Upload
phungcong
View
230
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA
DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI
( Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan )
I MADE MAHADI DWIPRADNYANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA
DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI
( Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan )
I MADE MAHADI DWIPRADNYANA
NIM 1291161006
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA
DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI
( Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan )
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Manajemen Agribisnis,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I MADE MAHADI DWIPRADNYANA
NIM 1291161006
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya/karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Konversi Lahan Pertanian serta Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Petani
(Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan)” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, SU., pembimbing I yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam
penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan
kepada Dr. Ir. I Made Sudarma, MS selaku Pembimbing II yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD.,KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di
Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr.dr.A.A. Raka
Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ketut Suamba, MP
selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas
Udayana atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan progran
Magister. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
yaitu Dr. Ir. Ketut Suamba, MP., Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, MP., Dr. I Gede
Setiawan Adi Putra, SP.,MSi., yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan,
dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus
disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membingbing penulis
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Kepada Ibu, Ayah dan seluruh
keluarga besar yang telah mengasuh dan membesarkan penulis serta selalu
mendukung baik finansial maupun moril. Kepada Pimpinan dan seluruh rekan-rekan
karyawan KPN Kamadhuk yang dengan penuh pengertian telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Tidak
lupa pula saya sampaikan terimakasih kepada Ni Putu Novita Diliani atas dorongan-
dorongan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan
seluruh teman-teman Angkatan XV Program Studi Magister Agribisnis yang
senantiasa meluangkan waktu dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena
keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian skripsi ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis lahir pada tanggal 25 April 1989 di Banjar Tunjuk Kelod, Desa
Tunjuk, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Ayah Ir. I Wayan Sukasana, MP dan Ibu Ni Made
Laksanawati, S.Pd.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dai TKK Widya Sastra Tunjuk pada tahun
1995 dan kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 4 Tunjuk yang lulus
pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Marga dan lulus
pada tahun 2004, setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tabanan dan
lulus pada tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada
Program Studi Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana yang
lulus pada tahun 2011.
Penulis bekerja dari tahun 2011 masih tercatat sebagai karyawan Koperasi
Pegawai Negeri Kamadhuk RSUP Sanglah Denpasar. Selain itu penulis juga
dipercaya sebagai Manager Koperasi Dana Shanti Desa Tunjuk dan masih aktif
tergabung dalam Kepengurusan Sanggar Seni Gita Jaya Swari Desa Tunjuk.
Atas dukungan keluarga pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan
Program Pascasarjana Magister Agribisnis di Universitas Udayana dengan harapan
dapat menjadi lebih baik dan akan bermanfaat pada masa yang akan datang.
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
KESEJAHTERAAN PETANI
( Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan )
Konversi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk
penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain misalnya ke nonpertanian. Konversi
lahan pertanian ke nonpertanian merupakan isu sentral pembangunan pertanian yang
dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap produksi pangan, aspek sosial
ekonomi dan aspek lingkungan. Fenomena konversi lahan ini pada dasarnya terjadi
akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dengan
sektor nonpertanian yang muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial
yaitu keterbatasan sumber daya alam, pertambahan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi.
Melihat fenomena tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari
faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan baik sebagai faktor pendorong
maupun penghambat. Selanjutnya dari faktor-faktor tersebut dapat dianalisis untuk
melihat pengaruhnya terhadap kesejahteraan petani yang melakukan konversi lahan di
Subak Jadi Kecamatan Kediri, Tabanan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
sumber data primer yaitu dengan menyebarkan kuesioner langsung kepada petani dan
sumber data sekunder dengan mencari data dari BPS maupun sumber lain yang
terkait. Sampling terhadap populasi dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis faktor, regresi linier
berganda dan Paired Sample t test dengan standar error sebesar 5% (α=0,05).
Hasil penelitian yang didapat adalah seluruh variabel berpengaruh secara
simultan dan signifikan terhadap konversi lahan. Secara parsial hanya faktor
pendorong konversi eksternal berpengaruh nyata terhadap konversi lahan. Faktor
pendorong yang berpengaruh terhadap konversi lahan adalah mutu tanah, kebutuhan
tempat tinggal dan kesempatan membeli lahan di tempat lain. Saran untuk
mengurangi konversi adalah pemerintah harus mempertegas regulasi di bidang
perizinan terutama untuk membangun di lahan basah. Pemerintah juga harus
memperketat peraturan jual beli lahan terutama lahan pertanian boleh dijual tetapi
tetap diperuntukkan untuk lahan pertanian.
Kata kunci: konversi lahan, lahan, kesejahteraan petani
ABSTRACT
Factors Affecting Agricultural Land Conversion And Its Impact on Farmers
Welfare (Case Studies in Subak Jadi, District of Kediri, Tabanan)
Land conversion is a process of change in land use of a particular form of
usage become another example to non-agricultural use. Conversion of agricultural
land to non-agricultural agricultural development is a central issue that can have a
significant impact on food production, economic and social aspects of environmental
aspects. Conversion phenomenon is basically the result of the competition between
agricultural land use to non-agricultural sector arising from the three economic and
social phenomena are limited natural resources, population growth and economic
growth.
Viewing the phenomenon of this research was conducted in order to find the
factors that affect the conversion of land either as a motivating factor as well as
towing. Furthermore, of these factors can be analyzed to see its effect on the welfare
of farmers converting land in Subak Jadi District of Kediri, Tabanan.
The method used in this study is a quantitative method. Sources of data used
in this study using primary data source is by distributing questionnaires directly to
farmers and secondary data sources to find data from BPS and other relevant sources.
Sampling of the population is performed using Slovin formula. Data analysis method
used is the method of factor analysis, multiple linear regression and paired sample t
test with a standard error of 5% (α = 0.05).
Research results obtained are all variables simultaneously and significantly
affect the conversion. Partial conversion of the driving factors of land there are just
external push factors have a significant effect. The variable is the soil quality, housing
needs, and the opportunity to buy land elsewhere. Suggestion for reducing lan
conversion is the government should reinforce the regulations in the field of
licensing, especially to build in wetlands. Government should also tighten the rules of
buying and selling land, especially agricultural land should be sold but kept for
agricultural land.
Keywords: land conversion, land, farmer welfare
RINGKASAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
KESEJAHTERAAN PETANI
( Studi Kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan )
Konversi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk
penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain yang dalam penelitian ini adalah ke
nonpertanian. Fenomena konversi lahan ini pada dasarnya terjadi akibat adanya
persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dengan sektor
nonpertanian yang muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu
keterbatasan sumber daya alam, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
Kebutuhan akan pangan dan papan akan bertambah seiring dengan pertambahan
penduduk. Permasalahan akan muncul manakala terjadi ketidakseimbangan
kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pangan dan papan.
Permasalahan ini muncul karena keterbatasan sumberdaya lahan dimana untuk
memenuhi seluruh pangan penduduk diperlukan lahan sawah yang luas dan untuk
kebutuhan papan juga dibutuhkan lahan yang tidak sedikit. Persaingan penggunaan
lahan pada akhirnya akan menggeser ketersediaanya untuk pertanian karena
kebutuhan untuk tempat tinggal lebih penting dan tidak dapat dihindari lagi
permintaan lahan pertanian akan semakin banyak.
Tabanan yang merupakan lumbung berasnya Bali juga tidak luput dari
permasalahan konversi lahan. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Hortikultura
Kabupaten Tabanan diketahui bahwa dari Tahun 2008 sampai 2012 diketahui jumlah
konversi lahan mencapai 77ha. Jumlah tersebut sangat mungkin akan terus bertambah
apabila tidak ditanggulangi dengan tepat. Konversi lahan tidak hanya terjadi pada
lahan kering namun sudah merambah pada lahan basah yang notabene merupakan
lahan yang masih produktif.
Melihat fenomena tersebut maka penelitian ini memiliki tujuan adalah untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi petani melakukan konversi lahan.
Selain itu penelitian ini juga memiliki tujuan untuk mengetahui apakah konversi
lahan tersebut mampu untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Penelitian ini dilakukan di Subak Jadi Kecamatan Kediri, Tabanan. Lokasi ini
dipilih secara purposive dengan pertimbangan Tabanan merupakan pusat pertanian di
Bali dan Subak Jadi merupakan subak yang memiliki lahan yang terkonversi terbesar.
Metode penghambatan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Slovin dimana jumlah sampel yang didapat berjumlah 112
sampel. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif atau
data berbentuk angka dan data kualitatif atau data berbentuk keterangan. Sumber data
yang digunakan adalah data yang berasal langsung dari sumber asli atau data primer
dan data sekunder yang didapat melalui perantara. Metode analisis data yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di
Subak Jadi adalah analisi faktor dan analisis regresi linier berganda. Sedangkan untuk
mencari pengaruh konversi lahan terhadap kesejahteraan petani digunakan paired t-
test.
Hasil penelitian yang didapat adalah secara simultan seluruh faktor tersebut
berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan di Subak Jadi Kecamatan Kediri
Tabanan dengan kontribusi sebesar 63,2 persen sedangkan sisanya 37,8 persen
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Secara parsial
hanya faktor pendorong konversi eksternal berpengaruh nyata terhadap konversi
lahan. Faktor pendorong yang berpengaruh terhadap konversi lahan adalah mutu
tanah, kebutuhan tempat tinggal dan kesempatan membeli lahan di tempat lain.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan petani Subak Jadi mengalami
penurunan setelah adanya konversi lahan yaitu dari Rp. 19.707.568,902 menjadi Rp.
16.241.197,991. Jadi dapat dikatakan bahwa konversi lahan tidak akan meningkatkan
kesejahteraan petani.
Melihat hasil penelitian yang didapat maka dapat dikemukakan saran untuk
seluruh pihak terkait baik pemerintah maupun prajuru subak harus mampu untuk
mengontrol laju konversi lahan dengan cara memperlemah faktor-faktor yang
mendorong konversi lahan baik yang bersifat internal maupun eksternal dan
memperkuat faktor-faktor yang menghambat konversi lahan.
Menanggulangi faktor pendorong internal seperti mutu tanah dan produktivitas,
pemerintah perlu meningkatkan pemberian subsidi pupuk untuk meningkatkan
produktivitas lahan sehingga mampu menghasilkan dengan baik. Untuk
menanggulangi faktor pendorong eksternal seperti kebutuhan untuk perumahan dan
kesempatan membeli lahan lain pemerintah harus mempertegas peraturan
mengeluarkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) terutama untuk membangun di lahan
basah. Pemerintah juga harus memperketat peraturan jual beli lahan terutama lahan
pertanian boleh dijual tetapi tetap diperuntukkan untuk lahan pertanian.
Petani harus ditekankan bahwa konversi lahan bukan jalan terbaik bahkan dapat
merugikan petani itu sendiri dan secara luas seperti ketahanan pangan serta
lingkungan. Dampak konversi lahan terhadap kesejahteraan petani memerlukan
penelitian yang lebih lanjut. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji
indikator-indikator lain selain pendapatan yang mempengaruhi kesejahteraan petani.
Hal ini terkait dengan perbedaan persepsi petani tentang kesejahteraan.
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................... i
PRASYARAT GELAR ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................. viii
ABSTRAK ............................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................... x
RINGKASAN ........................................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konversi Lahan .............................................................................. 10
2.1.1 Pengertian Konversi Lahan ................................................. 10
2.1.2 Faktor Penyebab Konversi Lahan........................................ 13
2.1.3 Dampak Konversi Lahan Pertanian ..................................... 16
2.2 Kesejahteraan Petani ...................................................................... 17
2.2.1 Pengertian Kesejahteraan .................................................... 17
2.2.2 Indikator Kesejahteraan ....................................................... 19
2.4 Penelitian Sebelumnya ................................................................... 21
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir........................................................................... 24
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................... 27
3.3 Hipotesis ............................................................................. 29
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 30
4.2 Lokasi Penelitian ............................................................................ 30
4.3 Populasi dan sampel ....................................................................... 31
4.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 32
4.4.1 Jenis Data ............................................................................. 32
4.4.2 Sumber Data ........................................................................ 33
4.5 Identifikasi Variabel ....................................................................... 33
4.6 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 34
4.7 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 45
4.8 Pengujian Instrumen....................................................................... 45
4.8.1 Uji Validitas ......................................................................... 45
4.8.1 Uji Reliabilitas ..................................................................... 46
4.9 Teknik Analisi Data ....................................................................... 46
4.9.1 Analisis Faktor ..................................................................... 46
4.9.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................... 50
4.9.3 Regresi Linier Berganda ...................................................... 51
4.9.4 Paires Sample t-Test ............................................................ 55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Subak Jadi......................................................... 58
5.1.1 Sejarah Singkat Subak Jadi.................................................. 59
5.1.2 Struktur Organisasi .............................................................. 59
5.2 Karakteristik Responden ................................................................ 61
5.3 Pengujian Instrumen....................................................................... 62
5.4 Tingkat Persepsi Responden terhadap Konversi Lahan
di Subak Jadi .................................................................................. 64
5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan...................... 74
5.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Konversi...................... 79
5.7 Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kesejahteraan Petani............. 83
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 85
6.2 Saran ............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 87
LAMPIRAN ............................................................................. 89
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1 Konversi Lahan di Tabanan Per Kecamatan .................................... 7
5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ................................ 60
5.2 Distribusi Responden Menurut Umur .............................................. 60
5.3 Distribusi Responden Menurut Lama Pendidikan ........................... 61
5.4 Hasil Uji Validitas............................................................................ 62
5.5 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................ 64
5.6 Hasil Penelitian Responden atas Konversi Lahan di Subak Jadi ..... 65
5.7 Hasil Penelitian Responden atas Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan (X1.1) .................................................................... 67
5.8 Hasil Penelitian Responden atas Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2) .................................................................... 69
5.9 Hasil Penelitian Responden atas Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan ............................................................................... 72
5.10 Hasil Penelitian Responden atas Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan ................................................................................ 74
5.11 Koefisien Matriks Korelasi .............................................................. 75
5.12 Hasil Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) ............................................. 76
5.13 Nilai Percentage of Variance........................................................... 77
5.14 Ketepatan Model .............................................................................. 78
5.15 Uji Multikolinearitas ........................................................................ 80
5.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 80
5.17 Rangkuman Hasil Analisis Regresi ................................................. 81
5.18 Variabel yang Berpengaruh Nyata ................................................... 82
5.19 Paired Sample Statistic .................................................................... 84
5.22 Paires Samples Test ......................................................................... 84
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
3.1 Skema Kerangka Berfikir ................................................................ 26
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................. 28
4.1 Model Hubungan Antar Variabel ..................................................... 43
4.2 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan uji F ...... 52
4.3 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan uji t ....... 54
4.4 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan uji t ....... 56
5.1 Struktur Organisasi Subak Jadi ........................................................ 59
5.2 Persepsi Responden Terhadap Konversi Lahan ............................... 65
5.3 Kecendrungan Faktor Pendorong Internal Terhadap Konversi
Lahan................................................................................................ 67
5.4 Kecendrungan Faktor Pendorong Eksternal Terhadap Konversi
Lahan................................................................................................ 69
5.5 Kecendrungan Faktor Penahan Internal Terhadap Konversi Lahan 71
5.6 Kecendrungan Faktor Penahan Eksternal Terhadap Konversi
Lahan................................................................................................ 73
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian ................................................................. 89
2. Hasil Jawaban Responden......................................................... 96
3. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................... 125
4. Analisis Faktor .......................................................................... 130
5. Uji Asumsi Klasik ..................................................................... 152
6. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 153
7. Paired Sample t-Test ................................................................. 155
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perjalanan waktu dari hari ke hari, kehidupan manusia akan
terus berkembang tidak hanya dari segi perekonomian semata namun juga dalam hal
pertambahan penduduk. Semakin lama jumlah penduduk akan terus bertambah
apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang belum dapat mengontrol
pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih
dari 240 juta orang dan di Bali menurut sensus penduduk tahun 2011 jumlah
penduduk mencapai 3.643.472 orang yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di
Bali.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, jumlah
penduduk di Bali mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tahun 2007 jumlah
penduduk di Bali adalah sebesar 3.372.880 dan tahun 2012 jumlah penduduk menjadi
3.643.472 orang yang berarti mengalami kenaikan sebesar 270.592 orang. Angka
tersebut semakin lama pasti akan terus berkembang dan kebutuhan akan sumberdaya
lahan pasti semakin besar.
Kebutuhan akan pangan dan papan akan bertambah seiring dengan
pertambahan penduduk. Permasalahan akan muncul manakala terjadi
ketidakseimbangan kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pangan dan papan.
Permasalahan ini muncul karena keterbatasan sumberdaya lahan dimana untuk
memenuhi seluruh pangan penduduk diperlukan lahan sawah yang luas dan untuk
kebutuhan papan juga dibutuhkan lahan yang tidak sedikit. Persaingan penggunaan
lahan pada akhirnya akan menggeser ketersediaanya untuk pertanian karena
kebutuhan untuk tempat tinggal lebih penting dan tidak dapat dihindari lagi
permintaan lahan pertanian akan semakin banyak.
Lahan dapat bermakna bermacam-macam tergantung pada sudut pandang dan
kepentingan terhadap lahan. Bagi petani lahan adalah tempat bercocok tanam dan
sumber kehidupan, sedangkan bagi penduduk perkotaan lahan adalah ruang untuk
mendirikan bangunan seperti rumah, toko dan lain sebagainya. Menurut
Notohadiprowiro (2006) secara spesifik lahan merupakan sumberdaya pembangunan
yang memiliki karakteristik ketersediaan atau luasnya relatif tetap karena perubahan
luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil.
Selain itu kesesuaian lahan dalam menampung kegiatan masyarakat juga cenderung
bersifat spesifik karena lahan memiliki perbedaan sifat fisik seperti jenis batuan,
kandungan mineral, topografi dan lain sebagainya.
Permintaan lahan dipengaruhi oleh dua jenis permintaan yaitu direct demand
(permintaan langsung) dan derived demand (pendorong permintaan). Dalam direct
demand, lahan berfungsi sebagai barang konsumsi atau untuk pemukiman dan secara
langsung memberikan utilitas. Melalui derived demand, peningkatan jumlah
penduduk akan meningkatkan permintaan barang dan jasa sebagai alat pemuas
kebutuhan. Untuk memproduksi barang dan jasa tersebut diperlukan lahan sebagai
faktor produksi dimana lahan ini tidak memberikan utilitas secara langsung tetapi
diperoleh dari konsumsi barang dan jasa.
Ketika permintaan lahan mengalami peningkatan padahal ketersediaannya
semakin terbatas, yang sering dilakukan masyarakat adalah merubah penggunaan
lahan dari satu penggunaan ke penggunaan yang lainnya atau yang biasa disebut
konversi lahan. Konversi lahan bersifat dinamis, dan perubahannya cenderung
mengarah kepada penggunaan lahan yang memberikan surplus lahan yang lebih
tinggi.
Konversi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk
penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain misalnya perubahan lahan pertanian
menjadi non pertanian. Konversi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan
oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman, industri,
perkantoran, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan
masyarakat.
Konversi lahan merupakan ancaman serius terhadap ketahanan pangan karena
dampak dari konversi lahan bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi ke
penggunaan lain dipertanian sagat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi
lahan sawah. Substansi masalah konversi lahan bukan hanya terletak pada boleh atau
tidaknya suatu lahan dikonversi tetapi lebih banyak menyangkut kepada kesesuaian
dengan tata ruang, dampak dan manfaat ekonomi dan lingkungan dalam jangka
panjang dan alternatif lain yang dapat ditempuh agar manfaatnya lebih besar daripada
dampaknya (Pakpahan et al., 2007).
Irawan (2005) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari
permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis
terhadap pendapatan dibanding dengan komoditas non pertanian. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk
cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju
lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan komoditas pertanian. Konsekuensi
lebih lanjut adalah karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditas
merupakan turunan dari permintaan komoditas yang bersangkutan, maka
pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan akan
menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju
lebih cepat dibanding kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi karena adanya perubahan rencana
tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme
pasar. Konversi lahan dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas sejalan
dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada aspek pertumbuhan
melalui kemudahan fasilitas investasi kepada investor (Widjanarko, dkk, 2006).
Terjadinya konversi lahan juga dapat disebabkan oleh nilai tukar petani. Nilai tukar
petani yang rendah menyebabkan tidak ada insentif bagi petani untuk terus hidup dari
usaha pertaniannya, sehingga mereka cenderung untuk mengkonversi lahan sawahnya
(Ashari, 2003).
Faktor yang berperan penting yang menyebabkan proses konversi lahan
pertanian ke non pertanian menurut Nasoetion, dkk, (2000) adalah perkembangan
standar tuntutan hidup, fluktuasi harga pertanian, struktur biaya produksi pertanian,
teknologi, aksesibilitas, resiko dan ketidakpastian dalam pertanian.
Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Namun, akibat konversi lahan tersebut sehingga menjadikan
semakin sempitnya lahan pertanian akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial, dan
lingkungan tersebut. Jika konversi lahan pertanian ke non pertanian ini terus
dilakukan dan tidak terkendali, maka hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi petani
di daerah, tetapi hal ini bisa menjadi masalah nasional bangsa Indonesia. Konversi
lahan pertanian akan sangat berkaitan dengan kesejahteraan petani karena lahan
merupakan sumber kehidupan para petani.
Perubahan fungsi lahan tersebut secara agregat mungkin akan meningkatkan
pendapatan wilayah, namun peningkatan tersebut tidak tersebar secara merata.
Apabila kenaikan output tersebut tersebar secara merata termasuk para petani yang
terkonversi lahannya, maka perubahan penggunaan lahan diduga akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Namun apabila konversi lahan pertanian tidak disertai
dengan transformasi pekerjaan petani, kenaikan pendapatan wilayah tidak disertai
dengan pemerataan yang baik, kurang berjalannya transformasi pekerjaan petani
maka konversi lahan pertanian akan menurunkan kesejahteraan petani.
Perkembangan Kabupaten Tabanan yang cukup pesat baik dari perkembangan
perekonomian dan kependudukan dimana sampai tahun 2012 tercatat jumlah
penduduk sebesar 437.679 jiwa akan membawa implikasi terjadinya konversi lahan
pertanian yang cukup tinggi. Tabanan yang merupakan lumbung berasnya Bali
sungguh sangat memperihatinkan. Lahan-lahan produktif yang dulunya merupakan
kebanggaan masyarakat Tabanan kini berubah fungsi menjadi puing-puing beton
perumahan dan pertokoan. Konversi lahan yang terjadi tidak hanya pada lahan kering
namun telah merambah ke lahan basah yang memiliki produktivitas tinggi. Kondisi
ini jelas mengkhawatirkan masa depan petani dan sistem pertanian yang terkenal di
Bali yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia yaitu subak. Melihat fenomena
tersebut dalam penelitian ini akan secara khusus membahas konversi lahan yang
terjadi pada lahan basah.
Bersadarkan data dari Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Tabanan,
luas lahan pertanian dari tahun 2008 - 2012 yang terkonversi mencapai 89 ha. Angka
tersebut bukan tidak mungkin akan terus mengalami peningkatan dan lahan pertanian
secara perlahan akan menghilang.
Kecamatan yang paling banyak mengalami konversi dari tahun 2008 - 2012
adalah Kecamatan Pupuan sebesar 33 ha dan Kecamatan Kediri sebesar 30 ha, namun
di Kecamatan Pupuan konversi tersebut dari lahan sawah menjadi perkebunan.
Karena dalam penelitian ini khusus akan membahas konversi lahan pertanian ke non
pertanian maka dari itu Kecamatan Kediri merupakan daerah yang paling banyak
mengalami konversi. Bahkan di Kediri konversi tersebut paling banyak terjadi dalam
kurun waktu 1 tahun terakhir ini yang mencapai 23 ha. Jumlah lahan pertanian yang
terkonversi sampai tahun 2012 di Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Konversi Lahan di TabananPer Kecamatan Tahun 2008 - 2012
No
Kecamatan
LuasSawah (Ha) AlihFungsi
(Ha)
Ket 2008 2009 2010 2011 2012
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Selemadeg Barat
Selemadeg
SelemadegTimur
Kerambitan
Tabanan
Kediri
Marga
Baturiti
Penebel
Pupuan
1.161
1.895
2.342
2.516
1.993
3.036
2.320
1.808
4.363
1.031
1.161
1.895
2.342
2.516
1.993
3.036
2.320
1.808
4.363
1.031
1.161
1.895
2.342
2.516
1.990
3.029
2.320
1.808
4.363
1.031
1.161
1.895
2.342
2.516
1.990
3.029
2.320
1.808
4.363
1.011
1.161
1.907
2.320
2.516
1.990
3.006
2.320
1.808
4.362
998
0
-12
22
0
3
30
0
0
1
33
Tetap
Bertambah
Berkurang
Tetap
Berkurang
Berkurang
Tetap
Tetap
Berkurang
Berkurang
Total 22.465 22.465 22.455 22.435 22.388 89
Sumber : Dinas Pertanian dan Holtikultura Kab. Tabanan
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Tabanan,
subak yang paling banyak mengalami konversi dari kurun waktu 2011 sampai 2012
di Kecamatan Kediri adalah Subak Jadi yaitu mencapai 5 ha yang semuanya menjadi
bangunan/rumah. Fenomena konversi lahan pertanian ini tentu akan sangat
berdampak terhadap masyarakat yang bermata pencaharian petani, dimana dengan
lahan yang semakin sempit petani akan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan
akan mengurangi pendapatan petani yang nantinya diduga akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan petani itu sendiri.
Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian yang lebih
lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian pada
Subak Jadi serta mengetahui variabel-variabel yang mewakili setiap faktor yang
dimaksud sehingga dapat dicarikan jalan keluar untuk mengatasi konversi lahan
pertanian lebih lanjut. Konversi lahan di Subak Jadi yang terus berlanjut akan
menyebabkan teracamnya ketahanan pangan di daerah tersebut yang pada akhirnya
akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani di daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
yaitu sebagai berikut.
1) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Subak
Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan?
2) Bagaimanakah dampak konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan
petani di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan?
1.3 Tujuan Penelitian
Bersadarkan perumusan masalah di atas, maka dikemukakan tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan
pertanian di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan.
2) Untuk mengetahui dampak konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan
petani di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi pada teori ilmu manajemen agribisnis terutama dalam
meneliti analisis faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian dan dampaknya
terhadap kesejahteraan petani. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan objek yang
sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah melalui dinas terkait dalam mengidentifikasi variabel yang dapat
mempengaruhi dampak konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan
petani.
2) Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi
pemerintah melalui dinas terkait untuk menentukan kebijakan yang berkaitan
dengan konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan petani dan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konversi Lahan
2.1.1 Pengertian Konversi Lahan
Lahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan sumber hasil-hasil
pertanian yang menjadi tempat proses produksi dan hasil produksi diperoleh. Dalam
pertanian terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, faktor produksi lahan
mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa
yang diterima dari lahan dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya.
Bagi petani, lahan mempunyai arti yang sangat penting karena dari lahan
mereka dapat mempertahankan hidup bersama keluarganya melalui kegiatan
bercocok tanam dan beternak. Karena lahan merupakan faktor produksi dalam
berusaha tani, maka status penguasaan terhadap lahan menjadi sangat penting yang
berkaitan dengan keputusan jenis komoditas apakah yang akan diusahakan dan
berkaitan dengan besar kecilnya bagian yang akan diperoleh dari usaha tani yang
diusahakan.
Irawan (2005) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari permintaan
komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis terhadap
pendapatan dibanding dengan komoditas non pertanian. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk
cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju
lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan komoditas pertanian. Konsekuensi
lebih lanjut adalah karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditas
merupakan turunan dari permintaan komoditas yang bersangkutan, maka
pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan akan
menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju
lebih cepat dibanding kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
Kuantitas atau ketersediaan lahan di setiap daerah relatif tetap atau terbatas
walaupun secara kualitas sumberdaya lahan dapat ditingkatkan. Pada kondisi
keterbatasan tersebut maka peningkatan kebutuhan lahan untuk memproduksi
komoditas tertentu akan mengurangi ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk
memproduksi komoditas lainnya. Oleh karena pembangunan ekonomi cendurung
mendorong permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar
dibanding permintaan lahan di sektor pertanian, maka pertumbuhan ekonomi
cenderung mengurangi kuantitas lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan
pertanian. Pengurangan kunatitas lahan yang dialokasikan untuk kegiatan pertanian
tersebut berlangsung melalui konversi lahan pertanian yaitu perubahan pemanfaatan
lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian ke pemanfaatan lahan di luar
pertanian seperti kompleks perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri dan
seterusnya (Irawan, 2005).
Pengertian konversi atau alih fungsi lahan secara umum menyangkut
transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke
penggunaan lainnya. Konversi lahan pertanian ini tidak terlepas dari situasi ekonomi
secara keseluruhan. Di negara-negara berkembang konversi lahan umumnya
dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor
pertanian ke sektor yang lebih bersifat industrial. Proses transformasi ekonomi
tersebut selanjutnya merangasang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah
pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat
kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan.
Konversi lahan pertanian ke nonpertanian bukan semata-mata sebagai
fenomena fisik yang berpengaruh terhadap berkurangnya luas lahan pertanian,
melainkan sebuah fenomena yang bersifat dinamis mempengaruhi aspek-aspek
kehidupan masyarakat secara lebih luas, tidak hanya berkaitan dengana aspek
ekonomi, juga terkait dengan perubahan sosial dan budaya masyarakat. Menurut
Nasoetion, dkk., (2000) proses alih fungsi lahan pertanian secara langsung atau tidak
langsung ditentukan oleh dua faktor besar yaitu sistem kelembagaan yang
dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah dan sistem kelembagaan yang
berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang
dikembangkan pemerintah seperti melalui peraturan pertanahan dan tata ruang akan
berpengaruh terhadap konversi lahan. Demikian halnya dengan sistem kelembagaan
masyarakat seperti subak di Bali juga mempunyai pengaruh kuat terhadap alih fungsi
lahan pertanian. Jadi dengan demikian dorongan-dorongan terjadinya konversi lahan
pertanian ke nonpertanian baik yang mempercepat atau memperlambat tidak
sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga secara langsung atau tidak langsing
dihasilkan dari proses kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah.
2.1.2 Faktor Penyebab Konversi Lahan Pertanian
Kebutuhan akan lahan yang sangat besar mengakibatkan banyak terjadinya
konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Alih fungsi lahan pada
dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun kenyetaannya konversi lahan
menjadi masalah karena terjadi di lahan pertanian yang produktif. Faktor penyebab
konversi lahan ini dapat dibagi menjadi faktor tidak langsung dan faktor langsung.
Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan
penduduk, arus urbanisasi dan konsestensi impementasi tata ruang. Sedangkan faktor
langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi,
pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan
sebaran lahan sawah.
Berdasarkan kenyataan yang berkembang di masyarakat, pola konversi lahan
sawah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe yaitu secara bertahap (gradual) adalah
terjadi secara sporadis/terpencar yang dilakukan oleh perorangan dan secara seketika
(instant) bersifat massive, yaitu terjadi dalam satu hamparan luas dan terkonsentrasi
yang dilakukan oleh proyek pembangunan baik oleh pihak swasta maupun
pemerintah (Widjonarko, dkk., 2006).
Faktor penyebab konversi lahan pada tipe bertahap ada dua yaitu sebagai
berikut.
1) Lahan sawah dialihfungsikan/dikonversi karena fungsi sawah sudah tidak
optimal, misalnya karena telah terjadi degradasi mutu air irigasi dan
degradasi mutu tanah sehingga usaha tani tidak dapat berkembang dengan
baik.
2) Alih fungsi oleh pemiliknya karena adanya desakan untuk pemenuhan
kebutuhan akan tempat tinggal dan keperluan tempat usaha untuk
meningkatkan pendapatan padahal dari segi fungsinya lahan lahan tersebut
masih optimal untuk usaha tani.
Pada tipe seketika dan massive, konversi terjadi biasanya diawali oleh alih
penguasaan kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk non-pertanian
terutama untuk lokasi perumahan. Alih fungsi melalui cara ini terjadi dalam
hamparan yang lebih luas dan terkonsentrasi pada satu wilayah yang berdekatan dan
pada umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi sehingga lebih banyak
terjadi di daerah perkotaan atau pinggiran kota.
Nasution, dkk., (2000) memaparkan beberapa faktor yang berperan penting yang
menyebabkan proses konversi lahan pertanian ke non pertanian yaitu sebagai berikut.
1) Perkembangan standar tuntutan hidup. Hal ini berhubungan dengan nilai land
rent yang mampu memberikan perkembangan standar tuntutan hidup petani.
2) Fluktuasi harga pertanian. Menyangkut aspek fluktuasi harga-harga komoditas
yang dapat dihasilkan dari pembudidayaan sawah.
3) Struktur biaya produksi pertanian. Biaya produksi dan aktivitas budidaya
lahan sawah yang semakin mahal dan cenderung memperkuat proses konversi
lahan.
4) Teknologi. Terhambatnya perkembangan teknologi intensifikasi pada
penggunaan lahan yang memiliki tingkat pertanian yang terus meningkat akan
mengakibatkan proses ekstenfikasi yang lebih dominan, Proses ekstenfikasi
dari penggunaan lahan akan terus mendorong proses konversi lahan.
5) Aksesibilitas. Perubahan sarana dan prasarana transportasi yang berimplikasi
terhadap meningkatnya aksesibilitas lokal akan lebih mendorong
perkembangan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian.
6) Resiko dan ketidakpastian. Aktivitas pertanian dengan tingkat resiko
ketidakpastian yang tinggi akan menurunkan nilai harapan dari tingkat
produksi, harga dan keuntungan. Dengan demikian penggunaan lahan yang
mempunyai resiko dan ketidakpastian yang lebih tinggi akan cenderung
dikonversi ke penggunaan lain yang resikonya lebih rendah.
Menurut Lestari (2005) proses konversi lahan pertanian ke penggunaan non-
pertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Tiga faktor penting yang
menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian yaitu sebagai berikut.
1) Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
2) Faktor internal merupakan faktor yang lebih melihat sisi yang disebabkan oleh
kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3) Faktor kebijakan merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian.
2.1.3 Dampak Konversi Lahan Pertanian
Dampak konversi lahan pertanian menyangkut berbagai dimensi kepentingan
yang luas yaitu tidak hanya mengancam keberlanjutan swasembada pangan, tetapi
juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi,
pemerataan kesejahteraan, kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial
masyarakat. Adapun dampak konversi lahan pertanian adalah sebagai berikut.
1) Ancaman terhadap keberlangsungan swasembada pangan.
Berkurangnya produksi pangan akibat konversi lahan pertanian adalah
bersifat permanen, karena proses konversi lahan pertanian menjadi
nonpertanian sifatnya tidak dapat balik (irreversible) yaitu sekali lahan
pertanian tersebut berubah fungsi maka lahan tersebut tidak dapat lagi
digunakan sebagai sawah.
2) Ancaman terhadap kualitas lingkungan
Lahan pertanian tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk budidaya padi
tetapi dapat menjadi lahan yang efektif untuk menampung kelebihan air
limpasan, pengendali banjir dan pelestarian lingkungan. Apabila
sehamparan lahan sawah beralih fungsi untuk pembangunan kawasan
perumahan, hotel atau industri maka dengan sendirinya lahan disekitarnya
akan terkena pengaruh dari konversi tersebut. Lahan untuk menampung
kelebihan air akan semakin berkurang sehingga bencana seperti banjir akan
semakin sering terjadi. Selain itu harga lahan tersebut pada umumnya akan
meningkat dan apabila pemiliknya tetap untuk digunakan sebagai usaha tani
maka dalam jangka panjang kualitas lingkungan ekologinya akan menurun
sehingga produktifitas juga menurun.
3) Ancaman terhadap penyerapan tenaga kerja
Konversi lahan pertanian pada hakikatnya tidak hanya menyangkut
hilangnya peluang memproduksi pangan tetapi juga menyangkut hilangnya
kesempatan kerja. Seperti diketahui usaha tani mempunyai kaitan dengan
berbagai usaha di bagian hulu dan hilir, maka dengan lahan terkonversi
akan hilang kesempatan untuk mendapat pekerjaan.
4) Ancaman terhadap organisasi subak
Sutawan (2008) menyatakan bahwa jika penyusutan areal lahan sawah
beririgasi terus berlanjut dikhawatirkan bahwa organisasi subak yang
merupakan warisan leluhur yang sudah terkenal sampai ke mancanegara
akan terancam punah. Kalau subak yang merupakan organisasi bersifat
sosio-agraris-religius hilang maka itu akan berimbas pada terdegradasinya
kebudayaan Bali dan dampaknya akan sangat besar bukan hanya bagi
pertanian juga akan berdampak terhadap pariwisata Bali.
2.2 Kesejahteraan Petani
2.2.1 Pengertian Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan (welfare) merupakan konsep yang digunakan untuk
menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu
kurun waktu tertentu. Menurut Yosep seperti yang dikutip Maharani (2006),
kesejahteraan itu bersifat luas yang dapat diterapkan pada skala social besar dan kecil
misalnya keluarga dan individu. Konsep kesejahteraan yang dimiliki setiap orang
bersifat relatif tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap
kesejahteraan itu sendiri.
Menetapkan kesejahteraan serta cara pengukurannya merupakan hal yang sulit
untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini disebabkan permasalahan kesejahteraan
bukan hanya menyangkut permasalahan perbidang saja, tetapi menyangkut berbagai
bidang kehidupan yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di
berbagai bidang disiplin ilmu di samping melakuakan penelitian atau melalui
pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga
sejahtera secara umum dan spesifik.
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan adalah melalui
pendekatan pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran rata-rata per kapita per tahun
adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga selama setahun untuk konsumsi
semua anggota rumahtangga dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga.
Determinan utama dari kesejahteraan penduduk adalah daya beli. Apabila daya beli
menurun maka kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun
sehingga tingkat kesejahteraan juga akan menurun.
Tingkat kesejahteraan suatu rumahtangga juga dapat diukur dengan jelas melalui
besarnya pendapatan yang diterima oleh rumahtangga tersebut. Semakin besar
pendapatan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan juga akan
meningkat maka tingkat kesejahteraan juga akan menigkat.
2.2.2 Indikator Kesejahteraan Masyarakat
Fahrudin (2012) menyatakan dimensi kesejahteraan disadari sangat luas dan
kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat dilihat jika dari
suatu aspek tertentu. Berikut merupakan indikator-indikator dari kesejahteraan yaitu
sebagai berikut.
1) Kependudukan
Masalah kependudukan meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk
merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan.
Program perencanaan pembangunan social disegala bidang harus mendapat
prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.
2) Kesehatan dan Gizi
Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang
dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator
utama angka kesakitan dan status gizi.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek
sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor
kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua
anal Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Dengan itu
dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai
suatu masyarakat maka dapat dikatakan masyarakat tersebut semakin
sejahtera
4) Taraf dan Pola Konsumsi
Pola konsumsi rumahtangga secara umum dapat digunakan sebagai indikator
dalam menentukan kesejahteraan dengan melihat proporsi pengeluaran untuk
makanan dan bukan makanan.
5) Perumahan dan Lingkungan
Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi
pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki dapat diasumsikan semakin
sejahtera rumahtangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas
yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat
dilihat dari luar rumah, sumber air minum, fasilitas kebersihan rumahtangga.
6) Sosial dan Budaya
Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk
melakukan kegiatan social budaya maka dapat dikatakn bahwa orang tersebut
memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pola kegiatan sosial
budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan seperti melakukan
perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kesejahteraan adalah kondisi
yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup yang diukur dengan indikator
pendapatan dari sektor pertanian dan pendapatan di luar sektor pertanian. Pendapatan
petani merupakan suatu jumlah yang diterima dari hasil penjulan hasil usaha tani atau
jasa yang mereka lakukan baik di sektor pertanian maupun diluar pertanian. Jika
pendapatan yang diterima petani bertambah maka kemungkinan petani tersebut akan
semakin sejahtera.
2.3 Penelitian Sebelumnya
Hasil-hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk referensi dalam
penelitian ini meliputi hasil-hasil studi yang membahas dampak konversi lahan
pertanian terhadap kesejahteraan petanian adalah sebagai berikut.
1) Penelitian oleh Irawan (2005) dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah
konversi lahan sawah di laur Jawa (132 ribu hektar per tahun) ternyata jauh lebih
tinggi daripada di pulau Jawa (56 ribu hektar per tahun). Sebesar 58,68 persen
konversi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan sisanya
untuk usahatani bukan sawah. Sebagian besar konversi lahan untuk kegiatan
nonpertanian ditujukan untuk pembangunan perumahan (48,96 persen) dan
pembangunan sarana publik (28,29 persen). Keberadaan lahan sawah ternyata
dapat memberikan manfaat ekonomi, social, dan lingkungan yang bernilai tinggi.
Sebagian manfaat tersebut bersifat komunal. Jika terjadi konversi lahan sawah
maka kerugian yang ditimbulkan lebih dirasakan oleh masyarakat luas daripada
sebagian kecil masyarakat pemilik lahan. Bagi ketahanan pangan, konversi lahan
sawah juga dapat menimbulkan dampak yang lebih merugikan dibanding faktor
lain yang dapat menyebabkan turunnya produksi pangan seperti kekeringan,
serangan hama dan harga pangan yang rendah.
2) Penelitian oleh Sihaloho dkk., (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja dapat dibagi dua yaitu
aras makro yang terdiri dari kebijakan pemerintah yang memberikan iklim
kondusif bagi transformasi peruntukan suatu kawasan dan pertumbuhan
penduduk alamiah dan non-alamiah. (2) aras mikro yang terdiri dari keterdesakan
ekonomi, investasi pihak pemodal dan proses alih hak milik atas tanah. Konversi
lahan pertanian berimplikasi pada perubahan atau struktur agrarian yang
menghasilkan kerimpangan struktur agrarian lahan terhadap kehidupan
masyarakat menyangkut perubahan pola penguasaan lahan, pola nafkah dan
hubungan pola produksi.
3) Penelitian oleh Dewa Putu Arwan Suputra dkk., (2012) menyatakan bahwa ada
empat faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Subak Daksina, yaitu
faktor kondisi lahan, faktor ketergusuran (keterkaitan dengan kondisi penduduk),
faktor pemanfaatan lahan (untuk kepentingan sendiri) dan faktor ketidakefektifan
lahan. Variabel yang mewakili setiap faktor yang mempengaruhi alih fungsi
lahan di Subak Daksina ada 14 variabel yaitu variabel penghasilan lahan, fungsi
lahan, keadaan lahan kering, lokasi lahan, perbatasan pusat kota, keadaan lahan
basah mewakili faktor kondisi lahan; variabel terhimpit pemukiman,
pertumbuhan penduduk mewakili faktor ketergusuran (keterkaitan dengan
kondisi penduduk); variabel nilai jual lahan, biaya produksi, kebutuhan tempat
tinggal keluarga mewakili faktor pemanfaatan lahan (untuk kepentingan sendiri)
dan variabel digunakan sebagai sarana jalan, saluran irigasi, peluang kerja di
sektor lain menjanjikan mewakili faktor ketidakefektifan lahan. Persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama mengukur faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek
penelitian dan terdapat tambahan variabel terikat.
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir
Jumlah penduduk Tabanan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
berasal dari perkembangan penduduk lokal dan dari penduduk migrasi. Fenomena
tersebut tentu akan menambah permasalahan terutama di bidang pemenuhan
kebutuhan hidup baik pangan maupun papan. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk kebutuhan akan pangan juga akan bertambah dan kebutuhan yang tidak
kalah penting pasti akan bertambah pula yaitu tempat tinggal. Bentrokan kepentingan
tidak akan bisa untuk dihindari karena sifat lahan yang terbatas. Semakin meningkat
jumlah penduduk maka kebutuhan lahan akan semakin meningkat terutama untuk
tempat tinggal sedangkan persediaan lahan bersifat terbatas. Maka dari itu keberadaan
lahan pertanian akan semakin terhimpit dan perubahan penggunaan lahan atau
konversi lahan ke non pertanian tidak akan dapat dihindari.
Perubahan penggunaan lahan secara besar-besaran menyebabkan ketersediaan
lahan bagi penggunaan sektor pertanian dan sebagai lapangan usaha bagi petani akan
semakin sempit. Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan
akan dikelompokkan menjadi faktor pendorong dan faktor penghambat konversi
lahan. Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang mempercepat laju konversi
baik faktor pendorong dari internal maupun eksternal. Sedangkan faktor penghambat
adalah faktor-faktor yang memperlambat laju konversi lahan. Faktor-faktor yang
diduga sebagai pendorong konversi lahan akan dibagi menjadi faktor internal
pendorong konversi lahan dan faktor eksternal pendorong konversi lahan.
Faktor internal pendorong konversi adalah lokasi lahan, produktivitas lahan,
saluran irigasi, mutu tanah, luas lahan yang dimiliki, biaya produksi, risiko usaha
tani, perubahan perilaku menganggap petani pekerjaan masyarakat miskin,
kemampuan penanganan pasca panen dan himpitan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan.
Faktor eksternal pendorong konversi adalah pertumbuhan penduduk,
pengaruh dari warga lain yang lebih dahulu mengkonversi lahan, pengaruh dari pihak
swasta, nilai jual lahan, kebutuhan tempat tinggal, pembangunan sarana dan prasarana
di sekitar subak, peluang kerja sektor non-pertanian, fluktuasi harga sektor pertanian,
pajak bumi dan bangunan, subsidi pemerintah, tenaga kerja, dan adanya kesempatan
membeli lahan lain.
Faktor penghambat juga dibagi menjadi dua yaitu faktor internal penghambat
konversi lahan dan faktor eksternal penghambat konversi lahan. Faktor internal
penghambat konversi lahan adalah lahan warisan, kepercayaan masyarakat,
ketersediaan sumberdaya air yang mencukupi, kondisi lahan yang masih subur dan
kesempatan kerja di sektor lain. Sedangkan faktor eksternal penghambat konversi
lahan adalah adanya regulasi dari pemerintah, adanya subsidi pemerintah, kepastian
harga hasil pertanian dan kompensasi dari pemerintah.
Pengaruh yang ditimbulkan dari konversi lahan tentu adalah berkurangnya
lahan-lahan pertanian sehingga akan berbanding lurus dengan produktivitas petani
dan akan berpengaruh terhadap pendapatan petani. Jika pendapatan petani menurun
maka diduga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Kerangka berfikir
penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Skema Kerangka Berfikir Konversi Lahan Pertanian
Pertumbuhan penduduk meningkat
Permasalahan lahan
Konversi lahan pertanian
Permintaan terhadap lahan
meningkat, persediaan lahan terbatas
Faktor pendorong Faktor penghambat
Internal
- lokasi lahan
- produktivitas
lahan
- saluran irigasi
- mutu tanah
- luas lahan
- biaya prod.
- Risiko usaha tani
- Perubahan
perilaku masy.
- Penanganan pasca
panen
- Pemenuhan
kebutuhan
Eksternal
- Pertambahan
penduduk
- Warga lain
- Pihak swasta
- Nilai jual
- Kebutuhan tempat
tinggal
- Pembangunan
sarana prasarana
- Peluang kerja
- Fluktuasi harga
- Pajak
- Subsidi pemerintah
- Tenaga kerja
- Kesempatan
membeli lahan lain
Internal
- Warisan
- Kepercayaan
masyarakat
- Kondisi saluran
irigasi
- Kondisi lahan
masih subur
- Kesempatan kerja
di sektor lain
Eksternal
- Regulasi
pemerintah
tentang jalur hijau
- Subsidi
pemerintah
- Kepastian harga
hasil pertanian
- Kompensasi dari
pemerintah
Kesejahteraan petani
- Pendapatan sektor pertanian
- Pendapatan dari luar sektor pertanian
Saran/implikasi kebijakan
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya, variabel yang
mempengaruhi konversi lahan pertanian diantaranya adalah penghasilan petani, nilai
jual lahan, biaya produksi, kebutuhan tempat tinggal keluarga, lokasi lahan, variabel
terhimpit pemukiman, pajak tanah, pertumbuhan penduduk, saluran irigasi, mutu
lahan, dan peluang kerja di sektor lain menjanjikan. Dalam penelitian ini variabel-
variabel tersebut akan dikelompokkan sehingga dari variabel-variabel tersebut
terbentuk faktor pendorong dan faktor penghambat konversi lahan. Faktor pendorong
merupakan faktor-faktor yang mempercepat laju konversi baik faktor pendorong dari
internal maupun eksternal. Sedangkan faktor penghambat adalah faktor-faktor yang
memperlambat laju konversi lahan. Faktor-faktor tersebut tersebut diperkirakan akan
mempengaruhi jumlah konversi lahan pertanian.
Setelah melihat keterhubungan antar faktor pendorong konversi lahan dan
faktor penghambat konversi lahan maka selanjutnya dilihat pula pengaruh konversi
lahan pertanian tersebut terhadap tingkat kesejahteraan petani. Dalam penelitian ini
kesejahteraan petani diukur melalui indikator pendapatan pada sektor pertanian dan
pendapatan di luar pertanian dimana apabila indikator ini mengalami peningkatan
dapat dikatakan kesejahteraan petani mengalami peningkatan. Kerangka konsep
penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Kerangka Konsep
Faktor Internal
Pendorong
Konversi (X1.1)
Konversi
Lahan
(Y1)
Kesejahteraan
Petani (Y2)
Faktor Eksternal
Pendorong
Konversi (X1.2)
Faktor Internal
Penghambat
Konversi (X2.1)
Faktor Eksternal
Penghambat
Konversi (X2.2)
Lokasi lahan
Produktivitas
Saluran irigasi
Mutu tanah
Luas lahan
Biaya prod.
Risiko
Perilaku masy
Pasca panen
Kebutuhan
Pert. penduduk
Warga lain
Pihak swasta
Nilai jual lahan
Keb tempat tinggal
Peluang kerja
Fluktuasi harga
Pajak
Subsidi
Tenaga kerja
Pemb. sarana Peluang membeli
lahan lain
Tanah warisan
Kepercayaan masy
Irigasi memadai
Tanah subur
Kesempatan kerja
sek. Lain tidak ada
Regulasi
Subsidi
Kepastian harga
Kompensasi
3.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan,
maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
1) Faktor pendorong dan penghambat konversi lahan berpengaruh
terhadap konversi lahan pertanian di Subak Jadi, Kecamatan Kediri,
Tabanan.
2) Konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap kesejahteraan petani di
Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebelum
kegiatan dilaksanakan yang mencakup komponen-komponen penelitian yang
diperlukan. Metode dalam penelitian merupakan cara memperoleh kebenaran ilmiah
yang sistematis, akurat dan berdasarkan fakta atau data empiris.
Mengacu pada tujuan penelitian, kemudian dirumuskan suatu kerangka proses
berfikir, konsep dan hipotesis sehingga didapat sebuah desain penelitian. Selanjutnya
dari desain tersebut dilaksanakan penelitian dan dirangkum suatu kesimpulan hasil
penelitian dan diajukan saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh pihak berwenang
dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut faktor pendorong dan faktor
penghambat konversi lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan
petani khususnya di Kabupaten Tabanan.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Subak Jadi Kecamatan Kediri, Tabanan. Pemilihan
lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Tabanan
merupakan pusat pertanian di Bali dan Subak Jadi merupakan subak yang memiliki
lahan yang terkonversi terluas di Tabanan serta didasarkan atas tersedianya data yang
memadai dan mampu untuk diolah peneliti sehingga lokasi ini dirasa relevan dengan
tujuan penelitian.
4.3 Populasi dan Sampel
Sugiyono (2009:115) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini anggota populasi adalah seluruh petani
Subak Jadi Kecamatan Kediri, Tabanan sebesar 156 orang.
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil atau ditentukan mewakili
populasi untuk diamati. Teknik pengambilan sampel memberikan peluang yang sama
bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel Sugiyono
(2009:118).
Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
2 tipe yaitu adalah dengan menggunakan metode Slovin. Untuk menghitung
penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan, maka digunakan
rumus Slovin sebagai berikut.
1N
N
d2
n
. …………………………. (1)
Dimana n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi dan e adalah batas
toleransi kesalahan (5%). Dalam penelitian ini diketahui jumlah populasi Subak Jadi
adalah sebesar 156 petani sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
105.0*156
1562
n = 112,23 ≈ 112
Jadi dari anggota populasi yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 112
orang responden.
Penarikan sampel untuk menganalisis pengaruh konversi lahan terhadap
kesejahteraan petani dilakukan secara purposive dengan mengambil petani yang
melakukan konversi lahan dari seluruh jumlah sampel. Jumlah sampel yang didapat
berjumlah 31 responden.
4.4 Jenis dan Sumber Data
4.4.1 Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui responden, dimana
responden akan memberikan respon verbal dan atau respon tertulis sebagai tanggapan
atas pernyataan yang diberikan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh bersifat keterangan yang tidak
dapat dihitung yang dapat memberikan gambaran terhadap lahan yang
diteliti.
2) Data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh berbentuk angka-angka dan
dapat dihitung.
4.4.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Data primer, adalah data penelitian yang berasal langsung dari sumber asli
atau tidak melalui media perantara. Data primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mengenai faktor pendorong dan faktor penghambat
konversi lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan petani
yang diperoleh secara langsung dari responden dengan memberikan
tanggapan atas pernyataan kuisioner. Dalam penelitian ini kuesioner
dibagikan langsung pada responden.
2) Data sekunder, adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain.
Dalam penelitian ini data sekunder hanya mendukung pengumpulan data awal
sebagai output penelitian. Data yang dimaksud adalah data yang didapat dari
Badan Pusat Statistik atau sumber lain.
4.5 Identifikasi Variabel
Terdapat dua jenis variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Variabel bebas atau independen variabel adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel bebas adalah faktor internal pendorong konversi (X1.1), faktor
eksternal pendorong konversi (X1.2), faktor internal penghambat konversi
(X2.1) dan faktor eksternal penghambat konversi (X2.2).
2) Variabel terikat atau dependen variabel adalah variabel yang dipengaruhi
oleh variabel lainnya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
adalah konversi lahan pertanian(Y1) dan kesejahteraan petani (Y3).
4.5.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dengan indikatornya masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Kesejahteraan petani (Y2) adalah kondisi petani Subak Jadi yang digunakan
untuk menyatakan kualitas hidup. Indikator kesejahteraan dalam penelitian
ini diukur dari dua sumber adalah sebagai berikut.
(1) Pendapatan sektor pertanian (Y2.1), merupakan penghasilan yang
didapat petani Subak Jadi dari lahan pertaniannya yang dinyatakan
dalam rupiah.
(2) Pendapatan dari luar sektor pertanian (Y2.2), merupakan penghasilan
yang didapat petani Subak Jadi dari luar sektor pertanian yang
dinyatakan dalam rupiah.
2) Konversi lahan (Y1) adalah pengalihfungsian lahan yang dilakukan oleh
petani Subak Jadi untuk kegiatan non-pertanian baik sebagian maupun
keseluruhan yang dinyatakan dalam satuan skoring. Indikator dari konversi
lahan adalah sebagai berikut.
(1) Konversi gradual berpola sporadis (Y1.1), merupakan alih fungsi lahan
yang diakibatkan oleh lahan kurang produktif dan keterdesakan
ekonomi yang diukur dari penilaian responden mengenai konversi
dilakukan petani Subak Jadi mampu mengatasi masalah ekonomi yang
diukur dengan sistem skoring.
(2) Konversi sistematis berpola enclave (Y1.2), merupakan konversi yang
mencakup wilayah secara serentak dalam waktu yang relative sama
yang diukur dari penilaian responden mengenai konversi untuk proyek
perumahan dengan sistem skoring.
(3) Konversi adaptasi demografi (Y1.3), merupakan konversi yang terjadi
karena kebutuhan tempat tinggal akibat pertambahan jumlah penduduk
yang diukur dari penilaian responden mengenai kebutuhanakan tempat
tinggal lebih penting dari pertanian dengan sistem skoring.
(4) Konversi karena masalah sosial (Y1.4), merupakan konversi yang terjadi
di Subak Jadi karena motivasi untuk berubah atau keluar dari sektor
pertanian yang diukur dari penilaian responden mengenai pertanian
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dengan sistem skoring.
(5) Konversi tanpa beban (Y1.5), merupakan konversi yang terjadi di Subak
Jadi yang dilakukan oleh petani untuk melakukan aktifitas menjual
lahan kepada pihak pemanfaat yang dimanfaatkan untuk peruntukan lain
yang diukur dari penilaian responden mengenai lahan pertanian
merupakan barang ekonomis yang mampu memberikan laba dengan
sistem skoring.
(6) Konversi adaptasi agraris (Y1.6), merupakan konversi yang terjadi
karena keinginan meningkatkan hasil pertanian dengan menjual lahan
dan membeli lahan baru di tempat lain yang lebih produktif yang diukur
dari penilaian responden mengenai lahan sudah tidak mampu
menghasilkan produksi yang sesuai keinginan dengan sistem skoring.
(7) Konversi multi bentuk atau tanpa pola (Y1.7), merupakan konversi yang
terjadi oleh berbagai faktor khususnya untuk perkantoran, sekolah dan
lain-lain yang diukur dari penilaian responden mengenai fasilitas umum
lebih penting dari lahan pertanian dengan sistem skoring.
3) Faktor internal pendorong konversi lahan (X1.1) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari kondisi petani itu sendiri yang mempercepat petani Subak
Jadi untuk melakukan konversi lahan. Indikator dari faktor internal
pendorong konversi lahan adalah sebagai berikut.
(1) Lokasi lahan (X1.1.1) merupakan posisi dimana lahan itu berada yang
diukur dari penilaian responden dari posisi lahan dekat dengan jalan
besar akan mudah terkonversi dengan sistem skoring.
(2) Produktivitas lahan (X1.1.2) merupakan pendapatan yang didapat oleh
petani Subak Jadi dari lahan yang diusahakan yang diukur dari penilaian
responden dari hasil yang didapat sudah sesuai dengan pengorbanan
dengan sistem skoring.
(3) Saluran irigasi (X1.1.3) merupakan saluran pengairan di Subak Jadi untuk
memenuhi kebutuhan air di seluruh lahan Subak Jadi yang diukur dari
penilaian responden dari irigasi di Subak Jadi masih mampu untuk
memenuhi kebutuhan air dengan sistem skoring.
(4) Mutu tanah (X1.1.4) merupakan kualitas atau tingkat kesuburan dari
lahan pertanian Subak Jadi yang diukur dengan penilaian responden dari
kualitas tanah masih tetap berkualitas baik dengan sistem skoring.
(5) Luas lahan (X1.1.5) merupakan luas lahan yang dimiliki petani Subak
Jadi dalam berusaha tani yang diukur dari penilaian responden tentang
luas lahan yang dimiliki tidak mampu untuk memberikan hasil seperti
keinginan dengan sistem skoring.
(6) Biaya produksi (X1.1.6) merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan
petani Subak Jadi dalam berusaha tani untuk membeli input yang
diperlukan dalam proses produksi yang diukur dengan sistem skoring.
(7) Risiko usaha tani (X1.1.7) merupakan suatu keadaan yang harus dihadapi
petani Subak Jadi dalam melakukan suatu usaha tani yang diukur
dengan sistem skoring.
(8) Perubahan perilaku petani (X1.1.8) merupakan perubahan pola pikir
petani Subak Jadi tentang pekerjaan menjadi petani yang diukur dari
penilaian responden menganggap petani merupakan pekerjaan untuk
rakyat miskin dengan sistem skoring.
(9) Penanganan pasca panen (X1.1.9) merupakan suatu keadaan yang harus
dihadapi petani Subak Jadi setelah panen raya, diukur dari penilaian
responden tentang penanganan pasca panen sudah baik dengan sistem
skoring.
(10) Himpitan ekonomi (X1.1.10) merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh petani Subak Jadi baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan
tambahan, diukur dari penilaian responden tentang kebutuhan semakin
hari semakin bertambah besar dengan sistem skoring.
4) Faktor eksternal pendorong konversi lahan (X1..2) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari luar dimana petani tidak mampu untuk mengendalikannya
yang mempercepat petani Subak Jadi untuk melakukan konversi lahan.
Indikator dari faktor eksternal pendorong konversi lahan adalah sebagai
berikut.
(1) Pertambahan penduduk (X1.2.1) penambahan jumlah penduduk di
sekitar daerah Subak Jadi yang diukur dari penilaian responden tentang
perpindahan penduduk ke daerah yang dekat dengan kota diukur
dengan sistem skoring.
(2) Pengaruh warga lain (X1.2.2) merupakan kondisi petani Subak Jadi
yang terpengaruh untuk mengkonversi lahan karena dorongan dari
petani lain yang mengkonversi lahan terlebih dahulu diukur dengan
sistem skoring.
(3) Pengaruh pihak swasta (X1.2.3) merupakan kondisi petani Subak Jadi
yang terpengaruh untuk mengkonversi lahan karena dorongan dari
pengembang swasta untuk proyek perumahan, diukur dengan sistem
skoring.
(4) Nilai jual lahan (X1.2.4) merupakan harga yang ditawarkan terhadap
lahan petani Subak Jadi yang diukur dari penilaian responden tentang
besaran harga yang ditawarkan dengan sistem skoring.
(5) Kebutuhan tempat tinggal (X1.2.5) merupakan kebutuhan petani Subak
Jadi dalam menyediakan tempat tinggal yang layak bagi anggota
keluarga yang diukur dengan penilaian responden dari tempat tinggal
merupakan kebutuhan paling penting.
(6) Pembangunan sarana dan prasarana (X1.2.6) merupakan pembangunan
sarana umum seperti jalan raya, pasar dan perkantoran yang dekat
dengan Subak Jadi yang diukur dari penilaian responden tentang
konversi dilakukan untuk kepentingan masyarakat dengan sistem
skoring.
(7) Peluang kerja di sektor lain (X1.2.7) merupakan kesempatan yang
diberikan oleh sektor lain di luar pertanian bagi petani Subak Jadi
untuk memperoleh pekerjaan yang diukur dari penilaian responden
dari sektor pertanian tidak mampu memberikan penghasilan yang
sesuai dengan sistem skoring.
(8) Fluktuasi harga pertanian (X1.2.8) merupakan hasil yang diterima petani
Subak Jadi dari periode ke periode selanjutnya yang tidak stabil yang
diukur dari tingginya selisih harga yang diterima petani dari periode ke
periode selanjutnya dengan sistem skoring.
(9) Pajak (X1.2.9) merupakan iuran wajib atas lahan yang dimiliki yang
harus dibayar petani Subak Jadi kepada negara yang diukur dari
penilaian responden dari pajak yang diberikan terlalu tinggi tidak
sesuai hasil pertanian dengan sistem skoring.
(10) Subsidi pemerintah (X1.2.10) merupakan keringanan yang diterima oleh
petani Subak Jadi dari pemerintah baik untuk bibit, pupuk dan lain-lain
yang diukur dari penilaian responden tentang pemberian subsidi
dengan sistem skoring.
(11) Tenaga kerja (X1.2.11) merupakan semua orang yang bersedia dan siap
melakukan pekerjaan di sektor pertanian yang diukur dari penilaian
responden dari tersedianya tenaga kerja untuk pertanian sudah
memadai dengan sistem skoring.
(12) Kesempatan membeli lahan lain (X1.2.12) merupakan peluang petani
Subak Jadi untuk membeli lahan lain yang lebih murah sehingga
mendapat selisih jual dari lahan terdahulu yang diukur dari penilaian
responden tentang kesempatan membeli lahan lain sangat mudah
dengan sistem skoring.
5) Faktor internal penghambat konversi lahan (X2.1) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari dalam petani yang dapat menarik niat petani Subak Jadi
untuk melakukan konversi lahan. Indikator dari faktor internal penghambat
konversi adalah sebagai berikut.
(1) Tanah warisan (X2.1.1) merupakan lahan yang dimiliki oleh petani Subak
Jadi yang didapat dari warisan terdahulu yang secara turun temurun
yang diukur dari penilaian responden menganggap tanah warisan tidak
boleh untuk dijual atau dikonversi dengan sistem skoring.
(2) Kepercayaan (X2.1.2) merupakan keyakinan yang dimiliki oleh petani
Subak Jadi tentang keberadaan Pura Bedugul yang menyembah Bhatari
Sri yang diukur dari penilain responden menganggap Pura Bedugul
haris tetap ada dan lestari dengan sistem skoring.
(3) Ketersediaan air (X2.1.3) merupakan kebutuhan petani akan sumberdaya
air untuk usaha tani yang diukur dari penilaian responden mengenai
ketersediaan air masih cukup untuk mengairi lahan pertanian dengan
sistem skoring.
(4) Kondisi lahan masih subur (X2.1.4) merupakan kualitas lahan yang
digarap petani Subak Jadi yang diukur dari penilaian responden
mengenai kondisi lahan masih mampu untuk memproduksi sesuai
dengan keinginan dengan sistem skoring.
(5) Tidak ada kesempatan kerja di sektor lain (X2.1.5) merupakan
kemampuan petani Subak Jadi yang tidak mampu untuk bersaing
bekerja di sektor luar pertanian yang diukur dari penilaian responden
tentang hanya sektor pertanian pekerjaan yang bisa dikerjakan dengan
sistem skoring.
6) Faktor eksternal penghambat konversi lahan (X2.2) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari luar petani yang dapat menarik niat petani Subak Jadi
untuk melakukan konversi lahan. Indikator dari faktor eksternal
penghambat konversi adalah sebagai berikut.
(1) Regulasi pemerintah (X2.2.1) merupakan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah terhadap petani yang diukur dari penilaian
responden tentang peraturan pemerintah harus diikuti dengan sistem
skoring.
(2) Subsidi pemerintah (X2.2.2) merupakan keringanan-keringanan yang
diberikan oleh pemerintah untuk pengadaan bibit, pupuk dan lain-lain
yang diukur dari penilaian responden pemberian subsidi akan mampu
untuk menarik niat petani untuk mengkonversi lahan dengan sistem
skoring.
(3) Kepastian harga (X2.2.3) merupakan kepastian jumlah rupiah yang
diterima petani Subak Jadi dalam setiap masa panen yang diukur dari
adanya kepastian harga dari pemerintah mampu menarik niat petani
untuk mengkonversi lahan dengan sistem skoring.
(4) Kompensasi (X2.2.4) merupakan insentif yang diberika pemerintah
kepada petani Subak Jadi baik berupa penetapan pajak yang sesuai
dengan hasil yang diterima yang diukur dari penilaian responden
mengenai pemberian kompensasi akan mampu manarik niat petani
mengkonversi lahan dengan sistem skoring.
Seluruh indikator dalam penelitian ini diukur berdasarkan persepsi responden
terhadap indikator-indikator pendorong dan penghambat konversi lahan pertanian
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hubungan antar variabel dalam
penelitian ini dapat disajikan dalam bentuk Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Model Hubungan Antarvariabel
X1.1.1
X1.1
X1.2
Y2 Y2.1
Y2.2
Y1
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Y1.4
Y1.5
Y1.6
Y1.7
X1.2.1
X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1 X1.1.1
X1.2.2
X1.2.12
X1.2.11
X1.2.10
X1.2.9
X1.2.8
X1.2.7
X1.2.6
X1.2.5
X1.2.4
X1.2.3
X2.1.2 X2.1.1 X2.1.3 X2.1.4 X2.1.5 X2.2.1 X2.2.2 X2.2.3 X2.2.4
X2.1 X2.2
X2
X1
4.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Observasi, adalah metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung
terhadap lokasi penelitian.
2) Wawancara, adalah metode pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam hal ini
pengurus subak dan beberapa informan kunci dengan menggunakan kuesioner
yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
disebarkan kepada responden mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan pertanian dan dampaknya terhadap
kesejahteraan petani. Pertanyaan-pertanyaan kuesioner diukur dengan
menggunakan skala likert dengan rentang nilai 1 sampai 4 yang diberi skor
sebagai berikut: 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, 4 = sangat
setuju.
4.8 Pengujian Instrumen
4.8.1 Uji Validitas
Validitas dalam penelitian menurut Umar (2004 : 127) dijelaskan sebagai suatu
derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang inti atau arti sebenarnya yang diukur.
Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Validitas dapat
dilakukan dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dengan skor total
seluruh item pertanyaan. Batas minimum dianggap memenuhi syarat validitas apabila
r = 0,3. Jadi untuk memenuhi syarat validitas, maka butir pertanyaan atau pernyataan
dalam penelitian harus memiliki koefisien korelasi lebih dari 0,3. Apabila korelasi
antara butir skor dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir pertanyaan atau
pernyataan dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
4.8.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan
oleh instrumen pengukuran dimana pengujiannya dapat dilakukan secara internal,
yaitu pengujian dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada (Umar,
2004:126). Menurut Nunnaly (Ghozali 2006:42) Variabel dikatakan reliable jika
memberikan nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,6.
4.9 Teknik Analisis Data
4.9.1 Analisis Faktor
Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi dimensi suatu struktur dan
kemudian menentukan sampai sebarapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh
setiap dimensi (Ghozali, 2006:267). Dalam penelitian ini, analisis faktor dilakukan
menggunakan komputer dengan paket program SPSS 19.0. Tahapan dalam
menggunakan analisis faktor adalah sebagai berikut.
1) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah perlu dilakukan perumusan secara jelas dari
analisis faktor tersebut dan variabel-variabel yang akan disertakan harus
diterapkan berdasarkan penelitian, teori dan pendapat peneliti. Variabel-
variabel dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model
analisis faktor sebagai berikut.
Xi = Ai1F1+ Ai2F2+….+….+ AimFm + ViUi…………….(2)
Keterangan :
Xi = variabel ke i yang terstandarisasi
Aij = koefisien regresi berganda yang distandarisasi dari variabel (i)
pada common faktor j
F = Faktor umum
Vi = koefisien standar regresi dari variabel i pada faktor khusus
Ui = unique faktor untuk variabel (i)
m = jumlah dari faktor - faktor umum
Faktor-faktor umum (F) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
variabel-variabel yang dapat diamati dengan formula sebagai berikut.
Fi = Wi1X + Wi2X2 + Wi3X3 + ………..+ WikXk…………….(3)
Keterangan:
F = estimasi faktor ke-i
Wi = bobot atau koefisien nilai faktor ke-i
K = jumlah variabel
2) Membuat matrik korelasi
Langkah awal dalam analisis faktor adalah membuat matrik korelasi
antar variabel. Dengan adanya matrik korelasi dapat diidentifikasikan
variabel-variabel yang tidak memiliki hubungan dengan variabel-variabel
yang lain, sehingga dapat dikeluarkan dari model. Matrik korelasi harus
matrik non singular atau dikatakan determinannya tidak nol dan matrik
korelasinya juga bukan matrik identitas (Anderson, 1984). Pada tahap ini
diketahui variabel-variabel yang menimbulkan multikolinearitas yaitu dua
variabel dengan koefisien korelasi tinggi dan variabel tersebut dijadikan
satu atau dipilih salah satu untuk dianalisis lebih lanjut (bariett’s test of
spehericity). Selanjutnya digunakan uji Kaiser Mayer Olkin (KMO) untuk
mengetahui kecukupan sampelnya. Analisis faktor dikatakan layak apabila
besaran KMO minimal 0,5.
3) Menentukan jumlah faktor
Variabel disusun kembali berdasarkan pada pola korelasi hasil langkah
di atas untuk menentukan jumlah faktor yang diperlukan untuk mewakili
data. Untuk menentukan jumlah faktor yang dapat diterima secara empirik
dapat dilakukan berdasarkan eigenvalue setiap faktor yang muncul.
Semakin besar eigenvalue setiap faktor semakin representatif faktor
tersebut untuk mewakili sekelompok variabel. Faktor yang dipilih adalah
faktor yang mempunyai eigenvalue lebih besar atau sama dengan 1.
Demikian juga didasarkan pada percentage of variance suatu faktor dapat
menjadi pertimbangan konsumen apabila memilih nilai lebih besar dari 5
persen dan apabila didasarkan pada cumulative of variance ketentuannya
adalah nilai minimum sebesar 60 persen, maka faktor tersebut dapat
digunakan dalam model.
4) Rotasi faktor
Hasil penyederhanaan faktor dalam matrik memperlihatkan hubungan
antara faktor variabel individual, tetapi dalam faktor-faktor tersebut
terdapat banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit untuk
diinterpretasikan. Ada tiga pendekatan yang dapat dipakai untuk
melakukan rotasi, yaitu quartimax, varimax, dan equimax. Dari tiga
pendekatan tersebut akan dipilih salah satu metode rotasi yang paling
mudah diinterpretasikan.
5) Interpretasi faktor
Interpretasi faktor dapat dilakukan dengan mengelompokkan variabel–
variabel yang mempunyai faktor loading tinggi di dalam faktor tersebut.
Untuk interpretasi hasil penelitian ini, besarnya loading faktor yang dipakai
adalah minimum sama dengan nilai rata-rata faktor loading ditambah
dengan standar deviasi yang ada pada masing-masing faktor. Variabel yang
mempunyai faktor loading kurang dari nilai minimum tersebut di atas,
dikeluarkan dari model.
6) Menentukan ketepatan model
Tahap terakhir dari analisis faktor adalah mengetahui mampu tidaknya
model yang menjelaskan dengan baik. Fenomena data yang ada perlu diuji
dengan teknik Principal Componen Analysis (PCA), yaitu dengan melihat
jumlah residual antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang
diproduksi. Apabila nilai presentase residual semakin tinggi, berarti
semakin jelek kemampuan model dalam menjelaskan fenomena yang ada.
4.9.2 Uji Asumsi Klasik
Agar perhitungan dapat diinterprestasikan dengan akurat, maka digunakan uji
asumsi klasik.
1) Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model
regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi residual yang normal atau mendekati normal
(Suyana, 2007:87).
2) Uji multikolinearitas
Menurut Ghozali (Suyana, 2007:92), uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable
bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variable bebas.
3) Uji heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (Suyana, 2007:93), uji heterokedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode yang digunakan untuk menguji
adanya heterokedastisitas adalah uji Glejser.
4.9.3 Regresi linear berganda
Model analisis yang dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan
penelitian ini adalah regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas. Analisis
ini juga dapat menduga besar dan arah hubungan tersebut serta mengukur derajat
keeratan hubungan antar satu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Dalam analisis, peneliti akan dibantu dengan program komputer yaitu SPSS 19.0.
Adapun bentuk umum dari persamaan regresi linear berganda (Sugiyono, 2009:211)
dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut.
1) Uji regresi simultan (uji F)
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa faktor pendorong dan
penghambat memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
(simultan) terhadap konversi lahan pertanian, maka digunakan Uji F. Dalam
pengujian ini Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel pada derajat signifikan
(α) 5 % atau dengan melihat probabilitasnya lebih kecil dari α berarti bahwa
faktor pendorong dan penghambat memiliki pengaruh yang nyata secara
bersama-sama terhadap konversi lahan pertanian di Subak Jadi, Kecamatan
Kediri, Tabanan. Adapun rumus F hitung menurut Nata Wirawan (2002 : 304)
adalah sebagai berikut:
Fo =
kn
k
RR
/1
1/2
2
........................................................................... (4)
Keterangan :
n = Jumlah data
k = Jumlah variabel
Prosedur pengujian hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut.
(1) Merumuskan hipotesis.
Ho : ß1 = ß2 = ß3 = 0, tidak ada pengaruh yang signifikan secara
simultan dari faktor pendorong dan faktor penghambat terhadap
konversi lahan pertanian.
Hi : ß1 ≠ ß2 ≠ ß3 ≠ 0, paling sedikit salah satu dari faktor pendorong
dan faktor penghambat berpengaruh terhadap konversi lahan
pertanian.
Menentukan taraf nyata (α) = 5 % dan df = (k-1) ; (n-k) untuk
mengetahui nilai Ftabel.
(2) Menentukan besarnya Fhitung, yang diperoleh dari hasil regresi.
(3) Membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel.
Jika Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima.
Ftabel = k-1;n-k 0
F
f(F)
Daerah Terima H0
Daerah Tolak H0
Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.
Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.2
Sumber : Nata Wirawan (2002:221)
Gambar 4.2 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan Uji F
(4) Membuat kesimpulan, yaitu jika Fhitung lebih kecil atau sama dengan
Ftabel maka Ho diterima sedangkan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel
maka Ho ditolak dan H1 diterima.
2) Uji regresi parsial (uji t)
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan faktor pendorong dan
penghambat memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap
konversi lahan pertanian di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan, maka
digunakan uji t. Adapun rumus thitung menurut Nata Wirawan (2002 : 304)
adalah sebagai berikut.
S
bt
bi
ii
i
............................................................................................ (5)
i = 1,2,3…….k
Keterangan :
bi = Koefisien regresi parsial yang ke-i dari regresi sampel
ßi = Koefisien parsial yang ke-i dari regresi populasi
Sbi = Kesalahan standar (standar arror) koefisien regresi sampel.
Adapun langkah-langkah untuk uji t yaitu sebagai berikut:
(1) Merumuskan hipotesis.
Ho : ßi = 0, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial
dari variabel faktor pendorong dan penghambat terhadap
konversi lahan pertanian.
Hi : ßi 0, berarti ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari
variabel faktor pendorong dan penghambat terhadap konversi
lahan pertanian.
Menentukan taraf nyata (α/2) = 2,5 % dan df = (n-k) untuk
menentukan nilai ttabel.
(2) Menentukan besarnya thitung, yang diperoleh dari hasil regresi.
(3) Kriteria pengujian.
Apabila ttabel< thitung< -ttabel, maka Ho ditolak
Apabila ttabel thitung -ttabel, maka Ho diterima
Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.3 yaitu sebagai berikut.
Gambar 4.3 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan Uji t
Kesimpulan.
Jika thitung lebih kecil atau sama dengan ttabel maka Ho diterima
sedangkan jika thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak dan Hi
diterima.
3) Analisis Standardized Coefficients Beta
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Variabel bebas yang memiliki
nilai koefisien beta terbesar memiliki pengaruh yang lebih dominan
dibandingkan variabel bebas lainnya.
4.9.4 Paired Sample t Test
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan konversi lahan pertanian memiliki
dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan petani di Subak Jadi, Kecamatan
Kediri, Tabanan, maka digunakan paired sample t test. Paired sample t test
Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan
Ho
ttabel = (/2;n-k)
Daerah penolakan Ho
-ttabel = (/2;n-k)
Sumber : Sugiyono (2004:116)
merupakan analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama
terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Apabia suatu perlakuan tidak
memberi pengaruh, maka perbedaan rata-rata adalah nol. Adapun rumus thitung
menurut Nata Wirawan (2002 : 304) adalah sebagai berikut.
S
bt
bi
ii
i
............................................................................................ (6)
i = 1,2,3…….k
Keterangan :
bi = Koefisien regresi parsial yang ke-i dari regresi sampel
ßi = Koefisien parsial yang ke-i dari regresi populasi
Sbi = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel.
Adapun langkah-langkah untuk uji t yaitu sebagai berikut.
(1) Merumuskan hipotesis.
Ho : ßi = 0, berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pendapatan
petani sebelum dan sesudah konversi lahan.
Hi : ßi 0, berarti ada perbedaan yang signifikan pendapatan petani
sebelum dan sesudah konversi lahan.
Menentukan taraf nyata (α/2) = 2,5 % dan df = (n-k) untuk
menentukan nilai ttabel.
(2) Menentukan besarnya thitung, yang diperoleh dari hasil regresi.
(3) Kriteria pengujian.
Apabila ttabel < thitung < -ttabel, maka Ho ditolak
Apabila ttabel thitung -ttabel, maka Ho diterima
Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Daerah pengujian Penolakan dan Penerimaan Ho dengan
Uji t
(4) Kesimpulan.
Jika thitung lebih kecil atau sama dengan ttabel maka Ho diterima
sedangkan jika thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak dan Hi
diterima.
Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan
Ho
ttabel = (/2;n-k)
Daerah penolakan Ho
-ttabel = (/2;n-k)
Sumber : Sugiyono (2004:116)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Subak Jadi
5.1.1 Sejarah Singkat Subak Jadi
Zaman dahulu pada abad XVIII zaman Kerajaan Mengwi dan Kerajaan
Tabanan membicarakan tentang wilayah kekuasaan, batas barat Kerajaan Mengwi
Tukad Yeh Dati, batas timur Kerajaan Tabanan Tukad Yeh Panan. Di tengah-tengah
itu ada daerah yang diperebutkan. Lama kelamaan yang tinggal disana dinamakan
orang jada yang kemudian berubah menjadi orang Jadi. Desa Jadi sebelumnya
hanyalah berupa hutan dan kemudian ada membuat persawahan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dinamakan dengan Subak Jadi. Sebagai bukti
ada yang bernama Banjaran Alas yang berasal dari hutan yang digunakan sebagai
sawah, ada juga pekarangan yang digunakan sebagai sawah yang dinamakan
Banjaran Pekarangan, ada perkebunan yang digunakan sebagai sawah yang
dinamakan Banjaran Kebon.
Dahulu di Subak Jadi hanya terdapat sawah tadah hujan.Setelah itu barulah
meminta izin kepada pemerintah Belanda untuk membuat saluran irigasi
subak.Tempat sumber air didapat di Tukad Yeh Panan sekitar 3 km menuju Utara
dari Subak Jadi di pinggiran timur Desa Buahan.Selanjutnya warga subak membuat
bendungan, membuat terowongan sepanjang 200 m yang dinamakan Kori Dawa dan
membuat saluran irigasi agar air dapat mengalir ke sawah mereka. Air tersebut dibagi
secara adil dengan sistem sederhana berupa pembuatan temuku-temuku disetiap
sawah. Ajaran Tri Hita Karana yang digunakan sebagai dasar maka dibuatlah Pura
Bedugul sebagai tempat menyembah Ida Bathari Sri.
Pada tahun 1961 bendungan Subak Jadi diganti dengan bendungan yang
permanen yang selesai dikerjakan pada tahun 1962 yang kemudian dinamakan Dam
Subak Jadi. Luas sawah yang menggunakan air dari bendungan ini adalah sebesar 274
Ha yang meliputi Subak Tegal Jadi, Subak Jadi dan Subak Sanggulan.
Subak Jadi sendiri terbagi ke dalam lima tempek yaitu Tempek Kelaci dengan
luas 31,87 Ha, Tempek Panedekan dengan luas 16,33 Ha, Tempek Conto dengan luas
8,66 Ha, Tempek Puseh dengan luas 7,63 Ha dan Tempek Sesandan dengan luas
20,99 Ha.
5.1.2 Struktur Organisasi Subak Jadi
Struktur organisasi timbul karena adanya suatu proses pengorganisasian dan
sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan tugas-tugas, perintah dan tanggung jawab.
Oleh karena itu struktur dalam suatu organisasi mutlak diperlukan agar tidak terjadi
penyimpangan wewenang dan tanggung jawab, dan dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya sehingga organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Struktur organisasi yang digunakan pada Subak Jadi adalah struktur yang
sederhana dengan Pekaseh sebagai pemimpin yang dibantu oleh beberapa pengurus
yang telah diatur. Adapun struktur organisasi Subak Jadi akan ditunjukkan oleh
Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Subak Jadi
Pekaseh
Wakil Pekaseh
Penyarikan
Patengen
Kelihan
Tempek
Kelaci
Kelihan
Tempek
Panedekan
Kelihan
Tempek
Conto
Kelihan
Tempek
Puseh
Kelihan
Tempek
Sesandan
KesinomanTe
mpek Kelaci
KesinomanT
empek
Panedekan
KesinomanT
empek
Conto
Kesinoman
Tempek
Puseh
Kesinoman
Tempek
Sesandan
Anggota
Subak
5.2 Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Subak Jadi, dapat diketahui
gambaran tentang karakteristik responden. Uraian tentang karakteristik responden
menyangkut tiga aspek yaitu aspek jenis kelamin, umur dan lama pendidikan.
Adapun distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel
5.1.
Tabel 5.1
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah
n (orang) % (persen)
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
99
13
88,39
11,61
Jumlah 112 100
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
penelitian adalah responden laki – laki yaitu sebesar 88,39 persen dan responden
perempuan hanya sebesar 11,61 persen. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui berdasarkan jenis kelamin bahwa responden laki-laki yang lebih banyak
melakukan konversi lahan yaitu 28 orang berbanding 3 orang. Rincian mengenai
distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada lampiran 2.
Sementara itu distribusi umur responden dapat dilihat pada Tabel 5.2. Dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden penelitian berumur pada rentang 17-60
tahun yaitu sebesar 75 persen, diatas 60 tahun sebesar 25 persen, dan dibawah 17
tahun 0 persen. Berdasarkan hasil observasi lapangan didapat bahwa responden yang
paling banyak melakukan konversi lahan adalah pada rentang umur 17 – 60 tahun
yaitu sebanyak 24 orang. Rincian mengenai distribusi responden menurut umur dapat
dilihat pada lampiran 2.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Umur Tahun 2013
No. Umur Jumlah
n (orang) % (persen)
1.
2.
3.
< 17 tahun
17 – 60 Tahun
> 60 Tahun
0
84
28
0
75
25
Total 112 100
Distribusi responden menurut lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Lama Pendidikan Tahun 2013
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
n (orang) % (persen)
1.
2.
3.
4.
Tidak sekolah
1 – 6 Tahun
7 – 12 Tahun
Diatas 12 Tahun
13
67
20
12
11,61
59,82
17,86
10,71
Total 112 100
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan satu sampai enam tahun yaitu sebanyak 59,82 persen.
Sedangkan tingkat pendidikan diatas 12 tahun memiliki persentase yang paling
rendah yaitu 10,71 persen. Rincian mengenai distribusi responden menurut lama
pendidikan dapat dilihat pada lampiran 2.
5.3 Pengujian instrumen
Pengujian instrument bertujuan untuk mengukur sejauh mana instrument
penelitian berfungsi dengan baik. Adapun uji tersebut adalah sebagai berikut.
1) Uji validitas
Suatu kuesioner dikatakan valid jika tiap butir pernyataan mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner. Pengujian validitas
tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir atau
faktor dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Biasanya syarat
minimum suatu kuisioner untuk memenuhi validitas adalah jika korelasi antara
butir dengan skor total tersebut positif dan nilainya lebih besar dari 0,30
(Sugiyono, 2004:115). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa
instrumen-instrumen pada setiap variabel dalam penelitian ini adalah valid dan
dapat dipakai untuk melakukan penelitian atau menguji hipotesis penelitian,
karena nilai pada setiap instrumen berada diatas nilai signifikan pada tabel nilai r
product moment yaitu lebih dari 0,30. Untuk lebih jelas perhitungan uji validitas
dapat dilihat pada Lampiran 3.
2) Uji reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pernyataan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk uji reliabilitas dilakukan
dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach dengan r-tabel. Jika Alpha
Cronbach > r-tabel, maka butir atau variabel tersebut reliabel. Sedangkan jika
nilai Alpha Cronbach < r-tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.
Uji reliabilitas dapat pula dilakukan melalui nilai Alpha Cronbach, yaitu jika lebih
besar dari 0,60 maka butir atau variabel tersebut reliabel. Hasil pengujian
reliabilitas dengan menggunakan SPSS 19.0 For Windows dapat dilihat pada
Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha Cronbach Keterangan
Konversi Lahan (Y1)
Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan (X2.2)
0,711
0,746
0,735
0,768
0,668
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai Alpha Cronbach lebih besar dari r-
tabel dan lebih besar dari 0,60. Maka dapat diketahui bahwa butir-butir
kuesioner tersebut reliabel.
5.4 Tingkat Persepsi Responden terhadap Konversi Lahan di Subak Jadi
Teknik pengumpulan data melalui kuisioner yang digunakan terdiri atas
pernyataan yang dibuat berdasarkan masing-masing variabel, yaitu variabel konversi
lahan, faktor internal dan eksternal pendorong konversi lahan dan faktor internal dan
eksternal penghambat konversi lahan. Berikut adalah deskripsi data dari masing-
masing variabel yang diperoleh pada penelitian ini.
1) Konversi Lahan (Y1)
Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi responden terhadap indikator yang
sesuai dengan definisi operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat
dilihat pada Tabel 5.6
Tabel 5.6
Persepsi Responden atas Konversi Lahan di Subak Jadi
No Indikator
Jawaban
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Mampu mengatasi masalah
ekonomi 17 15,18 68 60,71 25 22,32 2 1,79
2 Lahan untuk perumahan lebih
memberikan manfaat 16 14,29 60 53,57 31 27,68 5 4,46
3 Kebutuhan tempat tinggal
lebih penting dari pertanian 27 24,11 57 50,89 26 23,21 2 1,79
4
Bekerja di pertanian tidak
mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup
21 18.75 36 32,14 48 42,86 7 6,27
5 Lahan pertanian merupakan
barang ekonomi 27 24,11 58 51,79 21 18,75 6 5,36
6 Lahan tidak mampu
menghasilkan sesuai keinginan 9 8,04 86 76,79 16 14.29 1 0,89
7 Lahan diperuntukkan untuk
perkantoran/fasilitas umum 10 8,93 46 41,07 51 45,54 5 4,46
Jumlah total 127 411 218 28
Rata-rata 18 16,07 59 52,68 31 27,68 4 3,57
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
yaitu 77 orang (68,75%) menyatakan setuju untuk melakukan konversi lahan
pertanian karena alasan lahan dianggap mampu untuk mengatasi masalah ekonomi,
lahan akan lebih bermanfaat untuk perumahan dan lahan dianggap tidak mampu
untuk menghasilkan sesuai dengan keinginan.
Lahan mampu mengatasi masalah ekonomi tidak terlepas dari permintaan
lahan itu sendiri. Semakin banyak permintaan akan lahan maka akan berpengaruh
terhadap nilai lahan tersebut, maka lahan akan menjadi komoditi yang menjanjikan
dan akan menghasilkan pemasukan yang banyak apabila dijual. Begitu pula dengan
persepsi masyarakat yang menganggap lahan merupakan barang ekonomi, apabila
persepsi tersebut tidak mampu dirubah maka lama-kelamaan lahan akan habis terjual.
Berdasarkan persepsi responden di atas untuk lebih jelas dapat ditunjukkan dengan
diagram pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Persepsi Responden Terhadap Konversi lahan
Berdasarkan Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa persepsi responden terhadap
konversi lahan sebesar 68,75 persen menyatakan sangat setuju/setuju. Ini
menunjukkan bahwa keinginan responden untuk mengkonversi lahan sangat kuat
apabila ada kesempatan dan alasan yang kuat.
1) Faktor Pendorong Konversi Lahan (X1)
a) Faktor Internal Pendorong Konversi Lahan (X1.1)
Faktor internal pendorong konversi lahan diukur berdasarkan persepsi responden
terhadap indikator-indikator pendorong konversi sesuai dengan definisi
operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada 5.7.
Tabel 5.7
Persepsi Responden atas Faktor Internal Pendorong Konversi Lahan
No. Indikator
Jawaban
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Lokasi lahan 11 9,82 62 55,36 38 33,93 1 0,89
2 Produktivitas menurun 12 10,71 73 65,18 24 21,43 3 2,68
3
Kesulitan mendapatkan
sumberdaya air
10 8,93 64 57,14 29 25,89 9 8,04
4 Mutu lahan menurun 6 5,36 56 50 42 37,50 8 7,14
5 Luas lahan yang sempit 14 12,50 63 56,25 33 29,46 2 1,79
6 Tingginya biaya produksi 19 16,96 80 71,43 12 10,71 1 0,89
7 Risiko usaha tani yang
tinggi 2 1,79 43 38,39 57 50,89 10 8,93
8
Perubahan perilaku yang
menganggap petani
merupakan pekerjaan
untuk rakyat miskin
5 4,46 16 14,29 55 49,11 36 32,14
9
Kurang memiliki
kemampuan dalam
penanganan pasca panen
3 2,68 50 44,64 46 41,07 13 11,61
10 Himpitan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan 28 25 76 67,86 7 6,25 1 0,89
Jumlah total 110 583 343 84
Rata-rata 11 9,82 58 51,79 34 30,36 8 8,03
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dijelaskan responden lebih banyak menyatakan
setuju yaitu 69 orang (61,61%) bahwa lokasi lahan yang strategis, produktivitas
menurun, kesulitan mendapatkan sumberdaya air, mutu lahan menurun, luas lahan
yang sempit, tingginya biaya produksi, dan himpitan ekonomi akan menjadi
pendorong konversi lahan secara internal.
Lokasi lahan sangat menentukan cepat atau lambat lahan tersebut akan
terkonversi. Lokasi Subak Jadi yang strategis dekat dengan kota dan didukung oleh
infrastruktur jalan raya yang baik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para
investor untuk membangun proyek perumahan. Selain itu melihat kondisi Subak Jadi
yang telah dikelilingi oleh perumahan sehingga menyebabkan petani kesulitan dalam
mendapatkan air juga akan semakin mendorong niat petani untuk melakukan
konversi. Untuk lebih jelas dapat ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Kecendrungan Faktor Pendorong Internal Terhadap Konversi Lahan
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa responden sebagian besar yaitu 61,61 persen
akan melakukan konversi lahan apabila lahan berada di lokasi yang strategis,
produktivitas menurun, kesulitan mendapatkan sumberdaya air, mutu lahan menurun,
luas lahan yang sempit, tingginya biaya produksi, dan himpitan ekonomi. Apabila hal
ini tidak dapat ditanggulangi maka cepat atau lambat persentase masyarakat yang
setuju untuk melakukan konversi lahan akan semakin besar.
b) Faktor Eksternal Pendorong Konversi Lahan (X1.2)
Faktor eksternal pendorong konversi lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator pendorong konversi sesuai dengan definisi
operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Persepsi Responden atas Faktor Eksternal Pendorong Konversi Lahan
No. Indikator
Jawaban
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Pertambahan penduduk 30 26,79 67 59,82 14 12,50 1 0,89
2
Pengaruh dari warga lain
yang terlebih dahulu
mengkonversi lahan
16 14,29 56 50 26 23,21 14 12,50
3
Pengaruh dari pihak
swasta yang membeli
lahan untuk proyek
perumahan
25 22,32 48 42,86 32 28,57 7 6,25
4 Harga lahan meningkat 55 49,11 39 34,82 16 14,29 2 1,79
5 Kebutuhan lahan untuk
perumahan meningkat 13 11,61 71 63,39 27 24,11 1 0,89
6
Pembangunan sarana dan
prasarana umum seperti
jalan raya dan pasar di
sekitar subak
21 18,75 57 50,89 28 25 6 5,36
7
Pekerjaan disektor lain
lebih menjanjikan dari
sektor pertanian
23 20,54 70 62,50 17 15,18 2 1,79
8 Fluktuasi harga sektor
pertanian tinggi 15 13,39 54 48,21 37 33,04 6 5,36
9 Tingginya pajak bumi dan
bangunan 23 20,54 65 58,04 22 19,64 2 1,79
10
Kurangnya subsidi dari
pemerintah terhadap
sektor pertanian
30 26,79 58 51,79 21 18,75 3 2,68
11
Kesulitan dalam mencari
tenaga kerja yang mau
bekerja di sektor pertanian
27 24,11 63 56,25 19 16,96 3 2,68
12
Adanya kesempatan untuk
membeli lahan lain yang
lebih murah
26 23,21 61 54,46 19 16,96 6 5,36
Jumlah total 304 709 278 53
Rata-rata 25 22,32 59 52,68 23 20,54 5 4,46
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat disimpulkan sebagian besar responden yaitu 84
orang (75%) menyatakan setuju bahwa terjadinya konversi lahan karena alasan
pertambahan penduduk, pengaruh warga lain, pengaruh pihak swasta, harga lahan
meningkat, pembangunan sarana prasarana, pekerjaan sektor lain lebih menjanjikan,
fluktuasi harga, pajak bumi dan bangunan, kurangnya subsidi pemerintah, kesulitan
mencari tenaga kerja di sektor pertanian dan adanya kesempatan membeli lahan lain
yang lebih murah.
Pertambahan penduduk yang semakin tinggi akan sangat mempengaruhi
terjadinya konversi lahan. Setiap orang pasti akan membutuhkan tempat untuk
mereka tinggal dan lahan untuk membangun tempat tinggal bersifat terbatas maka
konversi lahan merupakan jalan yang diambil karena menganggap tempat tinggal
lebih penting daripada untuk usaha tani. Semakin banyak permintaan terhadap lahan
juga akan menyebabkan harga lahan semakin tinggi dan hal ini akan mendorong
petani menjual lahan karena tergiur akan nilai rupiah yang akan diperoleh. Untuk
lebih jelas akan ditunjukkan pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Kecendrungan Faktor Pendorong Eksternal Terhadap Konversi Lahan
Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dijelaskan bahwa kecendrungan faktor
ekternal terhadap konversi lahan sangat kuat. Ini menunjukkan bahwa pendorong
konversi secara eksternal sangat kuat mempengaruhi masyarakat untuk melakukan
konversi lahan. Apabila pendorong eksternal ini tidak dapat dilemahkan maka
diyakini masyarakat yang masih bertahan tidak mengkonversi lahan akan ikut
tergerus untuk melakukan konversi lahan.
2) Faktor Penghambat Konversi Lahan (X2)
a) Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator yang sesuai dengan definisi operasional
variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9
Persepsi Responden atas Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan
No. Indikator
Jawaban
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Tanah warisan tidak
boleh dijual/ dikonversi 22 19,64 37 33,04 34 30,36 19 16,96
2 Kepercayaan
masyarakat 14 12,50 81 72,32 13 11,61 4 3,57
3 Kondisi saluran irigasi
yang masih baik 18 16,07 74 66,07 18 16,07 2 1,79
4 Kondisi lahan yang
masih subur 29 22,89 77 68,75 5 4,46 1 0,89
5
Tidak adanya
kesempatan bekerja di
sector lain
23 20,54 77 68,75 11 9,82 1 0,89
Jumlah total 106 346 81 27
Rata-rata 21 18,75 69 61,60 16 14,29 6 5,36
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
yaitu 90 orang (80,35%) setuju secara internal yang dapat menahan konversi lahan
adalah tanah warisan, kepercayaan masyarakat, kondisi saluran irigasi yang masih
baik, kondisi lahan masih subur dan tidak adanya kesempatan bekerja di sektor lain.
Tanah warisan saat ini diyakini masih mampu untuk menghambat laju
konversi namun hasil yang diperoleh tidak begitu besar, ini menunjukkan bahwa
tanah yang didapat dari warisan tidak akan selamanya mampu untuk menghambat
konversi lahan. Hal ini dipengaruhi oleh luas lahan yang diperoleh dari warisan
sempit karena dibagi dengan beberapa orang saudara sehingga dianggap lebih
menguntungkan apabila dijual atau dikonversi. Untuk lebih jelas akan ditunjukkan
pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Kecendrungan Faktor Penahan Internal Terhadap Konversi Lahan
Berdasarkan Gambar 5.5 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden
yaitu 80,35 persen menyatakan setuju jika tanah warisan, kepercayaan masyarakat,
kondisi saluran irigasi yang masih baik, kondisi lahan masih subur akan mampu
untuk menghambat konversi lahan. Faktor penghambat internal ini harus bisa
semakin dikuatkan untuk dapat mengurangi laju konversi lahan di Subak Jadi.
b) Faktor Eksternal Penghambat Konversi Lahan (X2.2)
Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator yang sesuai dengan definisi operasional
variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10
Persepsi Responden atas Faktor Eksternal Penghambat Konversi Lahan
No. Indikator
Jawaban
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp %
1
Regulasi pemerintah
tentang penetapan jalur
hijau
30 26,79 63 56,25 17 15,18 2 1,79
2 Subsidi pemerintah 16 14,29 87 77,68 7 6,25 2 1,79
3 Kepastian harga hasil
pertanian 45 40,18 63 56,25 3 2,68 1 0,89
4 Pemberian kompensasi
kepada petani 89 79,46 20 17,85 2 1,79 1 0,89
Jumlah total 180 233 29 6
Rata-rata 45 40,17 58 51,79 7 6,25 2 1,79
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa responden menyetujui yang
dapat menahan konversi lahan dari faktor eksternal adalah regulasi pemerintah,
subsidi pemerintah, kepastian harga dan pemberian kompensasi.
Regulasi pemerintah tentang penetapan kawasan hijau diyakini mampu untuk
menghambat laju konversi lahan namun dengan catatan pengeluaran regulasi harus
dibarengi dengan pemberian subsidi dan pemberian kompensasi kepada petani.
Pemberian subsidi berupa bibit dan pupuk bagi petani diyakini akan mampu
menghambat konversi lahan karena dengan pemberian subsidi dan kompensasi tentu
akan menambah penghasilan petani. Untuk lebih jelas akan ditunjukkan dalam
Gambar 5.6.
Gambar 5.5. Kecendrungan Faktor Penahan Eksternal Terhadap Konversi Lahan
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa faktor ekternal sangat kuat dalam menahan
laju konversi lahan. Ini ditunjukkan dari penilaian responden yang sebagian besar
yaitu 91,96 persen menyatakan regulasi pemerintah, subsidi, kepastian harga dan
pemberian kompensasi akan mampu untuk menahan konversi lahan.
5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan di Subak Jadi
Analisis faktor dan analisi regresi linier berganda digunakan untuk mencari
faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Subak Jadi. Tujuan penggunaan
analisis faktor dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar variabel
yang diteliti dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Berikut ini disajikan hasil analisis
faktor berdasarkan tahapan yang ada dalam analisis faktor.
1) Determinant of Correlation matrix
Matriks Korelasi digunakan untuk mengidentifikasikan variabel-variabel
tertentu yang tidak mempunyai korelasi dengan variabel lain, sehingga dapat
dikeluarkan dari analisis. Koefisien matriks korelasi disajikan dalam Tabel
5.11.
Tabel 5.11
Koefisien Matriks Korelasi
No Variabel Determinan
1
2
3
4
5
Konversi Lahan (Y1)
Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan (X2.2)
0,364
0,231
0,027
0,488
0,840
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa koefisien determinasi dari masing-masing
variabel sudah mendekati 0. Jadi dapat dinyatakan bahwa item instrument dari
masing-masing variabel memiliki korelasi yang kuat.
2) Kaiser Meyer Olkin (KMO)
Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampel.
Analisis faktor dianggap layak jika besaran KMO nilainya minimal 0,5. Hasil
uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) disajikan pada Tabel 5.12
Tabel 5.12
Hasil Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO)
No Variabel KMO Signifikansi
1
2
3
4
Konversi Lahan (Y1)
Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
0,623
0,645
0,816
0,709
5
Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan (X2.2)
0,536
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) untuk
masing-masing variabel lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi lebih kecil
dari alpha (α = 0,05). Jadi dapat dinyatakan bahwa masing-masing variabel
mempunyai kecukupan sampel untuk melakukan analisis faktor.
3) Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Kelayakan model uji faktor untuk masing-masing variabel dapat dilihat dari
nilai Measures of Sampling Adequacy (MSA). Nilai MSA intrumen dari
masing-masing variabel dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis
menunjukkan bahwa nilai MSA instrumen dari masing-masing variabel lebih
besar dari 0,5. Jadi dapat dinyatakan bahwa masing-masing model layak
digunakan dalam model uji faktor.
4) Percentage of Variance Percentage of
Variance menjelaskan kemampuan dari masing-masing faktor untuk
menjelaskan variasinya. Nilai percentage of variance untuk masing-masing
variabel disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13
Nilai Percentage of Variance
No Variabel Percentage of Variance
(%)
1
2
3
Konversi Lahan (Y1)
Faktor Internal Pendorong Konversi
Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
52,357
63,241
56,331
4
5
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan (X2.2)
63,674
62,652
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa Percentage of Variance untuk masing-
masing variabel memiliki kelayakan kemampuan untuk menjelaskan variasi
faktornya.
5) Rotasi faktor
Hasil penyederhanaan faktor dalam matriks memperlihatkan hubungan antara
faktor variabel individual, tetapi dalam faktor-faktor tersebut terdapat banyak
variabel yang berkorelasi sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa seluruh instrument dari masing-masing variabel telah
memenuhi syarat dan menunjukkan korelasi yang kuat. Ini ditunjukkan
dengan nilai rotasi yang lebih besar dari 0,4. Hasil perhitungan rotasi faktor
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.
6) Ketepatan model
Tahap terakhir dari model ini adalah mengetahui apakah model mampu
menjelaskan dengan baik. Fenomena data yang ada perlu diuji dengan teknik
Principal Component Analysis (PCA) yaitu dengan melihat jumlah residual
antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang direproduksi.
Berdasarkan hasil anasisi dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut.
(1) Tujuh faktor pada variabel Y1 dapat menjelaskan kondisi konversi
lahan di Subak Jadi sebesar 90,0 persen.
(2) Sepuluh faktor pada variabel X1.1 dapat menjelaskan kondisi faktor
internal pendorong konversi lahan di Subak Jadi sebesar 57,0 persen.
(3) Dua belas faktor pada variabel X1.2 dapat menjelaskan kondisi faktor
eksternal pendorong konversi lahan di Subak Jadi sebesar 56,0 persen.
(4) Lima faktor pada variabel X2.1 dapat menjelaskan kondisi faktor
internal penghambat konversi lahan di Subak Jadi sebesar 70,0 persen.
(5) Empat faktor pada variabel X2.2 dapat menjelaskan kondisi faktor
eksternal penghambat konversi lahan di Subak Jadi sebesar 66,0
persen.
Tabel 5.14
Ketepatan Model
No Variabel Nonredundant
Residuals (%)
Ketepatan Model
(%)
1
2
3
4
5
Konversi Lahan (Y1)
Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Eksternal Penghambat
Konversi Lahan (X2.2)
10
43
44
30
34
90
57
56
70
66
Berdasarkan Tabel 5.14 semua variabel memiliki nilai residual korelasi yang
diamati yang lebih rendah daripada nilai residual yang diproduksi yang berarti bahwa
seluruh variabel mampu menjelaskan seluruh fenomena yang ada.
5.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Konversi Lahan
Sebelum data penelitian diuji dengan model uji regresi linear berganda maka
dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji nornalitas, uji multikolinearitas dan
heterokedastisitas.
1) Uji normalitas
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati
normal. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan statistik
Kolgomorov-Smirnov. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. adalah
sebesar 0,279 yang lebih besar dari alpha ( = 0,05). Jadi dapat disimpulkan
bahwa data dalam model uji telah berdistribusi normal.
2) Uji multikolinearitas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada atau
tidaknya hubungan yang linier (multikolinieritas) antara variabel bebas
(independen) satu dengan variabel bebas yang lain. Hasil uji multikolinearitas
ditunjukkan pada Tabel 5.15 di bawah ini.
Tabel 5.15
Uji multikolinearitas
No Variabel Tolerance VIF
1
2
3
4
Faktor Internal Pendorong Konversi
Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong Konversi Lahan
(X1.2)
Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan
(X2.1)
Faktor Eksternal Penghambat Konversi Lahan
(X2.2)
0,724
0,667
0,799
0,927
1,382
1,499
1,252
1,078
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa nilai Tolerance dan VIF untuk seluruh variabel
bebas telah lebih besar dari 0,1 dan lebih kecil dari 10. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model uji tidak terdeteksi kasus multikolinearitas.
3) Uji heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa pada model regresi
terjadi ketidaksamaan varian. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas digunakan model glejser. Hasil uji dengan model glejser
ditunjukkan pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16
Hasil Uji Heterokedastisitas
No Variabel thitung Sig. Keterangan
1
2
3
4
Faktor Internal Pendorong
Konversi Lahan(X1.1)
Faktor Eksternal Pendorong
Konversi Lahan (X1.2)
Faktor Internal Penghambat
Konversi Lahan (X2.1)
Faktor Eksternal
Penghambat Konversi Lahan
(X2.2)
-1,720
-0,093
2,015
0,600
0,088
0,926
0,460
0,550
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tabel 5.16 menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikatnya (absolute ei). Jadi dapat disimpulkan
bahwa dalam model tidak terdeteksi kasus heterokedastisitas.
Setelah dinyatakan seluruh variabel tidak terdeteksi kasus normalitas,
multikolinearitas dan heteroskedastisitas maka selanjutnya hasil dari tabulasi dalam
bentuk data ordinal tersebut selanjutnya diberikan skor dan diubah menjadi data
interval bagi masing-masing variabel yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan
data interval pada Lampiran 2 kemudian dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan SPSS. Hasil pengolahan data tersebut disajikan pada Lampiran 6.
Hasil yang diperoleh dari data dengan menggunakan program SPSS dirangkum
pada Tabel 5. 17
Tabel 5. 17
Rangkuman Hasil Analisis Regresi
Faktor
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 12.679 3.161
4.011 .000
Pendorong internal -.161 .092 -.162 -1.753 .082
Pendorong eksternal .331 .052 .610 6.334 .000
Penarik internal .092 .122 .066 .751 .454
Penarik eksternal .051 .154 .027 .331 .741
R = 0,795 R Square = 0.632
Fhitung = 4,434 Sig. F hitung = 0,000
Tabel 5.17 menunjukkan bahwa R2 = 0,632 artinya secara simultan seluruh variabel
berpengaruh signifikan (Sig Fhitung = 0,000 < α = 0,05) terhadap konversi lahan
pertanian sebesar 63,2 persen sedangkan sisanya sebesar 37,8 persen dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai Fhtiung (4,434) lebih besar dari nilai Ftabel
(1,60) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara simultan
dari faktor pendorong dan penghambat baik yang bersifat internal maupun eksternal
terhadap konversi lahan di Subak Jadi Kecamatan Kediri Tabanan.
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh yang signifikan secara parsial dari
faktor pendorong dan penghambat baik yang bersifat internal maupun eksternal
berpengaruh terhadap konversi lahan di Subak Jadi Kecamatan Kediri Tabanan.
Apabila nilai thitung lebih besar dari ttabel (0,677) dengan tingkat Sig. 0,05 maka
variabel dinyatakan berpengaruh secara parsial. Tabel 5.19 menunjukkan bahwa
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan adalah faktor
pendorong eksternal. Jadi dapat disimpulkan bahwa konversi lahan terjadi di Subak
Jadi disebabkan karena pengaruh variabel pendorong eksternal yang sangat kuat,
sedangkan faktor penghambat tidak memiliki kemampuan dalam menahan terjadinya
konversi lahan. Tabel 5.18 menunjukkan variabel yang berpengaruh parsial terhadap
konversi lahan.
Tabel 5.18
Variabel yang Berpengaruh Nyata
Variabel
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std.
Error Beta
Constant)
Lokasi lahan
Produktivitas
Irigasi
Mutu tanah
Luas lahan
Biaya produksi
Risiko usaha tani
Perubahan perilaku
Penanganan pasca panen
Himpitan ekonomi
Pertambahan penduduk
Pengaruh warga lain
Pengaruh pihak swasta
Nilai jual lahan
Keb. tempat tinggal
Pemb. Sarana prasarana
11.974
.394
.623
.398
-.910
.287
.463
.273
-.090
-.200
-.493
.362
-.235
.213
-.173
1.208
.100
3.171
.340
.329
.365
.343
.340
.340
.374
.353
.329
.400
.370
.402
.423
.409
.403
.379
.105
.164
.108
-.247
.077
.117
.073
-.025
-.054
-.125
.096
-.065
.060
-.046
.319
.028
3.777
1.161
1.892
1.090
-2.652
.843
1.360
.729
-.255
-.607
-1.232
.978
-.584
.504
-.424
3.000
.264
.000
.249
.062
.279
.010
.402
.178
.468
.799
.546
.221
.331
.561
.616
.673
.004
.793
Peluang kerja sek lain
Fluktuasi harga hasil tani
Pajak
Subsidi pemerintah
Tenaga kerja
Kesempatan membeli lahan lain
Tanah warisan
Kepercayaan masyarakat
Ketersediaan air
Lahan masih subur
Tidak ada kesempatan kerja di
sektor lain
Regulasi pemerintah
Subsidi pemerintah
Kepastian harga
Kompensasi
.065
-.171
.227
.353
.056
.906
-.217
-.331
-.083
-.068
.039
.166
.209
.006
-.406
.346
.347
.336
.358
.404
.335
.346
.418
.411
.411
.362
.330
.325
.359
.411
.017
-.047
.061
.096
.015
.248
-.061
-.085
-.022
-.017
.010
.045
.051
.001
-.088
.187
-.493
.676
.985
.138
2.700
-.628
-.793
-.202
-.166
.109
.503
.644
.016
-.988
.852
.624
.501
.327
.891
.008
.531
.430
.840
.868
.914
.616
.521
.987
.326
Berdasarkan Tabel 5.18 dapat dijelaskan bahwa yang berpengaruh secara
signifikan terhadap konversi lahan pertanian di Subak Jadi, Kecamatan Kediri,
Tabanan adalah sebagai berikut.
(1) Mutu tanah memiliki pengaruh signifikan terhadap konversi lahan
ditunjukkan dengan nilai thitung lebih besar dari ttabel (-2,652 > ±0,677) artinya
apabila persepsi petani Subak Jadi tentang mutu tanah sudah menurun maka
niat petani untuk mengkonversi lahan semakin tinggi.
(2) Kebutuhan tempat tinggal berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan
pertanian yang ditunjukkan dengan nilai thitung lebih besar dari ttabel (3,000 >
±0,677) yang artinya semakin meningkat kebutuhan tempat tinggal akan
semakin banyak terjadi konversi lahan.
(3) Kesempatan membeli lahan lain yang lebih murah berpengaruh signifikan
terhadap konversi lahan yang ditunjukkan dengan nilai thitung lebih besar dari
ttabel (2,700 > ±0,677) yang artinya petani tidak akan menahan lahan mereka
apabila mendapatkan tawaran harga tanah yang menggiurkan di tempat lain
yang lebih murah sehingga akan memperoleh surplus harga jual lahan
tersebut.
5.7 Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kesejahteraan Petani
Paired-Sample t- Test digunakan untuk menguji pengaruh konversi lahan
terhadap kesejahteraan petani di Subak Jadi Kecamatan Kediri Tabanan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pendapatan petani Subak Jadi sebelum mengalami
konversi lahan sebesar Rp. 19.707.568,902 mengalami penurunan menjadi Rp. 16
241.197,991 setelah konversi lahan. Jadi dapat dikatakan bahwa konversi lahan justru
akan menurunkan kesejahteraan petani. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
5.19 dan Tabel 5.20.
Tabel 5.19
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pendapatan petani
sebelum konversi 19,707,568.9029 31 13,367,057.63402 2,400,794.42357
Pendapatan petani
setelah konversi 16,241,197.9910 31 13,260,345.19491 2,381,628.30371
Tabel 5.20
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig.
(2-
taile
d)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pai
r 1
Pendapatan
petani
sebelum
konversi -
Pendapatan
petani setelah
konversi
3,466,37
0.91194
2,286,178.
30621
4,106,09
.74517
2,627,793.
93908
4,304,94
7.88479
8.4
42
3
0
.00
0
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa nilai t hitung = 8,442 < dari t tabel = 0,677 dan nilai sig. 0,000 < 0,05 yang
artinya tolak H0 maka rata-rata pendapatan petani sebelum dan sesudah konversi
lahan adalah tidak sama atau berbeda secara nyata yang dalam penelitian ini
pendapatan petani setelah konversi lahan lebih rendah dari pendapatan sebelum
mengalami konversi lahan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan di atas, maka diperoleh simpulan
sebagai berikut.
1) Secara simultan seluruh faktor pendorong dan penghambat baik yang bersifat
internal maupun eksternal berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan di
Subak Jadi Kecamatan Kediri Tabanan dengan kontribusi sebesar 63,2 persen
sedangkan sisanya 37,8 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam model.
2) Secara parsial dapat diketahui bahwa hanya faktor pendorong konversi
eksternal berpengaruh nyata terhadap konversi lahan di Subak Jadi,
Kecamatan Kediri, Tabanan sedangkan faktor penghambat internal dan
eksternal tidak berpengaruh terhadap konversi lahan. Faktor pendorong yang
berpengaruh terhadap konversi lahan adalah mutu tanah, kebutuhan tempat
tinggal dan kesempatan membeli lahan di tempat lain.
3) Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani Subak Jadi
mengalami penurunan setelah adanya konversi lahan yaitu dari Rp.
19.707.568,902 menjadi Rp. 16.241.197,991. Jadi dapat dikatakan bahwa
konversi lahan tidak akan meningkatkan kesejahteraan petani.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang ada maka dapat
dikemukakan saran adalah sebagai berikut.
1) Seluruh pihak terkait baik pemerintah maupun prajuru subak harus mampu
untuk mengontrol laju konversi lahan dengan cara memperlemah faktor-faktor
yang mendorong konversi lahan baik yang bersifat internal maupun eksternal
dan memperkuat faktor-faktor yang menghambat konversi lahan.
2) Menanggulangi faktor pendorong internal seperti mutu tanah dan
produktivitas, pemerintah perlu meningkatkan pemberian subsidi pupuk untuk
meningkatkan produktivitas lahan sehingga mampu menghasilkan dengan
baik. Untuk menanggulangi faktor pendorong eksternal seperti kebutuhan
untuk perumahan dan kesempatan membeli lahan lain pemerintah harus
mempertegas regulasi di bidang perizinan terutama untuk membangun di
lahan basah. Pemerintah juga harus memperketat peraturan jual beli lahan
terutama lahan pertanian boleh dijual tetapi tetap diperuntukkan untuk lahan
pertanian.
3) Petani harus ditekankan bahwa konversi lahan bukan jalan terbaik bahkan
dapat merugikan petani itu sendiri dan secara luas seperti ketahanan pangan
serta lingkungan. Dampak konversi lahan terhadap kesejahteraan petani
memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat mengkaji indikator-indikator lain selain pendapatan yang
mempengaruhi kesejahteraan petani. Hal ini terkait dengan perbedaan persepsi
petani tentang kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Rolph. 1984. Multivariate Data Analysis. Prentice-Hall Internasional. Inc.
New Jersey
Ashari. 2003. Tinjauan Tentang Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Non Sawah dan
Dampaknya di Pulau Jawa. Litbang Departemen Pertanian
Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Penduduk di Indonesia
Benu, Noortje M, dkk. 2013. Analysis of Land Conversion and its Impacts and
Strategies in Managing Them in City of Tomohon, Indonesia. Asian
Transactions on Basic and Applied Sciences Vol. 03 Issue 02.
Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tabanan. 2013. Jumlah Alih Fungsi
Lahan Per Kecamatan Tahun 2008-2012
Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Cetakan Kesatu. Bandung: PT
refika Aditama
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan
keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hardjowigeno, Sarwono, Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola
Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.
23. No. 1. Tahun 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian
Lestari, Tri. 2005. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani.
Makalah Kolokium. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat. IPB Press. Bogor
Nasoetion, Lutfi Ibrahin, dan Winoto, Joyo. 2000. Masalah Alih Fungsi Lahan dan
Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Jakarta
Pakpahan, Agus, Sumaryanto, N. Syafa’at, dan Rafael P. Somaji. 1993. Kelembagaan
Lahan dan Konversi Tanah dan Air. PSE. Bogor
Pakpahan, Agus. 2012. Investing In Farmers’ Welfare. Cetakan pertama. Bogor: PT
Penerbit IPB Press
Pasandaran, Effendi. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konvrersi Lahan
Sawah Beririgasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25. No. 4
Rai, I Nyoman, Gede Menaka Adnyana. 2011. Persaingan Pemanfaatan Lahan dan
Air. Denpasar: Udayana University Press
Sihaloho, Martua., Dharmawan, Arya Hadi, dan Rusli, Said. 2007. Konversi Lahan
Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Studi Kasus di Kelurahan
Mulyaharaja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa barat). Sodality:
Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 1.
Tahun 2007. Jawa Barat
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Supardi. 2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII Press
Suputra, Dewa Putu Arwan, Ambarawati, I G AA, Tenaya, I Made Narka. 2012.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Studi Kasus di Subak
Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. E-
Journal Agribisnis dan Agrowisata Vol. 1. Tahun 2012. Denpasar: Program
Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Sutawan, Nyoman. 2008. Organisasi dan Manajemen Subak di Bali. Denpasar: PT
Offset BP Denpasar
Suyana Utama, Made. 2007. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana
Widjanarko. 2006. Aspek Pertahanan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian (sawah). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah:22-
23. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN. Jakarta
Wirawan, Nata. 2002. Cara Mudah Memahami Statistik 2 (Statistik Inferensial) untuk
Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Denpasar: Keraras Emas