12
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi © 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Page 2: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

1

Hubungan antara Variabilitas Tahunan Monsun Australia dengan Aktivitas Siklon Tropis di Samudera Hindia

DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Siklon tropis merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi di daerah monsun dan dapat mengakibatkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu wilayah utama pembentukan siklon tropis tersebut adalah di Samudera Hindia. Dalam kajian ini, dilakukan kajian mengenai hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Dalam kajian ini, digunakan data siklon tropis selama 57 tahun (1949-2005) dari joint typhoon warning center (JTWC).

Pada kajian ini, aktivitas siklon tropis yang dikaji adalah pada saat terjadinya tahun-tahun monsun kuat dan lemah berdasarkan indeks monsun Australia(AUSMI) yang didefinisikan oleh Kajikawa dkk. (2009). Analisis yang dilakukan berupa frekuensi dan titik pembentukan siklon tropis dan badai tropis, pola sirkulasi, vortisitas relatif, intensitas potensial, dan indeks potensial pembentukan siklon tropis (Genesis Potential Index, GPI).

Dari analisis tersebut, secara umum diperoleh bahwa variabilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas iklon tropis di Samudera Hindia memiliki korelasi yang positif. Frekuensi dan jumlah hari siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit lebih banyak (18 siklon, 26 badai tropis, 264 hari) dibanding dengan tahun monsun lemah komposit (16 siklon, 23 badai tropis, 247 hari). Secara khusus, terdapat hubungan yang berbeda di antara keduanya di tempat yang berbeda. Hal itu ditunjukan oleh nilai intensitas potensial yang memiliki korelasi yang signifikan di Stasiun Darwin dibanding dengan Stasiun Perth. Hubungan antara keduanya dengan menggunakan genesis potential index kurang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Kata kunci: AUSMI, tahun monsun kuat komposit, tahun monsun lemah komposit, frekuensi siklon

tropis dan badai tropis, intensitas potensial, genesis potential index.

1. Pendahuluan

Australia merupakan salah satu daerah monsun yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh Ramage (1971; dalam Slingo, 2003). Kriteria-kriteria tersebut pada dasarnya mengemukakan bahwa suatu monsun dicirikan oleh angin yang tetap (steady), terus menerus (sustained), dan digerakkan oleh kondisi batas musiman, seperti temperatur daratan atau lautan (Slingo, 2003).

Di dalam wilayah monsun tersebut kerap terjadi gangguan-gangguan tropis, salah satunya dalah siklon tropis. Siklon tropis ialah pusaran atmosferik kuat yang terbentuk di atas lautan tropis yang hangat (Kepert, 2010) dan merupakan tingkatan paling dewasa dalam gangguan tropis (Saha, 2010). Dari berbagai lautan di bumi, Samudera Hindia merupakan salah satu tempat terjadinya siklon tropis (COMET, 2011). Suhu rata-rata muka laut yang cukup hangat pada bulan Februari (lebih dari 28°C) di Samudera Hindia sebelah barat Australia (Saha, 2010)

merupakan salah satu kondisi yang dapat mengakibatkan tumbuhnya siklon tropis (Gray, 1975).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan hubungan di antara monsun dan siklon tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Krishnan (2005) yang meneliti hubungan antara monsun musim panas India dengan aktivitas siklon tropis di Pasifik barat laut. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa hubungan antara monsun musim panas India dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia memiliki korelasi negatif yang jumlah hari siklonnnya pada saat tahun-tahun monsun lemah lebih banyak (729 hari) dibanding dengan tahun-tahun monsun kuat (600 hari) (Kumar dan Krishnan, 2005). Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas iklon tropis di Samudera Hindia.

Dalam melakukan kajian ini, aktivitas siklon tropis yang akan dikaji adalah saat terjadinya tahun-tahun monsun lemah dan kuat berdasarkan indeks

Page 3: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

2

monsun Australia (AUSMI) (Kajikawa dkk., 2009). Kajian aktivitas siklon tropis meliputi frekuensi kejadian siklon tropis, titik pembentukan siklon tropis, pola sirkulasi angin dan vortisitas relatif, intensitas potensial, dan indeks potensial pembentukan siklon tropis (genesis potential index). Wilayah kajian meliputi Benua Australia dan Samudera Hindia bagian selatan yang secara khusus berada pada koordinat 0°-40°LS dan 40° BT-155° BT.

. 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Onset, Retreat, Periode, dan wilayah monsun Australia

Sebagian besar wilayah Australia terletak di sabuk subtropis. Oleh karena itu, wilayah yang mengalami akibat dari iklim tipe-monsunal adalah sebagian besar Australia bagian utara (sebelah utara sekitar 20°LS) (Saha, 2010). Permulaan (Onset) dan akhir (retreat) monsun Australia terjadi saat pertama kali muncul dan berakhirnya angin baratan (westerlies) pada angin zonal 850 mb yang dirata-ratakan di wilayah Darwin, terlepas dari adanya perubahan arah angin yang datang dari arah timur. Secara umum, onset monsun Australia terjadi pada akhir Desember dan berakhir pada akhir Februari atau awal Maret (Holland, 1986).

2.2. Indeks Monsun Australia

Variabilitas dan kekuatan monsun dapat diukur oleh beberapa variabel seperti curah hujan, tekanan, atau sirkulasi di berbagai level yang berbeda (COMET, 2011). Selain dapat digambarkan langsung oleh parameter-parameter meteorologi, variabilitas dan kekuatan monsun pun dapat digambarkan oleh indeks monsoon.

Pada monsun Australia, Kajikawa dkk. (2009). mendefinisikan indeks monsun Australia (AUSMI) dengan rata-rata angin zonal pada 850 hPa di atas wilayah 5°-15° LS, 110°-130° BT. Indeks ini dapat menggambarkan monsun Australia skala luas dalam kaitannya dengan siklus musiman dan variabilitas tahunan (Kajikawa dkk., 2009).

2.3 Kekuatan Siklon Tropis

Siklon tropis terbentuk dalam beberapa tahap: depresi tropis, badai tropis, dan hurricane (siklon tropis) (NOAA, 2001). Depresi tropis dicirikan oleh kecepatan angin sebesar 20 knot dan terdapat 1 isobar tertutup. Pada badai tropis, kecepatan angin meningkat hingga 34-64 knot dan terdapat beberapa isobar tertutup. Pada siklon tropis, kecepatan angin lebih besar dari 64 knot (Tjasyono, 2004). Kekuatan Siklon tropis dapat diukur oleh Skala Saffir-Simpson. Skala tersebut dapat terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skala Saffir-Simpson (sumber:

http://www.coolgeography.co.uk)

2.4. Parameter Utama Terbentuknya Siklon Tropis

Berdasarkan penelitiannya, Gray (1975) me-netapkan enam parameter utama dalam pembentukan siklon tropis, yaitu sebagai berikut.

1. Vortisitas relatif di level rendah atmosfer; 2. rotasi bumi (parameter Coriolis); 3. geser vertikal angin horizontal antara troposfer

bawah dan atas; 4. temperatur laut di atas 26°C; 5. gradien vertikal θe antara permukaan dan

troposfer level tengah;

6. kelembaban relatif di troposfer tengah

2.5. Intensitas Potensial dan Genesis Potential Index (GPI)

Intensitas potensial adalah intensitas maksimum yang dapat diperoleh siklon tropis berdasarkan keadaan termodinamis atmosfer dan muka laut yang diukur dalam angin maksimum (Vmax) atau tekanan pusat minimum (pmin) (Free dkk., 2004).

Emanuel dan Nolan (2004) mengembangkan indeks pembentukan siklon tropis (genesis potential index, GPI) dengan memasukkan sebagian besar parameter-parameter yang telah dikemukakan oleh Gray (1975). Indeks tersebut dapat menggambarkan kejadian siklon seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2.

3. Data dan Metodologi

Terdapat beberapa data yang digunakan dalam tugas akhir ini. Data-data tersebut antara lain Data Indeks Monsun Australia (AUSMI) dari Asia-Pacific Data-Research Center (APDRC); data Siklon Tropis Joint Typhoon Warning Center (JTWC) selama 57 tahun; Data reanalisis harian angin zonal (uwnd) dan meridional (vwnd) dari NCEP/NCAR dengan resolusi 2,5 derajat.

Selain data-data tersebut, digunakan data-data untuk menentukan nilai intensitas potensial dan genesis potential index (GPI) antara lain data radiosonde di dua stasiun (Darwin dan Perth) untuk periode 1981-2005 yang diperoleh dari Department of Atmospheric Science University of Wyoming; data reanalisis rata-rata harian tekanan muka laut (mean

Page 4: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

3

sea level pressure) dari NCEP/NCAR untuk periode 1981-2005 dengan resolusi 2,5 derajat; data reanalisis harian suhu muka laut (SST) dari NOAA (NOAA OI SST V2 High Resolution Dataset) untuk periode 1981-2005 dengan resolusi 0,25; dan data reanalisis bulanan vortisitas absolut dari CISL dengan resolusi 2,5 derajat.

Gambar 2.2. Perbandingan nilai klimatologi GPI secara spasial antara Februari (a) dan September (b). Titik

hitam menunjukkan kejadian pembentukan siklon dari 1970-2004 (a) dan 1970-2005 (b) (sumber: Camargo

dkk., 2007)

Dalam melakukan kajian ini, pertama-tama dilakukan penentuan tahun-tahun kuat dan lemah monsun Australia berdasarkan AUSMI (Kajikawa dkk., 2009). Setelah itu, dilakukan beberapa metode sebagai berikut.

1) Membandingkan frekuensi siklon antara tahun-tahun monsun kuat dan lemah.

2) Membandingkan titik-titik pembentukan badai dan siklon tropis antara tahun-tahun monsun kuat dan lemah komposit.

3) Membandingkan pola sirkulasi angin dan vortisitas relatif antara tahun-tahun monsun kuat dan lemah komposit.

4) Membandingkan nilai intensitas potensial dan Genesis Potential Index (GPI) pada data stasiun dan kemudian menghubungkannnya dengan AUSMI.

Intensitas potensial berupa kecepatan angin maksimum dapat dihitung dengan persamaan (1)

��� = �������� ��∗ − � ���|� ......................

Ck/CD merupakan perbandingan antara koefisien pertukaran entalpi dan koefisien geser permukaan yang dapat diasumsikan bernilai 1 (Holland dan Emanuel, 2011). Ts adalah temperatur muka laut. T0 adalah temperattur rata-rata panas yang dikeluarkan oleh sistem [lihat persamaan (19) dalam Emanuel (1986) untuk perhitungan lebih lanjut]. CAPE atau convective available potential energy adalah jumlah energi kinetik maksimum per satauan massa yang didapat oleh suatu parsel udara dari ketinggian konveksi bebas (free convection) sampai dengan ketinggian dekat tropopause. CAPE* adalah nilai CAPE untuk parsel udara yang sebelumnya telah jenuh pada muka laut.

Intensitas potensial berupa tekanan minimum dapat dihitung dengan persamaan (2) (Bister dan Emanuel, 2002).

���� ln ����= �

���� + � ��|� ...............................

Cp adalah kapasitas panas pada tekanan konstan (1004 Jkg-1K-1). P0 adalah tekanan (mb), pm adalah tekanan minimum, dan Vm adalah kecepatan angin maksimum.

CAPE dapat dihitung dengan persamaan (3) (Holton, 2004).

� � �� !"#$%&�$'(�$'()*+,-

*+./ 01 ≡ 3 ..................

B adalah energi kinetik maksimum per satuan massa yang dapat diperoleh suatu parsel yang bergerak naik dari ketinggian konveksi bebas (level of free convection, zLFC) sampai dengan ketinggian daya apung netral (level of neutral buoyancy, zLNB) dekat tropopause. Tenv merupakan temperatur lingkungan.

Genesis Potential Index dapat dihitung dengan persamaan (4).

4 = |1078|9 �: �ℋ7<)9�= >?@< )

9A1 + 0,1��CDEFG&� .........

Variabel η adalah vortisitas absolut (s-1), ℋadalah kelembaban relatif pada 700 hPa (dalam persen), Vpot adalah intensitas potensial berupa kecepatan angin maksimum (ms-1), dan Vshear adalah vektor geser dari 850 hPa sampai dengan 200 hPa (ms-1).

Metode lain yang digunakan adalah uji korelasi. Uji korelasi data merupakan suatu metode untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel. Kuat lemah hubungan antar dua variabel tersebut diukur dalam jarak nilai koefisien korelasi antara nol sampai dengan satu. Terdapat hubungan linear sempurna jika nilai koefisien korelasi sama dengan +1 atau -1. Bila koefisien korelasi mendekati +1 atau -1, hubungan antara dua variabel itu kuat dan dapat dikatakan terdapat korelasi yang tinggi di antara keduanya. Akan tetapi, bila nilainya mendekati nol, hubungan antara dua variabel tersebut sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole, 1982). (1)

(2)

(3)

(4)

Page 5: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

4

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. AUSMI

Indeks monsun Australia (AUSMI) dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kriteria penentuan tahun monsun kuat dan lemah adalah nilai AUSMI selama DJF berada di atas (monsun kuat) dan di bawah (monsun lemah) satu standar deviasi (Kajikawa dkk., 2009). Terdapat dua tahun monsun lemah yang tidak diperhitungkan pada pembahasan selanjutnya karena nilai indeksnya berdekatan dengan satu standar deviasi, yaitu tahun 1959 (-1,005) dan tahun 1998 (-1,023). Dengan begitu, jumlah tahun monsun kuat dan lemah yang diperhitungkan selanjutnya memiliki jumlah tahun yang sama, yaitu sepuluh tahun.

4.2. Frekuensi data siklon

Data yang diperoleh dari Joint typhoon warning center dengan rentang waktu 57 tahun (1949-2005) terbagi dalam empat jenis data. Keempat data tersebut adalah badai tropis, siklon tropis, badai subtropis, dan unknown strom atau badai yang tipe badainya tidak diketahui.

Pada Gambar 4.2. terlihat bahwa dari akhir tahun 1940-an sampai dengan akhir 1970-an sebagian besar badai tidak diketahui jenisnya. Sebagian besar badai baru diketahui jenisnya mulai dari awal tahun 1980-an. Jumlah frekuensi dan persentase tiap tipe badai dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Dari total kejadian siklon sebanyak 160 kejadian, berdasarkan Skala Saffir-Simpson 62 kejadian merupakan siklon kategori 1; 34 kejadian merupakan kategori 2; 29 kejadian merupakan kategori 3; 34 kejadian merupakan kategori 4, dan 1 kejadian merupakan kategori 5 (Gambar 4.3 a).

Pada Gambar 4.3 b, ditunjukkan grafik hub-ungan antara frekuensi dan kategori siklon tropis. Seperti halnya pada gambar sebelumnya, siklon tropis dengan kategori 1 lebih banyak dibanding kategori lainnya Di tahun monsun kuat dan lemah komposit, tidak terdapat kejadian siklon tropis berkategori 5.

Pada Gambar 4.4. ditunjukan grafik antara AUSMI 1982-2005 DJF dan frekuensi siklon dan badai tropis. Koefisien korelasi antara keduanya sebesar 0,065 dengan nilai signifikansi sebesar 0,763. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara keduanya sangat lemah.

Gambar 4.1. Indeks Monsun Australia (AUSMI)

Gambar 4.2. Frekuensi dan proporsi data badai dari joint typhoon warning center (JTWC) berdasarkan tipe badai pada bulan Desember, Januari, dan Februari.

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

19

49

19

51

19

53

19

55

19

57

19

59

19

61

19

63

19

65

19

67

19

69

19

71

19

73

19

75

19

77

19

79

19

81

19

83

19

85

19

87

19

89

19

91

19

93

19

95

19

97

19

99

20

01

20

03

20

05

AUSMI Tahun 1949-2005

0

5

10

15

20

25

30

19

49

19

51

19

53

19

55

19

57

19

59

19

61

19

63

19

65

19

67

19

69

19

71

19

73

19

75

19

77

19

79

19

81

19

83

19

85

19

87

19

89

19

91

19

93

19

95

19

97

19

99

20

01

20

03

20

05

Frekuensi Data Siklon JTWC pada DJF

Siklon Tropis Badai Tropis Badai Subtropis Unknown Storm

Page 6: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

5

Tabel 4.1. Jumlah frekuensi dan persentase kejadian badai berdasarkan tipenya.

jumlah unknown storm djf jumlah badai subtropis djf jumlah Badai Tropis djf jumlah Siklon Tropis djf

382 (51%) 23 (3%) 185 (25%) 160 (21%)

(a) (b)

Gambar 4.3. Frekuensi kategori siklon tropis berdasarkan Skala Saffir Simpson (a) dan .

Gambar 4.4. Grafik hubungan antara AUSMI dan frekuensi siklon dan badai tropis. koefisien korelasi antara keduanya adalah 0,065 dengan nilai signifikan sebesar 0,763.

4.3. Titik Pembentukan Siklon Tropis dan Badai Tropis

Pada Gambar 4.5 ditunjukkan titik-titik pembentukan siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit dan tahun monsun lemah komposit. Pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.5 a) titik-titik pembentukan siklon tersebar merata dari Samudera Hindia bagian barat hingga pantai utara dan barat laut Australia, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.5 b) titik-titik pembentukan siklon lebih terkonsentrasi ke arah barat Samudera Hindia. Pada tahun lemah komposit terlihat pula bahwa titik pembentukan siklon di pantai utara dan barat laut Australia lebih sedikit dibanding dengan tahun kuat komposit. Jumlah siklon tropis pada tahun monsun kuat koposit sebanyak 18 buah, sedangkan

jumlah siklon tropis saat tahun monsun lemah komposit adalah 16 buah. Selain titik-titk pembentukan siklon tropis, titik-titik pembentukan badai tropis pun ditunjukkan bersamaan dengan titik-titik pembentukan siklon tropis (Gambar 4.6). Titik berwarna merah merupakan titik pembentukan siklon tropis, sedangkan titik berwarna biru merupakan titik pembentukan badai tropis.

Titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.6 a) lebih tersebar ke arah timur atau di sekitar pantai utara Australia, Teluk Carpentaria, dan Laut Koral. Di sisi lain, titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.6 b) lebih tersebar merata di wilayah Samudera Hindia.

62

3429

34

1

0

10

20

30

40

50

60

70

Tipe Siklon

Frekuensi Kategori Siklon Tropis berdasarkan

Skala Saffir-Simpson

Kategori 1

Kategori 2

Kategori 3

Kategori 4

Kategori 5

26

63 3

6

0

23

74 3 2

0

0

5

10

15

20

25

30

Badai

tropis

cat 1 cat 2 cat 3 cat 4 cat 5

Fre

ku

en

si

Kategori

Frekuensi badai dan siklon tropis

Tahun monsun kuat komposit Tahun monsun lemah komposit

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

19

82

19

83

19

84

19

85

19

86

19

87

19

88

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

Fre

ku

en

si s

iklo

n d

an

ba

da

i tr

op

is

AU

SM

I

Tahun

AUSMI dan Frekuensi Siklon dan Badai tropis

AUSMI Siklon dan Badai Tropis

Page 7: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

6

(a) (b)

Gambar 4.5. Titik-titik pembentukan siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit

(a) (b)

Gambar 4.6. Titik-titik pembentukan siklon (titik merah) dan badai tropis (titik biru)pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b).

Pada Gambar 4.6 a. dapat terlihat pula titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis di pantai utara, Teluk Carpentaria, dan Laut Koral pada tahun monsun kuat jumlahnya lebih banyak dibanding dengan tahun-tahun monsun lemah (Gambar 4.6 b). Pada tahun monsun kuat komposit terdapat siklon tropis sebanyak 18 buah dan badai tropis sebanyak 26 buah, sedangkan pada tahun monsun lemah terdapat siklon tropis sebanyak 16 buah dan badai tropis sebanyak 23 buah.

4.4. Pola Sirkulasi dan Vortisitas Relatif

Untuk melihat hubungan antara monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia, dilakukan pula perbandingan secara kualitatif antara pola sirkulasi dan vortisitas relatif pada ketinggian 850 hPa saat hari-hari terjadinya siklon tropis antara tahun monsun kuat komposit dan tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.7). Hari-hari siklon adalah periode saat terdapat siklon tropis dengan minimal terdapat satu kejadian di wilayah Samudera Hindia. Jika terdapat beberapa siklon pada satu waktu, maka hari siklon dihitung saat terbentuknya siklon pada siklon pertama sampai menghilangnya siklon pada siklon terkahir (Kumar dan Krishnan, 2005).

Pada Gambar 4.7 a terlihat bahwa pada tahun monsun kuat komposit area dengan vortisitas bernilai negatif tampak memanjang dari Samudera Hindia bagian barat hingga mencapai pantai barat, barat laut dan utara Australia (vortisitas dalam satuan s-1)

(ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Vortisitas bernilai negatif menandakan bahwa pergerakan udara di area tersebut cenderung bergerak secara siklonik. Pola siklonik sendiri terlihat di pantai barat laut hingga utara Australia. Di sisi lain, pada tahun lemah komposit (Gambar 4.7 b), area dengan nilai vortisitas negatif tampak terpusat di Samudera Hindia sebelah barat dan sebagian lain yang lebih kecil berada di pantai utara Australia, Laut Timor, Laut Arafuru, dan laut sebelah selatan NTB (ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Pola siklonik terlihat di Samudera Hindia sebelah barat. Jumlah hari siklon tropis saat tahun monsun kuat komposit sebanyak 177 hari, sedangkan pada tahun monsun lemah sebanyak 133 hari.

Selain membandingkan pola sirkulasi dan vortisitas pada hari-hari terjadinya siklon tropis, perbandingan juga dilakukan saat hari-hari terjadinya siklon tropis dan badai tropis. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.8 a), area dengan vortisitas bernilai negatif memanjang dari Samudera Hindia bagian barat hingga mencapai pantai barat, barat laut, dan utara Australia (vortisitas dalam satuan s-1) (ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.8 b), area dengan vortisitas bernilai negatif cenderung terpusat di Samudera Hindia bagian barat walaupun ada sebagian kecil di utara Australia (ditunjukkan dengan batas area warna kuning).

Page 8: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

7

(a) (b)

Gambar 4.7. Pola sirkulasi dan vortisitas di daerah kajian saat hari-hari terjadinya siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b) (vortisitas dalam satuan s-1). Tanda panah menunjukkan arah angin

(dalam satuan ms-1).

(a) (b)

Gambar 4.8. Pola sirkulasi dan vortisitas di daerah kajian saat hari-hari terjadinya siklon tropis dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b) (vortisitas dalam satuan s-1). Tanda panah menunjukkan

arah angin (dalam satuan ms-1).

Secara kualitatif terlihat bahwa cakupan area vortisitas bernilai negatif pada tahun monsun kuat komposit lebih luas dibanding dengan tahun monsun lemah komposit. Pola siklonik pada tahun monsun kuat komposit terlihat di pantai barat, barat laut, dan utara Australia, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit terlihat lebih terkonsentrasi di Samudera Hindia bagian barat. Jumlah hari siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit sebanyak 264 hari, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit sebanyak 247 hari.

Dari Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 terlihat bahwa pada saat monsun kuat komposit terdapat penguatan westerlies di sekitar pantai barat laut dan pantai utara Australia. McBride dan Zehr (1981, dalam Saha, 2010) dan McBride dan Keenan (1982, dalam Saha, 2010) menemukan bahwa penguatan monsoon westerlies ke arah equator merupakan keuntungan

(favorable) untuk berkembangnya suatu gangguan tropis menjadi siklon tropis.

Dari sub bab sebelumnya dan dari kedua hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, tampak bahwa frekuensi dan jumlah hari siklon dan badai tropis di tahun monsun kuat komposit lebih banyak dibanding dengan tahun monsun lemah komposit. Hal ini berbeda dengan kajian sebelumnya oleh Kumar dan Krishnan (2005) antara monsun musim panas India dan jumlah hari siklon di Pasifik barat laut. Pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 nilai area vortisitas negatif di tahun monsun lemah komposit tampak terbelah menjadi dua pusat: di Samudera Hindia bagian barat dan Pantai utara Australia. Area vortisitas negatif di pantai utara Australia tersebut memanjang ke laut timur laut Australia dan dapat meluas hingga ke Samudera Pasifik Barat daya.

Page 9: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

8

4.5. Intensitas Potensial

Dalam perhitungan intensitas potensial, digunakan data radiosonde dari Stasiun Darwin dan Perth. Kedua stasiun ini dipilih karena Stasiun Darwin terdapat di wilayah monsun Australia, sedangkan wilayah Perth berada di luar wilayah monsun Australia sebagai perbandingan. Pada Gambar 4.9. ditunjukkan letak kedua stasiun tersebut. Stasiun Darwin terletak pada 12,40°LS dan 130,88°BT,

sedangkan Stasiun Perth terletak pada 31,93°LS dan 115,95°BT.

Gambar 4.9. Letak Stasiun Darwin (merah) dan Perth (biru).

(a) (b)

Gambar 4.10. Nilai tekanan minimum (a) dan kecepatan angin maksimum (b) di Darwin dan Perth.

(a) (b)

Gambar 4.11. Grafik antara AUSMI dan anomali pmin (a) dan Grafik antara AUSMI dan anomali Vmax (b) beserta nilai koefisien korelasinya

Koef. Korelasi & tingkat signifikansi

Pmin

Darwin Perth

AUSMI

Koef. korelasi 0,518 -0,057

Tingkat signifakansi 0.010 0.793

750

800

850

900

950

1000

1050

Pm

in (

mb

)

Tahun

Tekanan Minimum (Pmin)

Darwin Perth

0

20

40

60

80

100

Vm

ax

(m

/s)

Tahun

Kecepatan Angin Maksimum (Vmax)

Darwin Perth

-20

-10

0

10

20

30

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

19

82

19

84

19

86

19

88

19

90

19

92

19

94

19

96

19

98

20

00

20

02

20

04 A

no

ma

li P

min

(m

b)

AU

SM

I

Tahun

AUSMI dan Anomali Pmin

AUSMI Darwin Perth

-15

-10

-5

0

5

10

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

19

82

19

84

19

86

19

88

19

90

19

92

19

94

19

96

19

98

20

00

20

02

20

04

An

om

ali

Vm

ax

(m

/s)

AU

SM

I

Tahun

AUSMI dan Anomali Vmax

AUSMI Darwin Perth

Koef. Korelasi & tingkat signifikansi vmax

Darwin Perth

AUSMI Koef. Korelasi -0,622 -0,247

Tingkat signifikansi 0,010 0,245

Tabel 4.2. Nilai koefisien korelasi dan tingkat signifikansi antara AUSMI dan anomali pmin di Stasiun Darwin dan Perth

Tabel 4.3. Nilai koefisien korelasi dan tingkat signifikansi antara AUSMI dan anomali Vmax di Stasiun Darwin dan Perth

Page 10: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

9

Pada Gambar 4.10. ditunjukkan nilai intensitas potensial tahunan dari tahun 1982-2005 berupa tekanan minimum (pmin) (Gambar 4.10a) dan kecepatan angin maksimum (Vmax) (Gambar 4.10b) di Stasiun Darwin dan Perth. Nilai rata-rata pmin Darwin sebesar 869,96 mb, sedangkan Perth sebesar 1008,16 mb. Di sisi lain, nilai rata-rata Vmax Darwin sebesar 80,67 m/s, sedangkan Perth 14,80 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siklon tropis di Darwin lebih besar dibanding dengan di Perth. Hal ini berkaitan dengan area vortisitas negatif yang lebih luas di wilayah Darwin seperti telah dijelaskan di sub bab sebelumnya.

Pada Gambar 4.11a ditunjukkan grafik hubungan antara AUSMI dan anomali pmin di Stasiun Darwin dan Perth. Terdapat korelasi positif di Stasiun Darwin dengan nilai koefisien sebesar 0,518 dan nilai signifikannya sebesar 0,010, sedangkan di Perth korelasinya negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,057 dan nilai signifikannya 0,793 (Tabel 4.2).

Pada Gambar 4.11b ditunjukkan grafik hubungan antara AUSMI dan anomali Vmax di stasiun Darwin

dan Perth. Terdapat korelasi negatif di Stasiun Darwin dengan nilai koefisien sebesar -0,622 dan nilai signifikannya sebesar 0,010, sedangkan di Perth korelasinya negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,247 dan nilai signifikannya 0,245 (Tabel 4.3).

Gambar 4.11a menunjukkan korelasi yang kuat antara AUSMI dan aktivitas siklon tropis di Darwin. Saat monsun menguat maka kecepatan angin maksimumnya berkurang (korelasi negatif). Di Perth kedua hubungannya lemah. Korelasi di Perth kurang signifikan karena wilayah Perth tidak termasuk wilayah monsun Australia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

4.5.1. Analisis Diurnal pada Intensitas Potensial Pada Gambar 4.12 ditunjukkan grafik pmin dan

Vmax pada 00 UTC dan 12 UTC di Darwin. Nilai pmin pada 00 UTC (siang hari) lebih rendah dibanding dengan 12 UTC (malam hari). Di sisi lain, nilai Vmax pada siang hari lebih besar dibanding pada malam hari. Begitu pula pada Gambar 4.13 yang menunjukkan grafik pmin dan Vmax pada 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Perth.

(a) (b)

Gambar 4.12. Pmin Darwin pada 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (a), dan Vmax Darwin 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (b).

(a) (b)

Gambar 4.13. Pmin Perth 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (a), dan Vmax Perth 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (b).

800

820

840

860

880

900

920

198219841986198819901992199419961998200020022004

Pm

in (

mb

)

Tahun

Tekanan Minimum (Pmin) Darwin

Pmin Darwin 00 UTC Pmin Darwin 12 UTC

Rata-rata Pmin Darwin

0

20

40

60

80

100

198219841986198819901992199419961998200020022004

Vm

ax

(m

/s)

Tahun

Kecepatan Angin Maksimum (Vmax) Darwin

Vmax Darwin 00 UTC Vmax Darwin 12 UTC

Rata-rata Vmax Darwin

990

995

1000

1005

1010

1015

1020

Pm

,in

(m

b)

Tahun

Tekanan Minimum (Pmin) Perth

Pmin Perth 00 UTC Pmin Perth 12 UTC

Rata-rata Pmin Perth

0

5

10

15

20

25

30

198219841986198819901992199419961998200020022004

Vm

ax

(m

/s)

Tahun

Kecepatan Angin Maksimum (Vmax) Perth

Vmax Perth 00 UTC Vmax Perth 12 UTC

Rata-rata Vmax Perth

Page 11: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

10

Keempat gambar tersebut menunjukkan bahwa adanya efek diurnal pada nilai intensitas potensial. Hal tersebut dapat disebabkan adanya pengaruh dari perbedaan pemanasan oleh sinar matahari. Pada siang hari, suhu permukaan bertambah sehingga tekanan berkurang.

4.6. Genesis Potential Index (GPI)

Pada Gambar 4.14 ditunjukkan nilai Genesis Potential Index (GPI) tahunan di Stasiun Darwin dan Perth dari tahun 1982-2005. Pada gambar tersebut tampak perbedaan yang cukup jauh antara nilai GPI di Darwin dengan nilai rata-rata sebesar 26,41 dan nilai GPI di Perth sebesar 0,052. Secara kualitatif hal ini sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Camargo dan Emanuel (2007) yang menunjukkan perbedaan nilai GPI antara Darwin dan Perth (Gambar 2.2)

4.6.1. AUSMI dan GPI Pada Gambar 4.15 ditunjukkan grafik hubungan

antara AUSMI dan GPI di Darwin dan Perth. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa korelasi di Darwin bernilai positif (nilai koef korelasi sebesar 0,278 dan nilai signifikansinya sebesar 0,2). Di Perth, nilai Korelasi Perth bernilai negatif (nilai koef korelasi -0,318 dan nilai signifikannya 0,13). Pada saat monsun menguat, indeks di Darwin meningkat pula sedangkan di Perth nilai indeksnya menurun.

Walaupun terdapat perbedaan korelasi, korelasi keduanya dengan AUSMI kurang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hinda.

Gambar 4.14. perbedaan nilai GPI antara Darwin dan Perth.

(a) (b)

Gambar 4.15. Grafik hubungan antara AUSMI dan anomali GPI di Darwin (a) dan Perth (b)

0

10

20

30

40

50

60

19

82

19

83

19

84

19

85

19

86

19

87

19

88

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

GP

I

Tahun

Genesis Potential Index (GPI)

Darwin

Perth

-15-10-5051015202530

-2.5-2

-1.5-1

-0.50

0.51

1.52

19

82

19

84

19

86

19

88

19

90

19

92

19

94

19

96

19

98

20

00

20

02

20

04

GP

I

AU

SM

I

Tahun

AUSMI dan anomali GPI Darwin

ausmi GPI Darwin

-0.1

-0.05

0

0.05

0.1

0.15

0.2

-2.5-2

-1.5-1

-0.50

0.51

1.52

19

82

19

84

19

86

19

88

19

90

19

92

19

94

19

96

19

98

20

00

20

02

20

04

GP

I

AU

SM

I

Tahun

AUSMI dan Anomali GPI Perth

AUSMI GPI Perth

Page 12: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

11

5. Kesimpulan dan Saran

Dapat disimpulkan bahwa secara umum, terdapat korelasi positif antara variabilitas tahunaan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Krishnan (2005) yang menunjukkan korelasi negatif antara monsun musim panas India dengan aktivitas siklon tropis di Pasifik barat-laut.

Secara khusus, terdapat hubungan yang berbeda antara varibilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di tempat yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan nilai koefisien korelasi antara AUSMI dan intensitas potensial di Stasiun Darwin dan Perth. Hubungan keduanya di Stasiun Darwin lebih signifikan bila dibanding dengan Stasiun Perth.

Aktivitas siklon tropis pada siang hari lebih besar dibanding dengan malam hari. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kecepatan angin maksimum (Vmax) yang lebih besar pada siang hari dibanding dengan malam hari baik di Stasiun Darwin maupun di Stasiun Perth.

Secara khusus, pada penelitian ini GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi di antara keduanya yang kurang signifikan baik di Stasiun Darwin maupun di Stasiun Perth.

Dalam penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia, sebaiknya wilayah kajian diperluas hingga mencakup Samudera Pasifik barat daya. Samudera Pasifik barat daya merupakan salah satu wilayah utama terbentuknya siklon tropis selain Samudera Hindia.

Kajian pembentukan siklon tropis dengan menggunakan intensitas potensial dan genesis potential index (GPI) masih perlu dilakukan dengan mengambil titik-titik kajian yang lebih banyak.

Perhitungan GPI sebaiknya dilakukan dengan mengambil titik kajian di wilayah laut. Khusus untuk wilayah Samudera Hindia, titik kajian dapat diambil di Samudera Hindia bagian barat yang merupakan tempat terbentuknya siklon.

REFERENSI

Bister, M. dan Kerry A. Emanuel. (2002). Low frequency variability of tropical cyclone potential intensity 1. Interannual to interdecadal variability. Journal of geophysical research, vol. 107, no. D24, 26-1 - 26-15.

Camargo, S.J., Kerry A. Emanuel, dan Adam H. Sobel. (2007). Use of a Genesis Potential Index to Diagnose ENSO Effects on Tropical Cyclone Genesis.Journal of Climate, 20, 4819-4834.

Emanuel, K. A. (1986). An Air-Sea Interaction Theory for Tropical Cyclone. Part I: Steady-State Maintenance. Journal of The Atmospheric Sciences, Vol, 43, No. 2, 585-604.

Emanuel, K. dan David S. Nolan. (2004). Tropical Cyclone Activity and The Global Climate System.

Free, M., dkk. (2004). Potential Intensity of Tropical Cyclones: Comparison of Results from Radiosonde and Reanalysis Data. Journal of Climate, 17, 1722-1727.

Gray, W.M. (1975). Tropical Cyclone Genesis. Department of Atmospheric Science Colorado State University Fort Collins, Colorado.

Holland, G.J. (1986). Interannual Variability of the Australian Summer Monsoon at Darwin: 1952-82. MonthlyWeather Review, 114, 594-604.

Holland, G. Dan Kerry Emanuel. (2011). Limits on Hurricane Intensity. Diakses dari situs web: http://wind.mit.edu/~emanuel/holem/holem.html

Holton, J. R. (2004). An Introduction to Dynamic Mteorology, 4th Edition. Elsevier Inc: London.

Kajikawa, Y., Bin Wang, dan Jin Yang. (2009). A multi-time scale Australian monsoon index. International journal of climatology, DOI: 10.1002/joc.

Kepert, 2010. Tropical Cyclone Structure and Dynamics. Global perspectives on tropical cyclones, 3-51.

Kumar dan Krishnan, 2005. On the association between the Indian summer monsoon and the tropical cyclone activity over northwest Pacific. Current science, vol. 88, no. 4, 602-612.

NOAA. (2001). Hurricanes.. Unleashing Nature’s Fury: A Preparaedness Guide. U.S. Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration, National Weather Service.

Saha, K. (2010). Tropical Circulation Systems and Monsoons. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Slingo, J. (2003). Monsoon: Overview. Encyclopedia of Atmospheric Sciences, J. Holton dan J. A. Curry, Eds., Academic Press, 1365–1370

The COMET Program. (2011). Introduction to Tropical Meteorology, 2ndEdition. Diambil dari situs MetEd: http://www.meted.ucar.edu/tropical/textbook_2nd_editi on/

Tjasyono, B. (2004). Klimatologi, Edisi Kedua. Penerbit ITB Bandung.

Walpole, R. E. (1982). Pengantar Statistika, Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh: Ir. Bambang Sumantri, PT Gramedia Jakarta. Terjemahan dari: Introduction to Statistic 3rd edition.