36
LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN (F.2) PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) Oleh : dr. Laeli Kodriyati Pendamping : dr. Wahju Kurniawan, M.Kes

F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mini

Citation preview

Page 1: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

(F.2)

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK

(PSN)

Oleh :

dr. Laeli Kodriyati

Pendamping :

dr. Wahju Kurniawan, M.Kes

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS PLUPUH II

Page 2: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang

ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit dengan potensi fatalitas

yang cukup tinggi ini ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina

dan Thailand. Saat ini DBD merupakan penyakit yang dapat dijumpai di

sebagian besar negara di Asia. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-

anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun

dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1% (WHO,

2008)

Demam Berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat selama 30 tahun terakhir dan telah menyebar di seluruh provinsi.

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010, terlihat bahwa pada pola

penyakit terbanyak pasien rawat inap di seluruh wilayah di Indonesia, DBD

masuk kedalam urutan kedua dengan jumlah kasus pada laki-laki 30.232 kasus

dan perempuan sebanyak 28.883 kasus. Selain itu, diperoleh jumlah yang

meninggal sebanyak 325 orang (CFR sebesar 0,55%). Pada tahun 2011 Provinsi

Jawa Tengah menempati urutan sebelas dengan insidensi rate kasus DBD 7,14

per 100000 penduduk dengan jumlah kasus demam berdarah sebanyak 2.346

kasus. (Depkes RI, 2011).

Wilayah kerja Puskesmas Plupuh II merupakan daerah yang

mempunyai lahan pertanian dan pekarangan yang luas yg berpotensi menjadi

tempat berkembangbiak nyamuk. Jumlah kasus sejak bulan Januari-Juni 2013

terdapat empat kasus DBD. Upaya pencegahan DBD di wilayah kerja

Puskesmas Plupuh II telah dilakukan dengan gerakan PSN yang keberhasilan

gerakan ini dilihat dari nilai ABJ. Tampaknya gerakan PSN di wilayah kerja

Page 3: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Puskesmas Plupuh telah berhasil, karena ABJ telah mencapai target. Angka

yang diharapkan adalah minimal 95% (Puskesmas Plupuh II, 2013).

Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu,

kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan

lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap

perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan

lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih

kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor

pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk

yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan

penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas (Depkes RI, 2010)

Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang

paling efektif untuk mencegah perkembang biakan nyamuk ini adalah dengan

program pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai kegiatan yang

dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah

Dengue (DBD) melalui upaya-upaya pencegahan yang dilakukan secara

berkelanjutan, hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar

Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan

tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah

Dengue (DBD) (Tholib, 2010).

Fathonah (2009) dalam kajian utama untuk memberantas DBD

mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya

relative masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang

mengenai pencegahan DBD. Dalam Sosialisasi Pencegahan DBD,

penyuluhan tentang pencegahan DBD harus sering dilakukan agar masyarakat

termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat

permasalahan tentang bagaimana cara meningkatkan pengetahuan masyarakat

wilayah Puskesmas Plupuh II tentang penyakit Demam Berdarah mengenai

Page 4: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis, pengobatan, dan

pencegahannya serta meningkatan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga

lingkungan bebas jentik nyamuk

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah Puskesmas Plupuh II

tentang penyakit Demam Berdarah serta peran dan perilaku yang bisa

untuk mencegah dan menanggulangi penyakit Demam berdarah. Sehingga

dapat menurunkan angka kejadian demam berdarah dengue di wilayah

Puskesmas Plupuh II.

b. Tujuan Khusus

Untuk memenuhi persyaratan sebagai dokter Internship di Puskesmas

Plupuh II Kabupaten Sragen.

Page 5: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam dengue / Dengue fever ( DF) dan demam berdarah dengue

( DBD) / dengue haemorrhagic fever (DHF), adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot,

dan atau nyeri sendi yang disertai penurunan dari sel darah putih, adanya

bercak kemerahan  di kulit, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan

jumlah trombosit dan kondisi terberat adalah perdarahan dari hampir seluruh

jaringan tubuh. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di

rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah

demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Suhendro

dkk., 2006)

B. Etiologi dan Cara penularan

1. Etiologi

Penyebab penyakit ini sudah dikenal sejak lama yaitu virus

Dengue yang termasuk famili Flaviviridae dan ada 4 serotipe yang

diketahui yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-42,3. Semua serotipe

virus Dengue ini ditemukan bersirkulasi di Indonesia. Infeksi virus Dengue

pada manusia sudah lama ditemukan dan menyebar terutama di daerah

tropik pada abad 18 dan 19 seiring dengan pesatnya perkembangan

perdagangan antar benua. Vektor penyebar virus Dengue yaitu Aedes

aegypti pun ikut menyebar bersama dengan kapal niaga tersebut4. Pada

saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) beberapa vektor lain seperti Aedes

albopictus, Ae.polynesisensis, Ae. scutellaris complex ikut berperan

(Sudjana, 2010)

Page 6: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

2. Vektor

Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari

subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan

sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah

nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai

vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman,

stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat

penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang

relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang

biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi,

ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan

sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di

wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di

penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon,

potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan

pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam

dan di luar rumah (Sukowati, 2010).

Nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. albopictus mempunyai sifat

anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping

itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah

sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap

darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan

DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu

individu nyamukn yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan

mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang. (Sukowati, 2010)

Page 7: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Gambar 1. Ae. Aegypti

Gambar 2. Siklus Hidup Nyamuk Ae. Aegypti

a) Pengendalian Vektor

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk

penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian,sehingga

pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan,

yaitu dengan pengendalian vektornya. Pengendalian vektor DBD di

hampir di semua negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak

berkesinambungan dan belum mampu memutus rantai penularan. Hal ini

disebabkan metode yang diterapkan belum mengacu kepada data/informasi

tentang vektor, disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan

insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasidasi. . (Sukowati, 2010)

Menurut Sukowati (2010), beberapa metode pengendalian vektor

telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di

tingkat pusat dan di daerah yaitu:

Page 8: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

1) Manajemen LingkunganManajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan

untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan

nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi.

Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau

dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan

lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan.

2) Pengendalian Biologis.Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan

agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis

yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi

larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti

ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).

Predator

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa

digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya,

dan yang paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta

murah adalah ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan

yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan adalah ikan

kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti

efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian

larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk

pengendalian larva Ae.aegypti, namun sampai sekarang belum

digunakan oleh masyarakat secara luas dan berkesinambungan. Jenis

predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan

larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini

sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini

mampu makan larva vektor DBD

Bakteri

Page 9: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan

digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva

vektor adalah kelompok bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya

mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus

thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS).

Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus

masuk ke dalam saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis

ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan

organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara

berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah

melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora

bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak

efektif lagi.

3) Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi

program pengendalian DBD dan masyarakat. Standar operasional Prosedur

fogging yaitu:

a. Tindak lanjut KLB yang dilakukan adalah tidak melakukan fogging

fokus, memberikan penyuluhan kepada masyarakat, menaburkan bubuk

larvasida (abate) pada tempat-tempat yang diperlukan, dan

menggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

yang selanjutnya dilakukan PE ke-2 pada 3 minggu yang akan datang

sejak tanggal sakit indek kasus. Bila PE ke-2 ditemukan sesuai kriteria

1-5, dilakukan fogging fokus. Untuk penaburan larvasida harus sesuai

dosis, yaitu 5 gr untuk 50 liter air. Abatesasi biasanya dilakuan pada

tempat-tempat : daerah sulit air, tempat yang sulit untuk dikuras, pada

tempat yang orangnya tidak pernah membersihkan penampungan

airnya. Sedangkan suatu kasus bisa dijadikan KLB jika ada peningkatan

jumlah kasus DBD di suatu daerah 2 kali lipat atau lebih dalam kurun

waktu 1 minggu/ bulan dibandingkan minggu/ bulan sebelumnya atau

bulan yang sama tahun lalu.

Page 10: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

b. Bila dari hasil penyelidikan epidemiologi ditemukan penderita DBD

lain atau tersangka DBD (penderita panas tanpa sebab yang jelas) lebih

dari tiga orang dan house index >5% maka dilakukan penyuluhan, 3 M

plus dan pengasapan. Jika tidak ditemukan hanya dilakukan penyuluhan

dan kegiatan 3M plus (PSN+larvasida selektif)

c. Di wilayah kerja Surakarta terdapat kriteria jika dalam penyelidikan

epidemiologi ditemukan kriteria

1. Ada tambahan 2 atau lebih kasus DBD dalam # minggu terakhir

2. Adanya tambahan kasus DBD yang meninggal dalam periode 3

minggu terakhir

3. Adanya tambahan kasus 1 orang DBD dan adanya 3 orang panas

tanpa sebab yang jelas dalam periode 3 minggu terakhir serta house

imdex> 5%

4. Adanya kasus DBD 1 orang dengan index kasus meninggal

5. Index kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan kasus

6. Ada tambahan 1 kasus DBD tetapi House Index <5%

Bila terpenuhi kriteria 1 atau 2 atau 3 atau 4 dilakukan fogging

focus seluas 1 RW/dukuh/ 3 rumah atau seluas 316 Ha sebanyak 2

siklus dengan interval 7-10 hari dan PSN di luar dan di dalam rumah

Bila hanya terpenuhi kriteria 5 atau 6 maka diharapkan pergerkan

masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Selanjutnya,

dilakukan PE yang ke 2 pada 3 minggu kemudian sejak tanggal sakit

kasus yang dilaporkan. Bila pada PE 2 ditemukan tambahan 1 kasus

DBD dilakukan foging focus seluas 300 rumah sebanyak 2 siklus

dengan interval 7-10 hari

Beberapa kelemahan dari fogging :

1. Harganya mahal. Harus mengeluarkan biaya untuk premium, solar,

malation (insektisida), baterei, dan petugas. Dosis : 1 liter malation

membutuhkan 20 liter solar.

2. Hanya membunuh nyamuk dewasa.

Page 11: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

3. Nyamuk bisa resisten kalau tidak sesuai dosis atau fogging yang terus-

menerus.

4. Insektisida merupakan racun yang dapat masuk ke tubuh manusia.

Di lapangan, kadang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Untuk fogging

sendiri ada bermacam-macam tujuan :

1. Fogging fokus sesuai prosedur.

2. Fogging psikis. Fogging dilakukan walaupun tidak memenuhi kriteria,

tetapi masyarakat merasa takut dan meminta dilakukan fogging.

Biasanya dibiayai secara mandiri oleh masyarakat.

3. Fogging politis. Fogging dilakukan dengan unsur politis, biasanya

ingin menjatuhkan citra pejabat.

House Index (HI): persentase rumah yang positif terhadap jentik DBD

Jumlah rumah positif jentik Ae. Aegypti × 100%

Jumlah rumah yang diperiksa

Angka Bebas Jentik (ABJ): persentase rumah yang tidak

ditemukan jentik

Jumlah rumah/bangunan tidak ditemukan jentik x 100%

Jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa

Perhitungan house index dan ABJ memiliki makna : jika house

index 95%, maka di daerah tersebut tidak terdapat nyamuk Aedes

aegypti yang cukup berarti, dimana nyamuk tersebut adalah vektor /

pembawa virus dengue yang dapat menularkan DBD.

Jika house index > 5% dan ABJ < 95%, maka di daerah tersebut

terdapat banyak nyamuk Aedes aegypti yang sangat berisiko

menularkan DBD.

4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan

ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan

motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara

berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah

Page 12: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN

dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah

menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena

masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman

dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam

pelaksanaannya. Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang

vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh

masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis

lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil

dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait

seperti pendidikan, agama, LSM, dll.

Program tersebut akan dapat mempunyai daya ungkit dalam

memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam

program pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan

sistem kewaspadaan dini dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan

pembenahan sistem surveilans penyakit dan vektor dari tingkat Puskesmas,

Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat. Disamping kerjasama dan kemitraan

dengan lintas sektor terkait perlu dicari metode yang mempunyai daya

ungkit.

PSN adalah suatu cara yang paling efektif dilaksanakan karena:

1. Tidak memerlukan biaya yang besar

2. Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih

3. Menjadikan lingkungan bersih

4. Budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong

5. Dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang

diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan berkurang.

5. Perlindungan Individu

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat

dilakukan secara individu dengan menggunakan:

1. repellent,

Page 13: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

2. menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan

panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk

meskipun sementara.

3. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa

memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk.

4. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat

nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk

bisa digunakan oleh individu.

5. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau

dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida

yang mampu melindungi gigitan nyamuk.

6. Peraturan Perundangan

Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung

hukum dan melindungi masyarakat dari risiko penularan DB/DBD.

Dengan adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan

pemerintah dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan

masyarakat wajib memelihara dan patuh. Salah satu Negara yang

mempunyai undang-undang dan peraturan tentang vektor DBD adalah

Singapura, yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga lingkungannya

untuk bebas dari investasi larva Aedes. Indonesia dapat terbebas dari risiko

penularan DBD, jika dilakukan penyusunan dan sosialisasi peraturan

perundangan dan penyuluhan tentang memelihara lingkungan yang bebas

dari larva nyamuk secara bertahap. Hal ini mengingat pembangunan

kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu seperti

diamanatkan dalam UUD 1945 dan dipertegas di dalam pasal 28 bahwa

kesehatan adalah hak asasi manusia dan dinyatakan juga bahwa setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

3. Patogenesis dan patofisiologi

Page 14: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Patogenesis DBD masih belum jelas betul. Berdasarkan berbagai

data epidemiologi dianut 2 hipotesis yang sering dijadikan rujukan untuk

menerangkannya. Kedua teori tersebut adalah the secondary heterotypic

antibody dependent enchancement of a dengue virus infection yang lebih

banyak dianut, dan gabungan efek jumlah virus, virulensi virus, dan respons

imun inang. Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai

sel target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon immune

non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas

komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan

C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas

kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi

ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan

terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi, hipoproteinemia,

efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik

Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya

hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan

salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD. (Sudjana, 2010)

4. Klasifikasi Kasus dan Berat Penyakit

Klasifikasi kasus yang disepakatidalam panduan WHO 2009 adalah:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe Dengue)

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :

Dengue probable :

1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue

2. Demam disertai 2 dari hal berikut :

a. Mual, muntah

b. Ruam

c. Sakit dan nyeri

d. Uji torniket positif

e. Lekopenia

Page 15: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

f. Adanya tanda bahaya

3. Tanda bahaya adalah :

a. Nyeri perut atau kelembutannya

b. Muntah berkepanjangan

c. Terdapat akumulasi cairan

d. Perdarahan mukosa

e. Letargi, lemah

f. Pembesaran hati > 2 cm

g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang

cepat

Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran

plasma tidak jelas)

Kriteria Dengue Berat :

1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),

akumulasi cairan dengan distress pernafasan.

2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi

3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan

kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji

tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat

membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan

spesifisitasnya mencapai 82 %.

5. Gambaran Klinis

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase

kritis dan fase pemulihan.

Pada Fase Febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan,

eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada

beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva,

anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda

Page 16: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula

terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis

Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh

disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang

biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering

didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada

fase ini dapat terjadi syok.

Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler

ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum

penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan

diuresis membaik.

Page 17: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

6. Indikasi Rawat Inap

Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila

ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan

organ (ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada

pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites, komorbiditas (kehamilan, diabetes

mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi social tertentu (tinggal sendiri,

jauh dari fasilitas kesehatan

BAB III

INTERVENSI, MONITORING DAN EVALUASI

A. Intervensi

Bentuk Kegiatan : metode intervensi yang dipilih adalah penyuluhan kepada

masyarakat mengenai penyakit DBD serta cara pencegahan dan

penanggulangannya yang dapat dilakukan oleh warga wilayah Puskesmas

Plupuh II sebagai bentuk kerja sama untuk pencegahan dan pemberantasan

dini kasus DBD. Penyuluhan dilakukan bersamaan dengan dilakukannya

kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk ke setiap rumah penduduk.

Prioritas masalah : masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat

tentang penyakit DBD dan perilakunya dalam menjaga kebersihan

lingkungan.

Tujuan : meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan

pentingnya mencegah dan menanggulangi terjadinya penyakit DBD dan

menurunkan angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Plupuh II

Kabupaten Sragen

Pelaksanaan :

Hari/tanggal : Jumat/ 15 Maret 2013

Tempat : RT 11 Desa Pungsari

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

Page 18: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 40 KK

Hari/tanggal : Jumat/22 Maret 2013

Tempat : RT 7 Desa Pungsari

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 40KK

Hari/tanggal : Jumat/ 26 Maret 2013

Tempat : RT 05 Desa Sidokerto

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 40KK

Hari/tanggal : Jumat/ 26 April 2012

Tempat : Sidokerto

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 20KK

Hari/tanggal : Jumat/ 3 Mei 2013

Tempat : RT 02 Desa Gedongan

Acara : Penelusuran kasus DBD & Kegiatan PSN

Page 19: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air, serta penelusuran

kasus DBD.

Jumlah Peserta : 20KK

Hari/tanggal : Jumat/ 10 Mei 2013

Tempat : RT 13 Desa Jembangan

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 20KK

Hari/tanggal : Jumat/ 17 Mei 2013

Tempat : RT 12 Desa Bojongharjo

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 20 KK

Hari/tanggal : Jumat/ 31 Mei 2013

Tempat : Dukuhgung RT05 Desa Cangkol

Acara : Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam

Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala – gejala klinis,

pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan

air.

Jumlah Peserta : 20 KK

B. Monitoring

Page 20: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Untuk menilai apakah masyarakat memahami intervensi yang

diberikan maka perlu adanya monitoring. Selain itu monitoring juga

diperlukan untuk mengetahui apakah masyarakat menerapkan apa yang sudah

diberikan dalam kegiatan sehari-harinya. Monitoring dapat dilakukan dengan

bekerja sama dengan kader, bidan atau tokoh masyarakat desa setempat untuk

selalu dapat mengingatkan dan menggerakkan warga untuk dapat

mencegahan adanya DBD di sekitar wilayah Puskesmas Plupuh II.

C. Evaluasi

Setiap anggota keluarga yang dikunjungi antusias dengan kedatangan

petugas kesehatan untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk dan

pemberian penyuluhan. Secara keseluruhan, intervensi yang diberikan

berjalan cukup baik. Banyak dari anggota keluarga yang tidak segan untuk

bertanya saat diskusi dilakukan baik pertanyaan tentang apa itu DBD

maupun pencegahan dari DBD itu sendiri. Saat penyuluh memberikan

pertanyaan kembali kepada setiap anggota keluarga seputar materi yang

diberikan, banyak dari peserta yang dapat menjawab secara lancar

Page 21: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Indonesia merupakan daerah endemik Demam Berdarah Dengue

(DBD/DHF), dimana balita dan anak-anak beresiko tinggi tertular

penyakit ini.

2. Dibutuhkan kerjasama seluruh warga masyarakat dalam upaya pencegahan

dan pemberantasan DBD.

3. Kurangnya keterlibatan aparatur desa, tokoh masyarakat dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan DBD

4. Kurangnya kerjasama lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama,

pemerintah desa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD

5. Intervensi dari tenaga kesehatan kepada masyarakat dapat membantu

dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.

B. Saran

Intervensi tenaga kesehatan seperti penyuluhan dengan peran aktif

aparatur desa dan tokoh masyarakat dalam menggerakan warga secara

langsung seperti bersama-sama kerja bakti untuk memberantas sarang nyamuk

sangat perlu dilakukan erat hubungannya dengan penurunan kejadian DBD

terutama di wilayah Puskesmas Plupuh II.

Page 22: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2010. Buletin jendela epidemiologi.http://www.depkes.go. id/downloads /publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf(diakses mei 2013)

Depkes RI,2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011. http://www.depkes.go.id/ downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2011.pdf (diakses Mei 2013)

Fathonah. 2009. Studi Kapasitas Manajemen Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Br4darah Dengue di Puskesmas Kecamatan Pasar Mingggu Tahun 2009. UI

Sudjana, Primal. 2010.Demam Berdarah Dewasa http://www.depkes.go.id/downloads /publikasi/buletin/BULETIN% 20DBD.pdf (diakses mei 2013)

Suhendro; Nainggolan, Leonard; Chen, Khie; Pohan, Herdiman. 2006. Demam Berdarah Dengue dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. FKUI. Hal:1709-21

Sukowati, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendalian di Indonesia. http://www.depkes.go.id /downloads /publikasi/bulletin /BULETIN%20DBD.pdf(diakses mei 2013)

Tholib, Abu. 2010. TBC dan DBD, Penyakit Tropis yang Masih Terus Mengancam http://ugm.ac.id/new/?q=id/news/tbc-dan-dbd-penyakit-tropis-yang-masih-terus-mengancam(diakses mei 2013)

World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic Fever. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses mei 2013)

World Health Organization. 2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.WHO

Page 23: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK

(PSN)

Plupuh, Juni 2013

Peserta Program Internship Dokter

Indonesia

Pendamping Program Internship Dokter

Indonesia

dr. Laeli Kodriyati dr. Wahju Kurniawan, M.Kes

Page 24: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

NIP.19710407 200212 1 007

Lampiran

Page 25: F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli