6
FAEDAH AGAMA dan ALASAN-LASAN MANUSIA BERAGAMA oleh Jappy Pellokila Walaupun adanya sinisme terhadap agama, kemudian diikuti dengan anti agama dan TUHAN, namun masih ada [banyak] manusia beragama. Suatu realitas sepanjang sejarah hidup dan kehidupan manusia masa lalu, kini, dan akan datang; bahwa berbagai ideologi, aliran filsafat, ajaran-ajaran, dan lain sebagainya, muncul dan hilang, akan tetapi agama tetap ada; agama tidak pernah mati dan lenyap. Dalam arti, bentuk-bentuk penyembahan manusia kepada Ilahi tetap ada dan terus menerus mengalami perkembangan. Organisasi keagamaan bisa bubar; umat beragama bisa habis, namun agama, walaupun tidak abadi, tetap ada. Karena agama tetap atau tidak pernah lenyap, maka ajaran tentang TUHAN yang diajarkan dalam dan oleh Agama-agama pun tetap ada. Seandainya tidak ada agama, namun TUHAN tetap dan terus menerus ada, karena Ia tidak tergantung pada ada atau tidaknya agama. Agama muncul karena adanya manusia; atau karena adanya manusia maka maka tercipta agama. Agama untuk manusia? atau manusia untuk agama? atau haruskah manusia beragama? Keduanya [manusia dan agama] ternyata tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Agama hanya bisa terlihat

Faedah Agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cv

Citation preview

FAEDAH AGAMAdanALASAN-LASAN MANUSIA BERAGAMA olehJappy Pellokila

Walaupun adanya sinisme terhadap agama, kemudian diikuti dengan anti agama dan TUHAN, namun masih ada [banyak] manusia beragama. Suatu realitas sepanjang sejarah hidup dan kehidupan manusia masa lalu, kini, dan akan datang; bahwa berbagai ideologi, aliran filsafat, ajaran-ajaran, dan lain sebagainya, muncul dan hilang, akan tetapi agama tetap ada; agama tidak pernah mati dan lenyap. Dalam arti, bentuk-bentuk penyembahan manusia kepada Ilahi tetap ada dan terus menerus mengalami perkembangan. Organisasi keagamaan bisa bubar; umat beragama bisa habis, namun agama, walaupun tidak abadi, tetap ada. Karena agama tetap atau tidak pernah lenyap, maka ajaran tentang TUHAN yang diajarkan dalam dan oleh Agama-agama pun tetap ada. Seandainya tidak ada agama, namun TUHAN tetap dan terus menerus ada, karena Ia tidak tergantung pada ada atau tidaknya agama. Agama muncul karena adanya manusia; atau karena adanya manusia maka maka tercipta agama. Agama untuk manusia? atau manusia untuk agama? atau haruskah manusia beragama? Keduanya [manusia dan agama] ternyata tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Agama hanya bisa terlihat sebagai agama [dalam arti, berdampak pada perubahan manusia secara utuh] jika ada manusia yang menjadi penganut atau umatnya. Agama tak berarti apa-apa jika tidak ada umatnya. Agama akan menjadi sekedar kumpulan orang-orang yang menjalankan suatu sistem ajaran jika tidak dijalankan oleh penganutnya. Agama akan mempunyai faedah jika para penganutnya menjalankan serta mengaplikasikan ajarannya dengan baik dan benar dalam hidup dan kehidupan setiap hari.

ALASAN-ALASAN MANUSIA BERAGAMALalu mengapa manusia beragama? Jawaban sederhananya adalah karena manusia mempunyai naluri religius untuk menyembah sesuatu di luar dirinya. Namun, jika ditelaah lebih mendalam, maka alasan-alasan manusia beragama ternyata tidak sederhana. Ada banyak faktor yang menjadikan manusia ataupun seseorang beragama; sekaligus mengembangkan pola-pola keberagamaannya. Pada umumnya, manusia beragama, di dalamnya ada upaya sungguh-sungguh untuk menyembah dan percaya kepada Ilahi, karena pelbagai alasan. Misalnya, 1. Keterbatasan dan ketidakmampuan psikologis. Manusia mempunyai pelbagai cara untuk mengembangkan hidup dan kehidupannya sehingga, secara fisik, dapat bertahan serta tidak musnah. Namun, dibalik itu, pada dirinya masih tersimpan banyak kekurangan serta ketidakmampuan dan keterbatasan. Karena itu, manusia ingin memperoleh kekuatan baru dari TUHAN, yang diajarkan oleh agama-agama. Jadi, manusia beragama agar TUHAN memberi kekuatan serta kemampuan untuk menjalani hidup dan kehidupan 2. Ketidakmampuan menghadapi pelbagai rintangan hidup dan kehidupan setiap hari. Biasanya sikon seperti itu membuat manusia menjadikan agama sebagai tempat pelarian terakhir. Hal itu terjadi dengan harapan bahwa TUHAN yang diajarkan dalam agama-agama mampu memberikan kemampuan kepadanya agar bisa menghadapi rintangan hidup dan kehidupannya. 3. Keinginan yang tidak tercapai serta ketidakpastian karena adanya perubahan sikon hidup dan kehidupan. Merasa tidak mempunyai kepastian masa depan karena tak mampu mengikuti perubahan, sehingga mengalami stagnasi berpikir, kemudian melarikan diri kepada hal-hal rohaniah. 4. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi, misalnya keterbelakangan; kebodohan; kemiskinan; penderitaan; dan lain-lain. 5. Di samping semua hal tersebut, ada orang yang menjadi pemeluk atau umat salah satu agama dengan alasan-alasan khas, misalnya memperoleh kepastian keselamatan; dengan menjalankan ajaran-ajaran agama, seseorang [menjadi penganut agama] agar memperoleh kepastian masa depan hidup kekal setelah kematian mengingatkan diri sendiri bahwa ada TUHAN yang menciptakan serta mengatur segala sesuatu termasuk hidup dan kehidupan; sehingga dirinya menyembah-Nya dengan benar serta mengikuti semua kehendak-Nya ajaran-ajaran agama sebagai pagar pembatas agar tidak jatuh serta terjerumus ke dalam cara-cara hidup yang buruk serta negatif; menjadikan diri sendiri sadar sekaligus takut untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum-hukum masyarakat memberi pengaruh positif pada hidup dan kehidupan secara pribadi dan anggota masyarakat; serta ikut ambil bagian dalam pembangunan serta perbaikan masyarakat melalui berbagai bidang hidup dan kehidupan ajaran agama menjadikan manusia mempunyai sikap moral dan etika yang baik, sehingga mampu membangun relasi antar sesama dengan penuh tanggungjawab, mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan, membantu, menolong, memperhatikan sesama manusia berdasarkan kasih memberi dorongan kepada dirinya sehingga berani berjuang menegakkan keadilan, kebenaran, demokrasi, toleransi, kerukunan, serta hak asasi manusia, termasuk memelihara serta menata lingkungan hidup

Jadi, ketika seseorang mengikatkan diri pada agama tertentu atau menjadi umat beragama, tersirat dari dalam dirinya, bahwa ia harus mendapat keuntungan dari tindakannya itu. Ini berarti, agama harus membawa perbaikan dan perubahan total pada manusia. Agama berperan untuk perubahan manusia; sebaliknya manusia pun dapat berubah karena adanya agama. Oleh sebab itu, ada beberapa peran yang bisa dilakukan agama [bukan berarti agama adalah pribadi yang bisa melakukan sesuatu; melainkan peran institusi agama atau umat beragama, terutama mereka yang berperan sebagai pemimpin-pemimpin keagamaan].