
mg/hari dalam 1-2 kali pemberian. Glikazid dosis rendah dapat diberikan 1 kali
sehari, sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalam dosis
terbagi (Anonim, 2009d).
b. Golongan glinid. Senyawa ini bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di
pankreas untuk memproduksi insulin. Termasuk golongan ini adalah
repaglinida, nateglinida, dan mitiglinida. Nateglinida cenderung bekerja lebih
cepat dan aksinya lebih pendek dibandingkan repaglinida. Obat-obat ini secara
khusus efektif bila dikombinasikan dengan metformin atau obat diabetes lain
(Anonim, 2006b).
Repaglinida merupakan turunan asam benzoat yang memiliki efek
hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal (Anonim,
2005a). Nateglinida merupakan turunan fenilalanin. Ekskresi utama melalui
ginjal (Anonim, 2005a).
c. Golongan biguanida. Mekanisme kerja dari golongan biguanida yaitu dengan
meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer dan pengambilan
glukosa serta menghambat glukoneogenesis (Priyanto, 2009). Glukoneogenesis
adalah sintesis glukosa dari senyawa yang bukan karbohidrat, misalnya asam
laktat dan beberapa asam amino (Poedjiadi, 1994).
25
Gambar 7. Mekanisme Aksi Golongan Biguanida (Cheng, Fantus, 2005)
Dari gambar diatas dapat dillihat mekanisme metformin yaitu dalam
keadaan normal enzim AMPK (Adenosin- monophosphate- activated- protein
kinase) akan diaktifkan oleh adenosin monofosfat (AMP) yang terbentuk dari
proses pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat
(AMP) pada siklus pembentukan energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK
oleh metformin akan menghambat enzim asetil-koenzime A carboxylase, yang
berfungsi pada proses metabolisme lemak. Proses ini akan menyebabkan
peningkatan oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim-enzim yang
berperan pada lipogenesis.
Selain itu, enzim AMPK di hati akan menurunkan expresi sterol
regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), suatu transcription factor
yang berperan pada patogenesis resistensi insulin, dislipidemia, dan steatosis
hati (perlemakan). Pada jaringan otot metformin akan menyebabkan translokasi
26
glucose transporter-1 (GLUT 1) dari dalam sel ke membran plasma, sehingga
dapat meningkatkan ambilan glukosa masuk ke dalam sel otot (Zhou, Myer, Li,
2001).
Salah satu contoh obat yang masuk dalam golongan biguanida dan
masih digunakan dalam pengobatan Diabetes Melitus saat ini adalah
metformin. Dalam Asian Pacific Type 2 Diabetes Policy Group edisi keempat
dengan judul Type 2 Diabetes practical and treatments tahun 2005, metformin
merupakan terapi awal pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan dan
direkomendasikan pula bagi pasien yang pasien yang tidak obesitas pada
beberapa negara.
Metformin tidak direkomendasikan pada orang yang sudah tua (usia
>80 tahun) dan bagi seseorang yang mengalami disfungsi ginjal dimana nilai
kreatinin >1,5mg/dL pada pria dan 1,4mg/dL pada wanita (Lacy, Armstrong,
Goldman, Lance, 2006).
Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi
glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam.
Efek samping dengan penggunaan metformin adalah mual, muntah,
terkadang diare dan dapat menyebabkan asidosis laktat (Anonim, 2005a).
Metformin mempunyai afinitas terhadap membaran mitokondria. Adanya
aktivitas ini, mempengaruhi transport elektron (konsentrasi NADH meningkat)
dan menghambat metabolism oksidatif. Ketika level metformin tinggi,
fosforilasi oksidatif menurun dan metabolisme aerob berubah menjadi anaerob
27
(Bruijstens, Luin, Jungerhans & Bosch, 2008). Dalam keadaan anaerob ini,
asam laktat terbentuk (Poedjiadi, 1994).
Metformin meningkatkan produksi laktat dalam splanchnic bed dan
sistem vena portal. oleh karena peningkatan laktat tersebut, aktivitas enzim
piruvat dehidrogenase menurun dengan demikian terjadi perubahan dalam
metabolism anaerob (Bosenberg dan Zyl, 2008). Dalam Drug information
handbook edisi ke-14, dosis untuk dewasa adalah 500 mg dua kali sehari
(Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2008-2009).
d. Golongan tiazolidindion. Senyawa ini bekerja dengan meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR-γ (Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.
Gambar 8. Mekanisme Aksi Golongan Tiazolidindion (Cheng, Fantus, 2005)
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
28
ambilan glukosa di perifer. Contoh obat dari golongan ini adalah rosiglitazon
dan pioglitazon. Pioglitazon menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan
uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer.
e. Penghambat α –glukosidase, mekanisme penghambatan dilakukan pada enzim
α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini
secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan
absorbsinya sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post
prandial pada penderita DM.
Gambar 9. Mekanisme Aksi Golongan Penghambat Alfa Glukosidase (Allan, 2008)
Obat golongan ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah sewaktu
makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Efek samping
obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang
diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama
(Anonim, 2005a).
29
Disamping obat hipoglikemik oral yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat obat yang mempunyai mekanisme berbeda yaitu dengan meningkatan
efek dari inkretin. Inkretin merupakan suatu hormon peptida yang disekresi
oleh epitel usus sebagai respon terhadap makanan yang dimakan dan berfungsi
mempertahankan homeostasis glukosa darah (Anonim,2009f).
Hormon inkretin meningkatkan sekresi insulin dari sel-sel β-pankreas
sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
makan. Selain fungsi diatas, fungsi inkretin adalah menghambat pelepasan
glukagon dari sel α-pankreas dalam kondisi hiperglikemia (Aryono, 2009).
Contoh golongan obatnya yaitu golongan analog GLP-1 dan Dipeptydil
peptidase-4 (DPP-4) inhibitor.
a. analog GLP-1 (glucagon-like peptide-1). Mekanisme kerja golongan obat ini
menyerupai kerja dari GLP-1 endogen. Yang merupakan golongan ini adalah
exatinade. Exenatide juga merupakan anggota pertama dari kelas baru obat
antidiabetik. Exenatide menunjukkan kemampuan yang sama dengan GLP-1
manusia. Hormon inkretin GLP-1 dan GIP diproduksi oleh sel endokrin dari sel
β-pulau Langerhans pada pankreas. Hanya GLP-1 yang menyebabkan sekresi
insulin pada status diabetik. Namun GLP-1 itu sendiri tidak efektif untuk
pengobatan dibetes secara klinis karena memiliki waktu paruh yang sangat
singkat.
Exenatide mengandung sekitar 50% asam amino yang serupa (homolog)
dengan GLP-1 dan memmiliki waktu paruh yang lebih panjang. Exenatide
meningkatkan sintesis dan sekresi insulin berdasarkan keberadaan glukosa,
30
sehingga lebih kecil risikonya terjadi hipoglikemik. Selain itu risiko kenaikan
berat badan juga lebih kecil bila dibandingkan obat anti diabetes lainnya
(Arnita, 2007).
b. Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor. Kurangnya inkretin disebabkan oleh
hadirnya protein DPP-4 yang bekerja memecah inkretin. Padahal, kurangnya
hormon inkretin ini dapat mengganggu keseimbangan antara glukagon dan
insulin. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penghambat untuk menghambat
DPP-4.
Mekanisme kerja dari golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan
kadar dan aksi dari GLP-1 dan GIP (GLP-1 reseptor agonis), meningkatkan
sekresi insulin sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi
glukagon dari sel alfa pankreas (Anonim, 2009f). Obat yang termasuk dalam
DPP-4 (Dipeptydil peptidase-4) inhibitor adalah sitagliptin dan vildagliptin.
1) Sitagliptin, merupakan obat pertama dari golongan DPP-4. Obat ini bekerja
dengan menghambat inaktifasi inkretin GLP-1 dan GIP melalui inhibisi secara
kompetitif enzim oleh DPP-4 (Arnita, 2007). Pemberian bersamaan sitagliptin
dengan makanan kaya lemak tidak berefek terhadap farmakokinetikanya, maka
sitagliptin bisa diberikan dengan atau tanpa makanan.
2) Vildagliptin
Enzim DPP-4 dapat membuat hormon inkretin yang dihasilkan di
gastrointestinal seperti Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan glucose-
31
dependent insulinotropic peptide (GIP) secara cepat dibuat inaktif. GLP-1 dan
GIP dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon
untuk merespon kondisi hiperglikemia. Dengan menghambat enzim DPP-4,
maka kadar inkretin yang aktif dapat ditingkatkan dan aktivitasnya diperlama
hingga menjanjikan keuntungan yang lebih baik untuk para penderita diabetes
(Anonim, 2008b).
Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi
peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi
kontrol glukosa darah yang diinginkan (Anonim, 2009b).
2. Dosis Obat Hipoglikemik Oral
Tabel II. Macam Obat Hipoglikemik Oral Beserta Dosis Golongan Generik Nama
dagang mg/tab Dosis harian
(mg) Lama kerja (jam)
Frek/ Hari
Waktu
klorperamid Diabenese 100-250 100-500 24-36 1 glibenklamid Daonil 2,5-5 2,5-15 12-24 1-2 Minidiab 5-10 5-20 10-16 1-2 Glucotrol-
XL 5-10 5-20 12-16 1
glikazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2 glikuidon Glurenom 30 30-120 6-8 2-3 glimepirid Arnaryl 1,2,3,4 0,5-6 24 1 1,2,3,4 1-6 24 1 1,2,3,4 1-6 24 1
Sulfonilurea
1,2,3,4 1-6 24 1 Glinid repaglinid Novonorm 0,5, 1,2 1,5-6 24 1
Sebelum makan
Tiazolidindion
rosiglitazone Avandia 4 4-8 24 1 Tidak bergantung jadwal makan
Penghambat Glukosidase α
Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama suapan pertama
Biguanida metformin Glumin 500 500-3000 6-8 2-3 Bersama/
32
Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3 metformin XR
Glumin XR 500 500-2000 24 1
metformin+ glibenklamid
Glucovance 250/1,25 500/2,5 500/5
Total glibenklamid 20mg/hari
12-24 1-2
rosiglitazon+metformin
Avandamet 2mg/500mg 4mg/500mg
8mg/2000mg(dosis maksimal)
12 2
sesudah makan
glimepirid+ metformin
Amaryl-met 1mg/250mg 2mg/500mg - 2
Kombinasi
rosiglitazone+glimepirid
avandaryl 4mg/1mg 4mg/2mg
8mg/4mg (dosis maksimal)
24 1
(Anonim, 2006a)
E. Insulin
1. Mekanisme Insulin
Insulin membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan
insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam
sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi
sebagaimana seharusnya (Anonim, 2005a).
Insulin banyak digunakan jika obat hipoglikemik oral tidak mampu
mengontrol glukosa darah (Asia-Pacific Type 2 Diabetes Policy Group , 2005).
Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan untuk mempertahankan kadar
gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120mg% saat puasa dan
80-160mg% setelah makan.pada pasien yang berusia 60 tahun keatas, batas ini
lebih tinggi dimana kadar gula darah puasa 150mg% dan 200mg% setelah makan
(Anonim, 2000).
33
2.Jenis insulin menurut cara kerja
Insulin menurut lama kerja dapat dibagi menjadi kerja singkat, kerja
sedang dan kerja lama.
Tabel III. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja Sediaan Insulin Onset of Action
(Awal Kerja) Peak Action
(Puncak Kerja) Lama kerja
Insulin short acting Regular (Actrapid; Humulin R)
Insulin analog rapid acting Insulin lispro (Humalog) Insulin glulisine (Apidra) Insulin Aspart (NovoRapid)
30-60 menit
5-15 menit 5-15 menit 5-15 menit
30-90 menit
30-90 menit 30-90 menit 30-90 menit
3-5jam
3-5jam 3-5jam 3-5jam
Insulin Intermediate acting NPH (Insulatard, Humulin N) Lente
2-4 jam 3-4 jam
4-10 jam 4-12 jam
10-16 jam 12-18 jam
Insulin Long acting Insulin glargine (Lantus) Ultralente Insulin detemir (Levemir)
2-4 jam 6-10 jam 2-4 jam
No peak 8-10 jam No peak
Insulin Campuran (Short dan intermediate acting)
70%NPH/30%regular (Mixtard, Humulin 30/70)
75%insulin Lispro protamine/25%insulin lispro injection (Humalog Mix25)
30-60 menit
5-15 menit
1,5-8 jam
1-2 jam
10-16 jam
16-18 jam
(Anonim, 2006a)
34
3. Cara pemberian kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin
STT**:sasaran tidak tercapai
Gambar 10. Cara Pemberian Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan Insulin (Anonim, 2006a)
F. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin
Interaksi obat, didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua atau
lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu
obat atau lebih berubah (Aslam, 2003). Interaksi obat dilihat dalam drug
interaction fact dan AHFS.
Tabel IV. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral No. Obat hipoglikemik
oral Obat lain Interaksi yang terjadi
1. Metformin Furosemid Meningkatkan kadar metformin dalam darah.
Simetidin amiloride digoxin prokainamid ranitidin
35
No. Obat hipoglikemik oral
Obat lain Interaksi yang terjadi
Kuinin Meningkatkan kadar metformin dalam darah.
obat diuretik Menurunkan kadar metformin dalam darah (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006).
kortikostroid calcium channel blocker isoniasid
2. insulin aspirin Aspirin secara signifikan meningkatkan sekresi insulin basal (Tatro, 2007)
penghambat MAO (isocarboxazid, phenelzine)
Penghambat MAO meningkatkan respon hipoglikemik terhadap insulin dengan menstimulasi sekresi insulin endogen dan menghambat glukoneogenesis (Tatro, 2007).
β blocker non selektif (propanolol, timolol, penbutol)
β-blocker menumpulkan respon terhadap hipoglikemik, dengan kata lain memperpanjang hipoglikemia dengan menyamarkan gejala hipoglikemia (Tatro, 2007)
G. Diabetes pada Geriatri
1. Terapi Farmakologi pada Diabetes pasien Geriatri
Menejemen terapi Diabetes pada pasien geriatri menggunakan guideline
yang sama pada menejemen terapi pasien dewasa. Beberapa perhatian diperlukan
dalam administrasi obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri terutama pada
pasien yang selain menderita DM juga mempunyai penyakit ginjal, hati dan
jantung (Halapy, Henry, 2009).
36
Metformin, penghambat α-glukosidase, thiazolinediones, meglitinide dan
sulfonilurea dapat digunakan pada pasien geriatri. Pada pasien geriatri,
pengobatan yang diterima lebih dari satu macam sehingga perlu diperhatikan
adanya interaksi antara obat hipoglikemik oral dan obat lain yang digunakan
(Halapy, Henry, 2009).
H. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi DTPs pada
pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap di RSUD Sleman
periode 2008 yang menggunakan obat hipoglikemik oral.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada
Pengobatan Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap
RSUD Sleman periode 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental
dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.
Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya
dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya
tanpa adanya intervensi peneliti (Pratiknya, 2001).
Rancangan penelitian deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah
membuat gambaran atau deskripsi mengenai suatu keadaan secara objektif
(Notoatmodjo, 2005). Metode penelitian ini merupakan deskriptif evaluatif karena
data yang diperoleh dari lembar rekam medis dievaluasi berdasarkan standar yang
berlaku, dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi.
Kemudian ditampilkan dalam bentuk table dan diagram.
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu
pada lembar rekam medis pasien di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode
2008.
38
B. Definisi Operasional
1. Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus adalah pasien dengan usia 60 tahun
keatas yang memiliki kadar glukosa puasa ≥126mg/dL atau pada rekam
medis telah didiagnosis menderita DM serta pasien yang telah menerima
terapi obat hipoglikemik oral tunggal maupun dengan kombinasi (baik
kombinasi dengan OHO yang lain ataupun dengan insulin).
2. Karakteristik pasien DM adalah penggolongan pasien yang telah terdiagnosis
Diabetes Melitus berdasarkan umur, jenis kelamin, lama perawatan, data
seluruh obat yang digunakan oleh pasien pada saat pasien dirawat di instalasi
rawat inap RSUD Sleman periode 2008.
3. DTPs adalah peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang
memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan berkaitan dengan
tercapainya tujuan terapi yang diinginkan.
a. Terapi obat tanpa indikasi, meliputi tidak adanya indikasi medis yang valid
untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak
obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal,
kondisi medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan
untuk menghilangkan adverse reactions yang berhubungan dengan
pengobatan lain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok
yang menyebabkan masalah.
b. Indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, meliputi kondisi terapi yang
memerlukan terapi inisiasi obat, kondisi yang memerlukan tambahan
untuk mencapai efek adiktif.
39
c. Ketidakefektifan pemilihan obat, meliputi obat yang digunakan bukan obat
yang paling efektif terhadap masalah medis yang dialami, kondisi medis
terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai dan obat
tidak efektif terhadap indikasi yang dialami.
d. Dosis yang kurang, meliputi dosis terlalu rendah untuk menghasilkan
respon yang diinginkan, interval dosis terlalu rendah untuk dapat
menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah
zat aktif yang tersedia dan durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan
respon yang diinginkan.
e. Dosis yang berlebih, meliputi dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian
obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi
karena hasil dari reaksi toksik dari obat dan dosis obat diberikan terlalu
cepat.
f. Adverse drug reactions, meliputi produk obat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis, produk obat yang
aman diperlukan karena terkait dengan faktor risiko, interaksi obat
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan
dengan dosis, pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan sangat
cepat, produk obat yang menyebabkan reaksi alergi dan produk obat yang
kontraindikasi terhadap faktor risiko.
40
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah semua pasien geriatri penderita DM yang
dirawat di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 kemudian diambil
sesuai kriteria inklusi yaitu: pasien dengan usia 60 tahun keatas yang memiliki
kadar glukosa puasa ≥126mg/dL atau pada rekam medis telah didiagnosis
menderita DM serta pasien yang telah menerima terapi obat hipoglikemik oral
tunggal maupun dengan kombinasi (baik kombinasi dengan OHO yang lain
ataupun dengan insulin).
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
rekam medis pasien geriatri DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode
2008.
E. Tata Cara Penelitian
1. Analisis situasi
Analisis situasi dimulai dengan melihat pola penyakit dan obat yang
digunakan pada pasien geriatri penderita DM yang ada di instalasi rawat inap
RSUD Sleman periode 2008 yang di peroleh dari instalasi catatan medik rumah
sakit.
2. Pengambilan data
Ditemukan 60 pasien yang berusia di atas 60 tahun pada saat itu.
Selanjutnya dari 60 pasien yang didapatkan, dipilih sesuai dengan syarat inklusi
41
yang ditetapkan oleh penulis dan didapatkan 22 kasus yang menggunakan obat
hipoglikemik oral dan akan dievaluasi dengan metode SOAP.
Tahap pengambilan data dilakukan beberapa proses, yaitu :
a. Penelusuran data, dilakukan dengan cara melihat data komputer di
bagian rekam medis yang memuat laporan jenis penyakit pasien geriatri rawat
inap. Berdasarkan laporan tersebut, didapatkan nomor rekam medis, umur,
jenis kelamin, lama rawat inap, keadaan pasien setelah menjalani rawat inap
penderita DM untuk pasien rawat inap.
b. Pengumpulan data, dilakukan dengan mencari pasien geriatri yang sesuai
dengan definisi operasional diatas berdasarkan nomor rekam medik yang
didapat. Selain itu, peneliti juga melakukan tanya jawab dengan farmasis yang
berada di RSUD Sleman dan melakukan kunjungan ke bangsal untuk
menanyakan data dari rekam medik yang kurang jelas serta melihat
Formularium RSUD Sleman tahun 2008.
c. Pencatatan data, dilakukan dengan mencatat data pasien geriatri penderita DM
yang mendapat terapi obat hipoglikemik oral tunggal maupun dengan
kombinasi obat hipoglikemik oral yang lain atau kombinasi bersama insulin
yang digunakan bersama dengan obat selain obat hipoglikemik oral dan insulin
pada periode 2008 yang disalin dari rekam medik.
Data yang dikumpulkan meliputi nomor rekam medik, umur, tanggal
penggunaan obat hipoglikemik oral, dosis, frekuensi, obat lain yang digunakan,
data laboratorium, diagnosis penyakit, dan diagnosis lain serta keluhan yang
42
dialami pasien selama rawat inap, kadar glukosa darah pada awal masuk Rumah
Sakit dan keluar Rumah Sakit.
Informasi dari bagian rekam medis, terdapat 60 kasus Diabetes Melitus
pada pasien geriatri periode 2008, namun yang masuk dalam kriteria inklusi
peneliti ada 22 kasus, sehingga yang digunakan dalam penelitian adalah 22 pasien
yang masuk dalam kriteria inklusi.
3. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram dengan
beberapa keterangan yang meliputi data tentang profil penggunaan obat, golongan
dan jenis obat hipoglikemik oral yang digunakan, dosis, frekuensi, data
laboratorium, serta diagnosis penyakit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data kualitatif dibahas dalam bentuk uraian dan data dibahas secara
deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar diagram. Sebelumnya, data pasien
terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan kategori sebagai berikut ini :
1. Karakteristik pasien
a. Persentase jenis kelamin pasien geriatri penderita DM, dikelompokkan
menjadi laki-laki dan perempuan pada periode 2008 masing-masing dibagi
jumlah total kasus pada periode 2008 dikali 100%.
b. Persentase lama rawat inap
Lama perawatan disajikan menurut lama pasien geriatri penderita DM
yang dirawat dengan menghitung masing-masing keadaan pasien membaik
43
ataupun belum sembuh dibagi jumlah total kasus pada periode 2008 dikali
100%.
c. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien geriatri penderita DM dengan
cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta
dibagi dengan total kasus kemudian dikali 100%.
d. Persentase jenis penyakit penyerta pasien geriatri penderita DM dengan
cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta
dibagi dengan jumlah total kasus pasien kemudian dikali 100%.
e. Persentase lama perawatan pasien geriatri penderita Diabetes Melitus
dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama
perawatan tertentu dibagi dengan jumlah total kasus dan dikalikan 100%.
2. Pola pengobatan
a. Persentase jenis obat yang digunakan pada pasien geriatri penderita DM
dihitung dengan cara menghitung jumlah terapi yang digunakan pada
masing-masing golongan dibagi dengan total masing-masing jenis kelas
terapi dan dikalikan 100%.
3. Perhitungan identifikasi Drug Therapy Problems (DTPs)
Persentase jumlah Drug Therapy Problems (DTPs) pasien geriatri
penderita Diabetes Melitus dengan menghitung jumlah masing-masing kasus
Drug Therapy Problems (DTPs) dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus
pasien dan dikalikan 100%.
Kemudian dilakukan evaluasi kerasionalan obat dengan acuan Drug
Therapy Problems menggunakan metode SOAP. Evaluasi DTPs dilakukan
44
dengan referensi standar pertama yang digunakan adalah Drug information
handbook 14thedition (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006) dan Drug
Interaction Fact (Tatro, 2007), dan standar kedua AHFS drug information
2004 (McEvoy dkk, 2003). Untuk mengetahui kelas terapi yang digunakan
pasien geriatri, digunakan Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000
sebagai standard referensi yang pertama dan standard kedua digunakan
Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 44 tahun 2009.
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 22 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dari 60 pasien yang
berusia 60 tahun keatas.
A. Karakteristik Subyek Penelitian
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini diketahui subyek penelitian wanita adalah
68,2% dan pria 31,8%. Besarnya jumlah geriatri wanita pada penelitian ini
dikarenakan pada awal pengambilan data, jumlah wanita penderita Diabetes
Melitus (DM) yang terbanyak. Walaupun dalam suatu survei, penderita DM
pada usia 60-74 tahun serta usia ≥75 tahun, risiko terkena DM pada jenis
kelamin pria lebih tinggi daripada wanita. Hal ini tidak sesuai dengan yang
didapatkan penulis dimana wanita mempunyai persentase lebih besar untuk
menderita DM.
Gambar 11. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Berdasarkan Jenis
Kelamin
46
Adanya perbedaan jumlah pasien pria dan wanita ini tidak
menandakan bahwa pria lebih berisiko untuk menderita DM karena jenis
kelamin bukan faktor risiko DM. Yang merupakan faktor risiko dari DM
antara lain riwayat penyakit keluarga DM, obesitas, tekanan darah tinggi dan
kebiasaan hidup tidak sehat (Meilani, 2005).
2. Berdasarkan Lama Rawat Inap
Rata-rata lama perawatan pasien geriatri penderita DM adalah satu
hingga tujuh hari (seminggu). Lama perawatan dibagi menjadi tiga yaitu 1-7
hari (50,0%), 8-14 hari (40,9%) dan 15-21 hari (9,1%).
Tabel V. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Berdasarkan Lama
Rawat Inap No. Lama Perawatan Persentase 1. 1- 7 hari 50,0%
2. 8-14 hari 40,9%
3. 15-21 hari 9,1%
Lama perawatan antara 1-7 hari, hal tersebut dapat dipengaruhi
kesehatan pasien yang sudah membaik maupun untuk menghindari biaya
perawatan yang mahal jika terlalu lama dirawat karena rata-rata pasien rawat
inap merupakan pasien yang kurang mampu (masalah ekonomi).
3. Berdasarkan Status Keluar
Status keluar dari 19 pasien (86,4%) adalah dikatakan membaik
dan 3 pasien (13,6%) keluar dengan status di rekam medik belum sembuh.
Kriteria status keluar dilihat dari keadaan terakhir pasien rawat inap pada hari
48
Pemeriksaan gula darah pasien yang terakhir menunjukkan range
gula darah sewaktu 171-365mg/dL, gula darah puasa 111-319 mg/dL dan
gula darah 2 jam post prandial 121-303mg/dL.
4. Berdasarkan Komplikasi dan Penyakit Penyerta
Komplikasi yang banyak diderita oleh pasien geriatri penderita
Diabetes Melitus adalah hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko utama
terjadinya penyakit kardiovaskuler dan komplikasi mikroangiopati seperti
retinopati dan nefropati. Prevalensi terjadinya hipertensi 2 kali lebih besar
pada pasien diabetes daripada non diabetes (Votey, 2007)
Komplikasi selanjutnya yang banyak diderita oleh pasien DM
adalah dislipidemia dan ulkus. Dislipidemia terjadi akibat kadar kolesterol
total dan trigliserida melebihi normal. Hal tersebut dikarenakan glukosa yang
terbentuk tidak dapat diubah menjadi energi. Akibatnya sumber energi yang
lain dibuat dari lemak ataupun protein. Oleh karena itu kadar kolesterol dapat
menumpuk dalam darah.
Tabel VI. Karakteristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi Rawat Inap di RSUD Sleman periode 2008 berdasarkan Komplikasi
No. Komplikasi Jumlah kasus
Persentase (%)
1. DM tanpa komplikasi 7 31,8 2. Penyakit Kardiovaskuler DM+ Hipertensi 6 27,3 DM+ Dislipidemia 4 18,2 3. DM+ Ulkus 4 18,2 4. DM+ Hipoglikemik 1 4,5
Komplikasi ulkus pada pasien geriatri penderita DM umum terjadi.
Hal ini disebabkan tidak terkontrolnya gula darah sehingga dapat
49
menyebabkan kerusakan pada saraf perifer sehingga pada penderita DM ini
kehilangan sensoriknya dan tidak menyadari apabila terluka (Susanti, 2007).
Pada pasien geriatri penderita DM yang mempunyai komplikasi dengan ulkus
dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Oleh karena itu, pasien geriatri yang
menderita ulkus memerlukan perawatan antibiotik untuk mencegah infeksi
yang terjadi agar infeksi tersebut tidak bertambah luas.
Penyakit penyerta merupakan penyakit yang menyertai DM.
Penyakit DM menjalani rawat inap karena dirasa keluhannnya amat
mengganggu. Keluhan tersebut dapat terjadi akibat menderita Diabetes
sendiri maupun dikarenakan oleh komplikasi yang mereka derita. Oleh karena
itu diperlukan terapi selain obat DM untuk menanganinya.
Tabel VII. Karaketristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi Rawat Inap di RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan Penyakit Penyerta
No. Penyakit penyerta Jumlah kasus
Persentase (%)
Gangguan pencernaan Gastritis 4 18,2
1.
Diare 1 4,5 2. Asam urat 2 9,2 3. Malaria 1 4,5 4. Anemia 1 4,5 5. Urtikaria 1 4,5 6. Tanpa penyerta 12 54,6
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien adalah
gastritis. Pasien geriatri penderita DM mengeluh gastritis dikarenakan efek
samping dari pengobatan yang diterima maupun pola makan yang kurang
baik.
50
5. Berdasarkan Golongan Obat yang Digunakan
a. Obat Hormonal
Yang termasuk dalam obat-obat hormonal dalam penelitian ini
adalah obat hipoglikemik dan kortikosteroid. Tabel VIII. Obat Hormonal yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien
Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Terapi Komposisi Persentase
(%) metformin+ insulin 9 40,9 metformin 6 27,3 glikazid + metformin
6 27,3
glikazid+metformin+ insulin
1 4,5
Total 22 100
Penulis tidak menemukan penggunaan vildagliptin walaupun
dalam pustaka penulis mencantumkan obat golongan DPP-4 inhibitor
Golongan obat hipoglikemik oral yang paling banyak digunakan adalah
golongan Biguanida yaitu metformin. Metformin mempunyai beberapa
keunggulan yang tidak didapatkan pada obat hipoglikemik oral yang lainnya
yaitu penggunaan metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan dan
tidak terjadinya hipoglikemik.
Metformin merupakan lini pertama bagi pasien yang menderita
Diabetes Melitus (Schernthaner, Guntram dan Schernthaner, G.Holger, 2007).
Metformin digunakan karena metformin menghasilkan perubahan kontrol
glikemik yang menguntungkan dan dapat memberikan keuntungan dalam
penurunan berat badan, lipid, dan tekanan darah. Sulfonilurea, penghambat α-
glucosidase ,thiazolidinediones, meglitinides, insulin, dan diet, gagal dalam
51
menunjukkan keuntungan dalam kontrol hipoglikemik, berat badan dan lipid
dibandingkan dengan metformin (Sainz, Esteban, Mataix, 2009).
Selain penggunaan tunggal obat hipoglikemik oral, penggunaan
kombinasi antara obat hipoglikemik oral dan insulin banyak digunakan
(40,9%). Penggunaan kombinasi antara metformin dengan insulin dapat
memberikan keuntungan karena dapat menghindari terjadinya hipoglikemik
dan mengurangi berat badan (Schernthaner, 2007). Penggunaan metformin
dan insulin dapat lebih menguntungkan dibandingkan jika penggunaan
tunggal sulfonilurea maupun insulin dalam dosis yang rendah (Valsaraj,
Augusti, Chemmanam, & Jose, 2009).
Insulin yang banyak digunakan adalah insulin reguler. Hal ini
dikarenakan pada pasien geriatri kadar gula darah tidak stabil atau tidak
terkontrol, selain itu juga digunakan untuk menentukan unit insulin yang akan
digunakan.
Selain obat hipoglikemik, dalam kasus ditemukan adanya dua
kasus yang menggunakan kortikosteroid sebagai obat hormonal.
b. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna
Golongan obat yang bekerja pada sistem saluran pencernaan antara
lain antitukak, antispasmodik, laksatif dan antidiare.
Tabel IX. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Sub Golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) Antitukak Antagonis
Reseptor H2 ranitidin 8 36,4
52
Golongan Sub Golongan Komposisi Jumlah kasus
Persentase(%)
Antasida alumunium/magnesium
8 36,4
Penghambat pompa proton
pantoprazol 1 4,5
Antidiare loperamid HCl
2 9,2
1 4,5 Laksatif parafin cair bisakodil 1 4,5
Antispasmodik timepidium bromida
1 4,5
Total 22 100 Golongan yang paling banyak digunakan adalah antitukak (77,3%).
Tujuan terapi dengan menggunakan antitukak untuk meringankan atau
menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi
yang serius (hemoragi) dan mencegah kekambuhan (Anonim, 2000).
Obat saluran cerna ini juga digunakan untuk mengatasi efek
samping yang terjadi akibat pemakaian metformin. Penggunaan metformin
dapat menyebabkan gangguan pada gastrointestinal seperti mual, muntah dan
diare.
Pengobatan dengan antidiare disebabkan pada saat pasien
menjalani perawatan, pasien mengalami diare, sedangkan pada pasien yang
mengalami konstipasi diberikan obat pencahar (laksatif). Konstipasi dapat
disebabkan oleh penggunaan antasida.
Dilihat dari tabel diatas, pemakaian obat untuk tukak lambung
mempunyai persentase yang paling banyak. Obat ini digunakan dalam
menghambat sekresi asam lambung. Zat aktif yang banyak digunakan adalah
ranitidin (36,4%) dan antasida (36,4%). Penghambat reseptor H2 bekerja
dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai hambatan reseptor H2
53
sedangkan antasida mempunyai kemampuan dalam menetralkan asam
klorida.
c. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler
ADA (American Diabetes Association) menyebutkan bahwa
penghambat ACE, penghambat reseptor Angiotensin (ARB), penghambat β
(β-blocker), diuretik dan antagonis kalsium diberikan sebagai terapi awal
untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien DM.
Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi pada DM.
Penyakit kardiovaskuler jika tidak ditangani lebih lanjut dapat mengakibatkan
keparahan dan kematian pada penderita DM. Faktor risiko yang dapat
mengakibatkan penyakit kardiovaskuler adalah hipertensi, dislipidemia. Oleh
karena itu, diperlukan pengobatan untuk mencegah ataupun mengobati faktor
risiko tersebut yaitu dengan menggunakan antihipertensi dan dislipidemia.
Tabel X. Obat yang Digunakan untuk Penyakit pada Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman Periode 2008 Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) kaptopril 12 37,5 ACE inhibitor
moeksipril HCl
2 6,3
Antihipertensi yang bekerja sentral
klonidin hidroklorid
3 9,4
Antagonis Angiotensin II
valsartan 1 3,1
Antihipertensi
Diuretik furosemid 1 3,1
Antiangina Antagonis kalsium
amlodipin maleat
4 12,5
54
Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah kasus
Persentase (%)
nifedipine
1 3,1 Antagonis kalsium
amlodipin besilat
1 3,1
Antiangina Nitrat
isosorbit dinitrat
2 6,3
Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
Antiplatelet asetosal 4 12,5
Penurun lipid simvastatin 1 3,1 Total 32 100
Penggunaan obat yang digunakan dalam sistem kardiovaskuler
mencapai 32 jenis obat. Hal tersebut disebabkan dalam suatu kasus
penggunaan obat kardiovaskuler ini lebih dari satu golongan. Contohnya
pada kasus nomor 6, golongan yang dipakai yaitu antihipertensi (kaptopril),
antiangina (nifedipine) dan obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah.
Pada kasus nomor 9, terdapat empat zat aktif yang digunakan yaitu
amlodipin, simvastatin, kaptopril dan klonidin.
Obat yang paling banyak digunakan pada pasien geriatri penderita
DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 adalah golongan
antihipertensi (59,4%). Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler sehingga diperlukan penanganan untuk pengobatan
hipertensi ini. Terjadinya hipertensi pada pasien DM yaitu, adanya resistensi
insulin. Akibat resistensi insulin ini, glukosa darah hasil proses metabolisme
dari makanan yang dimakan tidak dapat disimpan dalam sel baik dalam
bentuk energi maupun sebagai cadangan makanan.
55
Akibatnya, glukosa tersebut tertimbun dalam ginjal dan pada
akhirnya dapat melebihi ambang batas ginjal dan terjadilah proses diuresis
osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan berlebih melalui urin untuk
mengurangi kadar glukosa darah, sehingga dalam tubuh terjadi dehidrasi
karena berkurangnya cairan ekstrasel dan kompensasi, cairan intrasel ditarik
keluar sehingga cairan tubuh berlebih, terjadi hipertensi (Meirinawati, 2006).
Terapi aspirin ini digunakan sebagai strategi pencegahan primer
risiko kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki
riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita
hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria (ADA, 2009). Terapi ini bekerja
dengan cara agregasi platelet sehingga menghambat pembentukan trombus
pada sirkulasi arteri.
Faktor risiko yang perlu diperhatikan adalah dislipidemia karena
jika tidak ditangani dapat menjadi faktor terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Untuk itu digunakan golongan statin dalam pengobatan dislipidemia ini.
Golongan statin digunakan untuk penurun lipid. Golongan ini diberikan pada
pasien dengan kolesterol total >200mg/dL.
d. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi
Pada golongan ini terdiri atas golongan antimikroba, antiprotozoa,
antelmintik dan antimalaria.
56
Tabel XI. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) sefalosporin seftriakson 5 19,3 seftizoksim 2 7,8 seftazidim 1 3,8 sefadroksil 1 3,8 kuinolon siprofloksasin 4 15,4 pefloksasin 2 7,8 levofloksasin 1 3,8
Antimikroba
sulfonamid dan trimetoprim
kotrimoksazol 1 3,8
Antiprotozoa metronidazol metronidazol 6 23,1 klorokuin 1 3,8 Antimalaria primakuin 1 3,8
Antelmintik pirantel pamoat 1 3,8 Total 26 100
Penggunaan obat untuk pengobatan infeksi ini mencapai 26 kasus
karena pasien dapat menerima lebih dari satu golongan obat. Misalnya pada
kasus nomor 3, digunakan dua golongan obat yaitu metronidazole
(antiprotozoa) dan golongan antimikroba (kotrimoksazol).
Obat antimikroba ini digunakan dalam menangani pasien yang
mempunyai ulkus atau luka pada bagian tubuhnya. Golongan antimikroba ini
digunakan untuk mencegah atau mengobati jika terjadi infeksi pada luka
tersebut. Selain itu digunakan jika hasil laboratorium menunjukkan adanya
infeksi.
Antimikroba yang banyak digunakan adalah sefalosporin.
Sefalosporin termasuk antibiotik β-laktam yang bekerja dengan menghambat
sintesis dinding sel mikroba. Selain itu, sefalosporin aktif terhadap gram
57
positif dan negatif, namun spektrum masing-masing antimikroba bervariasi
(Anonim, 2000).
Antelmintik digunakan karena dalam hasil laboratorium terdapat
hasil positif untuk adanya parasit. Penggunaan antimalaria karena pada hasil
laboratorium pasien, terdapat hasil positif untuk adanya plasmodium vivax.
e. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat
Golongan yang digunakan pada obat yang bekerja pada sistem saraf
pusat adalah golongan obat mual dan vertigo dengan zat aktif yang paling
banyak digunakan adalah metoklopramid (55,56%). Obat anti mual dapat
digunakan dalam mengatasi efek samping dari metformin maupun glikazid.
Tabel XII. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) metoklopramid 5 55,6
ondasetron 3 33,3
Obat untuk mual dan vertigo
domperidon 1 11,1 Total 9 100
Ondasetron diberikan pada pasien yang mengalami mual cukup
parah sehingga diberikan obat yang lebih baik dari anti mual saja.
f. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien
geriatri.
58
Tabel XIII. Obat yang Bekerja sebagai Analgesik yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Komposisi Jumlah kasus
Persentase
(%) ketorolak 5 50,0 parasetamol 2 20,0
Non narkotik
methampiron + diazepam
2 20,0
Antimigrain flunarizin 1 10,0 Total 10 100
Obat analgesik di atas, digunakan dalam menghilangkan rasa nyeri
salah satu penyebab nyeri adalah adanya luka/ulkus pada pasien DM. Ulkus
terjadi akibat kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga terjadi
gangguan pada pembuluh darah perifer yang akan mengurangi aliran darah
ke kaki. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan
kerusakan saraf perifer sehingga penderita DM kehilangan sensoriknya
sehingga tidak menyadari jika terluka.
g. Obat yang mempengaruhi darah dan gizi
Tabel XIV. Obat yang Mempengaruhi Darah dan Gizi yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Sub
golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) ringer laktat/asetat
20 44,4
natrium klorida
11 24,4
Glukosa 1 2,2
Cairan dan elektrolit
maltose 1 2,2 vitamin B komplek
6 13,4
mekobalamin 2 4,4
Vitamin Vitamin B
ATP, vitamin B6
1 2,2
Lain-lain alpha lipoic acid
3 6,8
Total 45 100
59
Larutan elektrolit yang diberikan secara intravena digunakan untuk
memenuhi kebutuhan normal akan cairan dan elektrolit atau untuk
menggantikan kekurangan yang cukup besar terutama untuk pasien yang
mengalami mual muntah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan melalui
mulut (Anonim, 2000).
Selain itu, pemberiaan pengganti cairan dan elektrolit pada
penderita dikarenakan pada pasien ini dapat terjadi dehidrasi akibat
kekurangan cairan yang masuk namun banyaknya cairan yang keluar. Cairan
yang paling banyak digunakan adalah RL (Ringer Laktat) sebesar 44,4%.
Ringer laktat diindikasikan untuk pengobatan kekurangan cairan dimana
dengan rehidrasi secara oral tidak mungkin dilakukan.
Pemberian metformin dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
vitamin B12. Dalam suatu jurnal (Liu, Dai, dan Jean, 2006) dikatakan bahwa
dari 71 pasien yang menerima metformin, 21 diantaranya memiliki absorbsi
vitamin B12 yang rendah dan empat lainnya memilki level vitamin B12 yang
rendah. Oleh karena itu, pemberian vitamin B komplek yang salah satu
unsurnya adalah vitamin B12 diberikan kepada pasien ini mengingat semua
pasien pada kasus ini menggunakan metformin sebagai terapi DM.
h. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan
Penggunaan antitusif sebenarnya hampir tidak memberikan
manfaat klinis yang lebih besar daripada risikonya kecuali untuk batuk kering
yang sangat mengganggu tidur (Anonim, 2000).
60
Tabel XV. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) kodein fosfat 2 40,0 Antitusif dekstrometorfan 1 20,0 feksofenadin HCl 1 20,0 Antialergi mebhidrolin napadisilat 1 20,0
Total 5 100
Pada pasien pengguna kaptopril, efek samping yang terjadi adalah
timbulnya batuk kering dimana bagi pasien geriatri merupakan
ketidaknyamanan. Oleh karena itu diberikan antitusif sebagai penekan batuk
tersebut. Antialergi digunakan pada pasien yang mengalami urtikaria pada
pasien.
i. Obat otot skelet dan sendi
Pada golongan ini, obat antigout yaitu allopurinol (75%) banyak
digunakan. Sebagian besar penyakit reumatik membutuhkan pengobatan
simtomatik untuk meredakan nyeri yang ditimbulkan (Anonim, 2000).
Tabel XVI. Obat Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah
kasus Persentase
(%) antigout allopurinol 3 60,0
natrium diklofenak
1 20,0 Obat reumatik dan gout
antiinflamasi nonsteroid
kalium diklofenak
1 20,0
Total 5 100
61
Golongan antigout diberikan pada pasien yang pada hasil laboratorium
menunjukkan ketidaknormalan pada hasil asam urat. Golongan AINS berguna
dalam mengatasi nyeri dan radang yang timbul akibat adanya penyakit reumatik
dan gangguan otot skelet lainnya.
B. Evaluasi Jenis Drug Therapy Problems
DTPs yang teridentikasi pada penggunaan obat hipoglikemik oral yang
didapat oleh penulis ada dua macam yaitu dosis terlalu rendah (dosage too low)
dan adanya adverse drug reactions.
Tabel XVII. Evaluasi DTPs Obat hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2008
No. Kategori DTPs Persentase (%)
1. dosis terlalu rendah (dosage too low) 4,5 2. adverse drug reactions 27,3
1. Dosis terlalu rendah (dosage too low)
Dalam data yang diambil oleh penulis, terdapat kategori DTPs dosis
terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Sediaan obat hipoglikemik oral dikatakan terlalu rendah apabila dosis
yang digunakan belum sesuai dengan dosis dari standar yang diacu oleh
peneliti. Dalam Drug information handbook edisi 14, penggunaan metformin
< 1500mg/hari belum dapat menunjukkan respon, walaupun penggunaan
dosis rendah tersebut bertujuan untuk menghindari efek samping yang terjadi
akibat penggunaan metformin. Kurangnya dosis dalam terapi dapat
62
menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi bagi pasien DM sehingga terapi
dirasa kurang bermanfaat untuk pasien geriatri penderita DM.
Dalam Drug information handbook edisi ke-17, dosis untuk dewasa
adalah 500 mg dua kali sehari (Lacy, 2008-2009). Untuk pasien geriatri dosis
yang digunakan menggunakan dosis dewasa namun harus melakukan
pengawasan terhadap penggunaannya.
Dalam IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000), dosis
maksimal metformin adalah 3 gram/hari. Selain metformin, obat
hipoglikemik oral yang digunakan dalam rawat inap pasien geriatri penderita
DM adalah glikazid (golongan sulfonilurea). Dosis awal glikazid adalah 40-
80 mg satu kali sehari bersama dengan sarapan dan dosis maksimalnya adalah
240mg/hari dalam 1 -2 kali penggunaan.
Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, terdapat satu kasus yang
mengalami dosis terlalu rendah (dosage too low), yaitu pasien nomor 4. Pada
pasien nomor 4, pemberian metformin hanya dilakukan selama dua hari dan
selanjutnya digunakan insulin. Dosis metformin yang digunakan 500 mg per
harinya padahal dari literatur yang di dapat oleh peneliti, dosis metformin
yang digunakan 1000mg/hari yaitu 500mg pada pagi hari dan 500 mg pada
sore hari. Selain itu, dosage too low ini dilihat dari gula darah pasien saat
datang dan pulang dari rumah sakit.
63
2. Adverse drug reactions
Evaluasi DTPs kategori adverse drug reactions dilihat dari standar
yang digunakan penulis, yaitu DIH (Drug Information Handbook), DIF
(Drug Interaction Fact), dan AHFS. Pada kasus yang diteliti oleh penulis,
adverse drug reactions terjadi pada interaksi obat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis dan produk obat yang
kontraindikasi terhadap faktor risiko.
Kasus adverse drug reactions terdapat interaksi obat terjadi pada
pasien kasus nomor 6 dan 19. Interaksi yang ditimbulkan dapat meningkatkan
maupun menurunkan kadar obat hipoglikemik oral. Peningkatan efek
metformin dapat terjadi dengan adanya interaksi metformin dengan furosemid
(kasus 19). Pada suatu studi dosis tunggal pada individu sehat, penggunaan
furosemid dan metformin dapat meningkatkan kadar puncak plasma
metformin sebesar 22% dan AUC sebesar 15%. Pada furosemid meningkat
hingga 31% kadar puncak plasma dan AUC 12% (McEvoy, G. K., dkk,
2003).
Interaksi juga dapat terjadi pada penggunaan metformin dengan
nifedipine (kasus 6). Interaksi ini dapat menurunkan efek metformin dalam
darah sehingga kerja metformin tidak maksimal.
Oleh karena adanya interaksi ini, penggunaan obat hipoglikemik oral
harus dimonitor agar pasien tidak mengalami reaksi yang merugikan akibat
interaksi ini.
64
Adanya kontraindikasi penggunaan obat dengan faktor risiko terjadi
pada kasus nomor 5, 14, 16 dan 20 dimana metformin tetap digunakan
padahal nilai creatinin pasien mencapai 1,77mg/dL pada kasus 5 dan 3,04
mg/dL pada kasus 16.
Metformin tidak dapat digunakan jika kreatinin pasien geriatri wanita
mencapai >1,4mg/dL dan >1,5mg/dL pada pria. Pada kondisi ini dapat
menimbulkan terjadinya asidosis laktat. Oleh karena itu disarankan
penggunaan metformin ini diganti dengan sediaan obat hipoglikemik oral
yang lain yang tidak dikontraindikasikan dengan kadar kreatinin yang tinggi.
Metformin juga dikontraindikasikan bagi pasien yang mempunyai
gangguan fungsi hati. Adanya gangguan fungsi hati dapat ditunjukkan dengan
hasil pemeriksaan hati meliputi SGPT dan SGOT dimana nilai normal untuk
SGOT adalah 0,00-31,00 µ/L untuk wanita dan 0,00-37,00 µ/L pada pria.
Nilai SGPT pada wanita0,00-36,00µ/L adalah 0,00-43,00µ/L pada pria.
Kasus 14 dan 20 mempunyai nilai SGOT yang melebihi normal yaitu 53,9
µ/L dan 56,3 µ/L, oleh karena itu penggunaan metformin sebaiknya dihindari
dan digantikan dengan obat hipoglikemik oral yang lain.
Dalam kasus ini, peneliti menyarankan mengganti metformin dengan
golongan sulfonilurea yaitu glikazid. Dosis 40-80 mg/hari bersama sarapan.
Tabel XVIII. Evaluasi DTPs kategori Adverse Drug Reactions Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Plan
6 metformin dan nifedipin.
interaksi yang dapat menyebabkan berkurangnya efek obat hipoglikemik oral
Penggunaan obat ini tidak bersamaan.
65
Kasus Jenis Obat Penilaian Plan 19 metformin
dan furosemid
interaksi yang dapat menyebabkan meningkatnya efek obat hipoglikemik oral
Penggunaan obat ini tidak bersamaan.
5, 14, 16 dan
20
metformin kontraindikasi penggunaan obat dengan faktor risiko
penggunaan metformin sebaiknya dihindari dan digantikan dengan obat hipoglikemik oral yang lain.
C. Ringkasan Drug Therapy Problems
Evaluasi DTPs di atas, ditemukan tiga kategori yaitu dosis terlalu rendah
(dosage too low) dan adverse drug reactions dimana persentasi dari masing-
masing kategori adalah 4,5% dan 27,3% dari 22 kasus.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD
Sleman periode 2008 berjenis kelamin wanita adalah 15 orang (68,2%)
dan pria 7 orang (31,8%). Komplikasi terbesar yang diderita adalah
hipertensi yaitu sebanyak 6 pasien (27,3%). Penyakit penyerta pada saat
pasien masuk rumah sakit adalah gastritis yaitu 4 pasien (18,2%).
Keadaan pasien keluar rumah sakit dengan kondisi yang membaik adalah
19 orang (86,4%)dan 3 orang (13,6%) belum sembuh.
2. Semua pasien (22 orang) geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi
rawat inap RSUD Sleman periode 2008 menggunakan obat hipoglikemik
oral metformin.
3. Jenis Drug Therapy Problems yang teridentifikasi pada penggunaan obat
hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di
instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 adalah dosis terlalu
rendah (dosage too low) berjumlah 4,5% dan terdapat 27,3% adverse
drug reactions.
B. Saran
1. Pada diagnosis pasien dalam rekam medis diharapkan disebutkan tipe
Diabetes Melitus, apakah tipe 1 atau 2.
67
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian Drug Therapy
Problems obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita Diabetes
Melitus secara prospektif di rumah sakit lainnya.
68
DAFTAR PUSTAKA Allan, 2008, Hepatotoxicity in the Diabetic Population,
http://stanford.wellsphere.com/general-medicine-article/hepatotoxicity-in-the-diabetic-population, diakses pada tanggal 28 Desember 2009
American Diabetes Association, 2009, Standard of Medical Care in Diabetes,
Diabetes Care, volume 32, suppl 1, 13,14,28-32 Anonim, 2000, Informatorim Obat Nasional Indonesia, 265, 333, DepKes RI,
Jakarta Anonim, 2002, Pembunuh Nomer Tiga itu Bernama Stroke ,
http://www.sinarharapan.co.id, diakses tanggal 10 Februari 2009 Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/01/index.htm,diakses tanggal 28 Desember 2009
Anonim, 2005a, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus, 12-18,
35-42, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2005b, Pharmacological Treatment For Diabetes, ICMR Guideline for
management of Type 2 Diabetes, 16 Anonim,2006a, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia 2006, Perkeni, Jakarta Anonim, 2006b, Medikasi Spesifik Diabetes Melitus Tipe 2, http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=83, diakses pada tanggal 28 Desember 2009
Anonim, 2008a, geriatri, http://www.rskariadi.com, diakses pada tanggal 25
Februari 2009 Anonim, 2008b, Kontrol Glikemik dengan Inhibitor DPP-4, http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=942, diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Anonim, 2009a, Diabetes I dan II, http://www.mahkotadewa.com ,diakses pada
20 Agustus 2009 Anonim, 2009b, Vildagliptin 50 mg: Terapi Baru Diabetes Melitus Tipe 2,
http://www.dexamedica.com, pada tanggal 20 Agustus 2009
69
Anonim, 2009c, Penggunaan obat pada Pasien Usia Lanjut dalam Informasi Spesialit Obat Indonesia edisi 44, 587, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta Barat
Anonim,2009d,Gliklazid,http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubI
nformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=67&page=3, diakses pada tanggal 9 November 2009
Anonim, 2009e, Sistem Endokrin,
http://4uliedz.wordpress.com/2009/02/05/sistem-endokrin/, diakses pada tanggal 28 Desember 2009
Anonim, 2009f, Terapi Incretin pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2,
http://www.perkeni.net/index.php?page=buletin_view&id=112, diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Arnita, 2007, Antidiabetika Anyar sebagai Alternatif Terapi, http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=579, diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Aryono, S,M., 2009, Vildagliptin dalam Pelaksanaan DM Tipe 2,
http://medicalborneo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=228:vildagliptin-dalam-penatalaksanaan-dm-tipe-2&catid=85:internist&Itemid=267, diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Asian Pacific Type 2 Diabetes Policy Group, 2005, Type 2 Diabetes Practical
Targets and Treatments, 24, 26, International Diabetes Institute, Australia
Aslam, M., 2003, Farmasi Klinis menuju pengobatan dan pengharapan pilihan
pasien, 263-270, PT.Gramedia, Jakarta Bosenberg, L,H., Zyl van D,G., 2008, The Mechanism of Action of Oral
Antidiabetic drugs: A Review of Recent Literature, JEMDSA, volume 13, No. 3, 82
Bruijstens, L,A., Luin, M., Jungerhans, B., & Bosch, F, H., 2008, Reality of
Severe Metformin Induced Lactic Acidosis in the Absence of Chronic Renal Impairment, The Netherlands Journal of Medicine, vol. 66, No. 5, 185-190
Cheng, A, Y, Y dan Fantus, I, G, 2005, Oral Antihyperglycemic Therapy for Type
2 Diabetes Melitus, Canadian Medical Association Journal, 172 (2)
70
Cipolle, R.J. dan Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s Guide, Second Edition, 172-173, 178-179, 197, McGraw-Hill, New York
DA, 2007, Diabetes, http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=1,
diakses pada tanggal 3 Januari 2010 Dinda, 2008, Diabetes Melitus Tipe 2, http://www.medicafarma.com , diakses
pada tanggal 10 Oktober 2009 Elson, D,E., Norris,S,L., 2004, Diabetes in Older Adults : Overviews of AGS
guidelines for the treatment of diabetes melitus in geriatric populations Evans, J, L., Rushakoff, R, J., 2007, Oral Pharmacological Agents for Type 2
Diabetes: Sulfonylureas, Meglitinides, Metformin, Thiazolidinediones, α-Glucosidase Inhibitors, and Emerging Approaches, http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.endotext.org/diabetes/diabetes16/figures/figure2.png&imgrefurl=http://www.endotext.org/diabetes/diabetes16/diabetes14.html&usg=__8AiRkpVeXOZKFACFYZuiZjIaOhQ=&h=399&w=550&sz=138&hl=id&start=325&um=1&tbnid=dq8t3G1A2qDtkM:&tbnh=96&tbnw=133&prev=/images%3Fq%3Dmechanism%2Bof%2Baction%2Bantidiabetic%26ndsp%3D21%26hl%3Did%26sa%3DN%26start%3D315%26um%3D1, diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Finucane, P., Popplewell, Phil, 2001, Diabetes Melitus and Impaired Glucose
Regulation in Old Age: The Scale of the Problem in Diabetes in Old Age, John Wiley & Sons Ltd
Halapy, Henry, 2009, Diabetes in the Elderly in Approach to the Management of
Diabetes Melitus seventh edition, 42-43, Faculty of Medicine, University of Toronto, Toronto
Ho, P, J dan Turtle, J, R., 2001, Establishing the Diagnosis in Diabetes in Old
Age, John Wiley & Sons Ltd Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006, Drug information handbook 14 th
Edition, 1016-1017, Lexi-Comp, America Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2008-2009, Drug information handbook with
international Trade names index 17 th Edition, Lexi-Comp, America Liu,K.,W., Dai, L., K., dan Jean, W., 2006, Metformin Related Vitamin B 12
Deficiency, Age and Ageing, 35 (2):200-201
71
McEvoy, G. K., dkk, 2003, AHFS Drug Information 2004, 985, The American Society of Haelth-System Pharmacist, Inc., USA
Meilani, 2005, Pola Penggunaan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes
Melitus di Instalasi Rawat Jalan RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Meirinawati, A., 2006, Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Hipertensi Rawat Inap Periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, 138, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta Poedjiadi, A., 1994, Dasar- dasar Biokimia, 262, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, 10-11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, 165, LESKONFI, Jakarta
Barat Rachmawati, D,P., 2009, Pola Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada
Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD dr.Moewardi Surakarta Periode Januari-Juli 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sainz, Esteban, F., A., Mataix, Segura, A., Figuls, D. Moher, 2009, Metformin
Monotherapy for Type 2 Diabetes Melitus(Review), Published by JohnWiley & Sons, Ltd, The Cochrane Collaboration, 3
Schernthaner, Guntram dan Schernthaner, G.Holger, 2007, Metformin from devil
to Angel, in Pharmacotherapy of Diabetes: New Development edited by Carl Erik Mogensen, 77, 79, 80, Medical Department M Diabetes and Endocrinology Aarhus University Hospital, Denmark
Siswono, 2002, Sindrom Resistensi Insulin, http://www.gizi.net/cgi-
bin/berita/fullnews.cgi?newsid1010037414,63012, diakses pada tanggal 3 Januari 2010
Susanti,A., 2007, Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan
Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005, Skripsi, 2, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
72
Tatro,D., 2007, Drug Interaction Facts 2007, 852,853, 994, Wolters Kluwer Company, USA
Triplitt, C.L., Reasner, C.A., Isley, L.I., Diabetes Melitus, in Dipiro, J.T., (Eds),
2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, sixth edition, 1334-1352, Apleton and Lange, Stanford Conneticut
Valsaraj, S., Augusti, K.T., Chemmanam, V., Jose, R., 2009, Effects of Insulin,
Glimepiride and Combination Therapy of Insulin and Metformin on Blood Sugar and Lipid Profile of NIDDM Patients, Indian Journal of Clinical Biochemistry, 24 (2) 175-178
Votey, S.R., Peters, A.L., Lober,W, Talavera, F., Bessen, H.A., Halamka,B.,
2007, Diabetes Melitus Type 2-A Review, http://www.emedicine.com, diakses pada tanggal 9 Desember 2009
Wens, Johan., Sunaert, Patria., Nobels, Frank., Combrugge Van Paul., Bastian,
Hilde., dkk, 2005, Guideline for Good medical Practice Type 2 Diabetes Melitus, 6, Flemish Association of GPs- Flemish Diabetes Assoiatition
Zhou, G., Myer, R., Li, Y, 2001, Role of AMP-activated protein kinese in
mechanism of metformin action. J Clin Invest 2001; 108(8):1167-74
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data SOAP Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008
Kasus nomor 1 No. RM 101117 (15-23/5/08) Subjective Jk: Wanita Usia: 72 th Outcome: membaik Diagnosa utama: DM Riwayat: mual, muntah sejak 1 bln yang lalu Bangsal Mawar kelas 3, Gakin tak punya kartu Objective
Tanggal periksa Tanda Vital Parameter 15 20
GDS 396 GDP 159 GD2JPP 166 GOT 29,7 GPT 29,2 Ureum 26,9 Cr 0,73
TD: 130/90 Denyut nadi:80x/menit Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 370C
Pengobatan
Tanggal pemberian (Mei 2008) Nama Obat 15 16 17 18 19 20 21 22 23
- kaptopril 1 x 12,5 mg √ √ √ √ √ √ √ √ - Dexaflox (pefloksasin) 2 x 400mg √ √ √ √ √ √ √ √ - dekstrometorfan 15mg (3 x 1) √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (3 x 1) √ √ √ √ √ - Vometa (domperidon) (3 x 1) √ √ - Metolon inj (metoklopramid) √ √ √ √ √ √ √ - ranitidin 50mg/2ml √ √ √ √ √ √ √ - Actrapid (3x4ui) √ √ √ √ √ √ √ √ - infus RL (20 tpm) √ √ √ √
74
Kasus nomor 2 No. RM 104752 (09-19/07/2008)
Subjective Jk: Wanita Usia: 71 th Outcome: membaik Diagnosa utama: DM + ulcus Riwayat:pasien pernah tersandung, di kaki terasa nyeri karena ada pembengkakan, kepala sering terasa pusing Bangsal Mawar, Askes Miskin di kelas 3
09/07/08 GDS: 142 mg/dL
GOT: 6,8 µ /L GPT: 7,6 µ/L
Ureum: 32,5mg/dL Creatinin: 0,56
mg/dL Hb: 12,8 g/dL
Leukosit: 9,5rb/mmk
Limfosit: 23,4% Monosit: 13,4%
LED/KED: 94mm/jam
110mm/jam HCT: 37,0%
Eritrosit: 4,5jt/mmk Trombosit: 385rb/mmk
10/07/08 GDP: 154
mg/dL GD2JPP: 255mg/dL
14/07/08 GDP: 178mg/dL
GD2JPP: 255 mg/dL
19/07/08 GD:
122mg/dL GD2JPP:173
mg/dL
Tanda Vital TD: 140/90
Nadi: 80x/menit Pernafasan:18x/me
nit
Pengobatan
Tanggal pemberian (Juli 2008) Nama Obat 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
- Amdixal (amlodipin maleat) (1x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Mecola (alpha lipoic acid) (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Glumin (metformin) (3x1) √ √ √ √ √ - siprofloksasin 500mg (2x1) √ √ - siprofloksasin (2x1fl) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Actrapid 100iu/ml (3x8ui) √ √ √ √ √ √ √ -Actrapid 100iu/ml (3x12ui) √ √ √ √ - Farnat (metronidazol) (2xifL) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √ √
75
Kasus nomor 3 No. MR 114890 (19-29/11/08) Subjective Jk: Wanita Usia: 73 th Outcome: membaik Diagnosis: DM+HT Riwayat: Diare, buang air besar berkali-kali Bangsal Mawar kelas 3, Jamkesmas Objective
20/11/08 GDS:
234mg/dL GOT: 23,1 µ /L GPT: 20,2 µ /L
Ureum: 68mg/dL
Hb: 11,8g/dL Leukosit:
16,0rb/mmk
20/11/08 Limfosit:8,8% Monosit: 7,5%
KED/LED: 71,98mm/jam HCT: 35,1%
Eritrosit: 4,28jt/mmk Trombosit: 415rb/mmk
21/11/08 GDP:
245mg/dL GD2JPP: 296mg/dL
27/11/08 HCT: 26,5% Hb: 9,2g/dL Trombosit: 442rb/mmk
Pengobatan
Tanggal pemberian (November 2008) Nama Obat 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
- Opox (loperamid HCl) 2mg (2x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kotrimoksazol (2x2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metronidazol 250mg (2x2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - kaptopril 25mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Glucodex (glikazid) 80mg (1/2x1 pagi)
√ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1 pagi) √ √ √ √ √ √ √ - Medixon (metil prednisolon) 4mg (3x1)
√ √ √ √
- Dexanta syrup (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3xc1)
√ √ √ √
- Radin (ranitidin) (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - ketorolak (1A/hari) √ -infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
76
Kasus nomor No. 4 083046 (07-13/06/08)
Subjective Jk: Wanita Usia: 64th Outcome: belum sembuh Diagnosis: DM, Gastritis Riwayat penyakit:Lemes, nafsu makan berkurang, riwayat DM Bangsal Mawar, Askes Sosial di Kelas 3 Objective
07/06/08 GDS: 340mg/dL
08/06/08 GDP: 237
mg/dL GD2JPP: 310mg/dL
11/06/08 GDP: 127mg/dL
GD2JPP: 207mg/dL
12/06/08 GDS:
359mg/dL
TD: 150/100
Nadi: 88x/menit
Pernafasan: 24x/menit Suhu: 370C
Pengobatan Tanggal pemberian (Juni 2008) Nama Obat
7 8 9 10 11 12 13 - Ranin 150mg (ranitidin) (2x1) √ √ - Vomitrol (metoklopramid) 10mg (3x1)
√ √
- Glucodex (glikazid) 80mg (1x1) √ √ - metformin 500mg(1x1) √ √ - metronidazol 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ - Renadinac (na-diklofenak) 25mg (3x1)
√ √ √ √ √
- kaptopril 12,5mg (2x1) √ √ √ √ √ - Dulcolax (bisakodil) 5mg (3x1) √ √ √ - Dexanta (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3x1)
√ √
- Laxadin (parafin cair) (3xc1) √ - Univask7,5mg (moeksipril HCl) (1x1)
√
- Actrapid (3x6ui) √ √ √ √ √ √ - Tizos (seftizoksim) (2x1gram) √ √ √ √ √ √ - infuse RL √ √ - infuse NaCl √ √ √ √ √
Assesment 1. Dilihat dari hasil GDS awal yang 340mg/dL dan GDS akhir 359mg/dL,dosis
metformin dianggap kurang (dosage too low). Pada kasus hanya digunakan 500mg/hari.
Plan 1. Dosis metformin dapat ditingkatkan menjadi 1000mg/hari.
77
Kasus nomor 5 No.RM 002903 (23-29/09/08) Subjective Jk: Wanita Usia: 61th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: terdapat luka di telapak kaki, tidak sembuh-sembuh(terkena paku) Riwayat keluarga: Hipertensi dan DM Bangsal Mawar Bapel Jamkessos DIY Objective
Tanggal periksa Parameter 23 24 29
Tanda Vital
GDS 184 GDP 206 129 GD2JPP 265 221 Kreatinin 1,77 Kolesterol total 230 Trigliserida 159 GPT 13,8 GOT 6,4 Ureum 43,6
TD: 150/90 Nadi: 80x/menit
Respirasi: 20x/menit Suhu: 360C
Pengobatan
Tanggal pemberian (September 2008) Nama Obat 23 24 25 26 27 28 29
- kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (1x1) √ - metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ - seftriakson (2x1gram) √ √ √ √ √ - infuse RL √ √ √ √ √ √
Assesment 1. Dalam kasus ini Cr pasien > 1,77mg/dL. Metformin tidak dianjurkan digunakan bagi pasien
yang memiliki Cr>1,4mg/dL. (adverse drug reactions). Plan 1. Metformin dapat diganti dengan golongan Sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari sebelum
atau bersama sarapan.
78
Kasus nomor 6 No. RM 114447 (14-27/11/08) Subjective Jk: wanita Usia: 72th Outcome: membaik Diagnosis: DM+ Ulkus Riwayat: pusing, dada deg-degan, nyeri, menggigil Bangsal Mawar, Bapel Jamkessos DIY kelas 3 Objective
Tanggal periksa Parameter 14 16 17 20 23 26
Angka normal Tanda Vital
GDS 345 148 294 45-130mg/dL GDP 144 209 212 154 50-110mg/dL GD2JPP 281 255 206 <140mg/dL Trigliserida 216 <150mg/dL GOT 3,4 GPT 4,9 Ureum 31,6 Kolesterol total 181
TD: 120/80
Pengobatan Tanggal pemberian (November 2008) Nama Obat
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27- kaptopril 25mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Glumin (metformin) 500mg (1x1pagi)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- nifedipin 10mg(2x1/2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (1x1malam)
√ √ √
- Aspilet (asetosal) 80mg (1x1)
√ √ √
- Neurodex (vitamin B komplek) (1x1)
√ √
- siprofloksasin (2x1fl) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √ - Actrapid (3x6ui) √ √ √ √ - Actrapid (3x8ui) √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
79
Kasus nomor 7 No.RM 075939 (05-20/09/08)
Subjective Jk: Wanita Usia: 61 th Outcome: membaik Diagnosa utama: DM+ulkus Riwayat: ada benjolan di atas telinga kiri, nyeri tekan(+) Bangsal Mawar kelas 2, Askes Sosial di kelas 2 Objective
Tanggal periksa Parameter 5 6 10 11 12 13 15 17 19
Angka normal
GDS 422 239 224 328 215 205 45-130mg/dL GDP 218 236 167 50-110mg/dL GD2JPP 298 317 211 <140mg/dL
Pengobatan Tanggal pemberian (November 2008) Nama Obat
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 - Univask (moeksipril HCl) (1x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Mecola (alpha lipoic acid) (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Dexanta syrup(Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3xc1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Glumin (metformin) 500mg (1x1pagi)
√ √ √ √ √ √
- Tensivask 5mg (amlodipin besilat) (1x1)
√ √ √ √ √
- Cefat (sefadroksil) 500mg (2x1)
√ √ √
- Analsik (metampiron &diazepam) (3x1)
√ √ √
- Uramin G (1x1) √ √ √ - Actrapid (3x8ui) √ √ √ √ √ √ - Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Remopain (ketorolak) 30mg/ml
√ √ √ √
- Terfacef (seftriakson) (2x1 gram)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Farnat (metronidazol) (3x1fl)
√ √ √ √
- Ondavel (ondazetron) (2x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Meconeuron (mekobalamin)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Infus RL √ √ √ √ √ √ - NaCl √ √
80
Kasus nomor 8 No.RM 004345 (09-15/10/08)
Subjective Jk: wanita Usia: 61th Outcome: mambaik Diagnosis: DM Riwayat: badan lemes Bangsal Edelweis kelas 2, Askes Sosial di kelas 2 Objective
09/10/18 GDS: 484mg/dL GDP: 485mg/dL GOT: 16,7µ/L GPT: 16,2µ/L
Ureum: 33,2mg/dL Cr: 0,98mg/dL
As.Urat: 3,8 Kolesterol total:
297mg/dL
09/10/18 Trigliserida: 141mg/dL Hb: 13,6
Leukosit: 12,6 Limfosit: 23,6 Monosit: 5,7 Eritrosit: 456
Trombosit:420
10/09/08 GDP:
337mg/dL GD2JPP: 377mg/dL
13/10/08 GDP: 319mg/dL
GD2JPP: 303mg/dL
Pengobatan
Tanggal pemberian (Oktober 2008) Nama Obat 9 10 11 12 13 14 15
- metformin 500mg (2x1) √ √ √ √ √ - valsatran 80mg (2x1) √ √ √ √ √ - Actrapid (3x10ui) √ √ √ √ √ √ √ - seftriakson (2x1 gram) √ √ √ √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √ - infus NaCl (20 tpm) √ √ √ √ √
81
Kasus nomor 9 No.RM 083947 (07-23/07/08)
Subjective Jk: wanita Usia: 65th Outcome: membaik Diagnosis: DM, Riwayat: DM 13 tahun yang lalu, hipertensi Bangsal Edelweis kelas 2, Askes Sosial di kelas utama 2 Objective
Tanggal periksa Parameter 7 8 10 15 17
Angka normal Tanda Vital
GDS 566 151 45-130mg/dL GDP 333 361 267 50-110mg/dL GD2JPP 441 418 287 <140mg/dL Ureum 50,3 10-50mg/dL Asam urat 6,08 2,4-5,7mg/dL Kolesterol total 284 <200mg/dL Trigliserida 318 <150mg/dL
TD: 180/100 Nadi: 80-94x/menit
Suhu: 36,50C Penafasan: 20x/menit
Pengobatan
Tanggal pemberian (Juli 2008) Nama Obat 7 8 9 1
0 11
12
13
14
15
16
17
18
19
2 0
21
22
23
- Amdixal (amlodipin maleat) 5mg (1x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - simvastatin 10mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - kaptopril 12,5mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Dexaflox 400mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - klonidin 75mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - klobazam (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Analsik (metampiron&diazepam) (1x1)
√ √ √
-Analsik (metampiron&diazepam) (3x1)
√ √
-Actrapid (3x6ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Ondavel (ondasetron) (1mg/hari)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus NaCl (30-40tpm) √
82
Kasus nomor 10 No.RM 109430 (09-20/09/08) Subjective Jk: wanita Usia: 66th Outcome: belum sembuh Diagnosis: DM Riwayat: lemas Bangsal Mawar, Askes Miskin di kelas 3 Objective
10/09/08 GDP: 415mg/dL
GD2JPP: 493mg/dL
GPT: 17µ/L GOT: 6,1µ/L
Ureum: 18,5mg/dL
Cr: 0,55mg/dL Hb: 6,4
10/09/08 Leukosit: 2,8 Limfosit: 26,5 Monosit: 28 HCT: 23,7
Eritrosit: 3,36 Trombosit: 159
12/09/08 GDS: 488mg/dL
18/09/08 Plasmodium
ivax(+)
19/09/08 GDS: 171mg/dL
Hb: 8,7 HCT: 29,4
Trombosit: 185
TD: 90/60 Nadi: 88x/menit
Pernafasan: 18x/menit
Suhu: 360C
Pemeriksaan darah tepi Eritrosit: anisositosis, hipokromik, mikrosit Leukosit: jumlah menurun, morfologi tidak ada kelainan Kesimpulan: gambaran anemia hipokromik mikrositik dengan disertai kemungkinan inflamatori
Pengobatan Tanggal pemberian (September 2008) Nama Obat
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20- Aspilet (asetosal) 80mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Neurodex (vitamin B komplek) (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Opox (loperamid HCl) 2mg (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √
- pirantel pamoat 125mg (2x1) √ √ √ √ √ √ - losafin (3x1) - Pamol (parasetamol) (3x1) √ √ √ √ - klorokuin 150mg (3x1) √ √ - primakuin 15 mg (3x1) √ √ - Radin (ranitidin) (2x1gr) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Actrapid (3x8ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
83
Kasus nomor 11 No.MR 003221 (10-14/06/08) Subjective Jk: wanita Usia: 67 th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: mengeluh kepala pundak kenceng-kenceng, nyeri, keluar keringat dingin, tidak bisa tidur, riwayat DM, hipertensi Bangsal Edelweis kelas 2 Objective
10/06/08 GDS:
343mg/dL GOT: 16,7µ/L GPT: 10,0µ/L
Ureum: 20,9mg/dL
Cr: 0,63mg/dL As.urat: 3,87
Kolesterol total:
252mg/dL
10/06/08 Hb: 12
Leukosit: 7,7 Limfosit: 30,4 Monosit: 5,2 HCT: 34,2
Eritrosit: 4,04 Trombosit: 307
11/06/08 GDP:
273mg/dL GD2JPP: 303mg/dL
13/06/08 GDS:
220mg/dL
TD: 130/90 Nadi:
80x/menit Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 360C
Pengobatan Tanggal pemberian (Juni 2008) Nama Obat
10 11 12 13 14 - klobazam (1x1) √ √ √ √ √ - Amdixal (amlodipin maleat) 5mg (1x1)
√ √ √ √ √
- Klonidin (klonidin hidroklorid) (1x1/2)
√ √ √ √ √
- Gludepatik 500mg (metformin) (1x1)
√ √ √ √ √
- Glucodex 80mg (glikazid) (1x1)
√ √ √ √ √
- ISDN 5mg (2x1) √ √ √ √ - Neurodex (vitamin B komplek) (2x1)
√ √ √ √
- kaptopril (1x1) √ √ √ √ - metformin 500mg (3x1) √ √ √ - Dexanta (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3xc1)
√ √ √
- ketorolak (3x1) √ √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √
84
Tanggal pemberian (April-Mei 2008) Nama Obat 30 1 2 3 4 5
- Mecola (alpha lipoic acid) (3x1)
√ √ √ √ √ √
- Glumin 500mg (metformin) (1x1)
√ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √ - seftazidim (1gram/hari) √ √ √ √ √ √ - infus NaCl (20tpm) √ √ √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √
Kasus nomor 12 No. RM 006107 (30/04/08-06/05/08) Subjective Jk: pria Usia: 67 th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: operasi prostat 1 th yang lalu, mual, riwayat DM Bangsal Edelweis Objective
30/04/08 GDP: 380mg/dL
GD2JPP: 537mg/dL
01/05/08 GDS: 213mg/dL
GOT: 9,1U/L GPT: 7,8U/L
Ureum: 39,5mg/dL Cr: 0,57mg/dL
Hb: 13,9 Limfosit: 37 Monosit: 6 HCT: 38,9
Eritrosit: 4,8 Trombosit: 196
03/05/08 GDP: 178mg/dL
GD2JPP: 191mg/dL
TD: 140/80 Nadi: 80x/menit
Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 360C
Pengobatan
85
Kasus nomor 13 No.RM 111468 (07-16/10/08) Subjective Jk: wanita Usia: 65 th Outcome: membaik Diagnosis: DM, Hipertensi, Anemia Riwayat: lemes, kepala buyer, riwayat DM Bangsal Edelweis kelas 2 Objective
07/10/08 GDS: 200mg/dL
GOT: 16µ/L GPT: 10 µ/L Ureum: 31,9
mg/dL Cr:0,99mg/dL As.urat: 3,39
07/10/08 Hb: 14,0
Leukosit: 11,2 Limfosit:22,2
HCT: 40,9 Eritrosit: 5,0 Trombosit: 280rb/mmk
09/10/08 GDP: 209mg/dL
GD2JPP: 278mg/dL
14/10/08 GDS: 123mg/dL
16/10/08 GDS: 189mg/dL
Tanda vital TD: 80/60
Nadi: 80x/menit
Pengobatan
Tanggal pemberian (Oktober 2008) Nama Obat 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
- kaptopril 25mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Neurodex (vitamin B komplek) (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ - Heptamil 150mg (3x1) √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
86
Kasus nomor 14 No. RM 097559 (26-31/03/08) Subjective Jk: Pria Usia: 75 th Outcome: membaik Diagnosis: DM, terjadi hipoglikemia Riwayat: tiba-tib tidak sadar, keringat dingin, riwayat DM Bangsal Edelweis kelas 2 Objective
Tanggal periksa Parameter 27 28 29 30
Angka normal Tanda Vital
GDS 332 116 273 250 211 180
161 45-130mg/dL
GDP 111 50-110mg/dL GD2JPP 202 <140mg/dL GOT 53,9 0-37µ/L Limfosit 6,5 13-40% Eritrosit 4,03 4,5-5,9jt/mmk HCT 36,8 41-53%
TD: 150/70 Nadi: 80x/menit
Pernafasan: 24x/menit Suhu: 360C
Pengobatan Tanggal pemberian (Maret 2008) Nama Obat
26 27 28 29 30 31 - Grahabion (vitamin B komplek) (3x1)
√ √ √ √ √
- Diabex (metformin) (1x1pagi)
√ √ √
- Extra pamol (parasetamol) (1x1)
√ √ √ √
- seftriakson (2x1gram) √ √ √ √ - Meconeuron (mekobalamin) (1A/hari)
√ √ √ √
- infus NaCl (20tpm) √ √ √ √ √ √ - infus D5% (20tpm) √ - infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √ - Martos (maltosa) √ √
Assesment Penggunaan Diabex tidak dianjurkan melihat hasil laboratorium GOT yang melebihi normal (adverse drug reactions). Plan
87
Kasus nomor 15 No. RM 098136 (03-07/04/08) Subjective Jk: wanita Usia: 78 th Outcome: membaik Diagnosis: DM, gastritis, konjungtivitis Riwayat: sakit perut±1bln Bangsal Mawar kelas 2, dibayar sendiri Objective
03/04/08 GDS: 237mg/dL GOT: 20,9µ/L GPT: 11,7µ/L
Ureum: 26,9mg/dL Cr: 0,44mg/dL
03/04/08 Hb: 12,0
Leukosit: 9,7 Limfosit: 11 Monosit: 8,0 HCT: 34,0
Eritrosit: 4,12 Trombosit:
253ribu/mmk
04/04/08 GDP: 172mg/dL
GD2JPP: 226mg/dL
TD: 110/70 Nadi: 80x/menit
Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 360C
Pengobatan
Tanggal pemberian (April 2008) Nama Obat 3 4 5 6 7
- Ranin (ranitidin) 150mg (2x1) √ √ √ √ - kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √ - Pantozol (pantoprazol) (1x1) √ √ √ √ - tetes mata √ √ √ √ - metformin 500mg (1x1) √ √ √ - Terfacef (seftriakson) (2x1gram)
√ √ √ √
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √
88
Kasus nomor 16 No.RM 107866 (21/08/08-03/09/08) Subjective Jk: wanita Usia: 70 th Outcome: belum sembuh Diagnosis: DM, ulkus Riwayat: perut sebah, nyeri kaki hingga paha Bangsal Edelweis dikelas 2, dibayar sendiri Objective
Tanggal periksa Parameter 21 22 24 26 27 30 1 2 3
Angka normal
GDS 412 242 129 291 293 273 261 45-130mg/dL GDP 241 50-110mg/dL GD2JPP 243 <140mg/dL Ureum 82,1 10-50mg/dL Creatinin 3,04 0,6-0,9mg/dL Asam urat 9,58 2,4-5,7mg/dL GOT 1,5 GPT 7,2
Pengobatan Tanggal pemberian (Agustus-September 2008) Nama Obat
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 - metronidazol 500mg (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Aspilet (asetosal) 80mg (1x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kaptopril (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ - klonidin 0,75 (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ - Dexanta syrup (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3xc1)
√ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ - Ondavel (ondasetron) (3x1)
√ √
-Tizos (seftizoksim) (2x1gram)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x8ui) √
- Actrapid (3x10ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metronidazol inf √ - Infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Assesment Penggunaan metformin tidak dianjurkan jika kreatinin pasien >1,4mg/dL (adverse drug reactions). Plan Metformin dapat diganti dengan golongan sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari bersama sarapan.
89
Kasus nomor 17 No. RM 028450 (18-20/03/08)
Subjective Jk: wanita Usia: 65 th Outcome: membaik Diagnosis: DM, gastritis Riwayat: perut mulas, mual, badan terasa dingin Bangsal Cendana, Askes Sosial di kelas 1 Objective
18/03/08 GDS: 127mg/dL GOT: 13,2U/L GPT: 12,1U/L
Ureum: 20,6 mg/dL Cr: 0,75mg/dL
Kolesterol total: 226mg/dL
Trigliserida: 255mg/dL Hb: 12,2
Leukosit: 5,8
Limfosit: 33,9 Monosit: 3,4 HCT: 35,8
Eritrosit: 4,38 Trombosit: 234rb/mmk
TD: 120/80 Nadi: 80x/menit
Pernafasan: 24x/menit
Suhu: 36,50C
Pengobatan
Tanggal pemberian
(Maret 2008)
Nama Obat
18 19 20 - Sesden (timepidium bromida) (3x1) √ √ √ - Glucodex (glikazid) 80mg (1x1/2) √ √ √ - Amdixal (amlodipin maleat) 5mg (1x1) √ √ √ - metformin 500mg (1x1) √ √ √ - Dexanta (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3x1c)
√ √ √
- metoklopramid (3x1) √ √ √ - Myoviton (ATP, vit B6) (3x1) √ - infus RL √ √ √
90
Kasus nomor 18 No. RM 005434 (13-18/06/08) Subjective Jk: pria Usia: 64 th Outcome: membaik Diagnosis: DM, gastritis, urtikaria Riwayat: mual, muntah, gatal-gatal di seluruh tubuh Bangsal Cendana kelas 1, iaya Askes Sosial kelas 1 Objective
14/06/08 GDP: 159mg/dL
GD2JPP: 190mg/dL
GOT: 32,4µ/L GPT: 29,1µ/L
Ureum: 35,5mg/dL
Cr: 1,07mg/dL
Asam urat: 5,96 Kolesterol total:
270mg/dL Trigliserid: 286mg/dL
Hb: 13,5g/dL
Leukosit: 5,1rb/mmk
Limfosit: 37,8% Monosit: 21,0%
HCT: 39,8% Eritrosit:
4,48jt/mmk Trombosit: 219rb/mmk
TD: 100/60 Nadi: 110-70x/menit
Suhu: 370C
Pengobatan
Tanggal pemberian (Juni 2008) Nama Obat 13 14 15 16 17 18
- Dexanta syrup (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3x1c)
√ √ √ √ √ √
- Interhistin (mebhidrolin napadisilat) 50mg (3x1)
√ √ √ √ √ √
- Unalium (flunarizin) 5mg (3x1) √ √ √ √ √ √ - Radin (ranitidin) 150mg (2x1) √ √ √ √ √ - Telfast (feksofenadin HCl) (1x1) √ √ √ √ √ - metil prednison (pagi 2tab, siang 2 tab)
√ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ - diazepam 5mg (1x1) √ - Radin injeksi (2x1) √ √ - klorperamid √ - Della inj √ √ - infus RL √ √ √
91
Kasus nomor 19 No. RM 026629 (22-27/11/08)
Subjective Jk: pria Usia: 74 th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: pasien merasa sesak nafas, riwayat DM Bangasl Cendana Kelas 1 Objective
23/11/08 GDP: 205mg/dL
GD2JPP: 256mg/dL
GOT: 22,3µ/L GPT: 27,5µ/L
Ureum: 76,1mg/dL Cr: 1,33mg/dL
Kolesterol total: 189mg/dL
As.urat: 6,13 Trigliserid: 178mg/dL
Hb: 15,4g/dL Leukosit:
5,2rb/mmk Limfosit: 42,7% Monosit: 15,4%
HCT: 42,4% Eritrosit:
5,01jt/mmk Trombosit: 183rb/mmk
26/11/08 GDP: 143mg/dL
GD2JPP: 191mg/dL
TD: 120/90 Nadi: 80x/menit
Pernafasan: 16x/menit
Suhu: 36,50C
Pengobatan
Tanggal pemberian (November 2008) Nama Obat 22 23 24 25 26 27
- Aspilet (asetosal) 80mg (2x1) √ √ √ √ √ √ - ISDN 5mg (2x1) √ √ √ √ √ √ - furosemide (1x1) √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ - kodein HCl 10mg (3x1) √ √ √ - Glucodex (glikazid) 80mg (1x1) √ √ - ketorolak √ - infus NaCl (20tpm) √ - infus RL (20tpm) √ √ √ √
Assesment Interaksi yang terjadi antara furosemide dan metformin. Interaksi akan meningkatkan efek metformin (adverse drug reactions). Plan Untuk furosemid(diuretik) dapat diganti dengan menggunakan obat golongan ARB.
92
Kasus nomor 20 No.RM 112199 (25/10/08-08/11/08) Subjective Jk: Pria Usia: 62 th Outcome: membaik Diagnosa utama: DM Riwayat: mual, muntah sejak 1 bln yang lalu Bangsal Flamboyan kelas 3, Gakin tak punya kartu Objective
26/10/08 GDS: 243mg/dL GOT: 56,3U/L GPT: 34,9U/L
Ureum: 42,6mg/dL
Cr: 0,79mg/dL Hb: 11,3g/dL
Leukosit:13,7rb/mmk
Limfosit: 6,6% Monosit:7,5% HCT: 34,4%
Eritrosit: 4,09jt/mmk Trombosit: 546rb/mmk
27/10/08 As. Urat: 2,48
GDP: 150mg/dL GD2JPP: 252mg/dL
30/10/08 GDP: 116mg/dL
GD2JPP: 190mg/dL
03/11/08 GDS: 281mg/dL
07/11/08 GDP: 183mg/dL
GD2JPP: 121mg/dL
TD: 110/70 Nadi: 88x/menit
Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 300C
Pengobatan
Tanggal pemberian (Oktober-november 2008) Nama Obat 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8
- kaptopril 12,5mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Glucodex (glikazid) 80mg (1x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- primperan 10mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ - ketorolak 1mL (1A/hari) √ √ √ √ √ √ √ - Metolon (metoklopramid) √ √ √ - siprofloksasin (2x1fL) √ √ √ Assesment Penggunaan metformin tidak dianjurkan bagi pasien yang memiliki gangguan hati (adverse drug reactions). Plan Metformin dapat diganti dengan golongan sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari bersama sarapan.
93
Kasus nomor 21 No. RM 099844 (29/04/08-06/05/08)
Subjective Jk: Pria Usia: 62 th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: lutut kanan bengkak, untuk berjalan sulit, ada riwayat DM, 6 tahun yang lalu asam urat. Bangsal Edelweis kelas 2 Objective
29/04/08 GDS: 133mg/dL
Hb: 14,1g/dL Eritrosit:4,95jt/mmk Ureum:41,9mg/dL
Cr: 1,33mg/dL As. Urat: 8,93
Kolesterol total: 172mg/dL
Trigliserida: 159mg/dL
30/04/08 GDP:
86mg/dL GD2JPP: 138mg/dL
GOT: 13,3U/L
GPT: 16,4U/L Ureum:
40,8mg/dL
Cr: 1,18mg/dL
As.urat: 8,90
Kolesterol total:
170mg/dL Trigliserida: 168mg/dL
Hb: 14,5g/dL Leukosit:
6,9rb/mmk
Limfosit: 26,9% Monosit: 7,9% HCT: 43,6%
Eritrosit: 5,13jt/mmk Trombosit:211rb/mmk Protein total:8,81g/dL
Albumin: 4,11 Globulin: 4,70
TD: 130/80
Nadi: 80x/menit
Pengobatan
Tanggal pemberian (April-Mei 2008) Nama Obat 29 30 1 2 3 4 5 6
- Glucodex (glikazid) (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ - metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ - allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ - Nislev (levofloksasin) (1x1) √ √ √ √ √ √
94
Kasus nomor 22 No.RM 001173 (29/04/08-08/05/08) Subjective Jk: Pria Usia: 62 th Outcome: membaik Diagnosis: DM Riwayat: badan lemes, kaki keju, mual-mual Bangsal Flamboyan, Askes Sosial di kelas Utama Objective
30/04/08 GDP: 479mg/dL
GD2JPP: 626mg/dL
GOT: 21,8U/L GPT: 14,5U/L
Ureum: 48,7mg/dL
Cr: 1,29mg/dL Hb: 14,5g/dL
Leukosit:7,3rb/mmk
Limfosit:25,3% Monosit: 11,2%
HCT: 40,0% Eritrosit:
4,75jt/mmk Trombosit:337r
b/mmk
04/05/08 GDP: 348mg/dL
GD2JPP: 550mg/dL
06/05/08 GDS: 247mg/dL
08/05/08
GDS: 365mg/dL
14/05/08 GDP: 199mg/dL
TD: 140/70 Nadi: 84x/menit
Pernafasan: 20x/menit
Suhu: 370C
Pengobatan Tanggal pemberian (April –Mei 2008) Nama Obat
29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 - Farbion (vit B1, vit B6, vit B12) (3x1)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Farmaciol (3xc1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - antasida (3xc1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - kodein 10mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ - kataflam (kalium diklofenak) (2x1)
√ √ √ √ √ √ √ √
- Radin (ranitidin) 150mg (2x1)
√ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ - klobazam (1x1) √ √ √ √ - Actrapid (3xui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - infus RL √ √ √ √ √ √ √ - infus NaCl √
95
Lampiran 2.Golongan Obat Beserta Nama Dagang yang Digunakan Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008
a. Obat Hormonal
Golongan Sub golongan
Komposisi Nama Dagang
Jumlah kasus (n=22)
Glumin® 4 Gludepatic® 1 Diabex® 1
Biguanid metformin
metformin 18 Sulfonilurea glikazid Glucodex ® 7 Insulin Kerja
Singkat Actrapid® 11
Golongan
lainnya Komposisi Nama dagang Jumlah
kasus (n=22)
Medixon® 1 Kortikosteroid metil predinisolon Methyl
prednisone 1
a. Obat yang digunakan pada sistem Saluran Cerna
Golongan Sub
Golongan Komposisi Nama
Dagang Jumlah kasus (n=22)
Radin® 5 Ranitidin 1
Antagonis Reseptor H2
ranitidin
Ranin® 2 Penghambat pompa proton
pantoprazol Pantozol® 1
Antitukak
Antasida dengan kandungan alumunium maupun magnesium dan dimetilpolisiloksan
Dexanta® Antasida®
7 1
Antispasmodik
timepidium bromida
Sesden® 1
parafin cair Laxadin® 1 Laksatif bisakodil Dulcolax® 1
Antidiare loperamid HCl Opox® 2
96
b. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem Kardiovaskuler
Golongan Sub golongan Komposisi Nama Dagang
Jumlah kasus (n=22)
kaptopril Captopril 12 ACE inhibitor moeksipril HCl
Univasc® 2
Antihipertensi yang bekerja sentral
klonidin hidroklorid
Klonidin 3
Antagonis Angiotensin II
valsartan Valsartan 1
Antihipertensi
Diuretik furosemid furosemid 1 nifedipine nifedipine 1 amlodipin besilat
Tensivask® 1 Antagonis kalsium
amlodipin maleat
Amdixal® 4
isosorbit dinitrat
Isosorbit Dinitrat
2
Antiangina
Antiangina Nitrat
Penurun lipid simvastatin simvastatin 1 Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
Antiplatelet asetosal Aspilet® 4
c. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi
Golongan Sub Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah
kasus (n=22)
seftizoksim Tizos® 2 sefadroksil Cefat® 1 seftriakson Seftriaxon
Terfacef 3 2
Sefalosporin
seftazidim seftazidim 1 pefloksasin Dexaflok® 2 siprofloksasin siprofloksasin
siprofloksasin injeksi
1 3
Kuinolon
levofloksasin Nislev® 1
Antibakteri
Sulfonamid dan trimetoprim
kotrimoksazol kotrimoksazol 1
97
Golongan Sub Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah kasus (n=22)
Antiprotozoa Metronidazol metronidazol Farnat Metronidazol Metronidazol injeksi
2 3 1
Antelmintik pirantel pamoat
Pirantel pamoat 1
klorokuin Klorokuin 1 Antimalaria primakuin Primakuin 1
d. Obat yang Bekerja pada Sistem saraf Pusat
Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah
kasus (n=22)
Obat untuk mual dan vertigo
ondasetron Ondavell® 3
domperidon Vometa® 1 Antiemetik
metoklopramid Metolon® Metoklopramid Vomitrol® Primperan®
2 1 1 1
e. Obat Analgesik
Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah kasus (n=22)
Remopain® 1 Ketorolak Ketorolak 4 Pamol 1 parasetamol Ekstra pamol® 1
Non narkotik
metampiron + diazepam Analsik® 2 Antimigrain flunarizin Unalium® 1
98
f. Obat yang mempengaruhi darah dan gizi
Golongan Sub
golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah
kasus (n=22)
glukosa Dextrose 1 maltosa Martos 1 ringer laktat/asetat
RL 20
Cairan dan elektrolit
natrium klorida
NaCl 11
vitamin B komplek (vit1, B6 dan B12)
Neurodex® Grahabion® Farbion®
4 1 1
ATP, vit B6 Myoviton® 1
Vitamin Vitamin B
mekobalamin Meconeuron® 2 Lain-lain alpha lipoic
acid Mecola® 3
g. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan
Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah
kasus (n=22)
kodein fosfat Kodein 2 Antitusif dekstrometorfan Dekstrometorfan 1 mebhidrolin napadisilat
Interhistin 1 Antialergi
feksofenadin HCl Telfast 1 Total 5
h. Obat otot skelet dan sendi Golongan Sub
golongan Komposisi Nama
Dagang Jumlah kasus (n=22)
Antigout allopurinol Allopurinol 3 Obat reumatik dan gout
Antiinflamasi non steroid
natrium diklofenak
Renadinac® 1
kalium diklofenak
Cataflam® 1
99
Lampiran 3. Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Hematologi
Parameter Satuan Nilai normal L: 13,50-17,50 Hemoglobin g/dL P: 12,00-16,00 L: 4,10-1-,90 Leu\kosit ribu/mmk P: 4,10-13,00
Hitung jenis • Eosinofil • Basofil • Segmen • Limfosit • Monosit
% % % % %
0,0-5,0 0,0-2,0
47,00-80,00 13,00-40,00
2,0-11,0 KED/LED mm/jam L:<10 P:<15 Hematokrit % L: 41,00-53,00
P: 36,00-46,00 Eritrosit juta/mmk L: 4,50-5,90
P: 4,10-5,30 Trombosit ribu/mmk 140-440
b. Pemeriksaan Kimia klinik
Parameter Satuan Nilai normal Protein g/dL 6,70-8,70 Albumin g/dL L: 3,8-4,2
P: 3,8-5,0 Bilirubin total mg/dL 0,20-1,10 Bilirubin direk mg/dL 0,00-0,30 Bilirubin indirek mg/dL GOT/ASAT µ/L L: 0,0-37,0
P: 0,0-31,0 GPT/ALAT µ/L L: 0,0-43,0
P: 0,0-36,0 Ureum mg/dL 10,0-50,0 Kreatinin mg/dL L: 0,7-1,1
P: 0,6-0,9 Asam urat mg/dL L: 3,4-7,0
P: 2,4-5,7 Kolesterol total mg/dL <200 Trigliserida mg/dL <150 Kolesterol HDL mg/dL L:>55,0
P: >65,0 Kolesterol LDL mg/dL <150 Glukosa sewaktu mg/dL 45,0-130,0 Glukosa Puasa mg/dL 50,0-110,0 Glukosa 2 jam PP mg/dL <140,0
100
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian BAPPEDA
101
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian RSUD Sleman
102
103
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian
104
BIOGRAFI PENULIS
Citra Puspita Sari yang akrab disapa Citra adalah anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Agus
Prabowo dan Endang Kusmawati. Lahir di Sleman, 8
Juni 1988. Penulis menempuh pendidikan pertamanya di
TK Sari Asih, kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di SD Bopkri Gondolayu pada tahun
1995. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di
SLTP Negeri 6 Yogyakarta pada tahun 2000 dan pada
tahun 2003 peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Yogyakarta.
Penulis melanjutkan pendidikan strata-1 nya pada pertengahan 2006 di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti JMKI (Jaringan
Mahasiswa Kesehatan Indonesia) pada tahun 2006-2007 dan PMK (Persekutuan
Mahasiswa Kristen) selain itu penulis juga mengikuti kepanitiaan POKJANAS
tahun 2009 dan Seminar Nasional Ilmiah di Universitas Sanata Dharma tahun
2009 serta PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) pada tahun 2008-2009. Penulis
pernah menjadi asisten pendamping praktikum Biokimia dan Patologi Klinik pada
tahun 2009.