Upload
sophan-hadie
View
12
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sopan hadi
Citation preview
Ekologi Hewan 2015
1
Keanekaragaman Mamalia di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu
Ampar Kalimantan Barat
IIN EKAWATI
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, UNIVERSITAS TANJUNGPURA
ABSTRACT
Primata merupakan salah satu satwaliar yang mengalami gangguan akibat aktivitas manusia
seperti perburuan, perusakan habitat, dan pencemaran lingkungan. Setiap jenis mamalia
rnemiliki daerah penyebaran tertentu berdasarkan kondisi geografis dan ekologis.
Penyebarn jenis mamalia berdasarkan faktor ekologi dapat diketahui melalui komposisi
vegetasi suatu tipe habitat. Selain itu, penyebaran jenis mamalia juga dapat dibedakan
berdasarkan ketinggian tempat. Dengan permasalahan penelitian yaitu bagaimana struktur
kenakearagaman Mamalia di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar Kalimantan
Barat. Pada penelitian ini, erdapat 5 spesies yang berbeda dari ke-2 jenis familiy yang
ditemukan pada Hutan Nipah ini. Diamana ke-5 spesies tersebut diantaranya spesies
Macaca fascicularis (Kera Ekor Panjang), Hylobates muelleri atau Owa Kalimantan, spesies
Nasalis larvatus atau bekantan, Trachypithecus auratus (lutung abu-abu) dan spesies
Presbytis rubicunda atau spesies lutung merah. Diketahui bahwa rata-rata organisme yang
teramati termasuk kedalam status perlindungan terancam punah.
Kata kunci : Mamalia, Primata, status perlindungan, Bekantan
Ekologi Hewan 2015
2
PENDAHULUAN
Istilah Ekologi, berasal dari bahasa
Yunani, yaitu : Oikos artinya Tempat
Tinggal (rumah) dan Logos artinya Ilmu.
Oleh karena itu Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara
mahluk hidup dengan sesamanya dan
dengan lingkungnya. Ekologi adalah suatu
studi tentang struktur dan fungsi ekosistem
atau alam dan manusia sebagai bagiannya.
Struktur ekosistem menunjukkan suatu
keadaan dari sistem ekologi pada waktu
dan tempat tertentu termasuk keadaan
densitas organisme, biomassa, penyebaran
materi (unsur hara), energi, serta faktor-
faktor fisik dan kimia lainnya yang
menciptakan keadaan sistem tersebut
(Odum, 1993).
Berdasarkan klasifikasi curah
hujan, wilayah Kecamatan Batu Ampar
termasuk ke dalam tipe iklim A dengan
curah hujan rata-rata 3,887 mm/tahun.
Musim kemarau berlangsung antara Maret
– Juli, sedangkan musim penghujan antara
Agustus–Februari. Pada musim kemarau
curah hujan rata-rata sekitar 126
mm/bulan, sedangkan pada musim
penghujan mencapai 465 mm/bulan.
Wilayah Kecamatan Batu Ampar
merupakan bagian hilir DAS Kapuas
(Priyono, Agus, 2008).
Primata merupakan salah satu
satwaliar yang mengalami gangguan akibat
aktivitas manusia seperti perburuan,
perusakan habitat, dan pencemaran
lingkungan. Lutung merupakan salah satu
primata yang ada di Indonesia dan telah
banyak dimanfaatkan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, riset
dan teknologi dan juga komoditi ekspor.
Lutung (silvered langur) adalah golongan
monyet dari famili Cercopithecidae yang
hidup secara arboreal, pakan utamanya
daun dan sebagai pakan tambahan adalah
bunga dan buah (Ginawan, 2007).
Mamalia merupakan salah satu
kelas vertebrata yang memiliki hubungan
dengan kondisi lingkungannya. Salah satu
sifat dari mamalia adalah memiliki sifat
homoitherm, yaitu suhu tubuhnya dapat
diatur menyesuaikan dengan suhu
lingkungan. mamalia dapat tinggal pada
lingkungan yang ekstrim berdasarkan
ketinggian tempat serta pada kondisi hujan
ataupun bersalju. Selanjutnya dikatakan
lagi, bahwa setiap jenis makhluk hidup
membutuhkan makanan untuk dapat
bertahan hidup dalam komunitasnya.
Mamalia membutuhkan energi dan nutrisi
untuk dapat tumbuh, beraktivitas dan
berkembang biak agar tetap bertahan hidup
(Subagyo, Agus, 2008).
Mamalia memiliki peranan yang
penting dalam kelestarian ekosistem hutan.
Ekologi Hewan 2015
3
Gunawan (2007) menjelaskan peranan
mamalia, antara lain sebagai penyubur
tanah, penyerbuk bunga, pemencar biji,
serta pengendali hama secara biologi.
Kepunahan akan terjadi apabila tidak
dilakukan suatu perlindungan terhadap
satwa-satwa mamalia. Beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap kepunahan
suatu jenis adalah peningkatan populasi
manusia, konversi hutan serta pengrusakan
habitat satwa.
Struktur vegetasi di hutan
mangrove Nipah Panjang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga formasi,
yakni: a) formasi Rhizophora, b) formasi
Bruguiera, dan c) formasi nipah-mangrove.
Bekantan diketahui memanfaatkan
berbagai tipe vegetasi sebagai habitat,
tetapi tidak pernah memanfaatkan areal-
areal dengan tipe vegetasi terbuka seperti
hutan pantai dan hutan kerangas, serta
areal-areal yang sangat terganggu seperti
tebang habis atau lahan perkotaan (Salter
et al. 1985). Tipe habitat utama bagi
bekantan adalah asosiasi nipah-mangrove
atau hutancampuran nipah-mangrove di
rawa pasang surut (Kern 1964).
Setiap jenis mamalia rnemiliki
daerah penyebaran tertentu berdasarkan
kondisi geografis dan ekologis.
Penyebaran jenis mamalia berdasarkan
faktor ekologi dapat diketahui melalui
komposisi vegetasi suatu tipe habitat.
Selain itu, penyebaran jenis mamalia juga
dapat dibedakan berdasarkan ketinggian
tempat. Feldhamer et al.(1999)
menyatakan bahwa mamalia dapat tinggal
pada lingkungan yang ekstrim berdasarkan
ketinggian tempat serta pada kondisi
hujan ataupun bersalju.
Salah satu primata arboreal
pemakan daun yang umum di Sumatera
adalah simpai (Presbytis melalophos).
Penyebaran hewan ini hampir diseluruh
bagian pulau kecuali di bagian pantai timur
di sebelah selatan Pulau Sumatera. Hewan
ini dapat hidup pada berbagai habitat
seperti hutan karet rakyat, hutan campuran,
hutan mangrove, hutan sekunder dan hutan
primer (Fitri Rahmi, dkk, 2013).
Bekantan (Nasalis larvatus)
merupakan primata herbivora yang
menempati daerah-daerah riparian, hutan
mangrove serta hutan pantai di
Kalimantan. Jenis ini merupakan primata
endemik di Pulau Kalimantan yang telah
dinyatakan sebagai salah satu jenis
dilindungi oleh Pemerintah Indonesia
berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa,
termasuk kategori rentan (vulnerable)
menurut IUCN Red Data Book 2007, serta
tercantum dalam Appendix I CITES (Fitri,
Rahmi, 2013).
Ekologi Hewan 2015
4
Habitat utama bekantan berupa
areal-areal hutan rawa mangrove kini telah
terbuka akibat aktivitas manusia sehingga
habitat-habitat yang sesuai bagi kehidupan
bekantan menjadi berkurang. Akibatnya,
bekantan menjadi mudah ditangkap dan
diburu oleh penduduk setempat sebagai
salah satu sumber pangan.
Aktivitas makan adalah aktivitas
yang dilakukan lutung untuk menjangkau,
menambil, memasukkan makanan ke
dalam mulut dan aktivitas lain selain
makan yang berhubungan dengan
perpindahan tempat, seperti melompat,
memanjat, berkejaran, berlari dan aktivitas
sosial lainnya. Istirahat adalah aktivitas
lutung tanpa melakukan perpindahan
tempat dan aktivitas makan (Subagyo,
Agus, 2008).
METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan di
kawasan hutan kecamatan Batu Ampar
Desa Nipah Panjang Provinsi Kalimantan
Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 09-11 Januari 2014. Adapun alat
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teropong binocular, alat tulis, dan
kamera. Sementara bahan yang digunakan
adalah tally sheet,dan buku.
Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan metode point count
dan line transect. Untuk pengamatan di
kawasan hutan dilakukan pada titik yang
dianggap tempat bermain atau mencari
makan. Waktu pengamatan dimulai pukul
06.00–10.00 WIB pada pagi hari dan
pukul 15.00 - 17.00 WIB pada sore hari.
Selain pengamatan langsung,
penelitian ini juga mengambil data
sekunder berupa hasil wawancara dengan
masyarakat sekitar kawasan hutan untuk
menggali informasi mengenai hewan
mamalia yang sering ditemukan atau
ditangkap oleh masyarakat disekitar
kawasan hutan. Mamalia yang telah
ditemukan pada pengamatan langsung
dimasukan kembali kedalam data
sekunder.
Ekologi Hewan 2015
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Jenis mamalia yang dijumpai di kawasan Hutan Nipah Panjang
No Family Nama Spesies Nama
Daerah
Jumlah Temuan Status
Perlindungan TL SU Total
1 Cercopithecidae Macaca
fascicularis
Kera Ekor
Panjang
30 - 30 PII
2 Hylobatidae Hylobates
muelleri
Owa
Kalimantan
4 - 4 EN
3 Cercopithecidae Nasalis
larvatus
Bekantan 1 - 1 EN
4 Cercopithecidae Trachypithecus
auratus
Lutung
Abu - Abu
1 - 1 PII/VU
5 Cercopithecidae Presbytis
rubicund
Lutung
Merah
1 - 1 LC
Keterangan :
TL : Temuan Langsung PII : Apendix II CITES
SU : Suara VU : Rentan
LC : Beresiko rendah EN : Terancam punah
b. Pembahasan
Dari pengamatan ini, diperoleh 5
spesies yang berbeda dari ke-2 jenis
familiy yang ditemukan pada Hutan Nipah
ini. Diamana ke-5 spesies tersebut
diantaranya spesies Macaca fascicularis
(Kera Ekor Panjang), Hylobates muelleri
atau Owa Kalimantan, spesies Nasalis
larvatus atau bekantan, Trachypithecus
auratus (lutung abu-abu) dan spesies
Presbytis rubicunda atau spesies lutung
merah. Akibat kemunculan ini, dapat
dilihat status perlindungan dari spesies-
spesies tersebut. diantaranya spesies
Macaca fascicularis yaitu PII, spesies
Hylobates muelleri dan spesies Nasalis
larvatus dengan status perlindungan EN.
Spesies selanjutnya yaitu dengan status
Ekologi Hewan 2015
6
Presbytis rubicunda dengan status
perlindungan LC. Terakhir yaitu status
perlindungan yaitu spesies Trachypithecus
auratus yaitu VU. Dimana keterangan dari
status perlindungan yaitu:
TL : Temuan Langsung
PII : Apendix II CITES
SU : Suara
VU : Rentan
LC : Beresiko rendah
EN : Terancam punah
Dengan status yang seperti itu (EN
atau terancam punah), maka dapat
dipastikan bahwa spesies Hylobates
muelleri dan spesies Nasalis larvatus
merupakan spesies yang perlu untuk
dilestarikan agar tidak punah. Sedangkan
status perlindungan VU artinya spesies
tersebut rentan (jarang sekali ditemukan).
Dan status perlingungannya, PII artinya
apendix II cites, atau spesies yang status
perlindungannya atau kehadirannya selalu
dalam jumlah yang banyak.
Seperti yang telah diketahui, bahwa
dari ke-5 spesies tersebut, 4 diantaranya
termasuk kedalam family yang sama yaitu
family Cercopithecidae. Sehingga di hutan
Nipah Panjang ini, kehadiran family
Cercopithecidae lebih sering dijumpai jika
dibandingkan dengan family Hylobatidae,
meskipun jumlah spesiesnya yang sedikit.
Sehingga, pantai Nipah Panjang ini,
dominannya merupakan habitat dari family
Cercopithecidae atau disebut bekantan.
Kawasan mangrove Batu Ampar,
Kalimantan Barat merupakan salah satu
kawasan mangrove yang dijadikan
percontohan mangrove Indonesia dan
regional. Kawasan ini memiliki
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi
baik flora maupun fauna, salah satunya
bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) yang
merupakan satwa primata endemik
Borneo. Bekantan (Nasalis larvatus
Wurmb) merupakan satwa primata yang
hidup pada habitat hutan riparian dan
mangrove di Pulau Kalimantan (Ginting,
Andri, 2009).
Akan tetapi, dalam hal ini, bukan
berarti bahwa keanekaragaman mamalia di
Pantai Nipah tinggi. Hal ini karena
berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa keanekaragaman suatu
organisme tinggi apabila dalam
pengamatan tersebut, organisme tersebut
selalu tampak (teramati) dengan jumlah
spesies yang banyak lagi (dengan jenis
atau family yang berbeda). Semakin
banyak spesies yang ditemukan berarti
semakin tinggi keragaman organisme
tersebut. kurangnya keanekaragaman ini
bisa saja disebabkan karena faktor
lingkungan sekitarnya yang sudah tidak
Ekologi Hewan 2015
7
mendukung untuk pertumbuhan dan
perkembangan organisme didalamnya. Hal
ini sesuai dengan Ginting, Andri (2009)
yang menyatakan bahwa kerusakan habitat
bekantan dan spesies lainya merupakan
ancaman besar terhadap kelestarian hidup
bekantan, karena bekantan akan
kehilangan tempat untuk mencari makan,
minum, tempat berlindung dan
bereproduksi.
Di hutan mangrove Nipah Panjang,
untuk spesies bekantan dan spesies
lainnya, memilih pohon yang memiliki
tajuk lebar dengan sejumlah percabangan
mendatar untuk istirahat maupun tidur.
Pohon yang digunakan untuk tidur adalah
Bruguiera sp. dan Rhizophora sp.
Spesies-spesies ini melakukan
aktivitas pergerakan untuk mencari
pakannya. Pola pergerakan harian
kelompok bekantan dipengaruhi oleh
kebiasaan kembali ke areal semula setiap
petang. Pergerakan biasanya dimulai pada
pagi hari dan kembali ke pohon tempat
tidur berikutnya di tepi sungai yang sama
sebelum gelap. Hal inipun dilakukan oleh
semua spesies primata. Jarak rata-rata
perjalanan yang ditempuh bekantan setiap
hari mencapai 904±117 m (522–1300 m)
dengan radius maksimum 371±47 m (162–
500 m).
Menurut Ginting, Andri (2009),
dalam pergerakan wilayah jelajah secara
vertikal, untuk spesies bekantan lebih
sering menggunakan strata B yaitu pada
ketinggian pohon 20-30 m, untuk
melakukan aktivitas harian baik untuk
aktivitas makan, istirahat, bersuara,
aktivitas berpindah maupun untuk
pemilihan lokasi tidur, dipengaruhi oleh
faktor ketersediaan pakan pucuk daun
muda dan faktor keamanan dari serangan
predator seperti biawak, buaya, dan ular
mangrove.
Bekantan dikategorikan satwa
dimorfisme seksual karena jantan memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan betina dan memiliki
hidung yang khas berbentuk seperti umbi
menggantung dan berukuran panjang,
sedangkan ukuran tubuh betina lebih kecil
dan bentuk hidung yang mancung seperti
hidung manusia. Sedangkan ciri-ciri dari
spesies Macaca fascicularis atau disebut
sebagai Kera Ekor Panjang. Dari namanya
ini, dapat diketahui dengan pasti bahwa
spesies ini memiliki ciri yang khas yaitu
ekornya yang panjang dibandingkan
dengan jensi primata lain.
Menurut pendapat Ginting, Andri
(2009), Bekantan hidup pada habitat yang
sangat terbatas pada tipe hutan rawa
gambut dan bakau dan sangat tergantung
Ekologi Hewan 2015
8
pada sungai, walaupun sebagian kecil ada
yang hidup di hutan dipterocarpaceae dan
hutan kerangas namun masih berada di
sekitar sungai. Tipe hutan bakau yang
disenangi oleh bekantan adalah tipe
“riverine mangrove” dengan sungai yang
cukup besar.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa terdapat 5 spesies yang
berbeda dari ke-2 jenis familiy yang
ditemukan pada Hutan Nipah ini. Diamana
ke-5 spesies tersebut diantaranya spesies
Macaca fascicularis (Kera Ekor Panjang),
Hylobates muelleri atau Owa Kalimantan,
spesies Nasalis larvatus atau bekantan,
Trachypithecus auratus (lutung abu-abu)
dan spesies Presbytis rubicunda atau
spesies lutung merah. Dikatakan bahwa
semua organisme yang teramati termasuk
kedalam status perlindungan terancam
punah. Serta, keanekaragaman mamalia di
Pantai Nipah tidak menunjukan
keanekaragaman yang tinggi. Hal ini
karena berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa keanekaragaman suatu
organisme tinggi apabila dalam
pengamatan tersebut, organisme tersebut
selalu tampak (teramati) dengan jumlah
spesies yang banyak lagi (dengan jenis
atau family yang berbeda). Semakin
banyak spesies yang ditemukan berarti
semakin tinggi keragaman organisme
tersebut. Hal ini disebabkan karena
lingkungan yang ditempati sudah mulai
berubah fungsinya akibat kerusakan hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Feldhamer, GA., LC. Drickamer, SR.
Vessey & JF. Merritt. (1999).
Mammalogy Adaptation. Diversity
and Ecology. Boston : McGraw-
Hill
Fitri, Rahmi. (2013). Kepadatan Populasi
dan Struktur Kelompok Simpai
(Presbytis melalophos) serta Jenis
Tumbuhan Makanannya di Hutan
Pendidikan dan Penelitian Biologi
(HPPB) Universitas Andalas.
Jurnal Biologi Universitas Andalas
(J. Bio. UA.) Vol. 2. No. 1 : 25-30.
Ginting, Andri. (2009). Karakteristik
Habitat Dan Wilayah Jelajah
Bekantan (Nasalis Larvatus,
Wurmb) Di Hutan Mangrove Desa
Nipah Panjang Kabupaten Kubu
Raya Provinsi Kalimantan Barat.
Bogor : Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian.
Gunawan. 2007 . Keanekaragaman Jenis
Mamalia Besar Berdasarkan
Komposisi Vegetasi Dan
Ketinggian Tempat Di Kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai.
Bogor : Fakultas Kehutanan Institut
Ekologi Hewan 2015
9
Pertanian.
Kern JA. (1964). Observations on the
habits of the proboscis monkey,
Nasalis larvatus (Wurmb), made in
the Brunei bay area, Borneo.
Zoologica 49:183–192.
Odum, E. P. (1993). Dasar-dasar Ekologi.
Yogyakarta : UGM Press.
Priyono, Agus. (2008). Karakteristik
Habitat Dan Wilayah Jelajah
Bekantan Di Hutan Mangrove
Desa Nipah Panjang Kecamatan
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya
Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
Media Konservasi. Vol. 13, No. 3:
1 – 6
Salter RE, NA MacKenzie, N Nightingale,
KM Aken and PK Chai. (1985).
Habitat use, ranging behaviour and
food habits of the proboscis
monkey, Nasalis larvatus (van
Wurmb), in Sarawak. Primates
26(4): 436–451
Subagyo, Agus. (2008). Pola Aktivitas
Harian Lutung (Presbytis cristata,
Raffles 1821) di Hutan Sekitar
Kampus Pinang Masak,
Universitas Jambi. Jurnal : Pola
aktivitas Harian Lutung. Vol 1 No
1.hlm : 6 – 10’