Upload
lamdieu
View
247
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ISBAT NIKAH
DI PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA TAHUN 2014
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Gusti Fajerina Fauziati
NIM.1111044100027
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
v
ABSTRAK
Gusti Fajerina Fauziati. NIM : 1111044100027. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGGINYA ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA
TIGARAKSA TAHUN 2014. Program Studi Hukum Keluarga, Kosentrasi Peradilan
Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1436 H/2015 M. viii + 96 halaman 10 lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab tingginya angka isbat nikah
di Pengadilan Agama Tigaraksa tahun 2014. Karena masih banyak terjadi perkawinan yang
tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat nikah dan tercatat di KUA, selain itu kurangnya
sosialisasi Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pencatatan nikah dan PP No. 48 tahun
2014 tentang biaya nikah gratis juga menjadi faktor penyebab masih banyaknya perkawinan
yang tidak tercatat.
Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan teknik random sampling
yaitu metode pengambilan sample secara acak. Dalam teknik pengumpulan data penulis
menggunakan observasi secara langsung dengan mengikuti sidang isbat nikah, wawancara
dengan beberapa pelaku isbat nikah dan wakil ketua Pengadilan Agama Tigaraksa, studi
dokumentasi dan studi kepustakaan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah prosedur dan penyelesaian isbat nikah di PA
Tigaraksa sangatlah mudah, cepat, serta biaya ringan hal ini didasari oleh Undang-undang
No. 7 Tahun 1989 pasal 57 ayat 3. Kemudian, Salah satu faktor penyebab tingginya isbat
nikah adalah masyarakat yang mulai sadar hukum terutama tentang pencatatan perkawinan
dan banyaknya program penyuluhan dari Pemda setempat dengan mengadakan isbat nikah
masal. Dengan meningkatnya perkara isbat nikah pertahun, hal ini juga menandakan bahwa
masih lemahnya sosialisasi tentang undang-undang pencatatan perkawinan. oleh karena itu,
diharapkan kepada pemerintah serta pihak-pihak terkait agar tidak terfokus kepada sosialisasi
isbat nikah saja yang lebih terpenting perlu sosialisasi terhadap pencatatan perkawinan agar
dikemudian hari tidak ada lagi nikah yang tidak tercatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA).
Kata kunci : Faktor Pengaruh tingginya isbat nikah, Pengadilan Agama Tigaraksa, Tahun
2014.
Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2015
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada
Allah swt yang telah memberi petunjuk, kelancaran dan kemudahan sehingga
berkat Ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam
tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Muhammad saw, beserta Keluarga,
Sahabat dan UmatNya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar
Sarjana Syariah (S.Sy) pada Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan
hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis tidak akan dapat menyelesaikan jika tanpa dukungan, bantuan
dan saran dari berbagai pihak, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
penulis sampaikan dengan tulus kepada Bapak :
1. Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A., P.hd selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H., Ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Sekertaris Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Basiq Djalil, S.H., M.A., Dosen Pembimbing Skripsi yang
tidak pernah lelah dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A sebagai Dosen Pembimbing Akademik
yang mengarahkan penulis sejak awal masuk perkuliahan.
5. Ayahanda Tercinta H. Antung Jumberi, S.H., M.HI dan ibunda
tersayang Dra. Hj. Rahmawati, M.Pd serta adik-adikku Gusti Khairina
Shofia, Gusti Luthfi Khairunnisa dan Gusti Aisya Nurkhalisha yang
tiada hentinya memberi semangat, motivasi, kasih sayang dan doa
setiap saat, setiap waktu.
vii
6. Ibu Hj. Hotnidah Nasution, M.A, terima kasih atas bimbingan,
motivasi dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan dari awal masuk perkuliahan
hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah Melimpahkan
rahmat dan kasih sayangNya kepada kita semua. Amien.
8. Seluruh Staf-staf/Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang membantu proses administrasi penulis,
terima kasih atas bantuannya.
9. Pegawai Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberi kemudahan
dalam mengumpulkan refrensi kepada penulis.
10. Seluruh staf Pengadilan Agama Tigaraksa, khususnya kepada wakil
ketua PA Tigaraksa ibu Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H yang banyak
membantu dan mendukung hingga penelitian karya ilmiah ini berjalan
lancar.
11. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep,
Madura, Pondok Pesantren Baytul Qurra’ Jakarta, dan Ma’had Tahfidz
Dzin Nurain Jakarta terima kasih atas ilmu-ilmu dan dukungan yang
selalu mengalir.
12. Kakanda terkasih Husnul Abrar, Yunda Sena, Hasna, dan Lulu, terima
kasih atas segala bantuan dan bimbingannya. Teman-teman Keluarga
Besar Peradilan Agama Angkatan 2011 kelas A, B dan AKI yang
menjadi teman seperjuangan, yang tidak dapat disebut satu persatu.
Khusus kepada anak-anak Ijo Lumut dan Grup Marawis El-Zalazil
“ceritaku, ceritamu, dan cerita kita akan abadi.
Jakarta, 16 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................iv
ABSTRAK .......................................................................................v
KATA PENGANTAR ..........................................................................vi
DAFTAR ISI ........................................................................viii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................7
D. Review Studi Terdahulu …...............................................8
E. Metode Penelitian .............................................................10
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 12
BAB II: ISBAT NIKAH
A. Pengertian Isbat Nikah .................................................14
B. Nikah yang Dapat diIsbatkan …….............................15
C. Pencatatan Perkawinan dan Akta Nikah .....................................17
D. Hubungan Isbat Nikah dengan Pencatatan dan Akibat Hukumnya...25
BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Sejarah Singkat dan Struktur Organisasi .....................................30
B. Wewenang Pengadilan …….........................................34
C. Perkembangan Perkara ….............................................37
BAB IV: PERKARA ISBAT NIKAH DI PA TIGARAKSA
A. Prosedur Pengajuan Isbat Nikah ...............................................40
B. Proses Penyelesaian Perkara Isbat Nikah .....................................48
C. Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Isbat Nikah Tahun 2014.....50
D. Analisis Penulis .........................................................................53
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................56
B. Saran-Saran .........................................................................58
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................60
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
1. Surat Permohonan Data/Wawancara ...................................62
2. Hasil Wawancara Bersama Wakil Ketua P2TP2A ...................................63
3. Data Hasil Wawancara Pihak Berperkara Sidang Isbat Nikah ...........65
4. Hasil Wawancara Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa .......................66
5. Laporan Tahunan Tentang Perkara Yang Diterima Di Pengadilan Agama
Tigaraksa Tahun 2014 ...........................................................68
6. Laporan Tahunan Tentang Perkara Yang Diputus Di Pengadilan Agama
Tigaraksa Tahun 2014 ............................................................69
7. Surat Penetapan No. 0757/ Pdt.P/2014/PA. Tgrs ....................................70
8. Surat Penetapan No. 0758/Pdt.P/2014/PA. Tgrs ....................................80
9. Putusan Perkara No.1266/Pdt.G/2014/PA. Tgrs ...................................100
10. Gambar Pelaksanaan Sidang Isbat Nikah Massal di Kec. Pakuhaji ...........101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adam As adalah manusia pertama ciptaan Allah swt. Makhluk paling
sempurna yang diberikan akal dan nafsu. Akal berfungsi untuk berfikir dan hawa
nafsu yang umumnya lebih cenderung kepada hal yang berkaitan dengan sesuatu
yang bersifat kurang positif. Salah satunya ialah emosi. Manusia yang baik adalah
manusia yang mengedepankan akal dari pada nafsunya, karena apabila manusia
lebih mengedepankan nafsu dari pada akal maka, manusia tersebut berada dalam
kerugian.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh
karena itu, Allah Swt menciptakan Hawa untuk mendampingi Adam. Maka dari
pasangan-pasangan inilah Allah mengembangbiakan manusia.
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan manusia
untuk beranak, berkembangbiak dan melestarikan hidup. Perkawinan salah satu
sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua makhluk tuhan, tidak hanya
manusia, bahkan hal ini berlaku pada hewan dan tumbuh-tumbuhan.1
Perkawinan merupakan mistaqan ghalidzan (ikatan kukuh, ikatan yang
sangat kuat) oleh karena itu islam maupun negara mengatur kuat aturan masalah
perkawinan ini. Dalam islam perkawinan adalah akad yang mengandung
1Al-Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, Penerjemah Mohammad Thalib, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1980) Cet. Ke-1 hal 7
2
kebolehan saling mengambil kenikmatan biologis antar suami dan istri sesuai
dengan prosedur yang diajarkan oleh syara’, yakni akad nikah tidak sah sebelum
rukun dan kesempurnaan syarat-syaratnya terpenuhi.2 Sedangkan dalam undang-
undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa. Kemudian pada pasal 2 ayat (1) disebutkan pernikahan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
Ayat (2) bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dari dua pengertian perkawinan menurut islam dan Undang-undang
ditemukan persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah perkawinan
merupakan ikatan suci suami-istri yang melegalkan hubungan antara keduanya
yang tujuannya untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah
dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syara’. Sedangkan
perberbedaannya ialah, didalam undang-undang perkawinan mensyaratkan
penting dicatatkan perkawinan tersebut menurut aturan negara. Sedangkan
didalam islam tidak demikian adanya.
Pencatatan perkawinan adalah merupakan syarat administratif.3
maksudnya yang pertama, pencatatan yang dimaksud, diwajibkan dalam rangka
2 Muhammad Zuhaily, Fikih Munakahat kajian Fikih Pernikahan dalam Persepektif
Madzhab Syafi’i, (Jakarta: CV. Imtiyaz, 2013) cet ke-1 hal.11
3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) cet.
Ke-4 hal. 60
3
fungsi Negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan dan
pemenuhan hak asasi manusia kepada yang bersangkutan. Kedua, pencatatan
secara administratif yang dilakukan oleh Negara dimaksudkan agar perkawinan
sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang bersangkutan karena
implikasinya sangat luas, sehingga perlu adanya bukti autentik dari peristiwa
tersebut. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Abdil Baril Basith dalam
artikelnya yang mengatakan bahwa dalam pandangan sebagian masyarakat,
perkawinan adalah sah jika melengakapi seluruh rukun (al-arkan) dan memenuhi
seluruh syarat (al-syuruth), juga tidak adanya penghalang perkawinan (al-mani’)
menurut agama. Adapun pencatatan hanyalah urusan administrasi saja atau
penguat istilah fikihnya disebut dengan tautsiqiy. Akibatnya, tidak mengherankan
bila sampai saat ini masih ada perkawinan-perkawinan yang tidak dicatatkan yang
dikenal dengan istilah kawin sirri (perkawinan dibawah tangan).4
Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui
perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian (al-misaq al-
ghalidz) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah
tangga.5 Jika perkawinan tidak dicatatkan, maka suami maupun istri tidak
memiliki bukti aotentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Hingga
apabila terjadi percekcokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung
4Abdul Baril Basith, artikel ”Pihak-Pihak Dalam Permohonan Pengesahan Nikah”
Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, edisi No. 75, (Jakarta: PPHIMM, 2012) hal. 115
5 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal.
107
4
jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau
memperoleh hak-hak masing-masing.6
Fenomena yang marak terjadi di Indonesia sekarang adalah nikah sirri
yang sebagian orang mengartikan berbagai macam istilah antara lain dengan
kawin bawah tangan, kawin diam-diam, kawin rahasia, dan lain sebagainya.7
Perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh calon
mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita tanpa dicatat oleh pegawai
pencatat nikah dan tidak mempunyai akta nikah.8 Hal ini tentu saja
mengakibatkan perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang
tetap.
Peran utama kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksaaan pencatatan
nikah. Agar seluruh perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan melalui
pencatatan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.9 Kendati demikian,
hal tersebut masih minim terjadi khususnya di wilayah yuridiksi PA tigaraksa. Hal
ini dibuktikan dengan tingginya permohonan isbat nikah yang terjadi per-tahun.
Isbat nikah adalah upaya penetapan pernikahan yang tidak tercatat atau tidak
dilakukan di depan pegawai pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
6Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal.
107
7Abdurrahman Masykur, artikel “Hiruk Pikuk Pernikahan Sirri Bupati Aceng (Sebuah
telaah Analisis perspektif Perlunya RUU HMPA Segera disahkan)”, Jurnal Mimbar Hukum dan
Peradilan, edisi No. 76, (Jakarta: PPHIMM, 2013) hal. 175
8 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: sinar Grafika, 2007) cet. Ke-
2 hal. 27
9 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia,
(jakarta: Orbit Publishing, 2013) cet. Ke-1 hal. 85
5
Berdasarkan undang-undang, isbat nikah merupakan kewenangan Pengadilan
Agama.10
Berdasarkan data yang didapat oleh penulis, perkara permohonan isbat
nikah dari tahun 2012 sampai 2014 terus mengalami peningkatan. Di tahun 2012
tercatat 393 perkara, kemudian pada tahun 2013, perkara isbat nikah naik 74%
menjadi 685 perkara, dan data terakhir pada tahun 2014, dari perkara isbat nikah
tahun lalu data isbat nikah terbaru mengalami kenaikan 11% tercatat hingga
bulan Nopember 2014 terdapat 765 perkara. Dari data inilah penulis tertarik untuk
meneliti lebih dalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka
isbat nikah di PA Tigaraksa.
Sehingga dari hasil penelitian ini, penulis berinisiatif untuk menjadikan
sebuah skripsi yang merupakan bagian dari tugas akhir perkuliahan di UIN syarif
Hidayatullah Jakarta, jurusan Hukum Keluarga, kosentrasi Peradilan Agama
dengan mengangkat judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGGINYA ISBAT NIKAH DI PA TIGARAKSA TAHUN 2014”.
B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Karena adanya keterbatasan , waktu, dana, tenaga, teori-teori
dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam,
maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasikan akan
10
Alimin dan Euis Nurlaelawati, PotretAdministrasi Keperdataan Islam di Indonesia,
(jakarta: Orbit Publishing, 2013) hal. 86
6
diteliti.11
Perlu pembatasan masalah yang berkaitan dengan teori
rumusan masalah yang akan menampakan variabel yang diteliti,
agar permasalahannya tidak melebar kemana-mana.12
Oleh karena itu, maka penulis membatasi penelitiannya antara
lain meliputi, perkara isbat nikah dalam skripsi ini dibatasi pada
tempat atau objek yang dimaksud dalam penelitian ini ialah
wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Tigaraksa Kabupaten
Tangerang, yang terletak di Jalan Atik Soeardi, Komplek
Perkantoran Pemda kabupaten tangerang.Dari variabel data yang
telah dijelaskan sekilas pada latar belakang masalah, penulis hanya
fokus pada data tahun 2014 saja. Karena jika dilihat dari data yang
disajikan sejak tiga tahun terakhir, akan besar kemungkinan tingkat
kesulitannya untuk diteliti. karena melihat banyaknya perkara isbat
nikah dari tahun 2012 hingga 2014, perkara terbanyak terdapat
pada tahun 2014. Hal ini dimaksudkan agar memberikan
kemudahan untuk penulis mengambil sampel data, karena perkara
pada tahun 2014 terbilang perkara baru dan memudahkan penulis
untuk melakukan penelitian serta mendapatkan data-data pelaku
dari perkara isbat nikah tersebut.
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009)cet. Ke-8 hal. 281
12
Bahdin Nur tanjung dan Ardial, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi,
Tesis) dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah, (jakarta: Kencana, 2005) cet. Ke-
1 hal. 57
7
2. Perumusan Masalah
Dengan keluarnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974
mestinya tidak ada lagi isbat nikah yang dilakukan setelah tahun
1974, kenyataan yang terjadi dilapangan banyak perkawinan tidak
tercatat setelah tahun 1974 dan meminta isbat nikah ke Pengadilan
Agama. Sedangkan Pengadilan Agama masih menerima dan
mengisbatkan perkawinan tersebut.
Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pengajuan isbat nikah di
Pengadilan Agama Tigaraksa?
2. Bagaimana proses penyelesaian perkara isbat nikah di
pengadilan Agama Tigaraksa?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya perkara isbat nikah di PA Tigaraksa pada
tahun 2014?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan,
mengembangkan dan membuktikan pengetahuan.13
Dari sinilah, tujuan
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009)cet. Ke-8 hal. 290
8
penelitian ini dibuat dalam rangka, penulis ingin mengungkapkan sasaran
yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Oleh karena itu, tujuan penelitian
ini dimaksudkan karena hal-hal, Antara lain sebagai berikut:
a. Menjelaskan prosedur pengajuan isbat nikah
b. Menjelaskan proses penyelesaian perkara isbat nikah
c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara
isbat nikah di PA Tigaraksa tahun 2014.
2. Manfaat Penelitian
Penulis berharap supaya hasil penelitian ini tidak berhenti sampai
disini. Namun, penulis menaruh harapan besar agar penelitian ini
bermanfaat antara lain:
a. Skripsi ini dapat menjadi acuan untuk para peneliti selanjutnya,
b. Skripsi ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat-masyarakat
yang minim pengetahuan khususnya dibidang hukum keluarga,
c. Untuk memperkaya wawasan bagi para penegak keadilan di manapun.
D. Review Studi Terdahulu
Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
perkara isbat nikah di PA Tigaraksa, adapun beberapa judul skripsi terdahulu yang
pernah ditemukan penulis dan membahas terkait dengan judul skripsi yang ditulis
oleh penulis, antara lain:
9
1. Evi Nopitasari (109044200009) (Administrasi Keperdataan Islam,
tahun 2013). Judul: Faktor-Faktor Penyebab Tinginya Angka Cerai
Gugat Di Pengadilan Agama Jakarta Timur (Tahun 2010-2012).
a. Substansi: Permasalahan pada skripsi ini lebih menekankan
kepada faktor-faktor penyebab dari tingginya angka cerai gugat
yang terus meningkat di Pengadilan Agama Jakarta timur pada
tahun 2010-2012.
b. Pembeda: penulis tidak membahas tentang faktor-faktor
penyebab tingginya angka cerai gugat. Akan tetapi, penulis
menekankan pembahasannya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah.
2. Saiful Hadi (204044102982) (Peradilan Agama, tahun 2010). Judul:
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Isbat nikah Di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.
a. Substansi: permasalahan yang ada pada skripsi ini lebih
memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya atau alasan-alasan dalam permohonan isbat nikah
yang terjadi di wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, selama periode tahun 2008.
b. Pembeda: dalam penelitian penulis, lebih menekankan kepada
faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah
di Pengadilan Agama Tigaraksa pada tahun 2014.
10
3. Mu’min Maulana Sidiq (105044101420) (Peradilan Agama, tahun
2010). Judul: Isbat Nikah Bagi Pelaku Nikah Sirri (Studi Kasus Di PA
Karawang, Jawa Barat).
a. Substansi: skripsi ini lebih difokuskan kepada maraknya kasus
nikah sirri yang berakibat dengan tingginya permohonan isbat
nikah di PA Karawang. Serta menjelaskan tentang buruknya
nikah sirri dan aspek hukum isbat nikah dalam hukum islam
dan hukum positif.
b. Pembeda: penulis memfokuskan penelitian ini tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di PA
Tigaraksa pada tahun 2014.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang
tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab
dari suatu gejala sosial yang terjadi saat itu.14
Kemudian pada saat
pengambilan sample, penulis menggunakan teknik Random Sampling,
yakni metode pengambilan sampling secara acak dalam sebuah populasi.15
14
Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2004) cet. Ke-6 hal. 22
15
Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2004) hal. 82
11
Hal ini dimaksudkan penulis agar mempermudah dalam proses penelitian
karena data yang tersedia terlalu banyak.
2. Kriteria dan Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis
sumber data, yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data-data yang didapat langsung dari
Pengadilan Agama Tigaraksa pada tahun 2014. Data yang
diperoleh langsung melalui wawancara dengan hakim, staf-staf
yang terkait dengan penetapan perkara isbat nikah dan pelaku
dari penetapan perkara tersebut.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari
literatur kepustakaan, seperti: buku-buku yang berkaitan
dengan penelitian, kitab-kitab fikih maupun peraturan
perundang-undangan, jurnal-jurnal, artikel serta sumber lain
terkait dengan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi, disini penulis terjun secara langsung untuk
mengamati data yang telah ada didaerah yang telah ditentukan
oleh penulis yakni wilayah yuridiksi PA Tigaraksa.
b. Wawancara, pelaksanaannya dilakukan secara langsung dengan
hakim yang menangani perkara isbat nikah tersebut dan
beberapa pelaku yang mengajukan permohonan tersebut.
12
c. Studi dokumentasi, penulis melakukan studi dokumentasi
untuk mendapatkan data-data perkara isbat nikah tahun 2014 di
PA Tigaraksa.
d. Studi kepustakaan, penulis melakukan pengkajian buku-buku
dan literatur yang berhubungan dengan penelitian sebagai
tambahan penguat teori-teori yang dituangkan dalam skripsi
ini.
4. Pedoman Penulisan Skripsi
Dalam hal ini penulis menagacu pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengurutkan menjadi
beberapa bab yang terdiri dari poin-poin, antara lain:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang memuat: latar belakang
masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitan,
studi terdahulu, metode penelitian, sistematika penelitian dan kerangka
teori.
Bab kedua, berisi pembahasan tentang isbat nikah yang meliputi:
pengertian isbat nikah, hal-hal yang dapat di isbatkan, pencatatan
perkawinan dan akta nikah, hubungan isbat nikah dengan pencatatan
perkawinan serta akibat hukum dari isbat nikah.
13
Bab ketiga, berisi profil Pengadilan Agama Tigaraksa yang meliputi:
sejarah singkat dan letak geografis, struktur organisasi dan wilayah
yuridiksi.
Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian yang meliputi: prosedur
hingga penyelesaian perkara isbat nikah serta analisis data faktor penyebab
isbat nikah.
Bab kelima, berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.
14
BAB II
ISBAT NIKAH
A. Pengertian Isbat Nikah
Isbat nikah terdiri dari dua kata dalam Bahasa Arab yakni itsbat (إثبات)
yang artinya, penetapan, kepastian, pencatatan, verifikasi.1 Sedangkan nikah yang
maksudnya al-Wath‟i, al-„Aqd, al-Dammu yang artinya bersetubuh, akad dan
berkumpul. 2 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, isbat adalah penyungguhan,
penetapan, penentuan. Sedangkan isbat nikah yakni penetapan tentang kebenaran
(keabsahan) nikah.3
Isbat nikah adalah penetapan nikah yang diajukan kepada Pengadilan
Agama sehingga orang yang bersangkutan mempunyai hukum dalam ikatan
perkawinannya.4 Isbat nikah merupakan suatu penetapan nikah yang diajukan
oleh pasangan suami-istri kepada Pengadilan Agama untuk mendapatkan kembali
haknya.5 Dari sini penulis berkesimpulan bahwa isbat nikah merupakan salah satu
perkara yang hanya dapat diselesaikan di Pengadilan Agama untuk menyelesaikan
1 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. Ke-8, hal. 20
2 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh a-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr,
1989) hal. 29
3 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke-
2, hal. 339
4 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet.
Ke-1, hal. 29
5 Yayan Sopyan. Islam dan Negara- Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011) cet. Ke- 1 hal. 135
15
sengketa pernikahan umat islam yang belum tercatatkan, sebagaimana telah
tercantum dalam KHI pasal 7 ayat 3. Sedangkan bagi pasangan suami-istri yang
non islam, pedoman semacam isbat nikah tidak ada dan tidak diatur. Mereka
justru diminta untuk melakukan pernikahan ulang yang kemudian disertai dengan
mencatatkannya dihadapan pejabat yang berwenang yakni kantor catatan sipil.
Permohonan isbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama karena suatu
perkawinan tidak mempunyai akta nikah dan tidak dapat dibuktikan karena
adanya suatu sebab.6 Menurut pasal 7 ayat (2) KHI berbunyi, “Dalam hal
perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat
nikahnya ke Pengadilan Agama.”
B. Nikah yang Dapat diIsbatkan
Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 64
disebutkan bahwa, untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang
dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.7 Dari ketentuan tersebut
dapat disimpulkan bahwa isbat nikah hanya dibatasi untuk perkawinan sebelum
lahirnya undang-undang tersebut dan sebelum tahun 1974. Kemudian peraturan
tersebut di perjelas dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat 3 yang berbunyi:
“Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan:
6 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.
29
7Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974, (yogyakarta: Liberty, 1986), cet. Ke-2, hal. 156
16
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
Maksudnya adalah jika seorang pasangan suami-istri yang sebelumnya
menikah dibawah tangan dan tidak mencatatkannya di Pegawai
Pencatat Nikah atau Kantor Urusan Agama, kemudian ia bermaksud
ingin mengajukan cerai maka sebelumnya ia harus mengajukan
permohonan isbat nikah yang dapat dilakukan secara bersamaan
dengan gugatan atau permohonan cerai.
b. Hilangnya akta nikah. Apabila suatu perkawinan yang sah menurut
agama dan dicatatkan menurut undang-undang, kemudian bukti
tersebut hilang, maka pasangan yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama dengan membawa bukti
lapor kehilangan akta nikah dari petugas yang berwenang (polisi)
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan. Syarat-syarat perkawinan yang tercantum dalam KHI
pasal 14 menyebutkan, adanya calon istri, calon suami, wali nikah, dua
orang saksi, ijab dan kabul. Jika tedapat keraguan dari salah satu syarat
tersebut, maka dapat diajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan.
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Maksudnya adalah pasangan
suami istri yang menikah sebelum lahirnya Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan sedangkan perkawinannya tidak
tercatat, maka dapat mengajukan isbat nikah agar perkawinan tersebut
berkekuatan hukum tetap.
17
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Maksudnya adalah permohonan isbat nikah dapat
dilakukan apabila perkawinan tersebut tidak mempunyai halangan
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39, 40, 41, 43 KHI dan
dalam aturan undang-undang No1 tahun 1974 tentang perkawinan
pasal 8,9,10.
Permohonan isbat nikah diatas, menurut pasal 7 ayat (4) KHI menyatakan
bahwa yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah suami atau istri,
anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan
perkawinan.8
C. Pencatatan Perkawinan dan Akta Nikah
1. Pencatatan Perkawinan
Al-qur’an dan Al-hadist tidak mengatur secara rinci mengenai
pencatatan perkawinan. Namun, seiring dengan tuntutan perkembangan
zaman dan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan Hukum Islam
Indonesia mengaturnya melalui perundang-undangan baik undang-undang
No. 1 tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI). 9
8 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.
26
9 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.
26
18
Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
perkawinan dalam masyarakat ini merupakan suatu upaya yang diatur
melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian
(Misaq Al-ghalidz) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam
kehidupan rumah tangga.10
Pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif. Maksudnya
adalah perkawinan tetap sah, karena standar sah dan tidaknya perkawinan
ditentukan oleh norma-norma agama dari pihak-pihak yang
melangsungkan perkawinan. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1). Pencatatan perkawinan
diatur karena tanpa pencatatan, suatu perkawinan tidak mempunyai
kekuatan hukum. Akibatnya adalah, apabila salah satu pihak dari suami
istri lalai terhadap kewajibannya, maka pihak lain tidak dapat melakukan
upaya hukum karena tidak memiliki bukti autentik dari perkawinan yang
dilangsungkan.11
Pencatatan perkawinan bagi penduduk yang beragama islam, pasal 8
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan menentukan, bahwa kewajiban instansi pelaksana untuk
pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000) Cet. Ke-
4, hal. 107
11
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 110
19
Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kecamatan.12
Masalah pentingnya pencatatan ini masih perlu disosialisasikan. Boleh
jadi hal ini akibat pemahaman fikih sentris yang dalam kitab-kitab fikih
tidak pernah dibicarakan, namun sejalan dengan situasi dan kondisi perlu
diperhatikan seperti dalam ayat mudayannah (al-baqarah ayat 282), yang
mengisyaratkan bahwa adanya bukti otentik sangat diperlukan untuk
menjaga kepastian hukum. Bahkan redaksinya dengan tegas
menggambarkan bahwa pencatatan didahulukan daripada kesaksian, yang
dalam perkawinan menjadi salah satu rukun. 13
Sebagaimana yang dikutip
berikut:
12
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012) Cet. Ke-2, hal. 225
13
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 118
20
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali
jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu (al-baqarah: 282).”
Dalam Hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Shahih Bukhari yang
berbunyi:
جعل عتقها صذقها, وأولن عليها بحيس)روا بخاري( عي أس أى رسىل اهلل صلعن أعق صفية وتزوجها و14
Artinya: “Dari Anas ra, Rasulullah Saw memerdekakan shafiyah dan
mengawininya dan menjadikan kemerdekaannya itu sebagai emas kawinnya.
Rasul mengadakan pesta perkawinan dengan menghidangkan hais, sebangsa
masakan.” (HR. Bukhari)
14
Shahih Bukhari, Terjemahan Hadis Shahih Bukhari Jilid IV No. 1601, Penerjemah
Zainuddin Hamidy, Fachruddi, dkk, (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1992) Cet. Ke- 13 Hal. 14
21
Tidak ada sumber-sumber fikih yang menyebutkan mengapa dalam hal ini
pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, tidak
dianalogikan kepada ayat muammalah tersebut. Dalam kaidah hukum islam,
pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, sangat jelas
mendatangkan maslahat bagi tegaknya rumah tangga.15
Sejalan dengan prinsip:
وفاسذ هقذم عل جلب الوصالحدرأ ال 16
“Menolak kemadharatan lebih didahulukan daripada memperoleh
kemaslahatan.”
تصرف األهام عل الرعية هىط بالوصلحة17
“suatu tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya
kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya.”
Praktek pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan dan
dibuktikannya dengan akta nikah, meminjam istilah teknis dalam epistimologi
hukum islam, adalah metode mashlahatul mursalah. Hal ini karena secara formal
tidak ada ketentuan ayat atau sunnah yang memerintahkan pencatatan, kandungan
maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan
kemaslahatan bagi manusia. Atau dengan memperhatikan ayat yang dikutip
15
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 118 16
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid
Fiqhiyyah, Penerjemah Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.ke-1, hal. 21
17
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid Fiqhiyyah, Penerjemah Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.ke-1, hal. 21
22
diatas, dapat diqiyaskan, karena ada kesamaan illat, yaitu dampak negatif yang
ditimbulkan.
Dengan analisis tersebut diatas, dapat ditegaskan bahwa pencatatan
perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima dan dilaksakan oleh semua
pihak. Karena ia mamiliki landasan metodelogis yang cukup kokoh, yaitu qiyas
atau maslahah mursalah yang menurut al-Syatibi merupakan dalil qat’i yang
dibangun atas dasar kajian induktif (istiqra’i).18
Menurut PP No. 9 Tahun 1975 pasal 3 tentang prosedur pencatatan nikah:
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat di
tempat perkawinan berlangsung.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan
sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama
Bupati Kepala Daerah.
Setelah prosedur tersebut dilaksanakan barulah proses terakhir yakni akad
nikah dan pencatatan nikah oleh pegawai pencatat nikah.19
18
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal.121
19
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), Cet. Ke- 1, hal. 20
23
Kemudian mengenai biaya pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan PP
No. 48 Tahun 2014 jo PP No. 47 Tahun 2004 tentang biaya nikah dan rujuk di
Kantor Urusan Agama (KUA) pasal 6 menyebutkan, “bahwa biaya nikah dan
rujuk yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dikenakan biaya,
akan tetapi jika dilaksanakan diluar KUA maka dikenakan biaya transportasi dan
jasa profesi sebesar Rp. 600.000,-
2. Akta Nikah
Akta nikah adalah sebuah daftar besar yang memuat identitas kedua
mempelai, orang tua/walinya atau juga wakilnya. Juga memuat surat-surat yang
diperlukan.20
Akta nikah merupakan bukti autentik dari suatu pelaksanaan perkawinan
sehingga dapat menjadi jaminan hukum bila terjadi salah satu antara suami atau
istri melakukan suatu tindakan menyimpang, maka salah satu dari suami atau istri
tersebut dapat mengadukannya dan mengajukan gugatan perkaranya ke
Pengadilan. Selain itu fungsi akta nikah juga untuk membuktikan keabsahan anak
dari hasil perkawinan. Sehingga tanpa adanya akta nikah, upaya hokum ke
Pengadilan tidak dapat dilakukan.21
20
Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana,
2006) Cet. Ke-2 hal. 16
21
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
hal.29
24
Dalam pasal 12 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksaan Undang-undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 , akta nikah memuat sepuluh langkah yang harus
dipenuhi yakni sebagai berikut:22
a. Nama, tanggal, tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan
dan tempat kediaman suami istri. Apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suami
terdahulu.
b. Nama, agama/kepercayaan, dan tempat kediaman orang tua
mereka.
c. Izin kawin sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (2),
(3), (4) dan (5) Undang-undang Perkawinan.
d. Dispensasi sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7 ayat
(2) Undang-undang perkawinan.
e. Izin pengadilan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4
undang-undang perkawinan.
f. Persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat(1)
undang-undang perkawinan.
g. Izin pejabat yang ditunjuk oleh Menhankam/Pangab bagi
angkatan bersenjata.
h. Perjanjian perkawinan, bila ada.
i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat
kediaman para saksi dan wali nikah bagi yang beragama islam.
22
http// hukum online.com/pp9-1975/pdf, diakses pada senin 2 Februari Pukul 17.00 WIB
25
j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat
kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang
kuasa.
Setelah akad nikah kedua mempelai menandatangani akta nikah dan
salinannya yang telah disiapkan pegawai pencatat berdasarkan ketentuan yang
berlaku diikuti oleh tanda tangan dari kedua saksi, wali atau yang mewakilinya
serta pegawai pencatat nikah. Dengan penanda tanganan akta nikah berikut
salinannya maka perkawinan telah tercantum serta resmi dan mempunyai
kekuatan hukum.23
D. Hubungan Isbat Nikah Dengan Pencatatan Dan Akibat Hukumnya
Pernikahan berasal dari kata nikah, yang maksudnya adalah berkumpul. 24
dalam Bahasa Arab bermakna al-Wath‟i, al-„Aqd, al-Dammu yang artinya
bersetubuh, akad dan berkumpul. 25
menurut Wahbah Zuhaily, perkawinan
adalah akad yang telah ditetapkan oleh Syara‟ agar seorang laki-laki dapat
mengambil manfaat untuk melakukan istimta‟ (persetubuhan) dengan seorang
wanita atau sebaliknya.26
Sedangkan menurut Undang-undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara
23
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 116
24
Moch. Anwar. Dasar-dasar hukum Islami dalam Menetapkan Keputusan Di
Pengadilan Agama. (Bandung: CV. Diponegoro, 1991)cet. Ke-1 hal. 15
25
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh a-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr,
1989) hal. 29
26
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh a-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, hal. 29
26
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2
dinyatakan bahwa, perkawinan dalam hukum islam adalah akad yang sangat
kuat atau Mitsaqan Ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Dalam undang-undang pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 2
ayat(2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yakni,
bahwasanya tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam, pencatatan perkawinan
disebutkan pada pasal 5, yaitu: (1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi
masyarakat islam, setiap perkawinan harus dicatat. (2) pencatatan perkawinan
tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-undang No. 22 tahun 1946 Jo. Undang-undang No. 32
tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Selanjutnya dalam pasal
6 dinyatakan: (1) untuk memenuhi ketentuan pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pencatat nikah. (2)
perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Tata cara perkawinan, antara lain:27
27
Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana,
2006) Cet. Ke-2 hal. 15
27
1. Pemberitahuan, maksudnya adalah bagi calon mempelai
hendaknya memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai
pencatat nikah, yang biasanya dilakukan oleh orang tua atau
walinya.
2. Pemeriksaan, pegawai pencatat nikah meneliti syarat-syarat
perkawinan yang apabila belum terpenuhi agar diberitahukan
kepada yang bersangkutan untuk memenuhinya. Jika telah
terpenuhi maka, pegawai pencatat nikah membuat
pengumuman yang ditempel pada kantor pegawai pencatat
nikah didaerah hukum yang meliputi tempat tinggal kediaman
masing-masing kedua calon mempelai.
3. Pelaksanaan, perkawinan harus dihadiri oleh saksi dan dihadiri
pula oleh pegawai pencatat nikah. Bagi pemeluk agama islam,
akad nikah dilaksanakan oleh wali nikah atau wakilnya. Sesaat
setelah akad nikah, maka kedua mempelai menandatangani
akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat
nikah yang bertugas untuk mencatat perkawinan tersebut.
Dengan selesainya proses tadi, maka perkawinan tersebut telah
sah dan tercatat secara resmi serta berkekuatan hukum tetap.
Pencatatan perkawinan di Indonesia menurut Pasal 34 Undang-undang No.
23 tahun 2006 ditentukan bahwa:28
28
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012) hal. 225
28
(1) Perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan
wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di
tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari sejak tanggal perkawinan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pejabat pencatat sipil mencatat pada register akta perkawinan
dan menerbitkan kutipan akta perkawinan.
(3) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
masing-masing diberikan kepada suami istri.
(4) Pelaporan sebagaimana ayat (1) bagi penduduk yang beragama
islam dilakukan oleh KUA Kecamatan.
(5) Data hasil pencatatan peristiwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan dalam pasala 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh
KUA Kecamatan kepada instansi pelaksana dalam waktu
paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan
dilaksanakan.
(6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tidak memerlukan penerbitan kutipan akta pencatatan sipil.
(7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi pelaksana.
Menurut pendapat Asrorun Ni’am Sholeh, selaku wakil Sekertaris Komisi
Fatwa MUI, bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan
pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan hukum dan
29
dianggap tidak sah di mata hukum.29
Hal ini dapat diartikan, bahwasanya
perkawinan yang tidak tercatat memiliki dampak negatif bagi istri dan perempuan
baik secara hukum maupun sosial. Secara hukum, tidak diakuinya hak-hak
keperdataan yang timbul dari hasil perkawinan tersebut, tidak dianggap sebagai
istri sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia.
Tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum,
perkawinan dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial, status anak yang
dilahirkan dari perkawinan tidak tercatat di mata hukum dianggap sebagai anak
tidak sah, konsekuensinya anak tersebut hanya memiliki hubungan perdata dengan
ibu dan keluarga ibunya saja, selain itu dalam akta kelahiran status anak dianggap
sebagai anak diluar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang
melahirkannya.
Menurut Ahmad Rofiq, pencatatan perkawinan memiliki dua manfaat,
yakni: manfaat preventif dan manfaat represif. Pencatatan perkawinan memiliki
manfaat preventif, yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau
penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama
maupun menurut perundang-undangan. Sedangkan manfaat represifnya adalah,
hal yang berkaitan dengan perkawinan yang tidak memiliki akta nikah karena
sesuatu sebab dapat mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama.30
29
Pendapat Asrorun Ni’am yang dikutip oleh Neng Djubaidah, Pencatatan
Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2012) hal. 257 30
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 111-
117
30
Dari pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa isbat nikah adalah
upaya yang diberikan pemerintah untuk mengayomi masyarakat sebagai solusi
dari perkawinan yang belum/tidak tercatat agar dapat dicatatkan dan memiliki
suatu penetapan hukum, dan hasil dari isbat tersebut yaitu adanya suatu penetapan
dari pengadilan untuk mendapatkan akta nikah sehingga perkawinan yang
sebelumnya tidak memiliki kekuatan dihadapan hukum akhirnya berkekuatan
hukum tetap.
30
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Sejarah Singkat dan Struktur Organisasi
1. Sejarah Singkat
Pengadilan Agama Tigaraksa dibentuk berdasarkan keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor : 85 tahun 1996 tanggal 01 Nopember 1996 dan
Pengadilan Agama tigaraksa diresmikan pada hari kamis tanggal 21 Agustus 1997
bertepatan dengan tanggal 17 Rabiul Awwal 1418 H oleh Direktur Peradilan
Agama atas nama Menteri Agama bertempat di gedung Negara (Pendopo)
PEMDA Kabupaten DT.II Tangerang yang pada saat itu Bapak Let.Kol. Agus
Junara menjabat sebagai Bupati.1
Yuridiksi relatif ( kewanangan mengadili) yaitu meliputi wilayah hukum
kabupaten Tangerang yang merupakan pemekaran wilayah baru antara kabupaten
Tangerang dan kota Tangerang telah diserahkan pada tanggal 21 Agustus 1996
antara Drs. H. ABDURAHMAN ABROR selaku Ketua pengadilan Agama
Tangerang kepada Drs. A.D. DIMYATI, SH selaku ketua pengadilan Agama
Tigaraksa yang terdiri dari 19 kecamatan 3 kemantren dan 306 Desa serta
berdasarkan PERDA Kabupaten Tangerang telah mengalami Pemekaran menjadi
36 Kecamatan.2
1 http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
2 http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
31
Pada saat diresmikan Pengadilan Agama Tigaraksa berkantor di Jln. raya
serang Km. 12 Kp. Pulo, Desa Bitung jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten
Tangerang dengan luas bangunan 7x 12 meter diatas tanah 864 meter. Pada tahun
2002 Pengedailan Agama Tigaraksa menempati Gedung Baru yang terletak di
Jalan mesjid Agung Al-Amjad No.1 Komplek Perkantoran Pemda Kabupaten
Tangerang dengan luas tanah 2000 M dengan gedung berlantai 2 yang terdiri dari
ruang ketua, ruang wakil ketua, Ruang Panitera sekertaris, Ruang hakim, ruang
kesekretariatan, ruang kepaniteaan, 2 buah ruang sidang, ruang arsip, ruang
tunggu para pihak, ruang register, ruang komputer, ruang perpustakaan dan ruang
kasir.3
Untuk menunjang kinerja sebagai sarana penunjang perkantoran
Pengadilan agama tigaraksa telah memiliki meubelair yang memadai, 5 ruang ber
AC, 3 buah buah kendaraan dinas roda 4 (satu buah bantuan dari Pemda
Kabupaten Tangerang) 3 buah kendaaran roda 2 dan 11 unit komputer, 2 buah
laptop.4
Pengadilan Agama Tigaraksa didukung oleh 12 orang hakim (berikut
ketua dan wakil) 2 orang Cakim, 7 Panitera pengganti (berikut Panmud dan
wapan) 7 orang Jurusita pengganti, 4 orang staf dan 6 orang tenaga honorer
3 http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
4 http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
32
(pramu kantor, sekuriti dan sopir). secara kualitas terdiri 8 orang Magister, 17
Strata1 (S-1) dan 1 orang diploma 3 dan 7 orang SMU.5
2. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tigaraksa Kelas 1B Tahun 2014
antara lain sebagai berikut:6
Ketua : Drs. H. Uyun Kamiludin, S.H., M.H
Wakil Ketua : Dra. H. Muhayah, S.H., M.H
Hakim :1. Dra. H. Erawati, S.H., M.H
2. Drs. Supyan Maulani, M. Sy
3. Dra. Nurhayati
4. Drs. H. Saefullah
5. Drs. Hendi Rustandi, S.H
6. Drs. Muhyar, S.H., M.H
7. Dra. AI’ Jamilah, M.H
8. Zainul Arifin, S.H
9. H. Antung Jumberi, S.H., M.H
10. Fitriyel Hanif, M.Ag
11. Dra. Hj. Aprin Astuti
5 http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
6 Data laporan Tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 2014
33
12. Musidah, S. Ag., M. HI
13. Rahmat Arijaya S. Ag., M. Ag (Hakim Non Yustisial di MA)
Panitera/Sekertaris : Drs. H. Baehaki, M. Sy
Bagian Kepaniteraan
1) Wakil Panitera : Pariyanto, S.H
2) Panmud Permohonan : Hj. Nurhayati, S.H
3) Panmud Gugatan : Nurmalasari Josepha, S.H
4) Panmud Hukum : Naili Ivada, S.Ag
Panitera Pengganti : 1. Fathiyah Sadim, S. Ag
2. Hikmah Nurmala, SH
3. Siti Jubaedah, SH
4. Mardiati, SH., MH
5. Drs. Mahyuta, SH., MH
6. Sitti Hajar, S.HI
Juru Sita : 1. Babay Suhaedi Hanafi
2. Zaenal Arifin
Juru Sita Pengganti : 1. Jupri Sowarno, S. Ag
2. II Hendri
3. Chahyo saputro
4. Ahmad Sopyana, S. Kom
34
5. Dwi Budiyanto, A. Md
6. Adhiaksari Hendriawati, S.HI
7. Budi Aristanti Rahayu, A.Md
8. Zukhairiyah Abdillah, S.HI
9. Tubagus Aminuddin
Bagian Kesekretariatan
1) Wakil Sekretaris : Rudiyanta, S.H
2) Kasub Keuangan : Siti Rodiah, S. HI, M.H
3) Kasub Umum : Henny Fitria, S.E
4) Kasub Kepegawaian : Pusparini, S.H
5) Pelaksana : Hj. Mustainah, S.Pdi, S. Sy
Fahmi Junaidi
B. Wewenang Pengadilan
Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1989, pengertian Pengadilan Agama
disebutkan dalam pasal 1 angka 1 bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam. Sedangkan pengertian pengadilan disebutkan
dalam pasal 1 angka 2 bahwa pengadilan adalah Prngadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan Peradilan Agama.7
Peradilan Agama merupakan salah satu diantara 3 Peradilan Khusus di
Indonesia. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili
7 Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Cet. Ke-1, Hal. 6
35
perkara-perkara perdata tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu. Secara
yuridis formal, Yuridiksi Peradilan Agama diatur Islam. Peradilan Agama hanya
berwenang menyelesaikan perkara; Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf,
Zakat, Infaq, Sedekah dan Ekonomi Syariah. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.8 Kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama
dan Pengadilan Tinggi Agama.
Kewenangan Pengadilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kewenangan
absolut (absolute competentie) dan kewenagan relatif (relative competentie).
Kewenangan absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili berdasarkan
materi hukum (hukum materiil). 9
Kompetensi atau kewenangan absolut Pengadilan Agama diatur dalam
pasal 49 jo. Pasal 50 Undang-undang No. 7 Tahun 1989. Pasal 49 Ayat (1)
menyebutkan; Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang
beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan
b. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam
8 Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008) Cet. Ke-1, Hal. 343
9 Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Hal. 9
36
c. Wakaf dan sedekah.
Kewenangan di bidang perkawinan, menurut pasal 49 ayat (2) ialah hal-
hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawian yang
berlaku, yaitu sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang perkawinan dan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).10
Kewenangan di bidang kewarisan, menurut pasal 49 ayat (3) ialah
penentuan siapa yang menjadi ahali waris, penentuan mengenai harta peninggalan,
penentuan bagiang masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut.11
Kewenangan absolut lainnya adalah wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta wakaf dan sedekah. Berkaitan dengan
kewenangan absolut, pasal 50 memberikan batasan dalam hal terjadi sengketa
mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi
sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum. Mengenai hukum materiil tentang wakaf telah diatur dalam
Undang-undang No. 41 Tahun 2004, sedangkan zakat secara materiil diatur dalam
Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.12
10
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008) Hal. 346
11
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Hal. 9
12 Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008) Hal. 346
37
Kewenangan absolut Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah
provinsi adalah kewenangan Peradilan Agama dan Peradilan Tinggi Agama,
ditambah dengan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dalam ibadah dan syiar Islam yang ditetapkan dalam Qanun. Kewenangan lain
tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan
ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional.13
Kewenangan relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau
daerah. Kewenangan relatif Peradilan Agama sesuai tempat dan kedudukannya.
Peradilan Agama berkedudukan di Kota/ Kabupaten dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di
ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.14
Kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyah adalah hukum eks Pengadilan
Agama yang bersangkutan, sedangkan kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyah
Provinsi adalah daerah hukum eks Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh.15
C. Perkembangan Perkara
Jika melihat dari grafik jenis perkara pada Pengadilan Agama Tigaraksa
dalam tiga tahun terakhir, perkara Perceraian terus mengalami peningkatan
per-tahunnya, di tahun 2012 perkara cerai gugat tercatat 1.825 perkara,
13
Pasal 3 keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2003
14
Pasal 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 dan Penjelasannya
15
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Hal. 9
38
sedangkan cerai talak tercatat 760 perkara. di tahun 2013 perkara cerai gugat
tercatat 2.223 perkara dan cerai talak tercatat 873 perkara. 16
Berdasarkan laporan tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa, tahun 2014
perkara Cerai Gugat tercatat 2.427 perkara dari jumlah yang diterima hanya 2.079
perkara yang diputus, selebihnya ditolak dan dilanjutkan ke tahun berikutnya.
Kemudian perkara Cerai Talak, tercatat 942 perkara dan dari jumlah perkara yang
diterima hanya 813 perkara yang diputus.17
Faktor dominan yang menyebabkan tingginya angka perceraian di
Pengadilan Agama Tigaraksa antara lain; faktor ekonomi, tidak ada tanggung
jawab, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), gangguan pihak ketiga dan tidak
ada keharmonisan antara suami-istri. 18
Perkara isbat nikah juga mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir,
yakni di tahun 2012 tercatat 393 perkara, kemudian pada tahun 2013, perkara
isbat nikah naik 74% menjadi 685 perkara, dan data terakhir pada tahun 2014, dari
perkara isbat nikah tahun lalu data isbat nikah terbaru mengalami kenaikan 11%
tercatat hingga bulan Nopember 2014 terdapat 765 perkara.19
16
http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses
pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB
17
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa Tentang Jenis Perkara Diterima dan
Diputus Tahun 2014
18
http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses
pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB
19
http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses
pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB
39
Untuk perkara lainnya seperti pembatalan perkawinan, izin poligami,
kewarisan, wali adhol, dispensasi kawin, perwalian, penguasaan anak dan harta
bersama khusus di Pengadilan Agama Tigaraksa masih terbilang sedikit.
Sedangkan perkara-perkara yang belum pernah ditangani di Pengadilan Agama
Tigaraksa antara lain; perkara Wasiat, Hibah, Wakaf, Shodakoh dan Ekonomi
Syari’ah.20
20 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa Tentang Jenis Perkara Diterima dan
Diputus Tahun 2014
40
BAB IV
PERKARA ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Prosedur Pengajuan Isbat Nikah
Dalam praktek berperkara di Pengadilan Agama, terdapat dua macam
bentuk yakni, gugatan dan permohonan. Surat gugatan adalah suatu surat yang
diajukan oleh penggugat kepada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat
tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus
merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu
hak.1 Sedangkan surat permohonan adalah suatu permohonan yang didalamnya
berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu
hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili
dapat dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.2
Proses pemeriksaaan dalam kasus isbat nikah ini dapat diajukan oleh
kedua suami istri (bersifat voluntair), dapat pula diajukan oleh salah seorang
suami atau istri (bersifat kontentius).3 Perkara voluntair ialah perkara yang
sifatnya permohonan dan didalamnya tidak terdapat sengketa, sehingga tidak ada
lawan. Produknya berupa penetapan. Sedangkan perkara kontentius ialah perkara
1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), Cet. Ke-I, hal. 39
2Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.39
3Mahkamah Agung RI Dirjend Badan Peradilan Agama, Buku II Pedoman Pelaksanaan
tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Hal. 148
41
yang sifatnya mengandung persengketaan, sehingga terdapat dua pihak atau lebih
yang bersengketa. Produk hukumnya berupa putusan.4
Peningkatan perkara isbat nikah yang terjadi dalam 3 Tahun terakhir,
khususnya di tahun 2014 yang tercatat 788 perkara permohonan isbat nikah,
merupakan gejala sosial yang perlu diteliti lebih dalam. karena hal ini ada
kaitannya dengan prosedur pengajuan perkara isbat nikah yang sangat mudah dan
cepat. Selain hal itu, dengan berbagai macam program yang diselenggarakan oleh
kerjasama Pemerintah daerah seperti lembaga Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) maupun program
sidang keliling prodeo yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama sendiri, hal
tersebut menambah tingginya angka permohonan isbat nikah yang terjadi di
Pengadilan Agama Tigaraksa.5 Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan lebih
rinci mengenai Prosedur Pengajuan Perkara isbat nikah.
Dalam proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan
pengesahan/isbat nikah yang sudah diatur oleh Dirjend Mahkamah Agung RI
sebagaimana yang tercantum dalam Buku II sebagai berikut:6
1. Permohonan isbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau
salah satu dari suami istri, anak, wali nikah dan pihak lain yang
4 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hal. 41-42
5 Hasil Analisis Pengamatan Penulis dari wawancara hakim dan koordinator
Penyelenggaraan Program P2TP2A, pada Jum’at 27 Februari 2015
6 Mahkamah Agung RI Dirjend Badan Peradilan Agama, Buku II Pedoman Pelaksanaan
tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Hal. 148-150
42
berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama
atau Mahkamah syar’iyah dalam wilayah hukum pemohon bertempat
tinggal, dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan
dan kepentingan yang jelas dan konkrit.
2. Proses pemeriksaan permohonan isbat nikah yang diajukan kedua
suami istri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi
penetapan tersebut menolak permohonan isbat nikah, maka suami istri
bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan
upaya hukum kasasi.
3. Proses pemeriksaan permohonan isbat nikah yang diajukan oleh salah
seorang suami atau istri bersifat kontentius dengan mendudukkan istri
atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak
termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut
dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.
4. Apabila dalam proses pemeriksaan permohonan isbat nikah dalam
angka 2 dan 3 tersebut di atas diketahui bahwa suaminya masih terikat
dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri
terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika pemohon
tidak mau merubah permohonannya dengan memasukkan istri
terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak
dapat diterima.
43
5. Permohonan yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak lain yang
berkepentingan harus bersifat kontentius, dengan mendudukkan suami
dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon.
6. Suami atau istri yang telah ditinggal mati oleh istri atau suaminya,
dapat mengajukan permohonan isbat nikah secara kontentius dengan
mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak termohon, produknya
berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding
dan kasasi.
7. Dalam hal suami atau istri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada
ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan isbat nikah diajukan
secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan
tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum
kasasi.
8. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak
dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 2 dan 6,
dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar’iyah yang memutus, setelah mengetahui ada
penetapan isbat nikah.
9. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak
dalm perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 3, 4 dan 5,
dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama atau
Mahkamah syar’iyah yang memeriksa perkara isbat nikah tersebut
selama perkara belum diputus.
44
10. Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi
pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 3, 4
dan 5, sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar’iyah, dapat mengajukan gugatan
pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama
atau Mahkamah syar’iyah tersebut.
11. Ketua Majelis Hakim 3 hari setelah menerima PMH, membuat PHS
sekaligus memerintahkan jurusita pengganti untuk mengumumkan
permohonan pengesahan nikah tersebut 14 hari terhitung sejak tanggal
pengumuman pada media massa cetak atau elektronik atau sekurang-
kurangnya diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah.
12. Majelis Hakim dalam menetapkan hari sidang paling lambat 3 hari
setelah berakhirnya pengumuman. Setelah hari pengumuman berakhir,
majelis hakim segera menetapkan hari sidang. (Hukum Acara)
13. Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi sebagai berikut:
“Menyatakan sah perkawinan antara..............dengan..............yang
dilaksanakan pada tanggal.................di.............”.
Selain pelaksanaan sidang isbat nikah yang terjadi di dalam gedung
Pengadilan sebagaimana biasanya, perkara isbat nikah juga dapat dilaksanakan
diluar ruang sidang, hal ini dikenal dengan sidang keliling. Menurut Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian
Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan yang mengatur
45
tentang pemberian layanan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di
Pengadilan, pasal 1 angka (5) menyatakan bahwa, sidang di luar gedung
Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-
waktu oleh Pengadilan di suatu tempat yang ada di dalam wilayah hukumnya
tetapi di luar tempat kedudukan gedung Pengadilan dalam bentuk sidang keliling
atau sidang di tempat sidang tetap.7
Sidang keliling bertujuan untuk meringankan biaya yang harus ditanggung
oleh masyarakat yang tidak mampu ekonomi, fisik serta geografis untuk
menegakkan hak keadilan mereka di mata hukum.8
Dalam sidang keliling, perkara yang disidangkan biasanya merupakan
perkara yang pembuktiannya mudah dan tidak mengandung sengketa. Hal ini
disebabkan karena dalam sidang keliling ini wilayah atau tempat pelaksanaannya
merupakan wilayah yang sulit untuk dijangkau oleh karena itu untuk
mempercepat proses biasanya perkara yang disidangkan adalah perkara yang tidak
mengandung sengketa sehingga proses penyelesaiannya juga cepat ditangani.
Salah satunya ialah perkara Isbat Nikah.9
Proses pengajuan perkara isbat nikah dalam sidang keliling ini sama
halnya dengan pengajuan isbat nikah di dalam gedung Pengadilan, hanya saja
7 http// bawas. Mahkamahagung.go.id/bawas_doc Perma No. 1 Tahun 2014, diakses pada
Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
8 http// bawas. Mahkamahagung.go.id/bawas_doc Perma No. 1 Tahun 2014, diakses pada
Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04
9 Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
46
dalam sidang keliling ini proses pengajuannya dilakukan secara kolektif oleh
Pusat Bantuan Hukum (POSBAKUM) atau lembaga-lembaga maupun orang-
orang yang mengerti dan peduli terhadap keadilan hukum yang berada dalam
wilayah tersebut.10
Salah satunya adalah lembaga yang bekerjasama dengan pemerintah
Kabupaten Tangerang yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang berada di Kecamatan Pakuhaji,
sebagaimana dari hasil wawancara Penulis dengan Ibu Warni Purwaningsih
selaku Wakil Ketua Program Tersebut, salah satu program Tahunan yang
diselenggarakan oleh mereka adalah Program Isbat Nikah Massal. Program
tersebut diadakan dalam dua kali setahun dengan biaya +_ Rp. 591.000,- per-
pasangan dan biaya tersebut di tanggung oleh pihak penyelenggara yang telah
bekerjasama dengan PEMDA Kabupaten Tangerang. Sekitar +_ 100 pasangan
suami-istri yang diikut sertakan dalam isbat nikah massal tiap tahunnya, akan
tetapi yang lebih diprioritaskan adalah pasangan yang mengikuti program
Keluarga Berencana dan pasangan calon jamaah haji. 11
Pada awalnya program P2TP2A melakukan survei sekaligus pendataan
terlebih dahulu terhadap kepala keluarga yang tidak mempunyai buku nikah di
wilayah Kecamatan Pakuhaji, setelah melalui pendataan bagi seluruh kepala
keluarga yang tidak mempunyai buku nikah dikumpulkan dan dibina serta diberi
10
Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
11
Hasil Wawancara Dengan Ibu Warni Purwaningsih (Wakil Ketua P2TP2A) selaku
Koordinator Penyelenggara Isbat Nikah Masal di Kec. Pakuhaji, pada Jum’at 27 Februari 2015
47
arahan tentang pentingnya memiliki buku nikah yang merupakan bukti sah
berlangsungnya sebuah perkawinan. Kemudian secara kolektif P2TP2A,
mengumpulkan syarat-syarat yang diperlukan guna mengajukan perkara isbat
nikah ke Pengadilan Agama. Setelah mendaftarkan perkara sesuai prosedur
biasanya, hingga pemberitahuan jadwal sidang, barulah pelaksanaan sidang
perkara isbat nikah dilangsungkan secara massal yang saat itu bertempat di
Kantor Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.12
Berdasarkan pengamatan penulis, adapun prosedur permohonan isbat
nikah harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini yaitu:
a. Pemohon mendatangi Pengadilan Agama yang terdapat daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
b. Suami atau istri termasuk pemohon.
c. Mengajukan permohonan pada bagian penerimaan perkara dengan
membawa/melengkapi beberapa persyaratan administrasi yaitu:
1. Surat pengantar dari Pemerintah Setempat/ Lurah/ Kepala Desa.
2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
3. Menyertakan surat Permohonan Isbat Nikah.
Pemohon kemudian mendatangi meja I untuk ditetapkan biaya perkara
(SKUM), setelah itu baru diberi Nomor Perkara. Kemudian, berkas yang sudah
diberi nomor perkara itu, dibawa ke meja II untuk pengadministrasian. Setelah itu
diserahkan ke meja III untuk dibukukan. Selanjutnya oleh panitera, berkas itu
12
Hasil Wawancara Dengan Ibu Warni Purwaningsih (Wakil Ketua P2TP2A) selaku
Koordinator Penyelenggara Isbat Nikah Masal di Kec. Pakuhaji, pada Jum’at 27 Februari 2015
48
diserahkan kepada Ketua Pengadilan Agama untuk di teliti dan kemudian Ketua
Pengadilan Agama menentukan majelis hakim yang akan menangani perkara
tersebut serta menetukan hari sidang. Setelah itu berkas perkara diserahkan
kepada panitera.13
Proses perkara isbat nikah ini dapat diselesaikan paling lama 4 hari dari
waktu pemanggilan sidang pertama dan paling lambat 10 hari sesudah
pendaftaran.14
d. Pemohon menghadiri sidang berdasarkan surat panggilan Pengadilan
Agama, dengan membawa surat panggilan dan apa-apa yang diminta
sewaktu mengajukan permohonan isbat nikah.15
e. Pemohon wajib membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar
permohonan di muka sidang Pengadilan Agama, berdasarkan alat-alat
berupa saksi-saksi dan surat-surat.16
B. Proses Penyelesaian Perkara Isbat Nikah
Berdasarkan pengamatan penulis dalam Sidang Isbat Nikah Keliling di
Kecamatan Pakuhaji, Tangerang proses penyelesaiannya berjalan cepat dan
13
Hasil pengamatan penulis pada Jum’at 13 Februari 2015 di Pengadilan Agama
Tigaraksa
14
Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
15
Hasil Pengamatan Penulis pada Jum’at 27 Februari 2015 dalam Sidang Isbat Nikah
Keliling Di Kantor Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang
16
Hasil Pengamatan Penulis pada Jum’at 27 Februari 2015 dalam Sidang Isbat Nikah
Keliling Di Kantor Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang
49
mudah sekali. Proses penyelesaian perkara isbat nikah keliling di Kecamatan
Pakuhaji yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Tigaraksa, antara lain:
a. Hakim ketua membuka sidang secara resmi.
b. Panitera/panitera pengganti memanggil para pihak (pemohon).
c. Hakim menanyakan beberapa pertanyaan, diantaranya:
1. Identitas para pihak
2. Kapan berlangsungnya perkawinan?
3. Apakah perkawinan tersebut telah memenuhi rukun dan syarat-
syarat sah perkawinan?
4. Menanyakan saksi yang terdiri dari 2 orang
d. Hakim meminta saksi hadir ke dalam ruang sidang, kemudian
panitera/panitera pengganti memanggil para saksi.
e. Hakim menanyakan identitas para saksi, kemudian saksi tersebut di
minta untuk bersumpah.
f. Hakim memintai keterangan dari para saksi. Setelah itu memanggil
kembali para pihak (pemohon).
g. Hakim membacakan penetapan nikah. Setelah sidang berakhir, hakim
menutup sidang secara resmi.
Jika segala persayaratan dan bukti-bukti serta saksi-saksi dapat dihadirkan
saat berlangsung sidang waktu itu maka pada hari itupun sidang dapat
diselesaikan dengan waktu yang relatif singkat. Hal tersebut juga merupakan
penyebab meningkatnya perkara isbat nikah di Pengadilan Agama Tigaraksa.
50
Sedangkan waktu pengambilan akta penetapan nikah dapat memakan waktu
maksimal 2 minggu setelah hakim membacakan penetapan nikah setelah sidang.17
Proses penyelesaian sidang isbat nikah yang berlangsung di dalam gedung
Pengadilan tidak jauh berbeda dengan sidang isbat nikah yang berlangsung di luar
gedung Pengadilan (Sidang Keliling), jika pelasanaan sidang isbat nikah yang
berada di dalam gedung pengadilan, hakim yang menangani perkara isbat nikah
terdiri dari majelis yakni 2 orang hakim anggota dan satu orang hakim ketua yang
berfungsi memimpin jalannya persidangan, sedangkan persidangan yang
berlangsung di luar gedung karena perkara yang tergolong banyak dan
keterbatasan para hakim, maka sidang isbat nikah di luar gedung (sidang keliling)
sering kali menggunakan hakim tunggal. Hal ini didasari oleh Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2014.18
C. Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Perkara Isbat Nikah Tahun
2014
Perkara Isbat nikah yang ditangani di Pengadilan Agama Tigaraksa
adalah perkawinan yang terjadi setelah lahirnya Undang-undang No.1 tahun
1974 tentang perkawinan. Namun, dalam hal ini hakim menganut asas “justice
for all” yang artinya adalah “keadilan berlaku untuk semua orang.” Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7 ayat 3 telah dibatasi mengenai hal-hal
Perkara Isbat Nikah tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Agama, salah
17
Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
18
Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
51
satunya dalam pasal 7 ayat (3) KHI angka (e) menyebutkan,” Perkawinan
yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan
menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.” Inilah
yang dijadikan landasan oleh hakim dalam menyelesaikan perkawinan yang
terjadi setelah tahun 1974 dalam perkara Isbat Nikah.19
Dari hasil penelitian penulis, ditemukan beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah yang terdapat di Pengadilan
Agama Tigaraksa, antara lain:
1. Tingginya kesadaran hukum masyarakat mengenai pentingnya
Pencatatan Perkawinan. Dalam hal ini alasan pengajuan isbat
nikah bertujuan, untuk mengurus akta kelahiran anak sebagai salah
satu syarat masuk sekolah. Kemudian masyarakat sadar jika
perkawinan mereka tidak tercatat, maka perkawinan tersebut tidak
sah dimata hukum Negara. Selain itu, alasan mereka mengajukan
isbat nikah karena mereka takut jika suatu saat suami
meninggalkan mereka dan tidak bertanggung jawab lagi, maka
mereka tidak dapat mengajukan perlawanan hukum.
2. Untuk kepentingan salah satu syarat dari pendaftaran ibadah haji.
3. Untuk kepentingan mengurus harta peninggalan.
19
Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa,
Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015
52
4. Tingkat ekonomi masyarakat yang kurang mampu, dan minim
pengetahuan sehingga masyarakat lebih memilih isbat nikah gratis
daripada nikah tercatat di KUA.
5. Maraknya pergaulan bebas yang menyebabkan hamil diluar nikah,
sehingga mereka malu untuk nikah tercatat di KUA.
6. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang Nikah Tercatat,
sehingga masih banyak dari mereka yang memilih menikah di
hadapan Amil/Ulama setempat.
7. Banyaknya program Penyuluhan isbat nikah massal yang diadakan
oleh Kecamatan hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang
sebagai bentuk rasa kepedulian khususnya untuk kaum Wanita dan
Anak-anak.
8. Proses pengajuan yang mudah, penyelesaian yang cepat dan biaya
murah bahkan gratis bagi mereka yang tidak mampu, sehingga
Isbat Nikah dijadikan sarana alternatif oleh masyarakat
dibandingkan Nikah Tercatat di KUA.
Dengan meningkatnya perkara isbat nikah tiap tahun, dilihat pada grafik
perkara Pengadilan Agama Tigaraksa dalam 3 tahun terakhir dari tahun 2012
hingga tahun 2014 permohonan isbat nikah mengalami peningkatan yang
signifikan, tercatat 393 perkara isbat nikah yang diputus pada tahun 2012 oleh
Pengadilan Agama Tigaraksa, tahun 2013 sebanyak 74% perkara isbat nikah
mengalami peningkatan yakni 685 perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama
Tigaraksa dan terakhir yang menjadi fokus penelitian penulis, di tahun 2014
53
tercatat 788 perkara permohonan isbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama
Tigaraksa. Dengan peningkatan isbat nikah tersebut selain menandakan
masyarakat yang perlahan mulai sadar akan Hukum yang berlaku di Negara ini,
namun secara tidak langsung ini juga menandakan bahwasanya masih lemahnya
sosialisasi tentang Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
terlebih pada pasal 2 ayat (2) yang menegaskan tentang pentingnya pencatatan
nikah , khususnya untuk masyarakat awam yang ekonominya kurang mampu agar
Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2014 tentang Biaya Nikah, Talak, Rujuk
lebih disosialisasikan dan disebarluaskan agar masyarakat tidak terfokus kepada
Isbat Nikah, melainkan Perkawinan yang tercatat dan Sah di mata Hukum.
D. Analisis Penulis
Proses pendaftaran hingga proses penyelesaian perkara Isbat Nikah yang
terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa memang terbilang mudah dan cepat,
karena perkara isbat nikah ini merupakan sebuah penetapan dan tidak
mengandung sengketa, lain hal dengan perkara cerai gugat atau talak yang proses
penyelesaiannya terbilang lambat, itu dikarenakan perkara tersebut mengandung
sengketa hingga diperlukan waktu yang tidak sebentar dalam proses
penyelesaiannya.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka isbat nikah di
Pengadilan Agama Tigaraksa yang telah disebutkan di atas, faktor paling dominan
yang menyebabkan tingginya angka perkara isbat nikah adalah meningkatnya
kesadaran masyarakat pada hukum terutama untuk Pencatatan Perkawinan.
54
Namun dari sisi lain penulis juga menemukan kesenjangan dari isbat nikah ini,
terutama untuk sidang isbat nikah keliling. Prosedur yang mudah dan
penyelesaian Sidang penanganan isbat nikah keliling yang terbilang cepat dan
biaya gratis, dibandingkan nikah tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) yang
pada sebagian masyarakat desa khususnya dianggap prosesnya yang cukup
menyulitkan mereka hingga biaya yang mahal, hal ini menimbulkan anggapan
masyarakat bahwasanya lebih baik mereka memilih nikah dibawah tangan
kemudian mengisbatkannya pada sidang keliling dari pada nikah yang tercatat di
KUA. Disinilah perlunya sosialisasi oleh pihak-pihak dari Kantor Urusan Agama
(KUA) dibantu oleh lembaga-lembaga Pemerintah Setempat untuk
menyebarluaskan segala bentuk yang berkenaan dengan Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Pencatatan Nikah, Kompilasi Hukum
Islam (KHI) tentang Pencatatan Nikah, PP(Peraturan Pemerintah) No. 48 Tahun
2014 Perubahan Tarif Biaya Nikah dan memudahkan pelayanan bagi mereka yang
ingin melangsungkan Perkawinan agar tidak ada lagi alasan mereka untuk nikah
yang tidak tercatat.
Prinsip dasar Undang-undang Perkawinan yang tercantum dalam Pasal 2
ayat (2) adalah semua perkawinan harus tercatat, kenyataannya masih banyak
perkawinan yang tidak tercatat dan mereka yang tidak mencatatkan
perkawinannya tersebut mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama atas dasar
ketentuan yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat 2 yakni
dalam hal perkawinan yang tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat
mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Dalam pasal 7 ayat (3) huruf d
55
disebutkan perkawinan yang dapat di isbatkan adalah perkawinan yang terjadi
sebelum tahun 1974, faktanya perkawinan yang di isbatkan oleh Pengadilan
Agama Tigaraksa rata-rata adalah perkawinan yang terjadi setelah tahun 1974,
maka dalam hal ini buyarlah prinsip dasar Undang-undang No. 1 tahun 1974
pasal 2 ayat (2) tentang Pencatatan Nikah. Namun dalam hal ini, ada beberapa
dasar hukum yang dianut oleh hakim dalam menyelesaikan perkara isbat nikah
antara lain;
1. Asas “Justice For All” yaitu keadilan berlaku untuk semua.
Maksudnya adalah seluruh golongan masyarakat di Negara ini berhak
mendapatkan keadilan yang sama dimata hukum.
2. Atas dasar Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7 ayat (3) huruf e
yang menyebutkan bahwasanya isbat nikah dapat diajukan bagi
mereka yang melangsungkan perkawinan tanpa adanya halangan
perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No. 1
Tahun 1974.
3. Didasarkan pada kaedah ushul fikih yang berbunyi,
“ المصالح جلب على مقدم المفاسد درأ ”
Artinya; “Menolak kemadharatan lebih didahulukan dari pada
memperoleh kemaslahatan.”
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prosedur pengajuan isbat nikah di Pengadilan Agama
Tigaraksa terbilang mudah yakni pihak yang bersangkutan
mendaftarkan perkara mereka ke Pengadilan Agama dengan
membawa syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pengadilan
Agama serta membayar panjar biaya perkara yang telah
ditentukan sesuai radius pihak berperkara tinggal. Pemanggilan
sidang pertama dijadwalkan paling lambat 10 hari setelah
pendaftaran berkas perkara. Untuk prosedur pengajuan sidang
keliling perihal perkara isbat nikah sama dengan prosedur
pengajuan isbat nikah biasa, hanya saja jika sidang keliling
pendaftarannya diajukan secara kolektif oleh lembaga yang
terkait dengan program sidang keliling tersebut.
2. Proses penyelesaian perkara isbat nikah sangatlah cepat dan
mudah, antara lain: Pemohon menghadiri sidang berdasarkan
surat panggilan Pengadilan Agama, dengan membawa surat
panggilan dan apa-apa yang diminta sewaktu mengajukan
permohonan isbat nikah. Kemudian Pemohon wajib
membuktikan pernikahan mereka dengan menghadirkan dua
orang saksi. Jika seluruhnya telah terpenuhi dan telah jelas
bahwa pernikahan mereka tersebut telah memenuhi rukun dan
57
syarat sah pernikahan, barulah hakim menetapkan bahwa
pernikahan tersebut sah dan benar adanya dengan membacakan
surat penetapan nikah. Pengambilan akta penetapan nikah dapat
diambil setelah 2 minggu pasca pembacaan penetapan oleh
hakim.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat
nikah diantaranya ialah:
a. Tingginya kesadaran hukum masyarakat mengenai
pentingnya Pencatatan Perkawinan.
b. Untuk kepentingan salah satu syarat dari pendaftaran
ibadah haji.
c. Untuk kepentingan mengurus harta peninggalan.
d. Ekonomi masyarakat yang kurang mampu, menjadi kendala
bagi mereka melangsungkan perkawinan yang tercatat di
PPN.
e. Maraknya pergaulan bebas yang menyebabkan hamil diluar
nikah, sehingga mereka malu untuk nikah tercatat di KUA.
f. Kurangnya pengetahuan mereka tentang nikah tercatat
dihadapan PPN.
g. Banyaknya program Penyuluhan isbat nikah massal yang
diadakan oleh Kecamatan hingga Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang sebagai bentuk rasa kepedulian
khususnya untuk kaum Wanita dan Anak-anak.
58
h. Proses pengajuan yang mudah, penyelesaian yang cepat dan
biaya murah bahkan gratis bagi mereka yang tidak mampu,
sehingga Isbat Nikah dijadikan sarana alternatif oleh
masyarakat dibandingkan Nikah Tercatat di KUA.
B. Saran-saran
1. Meningkatnya permohonan isbat nikah per-tahun, ini menandakan
tingginya kesadaran hukum masyarakat demi tercatatnya sebuah
pernikahan sehingga mereka berupaya mencatatkan perkawinan mereka
yang sebelumnya belum tercatat. Namun, disisi lain hal ini juga
menandakan bahwa kurangnya sosialisasi oleh pihak-pihak KUA bersama
tokoh masyarakat dalam penyebarluasan undang-undang perkawinan.
apabila sejak awal masyarakat tau tentang pentinya pencatatan perkawinan
sebelum dilangsungkan perkawinan, maka pasti dari awal ada upaya dari
mereka untuk melangsung perkawinan dihadapan PPN.
2. Penulis berharap agar pihak KUA, membantu dan memudahkan
masyarakat yang ingin melangasungkan perkawinan. khususnya bagi
masyarakat awam yang tidak mengerti dengan prosedur dan hal-hal yang
berhubungan dengan syarat formil suatu perkawinan.
3. Pentingnya akta nikah dalam perkawinan, maka hendaknya pihak terkait
agar lebih intensif untuk mensosialisasikan pencatatan nikah kepada
masyarakat terlebih kepada ulama setempat agar lebih kooperatif dalam
59
menjalin hubungan, agar tidak terjadi lagi perkawinan yang dilaksanakan
di depan ulama tanpa sepengetahuan PPN.
4. Menghimbau kepada pemerintah agar bersikap tegas menangani pelaku
nikah bawah tangan, seperti halnya Pengadilan Agama yang menangani
perkara isbat nikah yang perkawinannya telah dilangsungkan setelah tahun
1974 untuk memberikan sanksi administrasi agar menimbulkan efek jera
bagi mereka para pelaku, dan tidak menyalah gunakan isbat nikah sebagai
sarana alternatif bagi mereka yang tidak mau melangsungkan perkawinan
dihadapan PPN.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin.Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Alimin dan Euis Nurlaela. Potret Administrasi keperdataan Islam Di Indonesia.
Jakarta: Orbit Publishing, 2013.
Anwar, Moch. Dasar-dasar Hukum Islami Dalam Menetapkan Keputusan di
Pengadilan Agama. Bandung: CV. Diponegoro, 1991.
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor.Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Arto,Mukti.Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996.
Baril Basith, Abdul. Artikel “Pihak-pihak Dalam Permohonan Pengesahan Nikah”.
Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi 75. Jakarta: PPHIMM, 2012.
Djubaidah, Neng. Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut
Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam. Jakarta:Sinar Grafika, 2012.
DEPDIKBUD. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Farid Muhammad Washil, Nashr dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid
Fiqhiyyah, Penerjemah Wahyu Setiawan, Jakarta: Amzah, 2009.
Masykur, Abdurrahman. Artikel “ Hiruk Pikuk Pernikahan Sirri bupati Aceng
(sebuah Telaah Analisis Perspektif Perlunya RUU HMPA segera Disahkan)”.
Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi 76. Jakarta: PPHIMM, 2013.
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: kencana,
2006.
Mardani.Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011.
Mahkamah Agung RI Dirjend Badan Peradilan Agama, Buku II Pedoman
Pelaksanaan tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010.
Nuruddin, Amiur dan Azhar Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam Di Indonesia
61
(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974, Sampai
KHI. Jakarta: Kencana, 2004.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Sugiyono.Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2009.
Sabiq, Sayyid.Fikih Sunnah Jilid 6. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980.
Sopyan, Yayan.Islam Dan Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam
Hukum Nasional. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
Soemiyati.Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974. Yogyakarta: Liberty, 1986.
Tanjung Nur, Bahdin dan Ardial. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (proposal,
Skripsi, Tesis) Dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah.
Jakarta: Kencana, 2005.
Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Zuhaily, Muhammad. Fikih Munakahat Kajian Fikih Pernikahan Dalam Perspektif
Madzhab Syafi’i. Jakarta: CV. Imtiyaz, 2013.
Zuhaily, Wahbah. Al- Fiqh Islam Wa Adillatuhu Juz VII. Jakarta: Dar al- Fikr, 1989.
http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04.
http// hukum online.com/pp9-1975/pdf, diakses pada senin 2 Februari Pukul 17.00
WIB.
http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs,
diakses pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB.
http// bawas. Mahkamahagung.go.id/bawas_doc Perma No. 1 Tahun 2014, diakses
pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04 WIB.
LAMPIRAN
58
Lampiran 2
Hasil Wawancara Bersama Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Selaku Koordinator Penyelenggara
Sidang Isbat Nikah Keliling
Nama : Ibu Hj. Warni Purwaningsih
Alamat : Pakuhaji, Kab. Tangerang
No. Telp/HP : 0811915073
1. P: Apakah Program kegiatan isbat nikah massal ini merupakan kegiatan dari P2TP2A?
Jelaskan!
J : Iya benar sekali bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu program tahunan kami.
Kami berupaya membantu masyarakat kurang mampu yang dulunya tidak mencatatkan
perkawinan mereka di KUA, agar dapat mencatatkannya lewat isbat nikah massal yang
dilaksanakan di Kantor Kecamatan Pakuhaji. Oleh karena itu, melalui pendataan terlebih
dahulu kami berusaha mengumpulkan pasangan suami-istri yang tidak memiliki buku
nikah atau akta nikah untuk di bina dan diarahkan bahwa mencatatkan perkawinan dan
memiliki buku nikah/akta nikah sangatlah penting untuk kelengkapan administrasi
sebagai Warga Negara yang patuh terhadap Pemerintah mengingat tuntutan zaman yang
semakin maju saat ini.
2. P: Apa tujuan dari Program ini?
J: Tujuan dari program ini adalah membantu masyarakat awam yang minim pengetahuan
dan ekonomi yang menengah kebawah agar mendapatkan hak-haknya sebagai warga
Negara. Dengan memiliki buku nikah dan akta nikah yang merupakan bukti autentik dari
perkawinan, maka perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum dan dapat diakui oleh
Negara. Disamping itu, bukti autentik tersebut merupakan syarat kelengkapan
administrasi Negara seperti halnya bagi pasangan yang ingin melaksanakan ibadah Haji,
maka salah satu syarat administrasinya adalah melampirkan buku nikah atau akta nikah.
Pasangan suami-istri yang mempunyai anak, maka harus membuatkan akta kelahiran
anak mereka dengan melampirkan buku atau akta nikah.
3. P: Apakah ada kriteria khusus/ kalangan yang lebih diprioritaskan mengikuti program
P2TP2A ini?
J: Ada, program ini lebih diprioritaskan kepada pasangan yang mengikuti program
Keluarga Berencana (KB) dan bagi pasangan yang ingin melaksanakan ibadah haji.
4. P: Jelaskan pelaksanaan program ini dari awal hingga akhir!
59
J: Pertama, kami melakukan pendataan terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat
khususnya di Kecamatan Pakuhaji ini berdasarkan Desa/Kelurahan untuk di data siapa
saja kepala keluarga yang tidak memiliki buku nikah. Kedua, kami kumpulkan +_ 100
pasang kepala keluarga untuk di bina dan diberikan pengarahan terlebih dahulu. Ketiga,
setelah turun anggaran dari pemerintah lalu kami daftarkan perkara-perkara ini ke
Pengadilan Agama Tigaraksa. Selanjutnya, kami tunggu jadwal sidangnya. Terakhir,
setelah sidang selesai +_ 2 minggu kami datang ke Pengadilan Agama untuk mengambil
hasil penetapan isbat nikah kemudian kami bagikan ke pihak-pihak yang berperkara.
5. P: Dalam satu tahun ada berapa kali program ini dilaksanakan?
J: Dalam setahun ada 2 kali pelaksanaan, dari 100 pasang kepala keluarga yang tidak
memiliki buku nikah kami bagi menjadi dua, yakni 50 pasang pertama di awal tahun
seperti bulan Februari ini dan 50 pasang lagi di akhir tahun yang nanti dilaksanakan insya
allah pada bulan Nopember mendatang.
6. P: Berapa biaya perkara isbat nikah ini? Dan sebeberapa besar anggaran untuk program
ini didapatkan?
J: Biaya perkara isbat nikah 1 pasangan +_ Rp. 591.000,- kalikan saja 100 pasangan
suami-istri, ya +_ Rp. 59.100.000,- belum termasuk biaya transportasi para hakim kesini,
konsumsi, dan transportasi untuk para pihak yang berperkara serta saksi-saksinya.
7. P: Apakah program ini ada kerjasama dengan Pemerintah?
J: Iya program P2TP2A ini bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang dan
anggaran tersebut kami mintakan ke PEMDA Kab. Tangerang.
60
Lampiran 3
Data Hasil Wawancara Bersama Para Pihak Berperkara Pada Sidang Isbat Nikah
Keliling Di Kelurahan Pakuhaji
No. Nama Pasangan Alamat Tahun
Perkawinan
Alasan mengajukan isbat nikah
1. Amah & Acan Kel.Pakuhaji 1990 Buku nikah diperlukan dalam melengkapi
administrasi pemberkasan jamaah haji.
2. Suartinah & Asim Ds. Bonasari 1997 Menghindari kemungkinan terjadinya KDRT
dalam rumah tangga, sehingga dapat
melakukan upaya hukum.
3. Ayana &
Sukahadi
Kel.Pakuhaji 1996 Buku nikah diperlukan dalam pembuatan akta
kelahiran anak supaya anak dari hasil
perkawinan tersebut diakui oleh negara
sebagai anak yang sah.
4. Emin & Sahid. H Kel.Pakuhaji 1993 Akta nikah diperlukan untuk pembuatan akta
kelahiran anak, kemudian akta kelahiran
tersebut dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan masuk sekolah.
5. Risna & Rudi. H Kel.Pakuhaji 2008 Keterbatasan ekonomi dan minim
pengetahuan, sehingga tidak mampu menikah
di KUA.
6. Suwana & Sa’al Kel.Pakuhaji 1993 Minimnya pengetahuan sehingga tidak
mengetahui perbedaan perkawinan yang
tercatat dan tidak tercatat.
7. Tati & Amat Kel.Pakuhaji 1998 Tradisi dinikahkan oleh ulama setempat, dan
baru mengetahui bahwa perkawinan itu harus
tercatat di KUA.
8. Sam’ah & Marsid Kel.Pakuhaji 1990 Tradisi dinikahkan oleh ulama setempat, dan
baru mengetahui bahwa perkawinan itu harus
tercatat di KUA.
9. Ena & Sardi Kel.Pakuhaji 2004 Lebih baik isbat nikah saja, dari pada nikah di
KUA yang biayanya mahal.
10. Sopia & Mahasi Kel.Pakuhaji 1992 Agar perkawinan kami diakui oleh negara,
begitu juga dengan anak kami.
61
Lampiran 4
Hasil Wawancara Dengan Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa
Ibu Hj. Muhayah, S.H., M.H
1. P: Bagaimanakah perkembangan permohonan perkara isbat nikah yang terjadi di PA
Tigaraksa per-tahun?
J: Perkara isbat nikah di PA Tigaraksa tiap tahun cenderung meningkat, dilihat
perkembangannya dalam tiga tahun terakhir ini saja sangat tinggi peningkatan perkara
tersebut. Hal ini berdasarkan grafik data perkara isbat nikah pada tahun 2012 tercatat
393 perkara, kemudian tahun 2013 perkara isbat nikah meningkat menjadi 685
perkara dan yang terakhir tahun 2014 tercatat 788 perkara.
2. P: Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan perkara isbat nikah?
J: Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan perkara tersebut, salah satunya
adalah karena tingginya keasadaran masyarakat tentang hukum di Negara ini, untuk
memenuhi kelengkapan administrasi pendaftaran calon jamaah haji, kepentingan
pendidikan anak, disamping itu masyarakat yg kurang mampu dalam hal finansial
yang lebih memilih nikah dibawah tangan baru nanti diisbat nikahkan melalui
program isbat nikah gratis yag diadakan oleh Pemda setempat, kurangnya sosialisasi
tentang pencatatan perkawinan, dan lain-lain.
3. P: Bagaimana pelaksanaan sidang perkara isbat nikah?
J: Ada dua macam pelaksanaan sidang perkara isbat nikah, yakni yang pertama
dilakukan di dalam gedung pengadilan dan yang kedua, Sidang dilakukan di luar
gedung pengadilan ini biasanya disebut dengan sidang keliling. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat pelosok yang
jauh jangkauan serta berketerbatasan fisik maupun finansial untuk mendapatkan suatu
keadilan dan tuntutan-tuntutan hukum yang dibutuhkan oleh mereka. Dasarnya adalah
Perma No. 1 Tahun 2014 tentang sidang keliling, posbakum dan prodeo. Sementara
ini untuk sidang keliling yang dilaksanakan oleh PA Tigaraksa hanya baru sebatas
isbat nikah saja. Karena jika perkara-perkara lain juga di sidang kelilingkan akan sulit
penyelesaiannya, mengingat keterbatasan waktu dan hakim-hakim yang harus berkali-
kali mendatangi lokasi tersebut sedangkan hakim juga banyak menangani perkara-
perkara lain.
4. P: Apakah terdapat perbedaan dalam pelaksanaan sidang isbat nikah yang
dilaksanakan di luar gedung dan di dalam gedung pengadilan?
J: Sidang isbat nikah di luar gedung pengadilan dapat langsung diselesaikan saat itu
juga, karena sebelumnya kami telah bekerjasama dengan pihak-pihak penye;lenggara
sidang keliling tersebut seperti apasaja yang harus dipersiapkan, surat-surat bukti dan
para saksi, jika hal tersebut telah dipenuhi maka pada hari itu juga sidang dapat
selesai dan perkara tersebut dapat diputuskan. Selain itu, atas dasar Sema No. 3 Tahun
2014 terdapat asas eksepsionalitas terpadu yakni sidang dapat dilaksanakan oleh
hakim tunggal. Hal ini juga berlaku pada pemeriksaan isbat nikah dalam siodang
62
keliling agar dapat berjalan cepat dan segera mendapatkan keadilan bagi para pihak,
mengingat anggaran dan efisiensi waktu yang terbatas. Sedangkan isbat nikah yang
dilaksanakan di dalam gedung pengadilan berjalan seperti sidang biasanya, yakni para
pihaknya mendaftarkan perkara, membayar administrasi perkara, setelah dijadwalkan
sidang para pihak hadir dan mengikuti sidang, menghadirkan para saksi dan barang
bukti, hingga perkara tersebut diputus dan dibacakan oleh hakim di dalam sidang
kemudian +_ 2 minggu setelah itu, para pihak tersebut mengambil surat penetapan di
Pengadilan. Untuk sidang isbat nikah di dalam gedung terdiri dari 3 orang majelis
hakim yakni satu orang hakim ketua majelis dan dua orang hakim anggota.
5. P: Berapa lama jangka waktu penyelesaian perkara isbat nikah jika dihitung dari
proses pendaftaran perkara hingga pengambilan surat penetapan?
J: Jika dihitung dari proses pendaftaran perkara sampai penyerahan surat penetapan
dari pengadilan maka jangka waktu penyelesaiannya relatif yakni tergantung radius
(jarak antara alamat pihak berperkara dengan Pengadilan tempat dimana perkara
tersebut diselesaikan). Sedangkan jangka waktu penyerahan surat penetapan dari
pengadilan +_ 2 minggu setelah pembacaan pentapan seusai sidang tersebut, hal ini
sesuai dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009.
6. P: Dari hasil pengamatan ketika menyaksikan sidang isbat nikah, hampir rata-rata
perkawinan yang diisbatkan adalah perkawinan yang terjadi setelah lahirnya undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang pencatatan perkawinan, padahal dalam KHI pasal 7
ayat 4 huruf d menjelaskan bahwa perkawinan yang dapat diisbatkan hanya
perkawinan yang terjadi sebelum lahirnya UU No. 1/1974, apa dasar hukum hakim
masih dapat mengisbatkan perkawinan tersebut?
J: Itulah kenyataan yang terjadi dalam masyarakat saat ini dan pada dasarnya hakim
menerima perkara isbat nikah tersebut mengingat ini merupakan kebutuhan
masyarakat yang penting dan demi menegakkan asas “justice for all” keadilan berlaku
untuk semua. Selain itu, sebagian hakim mengacu pada Kompilasi Hukum islam pasal
7 ayat 4 huruf e, bahwasanya isbat nikah dapat dilaksanakan bagi perkawinan yang
dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan, yaitu halangan
perkawinan sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang perkawinan.
7. P: Bagaimana tanggapan ibu dalam menyikapi masalah penyalah artian isbat nikah
yang dipandang sebagian masyarakat sebagai alternatif untuk tidak melakukan nikah
tercatat, bahkan mereka lebih memilih isbat nikah gratis daripada nikah tercatat di
KUA?
J: Ini merupakan konsekuensi hukum, mungkin pihak KUA juga berfikir ini
merupakan sebuah masalah namun, kembali lagi kepada asas keadilan berlaku untuk
semua pihak, sehingga kami tidak berhak menolak perkara tersebut karena memang
sudah kebutuhan dan tuntutan hukum. Dan kami melihat bahwa pada akhirnya nanti
setelah kami mengeluarkan surat penetapan nikah, para pihak akan kembali kepada
KUA untuk mendaftarkan perkawinan mereka dan menerbitkan surat/akta nikah.
63
Lampiran 5
Lampiran 10
Gambar Pelaksanaan Sidang Isbat Nikah Massal Di Kecamatan Pakuhaji