112
i FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HEAT STRAIN PADA PEKERJA PABRIK KERUPUK DI WILAYAH KECAMATAN CIPUTAT TIMUR TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh RIZKI FADHILAH 1110101000086 PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

  • Upload
    lytu

  • View
    226

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HEAT STRAIN

PADA PEKERJA PABRIK KERUPUK DI WILAYAH KECAMATAN

CIPUTAT TIMUR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh

RIZKI FADHILAH

1110101000086

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

ii

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Juli 2014

RIZKI FADHILAH, NIM: 1110101000086

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Heat Strain pada Pekerja Pabrik

Kerupuk di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

xiii + 100 Halaman, 2 bagan, 10 tabel, 1 grafik, 1 lampiran

ABSTRAK

Heat strain merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

oleh seseorang dan dapat diperparah dengan kondisi individu seperti umur, jenis

kelamin, obesitas, penyakit kronis, konsumsi alkohol dan obat-obatan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 4 pekerja di pabrik

kerupuk Kecamatan Ciputat Timur terdapat 1 orang pekerja yang mengalami heat

strain. Heat strain dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja serta

menurunkan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, peneliti melakukan

penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk di wilayah kecamatan Ciputat Timur tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional.

Faktor-faktor yang akan diteliti adalah tekanan panas, umur, obesitas, penyakit

kronis, serta konsumsi obat-obatan. Seluruh populasi yaitu sebanyak 79 orang

pekerja dijadikan sampel dalam penelitian ini. Analisis bivariat dilakukan dengan

uji chi square.

Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang mengalami heat strain sebanyak

56 orang (70,8%). Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa hanya variabel

tekanan panas yang berhubungan dengan heat strain (p value 0,000). Sedangkan

variabel umur, obestias, penyakit kronis dan konsumsi obat tidak berhubungan

dengan heat strain (p value > 0,05). Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar

dilakukan pengendalian secara teknis maupun administratif. Pengendalian teknis

dapat dilakukan dengan memasang ventilasi yang memadai atau memberikan

pembatas antara sumber panas dengan pekerja. Pengendalian administrative dapat

dilakukan dengan menyediakan tempat beristirahat dengan suhu yang lebih

dingin, memberikan sosialisasi kepada pekerja agar meningkatkan konsumsi air

putih selama bekerja, memperbaiki posisi kerja dan menambah proses mekanisasi.

Kata Kunci : Heat strain, tekanan panas.

Daftar bacaan : 32 (1969-2013)

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH MAJOR

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH

Undergraduate Thesis, July 2014

RIZKI FADHILAH, NIM: 1110101000086

Factors Associated with Heat Strain in Workers at Crackers Factory in

Ciputat Timur District Year 2014

xiii +100 pages, 2 images,10 tables,1 attachments

ABSTRACT

Heat strain is the expression of the body’s response to heat stress and

compounded with personal factors such as age, gender, obesity, chronic disease,

alcohol and drugs. Based on the results of preliminary studies with 4 workers in

crackers factory at Ciputat Timur District suggested that one worker experienced

heat strain. Heat strain can affect worker’s health and factory’s productivity.

Therefore, researcher conducted a study factors associated with heat strain in

workers at crackers factoryin Ciputat Timur District in 2014.

This study is an analytical study with cross sectional design. Researched

factors are heat stress, age, obesity, chronic disease and drugs. All of population

numbered 79 as a sample in this study. Bivariate analysis were performed by chi

square test.

The result showed that there were 56 workers (70,8%) who experienced

heat strain. Bivariate analysis showed that heat stress variable has significantly

associated with heat strain (p value 0,000). However the unrelated variables are

age, obesity, chronic disease and drugs (p value > 0,05). Therefore, the researcher

suggested to perform engineering and administrative control. Engineering control

such as good ventilation system and make a barrier between sources heat and

workers. Administrative control such as provide the rest area with cool

temperature, increasing drink intensity while working, improved work position

and mechanization addition.

Keyword : Heat strain, heat stress.

References : 32 (1969-2013)

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

v

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

vi

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Rizki Fadhilah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Oktober 1992

Alamat : Jalan Raya Pelabuhan Lorong 4 No.12 RT

001 RW 05 Jakarta Utara

No. Handphone : 085693447454

E-mail : [email protected]

Pendidikan Formal

Tahun Nama Institusi

2010 – 2014 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Program Studi Kesehatan Masyarakat

2007 – 2010 SMA Negeri 13 Jakarta

2004 – 2007 SMP Negeri 93 Jakarta

1998 - 2004 SD Negeri Tanjung Priok 01

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

viii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih Lagi Maha

Penyayang, puji dan syukur saya ucapkan kepada Ilahi Rabbi yang selalu

memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita. Atas segala kekuatan dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan Heat Strain pada Pekerja Pabrik Kerupuk di Wilayah

Kecamatan Ciputata Timur Tahun 2014”. Sholawat serta salam selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad Saw yang telah menuntun umatnya dari zaman

kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.

Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni usaha penulis melainkan

banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa doa, motivasi, dan

bimbingan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulisan skripsi ini kepada:

1. Bapak, Ibu dan Kakak tercinta terima kasih atas segala doa dan dukungan

selama penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin Sp. And., selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir. Febrianti M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat

yang senantiasa menjadikan program studi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen pembimbing I yang selalu

sabar dan keikhlasannya memberikan bimbingannya. Terima kasih ibu atas

waktu, doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang

selalu siap memberikan bimbingannya dan arahan yang positif sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen penguji sidang skripsi, terima kasih

atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan sarannya yang positif

untuk perbaikan skripsi penulis.

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

ix

7. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen penguji sidang skripsi, terima

kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan saran yang

positif untuk perbaikan skripsi penulis.

8. Ibu Izzatu Millah SKM, MKKK selaku dosen penguji sidang skripsi,

terima kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan saran

yang positif untuk perbaikan skripsi penulis.

9. Bapak Ujang, Bapak Rahman dan Bapak Ahmad selaku pemilik pabrik

kerupuk yang sudah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian ini.

10. Untuk teman-teman K3 2010, Dewi, Asri, Evi, Sinta, Dini, Agung, Mono,

Ajis, Iqbal, Zaki, Dika, Sony, Dian, Randy dan Dani yang selalu

memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan

skrispi.

Dengan memanjatkan doa kepada Allah Swt, penulis berharap seluruh

kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Aamiin. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juli 2014

Penulis

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ i

ABSTRAK .................................................................................................................. ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... x

DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………..xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang………………………………………………………………….…1

1.2 Rumusan masalah………………………………………………………………...5

1.3 Pertanyaan penelitian……………………………………………………………..6

1.4 Tujuan………………………………………………………………………….…7

1.4.1 Tujuan umum……………………………………………………………...7

1.4.2 Tujuan khusus……………………………………………………………..7

1.5 Manfaat………………………………………………………………………...…8

1.5.1 Bagi tempat penelitian……………………………………………………..8

1.5.2 Bagi peneliti………………………………………………………...……..8

1.6 Ruang lingkup penelitian……………………………………………………...….9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat strain…………………………………………………..…………….….…10

2.1.1 Heat stroke………………………………………………………………..11

2.1.2 Heat exhaustion……………………………………...…………………...11

2.1.3 Heat cramp……………………………………………………...………..12

2.1.4 Heat collapse……………………………………………………………..12

2.1.5 Heat rashes……………………………………………………………….12

2.2 Gejala Heat strain………………………………………………………………..13

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

viii

2.2.1 Kram otot………………………………………………………………...13

2.2.2 Peningkatan frekuensi pernapasan………………………………………..14

2.2.3 Peningkatan denyut nadi…………………………………………………15

2.2.4 Kelemahan………………………………………………………………..16

2.2.5 Peningkatan suhu kulit…………………………………………………..17

2.2.6 Pengeluaran keringat……………………………………………………..18

2.2.7 Penurunan tingkat kesadaran……………………………………………..19

2.3 Evaluasi Heat Strain…………………………………………………………….20

2.3.2 Physiological Heat Strain…………………………………………….….20

2.3.3 Heat Strain Score Index………………………………………………….22

2.3.4 Observasi Gejala Heat strain…………………………………………….23

2.3.5 Kelebihan dna kekurangan beberapa metode evaluasi heat strain……….24

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi heat strain……………………………….…25

2.4.1 Tekanan panas…………………………………………………………...26

2.4.2 Umur………………………………………………………………….....31

2.4.3 Jenis kelamin…………………………………………………………....32

2.4.4 Obesitas………………………………………………………………....33

2.4.5 Aklimatisasi………………………………………………………….….33

2.4.6 Konsumsi alkohol……………………………………………………….34

2.4.7 Konsumsi obat-obatan…………………………………………………..34

2.4.8 Penyakit kronis………………………………………………………….34

2.5 Pengendalian heat strain……………………………………………………..…35

2.5.1 Pengendalian teknis…………………………………………………..…35

2.5.2 Pengendalian administratif…………………………...………………...37

2.6 Kernagka teori………………………………………………………………….40

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS

1.1 Kerangka konsep……………………………………………………………….42

1.2 Definisi operasional…………………………………………………………….43

1.3 Hipotesis………………………………………………………………………..46

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

ix

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian………………………………………………………………….47

4.2 Tempat dan waktu penelitian…………………………………………………...47

4.3 Populasi dan sampel penelitian…………………………………………………49

4.4 Metode pengeumpulan data………………………………………………….....57

4.5 Pengolahan data…………………………………………………………………58

4.6 Analisi data……………………………………………………………………..58

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur………………..……..59

5.2 Heat Strain……………………………………………………………..……….61

5.3 Faktor Tekanan panas…………………………………………………………..63

5.4 Faktor karakteristik individu (umur, obesitas, penyakit kronis, konsumsi obat-

obatan)………………………………………………………………….………64

5.5 Hubungan faktor tekanan panas dan faktor karakteristik individu (umur, obesitas,

penyakit kronis dan konsumsi obat) dengan heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk di wilayah kecamatan ciputat timur tahun 2014……………………..66

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan penelitian………………………………………………………....69

6.2 Heat strain……………………………………………………………………....69

6.3 Hubungan tekanan panas dengan heat strain…………………………………....74

6.4 Hubungan umur dengan heat strain……………………………………………..78

6.5 Hubungan obesitas dengan heat strain………………………………...…….….81

6.6 Hubungan penyakit kronis dengan heat strain……………………………....….83

6.7 Hubungan konsumsi obat dengan heat strain………………………………..….85

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan………………………………………………………………………..86

7.2 Saran…………………………………………………………………………….87

Daftar Pustaka……………………………………………………………………….89

Lampiran…………………………………………………………………………….96

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

x

DAFTAR ISTILAH

CCOHS : Canadian Centre of Occupational Health and Safety

HSSI : Heat Strain Score Index

NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health

OSHA : Occupational Safety and Health Administration

PSI : Physiological Strain Index

WHO : World Health Organization

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………………..40

Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………...42

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Evaluasi Heat

strain…………………………...19

Tabel 2.2 Estimasi Panas

Metabolik……………………………………………………………..22

Tabel 2.3 Tingkat Beban

Kerja…………………………………………………………………..23

Tabel 2.4 Standar Iklim Kerja atau Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB)……………….…………..24

Tabel 3.1 Definisi

Operasional…………………………………………………………………..34

Tabel 5.1 Distribusi ProporsiHeat strain pada Pekerja di Pabrik Kerupuk Wilayah

Kecamatan Ciputat Timur Tahun

2014……………………………..………………….…………51

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Faktor Tekanan Panas pada Pekerja di Pabrik Kerupuk

Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun

2014………………………………………….……53

Tabel 5.3 Distribusi Faktor Karakteristik Individu (Umur, Obesitas, Penyakit Kronis

dan Konsumsi Obat) pada Pekerja di Pabrik Kerupuk Wilayah Kecamatan

Ciputat Timur Tahun

2014………………………………………………………………………….

..54

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

xiii

Tabel 5.4 Gambaran Distribusi Berdasarkan Faktor Tekanan Panas dengan Heat

strain Pada Pekerja di Pabrik Kerupuk Wilayah Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2014………..56

Tabel 5.5 Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Individu (Umur, Obesitas,

dan Penyakit Kronis dengan Heat strain Pada Pekerja di Pabrik Kerupuk

Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun

2014……………………………………………...58

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Keluhan Heat Strain pada Pekerja Pabrik Kerupuk Kecamatan

Ciputat Timur Tahun

2014……………………………………………………..…….52

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Menurut OSHS (1997) heat strain merupakan dampak akut atau

kronis yang diakibatkan paparan tekanan panas yang dialami oleh

seseorang dari aspek fisik maupun mental. Dampak fisik yang

ditimbulkan dapat bervariasi mulai dari keluhan ringan seperti ruam

pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat

terjadi terhentinya pengeluaran keringat dan heat stroke.

Respon-rsespon fisik tersebut dapat menjadi lebih parah apabila

didukung oleh buruknya faktor-faktor lain seperti faktor umur, kondisi

fisik, tingkat aklimatisasi, dan dehidrasi pada pekerja. Hal ini kemudian

dapat menimbulkan beberapa penyakit atau keluhan yang berhubungan

dengan panas, seperti heat cramps, heat exhaustion, atau pun heat

stroke (National Safety Council, 2002).

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

2

Pekerja yang mengalami heat strain akan menurunkan kinerja

yang akan berdampak juga terhadap produktivitas perusahaan. Pada

tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat strain dengan kehilangan

hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus.

Menurut data kasus dikarenakan sakit akibat panas per 100.000 pekerja

adalah pada area perkebunan (9,16 kasus/ 100.000 pekerja), konstruksi

(6,36 kasus/100.000 pekerja), dan tambang (5,01 kasus/ 100.000

pekerja) (NIOSH, 1986). Penelitian lain yang dilakukan oleh Dehghan

et al (2013) pada 145 pekerja menunjukkan 22,1% berisiko mengalami

heat strain dan 11,7% mengalami heat strain.

Kejadian heat strain di Indonesia ditunjukan dari beberapa hasil

penelitian salah satunya hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar

(2008) menunjukkan bahwa pekerja yang berada pada lingkungan kerja

dengan suhu melebihi NAB mengalami keluhan heat strain seperti

kelelahan yang sangat besar 50%, pusing 27,8% dan kaku/kram otot

11,1%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Utami (2004) pada pekerja

di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan juga menunjukkan

bahwa pekerja yang terpapar tekanan panas mengalami keluhan

subjektif heat strain seperti pusing, kram/kaku otot, lelah lemas, dan

peningkatan pengeluaran keringat.

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

3

Respon tubuh pada seseorang yang mengalami heat strain

menunjukkan terjadinya gangguan sistem dalam tubuh terutama pada

sistem pengaturan suhu tubuh. Jika sistem pengaturan suhu tubuh

berjalan secara tidak normal dan tidak dilakukan penanggulangan akan

berakibat pada sistem tubuh lainnya yang membuat kondisi seseorang

menjadi lebih buruk seperti terhentinya pengeluaran keringat dan dapat

menyebabkan kematian. Dampak lainnya yang ditimbulkan oleh heat

strain pada pekerja adalah menurunnya kapasitas fisik pekerja dalam

melakukan tugas akibat kondisi tubuh yang menurun sehingga akan

berdampak juga pada produktivitas perusahaan.

Penyebab timbulnya heat strain pada seseorang merupakan

respon dari tekanan panas yang diterima dari panas lingkungan dan

panas hasil metabolik tubuh. Menurut NIOSH (1986) tekanan panas

(heat stress) pada suatu area kerja dipengaruhi oleh cuaca lingkungan

kerja, panas metabolism yang dihasilkan dari aktifitas fisik pekerja serta

dipengaruhi karakteristik pekerja seperti faktor umur, masa kerja, indeks

massa tubuh, dan aklimatisasi.

Kebanyakan manusia merasa nyaman bekerja pada temperature

udara sekitar 20oC dan 27

oC. Apabila temperatur lebih tinggi, orang

akan merasa tidak nyaman, situasi ini tidak menimbulkan kerugian

selama tubuh dapat beradaptasi dengan panas yang terjadi. Lingkungan

yang sangat panas dapat mengganggu mekanisme penyesuaian tubuh

dan berlanjut kepada kondisi serius dan bahkan fatal (CCOHS, 2001).

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

4

Beberapa usaha sektor informal yang terdapat di Ciputat

memiliki iklim lingkungan kerja yang panas salah satunya adalah pabrik

kerupuk. Area produksi pabrik kerupuk melibatkan suhu panas pada

beberapa tahapan seperti pembuatan adonan yang menggunakan uap

hasil pembakaran tungku serta tahap penggorengan. Dari hasil

pengukuran suhu lingkungan yang dilakukan pada 3 titik di 2 pabrik

kerupuk di kecamatan Ciputat Timur masing-masing adalah 32,4o C,

33,6o C dan 32,1

o C. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa

semua titik pengukuran melebih NAB iklim kerja yang diatur dalam

Permenaker No. 13 Tahun 2011 yaitu sebesar 31o C untuk beban kerja

ringan dan 28o C untuk beban kerja sedang. Sehingga pekerja memiliki

risiko untuk mengalami heat strain.

Penilaian heat strain menggunakan metode Phsyological Strain

Index (PSI) juga dilakukan pada 4 pekerja. Hasilnya 1 pekerja termasuk

kelompok yang mengalami heat strain dan 3 pekerja tidak mengalami

heat strain. Berdasarkan hal tersebut dan latar belakang yang telah

dijelaskan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

hubungan tekanan panas terhadap gejala heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014.

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

5

1.2 Rumusan Masalah

Pabrik kerupuk merupakan salah satu usaha sektor informal yang

melibatkan suhu tinggi dalam proses produksinya. Penggunaan mesin

yang belum optimal juga menyebabkan beban kerja para pekerja

menjadi lebih tinggi. Dengan adanya sumber panas dari lingkungan

kerja serta panas metabolik yang dihasilkan akibat beban kerja, pekerja

memiliki risiko untuk mengalami gejala heat strain. Gejala heat strain

yang dibiarkan terus-menerus dalam waktu yang lama akan

menimbulkan keadaan yang lebih buruk seperti terhentinya pengeluaran

keringat dan dapat menyebabkan kematian.

Dari hasil pengukuran suhu lingkungan yang dilakukan pada 3

titik di 2 pabrik kerupuk di kecamatan Ciputat Timur masing-masing

adalah 32,4o C, 33,6

o C dan 32,1

o C. Hasil pengukuran tersebut

mmenunjukkan bahwa semua titik pengukuran melebih NAB iklim

kerja yang diatur dalam Permenaker No. 13 Tahun 2011 yaitu sebesar

31o C untuk beban kerja ringan dan 28

o C untuk beban kerja sedang.

Sehingga pekerja memiliki risiko untuk mengalami pajanan tekanan

panas serta mengalami heat strain.

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

6

Penilaian heat strain menggunakan metode Phsyological Strain

Index (PSI) juga dilakukan pada 4 pekerja. Hasilnya 1 pekerja termasuk

kelompok yang mengalami heat strain dan 3 pekerja tidak mengalami

heat strain. Berdasarkan hal tersebut dan latar belakang yang telah

dijelaskan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

hubungan tekanan panas terhadap gejala heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah distribusi frekuensi heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk menurut pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun

2014?

2. Bagaimanakah distribusi tekanan panas pada pabrik pekerja kerupuk

menurut pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014?

3. Bagaimanakah distribusi faktor karakteristik individu (umur,

obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan) pada pekerja

pabrik kerupuk menurut pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur

tahun 2014?

4. Apakah ada hubungan antara tekanan panas dan faktor karakteristik

individu (umur, obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan)

dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di Kecamatan

Ciputat Timur tahun 2014?

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

7

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan heat

strain pada pekerja pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur

tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya distribusi frekuensi heat strain pada pekerja

pabrik kerupuk menurut pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat

Timur tahun 2014

2. Diketahuinya distribusi tekanan panas pada pabrik pekerja

kerupuk menurut pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur

tahun 2014

3. Diketahuinya distribusi faktor karakteristik individu (umur,

obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan) pada

pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik kerupuk di Kecamatan

Ciputat Timur tahun 2014

4. Diketahuinya hubungan antara tekanan panas dan faktor

karakteristik individu (umur, obesitas, penyakit kronis dan

konsumsi obat-obatan) dengan heat strain pada pekerja pabrik

kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014.

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

8

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pihak

pabrik kerupuk di wilayah Ciputat dalam mengembangkan

program pengendalian yang dilakukan terkait dengan heat strain

yang dialami oleh pekerja.

1.5.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi tahap pengaplikasian dari

setiap ilmu yang telah didapat oleh penulis pada masa perkuliahan.

Sehingga penulis mendapatkan pelajaran berharga dari hasil

penelitian ini dan menjadikannya sebagai bekal di masa depan

untuk menghadapi dunia kerja.

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai Juni tahun

2014 dilaksanakan di pabrik kerupuk wilayah Kecamatan Ciputat Timur

membahas mengenai hubungan heat strain dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi yaitu tekanan panas serta faktor karakteristik individu

(umur, obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan) dan

menggunakan desain studi cross sectional. Dampak akibat heat strain

tidak hanya merugikan pekerja tetapi juga merugikan perusahaan

sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab

terjadinya heat strain dan dapat dilakukan pengendalian. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 79 orang pekerja dan

menggunakan instrumen Wet Bulb Globe Thermometer untuk

mengevaluasi tekanan panas dan Phsyological Strain Index (PSI) untuk

mengukur heat strain.

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat strain

Menurut OSHS (1997) heat strain merupakan dampak akut atau

kronis yang diakibatkan paparan tekanan panas yang dialami oleh

seseorang dari aspek fisik maupun mental. Dampak fisik yang

ditimbulkan dapat bervariasi mulai dari keluhan ringan seperti ruam pada

kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat terjadi

terhentinya pengeluaran keringat dan heat stroke. Bekerja ditempat yang

panas dapat berakibat pada mental dan fisik seseorang dengan ciri sebagai

berikut.

1. Respon awal pada mental:

Meningkatkan kekesalan, pemarah, agresif, perubahan suasan hati

dan sepresi.

2. Respon pada fisik:

Meningkatkan kerja jantung, pengeluaran keringat,

ketidakseimbangan antara cairan dan garam dalam tubuh, dan

perubahan aliran darah pada kulit

3. Kombinasi respon mental dan fisik:

Ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas yang berat, performa

kerja yang kurang, mudah lelah, kurang konsentrasi sehingga banyak

melakukan kesalahan dalam bekerja.

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

11

Menurut NIOSH (1986) gangguan bersifat akut dan tampak secara

klinis . gangguan ini dapat timbul ketika respon tubuh untuk

meningkatkan aliran darah ke kulit dan produksi keringat tidak cukup

untuk menghilangkan panas atau ketika pusat pengatur suhu tubuh

mengalami kegagalan. Gangguan akibat pajanan panas (heat strain) yang

timbul dapat berupa heat stroke, heat exhaustion, heat cramp, heat

collapse dan heat rashes (OSHA, 1999).

2.1.1 Heat stroke

Heat stroke sering disebut sebagai sengatan panas merupakan

masalah kesehatan yang sangat serius. Terjadi ketika sistem

pengatur suhu tubuh mengalami kegagalan, timbul karena tidak

berfungsinya termoregulator dan pengeluaran keringat yang

terganggu serta suhu tubuh terus meningkat pada level

membahayakan. Jika penderita heat stroke tidak segera

mendapatkan pertolongan medis dapat menyebabkan kematian.

2.1.2 Heat exhaustion

Heat exhaustion atau sering disebut kelelahan akibat panas

terjadi dikarenakan banyaknya kehilangan cairan tubuh melalui

keringat yang disertai dengan kehilangan elektrolit tubuh.

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

12

2.1.3 Heat cramp

Heat cramps atau sering disebut sebagai kejang akibat panas

merupakan rasa sakit atau kejang pada otot yang biasanya terjadi

pada otot perut, tnagan dan kaki serta dapat terjadi bersamaan saat

aktifitas tinggi. Heat cramp terjadi karena ketidakseimbangan

cairan dan kandungan garam dalam tubuh. Pengeluaran keringat

tidak diseimbangi dengan asupan elektrolit yang cukup sebagai

pengganti akan menimbulkan heat cramp.

2.1.4 Heat collapse

Heat collapse terjadi karena pekerja kurang bergerak dan

terlalu lama berada pada kondisi yang diam di lingkungan kerja

yang panas. hal tersebut menyebabkan terjadinya pelebaran

pembuluh darah khususnya pada tubuh bagian bawah. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya pengumpulan darah pada satu tempat dan

menghambat kelancaran peredaran darah ke otak. Jika kondisi ini

berlangsung lama akan menyebabkan berkurangnya asupan oksigen

ke otak sehingga penderita merasa pusing atau bahkan pingsan.

2.1.5 Heat rashes

Heat rash dikenal juga dengan sebutan prickly heat. Terjadi

pada pekerja yang bekerja pada lingkungan panas, kelembaban

tinggi, sehingga proses pengeluaran keringat menjadi terganggu.

Akibatnya kulit menjadi basah dan lembab. Terlihat bintik-bintik

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

13

merah seperti gejala iritasi dan dapat mengganggu performa kerja

yang disebabkan rasa tidak nyaman.

2.2 Gejala Heat strain

Gejala heat strain yang dialami pekerja akibat pajanan tekanan

panas menurut OSHS (1997) adalah kram otot, peningkatan frekuensi

pernapasan, peningkatan denyut nadi, kelemahan, peningkatan suhu kulit,

pengeluaran keringat dan penurunan tingkat kesadaran.

2.2.1 Kram Otot

Kram otot adalah kontraksi tidak biasa yang terjadi pada otot

dan biasa terjadi pada bagian tubuh seperti leher, punggung, bahu

atau kaki. Diagnosis kram otot melalui gejala yang dirasakan saat

mengalami kram otot adalah rasa tegang pada otot, terasa sakit saat

digerakan dan mungkin terasa sulit untuk menggunakan otot yang

kram (Rouzier, 2003). Menurut Wedro (2013), indikasi terjadinya

kram otot menunjukkan beberapa gejala saat terjadi kram otot

seperti serangan rasa sakit pada otot yang berkontraksi,

pembengkakan otot mungkin terlihat atau dirasakan pada lapisan

kulit yang melapisi otot.

Diagnosis kram otot lebih mendalam dibutuhkan pemeriksaan

klinis seperti pemeriksaan glukosa, kreatinin dan fungsi tiroid.

Kram otot yang terjadi yang disebabkan oleh tekanan panas

merupakan dampak dari keringat yang berlebih, terutama ketika

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

14

cairan tubuh yang hilang hanya digantikan dengan meminum air

putih dan bukan cairan elektrolit yang mengandung Sodium

ataupun Kalsium. Walaupun kram yang terjadi cukup memberikan

rasa sakit tetapi biasanya tidak menyebabkan dampak yang

permanen (ACC, 2013).

Kram otot saat melakukan kegiatan dapat terjadi pada

kegiatan yang berat dengan suhu yang beragam, tapi sering terjadi

pada suhu yang tinggi dan kondisi yang lembab. Kram otot

membutuhkan istirahat dan penggantian sodium. (Armstrong,

2007). Kegiatan yang menggunakan otot terlalu sering pada

lingkungan yang panas dan penggantian cairan tubuh yang hilang

dengan air terbukti mengakibatkan kram otot (Miller, 2005).

Biasanya kram otot terjadi dalam beberapa detik atau

mungkin lebih lama. Kram otot dapat terjadi saat melakukan

aktivitas atau setelahnya dan terkadang beberapa jam setelah selesai

melakukan kegiatan (Shiel, 2014).

2.2.2 Peningkatan Frekuensi Pernapasan

Menurut Hunt (2011), salah satu gejala heat strain yang

dialami akibat tekanan panas adalah peningkatan frekuensi

pernapasan. Peningkatan frekuensi pernapasan merupakan respon

tubuh dalam menerima panas yang diterima baik dari lingkungan

maupun dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena menurut saat

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

15

terjadi peningkatan suhu, hemoglobin cenderung untuk melepaskan

lebih banyak oksigen (Yamasawa,2007).

Parsons (2002) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi

pernapasan yang terjadi saat beraktivitas di lingkungan yang panas

merupakan dampak dari sistem pusat respirasi yang terpengaruh

oleh peningkatan sirkulasi darah. Frekuensi pernapasan normal

menurut Dougherty (2004) untuk laki-laki dewasa adalah 14-18 per

menit; perempuan dewasa 16-20 per menit; remaja 15-25 per menit;

anak-anak 20-40 per menit dan bayi 30-80 per menit. Pengukuran

frekuensi pernapasan dapat dilakukan melalui beberapa metode

salah satunya adalah perhitungan satu siklus napas inhalasi dan

ekshalasi secara manual.

2.2.3 Peningkatan Denyut Nadi

Peningkatan denyut nadi merupakan indikasi yang dipercaya

terhadap terjadinya tekanan panas. denyut nadi seseorang

menunjukkan kombinasi dari panas lingkungan, tingkat pekerjaan,

peningkatan suhu tubuh dan kondisi kesehatan jantung (Hunt,

2011).

Recovery Heart Rate merupakan cara untuk mengevaluasi

denyut nadi yang umumnya digunakan untuk mengenali kejadian

tekanan panas di tempat kerja. Recovery heart rate pada satu menit

(HRR1) tidak boleh melebihi 110 beat per minute (bpm) atau

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

16

recovery heart rate pada menit ketiga (HRR3) tidak boleh melebihi

90 bpm, atau selisih HRR1 dan HRR3 tidak boleh lebih dari 10 bpm

(OSHA, 1999).

2.2.4 Kelemahan

Menurut CCOHS (2008), kelemahan merupakan salah satu

gejala yang timbul akibat pajanan tekanan panas. Kelemahan adalah

perasaan lelah pada tubuh. Saat seseorang mengalami kelemahan

mungkin tidak dapat menggerakkan bagian tubuh dengan benar atau

bahkan mengalami tremor pada bagian tubuh tertentu. Beberapa

orang mengalami kelemahan pada bagain tertentu pada tubuh

seperti lengan, kaki atau pada seluruh tubuh. Kelemahan mungkin

bersifat sementara, tetapi dalam beberapa kasus dapat terjadi

berkepanjangan (Krucik, 2014).

Definisi medis kelemahan mengacu pada hilangnya kekuatan

otot atau kondisi yang dapat berakibat pada hilangnya fungsi otot.

Tanda atau gejala kelemahan seperti kesulitan dalam melakukan

tugas, bermasalah dengan cara berjalan, atau kehilangan

keseimbangan ( Stöppler, 2014).

Diagnosis kelemahan memerlukan pemeriksaan medis yang

dilakukan oleh dokter dan membutuhkan beberapa tes yang

digunakan untuk memprediksi penyebab terjadinya kelemahan

seperti tes darah, urin, MRI dan biopsi otot (Vorvick, 2012).

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

17

2.2.5 Peningkatan Suhu Kulit

ISO 7933 menjelaskan bahwa penilaian heat strain dapat

dilakukan melalui pengukuran salah satu indikasi terjadi pada tubuh

yaitu peningkatan suhu kulit. Fisiologis heat strain yang terbukti

berhubungan dengan tekanan panas salah satunya adalah suhu kulit

(Lundgren, 2006).

Menurut NIOSH (1986), suhu kulit harus berada setidaknya

1o C dibawah suhu inti tubuh. Saat set point yang diatur oleh

termoregulasi dalam tubuh telah terlampaui akibat peningkatan

suhu tubuh, pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan darah

dipompa menuju kulit, sehingga panas dari dalam tubuh dilepas dari

darah ke kulit. Wadsworth dan Parsons (1986) menyatakan bahwa

hasil pengukuran suhu kulit antara 37o sampai 38

o C merupakan

tahap seseorang memiliki risiko mengalami heat strain (Parsons,

2002).

Pengukuran suhu kulit dapat melalui sentuhan langsung yang

dilakukan oleh seseorang yang sudah terlatih untuk merasakan

keadaan suhu kulit pada pekerja. Metode pengukuran suhu kulit

lainnya yaitu menggunakan sensor kecil yang diletakan pada

beberapa bagian di kulit (Parsons dalam Wan, 2006).

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

18

2.2.6 Pengeluaran Keringat

Pengeluaran keringat pada dasarnya tidak memiliki peran

terhadap pelepasan panas. Sebaliknya, penguapan keringat dari kulit

mendorong proses pendinginan pada suhu lingkungan yang panas

sekaligus mempertahankan suhu inti tubuh (Parsons, 2002).

Produksi keringat sekitar 1 liter/jam terlah tercatat secara berkala

pada pekerjaan industry dan menunjukkan sumber potensi

pendinginan yang besar jika seluruh keringat yang dihasilkan

mengalami proses evaporasi. Lingkungan yang panas dengan

tingkat kelembaban yang tinggi akan mempengaruhi jumlah

keringat yang akan mengalami evaporasi. Keringat yang tidak

mengalami evaporasi tidak akan menyebabkan pelepasan panas dari

tubuh (NIOSH, 1986).

Menurut Geneva (2004) pengukuran tingkat pengeluaran

keringat dijaikan salah satu indikator dalam memprediksi terjadinya

heat strain pada seseorang. Terdapat beberapa metode untuk

memprediksi pengeluaran keringat salah satunya menggunakan

rumus yang ditetapkan dalam ISO 7933 Hot Environments –

Analytical determination and interpretation of thermal stress using

calculation of Required Sweat Rate (SWreq). Pengukuran

pengeluaran keringat yang paling sederhana adalah dengan

menghitung jumlah berat badan sebelum bekerja dikurangi jumlah

berat badan setelah bekerja, kemudian ditambah dengan jumlah

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

19

cairan yang dikonsumsi selama bekerja dan dibagi dengan jumlah

waktu kerja.

2.2.7 Penurunan Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran

dibedakan menjadi (Marissing, 2011) :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan terntang

keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk

berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi dan kadang

berkhayal.

4. Somnolen (obtundasi, letargi) yaitu kesadran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran

dapat pulih bila dirangsang , mampu member jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi

ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose) yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada

respon terhadap rangsangan apapun.

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

20

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dar berbagai

faktor termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti

keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah

ke otak dan tekanan berlebih di dalam rongga tulang kepala.

Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan

angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Pengukuran tingkat kesadaran dilakukan melalui pemeriksaan

medis dengan mengukur status neurological.

2.3 Evaluasi Heat strain

Menurut Dehghan et al (2013), terdapat beberapa metode untuk

mengevaluasi heat strain yaitu melalaui Physiological Heat strain dan

Heat strain Score Index (HSSI). Selanjutnya dalam OSHS (1997) metode

penilaian heat stress yang lainnya adalah melalui observasi gejala heat

strain.

2.3.2 Physiological Heat strain

McArdle et al. mengembangkan metode penilaian heat strain

menggunakan parameter fisiologis tingkat pengeluaran keringat

selama 4 jam dalam kondisi iklim yang berbeda-beda. Namun,

Belding dan Hatch menyatakan bahwa pengeluran keringat tidak

secara komprehensif menunjukan terjadinya heat strain pada

seseorang. Metode penilaian heat strain menggunakan parameter

fisiologis juga dikembangkan oleh Robinson et al. dengan rektal

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

21

temperature, denyut jantung, suhu kulit, dan tingkat pengeluaran

keringat sebagai parameter penilaian heat strain. Kedua metode

tersebut hanya dapat digunakan pada populasi pria yang sudah

mengalami aklimatisasi. Selanjutnya Hall dan Plote menganjurkan

penilaian heat strain berdasarkan simpanan panas dalam tubuh serta

rektal temperature, denyut jantung, suhu kulit, dan tingkat

pengeluaran keringat. Kompleksitas penghitungan menjadi alasan

metode ini tidak dapat digunakan secara universal (Moran, 1998).

Metode penilain heat strain menggunakan Physiological

Strain Index (PSI) diperkenalkan pertama kali oleh Moran, Shitzer,

dan Pandolf (1998). Physiological Strain Index (PSI) yang

didasarkan pada pengukuran denyut jantung dan suhu tubuh yang

kemudian dimasukan dalam rumus berikut :

PSI = 5(T – 36.5) / (39.5 – 36.5) + 5(HR – 60) / (180 – 60)

T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur

pada waktu kapan saja selama waktu paparan tekanan panas

berlangsung. Sedangkan 36.5 dan 60 merupakan standar suhu tubuh

dan denyut nadi terendah, serta 39.5 dan 180 sebagai standar suhu

tubuh dan denyut jantung tertinggi (Wan, 2006).

Hasil perhitungan kemudian dibedakan menjadi beberapa

tingkatan heat strain. Nilai index 0-2 dikategorikan sebagai “no”,

3-4 adalah kategori “low”, 5-6 kategori “moderate”, 7-8 termasuk

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

22

kategori “high” dan 9-10 termasuk kategori “very high” (Wan,

2006).

PSI dihitung saat responden terpapar tekanan panas tanpa

harus menunggu sampai paparan berakhir untuk menilai terjadinya

heat strain. Tidak seperti metode lain yang melibatkan banyak

indikatot, PSI hanya menggunakan dua indikator untuk

menghindari terjadinya kesalahan. Evaluasi heat strain

menggunakan PSI dapat digunakan untuk membandingkan kejadian

heat strain pada kondisi pakaian kerja dan iklim kerja yang

berbeda-beda (Moran, 1998).

2.3.3 Heat strain Score Index (HSSI)

Pada tahun 2011, metode penilaian heat strain dibuat dan

telah diuji coba oleh Dehghan yaitu Heat strain Score Index (HSSI)

berupa kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan terkait faktor yang

berhubungan dengan tekanan panas dan heat strain yaitu suhu

lingkungan, kelembaban, perpindahan udara, tingkat pengeluaran

keringat, tingkat rasa haus, rasa lelah, rasa tidak nyaman, gejala

klinis, suhu yang dirasakan permukaan kulit, pendingin udara, jenis

dan warna pakaian kerja, bahan pakaian kerja, jenis alat pelindung

diri, intensitas latihan fisik, postur kerja, luas ruangan kerja dan

lokasi kerja.

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

23

HSSI membedakan tingkat heat strain menjadi 3 kelompok.

Nilai index kurang dari 13,5 termasuk kelompok yang tidak

mengalami heat strain atau berada pada zona hijau, nilai index

antara 13,5 – 18 merupakan kelompok yang mungkin mengalami

heat strain atau berada pada zona kuning dan nilai index diatas 18

termasuk kelompok yang mengalami heat strain atau berada pada

zona merah.

Teknik penilaian heat strain menggunakan kuesioner HSSI

telah banyak digunakan dengan beberapa alasan yaitu memiliki

performa yang baik, penggunaan waktu dan biaya yang rendah,

sederhana dan murah. Hasil pengkuruan heat strain menggunakan

HSSI telah terbukti berbanding lurus dengan suhu tubuh yang

dipercaya menjadi salah satu indikasi terjadinya heat strain. Selain

dengan suhu tubuh, HSSI juga memiliki korelasi yang berbanding

lurus dengan hasil pengukuran heat strain menggunakan metode

PSI. Seseorang yang berada pada level tertinggi pada HSSI juga

memiliki nilai indeks heat strain PSI yang tinggi (Dehghan, 2013).

2.3.4 Observasi Gejala Heat strain

Penilaian gejala heat strain menggunakan kriteria observasi

dimaksudkan sebagai alat pelatihan terhadap pekerja. Seorang

supervisor maupun pekerja yang bekerja di lingkungan yang panas,

dapat mengenali gejala heat strain pada diri mereka sendiri,

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

24

maupun gejala heat strain pada orang lain. Gejala yang diamati

yaitu kram otot, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan

denyut nadi, kelemahan, peningkatan suhu kulit, pengeluaran

keringat dan penurunan tingkat kesadaran. Beberapa gejala seperti

kelemahan, peningkatan suhu kulit dan penurunan tingkat

kesadaran memerlukan pemeriksaan medis dan observasi yang

dilakukan oleh ahli kesehatan. Sehingga tidak dimungkinkan untuk

diamati dalam penelitian ini.

2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Metode Evaluasi Heat

strain

Metode evaluasi heat strain Physiological Heat strain, Heat

strain Score Index (HSSI), dan Observasi Gejala Heat strain

memiliki indikator, cara kerja dan hasil pengukuran yang berbeda-

beda. Berikut pada tabel 2.1 dijelaskan mengenai kelebihan dan

kekurangan beberapa metode evaluasi heat strain.

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

25

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Evaluasi Heat

strain

No. Metode Evaluasi

Heat strain

Kelebihan Kekurangan

1. Physiological Heat

strain

Memiliki tingkat akurasi hasil

yang cukup tinggi dibanding

dengan metode lain

Membutuhkan alat

kesehatan untuk

melakukan pengukuran

2. Heat strain Score

Index (HSSI)

Lebih cepat dan mudah

dilakukan

Hasil pengukuran

bersifat subjektif

3. Observasi gejala

heat strain

Lebih menyeluruh karena

semua gejala heat strain

diamati

Membutuhkan bantuan

ahli kesehatan untuk

mengamati beberapa

gejala.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi heat strain

OSHS (1997) dan NIOSH (1986) menyatakan bahwa faktor

lingkungan yang mempengaruhi heat strain adalah tekanan panas. Selain

itu beberapa faktor karakteristik individu yang juga mempengaruhi heat

strain menurut NIOSH (1986) adalah umur, jenis kelamin, obesitas,

aklimatisasi, konsumsi alkohol serta obat-obatan. Faktor karaktersitik

individu lainnya yang dapat mempengaruhi heat strain menurut Kenny

(2010) adalah penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

26

Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

heat strain.

2.4.1 Tekanan Panas

Tekanan panas merupakan jenis bahaya yang sudah umum

dan selalu menjadi masalah pada beberapa industri. Tekanan panas

dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam respon tubuh atau

heat strain seperti heat syncope, heat exhaustion, heat stroke,

kebingungan, peunrunan konsentrasi dan kelelahan (Dehghan et al,

2013). Terjadinya tekanan panas adalah melalui kombinasi dari

beberapa faktor dan cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh,

detak jantung/denyut nadi, dan keringat (Hunt, 2011).

Tubuh manusia selalu menghasilkan panas dan mengeluarkan

dari dalam tubuh menuju lingkungan. Semakin tinggi tubuh

melakukan pekerjaan, maka semakin besar panas yang harus

dilepaskan dari dalam tubuh. Saat berada pada lingkungan yang

panas, tubuh harus berusaha keras untuk melepaskan panas (Health

and Safety Ontario, 2008).

Menurut Hunt (2011) saat terpapar tekanan panas, suhu tubuh

akan meningkat dan untuk mencegah terjadinya peningkatan suh

tubuh yang lebih tinggi, tubuh akan melepaskan panas melalui

peningkatan aliran darah dan evaporasi keringat dari permukaan

kulit. Jika pelepasan panas tidak seimbang dengan panas yang

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

27

diproduksi oleh tubuh, maka suhu tubuh akan terus meningkat

sampai pada tingkat yang tidak aman.

Proses evaporasi keringat merupakan mekanisme utama tubuh

untuk melepaskan panas saat bekerja pana lingkungan yang panas.

Pengeluaran keringat meningkat 1 liter per jam pada atlet dan

pekerja di industri. Jika keringat yang keluar dari tubuh tidak

diganti dengan asupan yang memadai maka risiko untuk mengalami

heat strain akan meningkat (Sawka et al, 2007).

Menurut OSHA (1997), tekanan panas adalah ketika terdapat

suatu pekerjaan yang berhubungan dengan temperature udara yang

tinggi, radiasi dari sumber panas, kelembaban udara yang tinggi,

pajanan langsung dengan benda yang mengeluarkan panas, atau

aktifitas fisik secara terus menerus yang mempunyai potensi tinggi

untuk menimbulkan tekanan panas. Aktivitas fisik yang mempunyai

kontribusi terhadap total tekanan panas adalah aktivtias yang

menyebabkan terjadinya peningkatan panas metabolik dalam tubuh

sesuai dengan intensitas pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka untuk

mengevaluasi tekanan panas diperlukan pengukuran panas

lingkungan dan panas metabolik tubuh. Selain itu, dalam

Permenaker PER.13/MEN/X/2011 faktor pengaturan jam kerja juga

menjadi hal yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi tekanan

panas. Pengukuran panas metabolik dapat dilakukan dengan

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

28

melakukan estimasi panas metabolik berdasarkan aktivitas yang

dilakukan. Dalam NIOSH (1986), perhitungan estimasi panas

metabolik berdasarkan posisi kerja, tipe pekerjaan dan metabolisme

basal. Setiap posisi dan tipe pekerjaan diestimasikan mengeluarkan

panas metabolik yang berbeda-beda. Berikut pada tabel 2.1

dijelaskan mengenai perhitungan estimasi panas metabolik dalam

NIOSH (1986).

Tabel 2.2 Estimasi Panas Metabolik

A. Body position and

movement

Kcal/min

Sitting

Standing

Walking

Walking uphill

0,3

0,6

2,0-3,0

Add 0,8 per meter rise

B. Type of work Average

kcal/min

Range

kcal/min

Hand work

Light

Heavy

0,4

0,9

0,2-1,2

Work one arm

light

heavy

1,0

1,8

0,7-2,5

Work both arms

light

heavy

1,5

2,5

1,0-3,5

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

29

Work whole body

light

moderate

heavy

very heavy

3,5

5,0

7,0

9,0

2,5-9,0

C. Basal metabolism 1,0

D. Sample calculation Average kcal/min

Assembling work with heavy

hand tools

1. Standing

2. Two-arm work

3. Basal metabolism

Total

0,6

3,5

1,0

5,1 kcal/min

Sumber : NIOSH (1986)

Setelah mendapatkan hasil perhitungan panas metabolik

dalam satuan kkal/jam, kemudian dikategorikan menjadi tiga

tingkat beban kerja berdasarkan estimasi panas metabolik yang

dihasilkan selama melakukan pekerjaan. Berikut pada tabel 2.2

dijelaskan mengenai kategori beban kerja berdasarkan panas

metabolik yang diatur dalam Permenaker PER.13/MEN/X/2011

Tabel 2.3 Tingkat Beban Kerja

No. Panas Metabolik Tingkat Beban

Kerja

1. Panas metabolik < 200 kkal/jam Ringan

2. 200kkal/jam < panas metabolik

< 350 kkal/jam

Sedang

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

30

3. 350 kkal/jam < panas metabolik

< 500 kkal/jam

Berat

Sumber : PER.13/MEN/X/2011

Indikator untuk mengevaluasi tekanan panas selanjutnya

adalah panas lingkungan. Pengukuran panas lingkungan dilakukan

menggunakan alat Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT). Setelah

mendapatkan hasil pengukuran panas lingkungan, kemudian

berdasarkan tingkat beban kerja dan pengaturan jam kerja

dibandingkan dengan standar yang diatur dalam Permenaker

PER.13/MEN/X/2011 seperti pada tabel 2.3 berikut. Jika suhu

panas lingkungan melebihi standar, maka pekerja terpapar tekanan

panas.

Tabel 2.4 Standar Iklim Kerja atau Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB)

Pengaturan

Waktu Kerja

ISBB

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31,0 28,0 -

50% - 75% 31,0 29,0 27,5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0

0% - 25% 32,2 31,1 30,5

Sumber : PER.13/MEN/X/2011

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

31

2.4.2 Umur

Kekuatan maksimum jantung untuk memompa darah

menurun seiring dengan pertambahan umur sehingga kemampuan

tubuh untuk menyalurkan panas dari inti tubuh ke permukaan kulit

juga menjadi terhambat. Akibatnya terjadi peningkatan pada suhu

inti tubuh yang merupakan salah satu indikasi terjadinya heat strain

(NCDOL, 2011).

Proses penuan menyebabkan kelenjar keringat menjadi lebih

lembam sehingga akan mengurangi efektivitas pengontrolan suhu

tubuh (NIOSH, 1986). WHO (1969) juga menyatakan bahwa

semakin bertambahnya umur seseorang akan menyebabkan respon

kelenjar keringat terhadap perubahan temperature menjadi lebih

lambat, sehingga proses pengeluaran keringat menjadi tidak efektif

dalam mekanisme pengendalian suhu tubuh.

Analisis yang dilakukan di penambangan emas Afrika Selatan

selama 5 tahun menunjukkan peningkatan kasus heat strain seiring

dengan peningkatan umur pada pekerja. Kasus heat strain per

100.000 pekerja 10 kali lipat lebih besar terjadi pada laki-laki

berumur di atas 40 tahun dibanding laki-laki berumur di bawah 25

tahun jumlah cairan tubuh yang semakin menurun menjadi faktor

yang mungkin menyebabkan tingginya kasus heat strain fatal dan

non fatal pada kelompok yang lebih tua (NIOSH, 1986).

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

32

2.4.3 Jenis Kelamin

Kemampuan aklimatisasi perempuan lebih rendah dibanding

pria karena perempuan mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang

lebih kecil daripada pria. (WHO, 1969). Kapasitas dasar aerobik

terendah pada perempuan rata-rata sama dengan pria di bawah rata-

rata.

Perempuan yang memiliki beban kerja yang sama dengan pria

rata-rata akan merasa dirugikan. Saat perempuan bekerja pada

kondisi kapasitas oksigen yang sama dengan pria, maka performa

mereka akan sama atau sedikit lebih rendah dibanding pria karna

terdapat perbedaan kapasitas termoregulasi pada waktu yang

berbeda selama siklus menstruasi yang dialami oleh

perempuan.(NIOSH, 1986). Akibat kapasitas kardiovaskuler dan

termoregulasi yang dimiliki oleh perempuan lebih rendah dibanging

pria. Maka saat berada di lingkungan panas, perempuan akan lebih

rentan untuk mengalami heat strain dibanding pria.

2.4.4 Obesitas

Peningkatan berat badan akan membutuhkan energi lebih

banyak untuk melakukan kegiatan sehingga akan membutuhkan

oksigen yang lebih banyak pula. Peningkatan lapisan subkutan akan

meningkatkan pemisah antara kulit dengan jaringan terdalam.

Lapisan lemak akan menghambat pemindahan panas dari otot

menuju kulit (NIOSH, 1986). Sehingga saat seseorang dengan

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

33

indeks massa tubuh yang tinggi menerima tekanan panas akan

memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami heat strain karena

terhambatnya proses perpindahan panas dari dalam tubuh menuju

kulit.

2.4.5 Aklimatisasi

Proses aklimatisasi merupakan salah satu cara tubuh untuk

melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Tekanan panas serta

dampak akibat tekanan panas yaitu heat strain mudah terjadi pada

pekerja yang tidak teraklimatisasi. (WHO, 1969). Aklimatisasi yang

penuh dapat dicapai dalam waktu 7 hari. Dalam kondisi yang tidak

teraklimatisasi pekerja seharusnya diaklimatisasi dengan periode

lebih dari 6 hari. Jadwal aklimatisasi dimulai dengan pajanan 50%

untuk mengantisipasi kelebihan beban kerja dan waktu pajanan

pada hari pertama. Pada hari berikutnya ditingkatkan 10% setiap

harinya, sehingga mencapai 100% pada hari keenam.

Aklimatisasi terhadap panas akan bertahan selama satu

minggu jika tidak terpajan panas. aklimatisasi akan hilang setelah 3

minggu tidak terpajan panas. jika telah beberapa bulan tidak

terpajan panas, proses aklimatisasi akan memerlukan upaya yang

serius (Dept. of Minerals and Energy, 1997 dalam Hendra, 2003).

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

34

2.4.6 Konsumsi Alkohol

Alkohol akan mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan

peripheral yang bekerja sama dengan hipodehidrasi dengan

menekan produksi ADH. Konsumsi alkohol selama bekerja

seharusnya tidak diperbolehkan karena akan mengurangi toleransi

panas dan meningkatkan risiko terjadinya heat strain (NIOSH,

1986).

2.4.7 Konsumsi Obat-obatan

Kebanyakan obat termasuk antihipertensi, diuretik dan

antidepresan yang telah diresepkan untuk pengobatan terapeutik

dapat mempengaruhi sistem termoregulasi dalam tubuh.

Kebanyakan obat mempunyai efek terhadap aktivitas sistem saraf

pusat, peredaran darah, dan pengaturan cairan tubuh, sehingga

berpotensi menghambat daya toleransi terhadap panas (Hendra,

2003).

2.4.8 Penyakit Kronis

Risiko seseorang untuk mengalami dampak akibat paparan

tekanan panas dipengaruhi oleh beberapa penyakit kronis yang

diderita seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Kondisi tersebur

mengurangi kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan perubahan

suhu lingkungan yang terjadi. (Kenny, 2010)

Stransberry et al (1997) menjelaskan bahwa penyakit diabetes

mellitus menyebabkan gangguan pelebaran pembuluh darah saat

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

35

mengalirkan darah menuju kulit untuk melepaskan panas.

Penurunan respon keringat juga terjadi pada penderita penyakit

diabetes mellitus yang berpotensi mempengaruhi kemampuan

tuhbuh untuk mempertahankan suhu inti. Beberapa perubahan

metabolik tersebut dapat menurunkan kemampuan toeransi tubuh

terhadap suhu panas.

Hipertensi ditandai dengan terjadinya elevasi resistensi perifer

dan disertai dengan beberbagai perubahan sirkulasi perifer.

Perubahan tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam

pengendalian aliran darah pada kulit dan berakibat pada

melemahnya regulasi suhu inti tubuh. Saat melakukan aktivitas,

penderita hipertensi mengalami heat strain lebih besar

dibandingkan kelompok dengan tekanan darah normal atau

normotension (Kenny, 2010).

2.5 Pengendalian Heat strain

Beberapa tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk

menurunkan risiko heat strain di tempat kerja antara lain adalah sebagai

berikut :

2.5.1 Pengendalian Teknis

Faktor-faktor lingkungan yang dapat dikendalikan secara

enjiniring adalah perpindahan panas secara konveksi, radiasi, dan

evaporasi (NIOSH, 1986).

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

36

1. Pengendalian panas konveksi

Pengendalian terhadap panas konveksi adalah melalui pengendalian

temperature udara dan kecepatan angin. Jika suhu kering (ta)

lebih rendah dari suhu kulit (tsk), tingkatkan kecepatan angin

yang melewati kulit dengan cara ventilasi umum atau lokal.

Namun jika ta melebihi tsk (terjadi konveksi), maka ta

seharusnya dikurangi dengan memasukkan udara luar yang

lebih dingin ke tempat kerja atau malalui evaporasi atau alat

pendingin udara. Selain itu kecepatan angin harus dikurangi

sampai pada batas di mana evaporasi keringat menjadi stabil.

2. Pengendalian panas radiasi

Untuk menurunkan panas radiasi dapat dilakukan beberapa cara,

yaitu (NIOSH, 1986) :

a. Menurunkan temperatur proses yang biasanya tidak sesuai

dengan temperature yang seharusnya diperlukan.

b. Relokasi, memberi sekat, atau pendinginan sumber panas.

c. Memasang pembatas yang dapat memantulkan panas radiasi

antara sumber dan pekerja.

d. Merubah tingkat emisivity permukaan material dengan melapisi

atau coating.

Dari beberapa cara pengendalian panas radiasi di atas yang paling

baik adalah dengan memasang pembatas yang dapat

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

37

memantulkan panas dan mampu menurunkan panas radiasi

sebesar 80-85%. Jika tidak memungkinkan dipasang pembatas,

maka sebaiknya diciptakan sistem kerja yang dapat

dikendalikan secara jarak jauh (remotely) atau pemasangan

pintu hidrolik yang hanya akan terbuka melalui sistem tertentu.

3. Pengendalian panas evaporasi

Panas evaporasi dapat dikendalikan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

(NIOSH, 1986)

a. Meningkatkan kecepatan angin, dengan menggunakan kipas,

fan, atau blower.

b. Menurunkan tekanan uap air ambient, yang biasanya

menggunakan AC atau alat pendingin udara.

2.5.2 Pengendalian Administratif

Pengendalian secara administratif pada dasarnya adalah untuk

melakukan tindakan pencegahan terhadap heat strain. Beberapa

pengendalian secara administratif antara lain adalah (NIOSH,1986):

1. Pembatasan temperatur dan waktu pajanan

Beberapa cara pengendalian terhadap lama pajanan dan

tingkat temperatur pada pekerja yang terpajan panas adalah :

a. Jika memungkinkan buat jadwal kerja dimana pekerjaan

yang panas dilakukan pada waktu-waktu yang lebih dingin

seperti pagi hari, sore hari, atau malam hari.

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

38

b. Buat jadwal rutin pekerjaan maintenance dan perbaikan di

area panas dilakukan pada musim yang lebih dingin dalam

satu tahun.

c. Merubah pola kerja dan istirahat sehingga waktu istirahat

menjadi lebih lama.

d. Menyediakan area yang lebih dingin untuk tempat

istrirahat dan recovery.

e. Membuat ketentuan bahwa pekerja dapat menghentikan

pekerjaannya jika merasa terlalu panas dan tidak nyaman.

f. Meningkatkan jumlah minum pada saat melakukan

pekerjaan.

g. Mengatur jadwal sehingga memungkinkan pekerjaan di

tempat yang panas tidak dilakukan pada waktu dan tempat

yang sama dengan pekerjaan lain.

2. Penurunan tingkat panas metabolism

Pada kebanyakan industri, panas metabolisme bukan

merupakan hal yang utama terhadap pajanan panas. Panas

metabolik dapat dikurangi biasanya tidak lebih dari 200

kcal/jam (800 basal thermal unit/jam) dengan cara :

a. Proses mekanisasi beberapa bagian pekerjaan fisik.

b. Mengurangi jam kerja (mengurangi hari kerja, menambah

waktu istirahat, membatasi bekerja dua shift).

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

39

3. Peningkatan toleransi terhadap panas

Program aklimatisasi yang baik akan menurunkan risiko

terhadap penyakit akibat pajanan panas. Untuk pekerja yang

mempunyai pengalaman sebelumnya maka sebaiknya terpajan

50% pada hari pertama, 60% pada hari kedua, 80% pada hari

ketiga dan 100% pada hari keempat. Untuk pekerja yang baru

sebaiknya terpajan 20% pada hari pertama dan ditambah 20%

setiap hari berikutnya.

4. Pelatihan K3

a. Supervisor dan pekerja lainnya seharusnya telah

mendapatkan pelatihan tentang tanda-tanda berbagai jenis

gangguan kesehatan akibat pajanan panas.

b. Semua pekerja yang terpajan harus mengetahui instruksi

dasar jika terjadi gangguan akibat pajanan panas.

c. Semua pekerja yang bekerja di area panas harus mengetahui

tentang dampak dari faktor-faktor lain yang dapat

memperburuk dampak pajanan panas seperti obatobatan,

alkohol, kegemukan, dan lain-lain.

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

40

2.6 Kerangka Teori

Menurut OSHS (1997) dan NIOSH (1986) menyatakan bahwa

faktor lingkungan yang mempengaruhi heat strain adalah tekanan panas.

Selain itu beberapa faktor karakteristik individu yang juga mempengaruhi

heat strain menurut NIOSH (1986) adalah umur, jenis kelamin, obesitas,

aklimatisasi, konsumsi alkohol serta obat-obatan. Faktor karaktersitik

individu lainnya yang dapat mempengaruhi heat strain menurut Kenny

(2010) adalah penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

41

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : NIOSH (1986), Kenny (2010), OSHS (1997)

Peningkatan suhu tubuh

dan denyut nadi

Heat strain

Tekanan panas

Tingkat aklimatisasi

rendah

Gangguan proses

evaporasi keringat

Pengeluaran panas dari

dalam tubuh terhambat

Peningkatan umur

Jenis kelamin

perempuan

Obesitas

Tidak

teraklimatisasi

Konsumsi alkohol

Konsumsi obat-

obatan

Penyakit kronis

Toleransi tubuh terhadap

panas menurun

Karakteristik

individu

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

42

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Tekanan panas sebagai variabel independen yang mempengaruhi

tejadinya heat strain sebagai variabel dependen. Menurut NIOSH (1986)

faktor karakteristik individu juga mempengaruhi terjadinya heat strain.

Faktor individu yang dijadikan variabel independen dalam penelitian ini

yaitu umur, obesitas, konsumsi obat-obatan serta penyakit kronis. Seluruh

pekerja pabrik kerupuk adalah laki-laki. Sehingga variabel jenis kelamin

tidak diteliti karena bersifat homogen. Sedangkan variabel aklimatisasi

dan konsumsi alkohol juga tidak diteliti karena berdasarkan hasil

wawancara dengan pemilik pabrik tidak ada pekerja yang mengkonsumsi

alkohol.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Karakteristik individu :

1. Umur

2. Obesitas

3. Konsumsi obat-obatan

4. Penyakit Kronis

Heat strain

Tekanan panas

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

43

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Heat strain Skor indeks yang dikur

berdasarkan respon tubuh

yang dirasakan oleh

pekerja akibat pajanan

tekanan panas seperti

peningkatan suhu tubuh

dan denyut nadi.

Pengukuran

suhu tubuh dan

denyut nadi.

Digital Oral

Thermometer dan

perabaan arteriradialis

1. Ya, jika total skor indeks

diatas 2.

2. Tidak, jika total skor indeks

dibawah atau sama dengan 2

(Wan, 2006)

Ordinal

2. Tekanan panas Paparan panas lingkungan

yang disesuaikan dengan

tingkat beban kerja serta

jam kerja dan

dibandingkan dengan

standar suhu panas

Pengukuran

langsung pada

panas

lingkungan,

beban kerja

dan jam kerja.

Wet Bulb Globe

Thermometer

(WBGT) Quest Temp

34, tabel estimasi

panas metabolik

NIOSH.

1. Ya

2. Tidak

Ordinal

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

44

lingkungan yang diatur

dalam Permenaker

PER.13/MEN/X/2011

6. Umur Lama hidup responden

dalam tahun dari pertama

lahir sampai saat

dilakukan penelitian.

Wawancara Kuesioner Rata-rata umur kemudian

dikategorikan berdasarkan nilai

median menjadi :

1. ≥30 tahun

2. <30 tahun

Ordinal

7. Obesitas Kondisi status gizi pekerja

saat dilakukan penelitian.

Diukur berdasarkan rasio

antara berat badan (dalam

kilogram) dengan tinggi

badan (dalam meter)

pangkat dua.

Pengukuran

langsung

Timbangan dan

meteran

1. Obesitas ( ≥30)

2. Tidak obesitas (<30) (WHO,

1969)

Ordinal

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

45

8. Obat-obatan Konsumsi obat-obatan

antidepresan, diuretik atau

antihipertensi pada pekerja

dalam 24 jam terakhir.

Kuesioner Kuesioner 1. Ya

2. Tidak

Ordinal

9. Penyakit

kronis

Penyakit diabetes mellitus,

hipertensi dan penyakit

jantung yang diderita oleh

responden dan sudah

didiagnosa oleh dokter

Wawancara Kuesioner 1. Ya

2. Tidak

Ordinal

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

46

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara tekanan panas dan faktor karakteristik individu (umur,

obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan) dengan heat strain pada

pekerja pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014.

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

47

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Variabel yang diamati

adalah heat strain sebagai variabel dependen. Tekanan panas, umur, obesitas,

penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan sebagai variabel independen.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 3 pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat

Timur dan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2014.

4.2.1 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja pabrik kerupuk di pada

3 pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur yaitu sebanyak 36

orang pada pabrik kerupuk 1, 32 orang pada pabrik kerupuk 2 dan 11 orang

pada pabrik kerupuk 3. Sehingga total keseluruhan populasi dalam

penelitian ini adalah sebanyak 79 orang.

b. Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk

penelitian kategorik tidak berpasangan yaitu sebagai berikut :

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

48

[ √ ( ) √ ( )]

( )

43,65

Keterangan :

n = besar sampel yang dikendaki

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, sehingga =1,96.

Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% maka = 0.84.

Po = 0,7

Pa = 0,5

Besar sampel yang didapat dari hasil perhitungan adalah 43,65 dan untuk

menghindari terjadinya drop out atau missing jawaban responden maka jumlah

sampel akan dilebihkan sebesar 10 % menjadi 47. Namun, dalam penelitian ini

seluruh populasi yaitu 79 orang dijadikan sampel.

4.3 Metode Pengumpulan Data

4.3.1 Proses Pengambilan Data Primer

a. Heat strain

Pengukuran heat strain dilakukan menggunakan Heat strain Score

Index (HSSI) untuk menilai kejadian heat strain secara subjektif dan metode

Phsyological Strain Index (PSI) untuk menilai kejadian heat strain secara

objektif. Hasil pengukuran heat strain menggunakan kuesioner HSSI hanya

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

49

akan digambarkan dalam penelitian ini. Sedangkan hasil pengukuran heat

strain menggunakan PSI akan digunakan sebagai data dalam variabel heat

strain karena lebih objektif. PSI dihitung saat responden terpapar tekanan

panas tanpa harus menunggu sampai paparan berakhir untuk menilai

terjadinya heat strain. Tidak seperti metode lain yang melibatkan banyak

indikatot, PSI hanya menggunakan dua indikator untuk menghindari

terjadinya kesalahan.

PSI = 5(T – 36.5) / (39.5 – 36.5) + 5(HR – 60) / (180 – 60)

T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur pada

waktu kapan saja selama waktu paparan tekanan panas berlangsung.

Sedangkan 36.5 dan 60 merupakan standar suhu tubuh dan denyut nadi

terendah, serta 39.5 dan 180 sebagai standar suhu tubuh dan denyut jantung

tertinggi (Wan, 2006).

Hasil perhitungan kemudian dibedakan menjadi beberapa tingkatan

heat strain. Nilai index 0-2 dikategorikan sebagai “no”, 3-4 adalah kategori

“low”, 5-6 kategori “moderate”, 7-8 termasuk kategori “high” dan 9-10

termasuk kategori “very high”. (Wan, 2006). Sedangkan dalam penelitian

ini, hasil perhitungan PSI dikategorikan menjadi dua yaitu tidak mengalami

heat strain jika skor dibawah atau sama dengan 2 dan mengalami heat strain

jika skor lebih dari 2.

b. Tekanan Panas

Evaluasi tekanan panas membutuhkan pengukuran beberapa indikator

yang berpengaruh yaitu panas lingungan, beban kerja dan jam kerja.

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

50

1. Evaluasi Beban Kerja

Pengukuran beban kerja diawali dengan perhitungan estimasi panas

metabolik berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Dalam NIOSH (1986),

perhitungan estimasi panas metabolik berdasarkan posisi kerja, tipe

pekerjaan dan metabolisme basal. Setiap posisi dan tipe pekerjaan

diestimasikan mengeluarkan panas metabolik yang berbeda-beda. Berikut

pada tabel 2.1 dijelaskan mengenai perhitungan estimasi panas metabolik

dalam NIOSH (1986)

Tabel 2.1 Estimasi Panas Metabolik

E. Body position and

movement

Kcal/min

Sitting

Standing

Walking

Walking uphill

0,3

0,6

2,0-3,0

Add 0,8 per meter rise

F. Type of work Average kcal/min Range kcal/min

Hand work

Light

Heavy

0,4

0,9

0,2-1,2

Work one arm

light

heavy

1,0

1,8

0,7-2,5

Work both arms

Light

1,5

1,0-3,5

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

51

heavy 2,5

Work whole body

light

moderate

heavy

very heavy

3,5

5,0

7,0

9,0

2,5-9,0

G. Basal metabolism 1,0

H. Sample calculation Average kcal/min

Assembling work with heavy

hand tools

Total

0,6

3,5

1,0

5,1 kcal/min

Sumber : NIOSH (1986)

Setelah mendapatkan hasil perhitungan panas metabolik dalam

satuan kkal/jam, kemudian dikategorikan menjadi tiga tingkat beban

kerja berdasarkan estimasi panas metabolik yang dihasilkan selama

melakukan pekerjaan. Berikut pada tabel 2.2 dijelaskan mengenai

kategori beban kerja berdasarkan panas metabolik yang diatur dalam

Permenaker PER.13/MEN/X/2011

Tabel 2.2 Tingkat Beban Kerja

No. Panas Metabolik Tingkat Beban

Kerja

1. Panas metabolik < 200

kkal/jam

Ringan

2. 200kkal/jam < panas

metabolik < 350 kkal/jam

Sedang

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

52

3. 350 kkal/jam < panas

metabolik < 500 kkal/jam

Berat

Sumber : PER.13/MEN/X/2011

2. Evaluasi Panas Lingkungan

Indikator untuk mengevaluasi tekanan panas selanjutnya adalah

panas lingkungan. Pengukuran panas lingkungan dilakukan

menggunakan alat Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT). Proses

produksi pada pabrik kerupuk melalui beberapa tahap yaitu pembuatan

adonan, pengukusan adonan, pencetakan dan penggorengan. Pada tahap

pembuatan dan pengukusan adonan melibatkan uap panas yang

dihasilkan dari pembakaran tungku api. Walaupun pada tahap pencetakan

tidak menggunakan uap panas, tetapi lokasi dilakukannya pencetakan

berada dalam satu ruangan dengan sumber panas dari pembakaran tungku

api. Tahap selanjutnya yaitu proses penggorengan yang menggunakan api

yang berasal dari kompor. Sehingga pengukuran panas lingkungan

dilakukan pada beberapa titik yang mewakili seluruh proses produksi

kerupuk.

Pengukuran menggunakan WBGT dilakukan melalui beberapa

tahap :

1. Siapkan alat Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) beserta

manualnya.

2. Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar.

3. Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai. Lihat petunjuk

pada buku manual tentang minimal daya baterai yang diperkenankan.

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

53

4. Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia yaitu

dengan membandingkan ukuran WB, DB, G dan RH pada alat dengan

ukuran pada kalibrasi.

5. Lakukan pengaturan tanggal, waktu, satuan pengukuran, logging rate,

heat index.

6. Letakkan WBGT menggunakan tripod pada titik pengukuran yang

telah ditentukan.

7. Buka tutup thermometer suhu basah alami dan isi dengan aquadest

sebanyak ¾ untuk menjamin agar thermometer tetap basah selama

pengukuran.

8. Nyalakan alat dan biarkan alat selama 10 menit untuk proses adaptasi

dengan kondisi titik pengukuran.

9. Setelah 10 menit, aktifkan tombol run dan data temperature

lingkungan akan disimpan di dalam memori alat berdasarkan kelipatan

waktu yang digunakan yaitu 1 menit.

10. Lakukan pengukuran selama 30 menit.

3. Evaluasi Jam Kerja

Pengukuran pengaturan jam kerja dilakukan dengan menanyakan

langsung kepada pekerja. Kemudian dikelompokan menjadi 4 kategori

dalam bentuk persentase sesuai dengan PER.13/MEN/X/2011 pada tabel

4.3

Tabel 4.3 Pengaturan Jam Kerja

No. Pengaturan waktu kerja setiap jam

Page 71: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

54

1. 75% - 100%

2. 50% - 75%

3. 25% - 50%

4. 0% - 25%

Sumber : PER.13/MEN/X/2011

4. Evaluasi Tekanan Panas

Setelah mendapatkan hasil pengukuran panas lingkungan,

kemudian berdasarkan tingkat beban kerja dan pengaturan jam kerja

dibandingkan dengan standar yang diatur dalam Permenaker

PER.13/MEN/X/2011 seperti pada tabel 2.3 berikut. Jika suhu panas

lingkungan melebihi standar, maka pekerja terpapar tekanan panas

Tabel 2.3 Standar Iklim Kerja atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Pengaturan

Waktu Kerja

ISBB

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31,0 28,0 -

50% - 75% 31,0 29,0 27,5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0

0% - 25% 32,2 31,1 30,5

Sumber : PER.13/MEN/X/2011

Standar WBGT berbeda pada setiap tingkat beban kerja dan

pengaturan jam kerja. Misalnya pada contoh kasus pekerja dengan

tingkat beban kerja ringan dan pengaturan jam kerja 75%-100% maka

standar WBGT yang dianjurkan adalah 31,00C. Apabila hasil pengukuran

Page 72: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

55

WBGT melebihi 31,00C maka pekerja tersebut menerima paparan

tekanan panas dari lingkungan.

e. Umur

Data umur diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan

menggunakan instrumen berupa kuesioner.

f. Obesitas

Data obesitas diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi

badan secara langsung. Kemudian menghitung IMT menggunakan rumus :

IMT = Berat Badan (kg)/Tinggi badan2 (m)

Hasil perhitungan IMT dikelompokan menjadi obesitas (≥30) dan

tidak obesitas (<30).

g. Konsumsi obat-obatan

Data konsumsi obat-obatan diperoleh melalui wawancara kepada

pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.

h. Penyakit Kronis

Data penyakit kronis diperoleh melalui wawancara kepada pekerja

dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.

4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Mengkode Data (Coding)

Page 73: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

56

Proses pengklasifikasian data dan pemberian kode data hasil

pengukuran maupun hasil jawaban responden untuk mempermudah pengolahan

data selanjutnya. Variabel dependen dan semua variabel independen juga

dilakukan pengkodean, yaitu :

a. Heat strain : Ya= 0; Tidak= 1

b. Tekanan panas : Ya =0; Tidak = 1

c. Umur : ≥30 tahun = 0; <30 tahun = 1

d. Obesitas : Obesitas (≥30) = 0; Tidak obesitas (<30) = 1

e. Obat-obatan : Ya = 0; Tidak =1

f. Penyakit kronis : Ya = 0; Tidak = 1

2. Menyunting data (editing)

Editing bertujuan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data.

3. Memasukkan data (entry)

Memasukan data dari hasil pengukuran yang telah dilakukan serta hasil

jawaban responden terkait variabel karakteristik pekerja ke dalam program SPSS.

4. Membersihkan data (cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukan kedalam program SPSS

untuk ememastika data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian

data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis Univariat

Page 74: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

57

Analisis univariat dilakukan untuk membuat distribusi frekuensi masing-

masing variabel independen dan dependen pada penelitian ini.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat akan menganalisa hubungan tekanan panas, umur,

obesitas, konsumsi obat-obatan dan penyakit kronis dengan heat strain.

Analisis hubungan dilakukan menggunakan uji Chi Square karena variabel

dependen dan independen bersifat kategorik. Adapun rumus uji Chi Square

menurut Hastono (2006) adalah sebagai berikut :

( )

Keterangan :

O : Frekuensi yang diamati

E : Frekuensi yang diharapkan

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Proses Produksi Pabrik Kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur

Proses pembuatan kerupuk melalui 6 tahap yaitu pembuatan adonan,

pencetakan, pengukusa, penggarangan dan penggorengan.

a. Pembuatan Adonan

Proses pembuatan adonan dimulai dengan mencampurkan bahan utama

yaitu tepung tapioka dengan bahan lainnya seperti bawang putih, minyak ikan,

garam, terasi putih dan pewarna makanan. Selanjutnya campuran bahan tersebut

dimasukan kedalam alat pengaduk sehingga membentuk adonan.

Page 75: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

58

b. Pencetakan

Adonan yang sudah siap dimasukan kedalam mesin cetak untuk dibentuk

menjadi bentuk jaring. Selanjutnya disusun dalam sebuah wadah untuk dimasukan

ke dalam mesin kukusan.

c. Pengukusan

Adonan kerupuk yang sudah dibentuk menjadi bentuk jaring selanjutnya

dimasukan ke dalam mesin kukusan. Uap yang digunakan untuk mengukus

dihasilkan dari pembakaran kayu. Proses pembakaran kayu membutuhkan api

yang sangat panas untuk menghasilkan uap secara terus menerus.

d. Penjemuran

Setelah adonan selesai dikukus, kemudian didinginkan selama beberapa

menit. Selanjutnya adonan disusun dalam wadah kayu untuk dijemur dibawah

terik matahari.

e. Penggarangan

Proses penggarangan dimuali saat kerupuk selesai dijemur selama satu

sampai dua hari. Kemudian digarang agar kerupuk menjadi hangat dan

mengembang saat digoreng. Proses penggarangan menggunakan panas api yang

berasal dari gas elpiji.

f. Penggorengan

Setelah digarang dan kerupuk menjadi hangat, kerupuk siap untuk digoreng.

Proses penggorengan menggunakan dua penggorengan berukuran besar serta

pengaduk dan penyaring untuk mengangkat kerupuk setelah mengembang.

Page 76: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

59

Setiap pekerja memiliki tugasnya masing-masing. Proses produksi dari

tahap pembuatan adonan smapai tahap penggorengan dimulai dari jam 06.00

sampai jam 16.00. Secara keseluruhan, proses produksi kerupuk tahap yang

membutuhkan suhu panas yaitu pada tahap pengukusan dan penggorengan. Pada

ketiga pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, seluruh tahapan

produksi dari mulai pembuatan adonan sampai pencetakan berada dalam satu

ruangan. Sehingga walaupun pekerja pada tahap pembuatan dan pencetakan tidak

menggunakan suhu panas dalam proses pekerjaannya, tetapi pekerja tetap

menerima paparan uap panas yang digunakan dalam proses pengukusan. Kondisi

ruangan produksi pada ketiga pabrik sudah memiliki ventilasi namun masih belum

memadai.

Sebanyak 64 pekerja (81%) yang bekerja di dalam ruangan mengeluhkan

kondisi suhu lingkungan kerja yang panas dan sebanyak 34 pekerja (43%) merasa

ventilasi yang berada di tempat kerjanya tidak mencukupi. Sehingga diperlukan

perhatian lebih lanjut dari pemilik pabrik kerupuk terhadap keluhan-keluhan

pekerja mengnai kondisi tempat kerjanya.

5.2 Heat strain

Distribusi frekuensi heat strain pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik

kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Heat strain pada Pekerja di Pabrik Kerupuk

menurut Pabrik Kerupuk Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

Page 77: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

60

Variabel Kategori Pabrik 1

n(%)

Pabrik 2

n(%)

Pabrik 3

n(%)

Heat strain Ya 21(58,3) 28(87,5) 7(63,6)

Tidak 15(41,7) 4(12,5) 4(36,4)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan hasil bahwa jumlah pekerja yang mengalami

heat strain paling banyak terdapat pada pabrik kerupuk 2 yaitu sebanyak 28 orang..

Sedangkan jumlah pekerja yang mengalami heat strain paling sedikit terdapat pada

pabrik kerupuk 3 yaitu sebanyak 7 orang

Hasil pengukuran heat strain menggunakan kuesioner Heat strain Score Index

(HSSI) menggambarkan beberapa keluharn yang dirasakan oleh pekerja. Berikut

grafik 5.1 menggambarkan beberapa keluhan yang dirasakan oleh pekerja pabrik

kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 :

Grafik 5.1 Keluhan Heat strain pada Pekerja Pabrik Kerupuk

Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014.

Page 78: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

61

Berdasarkan grafik 5.1 keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja

adalah keringat di seluruh tubuh yaitu sebanyak 86%. Pekerja yang merasa sangat

hasu sebanyak 54 orang (68%), merasa lelah sebanyak 41 orang (52%) dan merasa

nyeri otot sebanyak 23 orang (29%).

5.3 Faktor Tekanan Panas

Distribusi frekuensi tekanan panas pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik

kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tekanan Panas pada Pekerja di Pabrik

Kerupuk menurut Pabrik Kerupuk Wilayah Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2014

Variabel Kategori Pabrik 1

n(%)

Pabrik 2

n(%)

Pabrik 3

n(%)

Tekanan Ya 23(63,8) 28(87,5) 8(72,7)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Keringat di seluruhtubuh

Sangat Haus Lelah Nyeri Otot

Page 79: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

62

panas Tidak 13(36,2) 4(12,5) 3(27,3)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil bahwa jumlah pekerja yang menerima

paparan tekanan panas paling banyak pada pabrik kerupuk 2 yaitu 28 orang.

Sedangkan jumlah pekerja yang menerima paparan tekanan panas paling sedikit pada

pabrik kerupuk 3 yaitu 8 orang.

5.4 Faktor Karakteristik Individu (Umur, Obesitas, Penyakit Kronis dan Konsumsi

Obat)

Distribusi frekuensi karakteristik individu (umur, obesitas, penyakit kronis dan

konsumsi obat) pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik kerupuk di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu (Umur, Obesitas,

Penyakit Kronis dan Konsumsi Obat) menurut Pabrik Kerupuk di Pabrik

Kerupuk Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

No Variabel Kategori Pabrik 1

n(%)

Pabrik 2

n(%)

Pabrik 3

n(%)

1 Umur ≥ 30 tahun 19(52,7) 18(56,3) 5(45,5)

< 30 tahun 17(47,3) 14(43,7) 6(54,5)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

2 Obesitas

Obesitas 1(2,9) 2(6,3) 0(0)

Tidak

Obesitas 35(97,1) 30(93,7) 11(100)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

3 Penyakit Ya 2(5,6) 0(0) 1(9,1)

Page 80: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

63

Kronis Tidak 34(94,4) 32(100) 10(90,9)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

4 Konsumsi

Obat

Ya 0(0) 0(0) 0(0)

Tidak 36(100) 32(100) 11(100)

Total n(%) 36(100) 32(100) 11(100)

Berdasarkan tabel 5.3, didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Jumlah pekerja dengan umur ≥ 30 dan <30 tahun paling banyak pada pabrik

kerupuk 1 yaitu 19 dan 17 orang . Sedangkan jumlah pekerja dengan umur ≥ 30

dan <30 tahun dan paling sedikit pada pabrik kerupuk 3 yaitu 5 dan 6 orang.

Jumlah pekerja dengan umur ≥ 30 pada seluruh pabrik lebih banyak dibanding

jumlah pekerja dengan umur <30 yaitu 42 orang .

b. Jumlah pekerja yang mengalami obesitas paling banyak pada pabrik kerupuk 2

yaitu 2 orang. Sedangkan pada pabrik kerupuk 3 tidak ada pekerja yang

mengalami obesitas. Jumlah pekerja yang mengalami obesitas pada seluruh

pabrik kerupuk lebih sedikit dibanding jumlah pekerja yang tidak mengalami

obesitas yaitu 3 orang.

c. Seluruh responden yaitu sebanyak 79 (100%) dari tiga pabrik kerupuk tidak

sedang mengkonsumsi obat apapun selama masa penelitian berlangsung.

Page 81: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

64

5.5 Hubungan Heat strain dengan Tekanan Panas dan Karakteristik Individu (Umur,

Obesitas, Penyakit Kronis, Konsumsi Obat) pada Pekerja Pabrik Kerupuk di

Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

Frekuensi kejadian heat strain berdasarkan tekanan panas dan karakteristik

individu (umur, obesitas, penyakit kronis, konsumsi obat) pada pekerja pabrik

kerupuk di wilayah kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Frekuensi Kejadian Heat strain Berdasarkan Tekanan Panas dan

Karakteristik Individu (Umur, Obesitas, Penyakit Kronis, Konsumsi Obat)

pada Pekerja Pabrik Kerupuk di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun

2014

Variabel Kategori Heat strain n(%)

P value Ya Tidak

Tekanan

panas

n (%)

Ya 51(91,1) 8(34,8)

0,000 Tidak 5(8,9) 15(65,2)

Total n(%) 56(100) 23(100)

Umur

n(%)

≥ 30 tahun 29(51,8) 13(56,5)

0,702 < 30 tahun 27(48,2) 10(43,5)

Total n(%) 56(100) 23(100)

Obesitas

n (%)

Obesitas 3(5,4) 0(0)

0,552 Tidak

Obesitas

53(94,6) 23(100)

Total n(%) 56(100) 23(100)

Penyakit

Kronis

n(%)

Ya 3(5,4) 0(0)

0,552 Tidak 53(94,6) 23(100)

Total n(%) 56(100) 23(100)

Page 82: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

65

Konsumsi

Obat

n(%)

Ya 0(0) 0(0) Tidak dilakukan

analisis karena

homogen

Tidak 56(100) 23(100)

Total n(%) 56(100) 23(100)

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Sebagian besar pekerja yang mengalami tekanan panas yaitu 51 orang

mengalami heat strain. Hasil uji chi-square didapatkan p value sebesar 0,000

dengan demikian pada tingkat kemaknaan 5 % dikatakan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara tekanan panas dengan heat strain.

b. Jumlah pekerja yang mengalami heat strain pada umur ≥ 30 tahun lebih

banyak dibanding pekerja dengan umur < 30 tahun yaitu 29 orang. Hasil uji

chi square didapatkan p value sebesar 0,702 dengan demikian pada tingkat

kemaknaan 5% dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara

umur dengan heat strain.

c. Seluruh pekerja yang obesitas mengalami heat strain yaitu sebanyak 3 orang

pekerja. Hasil uji chi square didapatkan p value sebesar 0,552 dengan demikian

pada tingkat kemaknaan 5% dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan

bermakna antara obesitas dengan heat strain.

d. Pekerja yang memiliki penyakit kronis seluruhnya mengalami heat strain yaitu

sebanyak 3 orang . Pekerja yang tidak memiliki penyakit kronis sebagian besar

tidak mengalami heat strain yaitu sebanyak 53 orang. Hasil uji chi square

didapatkan p value sebesar 0,552 dengan demikian pada tingkat kemaknaan 5%

dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara penyakit kronis

dengan heat strain.

Page 83: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

66

e. Seluruh pekerja tidak mengonsumsi obat selama penelitian berlangsung.

Sebanyak 56 orang mengalami heat strain dan 23 orang tidak mengalami heat

strain.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasn sebagai berikut :

1. Pengukuran variabel penyakit kronis dan konsumsi obat hanya melalui

wawancara dan dapat terjadi bias informasi.

2. Pengukuran tinggi badan menggunakan tidak menggunakan mikrotois, hanya

menggunakan meteran biasa.

Page 84: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

67

6.2 Heat strain

Heat strain merupakan dampak baik akut ataupun kronis yang diakibatkan

paparan tekanan panas. Gejala umum heat strain yang dirasakan antara lain kram

otot, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut nadi, kelemahan,

peningkatan suhu kulit, pengeluaran keringat dan penurunan tingkat kesadaran

(OSHS, 1997).

Pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu tubuh dan denyut nadi yang

diukur saat pekerja melakukan pekerjaan. Peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi

merupakan indikasi terjadinya heat strain. Heat strain perlu di evaluasi terhadap

pekerja karena efek kesehatannya serius. Menurut OSHS (1997) dampak fisik yang

ditimbulkan pada seseorang yang mengalami heat strain dapat bervariasi mulai dari

keluhan ringan seperti ruam pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam

kehidupan saat terjadi terhentinya pengeluaran keringat dan heat stroke.

Penelitian ini dilakukan di tiga pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat

Timur. Pengukuran heat strain dilakukan menggunakan Heat strain Score Index

(HSSI) untuk menilai kejadian heat strain secara subjektif dan metode Phsyological

Strain Index (PSI) untuk menilai kejadian heat strain secara objektif. Hasil

pengukuran heat strain menggunakan kuesioner HSSI menunjukan bahwa sebanyak

43 pekerja (54,43%) mengalami heat strain. Sedangkan hasil pengukuran heat strain

menggunakan PSI menunjukan bahwa sebanyak 56 pekerja (70,9%) mengalami heat

strain dari total 79 orang pekerja. Hal tersebut menggambarkan bahwa kejadian heat

strain pada pabrik kerupuk cukup tinggi.

Page 85: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

68

Bekerja di pabrik kerupuk berarti pekerja harus melakukan pekerjaannya di

lingkungan yang panas dan lembap. Kondisi ini jelas dapat memicu terjadinya heat

strain. Saat tubuh manusia terpapar oleh tekanan panas dan memproduksi panas hasil

metabolisme, total panas yang ada di dalam tubuh akan meningkat. Sistem

termoregulasi yang berfungsi untuk mengontrol dan mengurangi panas dalam tubuh

dapat mengalami kegagalan atau tidak mampu menangani panas dalam tubuh. Saat

kondisi tersebut, tubuh manusia akan mengalami heat strain sebagai respon.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang

diukur saat pekerja melakukan pekerjaan adalah 37,03o C dan 93,8 denyut nadi per

menit. Walaupun suhu tubuh pekerja masih dibawah standar yang disarankan oleh

NIOSH untuk pekerja yang teraklimatisasi yaitu dibawah 38o C, namun berdasarkan

hasil perhitungan menggunakan metode Phsyological Heat Starin (PSI), pekerja

dengan suhu tubuh lebih dari 36,5o C sebagai standar suhu tubuh terendah dan

menghasilkan nilai indeks 2 sudah termasuk dalam kelompok pekerja yang

mengalami heat strain. Hasil pengukuran heat strain secara subjektif menggunakan

kuesioner Heat strain Score Index (HSSI) didapatkan beberapa keluhan yang

dirasakan oleh pekerja. Keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah

keringat di seluruh tubuh yaitu sebanyak 86%. Pekerja yang merasa sangat haus

sebanyak 54 orang (68%), merasa lelah sebanyak 41 orang (52%) dan merasa nyeri

otot sebanyak 23 orang (29%).

Keluhan heat strain yang dirasakan oleh pekerja akan berdampak buruk jika

tidak dilakukan pengendalian. Penyebab keluhan seperti pengeluran keringat yang

berlebih dan rasa haus dapat disebabkan oleh lingkungan kerja yang panas dan tidak

Page 86: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

69

didukung oleh sistem ventilasi yang tidak memadai. Pengendalian yag dapat

dilakukan menurut NIOSH (1986) yaitu melalui pengendalian secara teknis dengan

menurunkan temperature proses atau jika tidak dimungkinakan untuk menurunkan

temperatur dapat dipasang pembatas yang membatasi sumber panas dengan pekerja.

Selain itu pemasangan ventilasi yang mencukupi juga diperlukan untuk memasukan

suhu udara yang lebih dingin ke dalam ruangan agar pengeluaran keringat dapat

dikendalikan dan tubuh tidak terlalu banyak kekurnagan cairan tubuh sehingga rasa

haus juga akan berkurang. Pengendalian secara administratif juga dapat dilakukan

dengan menyediakan tempat beristirahat dengan suhu yang lebih dingin atau dengan

meningkatkan jumlah minum pada saat melakukan pekerjaan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya heat strain anatara lain

faktor yang bersumber dari pekerjaan dan lingkungan yaitu beban kerja, jam kerja

dan tekanan panas serta faktor karakterisitik individu seperti umur, obesitas, penyakit

kronis dan konsumsi obat. Menurut NIOSH (1986), faktor umur yang semakin

menua akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami heat strain akibat

kelenjar keringat yang menjadi lembam sehingga menghambat proses pengeluran

keringat. Selain umur, NIOSH (1986) menambahkan bahwa faktor obesitas juga

menjadi faktor yang mempengaruhi heat strain. Timbulnya lapisan lemak pada

seseorang dengan status obesitas menghambat perpindahan panas dari dalam tubuh

ke luar tubuh. Selanjutnya menurut Kenny (2010), seseorang yang menderita

penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi dapat mengurangi

kemampuan tubuh untuk beradaptasi saat berada pada lingkungan yang panas

sehingga akan meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain. Namun, dalam

Page 87: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

70

hasil penelitian ini tidak menunjukan hubungan antara peningkatan umur, obesitas

dan penyakit kronis dengan heat strain.

Selain faktor karakteristik individu, faktor pekerjaan dan lingkungan yaitu

beban kerja, jam kerja dan tekanan panas juga dapat mempengaruhi timbulnya heat

strain. Menurut Gagnon (2011), durasi jam kerja menjadi faktor yang penting dalam

mempengaruhi kemampuan sistem termoregulasi tubuh seseorang. Selanjutnya

menurut OSHS (1997), heat strain merupakan respon tubuh seseorang akibat pajanan

tekanan panas yang diterima. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat

hubungan antara beban kerja, jam kerja dan tekanan panas dengan tingginya kejadian

heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun

2014.

Temuan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak terkait dalam peningkatan

kondisi keselamatan pekerja sektor informal seperti pekerja Pabrik Kerupuk. Hal ini

dikarenakan heat strain memiliki dampak yang cukup serius. Bureau of Labor

Statistics (BLS) melaporkan angka kematian yang tinggi akibat kejadian heat strain

yaitu lebih dari 200 kematian dan 15.000 kasus dalam periode tahun 1999-2003.

Federal and California Occupational Safety and Health Administrations (OSHA)

menempatkan heat strain sebagai heat illness dalam prioritas utama dalam tiga tahun

terakhir. Menurut NIOSH (1986) pada tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat

strain dengan kehilangan hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432

kasus.

Dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan adalah menurunya

produktivitas kerja. Menurut Poulton (1970), produktivitas pekerja menurun seiring

Page 88: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

71

dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Menurunnya produktivitas pekerja ini

dapat mengakibatkan kerugian biaya. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan

akibat heat strain yaitu terhentinya pengeluran keringat dan dapat menyebabkan

kematian. Selain merugikan pekerja, heat strain juga dapat menurunkan

produktivitas perusahaan akibat menurunnya kinerja pekerja. Menurut Bureau of

Labor Statistics (2009) estimasi biaya yang dihabiskan untuk satu kejadian heat

strain adalah $7500 Rata-rata upah yang hilang per hari adalah $150 atau setara

dengan $100 juta selama periode 5 tahun atau lebih dari $20 juta per tahun. Jumlah

tersebut hanya untuk kejadian heat strain yang akut dan belum termasuk kasus heat

strain yang sampai menyababkan kematian. (Brown, 2013)

6.3 Hubungan Tekanan Panas dengan Heat strain

Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebab timbulnya heat strain.

Tekanan panas merupakan pajanan yang diterima oleh pekerja akibat panas

lingkungan dan panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh. Meningkatnya beban

kerja yang berdampak pada peningkatan metabolisme tubuh mempengaruhi

timbulnya tekanan panas (Ramsey, 1994). OSHS (1997) juga menyatakan bahwa

heat strain merupakan respon tubuh akibat paparan tekanan panas yang diterima dari

lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerja menerima pajanan tekanan

panas yaitu sebanyak 59 orang. Tingginya jumlah pekerja yang menerima tekanan

panas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat beban kerja, pengaturan jam

kerja dan panas lingkungan kerja. Menurut Hunt (2011), terjadinya tekanan panas

Page 89: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

72

akan cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh, detak jantung/denyut nadi, dan

keringat.

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tekanan

panas dengan heat strain. Hal ini sejalan dengan penelitian Brown (2013) yang

menunjukan bahwa kelompok pekerja dengan tingkat paparan tekanan panas yang

tinggi memiliki angka kejadian heat strain yang besar dibanding kelompok pekerja

lainnya.

Menurut NIOSH (1986) tekanan panas merupakan hasil dari panas yang

berasal dari lingkungan dan panas yang berasal dari metabolik tubuh. Pekerja yang

mengalai tekanan panas sebagaian besar berada pada kategori beban kerja sedang.

Beban kerja didapatkan dari hasil pengukuran estimasi panas metabolik yang

dihasilkan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan. Setiap posisi dan pergerakan

pekerja menghasilkan panas metabolik dalam satuan kkal. Menurut NIOSH (1986),

panas metabolik yang dihasilkan akan menambah muatan panas di dalam tubuh.

Sehingga panas yang harus dikeluarkan menuju lingkungan juga semakin meningkat.

Saat tubuh mengalami kegagalan dalam melepas panas, maka suhu tubuh akan

semakin meningkat. Sehingga risiko untuk menerima paparan tekanan panas juga

semakin meningkat.

Pekerja yang termasuk dalam kelompok beban kerja sedang sebagian besar

adalah pekerja pada bagian penggorengan. Pekerja pada bagian penggorengan harus

selalu dalam posisi berdiri dalam waktu 30 menit dan kedua tangannya memegang

pengaduk dan penyaring untuk mengangkat kerupuk. Sehingga beban kerja bagian

penggorengan lebih berat dibanding pekerja pada bagian pencetakan ataupun

Page 90: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

73

penyusunan adonan siap jemur yang tidak selalu dalam posisi berdiri dan termasuk

dalam kelompok beban kerja ringan.

Pada kelompok beban kerja ringan, pekerja yang tidak menerima paparan

tekanan panas lebih banyak dibanding pekerja yang menerima paparan tekanan

panas. Menurut Berry et al (2011) pada beban kerja yang tinggi, jantung mengalami

kesulitan untuk memenuhi semua tuntutan yang dibutuhkan. Hasilnya akan terjadi

peningkatan denyut jantung dan suhu tubuh serta penurunan kemampuan otot.

Pengendalian beban kerja harus dilakukan untuk menurunkan tingkan kejadian heat

strain pada pekerja pabrik kerupuk. Perbaikan posisi kerja ataupun otomatisasi alat

dapat menurunkan panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh.

Selain dipengaruhi oleh beban kerja, paparan tekanan panas juga dipengaruhi

oleh pengaturan jam kerja. Durasi kerja merupakan faktor penting untuk

dipertimbangkan. Penelitian menggambarkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan

untuk melakukan pekerjaan mempengaruhi kemampuan termoregulasi tubuh

(Gagnon, 2011). Saat termoregulasi tubuh terganggu akibat pengaturan jam kerja dan

jam istrahata yang tidak seimbang, maka tubuh akan kehilangan kemampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh saat terpapar lingkungan yang panas akibatnya risiko

untuk menerima paparan tekanan panas juga meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan jam kerja pada pekerja pabrik

kerupuk sebagian besar termasuk dalam kategori jam kerja rendah dengan persentase

jam kerja 0%-25% yaitu sebanyak 53 pekerja. Menurut Hudson (2003) durasi

paparan panas yang terus menerus akan menyebabkan kebutuhan cairan tubuh

Page 91: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

74

semakin meningkat dan jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan dehidrasi pada

pekerja.

Faktor panas lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap peperan

takanan panas. Panas lingkungan kerja pada pabrik kerupuk bersumber dari mesin

dan api yang dibutuhkan dalam proses produksi. Terutama pada tahap proses

pengukusan dan penggorengan. Tahap pengukusan menggunakan uap yang berasal

dari pembakaran kayu. Pekerja pada bagian pengukusan, selain harus memasukan

dan mengeluarkan adonan kerupuk yang akan dikukus juga harus menyuplai kayu

untuk dibakar agar uap yang dihasilkan tidak terhenti. Sehingga, selain pekerja selalu

berada dekat pada sumber panas, beban kerja yang dilakukan juga cukup berat.

Pekerja bagian pencetakan yang berada pada satu ruangan dengan mesin

pengkukus dan tungku pembakaran kayu juga ikut terpapar panas. Pada tahap

penggorengan, pekerja berada dekat dengan dua penggorengan besar yang

dipanaskan menggunakan api. Serta posisi pekerja yang harus selalu berdiri dengan

kedua tangan yang memegang pengaduk dan penyaring juga menjadi faktor yang

meningkatkan paparan tekanan panas pada pekerja.

Pekerja yang menerima paparan tekanan panas akan mengalami heat strain dan

akan berdampak serius jika heat strain dibiarkan terjadi antara lain terhentinya

pengeluaran keringat sampai menyebabkan kematian. Paparan tekanan panas yang

diterima oleh pekerja harus dikendalikan untuk menurunkan tingkat kejadian heat

strain pada pekerja. Pengendalian teknis yang dapat dilakukan antara lain dengan

memasang ventilasi yang mencukupi agar suhu yang lebih dingin dari luar dapat

Page 92: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

75

menurunkan suhu dalam ruang produksi atau dengan memberikan pembatas antara

sumber panas dengan pekerja.

6.4 Hubungan Umur dengan Heat strain

Menurut NIOSH (1986), umur merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya heat strain. Proses penuaan menyebabkan kelenjar

keringat menjadi lebih lembam sehingga akan mengurangi efektivitas pengontrolan

suhu tubuh. WHO (1969) juga menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur

seseorang akan menyebabkan respon kelenjar keringat terhadap perubahan

temperature menjadi lebih lambat, sehingga proses pengeluaran keringat menjadi

tidak efektif dalam mekanisme pengendalian suhu tubuh. Akibatnya semakin

bertambah umur, maka risiko seseorang mengalami heat strain menjadi lebih besar.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa persentase pekerja dengan umur

>= 30 tahun lebih banyak dibanding pekerja dengan umur < 30 tahun yaitu sebanyak

42 orang (53,16%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kenney (2001) telah

menunjukan bahwa toleransi tubuh terhadap panas menurun seiring dengan

bertambahnya umur akibat menurunnya aliran darah menuju kulit untuk melepas

panas dari dalam tubuh ke lingkungan. Sehingga suhu dalam tubuh akan cepat

meningkat dan mendukung terjadinya heat strain pada seseorang. Hasil penelitian

Na¨yha¨ et al (2007) menunjukan bahwa gejala heat strain paling banyak terjadi pada

kelompok umur tertinggi yaitu 75 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Brown

(2013) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan

heat strain.

Page 93: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

76

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur

dengan heat strain. Hal ini dapat disebabkan pada kedua kelompok umur, sebagian

besar pekerja menerima paparan tekanan panas yang menjadi faktor berpengaruh

terhadap tingginya kejadian heat strain pada kedua kelompok umur. Sehingga tidak

dapat terlihat perbedaan kejadian heat strain yang signifikan pada kedua kelompok

umur.

Tingginya paparan tekanan panas yang diterima oleh pekerja juga dapat

menjadi faktor yang berpengaruh terhadap distribusi kejadian heat strain pada kedua

kelompok umur. Paparan tekanan panas dapat berasal dari panas lingkungan yang

bersumber dari panas bumi dan panas dari penggunaan mesin. Pada pabrik kerupuk,

mesin yang yang menghasilkan panas yaitu antara lain tungku pembakaran kayu dan

mesin kukus. Salah satu solusi untuk menurunkan paparan panas lingkungan yang

diterima oleh pekerja adalah dengan menambah ventilasi.

Sebagian besar pekerja yaitu sebanyak 24 orang (30,4%) yang terdiri dari 12

orang pekerja pada masing-masing kelompok umur menerima paparan WBGT

sebesar 32,6oC. Suhu tubuh yang merupakan respon dari paparan panas yang

diterima menunjukan bahwa sebagian besar pekerja atau sebanyak 25 orang (31,6%)

yang terdiri dari 12 orang pekerja dengan umur dibawah 30 tahun dan 13 orang

pekerja dengan umur lebih dari sama dengan 30 tahun memiliki suhu tubuh sebesar

37,1oC.

Hal tersebut menunjukan bahwa tingginya paparan WBGT yang diterima oleh

pekerja menyebabkan distribusi heat strain yang digambarkan dengan respon suhu

tubuh pada kedua kelompok tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Penelitian yang

Page 94: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

77

dilakukan oleh Stapleton et al (2013) menunjukan hasil yang serupa yaitu tidak

terdapat perbedaan suhu tubuh yang signifikan pada dua kelompok umur dengan

rata-rata 21 tahun dan rata-rata 65 tahun pada kondisi lingkungan yang sama.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Marszalek et al (2004) pada tiga kelompok umur

yaitu kelompok 20-29 tahun, 41-55 tahun dan 58-65 tahun dengan paparan WBGT

yang sama menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan heat strain yang signifikan

pada ketiga kelompok. Walaupun beberapa teori menunjukan bahwa dengan

bertambahnya umur akan meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain, namun

menurut Pandolf (1997) menyatakan bahwa tingkat toleransi terhadap panas pada

kelompok dengan umur yang lebih tua mungkin sama dengan kelompok yang lebih

muda.

6.5 Hubungan Obesitas dengan Heat strain

Obesitas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya heat strain

pada seseorang. Menurut Anderson (1999), kemampuan untuk melepas panas dari

dalam tubuh berhubungan secara langsung dengan massa tubuh. Komposisi tubuh

akan mempengaruhi peningkatan suhu tubuh. Seseorang dengan massa tubuh yang

lebih besar, suhu tubuhnya akan lebih cepat meningkat sehingga risiko untuk

mengalami heat strain juga meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang termasuk dalam kategori obesitas

sebanyak 3 orang (3,8%) dan 76 orang (96,2%) termasuk dalam kategori tidak

obesitas. Bar-Or et al., (1969) dalam hasil penelitiannya menunjukan bahwa heat

strain terjadi paling banyak pada kelompok dengan status obesitas dan memiliki suhu

tubuh, denyut nadi dan tingkat berkeringat yang lebih tinggi dibanding kelompok

Page 95: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

78

dengan status indeks massa tubuh kurus. Dalam penelitian lain, dua kelompok

dengan persentase lemak tubuh yang berbeda (10,9% dan 18,8%) berjalan diatas

treadmill. Kelompok dengan lemak tubuh yang rendah lebih bertahan lebih lama

berjalan diatas treadmill dan memiliki kemampuan toleransi peningkatan suhu tubuh

yang lebih tinggi dibanding kelompok dengan lemak tubuh yang lebih tinggi (Selkirk

dan McLellan, 2001).

Menurut Donoghue dan Bates (2000) obesitas dapat meningkatkan risiko

terjadinya heat strain saat bekerja pada lingkungan yang panas. Namun hasil analisis

bivariat pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara obesitas dengan heat

strain. Hal ini dapat terjadi karena pada kelompok yang mengalami obesitas dan

sebagian besar pada kelompok tidak obesitas memiliki beban kerja yang sama yaitu

kategori beban kerja sedang. Sehingga dengan tingkat beban kerja yang sama, tidak

terlihat perbedaan heat strain pada kelompok obesitas dan tidak obesitas.

Pengendalian tingkat beban kerja dapat dilakukan dengan memodifikasi posisi kerja

untuk mengurangi panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh atau dengan

menambah proses mekanisasi pada beberapa bagian pekerjaan fisik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vroman et

al., (1983) pada dua kelompok dengan kategori indeks massa tubuh yang berbeda

yaitu kelompok obestias dan kurus. Kedua kelompok tersebut melakukan kegiatan

yang sama tetapi tidak memiliki perbedaan pada suhu tubuh yang merupakan

indikasi terjadinya heat strain.

Pada kelompok obesitas seluruhnya mengalami heat strain dan pada kelompok

tidak obesitas, sebagian besar pekerja menerima paparan tekanan panas. Sehingga

Page 96: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

79

dengan paparan tekanan panas yang diterima, pekerja tetap mengalami heat strain

walaupun tidak obesitas. Seluruh kelompok obesitas berada pada pekerjaan proses

penggorengan. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian heat

strain pada kelompok obesitas salah satunya dengan pengurangan beban kerja.

6.6 Hubungan Penyakit Kronis dengan Heat strain

Penyakit kronis seperti penyakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus dapat

meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain (OSHA, 2003). Menurut Brown

(2013) seseorang yang menderita penyakit degeneratif seperti diabetes memiliki

risiko tinggi untuk mengalami heat strain akibat sistem termoregulasi yang

terganggu.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 pekerja (3,79%) dari total 79 orang

pekerja yang mengalami penyakit diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter.

Penelitian yang dilakukan oleh Gardner et al (1996) menunjukan bahwa kejadian

heat strain lebih tinggi pada kelompok yang menderita penyakit degeneratif seperti

diabetes mellitus. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Wilmore dan Costil

(1994) pada kelompok dengan status kesehatan yang baik dan kelompok penderita

penyakit jantung memiliki perbedaan kerjadian heat strain yang signifikan.

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara

penyakit kronis dengan heat strain. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dijelaskan

oleh Kenny (2010) yang menyatakan bahwa diabetes berkaitan metabolik tubuh dan

memiliki peran dalam mempengaruhi mekanisme termoregulasi saat terpapar panas.

Sehingga sistem termoregulasi tidak dapat mengendalikan peningkatan panas di

dalam tubuh dan mengakibatkan seseorang mengalami heat strain.

Page 97: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

80

Penelitian lain menunjukan bahwa vasodilatasi yang terjadi pada penderita

diabetes mellitus dapat menyebabkan temperatur tubuh lebih tinggi dibanding

dengan bukan penderita diabetes mellitus (Wick et al., 2006). Selain itu, pada

penderita diabetes mellitus juga terjadi gangguan pengeluaran keringat akibat

terganggunya pengaturan glukosa dalam tubuh. Sehingga panas dari dalam tubuh

yang seharusnya mengalami evaporasi dengan pengeluaran keringat tidak dapat

berpindah ke luar tubuh, akibatnya suhu tubuh mengalami peningkatan.

Pengumpulan data penyakit kronis pada penelitian ini hanya dilakukan melalui

wawancara sehingga dapat terjadi bias informasi. Saran untuk penelitian selanjutnya

agar dilakukan pengukuran sederhada terhadap variabel diabetes mellitus dan

hipertensi agar pekerja yangsebenarnya menderita penyakit kronis tetapi tidak

memeriksakan diri ke dokter dapat terdeteksi.

6.7 Hubungan Konsumsi Obat dengan Heat strain

Page 98: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

81

Obat-obatan yang mengganggu proses termoregulasi termasuk antidepresan

yang dapat mempengaruhi denyut jantung dan mengurangi tingkat pengeluaran

keringat. Obat antihipertensi juga dapat menurunkan aliran darah ke kulit dan

mengurangi proses pendinginan dalam tubuh. Kemudian, obat diuretik juga akan

mempengaruhi keseimbangan cairan dalam tubuh (Platt et al dalam Brown, 2013)

Menurut NIOSH (1986), hampir seluruh obat yang mempengaruhi sistem saraf

pusat dapat menurunkan toleransi terhadap panas pada seseorang. Sehingga

seseorang yang sedang mengkonsumsi obat dan bekerja pada lingkungan yang panas

akan lebih berisiko untuk mengalami heat strain. Berdasarkan hasil penelitian, tidak

ditemukan satupun pekerja yang mengkonsumsi obat saat penelitian berlangsung.

Sehingga tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk melihat hubungannya dengan

heat strain. Pengumpulan data konsumsi obat-obatan pada penelitian ini hanya

dilakukan melalui wawancara sehingga dapat terjadi bias informasi. Saran untuk

penelitian selanjutnya agar dilakukan wawancara mendalam dan juga melakukan

wawancara kepada keluarga atau teman pekerja untuk menanyakan apakah pekerja

mengkonsumsi obat-obatan.

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Page 99: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

82

1. Jumlah pekerja yang mengalami heat strain pada pabrik kerupuk 1 sebanyak

21 orang, (58,3%) pada pabrik kerupuk 2 sebanyak 28 orang (87,5) dan pada

pabrik kerupuk 3 sebanyak 7 orang (63,6%).

2. Jumlah pekerja yang menerima paparan tekanan panas pada pabrik kerupuk 1

sebanyak 23 orang (63,8%), pada pabrik kerupuk 2 sebanyak 28 orang (87,5)

dan pada pabrik kerupuk 3 sebanyak 8 orang (72,7%).

3. Distribusi frekuensi faktor karakteristik individu (umur, obesitas, konsumsi

obat-obatan dan penyakit kronis) pada tiga pabrik adalah sebagai berikut:

a. Jumlah pekerja dengan umur >= 30 tahun pada pabrik kerupuk 1, 2 dan 3

berturut-turut adalah 19 orang, 18 orang dan 5 orang. Jumlah pekerja

dengan umur <30 pada pabrik kerupuk 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 17

orang, 14 orang dan 6 orang.

b. Jumlah pekerja yang mengalami obesitas pada pabrik kerupuk 1 dan 2

adalah 1 orang dan 2 orang. Sedangkan pada pabrik kerupuk 3 tidak ada

pekerja yang mengalami obesitas.

c. Jumlah pekerja yang menderita penyakit kronis pada pabrik kerupuk 1

dan 3 berturut-turut adalah 2 orang dan 1 orang. Sedangkan pada pabrik

kerupuk 2 tidak ada pekerja yang menderita penyakit kronis.

d. Pada pabrik kerupuk 1, 2 dan 3 tidak ada pekerja yang mengkonsumsi

obat-obatan.

4. Ada hubungan bermakna antara tekanan panas dengan heat strain dan tidak ada

hubungan bermakna antara karakteristik individu (umur, obesitas, penyakit

Page 100: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

83

kronis, konsumsi obat) dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di

wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Pabrik Kerupuk

1. Untuk melakukan pengendalian teknis maupun administratif untuk

mengurangi kejadian heat strain pada pekerja pabrik kerupuk yaitu

dengan cara sebagai berikut :

a. Pengendalian teknis : memasang ventilasi yang memadai,

memberikan pembatas antara sumber panas dengan pekerja.

b. Pengendalian administratif : menyediakan tempat beristirahat

dengan suhu yang lebih dingin, memberikan sosialisasi kepada

pekerja agar meningkatkan konsumsi air putih selama bekerja,

memperbaiki posisi kerja dan menambah proses mekanisasi.

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya dalam pengumpulan data penyakit

kronis diabetes dan hipertensi dilakukan pemeriksaan sederhana agar

pekerja yangsebenarnya menderita penyakit kronis tetapi tidak

memeriksakan diri ke dokter dapat terdeteksi.

2. Melakukan wawncara mendalam kepada pekerja, keluarga maupun

teman pekera untuk menanyakan apakah pekerja mengkonsumsi obat-

obatan.

Page 101: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

84

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Lawrence E, Douglas J. Casa, Daniel S. Moran. 2007. Exertional Heat Illness during

Training and Competition. American College of Sports Medicine

Anderson GS. 1999. Human morphology and temperature regulation. International Journal

Biometeorology

Austin Community Collage (ACC). 2013. Heat stress Guideline. Austin Community Collage.

Bar-Or O, Lundergen HM, Buskrik ER. 1969. Heat tolerance of exercising obese and lean

women. Journal Application Physiology.

Berry, Cherie, Allen McNeely and Kevin Beauregard. 2011. A Guide to Preventing Heat Stress

and Cold Stress. N.C. Department of Labor Occupational Safety and Health Program.

Page 102: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

85

Brown, Eric Nicholas. 2013. Evaluation of Heat Stress and Strain in Electric Utility Workers. A

disserttation for the degree Doctor of Public Health in Environmental Health Science

University of California Los Angeles.

Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS). 2001. Hot Environments –

Health Effect.

Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS). 2008. Hot Environments-Health

Effects.

Dahlan, S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Dehghan, Habibollah, Ehsanollah Habibi dan Peymaneh Habibi. 2013. Validation of

Questionnaire for Heat strain Evaluation in Women Workers.

Donoghue, A Michael., Bates, Graham P., Sinclair, Murray J. 2000. Heat exhaustion in a deep

underground metalliferous mine. Occupational and Environmental Medicine. BMJ

Publishing.

Dougherty & Lister 2004. Respiration Monitoring. NHS Foundation Trust.

Gagnon, Daniel. 2011. Exercise-rest cycle do not alter local and whole body heat loss responses.

American Journal Physiology

Gardner, J., Kark, J., Karnei, K., Sanbron, J., Gastaldo, E., et al. 1996. Risk Factors predicting

axertional heat illness in male Marine Corp recruits. Medicine & Science in Sports &

Exercise.

Page 103: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

86

Geneva. 2004. ISO 9886 (2004) (ED 2) Evaluation of thermal strain by physiological

measurements. International Organization for Standardization.

Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta : Fajar Interpratama

Offset.

Hudson, Joel B. 2003. Heat Stress Control and Heat Casualty Management. Technical Bulletin

Medical Department of The Army and Air Force.

Hunt, Andrew Philip. 2011. Heat strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness in

Surface Mine Workers. Queensland University of Technology

Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja. Semiloka

Keterampilan Pengukuran Bahaya Fisik dan Kimia di Tempat Kerja.

Kenney, W. Larry. 2001. Decreased cutaneous vasodilation in aged skin. Journal of Thermal

Biology.

Kenny, Glen P, Jane Yardley, Candice Brown. 2010. Heat Stress in Older Individuals and

Patiens with Common Chronic Diseases. National Center for Biotechnology Information.

Krucik , George MD, MBA. 2014. General-Weakness.

Lundgren, Karin, Kalev Kuklane dan Ingvar Holmer. 2006. Effects of Heat stress on Working

Populations when Facing Climate Change. National Institute of Occupational Safety

and Health.

Marszalek, A, Smolander J. 2004. Age-related thermal strain in men while wearing radiation

protective clothing during short-term exercise in the heat. International Journal

Occupational Safety Ergonomi.

Page 104: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

87

Miller, Timothy M and Robert B. Layzer. 2005. MUSCLE CRAMPS. Wley Periodicals, Inc.

Moran, Daniel S, Avvraham Shitzer dan Kent B. Pandolf. 1998. A Physiological Strain Index to

evaluate heat stress.

NCDOL. 2011. A Guide to Preventing Heat stress and Cold Stress. N.C. Department of Labor.

Occupational Safety and Health Division.

National Safety Council. 2002. Fundamentals of Industrial Hygiene Fifth Edition. NSC Press

United States of America.

Na¨yha¨ S, Rintamaki H, Donaldson G. 2013. Heat-related thermal sensation, comfort and

symptoms in a northern population. Eur Journal Public Health.

NIOSH.1986. Criteria For a Recommended Standard Occupational Exposure to Hot

Environments Revised Criteria: U.S Department of Health and Human Services National

Institute for Occupational Safety and Health.

Occupational Safety and Health Service (OSHS). 1997. Guidelines For The Management Of

Work In Extreme Of Temperature. Occupational Safety and Health Service Department

of Labour. Wellington.

Occupational Safety and Health Administrtion. 1999. Technical Manual Section III Chapter 4 –

Heat stress

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia dan Fisika di Tempat

Kerja.

Page 105: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

88

Parsons, Ken dan Damian Bethea. 2002. The Development of a practical heat stress assessment

methodology for use in UK industry. Loughborough University. United Kingdom.

Poulton, E.C. 1970. Environment and human efficiency. Springfield, Illinois.

Pandolf, K. B. 1997. Aging and Human Heat Tolerance. Experimental Aging Research.

Ramsey, J and Bernard, T. 1994. Evaluation and control of hot working environments.

International Journal of Ergonomics.

Rouzier, Pierre. 2003. Mucle Spasms. McKesson Health Solutions LLC

Selkirk, Glen A., McLellan, Tom M. 2001. Influence of aerobic fitness and body fatness on

tolerance to uncompensable heat stress. Journal of Applied Physiology.

Stapleton, Jill, Joanie Larose, Christina Simpson. 2013. Do older adults experience greater

thermal strain during heat waves.

Shiel, William C. 2014. Muscle Cramps. McKesson Health Solutions LLC

SNI- 16-7061-2004 tentang Pengukuran iklim kerja

Stöppler, Melissa Conrad MD. 2014. Weakness. McKesson Health Solutions LLC.

Stansberry KB, Shapiro SA. 1997. Impairment of peripheral blood flow responses in diabetes

resembles an enhanced aging effect. Diabetes Care.

Siregar, Hikmah Ridha. 2008. Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat stress Pada

Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara. Program Studi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Page 106: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

89

Utami, Tri Niswati. 2004. Program Intervensi Dalam Upaya Pengendalian Tekanan Darah dan

Temperatur Tubuh Pekerja Akibat Heat stress di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr.

Pirngadi Medan. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Vorvick, Linda J. 2012. Weakness.

Vroman, N. B., Buskirk, E.R., and Hodgson, J.L. 1983. Cardiac output and skin blood flow in

lean and obese individuals during exercise in the heat. Journal of Applied Physiology.

Wan, Margaret. 2006. Assessment of Occupational Heat strain. Department of Environmental

and Occupational Health. College of Public Health. University of South Florida

Wedro, Benjamin dan William C. Shiel. 2013. Muscle Spasms. Wley Periodicals, Inc.

WHO. 1969. Health Factors Involved In Working Under Conditions of Heat stress. Technical

Report Series No. 412. Geneva : World Health Organization

WHO. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic. WHO Technical Report

Series 894. Geneva : World Health Organization

Wick, DE., Roberts, SK., Basu, A., Snadroni, P. et al. 2006. Delayed threshold for active

cutaneous vasodilation in patients diabetes mellitus. Journal of Applied Physiology.

Yamaswa, Fumihiro dan C. Harmon Brown. 2007. Environmental Factors Affecting Human

Performance.

Page 107: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

90

LAMPIRAN 6

Output SPSS Univariat

Univariat Heat Strain

heatstrain2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 23 29.1 29.1 29.1

Ya 56 70.9 70.9 100.0

Total 79 100.0 100.0

Univariat Tekanan Panas

tekananpanas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 59 74.7 74.7 74.7

tidak 20 25.3 25.3 100.0

Total 79 100.0 100.0

Univariat Umur

umur_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <30 37 46.8 46.8 46.8

>=30 42 53.2 53.2 100.0

Total 79 100.0 100.0

Univariat Obesitas

obeskat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 108: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

91

Valid tdk obes 76 96.2 96.2 96.2

obes 3 3.8 3.8 100.0

Total 79 100.0 100.0

Univariat Penyakit Kronis

penyakitkrns

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 3 3.8 3.8 3.8

tidak 76 96.2 96.2 100.0

Total 79 100.0 100.0

Univariat Konsumsi Obat

konsumsiobt

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 79 100.0 100.0 100.0

Output SPSS Bivariat

Bivariat Tekanan Panas dengan Heat Strain

tekananpanas * heatstrain2 Crosstabulation

heatstrain2

Total ya tidak

tekananpanas ya Count 51 8 59

% within heatstrain2 91.1% 34.8% 74.7%

tidak Count 5 15 20

% within heatstrain2 8.9% 65.2% 25.3%

Total Count 56 23 79

% within heatstrain2 100.0% 100.0% 100.0%

Page 109: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

92

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 27.322a 1 .000

Continuity Correctionb 24.426 1 .000

Likelihood Ratio 25.975 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 26.976 1 .000

N of Valid Casesb 79

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.82.

b. Computed only for a 2x2 table

Bivariat Umur dengan Heat Strain

umurkat * heatstrain2 Crosstabulation

heatstrain2

Total ya tidak

umurkat >=30 Count 29 13 42

% within heatstrain2 51.8% 56.5% 53.2%

<30 Count 27 10 37

% within heatstrain2 48.2% 43.5% 46.8%

Total Count 56 23 79

% within heatstrain2 100.0% 100.0% 100.0%

Page 110: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

93

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .147a 1 .702

Continuity Correctionb .018 1 .893

Likelihood Ratio .147 1 .701

Fisher's Exact Test .806 .447

Linear-by-Linear Association .145 1 .703

N of Valid Casesb 79

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.77.

b. Computed only for a 2x2 table

Bivariat Obesitas dengan Heat Strain

obeskat * heatstrain2 Crosstabulation

heatstrain2

Total ya tidak

obeskat obes Count 3 0 3

% within heatstrain2 5.4% .0% 3.8%

tdk obes Count 53 23 76

% within heatstrain2 94.6% 100.0% 96.2%

Total Count 56 23 79

% within heatstrain2 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.281a 1 .258

Continuity Correctionb .234 1 .628

Likelihood Ratio 2.113 1 .146

Fisher's Exact Test .552 .351

Page 111: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

94

Linear-by-Linear Association 1.265 1 .261

N of Valid Casesb 79

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.

b. Computed only for a 2x2 table

Bivariat Penyakit Kronis dengan Heat Strain

penyakitkrns * heatstrain2 Crosstabulation

heatstrain2

Total ya tidak

penyakitkrns ya Count 3 0 3

% within heatstrain2 5.4% .0% 3.8%

tidak Count 53 23 76

% within heatstrain2 94.6% 100.0% 96.2%

Total Count 56 23 79

% within heatstrain2 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.281a 1 .258

Continuity Correctionb .234 1 .628

Likelihood Ratio 2.113 1 .146

Fisher's Exact Test .552 .351

Linear-by-Linear Association 1.265 1 .261

N of Valid Casesb 79

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 112: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2565… ·  · 2015-11-25merupakan respon tubuh terhadap tekanan panas yang diterima

95