Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
211
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP
EVALUATION OF ANTIBIOTICS PEDIATRIC PATIENTS WARD
Avianti Eka Dewi Aditya Purwaningsih, Fita Rahmawati, Djoko Wahyono Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan isu besar dalam kesehatan masyarakat dan keamanan
pasien. Masalah utama pemakaian antibiotik pada anak adalah penentuan jenis antibiotik, dosis, interval, dan rute pemberian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui persentase antibiotik yang rasional (kategori 0) dan apa saja jenis ketidakrasionalan (kategori II-V), serta untuk mengetahui hubungan rasionalitas penggunaan antibiotik dengan luaran terapi yang di capai. Penelitian merupakan penelitian observasional menggunakan metode cohort. Pengambilan data pada penelitian dilakukan secara retrospektif dan prospektif selama periode November 2014 sampai Februari 2015. Sampel penelitian adalah pasien pediatri di bangsal rawat inap Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, yang memenuhi kriteria inklusi. Evaluasi rasionalitas antibiotik menggunakan metode Van der Meer dan Gyssens kemudian dianalisis secara deskriptif. Hubungan antara rasionalitas antibiotik dengan luaran terapi dianalisis menggunakan Chi-square dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil evaluasi terhadap penggunaan antibiotik pada 385 regimen menunjukkan 23,9% penggunaan antibiotik rasional. Jenis ketidakrasionalan, yaitu kategori V (8,6%); kategori IV A (22,3%); kategori IV C (20%); kategori IV D (1,6%); kategori II A (44,4%); kategori IV B (37,7%). Hasil analisis hubungan rasionalitas dengan luaran terapi menunjukkan tidak ada hubungan antara rasionalitas penggunaan antibiotik dengan luaran terapi (p>0,05).
Kata kunci: antibiotik, pediatri, rasionalitas, Gyssens
ABSTRACT
Widely used of inappropriate antibiotics is a major issue in public health and patient safety. Main problem of the use of antibiotics in children include determining the type of antibiotic, dose, interval, and route of administration. This study aimed to determine the percentage of rational antibiotics (category 0), and what kind of irrational antibiotic uses (category II-V), as well as to determine the relation of the rational antibiotic use and therapeutic outcomes achieved. This study an observational study using the cohort method. Data collected both retrospectively and prospectively during the period November 2014 until Februari 2015. Samples were pediatric patients in inpatient wards Sultan Agung Islamic Hospital Semarang, who met the inclusion criteria. Evaluation the rational antibiotic of using the Van der Meer and Gyssens method then analyzed descriptively. In addition, the relationship between the rational antibiotic use and therapeutic outcomes were analyzed using Chi-square with 95% confidence level. In conclusion, the result showed there 385 antibiotic regimen for 23.9% classified as rational. The type irrational antibiotic use was the category V (8.6%); category IV A (22.3%); category IV C (20.0%); category IV D (1.6%); category II A (44.4%); and category II B (37.7%). There was no relation between the rational antibiotic use and the therapeutic outcome (p>0,05)
Keywords: antibiotics, paediatric, rasionality, Gyssens
PENDAHULUAN
Sebuah penelitian di Kosta Rika
menunjukkan 40% dari 500 pasien anak di suatu
rumah sakit mendapatkan antibiotik yang tidak
rasional (Mora et al., 2002). Secara umum,
peresepan antibiotik sering suboptimal, tidak
hanya di negara berkembang, namun juga di
negara maju (Van der Meer dan Gyssens, 2001;
Mettler et al., 2007; Kristiansson et al., 2009;
Sahoo et al., 2010).
Korespondensi Avianti Eka Dewi Aditya Purwaningsih, S. Farm., Apt. Magister Farmasi Klinik, Universitas Gadjah Mada Jl. Sekip Utara Yogyakarta Email : [email protected]
Pada penelitian tentang kualitas
penggunaan antibiotik di berbagai bagian
rumah sakit ditemukan 30-80% tidak didasarkan
pada indikasi yang tepat (Kemenkes RI, 2011a).
Penelitian tim AMRIN (Antimicrobial
Resistance in Indonesia Prevalence and Prevention)
digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi
penggunaan antibiotik secara kualitatif dan
kuantitatif pada program pencegahan kejadian
resistensi antibiotik (Ciptaningtyas et al., 2014).
Evaluasi kualitas antibiotik pada studi AMRIN
menggunakan metode Van der Meer dan
Gyssens (Kategori 0-V) (Gyssens, 2005). Evaluasi
di dua rumah sakit pendidikan di Indonesia
menunjukkan hanya 21% peresepan antibiotik
yang tergolong rasional (Hadi et al., 2008).
Penggunaan antibiotik yang rasional diharapkan
Submitted : 12 Agustus 2015 Accepted : 31 Agustus 2015 Published : 30 September 2015
p-ISSN: 2088-8139 e-ISSN: 2443-2946
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
212
dapat meningkatkan luaran terapi dan
membatasi laju resistensi (ASHP, 1998).
METODE
Penelitian ini dilakukan di bangsal
pediatric RSI Sultan Agung Semarang.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dari
November 2014 sampai Februari 2015. Penelitian
merupakan penelitian observasional dengan
desain cohort. Sampel penelitian adalah sampel
yang memenuhi kriteria inkusi, yaitu pasien
yang dirawat di bangsal rawat inap pediatri,
pasien yang mendapat antibiotik lebih dari 48
jam sebagai terapi empiris dan definitif, dan
pasien berusia 0-18 tahun. Kriteria eksklusi,
yaitu pasien dengan data rekam medis tidak
lengkap, pasien kanker dan HIV yang
mendapatkan antibiotik sebagai pengobatannya,
pasien yang menjalani operasi (bedah), pasien
yang menerima antibiotik selain sediaan
parenteral dan peroral, pasien yang menginap
kurang dari 48 jam baik karena pasien pulang
paksa (atas permintaan sendiri), pasien
meninggal, dan pasien pindah rumah sakit.
Analisis data dilakukan secara
deskriptif. Identifikasi data demografi pasien
(jenis kelamin dan usia), serta pola dan jenis
penggunaan antibiotik dianalisis secara
deskriptif dalam bentuk tabel dan uraian
penjelasan. Identifikasi rasionalitas antibiotik
menggunakan metode Van der Meer dan
Gyssens. Pustaka yang digunakan adalah
Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang, Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2009), Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit (WHO, 2008)
dan Drug Information Handbook edisi 20 (Lacy
et al., 2011). Analisis hubungan rasionalitas
dengan luaran terapi menggunakan Chi-square
dengan taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari 367 pasien yang masuk kriteria
inklusi didapatkan 385 regimen antibiotik.
Karakteristik pasien anak berdasarkan jenis
kelamin, kelompok usia, status gizi, dan jenis
jaminan kesehatan dapat dilihat pada Tabel I.
Penelitian ini sesuai dengan data jumlah
penduduk Indonesia menurut jenis kelamin
tahun 2010 – 2013 (Kemenkes RI, 2014), dan dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan Febiana
et al. (2012).
Anak yang memiliki kekurangan gizi
pada usia 2 tahun pertama, pertumbuhan serta
perkembangan fisik dan mentalnya akan lambat,
selain itu dapat melemahkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit (Kemenkes RI, 2014). Hasil
dari Rikesdas tahun 2013, terdapat 19,6% balita
yang kekurangan gizi (Kemenkes RI, 2013). Pada
penelitian ini, sebagian besar anak yang
menerima antibiotik memiliki gizi baik sebesar
342 pasien (93,2%). Pasien yang dirawat di RSI
Sultan Agung mayoritas menggunakan jaminan
kesehatan JKN NON PBI sebesar 46,6%.
Pola penyebaran penyakit infeksi
bakteri pada pasien rawat inap periode
November 2014 sampai Februari 2015 dapat
dilihat pada Tabel II. Penyakit infeksi paling
banyak yang menyebabkan anak dirawat adalah
demam tifoid (57,2%), diikuti dengan diare
(24,8%) dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA) (7,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
profil kesehatan kota Semarang tahun 2013
dimana demam tifoid dan diare menjadi dua
penyebab paling banyak pada pasien rawat inap
(Dinas Kesehatan, 2014).
Demam tifoid disebabkan oleh
Salmonella typhi, bakteri gram negatif. Sebuah
penyakit yang sangat mirip tetapi kurang parah
disebabkan oleh Salmonella paratyphi serotipe A,
dan kurang umum Salmonella paratyphi serotipe
B dan C (Bhutta, 2006; WHO, 2011). Di Indonesia
demam tifoid bersifat endemik dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah
kasus di beberapa rumah sakit besar, kasus
demam tifoid menunjukkan kecenderungan
yang meningkat dari tahun ke tahun (Depkes,
2003).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang
buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensi
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam
satu hari. Penyebab yang sering ditemukan
dilapangan adalah diare yang disebabkan oleh
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
213
Tabel I. Karakteristik Pasien Anak yang Mendapatkan Terapi Antibiotik
Karakteristik Pasien Frekuensi Pasien (Persentase)
N=365
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki – Laki
154 (42)
213 (58)
Usia (Tahun)
0 bulan – 12 bulan
1 - 4
5 - 11
12 – 18
62 (16,9)
172 (46,9)
115 (31,3)
18 (4,9)
Status Gizi
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
342 (93,2)
18 (4,9)
7 (1,9)
Jenis Jaminan Kesehatan
JKN NON PBI
JKN PBI
JAMKESMASKOT
Mandiri
Asuransi Swasta
JKN Karyawan
Ikatan Kerjasama RS
171 (46,6)
29 (7,9)
9 (2,5)
126 (34,3)
21 (5,7)
1 (0,3)
10 (2,7)
Tabel II. Pola Penyakit Infeksi Bakteri Pasien Anak yang Mendapatkan Terapi Antibiotik
Penyakit Infeksi Frekuensi Pasien
(Persentase)
Demam Tifoid 210 (57.2)
Diare Persisten 91 (24.8)
Infeksi Saluran Pernafasan Atas 43 (11.7)
Demam Tidak Spesifik 28 (7.6)
Leukositosis 22 (5.9)
Bronkitis 19 (5.2)
Gastroduodenitis 11 (2.9)
Bronkopneumonia 10 (2.7)
Sepsis 6 (1.6)
Tuberkulosis 5 (1.4)
Infeksi Lainnya 29 (7.9)
infeksi dan keracunan (Depkes, 2011; Rathaur et
al., 2014). Bakteri sebagai penyebab diare yaitu
Escherichia coli (E. coli), Salmonella, Shigella,
Campylobacter jejuni, dan Clostridium difficile
(Guerrant et al., 2001; Talan et al., 2001; Koletzko
dan Osterrieder, 2009; Ali et al., 2014; Rathaur et
al., 2014). Karakteristik penggunaan antibiotik
pasien anak di bangsal anak RSI Sultan Agung
Semarang dapat dilihat pada Tabel III.
Mayoritas jenis antibiotik tunggal dan
kombinasi yang digunakan berturut-turut
adalah sefotaksim (27,3) dan sefotaksim–
tiamfenikol (9,1%). Antibiotik golongan
sefalosporin generasi 3 yang sering digunakan
adalah sefotaksim dan seftriakson. Sefotaksim
memiliki aktivitas serupa dengan seftriakson,
namun memiliki waktu paruh (t ½ ) yang lebih
pendek (Lacy et al., 2011). Sefotaksim
merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga yang dipilih untuk anak – anak
terutama neonatus daripada seftriakson karena
sefotaksim tidak mempengaruhi metabolisme
bilirubin seperti halnya seftriakson (Reese dan
Betts, 1993). Seftriakson merupakan antibiotik
yang mengandung cincin beta laktam dan
memiliki spektrum aktivitas luas (broad
spectrum), efektif melawan bakteri gram positif
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
214
maupun negatif dengan toksisitas yang rendah
(Gonçalves-Pereira dan Póvoa, 2011).
Pemberian antibiotik sebaiknya
dilakukan secara tepat sesuai dengan indikasi,
dimana disesuaikan dengan bakteri penyebab
infeksi agar tujuan penggunaan antibiotik sesuai
hasil terapi yang diharapkan. Keberhasilan
penggunaan antibiotik ditentukan oleh beberapa
faktor seperti: ketepatan dosis, cara pemberian,
frekuensi pemakaian, dan lama pemberian
dalam menggunakan obatnya (Dwiprahasto,
1995; Kemenkes RI, 2011b). Evaluasi
penggunaan antibiotik serupa yang telah
dilakukan sebelumnya menyatakan hasil
antibiotik yang digunakan secara rasional (21%)
(Hadi et al., 2008). Penelitian lainnya
menyebutkan antibiotik rasional yang sesuai
kategori 0 berkisar 3,7%-53% (Yuniftiadi et al.,
2010; Tampi dan Nugroho, 2011; Soegijanto,
2013; Yuniar et al., 2013). Pada penelitian ini,
hasil evaluasi penggunaan antibiotik
menggunakan metode Van der Meer dan
Gyssens, 23,9% antibiotik rasional (kategori 0)
dan 76,1% antibiotik tidak rasional (kategori II –
V). Kategori rasionalitas penggunaan antibiotik
menurut kategori Van der Meer dan Gyssens
ditunjukkan pada Tabel IV.
Permasalahan antibiotik tidak rasional
yang paling banyak terjadi adalah kategori II a
dan b berturut–turut sebesar 171 (44,4%) dan 145
(37,7%) regimen antibiotik. Secara umum, klinisi
telah melakukan penyesuaian dosis dengan
berat badan anak, namun masih saja terdapat
kasus tidak rasional dilihat dari dosis dan
interval. Antibiotik yang tidak sesuai interval
pemberian obat paling banyak adalah antibiotik
kloramfenikol. Pada regimen antibiotik,
kloramfenikol yang diresepkan terbagi menjadi
3 dosis, sedangkan di pustaka dianjurkan
penggunaan kloramfenikol terbagi dalam 4
dosis. Hal ini berhubungan dengan t½
kloramfenikol yang singkat yaitu 4 – 6 jam (Lacy
et al., 2011).
Analisa hubungan luaran terapi dengan
rasionalitas ditunjukkan pada Tabel V.
Penggunaan antibiotik yang rasional diharapkan
memberikan luaran terapi yang positif.
Penelitian mengenai hubungan rasionalitas
dengan luaran terapi yang dilakukan Pamela
(2011), memberikan hasil bahwa penggunaan
antibiotik yang rasional sebanyak 76,38%
menunjukkan gejala infeksi yang membaik.
Rasionalitas penggunaan antibiotik memiliki
hubungan positif dengan luaran terapi. Tetapi,
pada penelitian ini dari hasil analisis
menggunakan Chi-square dengan taraf
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada
hubungan antara rasionalitas penggunaan
antibiotik dengan luaran terapi (p > 0,05). Hal ini
disebabkan kerasionalan antibiotik tidak hanya
sebatas sesuai pada satu kategori, ditunjukkan
pada Tabel VI. Selain itu, luaran terapi juga
dipengaruhi oleh jenis penyakit, penyakit
penyerta dan status gizi pasien.
Pada kategori V, tidak ada indikasi penggunaan
antibiotik maka dengan atau tanpa pemberian
antibiotik pasien akan sembuh.
Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik
kategori IV A (terdapat antibiotik yang lebih
efektif (sesuai dengan guidelines)), IV C (lebih
murah), dan IV D (spektrum yang lebih sempit)
memberikan luaran terapi sembuh yang lebih
banyak. Hal ini karena antibiotik yang
seharusnya didapatkan oleh pasien hanya
antibiotik tunggal, tetapi pasien menerima
antibiotik kombinasi atau antibiotik dengan
spektrum yang lebih luas, sehingga pasien
memberikan luaran terapi yang positif
meskipun tidak rasional.
Antibiotik yang tidak rasional pada
kategori II A (dosis tidak tepat) dan II B (interval
tidak tepat) memberikan luaran terapi yang
mayoritas sembuh. Pada kategori II A, dosis
yang tidak tepat dibagi menjadi dosis berlebih
dan dosis kurang. Pada dosis berlebih sebanyak
7 regimen dan dosis kurang sebanyak 141
memberikan luaran terapi sembuh. Pada dosis
kurang dapat memberikan luaran terapi sembuh
karena regimen antibiotik tidak hanya tidak
rasional pada kategori II A tetapi juga pada
kategori lain seperti kategori IV A, IV C, IV D,
dan II B, sedangkan pada kategori II B sebanyak
131 regimen antibiotik memberikan luaran
terapi sembuh. Interval ini dipengaruhi sifat
farmakokinetika antibiotik, yaitu time dependent
killing dan concentration dependent. Pada
penelitian ini antibiotik yang tidak sesuai
interval tergolong dalam kelompok time
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
215
Tabel III. Karakteristik Penggunaan Antibiotik di Bangsal Pediatri RSI Sultan Agung Semarang
Karakteristik Regimen Antibiotik (Persentase)
n = 385
Penggunaan Antibiotik
Monoterapi
Kombinasi
306 (79,5)
79 (20,5)
Jumlah Penggunaan Antibiotik
Antibiotik Tunggal
Kombinasi 2 Antibiotik
Kombinasi > 2 Antibiotik
306 (79,5)
59 (15,3)
20 (5,2)
Jenis Antibiotik
Sefuroksim
Seftriakson
Sefotaksim
Amoksisilin
Kloramfenikol
Tiamfenikol
Meropenem
Gentamisin
Sefadroksil
Sefiksim
Sefotiam
Seftriakson – Metronidazol
Sefotaksim – Kloramfenikol
Sefotaksim - Tiamfenikol
Amoksisilin – Kotrimoksazol
Kloramfenikol – OAT
Sefuroksim – OAT
Seftriakson – Amikasin
Kloramfenikol – Metronidazol
Sefotaksim – Amoksisilin
Amoksisilin – Metronidazol – Kotrimoksazol
Sefotaksim – Kotrimoksazol
Sefotaksim – Amikasin
Gentamisin - Sefadroksil
Sefotaksim – Amoksisilin – Kotrimoksazol
Sefotaksim – Sefadroksil
Gentamisin – Amoksisilin
33 (8,6)
96 (24,9)
105 (27,3)
5 (1,3)
54 (14)
4 (1,0)
3 (0,8)
2 (0,5)
1 (0,3)
2 (0,5)
1 (0,3)
4 (1,0)
1 (0,3)
35 (9,1)
1 (0,3)
1 (0,3)
1 (0,3)
2 (0,5)
1 (0,3)
3 (0,8)
1 (0,3)
3 (0,8)
1 (0,3)
3 (0,8)
17 (4,4)
4 (1,0)
1 (0,3)
Lama Pemberian (hari)
2 – 3
4 - 7
> 7
85 (22,1)
295 (76,6)
5 (1,3)
Rute Pemberian
Intravena
Peroral
Intravena + Peroral
310 (80,5)
7 (1,8)
68 (17,7)
interval tergolong dalam kelompok time
dependent killing yang pemakaiannya melebihi
aturannya sehingga meskipun tidak rasional
memberikan luaran terapi sembuh.
KESIMPULAN
Hasil evaluasi penggunaan antibiotik
menggunakan metode Van der Meer dan
Gyssens, menunjukkan terdapat 23,9%
penggunaan antibiotik rasional (0), 8,6% tidak
rasional karena tidak ada indikasi penggunaan
antibiotik (V), 22,3% karena ada antibiotik lain
yang lebih efektif (IVA), 20% karena ada
antibiotik lain yang lebih murah (IVC); 1,6%
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
216
Tabel IV. Kategori Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Menurut Kategori Van der Meer dan Gyssens
Rasionalitas Regimen Antibiotik (Persentase)
n = 385
Rasional 92 (23,9%)
Tidak Rasional
Kategori V (Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik)
Kategori IV a (Ada antibiotik lain yang lebih efektif)
Kategori IV b (Ada antibiotik lain yang kurang toksik)
Kategori IV c (Ada antibiotik lain yang lebih murah)
Kategori IV d (Ada antibiotik lain yang spektrum sempit)
Kategori III a (Pemberian antibiotik terlalu lama)
Kategori III b (Pemberian antibiotik terlalu singkat)
Kategori II a (Dosis tidak tepat)
Kategori II b (Interval tidak tepat)
Kategori II c (Rute tidak tepat)
293 (76,1%)
33 (8,6 %)
86 (22,3)
0
77 (20,0%)
6 (1,6%)
0
0
171 (44,4%)
145 (37,7%)
0
Tabel V. Hasil Analisis Hubungan Luaran Terapi dengan Rasionalitas
Rasionalitas
Luaran Terapi
p Tidak Sembuh
n (%)
Sembuh
n (%)
Tidak Rasional
Rasional
35 (11,9)
6 (6,5)
258 (88,1)
86 (93,5)
0,141
*Chi-square test with odds ratio, signifikansi 95%
Tabel VI. Sebaran Rasionalitas Antibiotik dengan Luaran Terapi
Rasionalitas
Luaran Terapi
Tidak Sembuh
n (%)
Sembuh
n (%)
Rasional
Tidak Rasional
Kategori V (Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik)
Kategori IV a (Ada antibiotik lain yang lebih efektif)
Kategori IV c (Ada antibiotik lain yang lebih murah)
Kategori IV d (Ada antibiotik lain yang spektrum sempit)
Kategori II a (Dosis tidak tepat)
Kategori II b (Interval tidak tepat)
6 (6,5)
4 (12,1)
11 (12,8)
9 (11,7)
0 (0)
23 (13,5)
14 (9,7)
86 (93,5)
29 (87,9)
75 (87,2)
68 (88,3)
6 (100)
148 (86,5)
131 (90,3)
karena ada antibiotik lain yang lebih spesifik
(IVD); 44,4% karena dosis tidak tepat (IIA); dan
37,7% karena tidak tepat interval pemberian
dosis (IIB). Tidak ada hubungan antara
rasionalitas penggunaan antibiotik dengan
luaran terapi (p > 0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.M.M., Ahmed, S.F., Klena, J.D.,
Mohamed, Z.K., Moussa, T.A., Ghenghesh,
K.S., 2014, Enteroaggregative Escherichia
Coli in Diarrheic Children in Egypt:
Molecular Characterization and
Antimicrobial Susceptibility, The Journal of
Infection in Developing Countries, 8: 589–596.
ASHP, 1998, Statement on the Pharmacist's Role
in Infection Control, AJHP, 55: 1724–1726.
Bhutta, Z.A., 2006, Current Concepts in the
Diagnosis and Treatment of Typhoid
Fever, BMJ, 333: 78–82.
Ciptaningtyas, V.R., Sri-Lestari, E., dan
Wahyono, H., 2014, The Quality and
Quantity Study of Antibiotic Usage at
Intensive Care Unit DR. Kariadi Hospital
Semarang, Journal of Clinical Microbiology
and Infectious Disease, 1: 21–26.
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
217
Depkes RI, 2003, Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid Bagi Tenaga Kesehatan, Direktorat
Jenderal Pengendalian Infeksi dan
Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan
RI, Jakarta.
Depkes RI, 2011, Buku Saku Petugas Kesehatan
Lintas Diare: Lima Langkah, Direktorat
Jenderal Pengendalian Infeksi dan
Penenyehatan Lingkungan, Jakarta.
Dinas Kesehatan, 2014, Profil Kesehatan Kota
Semarang 2013, Dinas Kesehatan Kota,
Semarang.
Dwiprahasto, I., 1995, Masalah Penggunaan
Antibiotika, dalam: Penggunaan Antibiotika
Rasional, Laboratorium Farmakologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Febiana, T., Hapsari, M.M., Hapsari, R., 2012,
Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Agustus - Desember
2011, Jurnal Media Medika Muda, 1–12.
Gonçalves-Pereira, J., Póvoa, P., 2011, Antibiotics
in Critically Ill Patients: a Systematic
Review of the Pharmacokinetics of β-
lactams, Critical Care, 15: 2–17.
Guerrant, R.L., Gilder, T.V., Steiner, T.S.,
Thielman, N.M., Slutsker, L., Tauxe, R.V.,
et al., 2001, Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea,
Clinical Infectious Diseases, 32: 331–351.
Gyssens, I.C., 2005, Audits for Monitoring the
Quality of Antimicrobial Prescriptions, in
Gould, I.M., Meer, J.W.M. van der (Eds.),
Antibiotic Policies, Springer US, 197–226.
Hadi, U., Duerink, D.O., Lestari, E.S.,
Nagelkerke, N.J., Keuter, M., Huis in’t
Veld, D., et al., 2008, Audit of Antibiotic
Prescribing in Two Governmental
Teaching Hospitals in Indonesia, Clinical
Microbiology and Infection, 14: 698–707.
IDAI, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2011a, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406 Tahun 2011, Jakarta.
Kemenkes RI, 2011b, Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik,
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013,
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta.
Kemenkes RI, 2014, Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2013, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Koletzko, S., Osterrieder, S., 2009, Acute
Infectious Diarrhea in Children, Deutsches
Ärzteblatt International, 106: 539–548.
Kristiansson, C., Grape, M., Gotuzzo, E.,
Samalvides, F., Chauca, J., Larsson, M.,
dkk., 2009, Socioeconomic Factors and
Antibiotic Use in Relation to Antimicrobial
Resistance in the Amazonian Area of Peru,
Scandinavian Journal of Infectious Diseases,
41: 303–312.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Lance, L.L.,
Goldman, M.P., 2011, Drug Information
Handbook with International Trade Names
Index, Lexi-Comp.
Mettler, J., Simcock, M., Sendi, P., Widmer, A.F.,
Bingisser, R., Battegay, M., et al., 2007,
Empirical Use of Antibiotics and
Adjustment of Empirical Antibiotic
Therapies in a University Hospital: A
Prospective Observational Study, BMC
Infectious Diseases, 7: 21.
Mora, Y., Avila-Agüero, M.L., Umaña, M.A.,
Jiménez, A.L., París, M.M., Faingezicht, I.,
2002, Epidemiological Observations of The
Judicious Use of Antibiotics in a Pediatric
Teaching Hospital, International Journal of
Infectious Diseases, 6: 74–77.
Pamela, D.S., 2011, Evaluasi Kualitatif
Penggunaan Antibiotika Dengan Metode
Gyssens Di Ruang Kelas 3 Infeksi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM
Secara Prospektif, Tesis, Fakultas MIPA
Prodi Studi Ilmu Farmasi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rathaur, V.K., Pathania, M., Jayara, A., Yadav,
N., 2014, Clinical Study of Acute
Childhood Diarrhoea Caused by Bacterial
Enteropathogens, Journal of Clinical and
Diagnostic Research, 8: PC01–PC05.
Reese, R.E., M. D., Betts, R.F., M. D., 1993,
Handbook of Antibiotics, 2nd edition, Little
Brown & Co, Boston.
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
218
Sahoo, K.C., Tamhankar, A.J., Johansson, E.,
Lundborg, C.S., 2010, Antibiotic Use,
Resistance Development and
Environmental Factors: A Qualitative
Study Among Healthcare Professionals in
Orissa, India, BMC Public Health, 10: 629–
638.
Soegijanto, W.M., 2013, Perbedaan Kualitas
Penggunaan Antibiotik pada Anak dengan
Demam Tifoid di Kelas III dan Non Kelas
III, Jurnal Media Medika Muda.
Talan, D.A., Moran, G.J., Newdow, M., Ong, S.,
Mower, W.R., Nakase, J.Y., et al., 2001,
Etiology of Bloody Diarrhea among
Patients Presenting to United States
Emergency Departments: Prevalence of
Escherichia Coli O157:H7 and Other
Enteropathogens, Clinical Infectious
Diseases, 32: 573–580.
Tampi, G.G., Nugroho, T., 2011, Rasionalitas
Penggunaan Antibiotika dalam
Penatalaksanaan Konjungtivitis di Bagian
Mata RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun
2010, Karya Tulis Ilmiah, Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro,
Semarang.
Van der Meer, J.W., Gyssens, I.C., 2001, Quality
of Antimicrobial Drug Prescription in
Hospital, Clinical Microbiology and Infection,
7 Suppl 6: 12–15.
WHO, 2008, Pocket Book of Hospital Care for
Children, Guidelines for the Management of
Common Illnesses with Limited Resources,
2005, World Health Organization (WHO),
Indonesia.
WHO, 2011, Guidelines for the Management of
Thypoid Fever, World Health Organization,
Geneva.
Yuniar, I., Karyanti, M.R., Tambunan, T., dan
Rizkyani, N.A., 2013, Evaluasi
Penggunaan Antibiotik dengan Kartu
Monitoring Antibiotik Gyssens, Sari
Pediatri, 14: 384–390.
Yuniftiadi, F., Pujo, J.L., Lestari, E.S., 2010,
Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
di Intensiv Care Unit RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Juli - Desember 2009,
Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang.