61
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota adalah kawasan yang direncanakan dan dibangun untuk menampung semua aktifitas manusia dengan jumlah penduduk yang besar dan akan selalu mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya, kota tidak terlepas dari masalah-masalah yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga harus mendapat perhatian dan penanganan dari pemerintah dan masyarakat. Untuk mencapai tingkatan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sehat diperlukan suatu sistem infrastruktur perkotaan yang baik. Sebagai kota yang sedang berkembang pesat, Kota Palu sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah masih mempunyai permasalahan pada salah satu infrastruktur kota yaitu sistem drainase. Masalah ini harus segera ditangani guna mencegah permasalahan pada infrastruktur lainnya. Masalah yang terjadi pada beberapa titik pusat kota adalah genangan air. Genangan air terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu mengalirkan debit yang masuk akibat kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air yang meningkat atau kombinasi dari keduanya. Genangan tidak hanya terjadi pada kawasan perkotaan yang terletak di dataran rendah bahkan dialami pada kawasan di dataran tinggi. Hal inilah yang terjadi pada lokasi penelitian yaitu pada ruas Jalan Basuki Rahmat yang merupakan daerah dataran tinggi. Sebagai salah satu jalan protokol di Kota Palu yang di kedua sisi jalan tersebut terdapat saluran drainase sebagai infrastruktur penunjang, sudah mengalami masalah dan masalah ini menganggu aktifitas masyarakat dan merusak infrastruktur lainnya. Masalah yang terjadi adalah sistem drainase yang tidak berfungsi secara optimal. Sistem yang dimaksud di sini adalah sistem jaringan drainase pada daerah lokasi penelitian. Permasalahan ini akibat dari kinerja sistem drainase yang tidak berlangsung sebagaimana fungsi dari drainase tersebut.

Evaluasi Kinerja Sistem Drainase Ruas Jalan Basuki Rahmat Palu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Universitas TadulakoFakultas Teknik Jurusan Teknik SipilProgram Studi Teknik Sipil S-1

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kota adalah kawasan yang direncanakan dan dibangun untuk menampung

    semua aktifitas manusia dengan jumlah penduduk yang besar dan akan selalu

    mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya, kota tidak terlepas dari

    masalah-masalah yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga

    harus mendapat perhatian dan penanganan dari pemerintah dan masyarakat.

    Untuk mencapai tingkatan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sehat

    diperlukan suatu sistem infrastruktur perkotaan yang baik. Sebagai kota yang

    sedang berkembang pesat, Kota Palu sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah

    masih mempunyai permasalahan pada salah satu infrastruktur kota yaitu sistem

    drainase. Masalah ini harus segera ditangani guna mencegah permasalahan pada

    infrastruktur lainnya.

    Masalah yang terjadi pada beberapa titik pusat kota adalah genangan air.

    Genangan air terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan

    itu tidak mampu mengalirkan debit yang masuk akibat kapasitas sistem yang

    menurun, debit aliran air yang meningkat atau kombinasi dari keduanya.

    Genangan tidak hanya terjadi pada kawasan perkotaan yang terletak di dataran

    rendah bahkan dialami pada kawasan di dataran tinggi.

    Hal inilah yang terjadi pada lokasi penelitian yaitu pada ruas Jalan Basuki

    Rahmat yang merupakan daerah dataran tinggi. Sebagai salah satu jalan protokol

    di Kota Palu yang di kedua sisi jalan tersebut terdapat saluran drainase sebagai

    infrastruktur penunjang, sudah mengalami masalah dan masalah ini menganggu

    aktifitas masyarakat dan merusak infrastruktur lainnya.

    Masalah yang terjadi adalah sistem drainase yang tidak berfungsi secara

    optimal. Sistem yang dimaksud di sini adalah sistem jaringan drainase pada

    daerah lokasi penelitian. Permasalahan ini akibat dari kinerja sistem drainase yang

    tidak berlangsung sebagaimana fungsi dari drainase tersebut.

  • 2

    Saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan saluran sekunder

    yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase

    yang lebih kecil, namun fungsi ini beralih menjadi saluran primer ketika menjadi

    saluran pembawa air buangan dari saluran drainase sekunder yang lain (seperti

    saluran sekunder pada ruas Jalan Dewi Sartika, Jalan Abd. Rahman Saleh dan

    Jalan Moh. Yamin) sehingga beban saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat

    semakin besar.

    Terlihat pada lokasi penelitian adalah menurunnya kinerja dari saluran

    drainase akibat dari penumpukan sedimen, vegetasi liar pada saluran, sampah

    yang terbawa aliran air (saat hujan) ataupun sampah yang dengan sengaja dibuang

    oleh masyarakat di badan saluran menyebabkan saluran-saluran menjadi

    tersumbat (penyempitan saluran) dan juga dimensi saluran yang tidak seragam

    akibat pembangunan di wilayah Jalan Basuki Rahmat yang merubah atau

    memperbaiki saluran sesuai keinginan pemilik bangunan.

    Kondisi topografi daerah penelitian yang memiliki ketinggian cukup

    signifikan antara bagian hulu dan hilir ketika terjadi curah hujan tinggi aliran air

    memiliki kecepatan tinggi, air tidak lagi sempat masuk ke dalam saluran

    (disebabkan pula oleh saluran yang tersumbat dan elevasi saluran yang lebih

    tinggi daripada bahu jalan) mengakibatkan limpasan air pada badan jalan. Dengan

    kecepatan aliran tinggi, seharusnya air mudah mengalir pada saluran (tidak terjadi

    genangan atau banjir) namun yang terjadi setelah hujan berhenti yang tersisa

    adalah sampah-sampah yang berserakan pada badan jalan dan juga genangan air

    pada saluran yang tidak dapat mengalir sehingga air meluap ke pinggir jalan (ada

    juga air yang melewati plat pelintas).

    Perubahan tata guna lahan juga berpengaruh pada daerah ini yang awalnya

    dipergunakan untuk daerah pemukiman penduduk sekarang setelah perkembangan

    pesat kota, daerah ini menjadi kawasan perdagangan yang padat (terkhusus

    pembangunan rumah toko yang menjamur). Masalah yang muncul adalah sistem

    drainase yang menjadi saluran tertutup akibat pembuatan plat-plat pelintas untuk

    akses mobilitas menuju lokasi perdagangan. Hal ini mengakibatkan menurunya

  • 3

    operasional dan pemeliharaan pada saluran drainase di bawahnya serta

    pemeliharaan yang tidak dilakukan secara berkala.

    Penyebab lainnya adalah kesadaran masayarakat akan kebersihan

    lingkungan yaitu dengan sengaja membuang sampah pada pinggir saluran dan

    badan saluran. Sifat acuh tak acuh terhadap masalah inilah yang menyebabkan

    permasalahan drainase menjadi sangat kompleks, padahal masalah ini juga

    berdampak pada masyarakat itu sendiri.

    Saat ini telah dilakukan renovasi atau pembangunan kembali drainase pada

    Jalan Basuki Rahmat yaitu dengan mengubah dimensi saluran drainase. Namun

    penulis merasa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap sistem drainase

    tersebut untuk mengetahui penanganan seperti apa yang cocok untuk kondisi pada

    lokasi penelitian.

    Dengan mengacu pada masalah-masalah yang terjadi pada sistem drainase di

    Jalan Basuki Rahmat inilah yang menarik penulis untuk melakukan evaluasi

    terhadap kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat yang ditulis dalam

    bentuk tugas akhir.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang dalam penulisan ini maka dapat ditarik rumusan

    masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu?

    2. Berapa besar debit air hujan dan buangan yang masuk ke dalam saluran dan

    berapa debit yang dapat dialirkan oleh saluran eksisting?

    3. Bagaimana penanganan atas masalah pada sistem drainase ruas Jalan Basuki

    Rahmat Palu?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    a. Mengetahui kinerja sistem drainase pada saluran drainase yang berada di

    Jalan Basuki Rahmat Palu

    b. Untuk menentukan besar debit air hujan dan buangan yang masuk ke

    dalam saluran dan besar debit yang dapat dialirkan saluran

  • 4

    c. Memecahkan masalah yang terjadi serta penanganan yang sesuai pada

    drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu

    2. Manfaat Penelitian

    a. Agar masalah yang terjadi pada kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki

    Rahmat dapat diatasi sehingga tidak merugikan masyarakat sekitar

    b. Sebagai bahan referensi dan memberikan rekomendasi kepada pihak

    terkait untuk penanganan masalah dan perencanaan berikutnya yang lebih

    baik

  • 5

    BAB II

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Letak Geografis

    Lokasi drainase di Jalan Basuki Rahmat berada di bagian selatan wilayah

    Kota Palu, yang terletak di Kelurahan Birobuli Utara dan Tatura Utara dengan

    jarak tempuh 3 km dari pusat Kota Palu.

    Adapun batas-batas dari lokasi penelitian adalah :

    a. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Anoa

    b. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Zebra I

    c. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Emi Saelan Towua

    d. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Moh. Yamin Dewi Sartika

    Gambar 2.1. Lokasi Penelitian Jalan Basuki Rahmat Palu

    Sumber : Kecamatan Palu Selatan

    B. Keadaan Topografi

    Gambaran mengenai bentuk permukaan tanah pada suatu wilayah

    diperhatikan melalui kondisi topografi wilayah tersebut. Untuk daerah Jalan

    Basuki Rahmat terletak pada ketinggian +18 meter sampai +47 meter dari

    permukaan air laut dan mempunyai kemiringan barat laut. Beda tinggi antara

    bagian timur ke barat lokasi penelitian cukup signifikan yaitu 30 m dengan

    panjang jalan dan panjang saluran drainase 1,725 km.

    Lokasi Penelitian

  • 6

    C. Tata Guna Lahan

    Penggunaan lahan untuk ruas Jalan Basuki Rahmat umumnya diperuntukan

    untuk kawasan perdagangan dan jasa namun beberapa bangunan pelengkap

    dibangun seperti bangunan kesehatan, bangunan pendidikan, bangunan

    peribadatan dan masih ada beberapa rumah tinggal di ruas utama Jalan Basuki

    Rahmat. Data ini dipergunakan untuk menentukan besarnya aliran permukaan

    yang akan menjadi besaran aliran drainase.

    Gambar 2.2. Pola Ruang Kota Palu Sampai Tahun 2030

    Sumber : Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu

    D. Kependudukan

    Menurut data dari Kantor Kecamatan Palu Selatan jumlah penduduk tahun

    2012 untuk Kelurahan Birobuli Utara dengan luas wilayah 709 Ha sebanyak

    19.493 jiwa dari 4.909 KK dan untuk Kelurahan Tatura Utara dengan luas

    wilayah 328 Ha sebanyak 21.996 jiwa dari 5.936 KK.

    E. Sarana dan Prasarana

    Berikut adalah sarana dan prasarana yang dibangun di lokasi penelitian ruas

    Jalan Basuki Rahmat :

    Lokasi Penelitian

  • 7

    Tabel 2.1 Sarana dan Prasarana di Jalan Basuki Rahmat

    No. Sarana / Prasarana Jumlah (Unit)

    1.

    2.

    3.

    Pendidikan

    Kesehatan

    a. Apotek

    b. Praktek Dokter

    Peribadatan

    a. Masjid

    b. Gereja

    1

    4

    4

    1

    1

    Sumber : Hasil Pengamatan

  • 8

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Drainase

    1. Pengertian Drainase

    Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yaitu kata kerja to drain

    yang artinya mengeringkan, menguras, membuang, mengalirkan atau

    mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat

    didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air

    yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu

    kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Air hujan yang

    jatuh di suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, caranya dengan

    pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di

    permukaan tanah tersebut (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006).

    Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air

    tanah dalam kaitannya dengan salinitasi. Jadi, drainase tidak hanya

    menyangkut air permukaan tapi juga air tanah. Untuk drainase perkotaan

    berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak merugikan

    masyarakat, lahan dapat difungsikan secara optimal yang dapat memberikan

    manfaat bagi kehidupan manusia dan tidak merusak sistem infrastruktur

    lainnya (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006).

    Prinsip dasar pengaliran/pembuangan air adalah bahwa air harus secepat

    mungkin dibuang dan secara terus-menerus, serta dilakukan se-ekonomis

    mungkin. Ini adalah usaha pencegahan untuk mencegah terjadinya genangan

    air yang menimbulkan endapan sedimen atau sampah rumah tangga yang

    merupakan sumber penyakit.

    2. Jenis Drainase

    Jenis drainase dapat diklasifikasikan menurut sejarah terbentuknya,

    menurut letak bangunannya, menurut fungsi serta menurut konstruksi (S.N,

    1997).

  • 9

    (a). Menurut Sejarah Terbentuknya

    1. Drainase Alamiah

    Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-

    bangunan penunjang yang terbentuk oleh gerusan air yang bergerak

    karena adanya grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang

    permanen seperti sungai.

    2. Drainase Buatan

    Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga

    memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu,

    gorong-gorong dan lain-lain.

    (b) Menurut Letak Bangunan

    1. Drainase Permukaan Tanah

    Saluran yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi untuk

    mengalirkan air limpasan permukaan.

    2. Drainase Bawah Permukaan

    Saluran drainase yang bertujuan untuk mengalirkan air limpasan

    permukaan melalui media di bawah permukaan tanah, dikarenakan

    alasan-alasan tertentu.

    (c) Menurut Fungsi

    1. Single Purpose

    Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan,

    misalnya air hujan saja atau jenis air buangan lain seperti : limbah

    domestik, limbah industri dan lain-lain.

    2. Multi Purpose

    Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan

    baik secara bercampur maupun bergantian.

    (d) Menurut Konstruksi

    1. Saluran Terbuka

    Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di

    daerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase air

  • 10

    buangan yang tidak membahayakan kesehatan atau mengganggu

    lingkungan sekitar.

    2. Saluran Tertutup

    Yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk air kotor (air yang

    mengganggu kesehatan lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di

    tengah kota.

    B. Sistem Drainase

    Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

    berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan

    atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dirunut dari

    hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interseptor

    drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain),

    saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters) (Suripin

    dalam Adi Yusuf M., 2006).

    Sesuai fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi

    (S.N, 1997) :

    1. Interceptor drain (saluran tersier)

    Saluran interceptor drain adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah

    terjadinya pembebanan aliran air dari suatu daerah terhadap daerah lain di

    bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang

    relative sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran air ini biasanya

    terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di drainase alam.

    2. Collector drain (saluran sekunder)

    Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang

    diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirya dibuang ke

    saluran conveyor (pembawa).

    3. Conveyor drain (saluran primer)

    Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan

    dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah

    yang dilalui. Letak saluran conveyor ini dibagian terendah (lembah) dari suatu

  • 11

    daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak

    cabang saluran yang ada.

    Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam

    maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang

    melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut. Drainase

    perkotaan melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara

    mengalirkannya melalui permukaan tanah (surface drainage) atau lewat di bawah

    permukaan tanah (sub-surface drainage), untuk dibuang ke sungai, laut atau

    danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun

    air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus terpadu dengan

    sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain. (Halim Hasmari, 2011)

    Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam kelompok-

    kelompok diantaranya (S.N, 1997) :

    1. Dari rumah tangga

    2. Dari perdagangan

    3. Dari industri sedang dan ringan

    4. Dari pendidikan

    5. Dari kesehatan

    6. Dari tempat peribadatan

    7. Dari sarana rekreasi

    Untuk menghindari terjadinya pembusukan dalam pengaliran air buangan

    harus sudah tiba di bangunan pengolahan tidak lebih dari 18 jam, untuk daerah

    tropis. Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi

    dalam 3 (tiga) hal yaitu (S.N, 1997) :

    1. Air buangan domestik : maksimum aliran air buangan domestik untuk daerah

    yang dilayani pada periode waktu tertentu.

    2. Instalasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan dan

    sepanjang pipa).

    3. Air buangan industri dan komersial : tambahan aliran maksimum dari daerah-

    daerah industri dan komersial.

  • 12

    Pada sistem buangan kelebihan air yang perlu diperhatikan ada dua macam

    air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (air bekas). Sistem buangan kelebihan

    air tersebut dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu (S.N, 1997) :

    1. Sistem Terpisah

    Sistem buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-

    masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa

    pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan kemarau terlalu lama,

    kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.

    Keuntungan : Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga

    memudahkan pembuatannya dan operasinya, penggunaan

    sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan

    masyarakat, pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada

    tambahan beban kapasitas, karena penambahan air hujan dan

    pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa direncanakan

    pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun pada

    musim hujan.

    Kerugian : Harus membuat 2 sistem saluran sehingga memerlukan

    tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.

    2. Sistem Tercampur

    Pada sistem ini air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu saluran yang

    sama. Pemilihan sistem ini didasarkan atas pertimbangan, antara lain debit

    masing-masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.

    Keuntungan : Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam

    pemilihannya lebih ekonomis.

    Kerugian : Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi

    tambahan untuk penanggulangan di saat-saat tertentu.

    3. Sistem Kombinasi

    Merupakan sistem buangan yang terdiri dari buangan dan saluran air hujan

    dimana kedua saluran ini dibuat secara terpisah dan dihubungkan dengan pipa

    penerima. Sehingga pada musim hujan, air hujan akan tercampur dengan air

  • 13

    buangan melalui pipa penerima tersebut ke dalam saluran air buangan, dalam

    hal ini air hujan akan berfungsi sebagai pengencer atau penggelontor.

    Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan sistem

    adalah :

    1. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan

    melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah

    pelayanan

    2. Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya

    dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut

    3. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air hujan

    yang tidak tetap

    Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka secara teknis dan

    ekonomis sistem yang memungkinkan untuk diterapkan adalah sistem terpisah

    antara air buangan rumah tangga dengan air buangan yang berasal dari air hujan.

    Jadi air buangan yang akan diolah dalam bangunan pengolahan air buangan hanya

    berasal dari aktivitas penduduk dan industri.

    Adapun pola jaringan sistem drainase yang dibedakan menjadi 6 (enam)

    macam yang dapat dipakai untuk pembuatan sistem drainase perkotaan yang

    tergantung pada letak atau posisi kota serta sungai-sungai yang ada di kawasan

    kota tersebut (S.N, 1997).

    1. Sistem Alamiah

    Letak saluran utama ada di bagian rendah (lembah) dari suatu daerah yang

    secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang

    ada. Dimana saluran cabang dan saluran utama merupakan saluran alami.

    Gambar 3.1. Pola Jaringan Drainase Alamiah

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

  • 14

    2. Sistem Siku

    Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari

    sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota.

    Gambar 3.2. Pola Jaringan Drainase Sistem Siku

    3. Sistem Paralel

    Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang

    (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi

    perkembangan kota saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.

    Gambar 3.3. Pola Jaringan Drainase Sistem Paralel

    4. Sistem Grid Iron

    Untuk daerah-daerah dimana sungai di pinggir kota sehingga saluran-saluran

    cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

    Gambar 3.4. Pola Jaringan Drainase Sistem Grid Iron

    5. Sistem Radial

    Sistem ini sesuai untuk daerah bukit sehingga pola saluran memancar ke

    segala arah.

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

    Saluran Cabang

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

    Saluran Utama

    Saluran Utama

    Saluran Cabang

    Saluran Pengumpul

  • 15

    Gambar 3.5. Pola Jaringan Drainase Sistem Radial

    6. Sistem Jaring-jaring

    Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap

    daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa saluran penerima (interceptor

    drain) yang kemudian ditampung ke dalam saluran penampung (collector

    drain) dan selanjutnya alirkan menuju saluran pembawa (conveyor drain).

    Gambar 3.6. Pola Jaringan Drainase Sistem Jaring-jaring

    C. Hidrologi Perkotaan

    Hidrologi merupakan ilmu tentang kehadiran dan pergerakan air di alam

    dalam bentuk presipitasi, transpirasi, aliran permukaan dan aliran tanah. Hujan

    merupakan salah satu proses yang terbentuk dalam siklus hidrologi.

    1. Debit Air Hujan

    Dalam perhitungan debit air hujan diperlukan analisis hidrologi untuk

    mengetahui besarnya limpasan permukaan maksimum. Analisa hidrologi

    bertujuan agar tidak terjadi perencanaan yang berlebihan dari perencanaan

    yang sebenarnya dengan resiko yang semakin besar biaya konstruksinya atau

    sebaliknya yang berarti biaya konstruksi murah namun membawa resiko

    kegagalan yang lebih besar, baik struktural maupun fungsional. Analisa

    hidrologi meliputi uji abnormalitas, analisa frekwensi curah hujan, waktu

    Saluran Penerima

    Saluran Penampung

    Saluran Pembawa

  • 16

    konsentrasi, kala ulang hujan, intensitas curah hujan, koefisien pengaliran,

    luas daerah pengaliran dan besar debit air hujan.

    a. Uji Abnormalitas

    Dari hasil perhitungan curah hujan daerah, data yang diperoleh perlu diuji

    untuk mengetahui apakah data curah hujan daerah yang abnormal. Untuk

    memperkirakan adanya data curah hujan yang abnormal diperlukan

    pengujian pada data curah hujan harian maksimum dan curah hujan

    harian minimum.

    Prosedur perhitungan uji abnormal (Rekayasa Hidrologi, III-9)

    Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx (3.1)

    1) Data curah hujan daerah yang ada diranking dari kecil ke besar,

    singkirkan nilai terbesar dan terkecil kemudian dilogaritmakan.

    2) Menghitung harga Log X0 dengan persamaan :

    Log X0 = .. (3.2)

    3) Menghitung harga b, dengan persamaan :

    b = .. (3.3)

    dimana :

    bi = .. (3.4)

    m : angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat ... (3.5)

    4) Menghitung harga X0 dengan persamaan :

    X0 = .. (3.6)

    5) Menghitung harga X02 dengan persamaan :

    X02 = .. (3.7)

    6) Menghitung derajat standar deviasi (Sx) dengan persamaan :

    Sx = .. (3.8)

    7) Menghitung Laju abnormalitas (0) dengan persamaan

    0 = 1 (1 0)1/n

    .. (3.9)

  • 17

    8) Membandingkan besarnya nilai dengan nilai 0

    a. Jika nilai lebih kecil dari nilai 0 berarti data abnormal

    (dihilangkan)

    b. Jika nilai lebih besar dari nilai 0 berarti data tidak abnormal

    (dipakai)

    Keterangan :

    X0 = data curah hujan daerah setelah dirangking (mm)

    n = jumlah data yang digolongkan

    X = data curah hujan yang diuji (mm)

    0 = laju resiko, biasanya diambil 5%

    Sx = derajat standar deviasi

    = laju abnormalitas

    0 = harga batas untuk penyingkiran

    = laju koefisien derajat abnormalitas

    Xs = data terbesar

    Xt = data terkecil

    b = harga limit bawah

    b. Analisis Frekwensi Curah Hujan

    Analisis frekuensi diperlukan untuk menetapkan hujan rancangan dengan

    periode ulang tertentu dari serangkaian data curah hujan. Untuk

    menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan beberapa metode

    teoritis. Secara umum distribusi teoritis dibagi atas 2 macam yaitu diskrit

    dan kontinyu. Distribusi kontinyu dapat berupa distribusi log normal,

    distribusi gumbel dan distribusi Log Pearson Type III. Namun dalam

    bahasan ini, hanya metode Gumbel dan Log Pearson Type III yang akan

    dibahas secara terperinci.

    Namun sebelum menggunakan macam analisis frekuensi perlu dikaji

    persyaratannya. Adapun pengujian sebaran data untuk dapat

    menggunakan analisis frekuensi adalah dihitung parameter-parameter

    statistic Cs, Cv, Ck untuk dapat menentukan macam analisis frekuensi.

  • 18

    Syarat untuk Metode Gumbel Ck = 5,40 dan Cs = 1,14 ; sedangkan Log

    Pearson III harga Cs dan Cv nya bebas (Rekayasa Hidrologi, VI-4)

    S = .. (3.10)

    Cs = .. (3.11)

    Ck = .. (3.12)

    Cv = .. (3.13)

    1) Metode Gumbel

    Untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan pada suatu

    daerah, Gumbel telah merumuskan suatu metode untuk menghitung

    curah hujan tersebut berdasarkan nilai-nilai ekstrim yang diambil dari

    analisis hasil pengamatan curah hujan di lapangan. Adapun prosedur

    perhitungan dari metode Gumbel adalah :

    1. Menghitung curah hujan maksimum rerata

    2. Menghitung simpangan baku

    3. Menghitung nilai K dengan persamaan :

    Sn

    YnYtK

    .. (3.14)

    4. Menghitung curah hujan rancangan, dengan persamaan Gumbel :

    xK.SxX oT

    .. (3.15)

    Keterangan :

    XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)

    Yt = reduced variate (fungsi periode ulang)

    =

    Tr

    Tr 1lnln , disajikan dalam tabel .. (3.16)

    Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel .

    Sn = reduced standard deviation, tergantung dari besarnya

    sampel

  • 19

    Sx = simpangan baku

    K = faktor penyimpangan Gumbel

    xo = curah hujan maksimum rerata (mm)

    Tabel 3.1. Hubungan antara Kala Ulang dengan Faktor Reduksi

    Kala Ulang (Tahun) Faktor Reduksi (Yt)

    2

    5

    10

    25

    50

    100

    0.3665

    1,4999

    2,2502

    3,1985

    3,9019

    4,6001

    Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148

    Tabel 3.2. Simpangan Baku Tereduksi, Sn

    n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    0,94

    1,06

    1,11

    1,14

    1,16

    1,17

    1,18

    1,19

    1,20

    0,96

    1,06

    1,11

    1,14

    1,16

    1,17

    1,18

    1,19

    1,20

    0,98

    1,07

    1,11

    1,14

    1,16

    1,17

    1,18

    1,19

    1,20

    0,99

    1,08

    1,12

    1,14

    1,16

    1,17

    1,18

    1,19

    1,20

    1,00

    1,08

    1,12

    1,14

    1,16

    1,18

    1,18

    1,19

    1,20

    1,02

    1,09

    1,12

    1,15

    1,16

    1,18

    1,18

    1,19

    1,20

    1,03

    1,09

    1,13

    1,15

    1,16

    1,18

    1,19

    1,19

    1,20

    1,04

    1,10

    1,13

    1,15

    1,17

    1,19

    1,19

    1,19

    1,20

    1,04

    1,10

    1,13

    1,15

    1,17

    1,18

    1,19

    1,19

    1,20

    1,05

    1,10

    1,13

    1,15

    1,17

    1,18

    1,19

    1,20

    1,20

    Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149

    Tabel 3.3. Rata-Rata Tereduksi, Yn

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 n

    .495

    .523

    .536

    .543

    .548

    .552

    .554

    .556

    .558

    .560

    .499

    .525

    .537

    .544

    .549

    .552

    .555

    .557

    .558

    .503

    .526

    .538

    .544

    .549

    .552

    .555

    .557

    .558

    .507

    .528

    .538

    .545

    .549

    .553

    .555

    .557

    .559

    .510

    .529

    .539

    .545

    .550

    .553

    .555

    .557

    .559

    .512

    .530

    .540

    .546

    .550

    .553

    .555

    .558

    .559

    .515

    .532

    .541

    .546

    .550

    .553

    .556

    .558

    .559

    .518

    .533

    .541

    .547

    .551

    .554

    .556

    .558

    .559

    .520

    .534

    .542

    .547

    .551

    .554

    .556

    .558

    .559

    .522

    .535

    .543

    .548

    .551

    .554

    .556

    .558

    .559

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149

    2) Metode Log Pearson III

    Dalam perhitungan ini, memerlukan beberapa parameter yaitu

    berupa derajat penyimpangan, nilai tengah (harga rata-rata) dan

  • 20

    standar deviasi. Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah

    sebagai berikut:

    1. Mengubah data curah hujan n buah dari x1, x2, x3,...,xn menjadi

    bentuk logaritma yaitu log x1, log x2, log x3,..., log xn

    2. Menghitung harga rerata, dari data curah hujan yang telah diubah

    ke dalam bentuk logaritma dengan persamaan :

    log xo =

    n

    1i

    ixlogn

    1

    .. (3.17)

    3. Hitung standar deviasi, dengan persamaan :

    S log x =

    1n

    xlogxlogn

    1i

    2

    oi

    .. (3.18)

    4. Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan :

    Cs =

    3)(n2)(n1)(n

    xlogxlogn

    1i

    3

    oi

    .. (3.19)

    5. Menghitung logaritma curah hujan dengan persamaan :

    log XT = log xo + KTr . S log x .. (3.20)

    Harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara Cs dengan kala

    ulang.

    6. Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah hujan

    rancangan dengan kala ulang T tahun.

    c. Waktu konsentrasi

    Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air

    dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang

    ditentukan di bagian hilir suatu saluran. (S.N, 1997)

    Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :

    a. Inlet time (t0) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

    atas permukaan tanah menuju saluran drainase

  • 21

    b. Conduit time (td) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir

    di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian

    hilir

    Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus :

    tc = t0 + td .. (3.21)

    Keterangan :

    tc = lamanya waktu konsentrasi (menit)

    t0 = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengaliri permukaan tanah

    ke saluran terdekat (menit)

    td = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam saluran

    pada lokasi yang ditinjau (menit)

    Untuk mengetahui t0 dan td dipakai rumus (Imam Subarkah, 1980) :

    t0 = 0,0195 ( )0,77

    (menit) .. (3.22)

    td = 0,0195 ( )0,77

    (menit) .. (3.23)

    Keterangan :

    L = jarak pengaliran permukaan (meter)

    L = panjang saluran (meter)

    S = kemiringan permukaan tanah pengaliran

    S = kemiringan dasar permukaan

    Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh

    faktor-faktor berikut ini :

    1. Luas daerah pengaliran

    2. Panjang saluran drainase

    3. Kemiringan dasar saluran

    4. Debit dan kecepatan aliran

    Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan

    durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir di permukaan tanah dan

    saluran drainase sebagai akibat adanya hujan selama waktu konsentrasi.

  • 22

    d. Kala Ulang Hujan

    Suatu data hujan adalah (X) akan mencapai suatu harga tertentu (Xi) atau

    kurang dari (Xi) dari perkiraan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun.

    Maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (Xi). Pada

    umumnya periode ulang yang dipergunakan menurut fungsi saluran serta

    daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. (S.N, 1997)

    1. Saluran tersier : periode ulang 2 tahun

    2. Saluran sekunder : periode ulang 5 tahun

    3. Saluran primer : periode ulang 10 tahun

    Penentuan periode ulang tersebut didasarkan pada pertimbangan

    ekonomis. Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase

    perkotaan dari aspek hidrologi, sebelum dilakukan analisa frekwensi

    untuk mendapatkan besaran hujan berdasarkan pada durasi harian, jam-

    jaman atau menitan.

    e. Intensitas Curah Hujan

    Dalam menghitung intensitas curah hujan dipakai data-data hasil

    perhitungan curah hujan maksimum pada periode ulang. Menurut Dr.

    Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung

    dengan rumus :

    I = ( )2/3 .. (3.24)

    Keterangan :

    I = intensitas curah hujan (mm/hari)

    tc = lamanya curah hujan (jam)

    R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

    f. Koefisien Pengaliran

    Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang

    membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran

    ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan jalan, jenis dan kondisi

    tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan

    kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Harga-

  • 23

    harga dari koefisien pengaliran C untuk berbagai penggunaan lahan

    seperti pada tabel di bawah ini.

    Tabel 3.4.Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefisien Pengaliran

    No. Kondisi Permukaan Tanah Harga C

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    Jalan beton dan jalan aspal

    Jalan kerikil dan jalan tanah

    Bahu Jalan :

    a. Tanah berbutir halus b. Tanah berbutir kasar c. Batuan keras d. Batuan lunak Daerah perkotaan

    Daerah pinggir kota

    Daerah industri

    Pemukiman padat

    Pemukiman tidak padat

    Taman dan kebun

    Persawahan

    Perbukitan

    Pegunungan

    Atap

    0,70 0,95 0,40 0,70

    0,40 0,65 0,10 0,20 0,75 0,85 0,60 0,75 0,70 0,95 0,60 0,70 0,60 0,90 0,40 0,60 0,40 0,50 0,20 0,40 0,45 0,60 0,70 0,80 0,75 0,90 0,75 0,95

    Sumber : Imam Subarkah 1980

    g. Besar Debit Air Hujan

    Dalam mendimensi saluran harus dihitung jumlah air hujan yang akan

    ditampung. Debit banjir maksimum dari saluran dihitung berdasarkan

    rumus rasional :

    Q = 0,00278.C.I.A (m3/detik) .. (3.25)

    Keterangan :

    Q = debit banjir maksimum (m3/detik)

    C = koefisien pengaliran

    I = intensitas hujan selama konsentrasi waktu banjir (mm/jam)

    A = luas daerah pengaliran (Ha)

    0,00278 adalah angka koefisen

    2. Debit Air Buangan

    Air buangan yang dimaksud adalah air bekas yang berasal dari lingkungan

    yang ditinjau. Dari sumber air tersebut dapat berupa gabungan dari cairan dan

  • 24

    air yang membawa buangan dari rumah tangga, tempat tinggal, daerah

    perkantoran, daerah kelembagaan dan dari daerah rekreasi.

    Untuk daerah penelitian tidak terdapat daerah industri dan daerah perkantoran

    sehingga air buangan yang dihasilkan berupa air buangan rumah tangga yang

    terdiri dari air kamar mandi, dapur, bekas cucian dan air buangan dari daerah

    perumahan dan pertokoan. Untuk itu dalam menentukan air buangan tersebut

    diperlukan perkiraan jumlah dan kepadatan penduduk yang berada di wilayah

    tinjauan pada masa yang akan datang.

    a. Analisa Perkiraan Jumlah Penduduk

    Dalam memperkirakan jumlah penduduk untuk masa sekarang diambil

    berdasarkan jumlah penduduk yang didapatkan dari pihak terkait. Dengan

    3 metode berikut, dapat diperkirakan jumlah penduduk pada tahun yang

    akan direncanakan.

    1. Metode Aritmatika

    Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk dengan jumlah

    yang sama untuk setiap tahun.

    Pn = Po . (1 + r.n) .. (3.26)

    2. Metode Geometri

    Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk yang

    menggunakan dasar bunga-berbunga, jadi angka pertumbuhan

    pendudukan sama setiap tahun.

    Pn = Po . (1 + r)n .. (3.27)

    3. Metode Eksponensial

    Metode ini memperkirakan pertambahan penduduk secara terus

    menerus setiap tahun dengan angka pertumbuhan yang konstan.

    Pn = Po . er.n .. (3.28)

    Keterangan :

    Pn = jumlah penduduk pada tahun n

    Po = jumlah penduduk pada awal tahun

    n = periode waktu dalam tahun

    r = angka pertumbuhan penduduk

  • 25

    b. Besarnya Debit Air Buangan

    Besarnya debit air buangan yang dialirkan ke saluran drainase

    mempunyai fluktuasi yang berbeda-beda, dalam hal ini tergantung pada

    jumlah penduduk pemakai air yang dilayani dengan segala aktifitasnya.

    Untuk menghitung besarnya debit buangan rumah tangga digunakan

    rumus :

    Q = P x D x A .. (3.29)

    Keterangan :

    Q = debit rata-rata

    P = kebutuhan air bersih (Liter/unit/hari)

    A = luas area (Ha)

    D = kepadatan penduduk

    Tabel 3.5. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah Pemukiman

    Sumber Unit Jumlah aliran ltr/unit/hari

    Antara Rata-rata

    1. Tempat tinggal keluarga

    - rumah pada umumnya

    - rumah yang lebih baik

    - rumah mewah

    - rumah pondok

    2. Rumah gandengan

    3. Hotel, penghuni tetap

    Orang

    Orang

    Orang

    Orang

    Orang

    Orang

    190 350

    250 400

    300 550

    100 240

    120 200

    150 220

    280

    310

    380

    190

    150

    190

    Sumber : Sugiharto, 1987

    Tabel 3.6. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah Perdagangan

    Sumber Unit

    Jumlah aliran

    ltr/unit/hari

    Antara Rata-rata

    1. Pusat perbaikan

    kendaraan

    2. Gedung perpisahan

    3. Hotel

    4. Kantor

    5. Rumah makan

    6. Rumah sewaan

    7. Toko

    8. Pusat perbelanjaan

    Kendaraan

    Pekerjaan

    Tamu

    Pekerja

    Pekerja

    Pengunjung

    Penghuni

    Pekerja

    Pekerja

    30 5

    35 65 150 65 30 50 30 65 8 15

    90 190 30 50 30 50

    40

    55

    190

    40

    55

    10

    150

    40

    40

    Sumber : Sugiharto, 1987

  • 26

    3. Analisa Debit Lapangan

    Untuk menentukan debit saluran lapangan harus mengukur secara

    langsung di lapangan untuk dimensi saluran eksisting. Hasil pengukuran

    kemudian diolah dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    a. Luas penampang basah (A)

    A = (b + z.h)h .. (3.30)

    b. Keliling basah saluran (P)

    P = b + 2.h. .. (3.31)

    c. Jari-jari hidrolis (R)

    R = .. (3.32)

    d. Rumus pengaliran (V)

    Q = A x V .. (3.33)

    V = x RxS .. (3.34)

    Q = A x x RxS

    .. (3.35)

    Jadi : Qrata-rata = .. (3.36)

    Keterangan :

    b = lebar saluran (m)

    h = tinggi muka air (m)

    A = luas penampang basah (m2)

    P = keliling basah saluran (m)

    R = jari-jari hidrolis (m)

    V = kecepatan rata-rata pada saluran (m/det)

    Q = debit aliran (m3/det)

    S = kemiringan dasar saluran

    n = koefisien manning pada saluran (m/det)

  • 27

    Tabel 3.7. Nilai Koefisien Kekasaran

    Tepi saluran dan deskripsinya Minimum Normal Maksimum

    Saluran dilapisi atau dipoles

    dengan :

    a. Semen 1. Acian 2. Adukan

    b. Beton 1. Dipoles 2. Tidak dipoles

    c. Dasar Beton dipoles sedikit dengan tebing dari :

    1. Adukan batu, semen, diplester

    2. Adukan batu dan semen d. Pasangan batu

    1. Batu pecah 2. Bati kosong

    0,010

    0,011

    0,015

    0,014

    0,016

    0,020

    0,017

    0,023

    0,011

    0,013

    0,017

    0,017

    0,020

    0,025

    0,025

    0,032

    0,013

    0,015

    0,020

    0,020

    0,024

    0,030

    0,030

    0,035 Sumber : Van Te Chow, 1985

    Untuk menjamin fungsinya suatu sistem drainase secara baik maka

    diperlukan bangunan-bangunan pelintas guna mengatur dan mengontrol

    sistem aliran air yang ada. Adapun jenis bangunan pelintas yang dimaksud

    dapat berupa gorong-gorong, sipon, talang dan jembatan. Keberadaannya

    tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi

    saluran dan kondisi lingkungan. Salah satu bangunan pelintas yang

    digunakan sistem jaringan saluran adalah gorong-gorong berpenampang

    empat persegi. Fungsi bangunan ini untuk menyalurkan air melalui/melintasi

    jalan raya.

    Rumus hidrolis gorong-gorong :

    Q = A x V = .. (3.37)

    Keterangan :

    Q = Debit aliran (m3/det)

    A = Luas penampang basah (m2)

    V = Kecepatan air dalam gorong-gorong (Vmin = 1,5 m/detik)

    R = Jari-jari hidrolis (m)

  • 28

    S = Kemiringan dasar saluran

    n = nilai kekasaran manning

    D. Masalah dan Penanganan Sistem Drainase

    Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang

    cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem

    drainase perkotaan. Perkembangan kawasan hunian disinyalir sebagai penyebab

    banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena

    adanya perkembangan urbaniasi, menyebabkan adanya perubahan tata guna lahan.

    Oleh karena itu setiap perkembangan kota harus diikuti dengan perbaikan sistem

    drainase, tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan tetapi juga daerah

    sekitarnya yang terpengaruh.

    1. Masalah dan Tantangan

    Sampai dengan saat ini belum ada ketegasan fungsi saluran drainase,

    untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah

    juga berfungsi sebagai saluran air limbah pemukiman (grey water).

    Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air

    limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran.

    Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran

    akibat penanganan sampah secara tidak potensial oleh pengelola sampah dan

    masyarakat.

    Belum adanya produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal

    lahan basah (wet land) misalnya bebas rawa, situ-situ, embung dan lain-lain.

    Seharusnya diatur apabila akan mengembangkan daerah-daerah tersebut,

    harus digantikan di daerah tangkapan air yang sama, sehingga tidak

    menambah aliran permukaan (run off) (Kementrian PU, 2011).

    Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak

    faktor yang mempengaruhi dan perlu pertimbangan yang matang dalam

    perencanaan, antara lain : (Rato, 2007)

  • 29

    a. Peningkatan debit

    Perubahan atau meningkatnya curah hujan pada daerah setempat dan juga

    air buangan akibat meningkatnya kepadatan penduduk mempengaruhi

    besarnya debit yang masuk ke dalam saluran drainase.

    b. Peningkatan jumlah penduduk

    Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari

    pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk selalu

    diikuti oleh penambahan infrastruktur perkotaan, disamping itu

    peningkatan penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik

    limbah cair maupun pada sampah.

    c. Amblesan tanah

    Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan

    beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.

    d. Penyempitan dan pendangkalan saluran

    e. Reklamasi

    f. Limbah sampah dan pasang surut

    Tantangan yang dihadapi antara lain (Kementrian PU, 2011) :

    a. Mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan yang

    bertumpu pada peran aktif dan swadaya masyarakat di upayakan peran

    aktif seluruh pelaku pembangunan

    b. Optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi prasarana dan sarana drainase

    yang sudah terbangun

    c. Peningkatan dan pengembangan sistem yang ada, pembangunan baru

    secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat berpenghasilan

    rendah.

    d. Pemerataan pembangunan sub-bidang drainase dengan memperhatikan

    kondisi ekonomi nasional dan daerah setempat

    e. Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang

    bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan

    rendah.

  • 30

    2. Penanganan Masalah

    Upaya untuk mengatasi masalah-masalah drainase seperti tersebut di

    atas, adalah dengan upaya menangkal penyebab banjir yang ada seperti

    tersebut di atas dan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua hal utama,

    yaitu (Kementrian PU, 2011) :

    a. Menerapkan Teknis Hidraulik yang Benar

    Penerapan aspek hidraulik ini merupakan upaya untuk menangani

    masalah drainase yang diakibatkan karena keadaan alam yang ada.

    Penerapan teknik hidraulik dimaksud antara lain meliputi :

    1. Kegiatan perencanaan agar selalu berpedoman pada kriteria hidrologi,

    kriteria hidraulika dan kriteria struktur yang ada

    2. Kegiatan pelaksanaan pembangunan, agar selalu berpedoman pada

    peraturan-peraturan pelaksanaan, spesifikasi administrasi, spesifikasi

    teknik dan gambar-gambar perencanaan yang ada

    3. Kegiatan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan agar selalu

    berpedoman pada kriteria sistem drainase perkotaan dan peraturan-

    peraturan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang ada.

    b. Pembenahan Aspek Non Struktural

    Pembenahan aspek non struktural ini merupakan upaya penanganan pada

    permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia

    dalam pembangunan sistem drainase perkotaan. Pembenahan aspek

    dimaksud diantaranya meliputi:

    1. Pemantapan perundangan dengan persampahan, perumahan, peil

    banjir, masterplan drainase, dan lain-lain

    2. Pemantapan organisasi pengelola yang ada, secara berkesinambungan

    3. Penyediaan dana yang mencukupi, baik untuk pembangunan maupun

    untuk biaya operasi dan pemeliharaan. Peningkatan peran serta

    masyarakat dan peran serta swasta dalam penanganan drainase

    perkotaan,

    5. Dan lain-lain.

  • 31

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Pengumpulan Data

    Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait berupa data-data

    sebagai berikut :

    1. Data curah hujan

    2. Data peta topografi

    3. Data jumlah penduduk

    4. Data peta tata guna lahan

    Data primer didapatkan dengan melakukan pengukuran dan observasi

    langsung di lokasi penelitian serta tanya jawab dengan stakeholder-stakeholder

    terkait. Data ini berupa :

    1. Data dimensi saluran eksisting

    2. Data kondisi saluran dan daerah sekitarnya

    3. Data daerah genangan dan luapan air

    B. Pengolahan Data

    Pengolahan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

    1. Penentuan blok layanan

    Penentuan pengaliran dengan memperhatikan topografi lokasi penelitian, letak

    bangunan-bangunan yang ada dan tata guna lahan.

    2. Penamaan blok layanan dan saluran

    Proses ini dimaksudkan untuk memudahkan proses analisa terhadap masing-

    masing ruas/saluran dan blok layanan pada saat perhitungan debit air hujan

    dan air buangan.

    3. Perhiutungan kapasitas saluran eksisting (Qe)

    a. Berdasarkan pengukuran lapangan didapatkan data dimensi saluran berupa

    lebar dasar saluran (b), lebar atas saluran (T) dan tinggi saluran (h)

    b. Kemudian data tersebut diolah menggunakan kriteria perencanaan

    hidrolika untuk mendapatkan nilai kapasitas saluran eksisting (Qe)

  • 32

    4. Perhitungan debit air hujan (Qh)

    a. Hitung luas (A) tiap zona dari masing-masing blok layanan

    b. Tentukan koefisien pengaliran permukaan (c)

    c. Tetapkan waktu konsentrasi (tc) untuk masing-masing blok layanan

    d. Hitung intensitas curah hujan (I)

    e. Tentukan curah hujan andalan (R24)

    f. Hitung debit air hujan (Qh) tiap zona menggunakan persamaan rasional

    5. Perhitungan debit air buangan (Qb)

    a. Tetapkan data perencanaan lain berupa luas daerah cakupan, kepadatan

    penduduk, debit air buangan rata-rata dan luas blok cakupan

    b. Hitung debit air buangan untuk masing-masing blok layanan

    6. Penentuan debit air teoritis (Qtr)

    a. Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang diakibatkan oleh

    hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan penggunaan

    manusia (Qb)

    b. Penjumlahan debit ini dilakukan untuk masing-masing saluran yang

    bersesuaian dan kemudian dijumlahkan secara kumulatif merujuk kepada

    arah pengaliran dari bagian hulu ke bagian hilir saluran

    7. Evaluasi kinerja sistem drainase

    a. Evaluasi terhadap kapasitas saluran dilakukan dengan membandingkan

    hasil Qtr dengan Qe. Kapasitas saluran dinilai masih mampu melayani

    debit air yang mungkin terjadi apabila nilai Qe > Qtr dan sebaliknya

    kapasitas saluran dinilai tidak mampu lagi melayani debit air yang

    mungkin terjadi apabila nilai Qe < Qtr

    b. Evaluasi terhadap jaringan pengaliran dilakukan dengan terlebih dahulu

    mengetahui sistem drainase yang digunakan, melihat kondisi jaringan

    drainase yang akan mencerminkan kinerja sistem yang ada dan persoalan

    luapan/genangan pada lokasi penelitian

    c. Evaluasi terhadap tata letak dan pelengkap bangunan drainase dilakukan

    dengan melihat elevasi mulut saluran terhadap jalan raya, pipa air buangan

    dan inlet yang menuju saluran drainase

  • 33

    d. Evaluasi terhadap perilaku masyarakat dilakukan dengan memberikan

    gambaran secara umum terhadap keadaan atas masalah yang terjadi di

    lokasi penelitian yang disebabkan oleh perilaku masyarakat.

    8. Rekomendasi

    Memberikan rekomendasi kepada seluruh pihak atas evaluasi yang dilakukan

    pada sistem drainase di lokasi penelitian berupa teknik penanganan atas

    masalah yang terjadi pada sistem drainase pada lokasi penelitian.

  • 34

    C. Bagan Alir Penelitian

    Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

    Mulai

    Pengumpulan data dan analisa pendahuluan

    Kepadatan

    Penduduk

    Debit Air

    Buangan

    Debit Air

    Teoritis

    Perhitungan

    Hidrolis

    Kapasitas

    Saluran

    Eksisting

    Pemilihan

    Metode

    Analisa Frekwensi

    Analisa

    Frekwensi

    Intensitas

    Curah Hujan

    Debit Air

    Hujan

    Blok Layanan

    Tata Guna Lahan

    Waktu

    Konsentrasi

    Koefisien

    Pengaliran

    Rekomendasi

    Data Sekunder

    Data Primer

    Data Curah Hujan

    Peta Topografi

    Data

    Penduduk

    Pengukuran

    Lapangan

    Qtr : Qe

    Selesai

    Evaluasi terhadap :

    a. Kapasitas Saluran b. Jaringan Pengaliran c. Tata Letak dan Pelengkap Bangunan d. Perilaku Masyarakat e.

  • 35

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Perhitungan Kapasitas Saluran Eksisting

    Dari hasil pengukuran lapangan pada saluran eksisting (yaitu saluran lama

    pada saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat sebelum dilakukan

    pembongkaran/perbaikan) diperoleh data sebagai berikut :

    1) Nama saluran = Saluran Kn6 (Ruas Basuki Rahmat)

    2) Panjang saluran (L) = 205,0 m

    3) Kemiringan saluran (S) = 0,0049

    4) Dimensi saluran :

    a. Lebar atas (T) = 0,90 m

    b. Lebar bawah (b) = 0,65 m

    c. Tinggi (h) = 0,45 m

    Perhitungan dilakukan dengan menggunakan analisis hidrolika sebagai

    berikut :

    Pada perhitungan kapasitas saluran eksisting tidak memperhitungan tinggi jagaan

    untuk saluran.

    1) Luas Penampang (A)

    Dimana z = = = 0,50

    A = (b + z.h)h

    = (0,65 + 0,50(0,45)) . 0,45

    = 0,394 m2

    2) Keliling basah saluran (P)

    P = b + 2.h

    = 0,65 + 2(0,45)+

    = 1,656 m

    3) Jari-jari hidrolis (R)

    R = = = 0,238 m

  • 36

    4) Rumus pengaliran (V)

    Diambil nilai koefisien kekasaran (n) dari tabel 3.7 untuk tipe saluran dengan

    dasar beton dipoles sedikit dengan tebing dari adukan batu dan semen nilai

    maksimum (dikarenakan kondisi saluran sudah mengalami penggerusan) yaitu

    0,030.

    V = x R x S

    = ( ) x (0,238) x (0,0049)

    = 0,8934 m/detik

    5) Debit lapangan (Q)

    Q = A x V

    = 0,394 x 0,8934

    = 0,3518 m3/detik

    6) Kapasitas rata-rata saluran (Qe)

    Debit lapangan pada setiap saluran dirata-ratakan untuk memperoleh besar

    kapasitas saluran pada kedua ruas saluran drainase.

    Saluran Kanan

    Qe kanan =

    =

    = 0,6854 m3/detik

    Saluran Kiri

    Qe kiri =

    =

    = 0,9345 m3/detik

    Perhitungan untuk kapasitas bangunan silang (gorong-gorong) sebagai

    kontrol untuk jaringan pengaliran. Sebagai contoh diambil perhitungan kapasitas

    gorong-gorong untuk saluran kiri yaitu pertemuan antara saluran Jalan Basuki

    Rahmat dan saluran Jalan Towua sebagai berikut :

  • 37

    1) Data gorong-gorong :

    Panjang gorong-gorong (L) = 15,40 m

    Lebar gorong-gorong (b) = 1,20 m

    Kedalaman gorong-gorong (h) = 0,60 m

    Kemiringan dasar gorong-gorong (S) = 0,0065

    2) Pengolahan data

    a. Luas penampang (A) = b x h

    = 1,20 x 0,60

    = 0,720 m2

    b. Keliling basah (P) = b + 2h

    = 1,20 + 2(0,60)

    = 2,400 m

    c. Jari-jari hidrolis (R) = = = 0,300 m

    d. Kecepatan aliran (V) = x R x S

    = ( ) x (0,300) x (0,0065)

    = 1,806 m/detik

    e. Debit (Q) = A x V

    = 0,720 x 1,806

    = 1,300 m3/detik

    Tabel 5.1. Perhitungan Kapasitas Gorong-gorong

    Saluran

    Dimensi Eksisting Gorong-gorong

    S V

    (m/det)

    Q

    (m3/det) b

    (m)

    h

    (m)

    L

    (m)

    A

    (m2)

    P (m) R

    (m) n

    Kanan 1.40 0.80 19.2 1.120 3.000 0.373 0.020 - 1.500 1.680

    Kiri 1.20 0.60 15.4 0.720 2.400 0.300 0.020 0.0065 1.806 1.300

    Catatan : Untuk saluran kanan digunakan kecepatan minimum untuk gorong-gorong (Vmin = 1,5

    m/det) karena tidak diketahui dimensi untuk bagian hilir, sehingga kemiringan tidak

    dapat diketahui (Tertutup).

  • 38

    B. Perhitungan Debit Aliran

    1. Debit Air Hujan (Qh)

    a. Uji Abnormalitas

    Prosedur perhitungan uji abnormalitas (Rekayasa Hidrologi, III-9) :

    1) Data curah hujan diurut berdasarkan rangking dan dirubah dalam

    bentuk logaritma curah hujan.

    Tabel 5.2. Data Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Rangking

    Rangking Tahun

    Pengamatan

    Curah Hujan

    (mm)

    1 2012 166,00

    2 2009 115,20

    3 2006 72,20

    4 2005 62,20

    5 2007 56,70

    6 2011 54,90

    7 2008 53,00

    8 2003 37,20

    9 2010 35,50

    10 2004 25,30

    Sumber : Stasiun Metereologi Mutiara Palu

    Dalam uji abnormalitas ini, data terbesar dan terkecil untuk sementara

    dihilangkan.

    3) Hitung Harga Log X0

    Tabel 5.3. Uji Abnormalitas Data Curah Hujan

    Rangking Xi Log Xi

    1 115,20 2,061

    2 72,20 1,859

    3 62,20 1,794

    4 56,70 1,754

    5 54,90 1,740

    6 53,00 1,724

    7 37,20 1,571

    8 35,50 1,550

    Jumlah 486,900 14,052

    Rata-rata 60,863 1,756

  • 39

    Log X0 = = = 1,756

    X0 = 57,082 mm

    4) Hitung Nilai b

    m = = 0,8 1 (maka diambil 1 rangking)

    Tabel 5.4. Perhitungan nilai b

    Xs Xt Xs . Xt Xs + Xt Xs.Xt -

    X02

    2X0 - (Xs +

    Xt) b

    1 2 3 4 5 = 3 - X02 6 = 2X0 - 4 7 = 5/6

    115,20 35,50 4089,600 150,700 831,266 -36,536 -22,752

    Sumber : Hasil Perhitungan

    b = = = -22,752

    5) Hitung X0

    Tabel 5.5. Perhitungan Standar Deviasi

    Rangking Xi b xi + b log (xi + b) log (xi + b)2

    1 115,20

    -22,752

    92,448 1,966 3,865

    2 72,20 49,448 1,694 2,870

    3 62,20 39,448 1,596 2,547

    4 56,70 33,948 1,531 2,343

    5 54,90 32,148 1,507 2,272

    6 53,00 30,248 1,481 2,192

    7 37,20 14,448 1,160 1,345

    8 35,50 12,748 1,105 1,222

    Jumlah 12,040 18,657

    Sumber : Hasil Perhitungan

    X0 =

    = = 1,505

    6) Hitung X2

    X2 =

    = = 2,332

  • 40

    7) Hitung derajat standar deviasi (Sx)

    Sx =

    =

    = 0,259

    8) Laju koefisien derajat abnormalitas ()

    Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx

    a. Untuk data curah hujan minimum 35,50 mm

    Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx

    Log (35,50 22,752) = Log (1,505 22,752) . 0,259

    Log 12,748 = 1,505 . 0,259 (Diambil nilai X0 karena hasil log minus)

    1,105 = 1,505 + 0,259

    = 1,543

    b. Untuk data curah hujan maksimum 115,20 mm

    Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx

    Log (115,20 22,752) = Log (1,505 22,752) . 0,259

    Log 92,448 = 1,505 . 0,259 (Diambil nilai X0 karena hasil log minus)

    1,966 = 1,505 + 0,259

    = 1,780

    9) Hitung laju abnormalitas (0) untuk 0 = 5%

    0 = 1 (1 0)1/n

    = 1 (1-0,05) 1/8

    = 0,006

    10) Perbandingan besar nilai dengan nilai 0

    a. Untuk data Xe = 35,50 mm didapat = 1,543 berarti > 0 = 0,006,

    artinya data tidak dapat disingkirkan

    b. Untuk data Xe = 115,20 mm didapat = 1,780 berarti > 0 =

    0,006, artinya data tidak dapat disingkirkan

  • 41

    Dengan demikian berarti tidak ada data hujan yang abnormal, maka

    untuk perhitungan selanjutnya menggunakan 10 data curah hujan

    tersebut.

    b. Pemilihan Uji Kesesuaian Metode Analisis Distribusi Frekwensi

    Tabel 5.6. Perhitungan Pemilihan Distribusi Frekwensi

    No Xi Xi - x (Xi - x)2 (Xi - x)

    3 (Xi - x)

    4

    1 166,00 98,180 9639,312 946387,691 92916343,545

    2 54,90 -12,920 166,926 -2156,689 27864,423

    3 35,50 -32,320 1044,582 -33760,903 1091152,390

    4 115,20 47,380 2244,864 106361,675 5039416,174

    5 53,00 -14,820 219,632 -3254,952 48238,391

    6 56,70 -11,120 123,654 -1375,037 15290,411

    7 72,20 4,380 19,184 84,028 368,041

    8 62,20 -5,620 31,584 -177,504 997,574

    9 25,30 -42,520 1807,950 -76874,051 3268684,649

    10 37,20 -30,620 937,584 -28708,834 879064,507

    Total 678,200 0,000 16235,276 906525,423 103287420,106

    Sumber : Hasil Perhitungan

    S = = = 42,473

    Cs = = = 0,1643

    Ck = = = 267,480

    Cv = = = 0,6263

    Syarat untuk :

    - Gumbel : Ck = 5,40 ; Cs = 1,14

    - Log Pearson Type III : Cs dan Cv harga bebas

    Dengan memperhatikan besaran parameter statistik di atas, maka sebaran

    frekwensi yang paling sesuai adalah metode Log Pearson Type III.

  • 42

    c. Analisis Frekwensi Curah Hujan

    Tabel 5.7. Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Log Pearson Type III

    Tahun Xi Log Xi (Log Xi - Log

    Xo)

    (log Xi -

    log Xo)2

    (log Xi - log

    Xo)3

    2012 166,00 2,220 0,453 0,205 0,093

    2009 115,20 2,061 0,294 0,086 0,025

    2006 72,20 1,859 0,091 0,008 0,001

    2005 62,20 1,794 0,026 0,001 0,000

    2007 56,70 1,754 -0,014 0,000 0,000

    2011 54,90 1,740 -0,028 0,001 0,000

    2008 53,00 1,724 -0,043 0,002 0,000

    2003 37,20 1,571 -0,197 0,039 -0,008

    2010 35,50 1,550 -0,217 0,047 -0,010

    2004 25,30 1,403 -0,364 0,133 -0,048

    Jumlah 17,6752 0,000 0,522 0,052

    Rata - Rata 1,7675

    Sumber : Hasil Perhitungan

    1) Harga rerata

    Log xo = = = 1,7675

    2) Standar deviasi

    S log x = = = 0,2408

    3) Koefisien penyimpangan

    Cs = = = 0,0522

    4) Nilai K dari Lampiran I, diperoleh dari Tr 10 Tahun dan Cs = 0,0522

    K = 1,296

    5) Logaritma curah hujan

    Log XT = Log xo + KTr . S Log x

    = 1,7675 + 1,296 x 0,2408

    = 2,080

  • 43

    6) Hujan rancangan 10 tahun

    Log XT = 2,080

    XT = (10)2,080

    = 120,117 mm

    d. Besar Debit Air Hujan (Untuk saluran Kn6)

    1) Waktu konsentrasi

    tc = t0 + td

    t0 = 0,0195 ( )0,77

    td = 0,0195 ( )0,77

    = 0,0195 ( )

    0,77 =

    0,0195 ( )

    0,77

    = 11,787 menit = 9,122 menit

    Maka :

    tc = t0 + td

    = 11,787 + 9,122

    = 20,909 menit

    2) Intensitas curah hujan

    I = ( )2/3

    = ( )2/3

    = 5,487 mm/jam

    3) Koefisien pengaliran

    Daerah layanan saluran drainase meruapakan daerah pemukiman dan

    perdagangan, diambil nilai tengah dengan C sebesar 0,8.

    4) Besarnya debit air hujan

    Diambil contoh perhitungan untuk Saluran Kn6 dengan luas layanan

    (A) adalah 8,660 Ha.

    Q = 0,00278.C.I.A

    = 0,00278 x 0,8 x 5,487 x 6,714

    = 0,0819 m3/detik

  • 44

    Maka total debit air hujan yang masuk ke dalam dan dialirkan saluran

    adalah jumlah keselurah debit air dari masing-masing saluran :

    Saluran Kanan

    Qh kanan = QARkn1 + QARkn2 + QARkn3 + QBRkn1 + QBRkn2

    + QBRkn3 + QBRkn4 + QBRkn5 + QBRkn6

    = 0,0186 + 0,0320 + 0,0444 + 0,0732 + 0,1272 + 0,1075

    + 0,1132 + 0,1337 + 0,0819

    = 0,7317 m3/detik

    Saluran Kiri

    Qh kiri = QARkr1 + QARkr2 + QARkr3 + QARkr4 + QBRkr1

    + QBRkr2 + QBRkr3 + QBRkr4 + QBRkr5

    = 0,0155 + 0,0269 + 0,0194 + 0,0355 + 0,1130 + 0,0825

    + 0,0670 + 0,0958 + 0,0648

    = 0,5204 m3/detik

    2. Debit Air Buangan (Qb)

    a. Proyeksi Jumlah Penduduk

    Tabel 5.8. Data Penduduk Tahun 2012

    Data Penduduk dan Wilayah Birobuli Utara Tatura Utara

    Jumlah Penduduk 2012 (jiwa) 19.493 21.996

    Pertumbuhan Penduduk (%) 1,90

    Luas Wilayah (Ha) 709 328

    Sumber : Kecamatan Palu Selatan

    1) Metode Aritmatik

    Birobuli Utara Tatuta Utara

    Pn = P0 (1 + r.n) Pn = P0 (1 + r.n)

    = 19.493 x (1 + (0,019x10)) = 21.996 x (1 + (0,019x10))

    = 23.197 Jiwa = 26.175 Jiwa

    2) Metode Geometri

    Birobuli Utara Tatuta Utara

    Pn = P0 (1 + r)n Pn = P0 (1 + r)

    n

  • 45

    = 19.493 x (1 + 0,019)10

    = 21.996 x (1 + 0,019)10

    = 23.530 Jiwa = 26.551 Jiwa

    3) Metode Eksponensial

    Birobuli Utara Tatuta Utara

    Pn = P0 (e)r.n

    Pn = P0 (e)r.n

    = 19.493 x (1)0,019x10

    = 21.996 x (1)0,019x10

    = 19.493 Jiwa = 21.996 Jiwa

    Tabel 5.9. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

    Uraian Birobuli Utara Tatura Utara

    Jumlah Penduduk 2012 (jiwa) 19.493 21.996

    Pertumbuhan Penduduk (%) 1,90

    Metode Aritmatik 23.197 26.175

    Metode Geometri 23.530 26.551

    Metode Eksponensial 19.493 21.996

    Diambil yang terbesar, P10 23.530 26.551

    Luas Wilayah (Ha) 709 328

    Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha) 33 81

    Sumber : Hasil Perhitungan

    b. Debit Air Buangan

    Dalam perhitungan air buangan diambil juga untuk contoh perhitungan

    pada saluran basuki rahmat Kn6 dengan data sebagai berikut :

    Luas areal (A) = 6,714 Ha

    Penduduk yang dilayani (D) = Kepadatan penduduk x Luas areal

    = 81 x 6,714

    = 543 jiwa

    Aliran air buangan (P) = 280 Liter/orang/hari (Tabel 3.5)

    = 280 x ( )

    = 0,0000324 m3/orang/detik

    Sehingga debit air buangan rumah tangga :

    Qb = P x D x A

  • 46

    = (280 x ( )) x 543 x 6,714 = 0,00176 m3/detik

    3. Debit Teoritis (Qtr)

    Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang diakibatkan oleh

    hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan penggunaan

    manusia (Qb).

    Saluran Kn6, Qtr = Qh + Qb

    = 0,0819 + 0,00176

    = 0,0837 m3/detik

    Total debit air yang masuk ke dalam saluran Kn6 (Debit komulatif) yaitu :

    Qkn6 = 0,7444 m3/detik

    C. Evaluasi

    1. Evaluasi Terhadap Kapasitas Saluran

    Pada saluran drainase sebelah kanan dan kiri arah aliran diperoleh total

    debit lapangan yang dapat ditampung dan dialirkan oleh saluran eksisting rata-

    rata (Qe) berturut-turut adalah 0,6854 m3/detik dan 0,9345 m

    3/detik. Untuk

    debit teoritis (Qtr) pada ruas tersebut berturut-turut adalah 0,7444 m3/detik dan

    0,5267 m3/detik.

    Dari hasil tersebut terlihat bahwa kapasitas saluran untuk saluran kanan

    lebih kecil daripada debit air yang akan masuk ke dalam saluran dan untuk

    saluran kiri kapasitas saluran masih mampu menampung debit air masuk.

    Qe kanan = 0,6854 m3/detik < Qtr kanan = 0,7444 m

    3/detik

    Qe kiri = 0,9345 m3/detik > Qtr kiri = 0,5267 m

    3/detik

    Evaluasi dilakukan pada saluran penerima akhir yang dianggap kritis

    (kemiringan dan dimensi saluran relative kecil, padahal merupakan saluran

    akhir yang menerima air masuk paling besar) yaitu dalam kelompok saluran

    kanan Kn6.

    Pada perhitungan diperoleh debit teoritis komulatif (debit air

    keseluruhan yang akan masuk ke dalam saluran) untuk saluran Kn6 sebesar

    0,7444 m3/detik dan kapasitas saluran eksisting sebesar 0,3518 m

    3/detik. Nilai

  • 47

    ini memperlihatkan bahwa kapasitas saluran tidak lagi mampu menampung air

    yang masuk ke dalam saluran (Qtr = 0,7444 > Qe = 0,3518 m3/detik).

    Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikemukakan beberapa hal yang

    memungkinkan hal tersebut terjadi :

    a. Karakteristik saluran eksisting yang tidak mencukupi untuk

    menampung seluruh debit yang ada

    b. Prinsip sistem drainase yang tidak diterapkan yaitu dimensi saluran

    yang seharusnya semakin besar menuju ke hilir aliran

    c. Kapasitas saluran menurun akibat adanya sampah, tanaman

    pengganggu dan sedimentasi.

    Persoalan lain dibeberapa titik sepanjang saluran ruas Jalan Basuki

    Rahmat terjadi luapan ke badan jalan yaitu meluapnya air sebelum adanya plat

    pelintas yang menyambungkan ke arah Jalan Kesadaran, Jalan Cendana I,

    Jalan Cendana II, dan Jalan Purnawirawan II . Keadaan ini dapat dikemukan

    terjadi akibat sisa-sisa bahan bangunan seperti kayu penyanggah pembuatan

    plat pelintas (bahan beton) yang tidak dikeluarkan setelah pekerjaan selesai.

    Hal inilah yang menyebabkan sampah-sampah yang masuk ke dalam saluran

    dan mengalir terbawa oleh air tersangkut di sisa bahan bangunan yang tidak

    dibersihkan tersebut.

    Jika dilihat secara langsung pada lokasi penelitian, tidak semua saluran

    drainase mengalami masalah hanya dibeberapa titik yang telah dikemukakan

    di atas yang mengalami masalah secara teknis sedangkan saluran lain terlihat

    kering dan normal hanya secara aspek sosial saluran tidak dilakukan

    pemeliharaan yang baik.

    Dengan evaluasi ini terlihat bahwa saluran yang mengalami masalah

    adalah saluran kanan yang mendapat daerah layanan lebih besar dan dengan

    kondisi dimensi saluran yang tidak lagi seragam, sedimentasi yang disebabkan

    oleh penumpukan sampah yang bercampur dengan kandungan sedimen yang

    terbawa oleh aliran air saat hujan sehingga terjadi pendangkalan saluran dan

    sampah yang berserakan di samping mulut saluran maupun di dalam saluran

    sehingga kapasitas saluran tidak lagi mampu melayani debit air yang ada.

  • 48

    Sehubungan dengan telah dilakukannya pembongkaran dan konstruski

    kembali atas saluran drainase di ruas Jalan Basuki Rahmat tindakan ini

    dianggap benar dengan melihat perhitungan sebelumnya serta memikirkan

    perubahan dan perkembangan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.

    Namun yang menjadi permasalahan adalah jika tidak dilakukan pengerjaan

    konstruksi yang benar, operasional dan pemeliharaan yang baik, dapat

    dipastikan keadaan ini akan terulang kembali pada titik-titik genangan yang

    dikemukakan sebelumnya.

    Hal-hal seperti pada pekerjaan konstruksi saluran, jika tidak

    dilaksanakan dengan baik, masalah akan tetap muncul (seperti masalah yang

    dikemukakan) yaitu masalah genangan dan luapan timbul akibat sisa bahan

    bangunan pekerjaan yang tidak dibersihkan menyebabkan tersangkutnya

    sampah-sampah menjadi tumpukan sedimen. Dapat dikatakan juga dengan

    sistem tertutup yang diterapkan pada pembangunan kembali saluran drainase

    ruas Jalan Basuki Rahmat memungkinkan tidak terkontrolnya aliran air di

    bawah plat pelintas. Maka keadaan ini dapat memperkecil kembali kapasitas

    saluran drainase yang baru dikerjakan.

    2. Evaluasi Terhadap Jaringan Pengaliran

    Saluran Drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan drainase

    buatan dengan pasangan batu, drainase permukaan tanah yang mengalirkan

    air limpasan permukaan, berfungsi multi purpose mengalirkan beberapa jenis

    air buangan dan merupakan saluran terbuka. Sistem buangan kelebihan air

    dengan sistem tercampur yaitu air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu

    saluran yang sama. Saluran drainase ini menganut pola jaringan sistem siku

    (topografi lebih tinggi dari sungai dan sungai sebagai saluran pembuang akhir

    berada di tengah kota).

    Bagian ini kemudian dijelaskan melalui tabel kondisi jaringan drainase

    yang akan memberikan gambaran mengenai kinerja sistem yang ada dan tabel

    luapan/genangan dan wilayah dampak.

  • 49

    Tabel 5.10 Kondisi Jaringan Drainase (Mencerminkan Kinerja Sistem yang ada)

    No. Kode Blok

    Saluran

    Panjang

    (m)

    Dimensi (m) Jumlah

    Peduduk

    (Jiwa)

    Konstruksi

    Saluran Kondisi Tinggi

    (h)

    Lebar

    Atas

    (T)

    Bawah

    (b)

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    Saluran Kn1

    Saluran Kn2

    Saluran Kn3

    Saluran Kn4

    Saluran Kn5

    Saluran Kn6

    307

    302

    228

    267

    404

    205

    0,50

    0,90

    0,50

    0,70

    0,50

    0,45

    0,80

    0,70

    0,75

    0,70

    0,80

    0,90

    0,50

    0,50

    0,50

    0,50

    0,70

    0,65

    137

    583

    593

    580

    657

    581

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik,

    sampah banyak menggenangi saluran di depan Ibtidayah

    Yayasan Al-Khaerat, di beberapa titik lain vegetasi liar

    tumbuh di samping mulut saluran dan beberapa menjalar ke

    dalam saluran.

    Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik, hanya

    vegetasi liar yang mengganggu aliran di dalam saluran

    drainase.

    Di beberapa titik dinding saluran terlihat sudah retak,

    penumpukan sedimen pada arah Jl. Batu Bata Indah dan

    sampah-sampah yang masuk ke dalam saluran .

    Konstruksi saluran sudah tidak bisa terlihat karena telah di

    tutupi plat pelintas menuju tempat usaha, pada titik arah Jl.

    Kesadaran terlihat vegetasi liar yang memenuhi dinding

    saluran dan sampah yang dibuang tepat di samping mulut

    saluran.

    Kondisi terparah ada di sepanjang saluran ini, 2 titik luapan

    dan genangan ada di saluran ini. Saluran di bawah plat pelintas

    tersumbat mengakibatkan air meluapkan ke badan jalan dan

    menimbulkan bau busuk.

    Sebagai saluran akhir, saluran ini dalam kondisi baik, sampah

    masih menjadi masalah utama yang mengganggu kapasitas

    saluran serta dimensi saluran yang tidak seragam dan semakin

    mengecil menuju hilir saluran. Namun pada kondisi hujan air

    menggenang pada daerah ini yang merupakan daerah rendah.

  • 50

    No. Kode Blok

    Saluran

    Panjang

    (m)

    Dimensi (m) Jumlah

    Peduduk

    (Jiwa)

    Konstruksi

    Saluran Kondisi Tinggi

    (h)

    Lebar

    Atas

    (T)

    Bawah

    (b)

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    Saluran Kr1

    Saluran Kr2

    Saluran Kr3

    Saluran Kr4

    Saluran Kr5

    337

    364

    239

    434

    348

    0,70

    0,70

    0,90

    0,70

    0,70

    0,70

    0,70

    0,90

    0,70

    0,70

    0,50

    0,50

    0,60

    0,50

    0,50

    228

    300

    262

    304

    241

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Permanen,

    pasangan

    batu

    Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, hanya

    bermasalah pada pipa-pipa pembuangan dari rumah warga

    yang terlihat tidak rapih.

    Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak

    terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem tertutup

    (pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).

    Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, terlihat dimensi

    saluran lebih besar dari sebelumnya.

    Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak

    terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem tertutup

    (pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).

    Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, sampah sisa

    bahan bangunan terlihat menggangu aliran air dalam saluran

    dan juga penumpukan sedimen.

  • 51

    Tabel 5.11 Persoalan Luapan/Genangan dan Wilayah Dampak

    No. Daerah

    Luapan/Genangan

    Penyebab

    Luapan/Genangan

    Kuantitas

    Genangan

    Kerugian /

    Kerusakan yang

    Timbul

    Pemecahan Masalah

    1.

    2.

    3.

    4.

    Depan Ibtidayah Al-

    Khaerat

    Pertemuan saluran dari

    Jalan Cendana II

    Pertemuan saluran dari

    Jalan Cendana I

    Pertemuan saluran dari

    Jalan Purnawirawan II

    Penumpukan sedimen,

    sampah dan vegetasi

    liar

    Tersumbatnya saluran

    di bawah plat pelintas

    akibat penumpukan

    sedimen dan sampah

    Tersumbatnya saluran

    di bawah plat pelintas

    akibat penumpukan

    sedimen dan sampah

    dan tertutupnya

    saluran menuju tanah

    warga.

    Tersumbatnya saluran

    di bawah plat pelintas

    dan tidak masuknya

    saluran dari Jl.

    Purnawirawan ke Jl.

    Basuki Rahmat

    Tinggi genangan

    di dalam saluran

    20 cm dengan

    lama genangan

    sepanjang hari

    Genangan terjadi

    sepanjang hari

    dengan tinggi

    genangan 10 cm

    dengan panjang

    genangan 50 m.

    Genangan terjadi

    sepanjang hari

    dengan tinggi

    genangan 15 cm

    Genangan terjadi

    sepanjang hari

    dengan tinggi

    genangan 15 cm

    Air menjadi

    tercemar dan

    menimbulkan bau

    busuk

    Menggerus jalan

    raya dan plat

    pelintas serta

    mengganggu

    pengguna jalan

    Menimbulkan bau

    busuk

    Pengguna jalan

    terganggu, lapisan

    jalan terkelupas,

    menimbulkan bau

    busuk

    Terlebih dahulu mengeluarkan

    sedimen dan sampah yang

    menghambat aliran agar air lancar

    Mengeluarkan sampah yang

    menyumbat pada saluran di bawah

    plat pelintas sepanjang saluran

    Mengeruk tanah di dalam saluran dan

    melarang masyarakat membuat usaha

    di atas saluran drainase

    Memperhatikan akhir saluran

    pembuangan dari Jl. Purnawirawan II

    yang akan masuk ke saluran Jl.

    Basuki Rahmat. Mengeluarkan

    tumpukan sampah dan sedimen di

    bawah plat pelintas.

  • 52

    Saluran drainase ruas Jl. Basuki Rahmat menerima aliran air dari saluran

    drainase Jl. Abd. Rahman Saleh yang diteruskan melalui gorong-gorong yang

    melintas dari arah Jl. Moh. Yamin dan Jl. Dewi Sartika. Kemudian air

    mengalir sepanjang saluran dan berakhir pada saluran drainase ruas Jl. I Gusti

    Ngurahrai yang diteruskan melalui gorong-gorong yang melintas dari arah Jl.

    Emy Saelan dan Jl. Towua yang akan dialirkan langsung ke Sungai Palu.

    Sebagai saluran penerima, saluran drainase ruas Jl. Basuki Rahmat seharusnya

    selalu dalam kondisi baik. Namun akibat masalah-masalah yang terjadi aliran

    air menjadi sangat terganggu.

    Dalam hal ini, gorong-gorong menjadi salah satu faktor penting dalam

    penyaluran air saluran drainase yang berada di wilayah jalan raya. Ketika

    sebuah gorong-gorong dengan dimensi tertentu sesuai dengan kebutuhan air

    yang akan melewatinya tidak dapat mengalirkan air dengan baik, yang terjadi

    adalah genangan pada saluran drainase sebelum bangunan gorong-gorong

    yang jika tidak dialirkan secepatnya akan menimbulkan luapan atau

    pencemaran akibat genangan tersebut.

    Berdasarkan perhitungan pada kapasitas gorong-gorong (tabel 5.1) dan

    dibandingkan dengan debit komulatif (Qtr) yang akan masuk (mengalir melalui

    gorong-gorong menuju saluran pembawa) untuk saluran kanan dengan

    perbandingan 1,680 m3/detik > 0,7444 m

    3/detik dan untuk saluran kiri dengan

    perbandingan 1,300 m3/detik > 0,5267 m

    3/detik. Dengan melihat perbandingan

    tersebut untuk kedua gorong-gorong dianggap masih mampu melayani debit air

    yang akan masuk.

  • 53

    Yang menjadi permasalah pada bangunan gorong-gorong ini adalah

    kondisi mulut gorong-gorong menjadi sarang bertemunya sampah-sampah

    yang terbawa aliran dan tanaman penggangu yang tumbuh akibat tumpukan

    sedimen yang berada di dalam saluran dan kemiringan gorong-gorong pada

    saluran kanan yang tidak dapat dikontrol dikarenakan bagian hilir gorong-

    gorong dalam kondisi tertutup oleh plat pelintas.

    Air yang masuk kemudian dialirkan oleh saluran di Jalan I Gusti

    Ngurahrai dengan dimensi pada saluran kanan 1,5 x 1,5 m dan saluran kanan

    tidak seragam, air dari saluran kiri dialihkan ke saluran kanan.

    Kondisi setelah pengalihan aliran dengan bangunan pelintas pada Jalan I

    Gusti Ngurahrai terlihat air menggenang di depan rumah warga. Kemungkinan

    tidak dilanjutkannya saluran drainase pada saluran kiri adalah aras tanah yang

    lebih tinggi menuju sungai dan lahan yang tidak memungkinkan dibangun

    saluran yang lebih memadai.

    Yang menjadi perhatian penulis adalah sehubungan dengan pekerjaan

    pembongkaran dan perbaikan saluran drainase yang dilakukan pada beberapa

    jalan protokol di Kota Palu seperti Jl. Basuki Rahmat sebagai lokasi penelitian

    dan saluran drainase ruas Jl. Emy Saelan dengan merubah dimensi yang lebih

    besar, namun jika keadaan gorong-gorong dan saluran drainase pada ruas

    Jalan I Gusti Ngurahrai tidak dilakukan pembenahan pula yang seharusnya

    menjadi lebih penting untuk melancarkan aliran air, maka kondisi yang sama

    akan tetap terjadi pada lokasi penelitian yaitu genangan dan luapan air.

    Terlebih jika sistem tertutup yang diterapkan tidak dibarengi dengan

    operasional dan pemeliharaan yang baik, maka kemungkinan masalah yang

    muncul lebih besar dan akan lebih rumit pula.

    Hal di atas sudah tercermin saat pembongkaran saluran drainase yang

    lama pada lokasi penelitian. Air menggenang terus-menerus sepanjang hari

    seperti tidak ada air yang mengalir ke bagian hilir sehingga menyulitkan

    pengerjaan saluran drainase yang baru. Keadaan inilah yang dikhawatirkan

    akan tetap terjadi terus-menerus jika tidak diterapkan prinsip saluran drainase

    yang benar.

  • 54

    3. Evaluasi Terhadap Tata Letak dan Pelengkap Bangunan

    Saluran drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat menerapkan Pola Siku.

    Yang terlihat dari lokasi penelitian, saluran drainase sepanjang tepi jalan

    terlihat lebih tinggi dari aras tanah di sekitarnya dan penyebab lainnya adalah

    sisa-sisa bahan bangunan yang menumpuk di sisi mulut saluran. Sebagai

    akibatnya saluran hanya menampung aliran limpasan dari jalanan kecil dan air

    buangan rumah tangga meskipun mempunyai kapasitas yang secara substantif

    lebih besar dari yang diperlukan untuk sekedar menjadi drainase jalanan. Hal

    ini mengakibatkan limpasan air hujan dari jalan raya tidak dapat masuk untuk

    mengalir ke saluran drainase dan juga menyebabkan genangan pada daerah

    cekungan dan lebih rendah.

    Pipa pembuangan air kotor dari rumah warga yang diletakkan tidak

    benar pada dinding saluran yaitu meletakkannya di atas mulut saluran, dan

    tepat rata dengan dinding saluran mengakibatkan gerusan pada dinding saluran

    oleh air. Keadaan pipa pembuangan yang berada di atas mulut saluran

    menyebabkan aliran tercemar pada daerah sekitar saluran. Air pembuangan

    yang tidak segera masuk ke dalam saluran menimbulkan bau busuk di sekitar

    pipa pembuangan.

    Gambar 5.1 Sketsa Melintang Kondisi Tata Letak Saluran Drainase

    Hal di atas terjadi kembali pada pekerjaan perbaikan saluran drainase

    ruas Jalan Basuki Rahmat yang sedang dikerjakan. Pipa pembuangan tidak

    dipasang sebaik mungkin guna mencegah terjadinya masalah seperti

    dikemukakan di atas. Ada juga beberapa saluran drainase jalan lain yang

    ujungnya tidak masuk ke dalam saluran, sehingga air keluar ke atas plat

    pelintas dan kemudian masuk ke dalam lubang pembuangan air hujan.

    CL

    900 900

  • 55

    Pada saat penelitian yang dilakukan sebelum pembongkaran perbaikan

    drainase, hanya terlihat 1 buah inlet pada saluran kanan yang terdapat di badan

    trotoar tepat di depan Gereja Kristus Kasih. Inlet berada di saluran Kn5

    dengan beda tinggi yang besar dan masih dalam keadaan baik. Inlet ini

    difungsikan warga sekitar sebagai masukan dari air luapan yang terjadi dari

    arah Jl. Cendana II (Panjang daerah genangan/luapan 50 m dari titik luapan

    sampai ke inlet). Sangat kurangnya inlet inilah yang juga menyebabkan air

    hujan limpasan dari jalan raya tidak masuk ke dalam saluran drainase

    sebagaimana fungsinya mengakibatkan genangan setelah hujan reda (seperti

    pada daerah rendah di sekitar Masjid Darunnain dan sekitar traffic light).

    Adanya usaha warga yang ditempatkan di atas saluran drainase juga

    sebagai masalah yang mengakibatkan kurang terjaganya saluran tersebut.

    Pemasangan papan reklame (seperti baliho) oleh pihak terkait yang tidak

    memperhatikan batasan sempadan saluran juga mengganggu sistem drainase.

    Hal ini yang sekarang terlihat mengganggu pekerjaan pada perbaikan drainase

    ruas Jalan Basuki Rahmat. Papan reklame di depan Yayasan Al-Khaerat yang

    terlihat pondasi melintang saluran menghalangi aliran air, hingga sampai

    pekerjaan perbaikan selesai kondisi yang sama sebelum pekerjaan yaitu

    genangan air dan bau busuk yang timbul akibat genangan air tersebut tetap

    terjadi. Sama halnya pada arah pertemuan Jalan Basuki Rahmat dan Jalan

    Zebra, terdapat satu buah papan reklame yang tiangnya terbuat dari rangka

    tiang besi yang pondasi tepat berada di sisi mulut saluran, sehingga pihak

    konstruksi drainase tidak dapat langsung mengerjakan pembongkaran dan

    perbaikan pada titik masalah tersebut.

    4. Evaluasi Terhadap Perilaku Masyarakat

    Dari 3 evaluasi sebelumnya, yang menjadi inti permasalahan yang lebih

    menjadi pemicu terjadinya luapan dan genangan pada saluran drainase adalah

    sampah dan sedimentasi. Dapat dikemukanan hal ini disebabkan oleh perilaku

    masyarakat sekitar yang juga sebagai pengguna dari saluran drainase tersebut.

    Kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah dari

    hasil rumah tangga yang menjadi masalah utama. Perilaku yang dengan

  • 56

    sengaja membuang sampah di samping saluran bahkan di dalam badan saluran

    yang tidak dapat dikontrol oleh pihak kebersihan. Semestinya masyarakat

    Kota harus lebih paham dalam menjaga kebersihan guna kelestarian

    lingkungan bukan menjadikan saluran sebagai tempat sampah yang paling

    mudah dan praktis untuk dijangkau.

    Para pemilik bangunan rumah toko sebagai tempat usaha mereka, yang

    tidak mengindahkan kebersihan saluran, ketika membangun plat pelintas

    sebagai akses mobilisasi ke usaha mereka tidak melakukan pembersihan

    kembali pada saluran di bawah plat pelintas ataupun saat pelaksanaan

    konstruksi bangunan rumah toko membiarkan sisa-sisa bahan bangunan

    berserakan di dalam saluran yang akan menghambat aliran air.

    Hal ini diperparah dengan tingkat kesadaran masyarakat yang masih

    rendah dan masih acuh tak acuh dengan masalah yang di hadapi. Membiarkan

    luapan dan genangan di sekitar rumah dan usaha mereka terus terjadi tanpa

    rasa kesadaran menjaga lingkungan dan mencoba mengatasi masalah tersebut

    dengan sikap gotong-royong, padahal yang terjadi adalah luapan air tersebut

    mencemari lingkungan mereka sendiri.

    D. Rekomendasi

    Penerapan aspek hidraulik yang benar dan aspek non struktural adalah

    penanganan dasar masalah drainase yang harus diperhatikan oleh pihak terkait dan

    masyarakat sekitar pengguna saluran. Kedua aspek tersebut mencakup

    penanganan secara keseluran jika dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman

    yang ada mulai dari kriteria hidrologi, hidraulika, struktur, pelaksanaan

    pembangunan sesuai spesifikasi, pelaksanaan operasional dan pemeliharaan yang

    sesuai dengan kriteria sistem drainase perkotaan serta pemantapan perundang-

    undangan, organisasi pengelola dan penyediaan dana yang mencukupi untuk

    menunjang kegiatan tersebut.

    Secara khusus pada kondisi kapasitas saluran yang tidak mampu

    menampung dan mengalirkan air seperti pada kelompok saluran Kn6 (Lampiran

    VII), yang perlu dilakukan adalah dengan memperluas dimensi saluran (A) yang

  • 57

    lebih besar daripada dimensi saluran sebelumnya dikarenakan saluran Kn6 ini

    adalah salura