102
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS – SEPTEMBER 2008 (Kajian Obat Alergi) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Robertus Bambang Kurniawan NIM : 058114098 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009 ii

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS

PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS – SEPTEMBER 2008

(Kajian Obat Alergi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Robertus Bambang Kurniawan NIM : 058114098

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

ii

Page 2: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

iii

Page 3: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

iv

Page 4: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

“Tuhan adalah gembalaku,

tak kan kekurangan aku”

(Mazmur 23 : 1)

Kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu membangkitkanku ketika aku jatuh

menguatkanku ketika aku lemah

menghiburku ketika aku sedih

Ayah dan Bundaku yang telah mengasuhku

mendoakanku

mendukungku

menyemangatiku

Almamaterku Tercinta

v

Page 5: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

vi

Page 6: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

Prakata

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors

Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat

Alergi)” ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan

Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang

mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi

penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, dosen pembimbing, dan dosen penguji yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan

skripsi.

3. Dra. L. Endang Budiati, M.Pharm., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen

pembimbing lapangan selama penelitian di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta.

vii

Page 7: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

4. Ibu Catur, Ibu Estri, Bapak Rustamadji, Ibu Endar, Bapak Yudi, Ibu Tabitha

beserta semua perawat yang bertugas di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta atas bantuan selama proses pengambilan data

penelitian.

5. Kepala dan Staf Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data

penelitian.

6. Ayah dan Bunda yang telah membesarkan dan mendidik penulis, selalu

memberikan kasih sayang, perhatian, pengorbanan serta doa yang tulus

sepanjang hidup penulis.

7. Mas Sur, Mas Iyan, Nduk Susi dan Dik Ana yang telah memberikan

dukungan dan semangat selama penyusunan skripsi ini.

8. Welli, Vivi, Siska, Donald, Andien, Stella, Sekar, dan Nolen atas semua

kerjasama, kekompakan, pengorbanan, dan dukungannya selama penelitian

dan penyusunan laporan skripsi ini.

9. Vero, Ragil, Kaka, Lini, Tami, Jerry, Rita, Tinche, Vita, Imel, Bon-Bon,

Maya, Flora dan teman-teman lain yang belum kusebut namanya, yang

selalu memberikan dukungan dan semangat selama melakukan penelitian

dan menyusun laporan skripsi ini.

10. Teman-teman kelas B angkatan 2005 dan teman-teman kelas FKK angkatan

2005, yang telah mendukung dan memberi semangat selama penelitian dan

penyusunan laporan skripsi ini.

viii

Page 8: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

11. Agnes, Angela, Monica, Nugroho, Mbak Ari, Mbak Ria, yang telah

membantu penulis selama penelitian dan penyusunan laporan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia

ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 29 Januari 2009

Penulis

ix

Page 9: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

x

Page 10: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

INTISARI

Medication Errors adalah kesalahan yang terjadi pada proses pengobatan yang sebenarnya dapat dicegah. Drug Therapy Problems adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan dalam terapi obat dan akan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan.

Sebagai kelanjutan penelitian Patient Safety tahun 2007 kerjasama Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan RS Bethesda Yogyakarta, diusulkan penelitian yang berjudul Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat Alergi).

Penelitian ini bertujuan mengetahui masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug therapy problems pada penggunaan obat alergi pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008. Penelitian ini bersifat non eksperimental dengan rancangan deskriptif eksploratif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat alergi yang paling banyak digunakan di RS Bethesda Yogyakarta adalah golongan kortikosteroid yaitu methylprednisolone. Medication Errors yang paling banyak adalah dosis keliru. Drug Therapy Problems yang paling banyak adalah dosis terlalu tinggi. Masalah utama kejadian Medication Errors fase administrasi dan Drug Therapy Problems adalah keterbatasan waktu memonitor peresepan dan penggunaan obat pasien oleh apoteker di bangsal rawat inap kelas III RS Bethesda Yogyakarta. Kata kunci : Medication Errors, Drug Therapy Problems, obat alergi

xi

Page 11: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

ABSTRACT

Medication Errors are the mistake happened in medication process which is preventable in fact. Drug Therapy Problems are unwanted events in drug therapy process and it will bother therapy target.

As a continuation of Patient Safety research, cooperation between Faculty of Pharmacy Sanata Dharma University Yogyakarta and Hospital Betehsda Yogyakarta at 2007, was proposed a research entitled Evaluation of Main Problem of Medication Errors Event on Administration Phase and Drug Therapy Problems of Patients at Hospital Bethesda Yogyakarta Period August – September 2008 (Analysis of Allergic Drugs).

The purpose of this research is to know the main problem of medication errors event on administration phase and drug therapy problems on the usage of allergic drugs of patient at Hospital Bethesda Yogyakarta. Characteristic of this research is non experimental study with descriptive explorative design.

The result of this research is methylprednisolone as the most of allergic drug used in Hospital Bethesda. The most number of medication errors was wrong dose. The most number of drug therapy problems was dose too high. The main problem of medication errors event on administration phase and drug therapy problems was the limited of monitoring time for prescription and the usage of drugs in patients by pharmacist at Hospital Bethesda Yogyakarta. Key word : Medication Errors, Drug Therapy Problems, allergic drugs

xii

Page 12: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………......... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………....... iii

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………........... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………........ v

PRAKATA …………………………………………………………........ vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………............ x

INTISARI ………………………………………………………….......... xi

ABSTRACT ………………………………………………………............ xii

DAFTAR ISI ………………………………………………………......... xiii

DAFTAR TABEL …………………………………………………......... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………......... xix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xx

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………....... 1

1. Permasalahan …………………………………....... 2

2. Keaslian Penelitian ……………………………….. 3

3. Manfaat Penelitian ………………………………... 3

a) Manfaat Teoritis …………………………........ 3

b) Manfaat Praktis ………………………………. 4

B. Tujuan Penelitian …………………………………........ 4

1. Tujuan Umum …………………………………….. 4

2. Tujuan Khusus ……………………………………. 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Medication Errors …………………………………….. 5

B. Drug Therapy Problems ………………………………. 5

C. Alergi ………………………………………………….. 6

D. Obat-obat Alergi ………................................................. 8

xiii

Page 13: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

1. Antihistamin ............................................................ 8

2. Kortikosteroid .......................................................... 9

E. Keterangan Empiris ………………………………........ 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………. 13

B. Definisi Operasional …………………………………... 14

C. Subyek Penelitian ……………………………………... 15

D. Bahan Penelitian ………………………………………. 16

E. Instrumen Penelitian …………………………………... 16

F. Lokasi Penelitian ……………………………………… 17

G. Tata Cara Penelitian ………………………………....... 17

1. Tahap Orientasi ………………………………........ 17

2. Tahap Pengambilan Data ………………………..... 18

a) Tahap Pengumpulan Data ……………………. 18

b) Tahap Wawancara …………………………… 18

3. Tahap Penyelesaian Data …………………………. 18

H. Tata Cara Analisis Hasil ………………………………. 19

I. Kesulitan Penelitian ………………………………........ 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus ………………………………………........ 21

1. Berdasarkan Kelompok Umur ……………………. 21

2. Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………….. 21

3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan …………………. 22

4. Berdasarkan Pekerjaan ……………………………. 23

5. Berdasarkan Diagnosis …………………………… 24

B. Profil Terapi Kasus ……………………………………. 25

1. Berdasarkan Jumlah Obat ………………………… 25

2. Berdasarkan Jenis Obat ………………………........ 26

a) Penggolongan Obat Secara Umum …………... 27

xiv

Page 14: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

b) Penggolongan Jenis Obat Secara Khusus ……. 29

c) Jumlah dan Jenis Obat yang Digunakan …....... 30

3. Berdasarkan Bentuk Sediaan Obat .......................... 30

4. Berdasarkan Aturan Pakai Obat ............................... 33

C. Kejadian ME Fase Administrasi dan DTP ..................... 33

1. Evaluasi Medication Errors Fase Administrasi ....... 33

2. Evaluasi Drug Therapy Problems ……………....... 36

a) Kejadian DTP Dosis Terlalu Tinggi …………. 37

b) Kejadian DTP Interaksi Obat ……………........ 38

c) Kejadian DTP Noncompliance …………......... 38

D. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi dan

DTP ……………………………………………………

44

E. Rangkuman Pembahasan …………………………........ 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……………………………………………. 47

B. Saran …………………………………………………... 48

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………....... 49

LAMPIRAN ……………………………………………………….......... 51

BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………... 83

xv

Page 15: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

DAFTAR TABEL

Tabel I Penyebab-penyebab DTP ……………………………...... 11

Tabel II Bentuk-bentuk ME ……………………………………… 12

Tabel III Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Umur ……………………………………….

21

Tabel IV Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………………...

22

Tabel V Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……..............................

22

Tabel VI Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Pekerjaan ………………..............................

23

Tabel VII Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Diagnosis …..................................................

24

Tabel VIII Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi

di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Jumlah Obat ………………………………..

26

Tabel IX Penggolongan Obat Secara Umum pada Pasien yang

Menerima Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus

– September 2008 ………..................................................

27

Tabel X Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode

Agustus – September 2008 Berdasarkan Golongan dan

Jenis Obat ………………………………………………..

29

Tabel XI Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode

Agustus – September 2008 Berdasarkan Jumlah Obat

Alergi per Pasien dan Jenis Obat ……..

30

xvi

Page 16: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

Tabel XII Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode

Agustus – September 2008 Berdasarkan Bentuk Sediaan

Obat ………………….......................................................

31

Tabel XIII Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode

Agustus – September 2008 Berdasarkan Bentuk Sediaan

dan Jenis Obat ……….......................................................

31

Tabel XIV Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode

Agustus – September 2008 Berdasarkan Jenis, Kekuatan,

Frekuensi dan Durasi Obat ………………………………

32

Tabel XV Persentase Kejadian ME Fase Administrasi pada Pasien

di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode

Agustus – September 2008 ………………………………

34

Tabel XVI Jenis Kejadian ME Fase Administrasi yang Riil Teramati

pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

34

Tabel XVII Bentuk ME Fase Administrasi (Kontraindikasi) pada

Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

35

Tabel XVIII Bentuk ME Fase Administrasi (Gagal Mencek Instruksi)

pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

35

Tabel XIX Bentuk ME Fase Administrasi (Dosis Keliru) pada

Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

35

Tabel XX Bentuk ME Fase Administrasi (Instruksi Dijalankan

Keliru) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat

Alergi Periode Agustus – September 2008 ……………...

36

Tabel XXI Bentuk ME Fase Administrasi (Pemberian Obat di Luar

Instruksi) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima

Obat Alergi Periode Agustus – September 2008 ………..

36

Tabel XXII Persentase DTP yang Riil Terjadi pada Pasien di RS

xvii

Page 17: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus –

September 2008 ………………………………………….

37

Tabel XXIII Pengelompokan Kejadian DTP pada Pasien di RS

Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus –

September 2008 ………………………………………….

37

Tabel XXIV Kejadian DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Pasien di RS

Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus –

September 2008 ………………………………………….

38

Tabel XXV Kejadian DTP Interaksi Obat pada Pasien di RS

Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus –

September 2008 ………………………………………….

39

Tabel XXVI Kejadian DTP Non Compliance pada Pasien di RS

Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus –

September 2008 ………………………………………….

39

Tabel XXVII Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap

Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……..........................

40

Tabel XXIII Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap

Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

41

Tabel XXIX Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap

Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

42

Tabel XXX Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap

Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ……………………..

43

xviii

Page 18: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Cara Kerja Sel Mast pada Proses Alergi .................................... 7

xix

Page 19: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rangkuman Hasil Wawancara Apoteker Rawat Inap

Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta …………......

51

Lampiran 2 Rangkuman Hasil Wawancara Dokter Rawat Inap

Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta …………......

52

Lampiran 3 Rangkuman Hasil Wawancara Perawat Rawat Inap

Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta …………......

53

Lampiran 4 Daftar Nama Obat Alergi di Bangsal Rawat Inap Kelas

III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus -

September 2008 .................................................................

59

Lampiran 5 Subyektif, Obyektif, Penatalaksanaan, Penilaian, dan

Rekomendasi Pasien Rawat Inap Bangsal Kelas III RS

Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 ..................................

60

xx

Page 20: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alergi merupakan suatu perubahan reaksi, atau respon pertahanan tubuh

yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

bagi tubuh itu sendiri. Kasus alergi memang semakin banyak ditemukan seperti

alergi serbuk sari, alergi udara dingin, alergi makanan, dan juga alergi obat.

Namun, sampai saat ini belum ditemukan adanya penelitian yang spesifik

mengenai alergi di Universitas Sanata Dharma.

Medication Errors (ME) merupakan suatu kesalahan dalam proses

pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada

dalam pengawasan dan tanggungjawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998).

Drug Therapy Problems (DTP) merupakan suatu kejadian yang tidak

diinginkan, dialami oleh pasien yang terlibat dalam terapi obat, yang akan

mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan (Strand et.al., 2004).

Pada tahun 2007, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta bekerjasama dengan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta telah

menyelesaikan penelitian mengenai Patient Safety. Hal penting yang menarik

untuk diteliti dari penelitian sebelumnya antara lain :

1. pada bulan Juli 2007 terdapat sejumlah 472 kasus penggunaan resep racikan

pada pediatri perlu penyesuaian dosis, 310 kasus perlu penyesuaian indikasi,

dan 233 kasus potensial terjadi interaksi obat.

1

Page 21: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

2

2. berdasarkan studi DTP diperoleh 3 dari 32 kasus gangguan GIT pediatri tidak

teridentifikasi DTP, sisanya teridentifikasi potensial terjadi DTP. Pada pasien

gangguan saluran nafas ditemukan 22 kasus obat tanpa indikasi, 7 kasus salah

obat, 20 kasus dosis terlalu rendah, 17 kasus dosis terlalu tinggi, 23 kasus efek

obat merugikan dan interaksi obat.

3. pada pasien di bangsal anak, terdapat berbagai macam kasus ME pada proses

transcribing dan dispensing (Suhadi, dkk, 2007).

Berdasarkan uraian tersebut, diusulkan suatu penelitian berjudul ”Evaluasi

Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy

Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus –

September 2008 (Kajian Obat Alergi)”.

1. Permasalahan

Permasalahn utama dalam penelitian ini adalah “apakah yang menjadi

masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat

alergi pada pasien di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus –

September 2008?”.

Permasalahan tambahan yang ingin diamati adalah :

a. bagaimana profil pasien yang menggunakan obat alergi meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis di Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008?

b. bagaimana profil terapi pasien dengan obat alergi meliputi jumlah obat, jenis

obat, bentuk sediaan obat, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat,

Page 22: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

3

frekuensi, dan durasi) pada pasien di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Periode Agustus – September 2008?

c. kejadian ME dan DTP apa yang benar-benar terjadi pada pasien Rumah Sakit

Bethesda dalam penggunaan obat alergi Periode Agustus – September 2008

(berdasarkan pengamatan prospektif)?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat Alergi)

belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Akan tetapi,

penelitian sebelumnya yang terkait dengan masalah ME dan DTP antara lain :

a. studi Potensial Medication Errors pada Peresepan Bangsal Anak di RS

Bethesda Yogyakarta Periode Februari – April 2003 : ditinjau dari Aspek

Transcribing : Kesulitan Membaca Tulisan pada Resep dan Kesulitan

Membaca Penulisan Angka Desimal oleh Fitri (2005).

b. evaluasi Medication Errors Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat

Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli 2007 : tinjauan Fase Dispensing oleh Erlin

(2008).

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

menambah referensi tenaga kesehatan untuk mendeskripsikan ME dan DTP

penggunaan obat alergi yang terjadi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta.

Page 23: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

4

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan penggunaan obat alergi oleh farmasis dalam

mempraktekkan pharmaceutical care dan menerapkan isu patient safety demi

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RS Bethesda Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama kejadian

ME fase administrasi dan DTP penggunaan obat alergi pada pasien Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. mengetahui profil pasien yang menggunakan obat alergi meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis di Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008

b. mengetahui profil terapi pasien dengan obat alergi meliputi jumlah obat, jenis

obat, bentuk sediaan obat, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat,

frekuensi, dan durasi) pada pasien di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

periode Agustus – September 2008.

c. mengetahui kejadian ME dan DTP yang benar-benar terjadi pada pasien

Rumah Sakit Bethesda dalam penggunaan obat alergi periode Agustus –

September 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif).

Page 24: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Medication Errors

Medication Errors adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan

yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam

pengawasan dan tanggungjawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998), sedangkan

menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah

kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam

penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian ME dibagi

dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, transcribing, dispensing dan administration.

Faktor penyebab ME dapat berupa : 1) komunikasi yang buruk baik

secara tertulis dalam bentuk kertas resep atau lisan (antara pasien, dokter dan

apoteker), 2) sistem distribusi obat kurang mendukung (sistem komputerisasi,

sistem penyimpanan obat, dan sebagainya), 3) sumber daya manusia (kurang

pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dan lain-lain), 4) edukasi kepada pasien

kurang, 5) peran pasien dan keluarganya kurang (Cohen, 1999).

B. Drug Therapy Problems

Drug Therapy Problems adalah kejadian yang tidak diinginkan, yang

dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang

akan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan (Strand et.al., 2004).

5

Page 25: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

6

C. Alergi

Alergi merupakan suatu perubahan reaksi, atau respon pertahanan tubuh

yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya.

Manifestasi alergi dapat berupa demam, gatal, asma, ruam kemerahan pada kulit.

Terjadinya alergi adalah berawal dengan masuknya suatu allergen ke

dalam tubuh. Allergen yaitu suatu bahan yang menyebabkan alergi. Dengan

adanya allergen yang masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan merespon dengan

munculnya berbagai manifestasi seperti demam, gatal, ruam pada kulit.

Mekanisme terjadinya alergi melibatkan kerja sel mast. Sel mast terikat

dengan suatu antibodi imunoglobulin E yaitu suatu antibodi yang

bertanggungjawab terhadap terjadinya alergi. Di dalam sel mast terkandung

senyawa histamin dan juga leukotrien. Senyawa histamin dan leukotrien

merupakan senyawa yang dapat menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh

darah dan juga penyempitan otot-otot halus di jalan nafas paru-paru. Senyawa

histamin dan leukotrien menyebabkan rasa gatal dan bersin-bersin, pembengkakan

pada kulit dan saluran nafas. Akibatnya, timbul benjolan-benjolan merah yang

gatal di kulit, asma dan mampatnya jalan nafas.

Mekanisme singkat terjadinya alergi berawal dengan masuknya suatu

allergen. Setelah allergen masuk, maka sel mast akan pecah dan secara langsung

akan mengeluarkan senyawa histamin dan leukotrien. Dengan keluarnya senyawa

histamin dan leukotrien tersebut, maka dapat terjadi pelebaran pembuluh darah

dan penyempitan otot-otot halus di saluran pernafasan yang kemudian akan

muncul manifestasi seperti rasa gatal, bengkak, dan asma (Davies, 2003).

Page 26: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

7

Gambar 1. Cara Kerja Sel Mast pada Proses Alergi (Davies, 2003)

Page 27: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

8

D. Obat-obat Alergi

1. Antihistamin

Antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi rhinitis alergi

(hay fever). Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria dan dapat digunakan

untuk mengatasi ruam kulit pada urtikaria, gatal serta alergi obat (Anonim, 2000).

Contoh obat antihistamin antara lain loratadine, terfenadine, cetirizine

diHCl, fexofenadine HCl (Anonim, 2000; Anonim, 2007; Lacy et.al., 2006) :

a) loratadine

Indikasi

Mengurangi gejala yang berhubungan dengan rhinitis alergi, gejala nyeri seperti hay fever, gejala dan tanda urtikaria kronis dan penyakit dermatologik lain.

Mekanisme aksi Selektiif terhadap antagonis reseptor histamin perifer.

Kontraindikasi Asma akut, hamil, menyusui, hipersensitif atau idiosinkrasi.

Efek samping Lesu, nyeri kepala, sedasi, mulut kering, gangguan GIT, gangguan fungsi hati.

Dosis (dewasa) 10 mg/hari.

b) terfenadine

Indikasi Gejala rhinitis alergi seperti hay fever, urtikaria, rhinitis vasomotor.

Mekanisme aksi Bersaing dengan histamin untuk berikatan dengan sisi aktif reseptor H1 pada saluran gastrointestinal, pembuluh darah, dan saluran pernafasan.

Kontraindikasi

Hipersensitif, gangguan hati yang jelas, menyusui, hipokalemia, pemakaian aritmogenik atau kondisi aritmia, insufisiensi koroner, hipertensi berat, pemberian bersamaan dengan antibiotik makrolida, atau antijamur azole.

Efek samping Sedasi, mulut kering, anoreksia, mual, muntah, tidak enak di perut, insomnia, mudah lelah, ansietas, palpitasi, takikardia.

Dosis (dewasa)

• Untuk rhinitis alergi : 60 mg/hari, bila perlu 120 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi.

• Untuk alergi kulit : 120 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi.

Page 28: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

9

c) fexofenadine HCl

Indikasi Alergi rhinitis musiman, urtikaria idiopatik kronis.

Mekanisme aksi

Merupakan metabolit aktif terfenadine yang bersaing dengan histamin untuk berikatan dengan sisi aktif reseptor H1 pada saluran gastrointestinal, pembuluh darah, dan saluran pernafasan. Tidak melewati sawar darah otak sehingga potensi menimbulkan sedasi menurun.

Kontraindikasi Hipersensitif. Efek samping Nyeri kepala. Dosis (dewasa) 1 tablet 1 kali sehari.

d) cetirizine diHCl

Indikasi Gejala rhinitis alergi seperti hay fever, urtikaria, idiopatik kronis.

Mekanisme aksi Bersaing dengan histamin untuk berikatan dengan sisi reseptor H1 pada saluran gastrointestinal, pembuluh darah, dan saluran pernafasan

Kontraindikasi Hamil, menyusui, riwayat hipersensitif terhadap cetirizine.

Efek samping Sedasi, kepala nyeri, agitasi, rasa tidak enak di GIT, mulut kering, reaksi hipersensitivitas (misalnya angioedema).

Dosis (dewasa) 10 mg/hari atau 5 mg 2 kali sehari.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat antialergi dan sekaligus antiinflamasi.

Meskipun tidak menghambat pelepasan histamin dan zat kimia kompleks dari sel

mast, obat ini sangat efektif meredakan radang yang menjadi ciri keadaan kulit

kronis akibat alergi, asma yang cukup parah. Obat ini bekerja pada tingkat gen di

dalam sel, mencegah peningkatan sitokin, yang mempengaruhi sistem kekebalan

tubuh pada tingkat yang sangat mendasar (Davies, 2003).

Mekanisme aksi lain dari kortikosteroid antara lain menghambat

pembebasan asam arakidonat yang mengakibatkan terhambatnya sintesis

Page 29: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

10

prostaglandin dan leukotrien, tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1

(Mansjoer, 2003).

Contoh obat golongan kortikosteroid antara lain methylprednisolone dan

dexamethasone (Lacy et.al., 2006) :

a. methylprednisolone

Indikasi Alergi, inflamasi.

Mekanisme aksi Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi lekosit dan menurunkan permeabilitas kapiler.

Kontraindikasi Hipersensitif.

Efek samping Edema, hipertensi, aritmia, insomnia, vertigo, nyeri kepala, hiperlipid.

Dosis (dewasa) Sebagai antiinflamasi : dosis yang dapat diberikan adalah 10-40 mg yang diberikan dalam beberapa menit, kemudian diulang tergantung kondisi klinis.

b. dexamethasone

Indikasi Antiinflamasi, kondisi alergi, penyakit lain yang responsif terhadap glukokortikoid.

Mekanisme aksi

Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi netrofil, menurunkan produksi mediator inflamasi, menurunkan permeabilitas kapiler, menekan respon imun normal.

Kontraindikasi Hipersensitif, herpes simplek okular, infeksi jamur atau pyogenik.

Efek samping

Edema, hipertensi, aritmia, insomnia, lemah otot, osteoporosis, tukak peptik, gangguan penyembuhan luka, pengeluaran keringat bertambah, sakit kepala, penurunan toleransi terhadap karbohidrat.

Dosis (dewasa) Tablet 0,5-10 mg per hari. Injeksi 4-20 mg i.m atau i.v.

Page 30: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

11

Tabel I. Penyebab-penyebab DTP (Strand et.al., 1998)

No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP 1. Ada indikasi tetapi

tanpa obat (need for additional drug therapy)

• Timbul kondisi medis memerlukan tambahan obat • Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-

menerus • Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi • Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang

perlu dicegah atau terapi profilaksis. 2. Ada obat tanpa

indikasi (unnecessary therapy)

• Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu • Terapi dengan dosis toksik • Penyalah-gunaan obat, merokok, dan alkohol • Terapi sebaiknya non-farmakologi • Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal • Terapi efek samping akibat suatu obat yang

sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman 3. Pemilihan obat salah

(wrong drug) • Obat yang digunakan bukan yang efektif /paling

efektif • Pasien alergi atau kontraindikasi • Obat efektif tetapi relatif mahal (bukan paling aman) • Obat sudah resisten terhadap infeksi • Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah

pernah diperoleh perlu mengganti obat • Kombinasi obat yang salah.

4. Dosis terlalu rendah (dose too low)

• Dosis terlalu rendah • Waktu pemberian tidak tepat, misalnya profilaksis

antibiotika untuk operasi • Obat, dosis, rute, formulasi kurang sesuai pada pasien

5. Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat

• Obat diberikan terlalu cepat • Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu • Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi • Bioavalibilitas, efek obat diubah oleh obat

lain/makanan. • Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim,

penggeseran tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium

6. Dosis terlalu tinggi (dose too high)

• Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan

• Dosis dinaikkan terlalu cepat • Obat akumulasi karena terapi jangka panjang • Obat, dosis, rute, formulasi kurang sesuai pada pasien • Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila

perlu diberikan terus 7. Ketaatan pasien

(compliance)/ gagal menerima obat

• Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error

• Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya

• Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya

Page 31: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

12

Tabel II. Bentuk-bentuk ME (Dwiprahasto dan Kristin, 2008)

Prescribing Transcribing Dispensing Administration • Kontraindikasi • Duplikasi • Tidak terbaca • Instruksi tidak

jelas • Instruksi

keliru • Instruksi tidak

lengkap • Penghitungan

dosis keliru

• Copy error • Baca keliru • Instruksi

terlewatkan • Mis-stamped• Instruksi tak

dikerjakan • Instruksi

verbal salah terjemah

• Kontraindikasi • Extra dose • Gagal cek instruksi • Sediaan obat buruk • Instruksi pengguna-

an obat tidak jelas • Salah hitung dosis • Salah memberi label • Salah tulis instruksi • Dosis keliru • Pemberian obat di

luar instruksi • Instruksi verbal

dijalankan keliru

• Administration error • Kontraindikasi • Obat tertinggal di

samping bed • Extra dose • Kegagalan mencek

instruksi • Tidak mencek

identitas pasien • Dosis keliru • Salah menulis

instruksi • Patient off unit • Pemberian obat di

luar instruksi • Instruksi verbal

dijalankan keliru

E. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat Alergi) bertujuan

untuk mengetahui masalah utama kejadian medication errors dan drug therapy

problems penggunaan obat alergi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode

Agustus – September 2008 sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian

medication errors fase administrasi dan drug therapy problems pada penggunaan

obat alergi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta.

Page 32: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase

Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat Alergi)” merupakan

jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif eksploratif yang

bersifat prospektif (Pratiknya, 1986).

Penelitian ini dilakukan pada pasien yang menggunakan obat alergi di

Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda Yogyakarta pada Periode Agustus –

September 2008. Pengamatan dilakukan selama pasien dirawat di rumah sakit dan

selama terapi dengan obat jalan di rumah pasien.

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental yakni merupakan penelitian

yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri atau variabel subyek tanpa

ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya, 1986). Rancangan penelitian ini adalah

deskriptif berarti mendeskripsikan, menggambarkan apa yang telah didapatkan.

Penelitian ini bersifat prospektif karena data penelitian diambil dengan mengamati

keadaan pasien secara langsung selama mendapatkan perawatan di rumah sakit

dan mengamati penggunaan obat pada pasien setelah keluar dari rumah sakit yaitu

dilakukan dengan home visit (selama periode penelitian). Selain itu juga dengan

melihat lembar catatan mediknya.

13

Page 33: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

14

B. Definisi Operasional

1. Fase administrasi merupakan suatu fase pada waktu obat diberikan dan

kemudian digunakan oleh pasien.

2. Medication Errors dalam penelitian ini merupakan setiap kejadian yang

berupa kesalahan dalam proses pengobatan yang tidak disengaja dan

sebenarnya dapat dicegah oleh tenaga kesehatan.

3. Drug Therapy Problems dalam penelitian ini adalah setiap masalah yang

ditemukan selama masa pengobatan yang dapat mengganggu tercapainya

tujuan terapi (butuh tambahan obat, dosis terlalu rendah, efek samping obat

dan interaksi obat, dosis terlalu tinggi dan kepatuhan pasien).

4. Obat alergi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat-obat golongan

antihistamin dan golongan kortikosteroid.

5. Periode Agustus – September 2008 pada penelitian ini dimulai dari tanggal 4

Agustus – 8 Oktober 2008.

6. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan

menggunakan obat alergi di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008.

7. Kerasionalan obat yang dimaksud adalah frekuensi kejadian ME fase

administrasi dan DTP yang seminimal mungkin.

8. Lembar catatan medik yang dimaksud adalah catatan pengobatan dan

perawatan pasien yang memuat data tentang karakteristik pasien meliputi

umur, jenis kelamin, alamat, diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan,

catatan penggunaan obat, hasil pemeriksaan laboratorium, lama perawatan dan

Page 34: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

15

lembar resume pasien yang menerima obat alergi di RS Bethesda Yogyakarta

periode Agustus – September 2008.

9. Karakteristik pasien yang dimaksud meliputi distribusi umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, diagnosis dan penyakit penyerta.

10. Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat, bentuk

sediaan obat, aturan pemakaian obat, kekuatan, frekuensi pemberian, durasi

pemakaian.

11. Evaluasi dosis dilakukan berdasarkan sumber referensi dari buku Drug

Information Handbook (Lacy et.al., 2006), MIMS Indonesia Petunjuk

Konsultasi (Anonim, 2007).

12. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat

dalam resep yang diberikan kepada pasien berdasarkan sumber referensi Drug

Interaction Fact (Tatro, 2001).

13. Home visit yang dimaksud adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi

pasien setelah keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, dilakukan

pada pasien yang menyetujui informed consent.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien yang dirawat inap di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 yang

menerima obat alergi. Kriteria inklusi subyek penelitian ini adalah pasien pria

maupun wanita dewasa yang berumur ≥ 17 tahun yang dirawat inap di Bangsal

Kelas III yaitu di ruang B, C, D, E, F, H, dan J Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Page 35: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

16

pada periode Agustus – September 2008, yang menerima terapi obat alergi.

Kriteria eksklusi subyek penelitian ini adalah pasien yang tidak bersedia

bekerjasama dan pasien yang meninggal dunia selama periode Agustus –

September 2008 di RS Bethesda Yogyakarta. Jumlah subyek penelitian yaitu 23

(dua puluh tiga) pasien rawat inap dan 4 (empat) pasien home visit.

Untuk subyek wawancara, selain pasien juga apoteker, dokter, dan

perawat. Tetapi pada saat dilakukan home visit, selain pasien juga digunakan

keluarga pasien sebagai subyek wawancara.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

catatan medik atau medical record pasien dewasa yang dirawat inap di Bangsal

Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menerima terapi dengan obat alergi

periode Agustus – September 2008. Data yang diambil dari lembar catatan medik

ini merupakan data mengenai kondisi klinis pasien termasuk hasil pemeriksaan

laboratorium yang ditulis oleh dokter, perawat, apoteker.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini meliputi :

1. alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data laboratorium sederhana

meliputi alat ukur tekanan darah (tensimeter), alat ukur suhu tubuh

(termometer), alat ukur kadar gula darah one touch, alat ukur kadar kolesterol

darah

Page 36: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

17

2. form pemantauan pasien

3. form penggunaan obat pasien

4. panduan wawancara terstruktur.

F. Lokasi Penelitian

Penelitian ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase

Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian Obat Alergi)” dilakukan

di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta meliputi bangsal B, C, D, E, F, H,

dan J. Selain di rumah sakit, lokasi penelitian juga mencakup tempat tinggal

pasien untuk pasien yang bersedia dilaksanakannya home visit.

G. Tata Cara Penelitian

1. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi dilakukan pemaparan alur kerja penelitian kepada

pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yakni pihak Tim Patient Safety Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta yang terdiri dari dokter dan apoteker. Kemudian

dilanjutkan dengan pencarian informasi mengenai penggunaan obat alergi di

Bangsal Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Selain itu, juga

dilakukan pencarian informasi mengenai teknik pengambilan data yang sesuai

supaya tidak mengganggu aktivitas di bangsal tersebut. Orientasi dilakukan

selama satu minggu.

Page 37: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

18

2. Tahap Pengambilan Data

a) Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan

langsung pada pasien maupun melalui medical record. Data yang dikumpulkan

meliputi identitas, lama tinggal di rumah sakit, riwayat penyakit, riwayat keluarga,

riwayat pengobatan, data medis berupa diagnosis dan terapi, dan data

laboratoirum sederhana (Rovers et.al., 2003, Tietze, 2004).

b) Tahap Wawancara

Pada tahap wawancara di rumah sakit dilakukan wawancara terhadap

dokter, apoteker, perawat, dan pasien. Sedangkan pada saat penelitian secara home

visit, selain dilakukan wawancara terhadap pasien juga terhadap keluarga pasien.

Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan intervensi atau campur tangan peneliti

dalam proses terapi pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data

penunjang untuk membantu mendeskripsikan hasil penelitian.

3. Tahap Penyelesaian Data

Data yang diperoleh kemudian dievaluasi dengan menggunakan referensi

Drug Information Handbook (Lacy et.al., 2006), MIMS Petunjuk Konsultasi

(Anonim, 2007), Informatorium Obat Nasional Indonesia (Anonim, 2000). Data

yang diperoleh dan telah dievaluasi, digunakan untuk identifikasi ME fase

admininstrasi dan DTP yang mungkin terjadi dan juga untuk identifikasi masalah

utama kejadian ME fase administrasi dan DTP.

Page 38: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

19

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel :

1. persentase umur kasus dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok

kasus dewasa (umur 17 sampai ≤ 65 tahun) dan kelompok kasus geriatri (umur

≥ 65 tahun), dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap

kelompok umur dibagi jumlah pasien yang dirawat dan mendapatkan terapi

obat alergi kemudian dikalikan 100%.

2. persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis

kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah

pasien pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan

pasien yang dirawat dan mendapatkan obat alergi kemudian dikalikan 100%.

3. persentase kasus berdasarkan tingkat pendidikan, dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien pada tiap tingkat pendidikan dibagi dengan jumlah

keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat alergi kemudian

dikalikan 100%.

4. persentase kasus berdasarkan pekerjaan, dihitung dengan cara menghitung

jumlah pasien pada tiap kelompok pekerjaan dibagi dengan jumlah

keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat alergi kemudian

dikalikan 100%.

5. persentase kasus berdasarkan diagnosis.

6. persentase jenis obat alergi, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien

yang menggunakan jenis obat alergi tertentu dibagi dengan jumlah

Page 39: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

20

keseluruhan pasien yang dirawat dan mendapatkan obat alergi kemudian

dikalikan 100%.

7. identifikasi ME yang riil terjadi pada fase administrasi yang disajikan dalam

bentuk persentase.

8. identifikasi DTP meliputi butuh obat tambahan, obat tanpa indikasi, obat yang

salah, interaksi obat yang diberikan, efek samping, dosis kurang, dan dosis

berlebih dan disajikan dalam bentuk persentase.

I. Kesulitan Penelitian

Dalam pengambilan data di rumah sakit, kesulitan disebabkan kurangnya

pengalaman peneliti dalam membaca tulisan pada lembar catatan medik, peneliti

kurang mengetahui beberapa istilah atau terminologi medis lokal yang digunakan

di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang ditulis pada lembar catatan medik.

Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya pada perawat yang bertugas jaga

di Bangsal Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta saat itu.

Dalam pengambilan data di rumah pasien ketika dilakukan home visit,

kesulitan disebabkan alamat rumah pasien yang kurang diketahui peneliti.

Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan menanyakan alamat pasien secara

langsung kepada pasien atau keluarga pasien sebelum dilakukan home visit.

Dalam proses analisis data, yaitu adanya data yang tidak lengkap pada

lembar catatan medik misalnya dosis obat yang diberikan. Kesulitan mengenai

dosis obat dapat diatasi dengan mencari informasi pada buku Formularium Obat

yang digunakan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta saat itu.

Page 40: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus

Profil kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda Yogyakarta

periode Agustus – September 2008 meliputi persentase umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis pasien.

1. Berdasarkan Kelompok Umur

Pengelompokan kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008 berdasarkan umur,

dikelompokkan menjadi dua yaitu dewasa (umur 17 sampai ≤ 65 tahun) dan

geriatri (umur ≥ 65 tahun).

Tabel III. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008 Berdasarkan Umur

Kelompok Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Dewasa 12 52,2 Geriatri 11 47,8

Berdasarkan tabel III didapatkan jumlah kasus yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 kelompok

dewasa sebanyak 52,2% dan geriatri sebanyak 47,8%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat alergi pada kasus

kelompok dewasa lebih banyak dibanding kelompok geriatri.

2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengelompokan kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008 berdasarkan jenis kelamin,

21

Page 41: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

22

dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok jenis kelamin laki-laki dan kelompok

jenis kelamin perempuan.

Tabel IV. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah kasus (n=23) Persentase (%) Laki-laki 14 60,9 Perempuan 9 39,1

Berdasarkan tabel IV didapatkan jumlah kasus yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 jenis

kelamin laki-laki sebanyak 60,9% dan jenis kelamin perempuan sebanyak 39,1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus dengan jenis kelamin laki-

laki lebih banyak menerima obat alergi dibanding kelompok perempuan.

3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pengelompokan kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008 berdasarkan tingkat pendidikan,

dikelompokkan menjadi empat yaitu tingkat pendidikan SLTA, SD, belum atau

tidak tamat SD, dan tanpa keterangan.

Tabel V. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah kasus (n=23) Persentase (%) SLTA 11 47,8 SD 1 4,3 Belum atau tidak tamat SD 3 13,0 Tanpa keterangan 8 34,8

Berdasarkan tabel V didapatkan jumlah kasus yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 dengan

Page 42: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

23

tingkat pendidikan SLTA sebanyak 47,8%, SD sebanyak 4,3%, belum atau tidak

tamat SD sebanyak 13,0%, dan tanpa keterangan sebanyak 34,8%.

Hasil penelitian menunjukkan kasus dengan tingkat pendidikan SLTA

paling banyak menerima obat alergi pada periode Agustus – September 2008.

4. Berdasarkan Pekerjaan

Pengelompokan kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008 berdasarkan pekerjaan

dikelompokkan menjadi tujuh yaitu PNS, TNI, swasta, pedagang, petani, buruh,

dan tanpa keterangan pekerjaan.

Tabel VI. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008 Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

PNS 5 21,7 TNI 1 4,3 Swasta 1 4,3 Pedagang 1 4,3 Petani 2 8,7 Buruh 4 17,4 tanpa keterangan 9 39,1

Berdasarkan tabel VI didapatkan jumlah kasus yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 dengan

pekerjaan PNS sebanyak 21,7%, TNI sebanyak 4,3%, swasta sebanyak 4,3%,

pedagang sebanyak 4,3%, petani sebanyak 8,7%, buruh sebanyak 17,4%, dan

tanpa keterangan sebanyak 39,1%.

Hasil penelitian menujukkan bahwa kasus tanpa keterangan pekerjaan

paling banyak menerima obat alergi pada periode Agustus – September 2008.

Page 43: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

24

Oleh karena itu, tidak dapat ditentukan profil pasien dengan pekerjaan apa yang

paling banyak menggunakan obat alergi pada periode Agustus – September 2008.

5. Berdasarkan Diagnosis

Pengelompokan kasus dilakukan berdasarkan diagnosis utama dan

sekunder. Namun, sebagian kasus yang tidak terdapat diagnosis utama,

menggunakan diagnosis sementara.

Tabel VII. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008 Berdasarkan Diagnosis

Diagnosis Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Satu macam diagnosis Tumor paru kanan 1 4,3COPD 1 4,3Pneumonia (s) dengan KP 1 4,3Asma 2 8,7Schuomosa Ca paru 1 4,3COPD eksaserbasi akut 1 4,3Trauma capitis 1 4,3Shock cardiogenik 1 4,3Cervical mass (Schwaona/neurinona) 1 4,3Fraktur cervical 3,4,5 1 4,3Abdominal pain 1 4,3Brakialgia 1 4,3

Dua macam diagnosis COPD, Bronchopneumonia 1 4,3Bronchopneumonia, TB paru 1 4,3Obstruksi dispnea, Efusi pleura 1 4,3Trauma capitis, Opthalmic neuropati 1 4,3Rhinosinusitis, Hipertensi 1 4,3Obstruksi febris, Dispnea 1 4,3Obstruksi dispnea, COPD 1 4,3

Tiga macam diagnosis Epistaxis, rhinitis kronis, Hipertensi 1 4,3Ikterik urtikaria, Alergi 1 4,3DM, Eritrodema, Syok septic 1 4,3

Pengelompokan kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus – September 2008 berdasarkan diagnosis

Page 44: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

25

dikelompokkan menjadi tiga yaitu kasus dengan satu macam diagnosis, kasus

dengan dua macam diagnosis dan kasus dengan tiga macam diagnosis.

Berdasarkan tabel VII didapatkan jumlah kasus yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 dengan satu

macam diagnosis sebanyak 13 kasus, dua macam diagnosis sebanyak 7 kasus, dan

tiga macam diagnosis sebanyak 3 kasus.

Hasil penelitian menujukkan bahwa kasus dengan satu macam diagnosis

paling banyak menerima obat alergi pada periode Agustus – September 2008 yaitu

sebanyak 13 kasus, dengan spesifikasi diagnosis asma merupakan jumlah paling

banyak yaitu sebanyak 2 kasus.

B. Profil Terapi Kasus

Profil terapi kasus yang diamati dalam penelitian ini adalah profil terapi

pasien RS Bethesda Yogyakarta yang dirawat di Bangsal Rawat Inap Kelas III

meliputi bangsal B, C, D, E, F, H, dan J yang menerima obat alergi pada periode

Agustus – September 2008. Selain membahas mengenai obat alergi, juga

dilakukan pembahasan mengenai penggunaan obat selain obat alergi pada pasien

tersebut. Profil terapi pasien yang diamati meliputi jumlah obat, jenis obat, bentuk

sediaan obat, aturan pakai obat (kekuatan obat, frekuensi, dan durasi).

1. Berdasarkan Jumlah Obat

Profil terapi pasien berdasarkan jumlah obat yang digunakan pada pasien

di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat

alergi periode Agustus – September 2008 digambarkan pada tabel VIII.

Page 45: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

26

Tabel VIII. Pengelompokan Kasus yang Menggunakan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus –September 2008 Berdasarkan Jumlah Obat

Jumlah Obat Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

4 1 4,3 5 1 4,3 6 2 8,7 7 3 13,0 8 1 4,3 9 4 17,4 10 2 8,7 11 4 17,4 12 2 8,7 13 1 4,3 16 1 4,3 24 1 4,3

Berdasarkan tabel VIII didapatkan jumlah obat yang paling sedikit

digunakan oleh pasien di RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat alergi

pada periode Agustus – September 2008 adalah dengan jumlah obat 4 (empat)

macam yaitu sebanyak 1 (satu) kasus dan untuk jumlah obat yang paling banyak

adalah dengan jumlah obat sebanyak 24 (dua puluh empat) macam yaitu sebanyak

1 (satu) kasus.

Hasil penelitian menujukkan bahwa kasus dengan jumlah obat sebanyak

9 (sembilan) macam dan 11 (sebelas) macam merupakan kasus paling banyak

yaitu masing-masing sebanyak 4 (empat) kasus.

2. Berdasarkan Jenis Obat

Pasien yang menggunakan terapi dengan obat alergi, tidak hanya

menerima obat alergi. Oleh karena itu, dilakukan penggambaran profil obat secara

umum (obat yang digunakan secara keseluruhan) maupun secara khusus (spesifik

untuk obat alergi saja).

Page 46: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

27

a) Penggolongan Obat Secara Umum

Obat yang digunakan secara umum oleh pasien rawat inap Bangsal Kelas

III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 yang menerima

obat alergi digambarkan pada tabel IX.

Tabel IX. Penggolongan Obat Secara Umum pada Pasien yang Menerima Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008

Jenis Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

AP caps 4 17,4 ambroxol HCl 5 21,7 amlodipine maleate 1 4,3 amoxycillin trihydrate 2 8,7 azithromycin dihydrate 2 8,7 amlodipine besylate 1 4,3 Asam mefenamat 1 4,3 anhydrous theophylline 1 4,3 Asam asetil salisilat 2 8,7 bromhexine HCl 2 8,7 Bellaphen® 2 8,7 Curzil® 1 4,3 carbazochrome Na sulfonate 2 8,7 cetirizine diHCl 5 21,7 ceftriaxone 5 21,7 cefpirome 1 4,3 Combivent® 7 30,4 ceftazidime pentahydrate 4 17,4 captopril 1 4,3 clindamycin 2 8,7 cefixime 3 13,0 Celecoxib 2 8,7 codein 1 4,3 clavulanic acid 1 4,3 citicoline 2 8,7 cefadroxil monohydrate 1 4,3 ciprofloxacin 1 4,3 coenzym Q10 1 4,3 dextromethorphan 4 17,4 dexamethasone 4 17,4 Delladryl® 2 8,7 diphenhidramine HCl 1 4,3 Diazepam 1 4,3 domperidone 1 4,3 Enzyplex® 1 4,3

Page 47: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

28

Lanjutan tabel IX ethamsylate 1 4,3 Etambutol 1 4,3 eperisone HCl 2 8,7 furosemide 3 13,0 fluticasone propionate 7 30,4 Fenitoin 1 4,3 fexofenadine HCl 1 4,3 Gracef® 1 4,3 Gentamycin 1 4,3 HP Pro® 2 8,7 Hemobion® 1 4,3 Insulin 1 4,3 isosorbide dinitrate 1 4,3 K I-aspartat 1 4,3 ketorolac tromethamine 6 26,1 Ketoprofen 1 4,3 lansoprazole 2 8,7 loratadine 2 8,7 levofloxacin 3 13,0 Lisinopril 1 4,3 Levonox® 1 4,3 Legres® 1 4,3 methylprednisolone 19 82,6 Moxifloxacin 3 13,0 Mecobalamin 3 13,0 Meloxicam 3 13,0 metoclopramide HCl 3 13,0 Metampiron 3 13,0 Mutivitamin 1 4,3 Manitol 1 4,3 metamizole Na 1 4,3 Metformin 1 4,3 N-asetil sistein 2 8,7 nimodipine 1 4,3 nicergoline 1 4,3 Ofloxacin 1 4,3 Omeprazol 2 8,7 Orciprenalin sulfat 1 4,3 Ondansetron 1 4,3 procaterol HCL hemihydrate 4 17,4 Parasetamol 9 39,1 Pehadoxin 1 4,3 pirazinamide 1 4,3 Polycrol® 1 4,3 Piracetam 4 17,4 pseudoephedrine HCl 1 4,3 pentoxifylline 1 4,3 ranitidine HCl 8 34,8 Rifampisin 1 4,3 Salbutamol sulfat 1 43, Salmeterol 1 4,3 sulbenicillin disodium 1 4,3

Page 48: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

29

Lanjutan tabel IX Jenis Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Stesolid® 2 8,7 Spasmium® 1 4,3 traneksamic acid 14 60,9 terfenadine 3 13,0 tinoridine HCl 2 8,7 triamcinolone acetonide 1 4,3 Tramadol 1 4,3 Tonar® 1 4,3 Vitamin B kompleks 5 21,7 vitamin B1 1 4,3 vitamin C 2 8,7 Vertivom® 1 4,3 Vometa® 1 4,3 Xillo : Della 1 4,3 Yekaneuron® 1 4,3 zafirlukast 1 4,3

b) Penggolongan Jenis Obat Secara Khusus

Obat alergi yang diterima pasien di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 terdiri dari dua golongan

yaitu antihistamin dan kortikosteroid.

Tabel X. Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008 Berdasarkan Golongan dan Jenis Obat

Golongan Jenis Jumlah kasus

(n=23) Persentase

(%) Antihistamin Terfenadine 3 13,0 Loratadine 2 8,7 Cetirizine diHCl 4 17,4 fexofenadine HCl 1 4,3Kortikosteroid methylprednisolone 19 82,6 dexamethasone 3 13,0

Berdasarkan tabel X didapatkan golongan dan jenis obat alergi yang

digunakan pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September

2008 paling banyak adalah golongan kortikosteroid jenis methylprednisolone yaitu

pada 19 (sembilan belas) pasien atau sebanyak 82,6%.

Page 49: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

30

c) Jumlah dan Jenis Obat yang Digunakan

Pasien yang menerima obat alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode

Agustus – September 2008 dikelompokkan menjadi tiga yaitu pasien yang

menerima satu jenis obat alergi, dua jenis obat alergi, dan tiga jenis obat alergi.

Berdasarkan tabel XI didapatkan penggunaan obat alergi pada pasien

rawat inap Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus –

September 2008 paling banyak adalah methylprednisolone dengan pemberian

tunggal yaitu sebanyak 65,2%.

Tabel XI. Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008 Berdasarkan Jumlah Obat Alergi per Pasien dan Jenis Obat

Jenis Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Satu jenis obat Methylprednisolosne 15 65,2 Dexamethasone 1 4,3

Dua jenis obat loratadine, methylprednisolone 1 4,3 cetirizine diHCl, dexamethasone 1 4,3 cetirizine diHCl, methylprednisolone 1 4,3 cetirizine diHCl, terfenadine 1 4,3 methylprednisolone, terfenadine 1 4,3

Tiga jenis obat fexofenadine HCl, terfenadine, dexamethasone 1 4,3 cetirizine diHCl, methylprednisolone, loratadine 1 4,3

3. Berdasarkan Bentuk Sediaan Obat

Bentuk sediaan yang digunakan oleh pasien yang menerima obat alergi

di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 ada dua macam

yaitu bentuk sediaan parenteral (injeksi) dan sediaan nonparenteral (oral).

Berdasarkan tabel XII didapatkan penggunaan obat alergi pada pasien

RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 bentuk sediaan

Page 50: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

31

parenteral (injeksi) sebanyak 82,6% dan bentuk sediaan nonparenteral (oral)

sebanyak 56,5%.

Tabel XII. Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008 Berdasarkan Bentuk Sediaan Obat

Bentuk Sediaan Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Parenteral (injeksi) 19 82,6 Nonparenteral (oral) 13 56,5

Dari dua macam bentuk sediaan obat alergi yang digunakan pada pasien

RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 tersebut, persentase

penggunaan obat dalam bentuk sediaan parenteral (injeksi) lebih banyak

dibanding nonparenteral (oral).

Setelah diketahui persentase antara penggunaan parenteral dan

nonparenteral, kemudian dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan jenis

obat alergi yang digunakan pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus

– September 2008.

Tabel XIII. Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008 Berdasarkan Bentuk Sediaan dan Jenis Obat

Jenis Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Parenteral (injeksi)

methylprednisolone 16 69,6 dexamethasone 3 13,0

Nonparenteral (oral)

methylprednisolone 9 39,1 terfenadine 3 13,0 loratadine 2 8,7 cetirizine diHCl 4 17,4 fexofenadine HCl 1 4,3

Berdasarkan tabel XIII didapatkan bahwa bentuk sediaan dan jenis obat

alergi yang digunakan pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus –

Page 51: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

32

September 2008 yang paling banyak digunakan adalah bentuk sediaan parenteral

dengan jenis obat methylprednisolone yaitu sebanyak 69,6%.

Tabel XIV. Penggolongan Obat Alergi di RS Bethesda Periode Agustus – September 2008 Berdasarkan Jenis, Kekuatan, Frekuensi dan Durasi Obat

Jenis obat Dosis Frekuensi Durasi (hari)

Jumlah kasus (n=23)

Persentase (%)

1x1 4 1 2,3 2x1 1 1 2,3 2x1 2 1 2,3 2x1 3 1 2,3 2x1 6 1 2,3

4 mg

2-0-1 4 1 2,3 2x2 8 1 2,3 8 mg 3x1 4 1 2,3 2x1 1 1 2,3 16 mg

1-0-0 5 1 2,3 --- 2x1 1 1 2,3

25 mg 1x1 3 1 2,3 1x125 mg 1 1 2,3 1x125 mg 2 1 2,3 1x125 mg 4 1 2,3 1x125 mg 5 1 2,3 2x125 mg 1 1 2,3 2x125 mg 2 3 6,8 2x125 mg 3 1 2,3 2x125 mg 7 2 4,5 2x125 mg 12 1 2,3

2x ½ fl 3 1 2,3 2x1 5 1 2,3

3x125 mg 4 1 2,3

125 mg

4x125 mg 2 1 2,3 1x250 mg 1 1 2,3 250 mg 2x250 mg 1 1 2,3

methylprednisolone

500 mg 1x500 mg 1 1 2,3 2x1 3 1 2,3

3x2 cc 3 1 2,3 dexamethasone 4 mg/ml

3x2 cc 2 1 2,3 2x1 6 1 2,3 3x1 4 1 2,3

terfenadine 40 mg

3x1 8 1 2,3 1x1 4 1 2,3 loratadine 10 mg 1x1 5 1 2,3 1x1 1 1 2,3 1x1 2 1 2,3 1x1 3 1 2,3

cetirizine diHCl 10 mg

1x1 5 1 2,3 fexofenadine HCl 120 mg 1x1 5 1 2,3

Page 52: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

33

4. Berdasarkan Aturan Pakai Obat

Profil terapi pasien berdasarkan aturan pakai obat digolongkan

berdasarkan kekuatan obat, frekuensi pemakaian obat, dan durasi pemakaian obat.

Profil terapi pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September

2008 berdasarkan aturan pakai obat digambarkan dalam pada tabel XIV.

Berdasarkan tabel XIV didapatkan bahwa jenis obat, kekuatan obat atau

dosis obat, frekuensi obat, dan durasi obat alergi yang paling banyak digunakan

pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 adalah

jenis obat methylprednisolone dengan kekuatan obat 125 mg, frekuensi pemakaian

2x125 mg, dan durasi pemakaian 2 hari, dengan jumlah kasus yaitu sebanyak tiga

kasus atau sebesar 6,8%.

C. Kejadian ME Fase Administrasi dan DTP

1. Evaluasi Medication Errors Fase Administrasi

Proses evaluasi kerasionalan terapi penggunaan obat alergi pada pasien

RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 salah satunya

dilakukan dengan mengidentifikasi medication errors fase administrasi yang

terjadi berdasarkan pengamatan prospektif. Pada penelitian ini dilakukan

pengkajian ME fase administrasi yang terjadi pada kasus yang menggunakan obat

alergi. ME fase administrasi yang ditemukan merupakan ME fase administrasi

yang terjadi selama periode Agustus – September 2008, baik pada saat

pengamatan pasien di bangsal (rawat inap) maupun saat dilakukan home visit

(rawat jalan).

Page 53: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

34

Tabel XV. Persentase Kejadian ME Fase Administrasi pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pengelompokan Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

mengalami ME 19 82,6 tidak mengalami ME 4 17,4

Dari data didapatkan 23 (dua puluh tiga) pasien yang menggunakan obat

alergi di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008. Hasil

penelitian menunjukkan adanya ME fase administrasi pada 19 (sembilan belas)

pasien atau sebanyak 82,6%.

Kejadian ME fase administrasi yang riil teramati pada pasien RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 yang menggunakan obat

alergi ada sebanyak lima macam yaitu gagal mencek instruksi sebesar 13,0%,

dosis keliru sebesar 60,9%, pemberian obat di luar instruksi sebesar 8,7%,

instruksi dijalankan keliru sebesar 8,7%, dan kontraindikasi sebesar 26,1%. Dari

beberapa macam kejadian ME fase administrasi tersebut, angka kejadian ME yang

paling banyak terjadi adalah dosis keliru yaitu sebesar 60,9%.

Tabel XVI. Jenis Kejadian ME Fase Administrasi yang Riil Teramati pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Kejadian ME Jumlah kasus (n=23) Persentase (%)

Gagal mencek instruksi 3 13,0Dosis keliru 14 60,9Pemberian obat di luar instruksi 2 8,7Instruksi dijalankan keliru 2 8,7Kontraindikasi 6 26,1

Page 54: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

35

Tabel XVII. Bentuk ME Fase Administrasi (Kontraindikasi) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Keterangan

5 Pemberian Rifampisin dan methylprednisolone (Somerol®) secara hampir bersamaan (pagi hari) yang berpotensi terhadap terjadinya interaksi obat dengan signifikansi 1, severitas mayor. Rifampisin akan meningkatkan metabolismo kortikosteroid melalui hati.

15 Pemberian terfenadine (Rhinofed®) kontraindikasi dengan kondisi pasien yaitu hipertensi.

17 Pemberian methylprednisolone (Hexilon®) bersamaan dengan asetosal (Ascardia®) berpotensi terhadap terjadinya interaksi obat.

21 Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) + Meloxicam (saat rawat inap) dan methylprednisolone + Meloxicam (saat rawat jalan) berpotensi terhadap terjadinya interaksi obat.

22 Penggunaan methylprednisolone dan Medixon® bersamaan dengan furosemide berpotensi terjadinya interaksi obat.

23 Penggunaan methylprednisolone bersamaan dengan metformin (obat antidiabetes oral) berpotensi terjadinya interaksi obat.

Tabel XVIII. Bentuk ME Fase Administrasi (Gagal Mencek Instruksi) pada

Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Keterangan

1 Dokter menginstruksikan peningkatan pemberian methylprednisolone (Somerol®) tanggal 9 Agustus 2008, Namur tidak dilakukan.

2 Pemberian injeksi methylprednisolone (Somerol®) tidak sesuai instruksi dokter.

8 Tanggal 14 Agustus 2008 dokter menginstruksikan pemberian loratadine (Claritin®), tetapi tidak dilakukan.

Tabel XIX. Bentuk ME Fase Administrasi (Dosis Keliru) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Keterangan

1, 2, 3, 5, 6. 8, 9, 10, 11, 16, 18, 19, 22, 23

Dosis methylprednisolone (Somerol®) berlebih. Menurut literatur seharusnya dosis awal 10-40 mg dalam beberapa menit pemberian dan dilakukan pengulangan setiap 4-6 jam. Kemudian diulang tergantung pada respon klinis pasien.

Page 55: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

36

Tabel XX. Bentuk ME Fase Administrasi (Instruksi Dijalankan Keliru) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Pasien Keterangan 10 Tanggal 8 Agustus 2008 dokter menginstruksikan pemberian

methylprednisolone (Somerol®) diturunkan 1 kali tetapi pelaksanaannya tetap 2 kali.

13 Tanggal 11 Agustus 2008 dokter menginstruksikan pemberian injeksi methylprednisolone (Somerol®) 1x125 mg tetapi dalam daftar pemberian obat yang diberikan adalah methylprednisolone (Somerol®) 500 mg.

Tabel XXI. Bentuk ME Fase Administrasi (Pemberian Obat di Luar Instruksi) pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Pasien Keterangan 3 Tidak ada instruksi pemberian injeksi methylprednisolone (Somerol®)

sejak awal catatan instruksi dokter tetapi diberikan injeksi methylprednisolone (Somerol®).

16 Dokter tidak menginstruksikan pemberian injeksi methylprednisolone (Somerol®) tetapi dilakukan pemberian injeksi methylprednisolone (Somerol®).

2. Evaluasi Drug Therapy Problems

Selain menggunakan identifikasi kejadian medication errors fase

administrasi, proses evalusi kerasionalan terapi penggunaan obat alergi pada

pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – Spetember 2008 juga

dilakukan dengan mengidentifikasi drug therapy problems yang terjadi selama

pengamatan pasien secara prospektif.

DTP yang ditemukaan merupakan DTP yang teramati selama periode

Agustus – Septmber 2008, baik pada saat pengamatan pasien di bangsal (pada

waktu rawat inap) maupun pada saat home visit (ketika pasien menjalani

pengobatan secara rawat jalan).

Page 56: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

37

Tabel XXII. Persentase DTP yang Riil Terjadi pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pengelompokan Jumlah kasus (n=23) Presentase (%)

mengalami DTP 17 73,9 tidak mengalami DTP 6 26,1

Dari data didapatkan 23 kasus yang menggunakan obat alergi. Dari 23

(dua puluh tiga) kasus yang menggunakan obat alergi di RS Bethesda Yogyakarta

periode Agustus – September 2008, didapatkan kejadian DTP yang riil terjadi

sebanyak 73,9%.

Tabel XXIII. Pengelompokan Kejadian DTP pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Jenis DTP Jumlah kasus (n=23) Presentase (%)

Dosis terlalu tinggi 15 65,2 Interaksi obat 6 26,1 Noncompliance 1 4,3

Berdasarkan tabel XXIII didapatkan kejadian DTP yang riil teramati

pada pasien RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat alergi periode Agustus

– September 2008 sebanyak 3 (tiga) macam yaitu dosis terlalu tinggi sebanyak

65,2%, interaksi obat 26,1% dan noncompliance sebanyak 4,3%.

a) Kejadian DTP Dosis Terlalu TInggi

Profil kejadian DTP dosis terlalu tinggi penggunaan obat alergi pada

pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 digambarkan

pada tabel XXIV. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa kejadian DTP

dengan kasus dosis terlalu tinggi terjadi pada 15 (lima belas) pasien yang

menggunakan obat golongan kortikosteroid jenis methylprednisolone.

Page 57: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

38

b) Kejadian DTP Interaksi Obat

Profil DTP interaksi obat penggunaan obat alergi pada pasien RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 digambarkan pada tabel

XXVI. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa kejadian DTP dengan kasus

interaksi obat terjadi pada 6 (enam) pasien yang menggunakan obat golongan

kortikosteroid jenis methylprednisolone.

c) Kejadian DTP Noncompliance

Profil DTP noncompliance penggunaan obat alergi pada pasien RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 digambarkan pada tabel

XXVII. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa kejadian DTP dengan kasus

noncompliance terjadi pada pasien yang menggunakan obat golongan antihistamin

jenis loratadine.

Tabel XXIV. Kejadian DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Jenis obat Penilaian Rekomendasi 1, 2, 3, 5, 10, 16

methylprednisolone (Somerol®)

Penggunaan Somerol® melebihi dosis lazim. Menurut literatur dosis awal 10-40 mg dalam beberapa menit, diulang tergantung respon klinis.

Injeksi methylprednisolone (Somerol®) perlu diturunkan menjadi 10-40 mg (pemberian beberapa menit), meningkatkan frekuensi setiap 4-6 jam selama 48 jam.

6, 8, 9, 11, 13, 19

methylprednisolone (Somerol®)

Penggunaan methylprednisolone (Somerol®), melebihi dosis lazim.

Injeksi Somerol® perlu diturunkan menjadi 10-40 mg (pemberian beberapa menit), meningkatkan frekuensi setiap 4-6 jam selama 48 jam.

22, 23 methylprednisolone Penggunaan methylprednisolone, melebihi dosis lazim.

Injeksi methylprednisolone perlu diturunkan menjadi 10-40 mg (pemberian beberapa menit), meningkatkan frekuensi setiap 4-6 jam selama 48 jam.

18 methylprednisolone, Medixon®

Dosis dan durasi Medixon® berlebih. Durasi methylprednisolone sudah sesuai tetapi dosis berlebih

Perlu penurunan dosis methylprednisolone (Medixon®) dan frekuensi dinaikkan setiap 4-6 jam selama 48 jam.

Page 58: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

39

Tabel XXV. Kejadian DTP Interaksi Obat pada Pasien di RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Jenis obat Penilaian Rekomendasi 5 methylprednisolone

(Somerol®) dan Rifampisin

Jenis interaksi farmakokinetik. Mempercepat metabolisme kortikosteroid (mengurangi efek kortikosteroid). Interaksi dengan signifikansi 1 dan severitas mayor.

Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) tidak pada pagi hari supaya tidak bersamaan dengan Rifampisin.

10 methylprednisolone (Somerol®) dan Yekalgin®

Jenis interaksi farmakodinamik. Meningkatkan risiko perdarahan dan ulserasi saluran cerna.

Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) dan Yekalgin® tidak bersamaan.

17 methylprednisolone (Hexilon®) dan asetosal (Ascardia®)

Jenis interaksi farmakodinamik. Meningkatkan risiko perdarahan dan ulserasi saluran cerna.

Pemberian asetosal (Ascardia®) pada malam hari saja supaya tidak bersamaan.

21 methylprednisolone (Somerol®) dan Meloxicam

Jenis interaksi farmakodinamik. Meningkatkan risiko perdarahan dan ulserasi saluran cerna.

Penggunaan Meloxicam hendaknya pada malam hari supaya tidak bersamaan dengan methylprednisolone (Somerol®)

22 methylprednisolone (Medixon®) dan furosemide

Jenis interaksi farmakodinamik. Meningkatkan risiko hipokalemia, antagonisme efek diuretik.

Penggunaan methylprednisolone (Medixon®) dan furosemide tidak bersamaan.

23 methylprednisolone dan metformin

Jenis interaksi farmakodinamik. Mengakibatkan antagonisme efek hipoglikemia.

Penggunaan metformin dan methylprednisolone tidak bersamaan.

Tabel XXVI. Kejadian DTP Noncompliance pada Pasien di RS Bethesda

yang Menerima Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Pasien Jenis obat Penilaian Rekomendasi 8

loratadine (Claritin®)

Penggunaan loratadine (Claritin®) saat home visit tidak sesuai aturan. Seharusnya pada tanggal 17 Agustus 2008 tersisa 2 tetapi masih tersisa 5.

Perlu penjelasan mengenai penggunaan loratadine (Claritin®).

Page 59: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

40

Tabel XXVII. Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Kasus 1

Subyektif Bapak B, nomor RM 00-63-84-46, usia 57 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan 1 bulan sesak nafas (sakit untuk bernafas). Diagnosa sementara : obstruksi dyspnea → kanker paru. Diagnosa utama : tumor paru kanan.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 7/8

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 10,42 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 1,1 0 - 5.0 Basofil (%) 0,4 0 - 2.0 Segmen (%) 80,0 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 11,2 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 7,3 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 26 0 – 37.0 SGPT (u/l) 17 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 100 Respirasi (kali/menit) Sekitar 24

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : AP caps (3x1), DMP (3x1), Lasix (1x1), Aspar K (2x1), Adona F (3x1), Ofloxacin 400 mg (2x1). Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 12 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 12 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang. DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

*) DTP yang sama terjadi pada kasus 2, 3, 5, 10, 16

Page 60: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

41

Tabel XXVIII. Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Kasus 6

Subyektif Saudari K, nomor RM 01-92-09-51, usia 18 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan batuk dan sesak nafas + 1 minggu. Penyakit keluarga : bronkolitis. Alergi telur, reaksi gatal-gatal. Diagnosa sementara : Asma brokhiale post sinkope. Diagnosa utama : Asma.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 3 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 9,52 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 2,6 0 – 5.0 Basofil (%) 0,3 0 – 2.0 Segmen (%) 66,9 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 26,4 13.0 – 40.0 Monosit (%) 3,8 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 20,3 14 – 56.0 SGPT (u/l) 12,3 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Mucopect (3x2 cth), Zithromax (1x1), Rantin (2x1), Somerol 4 mg (1x1) selama 4 hari. Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 2 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide (2x1).

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

*) DTP yang sama terjadi pada kasus 8, 9, 11, 19

Page 61: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

42

Tabel XXIX. Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008

Kasus 18

Subyektif Bapak S, nomor RM 00-96-40-50, usia 43 tahun, dirawat di RS selama 12 hari karena keluhan ± 1 tahun kaki kiri lemas, tangan kanan dan kiri juga lemas. Riwayat terapi 2005 operasi laminektomi O/K tumor ekstradiral CII. Diagnosa sementara : Obs. Hemiparese S, suspect CVA onset 1 tahun. Diagnosa utama : Cervical mass (Schwaona/Neurinona).

Obyektif

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 11,66 Tinggi 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 2,8 0 - 5.0 Basofil (%) 0,3 0 - 2.0 Segmen (%) 71,2 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 22,0 13.0 – 40.0 Monosit (%) 3,7 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 27,9 0 – 37.0 SGPT (u/l) 30,9 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 38,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 20

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Farmasal 100 mg (2x1), Methycobal 250 mg (3x1), Vitamin B1 (3x1), Ciprofloxacin 500 mg (2x1). Terapi parenteral : Ceftriaxone 1 gram (2x1 gram), Vitamin C 200 mg (1x400 mg), Ranitidin 50 mg/2 ml (2x1), Ketorolac 3% (2x1), Ondansetron 8 gram (2x1), Tarontal 100 mg/5 ml (2 ampul/infus), Medixon 125 mg (2x1) selama 5 hari, Methylprednisolone 125 mg (1x125 mg) selama 2 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone sebagai imunosupresif menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Medixon®) sekali injeksi adalah 125 mg dan penggunaan lebih dari 48 jam. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk imonusupresif perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 62: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

43

Table XXX. Contoh kasus DTP pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda yang Menerima Obat Alergi

Periode Agustus – September 2008 Kasus 22

Subyektif Ibu I, nomor RM -98-12-94, usia 77 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan ± 3 hari sesak nafas. Diagnosa sementara : Obs dyspnea cc COPD. Diagnosa utama : -

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 8,94 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 0,4 0 – 5.0 Basofil (%) 0,6 0 – 2.0 Segmen (%) 69,8 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 23,3 13.0 – 40.0 Monosit (%) 5,9 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 29,1 14 – 56.0 SGPT (u/l) 10,0 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 140/90 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 – 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : AP caps (3x1), Becombion F (1x1), Meptin (3x ¼), Fluimucil (2x1), Furosemid (1/2-0-0), Medixon 4 mg (2x1) selama 3 hari. Terapi parenteral : AP injeksi (1x), Ceftriaxone (1x1), Methylprednisolone 125 mg (2x ½ flakon) selama 3 hari. Terapi inhalasi : Combivent + Flixotide (3x1)

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone (Medixon®) 4 mg (2x1) secara nonparenteral (oral)

selama 3 hari sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim untu kasus sesak nafas yaitu 4 – 48 mg per hari.

• Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone sekali injeksi adalah 62,5 mg. Selain itu juga mendapatkan Medixon® secara oral. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi.

• Penggunaan methylprednisolone dan Medixon® bersamaan dengan Furosemid akan menimbulkan interaksi obat.

DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi dan interaksi obat.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone perlu diturunkan dosisnya menjadi 10 – 40 mg dalam sekali pemberian. Hindari pemberian methylprednisolone dan Medixon® secara bersamaan dengan Furosemid. Dan perlu selalu dilakukan monitoring tekanan darah.

*) DTP yang sama terjadi pada kasus 23

Page 63: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

44

D. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi dan DTP

Berdasarkan uraian pembahasan mengenai kejadian medication errors

(ME) fase administrasi dan drug therapy problems (DTP) pada penggunaan obat

alergi oleh pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008

tersebut, dapat dievaluasi mengenai masalah utama yang berpotensi menyebabkan

ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat alergi pada pasien RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008.

Berdasarkan analisis data, kejadian ME fase administrasi yang paling

besar terjadi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat alergi

periode Agustus – September 2008 adalah dosis keliru. Sedangkan kejadian DTP

yang paling besar terjadi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta yang menerima

obat alergi periode Agustus – September 2008 adalah dosis terlalu tinggi.

Kejadian DTP dosis terlalu tinggi dan ME dosis keliru sangat erat

hubungannya satu sama lain. Kaitan kedua kejadian tersebut adalah kejadian ME

fase administrasi dosis keliru berupa DTP dosis terlalu tinggi. Dari hubungan

antara ME dan DTP yang terjadi tersebut, dapat ditentukan masalah utama

kejadian ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat alergi pada pasien

RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008.

Penggunaan obat alergi pada pasien bangsal rawat inap Kelas III RS

Bethesda Yogykarta periode Agustus – September 2008 dengan dosis terlalu

tinggi disebabkan oleh terbatasnya monitoring peresepan dan penggunaan obat

oleh apoteker di bangsal rawat inap kelas III RS Bethesda Yogyakarta sebelum

obat diberikan kepada pasien dan digunakan untuk terapi.

Page 64: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

45

E. Rangkuman Pembahasan

Penelitian ini mengevaluasi masalah utama kejadian medication errors

(ME) fase administrasi dan drug therapy problems (DTP) pada pasien RS

Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 yang menggunakan obat

alergi.

Profil kasus di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda Yogyakarta

yang menerima obat alergi pada periode Agustus – September 2008 terdapat 23

(dua puluh tiga) kasus. Berdasarkan pengelompokan umur kasus, paling banyak

adalah kelompok dewasa (umur 17 sampai ≤ 65 tahun) sebesar 52,2%.

Berdasarkan pengelompokan jenis kelamin kasus, paling banyak adalah kelompok

jenis kelamin laki-laki sebesar 60,9%. Berdasarkan pengelompokan tingkat

pendidikan kasus, paling banyak adalah kelompok SLTA sebesar 47,8%.

Berdasarkan pengelompokan pekerjaan kasus, paling banyak adalah kelompok

tanpa keterangan pekerjaan sebesar 39,1%. Berdasarkan pengelompokan

diagnosis kasus, paling banyak adalah kelompok dengan satu macam diagnosis

yaitu sebesar 56,5% (spesifikasi asma paling banyak yaitu sebanyak 2 kasus atau

sebesar 8,7%).

Berdasarkan pengelompokan jumlah obat, paling banyak adalah jumlah

obat 9 (sembilan) dan 11 (sebelas) macam yaitu masing-masing sebesar 17,4%.

Berdasarkan pengelompokan golongan dan jenis obat, paling banyak adalah

golongan kortikosteroid dengan jenis obat methylprednisolone yaitu sebesar

82,6%. Berdasarkan pengelompokan bentuk sediaan obat, paling banyak adalah

bentuk sediaan obat parenteral yaitu sebesar 82,6%. Berdasarkan pengelompokan

Page 65: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

46

aturan pakai obat, paling banyak adalah methylprednisolone dengan kekuatan 125

mg, frekuensi pemberian 2x125 mg dan durasi pemakaian 2 (dua) hari yaitu

sebesar 6,8%.

Kejadian ME terjadi pada 19 (sembilan belas) pasien atau sebesar

82,6%. Macam-macam ME yang terjadi antara lain gagal mencek instruksi

sebesar 13,0% atau sebanyak 3 (tiga) pasien, dosis keliru sebesar 60,9% atau

sebanyak 14 (empat belas) pasien, instruksi dijalankan keliru sebesar 8,7% atau

sebanyak 3 (tiga) pasien, pemberian obat di luar instruksi sebesar 8,7% atau

sebanyak 6 (enam) pasien.

Kejadian DTP terjadi pada 17 (tujuh belas) pasien atau sebesar 73,9%.

Macam-macam DTP yang terjadi antara lain dosis terlalu tinggi sebesar 65,2%

atau sebanyak 15 (lima belas) pasien, interaksi obat sebesar 26,1% atau sebanyak

6 (enam) pasien, dan noncompliance sebesar 4,3% atau sebanyak 1 (satu) pasien.

Kejadian ME fase administrasi paling besar adalah dosis keliru dan

kejadian DTP paling besar adalah dosis telalu tinggi. Dari kedua kejadian tersebut

dapat ditarik suatu masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada

pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus – September 2008 yaitu karena

keterbatasan tenaga dan waktu untuk monitoring peresepan dan penggunaan obat

alergi di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda Yogyakarta.

Page 66: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian “Evaluasi Masalah Utama Kejadian

Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008 (Kajian

Obat Alergi)”, maka dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. kategori umur kasus terbanyak yaitu kategori dewasa sebesar 52,2%; jumlah

kasus terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 60,9%; jumlah kasus

terbanyak dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar 47,8%; jumlah kasus

terbanyak dengan pekerjaan yang tidak diketahui (tanpa keterangan) sebesar

39,1%; jumlah kasus terbanyak dengan satu macam diagnosis sebesar 56,5%

dengan spesifikasi diagnosis asma sebesar 8,7%.

2. kasus paling banyak menerima 9 (sembilan) dan 11 (sebelas) macam obat

masing-masing sebesar 17,4%; kasus terbanyak menerima obat golongan

kortikosteroid jenis methylprednisolone sebesar 82,6%; kasus terbanyak

menggunakan obat dalam bentuk sediaan parenteral sebesar 82,6%; kasus

terbanyak menggunakan obat alergi jenis methylprednisolone dosis 125 mg

dengan frekuensi pemakaian 2x125 mg, dan durasi dua hari sebesar 6,8%.

3. kejadian medication errors fase administrasi yang paling banyak terjadi adalah

dosis keliru sebesar 60,9% dan drug therapy problems yang paling terjadi

adalah dosis terlalu tinggi sebesar 65,2%.

47

Page 67: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

48

4. masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug therapy

problems pada pasien RS Bethesda Yogyakarta yang menggunakan obat alergi

periode Agustus – September 2008 adalah kurangnya alokasi tenaga dan

waktu untuk melakukan monitoring peresepan dan penggunaan obat alergi

sehingga terjadi penggunaan obat dengan dosis keliru dan dosis terlalu tinggi.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini :

1. bagi pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, perlu dilakukan penambahan

waktu monitoring peresepan dan penggunaan obat alergi oleh apoteker di

Bangsal Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta supaya

program Pharmaceutical Care dan Patient Safety dapat terwujud.

2. bagi pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, perlu kerjasama yang baik

antara dokter, apoteker, dan perawat dalam merencanakan dan melaksanakan

program terapi pasien.

3. bagi peneliti selanjutnya, perlu komunikasi yang baik antara peneliti dengan

dokter, apoteker, perawat, dan pasien selama melakukan penelitian secara

prospektif untuk menggali informasi yang lebih baik.

Page 68: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 107-108, 111-114, 119, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2007, MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi VII, 93, 161-168, 364-372, PT

Info Master, Jakarta Selatan, Indonesia Cohen, M.R., 1999, Causes of Medication Error, in Cohen, M.R., (Ed.),

Medication Error, Part 1, 1.1, American Pharmaceutical Association, Washington, D.C

Davies, R., 2003, Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada ALERGI, 7-21, Dian

Rakyat, Jakarta Dwiprahasto, Kristin, 2008, Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical

Epidemiology & Biostatistics Unit, Fak. Kedokteran UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Masalah dan Pencegahan Medication Error, http://www.dkkbpp.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=132, diakses tanggal 15 Mei 2008.

KepMenKes Nomor 1207/MENKES/SK/IX/2004, Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug

Information Handbook, 14th ed., 442-444, 650, 1039-1040, 1347-1348, Lexi-comp, Ohio.McGraw-Hill Co., New York

Mansjoer, S., 2003, Mekanisme Kerja Obat Antiradang, Fakultas Kedokteran

Bagian Farmasi Universitas Sumatera Utara, http://library.usu.ac.id/download/fk/farmasi-soewarni.pdf, diakses pada tanggal 9 Januari 2009

NCCMERP, 1998, Taxonomy of Medication Errors,

http://www.NCCMERP/pdf/taxo2001-07-31, diakses tanggal 15 Mei 2008.

Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta Rovers, J.P., Currie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., and Sobotka, J.L., 2003,

A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd ed., American Pharmaceutical Association, Washington

49

Page 69: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

50

Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle, R.J., 1998, Pharmaceutical Care Practice, 82-83, McGraw-Hill Co., New York

Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle, R.J., 2004, Pharmaceutical Care

Practice : The Clinican’s Guidep, 2nd ed., 173-178, Mc Graw Hill, Inc., London

Suhadi R., Patramurti C., Widayati A., Linawati Y., 2007, Evaluasi Patient Safety

Terapi dengan Sediaan Racikan pada Pasien di Bangsal Anak RS Bethesda Juli-Agustus 2007 (Kajian Farmasetik, Kimia Analitik, Farmasi Klinik), Laporan Penelitian, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Tatro, D.S. (Ed), 2001, Drug Interaction Facts, 376, Facts&Comparison, Wolters

Kluwer, St. Louis. Tietze, K.J., 2004, Clinical Skills for Pharmacists, A Patient-Focused Approach,

2nd ed., Mosby, St. Louis

Page 70: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

51

Rangkuman Hasil Wawancara Apoteker Rawat Inap Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta

No. Pertanyaan Jawaban

1

Seberapaa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai apoteker?

Penting, terapi dengan obat memerlukan ketelitian. Issue ME sebagai perhatian yang penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat terapi

2

Bagaimana pendapat Anda selaku seorang apoteker jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?

Diperlukan

3

Apakah Anda melakukan monitoring terhadap penggunaan obat pasien? Jika iya, sejauh mana monitoring yang Anda lakukan?

Ya.

4

Apakah Anda memperhatikan adanya : • interaksi obat • dosis (besar, lama dan

frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis)

• kontraindikasi • efek samping dari obat yang diresepkan oleh dokter selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal)?

Ya.

5

Kepada siapa informasi tentang penggunaan obat untuk pasien yang dirawat di bangsal rawat inap? Apa saja informasi yang diberikan?

Ya, bila memungkinkan kepada pasien dan keluarganya, atau kepada yang menunggu pasien setiap hari di RS. Nama obat dan indikasi, cara pakai/aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul atau hal-hal lain yang diperlukan

6 Bagaimana sistem/cara penyaluran obat hingga obat sampai kepada pasien?

Resep diterima farmasi, interpretasi resep, validasi, negosiasi harga/ kemampuan pasien, etiket, koreksi, penyerahan, konseling.

Page 71: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

52

Rangkuman Hasil Wawancara Dokter Rawat Inap Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta

Jawaban

No. Pertanyaan Dokter A Dokter B Dokter C

1

Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai dokter? Berikan alasan anda.

Sangat penting, karena : Banyak terjadi di RS, dan merupakan bagian dari risiko pelayanan dari prescribing hingga dispensing sehingga akan mudah terjadi kesalahan.

Penting sekali. Tugas dari dokter adalah mendiagnosa, yang kemudian terkait dengan terapi. Medication error merupakan bagian dari terapi, dimana terapi berhubungan langsung dengan pasien.

Sangat penting, karena harus 7 tepat ( indikasi, pasien, dosis obat, waspada efek samping, cara, dan harga)

2

Bagaimana pendapat dokter jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?

Sangat berterimakasih dan setuju. Error terjadi karena tulisan yang tidak jelas dan kurangnya informasi. Bukti farmasi klinis jika ada apoteker maka error akan turun.

Setuju, karena mereka lebih belajar lebih rinci mengenai obat

Harus seperti memonitoring obat (PMO = pengawas minum obat)

3

Apakah Anda memperhatikan adanya interaksi obat, dosis (besar, lama dan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis) dan kontraindikasi selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal) pada saat melakukan monitoring terhadap pasien?

Dipertimbangkan, tetapi tidak tahu interaksi obat ( tidak hafal ) hanya tau yang umum-umum saja.

ya Wajib

Page 72: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

53

Rangkuman Hasil Wawancara Perawat Rawat Inap Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta

1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai perawat?

Perawat Jawaban

Perawat A Sangat penting, karena berkaitan dengan nyawa pasien. Kalau obat salah, perawat maupun farmsis kena imbasnya. Jika pasien menuntut urusan panjang.

Perawat B Penting sekali. Ada kaitan dengan patient safety, memberikan obat : memberikan racun. Pemberian obat juga harus sesuai dengan prinsip 10 benar.

Perawat C Penting. Karena pengobatan merupakan salah satu faktor penunjang kesembuhan pasien.

Perawat D Penting sekali, karena dampaknya pada pasien sangat besar, efeknya berat.

Perawat E Penting sekali, demi keamanan pasien, karena dapat membahayakan pasien jika keliru.

Perawat F Penting, karena berhubungan kepada pasien, kita harus tahu tujuan dan alasan biar kita tidak salah kepada pasien.

Perawat G Penting. Agar lebih hati-hati dan lebih teliti dalam memberikan obat kepada klien.

Perawat H Sangat penting untuk meningkatkan ketelitian.

Perawat I Sangat penting, karena bila terjadi akan berakibat fatal atau bisa memperlambat kesembuhan pasien sehingga akan memperpanjang waktu rawat inap.

Perawat J Penting, karena issue ME bisa menyebabkan atau merugikan pasien bahkan bisa fatal.

Perawat K Penting karena berpengaruh pada kesehatan pasien.

Perawat L Sangat penting. Menyangkut nyawa pasien, harus mematuhi 5B /6B.

Perawat M Sangat penting. Karena kita bisa tau bahayanya, bisa lebih bertindak hati-hati.

Perawat N Penting sekali. Karena akibatnya fatal kalau ada kesalahan

2. Bagaimana pandangan perawat jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?

Perawat Jawaban

Perawat A

Bagus, karena dapat mengurangi beban perawat. Untuk obat-obatan apoteker lebih tahu mengenai efek samping obat, waktu penggunaan, jam pemberian, indikasi, interaksi obat, dll.

Perawat B

Sangat setuju.Karena ada fungsi kontrol dalam tindakan keperawatan khususnya pemberian obat, sehingga dapat saling mengingatkan. Dalam prakteknya masih banyak kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat sehingga dibutuhkan fungsi kontrol satu-sama lain baik apoteker maupun perawat.

Page 73: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

54

Perawat C

Setuju.Hal itu bisa untuk mementau pemberian obat dari dokter kepada pasien, sehingga akan benar-benar tahu obat yang diberikan kepada pasien. Antara dokter dan apoteker ada komunikasi terkait obat yang diberikan.Disamping itu apoteker juga bisa menjadi sarana untuk ngomong masalah pengobatan kepada dokter.

Perawat D

Pekerjaan perawat menjadi lebih ringan karena obat-obatan mudah tercover (meminimalisir kesalahan). Kalau perawat ngurusi obat selain repot juga kurang menguasai (apoteker lebih mengetahui mengenai konraindikasi, interaksi, dll).

Perawat E Bagus lebih bisa mencek obat, asal tahu batasan-batasan pekerjaannya agar tidak mengganggu perawat.

Perawat F Bagus dan sangat mendukung, karena meminimalkan kesalahan-kesalahan dan pemberian obat bias maksimal sesuai dengan kapasitasnya.

Perawat G Setuju. Meringankan aktivitas perawat di ruangan, seperti dalam membagi dan mengecek obat.

Perawat H Sangat bagus

Perawat I

Setuju, dengan adanya keterlibatan apoteker maka penggunaan obat benar-benar termonitoring, di samping itu pekerjaan perawat yang multifungsi jadi bisa terbantu dalam monitoring obat.

Perawat J Setuju Perawat K Sangat setuju

Perawat L Bagus, sangat bagus (kalau dikelas iya). Karena apoteker memang yang tau tentang obat.

Perawat M Lebih senang. Karena apoteker ikut mengawasi dan membantu melihat obat (tidak Cuma melihat FIO saja). Apoteker membagi-bagi obat lebih baik.

Perawat N Lebih baik. Farmasis bisa mengontrol obat-obat, dimana letak kesalahannya, monitor efek samping obat.

3. Informasi apa sajakah yang Anda dapatkan dari apoteker pada saat pengambilan obat?

(pada saat rawat inap)

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang mengenai penyimpanan di kulkas, dietiket sesudah ayau sebelum makan.

Perawat B Hanya klarifikasi jumlah obat, cek nama obat. Perawat C Cara penyimpanan, aturan pakai.

Perawat D Aturan pakai tapi tidak pernh mendetail, karena ada tertulis di kemasa (untuk secara lisan tidak ada).

Perawat E Jarang dijelaskan, karena dianggap sudah tahu (perawat), namun kalau obat-obat tertentu misalnya kemoterapi baru dijelaskan.

Perawat F Cara pemberian, dosis, efek samping obat.

Page 74: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

55

Perawat G

Kadang tidak ada, karena sudah sering di berikan dan umum digunakan. Kalau adapun berupa informasi obat misalnya aturan pemakaian dan efek samping

Perawat H Pemakaian dengan dosis yang tepat, cara pemakaian obat, waktu pemberian obat.

Perawat I 0 Perawat J Jarang ketemu. Perawat K Cara pemakaian / pemberian obat.

Perawat L Jarang ada (lebih banak jarangnya). Kadang-kadang hanya sitostatika.

Perawat M Tidak ada informasi. Perawat N Kadang-kadang. Dalam penyimpanan, pemakaian.

4. Apakah Anda memberikan informasi penggunaan obat terhadap pasien? Jika iya, informasi

apa saja yang Anda berikan?

Perawat Jawaban Perawat A Ya, Informasi mengenai indikasi, nama obat, waktu minum obat.

Perawat B ya,Informasi yang diberikan berupa dosis, cara minum obat (sblum atau setelah makan), sebelum tidur/malam hari, car penggunaan (mis sublingual, tidak boleh digerus).

Perawat C Waktu penggunaan (sebelum/setelah makan), obat-obatan yang bila perlu, obat-obat antibiotik yang aturan minumnya per berapa jam (mis tiap 8 jam, dll).

Perawat D Ya, informasi yang diberikan sesuai dengan aturan obat (misalnya obat diberikan 1 jam sebelum makan), interaksi obat (tapi yang sederhana saja).

Perawat E Iya. Efek samping, cara minum, harus dihabiskan (untuk AB), serta harus sesuai aturan pakai.

Perawat F Iya. Aturan pakai, cara pemberian (sebelum atau sesudah makan) dan jika obat habis segera kontrol.

Perawat G Iya. Fungsi obat, aturan minum, cara minum, kalau meminum obat harus memakai air putih, jika obat habis harus kontrol dan harus rutin mengkonsumsinya dan tidak boleh ada selah (untuk OAT).

Perawat H Ya, waktu kapan obat diminum, cara pemakaian obatnya.

Perawat I Tidak, tetapi kadang-kadang iya.

Perawat J Dosis pemberian obat, cara pemakaian, cara minum obat (sebelum/sesudah/saat makan ), reaksi setelah minum obat.

Perawat K Ya. Cara minum obat, efek samping minum obat, guna obat.

Perawat L Ya. Sebelum/sesudah makan, indikasi obat, ½ jam sebelum makan untuk obat muntah.

Perawat M Iya. Indikasi obatnya. Perawat N Ya. Obatnya sebelum / sesudah makan, obat luar / obat dalam.

Page 75: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

56

5. Apakah Anda mengecek ulang trlebih dahulu obat untuk pasien sebelum

menyerahkannya?

Perawat Jawaban Perawat A Ya

Perawat B Selalu dicek dulu. Setiap ganti shift pasti dicek, setelah dicek sudah enar jumlah dan pasiennya maka langsung diberikan.

Perawat C Ya, dicek melalui DPO, dicek obatnya juga, semua obat. Pagi, cek untuk pagi dan siang. Sore, cek sambil membagikan.

Perawat D Ya, lihat dari FIO/DPO, disesuaikan/dicocokkan. Perawat E Iya. Perawat F Iya. Perawat G Iya. Perawat H Iya. Perawat I Iya. Perawat J Iya. Perawat K Iya. Perawat L Iya. Perawat M Iya. Nama pasien, nama obat. Perawat N Ya. Nama obat, aturan pakai, dosis.

6. Apabila terdapat pasien yang tidak memenuhi aturan pakai obat, apa yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban Perawat A Merayu/membujuk pasien supaya mau minum obat. Perawat B Beri edukasi tentang pemberian obat. Jika pasien ada kendala, ber tahu

apotekernya. Perawat C Beri tahu cara pemakaian obat lagi. Perawat D Memberi tahu bahwa obat tersebut harus diminum, jika tidak diminum

akan menghambat proses penyembuhan, dan akan menjadi tidak efektif (menegur).

Perawat E Ditegur, kemudian dilbilangin tentang efek obat dan akan sulit sembuh.

Perawat F Dikasih tahu kembali aturan pakai obat. Kalau pasien merasa tidak dapat mengkonsumsi sendiri, perawat dapat membantu dan ditungguin sampai diminum.

Perawat G Menegur, kemudian diterangkan lagi tentang manfaat dan khasiat obat.

Perawat H Kita berikan sendiri atau diberi pengarahan. Perawat I Tidak ada. Perawat J Memberikan informasi akibat-akibat bila tidak memenuhi aturan pakai

dan menganjurkan untuk minum obat yang benar. Perawat K Memberi tahu kalau kepatuhan minum obat adalah untuk kepentingan

pasien (kesembuhan). Perawat L Dinasehati. Dievaluasi mengapa tidak mematuhi aturan pakainya Perawat M Terserah mereka, yang penting sudah memberi tahu. Perawat N Dinasehati, dirayu.

Page 76: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

57

7. Pada saat Anda memberikan obat kepada pasien, apakah Anda menunggu/melihat hingga

pasien menggunakan semua obatnya?

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang menunggu. Meminumkan jika pasien tidak bisa minum, kalau bisa minum sendiri, obat diminum sendiri.

Perawat B Tidak selalu. Klo obatnya digerus maka ditunggui.

Perawat C Sering disaat pasien tidak ada keluarga yang menunggu. Jika ada yang menunggu, keluarga yang dipasrahi dalam memastikan obat sudah diminum oleh pasien.

Perawat D Menuggu, kadang-kadang semua diminumkan.

Perawat E Iya, ditungguin atau bahkan diminumkan, kecuali jika pasien tidak mau ditungguin, maka perawat akan meninggalkan ruangan.

Perawat F Ditungguin hingga terminum.

Perawat G Iya ditungguin, bahkan kalau bisa diminumkan. Namun terkadang pasien bilang ke perawat bahwa dia akan meminum obat sebentar lagi sehingga perawat tidak memantau penggunaan obat tersebut.

Perawat H Kadang ya, kadang tidak.

Perawat I Ya.

Perawat J Ya.

Perawat K Kadang-kadang ya

Perawat L Tergantung situasi dan tenaganya. Kalau pasien banyak, ditinggal saja, soalnya ramai.

Perawat M Ya. Langsung diminumkan. Perawat N Diminumkan.

8. Apakah Anda sering menemukan obat pasien yang ketinggalan di bangsal? Kalau iya, apa

yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang (terutama jika obat yang sudah distop). Ditelepon kalau masih digunakan oleh pasien. Dijadikan 1 dengan obat-obat stok (untuk obat yang telah distop).

Perawat B Ada pernah tapi jarang.

Perawat C Pernah, menelpon pasien tetapi juga tergantung dari jumlah obat, misalnya tertinggal ½ tablet, tidak usah ditelpon/disusulkan.

Perawat D Pernah tapi tidak terlalu sering. Menghubungi pasien/keluarga sedapat mungkin.

Perawat E Iya terutama sirup. Dihubungi jika ada telp dan kalau tidak bisa mengambilnya maka perawat akan mengantar ke rumah.

Perawat F Sering ketinggalan di kotak obat, kalau di ruangan jarang. Kalau ada nomor telepon perawat telepon, jika tidak ada perawat antar ke rumah.

Perawat G

Kadang-kadang. Menghbungi pasien atau keluarga untuk mengambil obat, kalau pasien tidak bisa datang, perawat yang akan membawa kerumah. Kebanyakan obat yang ketinggalan disebabkan karena proses lama di farmasi, sehingga pasien tidak betah untuk menunggu.

Page 77: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

58

Perawat H Tidak sering, bahkan sangat jarang, tapi pernah ada yang ketinggalan biasanya kalau alamatnya ada dan mudah dijangkau kita akan antar ke rumah klien.

Perawat I Tidak.

Perawat J Ya, pernah dulu saya telpon humas lalu minta antar ambulance diantar sampai rumah. Pernah juga menelpon keluarganya untuk ambil ke ruangan.

Perawat K Jarang. Perawat L Jarang. Perawat M Tidak.

Perawat N Sering. Ditunggu kalau kontrol lagi Kalau rumahnya dekat, diantar atau ditelepon.

9. Apakah Anda pernah menjumpai obat yang kemungkinan sengaja dibuang atau

disembunyikan oleh pasien? Jika iya, apa yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban Perawat A Tidak. Perawat B Belum pernah lihat. Perawat C Belum pernah.

Perawat D Ada, ditegur (jika ada keluarganya diberi tahu).Kadang-kadang ada yang disembunyikan keluarganya juga.

Perawat E Tidak, karena diminumkan. Kecuali obat syrup (OBH), dimana efek sampingnya malah membuat batuk, hal ini yang menyebabkan pasien jarang meminum sesuai aturan.

Perawat F Belum pernah.

Perawat G Ada, namun perbandingannya jarang. Jika pasien masih di rawat di bangsal, maka perawat akan menegur dan menerangkan kembali fungsi obat.

Perawat H Tidak pernah (di RS jiwa sering).

Perawat I Ya, bila memberikan obat langsung diminum kan supaya pasien tidak menyembunyikan atau membuang.

Perawat J Ya, memberi informasi akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar.

Perawat K Tidak. Perawat L Sering. Dinasehati. Perawat M Banyak. Sengaja ditaruh dilaci. Tidak melakukan apa-apa. Perawat N Jarang, karena diminumkan langsung, hampir tidak pernah ada.

Page 78: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

59

Daftar Nama Obat Alergi di Bangsal Rawat Inap Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus – September 2008

Golongan Nama Generik Nama Paten

terfenadine Rhinofed®

loratadine Claritin®

cetirizine diHCl Histrine®Antihistamin

fexofenadine HCl Telfast® OD

Somerol®

Medixon®methylprednisolone Hexilon®Kortikosteroid

dexamethasone Kalmethasone®

Page 79: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

60

Subyektif, Obyektif, Penatalaksanaan, Penilaian, dan Rekomendasi Pasien Rawat Inap Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan

Obat Alergi Periode Agustus – September 2008

Kasus 1 Subyektif

Bapak B, nomor RM 00-63-84-46, usia 57 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan 1 bulan sesak nafas (sakit untuk bernafas). Diagnosa sementara : obstruksi dyspnea → kanker paru. Diagnosa utama : tumor paru kanan.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 7/8

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 10,42 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 1,1 0 - 5.0 Basofil (%) 0,4 0 - 2.0 Segmen (%) 80,0 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 11,2 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 7,3 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 26 0 – 37.0 SGPT (u/l) 17 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 100 Respirasi (kali/menit) Sekitar 24

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : AP caps (3x1), DMP (3x1), Lasix (1x1), Aspar K (2x1), Adona F (3x1), Ofloxacin 400 mg (2x1). Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 12 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 12 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang. DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

Page 80: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

61

Kasus 2 Subyektif

Bapak DS, nomor RM -96-03-58, usia 78 tahun, dirawat di RS selama 12 hari karena keluhan sudah 4 hari sesak nafas dan batuk (dahak tidak bisa keluar). Diagnosa sementara : COPD, pneumonia. Diagnosa utama : COPD, bronchopneumonia.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 13 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 13,9 Tinggi 4.10 - 10.90 Suhu (0C) Sekitar 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 110-180/70-110 Nadi (kali/menit) Sekitar 100 Respirasi (kali/menit) Sekitar 24

Pemeriksaan tanggal 18, 21, 23 Agustus 2008 Hasil Pengukuran 18/8 21/8 23/8 Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 14,8 (Tinggi)

18,4 (Tinggi)

13,8 (Tinggi)

4.10 - 10.90

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Bisolvon (3x2 cth), Accolate (2x1), Meptin 0,05 mg (3x ¼), Enzyplex (2x1), Prosogan (1x1), Somerol 4 mg (2x1) selama 2 hari, Cetirizine 10 mg (1x1) selama 1 hari. Terapi parenteral : Ceftriaxon (2x1), Sopiron (2x1 gram), Somerol 125 mg (4x125 mg) selama 2 hari, Somerol 125 mg (3x125 mg) selama 4 hari, Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 2 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide 4x sehari.

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) 4 mg (2x1) secara oral selama 2 hari sudah

sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 48 mg per hari. • Penggunaan cetirizine 10 mg (1x1) selama 1 hari sudah sesuai dengan aturan pemakaian

yang lazim yaitu 1 tablet 1 kali per hari. • Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur

adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 8 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang.

DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

Page 81: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

62

Kasus 3 Subyektif

Bapak H, nomor RM 00-91-30-88, usia 73 tahun, dirawat di RS selama 9 hari karena keluhan sesak nafas, pusing dan badan terasa panas. Pernah dirawat pada tahun 2004. Riwayat alergi terhadap udara dingin, debu, asap. Diagnosa sementara : - Diagnosa utama : COPD.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 3 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 26,9 Tinggi 4.10 - 10.90 Basofil (%) 0,3 0 - 2.0 SGOT (u/l) 32,7 0 – 37.0 SGPT (u/l) 28,4 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 140/90 Nadi (kali/menit) Sekitar 90 Respirasi (kali/menit) Sekitar 24

Pemeriksaan tanggal 6, 7 Agustus 2008 Hasil Pengukuran 6/8 7/8 Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 28,20 (Tinggi)

19,90 (Tinggi)

4.10 - 10.90

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Parasetamol 500 mg (3x1), Avelox 400 mg (1x1), Mucopect (3x1 cth), Dekstromethorphan (3x1), Neurobion 5000 (1x1), Methycobal 250 (3x1). Terapi parenteral : Rantin 50 mg/2 ml (2x1), Ceftazidime (2x1 gram), Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 7 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide 3x4 sehari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 7 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang. DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

Page 82: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

63

Kasus 4 Subyektif

Bapak P, nomor RM 00-49-33-80, usia 85 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan terjadi mimisan dan belum sembuh. Diagnosa sementara : Epistaxis dan hipertensi. Diagnosa utama : Epistaksis, rhinitis kronis, hipertensi.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 23 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 1,2 Rendah 4.10 – 10.90 Eosinofil (%) 7,0 Tinggi 0 – 5.0 Basofil (%) 1,4 0 – 2.0 Segmen (%) 56,2 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 27,7 13.0 – 40.0 Monosit (%) 7,7 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 21,9 0 – 37.0 SGPT (u/l) 11,2 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 110-130/60-100 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Captopril (2x1), Kalnex (3x1), Amdixal (3x1), Lapimox (3x1), Climadan (3x1), Rhinofed (3x1 ) selama 4 hari, Histrine 10 mg (1x1) selama 3 hari. Terapi parenteral : Kalnex (3x500), Dycinon (2x1), Adona (50 mg/infus).

Penilaian Penggunaan Rhinofed (3x1) selama 4 hari sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 1 -2 tablet 3 kali per hari. Pemakaian Histrine 10 mg (1x1) selama 3 hari sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 1 tablet per hari.

Rekomendasi Terapi dapat dilanjutkan.

Page 83: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

64

Kasus 5 Subyektif

Bapak S, nomor RM 01-92-03-50, usia 66 tahun, dirawat di RS selama 6 hari karena keluhan + 2 minggu sesak nafas, suara nafas mengi, krekel ronchi. Diagnosa sementara : Pneumonia (s) dengan KP. Diagnosa utama : -

Obyektif Pemeriksaan tanggal 4 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 10,12 4.10 – 10.90 Eosinofil (%) 0,2 Tinggi 0 – 5.0 Basofil (%) 0,2 0 – 2.0 Segmen (%) 90,2 Tinggi 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 6,7 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 2,7 2.0 – 11.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Pemeriksaan tanggal 8 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal

SGOT (u/l) 94,2 Tinggi 0 – 37.0 SGPT (u/l) 58,7 Tinggi 0 – 41.0

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Rifampisin (1x1), Pehadoxin (1x1), Ethambutol 250 mg (1x3), PZA (1x3), HP Pro (1x1). Terapi parenteral : Omeprazole (1x1), Somerol 125 mg (1x125 mg) selama 4 hari.

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur

adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 4 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang.

• Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) bersamaan dengan Rifampisin akan berpotensi terjadinya interaksi obat.

DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi dan interaksi obat.

Rekomendasi Hindari penggunaan Somerol bersamaan dengan Rifampisin. Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

Page 84: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

65

Kasus 6 Subyektif

Saudari K, nomor RM 01-92-09-51, usia 18 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan batuk dan sesak nafas + 1 minggu. Penyakit keluarga : bronkolitis. Alergi telur, reaksi gatal-gatal. Diagnosa sementara : Asma brokhiale post sinkope. Diagnosa utama : Asma.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 3 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 9,52 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 2,6 0 – 5.0 Basofil (%) 0,3 0 – 2.0 Segmen (%) 66,9 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 26,4 13.0 – 40.0 Monosit (%) 3,8 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 20,3 14 – 56.0 SGPT (u/l) 12,3 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Mucopect (3x2 cth), Zithromax (1x1), Rantin (2x1), Somerol 4 mg (1x1) selama 4 hari. Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 2 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide (2x1).

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 85: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

66

Kasus 7 Subyektif

Ibu R, nomor RM 01-92-09-81, usia 53 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan sesak nafas selama 5 hari, batuk-batuk, dan badan panas. Diagnosa sementara : Febris, Batuk, DD : bronchopneumonia. Diagnosa utama : Broncopneumonia. Diagnosa sekunder : TB paru.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 24 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 15,66 Tinggi 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 0,4 0 – 5.0 Basofil (%) 0,3 0 – 2.0 Segmen (%) 89,0 Tinggi 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 5,6 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 4,7 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 24,5 14 – 56.0 SGPT (u/l) 22,1 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36-38 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Pamol (3x1), Fluimucil (2x1), Avelox (1x1), Neurobion 5000 (1x1), Mobiflex (1x1), Mucopect (3x1 cth), Dextromethorphan (3x1), Cefspan 100 mg (2x1). Terapi parenteral : Ceftazidime (2x1 gram), Kalmethason 4 mg/ml (3x2 cc) selama 3 hari.

Penilaian Penggunaan dexamethasone (Kalmethason®) menurut literatur adalah 4 – 20 mg. Penggunaan dexamethasone (Kalmethason®) dalam kasus ini 4 mg/ml (3x2 cc) selama 3 hari untuk mengatasi sesak nafas sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim.

Rekomendasi Terapi dapat dilanjutkan.

Page 86: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

67

Kasus 8 Subyektif

Ibu TS, nomor RM 00-61-02-61, usia 66 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan kedua kaki nyeri, tidak ada selera makan dan opname prokemoseri II ke-5. Diagnosa sementara : Schuomosa Ca paru. Diagnosa utama : Schuomosa Ca paru.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 7 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 15,66 4.10 - 10.90 Suhu (0C) Sekitar 36-37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80-100 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Penatalaksanaan Terapi pada waktu rawat inap : • Terapi nonparenteral : Hemobion (1x1), Dextromethorphan (3x1), Meptin (3x ¼),

Primperan (3x1), Movicox 15 mg (1x1), Celebrex, Claritin 10 mg (1x1). • Terapi parenteral : Delladryl 1 cc, Lasix, Insulatard, Somerol 125 mg (1x125 mg)

selama 1 hari. Terapi pada waktu rawat jalan : • Terapi nonparenteral : Dextromethorphan 15 mg (3x1), Claritin 10 mg (1x1) selama 5

hari, Meptin 0,05 mg (3x ¼), Primperan com (3x1), Hemobion (1x1), Celebrex 200 mg (1x1).

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone sebagai imunosupresif menurut literatur adalah 10 –

40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi.

• Penggunaan Claritin 10 mg (1x1) sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim yaitu 1x1 per hari.

DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk imonusupresif perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 87: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

68

Kasus 9 Subyektif

Ibu T, nomor RM 01-92-03-60, usia 63 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan sesak nafas + 1 minggu, batuk (dahak tidak produktif), kaki kanan nyeri, perut terasa penuh. Diagnosa sementara : Obstruksi Dispnea, efusi pleura. Diagnosa utama : -

Obyektif Pemeriksaan tanggal 4 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 8,84 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 3,0 0 – 5.0 Basofil (%) 0,0 0 – 2.0 Limfosit (%) 23,0 13.0 – 40.0 Monosit (%) 14,0 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 1230,9 Tinggi 14 – 56.0 SGPT (u/l) 1066,2 Tinggi 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36-38 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Pemeriksaan tanggal 5 Agustus 2008 Pengukuran Hasil Ket Nilai normal

HbsAg 0,85 Negatif Anti HAV Negatif Anti HBS 32 Positif CEA 1,2 0 - 3 SGOT (u/l) 39,8 14 – 56.0 SGPT (u/l) 23,2 9 – 52.0

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Dextromethorphan (3x1), Salbron (3x ½), Mucosolvan (3x1 cth), HP Pro (3x1), Zithromax 500 mg (1x1). Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 1 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 88: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

69

Kasus 10 Subyektif

Ibu W, nomor RM 00-21-55-95, usia 70 tahun, dirawat di RS selama 7 hari karena keluhan sesak nafas, batuk, badan panas ± 3 hari, badan lemes. Diagnosa sementara : COPD, febris. Diagnosa utama : COPD eksaserbasi akut.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 4 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Eosinofil (%) 0,2 0 – 5.0 Basofil (%) 0,2 0 – 2.0 Segmen (%) 89,7 Tinggi 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 5,5 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 4,4 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 34,4 14 – 56.0 SGPT (u/l) 25,2 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 160/90 Nadi (kali/menit) Sekitar 90 Respirasi (kali/menit) Sekitar 22

Pemeriksaan Lekosit Hasil

Pengukuran 8/8 11/8 13/8 Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 17,600 (Tinggi)

28,200 (Tinggi)

20,800 (Tinggi)

4,10-13,00

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : AP caps (3x1), Seretide syrup (3x2 cth), Sanadryl (3x2 cth), Pamol (3x1), Tensivask (1x1), Yekalgin (3x1). Terapi parenteral : Ceftriaxon (1x1 gram), Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 7 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide (3x1), Seretide (3x2 hisap).

Penilaian • Penggunaan Somerol bersamaan dengan Yekalgin dapat berpotensi terjadinya

interaksi obat. • Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur

adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 7 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang.

DTP yang riil terjadi : Interaksi Obat dan Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Hindari penggunaan Somerol bersamaan dengan Yekalgin. Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan. Durasi terapi dengan methylprednisolone perlu dibatasi.

Page 89: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

70

Kasus 11 Subyektif

Saudara NR, nomor RM 00-99-02-52, usia 23 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan sesak nafas, batuk. Diagnosa sementara : Asma brokhiale. Diagnosa utama : Asma.

Obyektif Pemeriksaan tanggal 23 Agustus 2008

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 15,56 Tinggi 4.10 – 10.90 Eosinofil (%) 0,1 0 – 5.0 Basofil (%) 0,2 0 – 2.0 Segmen (%) 95,1 Tinggi 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 4,2 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 0,4 Rendah 2.0 – 11.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120-150/80-90 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 Respirasi (kali/menit) Sekitar 20

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Codein 10 mg (3x1), AP caps (2x1), Cefspan (2x1), Meptin (3x ¼). Terapi parenteral : Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 2 hari. Terapi inhalasi : Combivent dan Flixotide (3x1).

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 7 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 90: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

71

Kasus 12 Subyektif

Sdr. TN, nomor RM 01-92-10-36, usia 21 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan muntah, pusing akibat kecelakaan lalu lintas. Diagnosa Sementara : Trauma capitis. Diagnosis utama : -

Obyektif

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 19,10 Tinggi 4.10 – 10.90 Eosinofil (%) 0,1 0 – 5.0 Basofil (%) 0,3 0 – 2.0 Segmen (%) 89,0 Tinggi 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 6,1 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 4,5 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 13,9 0 – 37.0 SGPT (u/l) 14,1 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37,5 Tekanan darah (mm Hg) 180/100, 190/120, 120/90, 90/60 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 20

Penatalaksanaan • Terapi nonparenteral : Polycrol 400 mg (3x2), Neurotam (2x1), Nonflamin 50 mg

(3x1), Rhinofed (2x1) selama 6 hari, Kalnex 500 mg (3x1), Clavamox 500 mg (3x1), Yekalgin (3x1), methylprednisolone (2x1) selama 1 hari.

• Terapi parenteral : Ceftriaxone (2x1 gram), Piracetam (2x3), Kalnex (3x500 mg), Ketorolac (2x1 ampul), Ranitidine 50 mg/2 ml (2x1).

Penilaian • Penggunaan terfenadine (Rhinofed®) sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang

lazim. • Penggunaan methylprednisolone (2x1) secara oral selama 1 hari sudah sesuai dengan

aturan pemakaian yang lazim.

Rekomendasi Terapi dapat dilanjutkan.

Page 91: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

72

Kasus 13 Subyektif

Bapak E, nomor RM 01-92-04-52, usia 45 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan bengkak di bagian mata, kepala pusing, agak sesak nafas. Diagnosa Sementara : Trauma capitis, asma bronchiale. Diagnosis utama : trauma capitis, opthalmic neuropati.

Obyektif Tidak ada data pemeriksaan laboratorium yang dapat dissajikan.

Penatalaksanaan Terapi rawat inap : • Terapi nonparenteral : Surbex T (multivitamin) (1x1), Bellaphen 0,1 mg (2x1),

Nonflamin 50 mg (2x1), Nimotop 30 mg, Methicobal 500 mcg (2x1), Neurobion (2x1), Cravit 500 mg (1x1), Medixon 16 mg (2x1) selama 1 hari.

• Terapi parenteral : Kedacillin 1 gram, Remopain 3%, Kalnex 50 mg, Nicholin 100 mg, Phenitoin 100 mg, Neurotam, Manitol 20%, Somerol 500 mg (1x500 mg) selama 1 hari.

Terapi rawat jalan : • Terapi nonparenteral : Pamol (bila perlu), Methicobal 250 mg (2x1), Neurobion (2x1),

Medixon 16 mg (1x1) selama 2 hari, Hexilon 8 mg (2x2) selama 8 hari.

Penilaian Pada waktu terapi rawat inap : • Penggunaan methylprednisolone (Medixon®) 16 mg (2x1) untuk kasus sesak nafas dan

inflamasi sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 48 mg per hari. Pada kasus, obat yang didapat dalam sehari sebanyak 32 mg.

• Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 500 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi.

DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi. Pada waktu terapi rawat jalan : • Penggunaan Medixon 16 mg (1x1) selama 2 hari untuk kasus inflamasi sudah sesuai

aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 48 mg per hari.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 92: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

73

Kasus 14 Subyektif

Bapak JS, nomor RM 01-92-14-14, usia 27 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan perut terasa mual dan muntah selama 1 minggu, badan lemas, kulit terasa gatal-gatal (alergi). Diagnosa sementara : ikterik.

urticaria, alergi. Diagnosa utama : --

Obyektif

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 7.24 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 1.8 0 - 5.0 Basofil (%) 0.7 0 - 2.0 Segmen (%) 33.1 Rendah 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 57.5 Tinggi 13.0 – 40.0 Monosit (%) 6.9 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 546.4 Tinggi 0 – 37.0 SGPT (u/l) 1361.1 Tinggi 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,2 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 100-110/60-80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 86 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 24

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Curcumin, Curzil 10 mg (3x1), Cetirizine 10 mg (1x1) selama 2 hari, Claritin 10 mg (1x1) selama 4 hari, Medixon 4 mg (2-0-1) selama 4 hari. Terapi parenteral : Xillo : Della.

Penilaian • Penggunaan cetirizine 10 mg (1x1) selama 2 hari untuk kasus alergi sudah sesuai

aturan pemakaian yang lazim. • Penggunaan loratadine (Claritin®) 10 mg (1x1) selama 4 hari untuk kasus alergi

sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim. • Penggunaan methylprednisolone (Medixon®) 4 mg (2-0-1) untuk kasus alergi sudah

sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 48 mg per hari. Rekomendasi

Terapi dapat dilanjutkan.

Page 93: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

74

Kasus 15 Subyektif

Bapak RI, nomor RM 00-95-56-02, usia 34 tahun, dirawat di RS selama 2 hari karena keluhan kepala pusing, riwayat sinusitis. Diagnosa Sementara : cephalgia + insomnia Diagnosis utama : rhinosinusitis Diagnosis sekunder : hipertensi

Obyektif

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 12.70 Tinggi 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 4.1 0 - 5.0 Basofil (%) 0.3 0 - 2.0 Segmen (%) 63.2 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 23.2 13.0 – 40.0 Monosit (%) 9.3 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 16.7 0 – 37.0 SGPT (u/l) 22.0 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 140-190/100-120 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 20

Penatalaksanaan Terapi rawat inap : Terapi nonparenteral : Noperten 5 mg (1x1), Celebrex 100 mg (2x1), Bellaphen 500 mg (3x1), Rhinofed 5 mg (3x1) selama 2 hari, Vertivom 10 mg (3x1), Pondex 250 mg (3x1), Lanama/Pamol 500 mg (3x1), Yekalgin 500 mg (3x1), Avelox 400 mg (1x1), Rantin (2x1). Terapi parenteral : Disudrin 15 mg/5 ml (3x1), Kalmethasone 4 mg/ml (3x2 cc) selama 2 hari, Toradol 30 mg (1 ampul), Stesolid 10 mg/2 ml (1/2 ampul), Remopain/Kaltrofen (3% atau 30 mg ), Rantin 1 gram (1x1), Primperan 10 mg/2 ml (1x1). Terapi inhalasi : Nasacorf nasal spray (pagi-sore) Terapi rawat jalan : Terapi nonparenteral : Telfast OD 120 mg (1x1) selama 5 hari, Pronalges 100 mg (2x1 b/p), Proneuron, Pondex, Noperten 5 mg (2x1), Climadan 150 mg (3x1), Yekalgin (3x1), Rhinofed (3x1) selama 3 hari, Disudrin (3x1), Spasmium (3x1 b/p), Lanzoprazol 30 mg (1x1), Rantin (1x1), Myonal (2x1).

Penilaian Pada waktu terapi rawat inap : Penggunaan terfenadine (Rhinofed®) 5 mg (3x1) selama 2 hari untuk kasus sinusitis sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim yaitu 1 – 2 tablet 3x sehari. Penggunaan dexamethasone (Kalmethasone®) 4 mg/ml (3x2 cc) selama 2 hari untuk kasus inflamasi sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 20 mg secara IV maupun IM. Pada kasus, sekali injeksi obat yang masuk adalah sebanyak 8 mg. Pada waktu terapi rawat jalan : Penggunaan fexofenadine HCl (Telfast OD®) 120 mg (1x1) untuk kasus sinusitis sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim yaitu 1x1 tablet per hari. Penggunaan terfenadine (Rhinofed®) 5 mg (3x1) selama 2 hari untuk kasus sinusitis sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim yaitu 1 – 2 tablet 3x sehari.

Rekomendasi Terapi dapat dilanjutkan.

Page 94: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

75

Kasus 16 Subyektif

Ibu S, nomor RM 00-28-20-73, usia 55 tahun, dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan + 4 hari badan lemes, sesak nafas, mual, nafsu makan kurang, dada berdebar-debar. Diagnosa sementara : Obs. Febris, Dyspnea. Diagnosa utama : -

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 6,320 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 7,1 0 – 5.0 Basofil (%) 0,8 0 – 2.0 Segmen (%) 55,2 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 26,9 13.0 – 40.0 Monosit (%) 10,0 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 29,2 14 – 56.0 SGPT (u/l) 14,7 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37,6 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 100-130/60-80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 92 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 24

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Pamol 500 mg (3x1), Levofloxacin 500 mg (1x1), Quibron TSR (2x ½), Mucopect syrup (3x1C), Rantin (2x1), Vomitas 10 mg (3x1). Terapi parenteral : Ceftazidime (2x1 gram), Rantin (2x1 ampul), Primperan 10 mg (2x1 ampul), Somerol 125 mg (2x125 mg) selama 3 hari. Terapi inhalasi : Nebulizer (2x1 per hari).

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 125 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. Pemberian selama 3 hari untuk kasus sesak nafas akan menimbulkan akumulasi obat karena terapi jangka panjang. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 95: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

76

Kasus 17 Subyektif

Bapak M, nomor RM 01-92-02-36, usia 80 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan badan lemas, sesak nafas. Diagnosa sementara : Shock kardiogenik. Diagnosa utama : -

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 4,73 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 2,7 0 - 5.0 Basofil (%) 0,4 0 - 2.0 Segmen (%) 69,8 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 19,7 13.0 – 40.0 Monosit (%) 7,4 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 34,5 0 – 37.0 SGPT (u/l) 10,8 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36,5 – 38 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 110-150/70-90 Nadi (kali/menit) Sekitar 76 – 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 20

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Alupent 20 mg, Ascardia 160 mg, Cedocard 5 mg, Serolin, Pamol 500 mg, Cefadroxil 500 mg, Neurotam 800 mg, Hexilon 8 mg (3x1) selama 4 hari. Terapi parenteral : Ranitidin 50 mg/2 ml, Nicholin 250 mg/2 ml, Neurotam 12 gram, Ketorolac 3%, Levonox 0,4 cc, Methylprednisolone 25 mg (1x1) selama 3 hari.

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone (Hexilon®) 8 mg secara oral (3x1) sudah sesuai

aturan pemakaian yang lazim yaitu 4 – 48 mg per hari. • Penggunaan methylprednisolone 25 mg (1x1) secara parenteral (injeksi) sudah sesuai

aturan pemakaian yang lazim untuk mengatasi sesak nafas karena inflamasi yaitu 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Meskipun penggunaan tidak berulang, dosis sudah terpenuhi dengan adanya penggunaan Hexilon® secara oral.

• Penggunaan methylprednisolone (Hexilon®) bersamaan dengan Ascardia (golongan salisilat) berpotensi terjadinya interaksi obat.

DTP yang riil terjadi : interaksi obat.

Rekomendasi Hindari penggunaan methylprednisolone (Hexilon®) bersamaan dengan Ascardia.

Page 96: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

77

Kasus 18 Subyektif

Bapak S, nomor RM 00-96-40-50, usia 43 tahun, dirawat di RS selama 12 hari karena keluhan ± 1 tahun kaki kiri lemas, tangan kanan dan kiri juga lemas. Riwayat terapi 2005 operasi laminektomi O/K tumor ekstradiral CII. Diagnosa sementara : Obs. Hemiparese S, suspect CVA onset 1 tahun. Diagnosa utama : Cervical mass (Schwaona/Neurinona).

Obyektif

Pengukuran Hasil Ket Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 11,66 Tinggi 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 2,8 0 - 5.0 Basofil (%) 0,3 0 - 2.0 Segmen (%) 71,2 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 22,0 13.0 – 40.0 Monosit (%) 3,7 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 27,9 0 – 37.0 SGPT (u/l) 30,9 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 38,5 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 20

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Farmasal 100 mg (2x1), Methycobal 250 mg (3x1), Vitamin B1 (3x1), Ciprofloxacin 500 mg (2x1). Terapi parenteral : Ceftriaxone 1 gram (2x1 gram), Vitamin C 200 mg (1x400 mg), Ranitidin 50 mg/2 ml (2x1), Ketorolac 3% (2x1), Ondansetron 8 gram (2x1), Tarontal 100 mg/5 ml (2 ampul/infus), Medixon 125 mg (2x1) selama 5 hari, Methylprednisolone 125 mg (1x125 mg) selama 2 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone sebagai imunosupresif menurut literatur adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Medixon®) sekali injeksi adalah 125 mg dan penggunaan lebih dari 48 jam. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk imonusupresif perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 97: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

78

Kasus 19 Subyektif

Bapak T, nomor RM 01-92-07-39, usia 80 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan leher sakit, ibu jari kaki kiri luka. Diagnosa sementara : Sus # v. cervical V

V. excersi bawah kiri Dengan damage. Diagnosa utama : # V cervical 3,4,5.

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 7,36 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 3,8 0 - 5.0 Basofil (%) 0,8 0 - 2.0 Segmen (%) 63,0 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 27,9 13.0 – 40.0 Monosit (%) 4,5 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 29,3 0 – 37.0 SGPT (u/l) 14,3 0 – 41.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 120/80-90 Nadi (kali/menit) Sekitar 72 – 84 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 20

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Cefspan 100 mg (2x1), Zaldiar (3x1), Nootropil 800 mg (2x1), Neurosanbe (2x1), Q-ten 100 mg (1x1). Terapi parenteral : Nootropil 3 gram, Remopain 3%, Kedacillin 1 gram, Somerol 250 mg (2x250 mg) selama 1 hari, (1x250 mg) selama 1 hari.

Penilaian Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone (Somerol®) sekali injeksi adalah 250 mg. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi. DTP yang riil terjadi : Dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) secara parenteral untuk kasus sesak nafas (inflamasi) perlu diturunkan dalam range 10 – 40 mg dan frekuensinya ditingkatkan.

Page 98: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

79

Kasus 20 Subyektif

Ibu AS, nomor RM 01-92-07-19, usia 69 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan ± 10 hari perut terasa sakit, muntah, badan lemas. Diagnosa sementara : Obs, abdominal pain dan vomitus.

Urtikaria alergika, DD : APP, ISK/GSK, Adhexitit. Diagnosa utama : Abdominal pain.

Obyektif

Pengukuran Hasil Keterangan Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 27,99 Tinggi 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 1,5 0 – 5.0 Basofil (%) 1,9 0 – 2.0 Segmen (%) 90,0 Tinggi 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 3,1 Rendah 13.0 – 40.0 Monosit (%) 3,5 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 17,6 14 – 56.0 SGPT (u/l) 13,2 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 39 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 – 92

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Vometa (3x1), Tonar (3x1). Legres (1x1), Cetirizine 10 mg (1x1) selama 1 hari. Terapi parenteral : Omeprazole (1x1), Gracef, Delladril (2x1), Kalmethasone 4 mg/ml (2x1) selama 3 hari.

Penilaian Penggunaan cetirizine 10 mg (1x1) selama 1 hari untuk kasus alergi sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 1x1 tablet per hari. Penggunaan dexamethasone (Kalmethasone®) 4 mg/ml (2x1) selama 3 hari sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim untuk kasus nyeri (inflamasi) yaitu 4 – 20 mg.

Rekomendasi Terapi dapat dilanjutkan.

Page 99: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

80

Kasus 21 Subyektif

Bapak S, nomor RM 01-92-25-11, usia 45 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan sakit di leher. Diagnosa sementara : Myalgia. Diagnosa utama : Brakialgia.

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 10,47 4.10 - 10.90 Eosinofil (%) 1,3 0 - 5.0 Basofil (%) 0,4 0 - 2.0 Segmen (%) 66,2 47.0 - 80.0 Limfosit (%) 25,8 13.0 – 40.0 Monosit (%) 6,3 2.0 – 11.0 Suhu (0C) Sekitar 36,3 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 130/90 Nadi (kali/menit) Sekitar 80 - 88

Penatalaksanaan Terapi rawat inap : Terapi nonparenteral : Meloxicam 15 mg (1x1), Myonal 50 mg, Somerol 4 mg (2x1) selama 1 hari. Terapi rawat jalan : Terapi nonparenteral : Meloxicam 15 mg (1x1), Myonal (2x1), Methylprednisolone 4 mg (2x1) selama 6 hari, Yekaneuron (2x1).

Penilaian Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) 4 mg (2x1) secara nonparenteral (oral) sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim untuk mengatasi rasa sakit (nyeri otot) yaitu 4 – 48 mg per hari. Penggunaan methylprednisolone (Somerol®) bersamaan dengan Meloxicam (pada waktu rawat inap) dan methylprednisolone bersamaan dengan Meloxicam (pada waktu rawat jalan) akan menimbulkan interaksi obat. DTP yang riil terjadi : interaksi obat.

Rekomendasi Hindari pemberian methylprednisolone (Somerol®) bersamaan dengan Meloxicam (pada waktu rawat inap) dan methylprednisolone bersamaan dengan Meloxicam (pada waktu rawat jalan).

Page 100: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

81

Kasus 22 Subyektif

Ibu I, nomor RM -98-12-94, usia 77 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan ± 3 hari sesak nafas. Diagnosa sementara : Obs dyspnea cc COPD. Diagnosa utama : -

Obyektif

Pengukuran Hasil Nilai normal Lekosit (ribu/mmk) 8,94 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 0,4 0 – 5.0 Basofil (%) 0,6 0 – 2.0 Segmen (%) 69,8 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 23,3 13.0 – 40.0 Monosit (%) 5,9 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 29,1 14 – 56.0 SGPT (u/l) 10,0 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 36 – 37 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 140/90 Nadi (kali/menit) Sekitar 88 Respirasi (kali/menit) Sekitar 18 - 22

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : AP caps (3x1), Becombion F (1x1), Meptin (3x ¼), Fluimucil (2x1), Furosemid (1/2-0-0), Medixon 4 mg (2x1) selama 3 hari. Terapi parenteral : AP injeksi (1x), Ceftriaxone (1x1), Methylprednisolone 125 mg (2x ½ flakon) selama 3 hari. Terapi inhalasi : Combivent + Flixotide (3x1)

Penilaian • Penggunaan methylprednisolone (Medixon®) 4 mg (2x1) secara nonparenteral (oral)

selama 3 hari sudah sesuai aturan pemakaian yang lazim untu kasus sesak nafas yaitu 4 – 48 mg per hari.

• Penggunaan methylprednisolone untuk kasus sesak nafas (inflamasi) menurut literature adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone sekali injeksi adalah 62,5 mg. Selain itu juga mendapatkan Medixon® secara oral. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi.

• Penggunaan methylprednisolone dan Medixon® bersamaan dengan Furosemid akan menimbulkan interaksi obat.

DTP yang riil terjadi : dosis terlalu tinggi dan interaksi obat.

Rekomendasi Penggunaan methylprednisolone perlu diturunkan dosisnya menjadi 10 – 40 mg dalam sekali pemberian. Hindari pemberian methylprednisolone dan Medixon® secara bersamaan dengan Furosemid. Dan perlu selalu dilakukan monitoring tekanan darah.

Page 101: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

82

Kasus 23 Subyektif

Ibu PM, nomor RM 01-90-07-65, usia 68 tahun, dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan penurunan kesadaran dan syok septic. Diagnosa sementara : DM dengan eritrodema dengan syok septic. Diagnosa utama : -

Obyektif

Tanggal Pengukuran 21/9 24/9 Nilai normal

Lekosit (ribu/mmk) 22,0 (T) 29,8 (T) 4.10 – 13.00 Eosinofil (%) 2,0 0 – 5.0 Basofil (%) 0 0 – 2.0 Segmen (%) 75 47.0 – 80.0 Limfosit (%) 21 13.0 – 40.0 Monosit (%) 2,0 2.0 – 11.0 SGOT (u/l) 215,5 (T) 14 – 56.0 SGPT (u/l) 67,0 (T) 9 – 52.0 Suhu (0C) Sekitar 37 – 39 Tekanan darah (mm Hg) Sekitar 140/80 Nadi (kali/menit) Sekitar 88

Penatalaksanaan Terapi nonparenteral : Histrine 10 mg (1x1) selama 5 hari, Metformin 5 mg (1x1), Paracetamol 500 mg (3x1), Ambroxol (3x1), Methylprednisolone 16 mg (1-0-0) selama 5 hari, Levofloxacin (1x1). Terapi parenteral : Ceftazidime (2x1 gram), Ranitidine (2x1), Vitamin C (2x200 mg), Methylprednisolone 125 mg (1x125 mg) selama 5 hari, Gentamicin, Kalnex (3x1 ampul). Terapi inhalasi : Combivent + Flixotide (2x1)

Penilaian • Penggunaan cetirizine (Histrine®) 10 mg (1x1) secara oral selama 5 hari untuk kasus

alergi sudah sesuai dengan aturan pemakaian yang lazim yaitu 1x1 per hari. • Penggunaan methylprednisolone 16 mg (1-0-0) selama 5 hari sudah sesuai aturan

pemakaian yang lazim untuk kasus sesak nafas yaitu 4 – 48 mg per hari. • Penggunaan methylprednisolone bersamaan dengan Metformin (Obat antidiabetes

oral) akan berpotensi menimbulkan interaksi obat. • Penggunaan methylprednisolone untuk sebagai imunosupresif menurut literatur

adalah 10 – 40 mg dalam beberapa menit dan diulang pada interval tertentu tergantung pada respon. Pada kasus ini, penggunaan methylprednisolone sekali injeksi adalah 125 mg. Pemberian methylprednisolone selama 5 hari. Selain itu juga mendapatkan methylprednisolone secara oral. Hal ini menyebabkan dosis yang terlalu tinggi.

DTP yang riil terjadi : interaksi obat dan dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Hindari penggunaan methylprednisolone bersamaan dengan Metformin (Obat Antidiabetes Oral). Penggunaan methylprednisolone perlu diturunkan dosisnya menjadi 10 – 40 mg dalam sekali pemberian meningkatkan frekuensi pemberian. Perlu dibatasi durasi pemberiannya.

Page 102: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …repository.usd.ac.id/17048/2/058114098_Full.pdf · evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug

83

BIOGRAFI PENULIS

Robertus Bambang Kurniawan merupakan anak ketiga

dari pasangan Andreas Avellino Sujadi dan Christiana

Tumiyatmi, lahir di Klaten pada tanggal 20 April 1987.

Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Pertiwi

Cucukan pada tahun 1991 – 1993. Dilanjutkan ke jenjang

pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Cucukan pada

tahun 1993 – 1999. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah

Pertama 1 Prambanan pada tahun 1999 – 2002. Kemudian ke jenjang pendidikan

Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Klaten pada tahun 2002 – 2005. Selanjutnya

pada tahun 2005 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada tahun

2008. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Analisis (2007).