Upload
diandra-renya-alison-swift
View
26
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
K3
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Evaluasi Program, Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program
serta Tujuan Evaluasi Program
II.1.1 Pengertian Evaluasi Program
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk
pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara
umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian
angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih
spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat
hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini
karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini
dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang
Universitas Sumatera Utara
bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi
(Dunn, 1999).
Menurut Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya
untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian
hasil.
Anderson (dalam Arikunto, 2004 : 1) memandang evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan
untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004
: 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian
dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternative keputusan.
Patton dan Sawicki (1991) mengklasifikasikan metoda pendekatan yang dapat
dilakukan dalam penelitian evaluasi menjadi 6 (enam) yaitu :
a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu
kebijakan atau program diimplementasikan.
b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan
yang mendapat kebijakan atau program, yang telah di modifikasi dengan
memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian
peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.
Universitas Sumatera Utara
c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji suatu
objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan
ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).
d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui
kondisi yang diteliti.
e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian
dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian
terhadap kondisi yang diteliti.
f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya
didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana.
Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan
tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan
dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan
dan taget dalam hubungan dengan masalah yang dituju yang dapat menganalisis
alternative sumber nilai (misalnya kepentingan kelompok) maupun landasan mereka
dalam berbagai bentuk rasionalitas (misalnya teknis, ekonomis, legal, social,
substantif). Nugroho (2004 : 185) mengatakan bahwa evaluasi akan memberikan
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa
jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public.
Universitas Sumatera Utara
Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar (2004 ; 14) Evalusi program adalah
proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan
sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses
penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data
yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah di bakukan.
Ralp Tyler, 1950 (dalam Suharsimi, 2007) mendefinisikan bahwa evaluasi
program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat
terealisasi. Sedangkan Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) evaluasi program
adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil
sebuah keputusan.
Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan
kebijakan public dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah
evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif
yaitu temuan apa adanya; baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi
yang pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada perumus kebikan, pembuat
kebijakan dan masyarakat.
II.1.2 Pengertian Program
Universitas Sumatera Utara
Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus
dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa
program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila “program”
dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit
atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan,
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi
yang melibatkan sekelompok orang.
Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat tiga unsur
penting yaitu :
a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan.
b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi
jamak berkesinambungan.
c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan
dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung
dalam kurun waktu relatif lama. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah
organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.
II.1.3 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program
Setelah kita menentukan obyek evaluasi selanjutnya harus menentukan aspek-
aspek dari obyek yang akan di evaluasi. Menurut Stake, 1967, Stuffebeam, 1959,
Universitas Sumatera Utara
Alkin 1969 (dalam Suharsimi, 2007) telah mengemukakan bahwa evaluasi berfokus
pada empat aspek yaitu :
a. Konteks
b. Input
c. Proses implementasi
d. Produk
Menurut Beni Setiawan (1999:20) Direktorat Pemantauan dan Evaluasi
Bapenas, tujuan evaluasi program adalah agar dapt diketahui dengan pasti apakah
pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program
dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan
datang.
Menurut Beni Setiawan, (1999:20) dimensi utama evaluasi diarahkan kepada
hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat
perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi yaitu :
a. Indikator masukan (input)
b. Proses (process)
c. Keluaran (ouput)
d. Indikator dampak (outcame)
Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan
untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup :
a. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan,
evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai alternative dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
b. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan,
evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program
dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
c. Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST) pada tahap pasca
pelaksanaan evaluasi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian
(keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan
yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk
menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil
dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan
keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu
program.
Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selanjutnya terdapat perbedaan
metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka anggaran dengan yang
berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program yang berfokus pada anggaran
dilakukan dengan dua cara yaitu : penilaian indicator kinerja program berdasarkan
keluaran dan hasil dan studi evaluasi program berdasarkan dampak yang timbul. Cara
pertama dilakukan melalui perbandingan indicator kinerja sasaran yang direncanakan
dengan realisasi, informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan nudah
sebelum suatu indicator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua
dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat mendalam
terhadap hasil, manfaat dan dampak dari program yang telah selesai dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang paling penting adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana
memperoleh informasi, dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat
independen, obyektif, relevan dan dapat diandalkan.
II.1.4 Tujuan Evaluasi Program
Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48), tujuan khusus evaluasi program
terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk :
a. Memberikan masukan bagi perencanaan program;
b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak
lanjut, perluasan atau penghentian program;
c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau
perbaikan program;
d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan
penghambat program;
e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan,
supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana
program;
f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan
luar sekolah.
Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk
melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat
menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu
program harus dilanjutkan.
b. Indicator-indikator tentang program-program yang paling berhasil
berdasarkan jumlah biaya yang digunakan.
c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur
program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga
efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.
d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan
sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu,
kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh
dari pelayanan setiap program.
e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program.
II.2 Pengertian Kelompok
Sebuah kelompok merupakan sekumpulan orang-orang yang saling
berinteraksi satu sama lain secara teratur selama jangka waktu tertentu, dan mereka
beranggapan bahwa mereka saling bergantungan satu sama lain, sehubungan dengan
upaya mencapai sebuah tujuan umum.
Jhonson dan Johnson menyebutkan kelompok adalah dua individu atau lebih
berinteraksi tatap muka (face to face interaction) yang masing-masing menyadari
keanggotaannya dalam kelompok dan saling ketergantungan secara positif dalam
mencapai tujuan bersama.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Bion, kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu,
melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-
ciri group ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan-
kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang ada pada manusia.
Dengan definisi tersebut menekankan ciri penting suatu kelompok, yaitu
bahwa dengan berbagai cara anggotanya saling mempengaruhi satu sama lain. Besar
atau ruang lingkup kegiatan yang ditunjukan oleh satu kelompok merupakan dimensi
lain yang penting. Ada kelompok yang terpusat pada satu masalah. Di sini, kelompok
dibentuk untuk suatu tujuan khusus.
Salah satu cara membedakan kelompok dengan kelompok lainnya adalah
melalui beberapa karakter:
1. Entiativity/entiativitas : merupakan derajat dimana satu kelompok
dipersepsikan sebagai satuan koheren.
2. Komposisi Kelompok
• The Size (ukuran)
• The Gender (jenis kelamin)
• Ethnicidentity of The Member (Etnik anggota kelompok)
3. Homogenitas Kelompok
4. Tujuan Kelompok
Terdapat tiga kriteria objektif bagi suatu kelompok. Pertama, kelompok
ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi
mendefinisikan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, pihak yang berinteraksi
Universitas Sumatera Utara
didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok (Merton, 1965 : 285-286).
Lebih tegas Merton membedakan konsep kelompok dengan konsep kolektiva yang
didefinisikan bahwa kriteria yang ditonjolkan dalam kelompok ialah adanya sejumlah
orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya
rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan.
II.2.1 Klasifikasi Kelompok
a. Kelompok Formal
Ditandai dengan peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
dan pembagian tugas yang jelas. (Contoh : Partai Politik, Koperasi)
b. Kelompok Informal
Tidak didukung oleh peraturan/anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
yang ada. Sifatnya berdasarkan kekeluargaan dengan perasaan simpatik. (Contoh :
Kelompok Arisan)
c. Kelompok Terbuka
Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap
mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan
d. Kelompok Tertutup
Universitas Sumatera Utara
Adalah suatu kelompok yang kecil kemungkinannya untuk menerima
perubahan dan pembaharuan atau memiliki kecenderungan untuk tetap
menjaga kestabilan yang telah ada.
e. Kelompok Primer
Kelompok Primer Merupakan kelompok sosial dimana interaksi sosial
terjadi yg anggotanya saling mengenal dekat dan memiiki hubungan yg erat
dalam kehidupan (Contoh : keluarga, rukun tetangga, kelompok diskusi,
kelompok agama dan lain-lain)
f. Kelompok Sekunder
Terjadi apabila interaksi sosial dilakukan secara tidak langsung,
berjauhan dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan sifatnya lebih
objektif. (Contoh: Partai politik, Himpunan serikat pekerja, dll)
II.2.2 Fungsi Kelompok
Kelompok sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap anggota-
anggotanya. Empat aspek dari kelompok yang memainkan peran kunci, yakni peran,
status, norma, dan kohesivitas.
a. PERAN: Diferensiasi fungsi di dalam kelompok
Peran merupakan suatu set prilaku yang diharapkan dilakukan oleh
individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok (Robert A
Baron & Donn Byrne, 2005 : 177). Peran dapat membantu memperjelas
tanggung jawab dan kewajiban anggota-anggotanya, maka peran sangat
berguna. Orang-orang yang berbeda melakukan tugas-tugas yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
dan diharapkan dapat mencapai hal-hal yang berbeda demi kelompok. Dan
setiap anggota dalam kelompok akan memainkan peran yang berbeda.
b. STATUS: Hierarki dalam kelompok
Status adalah posisi atau tingkatan di dalam suatu kelompok. Peran
atau posisi yang berbeda dalam kelompok sering dihubungkan dengan tingkat
status yang berbeda. Orang-orang sering kali sensitif pada status, karena
status terkait dengan begitu banyak hasil akhir yang diharapkan. Untuk alasan
ini, kelompok sering menggunakan status sebagai alat dalam mempengaruhi
perilaku anggotanya. Hanya anggota yang “baik”, yang mengikuti peraturan
kelompok yang menerima status tinggi.
c. NORMA: Peraturan Permainan
Faktor ketiga yang menyebabkan kelompok memiliki dampak yang
kuat terhadap anggota-anggotanya adalah norma. Norma merupakan peraturan
yang diciptakan oleh kelompok untuk memberi tahu anggotanya bagaimana
mereka seharusnya bertingkah laku. Norma sering kali memiliki dampak yang
kuat terhadap perilaku. Kepatuhan pada norma sering kali merupakan kondisi
yang diperlukan untuk mendapatkan status dan penghargaan lain yang
dikontrol oleh kelompok (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 179).
d. KOHESIVITAS: Kekuatan yang mengikat
Kohesivitas merupakan segala kekuatan (faktor-faktor) yang
menyebabkan anggota bertahan dalam kelompok. Sepeti kesukaan pada
anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau
meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok yang tepat
Universitas Sumatera Utara
(Festinger dkk, 1950). Kohesivitas meliputi depersonalized attraction yang
berarti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok yang muncul dari fakta
bahwa mereka adalah anggota dari kelompok tersebut dan mereka
menunjukan atau merepresentasikan karakteristik-karakteristik kunci
kelompok yang cukup berbeda dari trait mereka sebagai individu (Hogg &
Haines, 1966).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas, antara lain;
o Status di dalam kelompok. Kohesivitas sering kali lebih tinggi
pada diri anggota dengan status yang tinggi daripada yang
rendah.
o Usaha yang dibutuhkan untuk masuk kedalam kelompok.
Makin besar usaha yang dilakukan, makin tinggi kohesivitas.
o Keberadaan ancaman eksternal atau kompetisi yang kuat.
Ancaman seperti itu meningkatkan ketertarikan dan komitmen
anggota pada kelompok.
o Ukuran. Kelompok kecil cenderung untuk lebih kohesif
daripada yang besar.
II.2.3 KOORDINASI DALAM KELOMPOK
Pertolongan bersifat timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah
pihak, pola seperti ini dikenal dengan kerja sama (coorperation). Dalam kerjasama
melibatkan situasi dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk
mendapatkan tujuan yang sama. Kerja sama dapat menjadi sangat menguntungkan,
Universitas Sumatera Utara
bahkan, melalui proses ini, kelompok dapat memperoleh hasil yang tidak pernah
mereka harap dapat dicapai sendirian (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 188).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja sama adalah, timbal balik, orientasi
pribadi dan komunikasi. Timbal balik (reciprocity) adalah faktor yang paling pasti
diantara ketiganya. Karena ketika seseorang bekerja sama dengan orang lain dan
mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya seseorang tersebut akan
melakukan hal yang sama sebagai balasannya. Sebaliknya, jika mereka tidak bersikap
baik dan memaksakan kepentingan sendiri, seseorang akan melakukan hal yang sama
(Kerr & Kaufman-Gilliland, 1944).
Faktor kedua yang memiliki efek kuat terhadap kerjasama adalah orientasi
pribadi pada prilaku seperti itu. Secara spesifik, temuan penelitian memperlihatkan
bahwa individu dapat memiliki satu dari tiga orientasi yang berbeda terhadap situasi
yang meliputi dilemma sosial, yaitu :
1. Orientasi kooperatif, di mana mereka memilih untuk memaksimalkan hasil
akhirbersama yang diterima oleh semua orang yang terlibat.
2. Orientasi individualistic, di mana fokus utamanya adalah untuk
memaksimalkan hasil mereka sendiri.
3. Orientasi kompetitif, di mana fokus utamanya adalah untuk mengalahkan
orang lain (DeDreu & McCusker, 1997; Van Lange & Kuhlman, 1994).
Orientasi ini memiliki dampak besar pada bagaimana orang bertindak di
banyak situasi, jadi hal tersebut merupakan factor penting sehubungan dengan
tercipta atau tidak terciptanya kerjasama.
Universitas Sumatera Utara
Faktor ketiga yang mempengaruhi kerja sama adalah komunikasi. Penalaran
umum menunjukan bahwa jika individu dapat mendiskusikan situasi dengan
orang lain, mereka mungkin akan segera menyimpulkan bahwa pilihan yang
terbaik untuk setiap orang adalah bekerja sama, karena hal ini akan bermanfaat
bagi semua yang terlibat.
Secara spesifik, dampak yang menguntungkan dapat dan memang terjadi jika
anggota kelompok membuat komitmen pribadi untuk bekerja sama satu sama lain
dan jika komitmen ini didukung oleh norma pribadi yang kuat untuk
menghargainya (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 192).
II.3 Pengertian Anak
Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian
tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam
Convention on The Right of The Child Tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah
Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah
mereka yang berusia 18 tahun kebawah. Sementara itu, UNICEF mendefisikan anak
sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa anak
adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,
dan sejahtera.
Menurut Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban
anak tercantum dalam pasal Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbinga
orang tua.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya
(http://www.pdat.co.id/UU/nomer/23/tahun/2002/tentangperlindungananak,
Medan, diakses 01 February 2011 Pukul 10.00 WIB)
Disamping uraian hak-hak anak yang tertuang dalam Undang – undang nomer
23 Tahun 2002 di atas, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak
Anak PBB melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari
Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin,
asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup
empat bidang:
1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak
dan pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan
beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan,
perlakuan dan perlindungan khusus.
3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul
dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Selain hak anak yang harus dipenuhii oleh orang tua, keluarga dan negara,
anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz,
kebutuhan dasar yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orang tua dan anak
yang sehat dimana kebutuhan anak seperti, perhatian dan kasih sayang yang continue,
perlindungan, dorongan dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua (Huraerah,
2006 : 27).
Sedangkan Huttman menyebutkan kebutuhan anak antara lain :
1. Kasih sayang orang tua
2. Stabilitas emosional
3. Pengertian dan perhatian
4. Pertumbuhan kepribadian
5. Dorongan kreatif
6. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan
memadai
9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif
10. Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan (Huraerah, 2006 : 28).
Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak
negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan social
anak. Anak bukan saja mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan
yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya – nalar dan
Universitas Sumatera Utara
bahkan prilaku-prilaku maladaptive, seperti : autism, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak
mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan prilaku criminal (Huraerah,
2006 : 27).
II.4 Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya
sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang
semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak (Hambali Batubara,
2010 : v).
Menurut Departemen social, seseorang akan dikatakan anak jalanan bila
berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari
seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities before
they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life (anak jalanan
merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari
keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat teredekatnya, larut dalam kehidupan
yang berpindah-pindah di jalan raya).
Sementara, definisi yang dirumuskan dalam Lokakarya Kemiskinan dan Anak
Jalanan, yang diselanggarakan Departemen Sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober
1995, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi
tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johanes pada seminar tentang
Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Universitas Sumatera Utara
Bandung pada bulan Oktober 1996, yang menyebutkan bahwa, anak jalanan adalah
anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak,
yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus
hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan
orang tua / keluarga (Huraerah, 2006 : 80).
Ciri khas sebagian besar anak jalanan yang berada di kota-kota besar
umumnya merupakan perantau. Mereka belajar bagaimana berthan hidup hingga
memiliki karakter dan lebih eksis. Resistensinya terhadap permasalahan dijalanan
cukup tinggi.
Anak jalanan memiliki beberapa tipe, yakni antara lain:
1. Anak jalanan yang masih memiliki dan tinggal dengan orang tua.
2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang
tua
3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan
keluarga.
4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan
keluarga.
Berdasarkan hasil kajian dilapangan, secara garis besar anak jalanan
dibedakan ke dalam tiga kelompok :
1. Children On the Street (Anak jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anak-
anak yang mempunyai kegiatan ekonomi – sebagai pekerja anak di jalan,
namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.
Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu penyangga
Universitas Sumatera Utara
ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti
ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya.
2. Children of the street (Anak jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak-anak
yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara social maupun ekonomi.
Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya,
tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka
adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat
rawan terhadap perlakuan salah, baik secara social-emosional, fisik maupun
seksual.
3. Children from families of the street atau children in the street, yakni anak-
anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting
dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih
bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesi, kategori ini dengan
mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjangrel
kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum
diketahui secara pasti (Bagong, 1999 : 41-42).
Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of
the street, menunjukan bahwa motivasi mereka hidup dijalanan bukanlah sekedar
karena desakan kebutuhan ekonomi rimah tangga, melainkan juga karena terjadinya
kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orangtuanya. Bagi anak-anak ini,
kendati kehidupan dijalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun dinilai
lebih memberikan alternative dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang
Universitas Sumatera Utara
penuh dengan kekerasan yang tidak dapat mereka hindari. Meski tidak selalu terjadi,
tetapi acap ditemui bahwa latar belakang anak-anak memilih hidup dijalanan adalah
karena kasus-kasus child abuse (tindakan yang salah pada anak) (Bagong, 1999 : 46).
II.5 Faktor – faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan
dijalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan,
ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut
hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering kali
memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri
dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi
yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan
merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah
dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas
kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh
orangtuanya (Bagong, 1999 : 48).
Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk
turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut :
1. Tingkat Mikro (immedieate causes), yaitu factor yang berhubungan dengan
anak dan keluarga. Sebab-sebab yang biasa didentifikasikan dari anak adalah
lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orantua yang
terbiasa dengan menggunakan kekerasan (sering menampar, memukul,
menganiaya karena kesalahan kecil) jika sudah melampaui batas toleransi
Universitas Sumatera Utara
anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup dijalanan,
disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disrih putus sekolah,
dalam rangka bertualang, bermain-main atau diajak teman. Sebab-sebab yang
berasal dari keluarga terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan
kebutuhan dasar, kondisi psikologis seperti ditolak orangtua, salah perawatan
dari orangtua sehingga mengalami kekerasan dirumah (child abuse) kesulitan
berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orangtua. Permasalahan
atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling
terkait satu sama lain.
2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan
struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat,
dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga
miskin anak akan dikutsertakan dalam menambah penghasilan keluarga).
Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan adalah pada komunitas masyarakat
miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu meningkatkan ekonomi
keluarga, oleh karena itu anak – anak diajarkan untuk bekerja pada
masyarakat lain pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan
masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi).
3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur
masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat
menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu dijalanan, akibatnya akan
banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah
membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku
sekolah (Siregar, 2004 : 39).
II.6 Kerangka Pemikiran
Anak jalanan sering dianggap sebagai akar masalah tanpa ada solusi yang
tepat mengatasinya. Anak-anak jalanan ditangkap dan diasingkan, tapi tidak diberikan
jalan keluar dari sumber masalah. Mereka ada dijalan umumnya karena himpitan
ekonomi. Persoalan yang berasal dari orang tua yang tidak mampu, sehingga
memaksa mereka memenuhi kebutuhannya. Atau bahkan lari dari keluarga karena
tidak kuat dengan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga.
Interaksi anak-anak di jalan membuat mereka rentan terhadap perlakuan
kekerasan dan eksploitasi. Anak-anak jalanan yang dipaksa berjuang untuk
mempertahankan hidupnya. Keadaan ini membentuk jiwa anak-anak jalanan yang
menjadi keras dan terkadang timbul kesan jauh dari etika dan norma-norma
kehidupan masyarakat.
Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup
dalam asuhan orangtuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka bebas
melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak seumuran mereka.
Penampilan jauh dari kesan apik. Umumnya terlihat berpakaian lusuh,kumal dan
dandanan jauh dari kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh. Rokok, minuman keras
dan mabuk-mabukan sepertinta sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka
yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik.
(Hambali Batubara, 2010 : vi)
Keadaan-keadan inilah yang menyebabkan sebagian besar kelompok
masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka sebagai
bagian dari masyarakat . Akibatnya terjadi penolakan disetiap kehadiran mereka.
Program yang diberikan oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan
terhadap anak jalanan melalui penguatan kelompok mencoba mengikis pandangan-
pandangan negatif terhadap keberadaan anak jalanan. Dimulai dengan tingkah laku
yang hingga penunjukan jati diri mereka dengan karya-karya yang dihasilkan.
Untuk menjelaskan bagaimana alur dari penelitian ini dapat dilihat melalui
bagan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Bagan I
Kerangka Pemikiran Secara Sistematis
Yayasan KKSP – Pusat Pendidikan dan Informasi Hak anak
Medan
Program Penguatan Kelompok
• Memberikan Pendidikan alternative lewat pengembangan
wawasan, karakter, dan skill terhadap anak jalanan
Tujuan Pelaksanaan program :
1. Meningkatnya kemampuan dan keterampilan anak jalanan
2. Mengetahui dan menjalankan nilai – nilai moral
3. Kemandirian anak jalanan
Keberhasilan Pelaksanaan Program :
1. Pengembangan karakter anak jalanan
2. Dapat diterima oleh
masyarakat.
3. Memiliki posisi
tawar.
Universitas Sumatera Utara
II.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional
II.7.1 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian (Singarimbun, 1993 : 33). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan
istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang
akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan
penelitian.
Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang
akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari
beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan.
2. Program Penguatan Kelompok Anak Jalanan merupakan program
pemberdayaan anak jalananan yang mengorganisir dan memfasilitasi anak
jalanan melalui pendidikan alternatif, dimana anak-anak jalanan dapat
mengakses berbagai media pendidikan yang tersedia.
3. Anak Jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya,
berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari
seminggu.
Universitas Sumatera Utara
4. Yayasan KKSP – Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak Medan
merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsen pada
perlindungan anak, dan membantu mewujudkan mimpi-mimpi anak jalanan
serta mencoba menggambarkan mengenai proses-proses hubungan social, dan
persoalan yang dihadapi kelompok anak jalanan ini, dan juga bagaimana
pandangan terhadap keberadaan mereka.
II.7.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau
operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya
dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan peneliti
dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan
operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus
diamati (Nawawi, 1998 ; 120).
Pengukuran evaluasi program penguatan kelompok yang diberikan Yayasan
Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) terhadap anak jalanan adalah dengan cara
melakukan pengamatan langsung untuk melihat sejauh mana keefektivan program
penguatann kelompok terhadap anak jalanan. Indikator dalam penelitian ini dapat
diukur dari kegiatan program, dan dapat di lihat pada tabel berikut:
Variabel Penelitian Dimensi Indikator Ukuran
Penguatan
Kelompok
1. Pendidikan 1. Anak jalanan
mendapatkan
Efektif /
Tidak efektif
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tentang
HAM
2. Mengetahui Konvensi
Hak Anak (KHA),
3. Mendapatkan
pendidikan kesehatan
(NAPZA, Kespro,
HIV/Aids), child
trafficking dan
keorganisasian.
4. Menyediakan
pelayanan beasiswa
untuk sekolah terhadap
anak jalanan.
2. Skill /
Keterampilan
1. Anak Jalanan
mendapatkan pendidikan
karakter lewat media
seni, jurnalistik, rekreasi
dan keagamaan.
2. Melakukan
pementasan seni musik,
teater, parodi dan
pameran karya – karya
yang dihasilkan.
3. Anak jalanan
mendapatkan pendidikan
keterampilan kerja
4. Melakukan kerja sama
Efektif /
Tidak efektif
Universitas Sumatera Utara