59
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM Kelompok 5 Program Alih Jenis (B) Rudianto 131411123058 Sondi Andika Septian 131411123060 Oktavina Batubara 131411123062 Husna Ardiana 131411123064 Ahmadi Ramadhan 131411123066 Aziz’s Nurulhuda 131411123068 Alifiatul Oza Hamanu 131411123070 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015

Documentf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

g

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM Kelompok 5 Program Alih Jenis (B)

Rudianto 131411123058

Sondi Andika Septian131411123060

Oktavina Batubara131411123062

Husna Ardiana131411123064

Ahmadi Ramadhan131411123066

Azizs Nurulhuda131411123068

Alifiatul Oza Hamanu131411123070PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2015

BAB I

PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGAsfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir, yang dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya dan menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,1998, hal 102). Kemampuan oksigen untuk beredar keseluruh tubuh dipengaruhi oleh kadar hemoglobin dalam darah, semakin tinggi kadar hemoglobin maka angka kejadian asfiksia neonatorum semakin ringan (Mahmudah, 2011)

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling penting pada anak, terutama bayi, karena saluran napasnya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Salah satu parameter gangguan saluran pernapasan adalah frekuensi dan pola pernapasan. Pada bayi baru lahir sering kali terlihat pernapasan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur iramanya akibat pusat pengatur pernapasannya belum berkembang secara sempurna. Pada bayi prematur gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kurang matangnya paru. Disamping faktor organ pernapasan, keadaan pernapasan bayi dan anak juga di pengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.

Angka kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia mencapai 334 per 100.000 kelahiran hidup dan penyebab kematian terbesar adalah asfiksia (Mieke, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 1997) menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 2003). Sedangkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 421 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI 1992) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI 2003). Kematian pada masa perinatal yang disebabkan karena asfiksia sebesar 28%.

Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara maju. Di negara berkembang, lebih kurang 4 juta bayi baru lahir menderita asfiksia sedang atau berat, dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia

Dalam kasus asfiksia ini, peran perawat adalah bagaimana untuk memacu napas klien untuk kembali normal. Memberikan terapi oksigen yang baik, memberikan semangat kepada keluarga klien untuk berfikir positif dan mengurangi rasa cemas.

Pengawasan ini bertujuan menemukan sedini mungkin adanya kelainan yang dapat mempengaruhi proses persalinan sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan baik. Pemilihan cara persalinan dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan demi keselamatan ibu dan bayi, untuk ibu hamil preeklamsia cara persalinan yang sering dilakukan adalah Sectio Caesarea. Sectio Caesarea dilakukan bila terjadi gawat janin atau fetal distress pada kala I, terjadi ketuban pecah dini, kala II yang lama dan ibu yang mengalami kejang

Pada sekarang ini, perkembangan ilmu kesehatan terutama dalam pengobatan dan peralatan, sangatlah menunjang dalam pemulihan penyakit. Terutama penyakit yang ada dalam pembahasan makalah ini. Begitu juga dengan petugas kesehatan, baik dokter, perawat, ahli gizi dan lain-lain telah banyak membantu dalam pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal, baik dalam segi perawatan maupun dalam segi pengobatannya. Pada asfiksia neonatorum yang paling baik dan tepat, terutama dalam segi keperawatannya sangatlah membantu dalam penyembuhan klien. (Wiknjosastro, 1999).

Oleh karena itu dalam makalah ini dijelaskan mengenai penyakit asfiksia neonatorum. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ibu, faktor placenta, faktor featus dan faktor neonatus, sehingga menyebabkan bayi sulit untuk bernafas secara spontan. Setiap penyakit mempunyai gambaran klinik tersendiri terutama pada tanda dan gejala, pengobatan serta perawatannya.

Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih jauh tentang bagaimana seharusnya menangani penderita asfiksia dalam bentuk makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Neonatorum.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah tentang, Bagaimana asuhan keperawatan pada By. B dengan kasus Asfiksia Neonatorum?1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonatorum.1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian perawatan pada By. B dengan kasus Asfiksia.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengelompokan data pada By. B dengan kasus Asfiksia.

3. Mahasiswa mampu melakukan Diagnosa keperawatan pada By. B dengan kasus Asfiksia.

4. Mahasiswa mampu melakukan Perencanaan keperawatan pada By. B dengan kasus Asfiksia.

5.Mahasiswa mampu melakukan Pelaksanaan tindakan keperawatan pada By. B dengan kasus Asfiksa.

6. Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi keperawatan pada By. B dengan kasus Asfiksia.

1.3 MANFAAT Mengembangkan intervensi perawat dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Asfiksia Neonatorum.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI PERNAFASAN NEONATORUMBanyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna (dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhinya. Saat ini bayi tersebut harus mendapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernafasannya sendiri yang baru, mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan setiap penyakit. Periode adaptasi terhadap kehidupan di luar rahim disebut Periode Transisi. Periode ini berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh.

Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi, sistem termoregulasi, dan dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa.

Dua faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi :a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.b. Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan yang merangsang masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis (Varney, 551-552) Interaksi antara sistem pernafasan, kardiovaskuler dan susunan syaraf pusat menimbulkan pernafasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.

Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :a. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru.b. Mengembangkan jaringan alveolus dalam paru-paru untuk pertama kali.

Perubahan Dalam Sistem Peredaran Darah.Setelah lahir darah bayi harus melewati paru untuk mengambil O2 dan mengantarkannya ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan luar rahim harus terjadi 2 perubahan besar :a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung.b. Penutupan ductus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta.

Oksigen menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tekanan dengan cara mengurangi dan meningkatkan resistensinya hingga mengubah aliran darah.

Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah :a. Pada saat tali pusat dipotong. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan. Kedua hal ini membantu darah dengan kandungan O2 sedikit mengalir ke paru-paru untuk oksigenasi ulang.

b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. O2 pada pernafasan pertama menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru-paru.Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan tekanan atrium kanan dan penurunan tekanan atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup. Dengan pernafasan, kadar O2 dalam darah akan meningkat, mengakibatkan ductus arteriosus berkontriksi dan menutup. Vena umbilikus, ductus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan.2.2 KONSEP TEORI

1. DEFINISI

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah melahirkan. (Rahman.2000)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat, Aziz Alimul.2005)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). (FKUI.2007)2. KLASIFIKASI

Menurut M. Rahman (2000), Asfiksia dapat di klasifikasikan berdasarkan skor APGAR, yaitu :

Klinis012

Detak jantungTidak ada< 100 x/menit>100x/menit

PernafasanTidak adaTak teraturTangis kuat

Refleks saat jalan nafas dibersihkanTidak adaMenyeringaiBatuk/bersin

Tonus ototLunglaiFleksi ekstrimitas (lemah)Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulitBiru pucatTubuh merah ekstrimitas biruMerah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat

Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

P = Pulse(denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari.

G = Grimace(seringai) gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki bayi dengan jari.perhatikan reaksi pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender dari mulut dan tenggorokan di hisap.

A = Activity. Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan tanganya atau tarik salah satu tangan/kakinya.Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R = Respiratori.(Pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.Perhatikan pernapasannya.Dilakukan pemantauan pada nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasinya di mulai 30 detiksetelah lahir bila bayi tidak menangis.( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). ( FKUI, 2007)

Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :

a. Asfiksia Ringan (Vigorous baby') Skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa.

b. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia)Skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

c. Asfiksia berat: Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :

1.Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.

2.Bunyi jantung bayi menghilang post partum.3. FAKTOR PENYEBAB

Menurut DEPKES RI (2009), pengolongan penyebab terjadinya asfiksia pada bayi antara lain :A. Faktor Ibu :1. Preeklamsia dan eklamsia.

2. Pendarahan abnormal ( plasenta previa atau solutio plasenta).

3. Partus lama dan partus macet.

4. Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis,TBC,HIV)

5. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan).

B. Faktor Tali Pusat :1. Lilitan tali pusat.

2. Tali pusat pendek.

3. Simpul tali pusat.

4. Prolapsus tali pusat.

C. Faktor Bayi :a. Bayi prematur (sebelum 37 usia kehamilan).

b. Persalinan dengan tindakan (Sungsang, Bayi kembar, Distosia bahu, Ekstraksi vakum, Ekstraksi forcep).

c. Kelainan bawaan (konginetal)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

4. PATOFISIOLOGIKegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian.

Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh. bayi akan beradapatasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.

Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia (Yu dan Monintja, 1997).

Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relatif masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan darah dan refleks bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengan meningkatkan impuls aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu primer berlangsung sekitar 1 2 menit (Yu dan Monintja, 1997).

Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi, vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).4.1 WOC : Terlampir5. TANDA DAN GEJALA

Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada bayi atau janin berikut ini :

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.b. Mekonium pada air ketuban pada janin letak kepala.c. Tonus otot buruk karena kekurang O2 pada otak,otot dan organ lain.d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan O2.e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan O2 pada otot jantung atau sel otak.f. Tekanan darah rendah karena kekurangan O2 pada otot jantungg. Pernafasan cepat karena kegagalan absorbsi cairan paru,atau nafas tidak teratur.h. Pucat atau kebiruan(DEPKES RI, 2007)6. PENGKAJIAN SPESIFIKMenurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2009), pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu:

a. PernafasanObservasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan asukultasi bila perlu, lalu kaji pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur),atau tidak sama sekali.

b. Denyut JantungKaji denyut jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan denyutan umbilikus. Klasifikasikan menjadi >100 atau < 100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidak nya hipoksia yang signifikan.

c. WarnaKaji bibir atau lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda,biru atau pucat.

Ketiga komponen tersebut dikenal dengan komponen skor apgar, dua komponen lainnya adalah tonus dan respon terhadap rangsangan menggambarkan depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak berhubungan.7. PENATALAKSANAANTindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan Resusitasi Bayi Baru Lahir. Tindakan Resusitasi mengikuti tahapan sebagai berikut :

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan :

a. Apakah bayi cukup bulan?

b. Apakah bayi bernafas atau menangis?

c. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ya maka bayi bisa langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan bayi rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan diatas, maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan.

1. Langkah awal dalam stabilisasi

a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan ekplorasi seluruh tubuh.

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pengahangatb. Memposisikan bayi dengans sedikit menengadahkan kepalanya, bayi diletakkan terlentang dengan leher sedikit menengadah dalam posisi menghidu agar faring, laring, trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup/alat untuk pemasangan pipa endotrakeal.

c. Membersihkan jalan nafas sesuai keperluan. Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan nafas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernafasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernafasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut,faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan nafas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekonium.d. Mengeringkan Bayi, merangsang pernafasan, dan meletakkan pada posisi yang benar.

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret dan mengeringkan akan memberikan rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernafasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernafas secara adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernafasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus memberi rangsangan taktil.

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.2. Ventilasi Tekanan Positif

a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.

c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60x / menit

d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,membutuhkan 30-40 cm H20. Setelah nafas pertama, membutuhkann: 20-40 cm H20. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.

e. Observasi gerak dada bayi : adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi,hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.

f. Observasi gerak perut bayi : gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.

g. Penilaian suara nafas bilateral : suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.h. Observasi pengembangan dada bayi : apabila dada terlallu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut : perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan.

Apabila dengan tahapan diatas bayi masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon (Syaifudin,2009)3. Kompresi Dada

Teknik kompresi dada ada 2 cara :

a. Teknik Ibu jari (lebih dipilih) Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang punggung Lebih baik dalam mengontrol kedalaman dan tekanan konsisten. Lebih unggul dalam menaikkan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner.b. Teknik dua jari Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari satu tangan menekan sternum, tangan lainnya menopang punggung Tidak tergantung Lebih mudah untuk pemberian obat.c. Kedalaman dan tekanan Kedalaman +/- 1/3 diameter anteroposterior dada. Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimumd. Koordinasi VTP dan kompresi dada 1 Siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik. Frekuensi : 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit) Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan, satu-dua-tiga-pompa.. (Prambudi, 2013)4. Intubasi EndotrakealCara :a. Langkah 1 : persiapkan memasukkan laringoskopi

Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit menengadah.

Berikan O2 aliran bebas selama prosedur.

b. Langkah 2 : memasukkan laringoskopi

Daun laringoskopi disebelah kanan lidah

Geser lidah kesebelah kiri mulut

Masukkan daun sampai batas pangkal lidah

c. Langkah 3 : angkat daun laringoskop

Angkat sedikit daun laringoskop

Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya

Lihat daerah faring

Jangan mengungkit daun

d. Langkah 4 : melihat tanda anatomis

Cari tanda pita suara, seperti huruf V terbalik

Tekan krikoid agar glotis terlihat

Bila perlu hisap lendir untuk membantu visualisasi

e. Langkah 5 : memasukkan pipa Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa pada arah horizontal

Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka

Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas pita suara.

Batas waktu tindakan 20 detik (jika dalam 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan dan beri VTP)

f. Langkah 6 : mencabut laringoskop

Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kearah langit-langit mulut bayi, cabut laringoskop dengan hati-hati

Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet

(Prambudi, 2013)

5. Obat-Obatan dan Cairan

a. Epinefrin Larutkan = 1 : 10.000 Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan) Dosis : 0,1-0,3 mL/kgBB IV Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam spuit 1 ml Kecepatan = secepat mungkinJangan memberikan dosis lebih tinggi melalui IV

b. Bicarbonat natrium 4,2%c. Dekstron 10%d. Nalokson(Prambudi, 2013)

8. UPAYA PENCEGAHANPencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia. (Hidayat, 2005)

Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.9. KOMPLIKASI Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:

a. Denyut Jantung Janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi bila frekuensi turun sampai dibawah 100x / menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Dibeberapa klinik, elektrokardigraf janin digunakan terus menerus untuk mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.

b. Mekonium Di dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi presentasi kepala, mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban dengan presentasi kepala, dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.c. Asidosis

Pada asfiksia neonatorum, darah akan kekurangan suplay O2, Pada kandungan CO2 meningkat di dalam darah sehingga kompensasi tubuh akan melakukan metabolisme secara anaerob, metabolisme anaerob ini akan menghasilkan asam laktat yang dapat membahayakan bagi janin.

d. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

(Aminullah,2002)

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan terhadap klien adalah sebagai berikut:

A. Identitas klien/bayi dan keluarga.

B. Diagnosa medik yang ditegakkan saat klien masuk rumah sakit.

C. Alasan klien/bayi masuk ruang perinatologi.

D. Riwayat kesehatan klien/bayi saat ini.

E. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.

F. Riwayat kelahiran klien/bayi.

G. Pengukuran nilai apgar score, Bila nilainya 0-3 asfiksia berat, bila nilainya 4-6 asfiksia sedang.

H. Pengkajian dasar data neonatus:

a. Breathing/B1

- Inspeksi

Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas

- Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.

- Perkusi

Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.

-Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan lambat.

b. Blood/B2

- Inspeksi

Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.

- Palpasi

Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.

- Perkusi

Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika.

- Auskultasi

Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali.

c. Brain/B3

Mengkaji tingkat kesadaran bayi dengan mengamati apakah bayi menangis, Mengamati perfusi pada bayi, seperti warna kulit apakah merah muda, biru atau pucat.

d. Bladder/B4

Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok.

e. Bowel /B5

Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak.

f. Bone/ B6

Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.

g. Antropometri

Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia.

2.3 PASCA RESUSITASI (STABLE)S : Sugar and Safe Care

Merupakan langkah untuk menstabilkan kadar gula darah neonatus. Pada awal kehidupan, kelangsungan pasokan nutrisi terhenti setelah pemotongan tali pusat. Bayi baru lahir memerlukan kelangsungan nutrisi untuk mempertahankan asupan glukosa. Kecukupan glukosa diperlukan agar metabolisme sel tertap berlangsung terutama sel otak. Ada 3 faktor risiko yang mempengaruhi kadar gula darah:

a. Cadangan glikogen terbatas

b. Hiperinsulinemia

c. Peningkatan penggunaan glukosa

Dengan demikian pada bayi prematur, BBLR, bayi yang ibunya menderita diabetes melitus, dan bayi yang sakit berat memiliki risiko tinggi hipoglikemia..

Skrining hipoglikemia:

a. Menggunakan darah kapiler

b. Dekstrostix

c. Simple, cukup akurat

d. Target gula darah : 50-110 mg/dl

e. 15% lebih rendah dari gula serum

Frekuensi :

a. Sebelum transpor

b. Diulang lagi saat akan ditranspor

c. Proses transpor

Bila hasil pemeriksaan I normal : tidak perlu diulang

Stabilisasi bayi:

Bila terjadi hipoglikemia, mulai terapi

a. Infus mengandung Dekstrosa (Dex 10%), 80 ml/kg/hari

b. Target setidaknya : GIR = 4-6 mg/kg/menit

T : Temperature

Merupakan usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan mencegah hipotermia. Pada bayi dengan hipotermi akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi di jaringan tubuh. Selain itu kondisi hipotermia dapat meningkatkan metabolism dalam rangka untuk meningkatkan kalori tubuh, kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Dengan demikian suhu-gula darah-oksigen mempunyai keterkaitan erat.

Neonatus lebih mudah mengalami hipotermia daripada hipertermia. Lingkungan ekstrauterin berbeda dengan lingkungan intrauterin. Lingkungan ekstrauterin meningkatkan risiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan hangat, selain itu juga pengaruh konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Suhu normal adalah 36,50C 37,2/37,50C.

Pada hipotermia yang berat, yaitu < 320C, bayi dalam batas yang uncompensated. Pada kondisi tersebut sel otak berisiko tinggi mengalami kematian sel dan ireversibel.

Beberapa bayi mempunyai risiko hipotermia:

a. Bayi prematur, BBLR

b. Bayi sakit berat

c. Bayi dengan resusitasi lama

d. Bayi dengan kelainan (bagian mukosa terbuka: gastroschisis, spina bifida, omfalokel dll)

e. Suhu gula oksigen sangat berkaitan erat.

A : Airway

Masalah pernapasan menjadi morbiditas yang sering dialami bayi yang mendapat perawatan di NICU. Saat resusitasi dilakukan upaya membuka alveoli paru, pasca resusitasi alveoli paru belum sepenuhnya terbuka. Beberapa faktor predisposisi :

a. Prematuritas

b. Persalinan seksio cesaria

c. Sindroma aspirasi mekoneum (MAS)

d. Proses inflamasi

e. Pneumotoraks: komplikasi, spontan

f. Kelainan bawaan : CDH, kista paru,

g. Masalah lain di luar paru (hipotermia, hipoglikemia, kelainan jantung, dll)

h. Problema sumbatan jalan napas

Deteksi dini kegawatan napas dan evaluasi terapi, termasuk menilai progresifitas gangguan pernapasan sangat penting. Salah satu penilaian dini gangguan pernapasan yang mudah adalah menggunakan Skor Down.Skor Down

(http://www.perinasia.com/post/189)

Selain mengamati tanda kegawatan pernapasan, penting untuk menilai:

a. Kebutuhan oksigen dan peningkatan kebutuhan

b. Komplikasi akibat hipoksia dan hiperkarbia

c. PPHN (perbedaan saturasi O2 pre dan post duktal)

d. Perfusi perifer, tekanan darah

e. Neurologis : kesadaran, aktifitas, ada tidaknya kejang

f. Produksi urin

g. Tanda-tanda akan terjadi kegagalan pernapasan

h. Pernapasan megap-megap

i. Tidak berespons dengan pemberian O2

j. Bila memungkinkan : analisis gas darah (data penting: pCO2 dan BE)

B : Blood pressure

Syok terjadi akibat adanya gangguan perfusi dan oksigenasi organ. Ada 3 jenis syok, yaitu:

a. Hipovolemi (tersering pada neonatus)

b. Kardiogenik

c. Septik

Penyebab tersering pada neonatus adalah:

a. Kehilangan darah saat intrauterin/persalinan

b. Kehilangan darah setelah lahir

c. Dehidrasi

Neonatus harus dicegah agar tidak sampai jatuh pada kondisi syok. Gejala dini gangguan sirkulasi pada neonatus lebih sering berupa gangguan pernapasan.

a. Takipnu

b. Kerja nafas meningkat

c. Takikardi

d. Pada fase lanjut akan terjadi:

e. Megap-megap/apnu

f. Bradikardi

g. Nadi perifer lemah

h. Hipotensi

i. Mottle sign (perfisi perifer buruk)

Hal penting dalam menentukan bayi mulai mengalami hipotensi adalah menilai tekanan darah. Tekanan darah normal bayi berbeda, tergantung pada usia gestasi. Penghitungan cara mudah adalah melihat grafik tabel tekanan darah berdasarkan BB

Prinsip penanganan

a. Identifikasi syok

b. Beri bantuan ventilasi

c. Beri cairan fisiologis 10 cc/kg BB

d. Sambil cari penyebab

e. Hindari terapi Biknat secara agresif

f. Bila perlu berikan Dopamine 5-10 mcg/kg/menit

L : Laboratory

Pada bayi yang akan dirujuk, wajib dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk kemungkinan infeksi (bila fasilitas memadai). Perlu dilakukan juga pada bayi berisiko infeksi. Faktor risiko tersering:

a. KPD > 18 jam

b. Ibu dengan riwayat korioamnionitis

c. Ibu sakit (infeksi) menjelang persalinan, misalnya keputihan, diare, suhu ibu > 380C, persalinan prematur, bayi dengan riwayat gawat janin.

E : Emotional support Kelahiran anak merupakan saat yang dinantikan dan membahagiakan. Bila kondisi tidak seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua biasanya akan memiliki perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa gagal, takut, saling menyalahkan, depresi. Dukungan emosi terhadap orangtua atau keluarga bayi sangat penting.

Petugas kesehatan perlu juga mendapat dukungan emosi, perawat adalah ujung tombak dalam perawatan bayi. Sebaiknya sebelum bayi dirujuk, bila kondisi ibu memungkinkan, beri ibu kesempatan untuk melihat bayinya, beri dorongan ibu untuk kontak dengan bayinya. Beri kesempatan bagi ayah untuk sesering mungkin kontak dengan bayinya, biarkan ayah mengambil gambar atau video. Beri dorongan dan keyakinan pada ibu untuk tetap memberikan ASI kepada bayinya, dengan melakukan pompa dan mengirim ASI ke rumah sakit dimana bayi dirujuk.

Hal lain yang perlu dipersiapkan untuk disampaikan kepada tim transpor adalah:

Informed consent

Catatan medis ibu

Catatan medis bayi

Hasil laboratorium atau radiologi

Pemberian terapi yang sudah diberikan dan yang akan diberikanDiagnosa Keperawatan

a) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.

b) Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi / hiperventilasi

c) Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.d) Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan ventilasi.Ansietas b/d kurangnya pengetahuan secara adekuat pada ibu

e) BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS SEMUKasusNy. A melahirkan bayi laki-laki di RSUA dengan bantuan bidan T pada tanggal 09 Mei 2015 pukul 08.10. Ketuban pecah pada pukul 08.00, tidak bercampur mekonium. Keadaan bayi waktu lahir bernapas megap-megap wajah tampak sesak, tidak menangis. Setelah dilakukan tindakan resusitasi bayi pada menit pertama setelah bayi lahir, keadaan bayi masih sama. Bayi bergerak/berespon sedikit ketika diberi rangsangan dan dinilai dada tidak berkembang maksimal. Terdapat cairan atau secret pada hidung dan mulut bayi. Warna kulit bayi tampak biru (sianosis), bayi tampak lemas, tonus otot kurang (ekstremitas sedikit fleksi), dan ada tarikan dinding dada. Pernafasan tidak teratur, Penilaian APGAR skor = 5 dan TTV: TD : Tidak diukur, RR : 24 x / menit, N : 90 x / menit S : 36,6 C BB = 2.300g

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama: By. B

Jenis Kelamin : laki-laki

TTL / Usia : Surabaya / 0 bulan Agama : islam

Alamat : Surabaya

Anak ke : 1 (satu)

Suku Bangsa : Jawa

Nama orang tua

a. Ibu

Nama

: Ny. AUmur : 23 Tahun

Suku Bangsa : JawaPendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Surabayab. Ayah

Nama : Tn. CUmur : 25 Tahun

Suku Bangsa : JawaPendidikan : STMPekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Surabayab. Data Medik

Diagnosa medik

a) Saat masuk : asfiksia

b) Saat pengkajian : asfiksia sedang

d. Alasan Masuk Rumah Sakit

Klien masuk RSUA Surabaya pada tanggal 09 Mei 2015 dengan alasan bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan setelah dilahirkan.

e. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan dan tidak menangis setelah dilahirkan dengan usaha bernapas lemah,

f. Riwayat Kehamilan Ibu

a. Umur kehamilan : 38minggu

b. Periksa ANC : pada bidan

c. Frekuensi ANC : 4x selama kehamilan

d. Penyakit ibu selama hamil: hipertensi

g. Riwayat Persalinan Ibu

1. Jenis persalinan pervaginam.

2. partus ditolong oleh bidan.

3. lama partus selama 12 jam.

4. Warna air ketuban jernih5. Selama kehamilan ibu mengalami preeklamsia dengan TD :140/100 mmHg

h. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital klien/bayi

Denyut Nadi : 90 x/mntRR : 24 x/mntSuhu : 36.6 C

BB/PB : 2.300g/43cm

a. Breathing/B1

- Inspeksi

Bentuk dada normal chest, simteris, terdapat retraksi otot bantu nafas, RR 24x/mnt, dada tidak mengembang dengan maksimal.- Palpasi

Ictus cordis teraba di ICS 5 MCLS

- Perkusi

Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.

-Auskultasi

Suara napas menurun, bunyi napas tak teratur bahkan lambat.

b. Blood/B2

- Inspeksi

Ictus cordis terlihat

- Palpasi

Heart Rate 90x/mnt,

- Perkusi

Perkusi dada sonor, pekak pada area jantung

- Auskultasi

Terdengar suara bunyi jantung 1 dan 2 tunggal

c. Brain/B3

Bayi tidak menangis, warna kulit biru

d. Bladder/B4

Tidak ada distensi kandung kemih

e. Bowel /B5

Bentuk datar, tidak ada massa, tidak ada lesi

f. Bone/ B6

Tonus otot lemah, tidak ada oedem ekstremitas,

Nilai APGAR skor bayi adalah 5.

Detak jantung

= 1

RR

= 1

Refleks saat jalan nafas = 1

Tonus otot

= 1

Warna kulit

= 12. ANALISA DATA

NODATAETIOLOGIMASALAH

1DS : Bidan T mengatakan bahwa sebelumnya By. B terdapat penumpukan sekret pada mulut bayi

DO :

-- Bayi tampak sulit bernapas- Wajah sianosis

- RR 24x/mnt

- Suhu 36.6C

- Nadi : 90x/mnt

- BB 2.300g

Penumpukan sekret pada mulut dan hidung

Bersihan jalan nafas tidak efektif (pasca resusitasi)

2DS :

-Bidan T mengatakan By. B setelah dilahirkan tidak segera menangis

-Bidan T mengatakan pernafasannya tidak teratur

DO :

- - Bayi tampak sulit bernapas- Perkembangan dada tidak maksimal

- Wajah sianosis

- RR 24x/mnt

- Suhu 36.6C

- Nadi : 90x/mnt

- BB 2.300g.Ketidakmaksimalan daya ekspansi paru

Pola nafas tidak efektif(pasca resusitasi)

3. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret pada mulut dan hidung

2. Pola nafas tidak efektif b/d ketidakmaksimalan daya ekspansi paru4. Intervensi

NODIAGNOSA KEPERAWATANNOCRASIONALNICRASIONAL

1Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret pada mulut dan hidung Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien dapat menunjukkan status pernafasan : kepatenan jalan nafas yang dibuktikan dengan indikator berikut :

1.Respiratory Rate normal2.Kedalaman Inspirasi normal3.Tidak kesulitan bernafas4.Nafas Cuping Hidung (-)5.Otot bantu nafas (-)

Dengan patennya jalan nafas. Pasien dapat bernafas dengan normal.

1. Jika RR pasien berada dalam rentang normal, maka pasien dalam keadaan normal, dan sebaliknya

2. Dalamnya usaha nafas menandakan sesak nafas

3. Keadaan terengah-engah saat bernafas dapat menandakan pasien susah bernafas

4. Adanya nafas cuping hidung menandakan pasien memiliki masalah pernafasan

5. Dengan pemberian intervensi keperawatan yang benar,diharapkan status pernafasan pasien dalam keadaan yang adekuat.Respiratori monitoring

Definisi: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat.

Tindakan keperawatan:

1.Monitor RR,Ritme,Kedalaman dan usaha dalam pernafasan

2.Catat pergerakan dinding dada seperti kesimetrisan. Penggunaan otot bantu nafas, supraclavicula dan retraksi otot intercostae.

3.Catat ada perubahan SaO2,SvO2,tidal CO2,Nilai ABG.

Airway Suctioning

Definisi : Menghilangkan secret di jalan nafas dengan memasukkan suction cateter di dalam mulut atau trakea pasien

Tindakan keperawatan:

1. Informasikan kepada keluarga tentang tindakan suction.

2. Tentukan kebutuhan oral atau trakea suction

3. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

4. Monitor status O2 dan Hemodinamik pasien

5. Catat jenis dan jumlah secret, lakukan uji kultur jika diperlukan.

Managemen asam basa asidosis respiratorik :

Definisi : dukung keseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi hasil tingginya PCO2 dari yang diharapkan

Tindakan Keperawatan:

1. Monitor ABG Level yang dapat meningkatkan pH level

2. Monitor indikasi adanya asidosis respiratorik kronik (barel chess,penggunaan otot bantu nafas) jika diperlukan.

3. Pertahankan kebersihan jalan nafas

4. Monitor kegiatan pernafasan

5. Monitor neurogical statusMonitoring pernafasan dapat dilakukan untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas.1. Dengan memonitoring RR,ritme, kedalaman, dan usaha nafas pasien, perawat dapat menentukan intervensi yang tepat untuk menangani pasien.

2. Membantu menilai adanya kelainan pada proses pernafasan. Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema,dan secret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.

3. SaO2,SvO2, tidal Co2 dan ABG dalam batas normal menunjukkan status pernafasan pasien dalam keadaan paten/adekuat.

Dengan melakukan Suction pada jalan nafas pasien, diharapkan jalan nafas menjadi paten untuk mendukung pernafasan pasien

1. Dengan menginformasikan kepada keluarga tentang tindakan suction yang akan dilakukan kepada pasien, keluarga dapat memahami bahwa tindakan dilakukan untuk menyelamatkan pasien.

2. Menentukan kebutuhan yang akan digunakan dapat menjaga efisiensi dan efektivitas tindakan

3. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction berguna untuk membedakan apakah ada perubahan dalam status pernafasan pasien.

4. Berguna untuk tindakan suction yang akan dilakukan

5. Uji kultur dilakukan jika dicurigai terjadi infeksi di saluran nafas atau organ pernafasan

Dengan adanya keseimbangan cairan asam basa, komplikasi yang buruk dapat dicegah.

1. Jika ditemukan asidosis respiratorik kronis,perawat diharapkan dapat melakukan tindak lanjut yang benar.

2. Kebersihan jalan nafas berguna untuk menghindari adanya gangguan pernafasan sehingga pasien tidak jatuh dalam keadaan asidosis.

3. Jika kegiatan pernafasan pasien dalam keadaan normal, pasien tidak mengalami asidosis/alkalosis

4. Status neurological yang buruk menandakan pasien dalam keadaan asidosis/alkalosis yang serius.

NODIAGNOSA KEPERAWATANNOCRASIONALNICRASIONAL

2Pola nafas tidak efektif b/d ketidakmaksimalan daya ekspansi paruSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien dapat menunjukkan Respiratory Status ventilasi tidak terganggu, dibuktikan dengan indikator :

1.Respiratory Rate normal

2.Kedalaman Inspirasi normal

3.Tidak kesulitan bernafas

4.Nafas Cuping Hidung (-)

5.Otot bantu nafas (-)6.Ekspansi paru maksimalDengan status ventilasi yang baik, kita dapat mengetahui bahwa status pernafasan pasien dalam keadaan normal1. Jika ada perubahan RR dalam batas tidak normal, menandakan status respirasi pasien berada dalam kegawatan

2. Dalamnya usaha nafas menandakan sesak nafas

3. Identifikasi adanya bunyi nafas tambahan dapat menentukan intervensi yang tepat

4. Adanya nafas cuping hidung menandakan pasien memiliki masalah pernafasan

5. Dengan pemberian intervensi keperawatan yang benar, diharapkan status pernafasan pasien dalam keadaan yang adekuat.Respiratory Monitoring.Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat

Tindakan Keperawatan:

1. Monitor RR,ritme,kedalaman dan usaha dalam pernafasan

2. Catat pergerakan dinding dada seperti kesimetrisan, penggunaan otot bantu nafas, supraclavicula dan retraksi otot intercostae

3. Catat ada perubahan SaO2,SvO2 tidal CO2 nilai ABG.

Terapi Oksigen

Definisi : pemberian O2 dan monitoring efektifitasnya

Tindakan Keperawatan:

1. Membersihkan oral,nasal,dan trakea jika diperlukan

2. Pertahankan kepatenan jalan nafas

3. Monitor liter aliran oksigen

4. Monitor efektifitas terapi oksigen (pulse oxymetri,ABG) jika diperlukanMonitoring pernafasan dapat dilakukan untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas.1. Dengan memonitoring RR,ritme,kedalaman,dan usaha nafas pasien, perawat dapat menentukan intervensi yang tepat untuk menangani pasien.

Membantu menilai adanya kelainan pada proses pernafasan.1. SaO2, SvO2, tidal CO2 dan ABG dalam batas normal menunjukkan status pernafasan pasien dalam keadaan paten/adekuat.

Dengan pemberian Oksigen diharapkan dapat membantu pernafasan pasien.

1. Kebersihan oral dan nasal dapat meningkatkan kepatenan jalan nafas.

2. Kepatenan jalan nafas dapat membantu pasien mudah dalam bernafas.

3. Jumlah aliran oksigen disesuaikan dengan kebutuhan pasien

4. Efektifitas terapi dapat dibuktikan dengan pulse oxymetri dan ABG dalam keadaan normal.

BAB IVPENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal

Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu).

Diagnosa keperawatan yang dapat diangakat secara teoritis adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.

b. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.

c. Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.

d. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan ventilasi.3.2 SARAN

Diharapkan dalam menangani pasien dengan Asfiksia, pengenalan awal mengenai tanda dan gejala sangat diperlukan untuk menentukan prognosa yang lebih baik.DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat,A.Aziz.(2005).Pengantar ilmu keperawatan anak 1.Jakarta: Salemba MedikaSaifudin, Abdul Bari. (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Guyton, A. C. & J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Terjemahan: Irawati Setiawan. EGC. JakartaSomantri, Irman. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Penerbit Salemba Medika. JakartaWiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBPSP

Manuaba, IGB, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta.NANDA Internasional, Nursing Diagnoses-Definitions & Classificaions 2015-2017http://www.perinasia.com/post/189 di akses pada tanggal 09 Mei 2015