Upload
onealjhee
View
464
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKRIPSI
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT
DI RUMAH SAKIT MEDISTRA JAKARTA
Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
RIANA PUSPA DEWI MARGHA
2009-31-103
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2011
iii
UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SKRIPSI, SEPTEMBER 2011 RIANA PUSPA DEWI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MEDISTRA JAKARTA 6 Bab, 124 Halaman, 6 Tabel, 15 Gambar, 8 Grafik
ABSTRAK ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain kecuali vitamin, mineral dan obat pada bayi dibawah umur 6 bulan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 hanya 15,3% bayi di Indonesia yang mendapat ASI eksklusif, sementara target nasional adalah 80%. Dilingkungan perawat RS Medistra sebagai tenaga kesehatan yang salah satu perannya sebagai role model bagi masyarakat, masih ada yang tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan harus kembali bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. Metode penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dan sampel adalah seluruh perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami (belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan dengan riwayat umur kehamilan cukup bulan (37-41 minggu) sebanyak 70 orang. Faktor-faktor diteliti terbatas pada umur ibu, tingkat pendidikan ibu, sikap, lama waktu bekerja, sarana menyusui ditempat kerja, dukungan suami, dan dukungan atasan yang diukur melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan 25,7% perawat yang memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat diperoleh ada hubungan yang bermakna antara pendidikan (x2=11,609; p=0,003), sikap (x2=6,895; p=0,009), sarana menyusui di tempat kerja (x2=4,815; p=0,043) dan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu (x2=1,716; p=0,190), lama waktu bekerja (x2=0,041; p=0,840), dukungan suami (x2=2,715; p=0,092), dukungan atasan (x2=1,310; p=0,271) dan pemberian ASI eksklusif. Upaya meningkatkan prilaku ibu untuk memberikan ASI eksklusif harus terus dilakukan. Daftar bacaan : 43 (1982 – 2010)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala Rahmat dan Anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan yang
datang dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Idrus Jus’at, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul
2. Ibu Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH, sebagai pembimbing yang
telah menyediakan waktu untuk membimbing dan membagi
pengetahuannya.
3. Ibu Iskari Ngadiarti, SKM, MSc, sebagai pembimbing yang telah banyak
memberikan bantuan, pengarahan dan dukungan bagi penyelesaian skripsi
ini.
4. Ibu dr. Mayang Anggraeni, sebagai penguji yang telah memberikan banyak
masukan dan pengarahan untuk skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa
Unggul yang telah banyak memberi bantuan, pengarahan dan bimbingan
selama melaksanakan pendidikan.
6. RS Medistra, tempat penulis melakukan penelitian dan para perawat yang
telah bersedia menjadi responden.
7. Seluruh teman-teman Ekstensi angkatan 2010 terutama untuk Endang,
Channe, Dadan “dudul”, terima kasih untuk saling memberikan masukan,
dukungan satu sama lain, tetap semangat ya teman.
8. Teristimewa untuk suamiku, Dr. Robert J. Alief, MBBS, FRCS,
MRCOG(UK), SpOG, atas doa, dukungan, semangat, kasih sayang,
kesabaran yang tak pernah putus untuk penulis.
viii
9. My beloved boys; Audric, Owen & Jason, yang selalu menjadi kebanggaan,
penghiburan dan sumber kekuatan penulis.
10. Ayah tercinta, Drs. Mohamad Margha, MSc (alm), atas semua motivasi dan
inspirasi hidup kepada penulis, semoga suatu hari bisa seperti babeh.
11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
teimakasih telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, semuanya
sangat berarti.
Semoga Tuhan selalu menjaga dan memberkati kita semua.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan skripsi
ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik sebagai
masukan bagi penulis guna perbaikan di kemudian hari. Penulis berharap skripsi
ini dapat memberi manfaat kepada siapa saja yang membacanya.
Jakarta, 16 September 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT .......................................... ii
ABSTRAK……………………………………............................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………………………..... iv
PENGESAHAN SKRIPSI ……………………………………………..... v
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………...... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................... 6
1.3 Pembatasan Masalah ...................................................... 8
1.4 Perumusan Masalah ........................................................ 9
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................... 9
1.6 Manfaat penelitian .......................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1 Kerangka Teori ............................................................... 11
2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI) dan Asi Eksklusif 11
2.1.2 Anatomi Payudara & Fisiologi Laktasi ................. 14
2.1.3 Komposisi ASI ...................................................... 24
2.1.4 Kandungan Gizi ASI ............................................. 26
2.1.5 Manfaat ASI ........................................................... 31
2.1.6 Alasan Pemberian ASI eksklusif ........................... 37
2.1.7 Teknik Menyusui .................................................... 39
ix
A. Posisi & pelekatan menyusui
B. Langkah-langkah menyusui yang benar
C. Lama & frekuensi menyusui
D. Pola menyusui bayi
E. Pengeluaran ASI / ASI perah
2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif .................................................................. 56
A. Umur
B. Pendidikan Ibu
C. Sikap
D. Lama Waktu Kerja
E. Keterpaparan terhadap Iklan Susu Formula
F. Dukungan Suami
G. Dukungan Atasan
H. Sarana menyusui di tempat kerja
2.1.9 Undang-Undang yang Melindungi Pemberian ASI 71
2.2 Kerangka Berfikir ............................................................ 74
2.3 Kerangka Konsep ............................................................ 76
2.4 Hipotesis .......................................................................... 77
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian ......................................... 78
3.2 Metode Penelitian ........................................................... 78
3.3 Teknik Pengambilan Sampel........................................... 79
3.4 Instrumen Penelitian ....................................................... 79
3.5 Pengujian Hipotesis ........................................................ 86
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian .............................. 90
4.1.1 Deskripsi Umum .................................................... 90
ix
4.1.2 Ketenagaan ............................................................ 91
4.2 Deskripsi Data ................................................................ 92
4.2.1 Analisa Univariat .................................................. 92
4.2.2 Analisa Bivariat .................................................... 102
4.2.3 Keterbatasan Penelitian ........................................ 109
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di RS
Medistra Jakarta ............................................................. 110
5.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemberian
ASI Eksklusif pada perawat di RS Medistra Jakarta....... 112
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................... 122
6.2 Saran ............................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi kandungan ASI ............................................................. 25
Tabel 2.2 Ringkasan perbedaan ASI, susu sapi, susu formula ....................... 37
Tabel 3.1 Instrumen penelitian untuk variabel dependen .............................. 82
Tabel 3.2 Skoring untuk variabel dependen .................................................. 82
Tabel 3.3 Instrumen penelitian untuk variabel independen ........................... 85
Tabel 3.4 Skoring untuk variabel sikap ........................................................ 85
Tabel 4.1 Ketenagaan RS Medistra ............................................................... 91
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur responden perawat di RS Medistra ...... 92
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan responden perawat di RS
Medistra ......................................................................................... 93
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi lama waktu bekerja responden perawat di RS
Medistra ......................................................................................... 94
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI
eksklusif pada responden perawat di RS Medistra ........................ 96
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi sikap responden perawat di RS Medistra ...... 97
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dukungan suami responden perawat di RS
Medistra ......................................................................................... 98
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi dukungan atasan responden perawat di RS
Medistra ......................................................................................... 99
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi sarana menyusui di tempat kerja responden
perawat di RS Medistra ................................................................. 100
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif responden perawat
di RS Medistra .............................................................................. 101
Tabel 4.11 Distribusi responden menurut umur dan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di RS Medistra ...................................................... 102
Tabel 4.12 Distribusi responden menurut pendidikan ibu dan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra ......................................... 103
ix
Tabel 4.13 Distribusi responden menurut lama waktu bekerja dan pemberian
ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra .................................. 104
Tabel 4.14 Distribusi responden menurut sikap dan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di RS Medistra ........................................................ 105
Tabel 4.15 Distribusi responden menurut dukungan suami dan pemberian
ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ................................. 106
Tabel 4.16 Distribusi responden menurut dukungan atasan dan pemberian
ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ................................. 107
Tabel 4.17 Distribusi responden menurut sarana menyusui di tempat kerja
dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra......... 108
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Payudara tampak depan ......................................................... 15
Gambar 2.2 Struktur anatomi payudara ..................................................... 16
Gambar 2.3 Bentuk-bentuk puting susu ..................................................... 17
Gambar 2.4 Refleks aliran dan pengawasan hormonal terhadap laktasi .... 20
Gambar 2.5 Respon Penyusuan .................................................................. 22
Gambar 2.6 Diagram Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI awal dan
ASI akhir ................................................................................ 25
Gambar 2.7 Posisi menyusui....................................................................... 40
Gambar 2.8 Posisi pelekatan menyusui ...................................................... 40
Gambar 2.9 Teknik menyusui ..................................................................... 42
Gambar 2.10 Definisi menyusui ................................................................... 44
Gambar 2.11 Teknik memijat payudara dan memerah ASI .......................... 48
Gambar 2.12 Pompa tangan & pompa elektrik ............................................. 51
Gambar 2.13 Tempat penyimpanan ASI perah ............................................. 54
Gambar 2.14 Mencairkan ASI perah ............................................................ 55
Gambar 2.15 Hubungan sikap dan prilaku ................................................... 63
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS
Medistra ................................................................................. 93
Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat di RS
Medistra ................................................................................. 94
Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden
Perawat di RS Medistra ......................................................... 95
Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Perawat
di RS Medistra ....................................................................... 97
Grafik 4.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden Perawat
di RS Medistra ....................................................................... 98
Grafik 4.6 Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden Perawat
di RS Medistra ...................................................................... 99
Grafik 4.7 Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja
Responden Perawat di RS Medistra ...................................... 100
Grafik 4.8 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada
Responden Perawat di RS Medistra ...................................... 101
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Distribusi Hasil Jawaban Kuesioner
Lampiran 3 Output Analisa Data Statistik
Lampiran 4 Formulir Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah
payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun
ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi
hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan
bayi, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ
pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi. Sistem pencernaan
bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena
itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan, sangat
dianjurkan (Arief, 2009).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air
putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat
(Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan
pendamping ASI, sedangkan ASI terus diberikan sampai 2
tahun(Prasetyono, 2005).
2
World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: “ASI
adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan
makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi”. Oleh
karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan pertumbuhan bayi yang
optimal.
Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah
menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam
kurun waktu 1990-2015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).
Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan
lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI
secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun
disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat
terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka
Kematian Bayi (AKB) (Sitaresmi, 2010).
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah
satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang
pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi
24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun
2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya
sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian
pemerintah terhadap kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2004).
3
Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif
seperti rekomendasi dari WHO dan The United Nations Children’s Fund
(UNICEF), sebagai salah satu program perbaikan gizi bayi atau anak balita.
Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30.000 balita di
Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus
menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu
formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997
hingga 2002, jumlah bayi dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI
eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam
bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% menjadi 27,9%
(Sutama, 2008). Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi
dibawah umur 6 bulan yang diberi ASI eksklusif hanya 15,3%.
Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI,
mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali
lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI (Depkes RI,2005), karena adanya zat antibodi juga zat gizi
lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang menyebabkan penyerapan
natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare dan
volume tinja (Sidi,dkk, 2003).
Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrilon and
Health Surveilance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan
Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang,
4
Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim,
NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif di perkotaan
antara 3-18%, sedangkan pedesaan 6-19%. Rendahnya cakupan ASI
diperkotaan dikarenakan peratutan cuti hamil/melahirkan belum sesuai
dengan masa pemberian ASI eksklusif berakhir (Kodrat,2010). Siregar
(2008) melaporkan bahwa 98 dari 290 orang (33,8%) ibu bekerja di
perusahaan swasta di Jakarta yang memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya.
Ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif dengan
cara memerah ASI sebelum ibu pergi. ASI perah dapat tahan disimpan
selama 24 jam di dalam termos es yang diberi es batu atau dalam lemari es.
Tidak terdapat perbedaan kualitas maupun kuantitas ASI ibu yang bekerja
dengan ibu yang tidak bekerja (Roesli, 2001).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk
memberikan ASI eksklusif adalah pengetahuan. Pengetahuan didapat
melalui proses belajar yaitu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari
praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan yang didasari oleh perilaku
terdahulu (sebelumnya). Kurangnya pengetahuan ibu menyusui tentang
keunggulan ASI dan manfaat ASI juga menyebabkan ibu mudah
terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai
pengganti air susu ibu, sehingga semakin banyak ibu menyusui memberikan
susu botol yang sebenarnya merugikan (Depkes,2008). Faktor lain yang
5
menjadi bagian dari perilaku adalah sikap. Sikap adalah suatu
kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan
suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau
tidak menyenangi obyek tersebut (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan dan
sikap yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh dalam cerminan perilaku
seseorang, namun pembentukan perilaku itu sendiri tidak terjadi hanya
berdasarkan pengetahuan dan sikap, tapi masih banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain (Sarwono, 1999).
RS Medistra adalah salah satu Rumah Sakit swasta terbaik di
Jakarta yang berlokasi di kawasan strategis Jenderal Gatot Subroto Jakarta
didirikan pada 1990 merupakan suatu organisasi yang memiliki SDM
sebanyak 953 orang dengan profesi yang beragam (medis dan non medis)
termasuk perawat wanita sebanyak 341 Orang. Survei pendahuluan yang
dilakukan oleh penulis pada 5 orang perawat yang mempunyai bayi umur 7-
24 bulan, hanya 1 orang perawat (20%) yang memberikan ASI eksklusif
karena harus kembali bekerja.
Di lingkungan tenaga kesehatan khususnya perawat di RS Medistra
yang dinilai mempunyai pengetahuan yang cukup tentang manfaat ASI
eksklusif juga sikap sebagai tenaga kesehatan yang memberikan penyuluhan
tentang pemberian ASI eksklusif ternyata masih dijumpai para ibu yang
tidak bisa memberikan ASI eksklusif, dikarenakan harus kembali bekerja
sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir.
6
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
1.2 Identifikasi Masalah
Pemberian ASI eksklusif sangat penting, karena dengan ASI
eksklusif mampu menurunkan angka kematian bayi akibat berbagai
penyakit infeksi, diantaranya penyakit diare dan infeksi saluran pernapasan
akut. Berbagai penelitian juga melaporkan bahwa ASI dapat mengurangi
kejadian penyakit radang telinga tengah, radang selaput oak, infeksi saluran
kemih dan infeksi radang usus halus dan usus besar akibat jaringan
kekurangan oksigen atau akibat terapi antibiotik (Necrotizing Enterocolitis).
ASI memberikan perlindungan kepada bayi melalui beberapa
mekanisme, antara lain memperbaiki pertumbuhan mikroorganisme
nonpatogen (tidak berbahaya), mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
patogen (berbahaya) saluran cerna, merangsang perkembangan barier
(pembatas) antara mukosa saluran cerna dan saluran nafas, mencegah
masuknya bakteri ke dalam aliran darah melalui mukosa (dinding) saluran
cerna, faktor spesifik (IgA sektori,zat kekebalan), mengurangi reaksi
inflamasi (peradangan) dan sebagai imunomodulator (perangsang
kekebalan). Karenanya bayi yang diberi ASI eksklusif lebih tahan penyakit
daripada yang diberi susu formula.
7
Perilaku ibu yang memberikan ASI ekslusif dipengaruhi beberapa
faktor, baik yang berasal dari dalam individu maupun yang berasal dari luar
individu. Faktor yang berasal dari dalam individu, salah satunya yaitu
pengetahuan yang merupakan domain yang pertama dan sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmojo (2007)
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Faktor lain yang berperan penting bagi keberhasilan pemberian
ASI eksklusif dapat berasal dari luar individu misalnya dukungan atasan dan
dukungan suami dan sarana menyusui di tempat kerja. Dukungan emosional
suami sangat berarti dalam menghadapi tekanan ibu dalam menjalani proses
menyusui, agar ibu menjadi tenang sehingga memperlancar produksi ASI.
Agar proses menyusui lancar, diperlukan breastfeeding father, yaitu ayah
membantu ibu agar bisa menyusui dengan nyaman sehingga ASI yang
dihasilkan maksimal. Dan sering kali bekerja menjadi kendala untuk
memberikan ASI eksklusif, karena keterbatasan waktu untuk memberikan
ASI, sehingga diperlukan suatu sarana yang memungkinkan ibu memerah
ASI saat bekerja. Masalah lain belum adanya peraturan pemerintah yang
mengatur agar kantor atau pihak pengusaha menyediakan fasilitas bagi
kelangsungan pemberian ASI eksklusif bagi pekerja wanitanya, misalnya
tempat penitipan anak atau pojok laktasi yang dapat membantu keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
8
1.3 Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian
ASI eksklusif tetapi karena berbagai keterbatasan yang ada khususnya dari
segi pengetahuan, kemampuan, waktu, biaya dan tenaga, maka ruang
lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor: umur, pendidikan, sikap,
lamanya waktu bekerja, dukungan suami, dukungan atasan dan sarana
menyusui ditempat kerja pada perawat di RS Medistra Jakarta.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah diatas maka permasalahan yang akan di teliti dapat dirumuskan
sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian
ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta?.
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
1.5.2 Tujuan Khusus
A. Mengetahui prevalensi pemberian ASI eksklusif pada perawat di
Rumah Sakit Medistra Jakarta.
B. Menganalisis hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
9
C. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
D. Menganalisis hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
E. Menganalisis hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
F. Menganalisis hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
G. Menganalisis hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
H. Menganalisis hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan
pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra
Jakarta.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada perawat
di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
1.6.2 Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan bagi RS Medistra agar ikut berperan aktif
dalam mensukseskan program ASI eksklusif.
1.6.3 Manfaat bagi Universitas
10
Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan
penelitian tentang pemberian ASI eksklusif pada tenaga kesehatan,
dan dapat menambah bahan referensi bagi kepustakaan Universitas
Esa Unggul.
11
BAB II
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI) dan ASI Eksklusif
A. Pengertian ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang desekresi oleh kedua belah payudara ibu,
sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI adalah
cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
menyusui. ASI merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon
bayi saat seorang ibu mengalami kehamilan. Semasa kehamilan,
payudara akan mengalami perubahan untuk menyiapkan produksi ASI
(Khasanah, 2011).
ASI adalah sebuah cairan ajaib yang tidak tertandingi. ASI dapat
memenuhi semua kebutuhan gizi bayi usia 0-6 bulan. ASI juga dapat
melindungi bayi untuk melawan segala kemungkinan serangan
penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI memiliki kualitas
terbaik dibanding yang lain. Zat-zat yang terkandung dalam ASI
memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada
saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang
12
mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem
saraf (Kodrat, 2010).
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan
tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup
mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara
alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan
bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistim pencernaan bayi
usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, karena itu
yang terbaik adalah memberikan bayi ASI saja hingga usia 6 bulan,
tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.
Kandungan zat gizi ASI yang sempurna membuat bayi tidak akan
kekurangan gizi tetapi, makanan ibu harus bergizi guna
mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI. Memberikan susu
formula sebelum bayi berusia 6 bulan akan meningkatkan risiko diare,
dan sudah pasti memboroskan dana rumah tangga karena harga susu
formula tidak murah (Arif, 2009).
13
B. Pengertian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan
cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan
obat. ASI dapat diberikan sampai usia 2 tahun (Roesli, 2009).
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI, tanpa memberikan
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi
berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin (Departemen Kesehatan
RI, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin
setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan
makanan lain walaupun hanya air putih sampai bayi berumur enam
bulan (Purwanti, 2004).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air
putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Pada tahun 2001
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ASI eksklusif
selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan
demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup
empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.
14
2.1.2 Anatomi Payudara & Fisiologi Laktasi
A. Anatomi Payudara
Payudara ( mammae,susu) adalah kelenjar yang terletak dibawah
kulit, diatas otot dada dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi
bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat
kira-kita 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan.
Pada waktu hamil payudara membesar, mencapai 600 gram dan waktu
menyusui bisa mencapai 800 gram.
Ada 3 bagian utama payudara, yaitu:
1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar
2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah
3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara
Dalam korpus mammae terdapat alveolus, yaitu unit terkecil yang
memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel Aciner, jaringan
lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Beberapa
alveolus mengelompok membentuk lobulus, kemudian beberapa
lobulus berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. Dari
alveolus ASI disalurkan ke dalam saluran kecil (Duktulus), kemudian
beberapa saluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih
besar (duktus laktiferus).
15
Gambar 2.1 Payudara tampak depan
(a. Badan b. Areola c. Papilla)
Dibawah areola saluran yang besar melebar, disebut sinus laktiferus.
Akhirnya semua memusat kedalam puting dan bermuara keluar. Di
dalam dinding alveolus maupun saluran, terdapat otot polos yang
apabila berkontraksi memompa ASI keluar.
Gambar 2.2 Struktur anatomi payudara
16
Ada 4 macam bentuk puting, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar,
panjang dan terbenam. Namun bentuk-bentuk ini tidak terlalu
berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa puting
susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan atau “dot”
ke dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak lentur,
terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan
khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik
Gambar 2.3 Bentuk-bentuk puting susu
Pada papilla dan areola terdapat saraf peraba yang sangat penting
untuk refleks menyusui. Bila puting dihisap, terjadilah rangsangan
saraf yang diteruskan ke kelenjar hipofisis yang kemudian
merangsang produksi dan pengeluaran ASI.
B. Fisiologi Laktasi
Laktasi mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran
ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu
dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya
17
hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi
alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi
untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin, tiroksin
dan sebagainya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi
ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh dihambat oleh
kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca
persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga
pengaruh Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang
masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air
susu yaitu:
1. Refleks prolaktin :
Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila ini
dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke
kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan
hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi
ASI ditingkat alveoli. Dengan demikian mudah dipahami bahwa
makin sering rangsangan penyusunan makin banyak pula produksi
ASI.
18
2. Refleks Aliran (Let Down Reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke
kenjenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian
belakang, yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini
berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding
alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI di pompa keluar.
Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin
baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin
kecil, dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang
mengalami bendungan tidak hanya mengganggu penyusuan, tetapi
juga berakibat mudah terkena infeksi.
Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi
rahim makin cepat dan baik. Tidak jarang perut ibu terasa mulas
yang sangat pada hari-hari pertama menyusui dan ini adalah
mekanisme alamiah untuk kembalinya rahim ke bentuk semula.
Gambar 2.4 Refleks aliran dan pengawasan hormonal terhadap laktasi
19
Tiga refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi, adalah:
1. Refleks menangkap (Rooting Refleks)
Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh
ke arah sentuhan. Dan bila bibirnya dirangsang dengan papilla
mammea, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha untuk
menangkap puting susu.
2. Refleks menghisap
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh,
biasanya oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang
palatum, maka sebagian besar areola harus tertangkap mulut bayi.
Dengan demikian, maka sinus laktiferus yang berada di bawah
areola akan tertekan antara gusi, lidah dan palatum, sehingga ASI
terperas keluar.
3. Refleks menelan
Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelannya.
Mekanisme menyusu pada payudara berbeda dengan mekanisme
minum dari botol, karena dot karetnya panjang dan tidak perlu
diregangkan, maka bayi tidak perlu menghisap kuat. Bila bayi telah
biasa minum dari botol/ dot akan timbul kesulitan bila bayi menyusu
pada ibu, karena ia akan menghisap payudara seperti halnya ia
menghisap dot. terjadilah bingung puting. Pada keadaan ini ibu dan
bayi perlu bantuan untuk belajar menyusui dengan baik dan benar.
20
Gambar 2.5 Respon Penyusuan
a. Bibir bayi menangkap puting selebar areola
b. Lidah menjulur ke muka untuk menangkap puting
c. Lidah ditarik mundur, membawa puting menyentuh langit-langit
di dalam mulut
d. Timbul refleks menghisap pada bayi dan refleks aliran pada ibu
Menyusui bayi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi karena
secara alamiah bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin
sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.
Demikian halnya bayi yang lapar atau kembar, dengan daya hisapnya
maka payudara akan memproduksi ASI lebih banyak, karena semakin
kuat daya hisapnya, semakin banyak ASI yang diproduksi.
21
Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara disusukan,
maka akan terasa kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu
tidak akan kekurangan ASI, karena ASI akan terus diproduksi asal
bayi tetap menghisap, ibu cukup makan dan minum serta adanya
keyakinan mampu memberi ASI pada anaknya. Produksi ASI antara
600cc-1 Liter sehari. Dengan demiian ibu dapat menyusui bayi secara
eksklusif sampai 6 bulan, dan tetap memberikan ASI sampai anak
berusia 2 tahun bersama makanan lain.
Bila kemudian bayi disapih, refleks prolaktin akan terhenti. Sekresi
ASI juga akan terhenti. Alveolii mengalami apoptosis (kehancuran),
kemudian bersama siklus menstruasi dimana hormon estrogen dan
progesteron berperan, alveoli akan terbentuk kembali. Siklus berulang
ketika ibu hamil (alveoli matur, siap produksi) dan laktasi (alveoli
memproduksi ASI) kemudian penyapihan (alveoli gugur) disebut
siklus latasi dan selalu berulang selama wanita belum menopause
(Sidi,dkk 2003)
2.1.3 Komposisi ASI
Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
A. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti
infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih banyak dibanding
ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah. Volume
kolostrum antara 150-300 ml/24 jam, volume tersebut mendekati
22
kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan kolostrum
harus diberikan pada bayi.
B. ASI transisi/ peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum
sebelum menjadi ASI yang matang, kadar protein semakin rendah
sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dengan volume yang
makin meningkat (Roesli,2001). Biasanya ASI ini akan berakhir 2
minggu setelah kolostrum. Kandungan ASI peralihan ini memang
tidak selengkap kolostrum (Kodrat, 2010).
C. ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke 14 sampai
seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang
sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satu-satunya
makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan
(Roesli,2001). ASI matur adalah cairan yang berisi 90% air yang
diperlukan untuk memelihara hidrasi bayi sedangkan 10%
kandungannya adalah karbohidrat, protein dan lemak yang diperlukan
untuk kebutuhan hidup dan perkembangan bayi (Kodrat, 2010).
23
Tabel 2.1
Komposisi Kandungan ASI
dikutip dari : Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia
24
Gambar 2.6 Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI awal dan ASI akhir
2.1.4 Kandungan Gizi ASI
ASI mengandung banyak zat-zat gizi dan vitamin yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh bayi, Zat-zat tersebut antara lain adalah:
A. LCPUFAs
ASI memang mengandung beberapa contoh zat gizi yang tinggi.
Contoh zat gizi yang dimiliki ASI dan tidak dimiliki oleh susu lain
adalah LCPUFAs (long chain polyunsaturated fatty). LCPUFAs
sangat diperlukan oleh bayi dalam membantu fungsi mental,
penglihatan dan perkembangan psikomotor bayi. Di dalam LCPUFAs
ada 3 komponen yaitu: Asam arakhidonat, Asam dokosaheksanoat,
merupakan komponen dasar korteks otak dan ARA (Arachidonic
Acid) yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang otak.
Menurut studi selama 17 tahun pada tahun 1025 anak-anak yang
mengkonsumsi ASI terdapat peningkatan IQ dan keterampilannya.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kemampuan reflek
kognitif merupakan efek dari LCPUFAs pada masa awal
perkembangan saraf bayi. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
ASI dapat berperan sangat penting untuk pertumbuhan anak. Bahkan
dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Willats dan Forsyth pada 44
bayi yang sehat dan lahir normal dimana bayi-bayi tersebut secara
acak diberikan susu formula yang didalamnya ditambahkan LCPUFAs
dan sebagian lagi tidak ditambahkan. ternyata bayi-bayi yang
25
diberikan susu formula dengan penambahan LCPUFAs menunjukan
kemampuan berpikir cepat.
B. Protein
Protein dalam ASI terdiri dari protein yang sulit dicerna dan protein
yang mudah dicerna. ASI lebih banyak mengandung protein yang
mudah dicerna dibandingkan protein yang tidak mudah dicerna
sedangkan pada susu sapi kebalikannya. ASI mempunyai kadar
protein yang paling rendah diantara air susu mamalia. Dibandingkan
dengan beberapa jenis mamalia lainnya. Walaupun demikian, protein
yang terkandung di dalam ASI merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan
oleh otot dan tulang bayi manusia, agar dapat berkembang baik dan
berfungsi optimal. Protein di dalam ASI benar-benar diciptakan
dengan tepat, sehingga sesuai dengan tingkat metabolisme yang
dijalankan oleh berbagai sistem organ di tubuh bayi, dengan demikian
tubuh bayi akan dengan mudah menerimanya.
C. Lemak
Lemak pada ASI merupakan lemak penghasil energi utama. ASI juga
merupakan komponen gizi yang sangat bervariasi. ASI lebih mudah
dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian OSBORN
membuktikan, bayi yang tidak mendapat ASI lebih banyak menderita
penyakit jantung koroner di usia muda. Lemak adalah zat gizi yang
berperan penting dalam proses metabolisme. Seperti juga protein
26
dalam ASI, kadar lemak dalam ASI juga lebih mudah diuraikan dan
diserap oleh tubuh bayi dibandingkan lemak yang terdapat didalam air
susu sapi. Lemak ASI terdiri dari beberapa jenis antara lain; DHA,
ALA, AA, dan lain sebagainya. DHA merupakan zat yang penting
untuk membantu pertumbuhan, perkembangan serta mempertahankan
fungsi kerja jaringan otak. Jadi semakin lama menyusui semakin
tinggi pula kadar DHA di dalam otak bayi. ASI juga mengandung
kolesterol yang diperlukan untuk membangun sel-sel anak,
membentuk hormon, serta vitamin D. Selain itu, lemak yang terdapat
didalam ASI juga berpengaruh untuk membentuk kulit sehat.
D. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Laktosa merupakan zat
gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan
otak. Dari hasil penelitian yang dilakukan para ahli bahwa semakin
pintar jenis mamalia semakin banyak ditemukan laktosa dalam air
susunya, dan didalam ASI lah jumlah tertinggi diantara susu mamalia.
E. Laktosa
Laktosa merupakan karbohidrat utama pada ASI. Fungsinya sebagai
sumber energi. Fungsi lainnya meningkatkan absorbs kalcium dan
merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus.
27
F. Zat besi
Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0mg/liter), bayi
yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini
dikarenakan zat besi pada ASI memang lebih mudah diserap.
G. Mineral
ASI memang mengandung mineral yang lebih sedikit daripada susu
sapi. Bahkan susu sapi mengandung empat kali lebih banyak daripada
ASI. Namun, jika bayi lebih banyak mengkonsumsi susu sapi maka
ginjal bayi akan bekerja semakin keras.
H. Sodium
Ternyata jumlah sodium pada ASI sangatlah cocok dengan kebutuhan
bayi. Sodium yang ada pada susu sapi lebih rendah daripada ASI
setelah mendapat proses modifikasi (proses perubahan dari susu segar
ke susu kaleng atau bubuk).
I. Kalsium Fosfor dan Magnesium
Pada dasarnya, Kalsium, Fosfor dan Magnesium pada susu botol
memang lebih tinggi dibandingkan dengan ASI. Namun akibat proses
modifikasi maka nilai ketiga zat dalam susu botol tersebut menjadi
menyusut atau berkurang. Oleh karenanya, meski secara umum
kandungan ketiga zat tersebut di dalam ASI lebih sedikit namun ASI
harus diberikan secara eksklusif selama 6 bulan.
28
J. Vitamin
Kadar Vitamin A,B,C, D,E dalam ASI lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kadarnya dalam susu sapi, namun dalam ASI kadar vitamin K
memang terdapat dalam jumlah yang sedikit.
K. Taurin
Fungsi taurin adalah berperan dalam perkembangan mata bayi. Pada
mata, taurin banyak terdapat di retina, terutama terkonsentrasi di epitel
pigmen retina dan lapisan fotoreseptor. Asupan taurin yang adekuat
dapat menjaga penglihatan sikecil dari gangguan retina. Selain itu,
juga berperan dalam perkembangan otak dan sistem saraf.
L. Lactobacillus
Lactobacillus dalam ASI berfungsi menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri E.Coli yang sering menyebabkan diare
pada bayi.
M. Lactoferin dan Lisozim
Lactoferin dapat bermanfaat bagi kebutuhan nutrisi bayi. Lactoferin
berfungsi menghambat bakteri Staphylococcus dan jamur candida.
Sedangkan kandungan lizosim dapat memecah dinding bakteri
sekaligus mengurangi insidens caries dentis dan maloklusi (kebiasaan
29
lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan dot atau
botol).
N. Air
Sebagian besar ASI mengandung air, karenanya ibu haus banyak
minum air saat sedang menyusui (Kodrat, 2010).
2.1.5 Manfaat ASI
Manfaat ASI adalah sebagai berikut:
A. Manfaat ASI bagi bayi :
1. Perlindungan terhadap infeksi dan diare, ASI mengandung
berbagai zat antibodi yang mampu melindungi tubuh terhadap infeksi
serta zat-zat lain yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri.
2. Perlindungan terhadap alergi, salah satu zat yang terkandung dalam
ASI adalah immunoglobulin yang mampu melindungi tubuh
terhadap alergi. Sedangkan immunoglobulin pada tubuh manusia
baru terbentuk setelah bayi berusia beberapa minggu. Oleh sebab
itu apabila bayi lahir langsung diberi ASI, kemungkinan terserang
alergi relatif kecil.
3. Mempererat hubungan dengan ibu, ASI bagi seorang bayi selain
untuk memenuhi kebutuhan gizinya, juga untuk lebih bisa
mengenal ibunya dan mendapatkan rasa nyaman. Belaian ibu pada
saat menyusui anak akan membuatnya merasa aman dan
terlindung.
30
4. Memperbagus gigi dan bentuk rahang, pemberian ASI dapat
mengurangi kerusakan pada gigi dan bentuk rahang.
5. Mengurangi kegemukan/obesitas, zat mineral yang terdapat dalam
ASI hanya sedikit, jika dibandingkan dengan mineral yang terdapat
pada susu sapi, sehingga bayi cenderung cepat haus dan orang tua
cenderung memberikan kembali susu botol/sapi. Akibatnya bayi
akan kelebihan kalori sehingga bayi tersebut menjadi gemuk
(obesitas).
6. Perlindungan dalam penyempurnaan otak, ASI mampu
memproduksi hormon tixoid yang dapat melindungi otak bayi.
Walaupun bayi mampu memproduksi hormon tersebut namun
kemampuannya terbatas. Selain hal tersebut asam lemak yang
terkandung pada ASI sangat berperan dalam proses pertumbuhan
dan penyempurnaan sel-sel otak.
7. Dengan ASI bayi selalu mendapat susu yang segar, ASI yang
masih tersimpan dalam payudara ibu, selalu bersih, aman, segar,
dan tidak pernah basi. Bagi ibu pekerja, sekembali dari bekerja,
ASI dapat diberikan langsung kepada bayi, ibu tidak perlu
membuang ASI terlebih dahulu.
8. Semakin sering menyusukan semakin banyak produksi ASI, beda
dengan susu bubuk apabila semakin sering diberikan kepada bayi
semakin cepat habis (mahal) justru sebaliknya, semakin sering
31
dihisap semakin banyak ASI diproduksi, khususnya pada tahun
pertama menyusui.
B. Manfaat ASI bagi ibu
1. Memberi kepuasan batin, ibu-ibu yang berhasil menyusui anaknya
akan merasa senang dan puas karena dapat memenuhi kebutuhan
bayi dan melaksanakan tugas mulianya sebagai seorang ibu.
2. Lebih praktis dan ekonomis, pemberian ASI lebih praktis dan
murah, karena tidak merepotkan, yakni ibu tidak perlu
mensterilkan botol, menyiapkan air hangat dan sebagainya.
Disamping itu tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal
untuk membeli susu kaleng.
3. Mengembalikan bentuk tubuh, apabila ibu-ibu menyusui bayinya
dengan baik dan teratur maka tubuh yang bertambah besar selama
kehamilan akan kembali seperti semula dengan cepat. Hari-hari
pertama saat menyusui maka rahim akan berkontraksi saat bayi
menghisap puting susu. Kontraksi tersebut akan mempercepat
pengembalian bentuk rahim dan mengeluarkan darah serta jaringan
yang tidak diperlukan dalam rahim.
4. Menunda masa subur (efek KB), pemberian ASI dapat membantu
menjarangkan kelahiran dengan cara menunda terjadinya evolusi
dan haid, namun itu tidak berarti bahwa dengan menyusui tidak
akan terjadi kehamilan, bila tanda-tanda haid muncul ibu tetap
dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi.
32
5. Mencegah pembengkakan, pemberian ASI secara terus-menerus
akan membantu mencegah payudara membengkak dan sakit.
Untuk ibu yang sibuk selama bekerja, ASI dapat dipompa dan
disimpan ditempat yang aman (pada gelas dan disimpan dilemari
es atau termos), dan segera diberikan kepada bayi dengan sendok
setelah ibu tiba di rumah (UNICEF, 1994).
C. Manfaat ASI Bagi Negara
1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak
Adapun faktor protektif dan nutrien yag sesuai dalam ASI
menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak
menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa
ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya
diare, otitis media dan infeksi saluran pernapasan akut bagian
bawah.
Kejadian diare paling tinggi terdapat pada anak dibawah 2 tahun,
dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap diberikan ASI,
mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare lebih sedikit,
serta lebih cepat sembuh dibanding anak yang tidak mendapat ASI.
Manfaat ASI, seperti asam amino, dipeptid, heksose menyebabkan
penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi
frekuensi diare dan volume tinja. Bayi yang diberi asi ternyata juga
terlindungi dari diare karena Shigela, karena kontaminasi makanan
33
yang tercemar bakteri lebih kecil, mendapatkan antibodi terhadap
Shigela dan imunisasi seluler dari ASI, memacu pertumbuhan flora
usus yang berkompetisi terhadap bakteri. Adanya antibodi terhadap
Helicobacter jejuni dalam ASI melindungi bayi dari diare oleh
mikroorganisme tersebut. Anak yang tidak mendapat ASI
mempunyai resiko 2-3 kali lebih besar menderita diare karena
Helicobacter jejuni dibanding anak yang mendapat ASI.
2. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit
Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gaung akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi
persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang
diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapat ASI
lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang
mendapat susu formula.
3. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu
menyusui, diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp.8,6
milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.
4. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa
Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal,
sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Sidi,dkk
2003).
34
Tabel 2.2
Ringkasan Perbedaan ASI, Susu Sapi dan Susu Formula
Dikutip dari : Kodrat, Laksono, 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media Baca.
35
2.1.6 Alasan pemberian ASI eksklusif
A. ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat
putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan,
hormone, enzime, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini
terdapat secara proposional dan seimbang satu dengan yang lainnya.
Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat
tepat, yang tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia. Komposisi ASI
sesuai secara alamiah dengan kebutuhan untuk tumbuh kembang
secara khusus bagi bayi .
B. Bayi dibawah usia 6 bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang
sempurna belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI
mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan
selanjutnya.
C. Ginjal bayi masih muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan
tambahan termasuk susu sapi biasanya mengandung banyak mineral
yang dapat memberatkan fungsi ginjal bayi yang belum sempurna.
D. Makanan tambahan mungkin mengandung zat tambahan yang
berbahaya bagi bayi, misalnya zat warna dan zat pengawet.
E. Makanan tambahan bagi bayi yang belum berumur 6 bulan mungkin
menimbulkan alergi.
F. ASI sudah didisain sedemikian rupa oleh Tuhan sehingga mudah
dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, ASI juga
disertai oleh zat- zat yang mengandung enzim-enzim yang berfungsi
untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI
36
mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Selain mengandung
protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara whei dan
kasein yang sesuai untuk bayi.
2.1.7 Teknik Menyusui
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami
masalah ketika menyusui, yang sebenarnya hanya karena tidak tahu teknik
menyusui. Cara meletakan bayi pada payudara ketika menyusui
berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Bayi, walaupun sudah dapat
menghisap tetapi dapat mengakibatkan puting terasa nyeri. Selain itu
mungkin masih ada masalah lain, terutama pada minggu pertama setelah
persalinan, secara emosional lebih peka/ sensitif. Sebenarnya kepekaan
tersebut sangat membantu dalam proses pembentukan ikatan batin antara
ibu dan anak. Ibu menunjukan cintanya, kasih sayangnya kepada anak.
Disisi lain ibu baru menjalani proses pemulihan dan mungkin
menjadikannya mudah tersinggung. Dalam hal ini ibu memerlukan
pendamping, yang dapat membimbing untuk merawat bayi, termasuk
menyusui. Suami, keluarga, kerabat, atau kelompok ibu pendukung ASI,
juga tenaga kesehatan (dokter, bidan dan lain-lain).
A. Posisi & Pelekatan Menyusui
Ada berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong
biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring. Ada
37
posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti pasca
oprasi sesar, bayi diletakan disamping kepala ibu dengan kaki diatas.
Menyusui bayi kembar dilakukan seperti memegang bola, kedua bayi
disusui bersamaan, dipayudara kanan dan kiri. Pada ASI yang
memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu
sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan
tersedak.
Gambar 2.7 Posisi menyusui
38
Gambar 2.8 Posisi pelekatan menyusui
B. Langkah - langkah Menyusui
1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya
saja.
4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex)
dengan cara:
- Menyentuh pipi dengan puting susu atau
- Menyentuh sisi mulut bayi
5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukan ke mulut
bayi.
39
Gambar 2.9 Teknik menyusui
C. Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya bayi disusui nir-jadwal (on demand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila
bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing,
kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah
merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan
satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan
kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi awalnya bayi akan
menyusu dengan jadwal yang tak teratur, dan akan mempunyai pola
tertentu setelah 1-2 minggu kemudian.
40
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan
bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.
Dengan menyusui nir- jadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah
timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja diluar rumah
dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka
sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara dan
sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik.
setiap kali menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir
disusukan.
D. Pola Menyusui Bayi
Menurut WHO tahun 1991, pola menyusui bayi terdiri dari:
1. Menyusui secara eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa
memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat, vitamin dan mineral.
2. Menyusui secara predominan adalah menyusui ASI tapi pernah
diberi cairan/ makanan lain seperti air putih, teh, air manis, sari
buah, tetesan atau sirup, sebelum ASI keluar.
3. Menyusui secara parsial adalah menyusui ASI pada bayi tetapi
diberikan makanan buatan (susu formula, biskuit, bubur susu/
41
makanan lain) sebelum bayi berumur 6 bulan, baik diberikan
secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelaktal.
Gambar 2.10 Definisi menyusui
E. Pengeluaran ASI/ ASI Perah
1. Tujuan memerah
- Meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja.
- Mengurangi bengkak atau sumbatan pada payudara.
- Memberi ASI sementara bagi bayi yang belajar menyusu dari
puting terbenam.
- Memberi ASI perah kepada bayi yang menolak menyusu.
- Memberi ASI perah kepada bayi dengan berat lahir rendah yang
tidak dapat menyusu.
42
- Mencegah ASI menetes ketika ibu jauh dari bayinya.
- Mempertahankan pasokan ASI ketika ibu atau bayinya sakit.
2. Persiapan Dasar Sebelum memerah ASI
Sebelum memerah ASI, ada beberapa tahap dasar yang perlu
dipersiapkan, seperti:
- Pilih waktu yang tepat, yaitu saat payudara dalam keadaan yang
paling penuh terisi, padaumumnya terjadi di pagi hari.
- Semua peralatan yang akan digunakan telah dibersihkan terlebih
dahulu. Jika menggunakan breast pump (pompa payudara)
sebaiknya segera dibersihkan segera setelah digunakan agar sisa
susu tidak mengering sehingga sulit dibersihkan.
- Pilih tempat yang tenang dan nyaman pada saat memerah susu,
tempat yang tidak bising.
- Cuci tangan dengan sabun, sedangkan payudara dibersihkan
dengan air.
- Sebelum memulai, minumlah segelas air atau cairan lainnya,
misal susu, jus, teh atau sup. Disaran kan munuman hangat agar
membantu payudara mengeluarkan ASI.
- Usahakan untuk santai, jika bisa dengan kaki diangkat
- Kompres payudara kira-kira 5-10 menit atau mandi air hangat
sambil memijat payudara sehingga membantu air susu keluar
dengan lancar.
43
3. Proses Memerah ASI
a. Memerah dengan tangan
Cara paling praktis dalam memerah ASI adalah dengan
tangan dan tidak menggunakan peralatan, sehingga ibu dapat
melakukannya kapan dan dimana saja. Berikut adalah teknik
memerah ASI dengan tangan:
1) Letakan cangkir di meja atau dipegang, sedangkan satu
tangan lain digunakan untuk menampung air susu yang ibu
peras (ASI).
2) Condongkan badan ke depan dan letakan ibu jari disekitar
areola diatas puting dan jari telunjuk pada areola bawah
puting
3) Lakukan pijatan halus dengan ibu jari dan telunjuk ke dalam
menuju dinding dada.
4) Tekan ibu jari dan jari telunjuk sedikit ke arah dada, tetapi
jangan terlalu kuat agar tidak menyumbat aliran susu.
kemudian, tekan sampai teraba pada tempat untuk
menampung ASI dibawah areola, yang bentuknya seperti
polong-polong atau kacang tanah. Bila ibu merasakannya, ibu
dapat menekan disitu.
5) Lakukan prosedur tekan dan lepas. Kalau terasa sakit, berarti
tekniknya salah. Apabila pada mulanya ASI tidak keluar,
44
maka jangan berhenti. Lakukan proses ini beberapa kali
sehingga ASI akan keluar.
6) Tekan dengan cara yang sama disisi sampingnya untuk
memastikan memeras ASI di semua bagian payudara.
7) Sebaiknya, jangan memencet puting ataupun menggerakan
jari sepanjang puting payudara. Hal ini karena menekan atau
menarik puting payudara tidak dapat memeras ASI.
8) Perahlah ASI 3-5 menit sampai ASI berkurang pada satu
payudara, lalu pindah ke payudara satu lagi, demikian
seterusnya secara bergantian. Hal ini sama dengan yang
terjadi bila bayi menghisap dari puting payudara saja.
Memerah ASI perlu waktu sekitar 20-30 menit, dan usahakan
jangan terlalu cepat dari waktu tersebut. ASI yang diperah
harus dikeluarkan sebanyak mungkin.
(a)
45
(b)
Gambar 2.11 Teknik memijat payudara (a) dan memerah ASI (b)
b. Memerah dengan pompa payudara
Pompa payudara bekerja dengan cara menyedot dan menarik keluar
air susu. Sedotan ini dibuat, baik secara manual ataupun dengan
tenaga listrik. Kekuatan sedotan biasanya bisa diatur.
Beberapa pompa lebih mudah dilepaskan dibandingkan yang lain.
Beberapa pompa biasanya dilengkapi dengan perisai plastik lunak
yang disebut flexishield yang dipasang ke dalam selang plastik
yang kaku, yang ditempatkan di area puting ibu. Perisai ini lentur
dan membungkus payudara dan ketika pompa bekerja, gerakannya
meniru penghisapan bayi. Oleh karenanya, perangsangan peyudara
dan air susu yang dikeluarkan akan lebih baik. Yang harus
diperhatikan, bagian-bagian dari pompa kontak langsung dengan
ASI harus dapat disterilkan. Pemerahan menggunakan pompa
biasanya lebih cepat dibandingkan menggunakan tangan.
46
1) Jenis-jenis pompa
a) Pompa tangan
- Mudah disterilkan.
- Kebanyakan difungsikan dengan tuas tekan atau dengan
menarik tabung keluar masuk.
- Pompa yang bertuas tekan dirancang untuk penggunaan satu
tangan. Beberapa wanuta dapat menyusui beyi disatu sisi
dan memompa disisi yang lainnnya.
- Pompa tangan pada umumnya berukuran kecil, mudah
dibawa dan tidak mengeluarkan suara sehingga cocok untuk
memerah susu di tempat kerja.
- Namun, beberapa bagian plastik dari pompa tangan cepat
rusak jika sering digunakan.
- Hindari penggunaan pompa tangan yang terdiri dari bola
karet yang direkatkan pada tabung plastik yang dipasang
pada payudara, kadang-kadang disambung dengan botol
susu karena pompa ini tidak bisa di sterilkan secara
menyeluruh.
b) Pompa elektrik
- Pompa elektrik digerakan oleh beterai atau listrik atau
keduanya.
47
- Pompa ini bervariasi dari yang kecil, ringan , bertenaga
baterai, portable (mudah dipindahkan) sampai model
elektrik yang lebih besar berat sekitar 2,5 kg (unportable).
- Pada penggunaan yang teratur, baterai akan cepat habis.
Sebaiknya membeli baterai yang bisa diisi ulang beserta alat
pengisinya (charger).
- Pompa listrik yang besar memiliki sambungan untuk
memompa dua payudara sekaligus (pemompaan ganda)
yang akan lebih cepat dan biasanya menambah jumlah susu
yang dihasilkan.
- Jenis pompa ini bersuara (berisik).
- Pompa elektrik yang besar biasanya bisa disewa dari rumah
sakit atau lembaga menyusui setempat.
(a)
(b)
48
Gambar 2.12 Pompa tangan (a) dan pompa elektrik (b)
4. Penyimpanan ASI perah
a. Jika ruangan tidak ber AC, ASI perah sebaiknya disimpan
kurang dari 4 jam sebelum digunakan.
b. Jika ruangan ber AC, ASI perah bisa disimpan selama 6-8 jam.
Dengan syarat AC-nya stabil. Jika ragu maka tempatkan ASI
perah (ASper) didalam termos kecil yang diisi es batu.
c. ASI dapat disimpan dalam lemari es selama 2x24 jam. Simpan
di bagian paling belakang lemari es atau kulkas, jangan dibagian
pintu. ASI dalam freezer lemari es 1 pintu tahan 2 minggu. Bila
disimpan dalam freezer yang terpisah dari lemari es, ASI bisa
tahan selama 3-4 bulan. Jika memiliki freezer yang terpisah,
atau deep freezer (biasanya memiliki suhu lebih rendah dari
freezer biasa -200o C). ASper dapat disimpan 6-12 bulan.
d. ASper beku yang sudah dicairkan, tapi belum dihangatkan, bisa
disimpan dalam lemari es atau kulkas sampai dengan 24 jam.
Namun jika di dalam suhu ruangan, sebaiknya diminum
sebelum 4 jam setelah dicairkan.
e. Jika ASper sudah terlanjur dihangatkan, sebaiknya dihabiskan
sebelum 1 jam.
f. ASper yang sudah diminum oleh bayi dari botol yang sama,
sisanya tidak boleh diminum kembali.
49
Cara menyimpan ASI Perah:
1) Simpan ASI di dalam wadah yang telah disterilkan terlebih
dahulu. Botol yang paling baik yang terbuat dari gelas atau kaca
yang bertutup cukup kedap. Jika menggunakan botol plastik,
pastikan plastiknya cukup kuat (tidak meleleh di dalam air
panas). Dapat juga menggunakan plastik khusus ASI yang
biasanya dijual di toko kesehatan.
2) Hindari pemakaian botol susu bergambar atau berwarna, karena
ada kemungkinan catnya meleleh jika terkena panas. Selain itu,
sebaiknya botol yang tertutup rapat, jangan ditutup dengan dot
karena masih ada peluang untuk terinfeksi dengan udara.
3) Jangan mengisi wadah yang terlalu penuh agar ada ruang bagi
ASI untuk memuai selama pembekuan.
4) ASper dibekukan dalam jumlah sekali minum dalam satu tempat
penyimpanan sehingga tidak ada ASper yang terbuang.
5) Jangan lupa bubuhkan label yang mencantumkan tanggal dan
jam ASI diperah pada setiap botol.
6) Jika dalam satu harimemompa atau memeras ASI beberapa kali,
bisa saja ASI digabungkan dalam botol yang sama, dengan
syarat suhu tempat botol stabil antara 0-15o C dan jangka waktu
tidak lebih dari 24 jam.
50
7) ASI segar yang baru dikeluarkan dapat ditambah kedalam
ASper yang telah dikeluarkan atau dibekukan sebelumnya,
tetapi dinginkan susu segar terlebih dahuli secara terpisah, dan
jangan menambah lebih dari setengah ASper beku ke ASper
yang belum dibekukan.
8) Simpanlah ASper di tempat yang terdingin dalam lemari es,
letaknya biasanya di bagian belakang atau bawah, terpisah dari
bahan makanan lain. Jika tidak terdapat emari pendingin simpan
ASper dalam cooler box atau kantong yang diberi blue ice atau
es batu.
Gambar 2.13 Tempat penyimpanan ASI perah
51
5. Penyajian ASI perah
a. Cairkan susu beku dengan cara menempatkan botol ASper di
dalam wadah yang berisi air dingin.
b. Lanjutkan dengan menggunakan air hangat hingga suhunya
seperti suhu tubuh, atau gunakan alat penghangat botol. Jangan
menggunakan microwave untuk mencairkan dan
menghangatkan ASper karena terlalu panas atau panas tidak
merata. Selain itu, penggunaan microwave bisa merusak
beberapa gizi pada ASI.
c. Berikan dengan menggunakan cangkir atau sendok. Sebaiknya
hindari penggunaan dot. Usahakan diberikan oleh orang lain,
bukan ibu, agar bayi terhindar dari ‘bingung puting’.
d. Jika selama penyimpanan, lemak susu terpisah, kocoklah sampai
merata.
Gambar 2.14 Mencairkan ASI perah
52
6. Manfaat ASI perah
a. Bayi tetap memperoleh ASI walaupun ibu terpisah dengan bayi
(karena bekerja, bepergian atau sakit).
b. Ketika ibu membutuhkan istirahat, orang lain bisa memberikan
ASper pada bayi.
c. Sangat bermanfaat pada bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) atau bayi yang tidak dapat menyusu langsung pada
ibunya karena berbagai masalah.
d. Menghilangkan bendungan ASI, mencegah payudara bengkak.
e. Menjaga kelangsungan produksi ASI.
f. Memudahkan bayi minum jika ASI terlalu deras.
g. Menunjukkan kasih sayang dan memelihara ikatan khusus
(bonding) ibu terhadap bayi walaupun ibu tidak bersamanya.
2.1.8 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Menurut Soetjiningsih (1997) faktor yang memghambat pemberian ASI
adalah:
- Faktor sosial budaya (ibu bekerja, meniru teman, tetangga atau orang
terkemuka yang memberi susu botol, merasa ketinggalan jaman jika
menyusui).
- Faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai wanita,
tekanan batin).
53
- Faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misalnya mastitis, panas dan
sebagainya).
- Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang
mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
eksklusif.
- Meningkatnya iklan susu formula.
- Perkembangan zaman yang menuntut segalanya serba praktis menjadikan
susu formula banyak dipilih para ibu, terutama mereka yang bekerja.
Menurut Laurence W. Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors)
yaitu faktor yang menjadi dasar atau motivasi terjadinya perilaku, yang
mencakup: pengetahuan, umur, sikap, tradisi, kepercayaan/ tradisi/ nilai,
tingkat pendidikan, pengalaman, kepercayaan, keyakinan, tingkat sosial
ekonomi, pekerjaan.
2. Faktor pendukung/ pemungkin (enabling factors)
yaitu faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan
fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di masyarakat misalnya
ketersediaan sumber daya manusia, pengetahuan petugas, peran petugas,
jarak ke pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, keterjangkauan
informasi kesehatan, ketersediaan waktu menyusui (lamanya waktu
bekerja)
54
3. Faktor pendorong (reinforcing factors)
yaitu faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk
berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya peraturan dan
kebijakan pemerintah, dukungan keluarga, dukungan suami, dukungan
atasan, sikap dan perilaku petugas kesehatan/tokoh masyarakat.
A. Umur
Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan (Depdikbud, 2001).
Menurut Notoatmodjo (2003), terbentuknya perilaku dapat terjadi
karena proses interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, semakin
cukup umur maka semakin dewasa dan matang dalam berfikir dan
bertindak. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih
dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup
kedewasaannya. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan semakin
bertambahnya umur ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif. Maka semakin tua umur ibu, semakin tinggi
kecenderungan menyusui bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu
muda, hal ini disebabkan karena semakin tua seorang ibu maka
semakin banyak pengalaman dalam merawat dan menyusui bayi
(Daldjoni, 1982). Pengalaman ini akan memberikan pengetahuan,
pandangan dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap
pemberian ASI (Erlina, 2008).
Ibu yang masih muda keadaan psikologinya belum stabil dengan
sendirinya akan lebih banyak timbul benturan antara kasih sayang
55
seorang ibu dengan egonya yang masih ingin bebas sebagai orang
muda. Hal inilah yang dapat berpengaruh terhadap motivasi untuk
memberikan ASI eksklusif.
Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan
menyesuaikan diri dari situasi-situasi baru seperti mengingat hal-
hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berpikir
kreatif mencapai puncaknya serta kecepatan respon maksimal
dalam pelajaran dan menguasai atau menyesuaikan diri dari situasi-
situasi tertentu, terjadi pada masa dewasa dini, terutama pada usia
20-35 tahun.
Usia reproduksi wanita terjadi pada 18-40 tahun. Umur ibu sewaktu
hamil juga sangat penting untuk pembentukan ASI, kehamilan dan
kelahiran. Usia 16–20 tahun dianggap masih berbahaya secara fisik
dan secara mental dianggap masih belum cukup matang dan dewasa
untuk menghadapi kehamilan dan kelahiran. Umur 20–30 tahun
adalah kelompok umur yang paling baik untuk kehamilan sebab
secara fisik sudah cukup kuat juga dari segi mental sudah cukup
dewasa. Umur 31–35 tahun dianggap sudah mulai bahaya lagi sebab
secara fisik sudah mulai menurun apalagi jika jumlah kelahiran
sebelumnya cukup banyak atau lebih dari tiga (Depkes RI, 2008). Ibu
yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibanding
ibu yang sudah tua (Winarno, 1987).
56
Ibrahim (2000), membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara umur ibu dengan pola menyusui namun demikian
penelitian Kristina (2003), memberikan hasil sebaliknya bahwa tidak
ada pengaruh antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif
(p>0,05).
B. Pendidikan Ibu
Pendidikan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, pengertian,
pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi serta
menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru kepada seseorang dengan
pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang
cukup/kurang bagi seseorang yang masih memakai pengetahuan lama
(Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan membantu seseorang untuk menerima informasi
tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi, misalnya cara
memberikan ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan. Proses
pencarian dan penerimaan informasi ini akan cepat jika ibu
berpendidikan tinggi (Soetjiningsih, 1997). Sehingga pendidikan
juga dapat diartikan sebagai suatu proses belajar yang memberikan
latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia untuk dapat
berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk
menilai apakah budaya masyarakat dapat diterima atau
mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku.
57
Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan
mengembangkan kemampuan manusia baik jasmani maupun rohani
yang berlangsung seumur hidup baik di dalam maupun di luar sekolah
(Depdiknas, 2005). Secara luas, pendidikan mencakup seluruh proses
kehidupan individu berupa interaksi individu dengan lingkungannya,
baik secara formal maupun informal. Kegiatan formal maupun
informal berfokus pada proses belajar mengajar, dengan tujuan agar
terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat.
Contoh: Individu yang berpendidikan S1 perilakunya akan berbeda
dengan yang berpendidikan SMP (Sunaryo, 2004). Pendidikan ibu
akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif.
Penelitian Unika Atma Jaya (1995) memberikan hasil bahwa
pendidikan ibu merupakan merupakan faktor utama yang mempunyai
pengaruh kuat terhadap pemberian ASI. Namun bertolak belakang
dengan penelitian Maisni (1992) yang membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI pada ibu bekerja.
C. Sikap
Sikap adalah suatu bangun psikologis seperti kepercayaan, opini,
minat, perlakuan, nilai dan perilaku (Myers, dalam
Gerungan,1996). Sikap adalah suatu kecenderungan untuk
mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara
yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
58
menyenangi obyek tersebut. Sikap adalah bagian dari perilaku.
(Notoatmojo, 2007)
Ciri khas dari sikap adalah;
- Mempunyai objek tertentu (orang, prilaku, konsep, situasi, benda
dan sebagainya).
- Mengandung penilaian (setuju atau tidak setuju)
- Mengarahkan perilaku
Wirawan (1999) mengungkapkan bahwa sikap mengandung 3
bagian yaitu kognitif (kesadaran), affektif (perasaan) dan behavior
(perilaku).
Pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh
dalam cerminan perilaku seseorang, namun pembentukan perilaku
itu sendiri tidak terjadi hanya berdasarkan pengetahuan dan sikap,
tapi masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
Misalnya, sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif
pada ibu bekerja belum tentu dapat memperkirakan perilaku
pemberian ASI eksklusif (Sarwono, 1999). Tetapi sikap dapat
menentukan perilaku jika dimunculkan dalam kesadaran seseorang
(Wirawan,1999)
59
Gambar 2.15 Hubungan sikap dan perilaku
Penelitian Unika Atma Jaya (1995) memberikan hasil bahwa sikap
ibu berpengaruh positif terhadap perilaku menyusui.
D. Lama waktu bekerja
Seorang ibu terkadang tidak hanya menyusui dan mengurus suami
dan anak-anaknya, juga harus bekerja diluar rumah. Pekerjaan
merupakan segala usaha yang dilakukan atau dikerjakan untuk
mendapatkan hasil atau upah yang dapat dinilai dengan uang.
Salah satu kendala pemberian ASI ekslusif adalah meningkatnya
tenaga kerja wanita, sedangkan cuti melahirkan hanya 12 minggu,
dan 4 minggu harus diambil sebelum melahirkan. Sekitar 70 %
perempuan Indonesia adalah pekerja, baik sektor formal maupun
informal dan bekerja sering menjadi alasan seorang ibu untuk tidak
menyusui jika ibu mempunyai motivasi yang kuat dan pengetahuan
60
yang cukup, maka pemberian ASI eksklusif dapat dilakukan sambil
bekerja (Ariani, 2009).
Menyusui paling baik dilakukan sesuai permintaan bayi (on
demand) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari.
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui.
Makin jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang.
Produksi ASI juga dapat berkurang bila menyusui terlalu
sebentar(Badriul, 2008). Pada ibu bekerja, lamanya waktu bekerja
dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif karena semakin
lama waktu kerja seorang ibu maka semakin lama juga dia
meninggalkan bayinya di rumah sehingga ibu tersebut tidak dapat
menyusui bayinya (Roesli, 2009).
Menurut Marini (1998), ibu yang tidak bekerja selalu ada di rumah,
lebih memungkinkan untuk pemberian ASI eksklusif dibandingkan
dengan ibu yang bekerja, karena tidak selalu bersama bayinya
sehingga kurangnya waktu untuk menyusui. Hal ini sejalan dengan
penelitian Hartatik (2010) yang menyatakan ibu yang bekerja > 6
jam/hari mempunyai kemungkinan memberikan ASI eksklusif
1,182x lebih kecil dari ibu yang bekerja < 6 jam/ hari.
61
E. Dukungan Suami
Dukungan suami pada pemberian ASI eksklusif adalah peran suami
yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Pembuahan air susu
ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang gelisah,
kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan
emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Pada ibu
ada 2 macam reflek yang menentukan keberhasilan dalam
menyusui bayinya, reflek tersebut adalah reflek prolaktin
merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan
mempertahankan sekresi susu. Jumlah prolaktin yang di sekresi dan
jumlah susu yang di produksi berkaitan dengan besarnya stimulus
isapan, yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi mengisap. Ejeksi
susu dari alveoli dan duktus susu terjadi akibat refleks let-down.
Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepaskan oksitosin dari
hipofisis posterior. Let-down reflex mudah sekali terganggu,
misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa
dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex
mengakibatkan ASI tidak keluar.
Karena itu peran suami sangat menentukan keberhasilan menyusui
karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks
pengeluaran ASI (left down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh
keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif
dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-
62
bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau
menyendawakan bayi, menggendong bayi, atau memijat bayi.
Membesarkan dan memberi makan anak adalah tugas bersama
antara ayah dan ibu, dengan memberikan nafkah yang cukup untuk
memenuhi gizi ibu dalam menyusui juga merupakan bentuk
dukungan dalam pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2001), maka
dengan dukungan suami yang tinggi akan meningkatkan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif seperti yang dikatakan
Hartatik (2010) bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan suami
mempunyai kemungkinan 35x lebih kecil memberikan ASI
eksklusif dari pada yang mendapat dukungan suami.
F. Dukungan Atasan
Dukungan atasan terhadap pemberian ASI eksklusif adalah
dukungan sosial atasan yang terwujud dalam perilaku atasan
terhadap pemberian ASI eksklusif. Hak menyusui dijamin dalam
pasal 99 dan 101 Undang-Undang ketenagakerjaan. Hak ini
termasuk waktu ekstra menyusui diluar jam istirahat dan fasilitas
atau ruang laktasi di kantor (pasal 105).
Ibu memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar baik rekan
kerja dan atasan untuk mendukung kegiatan menyusui sambil
bekerja, kurangnya dukungan dari mereka dapat menyebabkan
gagalnya ibu menyusui (Ariani,2009). Namun penelitian Afriana
63
(2004) menyatakan dukungan atasan tidak mempunyai hubungan
yang signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif.
Penelitian Raharjo dan Purnamasari (2005), mengatakan ada
hubungan yang signifikan antara dukungan atasan dan praktek
pemberian ASI eksklusif.
H. Sarana menyusui di tempat kerja
Masyarakat umumnya merasa tidak nyaman untuk menyusui di
depan umum dan juga agar bayi tidak terganggu saat menyusu
maka perlu disediakan suatu tempat atau fasilitas menyusui di
tempat umum misalnya kantor, mall, stasiun, bandara dan
sebagainya.
Salah satu kendala mensukseskan program ASi eksklusif adalah
meningkatnya tenaga kerja wanita, sehingga perlu disiapkan hal
seperti menjadikan tempat bekerja menjadi “mother-friendly
working place” dimana terdapat fasilitas untuk memerah dan
menyimpan ASI, bila mengizinkan disediakan tempat penitipan
anak. Seperti dikatakan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36
tahun 2009 pasal 128 (ayat 2 dan 3) yaitu selama pemberian ASI,
pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu
dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas diadakan ditempat kerja
64
dan tempat sarana umum akan mendukung keberhasilan pemberian
ASI eksklusif.
Penelitian afriana mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI
secara eksklusif.
Selain faktor-faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif tersebut,
menurut IDAI (2010) ada beberapa kendala yang menghambat pemberian
ASI eksklusif, yaitu:
1. Produksi ASI kurang.
2. Ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar.
3. Ibu ingin menyusui kembali setelah bayi diberi formula (relaktasi).
4. Bayi terlanjur mendapatkan prelakteal feeding (pemberian air
gula/ dekstrosa, susu formula pada hari-hari pertama kelahiran).
5. Kelainan ibu: puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara bengkak,
engorgement, mastitis dan abses.
6. Ibu hamil lagi padahal masih menyusui.
7. Ibu bekerja.
8. Kelainan bayi: bayi sakit, abnormalitas bayi.
Dan penggunaan susu formula yang makin marak disebabkan beberapa
faktor seperti:
1. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga
65
Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang
setelah keluarga pindah ke kota, sehingga pengaruh orang tua (seperti
nenek, kakek, mertua, dan orang terpandang dilingkungan keluarga)
secara berangsur berkurang. Sebab, pada umumnya, mereka tetap tinggal
didesa sehingga pengalaman mereka dalam merawat bayi tidak dapat
diwariskan. Salah satu tradisi yang mulai memudar adalah ibu mulai
meninggalkan ASI dan lebih memilih susu formula.
2. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi
Berbagai merk dagang susu formula sebagai kemajuan teknologi yang
dianggap setara dengan ASI dan mudah didapatkan oleh ibu membuatnya
beranggapan bahwa pemberian ASI dan susu formula untuk bayi adalah
sama saja. Disamping itu pembuatan dan pemberian susu formula untuk
bayi yang dapat dilakukan orang lain juga membuat ibu beralih ke susu
formula.
3. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol
Persepsi masyarakat mengenai gaya hidup mewah membawa dampak
menurunnya kesediaan ibu meyusui, bahkan terdapat pandangan bagi
kalangan tertentu bahwa susu formula sangat cocok untuk bayi dan
merupakan nutrisi yang terbaik untuknya. Hal ini dipengaruhi oleh gaya
hidup yang selalu mau meniru orang lain atau hanya untuk prestise
(gengsi).
4. Meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI
66
Distribusi, iklan dan promosi susu formula berlangsung terus tidak hanya
di tv, radio, surat kabat, melainkan juga sudah dipromosikan di tempat-
tempat praktik swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat.
2.1.9 Undang-Undang yang Melindungi Pemberian ASI
Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan, kesehatan terbaik serta
kasih sayang untuk kebutuhan tumbuh kembang optimal. Hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Hak tersebut mencakup:
1. Nondiskriminasi.
2. Kepentingan terbaik bagi anak.
3. Hak kelangsungan hidup.
4. Perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak (Bab I pasal I
no.12 dan Bab II pasal 2 Undang-Undang RI no. 23 tentang Perlindungan
Anak tahun 2003).
Para ahli gizi mengatakan ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan
bermanfaat dari berbagai aspek, (untuk bayi dan ibu), sehingga
mendapatkan ASI merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi.
Berbagai pasal dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009:
A. Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapat air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan
selama 6(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
67
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
B. Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka
menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
C. Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air
susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2)
dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah).
D. Pasal 201
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat
(1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199
dan pasal 200 dilakukan korporasi, selain dapat dijatuhkan pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
68
pemberatan 3(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197,
pasal 198, pasal 199 dan pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/ atau
b. Pencabutan status badan hukum
Menurut undang-undang tersebut, ASI adalah hak setiap bayi yang
dilindungi undang-undang dan harus didukung semua pihak. Untuk
mendukung hal tersebut, telah dikeluarkan berbagai konvensi atau
kesepakatan yang bersifat regional maupun global yang bertujuan
melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI. Dengan
ini, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan
pemberian ASI dan setiap bayi di seluruh dunia memperoleh haknya
mendapat ASI.
Berkaitan dengan hal tersebut, berikut kiranya hal yang perlu diperhaikan
bahwa ibu bekerja perlu upah selama cuti agar dapat menyusui secara
eksklusif (ILO,1997). WHO dan UNICEF (2001) menganjurkan proses
menyusui eksklusif selama 6 bulan sehingga wajar negara Eropa
misalnya Prancis, ibu diizinkan untuk cuti menyusui selama 6 bulan.
69
Selanjutnya setelah kembali bekerja, ibu mendapat kesempatan menyusui
dengan fasilitas menyusui atau memerah ASI di tempat kerjanya.
Ternyata, hak menyusui dijamin dalam pasal 99 dan 101 Undang-
Undang Ketenagakerjaan. Hak itu termasuk waktu ekstra menyusui atau
memerah diluar jam istirahat dan mendapat fasilitas atau ruang menyusui
di kantor (Ariani,2010).
2.2 Kerangka Berfikir
Perilaku diartikan sebagai suatu tindakan nyata manusia yang terjadi apabila
ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan rangsangan, reaksi atau
tanggapan dan terwujud dalam bentuk sikap.
Perilaku ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya adalah tindakan
seorang ibu melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan berupa tindakan
memberi bayinya hanya ASI tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan
padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali
vitamin dan mineral dan obat sampai bayi berumur 6 bulan.
Pembentukan perilaku dapat dipengaruhi beberapa faktor, berdasarkan teori-
teori tentang perilaku salah satunya teori Green (2000) yang menyatakan
bahwa perilaku manusia, dipengaruhi oleh faktor predisposisi
(Predisposing) yang terdiri dari pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan,
sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan. Faktor
70
pemungkin (enabling) yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, sarana
dan prasarana, pengetahuan petugas, peran petugas, jarak ke pelayanan
kesehatan, keterjangkauan informasi kesehatan dan faktor penguat
(reinforcing) yang terdiri dari, undang-undang, peraturan, dukungan
keluarga, dukungan suami, sikap dan perilaku petugas/ pemerintah/ tokoh
masyarakat. Dengan demikian faktor-faktor tersebut berhubungan dengan
pemberian ASI eksklusif pada bayi, akan tetapi hal ini masih dibutuhkan
pembuktian-pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena
itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kebenaran mengenai
hubungan dari variabel-variabel tersebut.
71
2.3 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini faktor predisposisi (predisposing) yang diteliti, terdiri
dari umur ibu, tingkat pendidikan ibu, sikap. Faktor pemungkin (enabling)
yang diteliti adalah lama waktu bekerja, sarana menyusui ditempat kerja dan
faktor penguat (reinforcing) yang akan diteliti adalah dukungan suami,
dukungan atasan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pemberian
ASI eksklusif. Gambaran konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
72
2.4 Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat
di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
2. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
3. Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat
di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
4. Ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
5. Ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
6. Ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
7. Ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
73
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Medistra Jakarta Selatan pada
bulan Agustus - September 2011
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kuantitatif yaitu data yang
dikumpulkan dideskripsikan secara sistematis, dianalisa untuk melihat
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
menggunakan pendekatan observasional yaitu cross sectional, yaitu
penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dalam waktu yang
bersamaan, artinya hasil pengamatan dan pengukuran dalam
penelitian dilakukan pada waktu yang bersamaan.
3.2.2 Jenis Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian menggunakan alat ukur yaitu kuesioner yang
telah disediakan pada responden.
74
3.3 Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti
(bahan penelitian). Populasi dalam penelitian ini adalah para
perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami
(belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan
dengan riwayat umur kehamilan cukup bulan (aterm/ 37-41
minggu) sebanyak 70 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel diambil secara sampling jenuh (sensus) yaitu semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
3.4 Instrumen Penelitian
Penelitian ini meliputi variabel-variabel independen: umur, pendidikan,
sikap, lama waktu bekerja, dukungan suami, dukungan atasan, sarana
menyusui ditempat kerja dan pemberian ASI eksklusif sebagai variabel
dependen.
75
3.4.1 Variabel Dependen
A. Definisi konseptual
Pemberian ASI eksklusif adalah tindakan ibu yang memberikan
ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.
B. Definisi operasional
Pemberian ASI eksklusif diperoleh dari jawaban yang dibuat
khusus untuk mengukur pemberian ASI eksklusif atau tidak,
diukur dengan skala ordinal yang dikelompokan menjadi 2
kategori yaitu:
1. Memberi ASI eksklusif bila responden hanya memberi ASI
saja tanpa tambahan cairan/ makanan lain kecuali vitamin
dan mineral dan obat sampai bayi berumur 6 bulan.
2. Tidak memberi ASI eksklusif bila responden memberi
tambahan cairan/ makanan lain selain ASI, vitamin, kalsium
dan mineral seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air
putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim atau sama sekali
tidak memberikan ASI pada bayi dibawah umur 6 bulan.
76
C. Alat Ukur
Untuk mengukur pemberian ASI eksklusif, peneliti
menggunakan alat ukur kuesioner, responden menjawab sesuai
dengan keadaan. Pengolahan data dilakukan secara
komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Data Editing
Setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa
setiap pertanyaan dan pernyataan yang terdapat dalam kuesioner
telah terisi semua.
- Data Coding
Pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam
kuesioner untuk memudahkan proses pengolahan data.
- Data Processing
Pemindahan atau pemasukan (entry data) dari kuesioner ke
dalam komputer untuk diproses. Entry data ke dalam komputer
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak.
- Data Cleaning
Setelah data masuk ke komputer, dalam proses ini data akan
diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data
yang salah, dibersihkan dalam proses cleaning ini.
77
Tabel 3.1
Instrumen Penelitian Untuk Variabel Dependen
Variabel Dimensi Indikator Skala Ukur
Variabel Pemberian ASI eksklusif
Tindakan ibu yang hanya memberikan ASI sampai usia bayi 6 bulan
- Memberikan ASI saja pada bayi dibawah umur 6 bulan
Ordinal
- Tanpa tambahan makanan dan minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral
Tabel 3.2
Skoring Untuk Variabel Dependen
Umur bayi / makanan bayi
Bln ke-1
(0-1)
Bln ke-2
(1-2)
Bln ke-3
(2-3)
Bln ke-4
(3-4)
Bln ke-5
(4-5)
Bln ke-6
(5-6)
Hasil
ASI Kolom I
Makanan atau Minuman Tambahan lain
Kolom II
HASIL ASI eksklusif : Jika semua kolom I terisi tanpa ada kolom II yang terisi Tidak ASI eksklusif : - jika kolom I terisi sebagian/ tidak semua terisi/ tidak terisi sama sekali - jika kolom II terisi ≥ 1 kolom
3.4.2 Variabel Independen
A. Definisi konseptual dari variabel independen adalah sebagai
berikut:
1. Umur adalah lama hidup sejak dilahirkan.
78
2. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang memberikan
latar belakang untuk dapat berfikir objektif.
3. Lama waktu bekerja adalah lama waktu ibu bekerja di luar
rumah dalam 1 hari.
4. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu obyek dengan suatu cara yang
menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau
tidak menyenangi obyek tersebut.
5. Dukungan suami adalah peran suami yang mendukung
pemberian ASI eksklusif.
6. Dukungan atasan adalah dukungan sosial atasan yang
terwujud dalam sikap dan perilaku atasan.
7. Sarana menyusui di tempat kerja adalah suatu wahana
yang memungkinkan ibu dapat memberikan ASI kepada
bayinya atau memerah ASI.
B. Definisi operasional variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Umur adalah lama hidup ibu sejak lahir sampai saat
dilakukan wawancara.
2. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang
diselesaikan responden.
3. Lama waktu bekerja adalah lama waktu ibu bekerja di luar
rumah dalam 1 hari.
79
4. Sikap adalah skor akhir yang diperoleh dari hasil
penjumlahan dari tangapan setuju atau tidak terhadap
pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja.
5. Dukungan suami adalah pernyataan responden tentang
suami yang mendukung pemberian ASI eksklusif.
6. Dukungan Atasan adalah pernyataan responden tentang
pandangan / dorongan atasan terhadap pemberian ASI
eksklusif dan kesempatan yang diberikan untuk menyusui/
memerah susu pada jam kerja.
7. Sarana menyusui ditempat kerja adalah pernyataan
responden mengenai tersedia atau tidaknya suatu wahana
di unit kerja yang memungkinkan ibu untuk menyusui
diwaktu kerja (memerah atau menyimpan ASI).
C. Alat Ukur
Untuk mengukur variabel-variabel independen, peneliti
menggunakan alat ukur kuesioner kepada responden. Kuesioner
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang disertai dengan pilihan
jawaban. Responden memilih jawaban yang paling sesuai
dengan keadaan. Peneliti telah menentukan skor untuk setiap
jawaban, nilai skor kemudian dijumlahkan dan dicatat pada
setiap responden.
80
Tabel 3.3 Instrumen Penelitian Untuk Variabel Independen
NO Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Butiran Skala
ukur + -
1 Umur Lama hidup ibu sejak lahir sampai saat dilakukan wawancara.
< 30 tahun - - Ordinal
> 30 tahun
2 Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang diselesaikan responden.
SPK - - Ordinal
D III
Strata I
3 Lama waktu bekerja
Lama waktu ibu bekerja di luar rumah dalam 1 hari.
< 8 jam - - Ordinal
≥ 8 jam
4 Sikap Tanggapan ibu dalam bentuk pernyataan setuju/ tidak thd pemberian asi eksklusif oleh ibu bekerja
Negatif : bila skor < 30
1,2 5,6 9
10
3 4 7 8
Ordinal
Positif : bila skor > 30
5 Dukungan suami
Pernyataan responden tentang suami yang mendukung pemberian ASI eksklusif.
Mendukung - - Ordinal
Tidak Mendukung
7 Dukungan Atasan
Dukungan sosial atasan yang terwujud dalam sikap dan prilaku atasan thd pemberian ASI eksklusif
Mendukung - - Ordinal
Tidak Mendukung
8 Sarana menyusui di tempat kerja
Tersedianya suatu wahana yang memungkinkan ibu untuk menyusui diwaktu kerja (memerah atau menyimpan ASI)
Tersedia - - Ordinal
Tidak tersedia
Tabel 3.4 Skoring Untuk Variabel Sikap
Indikator Butiran
Positif Negatif
Sangat Setuju 5 1
Setuju 4 2
81
Tidak Tahu 3 3
Tidak Setuju 2 4
Sangat Tidak Setuju 1 5
3.5 Pengujian Hipotesis
Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk
mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam
pengolahan data dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang
diperlukan. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada
masing-masing kategori. Entry data yaitu memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer.
3.5.1 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak
statistik dengan komputer. Teknik analisa data bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel yaitu variabel dependen
(pemberian ASI eksklusif) dan variabel independen (umur, pendidikan,
lama waktu bekerja, sikap, dukungan suami, dukungan atasan, sarana
menyusui di tempat kerja).
A. Analisa Univariat
Uji statistik univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi
dari setiap variabel baik dependen maupun independen dengan
tujuan untuk mempermudah dalam pengelompokan data penelitian
dengan menggunakan uji statistik deskriptif analitik. Yang
82
disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan: P = Kategori x = Jumlah kategori sampel yang diambil y = Jumlah sampel
B. Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk melihat hubungan antara 2 (dua)
variabel yaitu variabel dependen dengan variabel independen. Uji
yang dipakai adalah Chi Square dengan batas kemaknaan nilai ⍺=
0,05
3.5.2 Hipotesis Statistik
Berdasarkan pokok permasalahan dan kajian teoritis yang telah
dikemukakan diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
A. HO : P1 = P2
- Tidak ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Tidak ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
P = X x 100 % Y
83
- Tidak ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Tidak ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Tidak ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Tidak ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan
pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra
Jakarta.
B. Ha : P1 ≠ P2
- Ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
- Ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
84
- Ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian
ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
85
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian (RS Medistra, Jakarta)
Rumah Sakit Medistra didirikan pada tahun 1990 dan mulai
berjalan pada tanggal 28 November 1991 melalui ijin
penyelenggaraan oleh Yayasan Surya Dian Kasih yang kemudian
beralih menjadi PT. Baktiparamita Putrasama. Rumah Sakit
Medistra memiliki terletak di Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 59
Jakarta Selatan.
Rumah Sakit Medistra memiliki dua gedung yaitu Gedung A yang
dibangun delapan lantai yang sebagian besar dipergunakan untuk
fasilitas rawat inap dan penunjang medis, sedangkan gedung B
dibangun empat lantai yang digunakan untuk pelayanan poliklinik
umum dan spesialis. Fasilitas menyusui yang dimiliki RS Medistra
terletak di kamar perawatan bayi di gedung A lantai 5. Dimana
terdapat 1 pompa elektrik yang diperuntukan bagi karyawan dan
pasien yang ingin memerah ASI.
Peraturan di RS Medistra yang mendukung proses menyusui secara
eksklusif adalah adalah kebijakan cuti hamil bagi karyawan yang
telah berstatus karyawan tetap selama 3 bulan yang diambil 1 bulan
86
sebelum tanggal taksiran lahir dan 2 bulan setelah taksiran lahir.
Waktu kerja untuk tenaga perawat adalah 7,5 jam/ hari (termasuk
waktu istirahat 30 menit) dan dibagi ke dalam 3 shift (kecuali untuk
poliklinik, medical check-up, Unit Hemodialisa terdapat 2 shift) .
4.1.2 Ketenagaan
Tabel 4.1 Ketenagaan Rumah Sakit Medistra Tahun 2010
Berdasarkan data tersebut jumlah karyawan di Rumah Sakit Medistra
adalah 953 karyawan dimana jumlah karyawan terbesar terdapat pada
divisi medik dan keperawatan sebesar 672 karyawan. Data per 14 Mei
2011 menunjukan jumlah tenaga perawat wanita adalah 341 orang dan
jumlah perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami
(belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan dengan
riwayat umur kehamilan cukup bulan (aterm/ 37-41 minggu) yang
dijadikan sampel penelitian sebanyak 70 orang.
87
4.2 Deskripsi Data
Hasil penelitian ini disajikan dalam dua bagian, yaitu analisa univariat dan
analisa bivariat.
4.2.1 Analisa Univariat
A. Umur
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS Medistra
Umur Frekuensi Presentase (%)
< 30 tahun 26 37.2%
> 30 tahun 44 62.8%
Dari tabel 4.2 diatas diketahui bahwa responden berumur lebih
dari 30 tahun memiliki frekuensi tertenggi yaitu 44 orang
(62,8%). Sedangkan yang berumur kurang dari 30 tahun
memiliki jumlah frekuensi lebih rendah. Distribusi frekuensi
umur responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS
Medistra
88
B. Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat di RS
Medistra
Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
SPK 5 7.1%
D III 52 74.3%
Strata I 13 18.6%
Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa 52 responden (74,3%)
berpendidikan Diploma III Keperawatan memiliki jumlah
frekuensi tertinggi. Sedang yang berpendidikan SPK dan Strata I
memiliki jumlah frekuensi lebih rendah. Distribusi frekuensi
pendidikan responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat
di RS Medistra
89
C. Lama Waktu Bekerja
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden Perawat
di RS Medistra
Lama Waktu Bekerja
Frekuensi Presentase (%)
< 8 jam 48 68.6%
≥ 8 jam 22 31.4%
Dari tabel 4.4 diatas diketahui bahwa 48 responden (68,6%)
memiliki waktu kerja kurang dari 8 jam. Sedang yang memiliki
waktu kerja lebih dari 8 jam frekuensinya lebih rendah yaitu
sebanyak 22 responden (31,4%). Distribusi frekuensi lama
waktu kerja responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden
Perawat di RS Medistra
90
D. Sikap
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Bekerja Terhadap Pemberian ASI
Eksklusif pada responden Perawat di RS Medistra
Skor Sikap
Frekuensi
Persen (%)
Skor Sikap
Frekuensi Persen (%)
26 3 4.3% 40 4 5.8%
27 5 7.2% 42 3 4.3%
28 2 2.8% 43 1 1.4%
29 3 4.3% 44 6 8.6%
30 4 5.8% 45 1 1.4%
31 2 2.8% 46 1 1.4%
33 4 5.8% 47 2 2.8%
34 2 2.8% 48 5 7.2%
35 2 2.8% 49 1 1.4%
36 3 4.3% 50 8 11.4%
37 2 2.8%
38 6 8.6% Jumlah 70 100%
Mean : 37,93 Median : 38 Modus : 50
Standar Deviasi : 7,933 Minimum : 26 Maksimum : 50
Tabel 4.5 di atas menujukkan distribusi skor penilaian sikap ibu
bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan nilai
median= 38 , standar deviasi (SD) = 7.933, nilai minimum = 26
dan nilai maximum =50. Nilai batas pengelompokan dengan
kategori sikap negatif jika skor < 30 dan kategori sikap positif
bila skor > 30.
91
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Perawat di RS
Medistra
Sikap Frekuensi Presentase (%)
Positif 43 61.4%
Negatif 27 38.6%
Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa 43 responden (61,4%)
memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif
pada ibu bekerja. Sedang yang memiliki sikap negatif
frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 27 responden (38.6%).
Distribusi frekuensi sikap dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Per
Negatif Positif
92
E. Dukungan Suami
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden
Perawat di RS Medistra
Dukungan Suami Frekuensi Presentase (%)
Mendukung 57 81.4%
Tidak Mendukung 13 18.6%
Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa 57 responden (81,4%)
mendapat dukungan dari suami untuk memberikan ASI
eksklusif sambil bekerja. Sedang yang tidak mendapat dukungan
suami frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 13 responden
(18,6%). Distribusi frekuensi dukungan suami responden dapat
dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden
Perawat di RS Medistra
93
F. Dukungan Atasan
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden Perawat di
RS Medistra
Dukungan Atasan Frekuensi Presentase (%)
Mendukung 66 94.3%
Tidak Mendukung 4 5.7%
Dari tabel 4.7 diatas diketahui bahwa 66 responden (94,3%)
mendapat dukungan dari atasan untuk memberikan ASI
eksklusif saat bekerja. Sedang yang tidak mendapat dukungan
atasan frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 4 responden
(5,7%). Distribusi frekuensi dukungan atasan responden dapat
dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.6 Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden
Perawat di RS Medistra
94
G. Sarana Menyusui di Tempat Kerja
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja
Responden Perawat di RS Medistra
Sarana Menyusui Frekuensi Presentase (%)
Tersedia 9 12.9%
Tidak tersedia 61 87.1%
Dari tabel 4.8 diatas diketahui bahwa 61 responden (87,1%)
menyatakan tidak tersedia sarana menyusui di unit kerjanya.
Sedang responden yang menyatakan tersedia sarana menyusui di
unit kerja lebih rendah yaitu sebanyak 9 responden (12,9%).
Distribusi frekuensi sarana menyusui di tempat kerja responden
dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.7 Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja
Responden Perawat di RS Medistra
95
H. Pemberian ASI eksklusif
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada Responden
Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif
Frekuensi Presentase (%)
ASI Eksklusif 18 25.7%
Tidak ASI Eksklusif
52 74.3%
Dari tabel 4.9 diatas diketahui bahwa 52 responden (74,3%)
tidak memberikan ASI eksklusif dan responden yang
memberikan ASI eksklusif lebih rendah yaitu sebanyak 18
responden (25,7%). Distribusi frekuensi pemberian ASI
eksklusif dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.8 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada
Responden Perawat di RS Medistra
96
4.2.2 Analisis Bivariat
Uji chi square ini dilakukan untuk mengetahui hubungan umur,
pendidikan, lama waktu bekerja, sikap, dukungan suami, dukungan
atasan, sarana menyusui ditempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra Jakarta. Untuk melihat hasil
kemaknaan perhitungan statistik antara variabel independen dan
dependen digunakan batas kemaknaan 0,05 atau 5%. Hasil uji
statistik dikatakan bermakna (signifikan) apabila nilai hitung lebih
kecil dari alpha (p<0,05) dan sebaliknya dikatakan tidak bermakna
apabila nilai hitung lebih besar dari alpha (p>0,05).
A. Hubungan Umur Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.11 Distribusi Responden menurut Umur dan Pemberian ASI
Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Umur
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
< 30 Tahun 9 34.6 17 65.4 26 100
0.190 > 30 Tahun 9 20.5 35 79.5 44 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak
berusia kurang dari 30 tahun (34,6%) dibandingkan dengan
responden berusia lebih dari 30 tahun (20,5%).
97
Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara umur
dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,190) artinya
hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan
pemberian ASI eksklusif ditolak.
B. Hubungan Pendidikan Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.12 Distribusi Responden menurut Pendidikan Ibu dan
Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pendidikan Ibu
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
SPK 0 0 5 100 5 100
0.003 D III 10 19.2 42 80.8 52 100
S I 8 61.5 5 38.5 13 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak berusia pada ibu yang berpendidikan S1 (61.5%), D III
(19,2%). Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p
= 0,003) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan
antara umur dengan pemberian ASI eksklusif diterima.
C. Hubungan Lama Waktu Bekerja dengan pemberian ASI
Eksklusif
98
Tabel 4.13 Distribusi Responden menurut Lama Waktu Bekerja dan
Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Lama Waktu Bekerja
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
< 8 Jam 12 25 36 75 48 100
0.840 > 8 Jam 6 27.3 16 72.7 22 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak pada ibu yang bekerja lebih dari 8 jam/ hari (27,3%)
dibandingkan dengan responden yang bekerja kurang dari 8 jam/
hari (25%).
Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara lama
waktu kerja dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,840)
artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara lama
waktu kerja dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.
D. Hubungan Sikap Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja
Terhadap Dengan Pemberian ASI Eksklusif
99
Tabel 4.14 Distribusi Responden menurut Sikap dan Pemberian ASI
Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Sikap
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
Positif 17 34.7 32 65.3 49 100
0.009 Negatif 1 4.8 20 95.2 21 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak yang memiliki sikap positif terhadap pemberian ASI
eksklusif pada ibu bekerja (34,7%) dibandingkan dengan
responden yang mempunyai sikap negatif (4.8%).
Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
sikap dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,009) artinya
hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara sikap dengan
pemberian ASI eksklusif diterima
100
E. Hubungan Dukungan Suami dengan pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.15 Distribusi Responden menurut Dukungan Suami dan
Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Dukungan Suami
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
Mendukung 17 29.8 40 70.2 57 100
0.092 Tidak Mendukung 1 7.7 12 92.3 13 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak pada responden yang didukung oleh suami (29,8%)
dibandingkan dengan responden yang tidak mendapat dukungan
suami (7.7%).
Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara dukungan
suami dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,092) artinya
hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dukungan
suami dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.
101
F. Hubungan Dukungan Atasan dengan pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.16 Distribusi Responden menurut Dukungan Atasan dan
Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Dukungan Atasan
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
Mendukung 16 24.2 50 75.8 66 100
0.271 Tidak Mendukung 2 50 2 50 4 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak pada responden yang tidak didukung oleh atasan (50%)
dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan
atasan (24,2%).
Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara dukungan
atasan dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,271) artinya
hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dukungan
atasan dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.
102
F. Hubungan Sarana Menyusui di Tempat Kerja dengan pemberian
ASI Eksklusif
Tabel 4.17 Distribusi Responden menurut Sarana Menyusui di Tempat
Kerja dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Sarana Menyusui
Pemberian ASI Eksklusif
TOTAL p value(
Uji X2)
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
F % F % F %
Tersedia 5 55.6 4 44.4 9 100
0.043 Tidak Tersedia 13 21.3 48 78.7 61 100
Total 18 25.7 52 74.3 70 100
Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih
banyak pada responden yang mempunyai sarana menyusui di
unit kerjanya (55.6%) dibandingkan dengan responden yang
mempunyai sarana menyusui (21.3%).
Hasil analisis menunjukan ada hubungan antara dukungan
sarana menyusui di unit kerja dengan pemberian ASI eksklusif
(nilai p = 0,043) artinya hipotesis yang menyatakan ada
hubungan antara sarana menyusui atasan dengan pemberian ASI
eksklusif diterima.
103
4.2.4 Keterbatasan Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai
perawat di RS Medistra yang mempunyai bayi 7 bulan sampai 2
tahun. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui
wawancara menggunakan kuesioner. Kualitas data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini sangat tergantung dari
kemampuan pewawancara serta kemampuan mengingat kembali
peristiwa atau apa yang telah dilakukan selama menyusui, faktor
lupa bisa menjadi penyebab recall bias. Usaha memperkecil
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi peneliti mempersempit
waktu untuk mengingat, sehingga sasaran penelitian dibatasi ibu
yang memiliki anak usia 7 bulan sampai 2 tahun. Peneliti juga tidak
bisa mengontrol jawaban responden dan mengoreksi
kesalahpahaman. Dari sisi responden, terdapat kemungkinan
dipengaruhi oleh rasa segan dan takut dalam menjawab kuesioner.
104
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di Rumah Sakit
Medistra Jakarta
Pemberian ASI diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu pemberian ASI
eksklusif dan Tidak ASI eksklusif. Pengklasifikasian ini ditentukan dari
jawaban responden mengenai makanan/minuman yang diberikan pada
bayi dibawah usia 6 bulan. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel
4.10 yang menunjukan persentase pemberian ASI eksklusif pada perawat
yang bekerja di RS Medistra sangat rendah 25,7%, sangat jauh dari target
nasional yaitu 80% (Depkes, 2009). Responden diantaranya telah
memberikan makanan semi padat berupa pisang yang dihaluskan, atau
bubur susu pada usia bayi 4 bulan ataupun teh manis, madu dan air putih.
World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: “ASI adalah
suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan
makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi”.
Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan pertumbuhan
bayi yang optimal.
ASI eksklusif memiliki banyak manfaat, yang utama bagi bayi adalah
memberikan nutrisi terlengkap dan terbaik, juga melindungi bayi dari
105
berbagai macam penyakit dan alergi serta meringankan kerja pencernaan
dan berbagai manfaat lainnya.
Pemberian ASI secara eksklusif sangat dianjurkan, karena ASI terbukti
dapat menurunkan atau meminimalkan angka kematian bayi. Salah satu
penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia adalah
dikarenakan bekerja sehingga para ibu sulit untuk bisa memberikan ASI
sepanjang hari, selain itu faktor sosial budaya dan juga kurangnya
kesadaran akan pentingnya ASI akan menyebabkan banyaknya ibu yang
tidak memberikan ASI kepada bayinya.
Rumah Sakit Medistra sebagai salah satu penyedia fasilitas kesehatan
merupakan suatu organisasi dengan profesi beragam, termasuk perawat.
RS Medistra memiliki tenaga perawat wanita sebanyak 341 orang.
Tenaga kesehatan khususnya perawat dinilai mempunyai pengetahuan
yang baik dan sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif,
tetapi masih saja dijumpai perawat yang tidak memberikan ASI eksklusif
pada bayinya dengan alasan bekerja.
5.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI
Eksklusif pada Perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
A. Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
106
Berdasarkan hasil penelitian diketahui umur responden kurang dari
30 tahun sebanyak 26 responden dan lebih dari 30 tahun sebanyak
44 responden. Pemberian ASI eksklusif yang paling banyak pada
usia kurang dari 30 tahun yaitu sebanyak 34.6%. Dari hasil analisa
data diperoleh nilai p = 0,190 (> 0,05) artinya tidak terdapat
hubungan yang signifikan umur dengan pemberian ASI eksklusif.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Daldjoni (1982) yang mengatakan
semakin tua umur ibu, semakin tinggi kecenderungan menyusui
bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu muda, hal ini disebabkan
karena semakin tua seorang ibu maka semakin banyak pengalaman
dalam merawat dan menyusui bayi.
Umur merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pemberian
ASI eksklusif, karena dengan bertambahnya umur akan
mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dimana
pengalaman akan memberikan pengetahuan dan sikap yang positif
terhadap pemberian ASI eksklusif. Usia reproduksi wanita terjadi
pada usia 18-40 dan usia 20-30 tahun adalah kelompok umur
paling baik untuk kehamilan, karena umur ibu sewaktu hamil juga
sangat penting untuk pembentukan ASI. Namun dalam penelitian
pada responden perawat ini, pengalaman dan pengetahuan tidak
hanya diperoleh dari pertambahan usia tetapi juga karena selama
menjalankan pendidikan sebagai perawat, materi ASI eksklusif
107
yang telah dipelajari dan masuk kedalam kurikulum tenaga
kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kristina
(2003) yang menyatakan tidak ada hubungan umur dengan
pemberian ASI eksklusif, pengetahuan tentang ASI eksklusif yang
cukup akan memotivasi ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif.
B. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pendidikan responden
adalah SPK sebanyak 5 orang, D III sebanyak 52 orang dan S I
sebanyak 13 orang. Pemberian ASI eksklusif paling banyak
ditemukan pada ibu dengan pendidikan SI yaitu 61.5%. Dari hasil
analisa data diperoleh nilai p = 0,003 (< 0,05) artinya terdapat
hubungan yang signifikan pendidikan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif. Hal ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (1997) yang
mengatakan pendidikan akan membantu seseorang untuk menerima
informasi termasuk informasi tentang pertumbuhan dan
perkembangan bayi misalnya pemberian ASI eksklusif. Proses
penerimaan informasi ini akan lebih cepat jika seseorang
berpendidikan tinggi.
108
Pendidikan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, pengertian,
pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi serta
menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru kepada seseorang
dengan pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang
cukup/kurang bagi seseorang yang masih memakai pengetahuan
lama (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu
dalam memberikan ASI eksklusif. Semakin baik pengetahuan Ibu
tentang ASI eksklusif, maka semakin tinggi kecenderungan ibu
untuk memberikan ASI eksklusif. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, maka
semakin sedikit pula peluang ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Unika Atma Jaya
(1995) yang memberikan hasil bahwa pendidikan ibu merupakan
merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh kuat terhadap
pemberian ASI Eksklusif.
C. Hubungan Lama Waktu Bekerja dengan Pemberian ASI Eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden yang
merupakan perawat di RS Medistra 22 responden mempunyai
waktu kerja > 8 jam diantaranya yaitu Kepala Unit Perawatan,
Ketua Tim Perawatan, Koordinator Pengembangan Perawat dan
109
lain- lain yang merasa kesulitan untuk mendelegasikan tugasnya,
sehingga waktu kerja menjadi lebih panjang, 48 responden
mempunyai waktu kerja < 8 jam yaitu perawat pelaksana yang
bekerja dalam shift yaitu 7 jam per shift. Pemberian ASI eksklusif
paling banyak pada kelompok ibu bekerja dengan waktu kerja > 8
jam/ hari yaitu 27.3%.
Pekerjaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendapatkan
hasil atau upah yang dapat dinilai dengan uang. Roesli
(2009)mengatakan lama waktu bekerja dapat mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif karena semakin lama waktu kerja seorang
ibu maka semakin lama juga dia meninggalkan bayinya di rumah
sehingga ibu tersebut tidak dapat menyusui bayinya.
Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,840 (> 0,05) artinya
tidak terdapat hubungan yang signifikan lama waktu bekerja
dengan pemberian ASI eksklusif, Hal ini dikarenakan adanya
fasilitas memerah ASI di lingkungan kerja RS Medistra tepatnya di
unit perawatan bayi, sehingga memudahkan ibu untuk memerah
atau menyimpan ASI yang dapat ibu lakukan saat jam istirahat
bekerja. Bertolak belakang dengan penelitian Hartatik (2010) yang
menyatakan ada hubungan lama waktu kerja dengan pemberian
110
ASI eksklusif, karena semakin lama ibu meninggalkan bayinya
untuk bekerja, maka waktu untuk menyusui menjadi terbatas.
D. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 49 orang mempunyai sikap
yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif dan 21 orang
mempunyai sikap negatif. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak
pada responden yang mempunyai sikap positif (34,7%). Dari hasil
analisa data diperoleh nilai p = 0,005 (<0,05) artinya terdapat
hubungan yang signifikan sikap ibu dengan pemberian ASI
eksklusif. Sesuai dengan Notoatmojo (2007) yang mengatakan
sikap dapat menentukan perilaku jika dimunculkan dalam
kesadaran seseorang. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk
mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara
yang menyatakan tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi obyek tersebut. Pengetahuan dan sikap yang dimiliki
seseorang sangat berpengaruh dalam cerminan perilaku seseorang,
termasuk sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif akan
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, sikap ibu yang positif
akan memotivasi ibu sehingga meningkatkan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian Unika
111
Atma Jaya (1995) yang memberikan hasil bahwa sikap ibu
berpengaruh positif terhadap perilaku menyusui.
E. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif pada
perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan penelitian diketahui 57 orang mendapat dukungan dari
suami dan 13 orang tidak mendapat dukungan dari suami.
Pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang
mendapat dukungan suami (29,8%). Dari hasil analisa data
diperoleh nilai p = 0,092 (>0,05) artinya tidak terdapat hubungan
yang signifikan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif,
tidak sesuai dengan teori Roesli (2001) yang menyatakan
pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan
sehingga peran suami sangat menentukan keberhasilan menyusui,
karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks
pengeluaran ASI (left down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh
keadaan emosi atau perasaan ibu. Let-down reflex mudah sekali
terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi,
tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down
reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Hal ini dikarenakan adanya
dukungan dari pihak lain selain suami, misalnya keluarga, teman
dan lainnya yang dapat memberikan motivasi ibu untuk
memberikan ASI eksklusif dan masih banyak faktor yang
112
mempengaruhi perilaku seseorang misalnya pengetahuan,
pengalaman, sikap dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian Hartatik (2010) yang
mengatakan bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan suami
mempunyai kemungkinan 35x lebih kecil memberikan ASI
eksklusif dari pada yang mendapat dukungan suami.
F. Hubungan Dukungan Atasan dengan Pemberian ASI Eksklusif
pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 66 orang mendapat
dukungan dari atasan dan 4 orang tidak mendapat dukungan dari
atasan. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang
mendapat dukungan atasan (50%). Dari hasil analisa data diperoleh
nilai p = 0,271 (>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang
signifikan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif. Tidak
sesuai dengan teori yang dikatakan Ariani (2009) yaitu ibu
memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar baik rekan kerja
dan atasan untuk mendukung kegiatan menyusui sambil bekerja,
kurangnya dukungan dari mereka dapat menyebabkan gagalnya ibu
menyusui. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pihak lain
selain atasan, misalnya teman-teman dan peraturan di tempat kerja
dan lain-lain yang dapat memberikan motivasi ibu untuk
memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
113
Afriana (2004) yang mengatakan dukungan atasan tidak
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemberian ASI
eksklusif, karena pengetahuan yang menjadi motivasi utama bagi
ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
G. Hubungan Sarana Menyusui di Tempat Kerja dengan Pemberian
ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 61 orang tidak tersedia
sarana menyusui di unit kerjanya dan 9 orang yang mempunyai
sarana menyusui yaitu perawat yang bekerja dikamar perawatan
bayi. Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,043(<0,05)
artinya terdapat hubungan yang signifikan sarana menyusui di
tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif, seperti dikatakan
dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 128
(ayat 2 dan 3) yaitu selama pemberian ASI, pihak keluarga,
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung
ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus. Penyediaan fasilitas diadakan ditempat kerja dan tempat
sarana umum akan mendukung keberhasilan pemberian ASI
eksklusif.
Salah satu kendala mensukseskan program ASI eksklusif adalah
meningkatnya tenaga kerja wanita, sehingga perlu disiapkan
114
fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI di tempat kerja,
sehingga pemberian ASI eksklusif dapat dilakukan ibu sambil
bekerja yaitu dengan cara memerah dan menyimpan ASI. Di RS
Medistra terdapat satu tempat memerah ASI yaitu kamar perawatan
bayi, untuk semua karyawan dan pasien, sehingga dirasakan kurang
mendukung. Terutama jika karyawan tersebut berbeda lantai atau
berbeda gedung dengan kamar perawatan bayi, saat jam istirahat,
tempat menyusui dan memerah ASI penuh oleh ibu yang mengantri
menggunakan pompa ASI elektrik.
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Afriana (2004)
yang mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana
menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif, karena
para ibu membawa alat memerah ASI dari rumah dan karena para
ibu diberikan waktu ekstra (kebijakan perusahaan) menyusui diluar
jam istirahat, sehingga dapat memerah ASI sewaktu-waktu.
115
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Persentase pemberian ASI eksklusif pada perawat yang bekerja di RS
Medistra adalah 25,7%, masih jauh dari target nasional yaitu 80%.
2. Tidak ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di RS Medistra.
3. Ada hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di RS Medistra.
4. Tidak ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra.
5. Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
perawat di RS Medistra .
6. Tidak ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra.
7. Tidak ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra.
8. Ada hubungan sarana menyusui ditempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra
116
6.2 Saran
6.2.1 Saran untuk RS Medistra
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif perlu didukung dengan
penyediaan sarana dan prasarana menyusui, seperti pojok laktasi
yang di lengkapi pompa elektrik di setiap unit pelayanan atau di
setiap lantai. Selain itu kebijaksanaan mengenai tambahan waktu
istirahat kepada perawat yang sedang menyusui perlu diberikan
agar dapat memerah ASI.
6.2.2 Bagi Perawat
Perlu upaya meningkatkan pengetahuan dan motivasi perawat
mengenai pentingnya ASI eksklusif, dengan penekanan bahwa
dirinya bukan saja sebagai ibu tetapi juga sebagai contoh/ model
bagi masyarakat. Misalnya dengan dilakukan pelatihan manajemen
laktasi kepada para perawat.
6.2.3 Bagi Universitas
Diharapkan Universitas Esa Unggul dapat memberikan penyuluhan
tentang manfaat asi kepada seluruh mahasiswa, misalnya dengan
diadakan seminar tentang ASI eksklusif untuk mahasiswa atau
memasang iklan pentingnya ASI di lingkungan kampus. Juga
dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, misalnya kebijakan cuti
melahirkan selama masa ASI eksklusif (6 bulan).
DAFTAR PUSTAKA Arif, N, 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Penerbit. Yogyakarta: MedPress. Ariani, dr.,2010. Ibu, Susui Aku!. Bandung : Khazanah Intelektual. Afriana, Nia, 2004. Analisis Praktek Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Pemerintah DKI Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana UI. Badriul, Hegar dkk. 2008. Bedah Asi. Jakarta: Balai Pustaka FKUI. Depkes RI, 2008. Profil Depkes RI 2007. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI, 2004. Rencana Strategis Departemen Kesehatan tahun 2005-2009. Jakarta : Depkes. Daldjoni, 1982. Seluk Beluk Masyarakat Kota Bandung. Bandung: Alumni. Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas, 2005. Kumpulan Hasil Presentasi Unit Utama Depdiknas pada Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Green, L.W. Kreuter, M.W, 2000. Health Promotion Planning an Educational and Environmental Approch; Second Edition, Mayfield Publishing Company. Houston. Gerungan,W.A.1996.Psikologi Sosial. edisi kedua).Bandung:PT Refika Aditama. Hartatik, 2010. Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kesehatan Wanita dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Bahorok Kab. Langkat. Skripsi FKM UI. Ibrahim, Tilaili,2000. Analisis Pola Menyusui Bayi di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar provinsi DI Aceh. Tesis FKM UI. Depok. IDAI, 2010. Kendala Pemberian ASI eksklusif. http://www.idai.or.id/asi.asp, diakses 24 Juni 2011 Khasanah, Nur, 2011. ASI atau Susu Formula ya?. Jogyakarta: Flashbooks. Kristina, 2003. Pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Indonesia, Tesis FKM UI. Depok Kodrat, Laksono, 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media Baca.
Khasanah, Nur, 2011. ASI atau Susu Formula ya?.Yogyakarta: Flashbook. Labbok, Miriam H,MD,MPH.,Tessa Wardlaw, PhD.,Ann Blanc, PhD., David
Clark,LLB (Hons). and Nancy Terreri, MPH.2006. Trends in Exclusive Breastfeeding: Findings From the 1990s. http://www.sph.unc.eduimages/ stories/centers_institutes/CIYCFC/Documents/trends_in_exclusive_bf_2006.pdf, diakses 24 Juni 2011.
Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Marini, R., 1998, Hubungan antara Karakteristik dan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Praktek Pemberian Kolostrum, Jawa Barat. Skripsi FKM UI. Depok. Maisni, Childa, 1992. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Pemberian ASI pada Pegawai Wanita Departemen Kesehatan, Tesis FKM UI, Depok. Prasetyono, Dwi sunar. 2005. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Press Purwati, S., Hubertin, 2004. Konsep Penerapan ASI eksklusif, Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. Unicef, 1994, Peranan Dokter Dalam Peningkatan Penggunaan Air Susu. Jakarta : Depkes RI. Unika Atma Jaya, 1995. Praktek Pemberian ASI di DKI Jakarta dan Sekitarnya, Jakarta: Pusat Penelitian Atma Jaya. Roesli, U, 2001. Mengenal ASI Eksklusif Seri 1. Jakarta : Trubus Agriwidya. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Sarwono, Sarlito Wirawan, 1999. Psikologi Sosial: Individu & Teori Psikologi. Jakarta: Balai Pustaka. Siregar, A,M, 2008. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor yang Memengaruhinya. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf, diakses 24 Juni 2011. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia
Sitaresmi,M,N, 2010. Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara eksklusif, diakses 24 Juni 2011. Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: EGC. Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah.http://asiku.wordpress-
.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/, diakses 24 Juni 2011.
Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Perawatan. Jakarta: ECG Setyowati., Rahardjo, 2008, Fakor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian ASI satu jam pertama setelah melahirkan”. Jurnal Kesmas Nasional, No.1, Vol 1. Sugiyono, Prof, DR. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Saryono, SKp. M.Kes.,2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:
Mitra Cendikia Wirawan, Sarlito, 1999. Psikologi Sosial, Individu dan teori-teori Psikologi
Sosial, Jakarta: Balai Pustaka. Winarno, F.G.,1987. Gizi dan Makanan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Wicitra, 2009. Faktor yang mempengaruhi lama pemberian ASI pada Ibu Bekerja
sebagai Pegawai Swasta di Jakarta. Skripsi Kedokteran Universitas Indonesia.
World Health Organization, United Nations Children’s Fund. 2003. Global strategy for infant and young child feeding. Geneva, Switzerland: World Health Organization
LEMBAR KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA
Ibu yang terhormat, saat ini kami mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul sedang melakukan penelitian “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra”. Ibu
diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam pengisian kuesioner ini, meskipun
demikian ibu tetap memiliki hak untuk menolak keikutsertaan dalam penelitian ini
tanpa konsekuensi apapun.
Kami mengharapkan partisipasi ibu dalam penelitian ini dengan cara menjawab
seluruh pertanyaan yang diajukan secara jujur karena informasi yang diperoleh
dari anda sangat berguna bagi penulis. Adapun identitas pribadi maupun informasi
yang ibu berikan kepada kami akan tetap menjadi rahasia dan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Sebelum menjawab pertanyaan, penulis mohon kesediaaan anda untuk membaca
terlebih dahulu petunjuk pengisian.
Terima Kasih
Riana Puspa Dewi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ...........................................................................
Usia : ...................tahun
Alamat : ..........................................No.telp..........................
Pekerjaan : .............................. Pendidikan :...........................
Telah mendapat informasi secara lengkap tentang penelitian ini menyetujui untuk
ikut dalam penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI
eksklusif pada perawat di RS Medistra”.
Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini dilakukan secara
sukarela dan tanpa dipungut bayaran. Saya menyadari bahwa segala informasi
pada penelitian ini adalah rahasia dan hanya akan digunakan untuk tujuan
penelitian. Saya juga menyadari bahwa saya dapat menarik keikutsertaan saya
dari penelitian ini tanpa adanya keharusan membayar ganti rugi.
Jakarta ............................... 2011
Yang membuat pernyataan,
( )
Petunjuk Pengisian:
Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan anda saat ini pada kolom yang telah
disediakan dengan tanda (�)
A. Identitas Responden
NO. Urut : ............................ Nama Responden : ........................................................................ Umur : ............................. tahun Pendidikan : SPK Diploma III Strata I (SKp, SKM) Usia Bayi : ............................... bulan/ tahun Lama waktu bekerja di luar rumah per hari: ≥ 8 jam
< 8 jam B. Pemberian ASI eksklusif
Petunjuk Pengisian:
Berikan tanda (�) pada kolom yang tersedia
Umur bayi / makanan bayi
Bln I Bln 2 Bln 3 Bln 4 Bln 5 Bln 6
ASI
Makanan atau Minuman Tambahan lain **kecuali vitamin, mineral, obat
Sebutkan jenis makanan dan minuman tambahan, jika ada? ........................... C. Sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayinya
Petunjuk Pengisian:
Berikan tanda (�) pada kolom yang tersedia, pada jawaban yang paling sesuai dengan pilihan anda.
NO PERNYATAAN SANGAT TIDAK
SETUJU
TIDAK SETUJU
TIDAK TAHU
SETUJU SANGAT SETUJU
1 Cuti melahirkan lebih dari 3 bulan seharusnya diberikan kepada wanita yang bekerja
2 Ibu yang bekerja harus diijinkan untuk menyusui bayinya atau memerah ASI dalam jam kerja
3 Ibu yang bekerja tidak perlu menyusui bayinya secara eksklusif (6 bulan)
4 Peran suami tidak terlalu penting dalam mendukung keberhasilan menyusui pada ibu bekerja
5 Menyusui memberikan citra keibuan dan kewanitaan bagi seorang ibu
6 Ibu yang bekerja harus menyusui sesering mungkin bila sedang berada di rumah
7 Ibu yang bekerja tidak mungkin dapat menyusui bayinya secara eksklusif karena keterbatasan waktu menyusui dan beban pekerjaan.
8 Ibu yang bekerja harus membiasakan bayi menyusu dari botol
9 Jika suami tidak membantu pekerjaan rumah tangga atau mengurus bayi, ibu yang bekerja akan mengalami kesulitan untuk memberikan ASI eksklusif
10 Saya akan merasa bahagia jika dapat bekerja dan tetap menyusui secara eksklusif
Petunjuk Pengisian:
Lingkarilah jawaban yang menurut anda paling benar pada pilihan yang telah
disediakan.
D. Dukungan Suami
Apakah tanggapan suami ibu terhadap pemberian ASI eksklusif ketika ibu
harus kembali bekerja?
a. Mendukung (tetap memberikan hanya ASI)
b. Tidak mendukung (menganjurkan makanan/ minuman tambahan)
F. Dukungan Atasan
Apakah atasan ibu memberikan kesempatan pada ibu untuk menyusui pada
jam kerja?
a. Ya
b. Tidak
G. Sarana menyusui di tempat kerja
Apakah di unit kerja ibu ada pojok laktasi (tempat khusus untuk memerah
ASI)?
a. Ya
b. Tidak
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kelompok umur * kelompok
pemberian ASI eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
kelompok umur * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
kelompok umur >31 tahun Count 35 9 44
Expected Count 32.7 11.3 44.0
20-30 tahun Count 17 9 26
Expected Count 19.3 6.7 26.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.716a 1 .190 Continuity Correctionb 1.054 1 .304 Likelihood Ratio 1.681 1 .195 Fisher's Exact Test .259 .152
Linear-by-Linear Association 1.691 1 .193 N of Valid Cases 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.69.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pendidikan ibu * kelompok
pemberian ASI eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
pendidikan ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
pendidikan ibu SPK Count 5 0 5
Expected Count 3.7 1.3 5.0
D III Count 42 10 52
Expected Count 38.6 13.4 52.0
S I Count 5 8 13
Expected Count 9.7 3.3 13.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 11.609a 2 .003
Likelihood Ratio 11.570 2 .003
Linear-by-Linear Association 10.667 1 .001
N of Valid Cases 70
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.29.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
lama waktu bekerja ibu *
kelompok pemberian ASI
eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
lama waktu bekerja ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
lama waktu bekerja ibu lebih/= 8 jam Count 16 6 22
Expected Count 16.3 5.7 22.0
kurang dari 8 jam Count 36 12 48
Expected Count 35.7 12.3 48.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .041a 1 .840 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .041 1 .840 Fisher's Exact Test 1.000 .529
Linear-by-Linear Association .040 1 .841 N of Valid Cases 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.66.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kelompok sikap * kelompok
pemberian ASI eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
kelompok sikap * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
kelompok sikap negatif Count 25 2 27
Expected Count 20.1 6.9 27.0
positif Count 27 16 43
Expected Count 31.9 11.1 43.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.712a 1 .005 Continuity Correctionb 6.230 1 .013 Likelihood Ratio 8.783 1 .003 Fisher's Exact Test .005 .005
Linear-by-Linear Association 7.601 1 .006 N of Valid Cases 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dukungan suami *
kelompok pemberian ASI
eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Dukungan suami * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
Dukungan suami Tidak mendukung Count 10 3 13
Expected Count 9.7 3.3 13.0
Mendukung Count 42 15 57
Expected Count 42.3 14.7 57.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .058a 1 .809 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .059 1 .808 Fisher's Exact Test 1.000 .558
Linear-by-Linear Association .057 1 .811 N of Valid Cases 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.34.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dukungan atasan *
kelompok pemberian ASI
eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Dukungan atasan * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
Dukungan atasan Tidak mendukung Count 2 2 4
Expected Count 3.0 1.0 4.0
Mendukung Count 50 16 66
Expected Count 49.0 17.0 66.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.310a 1 .252 Continuity Correctionb .308 1 .579 Likelihood Ratio 1.152 1 .283 Fisher's Exact Test .271 .271
Linear-by-Linear Association 1.291 1 .256 N of Valid Cases 70
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sarana menyusui di tempat
kerja * kelompok pemberian
ASI eksklusif
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Sarana menyusui di tempat kerja * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation
kelompok pemberian ASI eksklusif
Total
Tidak ASI
eksklusif ASI eksklusif
Sarana menyusui di tempat
kerja
Tidak tersedia Count 45 16 61
Expected Count 45.3 15.7 61.0
tersedia Count 7 2 9
Expected Count 6.7 2.3 9.0
Total Count 52 18 70
Expected Count 52.0 18.0 70.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .066a 1 .797 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .068 1 .795 Fisher's Exact Test 1.000 .580
Linear-by-Linear Association .065 1 .799 N of Valid Cases 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.31.
b. Computed only for a 2x2 table