Upload
halien
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT
(STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)
AMRIL RACHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya
yang berjudul :
“Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat
(Studi Kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat)”
merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Laporan akhir ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, Oktober 2011
Amril Rachman
P054094175
ABSTRACT
AMRIL RACHMAN. Performance Evaluation of Salt Farmers Business People (Case
Studies in Bima Distric, Nusa Tenggara Barat province). Supervised by SAPTA RAHARJA
as chief and H. DARWIN KADARISMAN as member.
Flood of salt imports from the country four season to meet consumption needs and the
needs of industry to Indonesia make the price of salt is low, people's business performance seen
from the salt farmer productivity, quality of salt and salt farmers welfare of the people
questioned nationwide. Surprisingly rich tropical sea water and sunlight with the fourth longest
coastline in the world's salt supply shortage in the country, in 2010 national production of only
30,600 tons of salt or less than 1 percent of national demand in 2010 due to harvest in a number
of production centers between 1.000 - 7.000 tons. ponds area and one of the factors that
influence the production of salt is an integral part of the performance of producing salt as salt
producers nationwide. Business performance on a salt farmer folk analyzed the influence of the
land area of salt ponds on productivity, quality and financial performance by analysis of
variance (Anova), for quality is also conducted lab tests and analysis of financial performance
using the calculation of revenue, R/C ratio and B/C ratio. The analysis indicates the diversity of
productivity F count 0.185 is smaller than the F table 3.885 with probability 0.833. Analysis of
the diversity of sea water salinity showed F count 0.339 smaller than F table 5.143 with
probability 0.725. Levels of NaCl has a score of 84.18 percent with the average color of white
salt crystals are turbid and a diameter of less than 5 millimeters. Revenue from June to August
2011 the highest value on the people producing salt flats with an area of 0.23 hectares of land,
averaging 4576666.67 while the lowest score in the group of farmers salt flats with an area of
0.85 hectares of land, the average score of 1677500.00. The analysis indicates the diversity of
income F count 0.581 smaller than F table 0.588 probabilities 5.143. R/C ratio and B/C ratio
produced from June to August 2011 the highest value in the group of people producing salt flats
with total area of 0.23 hectares, the average score of 10.1533 while lowest in the group of salt
farmers with average land area of 0.85 hectares, average score of 3.2367. The analysis indicates
the diversity of F count 1.089 is smaller than the F table 5.143 with probability 0.395. Effect
of salt pond land area of productivity, quality and financial performance analysis results show
analysis of variance (Anova) of the same namely the lack of significant differences. Based on
the above data the business performance of the people rated low salt farmers and growers need
to be enhanced by the salt of the people, particularly in the area.
Keywords: financial, land area, productivity, quality salt farmers
RINGKASAN
AMRIL RACHMAN. Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat (Studi kasus di
Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat). Di bawah bimbingan SAPTA RAHARJA sebagai
ketua dan H. DARWIN KADARISMAN sebagai anggota.
Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih
kurang empat kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan garam yang dihasilkan dari air
laut sebagai bahan baku utama merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam
bentuk garam konsumsi dan garam industri, garam konsumsi untuk konsumsi penduduk,
pengasinan ikan, pakan ternak, dan lain-lain, sedangkan garam industri untuk caustik soda,
pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan kulit, dan lain-lain. Produksi
garam dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat kurang sejak beberapa tahun
yang lalu Indonesia mengalami defisit garam, negeri tropis yang kaya air laut dan matahari
terpaksa mengimpor garam untuk kebutuhan konsumsi dan industri. Tercatat garam dari negeri
seperti Australia, India, dan China membanjiri Indonesia. Negara Indonesia yang sebagian besar
daerahnya berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa,
memotong Indonesia hampir menjadi dua dan luas lautnya mencapai kurang lebih tujuh puluh
persen dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu negara
yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara pengimpor garam.
Rendahnya produksi garam di Indonesia di pengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kinerja
usaha petani garam sebagai tenaga kerjanya dilihat dari produktivitas, mutu, juga finansialnya
yang di dapat oleh petani garam tersebut dan luas lahan tambak garam yang dimiliki, secara
umum semakin luas lahan, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.
Oleh karena itu untuk meningkatkan pasokan garam dalam negeri, usaha petani garam sebagai
produsen garam nasional, perlu dilakukan evaluasi kinerja.
Kajian yang dilakukan bertujuan untuk (1) Mengetahui kinerja finansial (Pd, R/C ratio,
dan B/C ratio) usaha petani garam rakyat; (2) Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas
dan Mutu) usaha petani garam rakyat. Kajian dilakukan di Desa Bontokape Kecamatan Bolo
dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, kinerja usaha petani garam rakyat
dianalisa pada pengaruh luas lahan tambak garam terhadap produktivitas, mutu dan kinerja
finansial dengan melakukan analisa keragaman (Anova) untuk mutu juga dilakukan uji lab dan
analisa kinerja finansial menggunakan perhitungan pendapatan, R/C rasio dan B/C rasio.
Hasil Kajian menunjukan bahwa berdasarkan Analisa keragaman produktivitas
didapatkan F hitung 0.185 lebih kecil dari F tabel 3.885 dengan probabilitas 0.833. Analisa
keragaman kadar garam air laut menunjukan F hitung 0.339 lebih kecil dari F tabel 5.143
dengan probabilitas 0.725. Kadar NaCl memiliki skor rataan 84,18 % dengan warna garam
putih keruh dan diameter kristalnya kurang dari 5 milimeter. Pendapatan bulan Juni hingga
Agustus 2011 nilai tertinggi pada kelompok petani garam rakyat dengan luas lahan rataan 0,23
hektar, skor rataan 4576666,67 sedangkan terendah pada kelompok petani garam dengan luas
lahan rataan 0,85 hektar, skor rataan 1677500,00. Analisa keragaman pendapatan menunjukan F
hitung 0.581 lebih kecil dari F tabel 5.143 probabilitas 0.588. R/C ratio dan B/C ratio yang
dihasilkan bulan Juni hingga Agustus 2011 nilai tertinggi pada kelompok petani garam rakyat
dengan luas lahan rataan 0,23 hektar, skor rataan 10.1533 sedangkan terendah pada kelompok
petani garam dengan luas lahan rataan 0,85 hektar, skor rataan 3.2367. Analisa keragaman
menunjukan F hitung 1.089 lebih kecil dari F tabel 5.143 dengan probabilitas 0.395.
Hasil keseluruhan Uji Anova mengenai pengaruh luas lahan tambak garam terhadap
produktivitas, mutu dan kinerja finansial menunjukan hasil analisa keragaman (Anova) yang
sama yaitu tidak adanya perbedaan yang nyata pada produktivitas, kadar garam, pendapatan
petani garam, R/C rasio dan B/C rasio pada luas lahan yang berbeda, berarti kinerja usaha
petani garam rakyat di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo tercatat rendah dan perlu
ditingkatkan oleh petani garam, khususnya di daerah tersebut.
EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT
(Studi Kasus Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat)
AMRIL RACHMAN
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan. Penulis
menyadari bahwa laporan akhir ini dapat tersusun atas bantuan moril maupun materiil, baik
secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak dan Ibu, atas doa yang selalu mengiringi perjalanan penulis sampai sekarang semoga
Allah membalas kebaikan-kebaikannya.
2. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA, selaku Ketua Program Studi Magister
Profesional Industri Kecil Menengah yang telah membantu membuka cakrawala ilmu bagi
penulis.
3. Dr. Ir. Sapta Raharja. DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan, baik selama proses belajar maupun dalam penyusunan
laporan akhir.
4. Ir. H. Darwin Kadarisman, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan
waktu dan pikirannya untuk memberikan saran, masukan, arahan dan bimbingan yang sangat
berguna dalam penyelesaian tugas akhir ini.
5. Bapak/Ibu dosen PS MPI yang telah menambahkan wawasan pengetahuan bagi penulis.
6. H. Yasin dan Bapak Akhmad selaku ketua kelompok petani garam di lokasi penelitian yang
telah sudi memberikan dukungan data dan informasi berkaitan dengan penyelesaian tugas
akhir ini. Kepada Dr.H.Iwan Setiawan,M.Si selaku Direktur Bisnis GKPN, terimakasih atas
saran dan arahannya. Kepada Kepala Dinas KP Kabupaten Bima
7. Seluruh staf administrasi PS MPI IPB, khusunya Mas Haer, Mas Haris dan Mbak Vera
terimakasih atas bantuannya.
8. Teman-teman MPI 13 atas kebersamaannya selama menimba ilmu di kampus tercinta.
9. Khusus Istriku, Sri Wahyuni, yang telah banyak berkorban dan bersabar dengan selalu
memberi perhatian dalam penulisan laporan akhir ini, dan anak-anakku yang tercinta Arkan
dan Vale sebagai penyemangat hidup.
Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan pahala dan karunia atas segala amal
baiknya, amin.
Penulis menyadari kajian ini masih jauh dari sempurna akibat keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman, namun penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 September 1981 sebagai anak pertama dari
pasangan H. Muhammad Noor dan Siti Hanafiah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah
Dasar di SDN 28 Pagi Jakarta pada tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 121
Jakarta diselesaikan pada tahun 1996 dan Sekolah Menengah Umum di SMUN 110 Jakarta
diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi Akuntansi,
Universitas Jayabaya dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2010, penulis
melanjutkan studi pada Program Magister Profesional Industri Kecil dan Menengah, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sejak tahun 2005 diterima bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan di Direktorat
Pesisir dan Lautan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai staf
pelaksan pada subbag Tata Usaha.
Judul Tugas Akhir : Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat
(Studi Kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat)
Nama Mahasiswa : Amril Rachman
Nomor Pokok : P054094175
Program Studi : Industri Kecil Menengah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Sapta Raharja.DEA Ir.H. Darwin Kadarisman, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc, A.gr
Tanggal Ujian : 31 Oktober 2011 Tanggal Lulus :
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. x
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 3
D. Kegunaan Hasil Penelitian........................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Petani Garam Rakyat................................................................. 4
B. Proses Produksi Garam.............................................................. 9
C. Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi.............................. 10
D. Kinerja dan Evaluasi Kinerja...................................................... 11
E. Kinerja Keuangan...................................................................... 12
METODE KAJIAN
A. Lokasi,Waktu dan Biaya Penelitian............................................. 15
B. Metode Kerja........................................................................... 15
1. Pengumpulan Data............................................................... 15
2. Pengolahan dan Analisis Data................................................ 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Kabupaten Bima.............................................. 21
1. Geografi dan Iklim.............................................................. 21
2. Perhubungan dan Perbankan................................................. 26
3. Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional..................... 27
4. Penduduk dan Ketenagakerjaan.............................................. 28
5. Industri Pengolahan.............................................................. 31
B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi......................... 32
1. Lokasi.............................................................................................. 32
2. Keadaan Penduduk.......................................................................... 34
3. Keadaan Petani Garam Rakyat........................................................ 34
C. Karakteristik Responden............................................................. 37
1. Umur Responden................................................................... 37
2. Pendidikan Responden........................................................ 38
3. Jumlah Anggota Keluarga Responden................................... 39
4. Pengalaman Bertani Garam Rakyat....................................... 41
5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan................................ 42
D. Profil Usaha Garam Rakyat...................................................... 43
E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani
Garam Rakyat.................................................................................... 58
1. Produktifitas...................................................................... 58
2. Mutu.................................................................................. 59
3. Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat....................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan......................................................................... 71
2. Saran.................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 73
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan
Tahun 2008 – 2009......................................................................................... 23
2. Data klimatologi Kabupaten Bima Bulan April – Juli Tahun 2011.............. 24
3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima.................... ....... 25
4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2009.. ....... 29
5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009.......................... 34
6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur............................................... 38
7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan .......................................... 39
8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan....................................................... 40
9. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam.... 41
10. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan ................ 42
11. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas.......................................... 58
12. Konsentrasi Air Laut Dan % Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik
Petani Garam .................................................................................................. 60
13. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam ........................................ 61
14. Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut......................................................... 62
15. Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat ............................................................. 63
16. Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani Garam Per Hektar
Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011........................................................... 65
17. Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani Garam Per 1 Juni s/d14 Agustus
Tahun 2011..................................................................................................... 66
18. Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani Garam
Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan
Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011................................................... 67
19. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Pendapatan............................................. 68
20. R/C Ratio Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011.......... 69
21. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan R/C ratio ............................................... 70
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rantai Pasok Garam Nasional................................................................. 6
2. Kebijakan Harga Minimum...................................................................... 7
3. Skema Unit Pegaraman Sistem Tangga................................................... 8
4. Kerangka Pikir Kajian.............................................................................. 17
5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima.......................................... 21
6. Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2009.................... 22
7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010.............................................. 25
8. Grafik Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Sektor.................. 31
9. Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha Kabupaten Bima 32
10. Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat................. 33
11. TataNiaga Darat dan Tata Niaga Laut..................................................... 35
12. Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha................................ 43
13. Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0.93 Ha............................ 44
14. Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha.................................. 45
15. Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha............................. 46
16. Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha. ............................. 47
17. Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha................. 48
18. Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha.............................. 49
19. Lahan Tambak Milik Ismail Akhmad Dengan Luas 0.5 Ha.................... 50
20. Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan Luas 0.45 Ha................... 51
21. Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha................................... 52
22. Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha.............................. 53
23. Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha................ 54
24. Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha.......................... 55
25. Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha.................................. 56
26. Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha................................ 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Iklim Kabupaten Bima..................................................................... 76
2. Hasil Uji Anova........................................................................................ 82
3. Data Produksi, Penjualan dan Produktivitas............................................ 94
4. Uji Kadar NaCl.................................................................................. 102
5. Biaya Usaha Garam Rakyat................................................................. 106
6. Foto Dengan Petani Garam................................................................. 107
7. Gambar Beumemeter.......................................................................... 108
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Garam yang dihasilkan dari air laut sebagai bahan baku utama merupakan
komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam bentuk garam konsumsi dan
garam industri, Garam konsumsi untuk konsumsi penduduk, pengasinan ikan,
pakan ternak, dan bahan penolong industri, sedangkan garam industri untuk
caustik soda, pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan
kulit, dan lain-lain. Jenis garam terbagi menjadi garam halus, garam briket dan
garam kasar.
Pembuatan garam di Indonesia umumnya menggunakan sistem penguapan
air laut dengan memanfaatkan sinar matahari (Solar Evaporation) di atas lahan
tanah yang berarti pembuatan garam harus dekat dengan pantai namun beberapa
daerah yang memproduksi garam dengan cara memasak, karena kondisi tanah
yang porus yaitu Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Bali dimana
dilakukan dengan cara memasak.
Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang
mengkonsumsi lebih kurang 4 (empat) kg garam per tahun dalam bentuk aneka
pangan (KKP 2010). Masa panen garam normal di Indonesia umumnya sekitar 4 –
5 bulan yaitu dimulai sejak bulan Juli – November.
Berdasarkan data dari PT.Garam (persero) tahun 2010 bahwa Kebutuhan
garam di dalam negeri mencapai sekitar 2,872,326 ton, terdiri dari kebutuhan
garam industri CAP (Chlor Alkali Plant) 1,519,440 ton, dan garam untuk non
CAP 1,352,886 ton. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan
garam, namun cuaca ekstrem yang melanda Indonesia di tahun 2010 berdampak
serius terhadap produksi garam secara nasional.
Kementerian Perindustrian memastikan, produksi garam tahun 2010 hanya
30.600 ton atau sekitar 1% dari kebutuhan nasional tahun 2010 akibat panen di
sejumlah sentra produksi antara 1,000 – 7,000 ton, padahal di tahun 2009,
berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kemampuan produksi
2
garam dalam negeri yang dihasilkan dari petani/usaha kecil/menengah garam,
mencapai 1,200,000 ton atau sekitar 42 % dari kebutuhan nasional di tahun 2010.
Hal ini mengakibatkan Indonesia masih sangat membutuhkan impor garam
dari luar negeri. Pada tahun 2010, pemerintah mengimpor garam sebanyak 2,2
juta ton dari Australia (80%), India (15%), dan China (3%), dan sisanya dari
berbagai negara lain (KKP 2010).
Negara Indonesia yang sebagian besar daerahnya berada di daerah tropis
yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa, memotong Indonesia hampir
menjadi dua dan luas lautnya mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau 70 persen
dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu
negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara
pengimpor garam.
Di tengah potensi kekayaan sumber daya lautan Indonesia, garam salah satu
produk yang mempunyai kontribusi dalam proses pembangunan ekonomi ternyata
belum mampu mengangkat para petani garam dari garis kemiskinan. Meskipun di
lain sisi dipahami bahwa kemiskinan petani garam juga disebabkan oleh faktor
lain yaitu seperti kondisi alam yang tak menentu, kebijakan yang diterapkan
pemerintah dan rendahnya kinerja petani garam terutama dapat dilihat dari aspek
(1) rendahnya tingkat perhitungan keuangan usaha petani garam dalam
menentukan keuntungan dengan membandingkan antara hasil yang diharapkan
akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya
(pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, walaupun tidak harus secara
tertulis. (2) rendahnya produktivitasnya usaha petani garam dan mutu produk
garam. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara
konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur
banyaknya hasil produksi (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input.
Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan
tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi
bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis
produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah).
Berdasarkan uraian diatas, maka dari satu sisi sangat dibutuhkan adanya
penguatan manajemen untuk meningkatkan kinerja dan di sisi lain pelaksanaan
3
manajemen kinerja membutuhkan evaluasi kinerja yang dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat pencapaian sasaran petani garam terutama untuk mengetahui
penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan dapat
tercapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
kinerja finansial dan non finansial bagi usaha petani garam rakyat perlu
ditingkatkan secara terus-menerus dan dipertahankan keberlanjutannya.
Secara ringkas permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kinerja finansial ( Pd dan R/C ratio) usaha petani garam
rakyat ?
2. Bagaimanakah kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani
garam rakyat ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Mengetahui kinerja finansial (Pd dan R/C ratio) usaha petani garam rakyat.
2. Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani
garam rakyat.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari kajian ini antara lain mengembangkan
ilmu/kegunaan teoritis, hasil evaluasi kinerja usaha petani garam rakyat
menunjukan kondisi atau posisi pencapaian tujuan atau sasaran dengan melihat
sisi kinerja keuangan dan kinerja non keuangan pada saat itu, sehingga dapat
diketahui berapa besar sasaran dimaksud telah tercapai. Bila ada indikasi
penyimpangan, dapat sebagai bahan informasi agar segera dilakukan tindakan
koreksi atau perbaikan atau penyempurnaan oleh pihak-pihak terkait.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
A.Petani Garam Rakyat
Pada umumnya, konsep kemiskinan lebih banyak dikaitkan dengan dimensi
ekonomi, karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur dan
diperbandingkan (Dewi, 2008). Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dapat
dilihat dan menjelma dalam bentuk tidak mampunya suatu keluarga dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti sandang, pangan dan papan. Dalam
arti luas, kemiskinan sebagai suatu fenomena multi face atau multidimensional
akibat kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, tetapi juga dilihat dari
dimensi sosial, budaya dan politik.
Banyaknya persoalan yang dihadapi usaha petani garam rakyat baik yang
berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran, pemerintah, maupun
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: (1) pendapatan petani
garam hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus
diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat
mendesak sebelum panen, padatnya penduduk maka lahan yang dimiliki, lahan
disewa atau lahan digarap yang kemudian di bagi hasil dengan pemilik lahan,
menjadi sangat sempit sehingga hasil bersih tidak cukup untuk hidup layak
sepanjang tahun, pengeluaran yang besar kadang-kadang tidak dapat diatur dan
ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan pesta perkawinan, dalam hal
tersebut petani garam sering menjual produknya, misalnya pada saat masih dalam
proses kristalisasi partikel-partikel garam, penjualan tersebut mengakibatkan
harga yang diterima jauh lebih rendah, ketergantungan petani garam terhadap
tengkulak sehingga kemampuan tawar-menawar (bargaining) rendah dalam
penentuan harga hasil produksinya, (2) impor garam masih jauh lebih banyak
dibandingkan produksi lokal, harga garam rakyat di berbagai wilayah Indonesia
relatif rendah rata-rata dijual Rp. 325,- per kg untuk KW1 dan Rp. 250,- per kg
untuk KW2 (KKP 2010) dan pada saat musim panen garam rakyat menurun
drastis hingga Rp. 60,- per kg, dikarenakan membanjirnya produk garam impor
yang mempunyai harga yang lebih murah dengan mutu yang lebih baik
dibandingkan dengan garam buatan produsen garam nasional, merosotnya harga
5
garam di tingkat petani menyebabkan petani memilih menimbun ribuan ton
garamnya di area penggaraman, sambil menunggu perkembangan harga yang ada
di pasar, karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi dan distribusi.
Eksistensi SK Menperindag Nomor: 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang
kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50% kebutuhannya dari garam
rakyat sebelum melakukan impor garam, tidak berjalan efektif dan sering
dilanggar, ketentuan dalam SK yang melarang impor garam pada masa tertentu
yakni 1 bulan sebelum panen, selama panen dan 2 bulan setelah panen garam
rakyat juga tidak diindahkan oleh “sindikasi” importir garam, Sehingga pada saat
panen raya garam rakyat berlangsung, masih terdapat aktifitas bongkar muat
garam impor, hal ini disebabkan mekanisme pengawasan dan penerapan sangsi
hukum yang lemah, kondisi ini membuat petani garam semakin marjinal, (3)
minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya, ketidaklancaran
pasokan air laut ke tambak-tambak garam karena terjadinya pendangkalan pada
saluran utama, teknologi industri pergaraman di sentra-sentra garam rakyat belum
memadai, proses produksi garam sejak tahap sortasi bahan baku hingga proses
pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan, umumnya garam yang
dihasilkan petani garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum
layak dikonsumsi, (4) petani garam tidak mengetahui secara pasti spesifikasi
teknis / kelas /grade mutu garam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI),
setidaknya ada 13 (tiga belas) kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh
petani garam, di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak
berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan
logam lainnya, kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam memiliki
kandungan NaCl berkisar 92 % sedangkan ketentuan SNI kandungan NaCl-nya
tidak boleh lebih rendah dari 97 %, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli
sesuai dengan harga yang tercantum dalam ketentuan SK Menperindag, Nomor :
360/MPP/KEP/5/2004, hal ini seringkali membuat petani garam frustasi.
Selain dari itu petani garam dalam negeri tidak bisa menaikkan posisi tawar,
harga yang diterima petani garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di
tingkat konsumen, karena jalur perdagangan dan distribusi garam khususnya
garam konsumsi kurang efisien, hal ini disebabkan terlalu banyak pelaku
6
pemasaran garam yang terlibat sehingga mengakibatkan panjangnya saluran
proses penyaluran produk sampai ketangan konsumen akhir seperti terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Rantai Pasok Garam Nasional.
Masalah garam rakyat ini semakin rumit karena adanya disharmoni
hubungan antara petani garam, pabrikan dan pemerintah. Petani garam rakyat
adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi
musim kemarau saja. Pabrikan berharap agar petani garam mau meningkatkan
kualitas garamnya sehingga sama dengan kualitas garam impor, sementara petani
garam tidak mampu memenuhi kualitas karena tidak menambah harga jual secara
signifikan yang artinya harga garam yang berlaku di tingkat petani garam tidak
memberi insentif bagi petani garam untuk meningkatkan kualitasnya. Di sisi lain,
pemerintah kesulitan menetapkan kebijakan floor price ( harga dasar ) garam atau
harga minimum pada masing-masing daerah sentra produksi garam, harga dasar
tidak memperhitungkan faktor persaingan, penetapan harga dasar biasanya
dilakukan oleh suatu lembaga atau pemerintah untuk menjaga agar harga tidak
merosot di tingkat produsen.
Konsumen/Industri
7
Menurut John Davis (2006) bahwa bentuk intervensi yang dilakukan dalam
mekanisme harga dasar yaitu pemerintah melakukan pembelian terhadap surplus
produksi (excess supply) yang terbentuk dari pengurangan antara jumlah yang
ditawarkan dikurangi jumlah yang diminta ( Qs – Qd ) yang mengakibatkan kurva
demand patah menjadi D’ A B. Hal ini untuk melindungi agar produsen tidak
mengalami kerugian terutama pada saat musim panen raya.
Suatu komoditas pada saat panen raya kurva penawaran garam bergeser
jauh kekanan, sehingga harga keseimbangan panen raya merosot jauh karena
kurva permintaan garam inelastis, maka Pengeluaran Konsumen turun, keadaan
tersebut membuat turun kinerja petani garam dan tidak mau lagi memproduksi
garam sehingga dapat menurunkan produksi garam nasional yang akan
berdampak pada meningkatnya impor garam sehingga membuat pemborosan
devisa negara seperti yang telihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kebijakan Harga Minimum
Petani garam dibedakan berdasarkan kepemilikan lahan garam yaitu :
pemilik, penyewa dan petani bagi hasil. Pemilik adalah petani garam yang
memiliki lahan garam sendiri, Penyewa adalah para petani yang menyewa lahan
garam dalam budidaya garam, sedangkan bagi hasil adalah petani yang
menggarap lahan garam dan melakukan perjanjian bagi hasil dengan pemilik
lahan garam.
Berdasarkan Penelitian Kementerian Perindustrian, areal petani garam
rakyat petak-petaknya kecil dan jumlahnya menyebar, waktu pungut garam 3-5
hari sudah dipungut garamnya, pungutan garamnya langsung diatas tanah.
8
Pada umumnya petani garam rakyat memakai sistem tangga, pada dasarnya
sistem ini terdiri dari beberapa kolam yang mana kolam-kolam pegaraman ini
seperti tangga, makin dekat ke kolam pengkristalan letak kolam semakin rendah.
Gambar skema dari sistem tangga dapat dilihat pada Gambar 3.
7
1 2 3 4 5 6
7
7
Gambar 3. Skema unit pegaraman sistem tangga
Keterangan :
1. Tempat persediaan air laut 2. Kolam Pemekatan I
3. Kolam Pemekatan II 4. Kolam Pemekatan III
5. Kolam Pemekatan IV 6. Kolam Pemekatan V
7. Kolam Pengkristalan
Cara Kerjanya, mula-mula air laut dipompakan masuk ke kolam
penyimpanan dan selanjutnya dialirkan ke kolam pemekatan. Pada kolam ini air
laut diuapkan dengan bantuan sinar matahari dan angin sampai kepekatan tertentu.
Pada kepekatan tertentu air laut itu dialirkan lagi ke kolam pemekatan berikutnya
begitulah seterusnya sampai kepekatan mencapai 25oBe selanjutnya air laut di
alirkan ke kolam pengkristalan sampai kepekatan mencapai 29oBe yaitu
pengkristalan NaCl yang optimal. Umumnya petani garam rakyat mengkristalkan
9
garam hingga seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering
(total kristalisasi).
B.Proses Produksi Garam
Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir
pantai baik dengan sinar matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi
garam dengan air laut pada perinsipnya terdiri dari 2(dua) tahap yakni yang
pertama adalah proses pemekatan (dengan penguapan airnya ) dan yang kedua
adalah proses pemisahan garamnya (dengan kristalisasi), setelah dikristalkan pada
proses selanjutnya akan diperoleh garam.
Lokasi pembuatan garam harus memenuhi persyaratan antara lain lokasi
landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan garam (dengan atau tanpa bantuan
alat), lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan
banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang
panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembuatan garam metode
penguapan air laut dengan enersi sinar matahari tersebut adalah :
Konsentrasi air laut, berkaitan dengan banyak sedikitnya jumlah garam
yang terlarut didalam satu satuan volume air laut
Kecepatan penguapan, berkaitan dengan banyaknya garam yang
diperoleh; makin cepat air laut menguap, maka makin cepat diperoleh air
tua (air garam jenuh) dan akan berakibat makin cepat terjadinya garam.
Curah hujan, banyaknya hujan memberikan effek negatif pada proses
pembikinan garam karena mengencerkan kembali air garam jenuh dan
merusak galengan lahan garam.
Air laut yang hilang karena Peresapan (porositas) tanah, karena
hilangnya air laut yang meresap akan mempengaruhi jumlah produksi
garam.
Beberapa tahap proses produksi garam yang perlu dijalankan, berdasarkan
data dari Kementerian Perindustrian (2006) adalah :
Persiapan dilakukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum musim
kemarau tiba dengan demikian produksi garam dapat dimulai tepat diawal
10
musim kemarau dan pekerjaan persiapan adalah berupa memperbaiki
kembali semua saluran, tanggul-tanggul kolam pengaraman, pintu-pintu air
laut/garam dari satu kolam ke kolam lainnya, memperbaiki dasar tanah
dengan mengeraskan dasar lahan petak atau kolam garam, membersihkan
(dari lumpur dan kotoran-kotoran kolam – kolam kristalisasi) tempat
pencucian dan pengeringan garam, persiapan penempatan kembali pompa
air laut (jika diperlukan) dan kincir angin, mempersiapkan alat pengambil
kristal garam (penggarauk). Pekerjaan persiapan ini dilakukan pada demplot
yang dioperasikan sebelumnya.
Manajemen air laut untuk memperoleh air laut yang cukup sepanjang
musim kemarau, melakukan pemeliharaan saluran air.
Melaksanakan sistem penguapan dan kristalisasi.
Melakukan pengawasan atau pengecekan kadar garam (kepekaan air laut),
pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat Baumemeter (Be).
Melakukan pemanenan garam yang sudah cukup tua (kadar garam tinggi).
Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan waktu kristalisasi
(sebaiknya dibiarkan selama 5 hari di kolam pengkristalan). Selain itu di
upayakan agar garam yang dipanen tidak tercampur tanah atau lumpur.
Melakukan pembilasan atau pencucian garam setelah dipanen. Hal ini perlu
dilakukan agar garam bersih dari kotoran tanah atau lumpur. Pencucian
harus dilakukan dengan larutan garam pekat (dapat dilakukan dengan
menggunakan air laut sisa kristalisasi).
Melakukan penirisan garam di tempat pengeringan agar kadar air turun,
kadar air garam yang rendah akan meningkatkan mutu garam.
C. Faktor –faktor yang mempengaruhi produksi
Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi garam adalah sebagai
berikut : (1) lahan tambak garam yang merupakan penentu dari pengaruh faktor
produksi produk garam rakyat. Secara umum dikatakan,semakin luas lahan (yang
digarap / ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan
tersebut. Ukuran lahan tambak garam dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau
are; (2) tenaga kerja dalam hal ini petani garam merupakan faktor penting dalam
11
proses produksi garam. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang
maju dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian produk garam yang bagus
sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai
curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif
yang dipakai. Usaha petani garam yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil
biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usaha petani
garam berskala besar. Selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga, juga
memiliki tenaga kerja ahli; (3) modal, setiap kegiatan dalam mencapai tujuan
membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi. Dalam kegiatan proses
tersebut modal dapat dibagi menjadi 2 bagian , yaitu modal tetap dan modal tidak
tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan dimana biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi,
sedangkan modal tidak tetap terdiri dari upah yang dibayarkan kepada tenaga
kerja; (4) teknologi, dalam meningkatkan mutu garam, meliputi teknologi
pengelolaan lahan, teknologi kristalisasi dan peralatan lain seperti kincir dan
pompa, Teknologi pasca produksi meliputi teknologi pemurnian yaitu pencucian
garam untuk membersihkan kotoran yang terkandung dalam garam berupa pasir
dan lumpur serta untuk mengurangi kadar ion – ion seperti Ca, Mg, dan SO4.
Serta Ion-ion dan senyawa tak larut lainnya; (5) manajemen, dalam usaha petani
garam, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi
garam rakyat, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan
evaluasi.
D. Kinerja dan Evaluasi Kerja.
Ada banyak definisi tentang kinerja yang dikemukakan oleh para ahli
terutama mereka yang memiliki keahlian dalam bidangnya. Karena setiap definisi
kinerja itu sendiri memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
menurut (Irham 2010) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan /program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis
suatu organisasi, menurut (Simanjuntak, 2005) kinerja bermakna kemampuan
12
kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan
tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam
satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang
ditetapkan lebih dahulu (Simanjuntak, 2005). Tujuan evaluasi kinerja adalah
untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau perusahaan.
Evaluasi kinerja merupakan bagian dari fungsi manajemen yang penting yaitu
evaluasi dan pengawasan, evaluasi kinerja dimaksudkan untuk mengetahui
pencapaian sasaran perorangan, kelompok kerja,bagian organisasi dan
perusahaan. Hasil evaluasi kinerja masing-masing individu atau perorangan
menggambarkan kondisi atau tingkat pencapaian sasaran individu yang
bersangkutan, disamping itu evaluasi kinerja individu juga memberikan gambaran
keunggulan, kelemahan dan potensi individu yang bersangkutan. Dengan
demikian hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak
penggunaan.
E. Kinerja Keuangan
Untuk memutuskan suatu usaha memiliki kualitas yang baik maka ada dua
penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan acuan untuk melihat usaha
tersebut telah menjalankan suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian
ini dapat dilakukan dengan melihat sisi kinerja keuangan (financial performance)
dan kinerja non keuangan (non financial performance) (Fahmi 2010). Kinerja
keuangan, data yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan.
Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 3 orang dengan upah Rp. 3000/hari,
biaya tenaga kerja adalah 3xRp 3000 =Rp. 9000. Jika diantara tenaga kerja
tersebut, terdapat 1 orang dari dalam keluarga dan 2 orang yang berasal dari luar,
nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja luar saja sebesar 2 orang.
Penilaian kinerja setiap usaha adalah berbeda-beda karena itu tergantung kepada
ruang lingkup usaha yang dijalankan, kinerja keuangan petani memperhitungkan
antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan,
revenue) dengan biaya (pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, jenis biaya
13
terbagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud
dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada
besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang, yang
dimaksud biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan
langsung dengan besarnya produksi misalnya biaya sarana produksi Kinerja non
keuangan adalah terletak pada produktivitas usaha yang merupakan
penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah,
efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi fisik (out put) yang dapat
diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari
sebidang tanah tentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap
tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-
besarnya pada tingkatan teknologi tertentu, jadi secara teknis produktivitas
merupakan kajian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah),
Kinerja non keuangan juga dapat dilihat melalui peningkatan mutu, kualitas
garam rakyat umumnya kadar NaCl < 90%, masih dibawah dari ketentuan SNI
garam konsumsi dengan kadar NaCl 94,7%. (DKP 2010).
Mutu merupakan dimensi persaingan yang penting sejak tahun 1980-an
hingga saat ini. Tetapi pada pertengahan tahun 1990-an , dalam arena persaingan
bisnis, mutu telah bergeser dari suatu keunggulan strategis menjadi suatu
kebutuhan. Barang yang bermutu tinggi adalah barang memiliki spesifikasi tinggi,
seperti material nomor satu atau teknologi nomor satu. Sedangkan, spesifikasi
yang tinggi dapat menyebabkan inefisiensi. Disamping pendapat tersebut para
pakar mutu telah mencoba mendefinisikan mutu, seperti dikutip oleh Darwin
(2010) sebagai berikut :
(1) Philip B. Crosby berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadap
persyaratan (conformance to requirement). Seperti jam tahan air, sepatu yang
tahan lama, atau dokter yang ahli. Hal lainnya dikemukakan tentang pentingnya
melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby
merupakan proses top down.
(2) W. Edwards Deming berpendapat bahwa mutu berarti pemecahan
masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terus menerus. Pendekatan ini
merupakan pendekatan bottom up.
14
(3) Joseph M Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan
penggunaan (fitnes for use), artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan.
(4) K. Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti kepuasan pelanggan .
Dengan demikian setiap proses dalam organisasi memiliki pelanggan.
15
3. METODE KAJIAN
A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian
Tugas akhir ini dilaksanakan di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan
Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara
Barat, Kabupaten bima terletak pada 118o44” – 119
o22” Bujur Timur dan 08
o08”
– 08o57” Lintang Selatan.
Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur Pulau Sumbawa, diapit
oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di
sebelah Timur, dan Laut Flores disebelah Utara serta Samudera Indonesia di
sebelah Selatan.
Curah hujan tahun 2009 yang memiliki lahan produktif terluas dan tertinggi
produksi secara rata-rata mencapai 85,5 mm per bulan dengan hari hujan 9,5 hari
perbulan. Sedangkan suhu udara rata-rata adalah 27,6 yang berkisar antara 23oC
hingga 33oC. Keadaan ini membuat suhu di wilayah Bima sangat panas.
Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR
pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 BankUnit, 3 Kantor
Kas dan 14 BPR, (BPS 2010).
B. Metode Kerja
1. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan
melalui beberapa tahapan berikut : (1) penetapan lokasi; (2) pengumpulan data
primer dan sekunder; (3) pentabulasian data; dan (4) pengolahan atau analisis
data.
Dalam pengumpulan data di lapangan digunakan metode studi kasus karena
daerah penelitian cukup luas. Peneliti dibatasi oleh biaya yang tersedia dan untuk
mendapatkan gambaran yang mewakili objek penelitian dengan benar. Pada
metode studi kasus tidak semua individu di dalam populasi diamati, melainkan
hanya suatu fraksi (bagian) dari populasi yang disebut sebagai contoh (sample).
Proses penetapan contoh (supaya hasil yang dicapai baik dan paling tidak
mendekati kebenaran), diatur dengan metode pengambilan (penarikan) contoh
16
(sampling method) (Moehar 2005). Metode pengambilan contoh yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode pengambilan contoh acak distratifikasi
(stratified random sampling).
Metode acak distratifikasi ini lebih dulu untuk membedakan satuan
elementer dalam populasi menjadi dua atau lebih, artinya sebelum pengambilan
contoh dilakukan, populasi dipilah-pilah menjadi beberapa strata (kelas/lapisan).
Di dalam stratified random sampling Pengambilan sampel langsung secara
random dari objeknya hanya cocok/ tepat untuk suatu kelompok data yang
homogen atau relatif homogen. Dalam hal data yang homogen / relatif homogen
jumlah elemen yang diambil tidak perlu terlalu banyak ( Supranto 2002).
Kriteria penetapan strata pada penelitian ini berdasarkan luas lahan produksi
garam rakyat, yaitu peneliti membagi populasi menjadi tiga subpopulasi, yaitu
kelompok petani garam besar (n1), kelompok petani garam menengah (n2) dan
kelompok petani garam kecil (n3). Untuk masing-masing kelompok diambil 5
responden secara acak.
Data primer untuk mengetahui pengeluaran, penerimaan/pendapatan usaha
petani garam, faktor produksi, hasil produksi dan apakah perbedaan tipologi
petani garam rakyat yang ada di Kabupaten Bima terhadap pendapatan petani
garam rakyat berasal dari luas lahan yang dimiliki. Untuk mendapatkan data ini
melalui kegiatan wawancara, penyebaran kuesioner dan observasi. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari berbagai literatur maupun referensi yang terkait
dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data sekunder didapatkan dari laporan dan
penelitian terdahulu mengenai usaha petani garam rakyat, dari sejumlah dinas dan
instansi pemerintah seperti Kantor Statistik, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan
lain-lain. Kerangka berpikir kajian evaluasi kinerja usaha petani garam rakyat
secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.
17
Gambar 4. Kerangka pikir kajian
2. Pengolahan dan Analisis Data
Pengaruh luas lahan petani garam rakyat yang ada di Kabupaten Bima
terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial dilakukan analisis keragaman
(ANOVA), sebelum data diolah dilakukan uji homogenitas data dengan bantuan
software SPSS. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Produktivitas
Ho : tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda
Ha : terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda
b. Mutu
Ho : tidak terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10ml air laut pada luas lahan
yang berbeda
Ha : terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10 ml air laut pada luas lahan yang
berbeda
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Evaluasi kinerja
Pengumpulan Data
Tabulasi data
Data Primer
Kuesioner
Diskusi
Data Sekunder
Data dari BPS, BAPPEDA,
Stasiun Meteorologi Sultan
M. Salahuddin Bima, Dinas
Kelautan dan Perikanan.
Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat
Produktivitas dan Mutu Kinerja finansial
(TC, TR, Pd, R/C ratio)
18
c. Pendapatan
Ho : tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda
Ha : terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda
d. R/C ratio
Ho : tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda
Ha : terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda
3. Pengamatan dan Pengukuran
a. Pendapatan Per Ha Usaha Petani Garam Rakyat
Pendapatan usaha petani garam merupakan selisih antara total penerimaan
dan total biaya, usaha petani garam dapat dirumuskan sebagai berikut.
Pd = TR – TC
TR = Y. Py
TC = FC + VC
Di mana :
Pd : pendapatan usaha
TR : total penerimaan
TC : total biaya
FC : biaya tetap
VC : biaya variabel
Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usaha
Py : harga Y
19
b. R/C ratio
Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau
nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
A = R/C
Py x Y
FC + VC
dimana :
A : R/C ratio
R : penerimaan(revenue)
C : biaya (cost)
Py : harga output
Y : output
FC : biaya tetap (fixed cost)
VC : biaya variabel (variabel cost)
Kriteria keputusan :
R/C > 1, usaha petani garam untung
R/C < 1, usaha petani garam rugi
R / C = 1, usaha petani garam impas (tidak untung / tidak rugi)
c. Pengukuran Produktivitas Usaha Petani Garam Rakyat
Ukuran produktivitas usaha petani garam rakyat dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut
Produksi
Produktivitas = Ton/Ha
Luas Lahan
Produksi dalam Ton
Luas Lahan dalan Ha
20
d. Pengukuran Mutu produk Garam Rakyat
Mutu garam rakyat pada penelitian ini ditentukan oleh:
1. Kadar garam air laut
2. Kadar Nacl (%)
3. Warna butiran garam (secara visual)
4. Diameter kristal (secara visual)
21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Kabupaten Bima
1. Geografi dan Iklim
Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB). Terletak pada 118o44” – 119
o22” Bujur Timur dan 08
o08”
– 08o57” Lintang Selatan.
Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur pulau Sumbawa, diapit
oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di
sebelah Timur, dan Laut Flores di sebelah Utara serta Samudera Hindia di sebelah
Selatan. Gambar peta wilayah dan batas wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat
pada Gambar 5.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima
Gambar 5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima.
22
Kabupaten Bima terdiri dari 177 desa. Sebanyak 35 desa merupakan desa
pesisir, yaitu desa yang berada di pinggir laut. Sementara 142 desa lainnya berada
di wilayah lembah atau pegunungan.
Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.374,65 km2 yang terdiri dari 7,22
persen lahan sawah dan 92,78 persen bukan lahan sawah, yang dapat dilihat pada
Gambar 6 dan Tabel 1.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima
Gambar 6. Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2009
23
Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan
Tahun 2008 – 2009
No. Kecamatan
Jenis Tanah
Lahan Sawah Lahan Bukan sawah Jumlah
2008 2009 2008 2009 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Monta 2.915 2.975 20.026 19.966 22.941 22.941
2 Parado 8.67 8.75 21.292 21.284 22.159 22.159
3 Bolo 1.993 1.993 8.148 8.148 10.141 10.141
4 Mada Pangga 3.764 3.764 15.145 15.145 18.909 18.909
5 Woha 2.642 2.642 4.883 4.883 7.525 7.525
6 Belo 1.437 1.447 5.369 5.359 6.806 6.806
7 Palibelo 1.903 1.903 6.521 6.521 8.424 8.424
8 Langgudu 2.021 2.059 26.377 26.339 28.398 28.398
9 Wawo 1.776 1.775 11.841 11.842 13.617 13.617
10 Lambitu 4.60 4.60 8.370 8.370 8.830 8.830
11 Sape 1.894 1.894 22.559 22.559 24.453 24.453
12 Lambu 1.958 1.958 35.454 35.454 37.412 37.412
13 Wera 1.346 1.706 37.854 37.494 39.200 39.200
14 Ambalawi 5.55 5.55 24.995 24.995 2.5550 25.550
15 Donggo 2.980 2.980 21.108 21.108 24.088 24.088
16 Soromandi 5.70 9.39 15.942 15.573 16.512 16.512
17 Sanggar 1.227 1.231 70.773 70.769 72.000 72.000
18 Tambora 4.35 4.40 50.065 50.060 50.500 50.500
Jumlah 30.743 31.596 406.722 405.869 437.465 437.465
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
24
Keadaan iklim Kabupaten Bima pada Bulan April - Juli di tahun 2011
secara rata-rata di tampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data klimatologi Kabupaten Bima
Bulan April – Juli Tahun 2011
NO. BULAN TEMPERATUR oC
(Rata”)
CURAH
HUJAN
DITA -
KAR
(mm/hh)
PEN -
YINA -
RAN
MATA
HARI %
TEKAN-
AN
UDARA
(Rata”)
KELEM-
BAPAN
RELA-
TIF %
(Rata”)
KECE -
PATAN
ANGIN
(Rata”)
(Km/
jam)
ARAH
ANGIN
(Rata”)
07,00 13,00 18,00
Jam
08.00
08.00 –
16.00 13,00
1 APRIL 24,6 30,2 26,9 235,8/21 49 1009,1 72 12,96 180
2 MEI 23,7 31,4 27,0 34,9/9 81 1009,9 63 12,96 180
3 JUNI 21,3 30,2 25,5 - 92 1011,0 56 16,67 180
4 JULI 21,7 31,00 26,1 0,5/3 72 1011,2 56 16,67 180
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima
Tabel 2 menggambarkan curah hujan di bulan April sampai dengan Juli
tahun 2011 terlihat adanya penurunan secara rata-rata dari 235,8 mm per bulan
menjadi 0,5 mm per bulan dengan hari hujan dari 21 hari per bulan turun menjadi
3 hari per bulan .Sedangkan suhu udara sampai dengan bulan juli rata – rata 25,1
yang berkisar antara 20,7 o C hingga 31,7
o C.
Prakiraan curah hujan di Kabupaten Bima pada bulan Agustus sampai
dengan bulan Oktober di tahun 2011 masih sangat rendah atau sama dengan pada
bulan Juni dan Juli 2011,di bandingkan pada tahun 2010 yang curah hujannya
diatas batas atas normal menurut data normal curah hujan bulanan yang
dikeluarkan oleh Stasiun Meteorologi M. Salahuddin Bima dapat dilihat pada
Lampiran 1.
25
Data curah hujan bulanan tahun 2010 terlihat pada Tabel 3 serta batasan
normal yang menunjukan curah hujan bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun
2010 terlihat pada Gambar 7.
Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima
Tahun
Bulan
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEPT OCT NOV DES
2010 245.9 105.7 103.4 28 130 2.8 69,9 11 136,1 96,4 293,6 228,7
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima
Gambar 7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010
0
50
100
150
200
250
JAN
FE
B
MA
R
AP
R
MA
Y
JUN
JUL
AU
G
SE
P
OC
T
NO
V
DE
S
CU
RA
H H
UJA
N (
mm
)
DATA NORMAL CURAH HUJAN BULANAN TAHUN 2001 S/D 2010
Rata2 Curah HujanBulanan Thn 2001 s/d
2010
Batas Bawah Normal
Batas Atas Normal
26
Tabel 3 menunjukan terjadinya curah hujan di wilayah Kabupaten Bima
sejak awal Juli 2010 hingga akhir Desember 2010 di atas batas normal
berdasarkan data normal curah hujan bulanan tahun 2001 s/d 2010 yang terjadi di
Indonesia, terlihat pada Gambar 7.
Batas atas normal curah hujan di Indonesia bulan Juli 10 mm per hari,
bulan Agustus 5 mm per hari, bulan september 20 mm per hari, bulan Oktober
15 mm per hari, bulan November 90 mm per hari dan bulan Desember 165 mm
per hari.
Curah hujan di Kabupaten Bima bulan Juli yaitu 69,9 mm per hari, bulan
Agustus 11 mm per hari, bulan September 136,1 mm per hari, bulan Oktober 96,4
mm per hari, bulan November 293,6 mm per hari dan bulan Desember 228,7 mm
per hari. Ini berarti bila dibandingkan dengan data normal curah hujan di
Indonesia maka hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Bima di bulan Juli
sampai dengan bulan Desember curah hujannya di atas batas normal atau
mengalami curah hujan dengan frekuensi yang tinggi.
2. Perhubungan dan Perbankan
Sektor transportasi berperan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi
melalui kegiatan pengangkutan orang dan barang. Produktivitas sektor ini sangat
tergantung pada infrastruktur jalan, pelabuhan dan kapasitas bandara.
Panjang jalan negara di Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 78,70 km, jalan
propinsi 412,73 km, dan jalan kabupaten 827,70 km.
Kondisi jalan di Kabupaten Bima masih sangat memprihatinkan. Hanya 57
persen yang berkondisi baik dan rusak ringan, sedangkan sisanya rusak serta tidak
terinci. Berdasarkan jenis permukaan, hanya 44,63 persen jalan beraspal,
sedangkan sisanya adalah jalan krikil dan tanah.
Selain sarana transportasi darat, di Kabupaten Bima juga terdapat sarana
transportasi udara, yaitu Bandara Sultan Muhammad Salahuddin yang berada di
Kecamatan Palibelo. Pesawat yang mendarat di Bandara ini melayani rute
penerbangan Denpasar, Mataram serta Labuhan Bajo.
27
Peran perbankan dalam mendorong peningkatan pembangunan sangatlah
penting. Perbankan dituntut untuk mampu menyediakan modal usaha bagi
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbankan
juga memiliki peran yang sangat penting dalam kontrol laju inflasi melalui
berbagai program penghimpunan dana masyarakat.
Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR
pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 Bank Unit, 3 Kantor
Kas dan 14 BPR(BPS Kabupaten Bima 2010).
Disamping mengumpulkan dana yang ada di masyarakat dalam bentuk
simpanan, perbankan juga dituntut untuk dapat menyalurkan dana tersebut
kembali kepada masyarakat melalui skema kredit. Masyarakat dapat
menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan, seperti untuk modal kerja,
investasi maupun untuk konsumsi.
Setiap tahunnya, total pinjaman yang disalurkan oleh Bank Umum maupun
BPR terus mengalami peningkatan. Besarnya pinjaman yang disalurkan ini pada
tahun 2009 mencapai Rp. 1.214 Milyar, jauh meningkat dibandingkan tahun 2007
yang besarnya Rp. 783,7 Milyar. (BPS Kabupaten Bima 2010).
3. Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional
Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima adalah
yang terendah, jika dibandingkan dengan kabupaten – kabupaten lain yang ada di
Provinsi NTB.
Meskipun demikian, perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga
perkapita Kabupaten Bima cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun
2009.
Secara teori, meningkatnya peningkatan pengeluaran rumah tangga
disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dalam rumah tangga tersebut.
Selain oleh faktor pendapatan, keadaan ini juga disebabkan oleh faktor-
faktor lainnya seperti tingkat harga barang- barang dipasar umum, jumlah barang-
barang konsumsi tahan lama, tingkat bunga bank, perkiraan tentang masa depan,
dan kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
28
Pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 Rp.
342.855,- , meningkat 12,21 persen dibandingkan tahun 2008 Rp. 305.536,-,
pengeluaran terbesar penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 adalah untuk
konsumsi makanan yaitu 65,76 persen, sedangkan untuk konsumsi non makanan
34,24 persen.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
ekonomi yang mencerminkan produktivitas perekonomian suatu daerah. PDRB
mencerminkan pendapatan dari faktor – faktor produksi (tanah, tenaga kerja,
modal dan kewirausahaan).
Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita merupakan gambaran dari
rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun.
Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat
yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan
keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang.
Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bima dari tahun ke tahun terus
meningkat. Pada tahun 2009, pendapatan perkapita penduduk mencapai
Rp. 3.373.653, meningkat 5,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang
besarnya Rp. 3.201.262(BPS Kabupaten Bima 2010).
4. Penduduk dan Ketenagakerjaan
Penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Jumlah
penduduk Kabupaten Bima pada tahun 2009 adalah 420.207 jiwa, yang dapat
dilihat pada Tabel 4.
29
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan
Tahun 2009
No. Kecamatan
Penduduk
Laki-Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Monta 16.036 17.194 33.230
2 Parado 4.274 4.587 8.861
3 Bolo 20.892 21.008 41.900
4 Mada Pangga 13.707 14.273 27.980
5 Woha 20.125 20.383 40.508
6 Belo 9.510 10.007 19.517
7 Palibelo 11.787 12.142 23.929
8 Langgudu 14.948 15.107 30.055
9 Wawo 8.594 9.259 17.853
10 Lambitu 1.580 1.607 3.187
11 Sape 25.143 25.206 50.349
12 Lambu 15.783 15.975 31.758
13 Wera 13.558 14.267 27.825
14 Ambalawi 8.998 8.949 17.947
15 Donggo 8.124 8.462 16.586
16 Soromandi 6.533 6.727 13.260
17 Sanggar 5.800 5.832 11.632
18 Tambora 1.958 1.872 3.830
Jumlah 207.350 212.857 420.207
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
Persebaran penduduk disetiap kecamatan tidak merata. Kecamatan Sape
memiliki jumlah penduduk paling banyak sekitar 11,98 persen dari total jumlah
penduduk Kabupaten Bima.
30
Kecamatan berikutnya yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah
Kecamatan Bolo dan Woha, masing-masing 9,97 persen dan 9,64 persen.
Sementara itu, Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah
Kecamatan Lambitu yang diikuti oleh Kecamatan Tambora dimana masing-
masing kurang dari 1 persen.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah indikator yang
menggambarkan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau
berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan
jasa.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bima tahun 2009
adalah 59,12 persen dari total seluruh penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut
95,42 persen bekerja dan sisanya 4,58 persen adalah pengangguran.
Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2009 adalah 181.327
jiwa.Proporsi tenaga kerja terbesar berada di sektor Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan, Perburuan dan Perikanan yaitu sebesar 67,30 persen dari total seluruh
penduduk yang bekerja, sedangkan yang terkecil berada di sektor Lembaga
Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan yaitu sebesar 0,11
persen.
Dibandingkan tahun 2008, sektor yang mengalami pertumbuhan tenaga
kerja terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum yang naik 110,71 persen,
sektor pertambangan dan penggalian 51,55 persen, dan sektor Pertanian,
Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 8,45 persen. Proporsi
ketenagakerjaan di Kabupaten Bima di tahun 2009 secara rinci dapat dilihat pada
Gambar 8.
31
67,301,8
1,27
6,84
0,201,51
10,47
3,340,117,18
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
Penggaraman
Pertambangan dan Penggalian
Industri
Listrik, Gas dan Air Minum
Konstruksi
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Gambar 8. Grafik persentase penduduk yang bekerja menurut sektor,2009
Sumber : BPS Kabupaten Bima dan DKP Kabupaten Bima 2010
5. Industri Pengolahan
Proses Industrialisasi merupakan kelanjutan dari tahapan pembangunan
ekonomi setelah sektor pertanian berkembang. Sektor industri memegang peranan
penting sebagai sektor produktif dalam memaksimumkan pembangunan.
Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 519 industri kecil dan kerajinan rumah
tangga (IKKR) di wilayah Kabupaten Bima. Jumlah ini terdiri dari 39,11 persen
industri formal (memiliki ijin usaha) dan 60,89 persen industri non formal (belum
memiliki ijin usaha).Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Bima usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini telah mampu
menampung tenaga kerja sebanyak 1.181 orang, yang berarti sekitar 2 orang
untuk 1 usaha industri. Dari jumlah ini, industri formal menggunakan tenaga kerja
lebih banyak dibandingkan industri non formal.
Usaha garam rakyat merupakan salah satu usaha industri kecil yang ada di
Kabupaten Bima, usaha ini sangat potensial di daerah Kabupaten Bima dan
menyerap banyak tenaga kerja.
32
B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi
1. Lokasi
Ribuan hektar lahan garam yang bergandengan dengan tambak-tambak
bandeng adalah pemandangan yang menarik ketika melewati wilayah yang berada
disekitar teluk Bima. Lahan-lahan ini sejak tahun 1950-an sudah dimanfaatkan
untuk usaha garam rakyat dan bandeng. Usaha garam rakyat paling produktif
yang ada di Kabupaten Bima meliputi dua kecamatan, yakni Kecamatan Bolo
dan Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki lahan
dengan tingkat kemiringan terdiri dari 0-2%, 3-15%, 16-40%, dan lebih besar dari
40%. Tingkat kemiringan > 40 % dari luas wilayahnya terbanyak di Kecamatan
Bolo yaitu 9.557 sedangkan di Kecamatan Woha hanya 2.716. Wilayah
Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 9. Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha
Kabupaten Bima
33
Desa Bontokape berada di Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo berada di
Kecamatan Woha, kedua desa ini adalah lokasi studi, gambaran peta lokasi dan
usaha garam kedua desa ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 10. Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat
Batas Desa
Air Danau
Air Empang
Air Laut
Air Penggaraman
Air Rawa
Air Tawar Sungai
Budaya Lainnya
Hutan Bakau
Hutan Rimba
Padan Rumput
Pasir/Bukit Pasir Darat
Pasir/Bukit Pasir Laut
Perkebunan
Perumahan
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Semak Belukar
Tegalan/Ladang
Vegetasi Non Budaya Lainnya
Legend
"/ Ibukota Kecamatan
!. Desa
!( Dusun
®q Bandara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Batas Kecamatan
Batas Desa
Garis Pantai
Jalan Arteri
Jalan Kolektor
Jalan Lokal
Sungai
Hutan Konservasi
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi Tetap
Budidaya Perikanan
Hutan Bakau
Perdagangan dan Jasa
Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Basah
Pertanian Lahan Kering
Peternakan
Pusat Pemerintahan Kabupaten
Suaka Alam Laut dan Perairan
Tubuh Air
Kawasan
Air Penggaraman
Tubuh Air
Batas Desa
Air Danau
Air Empang
Air Laut
Air Penggaraman
Air Rawa
Air Tawar Sungai
Budaya Lainnya
Hutan Bakau
Hutan Rimba
Padan Rumput
Pasir/Bukit Pasir Darat
Pasir/Bukit Pasir Laut
Perkebunan
Perumahan
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Semak Belukar
Tegalan/Ladang
Vegetasi Non Budaya Lainnya
Batas Desa
Air Danau
Air Empang
Air Laut
Air Penggaraman
Air Rawa
Air Tawar Sungai
Budaya Lainnya
Hutan Bakau
Hutan Rimba
Padan Rumput
Pasir/Bukit Pasir Darat
Pasir/Bukit Pasir Laut
Perkebunan
Perumahan
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Semak Belukar
Tegalan/Ladang
Vegetasi Non Budaya Lainnya
PENGERJAAN LAHAN KRISTALISASI
BURUH GARAM RAKYAT PANEN
MEMASUKKAN AIR LAUT
MESIN YODIUM
BERJALAN
34
2. Keadaan Penduduk
Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki jumlah penduduk
terbanyak kedua dan ketiga yang ada di Kabupaten Bima, dapat dilihat kembali
pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009
No. Kecamatan Penduduk
Laki-Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Bolo 20.892 21.008 41.900
2 Woha 20.125 20.383 40.508
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
Proporsi pemanfaatan potensi tenaga kerja terbesar di Desa Bontokape dan
Desa Donggobolo berada disektor pertanian, sektor jasa, sektor perdagangan,
sektor perikanan dan sektor industri kecil, di sektor industri kecil salah satunya
pada usaha garam rakyat.
3. Keadaan Petani Garam Rakyat
Luas kepemilikan lahan garam di dua desa ini rata-rata per orangnya 0,20
hektar sampai dengan 1,00 hektar dengan pemilik lahan terdiri dari para pegawai
negeri, warga sekitar dan juga pengusaha. Dalam satu musim panen bila iklim
mendukung, rata-rata para petani garam bisa mendapatkan kurang lebih 10 sampai
dengan 15 ton garam kasar.
Teknologi yang diterapkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa
Donggobolo dalam memproduksi garam, masih sangat sederhana yaitu
menggunakannya petak – petak kecil maupun berukuran sedang secara
berhubungan dengan sistem air mengalir dari petak pertama ke petak berikutnya.
Pembuatan petak-petak kecil dimaksudkan agar terjadi evaporasi/penguapan
secara berulang kali. Air laut di alirkan ke kolam pengumpul/pengendapan
dengan menggunakan kincir angin dan bila tidak ada angin menggunakan gajo
(ember).
Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau
distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau
35
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto 1995). Tata niaga
di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo terdapat dua jenis tataniaga yaitu
tataniaga darat dan tataniaga laut, yang dapat dilihat pada Gambar 11.
Tata Niaga Darat Tata Niaga Laut
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 11. Tata niaga Darat dan Tata Niaga Laut
Harga garam di Kabupaten Bima cenderung bervariasi dipengaruhi oleh
cuaca dan musim garam. Di tahun 2011 harga garam tertinggi Rp. 120.000,-
sampai dengan Rp. 150.000,- per karung isi 50 kg sampai dengan, Rp. 70.000,-
sampai dengan Rp. 90.000,- per karung isi 50 kg, yang terjadi di awal musim
yaitu satu atau dua bulan pertama pada saat para petani garam hanya memiliki
sedikit garam hasil panen awal, kemudian harga merangka turun menuju harga
terendah yaitu Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- per karung isi 50 kg atau
Rp. 60,- sampai dengan Rp. 100,-per kilogramnya, terjadi di pertengahan hingga
akhir musim pada saat garam sudah sangat banyak ditingkat petani garam atau
pada saat panen raya.
Industri / Konsumen
Pedagang Garam
Pedagang Pengumpul
Petani Garam
Pemesan
Juragan Kapal
Pedagang Pengumpul
Petani Garam
36
Harga yang tinggi di awal musim hanya bisa dinikmati sesaat oleh sebagian
petani garam yang sudah sangat siap dalam menyiapkan lahan produksinya
sebelum musim kemarau tiba berupa diantaranya memperbaiki kembali semua
saluran, membentuk kembali kolam-kolam pemekatan, pengkristalan, tanggul-
tanggul, memperbaiki dasar tanah, membersihkan lahan dari lumpur dan kotoran –
kotoran kolam- kolam kristalisasi, persiapan penempatan kembali mesin pompa
air (jika diperlukan), kincir angin, dan lain sebagainya.
Harga yang tinggi di awal musim tidak bisa dinikmati oleh petani garam
yang belum siap menghadapi musim kemarau, salah satu penyebabnya adalah
kondisi lahan garam yang masih dijadikan lahan tambak ikan bandeng (uta londe)
, dikarenakan petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggo ada yang
menggunakan sistim polikultur pada lahan tambaknya berupa pada saat musim
penghujan lahan yang ada dijadikan tambak ikan bandeng (uta londe) dan pada
saat kemarau lahan dijadikan tambak garam dalam upaya peningkatan
pendapatan.
Saat panen raya, harga garam yang berlaku ditingkat petani tidak memberi
insentif bagi petani garam. Dari kenyataan tersebut mengakibatkan tingkat
pendapatan petani garam senantiasa masih rendah.
Konsekuensi dari pendapatan yang rendah, para petani garam rakyat
tersebut tidak memiliki cadangan dana untuk dapat melakukan investasi terhadap
lahan garam yang dimiliki guna meningkatkan produktivitas maupun kualitas
garam, dapat dikatakan bahwa harga bagi petani garam merupakan sebagai
perwujudan produktivitas dan kualitas.
Konsekuensi yang lebih jauh lagi adalah pertambahan penduduk yang
menyebabkan lahan garam semakin menyempit dan perkembangan ekonomi,
semakin lama semakin besar tingkat kebutuhan hidup untuk tahun – tahun
mendatang.
Secara umum petani garam rakyat di dua desa ini sangat mengharapkan
adanya pabrik-pabrik baru yang menangani garam tumbuh di Kabupaten Bima
khususnya berada di Kecamatan Woha maupun Kecamatan Bolo sehingga para
petani garam bisa langsung menjual hasil garamnya ke pabrik garam tanpa harus
melalui pedagang pengumpul maupun pedagang garam yang membeli dengan
37
harga rendah karena sampai saat ini perusahaan yang membeli garam dari petani
garam di Kabupaten Bima hanya satu perusahaan saja yaitu PD Budiono Madura,
sehingga peluang untuk memonopoli harga garam sangat terbuka lebar.
PD Budiono Madura datang membeli garam hanya pada waktu panen raya
terjadi, pada saat harga garam di tingkat petani garam rendah sehingga petani
garam terpaksa menjualnya karena takut garamnya kembali mencair, tetapi ada
juga petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo yang bertahan
menyimpan garamnya, berharap harga garam di tingkat petani garam membaik.
C. Karakteristik Responden
Untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan responden yang diteliti,
maka perlu dikemukakan analisis karakteristik responden yang meliputi umur
responden, pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan
pengalaman kerja sebagai petani garam rakyat.
Dalam penelitian ini respondennya adalah para petani garam rakyat yang
bekerja sebagai petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan petani
garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Jumlah responden yang diambil adalah 15 petani garam rakyat, 5 dari Desa
Bontokape dan 10 dari Desa Donggobolo. Dari 15 petani garam di bagi
3 kelompok berdasarkan luas lahan tambak garam yang dimiliki. Masing-masing
kelompok berjumlah 5 orang.
1. Umur Responden
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden petani garam rakyat di
Desa Bontokape dan Desa Donggobolo diketahui bahwa tingkat persentase umur
masing-masing responden sampai tahun 2011 adalah berkisar antara 30 - 60 tahun
keatas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
38
Tabel 6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur
Umur Responden
(Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
25 – 35
36 – 46
47 – 57
58 - 68
4
7
3
1
26,67
46,67
20
6,66
Jumlah 15 100
Tabel 6 diatas menunjukan lebih dari 50 persen responden berada pada usia
produktif dan dari rata-rata umur responden umur rata-ratanya adalah pada usia 45
tahun. Kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok responden 36-46 yaitu
sebanyak 7 reponden atau 46,66 persen dan kelompok umur terkecil adalah pada
kelompok umur 58-68 yaitu sebanyak 1 responden atau 6,66 persen.
Ini menunjukan bahwa dari 15 responden sebagian besar berada pada usia
produktif, dimana pada usia ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih
baik dalam bertindak maupun bekerja.
Pada usia produktif ini seseorang dianggap memiliki kondisi fisik yang
prima dan mempunyai tenaga yang yang luar biasa bila dibandingkan dengan
dibawah atau diatas usia produktif. Selain ini seseorang mempunyai kemampuan
yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak untuk mengambil satu rencana atau
keputusan. Sehingga dimungkinkan seseorang bekerja secara optimal untuk
mendapatkan hasil kerja yang maksimal.
2. Pendidikan Responden
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 15 responden, dapat
dilihat tingkat pendidikan masing-masing responden. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 7.
39
Tabel 7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SLTA
Diploma/PT
9
1
5
0
60
6,67
33,33
0
Jumlah 15 100
Tabel 7 ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih
sangat rendah karena lebih dari 60 % responden berpendidikan SD dan SMP.
Rendahnya pendidikan ini disebabkan kondisi ekonomi masa lalu yang tidak
mendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lama, selain itu adanya
anggapan bahwa hanya dengan tamat SD saja sudah bisa mencari uang atau
mendapatkan uang.
Seharusnya tingkat pendidikan yang rendah ini dapat diimbangi dengan
pelatihan terhadap suatu inovasi baru dan adanya penyuluhan produksi dan
manajemen yang diberikan kepada petani garam rakyat.
3. Jumlah Anggota Keluarga Responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir semua petani garam rakyat
sudah berkeluarga. Jumlah anggota keluarga berkisar antara 1-10 orang,
tanggungan tersebut terdiri dari istri dan anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 8.
40
Tabel 8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan
Jumlah anggota
keluarga Jumlah(orang) Persentase (%)
0 - 2
3 - 4
5 - 6
7 - 8
9 - 10
1
6
5
2
1
6,67
40
33,33
13,33
6,67
Jumlah 15 100
Tabel 8 menunjukan bahwa responden memiliki tanggungan yang cukup
banyak. Dari rata-rata jumlah tanggungan responden Desa Bontokape dan Desa
Donggobolo jumlah tanggungan mereka adalah memiliki 5 orang tanggungan
dalam keluarga.
Tabel 8 menunjukan kelompok tanggungan terbanyak adalah pada
kelompok tanggungan 3 - 4 yaitu 6 responden atau 40 persen dan 5 - 6 yaitu
5 responden atau 33,33 persen hal ini menunjukan banyaknya jumlah tanggungan
yang dimiliki mengandung indikasi bahwa jumlah pengeluaran untuk memenuhi
kebutuhan mereka menjadi lebih besar dibandingkan dengan mereka yang
memiliki lebih sedik tanggungan, jumlah terkecil adalah pada kelompok
tanggungan 0 - 2 dan 9 - 10 yaitu masing-masing 1 reponden atau 6,67 persen dari
keseluruhan responden.
Namun begitu tidak semua dari tanggungan tersebut menjadi tanggungan
penuh, artinya bahwa tidak semua anggota keluarga itu memiliki usia produktif,
tapi sebagian dari anggota keluarga tersbut sudah bisa bekerja atau mendapatkan
penghasilan. Dengan adanya anggota keluarga pada usia produktif ini, tenaga
kerja menjadi tersedia dari dalam keluarga tersebut. Secara tidak langsung
memiliki nilai tambah dari banyaknya anggota keluarga sehingga dapat membantu
dalam kegiatan usaha garam keluarga, baik mulai dari penyiapan lahan,
pengelolaan sampai panen dan pemasaran. Seperti yang banyak dilakukan oleh
41
responden dimana mereka banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.
Namun pada umumnya, tidak semua anggota keluarga yang produktif ini dapat
membantu secara penuh kegiatan usaha pegaraman dalam keluarganya. Baik itu
yang masih melanjutkan sekolah, mendapatkan pekerjaan dalam bidang lain,
maupun yang tidak bekerja (pengangguran tersembunyi). Sehingga hal ini
menunjukan bahwa banyaknya anggota keluarga yang dimiliki responden tidak
memberikan nilai tambah dalam usaha pengaraman. Adanya kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidup ini berdampak besar bagi kesejateraan keluarga
responden didaerah penelitian
4. Pengalaman Bertani Garam Rakyat
Pengalaman kerja adalah salah satu faktor yang memungkinkan seseorang
untuk mencapai keberhasilan, dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman
bekerja sebagai petani garam. Pengalaman kerja petani garam menunjukan berapa
lama petani bekerja pada bidang usaha pegaraman ini.
Berdasarkan hasil penelitian pengalaman responden di Desa Bontokape dan
Desa Donggobolo berkisar antara 10 - 40 tahun, untuk lebih jelas dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Dan Persentase Responden
Menurut Pengalaman Bertani Garam
Pengalaman Bertani
Garam (tahun) Jumlah(orang) Persentase (%)
0 – 9
10 - 19
20 - 29
30 - 39
40 – 49
0
7
4
2
2
0
46,67
26,67
13,33
13,33
Jumlah 15 100
Tabel 9 memberikan informasi bahwa adanya keanekaragaman pengalaman
bertani garam yang dimiliki oleh responden sedikit banyaknya sangat dipengaruhi
oleh faktor lama atau tidaknya seseorang itu bertani garam selain itu juga
42
dipengaruhi oleh adanya kefokusan pekerjaan dimana responden hanya memiliki
satu-satunya pekerjaan yaitu bertani garam rakyat.
Dari jumlah rata-rata pengalaman responden dalam bertani garam rakyat
diperoleh pengalaman bertani masyarakat Desa Bontokape yang diwakili 5
responden dan Desa Donggobolo yang diwakili 10 responden adalah selama 20
tahun bekerja. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan bertani garam ini sudah lama
mereka lakukan.
Dengan hanya fokus terhadap satu pekerjaan , secara tidak langsung seorang
petani garam akan memiliki keuletan dan ketelatenan dalam pekerjaannya yang
kemudian membentuk keahlian yang dimilikinya.
5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan
Petani garam rakyat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani
garam yang sebagian besar mengelola lahan sendiri dan sebagian kecil sebagai
petani garam bagi hasil, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Dan Persentase Responden
Menurut Kepemilikan Lahan
Pengusahaan Jumlah(orang) Persentase (%)
Petani Pemilik
Petani Bagi Hasil
12
3
80
20
Jumlah 15 100
Tabel 10 ini menggambarkan bahwa tingkat kepemilikan lahan responden
masih sangat tinggi. tingginya kepemilikan lahan ini disebabkan warisan masa
lalu.
43
D. Profil Usaha Garam Rakyat
Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan terhadap 15 petani
garam diketahui gambaran luas lahan dan bentuk petak-petak kolam penyimpanan
air, pemekatan atau penguapan hingga pengkristalan yang dikerjakan masing-
masing petani garam dan juga produksi yang dihasilkan, yang dapat dilihat pada
contoh petakan Lahan Petani Garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo
Berikut ini.
1. Petani Garam (H. Yasin).
Gambar 12. Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha.
Pada Lahan tambak milik H Yasin di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan H Yasin sebagai petani garam yang telah berumur 65 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 40 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan
Woha.
44
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
H Yasin dilahan tambak garamnya memproduksi garam hingga 127 karung isi 50
kg atau 6,35 ton garam, hal ini disebabkan kondisi iklim yang bersahabat,waktu
persiapan lahan yang disiapkan lebih awal sebelum musim garam yaitu bulan Mei
dan kualitas air laut yang baik pada lahan tambak garam H. Yasin.
2. Petani Garam (Suhardin).
Gambar 13. Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0,93Ha.
Pada Lahan tambak milik Suhardin di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Suhardin sebagai petani garam yang telah berumur 42 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 15 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Suhardin dilahan tambak garamnya belum bisa memproduksi garam, hal ini
disebabkan waktu persiapan lahan yang sangat terlambat karena kurangnya modal
dan kurang tepat dalam mengukur kosentrasi air laut sebagai bahan baku
pembuatan garam di tiap-tiap petak dari waduk hingga ke meja kristalisasi.
45
3. Petani Garam (Sayful).
Gambar 14. Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha.
Pada Lahan tambak milik Sayful di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Sayful sebagai petani garam yang telah berumur 32 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Sayful baru menghasilkan garam 49 karung isi 50 kg atau 2,45 ton garam, hal ini
disebabkan waktu persiapan lahan yang terlambat dan sebagian luas lahan tambak
yang dimiliki Sayful kurang di maksimalkan artinya ada lahan tidur yang tidak
digunakan sebagai tempat produksi yang luasnya kurang lebih 30 are sehingga
garam yang dihasilkan tidak sebanding dengan luas lahan yang dimiliki Sayful.
46
4. Petani Garam (H. M. Ali).
Gambar 15. Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha.
Pada Lahan tambak milik H. M. Ali di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan H. Ali sebagai petani garam yang telah berumur 53 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 35 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
H. M. Ali telah menghasilkan garam 214 karung isi 50 kg atau 10,7 ton garam, hal
ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas
dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air
dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja
pengkristalan.
47
5. Petani Garam (Aminah).
Gambar 16. Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha.
Pada Lahan tambak milik Aminah di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Aminah sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Aminah pada lahan tambak garam yang dimilikinya belum menghasilkan garam,
hal ini disebabkan pekerjaan dalam menyiapkan lahan tambak garamnya sampai
dengan pertengahan bulan Juli belum selesai karena kendala pendanaan untuk
membayar buruh dan baru selesai pada awal bulan Agustus tapi tidak semua luas
lahan yang dimiliki disiapkan dengan baik, Dari luas lahan 70 are yang dimiliki
Aminah, 15 are nya masih berupa kolam penyimpanan air laut dan juga sebagai
kolam ikan bandeng.
Hal lain disebabkan kondisi fisik Aminah sebagai seorang petani garam
berjenis kelamin Perempuan, karena dalam bertani garam dibutuhkan kondisi fisik
yang prima.
48
6. Petani Garam (Usman Muhdar).
Gambar 17. Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha.
Pada Lahan tambak milik Usman Muhdar di tahun 2011 menurut hasil
wawancara langsung dengan Usman Muhdar sebagai petani garam yang telah
berumur 46 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa
Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Usman Muhdar telah memproduksi garam sebanyak 73 karung isi 50 kg atau 3,65
ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan banyaknya petak
kolam pengkristalan yang dimiliki dan juga bagus dalam memprediksikan volume
air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja
pengkristalan.
49
7. Petani Garam (Ahmad).
Gambar 18. Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha.
Pada Lahan tambak milik Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 18 tahun di Desa Bontokape Kecamatan
Bolo Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Ahmad dapat memproduksi garam sebanyak 280 karung isi 50 kg atau 14 ton
garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam
mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari
waduk hingga ke meja pengkristalan.
Dan pengaturan kolam sangat baik sehingga bahan baku terus terpenuhi
menyebabkan waktu panen yang tidak terputus .
50
8. Petani Garam (Ismail Akhmad).
Gambar 19. Lahan Tambak Milik Ismail A. Dengan Luas 0.5 Ha.
Pada Lahan tambak milik Ismail Ahmad di tahun 2011 menurut hasil
wawancara langsung dengan Ismail Ahmad sebagai petani garam yang telah
berumur 40 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa
Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Ismail Ahmad hanya dapat memproduksi garam sebanyak 7 karung isi 50 kg atau
0,35 ton garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum
tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air pada
kolam pemekatan dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam
dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
51
9. Petani Garam (Firdaus M. Ali).
Gambar 20. Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan
Luas 0.45 Ha.
Pada Lahan tambak milik Firdaus di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Firdaus sebagai petani garam yang telah berumur 36 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 19 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Ismail Ahmad belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan perhitungan
waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik
dalam mengatur volume air pada kolam pemekatan maupun kolam pengkristalan
dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga
ke meja pengkristalan.
52
10. Petani Garam ( Rudi).
Gambar 21. Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha.
Pada Lahan tambak milik Rudi di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Rudi sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 5 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo
Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Rudi dapat memproduksi garam sebanyak 133 karung isi 50 kg atau 6,65 ton
garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam
mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing
kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
53
11. Petani Garam (Mansyur)
.
Gambar 22. Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha.
Pada Lahan tambak milik Mansyur di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Mansyur sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Bontokape Kecamatan
Bolo Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Mansyur dapat memproduksi garam sebanyak 179 karung isi 50 kg atau 8,95 ton
garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam
mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing
kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat
karena penyimpanan bahan baku garam yang baik.
54
12. Petani Garam (H. Masrun).
Gambar 23. Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha.
Pada Lahan tambak milik Ismail H. Masrun di tahun 2011 menurut hasil
wawancara langsung dengan Ismail H. Masrun sebagai petani garam yang telah
berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 30 tahun di Desa
Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Ismail H. Masrun belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan
perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan
kurang baik dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-
masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan dan tidak mengandalkan
pengalaman yang dimiliki.
55
13. Petani Garam (H. Syamsul).
Gambar 24. Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha.
Pada Lahan tambak milik H. Syamsul di tahun 2011 menurut hasil
wawancara langsung dengan H. Syamsul sebagai petani garam yang telah
berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 25 tahun di Desa
Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
H, Syamsul dapat memproduksi garam sebanyak 228 karung isi 50 kg atau 11,4
ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam
mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari
waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena
penyimpanan bahan baku garam yang baik.
56
14. Petani Garam (Yusuf).
Gambar 25. Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha.
Pada Lahan tambak milik Yusuf di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Yusuf sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 17 tahun di Desa Bontokape Kecamatan
Bolo Kabupaten Bima.
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus.
Yusuf dapat memproduksi garam sebanyak 182 karung isi 50 kg atau 9,1 ton
garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum
musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam
mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari
waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena
penyimpanan bahan baku garam yang baik dan optimal dalam menggunakan
lahan.
57
15. Petani Garam (Ridwan).
Gambar 26. Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha.
Pada Lahan tambak milik Ridwan di tahun 2011 menurut hasil wawancara
langsung dengan Ridwan sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan
bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan
Woha Kabupaten Bima.
Sedangkan di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua
bulan Agustus. Ridwan hanya dapat memproduksi garam sebanyak 4 karung isi
50 kg atau 0,2 ton garam , hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan
yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur
volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga
ke meja pengkristalan dan sedikitnya petak kolam pengkristalan yang dimiliki
Ridwan.
58
Berdasarkan perhitungan produktivitas yang dilakukan terhadap 15 petani
garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo diketahui contoh petakan
Lahan yang terbaik yaitu lahan tambak milik H. Syamsul dengan luas 0,2 hektar
yang dapat memproduksi garam 57 ton/hektar. Hasil ini melebihi hasil produksi
dari 14 petani garam lainnya.
E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani
Garam Rakyat.
1. Produktivitas
Data produksi petani garam pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat
pada lampiran 3.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap petani garam
diketahui bahwa produktivitas rata-rata berdasarkan data pada lampiran 3 adalah
seperti terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas
K elompok Luas
Lahan (Ha)
Rata-rata Luas
Lahan (Ha)
Produktivitas Rata-
rata Ton/Ha.
≥ 0,70
0,31 - 0,69
0,20 - 0,30
0,85
0,50
0,23
8.12
12.93
33.33
Dari Tabel 11 terlihat bahwa luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya
produktivitas justru produktivitas yang rendah, dihasilkan oleh lahan yang lebih
luas
Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2.
menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Hal ini
berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan
yang berbeda.
59
Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya produktivitas usaha petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo
dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah mutu bahan baku air laut dan
kesiapan lahan petani garam dalam memproduksi garam yang tepat waktu yaitu
pada saat di awal musim garam di Kabupaten Bima.
Pada umumnya petani garam yang tidak siap pada waktu musim garam
datang disebabkan mereka terlalu memaksakan panen ikan bandeng sesuai waktu
panen. Pada umumnya petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan
Desa Donggobolo Kecamatan Woha menganut sistem Polikultur. Produktivitas
rata-rata di Desa Bontokape Kecamatan Bolo adalah 35,55 Ton/Hektar.
Produktivitas rata-rata di Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah
5,28 Ton/Hektar.
2. Mutu
Mutu garam rakyat yang baik banyak ditentukan oleh kualitas air laut
karena berpengaruh terhadap proses penguapan larutan garam dan kristalisasi
partikel-partikel garam.
Air laut yang rata – rata sudah dua hari didiamkan dari tanggal 25 Juli 2011
sampai dengan tanggal 27 Juli 2011, pada 10 (sepuluh) kolam pemekatan milik 10
(sepuluh) petani garam dari 15 (lima belas) petani garam yang menjadi sampel
penelitian, diamati dengan menggunakan dua cara pengamatan, yaitu secara
secara teknis dan secara analisis.
a. Konsentrasi dan kadar garam air laut
Pengamatan secara teknis dilakukan pada air laut yang telah didiamkan di
kolam pemekatan selama 2 (dua) hari dengan menggunakan alat pengukur yang
telah ditentukan yaitu dengan Baume meter. Gambar alat pengukur Baume meter
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dalam hal ini yang diukur adalah konsentrasi air laut, standar derajat
kepekatan air laut yang baik untuk pengkristalan menurut survei adalah 25o Be
sampai dengan 29o Be dan persentase kadar garam. Hasilnya selengkapnya pada
Tabel 12
60
Tabel 12. Konsentrasi Air Laut Dan
% Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik Petani Garam
No Petani Garam Konsentrasi
Air Laut
Luas
Lahan
Ha.
oBe
(Derajat
kepekatan
suatu
larutan)
% Kadar
Garam Total
per 10 ml Air
Sampel
1. H.Yasin - Kec.Woha 1.00 27 35.71
2. Saiful - Kec.Woha 0.90 25 35.40
3. H.M Ali - Kec.Woha 0.70 26 35.54
4. Usman - Kec.Woha 0.65 25 36.08
5. Ahmad - Kec.Bolo 0.53 27 39.48
6. Ismail – Kec. Woha 0.50 16 19.47
7. Rudi - Kec.Bolo 0.35 25 27.18
8. Mansur - Kec.Bolo 0.30 24 35.86
9. Yusuf - Kec.Bolo 0.20 27 35.41
10. H.Samsul - Kec.Bolo 0.20 27 39.27
Sumber : Hasil survei, dan Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima 2011
61
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden diketahui
bahwa kadar garam rata-rata berdasarkan data 9 petani garam pada tabel 12 adalah
seperti terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam
Kelompok Luas Lahan
(Ha)
Rata-rata Luas
Lahan (Ha)
Kadar Garam
Rata-rata (%)
1
2
3
≥ 0,70
0,31 - 0,69
0,20 - 0,30
0,85
0,50
0,23
35.55
34.24
36.84
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tinggi atau rendahnya luas lahan tidak di ikuti
dengan perbedaan yang nyata terhadap kandungan kadar garamnya.
Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2,
menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap kadar garam. Hal ini
berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan kadar garam per 10 ml air laut
pada luas lahan yang berbeda.
Dari pengamatan di lokasi diketahui bahwa hal ini disebabkan pada
kenyataannya sumber bahan baku diambil dari tempat yang sama yaitu Teluk
Bima dan ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar
garam petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo
Kecamatan Woha adalah cara mengolah lahan tambak garam dengan baik.
Misalnya lahan tambak garam yang sebelumya digunakan sebagai lahan tambak
ikan bandeng harus benar benar dibersihkan dari lumut, galengan-galengan pada
lahan tambak harus baik sehingga air laut yang kosentrasi 0Be sudah baik dan
siap untuk di kristalkan tidak rusak karena bocoran air tawar melalui galengan
dari tambak disebelah yang mungkin masih bertambak ikan bandeng.
62
b. Analisis fisika dan kimia air laut
Pengamatan secara analisis dengan fisika dan kimia sebagai parameter
ujinya di laboratorium uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M. Salahudin Bima
hasilnya selengkapnya pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut
Nama Petani Garam
LokasiDesa, Keca
matan
FISIKA KIMIA
Suhu TDS DO
pH
Salinitas Fe Na2SO3 Cl
(oC) (ppm) (mg/I) (ppt) (ppm) (ppm) (ppm)
1. Ahmad
Bonto kape, Bolo
28.75 60 0.43 7.23 70 0 4 0
2. Yusuf
Bonto kape, Bolo
28.02 60 0.45 7.39 70 0 8 0
3. Mansur
Bonto kape, Bolo
28.19 60 0.43 7.31 70 3.75 10 0
4. H.Samsul
Bonto kape, Bolo
28.01 60 0.46 7.28 70 3.75 10 0
5. Rudi
Bonto kape, Bolo
28.52 60 0.43 7.47 70 0 2 0.5
6. H.Yasin
Donggobolo, Woha
28.44 60 0.40 7.48 70 0 8 0.5
7. Saiful
Donggobolo, Woha
28.34 60 0.46 7.56 70 0 6 1.0
8. Ismail
Donggobolo, Woha
28.04 60 0.41 8.03 70 0 6 2.5
9. Usman
Donggobolo, Woha
28.55 60 0.41 7.55 70 0 6 0.5
10.H.M Ali
Donggobolo, Woha
28.59 60 0.43 7.47 70 0 6 0.5
Sumber : Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima
63
Keterangan :
1. Suhu menunjukkan derajat panas benda. temperatur yang diukur dengan
termometer Celsius
2. TDS (Total Dissolve Solid) yaitu jumlah zat padat yang terlarut dalam air/
ukuran tingkat kekeruhan air. dalam Part Per Million (PPM) DO
(Dissolved Oxygen) yaitu kadar oksigen terlarut dalam milligram per
Oksigen (mg/I)
3. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
4. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air,
dinyatakan dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt).
5. Fe (Ferrum) adalah unsur besi
6. Na2SO3 adalah Natrium sulfit adalah natrium yang dapat larut dalam air
7. Cl (Klorin) adalah unsur pembentuk garam
Gambaran Mutu garam rakyat yang dihasilkan oleh petani garam rakyat, di
ambil dari 3 petani garam yang memiliki luas lahan tambak yang berbeda,
1 petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan 2 petani garam di Desa
Donggobolo Kecamatan Woha dengan pengujian secara visual dan analisis dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat
Nama Petani Garam
Luas Lahan
Ha.
Lokasi Desa,
Kecamatan
Kadar NaCl (%)
Warna Diameter Kristal
Ridwan
0,20 Ha.
Donggobolo,
Woha 91,35% Putih Keruh < 5 mm
H. Yasin
1,00 Ha.
Donggobolo,
Woha
82,48%
Putih Keruh < 5 mm
Ahmad
0,53 Ha.
Bontokape,
Bolo 78,71 % Putih Keruh < 5 mm
Sumber : Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
64
Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa hasil uji lab kadar NaCl garam tiga
petani dari lima belas petani garam adalah 78,71% - 91,35%. Dari tabel 15 juga
terlihat bahwa kadar garam yang dihasilkan petani di Desa Donggobolo
Kecamatan Woha lebih tinggi dibandingkan kadar garam yang dihasilkan petani
di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Dengan demikian pada saat ini petani garam
di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo belum mampu menghasilkan kualitas
garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing
dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam di Desa
Bontokape dan Desa Donggobolo memiliki kadar NaCl di bawah 94%,
sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl tidak kurang dari 94 %
untuk garam kelas dua, tidak boleh rendah dari 97% untuk garam kelas satu dan
garam industri diatas 99%.
3. Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat
1. Pendapatan
Harga produksi garam di Kabupaten Bima berbeda-beda dipengaruhi oleh
cuaca dan musim garam. Padahal garam bukan merupakan komoditas yang
mudah busuk, tetapi dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama, sehingga
seharusnya harga garam relatif lebih stabil dibanding harga komoditas pertanian.
Selain dari itu petani garam di Kabupaten Bima khususnya di Desa
Bontokape dan Desa Donggobolo tidak bisa menaikkan posisi tawar harga karena
ketidaktahuannya mengenai mutu garam dan tidak banyaknya pembeli tetap.
Masalah lain yang mempengaruhi harga garam rendah yaitu para petani garam di
Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo sebagian besar tidak memiliki tempat
penyimpanan garam yang layak. Penerimaan usaha petani garam adalah perkalian
antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Dalam penelitian ini peneliti menghitung penerimaan usaha garam rakyat
dengan memperhatikan yaitu 1. proses produksi usaha garam yang dapat dipanen
beberapa kali sehingga tidak semua produksi garam antar responden dapat
dipanen secara serentak.artinya dalam satu bulan produksi tiap responden
berbeda-beda kemudian 2. Produksi mungkin dijual dalam beberapa kali dengan
harga jual yang berbeda-beda.
65
Sehingga untuk mempermudah perhitungan dibuat data frekuensi produksi
dan data frekuensi penjualan terhadap 15 responden yang ada di Desa
Donggobolo dan Desa Bontokape per 1 Juni sampai dengan 14 Agustus 2011,
yang ditampilkan pada beberapa tabel yang dapat dilihat pada lampiran 3.
Pada kenyataannya 4 dari 15 petani garam sampai dengan pertengahan
bulan Agustus pada lahan tambaknya hasil produksinya sangat sedikit kurang dari
10 Kg. Hal ini disebabkan keterlambatan petani garam dalam penyiapan lahan
tambak garam serta mutu bahan baku yang kurang baik dan 1 petani garam pada
lahan tambaknya hasil produksi 350 Kg tapi hingga pertengahan bulan Agustus
hasil produksinya belum terjual, sehingga perhitungan penerimaan hanya 10
petani garam yang dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 .Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani garam Per Hektar
Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011
Petani Garam Lokasi Desa, Kecamatan
Luas Lahan (Ha)
TR/Ha.
Kelompok 1
1. H.Yasin Donggobolo, Woha 1,00 2.695.000,-
2. Saiful Donggobolo, Woha 0,90 1.390.000,-
3. H.M Ali Donggobolo, Woha 0,70 5.664.286,-
Kelompok 2
1. Usman Donggobolo, Woha 0,65 81,538,-
2. Ahmad
Bontokape, Bolo 0,53 15.924.528,-
3. Rudi
Bontokape, Bolo 0,35 8.485.714,-
Kelompok 3 1. Mansur
Bontokape, Bolo 0,30 8.400.000,-
2. H.Samsul
Bontokape, Bolo 0,20 43.300.000,-
3. Yusuf
Bontokape, Bolo 0,20 20.250.000,-
4. Ridwan
Donggobolo, Woha 0,20 265.000,-
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Perhektar usaha petani garam dari Tabel 16 terlihat bahwa penerimaan
tertinggi berturut – turut diperoleh oleh H. Samsul (Rp. 43.300.000,-), Yusuf (Rp.
66
20.250.000,-) dan Ahmad (Rp. 15.924.528,-). Kesemua petani garam dengan
penerimaan tertinggi tersebut terdapat di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Hal
ini mungkin disebabkan faktor kesiapan lahan petani garam di Desa Bontokape
dalam memproduksi garam tepat waktu yaitu pada saat bulan Juni di awal musim
kemarau tahun 2011 di Kabupaten Bima dan faktor lokasi bahan baku (air laut) di
Desa Bontokape yang berada di pertengahan Teluk Bima di bandingkan lokasi
bahan baku di Desa Donggobolo yang berada tepat di bawah Teluk Bima.
Perhitungan pengeluaran usaha petani garam rakyat menurut responden di
Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha,
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pengeluaran usaha petani garam berdasarkan luas lahan per hektar sampai
dengan pertengahan bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 . Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani garam
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011
Petani Garam Luas Lahan
(Ha) TC /Ha.
Kelompok 1
1. H.Yasin Kec.Woha 1.00 763.000
2. Saiful Kec.Woha 0.90 1.512.778
3. H.M Ali Kec.Woha 0.70 1.077.143
Kelompok 2
1. Usman Kec.Woha 0.65 1.173.077
2. Ahmad Kec.Bolo 0.53 1.132.075
3. Rudi Kec.Bolo 0.35 5.957.143
Kelompok 3
1. Mansur Kec.Bolo 0.30 1.666.667
2. H.Samsul Kec.Bolo 0.20 2.500.000
3. Yusuf Kec.Bolo 0.20 2.500.000
4. Ridwan Kec.Woha 0.20 2.590.000
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 201
67
Hasil perhitungan pendapatan 10 responden yang ada di Desa Donggobolo
Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo per 1 Juni sampai dengan
14 Agustus 2011, ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani garam
Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011
Petani Garam
Luas
Lahan
(Hektar)
Penerimaan/
Hektar Biaya/Hektar
Pendapatan/
Hektar
Kelompok 1
1. H.Yasin
Kec.Woha 1,00 2.695.000,- 763.000,- 1.932.000,-
2. Saiful
Kec.Woha 0,90 1.390.000,- 1.512.778,- (122.778,-)
3. H.M Ali
Kec.Woha 0,70 5.664.286,- 1.077.143,- 4.587.143,-
Kelompok 2
1. Usman
Kec.Woha 0,65 81,538,- 1.173.077,- (1.091.538,-)
2. Ahmad
Kec.Bolo 0,53 15.924.528,- 1.132.075,- 14.792.453,-
3. Rudi
Kec.Bolo 0,35 8.485.714,- 5.957.143,- 2.528.571,-
Kelompok 3
1. Mansur
Kec.Bolo 0,30 8.400.000,- 1.666.667,- 6.733.333,-
2. H.Samsul
Kec.Bolo 0,20 43.300.000,- 2.500.000,- 40.800.000,-
3. Yusuf
Kec.Bolo 0,20 20.250.000,- 2.500.000,- 17.750.000,-
4. Ridwan
Kec.Woha 0,20 265.000,- 2.590,000,- (2.325.000,-)
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Dari tabel 18, terlihat bahwa petani garam dengan perolehan pendapatan
tertinggi per Ha. adalah H. Samsul (Rp. 40.800.000,-), Yusuf (Rp. 17.750.000,-)
dan Ahmad (Rp. 14.792.453,-) yang kesemuanya berlokasi di Desa Bontokape
Kecamatan Bolo. Kecenderungan ini sama dengan data penerimaan. Beberapa
petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha bahkan merugi. Fakta ini
menguatkan bahwa faktor lokasi dan kesiapan petani mengusahakan garam sangat
68
penting. Pendapatan rata-rata petani garam menurut kelompok luas lahan adalah
seperti terlihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Pendapatan
Kelompok Luas Lahan (Ha) Rata-rata Luas
Lahan (Ha)
Pendapatan
Rata-rata (Rp).
1
2
3
≥ 0,70
0,31 - 0,69
0,20 - 0,30
0,85
0,50
0,23
2.132.121,-
5.409.828,-
15.738.583,-
Dari Tabel 19 terlihat bahwa peningkatan luas lahan tidak di ikuti dengan
tingginya pendapatan. Data bahkan menunjukan bahwa petani garam dengan
lahan yang semakin luas memperoleh pendapatan lebih rendah.
Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2, dapat
diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hal ini berarti
Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang
berbeda. Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya pendapatan usaha petani garam di Desa Bontokape dan Desa
Donggobolo adalah mutu bahan bakunya yaitu air laut di lihat dari cepatnya air
laut tersebut menjadi kristal garam dan kesiapan lahan petani garam dalam
memproduksi garam tepat waktu yaitu. Dalam hal ini, petani garam di Desa
Bontokape, Kecamatan Bolo, kesiapan lahan pada waktu yang tepat yaitu pada
bulan juni (awal musim kemarau). Pendapatan rata-rata per hektar petani garam
dari 5 petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah Rp. 595,965,-
sedangkan pendapatan rata-rata per hektar petani garam di Desa Bontokape
Kecamatan Bolo dari 5 petani garam adalah Rp. 16.520.871,-. Perbedaan
pendapatan rata-rata per hektar petani garam di kedua lokasi tersebut sangat jauh.
69
2. R/C ratio Usaha Garam Rakyat
Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau
nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost) dengan kriteria keputusan :
1. R / C > 1, Usaha petani garam rakyat untung
2. R / C < 1, Usaha petani garam rakyat rugi
3. R / C = 1, Usaha petani garam rakyat impas (tidak untung/tidak rugi)
Hasil perhitungan R/C ratio 10 responden ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 20 .R/C Ratio Usaha Petani garam
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011
Petani Garam Luas Lahan
Ha. Penerimaan Biaya
Hasil Analisis
Kesimpulan
1. H.Yasin 1,00 2.695.000,- 763.000,- 3,53 Untung
2. Saiful 0,90 1.390.000,- 1.512.778,- 0,92 Rugi
3. H.M Ali 0,70 5.664.286,- 1.077.143,- 5,26 Untung
4. Usman 0,65 81,538,- 1.173.077,- 0,07 Rugi
5. Ahmad
0,53 15.924.528,- 1.132.075,- 14,07 Untung
6. Rudi
0,35 8.485.714,- 5.957.143,- 1,42 Untung
7. Mansur
0,30 8.400.000,- 1.666.667,- 5,04 Untung
8. H.Samsul
0,20 43.300.000,- 2.500.000,- 17,32 Untung
9. Yusuf
0,20 20.250.000,- 2.500.000,- 8,10 Untung
10. Ridwan
0,20 265.000,- 2.590,000,- 0,10 Rugi
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Dari Tabel 20, terlihat bahwa dari 10 petani garam, 7 petani garam yang
R/C ratio usaha diatas angka 1 sehingga telah meraih untung. Petani garam yang
R/C ratio usahanya dibawah angka 1 sebanyak 3 orang yang kesemuanya
berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha. R/C ratio rata-rata petani
garam menurut kelompok luas lahan adalah seperti terlihat pada Tabel 21.
70
Tabel 21. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan R/C ratio
Kelompok Luas Lahan (Ha)
Rata-rata
Luas Lahan
(Ha)
R/C ratio
Rata-rata (%)
1
2
3
≥ 0,70
0,31 - 0,69
0,20 - 0,30
0,85
0,50
0,23
3.2367
5.2333
10.1533
Dari Tabel 21 terlihat bahwa tingginya luas lahan tidak di ikuti dengan
tingginya R/C ratio.
Dari hasil analisis keragaman (Anova) pada Lampiran 2, dapat diketahui
bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap R/C ratio. Hal ini berarti Ho
diterima yaitu tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda.
Dari pengamatan di lokasi pada umumnya (7 petani garam) menunjukan bahwa
R/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1 dan hanya 3 petani garam yang R/C
ratio kurang dari 1. Ketiga petani garam yang R/C usahanya kurang dari 1
berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha.
71
5. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis kinerja non finansial (produktivitas dan mutu) dan kinerja
finansial usaha petani garam rakyat dapat disimpulkan bahwa :
1. Produktivitas rata-rata petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo
dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima Nusa Tenggara
Barat pada penelitian ini 8,12 – 33,33 ton/hektar. Produktivitas petani
garam ini tidak terpengaruh oleh luas lahan.
2. Mutu garam rakyat dilihat dari aspek kadar garam berkisar antara
35,55 – 36,48 %. Kadar garam air laut dengan besaran tersebut
menghasilkan garam dengan kadar NaCl 84,14%, warna putih keruh dan
diameter kristalnya < 5 mm. Mutu garam dengan karakteristik tersebut
masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
3. Pendapatan per hektar petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo
dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha berkisar antara - Rp. 2.325.000,-
sampai dengan Rp. 40.800.000,-. Luas lahan tidak berpengaruh terhadap
besarnya pendapatan. Pendapatan per hektar petani garam di Desa
Bontokape Kecamatan Bolo pada umumnya jauh lebih tinggi
dibandingkan petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha.
4. Dari 10 petani garam yang diteliti di kedua lokasi, ada 7 petani garam
yang R/C ratio usahanya di atas 1 (untung) dan 3 lainnya di bawah 1
(rugi).
72
B. Saran
1. Petani garam rakyat di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa
Donggobolo Kecamatan woha perlu di bina oleh instansi terkait agar :
a. Dapat menyiapkan lahan tambak garam lebih baik sebelum musim
kemarau tiba.
b. Melakukan intensifikasi pengusahaan lahan tambak garam antara lain
dengan membuat galengan yang lebih baik, pemadatan dasar kolam
serta memperbaiki cara pemekatan dan pengkristalan.
2. Perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan kinerja
finansial pengusahaan garam rakyat di luar luas lahan seperti lokasi, cara
pengolahan mutu bahan baku (air laut) dan sebagainya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agusyana, Yus. 2011. Olah Data dengan SPSS 19. Jakarta: Alex Media
Komputindo.
Bloom, Paul dan Louise Boone. 2006. Strategi Pemasaran Produk. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Daniel, Moehar. 1996. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara
Davis, John. 2006. Alat Ukur Kuantitatif dan Kualitatif UntukMengevaluasi
Kesuksesan Pemasaran. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Ed ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2004. Pengembangan Model
Percontohan Dan Pembinaan IKM Garam Rakyat Dan Garam Konsumsi.
Jakarta: Dirjen IDKM.
Departemen Perindustrian, Penyuluh Perindustrian. 2006. Pedoman Produksi
Dalam Rangka Penerapan Manajemen Mutu Lahan Garam. Jakarta:
Direktorat Industri Kimia Hilir.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1999. Pengembangan Usaha
Pegaraman Rakyat Di Indonesia. Jakarta: Dirjen IKAH.
Fahmi, Irham. 2010. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Kadarisman, Darwin. 2010. Konsep dan Prinsip Mutu. Bogor: PS MPI.
Kadarisman, Darwin. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB
Press.
Kementerian Kelautan dan Perikanan,Dirjen KP3K. 2010. Pedoman
Pengembangan Jasa Kelautan. Jakarta: Direktorat Pesisir dan Lautan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen KP3K. 2011. Pemberdayaan Usaha
Garam Rakyat. Jakarta: Direktorat PMP.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Ed ke-3. Jakarta: LP3ES.
Partanto, Pius dan Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola.
Purwanto, Agus. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta:
PT. Gasindo.
Rahim, Abd dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2008. Pengantar Teori dan Kasus
Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya.
Simanjuntak, Payaman. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sinungan, Muchdarsyah. 2009. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi
Aksara.
74
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta: ANDI.
Supranto. 2002. Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tunggal, Amin Widjaja. 2011. Dasar – Dasar Manajemen Mutu. Jakarta:
Harvarindo.
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima
77
Lanjutan Lampiran 1
78
Lanjutan Lampiran 1
79
Lanjutan Lampiran 1
80
Lanjutan Lampiran 1
Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus – Oktober Tahun 2011
81
Lanjutan Lampiran 1
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima
82
Lampiran 2 Hasil Uji Anova
Oneway (Produktivitas)
Between-Subjects Factors
Value Label N
Luas Lahan Per Hektar 0.2 3
0.3 1
0.35 1
0.5 1
0.53 1
0.65 1
0.7 1
0.9 1
1 1
Kelompok 1 Kelompok 1 3
2 Kelompok 2 4
3 Kelompok 3 4
83
Lanjutan Lampiran 2
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha)
Luas
Lahan
Per
Hektar Kelompok Mean Std. Deviation N
0.2 Kelompok 3 34.5000 29.57617 3
Total 34.5000 29.57617 3
0.3 Kelompok 3 29.8300 . 1
Total 29.8300 . 1
0.35 Kelompok 2 19.0000 . 1
Total 19.0000 . 1
0.5 Kelompok 2 .7000 . 1
Total .7000 . 1
0.53 Kelompok 2 26.4200 . 1
Total 26.4200 . 1
0.65 Kelompok 2 5.6200 . 1
Total 5.6200 . 1
0.7 Kelompok 1 15.2900 . 1
Total 15.2900 . 1
0.9 Kelompok 1 2.7200 . 1
Total 2.7200 . 1
1 Kelompok 1 6.3500 . 1
Total 6.3500 . 1
Total Kelompok 1 8.1200 6.46923 3
Kelompok 2 12.9350 11.85796 4
Kelompok 3 33.3325 24.26147 4
Total 19.0391 18.96132 11
84
Lanjutan Lampiran 2
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha)
F df1 df2 Sig.
1.075 8 2 .567
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + Luas_lahan + Kelompok
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha)
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1845.818a 8 230.727 .264 .931
Intercept 2895.190 1 2895.190 3.310 .210
Luas_lahan 521.892 6 86.982 .099 .988
Kelompok .000 0 . . .
Error 1749.500 2 874.750
Total 7582.675 11
Corrected Total 3595.318 10
a. R Squared = .513 (Adjusted R Squared = -1.433)
85
Lanjutan Lampiran 2
Post Hoc Tests
Kelompok Multiple Comparisons
Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha)
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok 2 -4.8150 22.58918 .976 -137.8823 128.2523
Kelompok 3 -25.2125 22.58918 .594 -158.2798 107.8548
Kelompok 2 Kelompok 1 4.8150 22.58918 .976 -128.2523 137.8823
Kelompok 3 -20.3975 20.91351 .657 -143.5939 102.7989
Kelompok 3 Kelompok 1 25.2125 22.58918 .594 -107.8548 158.2798
Kelompok 2 20.3975 20.91351 .657 -102.7989 143.5939
Bonferroni Kelompok 1 Kelompok 2 -4.8150 22.58918 1.000 -177.5952 167.9652
Kelompok 3 -25.2125 22.58918 1.000 -197.9927 147.5677
Kelompok 2 Kelompok 1 4.8150 22.58918 1.000 -167.9652 177.5952
Kelompok 3 -20.3975 20.91351 1.000 -180.3609 139.5659
Kelompok 3 Kelompok 1 25.2125 22.58918 1.000 -147.5677 197.9927
Kelompok 2 20.3975 20.91351 1.000 -139.5659 180.3609
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 874.750.
Homogeneous Subsets
Hasil Produksi (Ton/Ha)
Kelompok N
Subset
1
Tukey HSDa Kelompok 1 3 8.1200
Kelompok 2 4 12.9350
Kelompok 3 4 33.3325
Sig. .582
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 874.750. a. Uses
Harmonic Mean Sample Size = 3.600.
86
Lanjutan Lampiran 2
Oneway (Kadar Garam)
Descriptives
% Kadar Garam per 10ml air laut
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min. Max. Lower Bound Upper Bound
Kelompok 1 3 35.5500 .15524 .08963 35.1644 35.9356 35.40 35.71
Kelompok 2 3 34.2467 6.35164 3.66712 18.4683 50.0250 27.18 39.48
Kelompok 3 3 36.8467 2.11069 1.21861 31.6034 42.0899 35.41 39.27
Total 9 35.5478 3.53173 1.17724 32.8330 38.2625 27.18 39.48
Test of Homogeneity of Variances
% Kadar Garam per 10ml air laut
Levene Statistic df1 df2 Sig.
6.526 2 6 .031
ANOVA
% Kadar Garam per 10ml air laut
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 10.140 2 5.070 .339 .725
Within Groups 89.645 6 14.941
Total 99.785 8
87
Lanjutan Lampiran 2
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable:% Kadar Garam per 10ml air laut
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok 2 1.30333 3.15603 .912 -8.3802 10.9869
Kelompok 3 -1.29667 3.15603 .912 -10.9802 8.3869
Kelompok 2 Kelompok 1 -1.30333 3.15603 .912 -10.9869 8.3802
Kelompok 3 -2.60000 3.15603 .703 -12.2836 7.0836
Kelompok 3 Kelompok 1 1.29667 3.15603 .912 -8.3869 10.9802
Kelompok 2 2.60000 3.15603 .703 -7.0836 12.2836
Bonferroni Kelompok 1 Kelompok 2 1.30333 3.15603 1.000 -9.0720 11.6787
Kelompok 3 -1.29667 3.15603 1.000 -11.6720 9.0787
Kelompok 2 Kelompok 1 -1.30333 3.15603 1.000 -11.6787 9.0720
Kelompok 3 -2.60000 3.15603 1.000 -12.9753 7.7753
Kelompok 3 Kelompok 1 1.29667 3.15603 1.000 -9.0787 11.6720
Kelompok 2 2.60000 3.15603 1.000 -7.7753 12.9753
Homogeneous Subsets
% Kadar Garam per 10ml air laut
Kelompok N
Subset for alpha
= 0.05
1
Tukey HSDa Kelompok 2 3 34.2467
Kelompok 1 3 35.5500
Kelompok 3 3 36.8467
Sig. .703
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
88
Lanjutan Lampiran 2
Oneway (Pendapatan) Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
Value Label N
Luas Lahan Per Hektar 0.2 3
0.3 1
0.35 1
0.53 1
0.65 1
0.7 1
0.9 1
1 1
Kelompok 1 Kelompok 1 3
2 Kelompok 2 3
3 Kelompok 3 4
89
Lanjutan Lampiran 2 Descriptive Statistics
Dependent Variable:Pendapatan
Luas
Lahan
Per
Hektar Kelompok Mean Std. Deviation N
0.2 Kelompok 3 1.8742E7 2.15796E7 3
Total 1.8742E7 2.15796E7 3
0.3 Kelompok 3 6.7333E6 . 1
Total 6.7333E6 . 1
0.35 Kelompok 2 2.5286E6 . 1
Total 2.5286E6 . 1
0.53 Kelompok 2 1.4792E7 . 1
Total 1.4792E7 . 1
0.65 Kelompok 2 -1.0915E6 . 1
Total -1.0915E6 . 1
0.7 Kelompok 1 4.5871E6 . 1
Total 4.5871E6 . 1
0.9 Kelompok 1 -122778.0000 . 1
Total -122778.0000 . 1
1 Kelompok 1 1.9320E6 . 1
Total 1.9320E6 . 1
Total Kelompok 1 2.1321E6 2.36133E6 3
Kelompok 2 5.4098E6 8.32475E6 3
Kelompok 3 1.5740E7 1.86146E7 4
Total 8.5584E6 1.31198E7 10
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:Pendapatan
F df1 df2 Sig.
.459 7 2 .816
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + Luas_lahan + Kelompok
90
Lanjutan Lampiran 2 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Pendapatan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.178E14 7 8.826E13 .190 .960
Intercept 3.826E14 1 3.826E14 .822 .460
Luas_lahan 2.579E14 5 5.158E13 .111 .978
Kelompok .000 0 . . .
Error 9.314E14 2 4.657E14
Total 2.282E15 10
Corrected Total 1.549E15 9
a. R Squared = .399 (Adjusted R Squared = -1.705)
Post Hoc Tests Kelompok Multiple Comparisons
Dependent Variable:Pendapatan
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok 2 -3.2777E6 1.76197E7 .981 -1.0707E8 1.0052E8
Kelompok 3 -1.3607E7 1.64817E7 .727 -1.1070E8 8.3482E7
Kelompok 2 Kelompok 1 3.2777E6 1.76197E7 .981 -1.0052E8 1.0707E8
Kelompok 3 -1.0330E7 1.64817E7 .822 -1.0742E8 8.6760E7
Kelompok 3 Kelompok 1 1.3607E7 1.64817E7 .727 -8.3482E7 1.1070E8
Kelompok 2 1.0330E7 1.64817E7 .822 -8.6760E7 1.0742E8
Bonferroni Kelompok 1 Kelompok 2 -3.2777E6 1.76197E7 1.000 -1.3805E8 1.3149E8
Kelompok 3 -1.3607E7 1.64817E7 1.000 -1.3967E8 1.1246E8
Kelompok 2 Kelompok 1 3.2777E6 1.76197E7 1.000 -1.3149E8 1.3805E8
Kelompok 3 -1.0330E7 1.64817E7 1.000 -1.3639E8 1.1574E8
Kelompok 3 Kelompok 1 1.3607E7 1.64817E7 1.000 -1.1246E8 1.3967E8
Kelompok 2 1.0330E7 1.64817E7 1.000 -1.1574E8 1.3639E8
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 465678958333333.000.
91
Lanjutan Lampiran 2 Profile Plots Homogeneous Subsets
Pendapatan
Kelompok N
Subset
1
Tukey HSDa Kelompok 1 3 2.1321E6
Kelompok 2 3 5.4098E6
Kelompok 3 4 1.5740E7
Sig. .736
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
465678958333333.000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.273.
92
Lanjutan Lampiran 2
Oneway (R/C ratio)
Descriptives
R/C Ratio
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Min. Max.
Lower Bound
Upper
Bound
Kelompok 1 3 3.2367 2.18482 1.26141 -2.1907 8.6641 .92 5.26
Kelompok 2 3 5.2333 7.68896 4.43922 -13.8671 24.3338 .07 14.07
Kelompok 3 3 10.1533 6.39232 3.69061 -5.7261 26.0327 5.04 17.32
Total 9 6.2078 5.97436 1.99145 1.6155 10.8001 .07 17.32
ANOVA
R/C Ratio
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 76.033 2 38.017 1.089 .395
Within Groups 209.510 6 34.918
Total 285.544 8
Test of Homogeneity of Variances
R/C Ratio
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.084 2 6 .120
93
Lanjutan Lampiran 2
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable:R/C Ratio
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok 2 -1.99667 4.82482 .911 -16.8006 12.8072
Kelompok 3 -6.91667 4.82482 .384 -21.7206 7.8872
Kelompok 2 Kelompok 1 1.99667 4.82482 .911 -12.8072 16.8006
Kelompok 3 -4.92000 4.82482 .592 -19.7239 9.8839
Kelompok 3 Kelompok 1 6.91667 4.82482 .384 -7.8872 21.7206
Kelompok 2 4.92000 4.82482 .592 -9.8839 19.7239
Bonferroni Kelompok 1 Kelompok 2 -1.99667 4.82482 1.000 -17.8581 13.8647
Kelompok 3 -6.91667 4.82482 .605 -22.7781 8.9447
Kelompok 2 Kelompok 1 1.99667 4.82482 1.000 -13.8647 17.8581
Kelompok 3 -4.92000 4.82482 1.000 -20.7814 10.9414
Kelompok 3 Kelompok 1 6.91667 4.82482 .605 -8.9447 22.7781
Kelompok 2 4.92000 4.82482 1.000 -10.9414 20.7814
Homogeneous Subsets
R/C Ratio
Kelompok N
Subset for alpha
= 0.05
1
Tukey HSDa Kelompok 1 3 3.2367
Kelompok 2 3 5.2333
Kelompok 3 3 10.1533
Sig. .384
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
94
Lampiran 3 Produksi, Penjualan dan Produktivitas
Data Produksi dan Produktivitas Petani Garam
No Nama
Petani
Lokasi Desa,
Kecamatan
Luas
Lahan(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1 H. Yasin Donggobolo,
Woha
1,00 6,35 6,35
2 Saiful Donggobolo,
Woha
0,90 2,45 2,72
3 H. M. Ali Donggobolo,
Woha
0,70 10,7 15,29
4 Usman Donggobolo,
Woha
0,65 3,65 5,62
5 Ahmad Bontokape,
Bolo
0,53 14 26,42
6 Ismail A. Donggobolo,
Woha
0,50 0,35 0,70
7 Rudi Bontokape,
Bolo
0,35 6,65 19,00
8 Mansur Bontokape,
Bolo
0,30 8,95 29,83
9 H. Samsul Bontokape,
Bolo
0,20 11,4 57,00
10 Yusuf Bontokape,
Bolo
0,20 9,1 45,50
11 Ridwan Donggobolo,
Woha
0,20 0,2 1,00
95
Data Frekuensi Hasil Produksi Garam Rakyat Bulan Juni Tahun 2011
DATA FREKUENSI HASIL PRODUKSI BULAN JUNI 2011
No. Sampel
HASIL PRODUKSI
Jumlah (Karung/kg) Minggu 1
(Karung/kg)
Minggu 2
(Karung/kg)
Minggu 3
(Karung/kg)
Minggu 4
(Karung/kg)
1. Ahmad Kec.Bolo
4 / 50 7/50 10/50 17/50 38/50
2. Yusuf Kec.Bolo
- - 5/50 7/50 12/50
3. Mansur Kec.Bolo
- - - 8/50 8/50
4. H.Samsul Kec.Bolo
6/50 10/50 12/50 16/50 44/50
5. Rudi Kec.Bolo
- - - 7/50 7/50
6. H.Yasin Kec.Woha
2/50 10/50 15/50 20/50 47/50
7. Saiful Kec.Woha
2/50 3/50 7/50 10/50 22/50
8. Ismail Ahmad Kec.Woha
- - - - -
9. Usman Kec.Woha
- - - 1/50 1/50
10. H.M Ali Kec.Woha
5/50 10/50 15/50 40/50 70/50
11. Aminah Kec. Woha
- - - - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - - - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - - 1/50 1/50
14. Ismail Kec.Woha
- - - - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - - - -
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
96
Lanjutan Lampiran 3
Data Frekuensi Hasil Produksi Garam Rakyat Bulan Juli Tahun 2011
DATA FREKUENSI HASIL PRODUKSI BULAN JULI 2011
No. Sampel
HASIL PRODUKSI
Jumlah (Karung/kg) Minggu 1
(Karung/kg)
Minggu 2
(Karung/kg)
Minggu 3
(Karung/kg)
Minggu 4
(Karung/kg)
1. Ahmad Kec.Bolo
28/50 35/50 54/50 60/50 177/50
2. Yusuf Kec.Bolo
15/50 29/50 43/50 58/50 145/50
3. Mansur Kec.Bolo
10/50 27/50 46/50 53/50 136/50
4. H.Samsul Kec.Bolo
20/50 32/50 39/50 53/50 144/50
5. Rudi Kec.Bolo
8/50 16/50 24/50 48/50 96/50
6. H.Yasin Kec.Woha
25/50 25/50 - 30/50 80/50
7. Saiful Kec.Woha
5/50 5/50 - 17/50 27/50
8. Ismail Ahmad Kec.Woha
- - 2/50 5/50 7/50
9. Usman Kec.Woha
10/50 12/50 20/50 30/50 72/50
10. H.M Ali Kec.Woha
14/50 30/50 40/50 60/50 144/50
11. Aminah Kec. Woha
- - - - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - - - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - - 3/50 3/50
14. Ismail Kec.Woha
- - - - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - - - -
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
97
Lanjutan Lampiran 3
Data Frekuensi Hasil Produksi Garam Rakyat Bulan Agustus Tahun 2011
DATA FREKUENSI HASIL PRODUKSI BULAN AGUSTUS 2011
No. Sampel
HASIL PRODUKSI
Jumlah (Karung/kg) Minggu 1
(Karung/kg)
Minggu 2
(Karung/kg) - -
1. Ahmad Kec.Bolo
- 65/50 65/50
2. Yusuf Kec.Bolo
- 25/50 25/50
3. Mansur Kec.Bolo
- 35/50 35/50
4. H.Samsul Kec.Bolo
- 40/50 40/50
5. Rudi Kec.Bolo
- 30/50 30/50
6. H.Yasin Kec.Woha
- - -
7. Saiful Kec.Woha
- - -
8. Ismail Ahmad Kec.Woha
- - -
9. Usman Kec.Woha
- - -
10. H.M Ali Kec.Woha
- - -
11. Aminah Kec. Woha
- - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - -
14. Ismail Kec.Woha
- - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - -
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
98
Lanjutan Lampiran 3
Data Frekuensi Penjualan Garam Rakyat Bulan Juni Tahun 2011
DATA FREKUENSI PENJUALAN BULAN JUNI 2011
NO. SAMPEL
MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4
KARUNG
HARGA KARUNG
HARGA KARUNG
HARGA KARUNG
HARGA
1. Ahmad Kec.Bolo
4 150.000,- - - 17 95.000,- - -
2. Yusuf Kec.Bolo
- - - - 5 90.000,- - -
3. Mansur Kec.Bolo
- - - - - - 2 90.000,-
4. H.Samsul Kec.Bolo
2 100.000,- - - 6 90.000 - -
5. Rudi Kec.Bolo
- - - - - - 4 90.000,-
6. H.Yasin Kec.Woha
2 70.000,- 10 70.000,- 15 53.000,- 20 53.000,-
7. Saiful Kec.Woha
2 70.000,- 3 70.000,- 7 53.000,- 10 53.000,-
8. Ismail A Kec.Woha
- - - - - - - -
9. Usman Kec.Woha
- - - - - - 1 53.000,-
10. H.M Ali Kec.Woha
5 70.000,- 10 70.000,- 15 53.000,- 40 53.000,-
11. Aminah Kec. Woha
- - - - - - - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - - - - - - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - - - - - 1 53.000,-
14. Ismail Kec.Woha
- - - - - - - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - - - - - - -
JUMLAH 12 930.000,- 26 1.880.000,- 65 4.566.000,- 87 5.203.000,-
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
99
Lanjutan Lampiran 3
Data Frekuensi Penjualan Garam Rakyat Bulan Juli Tahun 2011
DATA FREKUENSI PENJUALAN BULAN JULI 2011
NO. SAMPEL
MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4
KARUNG
HARGA KARUN
G HARGA
KARUNG
HARGA KARUN
G HARGA
1. Ahmad Kec.Bolo
37 95.000,- 20 85.000,- - - 25 60.000,-
2. Yusuf Kec.Bolo
6 90.000,- - - 14 90.000,- 20 90.000,-
3. Mansur Kec.Bolo
5 90.000,- - - 8 90.000,- 13 90.000,-
4. H.Samsul Kec.Bolo
25 90.000,- - - 28 90.000,- 35 90.000,-
5. Rudi Kec.Bolo
10 90.000,- - - 15 90.000,- 4 90.000,-
6. H.Yasin Kec.Woha
- - - - - - - -
7. Saiful Kec.Woha
- - - - - - - -
8. Ismail A Kec.Woha
- - - - - - - -
9. Usman Kec.Woha
- - - - - - - -
10. H.M Ali Kec.Woha
- - - - - - - -
11. Aminah Kec. Woha
- - - - - - - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - - - - - - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - - - - - - -
14. Ismail Kec.Woha
- - - - - - - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - - - - - - -
JUMLAH
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
100
Lanjutan Lampiran 3
Data Frekuensi Penjualan Garam Rakyat Bulan Agustus Tahun 2011
DATA FREKUENSI PENJUALAN BULAN AGUSTUS 2011
NO. SAMPEL
MINGGU 1 MINGGU 2
KARUNG HARGA KARUNG HARGA
1. Ahmad Kec.Bolo
- - - -
2. Yusuf Kec.Bolo
- - - -
3. Mansur Kec.Bolo
- - - -
4. H.Samsul Kec.Bolo
- - - -
5. Rudi Kec.Bolo
- - - -
6. H.Yasin Kec.Woha
- - - -
7. Saiful Kec.Woha
- - - -
8. Ismail A Kec.Woha
- - - -
9. Usman Kec.Woha
- - - -
10. H.M Ali Kec.Woha
- - - -
11. Aminah Kec. Woha
- - - -
12. Suhardin Kec.Woha
- - - -
13. Ridwan Kec.Woha
- - - -
14. Ismail Kec.Woha
- - - -
15. Firdaus Kec.Woha
- - - -
JUMLAH
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
101
Lanjutan Lampiran 3
Data Luas Lahan dan Hasil Produksi Garam Rakyat
Petani Garam Luas Lahan
(ha) Ton/ha
Kelompok 1
1. H.Yasin Kec.Woha
1,00 6,35
2. Saiful Kec.Woha
0,90 2,72
3. H.M Ali Kec.Woha
0,70 15,29
Kelompok 2
4. Usman Kec.Woha
0,65 5,62
5. Ahmad Kec.Bolo
0,53 26,42
6. Ismail Ahmad Kec.Woha
0,50 0,70
7. Rudi Kec.Bolo
0,35 19,00
Kelompok 3
1. Mansur Kec.Bolo
0,30 29,83
2. H.Samsul Kec.Bolo
0,20 57,00
3. Yusuf Kec.Bolo
0,20 45,50
4. Ridwan Kec.Woha
0,20 1,00
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
102
Lampiran 4. Uji Kadar NaCl
103
Lanjutan Lampiran 4
104
Lanjutan Lampiran 4
105
Lanjutan Lampiran 4
106
Lampiran 5 Biaya Usaha Garam Rakyat
Jenis dan Biaya Usaha Garam Rakyat Per Hektar
Desa Bontokape dan Desa Donggobolo
Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011
Petani Garam
Luas
Lahan
(Ha)
Biaya Variabel Biaya
Tetap Total TKL
Rp
BB
Rp
BH
Rp
1. Ahmad
Kec.Bolo 0,53 1.132.075 -
1.132.075
2. Yusuf
Kec.Bolo 0,20 2.500.000 -
2.500.000
3. Mansur
Kec.Bolo 0,30 1.666.667 -
1.666.667
4. H.Samsul
Kec.Bolo 0,20 2.500.000 -
2.500.000
5. Rudi
Kec.Bolo 0,35 1.714.286 4.242.857 -
5.957.143
6. H.Yasin
Kec.Woha 1,00 700.000 63.000 -
763.000
7. Saiful
Kec.Woha 0,90 777.778 40.000 695.000 -
1.512.778
8. Ismail Ahmad
Kec.Woha 0,50 1.200.000 36.000 -
1.236.000
9. Usman
Kec.Woha 0,65 1.076.923 55.385 40.769 -
1.173.077
10. H.M Ali
Kec.Woha 0,70 1.000.000 77.143 -
1.077.143
11. Aminah
Kec. Woha 0,70 1.000.000 25.714 -
1.025.714
12. Suhardin
Kec.Woha 0,93 752.688 19.355 -
772.043
13. Ridwan
Kec.Woha 0,20 2.500.000 90.000 -
2.590.000
14. Ismail
Kec.Woha 0,24 2.083.333 75.000 -
2.158.333
15. Firdaus
Kec.Woha 0,45 1.333.333 40.000 - 1.373.333
Keterangan :
TKL = Tenaga Kerja Langsung
BB = Bahan Bakar
BH = Bagi Hasil
107
Lampiran 6 Foto Dengan Petani Garam
DISKUSI DENGAN PETANI GARAM DESA BONTOKAPE
DISKUSI DENGAN PETANI GARAM DESA DONGGOBOLO
108
Lampiran 7 Gambar Baume meter