Upload
33335
View
125
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PENDEKATAN DALAM PENILAIAN PENDIDIKAN DAN RUANG
LINGKUP PENILAIAN PENGAJARAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas TerstrukturDalam
Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan Matematika
Ali Razak
Alfin Dian Utama
Endang Lastri
Lismaita
Winta Nofriani
Dosen Pembimbing
Yullys Helsa
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Dalam dunia pendidikan seorang guru harus bisa membedakan
siswanya baik dalam kemampuan intelegensi, mental, kpribadianya. Karena
pada dasarnya semua siswa itu tidaklah sama, baik kemampuan intelegensi,
mental dan kepribadian siswa mempunyai tingkatan, yaiti tingkat rendah,
sedang, dan tinggi. Untuk mengetahui itu semua seorang guru tidak terlepas
dari yang namanya evaluasi pendidikan, karena dengan evaluasi guru akan
mengetahui seperti apa sebenarnya siswa mereka masing-masing baik
tingkatan intelegensi, mental dan kepribdiannya.
Tetapi pada saat ini belum semua guru mampu menerapkannya dengan
baik evaluasi tersebut dalam pendidikan, maka dengan masalah tersebut
pemakalah tertarik untuk membuat makalah yang membahas tentang
Menjelaskan Pendekatan dalam Penilain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan dalam penilaian?
2. Jelaskan ruang lingkup penilaian pengajaran
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan mengerti apa pengertian dari ruang lingkup
2. Mengetahui dan mengerti apa dari pendekatan dalam penilaian.
BAB II
PENDEKATAN DALAM PENILAIAN PENDIDIKAN DAN
RUANG LINGKUP PENILAIAN PENGAJARAN
A. Pendekatan Dalam Penilaian Pendidikan
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari
sesuatu. Dengan demikian, pedekatan evaluasi merupakan sudut pandang
seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen
pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dua, yaitu pendekatan tradisional dan
pendekatan sistem.
1. Pendekan tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktek evaluasi yang telah
berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan aspek
intelektual peserta didik. Aspek-aspek keteramplan dan pengembangan
siskap kurang mendapat perhatian yang serius. Dengan kata lain, peserta
didk hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan
evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, sementara
komponen proses cendrung di abaikan. Hasil kajian Spencer cukup
memberikan gambaran betapa pentinya evaluasi pendidikan1. Dia
mengemukakan sejumlah isi pendidikan yang dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk merumuskan tujuan pendidikan secara kmprehensif
dan pada giliranya menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi.
Namun, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan
sistem evaluasi di sekolah karena bertentangan dengan tradisi yang selama
ini sudah berjalan. Misalnya, ada tradisi bahwa target kuantitas kelulusan
setiap sekolah harus di atas 95%, begitu juga untuk kenaikan kelas. Ada
11
Zainal Arifin, Eavaluasi Pembelajaran, Prinsip, Tenik, Prosedur, 2009 (PT Remaja Rosdakarya:85)
juga tradisi bahwa dalam mata pelajaran tententu nilai peserta didik dalam
rapor harus minimal enam. Seharusnya kebijakan evaluasi lebih
menekankan pada target kualitas, yaitu kepentingan dan kebermaknaan
pendidikan bagi anak.
2. Pendekatan sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling
berhubungan dan ketergantungan. Jika pendekatan sistem dikaitkan
dengan evaluasi, maka pembahasan lebih difokusan pada komponen
evaluasi, yang meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen
input, komponen proses, dan komponen produk. Komponen-komponen ini
harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara
sistematis. Berbeda dengan pendekatan tradsisisonal yang hanya
menyentuh komponen produk saja, yaitu perubahan perilaku apa saja yang
terjadi pada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
Pendekatan ini tentu tidak salah, hanya tidak sistematis. Padahal, hasil
belajar tidak akan ada, jika tidak melalui proses, sedangkan proses tidak
bisa berjalan jika tidak ada masukan dan guru yang melaksanakan.
Selanjutnya, pendekatan evaluasi yang digunakan dalam menafsirkan
hasil evaluasi. Dalam literatur modern tentang evaluasi, terdapat dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu
penilaian acuan patokan (criterion referenced evaluation), dan penilaian acuan
norma (norm referenced evaluation). Artinya, setelah diperoleh skor mentah
dari setiap peserta didik, maka langkah selanjutnya adalah mengubah skor
mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan tertentu.
1. Pendekatan acuan patokan (PAP)
Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika
ingin menggunakan pendekatan ini, berarti guru harus membandingkan
hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria
yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oeh guru. Guru juga
dapat menggunakan langkah-langkah tertentu untuk menggunakan PAP,
seperti menentukan skor ideal, mencari rata-rata dan simpangan baku
ideal, kemudian menggunakan pedoman konversi skala. Pendeakatan ini
cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi untuk perbaikan
proses pembelajaran. Umumnya, seorang guru yang menggunakan PAP
sudah dapat menyusun pedoman konversi skor menjadi skor standar
sebelum kegiatan evaluasi yang sama dan berbeda dapat dipertahankan
keajengannya. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta didik
secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang
standar.
2. Penilaian acuan norma (PAN)
Salah satu perbedaan PAP dengan PAN adalah menggunakan tolak
ukur hasil/skor sebagai pembanding. Pendekatan ini membandingkan skor
setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Maka nilai dalam setiap
bentuk angka maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika
pedoman konversi skor sudah disusun untuk suatu kelompok, maka
pedoman itu hanya berlaku untuk kelompok itu saja dan tidak berlaku
untuk kelompok lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda.
B. Ruang Lingkup Penilaian Pengajaran
Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu
sendiri. Jika objek evaluasi itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang
berkaitan dengan pembelajaran.
1. Ruang lingkup evaluasi pebelajaran dalam perspektif domain hasil belajar
Menurut Benyamin S. Bloom hasil belajar dapat dikelompokan ke
dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik2. Setiap
domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal
2 Suharsimi Arikunto. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta (PT Bina Aksara:1988).
sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah
sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang kongkrit sampai
dengan hal yang abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Domain kognitif (cognitive domain), domain ini memiliki enam
jenjang kemampuan, yaitu:
1) Pengetahuan (Knowledge)
Yaitu jenjang kemampuan yang menutut peserta didik untuk dapat
mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau
istilah tanpa harus mengerti atau menggunakannya. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan, diantaranya mendefenisikan,
memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar,
mencocokan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan
kembali, memilih dan menyatakan.
2) Pemahaman (omprehension)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang
disampaikan guru dan memanfaatkan tanpa harus menghubungkan
dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga,
yakni menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata
kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengubah,
mempertahankan, membedakan, memperkirakan, menjelaskan,
menjelaskan, menyatakan luas, menyimpulkan, memberi contoh,
melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali,
dan meningkatkan.
3) Penerapan (application)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntun peserta didik untuk
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip,
dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
4) Analisis (analysis)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntun peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-
unsur atau komponen pembentukannya.
5) Sistensis (syntehesis)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan
berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana
atau mekanisme.
6) Evaluasi (evaluation)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep
berdasarkan kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah
menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peseta didik
mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi
sesuatu.
b. Domain afektif (affective domain)
Yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah
dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima,
kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya
dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif
terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu:
1) Kemampuan menerima (receiving)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka
terhadap eksistensi fenomena atau ransangan tertentu. Kepekaan
ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan
memperhatikan.
2) Kemampuan menanggapi/menjawab (responding)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta untuk tidak
hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap
salah satu cara. Penekanannya pada kemampuan peserta didik
untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
3) Menilai (valuing)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara
konsisten.
4) Organisasi (organization)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peseta didik untuk
menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah,
mementuk suatu sistem nilai.
c. Domain psikomotorik (psychomtor domain)
Yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh
atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai
dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan
waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata-kata operasional yang
digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-
masing, yaitu:
1) Muscular or motor skill, meliputi mempertontonkan gerak,
menunjukan hasil, melompat, menggerakan, menampilkan.
2) Manipulations of materials of abjects, meliputi menyusun,
membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
3) Neuromuscular coordination, meliputi mengamati, menerapkan,
menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang,
memotong, menarik, dan menggunakan.
Berdasarkan tasksonomi Bloom di atas, maka kemampuan peserta
didik dapat diklasifikasian menjdi dua, yaitu tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Kemampuan tingkat rendah terdiri atas pengetahuan pemahaman,
dan aplikasi, sedangkan kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis,
sistensis, evaluasi, dan kreativitas. Dilihat dari cara berpikir, maka
kemampuan tingkat tinggi dibagi menjadi dua, yaitu berfikir kritis dan
berkritis kreatif. Berfikir kteatif adalah kemampan melakuka generalisasi
dengan menggabungkan, mengubah atau mengulang kembali keberadaan
ide-ide tersebut. Berfikir kritis merupakan kemampuan memberikan
penilaian terhadap sesuatu.
BAB III
PENUTUP
Pendekatan evaluasi adalah sudut pandang seseorang dalam
menelaah atau memperlajari evaluasi. Dilihat dari komponen
pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dua, yaitu pendekatan tradisional
dan pendekatan sistem. Pendekatan tradisional ditujukan pada
perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan
dan pengembangan sikap kurang mendapat perhatian serius. Berbeda
dengan pendekatan tradsisisonal yang hanya menyentuh komponen produk
saja, yaitu perubahan perilaku apa saja yang terjadi pada peserta didik
setelah mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan ini tentu tidak salah,
hanya tidak sistematis. Padahal, hasil belajar tidak akan ada, jika tidak
melalui proses, sedangkan proses tidak bisa berjalan jika tidak ada
masukan dan guru yang melaksanakan.
Hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam tiga domain, yaitu
kognitif, afekif, dan psikomotor. Domain afektif yaitu internalisasi sikap
yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik
menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap
sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan
menentukan tingkah laku. Domain psikomotor yaitu kemampuan peserta
didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai
dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks.