Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KESERAGAMAN BOBOT PARASETAMOL
SEDIAAN PULVERES SECARA VISUAL
DI APOTEK KOTA MEDAN
TAHUN 2019
SKRIPSI
Oleh:
JONNIUS PASARIBU
NIM: 1701012144
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
EVALUASI KESERAGAMAN BOBOT PARASETAMOL
SEDIAAN PULVERES SECARA VISUAL
DI APOTEK KOTA MEDAN
TAHUN 2019
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi S1 Farmasi dan Memperoleh
Gelar Sarjana
(S. Farm.)
Oleh:
JONNIUS PASARIBU
NIM: 1701012144
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal : 12 September 2019
Panitia Penguji Skripsi
Ketua : Hafizhatul Abadi, S.Farm.,M.Kes.,Apt
Anggota : 1. Chemayanti Surbakti, S.Farm.,M.Si.,Apt
2. Dwi Purnomo, M.Sc., Apt
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
Nama : Jonnius Pasaribu
Tempat/Tanggal Lahir : Siboras, 01 Februari 1979
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Pendidikan Desa Bengkel
Email : [email protected]
Anak Ke : 9 Dari 10 Bersaudara
Nama Ayah : M. Pasaribu
Nama Ibu : B. Br. Simbolon
II. PENDIDIKAN
1. Tahun 1985-1991 : Sd Negeri 2 Sumbul Pegagan
2. Tahun 1991-1994 : Smp Negeri Sumbul Pegagan
3. Tahun 1994-1998 : Sma Daerah Kisaran
4. Tahun 2013-2016 : D3 Farmasi Sari Mutiara
5. Tahun 2017-2019 : S1 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia
i
ABSTRAK
EVALUASI KESERAGAMAN BOBOT PARASETAMOL SEDIAAN
PULVERES SECARA VISUAL DI APOTEK KOTA MEDAN
TAHUN 2019
JONNIUS PASARIBU
1701012144
Permintaan sediaan racikan pulveres (serbuk terbagi) masih dilakukan
secara luas oleh dokter baik dokter dirumah sakit, klinik ataupun praktek swasta
di Kota Medan.Pembagian sediaan pulveres yang dilakukan secara visual (kasat
mata) kemungkinan besar menghasilkan heterogenitas bobot sehingga
menyebabkan tidak adanya keseragaman dosis dari pulveres tersebut.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui keseragaman bobot sediaan pulveres pada
parasetamol yang diracik oleh Apotek di Kota Medan sesuai dengan aturan FI
edisi III.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental.Penelitian ini
dimulai dari bulan Maret-Juni 2019.Sampel penelitian ini adalah parasetamol
sediaan pulveres yang diracik oleh 21 Apotek dari 21 kecamatan di Kota
Medan.Evaluasi yang dilakukan meliputi uji keseragaman bobot dan uji
penyimpangan bobot pulveres.
Hasil penelitian menunjukkan semua apotek mempunyai penyimpangan
besar atau sama dengan 15%. Seluruh apotek mempunyai penyimpangan besar
atau sama dengan 15% lebih dari dua bungkus.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap sediaan pulveres dapat
diambil kesimpulan 100% (21 apotek) tidak memenuhi syarat FI III. Pada
penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengamatan dan evaluasi
terkait proses peracikan pulveres di apotek Kota Medan serta meneliti efek
farmakologi yang ditimbulkan jika pulveres yang dihasilkan tidak memenuhi
syarat FI III yang telah ditetapkan.
Kata Kunci : Apotek, Pulveres, Keseragaman Bobot
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulisdapatmenyelesaikan
Skripsi inidenganjudul“Evaluasi Keseragaman Bobot Parasetamol Sediaan
Pulveres Secara Visual di Apotek Kota Medan Tahun 2019”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan serta fasilitas
sehingga skripsi ini dapat disusun.Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Ketua Pembina
Yayasan Helvetia Medan.
2. Bapak Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua Yayasan
Helvetia Medan.
3. Bapak Dr. H. Ismail Efendi, M.Si., selaku rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan
4. Bapak H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan
5. Ibu Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku ketua Prodi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
6. Ibu Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt., selaku dosen pembimbing I yang
telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Ibu Chemayanti Surbakti,S.Farm.,M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing II
yang memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini.
8. Bapak Dwi Setio Purnomo, S.Sc.,M.Sc.,Apt, selaku penguji yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran yang membangun
dalam penyempurnaan skripsi ini.
9. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama pendidikan.
10. Teristimewa buat orang tua, istri dan anak penulis yang telah memberikan
dukungan baik dari segi moril, material, dan doa sehingga dapat
menyelesaikan proposal skripsi ini.
11. Buat teman-teman seperjuangan program studi S1 Farmasi yang telah
membantu dan mendukung penyelesaikanskripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Penulis juga mengharapkan skripsi inidapatmenjadisesuatu yang
berarti bagi ilmu pengetahuan.
Medan,September 2019
Penulis
Jonnius Pasaribu
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah................................................................... 4
1.3 Manfaat penelitian .................................................................. 4
1.4 Tujuan penelitian .................................................................... 4
1.5 Hipotesis penelitian ................................................................ 5
1.6 Kerangka konsep .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Parasetamol (Asetaminofen) .................................................. 6
2.1.1 Pengertian ................................................................... 6
2.1.2 Struktur kimia parasetamol ........................................ 7
2.2 Serbuk .................................................................................... 10
2.2.1 Cara pembuatan serbuk/meracik serbuk..................... 11
2.2.2 Keuntungan dan kerugian sediaan serbuk .................. 12
2.2.3 Syarat-syarat serbuk ................................................... 13
2.2.4 Pulvis .......................................................................... 13
2.2.5 Pulveres ...................................................................... 14
2.2.6 Pengayakan dan derajat kehalusan ............................. 14
2.3 Uji Kualitas Pulveres.............................................................. 16
2.3.1 Uji keseragaman bobot ............................................... 16
2.3.2 Uji keseragaman kandungan ...................................... 17
2.3.3 Uji kadar air................................................................ 18
2.4 Apotek .................................................................................... 19
2.4.1 Tugas dan fungsi apotek ............................................. 19
2.4.2 Syarat apotek .............................................................. 20
2.4.3 Sumber Daya Manusia ............................................... 21
2.4.4 Sarana dan prasarana apotek ...................................... 24
2.4.5 Personalia apotek ........................................................ 26
2.4.6 Struktur organisasi apotek .......................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 27
3.1 Jenis penelitian ....................................................................... 27
3.2 Waktu dan tempat penelitian .................................................. 27
v
3.3 Sampel penelitian ................................................................... 27
3.4 Alat dan bahan........................................................................ 28
3.4.1 Alat ............................................................................. 28
3.4.2 Bahan .......................................................................... 28
3.5 Pengambilan sampel............................................................... 28
3.6 Pengumpulan data .................................................................. 29
3.7 Pengolahan data ..................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 30
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 30
4.1.1 Gambaran apotik di kota Medan ................................ 30
4.1.2 Uji keseragaman bobot ............................................... 31
4.1.3 Penyimpangan bobot pulveres ................................... 32
4.2 Pembahasan ............................................................................ 32
4.2.1 Pengambilan pulveres parasetamol ............................ 32
4.2.2 Uji keseragaman bobot ............................................... 33
4.2.3 Penyimpangan bobot pulveres ................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 37
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 37
5.2 Saran ....................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Struktur kimia parasetamol .................................................................. 7
2.2 Struktur organisasi apotek .................................................................... 26
4.1 Persentase apotek yang memenuhi syarat FI III ................................... 35
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus ....................................... 15
2.2 Penyimpangan berat rata-rata tablet ..................................................... 17
4.1 Gambaran apotik dikota Medan ........................................................... 30
4.2 Hasil uji keseragaman bobot pulveres parasetamol ............................. 31
4.3 Persentase penyimpangan bobot terhadap bobot isi rata-rata .............. 32
4.4 Apotek yang Memenuhi Persyaratan Sesuai dengan FI III .................. 34
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Copy Resep Pulveres Parasetamol ....................................................... 40
2. Data Uji Keseragaman Bobot Pulveres Parasetamol ........................... 48
3. Pengajuan Judul Skripsi ....................................................................... 70
4. Permohonan izin penelitian .................................................................. 71
5. Izin Penelitian ....................................................................................... 72
6. Lembar Bimbingan skripsi (Dosen Pembimbing 1) ............................. 73
7. Lembar Bimbingan skripsi (Dosen Pembimbing 2) ............................. 74
8. Lembar Persetujuan Revisi ................................................................... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permintaan sediaan racikan pulveres (serbuk terbagi) masih dilakukan
secara luas oleh dokter baik dokter dirumah sakit, klinik ataupun praktek swasta
di Kota Medan. Permintaan sediaan racikan pulveres ini pada umumnya ditujukan
pada pasien anak-anak.Namun, banyak juga sediaan racikan yang dimasukkan
kedalam kapsul yang penggunaannya ditujukan untuk orang dewasa.Di Indonesia
bentuk racikan yang banyak diresepkan yaitu sediaan padat seperti pulveres dan
sediaan cair seperti sirup. Penggunaan obat racikan sangat memerlukan perhatian
berkaitan dengan kualitas obat dan pengobatan yang rasional.Tujuan dari
pemberian sediaan ini salah satunya adalah untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan kepada pasien terutama pasien anak-anak(1).
Pasien anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk menerima obat
dalam bentuk sediaan padat (seperti tablet), sehingga dapat dilakukan peracikan
ulang dari bentuk sediaan padat tersebut menjadi bentuk sediaan pulveres (serbuk
terbagi). Sediaan pulveres atau yang sering disebut masyarakat dengan puyer pada
umumnya berasal dari sediaan tablet(1).Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam
bobot yang lebih kurang sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan
pengemas yang lain yang cocok(2).Salah satu contoh obat dalam sediaan pulveres
adalah parasetamol.
Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik
yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga
2
sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat
tersebut.Parasetamol adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer di
masyarakat luas, bahkan mungkin dapat dikategorikan sangat
terkenal.Parasetamol sangat mudah didapatkan secara bebas di warung-warung,
apotek, rumah sakit dan semua sarana pelayanan kesehatan lainnya. Obat ini
terkenal dimasyarakat sebagai pelega sakit kepala, sakit ringan, serta demam(3).
Parasetamol adalah metabolit fenasetin yang bertanggung jawab terhadap efek
analgesiknya.Obat ini merupakan penghambat prostaglandin yang lemah pada
jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna.Parasetamol
umumnya digunakan di masyarakat sebagai penurun demam. Dosis terapi yang
digunakan biasanya 500mg(3).
Parasetamol juga digunakan dalam dunia kedokteran sebagai obat untuk
meredakan nyeri, yaitu mengurangi nyeri ringan sampai sedang.Begitu juga dalam
kedokteran anastesi, parasetamol mulai banyak digunakan terutama untuk pereda
rasa nyeri akut pasca operasi.Parasetamol merupakan analgesik yang telah
terbukti efek analgesik dan antipiretiknya, demikian pula dengan keamanannya.
Obat ini mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya
sangat lemah(3).
Pembagian sediaan pulveres parasetamol seperti yang tertulis pada resep
dilakukan secara visual (kasat mata). Teknik pembagian tersebut kemungkinan
besar menghasilkan heterogenitas dari bobot antara satu pulveres dengan pulveres
yang lain. Tidak adanya keseragaman bobot tentu saja menyebabkan tidak adanya
keseragaman dosis dari pulveres tersebut(1).
3
Keseragaman bobot merupakan parameter yang penting karena dapat
mencerminkan kadar (dosis) obat dalam pulveres, dimana menurut FI Edisi III
Keseragaman bobotpenyimpangan bobot untuk sepuluh bungkus pulveres adalah
sembilan bungkus pulveres tidak boleh lebih dari 10% dan satu bungkus tidak
lebih dari 15% bobot rata-rata teoritis dan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilan terapi penyembuhan pasien(4).
Menurut penelitian wardani evaluasi mutu fisik sediaan pulveres pada
puskesmas di kota balikpapan menunjukkan bahwa dari 15 puskesmas yang
diperoleh hasil bahwa 2 puskesmas yang melakukan pelayanan membuat pulveres
pada pagi hari memenuhi keseragaman bobot dan 4 puskesmas yang melayani
pada siang hari dalam membuat pulveres memenuhi syarat keseragaman bobot.
penetapan ukuran partikel serbuk dan derajat halus serbuk diperoleh 1 puskesmas
dimana pulvers yang dihasilkan termasuk dalam kategori serbuk kasar, dan 14
puskesmas dimana pulvers yang diracik termasuk kategori serbuk agak kasar. uji
homogenitas serbuk dari semua puskesmas menghasilkan pulveres yang tidak
homogen (5). Kemudian menurut penelitian helni studi keseragaman bobot
sediaan pulveres yang dibuat apotek di kota jambi pengujian yang dilakukan
adalah keseragaman bobot dari setiap sampel. hasil pengujian menunjukkan
81,25% dari apotek yang ada di kota jambi sudah memenuhi syarat keseragaman
bobot sediaan pulveres sesuai farmakope indonesia III(6).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak berhasilnya terapi
penyembuhan dalam obat sediaan pulveres, yaitu berat tiap bungkus berbeda
karena pembagian obat pada perkamen yang dilakukan secara visual (visual
4
filling) atau tidak ditimbang satu per satu, efektifitas obat dapat berkurang karena
sebagian obat menempel pada mortir, stamper atau blender saat proses peracikan
sehingga jumlah obat yang diberikan kepada pasien juga berkurang, dan tingkat
higienisitas yang cenderung lebih rendah dari pada obat produksi pabrik.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk diteliti tentang
perbandingan keseragaman bobot parasetamol sediaan pulveres di apotek Kota
Medan tahun 2019.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang penelitian diatas, adapun perumusan masalahnya
adalah :Apakah Apotek di Kota Medan dalam meracik sediaan pulveres
parasetamol sudah memenuhi keseragaman bobot yang sesuai pada Farmakope
Indonesia (FI) edisi III?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keseragaman bobot sediaan pulveres pada parasetamol
yang diracik oleh Apotek di Kota Medan sudah sesuai dengan aturan Farmakope
Indonesia edisi IIIatau tidak.
1.4 Manfaat Penelitian
Dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang terjadi pada uji keseragaman
bobot sediaan pulveres yang diracik oleh Apotek di Kota Medan.
5
1.5 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah :Apotek di Kota Medan dalam meracik sediaan pulveres khususnya
parasetamol belum memenuhi keseragaman bobotyang sesuai dengan Farmakope
Indonesia (FI) edisi III.
1.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Paracetamol sediaan
pulveres
Keseragaman
Bobot menurut
FI Edisi III
tahun 1979
Evaluasi
keseragaman
bobot
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parasetamol (Asetaminofen)
2.1.1 Pengertian
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik nonnarkotik dengan
cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat
(SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk
sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain
dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas(7).
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin
dan telah digunakan sejak tahun 1893.Parasetamol (asetaminofen) mempunyai
daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan
tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung.Hal ini disebabkan
Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada
tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai
sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain(7).
Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan
asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal,
Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan
iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik
Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol(7).
7
Diantara ketiga obat tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang
paling ringan dan aman untuk anak-anak.Untuk anak-anak di bawah umur dua
tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya
dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa kombinasi
Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika
diberikan sendiri-sendiri(7).
2.1.2 Struktur Kimia Parasetamol
Gambar 2.1 Struktur Kimia Parasetamol
Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
Berat Molekul : 151.16
Rumus Empiris : C8H9NO2 (5)
A. Sifat Fisika
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larutdalam
etanol.
Jarak lebur : Antara 168⁰ dan 172⁰ (5).
B. Farmakodinamika
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
8
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat(7).
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan
Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik.Parasetamol merupakan
penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa(7).
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase.Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda.Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat
antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.Parasetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.Inilah yang menyebabkan
Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai
sedang.Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung
prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek
zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam
yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian
pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik(7).
9
C. Farmakokinetika
Parasetamol cepat diabsorbsi dan sempurna melalui saluran cerna.Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam ½ jam dan masa paruh plasma dicapai
antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.Dalam plasma, 25%
parasetamol terikat protein plasma.Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati.Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.Selain itu obat ini juga dapat
mengalami hidroksilasi.Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi(7).
D. Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan
nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang
ringan sampai sedang(7).
E. Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif
terhadap obat ini(7).
F. Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup
yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan
kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis Parasetamol untuk
dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g per hari, untuk anak 6-12 tahun:
10
150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali,
pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari(7).
G. Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.Manifestasinya
berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi
pada mukosa.Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada
pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal(7).
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah
pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb.
Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak(7).
Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih
mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis
analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat
menyebabkan nefropati analgetik(7).
2.2 Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan
untuk pemakaian oral/ dalam atau untuk pemakaian luar.2Bentuk serbuk
mempunyai luas permukaan yang lebih luas sehingga lebih mudah larut dan lebih
mudah terdispersi daripada bentuk sediaan padatan lainnya (seperti kapsul, tablet,
pil). Anak-anak dan orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih
mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk(6).
11
Biasanya serbuk oral dapat dicampur dengan air minum.Serbuk oral dapat
diberikan dalam bentuk terbagi (pulveres/ divided powder/ chartulae) atau tak
terbagi (pulvis/ bulk powder).Serbuk oral tak terbagi terbatas pada obat yang
relatif tidak poten seperti laksansia, antasida, makanan diet dan beberapa jenis
analgetik tertentu, dan pasien dapat menakar secara aman dengan sendok teh atau
penakar lainnya.Serbuk tak terbagi lainnya adalah serbuk gigi dan serbuk tabur
yang keduanya digunakan untuk pemakaian luar. Umumnya serbuk terbagi
dibungkus dengan kertas perkamen dan untuk lebih melindungi dari pengaruh
lingkungan, serbuk ini dapat dilapisi dengan kertas selofan atau sampul
polietilena(6).
2.2.1 Cara Pembuatan/Meracik Serbuk
Serbuk diracik dengan cara mencampur bahan obat satu persatu, sedikit
demi sedikit dan dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sedikit, kemudian
diayak, biasanya menggunakan pengayak No. 60, dan dicampur lagi(6).
1. Jika serbuk mengandung lemak, harus diayak dengan pengayak No. 44.
2. Jika obat bobotnya kurang dari 50 mg atau jumlah tersebut tidak dapat
ditimbang harus dilakukan pengenceran menggunakan zat tambahan
yang cocok.
3. Jika obat berupa serbuk kasar, terutama simplisia nabati, serbuk digerus
lebih dahulu sampai derajat halus sesuai yang tertera pada pengayak
dan derajat halus serbuk, setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih
dari 500.
12
4. Jika obat berupa cairan misalnya tingtur dan ekstrak cair, pelarutnya
diuapkan hingga hampir kering, dan diserbukkan dengan zat tambahan
yang cocok.
5. Obat bermassa lembek, misalnya ekstrak kental, dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai secukupnya dan diserbukkan dengan zat tambahan
yang cocok.
6. Jika serbuk obat mengandung bagian yang mudah menguap,
dikeringkan dengan pertolongan kapur tohor atau bahan pengering lain
yang cocok(6).
2.2.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Bentuk Serbuk
Keuntungan bentuk serbuk, antara lain:
1. Serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada sediaan yang
dipadatkan.
2. Anak-anak atau orang tua yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih
mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk.
3. Masalah stabilitas yang sering dihadapi dalam sediaan cair, tidak
ditemukan dalam sediaan serbuk.
4. Obat yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat
dalam bentuk serbuk.
5. Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul
dapat dibuat dalam bentuk serbuk.
6. Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan
penderita(6).
13
Kerugiaan bentuk serbuk, antara lain:
1. Tidak tertutupnya rasa dan bau yang tidak enak (pahit, sepet, lengket di
lidah, amis, dan lain-lain).
2. Pada penyimpanan kadang terjadi lembap atau basah(6).
2.2.3 Syarat-Sayarat Serbuk
Secara umum syarat serbuk adalah kering, halus, homogen, dan memenuhi
uji keseragaman bobot (seragam dalam bobot) atau keseragaman kandungan
(seragam dalam zat yang terkandung) yang berlaku untuk serbuk terbagi/ pulveres
yang mengandung obat keras, narkotik dan psikotropik(6).
Uji keseragaman bobot untuk serbuk terbagi (pulveres):
a. Timbang isi dari 20 bungkus satu persatu.
b. Campur isi ke-20 bungkus tadi dan timbang sekaligus.
c. Hitung rata-ratanya.
Syarat : Penyimpangan yang diperbolehkan antara penimbangan satu
persatu terhadap bobot isi rata-rata, tidak lebih dari 15% untuk 2 bungkus dan
tidak lebih dari 10% untuk 18 bungkus(6).
2.2.4 Pulvis
Pulvis adalah serbuk yang tidak terbagi-bagi dan dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu pulvis adspersorius (serbuk tabur/ bedak)
adalah serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang
bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit.
Umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100 mesh
agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka(6).
14
Syarat-syarat pulvis adspersorius yaitu:
1. Harus halus tidak boleh ada butiran-butiran kasar (harus melewati
ayakan 100 mesh).
2. Talk, kaolin dan bahan mineral lainnya harus bebas dari bakteri
Clostridium tetani, C. Welchii dan Bacillus anthracis serta disterilkan
dengan cara kering.
3. Tidak boleh digunakan untuk luka terbuka(6).
2.2.5 Pulveres
Pulveres (serbuk bagi) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih
kurang sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang
cocok. Pulveres (serbuk terbagi-bagi untuk obat dalam) merupakan serbuk yang
dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan kertas
perkamen atau bahan yang cocok untuk sekali minum. Untuk serbuk bagi yang
mengandung bahan yang mudah meleleh atau asiri harus dibungkus dengan kertas
perkamen atau kertas yang mengandung lilin kemudian dilapisi dengan
aluminium foil(6).
2.2.6 Pengayak dan Derajat Kehalusan Serbuk
Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang cocok dengan
penampang melintang yang sama diseluruh bagian. Jenis pengayak dinyatakan
dengan nomor (5, 8, 10, 22, 25, 30, 36, 44, 60, 85, 100, 120, 150, 170, 200, 300)
yang menunjukkan jumlah lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang
kawat(8).
15
Pengayak dan derajat halus serbuk dalam farmakope dinyatakan dalam
uraian yang dikaitkan dengan nomor pengayak yang ditetapkan untuk pengayak
baku, seperti yang tertera pada Tabel 2.1 pada halaman berikut(6).
Tabel 2.1Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus
Klasifikasi
Serbuk
Simplisia Nabati dan Hewani Bahan Kimia
Nomor
Nominal
Serbuk 7)
Batas Derajat
Halus8) Nomor
Nominal
Serbuk1)
Batas Derajat
Halus8)
% Nomor
Pengayak %
Nomor
Pengayak
Sangat
Kasar 8 20 60
Kasar 20 40 60 20 60 40
Setengah
Kasar 40 40 80 40 60 60
Halus 60 40 100 80 60 120
Sangat
Halus 80 100 80 120 100 120
Keterangan:
1. Semua partikel serbuk melalui pengayak dengan nomor nominal tertentu.
2. Batas persentase yang melewati pengayak dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Sebagai pertimbangan praktis, pengayak terutama dimaksudkan untuk
pengukuran derajat halus serbuk untuk sebagian besar keperluan farmasi,
walaupun penggunaannya tidak meluas untuk pengukuran rentang ukuran partikel
yang bertujuan meningkatkan penyerapan obat dalam saluran cerna. Untuk
pengukuran partikel dengan ukuran nominal kurang dari 100 μm, alat lain selain
pengayak mungkin lebih berguna(6).
Derajat halus serbuk dinyatakan dengan satu nomor atau dua nomor.Jika
derajat halus serbuk dinyatakan satu nomor, berarti semua serbuk dapat melalui
pengayak dengan nomor tersebut.Jika dinyatakan dengan dua nomor,
dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor
terendah dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak dengan nomor
16
tertinggi.Sebagai contoh serbuk 22/60, dimaksud bahwa serbuk dapat melalui
pengayak nomor 22 seluruhnya, dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak
nomor 60(8).
Yang dimaksud dengan serbuk sangat kasar adalah serbuk (5/8), serbuk
kasar adalah serbuk (10/40), serbuk agak kasar adalah serbuk (22/60), serbuk agak
halus adalah serbuk (44/85), serbuk halus adalah serbuk (85), serbuk sangat halus
adalah serbuk (120), dan serbuk sangat halus adalah serbuk (200/300)(8).
2.3 Uji Kualitas Pulveres
2.3.1 Uji Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot sediaan dosis tunggal dapat digunakan untuk
penentuan variasi bobot dan nilai keseragaman kandungan. Persyaratan
keseragaman bobot dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif
50mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot suatu sediaan dan
dapat diterapkan pada sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) tanpa
mengandung zat aktif atau inaktif yang ditambahkan(9).Penyimpangan bobot
untuk sepuluh bungkus pulveres adalah sembilan bungkus pulveres tidak boleh
lebih dari 10% dan satu bungkus tidak lebih dari 15% bobot rata-rata teoritis
(7,12).Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet satu
persatu, kemudian dihitung rata-ratanya.
Kriteria Penerimaan :
Berikut adalah tabel hubungan antara berat rata-rata tablet dengan
perbedaan persentase maksimum yang diperbolehkan:
17
Tabel 2.2. Penyimpangan Berat Rata-Rata Tablet
Berat Rata-rata Penyimpangan Berat Rata-Rata
A B
≤ 25 mg 15% 30%
26 - 150 mg 10% 20%
151 - 300 mg 7,5% 15%
> 300 mg 5% 10%
Sumber : FI III 1979
Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing beratnyamenyimpang dari
berat rata-ratanya lebih besar dari harga yangditetapkan pada kolom A dan tidak
boleh satu tabletpun yang beratnyamenyimpang dari berat rata-ratanya lebih dari
harga yang ditetapkanpada kolom B pada tabel di atas.
Baik keseragaman bobot maupun keseragaman kandungan zat aktif akan
berpengaruh pada keseragaman dosis atau variasi dosis. Uji keseragaman bobot
dilakukan sebagai tahap awal identifikasi untuk mengetahui keseragaman
kandungan dari sampel pulveres. Bobot pulveres yang bervariasi dapat
berpengaruh pada efikasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada obat yang
memiliki indeks terapi sempit(2).
2.3.2 Uji Keseragaman Kandungan
Uji keseragaman kandungan adalah uji yang dirancang USP untuk
menjamin homogenitas zat aktif tiap unit bentuk sediaan obat, yang mana
kandungan zat aktif tiap unit pengukuran harus berada pada rentang 85-115% dari
label klaim.Persyaratan keseragaman kandungan dapat diterapkan pada semua
bentuk sediaan. Persyaratan keseragaman kandungan apabila kandungan zat aktif
terdapat dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 50 mg atau kurang dari 50% bobot
sediaan(2).
18
Keseragaman kandungan suatu sediaan obat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti berat jenis (density), ukuran partikel, dan bentuk
partikel.Pengujian keseragaman kandungan biasanya menggunakan metode
KCKT. Uji keseragaman kandungan dapat menjamin kualitas, presisi, dan standar
keselamatan dari suatu bentuk sediaan obat(2).
2.3.3 Uji Kadar Air
Baik eksipien maupun zat aktif yang digunakan dalam sediaan obat padat
dapat terpapar uap air yang terkandungan di udara yang lembab selama proses
penyimpanan, dan pengaruhnya terhadap stabilitas sediaan obat tergantung pada
banyaknya jumlah air yang terdistribusi ke sediaan padat tersebut. Laktosa adalah
salah satu eksipien yang paling sering digunakan dalam tablet. Selain itu selulosa
juga merupakan contoh eksipien yang paling sering digunakan dalam pembuatan
tablet sebagai coating agent, binder, diluents, dan disintegrant. Nilai kadar air
dalam tablet dengan eksipien mikrokristalin selulosa dan laktosa tidak boleh lebih
dari 7%(2).
Pengujian kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu metode Loss on Drying dan Karl Fischer Tiration. Metode Loss on Drying
sering digunakan untuk pengujian kadar air pada tablet, eksipien, dan zat yang
sangat stabil. Metode Karl Fischer didasarkan pada reaksi kuantitatif air dengan
larutan anhidrat belerang dioksida dan iodin dengan adanya dapar yang bereaksi
dengan ion hidrogen (4, 13).
19
2.4 Apotek
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014 pasal 1, yang dimaksud denganApotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker(2).
Pekerjaan kefarmasian yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan(5).
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan
kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin.Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan
tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang
ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta
memperoleh izin dari Dinas Kesehatan setempat(5).
2.4.1 Tugas dan Fungsi Apotek
1. Tempat pengabdian tenaga kefarmasian yaitu Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian oleh
tenaga kefarmasian.
20
3. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
serta pelayanan informasi obat (10).
Fungsi apotek terdiri dari:
1. Fungsi secara sosial : Merupakan sarana pelayanan dan penyaluran
distribusi obat dan alat kesehatan kepada masyarakat dengan cara
membantu masyarakat memperoleh obat-obatan dan memberi
informasi.
2. Fungsi secara ekonomis : Merupakan salah satu sarana untuk
menghasilkan laba dan menjaga kelangsungan usahanya serta
membayar operasional apotek (10).
2.4.2 Syarat Apotek
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014 menyatakan
bahwa wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh Menteri kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
1. Lokasi dan tempat : Mempertimbangkan segi penyebaran dan
pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan
daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan,
keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.
2. Bangunan dan kelengkapan : Bangunan apotek harus mempunyai luas
dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan
teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
21
fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang
farmasi. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang
penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat
pencucian obat, kamar mandi dan toilet.
b. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, alat
pemadam kebakaran yang berfungsi baik, ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, papan nama yang
memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek,
nomor telepon apotek(5).
2.4.3 Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi
kriteria:
1. Persyaratan administrasi
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi;
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku;
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
22
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus
menjalankan peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan
pasien.Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem
pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
23
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien.Oleh karena itu
harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin.Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif.Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD).
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian
24
dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan
Pelayanan Kefarmasian (10).
2.4.4 Sarana dan Prasarana Apotek
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana
Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian(10).
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang Penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,
timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok
Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan,
blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi
dengan pendingin ruangan (air conditioner).
25
3. Ruang Penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas.Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,
lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu
tertentu(5).
26
2.4.5 Personalia Apotek
a. Apoteker pengelola dan penangung jawab apotek.
b. Asisten Apoteker.
c. Asisten administrasi apotek.
d. Pembantu asisten apoteker.
e. Pembantu pembukuan administrasi.
f. CS / cleaning service(5).
2.4.6 Struktur Organisasi Apotek
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Apotek
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif.Jenis penelitian eksperimental karena penelitian ini dilakukan
manipulasi atau pemberian perlakuan pada subjek uji. Rancangan penelitian
deskriptif karena peneliti hanya mendeskripsikan keadaan yang ada (11).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika dasar Institut
Kesehatan Helvetia Medan.Penelitian ini dimulai dari bulan Maret sampai Juni
2019.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah parasetamol sediaan pulveres yang diracik
oleh Apotek di Kota Medan, sertaakan di uji keseragaman bobotnya, pemilihan
sampel berdasarkan random sampling.Kota Medan ada 21 Kecamatan, dari 21
kecamatan diambil 1 apotek yang dijadikan sampel yaitu : Medan Amplas, Medan
Area, Medan Barat, Medan Baru, Medan Belawan, Medan Deli, Medan Denai, Medan
Helvetia, Medan Johor, Medan Kota, Medan labuhan, Medan Maimun, Medan Marelan,
Medan Perjuangan, Medan Petisah, Medan Polonia, Medan Sunggal, Medan Selayang,
Medan Tembung, Medan Tuntungan, Medan Timur(12).
Kriteria Inklusi :
- Apotek swasta yang dekat dengan Rumah Sakit, klinik atau praktek
dokter
28
- Pengambilan sampel pada sore sampai malam hari (pukul 16.00 sd 20.00
WIB)
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Timbangan
analitik,kertas perkamen, dan masker serta handscoon.
3.4.2 Bahan
Sampel penelitian ini adalah parasetamol sediaan pulveres yang diperoleh
dari Apotek di Kota Medan yang dipilih secara acak.
3.5 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada sore sampai malam hari dengan
resep dari dokteryang dirancang penulis sebagai berikut :
R/ Paracetamol tab 500mg tab X
m.f.pulv dtd No XX
S3dd pulv 1
Berdasarkan resep diketahui kadar teoritis parasetamol tablet adalah 700
mg, diambil sebanyak 10 tablet, kemudian digerus hingga halus dan dibagi
menjadi dua puluh bungkus. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali di
setiap apotek dalam waktu yang berbeda-beda, dan setiap pengambilan didapatkan
20 bungkus pulveres.Seluruh sampel pulveres yang diperoleh diuji keseragaman
bobotnya.
29
3.6 Pengumpulan Data
Dua puluhbungkus pulveres ditimbang satu persatu menggunakan
timbangan analitik. Proses pertimbangan adalah ditimbang terlebih dahulu isi
pulveres dengan bungkusnya, kemudian isi pulveres dikeluarkan dan bungkus
pulveres ditimbang kembali. Bobot isi tiap bungkus pulveres didapatkan dari hasil
selisih antara nilai bobot pulveres dan bungkusnya dengan nilai bobot bungkus
pulveres dengan sisanya.Pengujiannya ini dilakukan sebanyak 3 kali dari tiap
bungkusnya.Dan ini dilakukan sampai sampel dari Apotek terakhir, setelah semua
diuji keseragaman bobotnya kemudian bandingkan hasilnya antara Apotekdi Kota
Medan.
3.7 Pengolahan Data
Data-data yang didapat dari hasil penimbangan diolah menggunakan uji
statistik kemudian di lakukan analisa data.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Apotik di Kota Medan
Daftar gambaran Apotek dari21 kecamatan yang berada di kota Medan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Gambaran Apotik Dikota Medan
N0. Nama Apotik Lokasi Apotik
1. Apotek Syukur Farma Kec, Medan Marelan
2. Apotek Tiosbel Kec, Medan Deli
3. Apotek Nicholas Kec, Medan Timur
4. Apotek Ridho Farma Kec, Medan Tembung
5. Apotek Sukaramai Kec, Medan Area
6. Apotek Meliana Kec, Medan Labuhan
7. Apotek Restu Jaya Kec, Medan Sunggal
8. Apotek An Nahl Kec, Medan Perjuangan
9. Apotek Ganda Lestari Kec, Medan Denai
10. Apotek Aa Kec, Medan Barat
11. Apotek Sumber Jaya Kec, Medan Belawan
12. Apotek Iskandar Muda Kec, Medan Baru
13. Apotek Gita Kec, Medan Johor
14. Apotek Sehat Jaya Kec, Medan Maimun
15. Apotek Mw Rambutan Dua Kec, Medan Selayang
16. Apotek Gabe Family Kec, Medan Tuntungan
17. Apotek Varya Kec, Medan Petisah
18. Apotek Setia Kawan Kec, Medan Kota
19. Apotek Mandiri Kec, Medan Amplas
20. Apotek Berkat Jaya Kec, Medan Helvetia
21. Apotek V Bintang Kec, Medan Polonia
31
4.1.2 Uji Keseragaman Bobot
Hasil rata-rata uji keseragaman bobot sediaan pulveres dari Apotek di
Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2Hasil Uji Keseragaman Bobot Pulveres Parasetamol
N0. Lokasi N
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Rata-Rata
Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
1. Apotek A 20 547 305 242
2. Apotek B 20 532 300 232
3. Apotek C 20 630 390 240
4. Apotek D 20 447 157 290
5. Apotek E 20 575 300 275
6. Apotek F 20 530 300 230
7. Apotek G 20 432 295 137
8. Apotek H 20 627 400 227
9. Apotek I 20 377 155 222
10. Apotek J 20 550 300 250
11. Apotek K 20 530 300 230
12. Apotek L 20 540 300 240
13. Apotek M 20 392 150 242
14. Apotek N 20 387 150 237
15. Apotek O 20 382 150 232
16. Apotek P 20 637 400 237
17. Apotek Q 20 537 300 237
18. Apotek R 20 555 300 255
19. Apotek S 20 537 300 237
20. Apotek T 20 392 150 242
21. Apotek U 20 540 300 240
32
4.1.3 Penyimpangan Bobot Pulveres
Tabel 4.3Persentase Penyimpangan Bobot Terhadap Bobot Isi Rata-Rata
N0. Lokasi Jumlah
Penyimpangan ≤ 10% Penyimpangan ≤ 15%
1. Apotek A 3 17
2. Apotek B 3 17
3. Apotek C 3 17
4. Apotek D 10 10
5. Apotek E 7 13
6. Apotek F 3 17
7. Apotek G 1 19
8. Apotek H 1 19
9. Apotek I 0 20
10. Apotek J 4 16
11. Apotek K 0 20
12. Apotek L 2 18
13. Apotek M 4 16
14. Apotek N 3 17
15. Apotek O 0 20
16. Apotek P 2 18
17. Apotek Q 2 18
18. Apotek R 5 15
19. Apotek S 3 17
20. Apotek T 3 17
21. Apotek U 3 17
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengambilan Pulveres Parasetamol
Pengambilan sampel dilakukan pada semua kecamatan di Kota
Medan.Lokasi apotek diambil di semua kecamatan yaitu 21 kecamatan dan
masing-masing kecamatan dipilih satu apotek secara acak.Sampel sediaan
pulveres parasetamol yang diambil terdiri dari 20 bungkus.Pengambilan dan
pengujian sampel dilakukan selama 30 hari.Copy resep pulveres parasetamol dari
21 apotek di Kota Medan dapat dilihat pada lampiran 1.
33
4.2.2 Uji Keseragaman Bobot
Baik keseragaman bobot maupun keseragaman kandungan zat aktif akan
berpengaruh pada keseragaman dosis atau variasi dosis. Uji keseragaman bobot
dilakukan sebagai tahap awal identifikasi untuk mengetahui keseragaman
kandungan dari sampel pulveres.Dari Tabel 4.1 dapat dilihat jumlah sediaan
pulveres yang diuji terdiri dari 20 bungkus, bobot isi dan perkamen, bobot
perkamen serta bobot isi setiap sampel dari setiap apotek. Pada tabel 4.1 terlihat
bahwa bobot dari setiap sampel untuk sediaan yang ada sangat bervariasi atau
tidak sama. Data uji keseragaman bobot pulveres parasetamol dapat dilihat pada
lampiran 2.
Variasi bobot dari sediaan pulveres dapat disebabkan oleh pembagian
sediaan dilakukan secara pandang mata (visual), kurangnya homogenitas dan
kehalusan serbuk yang dibuat(12).Keseragaman bobot pulveres berhubungan
dengan kadar zat aktif obat, jika keseragaman bobot pulveres sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi III, maka kandungan
zat aktif dalam setiap bungkus pulveres akan seragam sehingga efek terapi yang
diinginkan tercapai (Depkes, 1979).Bobot pulveres yang bervariasi dapat
berpengaruh pada efikasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada obat yang
memiliki indeks terapi sempit(13).
4.2.3 Penyimpangan Bobot Pulveres
Pada tabel 4.2 diatas menggambarkan penyimpangan bobot terhadap bobot
rata-rata sediaan pulveres dari apotek di Kota Medan.Setiap pulveres dari masing-
masing apotek dihitung berapa persentase penyimpangannya.Pada Tabel 4.2
34
terlihat semua apotek mempunyai penyimpangan besar atau sama dengan 15%,
dan. Sebanyak 21 apotek mempunyai penyimpangan besar atau sama dengan 15%
lebih dari dua bungkus (apotek A,B, C, D, E, F, G, H, J, K, L,M, N,O, P,Q, R, S,
T, U).
Sediaan pulveres harus memenuhi uji keseragaman bobot dimana
penyimpangan antara penimbangan satu persatu terhadap bobot isi rata-rata tidak
lebih dari 15 % untuk tiap 2 bungkus dan tidak lebih dari 10 % untuk tiap 18
bungkus ( Depkes RI, 1979).Dari uji keseragaman bobot yang sudah dilakukan
terhadap sediaan pulveres yang dibuat apotek di Kota Medan, dapat dilihat apotek
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan FI III adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4Apotek yang Memenuhi Persyaratan Sesuai dengan FI III
N0. Lokasi Memenuhi Syarat FI III
Ya Tidak
1. Apotek A - +
2. Apotek B - +
3. Apotek C - +
4. Apotek D - +
5. Apotek E - +
6. Apotek F - +
7. Apotek G - +
8. Apotek H - +
9. Apotek I - +
10. Apotek J - +
11. Apotek K - +
12. Apotek L - +
13. Apotek M - +
14. Apotek N - +
15. Apotek O - +
16. Apotek P - +
17. Apotek Q - +
18. Apotek R - +
19. Apotek S - +
20. Apotek T - +
21 Apotek U - +
35
Dari 21 apotek yang diambil,seluruh apotek membuat sediaan pulveres
yang tidak memenuhi syarat FI III.
.
Dari diagaram diatas, 100% apotek yang ada di Kota Medan tidak
memenuhi syarat FI III dalam pembuatan sediaan pulveres.Hal ini menunjukkan
adanya kesalahan dalam proses peracikan pulveres.Kaidah pembagianpulveres
adalah dengan penglihatan, sehingga hasilnya sangat dipengaruhi oleh kondisi
mata reseptir, untuk mengurangi kesalahan dapat dilakukandengan membagi
serbuk dalam 2 bagian yang sama dengan cara ditimbangkemudian dibagi dalam
jumlah yang diminta dalam resep.
Variasi bobot dari sediaan pulveres juga dapat disebabkan oleh kurangnya
homogenitas dan kehalusan serbuk yang dibuat.Homogenitas serbuk dipengaruhi
oleh ketelitian, keterampilan, dan waktu pengerjaan.Serbuk yang tidak homogen
berpengaruh pada penyerapan obat dalam tubuh sehingga efek terapi yang
diinginkan tidak tercapai.Serbuk obat atau pulveres harus lebih cepat diserap oleh
tubuh semakin homogen dan halus partikel obat kecepatan disolusi semakin tinggi
dan absorpsi semakin baik.Untuk itu sangat diperlukan profesionalitas yang tinggi
0%
100%
gambar 4.1 persentase apotek yang memenuhi keseragaman bobot menurut FI 3
memenuhi syarat tidak memenuhi syarat
36
yaitu berupa ketelitian dan kecermatan tenaga farmasi dalam membuat sediaan
ini(14).
Jumlah tenaga farmasi yang kurang, waktu pelayanan yang singkat dan
jumlah pasien yang banyak, merupakan faktor yang mempengaruhi kurangnya
ketelitian tenaga farmasi dalam meracik sediaan pulveres. Hal ini menyebabkan
kualitas sampel pulveres dari salah satu apotek di kotaMedan tidak memenuhi
persyaratan pada Farmakope Indonesia Edisi III. Disamping itu juga harus
memperhatikan higienitas dari ruangan, kondisi ruangan (seperti kelembapan,
suhu), kebersihan alat yang digunakan, serta yang tidak kalah penting adalah
kebersihan dan keselamatan tenaga dengan menggunakan perlengkapan seperti
alat pelindung diri (sarung tangan, masker, penutup rambut)(15).
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap sediaan pulveres dapat
diambil kesimpulan bahwa 100% (21 apotek)apotek di Kota Medan membuat
sediaan pulveres tidak memenuhi keseragaman bobot sesuai FI III. Keseragaman
bobot pulveres berhubungan dengan kadar zat aktif obat, jika keseragaman bobot
pulveres sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia
Edisi III, maka kandungan zat aktif dalam setiap bungkus pulveres akan seragam
sehingga efek terapi yang diinginkan tercapai. Bobot pulveres yang bervariasi
dapat berpengaruh pada efikasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada obat yang
memiliki indeks terapi sempit.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengamatan dan evaluasi terkait proses peracikan
pulveres di apotek Kota Medan.
2. Dalam melakukan pembagian pulveres sebanyak 20 bungkus, apotek
sebelumnya harus membuat 2 bagian serbuk terlebih dahulu, kemudian
tiap bagian serbuk paracetamol dibagi menjadi 10 bungkus yang terdiri
dari 2 bagian.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Sains S. Studi Keseragaman Bobot Sediaan Pulveres Yang Dibuat Apotek
Di Kota Jambi.
2. Nugroho KOS. Uji Kualitas Sediaan Racikan Pulveres Dengan Zat Aktif
Hidroklorotiazid Pada Apotek X. yogyakarta, Indonesia. Universitas Sanata
Dharma; 2015.
3. Zulizar AA, Witjaksono W, Nurcahyo WI. Pengaruh Parasetamol Dosis
Analgesik Terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase
Tikus Wistar Jantan. Diponegoro University; 2013.
4. Departeman Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi III. Ditjen POM
Depkes RI, Jakarta. 1979;
5. Warnida H, Sukawaty Y. Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Pulveres Pada
Puskesmas Di Kota Balikpapan. J Ilmu Kesehat. 2018;6(1):36–43.
6. Syamsuni HA. Ilmu resep. Penerbit Buku Kedokt EGC, Jakarta. 2006;
7. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik. Farmakologi dan Terapi.
jakarta: universitas indonesia; 2011. 237–239 p.
8. Anief M. Ilmu meracik obat: teori dan praktik. Gadjah Mada University
Press; 2000.
9. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jakarta Kementeri Kesehat RI. 2014;
10. Ginting AB. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Kota
Medan Tahun 2008. 2009;
11. Notoatmodjo S. Metode penelitian kesehatan, edisi revisi. Jakarta PT Asdi
Mahasatya. 2010;
12. wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecamatan_dan_kelurahan_di_Kota_
Medan [Internet]. Available from: https://id.wikipedia.org
13. INDONESIA PR. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2009;
14. Ansel HC. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Terjem oleh Farida Ibrahim.
1989;156–62.
15. Voight R. Buku pelajaran teknologi farmasi. Ed ke-5 Yogyakarta Gadjah
Mada Univ Press Hal. 1995;764.
39
Lampiran 1. Copy Resep Pulveres Parasetamol di Apotik Kota Medan
Tahun 2019
40
Lampiran 1. Lanjutan
41
Lampiran 1. Lanjutan
42
Lampiran 1. Lanjutan
43
Lampiran 1. Lanjutan
44
Lampiran 1. Lanjutan
45
Lampiran 1. Lanjutan
46
Lampiran 2. Data Uji Keseragaman Bobot Pulveres Parasetamol
Data Apotek A (Syukur Farma)
No.
Rata-Rata
Bobot Isi
(mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 200 300 500 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 300 300 600 ±10%
6. 200 300 500 ±15%
7. 250 300 550 ±15%
8. 200 300 500 ±15%
9. 250 300 550 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 250 300 550 ±15%
12. 300 300 600 ±10%
13. 300 300 600 ±10%
14. 250 300 550 ±15%
15. 250 350 600 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 200 300 500 ±15%
18. 250 300 550 ±15%
19. 250 350 550 ±15%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 242 305 572
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *Tidak Memenuhi persyaratan FI edisi III
47
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek B (Tiosbel)
No.
Rata-Rata
Bobot Isi
(mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 200 300 500 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 250 300 550 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 400 300 700 ±10%
6. 200 300 500 ±15%
7. 300 300 600 ±10%
8. 200 300 500 ±15%
9. 200 300 500 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 200 300 500 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 200 300 500 ±15%
18. 300 300 600 ±10%
19. 200 300 500 ±15%
20. 200 300 500 ±15%
∑ 232 300 532,5
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% ( 17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
48
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek C (Apotek Nicholas)
No.
Rata-Rata
Bobot Isi
(mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 200 300 500 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 250 300 550 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 400 300 700 ±10%
6. 200 300 500 ±15%
7. 300 300 600 ±10%
8. 200 300 500 ±15%
9. 200 300 500 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
4. 200 300 500 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 200 300 500 ±15%
18. 300 300 600 ±10%
19. 200 300 500 ±15%
20. 200 300 500 ±15%
∑ 161 274 532
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
49
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek D (Ridho Farma)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 350 200 550 ±10%
2. 300 150 450 ±10%
3. 400 200 600 ±10%
4. 200 200 400 ±15%
5. 250 150 400 ±15%
6. 300 150 450 ±10%
7. 250 150 400 ±15%
8. 250 150 400 ±15%
9. 250 150 400 ±15%
10. 300 150 450 ±10%
11. 400 150 550 ±10%
12. 250 150 400 ±15%
13. 150 150 300 ±15%
14. 300 150 450 ±10%
15. 250 150 400 ±15%
16. 250 150 400 ±15%
17. 400 150 550 ±10%
18. 400 150 550 ±10%
19. 300 150 450 ±10%
20. 250 150 400 ±15%
∑ 290 157 447
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (10 bungkus)
: ± 15% (10 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
50
Lmpiran 2. Lanjutan
Data Apotek E (Sukaramai)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 300 300 600 ±10%
2. 250 300 550 ±15%
3. 250 300 550 ±15%
4. 300 300 600 ±10%
5. 300 300 600 ±10%
6. 350 300 650 ±10%
7. 250 300 550 ±15%
8. 200 300 500 ±15%
9. 300 300 600 ±10%
10. 250 300 550 ±15%
11. 250 300 550 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 350 300 650 ±10%
14. 200 300 500 ±15%
5. 250 300 550 ±15%
16. 250 300 550 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 300 300 600 ±10%
19. 300 300 600 ±10%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 275 300 575
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (7 bungkus)
: ± 15% ( 13)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
51
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek F (Meliana)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 250 300 550 ±15%
3. 200 300 500 ±15%
4. 200 300 500 ±15%
5. 300 300 600 ±10%
6. 250 300 550 ±15%
7. 250 300 550 ±15%
8. 300 300 600 ±10%
9. 200 300 500 ±15%
10. 200 300 500 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 200 300 500 ±15%
13. 300 300 600 ±10%
14. 200 300 500 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 200 300 500 ±15%
19. 200 300 500 ±15%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 230 300 530
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% ( 17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
52
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek G (Restu Jaya)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 200 300 500 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 200 300 500 ±15%
4. 350 300 650 ±10%
5. 200 300 500 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 200 300 500 ±15%
8. 200 300 500 ±15%
9. 200 300 500 ±15%
10. 200 300 500 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 250 300 550 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 250 250 500 ±15%
18. 250 300 550 ±15%
19. 250 300 550 ±15%
20. 250 250 500 ±15%
∑ 227 295 522
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (1 bungkus)
: ± 15% ( 19 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
53
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek H (An Nahl)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 400 650 ±15%
2. 250 400 650 ±15%
3. 200 400 600 ±15%
4. 250 400 650 ±15%
5. 250 400 650 ±15%
6. 200 400 600 ±15%
7. 200 400 600 ±15%
8. 200 400 600 ±15%
9. 200 400 600 ±15%
10. 200 400 600 ±15%
11. 200 400 600 ±15%
12. 250 400 650 ±15%
13. 250 400 650 ±15%
14. 250 400 650 ±15%
15. 300 400 700 ±10%
16. 250 400 650 ±15%
17. 200 400 600 ±15%
18. 200 400 600 ±15%
19. 250 400 650 ±15%
20. 200 400 600 ±15%
∑ 227 400 627
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (1 bungkus)
: ± 15% (19 bungkus)
Kesimpulan : *Tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
54
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek I (Ganda Lestari)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 150 400 ±15%
2. 250 150 400 ±15%
3. 250 150 400 ±15%
4. 200 150 350 ±15%
5. 200 150 350 ±15%
6. 200 150 350 ±15%
7. 200 150 350 ±15%
8. 250 150 400 ±15%
9. 250 200 450 ±15%
10. 200 150 350 ±15%
11. 200 150 350 ±15%
12. 250 150 400 ±15%
13. 250 150 400 ±15%
14. 200 200 400 ±15%
15. 200 150 350 ±15%
16. 200 150 350 ±15%
17. 250 150 400 ±15%
18. 250 150 400 ±15%
19. 200 150 350 ±15%
20. 200 150 350 ±15%
∑ 222 155 377
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat :: ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (-)
: ± 15% (20 bungkus)
Kesimpulan : *Tidak Memenuhi persyaratan FI edisi III
55
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek J (AA)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 200 300 500 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 250 300 550 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 200 300 500 ±15%
8. 300 300 600 ±10%
9. 200 300 500 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 250 300 550 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 300 300 600 ±10%
15. 250 300 550 ±15%
16. 250 300 550 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 300 300 600 ±10%
19. 300 300 600 ±10%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 250 300 550
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (4bungkus)
: ± 15% (16 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
56
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek K (Sumber Jaya)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 200 300 500 ±15%
3. 250 300 550 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 250 300 550 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 200 300 500 ±15%
8. 200 300 500 ±15%
9. 250 300 550 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 250 300 550 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 250 300 550 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 200 300 500 ±15%
18. 200 300 500 ±15%
19. 250 300 550 ±15%
20. 200 300 500 ±15%
∑ 230 300 530
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (-)
: ± 15% (20 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
57
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek L (Mandiri)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 250 300 550 ±15%
3. 300 300 600 ±10%
4. 300 300 600 ±10%
5. 200 300 500 ±15%
6. 200 300 500 ±15%
7. 200 300 500 ±15%
8. 200 300 500 ±15%
9. 250 300 550 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 200 300 500 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 250 300 550 ±15%
15. 250 300 550 ±15%
16. 250 300 550 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 250 300 550 ±15%
19. 250 300 550 ±15%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 240 300 540
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (2 bungkus)
: ± 15% (18 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
58
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek M (Setia Kawan)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
Syarat
1. 300 150 450 ±10%
2. 250 150 400 ±15%
3. 250 150 400 ±15%
4. 250 150 400 ±15%
5. 200 150 350 ±15%
6. 200 150 350 ±15%
7. 200 150 350 ±15%
8. 250 150 400 ±15%
9. 250 150 400 ±15%
10. 200 150 350 ±15%
11. 200 150 350 ±15%
12. 250 150 400 ±15%
13. 250 150 400 ±15%
14. 200 150 350 ±15%
15. 200 150 350 ±15%
16. 300 150 450 ±10%
17. 250 150 400 ±15%
18. 250 150 400 ±15%
19. 300 150 450 ±10%
20. 300 150 450 ±10%
∑ 242 150 392
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (4 bungkus)
: ± 15% (16 bungkus)
Kesimpulan :tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
59
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek N (Bintang)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 200 150 350 ±15%
2. 250 150 400 ±15%
3. 250 150 400 ±15%
4. 200 150 350 ±15%
5. 300 150 450 ±10%
6. 250 150 400 ±15%
7. 250 150 400 ±15%
8. 200 150 350 ±15%
9. 200 150 350 ±15%
10. 300 150 450 ±10%
11. 250 150 400 ±15%
12. 250 150 400 ±15%
13. 300 150 450 ±10%
14. 250 150 400 ±15%
15. 250 150 400 ±15%
16. 250 150 400 ±15%
17. 200 150 350 ±15%
18. 200 150 350 ±15%
19. 200 150 350 ±15%
20. 200 150 350 ±15%
∑ 237 150 387
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
60
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek O (Iskandar Muda)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 200 150 350 ±15%
2. 200 150 350 ±15%
3. 250 150 400 ±15%
4. 250 150 400 ±15%
5. 250 150 400 ±15%
6. 200 150 350 ±15%
7. 200 150 350 ±15%
8. 250 150 400 ±15%
9. 250 150 400 ±15%
10. 250 150 400 ±15%
11. 250 150 400 ±15%
12. 250 150 400 ±15%
13. 200 150 350 ±15%
14. 250 150 400 ±15%
15. 250 150 400 ±15%
16. 250 150 400 ±15%
17. 250 150 400 ±15%
18. 200 150 350 ±15%
19. 200 150 350 ±15%
20. 250 150 400 ±15%
∑ 232 150 382
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (-)
: ± 15% (20 bungkus)
Kesimpulan : *Tidak Memenuhi persyaratan FI edisi III
61
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek P (Gita)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 250 400 650 ±15%
2. 250 400 650 ±15%
3. 300 400 700 ±10%
4. 300 400 700 ±10%
5. 250 400 650 ±15%
6. 250 400 650 ±15%
7. 250 400 650 ±15%
8. 250 400 650 ±15%
9. 250 400 650 ±15%
10. 250 400 650 ±15%
11. 200 400 600 ±15%
12. 200 400 600 ±15%
13. 200 400 600 ±15%
14. 200 400 600 ±15%
15. 200 400 600 ±15%
16. 250 400 650 ±15%
17. 250 400 650 ±15%
18. 200 400 600 ±15%
19. 200 400 600 ±15%
20. 250 400 650 ±15%
∑ 237 400 637
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (2 bungkus)
: ± 15% (18 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
62
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek Q (Gabe)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 350 300 650 ±10%
2. 300 300 600 ±10%
3. 200 300 500 ±15%
4. 250 300 550 ±15%
5. 250 300 550 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 250 300 550 ±15%
8. 250 300 550 ±15%
9. 250 300 550 ±15%
10. 200 300 500 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 200 300 500 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 200 300 500 ±15%
15. 250 300 550 ±15%
16. 200 300 500 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 250 300 550 ±15%
19. 200 300 500 ±15%
20. 200 300 500 ±15%
∑ 237 300 537
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (2 bungkus)
: ± 15% (18 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
63
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek R (Varya)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 250 300 550 ±15%
2. 300 300 600 ±10%
3. 300 300 600 ±10%
4. 250 300 550 ±15%
5. 200 300 500 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 250 300 550 ±15%
8. 250 300 550 ±15%
9. 250 300 550 ±15%
10. 250 300 550 ±15%
11. 200 300 500 ±15%
12. 200 300 500 ±15%
13. 250 300 550 ±15%
14. 250 300 550 ±15%
15. 200 300 500 ±15%
16. 350 300 650 ±10%
17. 300 300 600 ±10%
18. 300 300 600 ±10%
19. 250 300 550 ±15%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 255 300 555
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (5 bungkus)
: ± 15% (15 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
64
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek S (Mw Rambutan Dua)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 200 300 500 ±15%
2. 250 300 550 ±15%
3. 250 300 550 ±15%
4. 200 300 500 ±15%
5. 200 300 500 ±15%
6. 300 300 600 ±10%
7. 300 300 600 ±10%
8. 200 300 500 ±15%
9. 200 300 500 ±15%
10. 350 300 650 ±10%
11. 250 300 550 ±15%
12. 250 300 550 ±15%
13. 200 300 500 ±15%
14. 200 300 500 ±15%
15. 250 300 550 ±15%
16. 250 300 550 ±15%
17. 250 300 550 ±15%
18. 200 300 500 ±15%
19. 200 300 500 ±15%
20. 250 300 550 ±15%
∑ 237 300 537
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *Tidak Memenuhi persyaratan FI edisi III
65
Lampiran 2. Lanjutan
ata Apotek T (Sehat Jaya)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 300 150 450 ±10%
2. 250 150 400 ±15%
3. 250 150 400 ±15%
4. 200 150 350 ±15%
5. 250 150 400 ±15%
6. 250 150 400 ±15%
7. 250 150 400 ±15%
8. 200 150 350 ±15%
9. 200 150 350 ±15%
10. 250 150 400 ±15%
11. 250 150 400 ±15%
12. 200 150 350 ±15%
13. 250 150 400 ±15%
14. 200 150 350 ±15%
15. 200 150 350 ±15%
16. 250 150 400 ±15%
17. 250 150 400 ±15%
18. 250 150 400 ±15%
19. 300 150 450 ±10%
20. 300 150 450 ±10%
∑ 242 150 392
rsyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
66
Lampiran 2. Lanjutan
Data Apotek U (Berkat Jaya)
No. Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
Rata-Rata Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Kelompok
syarat
1. 300 300 600 ±10%
2. 250 300 550 ±15%
3. 300 300 600 ±10%
4. 300 300 600 ±10%
5. 250 300 550 ±15%
6. 250 300 550 ±15%
7. 250 300 550 ±15%
8. 250 300 550 ±15%
9. 200 300 500 ±15%
10. 200 300 500 ±15%
11. 250 300 550 ±15%
12. 200 300 500 ±15%
13. 200 300 500 ±15%
14. 250 300 550 ±15%
15. 250 300 550 ±15%
16. 250 300 550 ±15%
17. 200 300 500 ±15%
18. 250 300 550 ±15%
200 300 500 ±15%
20. 200 300 500 ±15%
∑ 240 300 540
Persyaratan : Bobot teoritis = 350 mg/pulveres
Syarat : : ± 10% (18 bungkus)
: ± 15% (2 bungkus)
Hasil : ± 10% (3 bungkus)
: ± 15% (17 bungkus)
Kesimpulan : *tidak memenuhi persyaratan FI edisi III
67
Lampiran 3. Rekapitulasi Data
N0. Lokasi N
Rata-Rata Bobot
Isi + Perkamen
(mg)
Rata-Rata
Bobot
Perkamen (mg)
Rata-Rata
Bobot Isi (mg)
1. Apotek A 20 547 305 242
2. Apotek B 20 532 300 232
3. Apotek C 20 630 390 240
4. Apotek D 20 447 157 290
5. Apotek E 20 575 300 275
6. Apotek F 20 530 300 230
7. Apotek G 20 432 295 137
8. Apotek H 20 627 400 227
9. Apotek I 20 377 155 222
10. Apotek J 20 550 300 250
11. Apotek K 20 530 300 230
12. Apotek L 20 540 300 240
13. Apotek M 20 392 150 242
14. Apotek N 20 387 150 237
15. Apotek O 20 382 150 232
16. Apotek P 20 637 400 237
17. Apotek Q 20 537 300 237
18. Apotek R 20 555 300 255
19. Apotek S 20 537 300 237
20. Apotek T 20 392 150 242
21. Apotek U 20 540 300 240
68
Lampiran 3. Lanjutan
N0. Lokasi Jumlah
Penyimpangan ≤ 10% Penyimpangan ≤ 15%
1. Apotek A 3 17
2. Apotek B 3 17
3. Apotek C 3 17
4. Apotek D 10 10
5. Apotek E 7 13
6. Apotek F 3 17
7. Apotek G 1 19
8. Apotek H 1 19
9. Apotek I 0 20
10. Apotek J 4 16
11. Apotek K 0 20
12. Apotek L 2 18
13. Apotek M 4 16
14. Apotek N 3 17
15. Apotek O 0 20
16. Apotek P 2 18
17. Apotek Q 2 18
18. Apotek R 5 15
19. Apotek S 3 17
20. Apotek T 3 17
21. Apotek U 3 17
69
Lampiran 3. Lanjutan
N0. Lokasi Memenuhi Syarat FI III
Ya Tidak
1. Apotek A +
2. Apotek B +
3. Apotek C +
4. Apotek D +
5. Apotek E +
6. Apotek F +
7. Apotek G +
8. Apotek H +
9. Apotek I +
10. Apotek J +
11. Apotek K +
12. Apotek L +
13. Apotek M +
14. Apotek N +
15. Apotek O +
16. Apotek P +
17. Apotek Q +
18. Apotek R +
19. Apotek S +
20. Apotek T +
21 Apotek U +
70
Lampiran 4. Surat Permohonan Pengajuan Judul
71
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian
72
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
73
Lampiran 7. Lembar Bimbingan Skripsi
74
Lanjutan lampiran 7. Lembar Bimbingan
75
Lampiran 8. Lembar Persetujuan Revisi