103
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU JAWA: ANALISIS DATA PANEL OLEH ADITYA RAKHMAN H14080100 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU JAWA: ANALISIS DATA PANEL

OLEH ADITYA RAKHMAN

H14080100

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

RINGKASAN

ADITYA RAKHMAN. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi di Pulau Jawa: Analisis Data Panel (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR)

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sering terjadi pada perekonomian suatu negara. Inflasi membawa pengaruh buruk bagi perekonomian, antara lain yaitu dapat menurunkan kesejahteraan riil masyarakat yang berpenghasilan tetap dan menciptakan pengangguran. Sejarah mencatat inflasi di Indonesia pernah mencapai titik tertinggi yaitu pada tahun 1966 dan tahun 1998. Inflasi yang terjadi pada tahun 1966 disebabkan oleh defisit anggaran belanja pemerintah yang dibiayai dalam bentuk pencetakan uang, sedangkan inflasi yang terjadi pada tahun 1998 disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa jatuhnya dua rezim yang telah lama berkuasa di Indonesia yaitu Rezim Orde Lama dan Rezim Orde baru bersamaan dengan saat terjadinya inflasi yang cukup tinggi. Berdasarkan pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, pihak berwenang khususnya Bank Sentral telah melakukan berbagai upaya untuk memelihara kestabilan inflasi di dalam negeri. Namun sejak dimulainya era otonomi daerah pada tahun 2001, pengendalian inflasi semakin mendapat tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya sumber-sumber penyebab inflasi dan perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di setiap wilayah di Indonesia (Brodjonegoro et al, 2005). Mengingat masih relatif terbatasnya studi mengenai inflasi regional dan cukup besarnya pengaruh yang diberikan Pulau Jawa terhadap perekonomian Indonesia membuat studi mengenai inflasi di Pulau Jawa ini menjadi penting dan menarik untuk dilakukan. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya inflasi dibagi menjadi dua kategori, demand pull inflation atau inflasi yang disebabkan oleh tarikan permintaan dan cost push inflation atau inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa. Setelah diketahui faktor-faktor yang memengaruhi inflasi pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa, kemudian dirumuskan beberapa implikasi kebijakan dalam rangka pengendalian inflasi. Cakupan sampel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah enam provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Banten. Penelitian ini menggunakan data sekunder provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan beberapa data nasional dan internasional dalam bentuk data panel yakni gabungan data time series dan cross section dari tahun 2001-2010. Data penelitian diperoleh dari BPS, BI, FAO, OPEC dan beberapa dari penelitian terdahulu serta literatur terkait. Variabel yang diteliti antara lain adalah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah minimum regional, kondisi infrastruktur jalan raya, harga minyak dunia dan harga pangan dunia. Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel dengan model penelitian yang mengacu pada penelitian Lestari (2003) dengan melakukan beberapa modifikasi pada variabel-variabel yang diteliti.

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

Hasil Pengujian mendapatkan metode terbaik untuk mengestimasi model penelitian adalah dengan metode regresi data panel first differencing melalui pendekatan Pooled Least Square (PLS). Estimasi dengan pendekatan PLS menunjukkan bahwa dari sisi permintaan inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh variabel perubahan pengeluaran pemerintah dan tingkat pertumbuhan ekonomi (berpengaruh positif), sementara variabel perubahan jumlah uang beredar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Dari sisi penawaran inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh variabel perubahan upah minimum, perubahan kondisi infrastruktur jalan raya serta perubahan harga minyak dunia (berpengaruh positif), sedangkan variabel perubahan harga pangan dunia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Merujuk kepada hasil estimasi, sebaiknya BI bersama-sama dengan pemerintah pusat maupun daerah berkoordinasi dalam menentukan target inflasi dan memfokuskan arah kebijakan pada sumber-sumber utama yang memengaruhi inflasi terutama dari sisi penawaran karena menurut hasil estimasi inflasi lebih dipengaruhi dari sisi penawaran.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa inflasi di Pulau Jawa bukan semata-mata disebabkan oleh fenomena moneter, tetapi lebih merupakan fenomena fiskal. Hal tersebut juga sejalan dengan teori strukturalis yang menyatakan bahwa inflasi di negara berkembang juga ikut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi atau cost push inflation. Sementara itu, temuan penting lainnya dalam penelitian ini ternyata peningkatan pada perubahan kondisi infrastruktur jalan raya menjadi lebih baik malah mengakibatkan inflasi semakin meningkat. Setelah ditelusuri lebih lanjut, hal tersebut disebabkan oleh nilai ekspor komoditi di Pulau Jawa yang lebih rendah bila dibandingkan nilai impornya. Sehingga untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel-variabel lain yang diperkirakan memengaruhi inflasi terutama variabel ekspor dan impor serta memperluas ruang lingkup penelitian menjadi provinsi-provinsi lain di Indonesia untuk melengkapi hasil penelitian ini agar lebih mampu untuk menjelaskan dinamika inflasi pada perekonomian regional di Indonesia. Kata Kunci: Pulau Jawa, Inflasi Regional, Regresi Data Panel

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU JAWA: ANALISIS DATA PANEL

Oleh

ADITYA RAKHMAN H14080100

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi di Pulau Jawa: Analisis Data Panel

Nama : Aditya Rakhman

NIM : H14080100

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Hermanto Siregar, M.Ec., Ph.D NIP. 19630805 198811 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Tanggal Kelulusan:

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2012

H14080100Aditya Rakhman

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Aditya Rakhman lahir pada tanggal 04 Oktober 1990 di

kota Surakarta, sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ashari Haryanto dan

Wirastuti. Jenjang pendidikan formal penulis dimulai pada Taman Kanak-kanak

Tunas Rimba Karang Mulya yang lulus pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke

Sekolah Dasar Budi Luhur Ciledug dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan penulis

dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islam Al-Azhar 10 Kembangan

yang lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah

Menengah Umum Negeri 78 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008,

penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa

Utusan Daerah (BUD) dan diterima sebagai mahasiswa Program Ilmu Ekonomi

pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB merupakan pilihan penulis dengan

harapan besar dapat memperoleh ilmu dan menjadi media untuk pengembangan

diri penulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan dan

organisasi dalam bidang kemahasiswaan antara lain penulis pernah menjadi wakil

ketua divisi bidang informasi, promosi, dan komunikasi Hipotesa periode

2010/2011. Besarnya minat penulis dalam bidang olahraga juga membuat penulis

aktif dalam berbagai lomba dibidang olahraga internal IPB. Beberapa prestasi

yang pernah penulis raih antara lain meraih Runner Up Basket Putra Olimpiade

Mahasiswa IPB (OMI) 2010, Peringkat 3 futsal SPORTAKULER FEM IPB 2010,

Runner Up futsal SPORTAKULER FEM IPB 2011 dan Peringkat 3 Basket Putra

SPORTAKULER FEM IPB 2011. Selain itu penulis juga aktif di kepanitiaan

dalam beberapa acara internal kampus seperti Indonesian’s Economics Festival

(INVEST) 2009 dan Economic Contest 2009 sebagai staff Publikasi, Dekorasi dan

Dokumentasi (PDD).

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena

atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi di

Pulau Jawa: Analisis Data Panel” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Prof. Hermanto Siregar yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan

beliau dalam memberi masukan baik teknis maupun teoritis sampai pada nasihat

moril merupakan sesuatu yang berharga bagi penulis sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan kontribusi dan bantuan

dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak dan Mamah serta keluarga tercinta, adik

penulis Chandranita Retno Satuti yang telah memberikan doa, motivasi, kasih

sayang, materi dan dorongan moral, serta jasa besarnya sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Bambang Juanda selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang

telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

penyelesaian skripsi ini.

3. Widyastutik, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan banyak

informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

4. Dosen-dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah membentuk pola pikir ilmiah penulis sehingga penulis

terbantu dalam penyusunan skripsi ini.

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

5. Seluruh Staff Departemen Ilmu Ekonomi dan Staff Fakultas Ekonomi dan

Manajemen atas kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di Departemen

Ilmu Ekonomi.

6. Bapak Iwan M.Si dari Badan Pusat Statistik yang telah memberikan bantuan

informasi dalam mencari dan mengolah data yang dibutuhkan dalam skripsi

ini.

7. Teman-teman satu bimbingan Astary Pradipta Hadiputri dan Nisa Karami

yang senantiasa memberikan bantuan, bertukar pikiran, dan berdiskusi selama

proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman satu angkatan yaitu Ilmu Ekonomi 45 yang saling memberi

semangat dan dukungan selama masa perkuliahan.

9. Peserta seminar dalam memberi saran dan kritik terhadap skripsi.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam

memberikan kontribusi penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,

karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang dimiliki.

Semoga karya ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan semua pihak yang

membacanya serta memberikan tambahan wawasan bagi pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Juli 2012

H14080100 Aditya Rakhman

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL................................................................................................ . xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv

I. PENDAHULUAN .......................................... Error! Bookmark not defined.

1.1. Latar Belakang ......................................... Error! Bookmark not defined.

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. .5

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... .6

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... .6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ .7

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 8

2.1. Definisi Inflasi ........................................................................................... 8

2.2. .......................................................................................... Inflasi Regional 8

2.3. Teori Inflasi ............................................. Error! Bookmark not defined.

2.4. Jenis-Jenis Inflasi ..................................... Error! Bookmark not defined.

2.5. Perhitungan Inflasi ................................... Error! Bookmark not defined.

2.6. Sumber-Sumber Inflasi ............................ Error! Bookmark not defined.

2.6.1. Jumlah Uang Beredar……………………………………………...15

2.6.2. Pengeluaran Pemerintah…………………………………………...16

2.6.3. Pertumbuhan Ekonomi…………………………………………….16

2.6.4. Harga Minyak Dunia………………………………………………17

2.6.5. Harga Pangan Dunia………………………………………………17

2.6.6. Upah……………………………………………………………….18

2.6.7. Kondisi Infrastruktur………………………………………………18

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

2.7. Penelitian Terdahulu ................................ Error! Bookmark not defined.

2.8. Kerangka Pemikiran ................................ Error! Bookmark not defined.

2.9. Hipotesis Penelitian ................................. Error! Bookmark not defined.

III. METODOLOGI PENELITIAN ...................... Error! Bookmark not defined.

3.1. Jenis dan Sumber Data ............................. Error! Bookmark not defined.

3.2. Metode Analisis ....................................... Error! Bookmark not defined.

3.2.1. Analisis Deskriptif………………………………………………...28

3.2.2. Analisis Ekonometrika…………………………………………….29

3.2.2.1. Pooled Least Square…………………………………….32

3.2.2.2. Fixed Effect Model………………………………………32

3.2.2.3. Random Effect Model……………………………………33

3.2.2.4. Pengujian Model…………..…………………………….33

3.2.2.5 Metode Evaluasi Model………………………………….35

3.2.3. Aplikasi Regresi Data Panel……………………………………….40

3.3. Perumusan Model Penelitian…………………………........………...….41

IV. GAMBARAN UMUM ................................... Error! Bookmark not defined.

4.1. Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa .. Error! Bookmark not defined.

4.2. Hubungan Inflasi dengan Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran

Pemerintah ............................................... Error! Bookmark not defined.

4.3. Hubungan Inflasi dengan Upah Minimum Error! Bookmark not defined.

4.4. Hubungan Inflasi dan Kondisi Infrastruktur Error! Bookmark not defined.

4.5. Hubungan Inflasi dengan Harga Minyak dan Harga Pangan DuniaError! Bookmark not de

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... Error! Bookmark not defined.

5.1. Pengujian Stasioneritas Data Panel ......................................................... 55

5.2. Tahapan pemilihan Pendekatan Model Terbaik ...................................... 56

5.3. ......................................................................... Tahapan Evaluasi Model 58

5.3.1. Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika…....58

5.3.1.1. Uji Normalitas…………………………………………...58

5.3.1.2. Uji Multikoliniearitas……………………………………58

5.3.1.3. Uji Heteroskedastisitas…………………………………..59

5.3.1.4. Uji Autokorelasi…………..……………………………..59

5.3.2. Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika………...60

5.3.3. Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi………....62

5.3.3.1. Variabel Perubahan Pengeluaran Pemerintah……..…….62

5.3.3.2. Variabel Perubahan Harga Minyak Dunia………………63

5.3.3.3. Variabel Perubahan Kondisi Infrastruktur………………63

5.3.3.4. Variabel Perubahan Pertumbuhan Ekonomi…………….65

5.3.3.5 Variabel Perubahan Upah Minimum…………………….65

5.4. Implikasi Kebijakan Pengendalian Inflasi Error! Bookmark not defined.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................... Error! Bookmark not defined.

6.1. Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.

6.2. Saran ........................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………71

LAMPIRAN……………………………………………………………………...74

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu .......... Error! Bookmark not defined.

3.1. Variabel, Data yang Digunakan dan Sumbernya Error! Bookmark not defined.

5.1. Rangkuman Hasil Pengujian Panel Unit Root Error! Bookmark not defined.

5.2. Nilai Statistik Model Inflasi di Pulau Jawa .................................................. 60

5.3. Hasil Estimasi Model Inflasi di Pulau Jawa . Error! Bookmark not defined.

5.4. Neraca Perdagangan Provinsi Pulau Jawa..................................................64

5.5. Implikasi Kebijakan Berdasarkan Hasil Penelitian Error! Bookmark not defined.

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Inflasi Indonesia Periode 1961-2010.............................................................. 2

1.2. Bobot Inflasi Kota Menurut SBH 2007 ........ Error! Bookmark not defined.

2.1. Demand Pull Inflation .................................. Error! Bookmark not defined.

2.2. Cost Push Inflation ....................................................................................... 14

2.3. Kerangka Pemikiran ..................................... Error! Bookmark not defined.

4.1. Dinamika Inflasi Pulau Jawa terhadap Rata-Rata Inflasi Nasional 2001 -

2010 .............................................................. Error! Bookmark not defined.

4.2. Perbandingan Perubahan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Inflasi di Pulau

Jawa 2002-2010 ........................................... Error! Bookmark not defined.

4.3. Perbandingan Perubahan Laju Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di

Pulau Jawa 2002-2010 ................................. Error! Bookmark not defined.

4.4. Perbandingan Perubahan Laju Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi di

Pulau Jawa 2002-2010 ................................. Error! Bookmark not defined.

4.5. Perbandingan Perubahan Upah Minimum Regional terhadap Inflasi di Pulau

Jawa 2002-2010 .......................................... Error! Bookmark not defined.

4.6. Perbandingan Kondisi Infrastruktur Terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2001-

2010 .............................................................. Error! Bookmark not defined.

4.7. Perkembangan Harga Minyak Dunia dan Inflasi di Pulau Jawa 2001-

2010

..............................................................................................................Er

ror! Bookmark not defined.

4.8. Perkembangan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia dan Inflasi di Pulau

Jawa 2001-2010............................................................................................ 53

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Pengujian Panel Unit Root dengan Software Eviews 6......................... 75

2 Korelasi Antar Variabel Independen Pada Model 1st DifferencingError! Bookmark not defined

3 Hasil Estimasi Model dengan Pendekatan Pooled Least Square Model 1st

Differencing .................................................... Error! Bookmark not defined.

4 Hasil Estimasi Model dengan Pendekatan Fixed Effect Model 1st

Differencing ................................................... Error! Bookmark not defined.

5 Hasil Chow Test Model 1st Differencing ........ Error! Bookmark not defined.

6 Hasil Uji Normalitas Model 1st Differencing .. Error! Bookmark not defined.

7 Grafik Standardized Residuals Model 1st DifferencingError! Bookmark not defined.

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sering terjadi pada

perekonomian suatu negara. Gejala-gejala inflasi pada perekonomian ditandai

dengan kenaikan harga-harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus

(kontinu) ini akan memengaruhi dan berdampak luas dalam berbagai bidang baik

ekonomi, sosial maupun politik.

Inflasi membawa pengaruh yang buruk bagi perekonomian, antara lain

yaitu dapat menurunkan kesejahteraan riil masyarakat yang berpenghasilan tetap.

Gaji buruh, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan karyawan swasta lainnya mengalami

penurunan nilai riil, kendati nilai nominalnya tidak berubah. Inflasi yang

terlampau tinggi akan mengakibatkan terjadinya overheating economy yang

mengarah pada situasi resesi. Pada masa resesi pengusaha swasta akan

mengadakan rasionalisasi melalui pembatalan investasi yang telah disetujui

karena beban bunga yang terlampau tinggi disertai prospek usaha yang menurun

drastis. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan masalah yang krusial di bidang

ketenagakerjaan yaitu munculnya pengangguran.

Inflasi juga berdampak negatif pada neraca pembayaran yaitu

menyebabkan naiknya harga-harga ekspor, sehingga produksi dalam negeri tidak

mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri yang berakibat kepada

turunnya neraca perdagangan. Selain itu, inflasi juga berpengaruh pada nilai tukar

rupiah, yaitu tingginya inflasi membuat mata uang rupiah menjadi over valued

yang akan berdampak pada isu devaluasi dan menyebabkan rush valuta asing.

Ketidakpercayaan terhadap rupiah mengakibatkan aliran modal keluar (capital

outflow) yang akan berakibat buruk pada iklim investasi dalam negeri.

Sejarah mencatat inflasi di Indonesia pernah mencapai titik tertinggi yaitu

pada tahun 1966 dan tahun 1998. Inflasi pada tahun 1966 merupakan inflasi

tertinggi pada era tahun 1960-an, sementara pada tahun 1998 merupakan inflasi

tertinggi sejak era orde baru (Gambar 1.1). Hyperinflation yang terjadi pada tahun

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

2

1966 disebabkan oleh defisit anggaran belanja pemerintah yang kemudian

dibiayai Bank Indonesia (BI) dalam bentuk pencetakan uang, sedangkan inflasi

yang terjadi pada tahun 1998 disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi pada

tahun 1997. Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa jatuhnya dua rezim yang

telah lama berkuasa di Indonesia yaitu Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru

bersamaan dengan saat terjadinya inflasi yang cukup tinggi.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Gambar 1.1. Inflasi Indonesia Periode 1961-2010

Berdasarkan pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru

mengenai bahaya inflasi, pada tahum 1999 Bank Sentral Indonesia dalam hal ini

BI mengeluarkan peraturan nomor 23/1999 mengenai perubahan sasaran pokok

BI dari multiple objectives menjadi lebih terfokus kepada tujuan mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan

efektivitas kebijakan moneter. Hal tersebut tercantum dalam UU No.23 Tahun

1999.

Menurut UU No.23 Tahun 1999, tujuan utama Bank Sentral adalah untuk

memelihara kestabilan rupiah. Definisi khusus dari memelihara kestabilan nilai

rupiah adalah untuk mengendalikan laju inflasi dalam negeri. Dalam menjalankan

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

3

tugas pokoknya, Bank Sentral menetapkan target inflasi yang akan dicapai

sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian sasaran-sasaran moneter.

Selain itu, BI pun mengeluarkan UU No.29/1999 mengenai indepedensi

Bank Sentral. Peraturan tersebut memberikan keleluasaan bagi BI untuk

menetapkan target inflasi tanpa campur tangan pihak manapun. Pada tahun 2005,

terjadi amandemen UU tersebut dimana pemerintah yang akan menetapkan target

inflasi dengan pertimbangan dari BI dan diharapkan BI dapat mencapai target

tersebut.

Berbagai upaya Bank Sentral diatas dalam pengendalian inflasi tentunya

semakin mendapat tantangan yang berat sejak dimulainya era otonomi daerah.

Meskipun banyak khalayak yang menganggap otonomi daerah sebagai fenomena

politik, namun otonomi daerah juga membawa konsekuensi pada perekonomian

regional. Salah satu dampak otonomi daerah terhadap perekonomian regional

adalah terhadap inflasi regional. Mengingat salah satu pertimbangan pemerintah

dalam menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah tingkat

inflasi domestik. Pada era otonomi daerah, wilayah-wilayah diberikan

kewenangan untuk mengelola perekonomian masing-masing, termasuk meminjam

dari luar negeri, disamping kewenangan untuk menentukan Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah (APBD) masing-masing wilayah. Kebijakan ini mengakibatkan

semakin meluasnya sumber-sumber inflasi yang akan membuat pengendalian

inflasi menjadi semakin sulit (Brodjonegoro et al, 2005).

Jika melihat lebih cermat, rumitnya proses pengendalian inflasi oleh Bank

Sentral disebabkan karena pada dasarnya pembentukan inflasi nasional merupkan

angka agregat dari inflasi regional. Sebagai bukti, inflasi nasional dihitung

berdasarkan rataan dari 66 kota yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan perhitungan tersebut, setiap wilayah masing-masing memiliki

perbedaan tingkat komoditi yang dikonsumsi. Perbedaan tersebut mencakup harga

serta kualitas komoditi tersebut, yang membedakan tiap wilayah. Hal ini dapat

terjadi akibat perbedaan struktur biaya pada masing-masing wilayah seperti biaya

hidup, biaya transportasi, pajak regional, tingkat upah, termasuk juga kondisi

infrastruktur dan sebagainya. Secara umum, kajian inflasi regional lebih

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

4

mempertimbangkan bahwa masing-masing wilayah memiliki karakteristik inflasi

yang berimplikasi kepada kebijakan pengendalian inflasi yang lebih spesifik.

Berdasarkan perhitungan rata-rata inflasi regional menurut bobotnya

(persentase) pada pembentukan inflasi nasional yang dilakukan oleh BPS

berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) pada tahun 2007, ditemukan fakta bahwa

bobot Jakarta mencapai 22,49 persen atau yang tertinggi dalam pembentukan

inflasi nasional, disusul oleh Surabaya (6,47 persen), Bandung (5,38 persen),

Medan (4,67 persen), Semarang (3,48 persen), Palembang (2,96 persen), Makasar

(2,56 persen), Padang (1,69 persen), Denpasar (1,53 persen), Banjarmasin (1,54

persen), dan gabungan 56 kota lainnya dengan porsi 47,23 persen (Gambar 1.2).

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Gambar 1.2. Bobot Inflasi Kota Menurut SBH 2007

Fakta selanjutnya adalah empat dari lima kota dengan bobot persentase

tertinggi dalam pembentukan inflasi nasional yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung

dan Semarang merupakan ibukota provinsi yang berada pada regional yang sama

(Pulau Jawa). Fakta ini didukung oleh pernyataan BI yang menyatakan bahwa

pada tahun 2011 tiga provinsi di Pulau Jawa yaitu Daerah Khusus Ibukota (DKI)

22,49

6,47

5,38

4,67

3,482,96

2,56

1,69

1,53

1,54

47,23

Jakarta

Surabaya

Bandung

Medan

Semarang

Palembang

Makasar

Padang

Denpasar

Banjarmasin

Gabungan 56 Kota Lainnya

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

5

Jakarta, Jawa Barat dan Banten memiliki bobot hampir 50 persen dalam

pembentukan inflasi nasional.

Disamping fakta-fakta diatas, Wimanda (2006) berargumen bahwa inflasi

di suatu region memiliki keterkaitan dengan region lainnya. Setelah mengetahui

keterkaitan antar inflasi wilayah tersebut, beliau kemudian mengklasifikasikan

inflasi di suatu wilayah apakah sebagai leader atau sebagai follower. Lebih lanjut,

penelitiannya mengkategorikan wilayah di Jawa, Kalimantan Barat dan

Kalimantan Tengah sebagai leader, sehingga Inflasi yang terjadi pada wilayah

tersebut cenderung memengaruhi inflasi di wilayah lain yang dikategorikan

sebagai follower. Penelitiannya juga berpendapat bahwa apabila pemerintah dan

Bank Sentral dapat mengendalikan inflasi pada wilayah yang dikategorikan

sebagai leader maka inflasi nasional akan lebih mudah untuk dikendalikan.

Beberapa uraian diatas menjelaskan betapa pentingnya peranan inflasi

regional dalam dinamika inflasi nasional di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan

perhatian khusus dalam menangani inflasi yang terjadi pada tataran wilayah

khususnya Pulau Jawa. Mengingat masih relatif terbatasnya studi mengenai inflasi

regional dan cukup besarnya pengaruh yang diberikan regional khususnya Pulau

Jawa terhadap perekonomian Indonesia membuat studi mengenai faktor-faktor

yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa menjadi sangat penting dan menarik

untuk diteliti. Untuk itu, penelitian ini akan secara fokus menganalisis faktor-

faktor yang berpengaruh dalam pembentukan inflasi di Pulau Jawa. Penelitian

mengenai faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa ini diharapkan

dapat memberikan informasi kepada pihak berwenang khususnya Bank Sentral,

sehingga dapat mengarahkan kebijakan moneternya untuk menjaga kestabilan

nilai rupiah.

1.2 Perumusan Masalah

Meskipun inflasi merupakan salah satu persoalan ekonomi yang cukup

rumit, bukan berarti inflasi tidak dapat dikendalikan. Untuk dapat mengendalikan

inflasi caranya adalah dengan terlebih dahulu mendiagnosis jenis inflasi dan

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

6

penyebabnya. Pada negara-negara berkembang khususnya Indonesia, inflasi

bukan semata-mata dipengaruhi oleh fenomena moneter saja, tetapi fenomena

struktural juga turut memberikan pengaruh. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur

perekonomian Indonesia, terutama pada struktur perekonomian regionalnya yang

berbeda satu sama lain.

Bila diidentifikasi berdasarkan penyebabnya inflasi dibagi menjadi dua

kategori, pertama demand pull inflation atau inflasi yang disebabkan karena

permintaan masyrakat akan komoditi barang dan jasa meningkat. Kedua, cost

push inflation atau inflasi yang disebabkan karena kenaikan harga atas komoditi

yang dipicu oleh naiknya biaya produksi. Dari analisa tersebut, diharapkan

gambaran meneyluruh tentang perilaku inflasi di Pulau Jawa akan dapat terlihat

secara lebih jelas.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, permasalahan

yang menjadi dasar penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa?

2. Bagaimana implikasi kebijakan yang dilakukan dalam mengendalikan inflasi

di Pulau Jawa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi inflasi di Pulau

Jawa.

2. Merumuskan implikasi kebijakan pengendalian inflasi di Pulau Jawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

bagi pihak-pihak berkepentingan, antara lain:

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

7

1. Bagi pemerintah atau instansi terkait, penelitian ini bermanfaat untuk melihat

faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa sehingga dapat diambil

kebijakan yang tepat untuk pengendalian inflasi.

2. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan pada penelitian lainnya yang ingin menganalisis tentang inflasi.

3. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai

inflasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi. Pertama, memberikan

gambaran umum mengenai dinamika inflasi di Pulau Jawa melalui analisis

deskriptif. Kedua, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau

Jawa. Ketiga, memberikan saran implikasi kebijakan yang dapat ditempuh oleh

pemerintah terkait dengan hasil penelitian.

Dalam penelitian ini cakupan sampel yang dianalisis adalah enam provinsi

di pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), Jawa Timur dan Banten. Penelitian ini terbatas pada Provinsi

Banten yang baru terbentuk pada tahun 2000 sehingga periode analisis dalam

penelitian ini terbatas pada tahun 2001-2010.

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-

harga secara umum dan terus menerus (kontinu). Mankiw (2007) menyebutkan

bahwa inflasi adalah seluruh kenaikan harga output dalam perekonomian. BPS

(2008) mendefinisikan inflasi sebagai angka gabungan dari perubahan harga

sekelompok komoditi barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan dianggap

mewakili seluruh komoditi barang dan jasa yang dijual di pasar.

Dalam arti relatif, inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu periode dimana

kekuatan membeli dalam kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga

dari sebagian besar komoditi barang dan jasa secara terus menerus. Jika kenaikan

komoditi hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan telah terjadi

inflasi, begitu juga kenaikan harga yang bersifat musiman seperti pada hari raya

keagamaan dan hari libur. Sementara itu dalam arti luas, inflasi dapat

didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan memiliki porsi yang besar dalam

tingkat harga umum.

Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.

Dengan kata lain, harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi.

inflasi dapat dikatakan terjadi apabila tingkat harga yang tinggi tersebut tidak

dibarengi dengan peningkatan pendapatan secara riil maka sudah dipastikan

bahwa daya beli masyarakat semakin melemah dan akan mengakibatkan tingkat

kesejahteraan akan semakin berkurang.

2.2 Inflasi Regional

Teori lokasi (location theory) menyatakan bahwa pemilihan lokasi

perusahaan ditentukan oleh permasalahan minimisasi biaya pengangkutan output

atas beberapa lokasi alternatif dan dipengaruhi oleh aglomerasi ekonomi.

Aglomerasi ekonomi sendiri mendorong perusahaan-perusahaan sejenis untuk

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

9

terintegrasi dalam suatu lokasi sebagai akibat penurunan biaya transaksi

perusahaan baik karena economies of scale, localization economies atau

urbanization economies (Hoover dan Giarratani, 1989).

Teori lokasi juga menjelaskan bagaimana biaya transportasi yang terkait

erat dengan masalah infrastruktur, aglomerasi yang kemudian akan memicu

terjadinya kompetisi antar perusahaan dan melakukan pembagian pasar sehingga

dapat menjangkau dan memperoleh pasar yang lebih luas demi mendapatkan

keuntungan maksimum. Meskipun tidak secara langsung, teori lokasi

sesungguhnya secara implisit menjelaskan mengenai permasalahan mekanisme

perbedaan tingkat pembentukan harga antara suatu wilayah dengan wilayah

lainnya yang bisa bervariasi tergantung dari karakteristik dan struktur

perekonomian di masing-masing wilayah. Akibat perbedaan tersebut, sangat

dimungkinkan terjadinya divergensi inflasi antar wilayah.

2.3 Teori Inflasi

Atmadja (1999) menjelaskan, terdapat berbagai macam teori yang

berusaha untuk menjelaskan inflasi dari berbagai sudut pandang. Teori tersebut,

antara lain Teori Kuantitas Uang, Keynesian Model, Mark-up Model dan

Teori Struktural.

Teori Kuantitas Uang adalah teori yang menekankan pada peranan

jumlah uang beredar dan ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga

terhadap timbulnya inflasi. Teori ini juga dikenal sebagai teori kaum monetaris

(monetarist theory). Inti dari teori ini adalah sebagai berkut:

1. Inflasi hanya dapat terjadi apabila terjadi penambahan volume pada

jumlah uang yang beredar dalam perekonomian.

2. Laju inflasi juga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat mengenai

kenaikan harga pada masa yang akan datang.

Teori Keynesian Model, dasar dari terciptanya model inflasi Keynes ini

adalah bahwa inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan kehidupan diluar

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

10

batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat

terhadap barang dan jasa efektif (permintaan agregat) mengalami peningkatan

melebihi jumlah komoditi yang tersedia (penawaran agregat) di pasar, akibatnya

terjadi inflationary gap pada perekonomian tersebut. Ketidakmampuan pasar

dalam mencukupi permintaan barang dan jasa oleh masyarakat terjadi karena

dalam jangka pendek sangat sulit untuk memenuhi kenaikan permintaan agregat

tersebut.

Mark-up Model, teori ini mendasarkan pemikiran bahwa inflasi

ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin.

Dengan demikian, ketika terjadi kenaikan biaya produksi akan menyebabkan

turunnya keuntungan yang didapat oleh perusahaan, yang berdampak kepada

kenaikan harga jual komoditi di pasar.

Teori Struktural, teori ini merupakan cerminan teori inflasi yang terjadi

pada negara-negara berkembang. Teori struktural menganggap inflasi bukan

semata-mata fenomena moneter saja, melainkan juga merupakan fenomena

struktural. Teori ini menekankan pada kekakuan harga dan struktur perekonomian

negara berkembang. Terkait dengan perekonomian regional hal ini murni

disebabkan oleh struktur perekonomian dan kekakuan harga pada masing-masing

wilayah. Oleh karenanya fenomena inflasi yang muncul akibat perbedaan struktur

perekonomian wilayah sering menjadi suatu permasalahan jangka panjang yang

tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Menurut teori ini

penyebab terjadi kekauan dan kesenjangan struktural pada perekonomian negara

berkembang adalah sebagai berikut:

1. Supply dari sektor pertanian tidak elsatis. Hal ini dikarenakan pengelolaan

dan pengejaran sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan

teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor

pertanian tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.

2. Cadangan valuta saing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor

yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatsan cadangan valuta

asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barang-barang baik

bahan baku; input antara; maupun barang modal sangat dibutuhkan untuk

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

11

pembangunan menjadi terbatas pula. Akibat dari lambatnya pembangunan

sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang

tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.

3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor

penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai

pembangunan, akibat timbulnya defisit anggaran belanja, sehingga

seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman luar negeri. Apabila

pinjaman luar negeri sulit untuk didapat, maka pada umumnya defisit

anggaran dibiayai melalui percetakan uang (printing of money).

2.4 Jenis-Jenis Inflasi

Boediono (1994) mengemukakan bahwa inflasi dapat dibedakan menjadi

tiga jenis berdasarkan pada:

1. Asal usulnya

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

2. Tingkat keparahannya

a. Inflasi ringan (creeping inflation), jika inflasi yang terjadi berada pada

level dibawah 10 persen per tahun.

b. Inflasi sedang (moderate inflation), jika inflasi yang terjadi berada pada

level antara 10 sampai dengan 30 persen per tahun.

c. Inflasi berat, jika inflasi yang terjadi berada pada level antara 30 sampai

dengan 100 persen per tahun.

d. Inflasi sangat berat (hyperinflation), jika inflasi yang terjadi berada pada

level diatas 100 persen per tahun.

3. Sebab awalnya

Berdasarkan teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya

inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang

beredar di masyarakat bertambah banyak. Dalam teori ini sumber inflasi

dibedakan menjadi dua yaitu demand pull inflation dan cost push inflation.

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

12

a. Demand Pull Inflation

Inflasi jenis ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate

demand), sedangkan produksi berada pada keadaan yang hampir mendekati atau

pada kondisi full employment. Dalam keadaan mendekati full employment,

kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan

output. Dalam keadaan full employment, kenaikan permintaan selanjutnya

hanyalah akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini

menyebabkan kondisi keseimbangan output berada di atas atau melebihi output

full employment maka akan menimbulkan inflationary gap. Inflationary gap inilah

yang menyebabkan munculnya inflasi (Nophirin, 2009). Inflasi yang disebabkan

oleh demand pull inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.1 dibawah ini:

Sumber : Nophirin, 2009

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation

b. Cost Push Inflation

Berbeda dengan demand pull inflation, cost push inflation biasanya

ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Keadaan ini timbul

akibat adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai

konsekuensi kenaikan biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung

cukup lama, maka akan terjadi inflasi yang disertai dengan resesi ekonomi.

Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa faktor diantaranya:

Inflationary Gap

AS

AD2

AD3 AD4

AD1

QFE Q1

P1

P2

P3

P4

P

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

13

1. Perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntut kenaikan upah.

2. Suatu industri yang bersifat monopolistis, memberikan kekuatan kepada

produsen untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih

tinggi.

3. Kenaikan bahan baku industri.

4. Pemerintah yang terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber

ekonomi dalam jumlah yang besar yang seharusnya dapat diserahkan

kepada pihak swasta.

5. Adanya kebijakan pemerintah, baik bersifat ekonomi maupun non

ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga-harga (administred prices).

6. Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan harga

seperti musim kemarau panjang yang berakibat pada gagal panen.

7. Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang

menganut sistem perekonomian terbuka seperti Indonesia.

Sedangkan menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa cost push inflation

dapat disebabkan oleh:

1. Wage cost push inflation

Wage cost push inflation menyatakan bahwa kenaikan yang terjadi pada

biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan

merupakan penyebab awal terjadinya inflasi.

2. Price push inflation

Price push inflation atau juga dikenal dengan istilah administred price

inflation menyatakan bahwa para produsen mempunyai kekuatan

monopoli, dan mereka ingin sekali menaikkan harga, tetapi karena mereka

mengkhawatirkan terjadinya ketidakpercayaan dari pihak pemerintah maka

mereka menggunakan kenaikan dalam biaya produksi yang dapat dijadikan

alasan untuk membenarkan terjadinya kenaikan harga.

3. Import cost push inflation

Import cosh push inflation terjadi karena dorongan biaya impor yang

merupakan barang yang penting, umumnya bahan baku untuk produksi.

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

14

4. Structural rigidity inflation

Menekankan kekauan struktural, mengasumsikan bahwa sumber-sumber

daya tidak dengan cepat beralih dari penggunaan yang satu ke penggunaan

yang lain dan adalah mudah untuk menaikkan upah dan harga barang

daripada menurunkannya. Mengingat bahwa upah dan harga adalah kaku,

maka tidak akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektor-

sektor yang potensial. Sehingga proses penyesuaian upah dan harga di

dalam sebuah perekonomain dengan adanya kekakuan struktural

menyebabkan munculnya inflasi.

Nophirin (2009) menyatakan inflasi yang disebabkan oleh cost push

inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.2 dibawah ini:

Sumber : Nophirin, 2009

Gambar 2.2 Cost Push Inflation

2.5 Perhitungan Inflasi

Menurut Mankiw (2007) Consumer Price Index (CPI) merupakan

indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. CPI

berupa data yang mengukur rata-rata perubahan harga yang dibayarkan oleh

AS3 AS2 AS1

AD

Q Q2 Q1 QFE

P1

P2

P3

P4

P

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

15

konsumen (dalam rata-rata) untuk sekelompok barang dan jasa tertentu. CPI

disebut juga Indeks Harga Konsumen (IHK), yang mengukur harga rata-rata

barang dan jasa yang dibeli oleh rata-rata konsumen disuatu negara, termasuk

Indonesia. Perhitungan IHK dapat dirumuskan sebagai berikut:

……………………………………………………………(2.1)

dimana:

= Indeks Harga Konsumen pada tahun ke-t

= Harga pada tahun ke-t

= Harga pada tahun sebelumnya

= Nilai konsumsi pada tahun sebelumnya

= Nilai konsumsi pada tahun dasar

Setelah diperoleh IHK, maka inflasi dapat diketahui, perhitungan inflasi

dengan laju inflasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

……………………………………………………(2.2)

dimana:

= Inflasi pada tahun ke-t

= Indeks harga konsumen pada tahun ke-t

= Indeks harga konsumen pada tahun sebelumnya

2.6 Sumber-Sumber Inflasi

2.6.1 Jumlah Uang Beredar

Fisher (1930) dalam teorinya mengenai kuantitas uang menyatakan bahwa

jumlah uang yang beredar dalam perekonomian adalah faktor yang mempunyai

peranan penting dalam proses terjadinya inflasi. Menurut teori tersebut dalam

setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan

oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima penjual. Hal tersebut

berlaku pula untuk seluruh perekonomian dalam suatu periode tertentu. Apabila

terjadi kelebihan jumlah uang yang ditawarkan oleh bank sentral maka akan

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

16

berakibat kepada peningkatan uang yang dipegang oleh masyarakat sehingga

memacu hasrat masyarakat untuk meningkatkan konsumsi. Jika peningkatan

dalam keinginan untuk mengonsumsi barang tersebut tidak diimbangi dengan

supply barang pada pasar, maka hal tersebut akan menimbulkan excess demand

sehingga menyebabkan tingkat harga menjadi naik.

Mekanisme transimisi dampak jumlah uang beredar terhadap inflasi

dijelaskan oleh Keynes dalam

Boediono (1994) oleh teori inflasi permintaan

agregat (demand pull inflation).

2.6.2 Pengeluaran Pemerintah

Keynes dalam

Mekanisme transimisi dampak jumlah uang beredar terhadap inflasi

dijelaskan oleh Keynes

Boediono (1994) menyatakan bahwa inflasi bukan hanya

disebabkan oleh ekspansi moneter Bank Sentral saja melainkan juga melalui

pengeluaran pemerintah. Menurut Keynes, apabila pemerintah melakukan

kebijakan fiskal yang ekspansif, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran

pemerintah, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan harga atau akan

memicu terjadi inflasi. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah

melalui kebijakan fiskal ekspansif akan mendorong perekonomian sektor riil

untuk tumbuh. Produktivitas perekonomian tersebut kemudian akan berdampak

baik pada peningktan permintaan akan barang input produksi maupun barang

konsumsi sehingga menaikkan tingkat harga.

dalam

Boediono (1994) oleh teori inflasi permintaan

agregat (demand pull inflation).

2.6.3 Pertumbuhan Ekonomi

Mekanisme transmisi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi

dijelaskan oleh Mishkin (2001). Pertumbuhan ekonomi mencerminkan tingkat

produktivitas masyarakat di negara tersebut. Semakin tinggi produktivitas

menandakan semakin meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat. Pertumbuhan

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

17

ekonomi juga akan menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi pemerintah

sehingga hal tersebut akan meningkatkan permintaan atas barang dan jasa

konsumsi kedua pelaku perekonomian tersebut. Apabila peningkatan dalam

keinginan untuk mengonsumsi barang tersebut tidak diimbangi dengan supply

barang pada pasar, maka hal tersebut akan menimbulkan excess demand sehingga

menyebabkan tingkat harga menjadi naik.

2.6.4 Harga Minyak Dunia

Mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi

dijelaskan oleh Blanchard (2004). Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia

maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan

naik, karena hubungan keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap,

peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan

mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga.

2.6.5 Harga Pangan Dunia

Kenaikan harga pangan di belahan dunia merupakan fenomena unik bagi

sebagian orang yang melihat kaitannya dengan perkembangan makroekonomi dan

hubungannya dengan inflasi. Disadari atau tidak, peningkatan harga pangan secara

logika dasar makroekonomi dapat menyebabkan peningkatan inflasi. Dalam

kaitannya dengan negara berkembang, hal tersebut terjadi karena rata-rata

konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari dari tingkat konsumsi

masyarakat.

Rahardja dalam Wahyuni (2011) menyatakan bahwa harga komoditas di

Indonesia seperti gula, minyak goreng, kedelai dan jagung berhubungan dengan

harga pangan dunia. Dalam periode sekitar satu tahun, satu persen kenaikkan rata-

rata harga komoditas pangan dunia akan menyebabkan kenaikan sebesar satu

persen harga pangan domestik di Indonesia. Komoditas yang lain akan merespon

hal yang sama dengan waktu respon yang bervariasi. Kecepatan transmisi

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

18

terhadap guncangan harga pangan internasional juga berbeda-beda diantara

provinsi di Indonesia.

2.6.6 Upah

Hubungan antara upah dan inflasi ditunjukkan oleh konsep cost push

inflation. Konsep tersebut menyatakan bahwa kenaikan-kenaikan yang terjadi

pada biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan

merupakan penyebab awal terjadinya inflasi. Disamping itu kekakuan struktural

menyebabkan harga-harga dan upah menjadi lebih mudah untuk naik daripada

turun. Dengan menganggap bahwa upah dan harga-harga adalah kaku, maka tidak

akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektor-sektor yang

berkontraksi potensial. Mengingat buruh merupakan salah satu komponen penting

produksi, maka suatu perusahaan akan bertindak rasional dengan menaikkan

markup sehingga menyebabkan munculnya inflasi.

2.6.7 Kondisi Infrastruktur

Menurut teori pertumbuhan export base dan growth poles; kapasitas

ekspor, sistem produksi yang kompetitif dan kemampuan wilayah dalam menarik

suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment dari infrastruktur yang

sudah terbangun. Infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur ekonomi

seperti fasilitas transportasi, jalan raya, pelabuhan laut dan udara, rel kereta api

dan pembangkit tenaga listrik, karena berhubungan secara langsung terhadap

produktivitas suatu perusahaan (Cappelo dalam

Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi regional tersebut, maka

diprediksikan bahwa peningkatan dalam kualitas infrastruktur dalam distribusi

produk akan menyebabkan penurunan biaya transport dan penghematan waktu

dalam perjalanan. Penghematan tersebut secara langsung akan mempengaruhi

permintaan terhadap produk berupa input antara serta tingkat konsumsi. Secara

agregat, dampak dari peningkatan kualitas infrastruktur bisa menyebabkan

kenaikan tingkat harga atau sebaliknya tergantung dari struktur perekonomian

Subekti, 2011).

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

19

suatu negara atau wilayah. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat

menyebabkan dua kondisi yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan

ekspor atau sebaliknya akan meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila

kemudian yang terjadi adalah peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap

harga cenderung menjadi negatif, namun jika yang terjadi sebaliknya dampaknya

terhadap inflasi menjadi positif (Oosterhaven dan Elhorst, 2003).

2.7 Penelitian Terdahulu

Novi Lestari (2003) dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Inflasi Pada Perekonomian Regional Indonesia menganalisis faktor-faktor apa

saja yang memengaruhi inflasi dan menyebabkan perubahan tingkat harga umum

di dua puluh enam provinsi di Indonesia. Penelitian ini diestimasi menggunakan

metode regresi data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Hasil

regresi menunjukkan bahwa dari sisi permintaan agregat inflasi dipengaruhi oleh

jumlah uang beredar (berpengaruh negatif), pendapatan perkapita (berpengaruh

positif), sedangkan investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Dari

sisi penawaran agregat inflasi dipengaruhi oleh upah (berpengaruh negatif), impor

(berpengaruh positif), sedangkan investasi tahun lalu tidak berpengaruh signifikan

terhadap inflasi. Penelitian ini menemukan bahwa inflasi regional juga dipicu oleh

sisi penawaran agregat. Hal tersebut sesuai dengan teori strukturalis yang

menyatakan bahwa inflasi pada negara berkembang juga disebabkan oleh naiknya

biaya-biaya produksi.

Bambang P.S Brodjonegoro, Telissa Falianty dan Beta Y Gitaharie (2005)

dalam Determinant Factors of Regional Inflation in Decentralized Indonesia

meneliti faktor-faktor yang memengaruhi inflasi pada perekonomian regional

pada perekonomian yang ter-desentralisasi. Penelitian ini menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS) dan Vector Auto Regression (VAR) dalam

menentukan determinan (moneter atau non-moneter) yang memiliki kontribusi

terbesar terhadap inflasi pada perekonomian regional. Kemudian dilakukan

estimasi dengan menggunakan metode regresi data panel dengan pendekatan FEM

terhadap determinan yang paling dominan memengaruhi inflasi pada

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

20

perekonomian regional. Hasil yang didapat ternyata inflasi lebih dipengaruhi

determinan non-moneter dengan faktor-faktor yang memengaruhi antara lain,

Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengeluaran rutin pemerintah daerah dan biaya

transportasi yang semuanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi

regional.

Rizki E Wimanda (2006) dalam Regional Inflation in Indonesia:

Characteristic, Convergence, and Determinants melakukan penelitian mengenai

karakteristik, konvergensi dan determinan inflasi regional di Indonesia. Penelitian

ini menggunakan metode Granger Causality dan koefisien korelasi untuk

menganalisis karakteristik inflasi, metode koefisien konvergensi β untuk

menganalisis konvergensi tingkat harga dan metode OLS untuk menganalisis

faktor-faktor yang memengaruhi inflasi pada perekonomian regional. Hasilnya

adalah banyak wilayah di Indonesia yang memiliki keterkaitan inflasi yang tinggi

terutama regional pulau Jawa terhadap wilayah lainnya, inflasi regional di

Indonesia cenderung divergen dan determinan yang paling memengaruhi inflasi

pada perekonomian regional adalah ekspektasi inflasi dan perubahan nilai tukar.

Muhammad Z Hamzah dan Eleonora Solfida (2006) dalam Pengaruh

Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar terhadap Inflasi

di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM) meneliti tentang

seberapa besar pengaruh yang diberikan jumlah uang beredar, pengeluaran

pemerintah dan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia pada jangka pendek dan

jangka panjang. Penelitian ini diestimasi dengan metode Error Correction Model

(ECM). Hasil estimasi model dalam jangka pendek menyimpulkan bahwa jumlah

uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar memiliki hubungan yang

positif dan tidak signifikan terhadap laju inflasi. Sedangkan dalam jangka

panjang, hasil estimasi menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran

pemerintah dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif dan signifikan

terhadap laju inflasi.

Reza Satrya Arjakusuma (2009) dalam Analisis Inflasi Regional di

Indonesia melakukan penelitian untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya

inflasi regional di Indonesia, terutama terkait apakah berasal dari demand-pull

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

21

inflation ataukah cost-push inflation. Penelitian ini diestimasi dengan metode

VAR dan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil estimasi menyimpulkan

bahwa varaibel harga beras dunia paling mempengaruhi tingkat inflasi regional di

Indonesia disusul dengan harga minyak dunia akibatnya hampir seluruh regional

di Indonesia mengalami incomplete passthrough akibat guncangan harga beras

dan minyak dunia.

John Beirne (2009) dalam Vulnerability of Inflation in The New EU

Member States to Country-Specific and Global Factors melakukan penelitian

untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan atau memicu terjadinya inflasi

secara komprehensif pada sepuluh negara anggota baru dari Uni Eropa. Penelitian

ini diestimasi dengan dengan metode regresi data panel dinamis System-

Generalized Method of Moment (SYS-GMM). Hasil regresi menyimpulkan bahwa

inflasi inersia, nilai tukar nominal efektif (NEER), defist fiskal, belanja

pemerintah, investasi (PMTB), kondisi infrastruktur dan variabel-variabel yang

menggambarkan tekanan inflasi yang berasal dari faktor global (harga minyak,

harga pangan, shock nilai tukar dan aksesi uni eropa) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap inflasi di negara-negara yang diteliti.

Jun Nagayasu (2009) dalam Regional Inflation in China melakukan

penelitian mengenai perkembangan dalam tingkat harga dan inflasi di dua puluh

tujuh region di China. Penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode

regresi data panel dengan pendekatan Random Effect Model (REM). Hasil

estimasi menunjukkan bahwa inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah

uang beredar M1&M2 (berpengaruh positif), kredit (berpengaruh positif),

produktivitas (berpengaruh negatif) dan nilai tukar (berpengaruh positif). Secara

keseluruhan disimpulkan bahwa semua parameter pada penelitian ini bersesuaian

dengan teori ekonomi.

Dwi Wahyuni (2011) dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Inflasi dari Sisi Penawaran meneliti faktor-faktor yang memengaruhi inflasi dan

menyebabkan perubahan tingkat harga umum di Indonesia bila dilihat dari

gangguan sisi penawaran. Penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode

VAR dan VECM. Hasilnya adalah dalam jangka pendek variabel yang

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

22

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi adalah nilai tukar rupiah,

sedangkan dalam jangka panjang inflasi dipengaruhi oleh expected inflation, nilai

tukar rupiah, harga minyak dunia, harga pangan dunia dan upah buruh riil.

Adji Subekti (2011) dalam Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran

Provinsi melakukan penelitian mengenai pengaruh variabel kebijakan dan non-

kebijakan terhadap inflasi di Indonesia. Penelitian ini diestimasi dengan dengan

metode regresi data panel dinamis First Difference-Generalized Method of

Moment (FD-GMM) dan Spatially Corrected Arellano-Bond (SCAB). Hasil yang

didapat adalah dinamika inflasi Indonesia di pengaruhi oleh variabel kebijakan:

inersia inflasi, fluktuasi nilai tukar, perubahan kondisi infrastruktur dan derajat

keterbukaan perdagangan. Dinamika inflasi Indonesia juga dipengaruhi oleh

variabel non kebijakan antara lain: penyesuaian upah, harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) dalam negeri dan BI rate.

Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Variabel Ekonomi Observasi Rentang Waktu

Lestari (2003) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi Pada Perekonomian Regional Indonesia

IHK, Pendapatan Perkapita, Jumlah Uang Beredar, Investasi, Investasi Tahun Lalu, Impor dan Upah

26 Provinsi di Indonesia

1991-2001

Brodjonegoro et al (2005)

Determinant Factors of Regional Inflation in Decentralized Indonesia

IHK, PAD, Pengeluaran Rutin Pemerintah dan Biaya Transportasi

43 Kota di Indonesia

1990-2002

Wimanda (2006)

Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence and Determinants

CPI, Nilai Tukar, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pengeluaran Rutin Pemerintah dan Pengeluaran Pembangunan

26 Provinsi di Indonesia

1991M9-2004M12

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

23

Hamzah dan Solfida (2006)

Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM)

IHK, Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar

Indonesia 1990-2005

Arjakusuma (2009)

Analisis Inflasi Regional di Indonesia

Harga Minyak Dunia, Harga Beras Dunia, Output Gap, CPI dan Wholesale Price Inflation

48 Kota di Indonesia

2005M1-2008M12

Beirne (2009) Vulnerability of Inflation in The New EU Member States to Country-Specific and Global Factors

HICP, NEER, Current Account Deficit, GDP Riil Perkapita, Pengeluaran Pemerintah, Harga Relatif, Tingkat Penganguran, Kapitalisasi Pasar Modal, Kredit Swasta Domestik, Rezim Nilai Tukar, Indeks Kebebasan Ekonomi, Indeks Reformasi Infrastruktur dan Derajat Keterbukaan Perdagangan

Bulgaria, Rep.Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Polandia, Slovakia, Slovenia dan Rumania

1998Q1-2007Q4

Nagasayu (2009)

Regional Inflation in China

Retail Price Index (RPI), jumlah uang beredar (M1&M2), Kredit perbankan, produktivitas, pertumbuhan populasi dan Renminbi (RMB) exchange rate

26 Provinsi di China

1991-2005

Wahyuni (2011)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi dari Sisi Penawaran

IHK, Harga Minyak Dunia, Harga Pangan Dunia, Nilai Tukar dan Upah

Indonesia 1998M1-2010M12

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

24

Subekti (2011)

Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran Provinsi

IHK, Output Gap, Nilai Tukar, Suku Bunga Nominal, Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Indeks Harga BBM, Upah Minimum Nominal, Kondisi Infrastruktur dan Derajat Keterbukaan Perdagangan

26 Provinsi di Indonesia

1999-2009

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

25

2.8 Kerangka Pemikiran

Sebagai konsekuensi dari era otonomi daerah pada tahun 2001

menyebabkan semakin meluasnya faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di

Indonesia. Dalam hal ini akan membuat proses pengendalian inflasi akan menjadi

semakin rumit karena inflasi nasional pada dasarnya merupakan angka agregasi

dari inflasi di masing-masing wilayah di Indonesia. Oleh karena itu,

pengidentifikasian faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa penting

untuk dipahami untuk merumuskan kebijakan pengendalian inflasi yang tepat.

Berikut ini adalah gambaran dari kerangka pemikiran penelitian ini:

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di

Pulau Jawa. Variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini seperti

jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah

minimum, kondisi infrastruktur, harga minyak dunia dan harga pangan dunia.

Selanjutnya variabel-variabel tersebut akan dianalisis dengan menggunakan

metode regresi data panel.

Indonesia

Otonomi Daerah

Inflasi Regional

Pulau Jawa

Cost Push Inflation

Demand Pull Inflation

Implikasi Kebijakan

Indonesia

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

26

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu maka

disusunlah beberapa hipotesis sementara, yaitu:

1. Jumlah uang beredar memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di

Pulau Jawa.

2. Pengeluaran pemerintah memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi

di Pulau Jawa.

3. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di

Pulau Jawa.

4. Upah minimum memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau

Jawa.

5. Kondisi infrastruktur memiliki hubungan yang negatif terhadap inflasi di

Pulau Jawa.

6. Harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di

Pulau Jawa.

7. Harga pangan dunia memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di

Pulau Jawa.

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan data dunia dan

satu variabel yang merupakan data nasional. Variabel yang merupakan data dunia

yaitu harga minyak dunia dan harga pangan dunia, sedangkan variabel yang

merupakan data nasional yaitu jumlah uang beredar. Penggunaan data harga

minyak dunia dan harga pangan dunia mengacu pada penelitian-penelitian

terdahulu dan dimaksudkan untuk melihat dampak fenomena guncangan luar

negeri terhadap perekonomian regional. Penggunaan data jumlah uang beredar

pada level nasional, disebabkan tidak tersedianya data jumlah uang beredar pada

level provinsi. Selebihnya penggunaan variabel lainnya merupakan data pada

level provinsi.

Pengguanaan data IHK hanya pada lingkup ibu kota provinsi sebagai

proksi dari inflasi mengacu pada penelitian Subekti (2011), yang menganggap

bahwa ibukota provinsi sebagai pusat pertumbuhan yang akan mempengaruhi

daerah lainnya yang berada pada provinsi yang sama cukup merepresentasikan

tingkat harga pada level provinsi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

berupa data tahunan periode 2001-2010 yang diambil dari publikasi resmi

pemerintah. Variabel, data, satuan dan sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Proses pengolahan data pada penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan bantuan paket program software Microsoft

Office Excel 2007 dan Eviews 6.

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

28

Tabel 3.1 Variabel, Data yang Digunakan dan Sumbernya

Data (Variabel) Data yang digunakan Satuan Sumber Data Inflasi (P) Indeks Harga Konsumen

(IHK) Masing-Masing Ibu Kota Provinsi rebasing :

tahun dasar 2002

Indeks Badan Pusat Statistik (BPS)

Jumlah Uang Beredar (M)

Jumlah Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)

Miliar Rupiah

Bank Indonesia (BI)

Pengeluaran Pemerintah

(GEXP)

Pengeluaran Pemerintah Daerah

Miliar Rupiah

BPS

Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rebasing :

tahun dasar 2000

Juta Rupiah BPS

Harga Minyak Dunia (OIL_P)

Harga Minyak Dunia US$/Barel Organization of the

Petroleum Exporting Country (OPEC)

Harga Pangan Dunia

(FOOD_P)

Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia (55 Komoditi)

Indeks Food Agricultural Organization

(FAO) Tingkat Upah

(W) Upah Minimum Regional (UMR) Masing-Masing

Provinsi

Rupiah BPS

Kondisi Infrastruktur

(KI)

Rasio Panjang Jalan Raya dengan Kondisi Baik dan Luas Wilayah Provinsi

Km/Km BPS 2

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis sederhana

yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan

menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk

memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi.

Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui gambaran umum mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di

Pulau Jawa selama kurun waktu 2001-2010 dan juga untuk menggambarkan

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

29

hubungan antara inflasi dengan variabel-variabel yang memengaruhi pada

peneltian ini.

3.2.2 Analisis Ekonometrika

Metode analisis ekonometrika yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode analisis regresi data panel (pooled data). Data panel adalah gabungan dari

data time series dan data cross section. Penggunaan metode data panel sudah

banyak dipakai saat ini sebab adanya kelemahan dalam pendekatan metode cross

section saja atau pendekatan time series. Jika hanya menggunakan metode cross

section saja, pengamatan yang diamati hanya pada titik tertentu saja, sehingga

perkembangan pengamatan tersebut dalam kurun waktu tertentu tidak dapat

diestimasi. Pada pendekatan metode time series juga menimbulkan persoalan

yaitu peubah-peubah yang diobservasi secara agregat hanya dari satu unit individu

sehingga memberi peluang untuk menghasilkan estimasi yang sifatnya bias.

Penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan

keterbatasan kedua metode analisis diatas. Penggabungan data cross section dan

time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan

menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pendekatan metode cross

section dan time series murni. Data cross section yang sama diobservasi menurut

waktu. Jika setiap unit cross section memiliki observasi time series yang sama

maka disebut sebagai balanced panel, sebaliknya jika jumlah observasi berbeda

maka disebut sebagai unbalanced panel.

Beberapa keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis

ekonometrika dikemukakan oleh Baltagi (2005) yaitu, pertama mengontrol

heterogenitas individu. Data panel menyatakan bahwa individu, perusahaan,

tempat atau negara adalah heterogen. Dalam data panel terdiri dari besaran dan

waktu sehingga ada banyak variabel-variabel lain yang mungkin menjadi state-

invariant atau time-invariant yang dapat memengaruhi variabel dependen. Data

panel memberikan peluang perlakuan setiap unit-unit individu yang dianalisis

adalah heterogen. Kedua, data panel memberikan informasi yang lebih banyak

dan beragam, meminimalisasi masalah kolinieritas antar variabel, meningkatkan

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

30

derajat bebas dan lebih efisien. Pendekatan metode time series dapat

menyebabkan multikoliniearitas, dengan data cross section menambah banyak

variabilitas, menambah lebih banyak informasi sehingga dapat menghasilkan

parameter estimasi yang dapat diandalkan. Ketiga, data panel lebih baik dalam

mempelajari dynamics of adjustment. Distribusi cross section yang kelihatan

stabil dapat menyembunyikan banyak perubahan yang sulit untuk diidentifikasi.

Masa pengangguran, pergantian pekerjaan, tempat tinggal dan pergerakan

pendapatan merupakan contoh data yang lebih baik dipelajari dengan data panel.

Data panel juga cocok untuk mempelajari durasi dari variabel besaran ekonomi

seperti pengangguran, kemiskinan dan inflasi dan juga dapat menjelaskan dalam

kecepatan respon perubahan kebijakan ekonomi.

Data panel juga dibutuhkan untuk mengestimasi hubungan antar massa,

siklus hidup dan intergenerasi (intergenerational). Data panel ini dapat

menghubungkan pengalaman individu dan tingkah laku dalam satu titik waktu

dengan pengalaman dan tingkah laku dalam titik waktu yang berbeda. Keempat,

data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat

dideteksi oleh cross section murni maupun time series murni. Seperti contoh,

dalam menentukan apakah anggota serikat buruh dapat meningkatkan atau

menurunkan upah. Hal ini dapat dijawab dengan mengobservasi seorang pekerja

yang bergerak dari serikat buruh ke nonserikat buruh atau sebaliknya. Dengan

mengasumsikan karakteristik individu yang konstan, dilengkapi dengan variabel

yang lain untuk menentukan apakah keanggotaan serikat buruh memengaruhi

upah dan dengan berapa banyak upah tersebut bisa berpengaruh terhadap

keanggotaan serikat buruh (Friedman dalam Baltagi (2005)). Kelima, model data

panel dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku secara

kompleks apabila dibandingkan dengan cross section atau time series murni. Pada

kenyataanya, indikator dalam perekonomian sebagian besar bersifat dinamis.

Hubungan dinamis ini dapat diketahui dengan adanya lag variabel endogen yang

terdapat pada variabel eksogen. Verbeek (2004) menjelaskan kelebihan dari

penggunaan metode data panel bila dibandingkan dengan metode cross section

dan time series murni. Kombinasi data cross section dan time series membuat

jumlah data atau observasi yang digunakan dalam model data panel umumnya

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

31

lebih besar bila dibandingkan dengan model cross section dan time series murni.

Selain itu, variabel penjelas dalam model data panel lebih bervariasi atau

marginal effect dalam dua dimensi (ruang atau individu dan waktu), sehingga

selain dapat dianalisis variasi antar ruang (individu) dan waktu, penduga yang

didasari oleh data panel lebih akurat dibandingkan cross section dan time series

murni. Menurut Baltagi (2005), permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif

terbatasnya data karena melibatkan komponen cross section dan time series

menimbulkan masalah desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data

(masalah yang umumnya dihadapi diantaranya: coverage, nonresponse,

kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara); (ii)

distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena

kegagalan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi,

dan lain-lain); (iii) masalah selektivitas, yakni: selfselectivity, nonresponse,

attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan); (iv) cross

section dependence (contoh: apabila macropanel data dengan unit analisis negara

atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country

dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat

(misleading inference)).

Umumnya terdapat tiga pendekatan yang biasa diaplikasikan pada metode

data panel, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan

Random Effect Model (REM). Selain itu, didalam melakukan pengolahan data

panel juga terdapat kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu No weighting

(semua observasi diberi bobot sama), Cross section weight (Generalized Least

Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section,

digunakan apabila terdapat pelanggaran asumsi cross section heteroskedasticity),

dan Seemingly Uncorrelated Regression (SUR) (GLS dengan menggunakan

covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas

maupun autokorelasi antar unit cross section.

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

32

3.2.2.1 Pooled Least Square

Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari

seluruh data (pooled), sehingga terdapat N × T observasi, dimana N menunjukkan

jumlah unit cross-section dan T menunjukkan jumlah time-series yang digunakan.

Persamaan pada estimasi yang menggunakan Pooled Least Square (PLS) dapat

dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Baltagi, 2005):

........................................................................................(3.1)

dimana :

= nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section

= nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section

α = intercept yang konstan antar waktu dan cross section

= slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section

= komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t.

N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K

adalah jumlah variabel penjelas.

Keunggulan dalam penggunaan metode PLS adalah dengan

mengkombinasikan semua data cross-section dan data time-series, dapat

meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang

lebih efisien. Sementara, kelemahan pada metode PLS terletak pada dugaan

parameter akan bias. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak

dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak

dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda (Firdaus,

2011).

3.2.2.2 Fixed Effect Model

Fixed effect model (FEM) memasukkan unsur variabel dummy sehingga

intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. FEM lebih tepat

digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat

korelasi antara εit dan xit. Persamaan pada estimasi menggunakan FEM dapat

dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Baltagi, 2005):

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

33

Yit = β1i + β2X2it + β3X3it +

uit

Kelebihan pendekatan FEM adalah dapat menghasilkan dugaan parameter

yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya adalah jika jumlah unit

observasinya besar maka akan mengurangi derajat bebas model, sehingga akan

mengurangi tingkat keakuratan model (Firdaus, 2011).

..............................................................................(3.2)

3.2.2.3 Random Effect Model

Random Effect Model (REM) muncul ketika antara efek individu dan

regresor tidak memiliki korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek

individu dimasukkan ke dalam error pada persamaan regresi. Persamaan estimasi

pada REM adalah sebagai berikut (Baltagi, 2005):

…………………………………………………………(3.3)

dengan

dimana :

~ N (0, δu2

~ N (0, δv

) = komponen cross section error 2

~ N (0, δw

) = komponen time series error 2

Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu

juga dengan error kombinasinya.

) = komponen error kombinasi

3.2.2.4 Pengujian Model

Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk

pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan,

antara lain:

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

34

1. Chow Test

Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang

digunakan PLS atau FEM. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis

sebagai berikut:

H0

H

: PLS

1

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan

menggunakan F-statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow (1967):

: FEM

……...…………………………(3.4)

dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS)

URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual FEM)

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

K = jumlah variabel independen

Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu . Jika

nilai Chow Test (F-statistic) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup

bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0

2. Hausman Test

sehingga model yang kita

gunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita

dalam memilih apakah menggunakan FEM atau REM. Pengujian ini dilakukan

dengan hipotesis sebagai berikut:

H0

H

: REM

1

Sebagai dasar penolakan H

: FEM

0

…………....(3.5)

maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

35

dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah derajat bebas

yang merupakan jumlah variabel independen.

Jika nilai statistik Hausman hasil pengujian lebih besar dari , maka

cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0

sehingga model yang

digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.

3.2.2.5 Metode Evaluasi Model

Setelah selesai melakukan pengolahan data dengan metode analisis data

panel, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode

estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus

dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut:

I. Kriteria Ekonometrika

II. Kriteria Statistik

III. Kriteria Ekonomi

I. Kriteria Ekonometrika

Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan

estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE),

antara lain sebagai berikut :

a. Estimator linear artinya adalah estimator merupkan sebuah fungsi linear

atas sebuah variabel dependen yang stokastik.

b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang

sebenarnya.

c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak

bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.

Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah

estimator dikatakan tidak memenuhi kriteria BLUE jika melanggar beberapa

asumsi antara lain sebagai berikut:

1. Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term

mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

36

maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah.

Pengujian asumsi normalitas dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan

melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:

H0

H

: Residual berdistribusi Normal

1

Dasar penolakan H

: Residual tidak berdistribusi Normal

0 dilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera

dengan taraf nyata α sebesar 0,05, dimana jika nilai Jarque Bera Test lebih besar

dari taraf nyata α 0,05 menandakan H0

2. Multikolinearitas

tidak ditolak dan residual berdistribusi

normal.

Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier sempurna antar

peubah bebas dalam suatu model regresi. Dalam prakteknya, kita sering

dihadapkan dengan masalah peubah-peubah bebas yang tingkat

multikoliniearitasnya tidak sempurna tetapi tinggi. Jika kita berhadapan dengan

adanya peubah-peubah bebas yang seperti ini, maka dugaan parameter koefisien

regresi masih mungkin diperoleh, tetapi interpretasinya akan menjadi sulit.

Gujarati (2003) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat

melalui:

a. Nilai R2

b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya.

yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.

c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel

independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen

lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

Menurut Juanda (2009), ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya

multikolinearitas di dalam suatu model. Pertama atau merupakan syarat cukup

(sufficient condition) adalah melalui Uji koefisien korelasi sederhana (Pearson

correlation coefficient), jika korelasi antar peubah-peubah bebas sangat tinggi dan

nyata, dapat dikatakan terjadi multikolinearitas. Menurut Gujarati (2003), batas

terjadinya korelasi antar variabel bebas adalah tidak boleh lebih dari tanda mutlak

0,8. Kedua atau merupakan syarat perlu (necessary condition) apabila syarat

cukup tidak terpenuhi yaitu, dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance

Inflation Factor (VIF), dimana:

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

37

……………………………………………………………(3.6)

nilai VIF ini menggambarkan kenaikan varians dari dugaan parameter antar

peubah penjelas. Apabila nilai VIF lebih dari 5 atau 10, maka taksiran parameter

kurang baik atau terjadi multikoliniearitas.

Perlu diingat jika tujuan pemodelan hanya untuk peramalan nilai peubah

tak bebas dan bukan untuk mengkaji hubungan atau pengaruh peubah-peubah

bebas terhadap peubah tak bebas, maka masalah multikolinearitas bukan masalah

yang serius. Akan tetapi jika tujuan pemodelan adalah untuk menduga hubungan

atau pengaruh peubah-peubah bebas terhadap peubah tak bebas, maka masalah

multikoliniearitas menjadi masalah yang serius. Oleh karena itu terdapat beberapa

cara yang dapat digunakan untuk mengatasi multikoliniearitas, antara lain

(Juanda, 2009):

a. Memanfaatkan informasi sebelumnya (prior information).

b. Mengeluarkan peubah dengan koliniearitas tinggi, tetapi dapat

menimbulkann bias spesifikasi model.

c. Melakukan transformasi terhadap peubah-peubah dalam model menjadi

bentuk first difference.

d. Menggunakan regresi komponen utama (principal component).

e. Penambahan data baru.

3. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap

unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2

a. Dugaan parameter koefisien regresi tetap tidak bias dan masih konsisten,

tetapi standar errornya dapat bias ke bawah.

. Heteroskedastisitas

terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Guajarati (2003) menyatakan

heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah :

b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena

varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang

tidak efisien.

c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak

dipercaya.

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

38

Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dalam

metode data panel dapat dilakukan dengan menggunakan grafik standardized

residual, apabila secara grafis menunjukkan bahwa ragam sisaan menyebar

normal maka dapat dinyatakan tidak terjadi pelanggaran asumsi

heteroskedastisitas.

4. Autokorelasi

Gujarati (2003) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time

series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model

dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang

berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model

menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi

menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh

akan underestimate, sehingga R2

Untuk mendeteksi masalah autokorelasi yang paling umum dapat

dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic pada model dibandingkan

dengan nilai DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi

jika nilai Durbin-watson statistic terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area

tersebut dibantu dengan nilai tabel D

akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F-

statistic menjadi tidak valid.

L dan DU.

H

Jumlah observasi (N) dan jumlah

variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai

berikut:

0

H

: Tidak terdapat autokorelasi

1

Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut :

: Terdapat autokorelasi

0 < d < DL : tolak H0

D

, ada autokorelasi positif

L ≤ d ≤ DU

D

: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan

U < d < 4 – DU : terima H0

4 - D

, tidak ada autokorelasi

U ≤ d ≤ 4-DL

4 – D

: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan

L < d < 4 : tolak H0

, ada autokorelasi negatif

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

39

II. Kriteria Statistik

Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa

pengujian antara lain sebagai berikut:

a. Koefesien Determinasi (R2

Nilai R

) 2 digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat variabel

independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel

dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita

estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2

b. Uji F-statistic

terletak antara nol hingga satu

dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik.

Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel

independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan

memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik

dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan

tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis

pengujian sebagai berikut:

H0 : β1=β2=…=βk

H

=0

1 : minimal ada salah satu βj

Tolak H

yang tidak sama dengan nol

0 jika F-statistic > F α(k-1,NT-N-K) atau Prob(F-statistic) < α. Jika H0

c. Uji t-statistic

ditolak,

maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa

variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama

signifikan memengaruhi variabel dependen.

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel

independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0 : βj

H

= 0

1 : βj

Tolak H

≠ 0

0 jika t-statistic > t α/2(NT-K-1) atau (t-statistic) < t-tabel. Jika H0

ditolak,

maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa

variabel independen ke-i secara parsial memengaruhi variabel dependen.

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

40

III. Kriteria Ekonomi

Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan

membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan

kesesuaian dengan logika.

3.2.3 Aplikasi Regresi Data Panel

Analisis data panel pada umumnya menggunakan data dalam bentuk level

dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian

penelitian menggunakan data time series yang mengandung tren, maka sebaiknya

dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara peubah

tak bebas dan peubah bebas tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil

pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka seperti

biasanya, harus dilakukan pembedaan pertama (first differencing) untuk

menghindari hasil yang misleading. Perlu diingat bahwa metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel, maka pengujian unit root

yang digunakan bukan menggunakan metode biasa, tetapi menggunakan panel

unit root. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005) untuk data panel dengan N

dan T yang relatif tidak besar.

Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama

seperti pada pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik

uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji

Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Statistik uji yang

digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit

root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test;

serta individual unit root yang terdiri dari statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS),

ADF - Fisher test dan PP - Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang

menyatakan bahwa series dari data panel tidak mengandung unit root maka

estimasi bisa dilakukan.

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

41

3.3 Perumusan Model Penelitian

Rancangan model yang akan diajukan adalah mengacu pada penelitian

Lestari (2003) dengan melakukan beberapa modifikasi pada variabel. Pada model

penelitian ini terdapat tujuh variabel independen, dengan variabel dependennya P

dan variabel independennya adalah M, GEXP, Y, W, KI, OIL_P dan FOOD_P.

Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan dan

berada dalam nilai yang sangat besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam

mengolah data dan interpretasi hasil akhir, seluruh variabel yang berbeda satuan

akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam

bentuk logaritma natural. Dengan model tersebut diharapkan bahwa hasil regresi

yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan.

Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara

ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut :

Ln(Pit) = α +β1 Ln(Mit) + β2 Ln(GEXPit) + β3 ln(Yit) + β4 Ln(Wit

β

) +

5 Ln(KIit) + β6 Ln(OIL_Pit) + β7 Ln(FOOD_Pit) +

εit

Model pada persamaan (3.7) merupakan model pada data level, jika

kemudian terdapat unit root pada data level, maka persamaan (3.8) harus dirubah

menjadi persamaan pada first differencing, sehingga akan diperoleh persamaan

sebagai berikut :

……………………..…..(3.7)

Ln(∆Pit) = α +β1 Ln(∆Mit) + β2 Ln(∆GEXPit) + β3 ln(∆Yit) + β4 Ln(∆Wit

β

) +

5 Ln(∆KIit) + β6 Ln(∆OIL_Pit) + β7 Ln(∆FOOD_Pit) +

εit

dimana:

…………...……..…(3.8)

∆P : Perubahan harga (Inflasi)

∆M : Perubahan jumlah uang beredar

∆GEXP : Perubahan pengeluaran pemerintah daerah

∆Y : Perubahan pertumbuhan ekonomi daerah

∆W : Perubahan upah minimum regional

∆KI : Perubahan kondisi infrastruktur daerah

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

42

∆OIL_P : Perubahan harga minyak dunia

∆FOOD_P : Perubahan harga pangan dunia

Subskrip (i) menandakan kondisi pada provinsi ke-i dan (t) menandakan

pengamatan pada tahun ke-t.

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai

positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada tahun 2009 ketika

terjadi penurunan harga BBM dan tertinggi pada tahun 2005 dengan laju inflasi

sebesar 17,11 persen pada saat dilaksanakannya kebijakan penyesuaian harga

BBM oleh pemerintah akibat kenaikan harga minyak dunia (Gambar 1,1). Kondisi

ini ternyata tidak berbeda jauh dengan kondisi inflasi yang terjadi pada

perekonomian provinsi di Pulau Jawa. Sepanjang tahun 2001-2010, tercatat inflasi

tertinggi dan terendah terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 19,58 persen

pada tahun 2005 dan 2,11 persen pada tahun 2009 (Gambar 4.1). Bila dilihat dari

struktur perekonomiannya, pada Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor

industri, disusul oleh sektor perdagangan kemudian sektor pertanian. Hal tersebut

berimplikasi kepada tingginya ketergantungan masing-masing sektor akan Bahan

Bakar Minyak (BBM) sebagi salah satu input yang berpengaruh pada produksi

masing-masing sektor tersebut, sehingga guncangan yang terjadi pada BBM

memiliki pengaruh yang dominan pada tingkat inflasi di provinsi Jawa Barat.

Secara umum, bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi nasional (Gambar

4.1), dapat dilihat bahwa inflasi pada tahun 2001, 2005 dan 2008 untuk semua

provinsi di Pulau Jawa melebihi rata-rata inflasi nasional pada tahun 2001-2010.

Bila dilihat lebih jauh, tingginya tingkat inflasi pada tahun 2001 dan 2005

disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan berdampak pada kenaikan

harga BBM sedangkan pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global yang

menyebabkan nilai tukar Indonesia terdepresiasi dan lebih berfluktuatif yang

kemudian memicu terjadinya inflasi.

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

44

Sumber : BPS (Diolah)

Gambar 4.1 Dinamika Inflasi Pulau Jawa terhadap Rata-Rata Inflasi Nasional 2001-2010

Terkait dengan kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) yang

diimplementasikan oleh BI sejak tahun 2005, maka dari masing-masing provinsi

dapat di ketahui bagaimana perilaku inflasi sebelum dan sesudah kebijakan

dengan membandingkan dengan rata-rata inflasi nasional 2001-2010. Berdasarkan

Gambar 4.1, diketahui bahwa inflasi di seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki

jumlah periode inflasi dengan nilai dibawah rata-rata inflasi nasional lebih banyak

setelah diimplementasikannya kebijakan ITF apabila dibandingkan dengan

periode sebelum diterapkannya kebijakan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa

kebijakan ITF cukup efektif untuk menurunkan dan mengontrol kestabilan tingkat

inflasi pada Pulau Jawa.

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

45

Sumber : BPS (Diolah)

Gambar 4.2 Perbandingan Perubahan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010

Inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa

tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang ringan atau moderat akan

membuat perekonomian menjadi meningkat karena dapat mendorong laju

investasi yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat

mengurangi pengangguran dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan menciptakan

ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk

melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

46

menurunkan pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1995). Gambar 4.2 merupakan

perbandingan pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju inflasi di masing-masing

provinsi di Pulau Jawa. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa inflasi dan pertumbuhan

ekonomi di Pulau Jawa cenderung memiliki dampak yang negatif. Ketika terjadi

inflasi yang cukup tinggi (2005 &2008) akan diikuti dengan menurunnya laju

pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berikutnya.

4.2 Hubungan Inflasi dengan Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah

Hubungan antara inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah

menjadi isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal sebagaimana kita

ketahui uang beredar merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter,

sedangkan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen kebijakan

fiskal.

Uang yang beredar di masyarakat lebih banyak diterjemahkan sebagai

narrow money (M1). Hal ini disebabkan karena masih adanya anggapan bahwa

uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan. Gambar 4.3

memberikan informasi persentase laju jumlah uang yang beredar pada

perekonomian. Apabila dikaitkan dengan laju inflasi di masing-masing provinsi

pada perekonomian regional, maka secara umum hubungan jumlah uang beredar

dan inflasi memiliki hubungan yang negatif. Ketika laju inflasi cenderung tinggi,

maka Bank Sentral meresponnya dengan mengurangi jumlah uang beredar.

Sebaliknya ketika laju inflasi cenderung rendah maka persentase jumlah uang

beredar cenderung meningkat.

Sebagai salah satu kebijakan fiskal, pengeluaran pemerintah memegang

peranan yang penting dalam mendukung kelancaran mekanisme sistem

pemerintahan sebagai upaya efisiensi dan produktivitas nasional. Sejak

dimulainya era otonomi daerah pada tahun 2001, hal ini membawa konsekuensi

tidak saja pada desentralisasi politik dan administrasi, tetapi juga pada

desentralisasi fiskal. Implikasi dari kebijakan desentralisasi fiskal ini adalah

pemerintah diberikan kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan,

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

47

termasuk meminjam dari luar negeri, disamping kewenangan untuk menentukan

belanja rutin dan belanja investasi. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan

efisiensi alokasi sumber daya daerah sehingga idealnya akan mendorong daya

saing daerah yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan daerah.

Sumber: BI & BPS (Diolah)

Gambar 4.3 Perbandingan Perubahan Laju Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010

Selama periode 2001-2002 pengeluaran pemerintah daerah rutin

mengalami peningkatan, tetapi besarnya kenaikan pengeluaran pemerintah

berbeda-beda di masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Terkait dengan inflasi,

Gambar 4.4 memberikan informasi mengenai pertumbuhan laju pengeluaran

pemerintah dan laju inflasi di masing-masing provinsi. Berdasarkan Gambar 4.4

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

48

hubungan antara laju pengeluaran pemerintah dengan laju inflasi di masing-

masing provinsi cenderung beragam. Hal tersebut disebabkan karena besarnya

pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mempertimbangkan

besarnya penerimaan daerah. Penerimaan daerah sendiri cenderung beragam di

masing-masing provinsi. Beragamnya pengeluaran pemerintah masing-masing

provinsi disebabkan oleh perbedaan struktur perekonomian pada masing-masing

daerah. Akibatnya hubungan pengeluaran pemerintah dan inflasi cenderung

beragam pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa.

Sumber: BPS (Diolah)

Gambar 4.4 Perbandingan Perubahan Laju Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

49

4.3 Hubungan Inflasi dengan Upah Minimum

Salah satu implikasi dari pemberlakuan otonomi daerah adalah mekanisme

penetapan besarnya Upah Minimum Regional (UMR) yang sebelumnya menganut

sistem sentralisasi. Sejak tahun 2001 menggunakan sistem desentralisasi.

Perkembangan UMR provinsi di Pulau Jawa dijelaskan oleh Gambar 4.5.

Sumber : BPS, diolah

Gambar 4.5 Perbandingan Perubahan Upah Minimum Regional terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010

Kondisi UMR Pulau Jawa terus menerus mengalami peningkatan, hal

tersebut bertujuan agar menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus oleh

inflasi. Gambar 4.5 memberikan informasi mengenai laju pertumbuhan UMR

provinsi di Pulau Jawa terhadap laju inflasi sejak tahun 2002. Berdasarkan

Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa dinamika penyesuaian UMR selalu berusaha

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

50

berada pada tingkatan di bawah laju inflasi di setiap provinsi di Pulau Jawa agar

tidak malah memacu meningkatnya tingkat harga. Penyesuaian UMR diatas laju

inflasi hanya terjadi pasca terjadinya lonjakan inflasi pada tahun 2005 dan 2008.

Sebagaimana kita ketahui dampak negatif akibat tingginya laju inflasi dapat

menurunkan daya beli masyarakat, maka pemerintah-pemerintah daerah berusaha

menyesuaikan tingkat upah pada masing-masing wilayah pasca terjadinya inflasi

yang tinggi dengan meningkatkan UMR diatas laju inflasi sebagai insentif agar

roda perekonomian daerah tetap dapat tumbuh dan berlangsung tanpa mengalami

gangguan.

4.4 Hubungan Inflasi dengan Kondisi Infrastruktur

Kondisi infrastruktur mempunyai peranan penting didalam aliran distribusi

produk. Semakin membaik kondisi infrastruktur tentunya akan semakin

memperlancar aliran distribusi produk dan penghematan dalam waktu perjalanan.

Penghematan biaya ini tentunya diprediksi akan berdampak pada penurunan harga

produk di dalam pasar.

Gambar 4.6 memberikan gambaran mengenai hubungan antara inflasi

dengan persentase panjang jalan dengan kondisi baik di Pulau Jawa. Berdasarkan

gambar tersebut ternyata kondisi infrastruktur cenderung memberikan hubungan

yang negatif dengan inflasi. Saat terjadi penurunan persentase kondisi jalan baik,

hal tersebut kemudian memicu kenaikan inflasi pada beberapa provinsi di Pulau

Jawa.

Peningkatan kondisi infrastruktur, selain akan menurunkan biaya transpor

terkait dengan lancarnya arus barang ke dalam atau keluar suatu wilayah,

disamping itu juga akan meningkatkan volume ekspor dan impor suatu wilayah

serta memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan informasi yang lebih cepat

antar wilayah.

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

51

Sumber : BPS, diolah

Gambar 4.6 Perbandingan Kondisi Infratruktur terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010

4.5 Perkembangan Harga Minyak dan Harga Pangan Dunia

Pada periode tahun 2001-2010, fluktuasi harga minyak dunia cenderung

mengalami kenaikan terus menerus. Harga minyak masih cenderung stabil dari

awal tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Selama tahun 2005 harga minyak

dunia mulai mengalami kenaikan. Selama periode 2006-2008, harga minyak dunia

tetap menunjukkan perkembangan yang selalu naik. Kenaikan dalam tahun-tahun

ini bahkan sudah mulai menembus $90 per barel, harga yang sangat tinggi bila

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

52

Sumber : OPEC, diolah

Gambar 4.7 Perkembangan Harga Minyak Dunia dan Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010

Pada Tahun 2009 harga minyak dunia mulai turun akibat telah berakhirnya

krisis finansial global yang melanda pada tahun 2008, namun harga minyak dunia

kembali naik pada tahun 2010 disebabkan menurnnya pasokan minyak dari

negara-negara eksportir utama.

Gambar 4.7 memberikan informasi mengenai pengaruh kenaikan harga

minyak dunia terhadap inflasi pada perekonomian provinsi di Pulau Jawa. Dapat

dilihat bahwa ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan akan disusul oleh

kenaikan laju inflasi di setiap provinsi di Pulau Jawa. Kondisi tersebut terjadi

mengingat input utama dalam setiap proses produksi perusahaan adalah energi

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

53

(BBM) yang merupakan komoditas yang termasuk ke dalam komoditas impor

Indonesia, sehingga guncangan terhadap harga minyak dunia akan sangat

berdampak kepada tingkat harga.

Sumber : FAO, diolah

Gambar 4.8 Perkembangan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia dan Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010

Kenaikan juga dialami pada harga komoditi pangan dunia. Selama kurun

waktu tahun 2001-2003, indeks harga komoditi pangan dunia cenderung stabil.

Indeks harga komoditi pangan dunia mulai meningkat pada awal tahun 2006.

Perubahan iklim yang bersifat ekstrem di beberapa negara penghasil komoditi

pengan utama menyebabkan terganggunya siklus panen di banyak negara yang

juga menyebabkan kenaikan harga pangan.

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

54

Berdasarkan Gambar 4.8, kenaikan harga pangan dunia yang paling tinggi

terjadi pada tahun 2007-2008. Pada tahun 2008, indeks harga pangan dunia

mencapai 22,41 persen yang merupakan posisi tertinggi selama kurun waktu

2001-2010, penyababnya antara lain adalah: gangguan pasokan akibat gangguan

cuaca, larangan ekspor dari negara-negara eksportir pangan untuk mengamankan

pasokan domestik. Dari Gambar 4.8, juga dapat dilihat bahwa kenaikan pada

indeks harga komoditi dunia akan diikuti juga dengan kenaikan laju inflasi pada

perekonomian provinsi di Pulau Jawa.

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengujian Stasioneritas Data Panel

Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam

menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang

terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid.

Pengujian panel unit root yang digunakan penelitian ini didasarkan pada beberapa

statistik uji tingkat level dan first differencing seperti telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Hasil pengujian panel unit root secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran.1, sementara rangkumannya disajikan pada Tabel 5.1.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.1, pengujian panel unit root dilakukan

pada variabel IHK (P), jumlah uang beredar (M), pengeluaran pemerintah

(GEXP), pertumbuhan ekonomi (Y), upah minimum regional (W), kondisi

infrastruktur (KI), harga minyak dunia (OIL_P) dan harga pangan dunia

(FOOD_P) semuanya dinyatakan dalam logaritma natural dari nilai riilnya.

Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan plotting data

untuk melihat metode pengujian, apakah panel unit root akan digunakan untuk

data dengan intersep tanpa tren (kode 2) atau dengan intersep dan tren (kode 3).

Berdasarkan plotting data tersebut, untuk data level diketahui seluruhnya

menggunakan metode dengan intersep dan tren. Berdasarkan berbagai statistik uji

yang digunakan, data level menunjukkan adanya common unit root (uji Breitung)

kecuali pada variabel upah minimum regional (W), bahkan beberapa variabel

menunjukkan adanya individual unit root. Oleh karena itu, dilakukan first

differencing kepada seluruh variabel untuk menjaga robustness hasil penelitian.

Setelah dilakukan first differencing pada semua variabel, hasil pengujian

dengan metode dengan intersep tanpa tren menunjukkan, baik dengan statistik uji

common unit root maupun individual unit root seluruhnya signifikan pada taraf

nyata α 5 persen dan beberapa pada 1 persen. Hasil pengujian kemudian

menyatakan tidak ditemukannya panel unit root pada variabel sehingga estimasi

dapat dilakukan pada model first difference atau pada model persamaan (3.8).

Page 71: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

56

Tabel 5.1 Rangkuman Hasil Pengujian Panel Unit Root

Variabel Diff Metode 1)

p-Value Statistik Uji 2)

3)

LLC Breitung IPS ADF-

Fisher PP-Fisher

P 0 3 0.1341 0.6139 0.7396 0.9141 0.9841

∆P 1 2 0.0000** - 0.0200*** 0.0143*** 0.0058**

M 0 3 0.6738 0.8069 0.8802 0.9983 0.9963

∆M 1 2 0.0000** - 0.0351*** 0.0304*** 0.0344***

GEXP 0 3 0.0000** 0.1262 0.0887 0.0061** + 0.0000**

∆GEXP 1 2 0.0000** - 0.0003** 0.0002** 0.0000**

Y 0 3 0.0000** 0.3037 0.2266 0.0864 0.0001** +

∆Y 1 2 0.0000** - 0.0124*** 0.0082** 0.0002**

W 0 3 0.0000** 0.9421 0.0551 0.0023** + 0.0000**

∆W 1 2 0.0000** - 0.0000** 0.0000** 0.0000**

KI 0 3 0.0000** 0.0123 0.3940 0.2874 0.1227

∆KI 1 2 0.0000** - 0.0003** 0.0002** 0.0000**

OIL_P 0 3 0.3454 0.1271 0.8068 0.9877 0.9877

∆OIL_P 1 2 0.0000** - 0.0004** 0.0003** 0.0003**

FOOD_P 0 3 0.0000** 0.0016** 0.3796 0.2533 0.0001**

∆FOOD_P 1 2 0.0000** - 0.0181*** 0.0092** 0.0000**

Keterangan :

1)

1 = data first differencing Differencing : 0 = data level

2)

2 = dengan intersep – tanpa tren Metode : 1 = tanpa intersep – tanpa tren

3 = dengan intersep – dengan tren 3)

Breitung = Breitung t-stat Statistik Uji : LLC = Levin, Lin & Chu t*

IPS = Im, Pesaran and Shin W-stat ADF-Fisher = ADF-Fisher Chi-square PP-Fisher = PP-Fisher Chi-square 4)

*** = pada taraf nyata α 5 % Signifikansi : ** = pada taraf nyata α 1 %

+ = pada taraf nyata α 10 %

5.2 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

Estimasi model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi inflasi

di Pulau Jawa yang menggunakan analisis data panel, dapat dilakukakan melalui

tiga pendekatan estimasi model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect

Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).

Page 72: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

57

Pertama-tama, dilakukan estimasi model regresi data panel faktor-faktor

yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa dengan pendekatan PLS (Lampiran.3)

menghasilkan estimasi model dengan nilai R2

Selanjutnya, estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang

memengaruhi inflasi di Pulau Jawa dilakukan dengan metode FEM (lampiran.4)

menghasilkan estimasi model dengan R

sebesar 0,421998. Dengan melihat

nilai Prob(F-statistic) sebesar 0,000409 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata

α sebesar 1 persen, hal ini berarti model PLS menyatakan bahwa secara

keseluruhan minimal ada satu variabel diantara jumlah uang beredar, pengeluaran

pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, kondisi infrastruktur, harga

minyak dunia dan harga pangan dunia yang secara signifikan memengaruhi inflasi

dengan tingkat kepercayaan 99 persen.

2

Langkah berikutnya adalah mengestimasi model regresi data panel faktor-

faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa melalui pendekatan REM.

Disebabkan jumlah pengamatan cross section pada penelitian ini tidak mencukupi

untuk di estimasinya model dengan pendekatan REM, maka estimasi dengan

pendekatan REM tidak dapat di lakukan. Dengan demikian, tahapan pengujian

untuk memilih model terbaik antara FEM dan REM dengan menggunakan

Hausman Test dapat diabaikan.

0,523606. Secara sekilas estimasi model

dengan pendekatan FEM menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan

dengan PLS, namun Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan

model terbaik antara PLS dan FEM. Hasil Chow Test (Lampran.5) menunjukkan

nilai statistik dengan probability sebesar 0,1120 yang lebih besar bila

dibandingkan dengan taraf nyata α 1, 5, maupun 10 persen. Hal tersebut

menyatakan bahwa pendekatan PLS lebih baik daripada pendekatan FEM,

sehingga dinyatakan bahwa pendekatan terbaik untuk mengestimasi model pada

penelitian ini adalah PLS.

Page 73: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

58

5.3 Tahapan Evaluasi Model

5.3.1 Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika

Tahapan pemilihan pendekatan model terbaik berdasarkan Chow Test

menunjukkan bahwa PLS merupakan pendekatan terbaik untuk mengestimasi

model penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian asumsi klasik

terhadap model estimasi data panel PLS. Pengujian asumsi klasik harus tetap

dilakukan agar model dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best

Liniear Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik meliputi uji

normalitas, uji multikoliniearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

5.3.1.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque Bera Test yang terdapat

dalam software Eviews 6. Hasil perhitungan dengan menggunakan software

Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran.6. Dari hasil tersebut diperoleh

nilai p-value sebesar 0,419674 (Lampiran.6). Hal tersebut menandakan bahwa

nilai p-value lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α 1, 5, maupun 10

persen, dimana jika nilai p-value lebih besar menandakan H0

tidak ditolak dan

menandakan bahwa residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa kriteria normalitas model estimasi telah terpenuhi.

5.3.1.2 Uji Multikoliniearitas

Multikolinearitas menandakan terdapat hubungan linier antar variabel

independennya. Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan

koefisien korelasi sederhana (Pearson correlation coefficient) antar peubah

bebasnya. Persyaratan kecukupan (sufficient condition) untuk terbebas dari

pelanggaran asumsi multikoliniearitas ini adalah nilai koefisien korelasi antar

variabel bebas pada model tidak boleh melebihi tanda mutlak 0.8. Sedangkan

syarat perlu (necessary condition) yang perlu dipenuhi apabila syarat cukup tidak

terpenuhi adalah nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak boleh

melebihi 5 atau 10.

Page 74: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

59

Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan software

Eviews 6 menghasilkan output pada lampiran.2. Dengan melihat hasil output

tersebut, tidak terdapat nilai koefisien korelasi yang melebihi kisaran nilai 0,80

pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyatatan kecukupan telah

terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi

multikoliniearitas dalam estimasi model penelitian.

5.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena

tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar error tidak lagi

dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak

efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak

dapat dipercaya. Jika model mengalami masalah heteroskedastisitas, dengan

menggunakan metode GLS Weight Cross-section SUR permasalahan tersebut

sudah dapat teratasi dan model estimasi dapat dikatakan telah terbebas dari

masalah heteroskedastisitas.

Disamping hal tersebut, heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan

melakukan plotting pada sebaran standardized residualnya. Apabila secara grafis

terlihat bahwa residual dari model terdistribusi normal maka dapat dikatakan tidak

terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. Lampiran.7 menunjukkan uji

heteroskedastisitas berdasarkan grafik. Berdasarkan grafik tersebut dapat

disimpulkan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas.

5.3.1.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian observasi yang

diurutkan menurut waktu atau diurutkan menurut ruang. Autokorelasi akan

menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan

konsisten. Pengujian untuk mendeteksi permasalahan autokorelasi dapat

dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson Statistic pada model dan

membandingkannya dengan nilai DW-Tabel. Namun, karena model sudah

Page 75: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

60

diestimasi dengan menggunakan metode pembobotan GLS Weights Cross section

SUR maka masalah tersebut langsung dapat terkoreksi. Metode GLS Cross

section SUR dapat digunakan untuk mengoreksi masalah autokorelasi, dengan

demikian, model estimasi regresi data panel pada penelitian ini telah terbebas dari

masalah autokorelasi.

5.3.2 Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika

Setelah dilakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan

bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik pada penelitian ini

menggunakan pendekatan PLS dengan metode pembobotan GLS Weight Cross

section SUR. Dengan nilai R2

Tabel 5.2 Nilai Statistik Model Inflasi di Pulau Jawa

model sebesar 0,421998 menandakan bahwa

variabel jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi,

upah minimum, kondisi infrastruktur, harga minyak dunia dan harga pangan dunia

mampu menjelaskan keragaman dalam inflasi di Pulau Jawa sebesar 42,20 persen

dan sisanya sebesar 57,80 persen keragaman dalam inflasi di Pulau Jawa

dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Kriteria statistik lainnya dapat dilihat

pada Tabel 5.2

Kriteria Statistik Nilai

R 0.421998 2

Adjusted R 0.334041 2

S.E. of regression 0.967544

F-statistic 4.797779

Prob(F-statistic) 0.000409

Mean dependent var 1.782925

S.D. dependent var 2.049364

Sum squared resid 43.06251

Durbin-Watson statistic 1.613516

Page 76: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

61

Dengan melihat nilai Prob(F-statistic) sebesar 0,000409 yang lebih kecil

jika dibandingkan taraf nyata α sebesar 1 persen, hal ini menyatakan bahwa secara

keseluruhan minimal ada satu variabel diantara jumlah uang beredar, pengeluaran

pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, kondisi infrastruktur, harga

minyak dunia dan harga pangan dunia yang secara signifikan memengaruhi inflasi

di Pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen.

Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-statistic) dari

masing-masing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata α sebesar 10 persen

(variabel pengeluaran pemerintah, harga minyak dunia dan pertumbuhan

ekonomi) serta beberapa signifikan pada taraf nyata α 1 persen (kondisi

infrastruktur dan upah minimum), maka dapat disimpulkan bahwa pengeluaran

pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, kondisi infrastruktur dan

harga minyak dunia berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa,

sementara variabel jumlah uang beredar dan harga pangan dunia tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Tabel 5.3 Hasil Estimasi Model Inflasi di Pulau Jawa

Variabel Koefisien Standar Error t-Statistic Prob

C 0.054130 0.014785 3.661005 0.0006

D(GEXP) 0.015390 0.008338 1.845891 0.0713+

D(OIL_P) 0.086558 0.047303 1.829861 0.0738+

D(FOOD_P) -0.133759 0.092028 -1.453463 0.1529

D(M) 0.049431 0.077068 0.641392 0.5245

D(KI) 0.002159 0.000615 3.507293 0.0010**

D(Y) 0.124943 0.071513 1.747137 0.0873+

D(W) 0.084064 0.019137 4.392706 0.0001** Keterangan : (**) Signifikan pada taraf nyata 1 persen (***) Signifikan pada taraf nyata 5 persen (+) Signifikan pada taraf nyata 10 persen

Selanjutnya, dengan melihat koefisien dari masing-masing variabel dapat

diketahui bahwa semua variabel yang signifikan memiliki pengaruh positif

Page 77: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

62

terhadap inflasi di Pulau Jawa. Tabel 5.3 menyajikan hasil estimasi untuk masing-

masing variabel dalam model inflasi di Pulau Jawa.

5.3.3 Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi

Estimasi yang diberikan oleh pendekatan PLS menunjukkan hasil yang

cukup baik karena telah melampaui berbagai syarat-syarat pengujian model.

Tahap selanjutnya perlu diperiksa kembali tanda dari koefisien regresi, apakah

sudah sesuai dengan nilai parameter yang diharapkan. Berdasarkan tujuh penduga

koefisien yang diperoleh melalui metode PLS, dua diantaranya yaitu pertumbuhan

jumlah uang beredar dan perubahan harga pangan dunia memiliki pengaruh yang

tidak signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa. Anomali dari dampak

pertumbuhan jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang sesuai dengan teori

namun tidak signifikan terhadap inflasi, hal tersebut disebabkan oleh penggunaan

data yang belum akurat merepresentasikan kondisi jumlah uang beredar untuk

studi kasus pada tataran provinsi. Anomali lainnya dari hasil estimasi model

adalah tanda dari koefisien perubahan harga pangan dunia berpengaruh negatif,

namun karena pengaruhnya tidak signifikan terhadap inflasi, maka fakta ini dapat

diterima, meskipun sangat sulit menjelaskan pengaruh yang negatif akibat

kenaikan harga pangan dunia pada kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya variabel-

variabel yang signifikan memengaruhi inflasi dijelaskan pada sub-bab berikut.

5.3.3.1 Variabel Perubahan Pengeluaran Pemerintah

Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel perubahan

pengeluaran pemerintah D(GEXP) sebesar 0,015390. Hal ini menandakan bahwa

perubahan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap inflasi di Pulau

Jawa. Peningkatan persentase perubahan pengeluaran pemerintah sebesar 1 persen

akan menyebabkan kenaikan inflasi 0,015 persen dengan asumsi cateris paribus.

Pada kenyataannya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang

diajukan sebelumnya maupun teori demand-pull inflation. Pengeluaran

pemerintah merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilaksanakan

Page 78: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

63

untuk mendukung kegiatan perekonomian dalam memacu pertumbuhan.

Berdasarkan teori demand-pull inflation dalam keadaan perekonomian yang sudah

full employment, peningkatan pengeluaran pemerintah daerah justru hanya akan

meningkatkan tingkat inflasi tanpa memengaruhi output. Penelitian ini juga

konsisten dengan penelitian terdahulu (Brodjonegoro et al, 2005) dan (Hamzah

dan Sofilda, 2006).

5.3.3.2 Variabel Perubahan Harga Minyak Dunia

Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel perubahan

harga minyak dunia D(OIL_P) sebesar 0,086558. Hal ini menandakan bahwa

perubahan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Peningkatan persentase perubahan harga minyak dunia sebesar 1 persen, akan

meningkatkan inflasi di Pulau Jawa sebesar 0,087 persen dengan asumsi cateris

paribus.

Pada kenyataanya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang

diajukan sebelumnya maupun dengan teori cost-push inflation. Peningkatan pada

harga minyak dunia tentunya akan memengaruhi Indonesia sebagai salah satu

negara importir minyak tentunya juga tekena imbas akibat kenaikan harga minyak

dunia. Kenaikan harga minyak dunia akan direspon pemerintah dengan

menaikkan harga minyak domestik untuk mengurangi beban fiskal pemerintah

sehingga akan menyebabkan biaya produksi hampir seluruh sektor perekonomian

di Pulau Jawa akan mengalami peningkatan. Sebagai produsen yang rasional

tentunya kenaikan biaya produksi hanya akan direspon dengan mengurangi

produksi atau meningkatkan harga jual yang keduanya akan berakibat memicu

inflasi untuk naik. Penelitian ini konsisten mendukung penelitian terdahulu

(Satrya, 2009) dan (Wahyuni, 2011).

5.3.2.3 Variabel Perubahan Kondisi Infrastruktur

Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel perubahan

kondisi infrastruktur D(KI) sebesar 0,002159. Hal ini menandakan bahwa

Page 79: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

64

perubahan kondisi infrastruktur memiliki pengaruh yang positif terhadap inflasi di

Pulau Jawa. Peningkatan persentase perubahan kondisi infrastruktur sebesar 1

persen, akan meningkatkan inflasi di Pulau Jawa sebesar 0,002 persen dengan

asumsi cateris paribus.

Pada kenyataannya hasil penelitian ini berbeda dengan hipotesis penelitian

yang telah diajukan maupun dengan teori cost-push inflation. dampak dari

peningkatan kualitas infrastruktur bisa menyebabkan kenaikan tingkat harga atau

sebaliknya tergantung dari struktur perekonomian suatu negara atau wilayah.

Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat menyebabkan dua kondisi

yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan ekspor atau sebaliknya akan

meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila kemudian yang terjadi adalah

peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap harga cenderung menjadi negatif,

namun jika yang terjadi sebaliknya dampaknya terhadap inflasi menjadi positif

(Oosterhaven dan Elhorst, 2003).

Tabel 5.4 Neraca Perdagangan Provinsi Pulau Jawa

2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta -2.796.238.297,0 -27.364.025.047,0 -15.562.798.072,0 -30.432.900.226,0 Jawa Barat -1.059.322.629,0 -2.037.976.611,0 -1.370.358.114,0 -249.465.961,0

Jawa Tengah -3.537.144.871,0 -6.889.828.191,0 -3.183.795.800,0 -5.776.463.859,0 DIY 2.380.630,0 2.125.652,0 2.700.587,0 11.436.587,0

Jawa Timur 629.964.532,0 -8.432.895.247,0 -254.368.113,0 -643.748.407,0 Banten -4.247.554.150,0 -6.428.958.937,0 -4.837.155.878,0 -6.665.677.315,0

Sumber: Kemendag, 2012

Tabel 5.4 memberikan informasi mengenai neraca perdagangan provinsi di

Pulau Jawa. Berdasarkan tabel tersebut apabila diagregsi pada keseluruhan

provinsi, Pulau Jawa memeiliki neraca perdagangan yang defisit (impor lebih

besar dibandingkan ekspor). Defisit tersebut diakibatkan oleh tingginya

ketergantungan impor akan bahan baku produksi pada tiap-tiap sektor pada

perekonomian Pulau Jawa baik migas maupun non-migas. Satu-satunya provinsi

yang tidak mengalami defisit neraca perdagangan pada tabel adalah provinsi DIY,

namun jumlahnya tidak dapat menutupi defisit yang terjadi pada provinsi-provinsi

lainnya di Pulau Jawa.

Page 80: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

65

5.3.2.4 Variabel Perubahan Pertumbuhan Ekonomi

Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel perubahan

pertumbuhan ekonomi D(Y) sebesar 0,124943. Hal ini menandakan bahwa

perubahan pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang positif terhadap inflasi

di Pulau Jawa. Peningkatan persentase perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1

persen, akan meningkatkan inflasi di Pulau Jawa sebesar 0,12 persen dengan

asumsi cateris paribus.

Pada kenyataanya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal yang

diajukan maupun dengan teori demand-pull inflation. Chowdhury dan Siregar

(2004) menyatakan bahwa inflasi adalah sebagai pendorong pertumbuhan

ekonomi, sehingga saat perekonomian mengalami pertumbuhan maka hal tersebut

kemudian akan dibarengi dengan semakin meningkatnya tingkat inflasi.

5.3.2.5 Variabel Perubahan Upah Minimum

Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel perubahan

upah minimum D(W) sebesar 0,084064. Hal ini menandakan bahwa perubahan

upah minimum memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di

Pulau Jawa. Peningkatan persentase pertumbuhan upah minimum sebesar 1

persen, akan meningkatkan inflasi di Pulau Jawa sebesar 0,084 persen dengan

asumsi cateris paribus.

Pada kenyataanya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal yang

diajukan maupun dengan teori cost-push inflation. Upah merupakan salah satu

input utama dalam proses produksi. Kenaikan dalam upah akan menyebabkan

kenaikan biaya produksi sehingga produsen akan mengurangi outputnya untuk

mengantisipasi kenaikan biaya tersebut, dengan penurnan output ini membuat

harga barang dan jasa akan meningkat.

Page 81: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

66

5.4 Implikasi Kebijakan Pengendalian Inflasi

Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Untuk mengendalikan inflasi dapat dilakukan dengan

menggunakan kebijakan moneter, fiskal atau kebijakan yang menyangkut

kenaikan produksi.

Sasaran kebijakan moneter dapat dicapai melalui pengaturan jumlah uang

beredar (M). Salah satu komponen M adalah uang giral (demand deposit), dengan

demikian Bank Sentral (BI) dapat mengatur uang giral ini melalui penetapan

cadangan minimum. Disamping itu, BI juga dapat menggunakan tingkat diskonto

(discount rate) dan operasi pasar terbuka. Discount rate merupakan tingkat bunga

pinjaman yang diberikan oleh Bank Sentral terhadap Bank Umumm, sedangkan

operasi pasar terbuka adalah jual beli surat-surat berharga BI dengan tujuan

menekan jumlah uang beredar.

Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah

serta perpajakan yang secara langsung dapat memengaruhi permintaan total dan

dengan demikian akan memengaruhi harga. Inflasi dapat dikendalikan melalui

penurunan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak.

Kebijakan penentuan harga juga dapat dilakukan untuk pengendalian

inflasi. Kebijakan tersebut dilakukan dengan penentuan ceiling harga, serta

mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk upah dan komoditas lain yang

menguasai hajat hidup orang banyak, shingga pemerintah dapat dengan langsung

bertindak terhadap kondisi yang terjadi.

Merujuk kepada hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, Tabel 5.5.

berikut menyajikan rangkuman arah kebijakan yang disarankan oleh penulis

dalam rangka pengendalian inflasi di Pulau Jawa.

Page 82: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

67

Tabel 5.5 Implikasi Kebijakan Berdasarkan Hasil Penelitian

No. Hasil Penelitian Implikasi Kebijakan

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Pemerintah daerah sebaiknya mengendalikan pengeluarannya dengan peningkatan efisiensi alokasi anggaran dan memberikan bobot yang lebih besar kepada belanja modal bila dibandingkan dengan belanja barang.

2. Harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Pemerintah pusat sebaiknya: 1. Tetap memberikan bantuan subsidi

namun, diiringi dengan melaksanakan kebijakan penyesuaian harga BBM secara perlahan-lahan menyesuaikan dengan proporsi keuagan pemerintah.

2. Terkait dengan kebutuhan konsumsi bahan bakar untuk keperluan produksi industri perlu dialihkan ke penggunaan energi alternatif lain seperti gas maupun panas bumi sehingga tekanan terhadap kebutuhan bahan bakar (minyak bumi) semakin berkurang.

3. Kondisi infrastruktur jalan raya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Pemerintah baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota disarankan agar:

1. Meningkatkan daya saing produk karena dengan peningkatan daya saing maka ekspor neto akan terus meningkat serta memacu ekspor untuk komoditas unggulan sehingga peningkatan kondisi infrastruktur memiliki dampak seperti diharapkan yaitu mengurangi biaya transportasi serta lancarnya arus barang sehingga tingkat harga menjadi turun

2. Memelihara, memperbaiki dan terus meningkatkan infrastruktur jalan raya yang sudah tersedia.

Page 83: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

68

4. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.

Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya menciptakan iklim yang mendorong peningkatan produksi sekaligus membantu menyediakan atau paling tidak mempermudah penyediaan baik secara langsung maupun tidak langsung atas barang-barang komoditas utama yang banyak dikonsumsi pada perekonomian daerah masing-masing untuk mencukupi kenaikan pada sisi permintaan.

5. Upah minimum regional berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa

Pemerintah pusat sebaiknya memepertimbangkan besarnya penyesuain upah minimum regional agar peningkatannya tidak lebih tinggi dari tingkat inflasi.

Page 84: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dalam penulisan skripsi ini,

maka hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengujian variabel pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi inflasi

di Pulau Jawa dilakukan dengan menggunakan metode data panel Pooled

Least Square (PLS). Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa

signifikansi pengaruh variabel-variabel seperti perubahan pengeluaran

pemerintah, perubahan pertumbuhan ekonomi, perubahan upah minimum,

perubahan kondisi infrastruktur dan perubahan harga minyak dunia

menunjukkan berpengaruh terhadap pergerakan inflasi di Pulau Jawa.

Sedangkan variabel perubahan jumlah uang beredar dan perubahan harga

pangan dunia tidak berpengaruh signifikan dalam memengaruhi

pergerakan tingkat inflasi di Pulau Jawa.

2. Implikasi kebijakan yang harus dilakukan untuk mengatasi inflasi tidak

terlepas dari sumber-sumber yang menyebabkan inflasi pada

perekonomian regional. Berdasarkan hasil analisis regresi penyebab

munculnya inflasi pada perekonomian regional lebih disebabkan dari sisi

penawaran. Oleh karena itu perhatian sebaiknya lebih difokuskan kepada

sektor produksi dalam mengendalikan inflasi. Temuan penting dari

penelitian ini adalah perubahan kondisi infrastruktur di Pulau Jawa

ternyata memberikan pengaruh yang positif terhadap inflasi. oleh

karenanya disamping tetap menjaga dan meningkatkan kualitas dari

kondisi infrastruktur yang sudah tersedia, sebaiknya pemerintah juga

memperhatikan keseimbangan ekspor dan impor di Pulau Jawa dengan

mendorong ekspor supaya dapat mengimbangi impornya. Dengan

meningkatkatnya kuantitas nilai ekspor maka diharapkan peningkatan

kondisi infrastruktur dapat optimal mendukung ekspor tersebut, sehingga

dapat mengurangi tingkat inflasi.

Page 85: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

70

6.2 Saran

Keterbatasan penelitian ini adalah hanya membahas inflasi pada Pulau

Jawa saja. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah sebgai berikut:

1. Merubah cakupan penelitian menjadi provinsi-provinsi lain selain Pulau

Jawa, sehingga melengkapi hasil penelitian ini.

2. Memasukkan variabel lain yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap

volatilitasi inflasi baik di Pulau Jawa maupun di provinsi-provinsi lainnya

di Indonesia, yaitu suku bunga sebagai proksi lain kebijakan moneter dan

variabel ekspor-impor.

3. Mengumpulkan keterbatasan data yang tidak diperoleh penulis pada

penelitian ini, seperti jumlah uang beredar pada level provinsi, maupun

penggunaan data harga komoditas pangan yang paling besar dikonsumsi di

masing-masing provinsi sebagai proksi harga pangan dunia agar lebih

mampu untuk menjelaskan dinamika inflasi pada perekonomian regional

secara lebih akurat.

Page 86: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

DAFTAR PUSTAKA

Alam, K. dan Shahiduzzaman. Md. 2008. “Inflation and Food Security: Some Emerging Issues in Developing Countries”, Australian Conference of Economics, September 29 – October 03, pp. 1-17.

Apriani, D. K. 2007. Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia: Periode 1990-2006 [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Arimurti, T. dan Budi, T. 2011. “Presistensi Inflasi di Jakarta dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pengendalian Inflasi Daerah”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan (BEMP), Juli, Bank Indonesia.

Arjakusuma, R.S, 2009. Analisis Inflasi Regional di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Atmadja, A. S. 1999. “Inflasi di Indonesia : Sumber-sumber Penyebab dan pengendaliannya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, pp. 55-67.

Badan Pusat Statistik. 2005. Metode Pengukuran Inflasi di Indonesia. Direktorat Statistik Keuangan dan Harga, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Baer, W. 1967. “The Inflation Controversy in Latin America : A Survey”, Latin American Research Review, Vol. 2, No. 2 (Spring, 1967), pp. 3-25.

Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Editions. Chicester: John Wiley & Sons. Ltd. West Sussex.

Barro, R. J. 1996. “Inflation and Growth”, Journal of Federal Reserve Bank of St. Louis, May/June edition.

Beirne, J. 2009. “Vulnerability of Inflation in The New EU Member States to Country-specific and Global Factors”, Economics Bulletin, Vol. 29, No. 2, pp. 1420-1431.

Blanchard, O. 2004. Macroeconomics 4th

Boediono. 1999. Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Moneter, LPBFE, Jogjakarta.

Editions, Prentice Hall, New Jersey.

Brodjonegoro, B.P.S., Telissa, F dan Beta, Y.G. 2005. “Determinant Factor of Regional Inflation in Decentralized Indonesia”, Journal Economics and Finance in Indonesia, Vol. 53, No. 1, pp. 1-31.

Chowdhury, A. dan Siregar, H. 2004. “Indonesia’s Monetary Policy Dilemma: Constraints of Inflation Targeting”, The Journal of Developing Areas, Vol. 37, No. 2, pp. 137-153.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Page 87: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

72

Fielding, D. 2008. “Inflation Volatility and Economic Development: Evidence from Nigeria:, University of Otago Economics Discussion Papers, No. 0807, September 2008.

Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. IPB Press, Bogor.

Gali, J. dan Gertler, M. 1999. “Inflation Dynamics: A Structural Econometric Analysis”, Journal of Monetary Economics, Vol. 44, pp. 195-222.

Gemmell, N. 1994. Ilmu Ekonomi Pembangunan: Beberapa Survai. LP3ES, Jakarta.

Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Editions. McGraw-Hill, New York.

Hamzah, M. Z. dan Sofilda, E. 2006. “Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM)”, Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 2, No, 1, pp. 21-35.

Hoover, E.M. dan Giarratani, F. 1989. An Indtroduction to Regional Economics. Third Editions.

Hossain, A. dan Chowdhury, A. 1998. Open Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar, Massachusetts.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.

______. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. IPB Press, Bogor.

Lestari, N. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi Pada Perekonomian Regional Indonesia [Thesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Lipsey, R.G., P.O Steiner, D.D Purvis dan P.N Cournant. 1995. Pengantar Makroekonomi edisi Sepuluh. Terj. Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.

Mallik, G. dan Anis, C. 2001. “Inflation and Economic Growth: Evidence From Four South Asian Countries”, Asia-Pacific Development Journal, Vol. 8, No. 1, June.

Mishkin, F. S. 2007. “Inflation Dynamics”, NBER Working Paper, No. 13147, June 2007.

___________. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Edisi 8 buku 2. Salemba Empat, Jakarta.

Nagayasu, J. 2009. “Regional Inflation in China”, 83rd

Oosterhaven, J. and Elhorst, J.P. 2003. “Indirect Economic Benefits of Transport Infrastructure Investment”, Across The Border. pp. 143-161. De Boeck, Ltd.

Annual Conference of the Western Economics Association International. Ltd.

Prasetyo, R. B. dan Muhammad, F. 2009. “Pengaruh Infrastruktur Pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, Vol. 2, No. 2, pp. 222-236.

Page 88: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

73

Rahardja, P. dan Mandala, M. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi Ketiga. LPFEUI, Depok.

Solikin. 2007. “Karakteistik Tekanan Inflasi di Indonesia: Pengaruh Dinamis Sisi Permintaan-Penawaran dan Prospek Ke Depan”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan (BEMP), Januari, Bank Indonesia.

Subekti, A. 2011. Dinamika Inflasi Indonesia pada Tataran Provinsi [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Buku 1, Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta.

Verbeek, M. 2004. A Guide to Modern Econometric. 2nd

Wahyuni, D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi di Indonesia dari Sisi Penawaran Tahun 1998-2010 [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Edition. Chicester : John Wiley & Sons. Ltd.

Wimanda, R. E. 2006. “Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence, and Determinants”, Bank Indonesia Working Papers, No. WP/ 13/ 2006.

________. 2011. “Dampak Depresiasi Nilai Tukar dan Pertumbuhan Uang Beredar Terhadap Inflasi: Aplikasi Threshold Model”, Buletin Ekonomi dan Moneter Perbankan (BEMP), April, Bank Indonesia.

Page 89: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

LAMPIRAN

Page 90: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

75

Lampiran.1 Hasil Pengujian Panel Unit Root dengan Software Eviews 6 Ln IHK (P) Panel unit root test: Summary Series: P Date: 06/19/12 Time: 13:30 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.10707 0.1341 6 52 Breitung t-stat 0.28950 0.6139 6 46

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat 0.64213 0.7396 6 52 ADF - Fisher Chi-square 6.03986 0.9141 6 52 PP - Fisher Chi-square 3.96552 0.9841 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln IHK (∆P)

Panel unit root test: Summary Series: D(P) Date: 06/19/12 Time: 13:30 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.34697 0.0000 6 47

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -2.05331 0.0200 6 47 ADF - Fisher Chi-square 25.1167 0.0143 6 47 PP - Fisher Chi-square 27.8389 0.0058 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 91: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

76

Ln Jumlah Uang Beredar (M) Panel unit root test: Summary Series: M Date: 06/19/12 Time: 15:59 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* 0.45053 0.6738 6 54 Breitung t-stat 0.86652 0.8069 6 48

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat 1.17619 0.8802 6 54 ADF - Fisher Chi-square 2.47139 0.9983 6 54 PP - Fisher Chi-square 2.89123 0.9963 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Jumlah Uang Beredar (∆M)

Panel unit root test: Summary Series: D(M) Date: 06/19/12 Time: 16:00 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -4.68980 0.0000 6 48

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -1.81017 0.0351 6 48 ADF - Fisher Chi-square 22.6966 0.0304 6 48 PP - Fisher Chi-square 22.2914 0.0344 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 92: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

77

Ln Pengeluaran Pemerintah (GEXP) Panel unit root test: Summary Series: GEXP Date: 06/19/12 Time: 16:07 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -8.61066 0.0000 6 49 Breitung t-stat -1.14444 0.1262 6 43

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -1.34896 0.0887 6 49 ADF - Fisher Chi-square 27.7055 0.0061 6 49 PP - Fisher Chi-square 44.7740 0.0000 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Pengeluaran Pemerintah (∆GEXP)

Panel unit root test: Summary Series: D(GEXP) Date: 06/19/12 Time: 16:08 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -6.08833 0.0000 6 44

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.39869 0.0003 6 44 ADF - Fisher Chi-square 37.2476 0.0002 6 44 PP - Fisher Chi-square 65.7363 0.0000 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 93: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

78

Ln Pertumbuhan Ekonomi (Y) Panel unit root test: Summary Series: Y Date: 06/19/12 Time: 16:11 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.94205 0.0000 6 52 Breitung t-stat -0.51374 0.3037 6 46

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -0.75004 0.2266 6 52 ADF - Fisher Chi-square 19.0887 0.0864 6 52 PP - Fisher Chi-square 40.2838 0.0001 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Pertumbuhan Ekonomi (∆Y)

Panel unit root test: Summary Series: D(Y) Date: 06/19/12 Time: 16:11 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.62746 0.0000 6 47

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -2.24458 0.0124 6 47 ADF - Fisher Chi-square 26.8316 0.0082 6 47 PP - Fisher Chi-square 37.2356 0.0002 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 94: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

79

Ln Upah Minimum Regional (W) Panel unit root test: Summary Series: W Date: 06/19/12 Time: 16:14 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.54105 0.0000 6 52 Breitung t-stat 1.57231 0.9421 6 46

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -1.59724 0.0551 6 52 ADF - Fisher Chi-square 30.5468 0.0023 6 52 PP - Fisher Chi-square 61.1681 0.0000 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Upah Minimum Regional (∆W)

Panel unit root test: Summary Series: D(W) Date: 06/19/12 Time: 16:14 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -9.49763 0.0000 6 47

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -4.88357 0.0000 6 47 ADF - Fisher Chi-square 46.8814 0.0000 6 47 PP - Fisher Chi-square 76.6750 0.0000 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 95: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

80

Ln Kondisi Infrastruktur (KI) Panel unit root test: Summary Series: KI Date: 06/19/12 Time: 16:15 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -4.57443 0.0000 6 50 Breitung t-stat -2.24877 0.0123 6 44

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -0.26889 0.3940 6 50 ADF - Fisher Chi-square 14.2121 0.2874 6 50 PP - Fisher Chi-square 17.7755 0.1227 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Kondisi Infrastruktur (∆KI)

Panel unit root test: Summary Series: D(KI) Date: 06/19/12 Time: 16:16 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.63797 0.0000 6 46

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.45702 0.0003 6 46 ADF - Fisher Chi-square 37.3333 0.0002 6 46 PP - Fisher Chi-square 49.0901 0.0000 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 96: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

81

Ln Harga Minyak Dunia (OIL_P) Panel unit root test: Summary Series: OIL_P Date: 06/19/12 Time: 16:18 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -0.39781 0.3454 6 54 Breitung t-stat -1.14023 0.1271 6 48

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat 0.86633 0.8068 6 54 ADF - Fisher Chi-square 3.74051 0.9877 6 54 PP - Fisher Chi-square 3.74051 0.9877 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Harga Minyak Dunia (∆OIL_P)

Panel unit root test: Summary Series: D(OIL_P) Date: 06/19/12 Time: 16:18 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.93437 0.0000 6 48

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.38853 0.0004 6 48 ADF - Fisher Chi-square 36.0853 0.0003 6 48 PP - Fisher Chi-square 36.0853 0.0003 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 97: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

82

Ln Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia (FOOD_P) Panel unit root test: Summary Series: FOOD_P Date: 06/19/12 Time: 16:20 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.22390 0.0000 6 48 Breitung t-stat -2.95602 0.0016 6 42

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -0.30640 0.3796 6 48 ADF - Fisher Chi-square 14.7876 0.2533 6 48 PP - Fisher Chi-square 38.7855 0.0001 6 54 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. 1st

Differencing Ln Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia (∆FOOD_P)

Panel unit root test: Summary Series: D(FOOD_P) Date: 06/19/12 Time: 16:21 Sample: 2001 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 1 Newey-West bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test Cross- Method Statistic Prob.** sections Obs Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.29265 0.0000 6 42

Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -2.09418 0.0181 6 42 ADF - Fisher Chi-square 26.4815 0.0092 6 42 PP - Fisher Chi-square 68.4211 0.0000 6 48 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Page 98: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

83

Lampiran.2 Korelasi Antar Variabel Independen Pada Model 1st

Differencing

D(M) D(GEXP) D(Y) D(W) D(KI) D(OIL_P) D(FOOD_P) D(M) 1.0000 -0.1023 -0.2999 0.0640 -0.1256 -0.1419 -0.0323

D(GEXP) -0.1023 1.0000 -0.0352 0.5617 0.0370 0.0049 -0.1235 D(Y) -0.2999 -0.0352 1.0000 -0.1420 0.0084 0.2447 0.2808 D(W) 0.0640 0.5617 -0.1420 1.0000 -0.2034 -0.1529 -0.2190 D(KI) -0.1256 0.0370 0.0084 -0.2034 1.0000 -0.0041 -0.0754

D(OIL_P) -0.1419 0.0049 0.2447 -0.1529 -0.0041 1.0000 0.8044 D(FOOD_P) -0.0323 -0.1235 0.2808 -0.2190 -0.0754 0.8044 1.0000

Page 99: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

84

Lampiran.3 Hasil Estimasi Model dengan Pendekatan Pooled Least Square Model 1st

Differencing

Dependent Variable: D(P) Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 06/21/12 Time: 02:15 Sample (adjusted): 2002 2010 Periods included: 9 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 54 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(M) 0.049431 0.077068 0.641392 0.5245

D(GEXP) 0.015390 0.008338 1.845891 0.0713 D(Y) 0.124943 0.071513 1.747137 0.0873 D(W) 0.084064 0.019137 4.392706 0.0001 D(KI) 0.002159 0.000615 3.507293 0.0010

D(OIL_P) 0.086558 0.047303 1.829861 0.0738 D(FOOD_P) -0.133759 0.092028 -1.453463 0.1529

C 0.054130 0.014785 3.661005 0.0006 Weighted Statistics R-squared 0.421998 Mean dependent var 1.782925

Adjusted R-squared 0.334041 S.D. dependent var 2.049364 S.E. of regression 0.967544 Sum squared resid 43.06251 F-statistic 4.797779 Durbin-Watson stat 1.613516 Prob(F-statistic) 0.000409

Unweighted Statistics R-squared 0.375425 Mean dependent var 0.081592

Sum squared resid 0.027218 Durbin-Watson stat 1.891161

Page 100: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

85

Lampiran.4 Hasil Estimasi Model dengan Pendekatan Fixed Effect Model 1st

Differencing

Dependent Variable: D(P) Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 06/21/12 Time: 02:18 Sample (adjusted): 2002 2010 Periods included: 9 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 54 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(M) 0.083627 0.075954 1.101029 0.2773

D(GEXP) 0.023415 0.009337 2.507786 0.0162 D(Y) 0.188878 0.075511 2.501332 0.0165 D(W) 0.085713 0.022540 3.802649 0.0005 D(KI) 0.001921 0.000908 2.116836 0.0404

D(OIL_P) 0.094602 0.045473 2.080410 0.0438 D(FOOD_P) -0.154601 0.088205 -1.752753 0.1171

C 0.041552 0.014756 2.815900 0.0074 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.523606 Mean dependent var 1.777053

Adjusted R-squared 0.384173 S.D. dependent var 2.495105 S.E. of regression 1.020650 Sum squared resid 42.71078 F-statistic 3.755264 Durbin-Watson stat 1.842296 Prob(F-statistic) 0.000729

Unweighted Statistics R-squared 0.419790 Mean dependent var 0.081592

Sum squared resid 0.025285 Durbin-Watson stat 2.105064

Page 101: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

86

Lampiran .5 Hasil Chow Test Model 1st

Differencing

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.918846 (5,41) 0.1120

Page 102: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

87

Lampiran.6 Hasil Uji Normalitas Model 1st

Differencing

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-1 0 1 2

Series: Standardized ResidualsSample 2002 2010Observations 54

Mean -3.29e-17Median -0.086370Maximum 2.134483Minimum -1.749589Std. Dev. 0.897699Skewness 0.335640Kurtosis 2.433268

Jarque-Bera 1.736555Probability 0.419674

Page 103: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INFLASI DI PULAU … · pengalaman Rezim Orde Lama dan Rezim Orde Baru mengenai bahaya inflasi, ... tantangan yang berat disebabkan semakin meluasnya

88

Lampiran.7 Grafik Standardized Residuals Model 1st

Differencing

-2

-1

0

1

2

3

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Standardized Residuals