Upload
silver
View
64
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Evidence Based Policy Making. Dalam Konteks Kebijakan Askeskin. Daftar Isi. Pengantar Bagian 1: Prinsip-prinsip Evidence Based Policy Making Bagian 2: Sejarah kebijakan untuk askeskin Bagian 3: Pembahasan dari perspektif Evidence Based Policy Making Bagian 4: Perbandingan dengan Thailand - PowerPoint PPT Presentation
Citation preview
Evidence Based Policy Making
Dalam Konteks Kebijakan Askeskin
Daftar Isi Pengantar Bagian 1: Prinsip-prinsip Evidence Based
Policy Making Bagian 2: Sejarah kebijakan untuk askeskin Bagian 3: Pembahasan dari perspektif
Evidence Based Policy Making Bagian 4: Perbandingan dengan Thailand Penutup: Diskusi tentang analisis stakeholder
untuk prospek penggunaan Evidence Based Medicine di program askeskin.
Pengantar Di berbagai negara, proses keputusan
kebijakan di sektor kesehatan diusahakan dilakukan berdasarkan kajian bukti yang tepat (evidence based policy making).
Sementara itu di negara lain, keputusan dilakukan sebaliknya, lebih merupakan keputusan berdasarkan tekanan politik atau naluri belaka.
Pengambilan kebijakan di Indonesia menunjukkan gejala yang belum memberikan tempat bagi evidence based policy making.
Pengantar (lanjutan) Contoh paling mencolok adalah kebijakan
mengenai jaminan kesehatan untuk keluarga miskin.
Sampai sekarang, sistem jaminan askeskin masih belum jelas dan belum banyak penelitian yang menjadi dasar keputusan.
Tujuan: Membahas prospek
penggunaan prinsip Evidence Based Policy Making dalam kebijakan askeskin
Metode:
Mempelajari kejadian di masa lalu
Melakukan intepretasi
Bagian 1: Prinsip-prinsip Evidence Based Policy Making
Evidence Based Medicine Evidence Based Policy Sackett dkk
mendefinisikan EBM sebagai: “The conscientious, explicit, and judicious use of current best evidence in making decisions about the case of individual patient”. (Sackett DL, Rosenberg WMC,
Muir Gray JA, Haynes RB, Richardson WS. Evidence-based medicine: what it is and what it isn’t. BMJ 1996: 312:71-2)
Cookson memberikan definisi yang serupa, namun berfokus pada keputusan public tentang kelompok atau masyarakat, bukan sebuah keputusan tentang individu pasien (Cookson R. Evidence-based
policy making in health care: what it is and what it isn’t. Journal of Health Service Research Policy. Vol 10 No 2 April 2005).
Diagram 1. Evidence Based Policy MakingSumber: Cookson, 2005
Bukti Ilmiah
Nilai-nilaiKepercayaan
PengalamanBukti Anekdot
Opini
Hambatan: Politis, ekonomi, hukum, dan etika
Keputusan
Situasi pengambilan keputusan
Berdasarkan konsep EBP saat ini ada dua golongan besar pengambilan keputusan: (1) Pengambilan keputusan
dilakukan tanpa tersedianya dukungan bukti ilmiah;
(2) Pengambilan keputusan dilakukan dalam situasi tersedianya dukungan bukti ilmiah.
Situasi A: Tidak Ada bukti Ilmiah.
Tidak ada Bukti Ilmiah yang
berasal dari Riset
Nilai-nilaiKepercayaan
PengalamanBukti Anekdot
Opini
Hambatan: Politis, ekonomi, hukum, dan etika
Keputusan
Situasi tanpa bukti ilmiah,namun keputusan harus dilakukanContoh: Alokasi anggaran kesehatan untuk propinsi
dan kabupaten dari pemerintah pusat Penyebaran tenaga dokter di daerah-daerah
terpencil dan sulit Kegiatan untuk pencegahan penyakit karena
sistem surveillance tidak berjalan Kebijakan pembiayaan kesehatan..
Situasi B: Ada Bukti Ilmiah.
Ada Bukti Ilmiah
Berasal dari Riset
Nilai-nilaiKepercayaan
PengalamanBukti Anekdot
Opini
Hambatan: Politis, ekonomi, hukum, dan etika
Keputusan
Dalam situasi B ini ada beberapa kemungkinan: B1. Ada Bukti Ilmiah dari riset dasar dan klinik, dan
proses Evidence Based Policy dilakukan. Contohnya adalah: Program TB DOTS Program IMCI
B2. Ada Bukti Ilmiah dari Riset Dasar namun Proses Evidence based Policy tidak berjalan, misalnya: Kebijakan penyemprotan DHF (fogging) Pembelian test diagnostic AIDS melalui saliva oleh Pemda DKI Pemberian makanan tambahan Kebijakan obat-obat kanker Kebijakan Obat AIDS.
Bagian 2: Sejarah Kebijakan Untuk Askeskin di Tahun 80an sampai saat ini Kebijakan mengenai
jaminan keluarga miskin sudah di mulai sejak adanya program Dana Sehat di tahun 1980an sampai dengan sistem Askeskin di tahun 2000an.
Pada tahun 2006 dan 2007, program dilakukan melalui PT Askes Indonesia.
Kepmenkes No 1241/Menkes/SK/XI/2004, 12 November 2004
Program Askeskin
Keadaan ekstrim terjadi pada tahun 2008. Terjadi keputusan yang menarik: Program Askeskin tidak lagi menggunakan mekanisme asuransi. Di awal tahun ini Departemen Kesehatan memutuskan bahwa program dilakukan melalui mekanisme langsung, dengan nama baru Jaminan Kesehatan Masyarakat. (JAMKESMAS).
Diagram 2. Perubahan di awal tahun 2005Model Subsidi Langsung Model Melalui mekanisme Asuransi:
Pemerintah sebagai
Pembayar
RumahSakit
masyarakat
Pemerintah sebagai
Pembayar
RumahSakit
masyarakat
Asuransi Kesehatan
Diagram 2. Perubahan di awal tahun 2005 dan 2008
Model Subsidi Langsung Model Melalui mekanisme Asuransi:
Pemerintah sebagai
Pembayar
RumahSakit
masyarakat
Pemerintah sebagai Pembayar
RumahSakit
masyarakat
Asuransi Kesehatan
Pemerintah sebagai
Pembayar
RumahSakit
masyarakat
Di tahun 2008 kembali Model Subsidi Langsung
Diagram 3. Perubahan di awal tahun 2008
Pemerintah sebagai
Pembayar
Rumahsakit
masyarakat
Bagian 3: Pembahasan dari perspektif Evidence Based Policy MakingProgram Dana Sehat tidak jelas evaluasinya
Program JPKM di Klaten dekade 1990an berada dalam situasi yang ”berlayar sambil membangun kapal”. Tertutup untuk studi.
Periode Bapel JPKM,tidak banyak studi independen yang dipergunakan untuk menguji kelayakannya.
Periode Askeskin (2005-2007)
Periode perubahan dari periode Bapel JPKM ke PT Askes Indonesia pada awal tahun 2005, sektor jaminan kesehatan di Indonesia merasa terkejut.
Kebijakan Departemen Kesehatan yang berdasarkan Bapel JPKM dengan cepat diubah menjadi berdasarkan kerjasama dengan PT Askes Indonesia, tanpa ada studi yang bersifat sebagai pilot.
Pada tahun 2008 terkesan perubahan dilakukan berdasarkan negosiasi, bukan berbasis bukti ilmiah.
Penafsiran: Catatan sejarah menunjukkan bahwa tidak ada bukti ilmiah untuk
kebijakan askeskin
Tidak ada Bukti Ilmiah yang
berasal dari Riset
Nilai-nilaiKepercayaan
PengalamanBukti Anekdot
Opini
Hambatan: Politis, ekonomi, hukum, dan etika
Keputusan
Bagian 4: Perbandingan dengan Thailand Sistem jaminan kesehatan bagi seluruh Thailand
dikenal dengan nama sistem 30 Baht. Sistem 30 Baht berakar dari sebuah proyek yang
disebut Ayyuddhaya Project di tahun 1989. Proyek ini merupakan kolaborasi antara
pemerintah Thailand dan ahli-ahli dari Belgia. Proyek ini mempunyai 3 komponen utama yaitu:
(1) reformasi pembiayaan; (2) reformasi pelayanan kesehatan; dan (3) reformasi pada hubungan masyarakat dengan
pemberi pelayanan.
Perbandingan dengan Thailand Dalam perjalanannya,
proyek ini diperkuat oleh dua orang Doktor yaitu yaitu Dr. Viroj Tangcharoensathien dan Dr. Supasit Pannarunotai.
Perkembangan selanjutnya di tahun 1993 adalah bergabungnya para ekonom dari Fakultas Ekonomi di Universitas Thammasat dan Chullalongkorn, serta akademisi dari National Economic and Social Development Board.
Peranan akademisi sangat besar dalam perjalanan kebijakan 30 Baht
Rumus cerita sukses di Thailand
(1) penggunaan ilmu pengetahuan untuk mengatasi masalah;
(2) minat dan semangat masyarakat untuk membuat gerakan sosial agar masalah pelayanan kesehatan untuk semua dapat diperhatikan; dan
(3) dukungan politik di dalam arena legislatif untuk menyelesaikan masalah.
Dalam konteks Evidence Based Policy, program 30Baht dengan jelas telah menggunakan berbagai bukti ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Program 30Baht bukanlah keputusan sesaat.
Penutup: Diskusi Tentang Analisis Stakeholder Untuk Prospek Penggunaan Evidence Based Medicine Di Program Askeskin. Apakah Evidence
Based Policy Making akan dipergunakan ataukah semakin tidak digunakan?
Pertanyaan praktis Apakah pemerintah
mengalokasi anggaran untuk mencari bukti ilmiah dalam kebijakan askeskin?
Apakah sistem saat ini terbuka untuk diteliti secara independen?
Apakah para peneliti independen akan mendapatkan pekerjaan?
Perlu analisis stakeholder Keinginan untuk melakukan Evidence
Based Policy Making dalam menetapkan kebijakan askeskin.
Siapa Stakeholdernya? Pemerintah: ?? Masyarakat: ?? Swasta/Usaha: ?? Donor asing: ??
Dimensi Sistem Pelayanan Kesehatan
- Dimensi mana yang menonjol?- Jika tidak seimbang apa yang akan terjadi?- Bagaimana skenario di Indonesia?
Sumber: Mubasysyr Hasanbasri
Bahan Perenungan
Ilmu Kedokteran dan kesehatan
Administrasi Publik
Politik
TERIMA KASIH