Upload
trinhminh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS KOMPLIKASI HIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE MEI 2008-MEI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh : Anastasia Aprilistyawati
NIM : 068114026
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS KOMPLIKASI HIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE MEI 2008-MEI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh : Anastasia Aprilistyawati
NIM : 068114026
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN Apa yang kita kerjakan dengan tekun menjadi lebih mudah - bukan karena sifat tugas tersebut berubah, tetapi karena kemampuan kita untuk bekerja telah meningkat. What we do diligently will be easier - not because of the nature of the task has changed, but because of our capacity to work has increased (Emerson) Sukses adalah keberhasilan yang anda capai di dalam menggunakan talenta-talenta yang telah Tuhan berikan kepada Anda (Rick Devos) Inilah hasil dari semua perjuangan yang telah kulakukan selama ini,
dan kini kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya
Bapak dan Ibu atas segala dukungan dan doa-doanya Adek-adekku atas semangat yang selalu menemaniku
v
vi
INTISARI
Hipertensi adalah komplikasi yang sering ditemui pada pasien Diabetes Melitus (DM) yang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif.
Hasil menunjukkan bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69 tahun (48%); tahap hipertensi derajat 2 (76%); komplikasi penyerta yang paling banyak diderita adalah dislipidemia (12%) dan penyakit penyerta Infeksi Saluran Kemih (20%).
Kelas terapi, golongan dan jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi sistem hormon (100%), golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dan antagonis kalsium (56%), jenis obat kaptopril (32%).
Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs) didapat 7 kasus dengan rincian 4 kasus perlu terapi obat tambahan, 2 kasus tidak perlu terapi obat, 2 kasus pilihan obat tidak tepat.
Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama tinggal paling banyak 4-6 hari (40%).Pasien pulang dengan keadaan sembuh (48%). Kata kunci : Diabetes Melitus, Hipertensi, Drugs Related Problems.
vii
ABSTRACT
Hypertension is a common complication in Diabetes Mellitus (DM) that causes cardiovasculer disease. This non-experimental study was done with retrospective design.
The result showed that the patient distribution in Panti Rapih Hospital were 60-69 years old (48%);hypertension at stage II (76%); complication other than hypertension was dyslipidemia (12%) and another disease utikaria (20%).
The highest frequency of drug class therapy; group; and type used by the patients were cardiovascular and hormonal drug (100%); Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) and Calcium Channel Blocker (56%); drug type Captopril (32%) respectively.
Based on Drug Related Problems (DRPs) evaluation, it was found that of 4 cases of need for additional drug therapy, 2 cases unnecessary drug therapy and 2 cases of wrong drug.
Length of Stay (LOS) of the patients was 4-6 days (40%). The outcome theraphy during patient discharge from hospital was recover condition (48%). Key word: Diabetes Mellitus, Hypertension, Drugs Related Problems.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2005-Mei 2009”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan dalam penyelesaian studi untuk meraih gelar Sarjana Farmasi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian orang-
orang di sekitar Penulis, baik secara materi maupun emosional. Untuk itu pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak
yang telah memberi dukungan didalam penyelesaian skripsi ini antara lain:
1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan
skripsi ini dan sebagai dosen penguji yang telah memberi dukungan, gagasan,
dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini
2. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes. selaku dosen pembimbing utama dan
penguji yang telah sabar membimbing, memberi dukungan, semangat,
gagasan, dan kritik yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberi bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
4. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas ijin yang diberikan
kepada Penulis untuk melakukan penelitian.
ix
5. Kepala beserta Staf Bagian Personalia Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
atas segala bantuan dan dukungannya.
6. Kepala beserta Staf Bagian Pelayanan Rekam Medik Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam
mengumpulkan data untuk penelitian ini.
7. Seluruh pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang
secara tidak langsung telah membantu dan mendukung penelitian ini.
8. Kedua orang tuaku Agustinus Sutarjono dan Lucia Tatinah atas segala kasih
sayang, perhatian, perjuangan dan dukungan dalam setiap langkah hidupku.
9. Kedua adekku Vincentia Septi Puspitawati dan Christina Putri Ningsih yang
telah mendukung dengan doa dan keceriaan untuk selalu membantuku.
10. M. Ari Wibowo atas kehadirannya untuk selalu memberi waktu, dukungan,
mendengarkan dan menemani dalam setiap kesempatan hingga terselesainya
skripsi ini.
11. Maria Laksmi Parahita atas dukungan, kebersamaan dan perjuangan yang
menyenangkan, menyedihkan dan mengharukan selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman kos Pasadena, Arum, Eva, Rara dan Aya atas keceriaan,
kebersamaan dan dukungan yang telah kalian berikan selama ini.
13. Sahabat-sahabat terbaikku, Dotie, Vika, Fani, Dissa, Nee, Lul, Shinta, Adit,
Robi, Boim, Reno atas segala canda tawa, keceriaan dan kebersamaan selama
ini.
x
14. Semua teman-teman angkatan 2006 dan seluruh mahasiswa Farmasi terima
kasih atas kebersamaan dan kenangan indah bersama kalian.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.
Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
sempurna, oleh karena itu Penulis akan menerima kritik, koreksi, dan saran dari
berbagai pihak guna menjadikan skripsi ini lebih baik. Pada akhirnya, Penulis
berharap semoga keseluruhan isi skripsi ini dapat berguna bagi banyak pihak.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. v
INTISARI ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1. Permasalahan.............................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian...................................................................................... 3
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis................................................................................... 5
b. Manfaat Praktis................................................................................... 5
B. Tujuan Penelitian
1. Umum ........................................................................................................ 5
xii
2. Khusus ....................................................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi ...................................................................................................... 7
2. Klasifikasi ................................................................................................. 7
3. Patogenesis ................................................................................................ 8
4. Gejala Klinik ........................................................................................... 11
5. Faktor Risiko............................................................................................ 12
6. Diagnosis ................................................................................................. 12
7. Komplikasi .............................................................................................. 13
B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi
1. Definisi .................................................................................................... 14
2. Klasifikasi ............................................................................................... 14
3. Patogenesis .............................................................................................. 16
4. Gejala Klinik ........................................................................................... 18
C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi............................. 19
D. Drug Related Problems (DRPs)...................................................................... 27
E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan .................................. 28
F. Keterangan Empiris ........................................................................................ 30
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................... 31
B. Definisi Operasional ....................................................................................... 31
C. Subjek Penelitian ............................................................................................ 34
xiii
D. Bahan Penelitian ............................................................................................. 34
E. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 34
F. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan ................................................................................................. 34
2. Pengambilan Data ................................................................................... 35
3. Analisis Data ............................................................................................ 36
G. Kesulitan Penelitian ........................................................................................ 36
H. Analisis Hasil .................................................................................................. 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi
1. Berdasar Umur ........................................................................................ 39
2. Berdasar Komplikasi Penyerta ................................................................ 40
3. Berdasar Penyakit Penyerta ..................................................................... 42
4. Gambaran Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit ...... 43
B. Profil Obat-obat yang Digunakan oleh Pasien Diabetes Mellitus dengan
Komplikasi Hipertensi
1. Kelas Terapi ............................................................................................ 44
2. Golongan Obat
a. Obat Kardiovaskuler ......................................................................... 46
b. Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon ....................................... 48
c. Obat Gizi dan Darah .......................................................................... 51
d. Obat Analgesik .................................................................................. 52
e. Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat .................................. 53
xiv
f. Antibiotik........................................................................................... 54
g. Obat Saluran Cerna ........................................................................... 55
h. Obat Sendi dan Gout ......................................................................... 56
C. Gambaran Kasus Drug Related Problems
1. Membutuhkan Terapi Obat Tambahan .................................................... 58
2. Tidak Perlu Terapi Obat .......................................................................... 59
3. Pemilihan Obat Kurang Tepat .................................................................. 60
D. Gambaran Dampak Terapi Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi
Hipertensi
1. Gambaran Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit Dilihat dari Tingkat
Tekanan Darah ........................................................................................ 61
2. Gambaran Lama Tinggal Pasien ............................................................ 62
E. Rangkuman Pembahasan ............................................................................... 63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Faktor Risiko untuk Diabetes Melitus Tipe II
Tabel II. Kategori Status Glukosa Darah
Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (lebih dari 18 Tahun) Menurut
JNC VII
Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)
Tabel V. Persentase Komplikasi Penyerta pada Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei
2008-Mei 2009
Tabel VI. Persentase Penyakit Penyerta pada Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei
2008-Mei 2009
Tabel VII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang
Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel VIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem
Hormon yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel IX. Persentase Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang
Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
xvi
Tabel X. Persentase Golongan dan Jenis Obat Analgesik yang Digunakan
Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XI. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem
Saraf Pusat yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XII. Persentase Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan Pasien
DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang
Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XIV. Persentase Golongan dan Jenis Obat Sendi dan Gout yang
Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XV. Persentase Kasus DRP yang Teridentifikasi pada Pasien DM
Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XVI. Kasus Membutuhkan Terapi Obat Tambahan yang Teridentifikasi
pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
xvii
Tabel XVII. Kasus Tidak Perlu Terapi Obat yang Teridentifikasi pada Pasien
DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XVIII. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada pasien
DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XIX. Gambaran Tingkat Tekanan Darah dan Kadar Glukosa Darah
Pasien DM Komplikasi Hipertensi saat Keluar Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XX. Persentase Lama Tinggal Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tabel XXI. Ringkasan Drug Related Problems (DRPs)
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram Persentase Umur Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Gambar 2 Diagram Persentase Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Gambar 3 Diagram Persentase Kelas Terapi Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei
2008-Mei 2009
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data SOAP Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia
menempati urutan keempat terbesar di dunia. Tahun 2000 terdapat 8,4 juta
penduduk yang mengidap DM. Tahun 2006 jumlahnya diperkirakan meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, di antaranya baru 50% orang yang sadar mengidap
DM dan hanya 30% yang berobat secara teratur. WHO juga memperkirakan,
tahun 2030 akan ada sekitar 21,3 juta penduduk Indonesia yang mengidap DM
(Fitria, 2009).
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi karena
insulin berpengaruh dalam banyak organ dan berperan dalam penyimpanan
berbagai hasil metabolisme ke dalam jaringan. Hipertensi merupakan salah satu
jenis komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DM. Prevalensi penderita
hipertensi pada orang DM adalah 1,5–3 kali dibandingkan orang tanpa DM dalam
kelompok umur yang sama.
Pada pasien DM kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan masuk ke
dalam ginjal. Saat kadar glukosa yang tertimbun ginjal melebihi ambang batas
maka akan terjadi proses diuretik osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan
berlebih untuk mengeluarkan glukosa melalui urin akibatnya cairan ekstrasel akan
berkurang dan untuk mengkompensasinya cairan intrasel akan keluar dan
menyebabkan cairan tubuh berlebih sehingga terjadi hipertensi.
2
Dalam studi klinik menunjukkan orang dengan DM komplikasi
hipertensi mempunyai peluang 2 kali lipat terhadap penyakit kardiovaskuler
daripada orang tanpa DM. Hipertensi dapat menimbulkan risiko terjadinya stroke,
penyakit jantung koroner (PJK), retinopati, nefropati dan dapat meningkatkan
mortalitas sebesar empat sampai lima kali lipat karena komplikasi pada arteri
koroner (PJK) atau stroke.
Penatalaksanaan terapi pada DM komplikasi hipertensi diharapkan
mampu mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler yang
terjadi pada gejala lanjutan DM. Pasien DM dengan komplikasi hipertensi akan
mendapatkan terapi obat antidiabetes dan antihipertensi, serta obat–obatan lain
yang terkait dengan penyakit penyerta lainnya, misalnya infeksi, nefropati, stroke
dan retinopati. Kompleksnya terapi obat yang diterima penderita DM komplikasi
hipertensi memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan
penggunaan obat (Drug Related Problems) (Puspitaningtyas, 2008).
Untuk mengetahui adanya kemungkinan timbulnya DRPs selama terapi
maka pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi penatalaksanaan terapi pada
pasien diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui profil pasien DM komplikasi hipertensi, profil peresepan
yang digunakan oleh pasien DM komplikasi hipertensi, melihat ada tidaknya
Drug Related Problems (DRPs) dalam proses terapi, mengevaluasi terapi dan
melihat hasil terapi obat yang diberikan pada pasien DM komplikasi hipertensi.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR)
Yogyakarta, karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit yang
3
memberikan layanan rawat inap yang dapat memberikan terapi pada pasien
diabetes melitus komplikasi hipertensi. Data diperoleh dari rekam medik pasien
yang menjalani rawat inap karena proses terapi pada pasien yang menjalani rawat
inap lebih terkontrol dan kemajuan terapi dapat teramati dengan baik.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat
diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
a) Bagaimanakah profil pasien DM komplikasi hipertensi meliputi umur,
komplikasi penyerta, penyakit penyerta dan tingkat tekanan darah pasien saat
masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei
2009?
b) Bagaimanakah profil peresepan obat yang digunakan pada pasien DM
komplikasi hipertensi meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat?
c) Bagaimanakah kasus Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi
pada pasien DM komplikasi hipertensi selama menjalani terapi di RSPR?
d) Bagaimanakah outcome terapi pada pasien DM komplikasi hipertensi setelah
menjalani terapi di instalasi rawat inap RSPR meliputi lama tinggal, tekanan
darah dan keadaan pasien saat keluar rumah sakit?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan data yang ditelusuri di Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan
Terapi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009” belum
4
pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian mengenai DM telah banyak
dilakukan oleh para peneliti lain, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam hal
tujuan penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian dan lokasi penelitian.
Beberapa penelitian mengenai diabetes melitus yang pernah dilakukan di
Universitas Sanata Dharma, antara lain:
a) Nadeak (2000) tentang pola penggunaan antidiabetika oral bagi pasien
diabetes melitus rawat jalan di RS Bethesda Yogyakarta Periode 1998.
b) Triastuti (2004) tentang gambaran peresepan obat pada pasien diabetes
melitus tipe-2 di instalasi rawat inap RS dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2001-
2002.
c) Novita (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi nefropati
pada kasus diabetes melitus di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta Periode 2005.
d) Astri (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus
komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 RS Panti Rapih Yogyakarta.
e) Fransisca Widyastuti (2007) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien
diabetes melitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti
Rapih Yogyakarta Periode 2005.
Penelitian ini berfokus pada evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien
diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan melihat ada tidaknya DRPs dan
melihat hasil terapi obat yang diberikan pada pasien.
5
3. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi
evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus dengan
komplikasi hipertensi, sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan
konsep pelayanan farmasi klinik khususnya pada pasien diabetes melitus
komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.
b) Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran
pola peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes melitus
komplikasi hipertensi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak farmasis
dalam pengelolaan obat kepada pasien diabetes melitus komplikasi
hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di
instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei 2009.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi, yang
meliputi umur, komplikasi dan penyakit penyerta lain serta tingkat tekanan
darah pasien saat masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode
Mei 2008–Mei 2009.
6
b) Mengetahui profil peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes
melitus komplikasi hipertensi yang meliputi kelas terapi, golongan obat
dan jenis obat.
c) Mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada
penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi
hipertensi, meliputi perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,
obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, efek obat yang
tidak diinginkan dan ketidaktaatan pasien.
Mengetahui outcome terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi
setelah menjalani terapi yang meliputi lama tinggal pasien, tekanan darah dan
keadaan pasien saat keluar RSPR.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang dapat disebabkan adanya
gangguan produksi insulin oleh sel–sel β Langerhans kelenjar pankreas dan
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel β pulau
Langerhans. Insulin dalam jaringan akan berfungsi untuk membantu sintesis
dan penyimpanan glikogen serta mencegah pemecahannya. Bila terjadi
kerusakan atau kekurangan insulin di jaringan maka glukosa tidak dapat
masuk dalam jaringan dan akan menumpuk di peredaran darah sehingga
terjadi hiperglikemia yang dapat menyebabkan diabetes melitus.
2. Klasifikasi
Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini.
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) atau DM tipe I.
Diabetes Melitus tipe I disebabkan adanya destruksi sel β pulau
Langerhans di kelenjar pankreas oleh sistem kekebalan tubuh (Triplitt et
al, 2005). Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut
sehingga pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM
tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang
dari 40 tahun (Corwin, 2001).
8
b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau DM tipe II.
Diabetes Melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat
resistensi sel terhadap insulin. Sel–sel β pankreas tetap menghasilkan
insulin, namun mungkin sedikit menurun atau tetap berada dalam
rentang normal sehingga DM tipe II ini dianggap sebagai Diabetes
Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) dan biasanya timbul pada
orang yang berusia lebih dari 40 tahun (Corwin, 2001).
c. Diabetes Melitus pada kehamilan atau DM Gestasional.
Penyakit ini hanya dialami terbatas pada wanita hamil dan
gangguan toleransi glukosa terjadi pertama kali selama kehamilan
(Moningkey, 2000).
d. Diabetes tipe lain yang spesifik atau DM akibat kerusakan genetik.
Tipe DM ini bermacam-macam, antara lain disebabkan terjadinya
mutasi gen yang mengakibatkan resistensi insulin dan gangguan pada
reseptor insulin, atau dapat juga disebabkan adanya gangguan genetik
pada fungsi sel β, penyakit pada pankreas, infeksi bakteri dan berbagai
penyakit kelainan genetik (Triplitt et al, 2005).
3. Patogenesis
a. Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I pada umumnya berkembang pada masa
kanak–kanak atau sebelum dewasa dan disebabkan adanya kerusakan
immune mediated dari sel β pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin
yang mutlak (Triplitt et al, 2005).
9
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan atau kelainan
pada sel β pankreas antara lain:
1) faktor lingkungan.
Destruksi otoimun sel β pulau Langerhans diperkirakan dapat
disebabkan oleh lingkungan. Serangan otoimun ini timbul setelah terjadi
infeksi virus, misalnya gondongan (mumps), rubella, sitomegalovirus
kronik, atau setelah pajanan obat atau toksin (misalnya golongan
nitrosamine yang terdapat pada daging awetan) (Corwin, 2001).
2) faktor genetik (keturunan).
Diabetes Melitus Tipe I ini dapat disebabkan adanya pengaruh
genetik. Orang–orang tertentu mungkin memiliki “gen diabetogenik”,
yaitu suatu profil genetik yang menyebabkan mereka rentan terhadap DM
tipe I (atau penyakit otoimun lainnya) (Corwin, 2001).
b. Diabetes Melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum
terjadi dan jumlah penderita mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Umumnya penderita berusia di atas 40 tahun dan
disebabkan adanya resistensi insulin. Penyakit DM tipe II ini dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan, antara lain obesitas,
diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurangnya gerak badan
(Muchid,2005).
Pada umumnya penderita DM tipe II yang masih berada pada tahap
awal dapat dideteksi adanya kadar glukosa dalam darah yang terlalu
10
tinggi dan jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya. Jadi, awal
patofisiologis DM tipe II bukan disebabkan kurangnya sekresi insulin
seperti pada DM tipe I, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau
tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut
sebagai “Resistensi Insulin” (Muchid,2005).
Sekresi insulin melalui sel–sel β kelenjar pankreas terjadi dalam dua
fase. Fase pertama yaitu sekresi insulin yang terjadi ketika terdapat
peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan fase kedua adalah sekresi
insulin yang terjadi 20 menit sesudah sekresi insulin fase pertama. Pada
awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, yaitu sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Bila tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi
kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali
akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa
pada penderita DM tipe II ini umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,
yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Muchid,2005).
c. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional dapat disebabkan adanya peningkatan
kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang
terus meningkat selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen
akan merangsang pengeluaran insulin sehingga terjadi sekresi insulin
11
yang berlebih seperti pada diabetes tipe II dan akhirnya menyebabkan
penurunan responsivitas sel (Corwin, 2001).
d. Pra-diabetes
Pra-diabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula seseorang
berada di antara kadar normal dan diabetes, yaitu lebih tinggi dari pada
normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan dalam diabetes tipe
II (Muchid, 2005).
Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu seperti berikut ini.
1) Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu kondisi dimana kadar glukosa
darah puasa antara 100-125 mg/dl (Muchid, 2005).
2) Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT), yaitu kondisi dimana kadar glukosa darah saat uji toleransi
glukosa berada di atas normal tapi tidak cukup tinggi untuk
dikategorikan dalam kondisi diabetes (Muchid, 2005).
4. Gejala Klinik
Gejala klasik yang umum timbul pada DM tipe I adalah peningkatan
pengeluaran urin (poliuria), peningkatan rasa lapar (polifagia), penurunan
berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus. Penderita
DM tipe II umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka,
penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas dan komplikasi pada pembuluh darah dan saraf (Muchid, 2005).
12
5. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus tipe II dapat dilihat pada tabel II
berikut ini.
Tabel I. Faktor Risiko DM Tipe II (Muchid, 2005)
Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20-59 tahun : 8,7% > 65 tahun : 18%
Tekanan Darah >140/90mmHg
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
Faktor lain Kurang olah raga Pola makan rendah serat
6. Diagnosis
Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes
Association (ADA) (cit., Triplitt et al., 2005) adalah sebagai berikut ini.
Tabel II . Kategori Status Glukosa Darah (Triplitt et al., 2005)
Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa Darah 2 jam Sesudah Makan
Normal < 100mg/dL < 140mg/dL Pra-diabetes 100 – 125mg/dL 140 – 199mg/dL
Diabetes Melitus ≥ 126mgdL ≥ 200mg/dL
HbA1C adalah suatu produk non-enzim yang dapat menggambarkan
level gula dalam darah. HbA1C ini juga dapat untuk diagnosis kadar gula
darah. Pengukuran HbA1C ini penting karena efektif untuk pengontrolan
glukosa darah dalam 2-4 bulan terakhir (Corwin, 2001).
13
7. Komplikasi
Penderita DM akan mengalami komplikasi akut maupun kronis.
Komplikasi akut yang berbahaya adalah hipoglikemia (kadar gula darah
sangat rendah) yang dapat mengakibatkan koma bahkan kematian. Gejala-
gejala hipoglikemia antara lain pusing, lemas, gemetar, pandangan
berkunang–kunang, keringat dingin dan peningkatan detak jantung sampai
kejang. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe I, yang
dapat dialami 1–2 kali perminggu. (Mucihd, 2001).
Komplikasi kronis pada penderita DM disebabkan oleh tingginya
konsentrasi glukosa darah yang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terjadi di
arteriol, kapiler dan venula. Komplikasi ini disebabkan tingginya kadar
glukosa darah sehingga terjadi penebalan membran basal pembuluh-
pembuluh kecil. Penebalan ini menyebabkan iskemia dan penurunan
penyaluran oksigen dan zat–zat gizi ke jaringan. Selain itu, hemoglobin
terglikosilasi akan memiliki afinitas terhadap oksigen yang tinggi sehingga
oksigen terikat erat ke molekul hemoglobin dan ketersediaan oksigen untuk
jaringan berkurang. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati
(Corwin, 2001).
Komplikasi makrovaskuler terjadi di arteri besar dan sedang.
Komplikasi ini timbul terutama akibat aterosklerosis. Pada penderita diabetes
terjadi kerusakan endotel arteri karena tingginya kadar glukosa, metabolit
14
glukosa maupun kadar asam lemak. Kerusakan ini menyebabkan
permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung
lemak masuk ke dalam arteri (Corwin, 2001).
B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi
bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda
(Corwin, 2001). Menurut Joint National Committee (JNC) VII, kriteria
tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Seseorang mengalami hipertensi
jika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik
(TDD) ≥90 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan tapi dapat
dikendalikan (Yusuf, 2008).
Pada penderita DM tipe I, hipertensi biasanya muncul setelah pasien
mengalami nefropati diabetik atau gangguan ginjal. Sedangkan pada
penderita DM tipe II, hipertensi biasanya timbul sebelum penderita
didiagnosa diabetes atau pada saat penderita didiagnosa diabetes (Tandra,
2004).
2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi JNC VII mengelompokkan kelas hipertensi
dalam batasan di atas umur 18 tahun. Berikut ini ini tabel klasifikasi
hipertensi berdasarkan JNC VII.
15
Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (≥ 18 tahun) Menurut JNC VII (Sassen and Carter, 2005)
Klasifikasi Tekanan
Darah Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80 Prehipertensi 120 - 139 80 - 89
Hipertensi derajat 1 140 -159 90 - 99 Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sistolik adalah tekanan darah yang terukur saat sebelum kontraksi
kardiak dan menunjukkan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan tekanan
diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat setelah kontraksi dan saat
jantung dikosongkan (Sassen and Carter, 2005).
Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai
hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir 90 – 95% kasus
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer
(esensial). Hipertensi primer dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang
menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf
simpatis dan sisten renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel (Yusuf, 2008).
Sedangkan sekitar 5–10% kasus hipertensi telah diketahui
penyebabnya atau disebut hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi ini dapat
diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Hipertensi
sekunder sering terjadi sebelum usia 35 tahun atau sesudah usia 55 tahun
(Yusuf, 2008).
16
3. Patogenesis
Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer.
BP (Tekanan Darah) = CO (Curah Jantung) X TPR (Tahanan Perifer)
Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah
perifer tetap maka tekanan darah meningkat. Kebanyakan pasien hipertensi
esensial mengalami kenaikan resistensi perifer sedangkan curah jantung tetap
sama. Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas darah, diameter
pembuluh darah dan elastisitas pembuluh darah. Viskositas darah yang
semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula
agar darah dapat melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi juga
diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang mengalami
penyempitan (Setiawati dan Bustami, 1999).
Pada pasien DM tipe I, hipertensi dapat disebabkan karena adanya
gangguan fungsi ginjal, sedangkan pada pasien DM tipe II, hipertensi dapat
terjadi karena adanya metabolik sindrom yaitu obesitas, hiperglikemi dan
dislipidemia yang dapat meningkatkan faktor risiko kardiovaskuler (Anonim,
2005).
Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi dapat disebabkan saat
kadar glukosa darah meningkat dan tidak dapat masuk kedalam sel maka
glukosa tersebut akan masuk ke dalam tubulus ginjal. Nilai ambang ginjal
untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah 180 mg/dl, saat keadaan kadar
glukosa bernilai 300–500 mg/dl atau lebih, maka glukosa yang tidak
17
terabsorbsi akan tertimbun di ginjal dan harus dikeluarkan melalui urin
(Guyton and Hall, 1996).
Saat glukosa yang tertimbun dalam ginjal melebihi ambang batas,
maka akan terjadi proses diuresis osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan
berlebih melalui urin untuk mengurangi kadar glukosa darah. Pengeluaran
urin yang berlebih tersebut menyebabkan cairan ekstrasel berkurang dan
tubuh mengalami dehidrasi. Maka untuk kompensasinya volume intrasel
ditarik keluar sehingga cairan tubuh berlebih dan terjadi hipertensi. Dalam
jangka waktu yang lama maka pada penderita DM dapat mengalami
gangguan pada pembuluh darah halus di ginjal, ditemukan juga adanya
penahanan air dan garam di ginjal yang merupakan faktor lain terjadinya
hipertensi (Guyton and Hall, 1996).
Hipertensi pada penderita DM dapat juga disebabkan adanya
pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Ateroskerosis ini banyak terjadi pada penderita yang mengalami obesitas.
Hampir 80% penderita diabetes melitus mengalami obesitas. Pada penderita
diabetes melitus terjadi resistensi insulin yang akan menyebabkan glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa dan lemak dalam
darah akan meningkat. Tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit
glukosa atau kadar asam lemak dalam darah dapat menyebabkan kerusakan
pada lapisan endotel arteri. Kerusakan ini menyebabkan permeabilitas sel
endotel terhadap berbagai bahan di plasma meningkat sehingga kolesterol
dan lemak plasma dapat masuk ke dalam arteri (Corwin, 2001).
18
Kerusakan pada sel endotel ini menimbulkan reaksi peradangan dan
imun, sehingga terjadi pelepasan peptida- peptida vasoaktif dan penimbunan
makrofag dan trombosit di dalam maupun di luar arteri. Produk–produk
peradangan tersebut akan merangsang proliferasi sel otot polos sehingga sel-
sel otot polos tumbuh ke dalam tunika intima. Bila kerusakan dan peradangan
berlanjut, maka agregasi trombosit meningkat dan terbentuk bekuan darah
(trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti oleh jaringan parut sehingga
struktur dinding berubah dan mengalami penebalan (aterosklerosis). Karena
terjadinya proliferasi sel otot polos, pembentukan trombus dan jaringan parut
tersebut maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran darah
yang melintasi arteri meningkat. Ventrikel kiri harus memompa secara lebih
kuat untuk menghasilkan cukup gaya yang mendorong darah melewati sistem
vaskuler yang mangalami aterosklerosis sehingga timbul hipertensi (Corwin,
2001).
4. Gejala Klinik
Gejala yang timbul pada penderita hipertensi berbeda–beda
bergantung pada tingginya tekanan darah. Berdasarkan hasil survei hipertensi
di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi
seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang
sering dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur, dan sesak
napas. Rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, palpitasi, dan mudah
lelah juga banyak dijumpai (Yusuf, 2008).
19
C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi
Tujuan utama terapi penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi adalah
mengontrol tekanan darah, mengurangi risiko komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler terutama yang menyangkut ginjal dan kardiovaskuler,
memperbaiki gejala yang sudah muncul, mengurangi angka kematian dan
meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).
Penatalaksanaan diabetes yang berhasil membutuhkan kerjasama yang erat
dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan yang
menanganinya, antara lain dokter, apoteker, dan ahli gizi. Kebanyakan pasien
dengan diabetes tidak mendapatkan perawatan optimal, seringkali kadar gula tidak
terkontrol dengan baik. Menurut The National Community Pharmacists
Association’s National Institute for Pharmacist Care Outcome di USA, kontribusi
apoteker berfokus kepada pencegahan dan perbaikan penyakit, termasuk
mengidentifikasi dan menilai kesehatan pasien, memonitor, mengevaluasi,
memberikan pendidikan dan konseling, menyelesaikan terapi yang berhubungan
dengan obat untuk meningkatkan pelayanan ke pasien dan kesehatan secara
keseluruhan (Muchid, 2005).
Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah memperlambat proses
berkembangnya risiko kardiovaskuler dengan cara sebagai berikut ini.
1. Menurunkan tekanan darah dibawah angka 130/80 mmHg.
2. Pengaturan kadar glukosa darah mendekati normal yaitu,
(a) kadar gula sesudah makan < 180mg/dl
(b) kadar gula sewaktu 90–130 mg/dl
20
(c) HbA1C < 7%
3. Pengaturan kadar lipid
(a) HDL > 40mg/dl
(b) LDL < 100mg/dl
(c) Trigliserida < 150mg/dl (Anonim, 2005).
Strategi terapi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan terapi non-
farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi dengan
penggunaan obat antihipertensi oral.
a. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada
pengobatan farmakologi dan dapat diberikan mendahului atau bersama–sama
sejak awal dengan pengobatan farmakologi. Terapi non-farmakologi dapat
dilakukan dengan pengurangan berat badan, pengurangan asupan garam, olahraga
teratur, menghentikan rokok, alkohol dan stres untuk menghindari risiko
hipertensi.
Pengurangan berat badan dapat dilakukan dengan mempertahankan Body
Mass Index antara 18,5-24,9 kg/m2. Pengurangan berat badan merupakan indikasi
pengobatan, baik pada hipertensi maupun diabetes melitus. Pengurangan berat
badan ini dapat dilakukan dengan melakukan olahraga teratur dan pembatasan
kalori. Berdasarkan penelitian, olahraga telah terbukti dapat menurunkan tekanan
darah melalui penurunan tahanan perifer. Selain itu olahraga juga dapat
menimbulkan perasaan santai yang dapat menurunkan tekanan darah.
21
b. Terapi farmakologi
1) Terapi farmakologi untuk hipertensi
Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan
dimulainya pengobatan farmakologi. Berdasarkan pedoman JNC VII tahun 2003,
penderita hipertensi derajat satu dapat diberikan terapi farmakologi jika terapi
non-farmakologi tidak mencapai target tekanan darah yang ditetapkan. Individu
yang mengalami prehipertensi tidak diberikan terapi farmakologi tetapi dengan
melakukan terapi non-farmakologi untuk mengurangi risiko berkembangnya ke
arah hipertensi dikemudian hari. Namun, individu dengan prehipertensi yang juga
mengalami diabetes melitus atau penyakit ginjal harus diberikan pengobatan
apabila terapi non-farmakologi gagal menurunkan tekanan darah menjadi 130/80
mmHg atau kurang (Yusuf, 2008).
Sasaran utama yang ingin dicapai pada terapi pasien DM komplikasi
hipertensi adalah pencapaian tekanan darah 130/80 mmHg, untuk itu terapi utama
dengan penggunaan antihipertensi yaitu menggunakan Penghambat Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs). Kedua
obat antihipertensi tersebut terbukti mengurangi risiko kardiovaskuler serta
mencegah adanya risiko gagal ginjal. Terapi dapat pula ditambah dengan thiasid
diuretik serta obat antihipertensi lain seperti β-blocker dan Calcium Channel
Blocker (Sassen and Carter, 2005).
22
a) First Line Therapy
Berdasarkan standar yang dikeluarkan American Diabetes Association
(ADA), obat yang digunakan sebagai First Line Therapy pada pasien DM
komplikasi hipertensi meliputi golongan obat yang ada dibawah ini.
(1) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
Penghambat ACE terbukti menguntungkan untuk pasien yang
mengalami infark miokardium, gagal jantung dan pasien DM yang
mengalami gangguan ginjal. Berdasarkan ADA, obat ini dianggap lebih
sesuai untuk pasien DM dengan komplikasi hipertensi, karena berdasarkan
penelitian yang mengevaluasi penggunaan penghambat ACE pada pasien
dengan komplikasi hipertensi menunjukkan bahwa penggunaan penghambat
ACE dapat menurunkan 20–30% risiko stroke, jantung koroner dan kelainan
kardiovaskuler mayor. Penghambat ACE juga dapat meningkatkan
sensitivitas insulin (Konzem, 2002).
Mekanisme penghambat ACE sebagai terapi utama DM komplikasi
hipertensi adalah menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II yang mengakibatkan dilatasi perifer dan mengurangi resistensi perifer yang
efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor yang mampu meningkatkan ekskresi aldosteron, dengan
aldosteron yang jumlahnya kecil akibatnya terjadi retensi air dan sodium,
sehingga menurunkan tekanan darah.
Penghambat ACE dengan tiazid dapat dipakai saat β-blocker dan
diuretik tidak aktif. Penghambat ACE jika digunakan bersamaan dengan obat
23
kardiovaskuler dapat menyebabkan hipotensi, sedangkan jika dengan β-
blocker menyebabkan keracunan litium. Penggunaan bersama potassium
mengkibatkan hiperkalemia dan jika dipakai dengan Non Steroid Anti
Inflamatory Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari penghambat ACE
(Rudnick, 2001).
Penghambat ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril. Kaptopril
cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga
bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik
pada pemberian penghambat ACE. Dosis pertama penghambat ACE harus
diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak
mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar
sodium rendah (Gormer, 2007).
(2) Angiotensin Receptor Blocker (ARBs)
Antagonis angiotensin II menghambat reseptor angiotensin II dan
memiliki potensi yang sama dengan penghambat ACE dalam menurunkan
tekanan darah namun efek sampingnya lebih kecil (Clarke and Hebron,
1999).
Efek ARBs adalah menghambat angiotensin II yang berperan dalam
vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivitas saraf simpatik, pelepasan
hormon antidiuretik dan konstriksi pada glomerulus. Interaksi obat ARBs
hampir serupa dengan penghambat ACE (Sassen and Carter, 2005).
24
b) Second Line Therapy
(1) Diuretik
Mekanisme kerja diuretik adalah mengekskresikan air dan elektrolit
melalui ginjal sehingga terjadi pengurangan sirkulasi volume darah,
mengurangi cardiac output. Tekanan darah turun karena berkurangnya curah
jantung sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. Pada
pemberian kronik, volume plasma kembali normal tetapi masih 5% di bawah
nilai sebelum pengobatan. Tekanan darah tetap turun karena sekarang
resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi bukan merupakan
efek langsung tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer
terhadap pengurangan volume plasma yang terus menerus atau dapat juga
karena berkurangnya volume cairan interstisial yang dapat mengurangi
kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (Setiawati
dan Bustami, 1999).
(2) β-blocker
β-blocker bekerja dengan mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga curah jantung berkurang. Pada pemberian
kronik resistensi perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap
pengurangan curah jantung yang kronik (Setiawati dan Bustami, 1999).
Jika obat ini dipakai bersamaan dengan phenitoin dapat meningkatkan
efek antihipertensi, pemakaian dengan verapramil dapat menekan jantung dan
menyebabkan hipotensi, sedangkan jika pemakaian dengan sulfonilurea dapat
mengurangi efek dari sulfonilurea.
25
(3) Calcium Channel Blocker (CCB)
Pada otot jantung dan otot vaskuler, ion kalsium berperan dalam
peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol akan
meningkatkan kontraksi. Obat antihipertensi golongan antagonis kalsium
bekerja dengan jalan memblok kanal kalsium yang terletak pada otot polos
sehingga mencegah terjadinya vasokonstriksi (Setiawati dan Bustami, 1999).
Obat golongan antagonis kalsium ini akan menangkal kalsium yang
masuk sehingga kalsium tidak dapat masuk dan mengakibatkan terjadi
dilatasi, suplai oksigen terhadap miokardial meningkat dan menurunkan detak
jantung. Golongan obat antihipertensi ini menurunkan tekanan darah secara
efektif dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik serta menekan kejadian
stroke. Indikasi terutama hipertensi sistolik pada lansia.
(4) Obat Simpatolitik
Obat ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan menekan saraf
simpatik sehingga mengurangi cardiac output dan mengurangi tekanan darah.
Salah satu jenis obat ini adalah klonidin. Jika klonidin dipakai bersamaan
dengan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan tekanan darah dan
penggunaan dengan Central Nervous System (CNS) dapat menurunkan efek
CNS depresan.
(5) Vasodilator
Obat ini bekerja sebagai vasodilator pada arteri, vena ataupun
keduanya untuk menurunkan tekanan sistolik dan diastolik. Obat ini bekerja
26
dengan mengembangkan dinding arteriola sehingga daya tahan pembuluh
perifer berkurang dan tekanan darah menurun.
2) Terapi farmakologi untuk diabetes melitus
a) Insulin
Insulin biasa digunakan pada DM tipe I dan efektif jika diberikan secara
subkutan atau intravena karena jika diberikan secara oral di dalam
gastrointestinal insulin yang berbentuk protein akan pecah dan rusak sebelum
lewat peredaran darah dan didistribusikan.
Insulin juga dapat diberikan pada penderita DM tipe II jika saat terapi
untuk DM tipe II terjadi kegagalan atau kontraindikasi karena masa kehamilan
atau hipersensitif dan saat kadar glukosa naik akibat stress ataupun infeksi serta
akibat pembedahan. Mekanisme kerja insulin mengubah glukosa menjadi
glikogen, meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat pemecahan
glikogen, protein dan lemak, menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh
(Rudnick, 2001).
b) Obat Antidiabetika Oral
Obat antidiabetika oral adalah obat yang digunakan mengatasi keadaan
kadar glukosa darah yang tinggi akibat gangguan kerja insulin, obat ini
mempunyai sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam
pankreas adalah mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan insulin
dengan kerja pankreas yang seminimal mungkin dan efek di luar pankreas
adalah mampu menstabilkan kadar glukosa darah (Rudnick, 2001).
27
D. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs) masalah–masalah yang berkaitan dengan
pemakaian obat atau sering disebut Drug Therapy Problems (DTPs)
didefinisikan sebagai permasalahan yang sering muncul didalam farmasi klinis
atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi.
Sedangkan potensial DRP yaitu masalah yang diperkirakan akan terjadi
berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada penderita (Cipolle, 1998).
Dalam Pharmaceutical Care Practice oleh Robert J. Cipolle (1998),
masalah–masalah dalam kajian DRP ditunjukkan oleh kemungkinan penyebab
DRP yang disajikan dalam tabel VI berikut ini.
Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, 1998)
DRPs Kemungkinan penyebab DRPs
1. Perlu terapi obat tambahan (Need for additional drug therapy)
a) Pasien dengan kondisi baru yang membutuhkan obat. b) Pasien kronis membutuhkan kelanjutan terapi obat. c) Pasien dengan kondisi yang membutuhkan kombinasi obat. d) Pasien dengan kondisi yang berisiko dan membutuhkan obat untuk
mencegah.
2. Tidak perlu terapi obat (Unnecessary drug therapy)
a) Tidak ada indikasi pada saat itu. b) Pasien mendapat obat dalam jumlah toksis. c) Kondisi pasien akibat drug abuse. d) Pasien lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi. e) Pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single
drug. f) Pasien minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang
seharusnya dapat dihindarkan. 3. Obat tidak tepat
(Wrong drug) a) Kondisi pasien yang menyebabkan obat bekerja tidak efektif (kurang
sesuai dengan indikasinya). b) Pasien menerima obat yang bukan paling efektif untuk indikasi. c) Pasien mempunyai alergi terhadap obat tertentu. d) Obat yang diberikan memiliki faktor risiko kontraindikasi dengan
obat lain yang juga dibutuhkan. e) Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling murah. f) Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling aman.
28
Lanjutan tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, 1998)
DRPs Kemungkinan penyebab DRPs
4. Dosis kurang (Dosage too low)
a) Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk memberikan respon. b) Konsentrasi obat di bawah therapeutic range. c) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak cukup d) Dosis dan interval obat tidak cukup. e) Pemberian obat terlalu awal.
5. Dosis berlebih (Dosage too high)
a) Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi untuk memberikan respon.
b) Konsentrasi obat di atas therapeutic range. c) Dosis obat terlalu cepat dinaikkan. d) Akumulasi obat karena penyakit kronis. e) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak sesuai.
6.Efek obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction/ADR)
a) Dosis obat yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi kecepatannya.
b) Adaya reaksi alergi terhadap obat tertentu. c) Ada faktor risiko yang membahayakan pasien. d) Interaksi dengan obat – obat atau makanan. e) Hasil laboratorium pasien berubah akibat obat.
7.Ketidaktaatan pasien (In compliance)
a) Pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error. b) Pasien tidak taat instruksi. c) Pasien tidak mengambil obat karena harga obat mahal. d) Pasien tidak mengambil obat karena tidak memahami. e) Pasien tidak mengambil obat karena keyakinan kurang.
E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan
Metode SOAP (Subjective data, Objective data, Assessment and Plan)
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi
dari medical record. Informasi tersebut dapat digunakan untuk membantu
menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks (Kimbe and Young,
2005). Metode SOAP terdiri dari:
1. data subyektif.
Data subyektif adalah informasi yang dapat diketahui dari informasi yang
diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang merawat
pasien. Informasi yang termasuk dalam data subyektif yaitu:
29
a. keluhan atau gejala yang dirasakan pasien
b. riwayat penyakit
c. riwayat pengobatan
d. alergi
e. riwayat sosial atau keluarga (Jones and Rospond, 2003).
2. data obyektif.
Data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi atau pengukuran oleh
tenaga medis yang merawat pasien (Kimble and Young, 2005). Informasi yang
termasuk dalam data obyektif yaitu:
a. data vital
b. pemeriksaan fisik
c. hasil tes laboratorium
d. konsentrasi obat dalam serum
e. hasil tes diagnosa
f. profil pengobatan (Jones and Rospond, 2003).
3. menentukan assessment.
Setelah diperoleh data subyektif dan obyektif, maka langkah selanjutnya
adalah menegakkan diagnosa pasien. Selain itu perlu dilakukan identifikasi
adanya drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya
(Kimble and Young, 2005).
4. menentukan plan/rekomendasi.
Dalam tahap penentuan plan/rekomendasi ini dilakukan perencanaan
terhadap terapi yang akan diberikan atau rekomendasi terhadap kasus drug related
30
problems yang telah teridentifikasi. selain itu diberikan pembelajaran kepada
pasien mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat
mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien
(Kimble and Young, 2005).
F. Keterangan Empiris
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
periode Mei 2008-Mei 2009. Dari hasil penelitian dapat diketahui mengenai
kemungkinan terjadinya DRPs serta solusi pengobatannya.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009” merupakan jenis penelitian non-
eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif. Data diperoleh dari lembar
rekam medik yang diambil secara retrospektif. Retrospektif adalah penelusuran
data masa lalu pasien dari catatan rekam medis pasien (Kountour,2003).
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental karena subjek uji
tidak diberi perlakukan. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif, disebut
deskriptif karena penelitian ini memberikan gambaran atau uraian atas suatu
keadaan dengan sejelas mungkin dengan mengamati fenomena kesehatan yang
terjadi (Kountour, 2003).
B. Definisi Operasional
1. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang
menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
periode Mei 2008-Mei 2009.
2. Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah pasien yang didiagnosa
mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah
puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.
3. Tekanan darah masuk adalah tekanan saat pengukuran pertama pasien masuk
rawat inap RSPR yang dapat digunakan untuk menentukan derajat hipertensi
32
pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR. Menurut JNC VII, kategori derajat
hipertensi pasien terdiri dari prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi
derajat 2.
4. Profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi umur, komplikasi
dan penyakit penyerta lain serta derajat hipertensi pasien saat masuk di instalasi
rawat inap RSPR.
5. Data umur pasien dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok umur 40-
49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, 70-79 tahun, ≥80 tahun.
6. Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi hipertensi
terkait dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.
7. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM
komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler.
8. Profil Obat meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat.
9. Kelas terapi adalah kelompok besar obat yang terdiri beberapa golongan obat
yang memiliki sasaran pengobatan yang sama, misalnya kelas terapi obat sistem
kardiovaskuler, terdiri dari golongan obat antihipertensi, antiangina dan lain–lain.
10. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas
terapi yang diberikan untuk pasien. Misalnya, golongan obat hipoglikemik,
golongan antipiretik, golongan antihipertensi.
11. Jenis obat adalah nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap dalam satu
kali periode pengobatan.
33
12. Outcome terapy adalah hasil terapi atau keadaan pasien setelah menjalani terapi,
yang meliputi lama tinggal, tekanan darah dan keadaan pasien saat keluar RSPR.
13. Data lama tinggal pasien dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu 1-3 hari, 4-6
hari, 7-9 hari, 10-12 hari, 13-15 hari dan ≥16 hari.
14. Tekanan darah keluar adalah tekanan darah saat pengukuran sebelum pasien
keluar dari rawat inap RSPR yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan
pasien saat keluar RSPR.
15. Data keadaan pasien dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu sembuh,
membaik dan belum membaik. Keadaan pasien sembuh jika tekanan darah darah
turun sampai ≤130/80mmHg, membaik jika tekanan darah pasien mengalami
penurunan tetapi tidak sampai ≤130/80mmHg, sedangkan belum membaik jika
tekanan darah pasien tidak mengalami penurunan, tetap atau justru mengalami
peningkatan.
16. Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien
diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi, meliputi perlu terapi obat
tambahan, tidak perlu terapi obat, obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat
berlebih dan efek obat yang tidak diinginkan.
17. Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi jumlah
kasus (n=25) dikalikan seratus persen. Penghitungan ini digunakan dalam
menghitung persentase umur pasien, profil tekanan darah, komplikasi penyerta,
penyakit penyerta, kelas terapi obat, golongan obat, jenis obat dan outcome
therapy.
34
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah 25 pasien DM komplikasi
hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008-Mei 2009
yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu pasien yang didiagnosa
mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah
puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan berasal dari lembar rekam medik (Medical
Record) pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Panti Rapih periode Mei 2008–Mei 2009.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus
dengan komplikasi hipertensi dilaksanakan di unit rekam medik Rumah Sakit
Panti Rapih yang terletak di Jalan Cik Dik Tiro No. 39 Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap, yaitu sebagai berikut ini.
1. Persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal, yaitu dengan proses pengumpulan informasi
yang dibutuhkan untuk penelitian. Setelah dilakukan proses tersebut kemudian
diperoleh informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih dangan melihat pola
penyebaran penyakit diabetes melitus komplikasi hipertensi selama Mei 2008–
Mei 2009. Berdasarkan informasi tersebut diketahui jumlah pasien diabetes
35
melitus dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
periode Mei 2008–Mei 2009 sebanyak 144 pasien.
2. Pengambilan Data
Tahap pengambilan data ini terdiri dari 3 proses, yaitu:
a. proses penelusuran data
Berdasarkan informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih diperoleh data
bahwa jumlah penderita DM komplikasi hipertensi pada periode Mei 2008-Mei
2009 sebanyak 144 pasien. Dari 144 pasien DM komplikasi hipertensi
dilakukan pengambilan sampel kasus dengan menggunakan kriteria inklusi
penelitian sehingga diperoleh 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi.
b. proses pengumpulan data
Proses pengumpulan data dimulai dengan melihat medical record
pasien DM komplikasi hipertensi. Data pasien yang diambil meliputi nama,
umur, keluhan utama, riwayat penyakit, diagnosis, jenis obat, dosis obat, cara
pemberian obat, lama tinggal, tekanan darah saat masuk dan keadaan pasien
saat pulang atau outcome therapy.
c. proses pengolahan data
Data yang telah diambil dari medical record pada tahap sebelumnya
kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut berisi profil pasien
(umur, diagnosa masuk, diagnosa keluar, komplikasi dan penyakit penyerta),
data laboratorium (tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, SGOT,
SGPT, kolesterol dan glukosa darah), profil pengobatan (jenis obat, dosis) serta
outcome terapi (lama tinggal pasien dan keadaan pasien saat keluar RSPR)
36
3. Analisis Data
Data dari medical record tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug
related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang
digunakan sebagai acuan adalah American Diabetes Association (ADA) guideline,
MIMS Indonesia (periode 2008/2009), Informatorium Obat Nasional Indonesia
(2000).
Data berdasarkan pencatatan medical record dievaluasi mengenai drug
related problems-nya. Dengan melihat drug related problems yang terjadi selama
proses terapi dapat diketahui perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,
obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih dan efek obat yang tidak
diinginkan. Data yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar
pengobatan untuk DM komplikasi hipertensi, kemudian data dievaluasi secara
kasus perkasus.
G. Kesulitan Penelitian
Proses pengambilan data pasien DM komplikasi hipertensi di unit rekam
medik RSPR Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini mengalami beberapa
kesulitan. Kesulitan pertama adalah kesulitan dalam membaca beberapa tulisan
yang ada di medical record. Usaha yang dilakukan adalah dengan menanyakan
kepada beberapa pihak yang mengerti. Kesulitan yang kedua adalah kesulitan
dalam mendapatkan dokumen medical record karena seringkali saat peneliti akan
mengambil data, medical record yang akan dipakai sedang digunakan pasien
untuk kontrol atau pasien sedang menjalani rawat inap kembali di rumah sakit.
37
Usaha yang dilakukan adalah dengan menunggu beberapa hari atau beberapa
minggu sampai dokumen medical record tersebut kembali.
H. Analisis Hasil
1. Persentase umur pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara
menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi jumlah
sampel kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung
dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta
dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.
3. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung
dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis penyakit penyerta
dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.
4. Persentase derajat hipertensi pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR
dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range derajat
hipertensi tertentu dibagi jumlah sampel kemudian dikalikan 100%.
5. Persentase kelas terapi pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara
menghitung jumlah pasien masing-masing kelas terapi dibagi jumlah sampel
pasien kemudian dikalikan 100%.
6. Persentase lama tinggal perawatan pasien DM komplikasi hipertensi di RSPR
dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama
tinggal tertentu dibagi jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
38
7. Persentase keadaan pasien DM komplikasi hipertensi saat keluar dari RSPR
dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing keadaan saat
keluar RSPR dibagi jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
8. Persentase jumlah drug related problems pasien DM komplikasi hipertensi
dihitung dengan cara menghitung jumlah masing-masing kasus drug related
problems dibagi dengan jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes
Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini dilakukan dengan menelusuri data
rekam medis pasien yang terdiagnosa sebagai penderita diabetes melitus dengan
komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di Instalasi Rawat Inap RSPR
Yogyakarta pada periode Mei 2008-Mei 2009. Berdasarkan data yang telah
diperoleh dari Instalasi Rekam Medik diperoleh 25 kasus pasien DM dengan
komplikasi hipertensi yang menjalani terapi rawat inap di RSPR Yogyakarta.
Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah memperoleh data rekam medis pasien
adalah dengan mencatat seluruh data pasien yang dibutuhkan yang tercantum
dalam lembar rekam medis.
A. Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi
1) Berdasar Umur
Hipertensi merupakan salah satu jenis komplikasi yang sering dijumpai
pada penderita DM. Hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah hingga
lebih dari 140/90 mmHg. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari lembar
rekam medis profil umur pasien DM komplikasi hipertensi dibagi menjadi 5
kelompok. Berdasarkan gambar 1 diperoleh penderita paling banyak terdapat
dalam kategori umur 60-69 tahun. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada
umur diatas 60 tahun resiko komplikasi hipertensi pada pasien DM lebih tinggi
bila dibandingkan pada umur dibawah 60 tahun.
2)
Gamdi R
S
mengalam
tersebut p
telah dijal
hidup.
B
dan terus
Komplika
muncul se
berjalan 1
Berdasar
K
hipertensi
Terjadinya
terapi yan
bar 1. DiagRumah Sak
Setelah umu
mi penuruna
asien tidak
ani tidak da
Berdasarkan
s menerus
asi hipertens
etelah umur
0-15 tahun.
Komplika
Komplikasi
yang terk
a komplika
ng dijalani
gram Persekit Panti R
ur 60-69 tah
an. Hal ini m
mampu me
apat memba
n teori, pada
s dapat m
si biasanya
r 40 tahun d
si Penyerta
penyerta a
kait dengan
asi tersebut
i oleh pas
48%
8%
entase UmuRapih Yogya
hun, persen
mungkin da
engelola pen
antu pasien
a pasien DM
menyebabka
terjadi pada
dan komplik
a
adalah peny
n komplikas
tergantung
sien. Sema
8%4%
ur Pasien Dakarta Per
ntase pasien
apat disebab
nyakitnya d
sehingga pa
M dengan k
an timbuln
a pasien DM
kasi umumn
yakit yang
si mikrova
g dari peng
akin rendah
32%
DM Kompliiode Mei 2
n DM komp
bkan setelah
dengan baik
asien tidak m
adar gula d
nya berbag
M tipe II. P
nya timbul
menyertai
skuler dan
endalian se
h kesadaran
40-50-60-70-≥ 8
ikasi Hiper008-Mei 20
plikasi hiper
h melewati
atau terapi
mampu ber
darah yang t
gai kompl
asien DM t
setelah pen
DM komp
makrovask
erta keberha
n pasien u
49 th59 th69 th79 th0 th
40
rtensi 009
rtensi
umur
yang
rtahan
tinggi
likasi.
tipe II
nyakit
likasi
kuler.
asilan
untuk
41
memperhatikan kondisi kesehatannya terutama dalam menjaga kestabilan glukosa
darahnya, maka semakin tinggi pula resiko pasien tersebut untuk mengidap
komplikasi.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat 4 jenis komplikasi
penyerta yang diderita pasien antara lain dislipidemia, stroke, nefropati, Chronic
Renal Failure (CRF). Berdasarkan data yang diambil, komplikasi penyerta yang
paling banyak diderita pada pasien DM komplikasi hipertensi adalah dislipidemia.
Tabel V. Persentase komplikasi penyerta pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Mei 2008-Mei 2009 No Komplikasi penyerta Jumlah kasus
(n=8) Persentase
(%) 1 Dislipidemia 3 12 2 Stroke 2 8 3 Nefropati 2 8 4 Chronic Renal Failure 1 4
Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko utama aterosklerosis.
Dislipidemia ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Pada penderita DM,
glukosa tidak dapat diproses menjadi energi sehingga energi yang akan digunakan
terpaksa dibuat dari sumber lain seperti lemak dan protein. Akibatnya kadar
kolesterol terutama kadar LDL akan meningkat dalam darah. Partikel LDL yang
berada dalam darah akan terjebak dalam pembuluh darah dan mengalami oksidasi
sehingga mengakibatkan terjadinya luka endotel dan perlekatan trombosit yang
akan memacu timbulnya aterosklerosis. Hal tersebut mengakibatkan jantung
bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan
darah pun dapat mengalami peningkatan.
42
Diabetes melitus merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Pada
penderita DM, semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin
memicu terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan gangguan pada
pembuluh darah yang menuju ke otak dan dapat menimbulkan terjadinya stroke
yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
Gangguan ginjal yang terjadi pada penderita DM dapat terjadi karena
kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dengan baik. Tingginya kadar
glukosa darah tersebut akan menyebabkan kerusakan sistem penyaringan, berupa
pembuluh darah halus ginjal.
3) Berdasar Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit
DM komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Penyakit penyerta ini dapat disebabkan oleh
virus luar ataupun efek samping obat yang dipakai selama perawatan. Pada
penelitian ini terdapat 4 jenis penyakit penyerta yang dialami pasien, yaitu Infeksi
Saluran Kencing (ISK), dispepsia, radices dentis dan anemia.
Berdasarkan tabel VI dapat diketahui bahwa penyakit penyerta yang
paling banyak diderita oleh pasien DM komplikasi hipertensi adalah Infeksi
Saluran Kemih (ISK). Pada pasien DM yang memiliki kadar glukosa darah tinggi
sangat mungkin mengalami infeksi karena mikroorganisme penyebab infeksi akan
mudah berkembang dalam lingkungan tersebut. Dalam penelitian ini infeksi yang
paling banyak dialami pasien adalah infeksi saluran kemih yang ditandai dengan
seringnya pasien buang air kecil atau rasa sakit pada punggung. Pasien DM sering
43
mengeluarkan urin sehingga kemungkinan untuk mengalami infeksi saluran
kencing lebih tinggi.
Tabel VI. Persentase penyakit penyerta pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009 No Penyakit penyerta Jumlah Kasus
(n=8) Persentase
(%) 1. Infeksi saluran kencing 5 20 2. Dispepsia 1 4 3. Radices dentis 1 4 4. Anemia 1 4
4) Gambaran Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit
Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan
dimulainya pengobatan farmakologi. Gambaran tekanan darah pasien saat masuk
perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih dapat dilihat dalam gambar 2. Berdasarkan
diagram tersebut diketahui bahwa tekanan darah pasien saat masuk RSPR adalah
hipertensi derajat 2.
Berdasarkan teori pasien DM dengan komplikasi hipertensi mulai diberi
terapi antihipertensi oral saat memasuki tahap pre-hipertensi. Terapi yang
diberikan pada pasien DM komplikasi hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah menjadi ≤130/80 mmHg.
Gambar 2. Diagram Persentase Tingkat Tekanan Darah saat Pasien
Masuk Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
4% 4%
16%
76%
NormalPrehipertensiDerajat 1Derajat 2
44
B. Profil Obat-obat yang digunakan oleh Pasien Diabetes Melitus
dengan Komplikasi Hipertensi
1) Kelas Terapi
Kelas terapi obat adalah jenis obat yang diterima oleh pasien selama
periode pengobatannya, baik obat antidiabetika oral maupun obat lain yang
digunakan bersamaan untuk mengobati komplikasi ataupun penyakit penyerta
yang dialami pasien. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pasien DM
komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di RSPR tidak hanya diberi obat-obat
untuk mengatasi diabetes melitus dan hipertensi saja. Akan tetapi pasien juga
diberi obat-obat lain yang digunakan untuk membantu pemulihan kondisi pasien
selama menjalani proses terapi di rumah sakit.
Dari gambar 3 dapat dilihat 8 kelas terapi obat yang digunakan oleh
pasien DM komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di Rumah Sakit Panti
Rapih. Kelas terapi obat tersebut meliputi obat kardiovaskuler, obat yang
mempengaruhi sistem hormon, gizi dan darah, analgesik, sistem saraf pusat,
antibiotik, saluran cerna, sendi dan gout.
Obat kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi sistem hormon adalah
kelas terapi obat yang paling banyak digunakan pasien yaitu sebanyak 25 kasus
atau 100%. Pasien yang mengalami hipertensi dapat disebabkan karena
ketidaknormalan tekanan darah maupun kadar lemak dalam darah sehingga pasien
membutuhkan obat kardiovaskuler untuk mengendalikan tekanan darah, kadar
lemak darah dan mencegah timbulnya penyakit jantung yang lebih serius.
2)
a)
Gam
O
baik insu
mengenda
mengontro
dengan me
gizi dan d
glukosa d
pemelihar
terapi obat
Golongan
) Obat kard
O
Pasien DM
0%
20%
40%
60%
80%
100%
mbar 3. DiaHiper
Obat yang m
ulin maupu
alikan kadar
ol kadar gl
enggunakan
darah. Pasie
darah yang
raan keseha
t lain yang
n Obat
diovaskule
Obat kardiov
M komplika
%
%
%
%
%
%100%
agram Persrtensi di Ru
Peri
mempengar
un obat a
r glukosa d
lukosa dara
n obat-obat
en diabetes
g terkontro
atan pasien
sedang dija
r
vaskuler dig
asi hipertens
100%
76%
48%
sentase Kelumah Sakitiode Mei 20
ruhi sistem
antidiabetes
darah pasien
ah baik den
antidiabete
melitus m
ol. Obat g
selama me
alani pasien.
gunakan unt
si jika tidak
%44%32%
24
las Terapi t Panti Rap008-Mei 20
hormon te
s oral. Ob
n. Pasien di
ngan meng
s. Sedangka
membutuhka
izi dan da
enjalani tera
.
tuk terapi k
ditangani d
%20%
Pasien DMpih Yogyak009
erdiri dari o
bat ini di
iabetes mel
gatur pola
an urutan ke
an gizi seim
arah ini d
api dan seb
komplikasi p
dengan baik
Obat kar
Obat yanSistem HoObat Gizi
Obat Ana
Obat yanSistem SaObat Ant
Obat Salu
Obat Sen
M Komplikakarta
obat antidia
igunakan u
litus harus
makan ma
etiga adalah
mbang dan k
digunakan u
bagai pendu
pada pasien
k dapat men
diovaskuler
ng Mempengaormoni dan Darah
algesik
ng Mempengaaraf Pusattibiotik
uran Cerna
di dan Gout
45
asi
abetes
untuk
dapat
aupun
h obat
kadar
untuk
ukung
n DM.
garah
aruhi
aruhi
46
pada Coronary Vascular Disease (CVD). Pada penderita DM komplikasi
hipertensi tingginya kadar gula dalam darah akan menyebabkan darah menjadi
lebih kental sehingga semakin membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi
pula agar darah dapat melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi
tersebut juga diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang
mengalami penyempitan sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah. Akibatnya otot jantung akan lemah, penderita akan mengalami
iskemia sehingga sebagian otot jantung mati karena kekurangan oksigen yang
dapat memacu timbulnya angina.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa obat kardiovaskuler yang
digunakan meliputi golongan obat antihipertensi, obat antiangina, obat diuretik,
obat untuk gangguan sirkulasi darah, obat antihiperlipidemik dan obat sistem
koagulasi darah. Berdasarkan tabel VII dibawah ini diketahui obat kardiovaskuler
yang paling banyak digunakan adalah sub-golongan Angiotensin Receptor
Blocker (ARBs) dan obat antagonis kalsium dengan presentase penggunaan sama
yaitu 56%. Sedangkan jenis obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan
adalah kaptopril dan amlodipin besilat sebanyak 8 kasus (32%).
Penggunaan antihipertensi pada pasien DM komplikasi hipertensi
berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan bahaya metabolit sindrom yang
dapat mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskuler jika tidak tertangani
dengan baik. Berdasarkan rekomendasi American Diabetes Association (ADA)
pengobatan DM komplikasi hipertensi rekomendasi pengobatan yang utama
47
adalah penggunaan obat penghambat ACE dan ARBs untuk menurunkan tekanan
darah sampai 130/80 mmHg.
Obat antagonis kalsium bekerja dengan menghambat masuknya ion
kalsium ke dalam sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga menyebabkan
vasodilatasi dan dapat menurunkan tekanan darah pasien dengan menurunkan
detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung. Obat vasodilator
perifer dapat mengurangi resiko terjadinya penyumbatan arteri terutama
aterosklerosis yang bekerja dengan mengembangkan dinding arteriola sehingga
daya tahan pembuluh darah perifer berkurang dan tekanan darah menurun.
Diuretik sebagai obat tambahan pada pasien DM komplikasi hipertensi yang dapat
diberikan secara intravena untuk mengurangi sesak nafas yang dialami pasien
dengan cepat. Obat antiangina digunakan untuk mencegah serangan akut angina
pectoris dan mencegah nyeri dada yang dialami pasien saat istirahat.
Obat anti koagulasi darah yang digunakan adalah kelompok hemostatik
dan antiplatelet. Pada pasien DM komplikasi hipertensi, semakin tinggi kadar gula
dalam darah akan menyebabkan darah lebih kental dan sukar membeku sehingga
proses pembekuan darah akan berlangsung lama. Obat ini dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler karena antiplatelet bekerja dengan
cara mengurangi agregasi platelet sehingga menghambat terjadinya pembentukan
trombus pada sirkulasi arteri.
48
Tabel VII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
No
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTA
SE (%)
1
Antihipertensi
ACE Inhibitor (ACEI)
Kaptopril Kaptopril 8 32
Angiotensin Receptor Blocker
(ARBs)
Irbesartan Aprovel® 4 16
Valsartan Blopress 3 12 Amlodipin
besylat&valsartan Exforge® 7 28
Obat yang bekerja sentral
Klonidin Catapress® 5 20
2
Antiangina
Gol. Nitrat Isosorbitdinitrat Cedocard® 1 4
Antagonis Calsium
Diltiazem HCL Herbesser® 3 12 Diltiazem 2 8
Nifedipin Adalat® 1 4
Amlodipin besylat Divask® 3 12
Tensivask® 1 4 Norvask® 4 16
β-blocker
Propanolol Propanolol 1 4 Carvedilol
Dilbloc® 1 4
3 Diuretik Diuretik kuat Furosemid Lasix® 5 20 4
Gangguan sirkulasi darah
Vasodilator
perifer
Citicoline Brainact® 2 8 Cinnarizine Stugeron® 2 8 Nicergolin Serolin® 1 4
Pentoksifilin Trental® 1 4 Flunarizine Unalium® 4 16
5
Antihiperlipidemik
Klofibrat
Gemfibrozil Hypofil® 3 12 Fenofibrate Lipanthyl® 1 4
Statin
Simvastatin Simvastatin 1 4 Ezetimibe Ezetrol® 1 4
Simvastatin&ezetimibe
Vytorin® 1 4
6 Obat sistem koagulasi darah
Hemostatik Asam tranexamic Kalnex® 1 4 Antiplatelet Cilostazol Pletaal® 2 8
Citaz® 1 4 Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat kardiovaskuler.
b) Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon
Obat yang mempengaruhi sistem hormon yang digunakan dalam
penelitian ini adalah golongan obat antidiabetik. Antidiabetik digunakan dalam
49
pengobatan penyakit diabetes melitus yang dibedakan menjadi antidiabetik
parenteral dan antidiabetik oral. Tujuan pengobatan diabetes melitus ini adalah
menjaga agar kadar glukosa darah berada dalam batas normal. Pengontrolan kadar
glukosa darah dapat dilakukan dengan mengatur pola makan, mengatur aktifitas
fisik dan pemberian obat antidiabetik. Obat antidiabetik diberikan jika terapi non
farmakologis tidak dapat mengontrol kadar glukosa darah.
Dalam penelitian ini antidiabetik parenteral yang digunakan adalah
insulin sedangkan antidiabetik oral yang digunakan adalah sulfonilurea,
biguanida, tiazolidindion dan penghambat α-glukosidase. Golongan insulin
diperlukan bagi pasien yang benar-benar membutuhkan insulin karena ada
gangguan dalam sekresi insulinnya. Berdasarkan hasil penelitian, insulin yang
digunakan dalam pengobatan pasien DM komplikasi hipertensi terdiri dari insulin
tunggal dan insulin campuran. Insulin tunggal merupakan jenis insulin yang
paling banyak digunakan. Insulin tunggal ini memiliki onset yang cukup singkat
yaitu 0,5 jam dan durasi berkisar antara 6-8 jam. Setelah melewati masa durasi
kadar insulin akan berkurang secara perlahan dan dapat menyeimbangkan dengan
kadar glukosa darah sehingga dapat mencukupi pasokan insulin sesuai dengan
kebutuhan pasien dan tidak terjadi hipoglikemi.
Antidiabetika oral yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini
adalah sulfonilurea dan biguanida dengan persentase penggunaan yang sama
sebanyak 36%. Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di
pankreas sehingga hanya efektif bila sel β-pankreas masih dapat berproduksi.
Jenis obat golongan sulfonilurea yang paling banyak digunakan adalah glikuidon.
50
Glikuidon dapat digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan dapat
digunakan dengan dosis awal yang kecil yaitu 15-60mg/hr.
Tabel VIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon yang digunakan Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
No
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE
(%) 1 Antidiabetik
Parenteral
Insulin
Tunggal Insulin RI 7 28
Campuran Humulin 1 4
2 Antidiabetik Oral
Sulfonilurea
Gliquidone Glurenorm 4 16
Glimepiride Gluvas® 2 8 Glimepiride 2 8
Glibenklamid Glibenklamid 1 4 Biguanida Metformin Glumin XR® 4 16
Glucophag® 1 4 Metformin 4 16
Tiazolidindion Rosiglitazone maleat
Avandia 1 4
Penghambat α-glukosidase
Glucobay Acarbose 1 4
Kombinasi
Glimepiride&metformin
Amaryl M 1 4
Glibenklamid&metformin
Glucovance® 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat yang mempengaruhi hormon.
Jenis obat golongan biguanida yang banyak digunakan adalah metformin.
Obat ini bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan menurunkan produksi
glukosa hati dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini tidak
merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Metformin digunakan pada
pasien yang memiliki berat badan berlebih dan dapat menurunkan nafsu makan
sehingga berat badan pasien dapat menurun. Metformin tidak boleh digunakan
oleh pasien yang mengalami gangguan ginjal karena dapat terakumulasi pada
51
pasien dengan gangguan ginjal dan hati sehingga dapat meningkatkan resiko
asidosis laktat. Berdasarkan teori, pasien dinyatakan mengalami gangguan ginjal
jika kadar kreatinin lebih dari 1,4mg/dL pada wanita dan lebih dari 1,5mg/dL
pada laki-laki. Kombinasi antara metformin dengan golongan sulfonilurea dapat
meningkatkan efek hipoglikemi dan dapat digunakan pada pasien yang tidak
cukup menerima hanya terapi antidiabetik oral secara tunggal.
Tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin.
Jenis obat golongan tiazolidindion yang digunakan adalah rosiglitazone maleat.
Efek hipoglikemik obat ini cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin.
Penghambat α-glukosidase bekerja dengan menghambat kerja enzim-enzim
pencernaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa
ke dalam darah. Obat ini diminum bersama suapan pertama setiap makan. Jenis
obat golongan penghambat α-glukosidase adalah acarbose dan dapat dikombinasi
dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.
c) Obat Gizi dan Darah
Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap
memerlukan gizi yang seimbang. Obat gizi dan darah digunakan untuk menambah
kondisi kesehatan pasien sehingga mempercepat proses penyembuhan, menjaga
organ agar tetap berfungsi secara optimal, menambah tenaga dan mengatasi gejala
kekurangan nutrisi. Gangguan nutrisi pada pasien dapat memperparah penyakit
yang sedang dideritanya, sehingga asupan gizi sangat diperlukan terutama jika
nafsu makan pasien menurun. Pasien diabetes melitus seringkali menjalani terapi
52
dengan diit, oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian nutrisi dan vitamin
supaya tidak terkena malnutrisi dan dehidrasi.
Tabel IX. Persentase Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hhipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
No
GOLONGAN
OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT
NAMA DAGANG JUM LAH
PERSENTASE (%)
1
Vitamin
Vitamin B Vitamin B kompleks
Neurobion® 2 8
Folic acid Folavit® 2 8 Vitamin A Glucobion 2 8
2
Mineral dan
elektrolit
Elektrolit oral K-I aspartate Aspar-K® 3 12
Elektrolit intravena
NaCl NaCl 0,9% 1 4 NaCl 3% 2 8
Asering NaCl 5 20 Glukosa Dekstrosa 5% 1 4
Dekstrosa 10% 1 4
3 Nutrisi oral
Nutrisi enteral Asam amino esensial
Ketosteril® 2 8
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat gizi dan darah. Dalam penelitian ini obat gizi dan darah yang banyak digunakan adalah
mineral dan elektrolit yang diindikasikan untuk menyeimbangkan ion tubuh
sehingga organ-organ dalam tubuh dapat bekerja secara optimal. Obat mineral
juga digunakan untuk mengatasi efek samping obat antihipertensi diuretik yaitu
hipokalemia sehingga tambahan obat mineral digunakan untuk menjaga
keseimbangan mineral dalam tubuh pasien.
d) Obat Analgesik
Obat analgesik digunakan untuk mengatasi penyakit penyerta yang
menyertai pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi. Dalam penelitian ini obat
analgesik yang digunakan adalah analgesik non-opioid. Analgesik non-opioid
53
dapat digunakan untuk nyeri ringan seperti sakit kepala. Pasien sering mengeluh
pusing, nyeri atau suhu tubuh diatas normal. Nyeri dapat timbul akibat terlalu
lama berbaring sehingga tubuh yang biasa beraktivitas harus terdiam atau
berbaring dan lama kelamaan mengakibatkan timbulnya nyeri.
Tabel X. Persentase Golongan dan Jenis Obat Analgesik yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGA
N OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE (%)
Analgesik non-opioid
-
Parasetamol Sanmol® 6 24 Asam
mefenamat Mefinal® 1 4
Tioridinas HCL Non flamin® 2 8 Kombinasi Methampyron&
diazepam Analsik® 4 16
Cetalgin® 1 4 Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat analgesik.
Berdasarkan hasil penelitian parasetamol paling banyak digunakan untuk
mengobati nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol ini hanya digunakan jika
diperlukan saja dan bukan merupakan pengobatan utama.
e) Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat
Obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat yang digunakan adalah
antiemetik dan vertigo, nootropik dan neurotronik, antikonvulsan dan ansiolitik.
Dari golongan tersebut, obat golongan antiemetik dan vertigo merupakan
golongan yang paling banyak digunakan. Obat ini digunakan untuk mengatasi
mual yang dirasakan oleh pasien baik karena penyakit penyerta yang mereka
alami maupun karena efek samping dari penggunaan metformin. Dari tabel XI
dapat dilihat bahwa obat antiemetik yang paling banyak digunakan adalah
metoklopramid yang bekerja di sistem saraf sentral dan perifer.
54
Tabel XI. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
No
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGA
N OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE (%)
1
Antiemetik dan vertigo
Antiemetik Metoklopramid HCL
Primperan 3 12
Domperidon Motilium 1 4
Antivertigo Betahistin Maleat
Merislon® 4 16 Mertigo® 1 4
2 Nootropik dan Neurotonik
Mecobalamin Methycobalt® 2 8
3 Antikonvulsan Pregabalin Lyrica® 3 12 4 Ansiolitik Alprazolam Xanax® 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat sistem saraf pusat. Obat golongan ansiolitik berfungsi untuk membantu pasien tidur dan
mengatasi kecemasan akibat kondisi stress saat menjalani terapi. Obat ini bekerja
dengan mekanisme meningkatkan neurotransmisi GABA (Gamma Amino Butyric
Acid), suatu neurotransmitter penghambat yang penting di sistem saraf pusat.
f) Antibiotik
Antibiotik digunakan sebagai antibakteri dalam proses terapi pasien DM
komplikasi hipertensi terutama dalam terapi lanjutan terhadap infeksi yang sering
terjadi pada penderita DM. Tingginya kadar glukosa darah pada pasien DM akan
mempermudah terjadinya ganggren dan ulkus karena semakin tinggi kadar
glukosa darah pasien maka luka yang ada akan lebih sukar sembuh sebab bakteri
akan mampu bertahan dalam lingkungan dengan kadar glukosa tinggi. Selain itu
antibiotik juga digunakan untuk mengatasi infeksi yang dialami oleh pasien
seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK).
55
Tabel XII. Persentase Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE
(%)
Antibiotika
Penicillin
Amoksisilin& clavunic acid
Claneksi® 1 4 Aclam® 1 4
Kuinolon
Ciprofloxacin Ciproxin 2 8 Pefloxacin Dexaflox® 2 8
Sefalosporin Ceftriaxone disodium
Ceftriaxone 3 12
Sefotiam Ceradolan® 2 8 Cefuroxime Kalcef 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis antibiotik.
g) Obat Saluran Cerna
Obat saluran cerna yang digunakan dalam terapi adalah obat antitukak.
Penggunaan antitukak khususnya sub-golongan penghambat pompa proton
memiliki persentase penggunaan paling tinggi. Obat ini menghambat sekresi asam
lambung dengan cara menghambat H+/K+-ATPase dalam sel parietal lambung
yang dapat menimbulkan efek anti sekresi yang kuat dan lama sehingga efek
samping mual yang ditimbulkan karena penggunaan sulfonilurea atau metfomin
dapat teratasi dengan baik.
Tabel XIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE
(%) Antitukak
Antagonis reseptos H2
Ranitidine HCL Rantin® 2 8
Penghambat pompa proton
Pantoprazole Pantozol® 3 12
Pelindung mukosa Sukralfat Inpepsa® 1 4
56
h) Obat Sendi dan Gout
Obat penyakit otot skelet atau sendi yang digunakan adalah obat untuk
reumatik dan gout. Jenis obat yang yang paling banyak digunakan adalah obat
untuk gout yaitu allopurinol dengan persentase penggunaan 16%. Pada penelitian
ini allopurinol digunakan oleh pasien yang memiliki kadar asam urat tinggi. Obat
antigout digunakan untuk mengendalikan keadaan yang berhubungan dengan
kelebihan garan urat serta untuk pengobatan dan pencegahan batu ginjal Ca pada
penderita dengan kadar asam urat dalam serum dan urin yang tinggi.
Tabel XIV. Persentase golongan dan jenis obat sendi dan gout yang digunakan pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
GOLONGAN OBAT
SUB-GOLONGAN
OBAT
JENIS OBAT
NAMA DAGANG
JUM LAH
PERSENTASE %
Obat reumatik&gout
Antiinflamasi nonsteroid
Meloxicam Mobiflex® 3 12
Obat untuk gout Allopurinol 2 8
Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) digunakan untuk gangguan otot
skelet, nyeri dan radang pada penyakit reumatik. Obat ini digunakan oleh pasien
karena pasien DM yang menjalani rawat inap umumnya telah berusia lanjut
sehingga ototnya sudah mulai melemah dan ditambah lagi pasien harus selalu
berbaring ditempat tidur sehingga banyak otot yang tidak bekerja sebagaimana
mestinya yang menyebabkan nyeri, encok ataupun keluhan otot yang lain.
C. Gambaran Kasus Drug Related Problems
Pasien DM dengan komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Panti Rapih mendapatkan obat-obat antidiabetik dan antihipertensi
57
yang diindikasikan untuk mengatasi gula darah dan tekanan darah yang tinggi.
Selain itu, pasien DM dengan komplikasi hipertensi juga diberi obat-obat lain
yang digunakan untuk mengatasi komplikasi maupun penyakit penyerta yang lain.
Kompleksnya terapi obat yang diterima penderita DM komplikasi hipertensi
memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan penggunaan obat
(Drug Related Problems) sehingga perlu dilakukan evaluasi DRPs pada masing-
masing pasien DM komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap di Rumah
Sakit Panti Rapih.
Evaluasi DRPs ini dikhususkan untuk kejadian yang terkait hipertensi
yang dialami pasien diabetes melitus. Evaluasi DRPs ini dilakukan dengan
membandingkan terapi obat setiap kasus dengan standar acuan dari American
Diabetes Association (ADA) guideline tahun 2005, MIMS Indonesia (periode
2008/2009), Informatorium Obat Nasional Indonesia (2000).
Berdasarkan hasil penelitian dari 25 kasus yang dievaluasi terdapat 7
kasus atau 28% yang teridentifikasi terdapat DRPs. Dari tabel XV diketahui
bahwa DRPs yang paling banyak ditemukan adalah memerlukan obat tambahan
dan obat tidak tepat dengan jumlah kasus sama yaitu 4 kasus atau 16%.
Tabel XV. Persentase Kasus DRPs yang Teridentifikasi pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Mei 2008-Mei 2009
No Jenis DRPs yang teridentifikasi Jumlah kasus (n=8)
Persentase (%)
1 Membutuhkan terapi obat tambahan 4 16 2 Tidak perlu terapi obat 2 8 3 Pemilihan obat kurang tepat 2 8
58
1) Membutuhkan Terapi Obat Tambahan
Terapi obat tambahan diperlukan pada beberapa kasus terutama pada
terapi antidiabetes dan antihiperlipidemik. Pasien yang mengalami penurunan
kadar HDL ini dapat diatasi dengan menurunkan berat badan, olahraga dan
berhenti merokok sedangkan peningkatan trigliserida dapat diatasi dengan
pemberian obat antihiperlipidemik kepada pasien.
Tabel XVI. Kasus Membutuhkan Terapi Obat Tambahan yang Teridentifikasi pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
No
Jenis DRPs No Kasus Alasan DRPs Rekomendasi
1
Membutuhkan obat untuk menurunkan kadar glukosa.
Kasus 1. Kadar GD Puasa : 161 mg/dl meningkat jadi 175 mg/dl Kadar GD 2 Jam PP : 192 meningkat jadi 225 mg/dl
Pasien mengalami peningkatan kadar glukosa darah sehingga membutuhkan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar glukosa darah.
Pasien diberi obat antidiabetes metformin dengan dosis 3x500mg/hr.
2
Membutuhkan obat tambahan untuk menurunkan kadar trigliserida
Kasus 6. Kadar trigliserida : 259 mg/dl. Kasus 9. Kadar trigliserida : 500 mg/dl. Kasus 15. Kadar trigliserida : 409 mg/dl.
Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida sampai di atas 200mg/dL dan belum mendapatkan obat antihiperlipidemik sehingga pasien membutuhkan obat untuk menurunkan kadar trigliserida.
Pasien diberi obat antihiperlipidemik sub-golongan klofibrat, seperti gemfibrozil dengan dosis 2x600mg/hr.
Terdapat 1 pasien yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah di
atas normal tetapi belum mendapatkan obat antidiabetes sehingga pasien perlu
diberi antidiabetes metformin dengan dosis 500mg 3x1tab/hr. Pasien yang
mengalami penurunan kadar HDL ini dapat diatasi dengan menurunkan berat
59
badan, olahraga dan berhenti merokok sedangkan peningkatan trigliserida dapat
diatasi dengan pemberian obat antihiperlipidemik kepada pasien. Berdasarkan
hasil penelitian terdapat 3 pasien yang mengalami peningkatan kadar trigliserida
tetapi belum mendapatkan obat untuk menurunkan kadar trigliserida sehingga
pasien dapat diberi obat sub-golongan klofibrat seperti gemfibrozil dengan dosis
2x600mg/hr.
2) Tidak Perlu Terapi Obat
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 2 kasus yang tidak membutuhkan
terapi obat allopurinol sebagi antigout. Berdasarkan Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach (2005) kadar asam urat normal <6,0 mg/dL untuk
wanita dan <7,0 mg/dL untuk laki-laki dan pasien dapat diberi obat untuk
menurunkan asam urat jika kadar asam urat >10mg/dL. Terdapat 2 kasus dengan
kadar asam urat <10mg/dL diberi obat allopurinol, seharusnya pasien tersebut
tidak perlu diberi terapi obat dan cukup mengatur pola makan agar kadar asam
urat dapat menurun.
Tabel XVII. Kasus Tidak Perlu Terapi Obat yang Teridentifikasi pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Jenis DRPs No Kasus Alasan DRPs Rekomendasi Tidak perlu terapi obat antigout (allopurinol)
Kasus 8. Kadar asam urat : 7,5 mg/dL. Kasus 17. Kadara asam urat : 6,9 mg/dL.
Pasien mengalami peningkatan kadar asam urat tapi masih dibawah 10mg/dL sehingga tidak membutuhkan terapi obat antigout.
Penggunaan antigout dihentikan dan pasien disarankan mengatur pola makan untuk menurunkan kadar asam urat.
60
3) Pemilihan Obat Kurang Tepat
Pemilihan obat kurang tepat yang ditemui terutama pada pemilihan obat
antidiabetes karena terapi yang diterima pasien ternyata dikontraindikasikan
terhadap pasien. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengganti obat yang
diberikan kepada pasien dengan obat yang lebih efektif untuk pasien dan
disesuaikan dengan kondisi pasien.
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 2 kasus menerima obat yang kurang
tepat karena mendapatkan antidiabetes glumin. Glumin merupakan obat
antidiabetes yang mengandung metformin. Obat ini tidak tepat untuk pasien
karena tidak sesuai dengan keadaan pasien yang mengalami gangguan fungsi
ginjal. Metformin dapat terakumulasi pada pasien yang mengalami ganggguan
ginjal dan hati sehingga dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Metformin
dapat menurunkan konversi laktat menjadi glukosa (menurunkan
glukoneogenesis) dan meningkatkan produksi laktat pada intestinal dan hati.
Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui pasien mengalami gangguan
ginjal adalah dengan mengukur kadar kreatinin yang melebihi normal, yaitu >1,4
mg/dL pada pasien wanita dan >1,5 mg/dL pada pasien pria. Pasien yang
mengalami gangguan ginjal dapat diberi obat antidiabetes glikuidon karena obat
ini tidak dikontraindikasikan pada pasien gangguan fungsi ginjal dan dapat
diberikan dengan dosis awal yang rendah yaitu 15mg/hr sehingga aman untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
61
Tabel XVIII. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Jenis DRPs No Kasus Penyebab DRPs Rekomendasi Pemilihan obat Glumin® (metformin) kurang tepat
Kasus 10. Kadar kreatinin : 1,6 mg/dl. Kasus 17. Kadar kreatinin : 2,5 mg/dl.
Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal karena terdapat peningkatan kadar kreatinin melebihi normal sehingg penggunaan metformin tidak tepat.
Penggunaan Glumin® (metformin) dihentikan dan diganti dengan glikuidon dengan dosis 15-60mg/hr.
D. Gambaran Dampak Terapi Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi
1. Gambaran Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit Dilihat dari Tingkat
Tekanan Darah
Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah pencapaian tekanan darah
sampai dibawah 130/80 mmHg dan pasien dapat dinyatakan sembuh jika tekanan
darah telah mengalami penurunan sampai dibawah 130/80 mmHg.
Tabel XIX. Gambaran Tingkat Tekanan Darah dan Kadar Glukosa Darah Pasien DM Komplikasi Hipertensi saat Keluar Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
Tekanan Darah (mmHg) (n=25)
Kadar Glukosa Darah (mg/dL) (n=7)
Masuk Keluar GD Puasa GD 2 jam setelah makan
Masuk Keluar Masuk Keluar Sistolik : 159±21 Diastolik : 94±11
Sistolik : 138 ± 13 Diastolik : 85 ± 9
210±70 140±71 247±104 185±54
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jika dilihat dari rata-rata
tekanan darah dari 25 kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan
membaik karena tekanan darah pasien mengalami penurunan. Dari 25 kasus
62
terdapat 7 kasus menunjukkan kadar glukosa darah pasien saat keluar.
Berdasarkan rata-rata kadar glukosa darah puasa dan 2 jam PP saat keluar
menunjukkan pasien keluar dengan keadaan membaik karena kadar glukosa darah
menurun. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan oleh
RSPR terhadap pasien DM komplikasi hipertensi telah dilakukan dengan baik.
2) Gambaran Lama Tinggal Pasien
Lama tinggal atau lama perawatan adalah jangka waktu pasien tinggal di
rumah sakit dalam mendapatkan perawatan hipertensi. Lama perawatan ini dinilai
dari lama tinggal yang diukur dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Tabel XX. Persentase lama tinggal pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009
Lama tinggal (hari)
Kondisi pasien Jumlah kasus (n=25)
Persentase (%)
1-3 hari Sembuh : 2 Membaik : 2
4 16
4-6 hari Sembuh : 6 Membaik : 2 Belum membaik : 2
10 40
7-9 hari Sembuh : 3 Membaik : 3
6 24
10-12 hari Sembuh : 1 Membaik : 1
2 8
13-15 hari Membaik : 2 2 8
≥ 16 hari Membaik : 1 1 4
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebesar 40% pasien
tinggal selama 4-6 hari, dimana 6 pasien pulang dalam kondisi sembuh, 2 pasien
dalam kondisi membaik dan 2 pasien dalam kondisi belum membaik. Berdasarkan
penelitian juga menunjukkan 12 pasien sembuh, 11 pasien membaik dan 2 pasien
belum membaik. Pasien belum membaik karena selama menjalani rawat inap
tekanan darah justru meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena pasien
63
mengalami stres selama di rumah sakit dan untuk mengatasinya pasien diberi obat
antihipertensi saat keluar dari rumah sakit. Dilihat dari lama tinggal yang relatif
singkat dan keadaan pasien yang membaik maka dapat dilihat bahwa penanganan
yang dilakukan sudah baik.
E. Rangkuman Pembahasan
Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan pasien DM komplikasi
hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008-Mei 2009
ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif
evaluatif. Data diperoleh dari lembar rekam medik yang diambil secara
retrospektif. Acuan standar yang digunakan adalah American Diabetes
Association (ADA) guideline tahun 2005, MIMS Indonesia (periode 2008/2009),
Informatorium Obat Nasional Indonesia (2000).
Hasil yang diperoleh dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi
bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69
tahun sebanyak 12 kasus (48%). Komplikasi penyerta yang paling banyak diderita
adalah dislipidemia sebanyak 3 kasus (12%) dan penyakit penyerta paling banyak
adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebanyak 5 kasus (20%). Tahap hipertensi
pasien masuk rumah sakit paling banyak hipertensi derajat 2 sebanyak 19 kasus
(76%).
Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat
kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi hormon sebanyak 25 kasus (100%).
Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan Angiotensin
Receptor Blocker (ARBs) dan antagonis kalsium sebanyak 14 kasus (56%). Jenis
64
obat yang paling banyak digunakan kaptopril sebanyak 8 kasus (32%), kombinasi
amlodipin besilat dan valsartan sebanyak 7 kasus (28%).
Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs), berikut ini adalah
ringkasan dari DRPs di atas :
Tabel XXI. Ringkasan Drug Related Problems (DRPs)
Jenis DRPs Nomor Kasus Perlu terapi obat tambahan 1,6,9,15 Tidak perlu terapi obat 8,17 Pemilihan obat tidak tepat 10,17
Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama
tinggal paling banyak 4-6 hari dengan jumlah 10 kasus (40%). Pasien pulang
dengan keadaan sembuh karena tekanan darahnya berhasil diturunkan ≥130/80
mmHg adalah 12 kasus dari 25 kasus. Dilihat dari rata-rata tekanan darah dari 25
kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan membaik karena pasien
mengalami penurunan tekanan darah.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut ini.
1. Profil pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta, dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi diperoleh darat
bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69
tahun sebanyak 12 kasus (48%). Komplikasi penyerta yang paling banyak
diderita pasien DM komplikasi hipertensi adalah dislipidemia sebanyak3
kasus (12%) dan penyakit penyerta paling banyak adalah Infeksi Saluran
Kemih (ISK) sebanyak 5 kasus (20%). Tahap hipertensi pasien masuk rumah
sakit paling banyak hipertensi derajat 2 sebanyak 19 kasus (76%).
2. Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskuler
dan obat hormonal sebanyak 25 kasus (100%). Golongan obat yang paling
banyak digunakan adalah Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dan
antagonis kalsium sebanyak 14 kasus (56%). Jenis obat yang paling banyak
digunakan kaptopril sebanyak 8 kasus (32%), kombinasi amlodipin besilat
dan valsartan sebanyak 7 kasus (28%).
3. Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs) didapat 7 kasus dengan
rincian 4 kasus perlu terapi obat tambahan, 2 kasus tidak perlu terapi obat dan
2 kasus pilihan obat tidak tepat.
66
4. Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama
tinggal paling banyak 4-6 hari dengan jumlah 10 kasus (40%). Dilihat dari
rata-rata tekanan darah dari 25 kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam
keadaan membaik karena pasien mengalami penurunan tekanan darah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah penderita DM
komplikasi hipertensi masih tinggi maka saran yang dapat disampaikan oleh
peneliti yaitu :
1. perlu dilakukan penelitian mengenai kasus diabetes melitus komplikasi
hipertensi dengan rumah sakit dan periode yang berbeda sebagai bahan
perbandingan terhadap hasil yang telah didapatkan dan dasar evaluasi yang
diberikan dapat lebih mendalam.
2. dari hasil penelitian yang didapatkan dapat disarankan agar Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta mempunyai standar acuan pengobatan DM
komplikasi hipertensi, sehingga memudahkan pelayanan terhadap pasien.
67
DAFTAR PUSTAKA Adam, J.MF., 2000, Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis DM yang Baru, Cermin
Dunia Kedokteran, (127), 37 Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, C.V. Agung Seto,
Jakarta Anonim, 2002, Treatment of Hypertension in Adult With Diabetes,
http://www.care.diabetes journals.org/cgi, diakses tanggal 12 Mei 2009 Anonim, 2005, Standards of Medical Care In Diabetes,
http://care.diabetesjournal.Org/cgi/content/full/28/suppl. diakses 12 Mei 2009
Cipolle, R., J., Strand, L. M., and Morley P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, Chapter 3, McGraw-Hill, New York, 75- 83 Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 542. Fitria, A., 2009, Diabetes Tips Pencegahan Preventif dan Penanganan, Penerbit
Venus, Yogyakarta Gormer, B., 2007, Farmakologi Hipertensi, http://lyrawati.files.wordpress.com/
2008/11/hypertensionhosppharm.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2009. Graham-Clarke, E., M., dan Hebron, B., S., 1999, Hypertension, dalam Clinical
Pharmacy and Therapeutics, Harcourt Publisher, London, 247 - 258 Guyton, A. C. and Hall, J. E., 1996, Textbook of Medical Physiology,
diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, LMA. Ken Ariata Tengadi, Alek Santoso, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Jones, R.M. and Rospond, R.M., 2003, Patient Assessment in Pharmacy Practise,
1-6, Lippincott Williams and Wilkins Company, USA Kimble, M.A.K. and Young, L.Y., 2005, Applied Therapeutic, 1-1s/d 1-11, 17-1
s/d 17-6, gth edition, A Wolter Kluwer Company, USA Konzem, 2002, Controlling Hypertension in Patients with Diabetes,http : //
farmasi/Pharmaceutical/ Controlling Hypertension in Patients with Diabetes.pdf. Diakses tanggal 10 September 2009
Kountour, R., 2003, Metode Penulisan untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, Seri Umum, Nomor 5, Penerbit PPM, Jakarta, 105
68
Moningkey, S. I., 2000, Epidemiologi Diabetes Mellitus dan Pengendaliannya,
Medika, 3, XXVI, 167. Muchid, A., Umar, F.,Ginting, M.,Basri, C.,Wahyuni, R., Helmi, R., dkk., 2005,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Muchid, A., Umar, F.,Chusun, Masrul, C.,Wurjati, R., Ratih N., dkk., 2006,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Puspitaningtyas, Arum, 2008, Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi: Penelitian Dilakukan Di Irna I RSU DR. Saiful Anwar Malang, http://[email protected]/, diakses tanggal 14 Mei 2009
Rudnick, G., 2001, Clinical Pharmacology Made Incredibly Easy, Springhouse
Corporation, Pennysilvania, 101 - 134, 283 - 287 Saseen. J. J., and Carter. L. B., 2005, Hypertension, dalam Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, edited by J.T. Dipiro, McGraw-Hill Companie, Inc, 185-217
Setiawati, A., dan Bustami, Z., S., 1999, Antihipertensi, dalam Ganiswara, S. G.
(Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta, 315 - 342
Sukandar, E., Andrajati, R., dan Sigit, J., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta, 26, 119. Tandra, Hans, 2004, Hypertension in Diabetes, http://www.domeclinic.com
/artikel/hypertension-in-diabetes.pdf. diakses tanggal 14 Mei 2009.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L., 2005, Diabetes Mellitus, in Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, (Eds) J.T. Dipiro, McGraw-Hill Company, Inc., 1333.
Widmann, F.K., 1995, Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 467. Yusup, Ismail, 2008, Hipertensi Sekunder, Medicenus vol. 21, No.3, Edisi Juli-
September 2008.
LAMPIRAN
KASUS 1
a. DATA PASIEN No. RM: 247300 Jenis kelamin/Umur: L/56 Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi Lama dirawat: 5 hari (3-7/05/08)
b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan lemas, keringat dingin Riwayat penyakit: DM dan hipertensi
c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 3/05/08 tgl 7/05/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/100 mmHg 130/90 mmHg ≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
31,2 u/L 36,2 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
34mg/dL 1,42 mg/dL 7,00 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
155 mg/dL 102 mg/dL 35 mg/dL
103 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 jam PP HbA1C
161 mg/dL 192 mg/dL
6,3
175 mg/dL 223 mg/dL
70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
4,5-6,5 d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin, asam urat, glukosa dan penurunan kadar HDL. Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Lasix 1x2amp/hr, Mobiflex 1x15mg/hr, Aspar K 1x1tab/hr, injeksi insulin RI 3x10u/hr.
e. PENILAIAN 1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan
antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr. Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin dan SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal dan hati selama menjalani terapi.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP Perlu terapi obat tambahan : pasien mengalami peningkatan kadar glukosa darah sehingga membutuhkan terapi obat untuk menurunkan kadar glukosa darah.
g. REKOMENDASI 1) Pasien dapat diberi obat antidiabetes metformin dengan dosis 500mg 3x1tab/hr. 2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi menggunakan antihipertensi ARB dan
metformin. 3) Pasien mengalami penurunan HDL sehingga disarankan untuk menurunkan berat badan,
olahraga dan berhenti merokok agar kadar HDL meningkat.
KASUS 2 a. DATA PASIEN No. RM: 326277 Jenis kelamin/Umur: P/60 Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi dan CRF (Chronic Renal Failure) Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi dan CRF (Chronic Renal Failure) Lama dirawat: 8 hari (24/05-1/06/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: pusing dan pandangan kabur Riwayat penyakit: DM, hipertensi dan gangguan ginjal
c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 24/05/08 tgl 1/06/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
220/100mmHg
36,70C 64x/mnt 20x/mnt
160/90mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
18,1 u/L 15,5 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
148 mg/dL 7,48 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
396 mg/dL 282 mg/dL 46 mg/dL
316 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa:2 jam PP 264 mg/dL - 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, kolesterol total, LDL, trigliserida dan glukosa. Pasien diberi: Glurenorm 30mg 1x1tab/hr, Aprovel 300mg 1x1tab/hr, Lasix 3x1amp/hr, Vytorin 10/10 0-0-1/hari (malam). e. PENILAIAN
1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs), dengan dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Pasien mengalami CRF sehingga penggunaan ARB dikombinasi dengan lasix sebagai diuretik yang mengandung furosemid dengan dosis pemberian 3x1amp/hr.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Pasien memiliki riwayat DM dan telah menjalani terapi sehingga dosis glurenorm yang diberikan 30mg 1x1tab/hr. Glikuidon dapat digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal.
f. DRP
Tidak terindentifikasi adanya DRP. g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, kadar lemak dan glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 3 a. DATA PASIEN No. RM: 179856 Jenis kelamin/Umur: L/60 Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi, radices dentis multiple caries Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, radices dentis, dislipidemia Lama dirawat: 4 hari (6-10/07/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: berat badan turun. Riwayat penyakit: DM dan hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 6/07/08 tgl 9/07/08 tgl 10/07/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/100 mmHg
130/90 mmHg
170/100 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGPT 29,9 u/L - - 0,00-31,00 u/L Ginjal: ureum 56 mg/dL
- - 10,00-50,00 mg/dL
Glukosa: 2 Jam PP
201 mg/dL
- -
100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan ureum. Pasien diberi: Glimepiride 1x2mg/hr, Kaptopril 3x25mg/hr, Exforge 1x1tab/hr, Gemfibrozil 1x300mg/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Selama terapi dengan penghambat ACE
perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Glimepiride merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea, diberikan dengan dosis 1x2mg/hr (pagi). Obat ini dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Pasien tidak mempunyai hasil pemeriksaan kreatinin sehingga selama terapi dengan glimepiride perlu dilakukan monitoring.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
1) Pada saat keluar rumah masih memiliki tekanan darah yang tinggi sehingga perlu diberi obat antihipertensi saat pulang.
2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 4 a. DATA PASIEN No. RM: 625949 Jenis kelamin/Umur: L/70 Diagnosa masuk: DM dan hipertensi Diagnosa keluar: DM dan hipertensi Lama dirawat: 3 hari (4-7/08/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: kepala pusing, tekanan darah tidak stabil Riwayat penyakit: DM dengan hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 4/08/08 tgl 7/08/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
170/80 mmHg 150/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
12,5 u/L 7,6 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
67 mg/dL 1,65 mg/dL 7,8 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
tgl 5/08/08 tgl 7/08/08 Glukosa: Puasa 2 jam PP HbA1C
144 mg/dL 257 mg/dL
11,1
- 70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
4,5-6,5 d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat dan glukosa. Pasien diberi: Coaprovel 300/12,5 1x1tab/hr, Norvask 1x1tab/hr, Glurenorm 1x1tab/hr, Avandia 1x4mg/hr. e. PENILAIAN 1) Coaprovel 300/12,5 antihipertensi golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang
mengandung irbesartan 300mg dan hydrochlorothiazide 12,5mg dengan dosis pemberian 1 tab 1x/hr. Selam terapi dengan ARBs perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal pada pasien.
2) Glurenorm antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glikuidon, diberikan dengan dosis awal 15mg. Dikombinasi dengan avandia golongan tiazolidindion yang mengandung rosiglitazone maleate, dengan dosis 4mg 1x/hr.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI 1) Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi menggunakan antihipertensi ARB. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 5 a. DATA PASIEN No. RM: 154897 Jenis kelamin/Umur: P/50 Diagnosa masuk: DM, hipertensi dengan riwayat stroke Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi dan stroke Lama dirawat: 11 hari (26/08-6/09/08) b. DATA SUBJEKTIF Riwayat penyakit: stroke, DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 26/08/08 tgl 6/09/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
150/100 mmHg
130/70 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati:SGPT 19,6 u/L - 0,00-31,00 u/L Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
26mg/dL 0,59mg/dL 5,0mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: LDL HDL Trigliserida
163mg/dL 50mg/dL 88 mg/dL
- < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 jam PP
140 mg/dL 215 mg/dL
70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan kolesterol total. Pasien diberi: Glimepiride 1x1mg/hr ditingkatkan menjadi 1x2mg/hr, Adalat oros 1x30mg/hr, Neurobion 5000 1x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Adalat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung nifedipine
dengan dosis awal 30mg 1x/hr. Efek samping yang ditimbulkan sakit kepala, edema, konstipasi, pusing dan vasodilatasi. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung.
2) Glimepiride merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea, diberikan dengan dosis 1x2mg/hr (pagi). Obat ini dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP. g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 6 a. DATA PASIEN No. RM: 230666 Jenis kelamin/Umur: L/60 Diagnosa masuk: DM, hipertensi. Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi. Lama dirawat: 10 hari (1-11/09/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan lemas, pusing dan muntah, nafsu makan berkurang Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 1/09/08 tgl 11/09/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frekuensi nafas
150/90 mmHg
36,30C 100x/mnt 22x/mnt
150/100 mmHg
- - -
≤ 130/80 mmHg
360C-380C 70-80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT 11,7 u/L
- 0,00-32,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
65 mg/dL 1,42 mg/dL 9,9 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total Trigliserida
185 mg/dL 259 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL
Pemeriksaan tgl 2/09/08 tgl 6/09/08 Rujukan Glukosa: Puasa 2 jam PP
170 mg/dL 161mg/dL
- 70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, trigliserida dan glukosa. Pasien diberi: Diltiazem 3x10mg/hr, Glucovance 2,5/500 2x1tab/hr, infus asering. e. PENILAIAN 1) Diltiazem merupakan obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Dosis untuk hipertensi 30mg
3x1tab/hr. Diltiazem bekerja dengan menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Diltiazem dapat menurunkan kejadian coronary. Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring selama terapi.
2) Glucovance 2,5/500 antidiabetes yang mengandung glibenclamide 2,5mg dan metformin HCL 500mg. Dosis awal yang diberikan 2,5mg/500mg 2x/hr. Efek samping yang ditimbulkan infeksi saluran nafas, diare, sakit kepala, mual, sakit perut dan pusing.
3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida sehingga membutuhkan obat tambahan.
f. DRP Perlu terapi obat tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar trigliserida.
g. REKOMENDASI 1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui kadar hasil terapi pasien.
KASUS 7 a. DATA PASIEN No. RM: 338442 Jenis kelamin/Umur: P/47 Diagnosa masuk: DM dan hipertensi Diagnosa keluar: DM dan hipertensi Lama dirawat: 8 hari (16-24/09/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: mual, muntah dan pusing Riwayat penyakit: DM, hipertensic. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 16/09/08 tgl 24/09/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frekuensi nafas
150/100 mmHg
370C 78x/mnt 20x/mnt
140/100 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360C-380C 70-80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
33,5 u/L 65,4 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
24 mg/dL 0,9 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: 2 Jam PP
326 mg/dL
100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGOT, SGPT dan glukosa. Pasien diberi: Bloopres 16mg 1-0-0/hr (pagi), Amaryl M 0-0-1/hr (malam), Injeksi Insulin 3x8u/hr.e. PENILAIAN 1) Blopress golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang mengandung valsartan dengan dosis
1x16mg/hr yang diberikan pada pagi hari. 2) Amaryl M mengandung glimepiride 2mg dan metformin HCL 500mg merupakan antidiabetes yang
dapat diberikan dengan dosis 2mg 1-2x/hr. Kombinasi glimepiride golongan sulfonilurea dengan metformin lebih efektif menurunkan glukosa darah daripada digunakan tunggal. Pasien mengalami peningkatan kadar SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi hati selama menjalani terapi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI 1) Pasien mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring selama
terapi menggunakan amaryl M. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 8 a. DATA PASIEN No. RM: 103189 Jenis kelamin/Umur: P/68 Diagnosa masuk: DM, hipertensi dan ISK Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, nefropati, ISK dan dislipidemia Lama dirawat: 3 hari (4-7/10/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan sakit, lidah pahit, pinggang sakit, perut kembung Riwayat penyakit : DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 4/10/08 tgl 7/10/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frekuensi nafas
170/100 mmHg
360C 84x/mnt 20x/mnt
140/80 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360C-380C 70-80x/mnt
20x/mnt
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
104 mg/dL 1,97 mg/dL 7,5 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total Trigliserida
173 mg/dL 548 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa:2 jam PP
243 mg/dL
- 70,00-110,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, trigliserida dan glukosa. Pasien diberi:Norvask 5mg 1x1tab/hr, Glucobay 50 3x1tab/hr, Glurenorm 30mg 1-0-1, Ezetrol 1x1tab/hr, Zyloric 1x100mg/hr. e. PENILAIAN 1) Norvask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Norvask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung.
2) Glucobay antidiabetes golongan penghambat α-glukosidase dengan dosis pemberian 50mg dapat ditingkatkan sampai 100-200mg 3x/hr. Diberikan bersama suapan pertama makanan utama. Dikombinasi dengan Glurenorm yang mengandung glikuidon dengan dosis 30mg 2x1tab/hr.
3) Zyloric mengandung allopurinol diindikasikan untuk menurunkan kadar asam urat yang tinggi dengan dosis pemberian 1x100mg/hr. berdasarkan guideline pasien membutuhkan terapi obat jika kadar asam urat lebih dari 10mg/dL.
f. DRP Tidak perlu terapi obat : pasien tidak membutuhkan terapi obat untuk menurunkan kadar asam urat.
g. REKOMENDASI 1) Penggunaan Zyloric dihentikan dan pasien disarankan mengatur pola makan untuk menurunkan
kadar asam urat. 2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal, pemeriksaan kadar lemak darah dan glukosa darah untuk
mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 9
a. DATA PASIEN No. RM: 446537 Jenis kelamin/Umur: P/66 Diagnosa masuk: Hipertensi pada DM Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi Lama dirawat: 9 hari (21-30/10/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan lemas Riwayat Penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 21/10/08 tgl 22/10/08 tgl 30/10/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
130/80 mmHg 140/90 mmHg
130/70 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
25,8 u/L 34,1 u/L
- - 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
28 mg/dL 0,53 mg/dL 4,1 mg/dL
- - 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total Trigliserida
134 mg/dL 500 mg/dL
- - < 200mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 jam PP
190 mg/dL 210mg/dL
- - 70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan kadar SGPT dan trigliserida. Pasien diberi: Divask 5mg 1x1tab/hr, Lasix 1x1tab/hr, Metformin 3x1tab/hr, Gluvas 1mg 1-0-0/hr, Injeksi Insulin RI 1x10u/hr ditingkatkan 3x10u/hr. e. PENILAIAN 1) Divask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Divask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung.
2) Metformin golongan biguanida diberikan dengan dosis awal 3x500mg/hr dan dikombinasikan dengan Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis pemberian 1-2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida sehingga membutuhkan terapi obat. f. DRP 1) Perlu terapi obat tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar
trigliserida. g. REKOMENDASI 1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 10
a. DATA PASIEN No. RM: 635184 Jenis kelamin/Umur: L/80 Diagnosa masuk: DM, hipertensi Diagnosa keluar: DM, hipertensi dan dislipidemia Lama dirawat: 4 hari (19-23/10/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan lemas dan nggliyer Riwayat penyakit: DM dan hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 19/10/08 tgl 23/10/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi
160/90 mmHg
36,30C 88x/mnt
130/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360C-380C 70-80x/mnt
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
58 mg/dL 1,59 mg/dL 5,9 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
201 mg/dL 137 mg/dL 36 mg/dL
241 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 20/10/08 tgl 22/10/08 Rujukan Glukosa: Puasa 2 jam PP
137 mg/dL 217 mg/dL
144 mg/dL 149 mg/dL
70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, kolesterol total, trigliserida, glukosa dan penurunan kadar HDL. Pasien diberi: Glumin 3x1kaps/hr, Herbesser 90 SR 1x1kaps/hr, Hypofil 3x1tab/hr, Merislon 3x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Herbesser 90 SR antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung
diltiazem HCL. Dosis untuk hipertensi 2x1kaps/hr, telan utuh jangan dikunyah. Efek samping yang ditimbulkan mengantuk, kelelahan, sakit kepala, wajah kemerahan, gangguan GI dan hipotensi. Obat ini aman digunakan untuk pasien gangguan fungsi ginjal dan dapat menurunkan kejadian coronary.
2) Glumin antidiabetes yang mengandung metformin HCL. Dosis awal yang diberikan 500 mg 3x/hr. Efek samping yang ditimbulkan gangguan GI minor, asidosis laktat. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
f. DRP Obat tidak tepat : pemilihan glumin sebagai antidiabetes tidak tepat karena pasien mengalami gangguan ginjal sedangkan glumin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
g. REKOMENDASI
Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat diberi antidiabetes golongan sulfonilurea seperti glikuidon dengan dosis awal 15-60mg/hr.
KASUS 11 a. DATA PASIEN No. RM: 640790 Jenis kelamin/Umur: P/62 Diagnosa masuk: Febris, vomitus, hipertensi Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi Lama dirawat: 4 hari (1-5/12/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan panas, pusing dan mual Riwayat penyakit: DM, gejala stroke c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 1/12/08 tgl 5/125/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu
150/100 mmHg
38 0C
150/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C
Hati: SGOT SGPT
54,3 u/L 52,8 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
24 mg/dL 0,75 mg/dL 4,6 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
146 mg/dL 80 mg/dL 55 mg/dL 55 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: 2 Jam PP
201 mg/dL - 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGOT dan SGPT. Pasien diberi: Sanmol 3x1tab/hr, Divask 5mg 1x1tab/hr, Myoviton 2x1tab/hr, Motillium 10mg 3x1tab/hr, injeksi insulin RI 3x10u/hr. e. PENILAIAN 1) Divask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Divask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI 1) Pasien mengalami peningkatan kadar SGOT, SGPT sehingga selama terapi dengan CCB perlu
dilakukan monitorning. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 12 a. DATA PASIEN No. RM: 518171 Jenis kelamin/Umur: P/56 Diagnosa masuk: hipertensi Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi Lama dirawat: 15 hari (23/12/08-7/01/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: kepala pusing dan perut sakit Riwayat penyakit: DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 23/12/08 tgl 7/01/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/110mmHg
140/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
24,2 u/L 23,8 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
20 mg/dL 0,75 mg/dL 5,8 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Glukosa: Puasa 149mg/dL - 70,00-100,00 mg/dL tgl 23/12/08 tgl 24/12/08 Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
307 mg/dL -
- 354 mg/dL
269 mg/dL 190 mg/dL 36 mg/dL
252 mg/dL
< 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami tekanan darah, kadar asam urat, glukosa, kolesterol total, LDL, trigliserida dan penurunan kadar HDL. Pasien diberi: Kaptopril 3x12,5mg/hr, Divask 1x5mg/hr, Lipantil M 1x200mg/hr, Gluvas 1-0-0/hr (pagi), Pantozol 1x40mg/hr, Injeksi Insulin. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis pemberian 1-2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 13 a. DATA PASIEN No. RM: 646537 Jenis kelamin/Umur: L/59 Diagnosa masuk: DM, hipertensi Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, vertigo Lama dirawat: 6 hari (11-17/01/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: kepala pusing, mual, muntah dan badan lemas Riwayat penyakit: DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 11/01/09 tgl 17/01/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
169/102 mmHg
130/80 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Glukosa: Puasa 2 Jam PP HbA1C
171 mg/dL 241 mg/dL
10,1
- 70-110 mg/dL 100-140 mg/dL
4,5-6,5 tgl 12/01/09 Hati: SGOT SGPT
27,6 u/L 23,2 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
35 mg/dL 1,30 mg/dL 6,0 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
140 mg/dL 84 mg/dL 45 mg/dL 58 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar kreatinin, asam urat,glukosa dan HbA1C. Pasien diberi: Kaptopril 2x25mg/hr, Glibenklamid 1-0-0/hr (pagi), Glucobion 1x1tab/hr, Stugeron 3x1tab/hr, Unalium 5mg 2x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga selama terapi menggunakan antihipertensi penghambat ACE perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal.
2) Glibenklamid merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea dengan dosis pemberian 1x5mg/hr. pasien mengalami gangguan GI sehingga selama menggunakan glibenklamid perlu dilakukan monitoring.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan pemantauan fungsi ginjal selama pasien menggunakan antihipertensi penghambat ACE dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 14 a. DATA PASIEN No. RM: 637229 Jenis kelamin/Umur: L/55 Diagnosa masuk: DM, hipertensi, insomnia Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, vertigo, ISK Lama dirawat: 2 hari (12-14/01/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: kepala pusing Riwayat penyakit: DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 12/01/09 tgl 14/01/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
150/90 mmHg
36,4 0C 100x/mnt 22x/mnt
126/80 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
17,4 u/L 40,1 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
23mg/dL 1,13 mg/dL 3,5 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
170 mg/dL 114 mg/dL 36 mg/dL
173 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa Sewaktu HbA1C
168 mg/dL 203 mg/dL
9,7
- 70-110 mg/dL 100-140 mg/dL
4,5-6,5 tgl 13/01/09 Urinalisa: Leukosit esterase Sedimen urin: Leukosit Bakteri
250
15-20
+
-
-
0-6 -
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin, trigliserida, glukosa,HbA1C, terdapat leukosit pada pemeriksaan urin dan penurunan kadar HDL. Pasien diberi: Avandia 4mg 0-0-1/hr, Herbesser CD 200mg 1-0-0/hr, Alprazolam 0,5mg 0-0-1, Unalium 2x5mg/hr, Strugeron 3x1/hr, Spectrem 2x100mg/hr. e. PENILAIAN 1) Herbesser 90 SR antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung
diltiazem HCL. Dosis untuk hipertensi 180-240mg/hr. Obat ini aman digunakan untuk pasien gangguan fungsi ginjal dan dapat menurunkan kejadian coronary.
2) Avandia merupakan obat antidiabet golongan tiazolidindion. Dosis pemberian 4mg 1x/hr atau 2mg 2x/hr.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan monitoring fungsi hati dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 15
a. DATA PASIEN No. RM: 513273 Jenis kelamin/Umur: P/71 Diagnosa masuk: hipertensi, stroke Diagnosa keluar: DM, hipertensi, stroke Lama dirawat: 16 hari (2-18/02/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: pusing, tubuh bagian kanan terasa tebal. Riwayat penyakit: jantung, hipertensi, gout c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 2/02/09 tgl 18/02/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
190/100 mmHg
36,7 0C 64 x/mnt 24 x/mnt
110/70 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
13,2 u/L 18,7 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
29 mg/dL 0,72 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
182 mg/dL 85 mg/dL 33 mg/dL
409 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 10/02/09 Rujukan Glukosa: Puasa Sewaktu
150 mg/dL 154 mg/dL
- 70-110 mg/dL 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, trigliserida, glukosa dan penurunan kadar HDL. Pasien diberi: Trental 400 2x1/hr, Blopres 80mg 1x1/hr, Diamicron 30mg 1x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Blopress golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang mengandung valsartan dengan dosis
1x16mg/hr yang diberikan pada pagi hari. 2) Diamicron antidiabetes yang mengandung glikazide dengan dosis pemberian 30mg 1-4tab/hr dengan
dosis tunggal. 3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL sehingga membutuhkan
terapi obat. f. DRP
Perlu terapi tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar trigliserida, menaikkan kadar HDL.
g. REKOMENDASI 1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida. 2) Untuk mengatasi penurunan kadar HDL pasien disarankan untuk menurunkan berat badan, olahraga
dan berhenti merokok. 3) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 16 a. DATA PASIEN No. RM: 596328 Jenis kelamin/Umur: P/61 Diagnosa masuk: febris, DM, hipertensi Diagnosa keluar: DM, hipertensi, ISK, dispepsia Lama dirawat: 4 hari (6-10/02/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: mual, muntah, sakit kepala Riwayat penyakit: DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 6/02/09 tgl 10/02/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
140/70mmHg
130/70 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
10,9 u/L 32,3 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
34 mg/dL 0,71 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
tgl 9/02/09 Glukosa: 2jam PP 225 mg/dL - 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, dan kadar SGPT. Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Sanmol 3x1/hr, Metformin 500 0-0-1hr (malam), injeksi Zantac 1amp/12jam, Ceftriaxone 2x1gr/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x1tab/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Metformin antidiabetes dengan dosis awal 3x500mg/hr. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
3) Penggunaan kombinasi penghambat ACE dan metformin dapat menimbulkan interaksi yang menyebabkan peningkatan efek hipoglikemik dan penurunan tekanan darah yang signifikan.
f. DRP Tidak teridentifikasi DRPs.
g. REKOMENDASI 1) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien dan menghindari
efek hipoglikemik karena penggunaan metformin pada malam hari. 2) Dilakukan pemantauan tekanan darah dan kadar glukosa darah selama pasien menggunakan terapi
kombinasi dengan penghambat ACE dan metformin.
KASUS 17 a. DATA PASIEN No. RM: 649889 Jenis kelamin/Umur: P/60 Diagnosa masuk: DM. hipertensi Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi Lama dirawat: 14 hari (12-26/02/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: badan lemas dan tidak sadarkan diri Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 12/02/09 tgl 26/02/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
170/100 mmHg
360C 92x/mnt 24x/mnt
140/80 mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
17,6 u/L 14,6 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
155 mg/dL 93 mg/dL 62 mg/dL 69 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 12/02/09 tgl 16/02/09 Rujukan Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
75 mg/dL 2,4 mg/dL 6,9 mg/dL
64 mg/dL 2,21 mg/dL
-
10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
tgl 15/02/09 tgl 24/02/09 Rujukan Glukosa: Puasa Sewaktu
299 mg/dL 382 mg/dL
84 mg/dL 194 mg/dL
70-110 mg/dL 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat dan glukosa. Pasien diberi: Aprovel 150mg 1x1/hr, Lasix 1x2amp/hr, Exforge 5/80 1x1tab/hr, Aspar K 1x1/hr, Glumin XR 3x1/hr, Glimepirid 1x1mg/hr, Allopurinol 1x100mg/hr. e. PENILAIAN 1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs), dengan
dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal dan selama penggunaan ARB perlu dilakukan monitoring.
2) Glumin antidiabetes yang mengandung metformin HCL diberikan dengan dosis 3x1tab/hr. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
f. DRP 1) Obat tidak tepat : pemilihan Glumin sebagai antidiabetes tidak tepat untuk pasien karena pasien mengalami
gangguan ginjal. 2) Tidak perlu terapi obat : pasien tidak memerlukan allopurinol karena kadar asam urat masih dibawah
10mg/dL. g. REKOMENDASI 1) Pasien mengalami gangguan ginjal sehingga diberi obat antidiabetes golongan sulfonilurea seperti glikuidon
dengan dosis 15-60mg/hr. 2) Penggunaan Allopurinol dihentikan dan pasien disarankan untuk mengatur pola makan untuk menurunkan
kadar asam urat.
KASUS 18 a. DATA PASIEN No. RM: 652812 Jenis kelamin/Umur: L/51 Diagnosa masuk : DM Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, nefropati Lama dirawat : 7 hari (9-13/03/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien: mual dan perut sebah Riwayat penyakit: DM c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 09/03/09 tgl 10/03/09 tgl 13/03/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
110/70 mmHg
140/80 mmHg
130/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Ginjal: Ureum Kreatinin Asam urat
161 mg/dL 3,02 mg/dL 6,2 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total Trigliserida
82 mg/dL 169 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL
tgl 10/03/09 tgl 14/03/09 Rujukan Glukosa: Puasa 2 jam PP
150 mg/dL 86 mg/dL
75 mg/dL 94 mg/dL
70,00-110,00mg/dL 100,00-140,00mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan kadar ureum, kreatinin, asam urat, trigliserida dan glukosa. Pasien diberi: Aprovel 150mg 1x½tab/hr, Glurenorm 2x30mg/hr diturunkan menjadi 2x½tab/hr. e. PENILAIAN 1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs),
dengan dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Penggunaan ARB pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal perlu dilakukan monitoring.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Dosis glurenorm yang diberikan 30mg 2x1tab/hr dan dapat disesuaikan dengan keadaan pasien. Glikuidon dapat digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan monitoring fungsi ginjal pasien selama menggunakan ARB.
KASUS 19 a. DATA PASIEN No. RM: 327409 Jenis kelamin/Umur: L/53 Diagnosa masuk : anemia Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi dan anemia Lama dirawat : 7 hari (23-30/03/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : badan lemas Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 25/05/08 tgl 7/05/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/90 mmHg
130/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
13,2 u/L 10,3 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
46 mg/dL 1,57 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: Puasa 152 mg/dL - 70-110 mg/dL
tgl 23/03/09 tgl 29/03/09 Rujukan Darah: Hb 7,1 gr/dL 9,6 gr/dL 13-18 gr/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar kreatinin dan glukosa. Pasien diberi: Norvask 1x5mg/hr, Amaryl M 1x1/pagi, infus NaCl 0,9 dan infus darah. e. PENILAIAN 1) Norvask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Norvask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung. Obat ini aman digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2) Amaryl M mengandung glimepiride 2mg dan metformin HCL 500mg merupakan antidiabetes yang dapat diberikan dengan dosis 2mg 3x1tab/hr. Kombinasi glimepiride golongan sulfonilurea dengan metformin lebih efektif menurunkan glukosa darah daripada digunakan tunggal.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan monitoring kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 20 a. DATA PASIEN No. RM: 552820 Jenis kelamin/Umur: L/56 Diagnosa masuk : DM, hipertensi. Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi Lama dirawat : 3 hari (25-27/06/09) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : badan lemas Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 25/06/09 tgl 27/06/09 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/90 mmHg
130/90 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
31,2 u/L 36,2 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
34 mg/dL 1,42 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 Jam PP
314 mg/dL 320 mg/dL
- 70,00-110,00 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin dan glukosa. Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Glurenorm 30mg 1-0-1/hr, injeksi insulin 3x6u/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Pasien memiliki riwayat DM dan telah menjalani terapi sehingga dosis glurenorm yang diberikan 30mg 2x1tab/hr. Glikuidon dapat digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi dengan kaptopril dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 21 a. DATA PASIEN No. RM: 337881 Jenis kelamin/Umur: L/65 Diagnosa masuk : DM, hipertensi. Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi Lama dirawat : 8 hari (5-11/05/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : badan lemas Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 5/05/08 tgl 11/05/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
160/90 mmHg
150/80 mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
30,2 u/L 20,3 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
46 mg/dL 0,90 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 Jam PP
264 mg/dL 351 mg/dL
225 mg/dL 70,00-110,00 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar glukosa. Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Metformin 3x500mg/hr, injeksi insulin. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi.
2) Metformin golongan biguanida diberikan dengan dosis awal 3x500mg/hr dan dikombinasikan dengan insulin untuk mendapatkan hasil yang optimal.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
KASUS 22 a. DATA PASIEN No. RM: 564207 Jenis kelamin/Umur: L/62 Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : kepala pusing Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 20/05/08 tgl 24/05/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
170/100mmHg
360C 80x/mnt 16x/mnt
130/80mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
9,8 u/L 9,4 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
52 mg/dL 1,8 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
175 mg/dL 122 mg/dL 35 mg/dL 91 mg/dL
- < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: 2 Jam PP
237 mg/dL
-
100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin dan glukosa. Pasien diberi: Kaptopril 3x25mg/hr, norvask 10mg 1x1tab/hr, injeksi insulin 3x6u/hr, unalium 5mg/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 23 a. DATA PASIEN No. RM: 562795 Jenis kelamin/Umur: P/69 Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : lemas, dada sesak nafas Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 20/05/08 tgl 22/05/08 tgl 24/05/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah
140/90mmHg
130/90 mmHg
160/90mmHg
≤ 130/80 mmHg
Hati: SGOT SGPT
12,7 u/L 17,3 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
28 mg/dL 0,7 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 Jam PP
143 mg/dL 177 mg/dL
- 70,00-110,00 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa. Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Glumin XR 500mg 1x1tab/hr, insulin 3x4u/hr. e. PENILAIAN 1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan antihipertensi
Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr. Efek samping yang timbul mual, muka merah, pusing, dan edema.
2) Glumin XR antidiabetes yang mengandung metformin HCL. Dosis awal yang diberikan 500 mg 1x/hr bersama makan malam. Dikombinasikan dengan insulin untuk mendapatkan hasil optimal.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI 1) Saat keluar dari rumah sakit pasien mengalami peningkatan tekanan darah sehingga saat pulang
harus diberi obat untuk rawat jalan. 2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien. 3) Dilakukan pemeriksaan kadar lemak darah agar pasien dapat diberi obat antihiperlipid yang sesuai
dengan keadaan pasien jika membutuhkan.
KASUS 24 a. DATA PASIEN No. RM: 404892 Jenis kelamin/Umur: P/61 Diagnosa masuk : DM, hipertensi, vertigo Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, ISK Lama dirawat : 5 hari (30/05-4/06/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : pusing, panas. Riwayat penyakit: DM, hipertensi c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl30/05/08 tgl 4/06/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
180/100mmHg
380C 88x/mnt 24x/mnt
130/80mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Hati: SGOT SGPT
22,9 u/L 27,8 u/L
- 0,00-32,00 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum Kreatinin
21 mg/dL 0,71 mg/dL
- 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Glukosa: 2 Jam PP
257 mg/dL
-
100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa. Pasien diberi: Kaptopril 2x25mg/hr, exforge 5/80 1x1tab/hr, injeksi insulin 3x6u/hr, sanmol 3x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr,
dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 25 a. DATA PASIEN No. RM: 598829 Jenis kelamin/Umur: P/47 Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, ISK Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08) b. DATA SUBJEKTIF Keluhan pasien : kepala pusing, panas, mual c. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan tgl 15/06/08 tgl 16/06/08 tgl 26/06/08 Rujukan Tanda vital: Tekanan darah Suhu Nadi Frek, nafas
150/110mmHg
370C 88x/mnt 20x/mnt
-
130/90mmHg
≤ 130/80 mmHg
360–380C 70 – 80x/mnt
20x/mnt Ginjal: Ureum Kreatinin
25 mg/dL 0,95 mg/dL
- - 10,00-50,00 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kolesterol: Total LDL HDL Trigliserida
166 mg/dL 102 mg/dL 47 mg/dL 172 mg/dL
- - < 200mg/dL < 150 mg/dL > 40 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 2 Jam PP
287 mg/dL 306 mg/dL
225 mg/dL 223 mg/dL
-
70,00-110,00 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa. Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Gluvas 1x1 mg/hr ditingkatkan 1x2mg/hr, dexaflox 2x400mg/hr, mertigo 3x1tab/hr, Vometa FT 3x1tab/hr. e. PENILAIAN 1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan antihipertensi
Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr. Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga selama terapi menggunakan ARBs perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal. Efek samping yang timbul mual, muka merah, pusing, dan edema.
2) Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis pemberian 1-2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
f. DRP Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Anastasia Aprilistyawati merupakan
putri pertama dari pasangan Drs. Agustinus Sutarjono
dan Lucia Tatinah, yang lahir di Muntilan pada
tanggal 29 April 1988. Penulis tamat dari TK Bentara
Wacana Muntilan tahun 1994. Pada tahun 2000
berhasil menamatkan pendidikan di SD Marsudirini
Mater Dei Muntilan dan melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 2 Muntilan sampai tahun 2003. Pada tahun 2006 menamatkan
pendidikan di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2006.