20
EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ANAK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2016 Nur Rohmah, Masyitoh Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan. Pengisian clinical pathway Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) anak di RSUP Fatmawati masih belum optimal. Jumlah kasus DHF anak di RSUP Fatmawati dari bulan Januari-Juni 2016 sebanyak 359 kasus, namun clinical pathway yang terisi hanya 198 kasus (55,15%) sehingga perlu dilakukannya evaluasi implementasi clinical pathway DHF anak di RSUP Fatmawati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan evaluasi input (format, sumber daya, ketersediaan formulir), proses, dan outcome (lama hari rawat, pemeriksaan penunjang, gizi, asuhan keperawatan, dan pengobatan) implementasi clinical pathway pada kasus DHF anak serta mengetahui hambatannya. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan operational research. Hasil penelitian didapatkan format clinical pathway DHF anak sudah ringkas dan jelas namun belum lengkap dengan kriteria hasil. Belum optimalnya sosialisasi SPO, edukasi clinical pathway, serta imbalan dan sanksi. Formulir clinical pathway selalu tersedia di ruang rawat inap. Terdapat beberapa masalah dalam proses implementasi clinical pathway yaitu tidak adanya pengisian clinical pathway di IGD atau ruang lain, belum optimalnya kolaborasi antar tenaga kesehatan, belum adanya monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kepatuhan dan kelengkapan pengisian clinical pathway. Evaluasi outcome dari implementasi clinical pathway DHF anak yaitu terdapat variasi pada lama hari rawat 12%, pemeriksaan penunjang DTL, Urine, Feses 99 %, Anti Degue, IgG/IgM 6%, pemeriksaan CXR RLD 55%, gizi 35%, pengobatan parasetamol 40% dan IVFD 2%. Dalam proses implementasi clinical pathway diperlukan sosialisasi dan komunikasi kepada seluruh pihak yang terlibat untuk meningkatkan pengisian clinical pathway DHF anak. Kata Kunci: Clinical pathway; Dengue Hemorrhagic Fever (DHF); Evaluasi. Evaluation of Clinical Pathway Implementation in Children’s Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Disease RSUP at Fatmawati in 2016 Abstrack Clinical pathway is a pathways that shows in detail the essential stages of health services, including the expected results. Clinical pathways admission filling with patient in children’s Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease at RSUP Fatmawati still not optimum. Total cases in children’s DHF disease at RSUP Fatmawati in January- June 2016 are 359 cases, but clinical pathways are filled only 198 cases (55.15%) so that it is a must to evaluate clinical pathways implementation in children’s DHF disease at RSUP Fatmawati. This research aims to get input evaluation (format, resources, availability of forms), process, and outcomes (length of stay, investigations , nutrition, nursing care, and treatment) clinical pathways implementation in children’s DHF disease. This is a quantitative and qualitative research that using operational research. The result shows clinical pathway’s form in children’s DHF disease are concise and clear but yet no outcome criteria. SPO’s socialization, clinical pathways educating, reward, and punishment are not optimum. Clinical pathway’s form are always available at inpatient unit. There are some problems in the process of clinical pathways implemention, there is no filling clinical pathways in the ER or the other room, the lack of collaboration among health proffesional, no monitoring and evaluation to improve compliance and completeness of clinical pathways. Outcome evaluation of clinical pathways implementation in children’s DHF are variations of length of stay 12%, DTL, Urine, Feses investigation 99 %, Anti Degue, IgG/IgM 6%, CXR RLD 55%, nutrition 35%, parasetamol treatment 40% and IVFD 2%. Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ANAK DI RSUP

FATMAWATI TAHUN 2016

Nur Rohmah, Masyitoh Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan. Pengisian clinical pathway Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) anak di RSUP Fatmawati masih belum optimal. Jumlah kasus DHF anak di RSUP Fatmawati dari bulan Januari-Juni 2016 sebanyak 359 kasus, namun clinical pathway yang terisi hanya 198 kasus (55,15%) sehingga perlu dilakukannya evaluasi implementasi clinical pathway DHF anak di RSUP Fatmawati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan evaluasi input (format, sumber daya, ketersediaan formulir), proses, dan outcome (lama hari rawat, pemeriksaan penunjang, gizi, asuhan keperawatan, dan pengobatan) implementasi clinical pathway pada kasus DHF anak serta mengetahui hambatannya. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan operational research. Hasil penelitian didapatkan format clinical pathway DHF anak sudah ringkas dan jelas namun belum lengkap dengan kriteria hasil. Belum optimalnya sosialisasi SPO, edukasi clinical pathway, serta imbalan dan sanksi. Formulir clinical pathway selalu tersedia di ruang rawat inap. Terdapat beberapa masalah dalam proses implementasi clinical pathway yaitu tidak adanya pengisian clinical pathway di IGD atau ruang lain, belum optimalnya kolaborasi antar tenaga kesehatan, belum adanya monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kepatuhan dan kelengkapan pengisian clinical pathway. Evaluasi outcome dari implementasi clinical pathway DHF anak yaitu terdapat variasi pada lama hari rawat 12%, pemeriksaan penunjang DTL, Urine, Feses 99 %, Anti Degue, IgG/IgM 6%, pemeriksaan CXR RLD 55%, gizi 35%, pengobatan parasetamol 40% dan IVFD 2%. Dalam proses implementasi clinical pathway diperlukan sosialisasi dan komunikasi kepada seluruh pihak yang terlibat untuk meningkatkan pengisian clinical pathway DHF anak. Kata Kunci: Clinical pathway; Dengue Hemorrhagic Fever (DHF); Evaluasi.

Evaluation of Clinical Pathway Implementation in Children’s Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Disease RSUP at Fatmawati in 2016

Abstrack

Clinical pathway is a pathways that shows in detail the essential stages of health services, including the expected results. Clinical pathways admission filling with patient in children’s Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease at RSUP Fatmawati still not optimum. Total cases in children’s DHF disease at RSUP Fatmawati in January-June 2016 are 359 cases, but clinical pathways are filled only 198 cases (55.15%) so that it is a must to evaluate clinical pathways implementation in children’s DHF disease at RSUP Fatmawati. This research aims to get input evaluation (format, resources, availability of forms), process, and outcomes (length of stay, investigations , nutrition, nursing care, and treatment) clinical pathways implementation in children’s DHF disease. This is a quantitative and qualitative research that using operational research. The result shows clinical pathway’s form in children’s DHF disease are concise and clear but yet no outcome criteria. SPO’s socialization, clinical pathways educating, reward, and punishment are not optimum. Clinical pathway’s form are always available at inpatient unit. There are some problems in the process of clinical pathways implemention, there is no filling clinical pathways in the ER or the other room, the lack of collaboration among health proffesional, no monitoring and evaluation to improve compliance and completeness of clinical pathways. Outcome evaluation of clinical pathways implementation in children’s DHF are variations of length of stay 12%, DTL, Urine, Feses investigation 99 %, Anti Degue, IgG/IgM 6%, CXR RLD 55%, nutrition 35%, parasetamol treatment 40% and IVFD 2%.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 2: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Keywords : Clinical pathway; Dengue Hemorrhagic Fever (DHF); Evaluation. Pendahuluan

Clinical Pathway merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang

merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan

medis dan asuhan keperawatan dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu

selama di rumah sakit (Firmanda, 2006). Tujuan dari clinical pathway untuk mengurangi

keragaman perawatan, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan kualitas

perawatan pasien. Clinical Pathway adalah protokol klinis terintegrasi antar dokter, perawat

dan penunjang.

Berdasarkan Permenkes Nomor 12 tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit,

menyebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dilakukan

Akreditasi yang terdiri dari Akreditasi Nasional dan Internasional. Standar akreditasi rumah

sakit dari KARS versi 2012 dan standar internasional dari JCI edisi 4 juga mengharuskan

rumah sakit memiliki dan menerapkan setidaknya 5 clinical pathway setiap tahunnya. Oleh

karena itu clinical pathway sangat penting dan harus dimiliki oleh rumah sakit.

Pada awal tahun 2016, Kementerian Kesehatan RI mengumumkan bahwa terjadi Kejadian

Luar Biasa (KLB) penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Bulan Januari-Februari

tercatat jumlah penderita sebanyak 8.487 orang, penderita DHF dengan jumlah kematian 108

orang (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Di RSUP Fatmawati, pada bulan Januari-Juni

2016, penyakit DHF masuk dalam lima besar penyakit di rawat inap dan Instalasi Gawat

Darurat (IGD). Banyaknya kasus penyakit DHF di RSUP Fatmawati maka perlu penanganan

yang sesuai dengan standar pelayanan kedokteran.

Pada bulan Januari-Juni 2016 jumlah kasus DHF anak di RSUP Fatmawati sebanyak 359

kasus, namun clinical pathway yang terisi hanya 198 kasus (55,15%). Sebanyak 62,7% pasien

DHF di RSUP fatmawati adalah DHF anak (Instalasi Rekam Medis dan Pusat Data Informasi

RSUP Fatmawati, 2016). Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pengisian formulir clinical

pathway DHF anak oleh DPJP, PPJP, Farmasi dan dokter terkait masih belum optimal.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengevaluasi implementasi clinical pathway

penyakit Dengue Hemorrhagic Fever anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendapatkan evaluasi input (format, sumber daya, ketersediaan formulir), proses, dan

outcome (lama hari rawat, pemeriksaan penunjang, gizi, asuhan keperawatan, dan

pengobatan) implementasi clinical pathway pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever anak

serta mengetahui hambatannya.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 3: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Tinjauan Teoritis

Clinical pathway adalah alat yang digunakan untuk sebagai panduan perawatan kesehatan

berbasis bukti yang telah dilaksanakan secara internasional sejak tahun 1980an (Kinsman &

dkk, 2010). Clincal Pathway digunakan sebagai rencana perawatan yang terstruktur, yang

digunakan oleh institusi pelayanan kesehatan yang berisi langkah-langkah detil perawatan

pasien, pada kasus-kasus yang spesifik (Cochrane, 2010).

Clinical pathway merupakan sebuah tools yang digunakan untuk peningkatan mutu

pelayanan kesehatan. Clinical pathway dapat mencegah keberagaman process dan outcome,

sehingga kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. Tujuan clinical pathway adalah untuk

mengurangi keberagaman perawatan, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, dan

meningkatkan kualitas perawatan pasien (Kusuma, 2013). Menurut Campbel dkk (1998)

clinical pathway ditempatkan pada catatan klinis pasien atau rekam medis. Clinical pathway

harus mudah digunakan dan lengkap, ringkas, agar dapat memberikan data dan informasi

untuk RS. Idealnya clinical pathway harus diisi oleh seluruh tenaga kesehatan profesional

yang memberikan perawatan pada pasien yaitu dokter, perawat, gizi, dan farmasi.

Evaluasi merupakan salah satu fungsi dalam siklus manajemen. Menurut American Public

Health Association evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Azwar, 1996). Proses dalam hal ini

mencakup langkah-langkah yang dimulai dari menformulasikan tujuan, mengidentifikasi

kriteria untuk mengukur kesuksesan, menentukan besarnya kesuksesan, dan rekomendasi

untuk kegiatan program selanjutnya. Menurut OECD (Organization for Economic

Cooperation & Development) (2002) dalam Maulana, Supriyono, & Hermawan (2013)

evaluasi bertujuan untuk menentukan relevansi dan pemenuhan dari tujuan, pengembangan

efisiensi, efektivitas, dampak, dan kesinambungan dari suatu program atau kebijakan.

Terdapat beberapa model atau teori evaluasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi

sebuah program atau kegiatan, diantaranya adalah model CIPP oleh Daniel L. Stufflebeam

dan Key Evaluation Checklist oleh Scriven. Daniel L. Stufflebeam dkk (1967) dalam

Maulana, Supriyono, & Hermawan (2013) membagi evaluasi menjadi empat jenis yang

disebut dengan model CIPP (contect, input, process, product), yaitu:

1. Contect Evaluation (Evaluasi Konteks) : Mencakup analisis masalah yang berkaitan

dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 4: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

2. Input Evaluation (Evaluasi Masukan) : Meliputi analisis personal yang berhubungan

dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif

strategi yang harus mencapai suatu proram. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas

sistem, strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan

dan penjadwalan

3. Process Evaluation (Evaluasi Proses) : Merupakan evaluasi yang dirancang dan

diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi

permasalahan prosedur baik tatalaksana kejadian maupun aktivitas.

4. Product Evaluation (Evaluasi Hasil) : Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil

dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi.

Key Evaluation Checklist merupakan evaluasi yang dapat digunakan untuk evaluasi

produk, evaluasi organisasi seperti unit organisasi, pusat penelitian, konsultan, asosiasi,

perusahaan, evaluasi jasa dalam hal ini dilihat dari program-program yang dimiliki sebagai

proses, serta evaluasi proses, kebijakan, praktik, atau prosedur yang merupakan bagian tersirat

dari sebuah program (Scriven, 2007). Scriven membagi Key Evaluation Checklist (CEK)

menjadi empat tahapan, yaitu:

Tabel 1. Key Evaluation Checklist

No Tahapan Dimensi

1 Preliminaries (Persiapan) (a) Executive Summary, (b) Preface, (c) Methodology.

2 Foundations (Dasar) (a) Background and Context, (b) Descriptions and

Definitions, (c) Consumers, (d) Resources, (e) Values.

3 Sub evaluation (Sub

evaluasi)

(a) Process, (b) Outcomes, (c) Costs, (d) Comparisons, (e)

Generalizability.

4 Conclusions (Kesimpulan) (a) Synthesis, (b) Recomendations and explanations, (c)

Responsibility and Justification, (d) Report and Support,

(e) Metaevaluation.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif yaitu meneliti masalah secara mendalam

dengan observasi, telaah dokumen, wawancara mendalam dan terstruktur. Jenis penelitian ini

adalah operational research. Operational research adalah penelitian yang bertujuan

memberikan solusi terhadap masalah-masalah operasional dalam suatu kegiatan yang hasilnya

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 5: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

untuk membantu pemecahan masalah tersebut dengan tetap menggunakan metode ilmiah

(Universitas Yarsi, 2013). Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah format clinical

pathway, sumber daya manusia, ketersediaan formulir clinical pathway, proses implementasi

clinical pathway, lama hari rawat, pemeriksaan penunjang, gizi, asuhan keperawatan, dan

pengobatan.

Populasi dalam penelitian ini adalah formulir clinical pathway pasien kasus Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF) anak bulan Januari-Juni 2016 di RSUP Fatmawati yaitu sebanyak

198 kasus. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu keseluruhan dari jumlah

formulir clinical pathway tersebut. Informan penelitian ini adalah individu-individu yang

berkaitan dengan proses implementasi clinical pathway kasus Dengue Hemorrhagic Fever

(DHF) anak RSUP Fatmawati. Informan dipilih dengan menentukan key narasumber

kemudian menggunakan metode snowball sampling untuk memilih narasumber selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan

1. Evaluasi input

Dalam penelitian ini evaluasi input yang dilihat adalah format clinical pathway,

sumber daya manusia, dan ketersediaan formulir.

a. Format Clinical Pathway

Berdasarkan persepsi DPJP dan PPJP, format clinical pathway penyakit DHF

anak sudah berorientasi waktu, terdapat rencana perawatan, adanya catatan variasi,

jelas, ringkas dan mudah dimengerti, hanya saja untuk kelengkapan masih kurang

yaitu tidak adanya poin kondisi pasien yang diharapkan dari waktu ke waktu. Pada

formulir clinical pathway DHF anak terdapat kondisi pasien yang diharapkan pada

komponen outcome yang terdiri dari febris, pendarahan, dan syok, hal tersebut

bertujuan untuk memantau kondisi pasien. Kriteria hasil baik jangka menegah atau

panjang harus ada di dalam formulir clinical pathway DHF anak karena hal

tersebut merupakan salah satu komponen dari clinical pathway.

Menurut Campbel dkk (1998) clinical pathway harus mudah digunakan,

lengkap, dan ringkas agar dapat memberikan data dan informasi untuk RS. Berikut

ini merupakan komponen yang harus ada pada clinical pathway yaitu (1) berisi

rencana perawatan untuk pasien, (2) terdapat rincian tugas daftar semua tindakan

yang perlu dilakukan (3) berurutan dan skala waktu, (4) memasukan kondisi

pasien yang diharapkan dari waktu ke waktu atau kriteria hasil (5) merupakan

paper based dan membutuhkan teks bebas yang harus diisi. Menurut Ricardo C.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 6: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Zotomayor dan Life Fellow (2014) clinical pathway merupakan panduan yang

menyediakan secara detail setiap tahapan manajemen pasien dengan kondisi klinis

yang spesifik memiliki jangka waktu dan terdapat kemajuan atau progres serta

rincian hasil. Menurut Mallock dan Braithwaite (2005) terdapat indikator hasil

pada format clinical pathway dimana indikator hasil tersebut dapat menunjukan

jenis hasil yang diharapkan pada seluruh tahapan yang berbeda.

b. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam pengisian clinical pathway DHF anak di RSUP

Fatmawati adalah dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan perawat

penanggung jawab pasien (PPJP). Pengisian clinical pathway oleh farmasis selama

ini tidak pernah dilakukan, hal ini terjadi karena tidak adanya intruksi bagi petugas

farmasi untuk mengisi clinical pathway. Lebih lanjut mengenai sumber daya

manusia dalam pengisian clinical pathway dilihat berdasakan pengetahuan, waktu,

imbalan, dan sanksi.

Pengetahuan Pengetahuan dokter dan perawat sudah cukup baik terhadap implementasi

clinical pathway, dapat dilihat bahwa mereka mengetahui manfaat dan

cara pengisian clinical pathway. Hal yang perlu diperhatikan adalah

bahwa dokter dan perawat tidak mengetahui tentang SPO clinical

pathway dan siapa saja tenaga kesehatan yang seharusnya mengisi

formulir clinical pathway, hal tersebut terjadi karena belum optimalnya

sosialisasi SPO dan edukasi clinical pathway.

Waktu Pengisian clinical pathway DHF anak dilakukan pada saat selesai

perawataan atau ketika dokter visit dan saat pasien pulang. Pengisian yang

dilakukan setelah pasien pulang dilakukan apabila pasien DHF anak

banyak atau jika terdapat pasien dari PICU/NICU. Waktu yang diperlukan

untuk melakukan pengisian clinical pathway setelah selesai perawatan

hanya sebentar yaitu sekitar 1-5 menit. Berbeda waktu jika pengisiannya

setelah pasien pulang, yaitu sekitar 5-10 menit. Dilihat dari tujuan clinical

pathway yaitu untuk memilih pola praktik terbaik dari berbagai macam

variasi, menetapkan penggunaan prosedur klinis yang seharusnya, dan

menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data

proses pelayanan (Rahma, 2013), maka idealnya clinical pathway diisi

setiap kali selesai perawatan atau setiap dokter visit. Waktu tidak menjadi

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 7: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

masalah bagi dokter dan perawat dalam mengisi formulir clinical pathway

DHF anak karena untuk mengisi clinical pathway tidak membutuhkan

waktu yang lama

Imbalan Imbalan untuk pengisian clinical pathway sudah diberikan oleh RS

kepada dokter karena pengisian clinical pathway merupakan salah satu

tanggung jawab dokter. Imbalan tersebut masuk dalam komponen IKI

dokter di tahun 2016, hanya saja masih banyak dokter yang belum

mengetahui hal tersebut dikarenakan sosialisasi terkait imbalan yang tidak

merata. Imbalan pengisian clinical pathway untuk perawat, farmasi, dan

tenaga kesehatan lainnya belum ada. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Rahmawati (2012) terdapat hubungan yang kuat antara

imbalan dan kinerja karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan

artinya semakin besar imbalan semakin tinggi kinerja karyawan.

Sanksi Tidak ada sanksi secara formal yang diterapkan dalam proses

implementasi clinical pathway di RS. Jika terjadi pelanggaran dalam

prosesnya, maka yang dilakukan hanya berupa teguran antar tenaga

kesehatan. Teguran yang dilakukan hanya sebatas mengingatkan untuk

mengisi atau melengkapi formulir clinical pathway. Sanksi dibutuhkan

untuk meningkatkan kepatuhan tenaga kesehatan dalam melakukan

pengisian clinical pathway DHF anak. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Regaletha (2009) terdapat hubungan yang signifikan

antara sistem sanksi dengan kepatuhan dokter terhadap formularium RS.

c. Ketersediaan Formulir

Berdasarkan pedoman penyusunan standar pelayanan kedokteran (Kemenkes

RI, 2014) format clinical pathway adalah dokumen tertulis. Ketersediaan formulir

merupakan tersedianya formulir clinical pathway DHF anak yang digunakan untuk

perawatan pasien di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil peelitian, formulir

clinical pathway DHF anak di ruang rawat inap selalu tersedia. Tidak pernah

terjadi masalah terhadap ketersediaan formulir clinical pathway.

Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan

pelaksanaan suatu usaha (Wahyuningrum, 2010). Fasilitas dapat menjadi

pendukung atau hambatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di RS.

Formulir clinical pathway merupakan fasilitas atau sarana prasarana yang

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 8: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

digunakan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Pada penerapan clinical pathway DHF anak di RSUP Fatmawati, ketersediaan

formulir clinical pathway merupakan faktor pendukung karena formulir selalu

tersedia di ruang rawat inap.

2. Evaluasi proses

Proses merupakan elemen penting dalam evaluasi program. Evaluasi proses dinilai

dari sisi manajemen dilihat proses pelaporan, memenuhi standar yang sesuai atau tidak

serta memeriksa semua kegiatan dan prosedur (Scriven, 2007).

Proses implementasi clinical pathway

Unit yang terlibat dalam proses implementasi clinical pathway DHF anak adalah

Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rekam medik, dan Kelompok staf medik anak. Proses

implementasi clinical pathway merupakan alur proses yang dimulai dari pengisian clinical

pathway DHF anak hingga clinical pathway diberikan ke KSM anak. Berikut ini

merupakan flwchart alur proses implementasi clinical pathway DHF anak: Proses  Implementasi  Clinical  Pathway  DHF  Anak

KSM  AnakInstalasi  Rekam  MedikInstalasi  Rawat  InapIGD

Phase

Pasien  Datang

Ditegakan  diagnosis

Pasien  mendapatkan  perawatan

Pengisian  CP  oleh  DPJP  dan  PPJP

Melanjutkan  perawatan

Pemantauan  kelengkapan  CP

CP  dimasukan  ke  dalam  rekam  medis

Rekam  medis  tiba  di  bagian  pengolahan  

rekam  medis

Registrasi,  analisis  kelengkapan  RM,  dan  kodingan  INA-­‐

CBGs  

Assembling/perakitan  RM

Pencabutan  dan  pengumpulan  CP  dari  rekam  medis

Pembagian  CP  sesuai  KSM  di  

bagian  administrasi  

Pengembalian  CP  ke  KSM  anak

CP  tiba  di  KSM

Rekam  medis  dikembalikan  ke  

IRMPDI

Ada  Varian?

Selesai

Pasien  di  rujuk  ke  rawat  inap

CP  diberikan  ke  bagian  adm.  Kolegal  

rekam  medik

Pasien  selesai  perawatan

Gambar 1. Flowchart Alur Implementasi Clinical Pathway DHF Anak

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 9: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Terdapat beberapa proses implementasi clinical pathway yang belum sesuai dengan

kebijakan RS, yaitu:

1. Belum adanya pengisian clinical pathway DHF anak di IGD atau ruang lain pada

pasien yang telah ditegakan diagnosis. Hal tersebut tidak sesuai dengan SPO RS

yang menyebutkan bahwa instalasi menyediakan format clinical pathway pada

setiap penyakit dan kondisi yang telah ditetapkan. Instalasi yang terlibat dalam

proses implementasi clinical pahway adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD),

Instalasi Rawat Inap, Instalasi Faramasi, Instalasi Gizi, Instalasi Radiologi,

Instalasi Laboratorium, dan Instalasi Rehabilitasi Medik.

2. Pengisian clinical pathway DHF anak hanya diisi oleh DPJP dan PPJP. Dalam

formulir clinical pathway terdapat komponen pengisian yang seharusnya

dilakukan oleh dokter, perawat, farmasis, dan dokter gizi. Farmasi tidak ada

pelayanan secara langsung kepada pasien, farmasi hanya melakukan pengecekan

obat pasien melalui rekam medis. Dokter gizi untuk konsultasi gizi tidak pernah

memberikan pelayan karena dianggap untuk nutrisi DPJP yang memberikan

pelayanan sudah cukup. Konsultasi gizi hanya dilakukan pada pasien yang

memiliki masalah gizi seperti obesitas atau gizi buruk. Dapat disimpulkan bahwa

proses kolaborasi antar tenaga kesehatan belum terlihat dalam memberikan

pelayanan kepada pasien DHF anak.

3. SDM yang melakukan aktivitas tidak sesuai dengan SPO. Pemantauan

kelengkapan dilakukan oleh kepala ruangan dan PJPP. Hal tersebut tidak sesuai

dengan SPO, dimana dalam SPO pemantauan kelengkapan clinical pathway

dilakukan oleh PPJP. PPJP dan PJPP di RSUP Fatmawati memiliki tugas yang

berbeda. PPJP merupakan penanggung jawab pasien secara individu, bertanggung

jawab terjadap satu pasien atau lebih. PJPP bertanggungjawab terhadap pelayanan

pasien sesuai asuhan keperawatan secara keseluruhan dalam satu ruangan.

4. Tidak ada monitoring dari manajemen terhadap kepatuhan dan kelengkapan

pengisian clinical pathway DHF anak. Berdasarkan hasil observasi, tidak ada

pencatatan khusus tentang pengumpulan clinical pathway di IRMPDI dan KSM

anak. Monitoring dan pencatatan penting dilakukan sebagai bentuk pengendalian

dalam sebuah proses kegiatan.

5. Pengisian clinical pathway yang selama ini dilakukan oleh dokter tidak ada

evaluasi dan feedback dari manajemen. Dokter tidak mengetahui apa tujuan dan

hasil dari pengisian clinical pathway sehingga tidak ada yang menjadikan dasar

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 10: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

perbaikan untuk peningkatan pengisian clinical pathway DHF anak oleh dokter.

Tidak adanya evaluasi dan feedback terhadap kepatuhan dan kelengkapan

pengisian clinical pathway DHF anak merupakan hambatan dalam implementasi

clinical pathway. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti

Sultoni (2014) di RSUPN Cipto Mangunkusumo yang mengatakan bahwa salah

satu hambatan penerapan clinical pathway adalah tidak adanya audit terhadap

kepatuhan penerapan clinical pathway dan hasil audit dikomunikasikan kepada

semua staf yang terlibat.

3. Evaluasi outcome

Evaluasi outcome meliputi pencapaian indikator klinis sebagai parameter peningkatan

mutu. Parameter yang digunakan untuk menilai penyimpangan atau ketidaktepatan

clinical pathway disebut varian atau variasi (Aryanti & Lestarini, 2013). Variasi yang

diteliti meliputi lama hari rawat (LOS), pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan

Radiologi), gizi, Asuhan keperawatan, serta tata laksana atau pengobatan.

a. Lama Hari Rawat

Pada pasien DHF anak rencana rawat berdasarkan formulir clinical pathway

adalah 5 hari. Berikut ini merupakan distribusi lama hari rawat pasien DHF anak:

Tabel 2. Distribusi Lama Hari Rawat Pasien DHF Anak Bulan Januari-Juni 2016

Variabel Standar

deviasi

Mean Maksimal Minimal Median

Lama hari

rawat

1,5 3,95 12 1 4

Lama hari rawat dikelompokan menjadi tiga, yaitu kelompok yang kurang dari

5 hari, kurang atau sama dengan 5 hari, dan lebih dari 5 hari. Berikut ini

merupakan tabel kesesuaian lama hari rawat. Tabel 3. Persentase Kesesuaian Lama Hari Rawat Pasien DHF Anak Dengan Formulir

clinical pathway Bulan Januari-Juni 2016

Lama Hari Rawat N Persentase (%)

LOS < 5 hari 148 75

LOS ≤ 5 hari 174 88

LOS > 5 hari 24 12

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 11: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Terjadinya variasi pada lama hari rawat dapat terjadi karena kondisi perjalanan

penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical

errors). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sebuah RS di Murcia Spanyol,

clinical pathway dapat menurukan lama hari rawat pasien dari 4,8-2,1 hari menjadi

3,6-1,9 hari (Aledo & dkk, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Dwi Primasari (2016) yang

berjudul Analisis Lama Hari Rawat Pada Pasien BPJS Kasus Demam Berdarah

Dengue di Instalasi Rawat Inap RSUP Fatmawati periode Januari-Juni Tahun 2015

didapatkan rata-rata lama rawat pasien DHF adalah 5,32 hari. Lama hari rawat

yang sesuai dengan formulir clinical pathway sebesar 63,6%. Dalam waktu satu

tahun terdapat pengurangan length of stay pasien DHF anak dari 5,32 hari menjadi

3,95 hari. Terjadi peningkatan kesesuaian lama hari rawat dengan rencana rawat

formulir clinical pathway dari 63,6% menjadi 88%. Berdasarkan penelitian yang

sama, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi lama rawat adalah umur, adanya

diagnosa penyakit lain, frekuensi pemeriksaan dokter, dan tindakan medis.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pada formulir clinical pathway terdapat pemeriksaan penunjang yang perlu

dilakukan oleh pasien DHF anak. Berikut ini merupakan persentase pemeriksaan

penunjang pasien DHF anak pada formulir clinical pathway: Tabel 4. Persentase Pemeriksaan Penunjang Pasien DHF Anak Dengan Formulir clinical

pathway Bulan Januari-Juni 2016

Pemeriksaan penunjang N Persentase (%)

Laboratorium Hb, Ht, Tromb, Leko 198 100

DTL, Urine, Feses 1 1

Anti Degue, IgG/IgM 187 94

Radiologi CXR RLD 89 45

Berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK) RSUP Fatmawati kasus Demam

Berdarah Dengue KSM anak, pemeriksaan trombosit dan hematrokit dapat

dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, Tromb, Leko. Pemeriksaan

Foto toraks lateral dekubitus dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi CXR

RLD atau chest x-ray. CXR merupakan suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk

mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 12: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

di dekatnya. Serologi dengue dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium Anti

Degue, IgG/IgM.

Pemeriksaan DTL, Urine, Feses memiliki persentase yang sangan rendah yaitu

sebesar 1% namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena dalam PPK tidak

menyebutkan harus melaksanakan pemeriksaan tersebut. Terdapat pemeriksaan

tambahan pada pemeriksaan laboratorium pasien DHF anak yang dilakukan pada

bulan Januari-Juni 2016, yaitu: Tabel 5. Laboratorium Tambahan yang Dilakukan Oleh Pasien DHF Anak Bulan Januari-

Juni 2016

No Lab tambahan Jumlah Persentase (%)

1 NS-1 4 2

2 Elektrolit 17 9

3 Fungsi Hati 6 3

4 IgM Salmonella 4 2

5 Fungsi Ginjal 5 3

6 GDS 13 7

7 IgG/IgM Leptospirosis 1 1

8 Golongan darah 1 1

9 BMP 1 1

10 Widal test 1 1

11 Diff. Count 1 1

12 AGD 2 1

13 LED 1 1

14 Komponen besi 1 1

15 Profil lipid 1 1

16 asam urat 1 1

Jumlah pemeriksaan 60 30

Jumlah clinical pathway 198

Persentase pemeriksaan penunjang tambahan pada pasien DHF anak adalah 30%

dan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan elektrolit sebesar 9%.

c. Gizi

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 13: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Komponen gizi pada formulir clinical pathway DHF anak merupakan

konsultasi gizi. Gizi pada pasien DHF anak ditangani oleh dokter anak subspesialis

gizi. RS hanya memiliki satu dokter anak subspesialis gizi yang masih dalam

proses pendidikan sehingga untuk konsultasi gizi DHF anak dilakukan oleh DPJP.

Gizi dibagi menjadi dua yaitu sesuai dengan clinical pathway dan yang tidak

sesuai. Gizi yang sesuai dengan clinical pathway adalah yang minimal satu kali

pernah melakukan konsultasi gizi. Tabel 6. Persentase Kesesuaian Gizi Pasien DHF Anak Dengan Formulir clinical pathway

Bulan Januari-Juni 2016

Gizi N Persentase (%)

Sesuai clinical pathway 129 65

Tidak sesuai clinical pathway 69 35

Jumlah 198 100

Pada penelitian yang berjudul “Clinical Pathway Dalam Pelayanan Stroke

Akut: Apakah Pathway Memperbaiki Proses Pelayanan?” terdapat perbaikan

dalam hal konsultasi gizi pada sebelum dan sesudah penggunaan clinical pathway.

Sebelum penggunaan clinical pathway indikator konsultasi gizi dilakukan pada

82% kasus sedangkan sesudah penggunaan clinical pathway konsultasi gizi

dilakukan pada 100% kasus (Pinzon & dkk, 2009). Dapat dikatakan bahwa dengan

menggunakan clinical pathway dapat meningkatkan konsultasi gizi.

d. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada formulir clinical pathway DHF anak terdiri dari

monitoring tanda vital, monitoring jumlah cairan masuk, dan monitoring tanda

pendarahan yang dilakukan oleh PPJP. Asuhan keperawatan dibagi menjadi dua

yaitu sesuai dengan clinical pathway dan yang tidak sesuai. Termasuk sesuai

dengan clinical pathway adalah asuhan keperawatan yang melakukan ketiga

kegiatan tersebut. Tabel 7. Persentase Kesesuaian Asuhan Keperawatan Pasien DHF Anak Dengan Formulir

clinical pathway Bulan Januari-Juni 2016

Asuhan Keperawatan N Persentase (%)

Sesuai clinical pathway 198 100

Tidak sesuai clinical pathway 0 0

Jumlah 198 100

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 14: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pelayanan asuhan keperawatan pada

pasien DHF anak yang sesuai dengan clinical pathway adalah sebesar 100%.

Terdapat pengaruh asuhan keperawatan yang diberikan terhadap kepuasan pasien

yang dirawat inap di RS Umum Sigli (Kamaruzzaman, 2008). RS harus

meminimalisir variasi pada asuhan keperawatan karena hal tersebut dapat

berpengaruh pada kepuasan pasien. Pada penelitian ini komponen asuhan

keperawatan tidak terjadi variasi atau penyimpangan pada asuhan keperawatan

sehingga dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan pasien DHF anak telah

sesuai dengan clinical pathway.

e. Pengobatan

Obatan atau tata laksana pasien DHF anak pada formulir clinical pathway

adalah Parasetamol dan pasang IVFD. Berikut ini merupakan persentase

pengobatan atau tata laksana pasien DHF anak pada formulir clinical pathway. Tabel 8. Persentase Pengobatan Pasien DHF Anak Dengan Formulir clinical pathway Bulan

Januari-Juni 2016

Obat-obatan N Persentase (%)

Parasetamol 118 60

IVFD 195 98

Pemberian terapi pengobatan yang optimal pada penderita DBD dapat

menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini (Chen & dkk, 2009).

Pengobatan DBD bersifat suportif dan simptomatik. Pengobatan suportif berupa

pengobatan dengan pemberian cairan pengganti seperti cairan intavena dengan

memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium, sehingga diharapkan penatalaksanaannya dapat dilakukan secara

efektif dan efisien (Chen & dkk, 2009). Pengobatan simptomatik pada penderita

DBD merupakan pemberian terapi untuk mengatasi gejala yang timbul. Terdapat

beberapa jenis terapi simptomatik yang diberikan antara lain: terapi antipiretik,

terapi antasida dan antiulcer, terapi antiemetika, terapi diuretik dan terapi sedatif

(Andriani, Tjitrosantoso, & Yamlean, 2014). Pengobatan simptomatik berupa

pemberian antipiretik misalnya parasetamol bila suhu >38,50C (Hadinegoro &

dkk, 2004).

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 15: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Pengobatan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien, sehingga tidak semua tata

laksana dalam PPK RS harus diberikan kepada pasien. Terdapat obat tambahan

pada tata laksana pengobatan pasien DHF anak yang dilakukan pada bulan

Januari-Juni 2016, yaitu: Tabel 9. Obat Tambahan yang Diberikan Pada Pasien DHF Anak Bulan Januari-Juni 2016

No Obat tambahan Jumlah Persentase (%)

1 Omeprazol inj 1 1 2 Isoprinosin 1 1 3 Ringer asetat 1 1 4 Cespan 1 1 5 Ondansetron 2 1 6 Omeprazole 4 2 7 Ranitidin 23 12 8 Ceftriaxone 3 2 9 Inhalasi 1 1 10 Diazepam 2 1 11 Transfusi Tc 2 1 12 NaCL 1 1 13 Ambroxol 2 1 14 Gelofusin 1 1 15 Metyl Prednisolon 1 1 16 Domperidon 2 1 17 Stesolid supp 1 1 18 Cetrizine 1 1 19 Prednison 1 1 20 Cavit 1 1 21 Furosemid 1 1 22 Phenitoin 1 1 23 OAT 1 1 Jumlah obat 55 28

Jumlah clinical pathway 198

Persentase obat tambahan pada pasien DHF anak adalah 28%. Obat tambahan

yang sering digunakan pada pasien DHF anak adalah Ranitidin sebesar 12%.

Ranitidin termasuk terapi simptomatik. Obat tambahan dapat diberikan kepada

pasien tergantung pada kodisi klinis individu. berikut ini merupakan persentase

obat tambahan yang diberikan pada pasien DHF anak yang kurang sama dengan 5

hari (sesuai rencana lama rawat clinical pathway), yaitu: Tabel 10. Persentase Pemakaian Obat Tambahan berdasarkan Lama Hari Rawat Pasien

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 16: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Lama Hari Rawat Persentase lama hari

rawat (%)

Persentase obat

tambahan (%)

LOS ≤ 5 hari 88 17

LOS > 5 hari 12 50

Berdasarkan tabel di atas terdapat 17% pemakaian obat tambahan dari 88%

pasien DHF anak yang memiliki lama hari rawat kurang sama dengan 5 hari dan

terdapat 50% pemakaian obat tambahan dari 12% pasien DHF anak yang memiliki

lama hari rawat lebih dari 5 hari. Dapat disimpulkan bahwa obat tambahan lebih

sering digunakan pada pasien yang memiliki lama hari rawat lebih dari 5 hari.

Dalam beberapa tahun ini, terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue

(DBD) komorbid dengan penyakit lain, seperti kelainan hati dan kelainan ginjal

(Lardo, 2013). DBD dengan Komorbid tersebut dapat menyebabkan lama hari

rawat memanjang dan membutuhkan obat tambahan.  

Dari hasil penelitian didapatkan variasi pada lama hari rawat (LOS),

pemeriksaan penunjang, gizi, dan pengobatan. Pelayanan kesehatan diberikan

dalam sebuah proses pelayanan yang sangat kompleks, mudah terjadi variasi, dan

rentan terhadap kesalahan. Variasi dari implementasi clinical pathway dapat

terjadi selama perawatan pasien berlangsung (Cheah, 2000). Variasi dalam

pelayanan kesehatan untuk kondisi klinis yang sama disebabkan oleh banyak hal.

Perubahan kondisi klinis, kompleksitas masalah klinis, perbedaan sumber daya

antar institusi, dan kemampuan pasien merupakan sebab munculnya variasi dalam

pelayanan medis (Pinzon & dkk, 2009). Hal yang perlu ditekankan adalah

penerapan clinical pathway dapat mengurangi lama hari rawat sehingga dapat

meminimalisir sumber daya dan biaya yang digunakan RS.

Kesimpulan

1. Evaluasi input implementasi clinical pathway DHF anak yaitu:

a. Format clinical pathway DHF anak sudah berisi rencana perawatan pasien,

mudah dibaca, dimengerti, ringkas, dan jelas namun belum lengkap karena

belum terdapat kriteria hasil kondisi pasien yang diharapkan.

b. Pengisian clinical pathway oleh farmasis belum pernah dilakukan

c. Kepatuhan dokter dan perawat cukup rendah dalam pengisian clinical pathway

DHF anak disebabkan karena belum optimalnya sosialisasi SPO dan edukasi

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 17: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

clinical pathway kepada dokter, perawat, dan tenaga kesehatan yang terlibat,

serta belum optimalnya imbalan dan sanksi bagi pengisian clinical pathway

d. Pengetahuan dan waktu tidak menjadi penyebab belum optimalnya kepatuhan

pegisian clinical pathway DHF anak.

e. Formulir clinical pathway DHF anak di ruang rawat inap selalu tersedia.

2. Evaluasi proses implementasi clinical pathway DHF anak secara keseluruhan berjalan

dengan baik, namun masih terdapat beberapa masalah yaitu:

a. Tidak adanya pengisian clinical pathway DHF anak di IGD atau ruang lain

pada pasien yang telah ditegakan diagnosis.

b. Clinical pathway DHF anak hanya diisi oleh dokter dan perawat sehingga

kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien

belum optimal.

c. Belum adanya monitoring dan pencatatan yang dilakukan untuk memantau

kepatuhan pengisian clinical pathway DHF anak.

d. Belum adanya evaluasi dan feedback / komunikasi terhadap pengisian dan

kelengkapan clinical pathway DHF anak di RS.

3. Gambaran outcome dari implementasi clinical pathway DHF anak, yaitu:

a. Rata-rata lama hari rawat pasien DHF anak adalah 3,95 hari dengan standar

deviasi 1,5, maksimal adalah 12 hari dan minimal adalah 1 hari. Lama hari

rawat pasien DHF anak yang kurang dari 5 hari adalah 75%, kurang atau

sama dengan 5 hari adalah 88%, dan yang lebih dari 5 hari adalah 12%.

b. Persentase pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaaan Hb, Ht, Tromb, Leko

adalah 100%, DTL, Urine, Feses hanya 1 % dan Anti Degue, IgG/IgM

sebesar 94%, kemudian untuk pemeriksaan CXR RLD adalah 45%.

Persentase pemeriksaan penunjang tambahan pada pasien DHF sebesar 30%

dan pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan elektrolit 9%.

c. Pelayanan gizi pada pasien DHF anak yang sesuai dengan clinical pathway

adalah sebesar 65%.

d. Pelayanan asuhan keperawatan pada pasien DHF anak yang sesuai dengan

clinical pathway adalah sebesar 100%.

e. Persentase pengobatan pasien DHF anak yang diberikan parasetamol sebesar

60% dan yang diberikan pemasangan IVFD sebesar 98%. Persentase obat

tambahan sebesar 28% dan yang sering digunakan adalah Ranitidin sebesar

12%.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 18: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Formulir clinical pathway perlu dilengkapi dengan kriteria hasil yang

diharapkan pada setiap tahapan pelayanan sehingga dapat mengetahui

kemajuan kondisi pasien.

2. Diperlukan sosialisasi SPO kepada dokter, perawat dan tenaga kesehatan

lainnya yang terlibat secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan terhadap

clinical pathway DHF anak.

3. Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi tentang clinical pathway DHF anak

bagi tenaga kesehatan yang terlibat agar dapat dihasilkan pengertian dan

pemahaman yang sama antar tenaga kesehatan sehingga integrasi dalam

implemetasi clinical pathway dapat berjalan dengan maksimal.

4. Dijadikannya kepatuhan pengisian clinical pathway sebagai salah satu

komponen dalam IKI (Indikator Kinerja Individu) bagi seluruh tenaga

kesehatan yang terlibat atau IKU (Indikator Kinerja Unit) bagi satuan kerja

yang terlibat implementasi clinical pathway DHF anak sebagai imbalan dan

sanksi untuk meningkatkan kepatuhan pengisian clinical pathway.

5. Diperlukan monitoring dengan membuat catatan atau rekapan pengumpulan

clinical pathway di setiap satuan kerja yang terlibat untuk meningkatkan

kepatuhan pengisian dan kelengkapan clinical pathway sehingga proses

implementasi clinical pathway dapat terlaksana dengan baik.

6. Dilakukan evaluasi implementasi clinical pathway dan evaluasi tata laksana

secara rutin dengan membuat pertemuan setiap perwakilan tenaga kesehatan

yang terlibat setiap bulan serta hasil evaluasi diinformasikan kepada seluruh

elemen yang terlibat dalam proses tersebut.

7. Menurunkan rencana lama rawat pasien DHF anak dalam fomulir clinical

pathway untuk meminimalisir sumber daya dan biaya yang digunakan RS

dalam memberikan pelayanan kesehatan.

8. Melakukan simplifikasi formulir yang harus diisi oleh dokter, perawat dan

tenaga kesehatan lainnya seperti formulir rekam medis dan clinical pathway

sehingga dapat memudahkan dan mengurangi beban kerja dokter dan perawat,

kemudian mengembangkan sistem elektornik untuk formulir-formulir tersebut

sehingga data pasien dapat terintegrasi.

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 19: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Daftar Pustaka  

Aledo, V. S., & dkk. (2008). Evaluation and Monitoring of The Clinical Pathway for Thyroidectomy. The American Surgeon, 29-36.

Andriani, N. W., Tjitrosantoso, H., & Yamlean, P. V. (2014). Kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Penderita Anak Yang Menjalani Perawatan Di Rsup Prof. Dr. R.D Kandou Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi, 57-61.

Aryanti, L., & Lestarini, D. (2013). Implementasi Panduan Praktik Klinik dan Clinical Pathway Pada Pelayanan . Workshop Meningkatkan Kendali Mutu Layanan RS melalui Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinik, CHAMPS FKMUI. Depok.

Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.

Campbell, H., & dkk. (1998). Integrated care pathways. BMJ, 133-137.

Cheah, J. (2000). Development and implementation of a clinical pathway programme in an acute care general hospital in Singapore. International Journal for Quality in Health Care, 403-412.

Chen, & dkk. (2009). Diagnosis dan terapi cairan. Jakarta: FK UI RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

Firmanda, D. (2006). Clinical Pathways Kesehatan Anak. sari pediatri, 195-208.

Hadinegoro, & dkk. (2004). Tatalaksana Demam Berdarah dengue Di Indonesia. . Jakarta: Depkes RI.

Kamaruzzaman. (2008). Pengaruh Asuhan pelayanan Keperawatan Terhadap Kepuasan Pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Penyusunan Standar pelayanan Kedokteran.

Kementerian Kesehatan RI. (2016, Maret Senin). WILAYAH KLB DBD ADA DI 11 PROVINSI. Retrieved Agustus Minggu, 2016, from Departemen Kesehatan : http://www.depkes.go.id/

Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS

Kinsman, L., & dkk. (2010, May 27). What is a clinical pathway? Development of a definition to inform the debate. Retrieved from BioMed Central: https://bmcmedicine.biomedcentral.com/articles/10.1186/1741-7015-8-31

Kusuma, A. J. (2013). Clinical Pathway : Strategi Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Medis. Meningkatkan Kendali Mutu Layanan RS melalui Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinik, CHAMPS FKMUI, (p. 3). Jakarta.

Lardo, S. (2013). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Jakarta: CDK (Cermin Dunia Kedokteran).

Mallock, N., & Braithwaite, J. (2005). A template for clinical pathway design based on international evidence. Clinical Governance Bulletin .

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016

Page 20: EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PENYAKIT

Maulana, S., Supriyono, B., & Hermawan. (2013). Evaluasi Penyediaan Layanan Kesehatan di Daerah Pemekaran Dengan Metode CIPP (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung). Wacana, 16(4), 186-196.

Panduan Praktik Klinik Demam Berdarah KSM Anak RSUP Fatmawati

Permenkes Nomor 1438 tentang Standar Pelayanan kedokteran

Permenkes Nomor 12 tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit

Pinzon, R., & dkk. (2009). Clinical Pathway Dalam Pelayanan Stroke Akut: Apakah Pathway Memperbaiki Proses Pelayanan? Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 20-23.

Primasari, R. D. (2016). Analisis Lama Hari Rawat Pada Pasien BPJS pada Kasus Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap RSUP Fatmawati Periode Januari-Agustus tahun 2015. Depok: Universitas Indonesia.

Rahma, P. A. (2013). Implementasi Clinical Pathway Untuk Kendali Mutu dan Kendali Biaya Pelayanan Kesehatan. Retrieved Agustus Minggu, 2016, from Mutu Pelayanan Kesehatan: http://mutupelayanankesehatan.net/

Rahmawati, P. (2012). Analisis Kinerja Pegawai Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010. Depok: Universitas Indonesia.

Regaletha, T. A. (2009). Faktor-Faktor Internal Dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Dokter Dalam Menulis Resep Pasien Rawat Jalan Berdasarkan Formularium Di Rsud Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Semarang: Universitas Diponogoro.

Scriven, M. (2007). Key Evaluations Checklist . Retrieved from Western Michigan University: http://www.michaelschttp://www.wmich.edu/sites/default/files/attachments

Stufflebeam, D. L. (2007, Maret). CIPP Evaluation Model Checklist. Diambil kembali dari Western Michigan University: http://www.wmich.edu/evaluation/checklists

Sultoni, S. (2014). Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Pada Pasien Infark Miokard Akut Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis. Yogyakarta: UGM.

Universitas Yarsi. (2013). Pedoman Penelitian Operasional/Operational Research. Retrieved Agustus Minggu, 2016, from Yarsi TB care: http://www.yarsi.ac.id/tb-care/pedoman-penelitian-operasionaloperational-research/

Wahyuningrum. (2010). Manajemen Fasilitas. Jakarta: Decentralized Basic Education.

Zotomayor, R. C., & fellow, l. (2014). Integrated Clinical Pathways. Retrieved from Asian Pacific Society of Respirology: http://www.apsresp.org/pdf/esap/esap-201408-lectures/cs-4-1.pdf

Evaluasi Implementasi ..., Nur Rohmah, FKM UI, 2016