Upload
tranbao
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PERATURAN GUBERNUR NOMOR 22 TAHUN 2014
TENTANG WAJIB BELAJAR MALAM HARI (WBMH)
DI KECAMATAN MENTENG JAKARTA PUSAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
MUHAMAD NURDIN
NIM. 6661101571
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Serang, Juli 2016
ABSTRAK
Muhamad Nurdin. NIM. 6661101571. Skripsi. Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Program Wajib Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Pembimbing I: Leo Agustino, Ph.D dan Pembimbing II: Juliannes Cadith, M.Si
Salah satu prioritas dari kebijakan pembangunan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta adalah meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan Program Wajib Belajar Malam Hari. Program Wajib Belajar Malam Hari ini merupakan program percontohan yang dilaksanakan pada masing-masing wilayah administratif di Jakarta, Kecamatan Menteng Jakarta Pusat adalah salah satu yang wilayah percontohan dan menjadi lokus dalam penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui capaian pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng, dan mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Pemilihan informan peneliti menggunakan teknik purposive. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan program belum dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan, namun dalam pelaksanaan program masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu perhatian untuk diperbaiki. Pelaksanaan lapangan berupa sosialisasi program, monitoring evalaluasi yang tidak berjalan. Kurangnya jumlah tenaga pendidik, fasilitas dan sarana prasarana yang tidak memadai untuk pelaksanaan program. Kata kunci : evaluasi, program wajib belajar malam hari, pendidikan
ABSTRACT Muhamad Nurdin. 6661101571. Reaserch Paper. Evaluation of Governor Regulation No. 22 Year 2014 About Compulsory Night Education In sub-district Menteng, Jakarta Pusat. Advisor I: Leo Agustino, Ph.D and Advisor II: Juliannes Cadit, M.Si
One of the priorities of education development policy at Jakarta Province is to increase the quality of education. One of the efforts is by implementing the Compulsory Night Education. Compulsory Night Education is a pilot program that will be implemented in each administrative area in Jakarta, sub-district Menteng of Central Jakarta is one of the pilot area and it become the focus of the research. The purpose of this research is to determine the achievement and identify the problems of Compulsory Night Education program in sub-district Menteng. The research method of this research is qualitative research. Election of researcher informants is using purposive technique. The results indicate that the program not yet succeeded in achieving the goals set, however there are still some lacks of the program that need to be repaired. Implementation of the field such as socialization, monitoring and evaluation are not work well. The lack of the number of educators, facilities and infrastructure are inadequate for the implementation of the program. Keyword: evaluaton, compulsory night education, education
LEMBAR PERSEMBAHAN
Engkau tak dapat meraih ilmu, kecuali dengan
Enam hal, yaitu: Cerdas, Selalu ingin tahu,
Tabah, Punya bekal dalam menuntut ilmu,
Bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama.
(Ali Bin Abi Thalib RA)
Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya.
Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya.
(Johann Wolfgang Von Goethe)
Terimakasih ya Allah karena Engkau Telah Menganugrahkanku
Nikmat Ilmu Pengetahuan yang Mampu Kugapai Sampai Detik ini
Semoga Aku Mampu Mengamalkannya Sepenuh Hati
Skripsi ini Ku Persembahkan Untuk Mu Ibu, Ayah, Kakak dan Sahabat
Semoga Allah SWT Senantiasa Memberikan Kebahagiaan bagi Kita Semua
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH
SWT, karena atas berkat ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang
berlimpah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam rangka memenuhi
salah satu syarat sarjana pada Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang berjudul
“Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib
Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”.
Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung membimbing penulis. Maka dari
itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, M. Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
7. Riswanda, Ph.D selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
ii
8. Leo Agustino, Ph.D, sebagai Dosen Pembimbing I yang memberikan
semangat dan membimbing peneliti dalam menyusun skripsi ini
dengan teliti dan sabar dari awal hingga akhir.
9. Juliannes Cadith, M.Si sebagai Pembimbing II yang meluangkan
waktunya membantu dan memberikan masukan bagi peneliti dalam
menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir dan juga dalam
perkuliahan.
10. Dr. Suwaib Amirudin, M,Si sebagai Penguji yang telah memberikan
banyak masukan dan saran bagi peneliti, agar skripsi ini menjadi lebih
baik.
11. Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
12. Ibu dan Bapak Syakuri yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan bagi penulis untuk menempuh gelar Strata Satu. Mohon
maaf apabila selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan
belum bisa membalas segala kebaikan selama ini.
13. Terima kasih kepada kakak Yuli, Yunita, dan Amat yang memberikan
semangat dalam pembuatan skripsi ini.
14. Terimakasih kepada Bapak Dadang Suherman selaku
Penanggungjawab program WBMH di Kecamatan Menteng, yang
telah bersedia memberikan waktunya untuk membantu penelitian
dalam skripsi ini.
15. Terimakasih kepada bapak RW dan RT, kemudian masyarakat
Kecamatan Menteng sebagai narasumber yang sudah bersedia
memberikan data dan informasi dalam penelitian ini.
16. Sahabat-sahabatku penghuni kosan Kalpataru Haniv, Gunarso,
Kesman, Imam, Boby, Singgih, Esa, Temon, Irdam, Idho, Andrianto,
Ichwan, Yusuf, Rama, Afrizal, , Septian, Ambang, Kiki, Prapto,
Rhino, terima kasih selalu memberi semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
iii
17. Teman-teman Motega Crew, Sadam, Irfan, Adhi, Rizal, Babe Tiri,
Imam, Robert, Juna, Juli, Anton, Aldy, Suhada, Irfan, Gilang, Tiar,
Abu, Hasbih, terima kasih untuk semua dukungan yang kalian
berikan.
18. Kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Reguler
kelas B angkatan 2010, Dwie, Umam, Fityan, Syafrudin, Eka, Reni,
Siska, Herly, Fany, Nisya, Agryan, Ismat, Iwenk, Nafis, Susi, Fauzi,
Fachrurozy, Novryan, yang selalu memberikan canda tawa, masukan
dan nasehat yang bermanfaat.
19. Sahabat-sahabatku Anggi, Lukman, Leman, Aripin, Ika, Desta,
Wahyu, Budi, Nanang, Achmad, Ipul, Adistian, Lilis, yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap
di nantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Serang, Juli 2016
Muhamad Nurdin
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak
Abstract
Lembar Orisinalitas
Lembar Pengesahan
Lembar Persetujuan
Lembar Persembahan
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................... iv
Daftar Tabel ...................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 17
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 18
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 18
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 18
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................. 19
v
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................................ 19
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Deskripsi Teori .............................................................................................. 22
2.2 Konsep Evaluasi Program ............................................................................. 22
2.2.1 Pengertian Evaluasi .......................................................................... 23
2.2.2 Pengertian Program .......................................................................... 24
2.2.3 Pengertian Evaluasi Program ............................................................ 25
2.3 Tujuan Evaluasi Program .............................................................................. 27
2.4 Model Evaluasi.............................................................................................. 29
2.4.1 Model Evaluasi UCLA .................................................................... 29
2.4.2 Model Evaluasi Brinkerhoff ........................................................... 30
2.4.3 Model Evaluasi Stake ....................................................................... 31
2.4.4 Model Evaluasi CIPP ....................................................................... 33
2.5 Konsep Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) ............................... 44
2.5.1 Program WBMH ............................................................................... 45
2.5.2 Tujuan Program WBMH .................................................................. 46
2.5.3 Peserta Didik Program WBMH ........................................................ 46
2.5.4 Mekanisme Pelaksanaan Program WBMH ...................................... 47
vi
2.5.5 Sarana dan Prasarana Program WBMH ........................................... 48
2.5.6 Satuan Tugas Pelaksana WBMH ...................................................... 48
2.5.7 Dasar Hukum Program WBMH ....................................................... 50
2.6 Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 52
2.7 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 58
2.8 Asumsi Dasar Penelitian ............................................................................... 60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ............................................................... 61
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................ 62
3.3 Instrumen Penelitian...................................................................................... 63
3.4 Informan Penelitian ....................................................................................... 64
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 66
3.5.1 Teknik Analisis Data ........................................................................ 73
3.5.2 Pengujian Keabsahan Data ............................................................... 77
3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian ....................................................................... 78
3.6.1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 78
3.6.2 Jadwal Penelitian .............................................................................. 79
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum lokasi Penelitian .............................................................. 81
4.1.1 Kondisi Geografis ............................................................................. 81
4.1.2 Letak Wilayah ................................................................................... 82
4.1.3 Pemerintahan .................................................................................... 84
4.1.4 Keadaan Pendidikan ......................................................................... 85
4.1.5 Program WBMH ............................................................................... 86
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................. 91
4.1.1 Deskripsi Informan ........................................................................... 91
4.3 Evaluasi Program WBMH ............................................................................ 93
4.3.1 Evaluasi Konteks .............................................................................. 93
4.3.2 Evaluasi Masukan ............................................................................. 103
4.3.3 Evaluasi Proses ................................................................................. 111
4.3.4 Evaluasi Hasil ................................................................................... 120
4.4 Pembahasan ................................................................................................... 129
4.4.1 Evaluasi Konteks .............................................................................. 130
viii
4.4.2 Evaluasi Masukan ............................................................................. 137
4.4.3 Evaluasi Proses ................................................................................. 141
4.4.4 Evaluasi Hasil ................................................................................... 147
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 156
5.2 Saran…… ...................................................................................................... 157
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Lokasi Percontohan Program WBMH ............................................. 8
Tabel 1.2 Profil Kecamatan Menteng............................................................... 13
Tabel 1.3 Sarana dan Prasarana Umum Program WBMH di Kelurahan
Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat ............................. 13
Tabel 1.4 Jumlah Peserta Didik Program WBMH di Kecamatan Menteng ..... 14
Tabel 2.1 Perbandingan Model Evaluasi Program ........................................... 44
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 52
Tabel 3.1 Informan Penelitian .......................................................................... 65
Tabel 3.2 Jumlah Peserta Didik Program WBMH di Kecamatan Menteng ..... 66
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ....................................................................... 68
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian.............................................................................. 80
Tabel 4.1 Penduduk Kecamatan Menteng Menurut Kelurahan 2015 .............. 83
Tabel 4.2 Data Kepegawaian di Kecamatan Menteng Tahun 2015 ................. 84
Tabel 4.3 Data Jumlah Sekolah Negeri & Swasta di Kecamatan Menteng ..... 86
Tabel 4.4 Daftar Informan ................................................................................ 92
Tabel 4.5 Lokasi Percontohan Program WBMH ............................................. 95
Tabel 4.6 Ringkasan Pembahasan .................................................................... 154
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Evaluasi Stake .................................................................... 31
Gambar 2.2 Fokus Evaluasi Model CIPP ......................................................... 39
Gambar 2.3 Alur Kerja Model CIPP ................................................................. 43
Gambar 2.4 Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Wajib Belajar
Malam Hari ................................................................................... 49
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir ......................................................................... 59
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Dalam Kualitatif ................ ................. 74
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Menteng .............................................................. 82
Gambar 4.2 Tujuan Program WBMH ............................................................... 94
Gambar 4.3 Spanduk Program WBMH ............................................................ 99
Gambar 4.4 Pertemuan Orangtua Peserta Didik Membahas Program
WBMH ..........................................................................................100
Gambar 4.5 Sarana Untuk Program WBMH .................................................... 103
Gambar 4.6 Buku-buku Untuk Program WBMH ............................................. 104
Gambar 4.7 Tenaga Kependidikan Sebagai Fasilitator ..................................... 106
Gambar 4.8 Sumber Pembiayaan Program WBMH Menurut Pedoman
Pedoman Pelaksanaan Dinas Pendidikan Prov.DKI Jakarta ........ 108
Gambar 4.9 Sumber Pembiayaan Program WBMH Menurut Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 ................................................. 110
xi
Gambar 4.10 Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH.................................... 112
Gambar 4.11 Peserta Didik Program WBMH..................................................... 113
Gambar 4.12 Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan ............. 117
Gambar 4.13 Tugas Orangtua Sebagai Fasilitator .............................................. 118
Gambar 4.14 Kartu Monitoring Belajar Peserta Didik ....................................... 121
Gambar 4.15 Monitoring Evaluasi ...................................................................... 128
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu instrumen atau komponen yang menentukan
kemajuan suatu bangsa dan merupakan sarana dalam membangun watak bangsa.
Adanya pendidikan diharapkan akan terjadi proses transmisi ilmu pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan sehingga dapat menghasilkan masyarakat
yang cerdas dan mandiri. Masyarakat yang cerdas dan mandiri merupakan
investasi besar dalam menunjang proses pembangunan di suatu negara, baik dari
aspek budaya, sosial, politik, ekonomi, serta lingkungan. Terbentuknya kualitas
pendidikan sangat bergantung pada kerangka sistem penyelenggaraan pendidikan
meliputi arah kebijakan pendidikan yang ditetapkan pemerintah (Agryan 2014:1)
Kebijakan pendidikan di Indonesia mendasarkan pada UUD 1945 Pasal 31
yang mengamanatkan bahwa: (i) Setiap warga berhak mendapat pendidikan; (ii)
setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; (iii) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang; (iv) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional, dan; (v) pemerintah nenajukan ilmu pengetahuan dan
2
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan perdaban serta kesejahteraan umat manusia. Maka untuk menjalankan
amanat yang demikian, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 yang menjadi prinsip
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia:
1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;
2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbukan dan multi makna;
3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;
4) Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;
5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;
6) Pendidikan diselenggarakan dengan menberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia,
menempatkan pendidikan sebagai pemegang peran penting dan sebagai salah satu
kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang
bermutu dapat menciptakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai pusat
pendidikan dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi bagi
bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar
internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta
harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia di masa
mendatang.
3
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun
internasional, pemerintahan daerah dan masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad
untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang
bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. Oleh karena
itu, upaya yang dilakukan adalah melalui peningkatan mutu pendidikan,
pemeratan pendidikan, serta efisiensi peneyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan merupakan salah satu urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sejalan dengan itu,
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan
kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tertuang di dalam Peraturan
Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 3 tentang Sistem
Pendidikan, adalah:
4
(1) Pendidikan diselenggarakan secara professional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggungjawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitiff dengan dilandasi keteladan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan daya budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselanggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan keempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sampai saat ini Pemerintah DKI
Jakarta masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan, baik permasalahan yang
bersifat internal maupun eksternal, seperti tingkat kualitas pendidik yang belum
memenuhi standar mutu, sarana-prasarana pendidikan yang masih kurang
memadai, serta terbatasnya anggaran pendidikan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah. Selain faktor internal tersebut, tantangan paling berat dihadapi
Pemerintah DKI Jakarta adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia
yang cerdas, unggul, dan berdaya saing. Untuk itu strategi yang dilakukan oleh
Pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunan di bidang pendidikan, sebagaimana
terdapat didalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006
Pasal 16 tentang Sistem Pendidikan adalah:
(a) Mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
(b) Menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah;
5
(c) Menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah;
(d) Memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi;
(e) Menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun; (f) Menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun
khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;
(g) Pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimilik peserta didik;
(h) Memberikan keempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
(i) Memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
(j) Memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang-kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
(k) Mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peerta didik di rumah;
(l) Mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar; (m) Membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat;
(n) Menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus-menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
(o) Memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu;
(p) Memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(q) Menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulitasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
(r) Mendorong dunia usaha/industry untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud
secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif, baik dari Pemerintah
Daerah ataupun Masyarakat DKI Jakarta yang terlibat dalam penyelenggaraan
pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan
6
kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Salah
satu upaya yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, adalah menerapkan Program
Wajib Belajar Malam Hari atau lebih dikenal dengan WBMH.
Program Wajib Belajar Malam Hari adalah suatu kegiatan untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang ideal untuk mendorong proses
pembelajaran anak dan warga yang berlangsung dalam suasana pembelajaran
yang kondusif, untuk mencapai prestasi secara optimal. (Paparan Program Wajib
Belajar Malam Hari Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013:1). Alasan lain
dari pemberlakuan program Wajib Belajar Malam Hari tersebut adalah untuk
mengatasi pola kenakalan remaja yang marak terjadi belakangan ini.
Keselamatan warga Jakarta masih terancam. Pasalnya, pelajar yang tawuran sudah berani menggunakan bahan kimia. Perilaku ini bukan fenomena biasa yang menjadi cermin kualitas kenakalan remaja yang semakin meningkat. “Ini sudah persoalan kriminal yang dilakukan pelajar, tingkat kenakalannya sudah diluar batas pelajar, mulai dari cara melakukan sampai melarikan diri setelah menyiramkan air keras. Perbuatan itu seperti perilaku kriminal jalanan, kenakalan RN pelaku penyiraman bahan kimia pada pekan lalu lebih banyak disebabkan faktor diluar sekolah. Sebab, pihak sekolah tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada siswanya”. Kata Kepala Dinas Pemprov DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto, Senin (7/10), di Jakarta. Dan penggunaan soda api juga terjadi dalam tawuran warga di Jalan Intan Johar Baru , 15 September. Seorang polisi bernama Brigadir Sugito Aritonang (26) menjadi korban siraman soda api (Kompas 2013, Kenakalan remaja makin mencemaskan, diakses tanggal 9 November 2014).
Contoh kejadian di atas menandakan bahwa pola kenakalan remaja pada di
Jakarta semakin memprihatinkan, dan menjadi pukulan bagi pemerintah DKI
Jakarta khususnya di bidang pendidikan. Adapun rencana lain dari diberlakukan
program Wajib Belajar Malam Hari tersebut adalah demi melindungi dan
memproteksi anak dari bahaya di luar rumah yang terjadi di malam hari.
7
Menurut Gubernur Joko Widodo, rencana Jam Wajib Malam ini demi memproteksi anak-anak dari bahaya luar lingkungan rumah, selain memastikan perlindungan untuk mereka dari lingkungan rumah sendiri. Apabila proteksi ganda ini diberlakukan, maka keamanan untuk mereka maka keamanan untuk mereka diyakini akan lebih maksimal. (Viva News 2014, Menangkal tabrakan maut aqj dengan jam malam efektifkah, diakses tanggal 14 Oktober 2014). Landasan hukum dari pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari
adalah berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006
dalam Pasal 7 Ayat (3) yang menyebutkan:
“Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari dirumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB”. Program ini bukan dimaknai bahwa seluruh masyarakat harus belajar pada jam tersebut, namun masyarakat diminta untuk menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar anak dalam jangka waktu dua jam setiap hari.
Untuk menindak lanjuti ketentuan Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Daerah
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan, Pemerintah DKI Jakarta
menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar
Malam Hari. Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan program
Wajib Belajar Malam Hari. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun
2014, Pasal 2 tujuan dari pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari
tersebut dimaksudkan:
“Sebagai acuan dalam pelaksanaan wajib belajar malam hari baik di rumah maupun di luar rumah dengan tujuan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya”.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut Pemerintah Provinsi DKI melalui
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melaksanakan program Wajib Belajar
Malam Hari yang mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dan merupakan
8
pilot project atau proyek percontohan pada tahap uji coba di beberapa wilayah
Jakarta. Apabila program tersebut berjalan baik dan efektif dalam meningkatkan
minat belajar dan prestasi anak, maka target Pemerintah DKI Jakarta akan
menerapkan program Wajib Belajar Malam Hari di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Tabel di bawah ini menunjukan wilayah yang dijadikan pilot project program
Wajib Belajar Malam Hari:
Tabel 1.1 Lokasi Percontohan Program Wajib Belajar Malam Hari
No Wilayah RT RW Kelurahan Kecamatan 1 Jakarta Pusat 016 006 Pegangsaan Menteng 008 008 Pegangsaan Menteng 2 Jakarta Utara 007 005 Koja Koja 001 002 Semper Barat Cilincing 001 011 Lagoa Koja 3 Jakarta Barat 004 004 Meruya Utara Kembangan 002 003 Meruya Selatan Kembangan 001 010 Sukabumi Utara Kebon Jeruk 4 Jakarta Selatan 003 006 Jagakarsa Jagakarsa 005 005 Ragunan Pasar Minggu 5 Jakarta Timur 001 007 Jati Pulogadung 009 012 Klender Duren Sawit 6 Kep. Seribu - 005 Pulau Panggang Kep. Seribu Utara - 004 Pulau Tidung Kep. Seribu Selatan
Sumber: Paparan Program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:9)
Pemilihan wilayah yang dijadikan pilot project atau proyek percontohan
tersebut dilihat dari aspek tingkat partisipasi masyarakat pada masing-masing
wilayah. Berdasarkan hasil wawancara sementara peneliti (Ibu Rini staff seksi
sarana & prasarana sekolah dasar, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta pada
tanggal 26 Maret 2014), menyatakan:
“Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya.
9
Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik”. Pemerintah DKI Jakarta berharap pelaksanaan program Wajib Belajar
Malam Hari yang dilaksanakan di beberapa lokasi yang menjadi pilot project
tersebut akan berjalan efektif dalam meningkatkan prestasi anak di bidang
akademik. Sehingga akan diikuti oleh wilayah-wilayah lain di Provinsi DKI
Jakarta, karena pada dasarnya program tersebut merupakan program swadaya
yang dilakukan berdasarkan dari peran serta masyarakat yang peduli terhadap
pendidikan. Prinsip dari program tersebut berdasarkan petunjuk pelaksanaan jam
wajib belajar di malam hari dari paparan program Wajib Belajar Malam Hari
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:2), yaitu :
1. Pelakasanaan jam belajar wajib di malam hari dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau peserta didik.
2. Berbasis pada masyarakat dan orangtua (community based development).
3. Prinsip utama dalam kebijakan program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM), adalah : a. Edukasi bukan represi (bersifat mendidik bukan memaksa), b. Bottom Up bukan Top Down (di mulai atau diawali pada tingkat RT dan berkembang menjadi RW, Kelurahan, Kecamatan dan Wilayah serta Provinsi).
4. Melibatkan partisipasi masyarakat (orangtua, pemuda, karang taruna, mahasiwa) dunia usaha dan pemerintah (Lurah, Camat, Walikota, Dinas Pendidikan dan SKPD terkait).
5. Menciptakan dan membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan.
Adapun yang menjadi peserta didik dalam program ini adalah anak yang
berada pada usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, yaitu berada
pada tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Sekolah
10
Menegah Atas (SMA). Kemudian untuk kegiatan program ini adalah peserta didik
belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik
dan non akademik, misalanya: mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang
diberikan oleh guru, mengulang/memperdalam materi pelajaran yang didapatkan
pada hari itu, dan materi pembelajaran di kelompokan sesuai dengan jenjang
pendidikan peserta didik.
Namun di sisi lain, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
pelaksanaan dari program Wajib Belajar Malam Hari, tidak akan berjalan dengan
baik dan efektif. Karena masih banyak terdapat kelemahan dalam pelaksanaan
program ini. Hal itu dapat dilihat dari waktu pelaksanaan program tersebut, waktu
belajar dilakukan dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, dan setelah jam
belajar itu berakhir, tidak ada jaminan bahwa anak akan kembali berkeliaran di
luar rumah (Berita Satu 2013, Dampak Pemberlakuan Jam Wajib Belajar, diakses
tanggal 14 Oktober 2014).
Salah satu wilayah yang dijadikan pilot project untuk program Wajib
Belajar Malam Hari adalah di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Di Kecamatan
Menteng, program Wajib Belajar Malam Hari lebih dikenal dengan istilah Jam
Wajib Belajar Malam atau disingkat JWBM. Wilayah ini sudah menerapkan
program JWBM sejak tahun 2011, dan itu pun jauh sebelum Pemerintah DKI
Jakarta memberlakukan kebijakan program JWBM, artinya program ini sudah
berjalan selama tiga tahun sampai dengan 2014. Oleh karena itu, peneliti tertarik
memilih Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat sebagai locus penelitian.
Sebagaimana dijelaskan oleh Dadang selaku Penanggungjawab program Wajib
11
Belajar Malam Hari Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat pada 16 Oktober 2014,
menyatakan:
“Bahwa pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, berarti kita sudah menerapkan terlebih dulu program tersebut di sini”. Adapun pertimbangan peneliti memilih Kecamatan Menteng menjadi
locus penelitian karena Kecamatan Menteng menjadi salah satu pilot project
implementasi Program JWBM di DKI Jakarta. Karena itu keberhasilan program
JWBM di wilayah ini akan menjadi indikator keberhasilan dari keseluruhan
wilayah di DKI Jakarta. Masyarakat di Kecamatan Menteng relatif masih banyak
yang memiliki respon positif dalam menanggapi berbagai kebijakan yang
dikeluarkan Pemerintah DKI Jakarta. Wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk
yang padat dengan heterogenitas yang cukup tinggi, meliputi suku bangsa yang
beragam, diferensiasi pekerjaan/profesi, ragam status dan tingkat perekonomian
warga, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan lain-lain. Hal lainnya yang
menjadi kontradiksi dalam memacu sinergi Program WBMH di wilayah ini adalah
banyak munculnya sarana hiburan seperti rental Playstation (PS), warung internet
(warnet) game, kafe-kafe, dan lain-lain. Tempat-tempat seperti ini menjadi favorit
sebagian warga termasuk pelajar-pelajar sekolah. Kondisi ini akan menjadi
tantangan dalam upaya untuk mendorong keberhasilan program WBMH.
Tetapi dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng,
Kelurahan Pegangsaan Jakarta Pusat masih terdapat beberapa masalah yang
dihadapi dalam menjalankan program tersebut. Berdasarkan dari hasil observasi
awal di lapangan, masalah yang ditemui antara lain: Pertama, tidak ada sarana dan
12
prasarana beserta kelengkapan belajar yang disediakan Pemerintah DKI Jakarta
untuk kegiatan Program Wajib Belajar Malam Hari di Kelurahan Pegangasaan,
Kecamatan Menteng. Sedangkan sarana dan prasarana yang ada, hanyalah pos
ronda kecil yang dibangun oleh masyarakat setempat, dan kelengkapan belajar
seperti buku, adalah hasil sumbangan masyarakat setempat. Berdasarkan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 7:
“Bahwa sarana dan prasarana yang digunakan untuk wajib belajar malam hari meliputi:
a. Rumah tinggal; b. Balai warga;
c. Pusat kegiatan belajar masyarakat; d. Sarana ibadah; dan e. Sarana lainnya yang memadai.
Namun, rumah tinggal yang seharusnya menjadi sarana untuk kegiatan
program JWBM tidak kondusif untuk anak atau peserta didik belajar dengan baik.
Menurut Dadang ketua LMK RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan:
“Anak-anak atau peserta didik yang mengikuti kegiatan JWBM di rumah umumnya tidak dapat belajar dengan baik karena situasi di rumah itu sendiri tidak kondusif”. Salah satu faktornya adalah karena umumnya di setiap rumah ditempati oleh beberapa kepala keluarga, jadi kondisi yang ramai tersebut membuat konsentrasi anak terganggu, sehingga tidak dapat belajar dengan baik”. Kecamatan Menteng merupakan salah satu wilayah padat penduduk di
DKI Jakarta, terutama di Kelurahan Pegangsaan. Tabel di bawah ini menunjukan
jumlah Kepala Keluarga di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Menteng:
13
Tabel 1.2 Profil Kecamatan Menteng
No Kelurahan Luas (Km²) KK RT RW 1 Menteng 2,44 4.711 137 10 2 Pegangsaan 0,98 10.780 104 8 3 Cikini 0,82 2.258 66 5 4 Gondang Dia 1,46 1.320 40 5 5 Kebon Sirih 0,83 3.459 77 10
Total 6,53 22.528 424 38 Sumber: Kecamatan Menteng Dalam Angka 2012
Dari data di atas menunjukan bahwa Kelurahan Pegangsaan adalah
kelurahan dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Menteng, yaitu terdapat
10.780 Kepala Keluarga dan Kelurahan Gondang Dia adalah kelurahan dengan
kepadatan terendah yaitu 1.320 Kepala Keluarga. Dan Sarana dan prasarana lain
yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng guna kegiatan WBMH,
antara lain:
Tabel 1.3 Sarana dan prasarana umum Program Jam Wajib Belajar Malam di
Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat
No Sarana yang tersedia Jumlah Lokasi 1 Gardu Ilmu 2 RW 06 dan RW 08 2 Pendopo Ilmu 1 RW 06 3 Pos RW 2 RW 06 dan RW 08
Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2013
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014, Pasal 7, gardu
ilmu, pendopo ilmu dan pos rw tergolong di dalam sarana dan prasaran lain yang
mendukung kegiatan program WBMH. Dari data di atas menunjukan bahwa
sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng
tersebut, kurang memadai dari segi jumlah yang ada dengan masyarakat di
14
wilayah ini, mengingat bahwa di Kelurahan Pegangsaan ini merupakan wilayah
padat penduduk.
Masalah kedua yang terlihat, rendahnya partisipasi peserta didik untuk
mengikuti program Wajib Belajar Malam Hari.
Tabel 1.4 Jumlah Peserta Didik Program Jam Wajib Belajar Malam di Kecamatan
Menteng
No RW Jumlah Peserta Didik 1 006 39 anak 2 008 36 anak
Total 75 anak Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2014
Tabel di atas menunjukan jumlah seluruh peserta didik di Kecamatan
Menteng sedangkan, berdasarkan observasi awal pada tanggal 9 Oktober 2014,
dari sekian banyak anak yang menjadi peserta didik dalam program WBMH, di
Kelurahan Pegangsaan, tidak semua peserta didik datang untuk mengikuti
kegiatan WBMH, hanya nampak sekitar 20 anak di pos RW 06 yang mengikuti
program ini. Hal ini menunjukan rendahnya tingkat partisipasi peserta didik untuk
mengikuti program WBMH tersebut.
Masalah ketiga yaitu, kurangnya peran dari orangtua peserta didik untuk
mendukung dalam pelaksanakan program WBMH, terutama tugas orangtua
sebagai garda terdepan dalam mengawasi anak. Dalam menjalankan program ini,
pengawasan dilakukan secara bersama, baik itu orangtua maupun masyarakat
setempat. Peran dari masyarakat dan orangtua dalam program ini adalah sebagai
fasilitator. Menurut Zaky, salah seorang guru RW 06 pada tanggal 16 Oktober
2014, mengatakan :
15
“Umumnya orangtua dari anak di daerah sini terkesan tidak peduli terhadap kegiatan jam malam ini. Apabila sudah mendekati jam tujuh malam orangtua tetap saja menyalakan tv sampai larut malam. Biasanya orangtua ini beralasan acara tv pada jam-jam tersebut adalah tontonan favoritnya”. Hal tersebut bertentangan dengan tugas orangtua sebagai fasilitator dalam
program WBMH, sebagaimana terdapat dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari, Pasal 6
menyebutkan Ayat (2) :
“Tugas dan tanggung jawab fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi :
a. Memotivasi peserta didik; b. Mendampingi peserta didik; c. Membimbing dalam mata pelajaran; dan d. Menyediakan sarana dan prasarana belajar.
Pelaksanaan program WBMH yang dilaksanakan di rumah diatur
berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2014
tentang Wajib Belajar Malam Hari Pasal, 8 Ayat(3):
“Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orangtua/wali dan/atau anggota keluarga lainya serta dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Menghentikan seluruh kegiatan yang menggangu pelaksanaan wajib belajar malam hari;
2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya.
Namun kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut
melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk
keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang
penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan
bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam
bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar.
16
Apabila peran dari orangtua sendiri sudah tidak mendukung, maka tujuan
pelaksanaan program WBMH, yakni agar anak dapat memperoleh prestasi
akademik yang baik, akan sulit terwujud.
Masalah keempat yaitu, kurangnya guru pengajar sebagai pendamping
dalam kegiatan program WBMH. Guru pendamping yang ada hanya berjumlah 2
(dua) orang guru saja, yaitu bapak Zaky dan ibu Pipit. Menurut Zaky, salah
seorang guru RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan :
“Disini kita kekurangan tenaga pengajar dalam mendampingi anak-anak untuk belajar. Dari sekian banyak anak yang ikut program ini, hanya ada 2 orang guru pendamping saja untuk mendampingi mereka, yaitu saya dan ibu Pipit.” Kurangnya tenaga pendidk menjadi salah satu permasalahan yang terdapat
dalam pelaksanaan program WBMH ini, karena guru berperan sebagai pemberi
utama materi kepada peserta didik dalam kegiatan program WBMH ini.
Masalah kelima yaitu, kurangnya peran dari pemerintah daerah setempat
dalam mengawasi dan pelaksanaan program WBMH. Pemerintah daerah sebagai
pembuat keputusan program pilot project ini sudah seharusnya berperan aktif
untuk mengawasi penyelenggaraan program WBMH. Menurut Dadang Ketua
LMK RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan:
“Program WBMH ini, kurang didukung penuh oleh pemerintah. Pemerintah Daerah seharusnya rajin melakukan monitoring program untuk melihat permasalahan apa dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi di lapangan dalam menjalankan program ini. Terhitung sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Oktober 2014 program ini di sah kan Pemerintah DKI Jakarta, baru tiga kali Dinas Pendidikan melakukan kunjungan untuk monitoring program. Padahal program ini sangat baik untuk anak jika dilihat dari tujuan program tersebut, yaitu untuk meningkatkan prestasi akademik anak”.
17
Pernyataan tersebut menandakan bahwa kurangnya peran dari Pemerintah
DKI Jakarta dalam mengawasi pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng, Jakarta Pusat.
Atas dasar latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui permasalahan ini. Oleh karena itu peneliti memberi
judul “Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib
Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Tidak adanya fasilitas sarana dan prasarana beserta kelengkapan
belajar yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan
program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta
Pusat.
2. Rendahnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan program
Wajib Belajar Malam Hari.
3. Kurangnya peran dari orangtua peserta didik dan masyarakat di
Kecamatan Menteng untuk mendukung berlangsungnya kegiatan
Wajib Belajar Malam Hari.
4. Kurangnya tenaga pendidik sebagai pendamping dalam kegiatan
program Wajib Belajar Malam Hari.
5. Kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi
program Wajib Belajar Malam Hari.
18
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan
pada: Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar
Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
1.4 Rumusan Masalah
Dengan bertitik tolak pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti
mengangkat rumusan masalah dalam penelitian Evaluasi Program Jam Wajib
Belajar Malam (JWBM) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, yaitu:
1. Bagaimana Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat?
2. Bagaimana pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan
Menteng Jakarta Pusat?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
2. Mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam
Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
19
1.6 Manfaat Penelitian
a) Secara Teoritis
1. Untuk mengetahui hubungan antara teori dengan praktik yang ada
di lapangan.
2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai kebijakan
publik.
b) Secara Praktis
1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas
Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat untuk
mendukung dan mengawasi Program Wajib Belajar Malam Hari.
2. Bagi peneliti dapat memberikan input dan menambah pengetahuan
dan wawasan serta melatih kemampuan menganalisis khususnya di
bidang kebijakan publik.
3. Manfaat bagi masyarakat adalah membangun kesadaran
masyarakat terutama dalam meningkatkan prestasi siswa di bidang
akademik, sesuai dengan tujuan Program Wajib Belajar Malam
Hari itu sendiri.
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang dalam penelitian
penelitian tersebut, lalu identifikasi masalah, batasan penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
20
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
Pada bab ini, peneliti memaparkan teori-teori dari beberapa ahli
yang relevan terhadap masalah dalam penelitian. Setelah memaparkan
teori, lalu membuat kerangka berpikir yang menggambarkan alur pikiran
peneliti sebagai kelanjutan dari deskripsi teori terhadap permasalahan yang
diteliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode apa yang akan digunakan
dalam penelitian. Selain itu dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, informan penelitian,
teknik analisis data, dan uji validitas.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian mencangkup deskripsi objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari objek yang
diteliti, serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian. Selain itu
juga mencangkup deskripsi data yang menjelaskan hasil penelitian yang
telah diolah dengan menggunakan teknik analisa data yang relevan.
Kemudian dalam bab ini juga terdapat interpretasi hasil penelitian dan
pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
21
BAB V PENUTUP
Bab ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu bagian kesimpulan dan
saran. Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari analisis dan
pembahasan yang dikemukakan sebelumnya. Sedangkan pada bagian
saran akan dikemukakan saran demi perbaikan sebagai hasil akhir dari
penelitian.
22
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Deskripsi Teori
Deskripsi teori menjelaskan tentang teori atau konsep yang dipergunakan
dalam penelitian yang sifatnya utama di mana tidak tertutup kemungkinan untuk
bertambah seiring dengan pengambilan data dilapangan (Fuad & Nugroho 2012:56).
Deskripsi teori menjadi pedoman dalam penelitian ini untuk menjelaskan dengan
fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam penelitian. Teori yang relevan peneliti
kaji sesuai dengan masalah-masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
Penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Wajib Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dikaji
dengan beberapa teori dalam ruang lingkup administrasi negara konsentrasi kebijakan
publik, yaitu: Evaluasi Program, Tujuan Evaluasi Program, Model Evaluasi, Wajib
Belajar Malam Hari dan untuk melengkapinya peneliti lampirkan penelitian terdahulu
yang juga menjadi bahan kajian dalam penelitian ini.
23
2.2 Konsep Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata bahasa Inggris “evaluation” yang diserap dalam
perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya
dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan
memberikan penilaian dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu
sehingga bersifat kuantitatif.
Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung didalam definisi tersebut pun menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dapat dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Arikunto, 2007:1).
Anderson (dalam Arikunto 2004:1) memandang evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan
untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen &
Sanders (dalam Arikunto 2004 :1), yang mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga
termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu
program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai
tujuan yang sudah ditentukan. Seorang ahli yang terkenal dalam evaluasi program
bernama Stufflebeam (dalam Arikunto 2004:1) mengatakan bahwa evaluasi
merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat
bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Raph
24
Tyler (dalam Tayibnapis 2000:3) mendefinisikan bahwa evaluasi ialah proses yang
menetukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Selanjutnya, Stark
& Thomas (dalam Widyoko 2014:4) mengatakan bahwa, “evaluation is the process of
ascertaining the decision of concern, selecting appropriate information, and
collecting and analyzing information in order to report summary data useful to
decision makers in selecting among alternatives”. Evaluasi merupakan suatu proses
atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program
selanjutnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil sebuah keputusan.
2.2.2 Pengertian Program
Joan L. Herman (dalam Tayibnapis 2000:9) mengatakan, program ialah segala
sesuatu yang dicoba dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh.
Kemudian Arikunto (2009:4) pengertian secara umum dapat diartikan bahwa
program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila program ini
dikaitkan langsung dengan evaluasi program, maka program didefinisikan sebagai
unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari
25
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu
organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Arikunto (2009:4) ada tiga
pengertian penting yang perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu: (i)
program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan; (ii) terjadi dalam
kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan;
dan (iii) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diiselesaikan
dalam waktu singkat, tetapi merukan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung
dalam kurun waktu yang relatif lama. Pengertian program adalah suatu unit atau
kesatuan kegiatan, maka program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan
yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program
selalu terjadi di dalam sebuah organisasi, yang artinya harus melibatkan sekelompok
orang.
2.2.3 Pengertian Evaluasi Program
Mugiadi (dalam Sudjana 2006:21) menjelaskan bahwa evaluasi program
adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau
proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk
memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan
suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau
26
kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis,
tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan
keputusan.
Ralp Tyler (dalam Arikunto 2009:5) mendefinisikan bahwa evaluasi program
adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi.
Sedangkan Cronbach & Stufflebeam (dalam Arikunto 2009:5) evaluasi program
adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan. Arikunto (2004:14) evaluasi program adalah proses penetapan secara
sistematis tentang nilai, tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan
keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang
diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan. Sedangkan
menurut Widyoko (2009:10), evaluasi program biasanya dilakukan untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menetukan kebijakan selanjutnya.
Melalui evaluasi suatu program dapat dilakukan penilaian secara sistematik, rinci dan
menggunakan prosedur yang sudah diuji secara cermat.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menunjukan
alternatif kebijakan. Dengan menggunakan metode tertentu akan diperoleh data yang
handal, dapat dipercaya sehingga penetuan kebijakan akan tepat, dengan catatan data
27
yang digunakan sebagai dasar pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari
segi isi, cakupan, format, maupun tepat dari segi penyampaian.
2.3 Tujuan Evaluasi Program
Scriven (dalam Tayibnapis 2000:4) adalah orang pertama yang membedakan
antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi. Kemudian
Stufflebeam (dalam Tayibnapis 2000:4) juga membedakan sesuai di atas yaitu
proactive evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan retroactive evaluation
untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan, seperti: program, orang, produk, dan sebagainya. Dan fungsi
sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau
lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi,
kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi,
motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
Arikunto (2009:25), secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk
mengukur ketercapaian program, yaitu mengukur seberapa jauh sebuah kebijakan
dapat terimplementasikan. Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48) tujuan khusus
evaluasi program terdapat enam hal, yaitu:
1.) Memberikan masukan bagi perencanaan program; 2.) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan
tindak lanjut, perluasan atau penghentian program; 3.) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan tentang
modifikasi atau perbaikan program;
28
4.) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program;
5.) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring) bagi penyelenggara, pelaksana, dan pelaksana program;
6.) Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi
program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari penelitian, yaitu
penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana
berpikir yang menentukan langkah sebagaimana melaksanakan penelitian.
Menurut Arikunto (2009:7), terdapat perbedaan yang mencolok antara
penelitian dan evaluasi program, adalah sebagai berikut :
a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.
b. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.
Dengan adanya uraian di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan penelitian evaluatif, dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya
kebijakan dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang
pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
29
2.4 Model Evaluasi
2.4.1 Model Evaluasi UCLA
Alkin (dalam Tayibnapis 2000:15) menulis tentang kerangka kerja evaluasi
yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu
proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan
menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi
pembuat keputuan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam
evaluasi, yakni:
a. System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi
sitem.
b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang
direncanakan?
d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana
program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah
menuju pencapaian tujuan, adalkah hal-hal atau masalah-masalah baru yang
muncul tak terduga?
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna
program.
30
2.4.2 Model Evaluasi Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada
banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli atau
evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff (dalam
Tayibnapis 2000:15-16) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator
lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria
akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan?
b. Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk
perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau
keduanya?
c. Experimental and Quasi Ecperimental Design vs Natural/ Unobtrusive
Inquiry. Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan
program/memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabel ddipengaruhi
dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?
Jawaban untuk ketiga pertanyaan tersebut mungkin tidak terlalu tepat, namun
kategori-kategori yang dikemukakan oleh pembagian yang luas ini mencerminkan
sejumlah macam evaluasi dan kontrol yang di inginkan selama proses evaluasi.
31
Secara umum hal ini akan menolong dalam mengembangkan langkah awal yang
membantu untuk menerangkan, memberi petunjuk, dan menilai tugas-tugas evaluasi.
2.4.3 Model Evaluasi Stake atau Model Countenance
Stake (dalam Tayibnapis 2000:21), analisis proses evaluasi yang
dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini, dan
meletakan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk
perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua
dasar kegiatan dalam evaluasi, ialah: Descriptions dan Judgement, dan membedakan
adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu: Antecedents (Context),
Transaction (Process), dan Outcomes (Output).
Gambar 2.1 Model Evaluasi Stake
Matrix Description menunjukan Intens (Goals) dan Obsevations (Effect) atau
yang sebenarnya terjadi. Judgements mempunyai dua aspek, yaitu Standard dan
RASIONAL INTENTS OBSERVATIONS STANDARDS JUDGEMENT
ANTECE-DENTS
TRANSA-CTIONS
OUTCO-MES
DESCRIPTION MATRIX
JUDGEMENT MATRIX
32
Judgement. Stake (dalam Tayibnapis 2000:22) mengatakan, bahwa apabila kita
menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara
satu program dengan program lain, atau perbandingan yang absolut (satu program
dengan standard).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah, bahwa
evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake (dalam
Tayibnapis 2000:22) mengatakan description di satu pihak berbeda dengan
judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan
apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standar yang absolute, untuk menilai manfaat program.
Sujdana (2006:51), berpendapat bahwa model evaluasi program dapat
dikelompokan dalam enam kategori, yaitu:
a. Model evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan (jenis inilah yang terbanyak digunakan).
b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program. c. Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan program. d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan program. e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program. f. Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program.
Kegunaan utama model ini untuk mengkaji sejauhmana suatu lembaga
penyelenggara dan pengelola pelayanan program pendidikan kepada masyarakat telah
berhasil dalam melaksanakan misinya. Dalam konteks ini maka evaluasi diawali
dengan mempelajari misi yang terdapat dalam program yang ingin dicapai dan/atau
33
hasil-hasil program yang tidak tercapai, model ini awalnya dikembangkan untuk
mengevaluasi proyek-proyek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
2.4.4 Model Evaluasi CIPP
Model ini menurut Stufflebeam (dalam Tayibnapis 2000:14) pendekatan yang
berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk menolong administrator dalam membuat keputusan. Ia
merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dann
menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia
membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi
empat macam keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:
a. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini
membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan
dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis 2000:14).
Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216) menyebutkan, tujuan evaluasi konteks
yang utama adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan,
dengan mengetahui kekuatan dan ini, evaluator akan dapat memberikan arah
perbaikan yang diperlukan. Arikunto (2004:29) menjelaskan bahwa, evaluasi konteks
adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Dalam hal ini
Arikunto (2004:29) memberikan contoh evaluasi Program Makanan Tambahan Anak
Sekolah (PMTAS) dalam mengajukan pertanyaan sebagai berikut: (a) kebutuhan apa
34
saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya jenis makanan dan siswa yang
belum menerima?; (b) tujuan pengembangan apakah yang belum tercapai oleh
program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya makanan
tambahan?; (c) tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu megembangkan
masyarakat, misalnya kesadaran orangtua untuk memberikan makanan yang bergizi
kepada anaknya?; (d) tujuan-tujuan manakah yang paling mudah untuk dicapai,
misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyediaan makanan?
b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur
keputusan. Menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil,
apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur
kerja untuk mencapainya (Tayibnapis 2000:14).
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan.
Menurut Widyoko (2014:182), evaluasi masukan membantu mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan
strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Komponen evaluasi masukan meliputi: (1) Sumber Daya Manusia (SDM); (2) saran
dan peralatan yang pendukung; (3) dana atau anggaran; dan (4) berbagai prosedur dan
aturan yang diperlukan. Suharsimi (2004:30) memberikan contoh pertanyaan-
pertanyaan evaluasi PMTAS yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini:
(1) apakah makanan yang di berikan kepada siswa berdampak jelas pada
perkembangan siswa?; (2) berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati
35
atas makanan tambahan itu?; (3) bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah
menerima makanan tambahan?; (4) seberapa tinggi tingkat kenaikan nilai siswa
setelah menerima makanan tambahan?
c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk
membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana
yang telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut
terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis
2000:14).
Worthen & Sanders (dalam Widyoko 2014:182) menjelaskan bahwa, evaluasi
proses menekankan pada tiga tujuan: (1) do detect or predict in procedural design or
its implementation stage; (2) to provide information for programmed decision; and
(3) to maintain a record of the procedure as it occurs. Evaluasi proses digunakan
untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan
implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan
program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses
meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik
pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh
mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan
menurut Suharsimi (2004:30), evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada
“apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) oramg yamg
ditunjuk sebagai penanggungjawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai.
36
Dalam model CIPP, evaluasi proses di arahkan pada seberapa jauh kegiatan yang
dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Stuflebeam
(dalam Arikunto 2004:30) mengusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk evaluasi
proses, sebagai berikut: (1) apakah pelaksana program sesuai dengan jadwal?; (2)
apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani
kegiatan selama program berlangsung dan kemudian jika dilanjutkan?; (3) apakah
sarana dan prasarana yang di sediakan dimanfaatkan secara maksimal?; (4)
hambatan-hambatan apa saja yang yang di jumpai selama pelaksanaan program dan
kemunginan jika program dilanjutkan?
d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk
menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang
dilakukan setelah program berjalan? Huruf pertama dari konteks evaluasi
dijadikan ringkasan CIPP, model ini terkenal dengan nama CIPP oleh
Stufflebeam (Tayibnapis 2000:14).
Sax (dalam Widyoko 2014:183) memberikan pengertian evaluasi produk atau
hasil adalah “to allow to project director (or teacher) to make decision of program”.
Dari evaluasi proses diharapakan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk
membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi
program. Dari pendapat tersebut maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, evaluasi
produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat ketercapaian atau
keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
37
sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau
memberikan rekomendasi kepada evaluan, apakah suatu program dapat dilanjutkan,
di kembangkan/modifikasi, atau bahkan di hentikan. Pada tahap evaluasi ini Arikunto
(2004:31) memberi contoh pertanyaan evaluasi PMTAS, sebagai berikut: (1) apakah
tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?; (2) pernyataan-pernyataan apakah
yang mungkin di rumuskan berkaitan antara rincian proses dalam pencapaian tujuan?;
(3) dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat di penuhi selama proses
pemberian makanan tambahan, misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran
makanan, dan ketepatan waktu pemberian?; dan (4) apakah dampak yang di peroleh
siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan
ini?
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam (1967) di Ohio
State University. Evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA
(the Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari,
context evaluation (evaluasi terhadap konteks), input evaluation (evaluasi terhadap
proses), process evaluation (evaluasi terhadap proses), dan product evaluation
(evaluasi terhadap hasil). Keempat singkatan dari CIPP itulah yang menjadi
komponen evaluasi. Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Menurut
Stufflebeam (dalam Widyoko 2014:181) mengungkapakan bahwa, “the CIPP
approach is based on the view that the moest important purpose of evaluation is not
toprove but improve”. Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan
38
pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk
memperbaiki.
Setelah memilih objek yang akan di evaluasi, maka harus ditentukan aspek-
aspek apa saja dari objek tersebut yang akan di evaluasi. Masa lalu evaluasi evaluasi
berfokus kebanyakan atas hasil yang dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi
ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variabel evaluasi dalam bermacam-
macam model evaluasi seperti: Stake, Stufflebeam, Alkin, dan Brinkerhoff (dalam
Tayibnapis 2000:5). Model CIPP dari stufflebeam mengemukakan evaluasi yang
berfokus pada empat aspek, yaitu: (1) Konteks; (2) Input; (3) Proses Implementasi;
dan (4) Produk. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka evaluasi lengkap
terhadap evaluasi program WBMH akan menilai, yaitu: (a) manfaat tujuannya; (b)
nutu rencana; (c) sampai sejauh mana tujuan dijalankan; dan (d) mutu hasilnya. Jadi
evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training,
implementasi, transaksi, dan hasil training.
Nama CIPP, dalam kenyataanya lebih dikenal masyarakat perguruan tinggi
dan kalangan evaluator. Hal ini di mungkinkan sekali di sebabkan nama CIPP
langsung menunjukan karakteristik model yang di maksud. Sesuai dengan namanya,
model ini terbentuk dari 4 jenis evaluasi, yaitu evaluasi Context (konteks), Input
(Masukan), Process (Proses), dan Product (Produk). Hasan (2008:215), berpendapat
bahwa keempat evaluasi ini merupakan suatu rangkaian keutuhan. Adapun tugas
evaluator dalam model CIPP:
39
Gambar 2.2 Fokus Evaluasi Model CIPP
Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216), tujuan evaluasi konteks yang utama
ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator dapat memberikan arah perbaikan
yang di perlukan. Dalam melakukan evaluasi, evaluator harus dapat menemukan
kebutuhan yang di perlukan evaluan. Oleh karena itu, evaluasi konteks ini sebagian
tugasnya adalah melakukan need assessment. Selain dari need assessment, evaluasi
konteks harus pula dapat memberikan pertimbangan apakah tujuan yang akan dicapai
KONTEKS
Evaluator mengidentifikasikan berbagai faktor manajemen,
fasilitas kerja, peraturan, masyarakat, dan faktor lain yang
berpengaruh terhadap program.
INPUT
Evaluator menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor
yang dikaji dalam konteks. Pertimbangan mengenai ini
menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah
perlu ada revisi atau penggantian.
PROCESS
Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai
program, membandingkannya dengan standar dan
mengambil keputusan mengenai status program (direvisi,
diganti, atau di lanjutkan).
PRODUCT
Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai
keterlaksanaan implementasi, berbagai kekuatan dan
kelemahan dalam implementasi. Evaluator harus merekam
berbagai pengaruh variabel input terhadap proses.
40
sesuai dengan need (kebutuhan) yang telah di identifikasi. Dari evaluasi konteks
terlihat adanya perbedaan anatara model CIPP dengan model-model evaluasi yang
telah dibahas terdahulu. Model CIPP membantu evaluator untuk memutuskan apakah
suatu program tersebut memerlukan suatu inovasi atau tidak. Apabila di perlukan,
evaluator yang menggunakan model CIPP diharapakan dapat menentukan skala
inovasi yang dilakukan.
Evaluasi masukan penting dalam memberikan pertimbangan terhadap
keberhasilan pelaksanaan suatu program. Stufflebeam (dalam Hasan 2008:217),
memberikan alasan bahwa “orientasi utama evaluasi masukan ialah mengemukakan
suatu program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga tersebut.” Program
yang dimaksudkan adalah program yang membawa perubahan berskala penambahan
dan pembaharuan. Dengan demikian evaluasi masukan tidak hanya melihat apa yang
di lingkungan lembaga tersebut (baik material, maupun personal) tetapi juga harus
dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di waktu
mendatang ketika suatu program diimplementasikan. Evaluator diharapkan dapat
menentukan tingkat pemanfaatan faktor-faktor yang diidentifikasi dalam pelaksanaan
suatu program. Dari semua yang telah dijelaskan mengenai evaluasi masukan, makin
jelas bahwa CIPP tidak hanya dilaksanakan dalam situasi di mana suatu inovasi
sedang dilaksanakan tetapi justru model dilakukan ketika inovasi akan atau belum
dilaksanakan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa CIPP tidak dapat
dilaksanakan apabila suatu inovasi program sedang dalam proses pelaksanaan. CIPP
41
tetap dapat dilakukan kendati suatu lembaga telah melaksanakan pengembangan
program.
Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi
program, jadi, jika evaluasi konteks adalah evaluasi program dalam dimensi
pengertian sebagai ide, evaluasi masukan adalah evaluasi program dalam pengertian
sebagai rencana, evaluasi proses adalah evaluasi program dalam dimensi pengertian
sebagai realita atau kegiatan (Hasan 2008:218). Artinya evaluasi proses baru dapat
dilakukan apabila inovasi program tersebut telah dilaksanakan, bukan pada waktu
dalam proses konstruksi. Meskipun demikian, evaluator dapat menggunakan model
CIPP walaupun ia baru diminta berpartisipasi setelah inovasi program dilaksanakan.
Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan memperbaiki
keadaan yang ada. Evaluator diminta untuk menetukan sampai sejauh mana rencana
inovasi program dilaksanakan di lapangan, hambatan-hambatan apa yang ditemui
yang tak diperkirakan sebelumnya, dan perubahan-perubahan apa yang harus
dilakukan terhadap inovasi program tersebut. Informasi yang berhasil dikumpulkan,
disajikan sebagai umpan balik bagi para pengelola dan staf. Dengan demikian,
keputusan-keputusan yang diperlukan dalam usaha memperbaiki proses yang sedang
berlangsung dapat dilaksanakan. Dari tujuan yang akan dicapai oleh evaluasi proses
model CIPP, terlihat jelas bahwa CIPP menggunakan pendekatan pengembangan
kriteria yang baik yang bersifat fidelity maupun bersifat “mutuali adaptive”. Kriteria
yang bersifat fidelity terlihat dari tujuan untuk menetukan samapi sejauh mana
42
rencana inovasi yang dibuat telah tercapai.pendekatan “mutualy adapative” terlihat
dari adanya usaha untuk memperbaiki keadaan lapangan agar inovasi berjalan dengan
baik, dan usaha perbaikan terhadap inovasi itu sendiri. Artinya, evaluator yang
melaksanakan evaluasi proses harus dapat memberikan informasi mengenai hal-hal
apa dari lapangan yang harus diubah dan komponen apa dari inovasi yang harus pula
diubah. Dengan perubahan-perubahan tersebut diharpkan inovasi dan lapangan
mencapai kesesuaian.
Stufflebeam (dalam Hasan 2008:219) mengatakan, evaluasi hasil adalah
kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP. Tujuan utama dari evaluasi hasil
adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program yang diimplementasikan
tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya.
Diharapkan hasil evaluasi memperlihatkan pengaruh program, baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh inovasi program tersebut yang bersifat
positif (biasanya evaluasi hasil hanya melihat pengaruh dari sudut pandang negatif)
maupun negatif. Adanya pengaruh negatif kedengarannya aneh, tetapi sebenarnya
realistis. Bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa suatu program menghasilkan
pengaruh sampingan yang bersifat negatif yang tidak pernah diperkirakan
sebelumnya oleh para pengembang. Oleh karena itu, dalam evaluasi model CIPP
memberikan posisi penting bagi peran sumatif. Informasi yang dihasilkan evaluasi
hasil CIPP diguanakan untuk menentukan apakah suatu program harus diganti,
direvisi ataukah dipertahankan.
43
Gambar 2.3 Alur Kerja Model CIPP
Menurut Hasan (2008:222), secara keseluruhan prosedur lengkap evaluasi
CIPP digambarkan pada gambar 2.3. gambar 2.3 jelas menunjukan langkah-langkah
evaluasi dan fokus evaluasi secara keseluruhan. Alur tersebut merupakan alur kerja
yang dapat disederhanakan sesuai dengan pembahasan mengenai pemisahan fokus
yang telah dibahas di atas. Alur kerja pada gambar 2.3 memperlihatkan fokus
evaluasi yang telah dibahas sebelumnya. Konteks yang ada dan kegiatan keseharian
Kegiatan
Rutin
Evaluasi
Konteks Perubahan
Instalasi
Solusi
Definisikan
masalah &
rumuskan
tujuan
Solusi
memuaskan
Evaluasi
Masukan
Strategi
ditemukan
Perlu
pengembangan
implementasi
Evaluasi
proses & hasil
Solusi
diperlukan Memuaskan
?
dilanjutkan Batalkan
ya
tidak
ya
ya
ya
ya
ya
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
44
yang dilakukan adalah kegiatan yang terjadi pada suatu program. Tabel di bawah ini
menunjukan perbandingan dari beberapa model evaluasi program:
Tabel 2.1 Perbandingan Model Evaluasi Program
No. Model Evaluasi Kelebihan Kekurangan 1. Model Evaluasi
UCLA Evaluasi yang dilakukan melalui unsur pendekatan ekonomi mikro
Evaluasi yang dilakukan hanya pada kurikulum sekolah
2. Model Evaluasi Brinkerhoff
Model ini merupakan pengabungan dari beberapa elemen dalam evaluasi
Evaluasi yang dilakukan hanya pada kurikulum sekolah
3. Model Evaluasi Stake/Countenance
Evaluator yang membuat penilaian tentang program yang di evaluasi
Evaluasi yang dilakukan hanya berfokus pada hasil
4. Model Evaluasi CIPP
Lebih komprehensif, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata, tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, maupun hasil.
Melibatkan banyak pihak, membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.
2.5 Konsep Program Wajib Belajar Malam Hari
Menurut Widyoko (2014:184) dibandingkan dengan model-model evaluasi
yang lain, model CIPP memiliki beberapa kelebihan antara lain: lebih komprehensif,
karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata, tetapi juga mencakup konteks,
masukan (input), proses, maupun hasil. Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya
lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini
lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Oleh karena
45
itu didalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan model evaluasi CIPP
sebagai pisau analisis dalam penelitian yang dilakukan.
2.5.1 Program Wajib Belajar Malam Hari
Dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 1 Ayat (6) tentang
Wajib Belajar Malam Hari (WBMH), yang dimaksud dengan wajib belajar malam
hari adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik pada malam
hari. Program WBMH adalah proyek percontohan yang dicanangkan Pemerintah DKI
Jakarta bersama dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan di
beberapa wilayah di Jakarta yang dijadikan proyek percontohan. Wilayah yang
dijadikan untuk proyek percontohan program tersebut adalah wilayah yang tingkat
partisipasi masyarakatnya terbilang baik dan sudah menerapkan terlebih dahulu
program WBMH di wilayahnya, seperti di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan
Menteng. Alasan dilakukan proyek percontohan pada program WBMH, adalah
karena pemerintah ingin melihat terlebih dahulu apakah program tersebut berjalan
dengan baik dan efektif, apabila tujuan dari program tersebut terlaksana dengan baik,
maka Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan program WBMH di seluruh wilayah
Jakarta. Program WBMH ini merupakan program swadaya, artinya masyarakat yang
sepenuhnya menjalankan dan mengelola program WBMH ini, dan peran pemerintah
DKI Jakarta sebagai evaluator untuk menilai keberhasilan program WBMH dan
memutuskan untuk melanjutkan, memodifikasi/mengembangkan, atau
memberhentikan program WBMH. Sasaran dari program WBMH adalah para peserta
46
didik yang termasuk dalam warga belajar yang berada pada jenjang pendidikan
Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
2.5.2 Tujuan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Tujuan dari pelaksanaan program WBMH terdapat di dalam Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Pasal 2, yaitu: tujuan dari program WBMH adalah
agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal, sehingga
dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Adapun tujuan lain dari
pelaksanaan program WBMH tersebut adalah untuk melindungi anak dari tindak
kriminal yang terjadi di malam hari.
2.5.3 Peserta Didik Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Adapun yang mengikuti program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) adalah
peserta didik. Yang dimaksud dengan peserta didik adalah warga masyarakat yang
menempuh pendidikan pada satuan pendidikan Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal,
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah
Kejuruan, Program Kesetaraan dan Pendidikan Luar Biasa. Peserta didik yang
mengikuti kegiatan WBMH belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam
bentuk materi akademik dan non akademik, antara lain: (i) Mengerjakan tugas atau
pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru; (ii) mengulang atau memperdalam materi
pelajaran yang didapatkan di sekolah pada hari itu; (iii) belajar membaca Al-Qur’an,,
47
belajar menari, belajar memasak; (iv) materi pembelajaran yang di ajarkan
dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik.
2.5.4 Mekanisme Pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Mekanisme pelaksanaan Program WBMH berdasarkan Peraturan Gubernur
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8, adalah:
1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur.
2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan oleh satuan tugas.
3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan: a. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan dibimbing
oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik.
b. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib
belajar malam hari; 2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya.
Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d Kamis
pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah tinggal si
peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat sebagai sarana
yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Peran orangtua dari peserta didik
adalah sebagai fasilitator untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi anak untuk
belajar.
48
2.5.5 Sarana dan Prasarana Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan WBMH, antara
lain: 1. Rumah tinggal;
2. Balai warga;
3. Pusat kegiatan belajar masyarakat;
4. Sarana ibadah; dan
5. Sarana lainnya yang memadai.
Bila kondisi di rumah tidak memungkinkan bagi peserta didik untuk belajar
misalnya karena tinggal berdesakan, maka diadakan kelompok belajar di luar rumah
dalam bimbingan orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau
Pemuka Masyarakat. Dan lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan
sarana/fasilitas umum yang tersedia.
2.5.6 Satuan Tugas Pelaksana Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program WBMH
bagi peserta didik, dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga masyarakat
setempat, satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk memastikan
pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan dengan baik, dan
memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH. Satuan tugas tersebut, yaitu:
49
Gambar 2.4 Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Wajib Belajar Malam Hari
Warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di bagi
berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah
Atas (SMA). Peserta didik tersebut kemudian akan di bimbing atau didampingi oleh
Penanggungjawab (Ketua RW)
Ketua Pelaksana (Ketua RT)
Sekretaris Wakil Ketua
Anggota : - Karang Taruna - Tokoh Masyarakat - Orang Tua Siswa
Guru Pendamping Jenjang SMP
Guru Pendamping Jenjang SD
Guru Pendamping Jenjang SMA/SMK
Warga Belajar Jenjang SD
Warga Belajar Jenjang SMP
Warga Belajar Jenjang SMA/SMK
Sumber: Pedoman Pelaksanaan program WBMH Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta (2013:9)
50
guru pendamping berdasarkan tingkat pendidikan dari peserta didik, yang menjadi
guru pendamping dari peserta didik antara lain: anggota karang taruna, tokoh
masyarakat, dan orangtua dari peserta didik sendiri. Ketua Rukun Tetangga (RT)
sebagai ketua pelaksana kegiatan WBMH dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris dan
bertugas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan WBMH agar berjalan baik. Ketua
Rukun Warga (RW) sebagai penanggungjawab program WBMH bertugas untuk
mengawasi dan melaporkan hasil kegiatan program WBMH kepada Dinas
Pendidikan terkait.
2.5.7 Dasar Hukum Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Untuk menindaklanjuti beberapa dasar hukum yang mengatur sistem
pendidikan, maka dilaksanaan program WBMH di DKI Jakarta. Adapun dasar hukum
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program WBMH di DKI Jakarta, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007ntentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
51
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan;
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa;
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan;
11. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah;
12. Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif;
13. Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Luar Sekolah, Luar Biasa dan Pendidikan Khusus;
14. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2009 tentang Jam Masuk Sekolah;
52
15. Peraturan Gubernur nomor 134 Tahun 2009 tentang Organisasi Tata
Kerja Dinas Pendidikan
16. Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam
Hari.
2.6 Penelitian Terdahulu
Untuk Bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian
terdahulu, dengan adanya penelitian terdahulu ini diharapkan akan mampu memecah
masalah dalam penelitian Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Dalam
penelitian terdahulu ini memiliki kesamaan dari segi fokus, tema dan judul namun
lokusnya berbeda, sehingga penelitian terdahulu ini akan sangat membantu peneliti,
di bawah ini adalah hasil penelitian terdahulu yang telah peneliti baca.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No ITEM Andrian Yudiarti Yasica Pratama
Wulanuari Triana Aprisia Muhamad
Nurdin 1. Judul Pelaksanaan Jam
Wajib Belajar Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota Mojokerto
Efektivitas Implementasi Program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) Dalam Keluarga di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta
Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota Metro
Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
2. Tahun 2012 2012 2014 2016 3. Tujuan
Penelitian - Mendeskripsikan
pelaksanaan jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota
- Tanggapan masyarakat Semanggi terhadap program GWJB
- Tanggapan anak-anak dari Kelurahan
- Mengetahui capaian/ pelaksanaan (achievement) Program Jam Belajar Malam di Kota Metro pada tahun 2010 –
- Mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
53
No.17 Tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan PKMBP di masyarakat
- Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat terwujudnya program jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota No.17 Tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan PKMBP di masyarakat
Semanggi terhadap program GWJB
- Pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat pada program GWJB
- Efektivitas implementasi dari program GWJB
2013 - Untuk mengukur kemajuan
(progress), yang terkait dengan tujuan Program Jam Jam Belajar Masyarakat (JBM)
- Untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat (JBM)
- Serta untuk melihat efektivitas Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) atau melihat perbedaan yang dicapai program tersebut
Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
- Mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
4. Metode Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif
5. Hasil Penelitian
Pelaksanaan Jam Wajib Belajar sudah diterapkan di masyarakat sudah hampir 3 tahun yang dalam pelaksanaannya sudah dapat dikatakan berhasil, karena sebagian besar masyarakat sudah menerapkan dan melaksanakan jam 18.00-19.00 WIB sebagai jam wajib belajar
- Tanggapan orangtua terhadap program GWJB ini masih kurang, karena sebagian besar masyarakat dari Kelurahan Semanggi belum begitu paham tentang manfaat program ini
- Pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah kota maupun masyarakat mulai tidak berjalan secara efektif lagi
- GWJB merupakan program dari pemerintah yang bersifat positif, namun dalam pelaksanaan program ini masih belum efektif
Program JBM tidak berhasil dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Hal ini dilihat dari berbagai ukuran, yaitu: belum maksimalnya publikasi dan sosialisasi program kepada warga masyarakat, masih rendahnya partisipasi dan kesadaran warga masyarakat dalam mendukung program JBM, belum teralokasikannya dana penunjang baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat dan pihak swasta, belum terbentuknya struktur kelembagaan sampai pada tingkat yang paling bawah, yaitu RT/RW, serta belum adanya upaya penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik.
Program WBMH belum berhasi mencapai tujuan yang ditetapkan
6. Persamaan Program yang diteliti serupa
Program yang diteliti serupa
Program yang diteliti serupa
7. Perbedaan Fokus dan lokus penelitian
Fokus dan lokus penelitian
Locus penelitian
8. Kritik Faktor pendukung pelaksanaan jam wajib belajar yang utama adalah masyarakat, dukungan dari semua masyarakat sangat penting dalam terlaksananya program jam wajib belajar yang dicanangkan oleh
Peran aktif dari masyarakat, terutama orangtua adalah yang terpenting dalam pelaksanaan program ini, fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah harus berjalan dengan baik, agar program GWJB dapat berjalan
- Melakukan revisi SK Walikota Metro tentang Program Jam Belajar Masyarakat menjadi Peraturan Walikota agar lebih memiliki kekuatan hukum dalam pelaksanaannya yang dilampiri Juklak dan Juknis JBM.
54
Pemerintah Kota Mojokerto, karena tanpa adanya respon positif dari masyarakat program jam wajib belajar tidak akan terlaksana
dengan semestinya. - Perlu disusun strategi pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat secara partisipatif berbasis ide-ide dan potensi masyarakat
- Perlunya sinergitas Program Jam Belajar Masyarakat dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait serta sektor swasta, perguruan tinggi, kalangan profesional dan organisasi masyarakat lainnya
9. Sumber Skripsi Skripsi Tesis Skripsi
Penelitian pertama yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Andrian Yuniarti,
Universitas Negeri Malang, 2012 dengan judul Pelaksanaan Jam Wajib Belajar
Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota
Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan jam
wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota No. 17 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan PKMBP di masyarakat, (2) mendeskripsikan faktor pendukung dan
penghambat terwujudnya program jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota
No. 17 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan PKMBP di masyarakat, (3)
mendeskripsikan cara mengatasi penghambat terwujudnya pelaksanaan jam wajib
belajar di masyarakat. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif,
dan hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Jam Wajib Belajar sudah
diterapkan di masyarakat sudah hampir 3 tahun yang dalam pelaksanaannya sudah
dapat dikatakan berhasil, karena sebagian besar masyarakat sudah menerapkan dan
melaksanakan jam 18.00-19.00 WIB sebagai jam wajib belajar. Pihak yang
memantau pelaksanaan jam wajib belajar adalah Pokja PKMBP. Setiap hari Senin
55
malam Pokja PKMBP melakukan pemantauan atau monitoring jam wajib belajar,
yaitu dengan cara turun langsung kerumah-rumah warga. Faktor pendukung
pelaksanaan jam wajib belajar yang utama adalah masyarakat, dukungan dari semua
masyarakat sangat penting dalam terlaksananya program jam wajib belajar yang
dicanangkan oleh Pemerintah Kota Mojokerto, karena tanpa adanya respon positif
dari masyarakat program jam wajib belajar tidak akan terlaksana. Adapun juga faktor
penghambat dari terwujudnya program jam wajib belajar, yaitu: faktor ekonomi,
dimana para orangtua sibuk bekerja untuk mencari uang sehingga mereka tidak
memperhatikan pendidikan anak mereka, bagaimana sekolahnya maupun anaknya
belajar atau tidak, pemahaman soal anak dimana orangtua kurang memahami apa
yang di butuhkan anak mereka. Pendidikan orangtua, laporan rutin satgas jam wajib
belajar kepada Posko PKMBP dan dari Posko PKMBP kepada Pokja PKMBP masih
belum terlaksana, faktor teknis pada waktu turun hujan saat jadwal monitoring
PKMBP.
Penelitian berikut, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yasica Pratama
Wulanuari, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012 dengan judul Efektivitas
Implementasi Program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) Dalam Keluarga di
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: (1) tanggapan masyarakat Semanggi terhadap program
GWJB, (2) tanggapan anak-anak dari Kelurahan Semanggi terhadap program GWJB,
(3) pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat pada program
56
GWJB, (4) efektivitas implementasi dari program GWJB. Penelitian ini mengambil
lokasi di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu deskriptif kualitatif dengan menggunakan
strategi studi kasus untuk memperoleh pemahaman terkait program GWJB.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) tanggapan orangtua terhadap
program GWJB ini masih kurang, karena sebagian besar masyarakat dari Kelurahan
Semanggi belum begitu paham tentang manfaat program ini, (2) tanggapan anak
terhadap program GWJB juga masih kurang, karena sosialisasi yang dilakukan
pemerintah hanya kepada orangtua saja, sehingga membuat anak tidak begitu paham
dengan konsep GWJB, (3) pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh
pemerintah kota maupun masyarakat mulai tidak berjalan secara efektif lagi, sehingga
membuat anak tidak peduli dengan keberadaan program GWJB, (4) GWJB
merupakan program dari pemerintah yang bersifat positif, namun dalam pelaksanaan
program ini masih belum efektif.
Penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Triana Aprisia,
Universitas Lampung, 2014 dengan judul Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat
(JBM) di Kota Metro. Penelitian ini dilakukan untuk: (a). Mengetahui
capaian/pelaksanaan (achievement) Program Jam Belajar Malam di Kota Metro pada
tahun 2010 – 2013. (b). Untuk mengukur kemajuan (progress), yang terkait dengan
tujuan Program Jam Jam Belajar Masyarakat (JBM). (c). Untuk mengidentifikasi
masalah pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat (JBM). (d). Serta untuk
57
melihat efektivitas Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) atau melihat perbedaan
yang dicapai program tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dan
fokus penelitian pada aktivitas warga masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa program JBM tidak berhasil dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Hal ini dilihat dari berbagai ukuran, yaitu: belum maksimalnya publikasi dan
sosialisasi program kepada warga masyarakat, masih rendahnya partisipasi dan
kesadaran warga masyarakat dalam mendukung program JBM, belum
teralokasikannya dana penunjang baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat
dan pihak swasta, belum terbentuknya struktur kelembagaan sampai pada tingkat
yang paling bawah, yaitu RT/RW, serta belum adanya upaya penyiapan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang baik. Dari beberapa permasalahan yang muncul seputar
program JBM tersebut, maka dapat dikatakan bahwa program ini termasuk kebijakan
yang belum berhasil, karena tidak dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.
Penelitian-penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
tidak jauh berbeda, yaitu untuk mengetahui menganalisis pelaksanaan program Wajib
Belajar Malam Hari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan berfokus
pada evaluasi peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar
Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Dalam hal ini untuk
menganalisisnya menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process,
Product) oleh Stufflebeam (1983).
58
2.7 Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan alat berpikir peneliti dalam penelitan, untuk
mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan
penelitian, maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut: dalam penelitian ini
yang menjadi fokus penelitian adalah “Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun
2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”.
Peneliti mendeskripsikan evaluasi program tersebut dengan senyatanya yang terjadi
di lapangan dengan konsep yang telah dirancang oleh pemerintah, sehingga peneliti
memperoleh banyak data dan informasi mengenai apa yang sebenarnya yang terjadi
dalam pelaksanaan program tersebut.
Ternyata banyak sekali masalah-masalah yang ditemukan, antara lain fasilitas
sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Menteng masih kurang memadai untuk
pelaksanaan kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. Rendahnya partisipasi
peserta didik dalam mengikuti kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari.
Kurangnya partisipasi dari orang tua peserta didik dan masyarakat setempat untuk
mendukung berlangsungnya kegiatan Wajib Belajar Malam Hari. Kurangnya peran
dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi program Wajib Belajar Malam Hari.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi program Wajib Belajar Malam Hari,
dimana program tesebut dilihat tingkat keberhasilannya ditinjau dari aspek konteks,
input, proses, dan produk dengan menggunakan model evaluasi CIPP oleh
Stufflebeam (1983). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar bagan berikut:
59
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir
Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng
Jakarta Pusat
Identifikasi Masalah :
1. Tidak adanya fasilitas sarana dan prasarana beserta kelengkapan belajar yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan program WBMH di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
2. Rendahnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari.
3. Kurangnya partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat setempat untuk mendukung berlangsungnya kegiatan WBMH.
4. Kurangnya tenaga pendidik sebagai pendamping dalam kegiatan program WBMH.
5. Kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi program WBMH.
Evaluasi Program Model CIPP, Stufflebeam (1983) :
1. Context (Konteks) 2. Input (Masukan) 3. Process (Proses) 4. Product (Produk)
Tujuan Pergub No.22 Tahun 2014 Pasal 2:
Peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademik.
60
2.8 Asumsi Dasar Penelitian
Asumsi dasar merupakan sebuah persepsi awal peneliti terhadap objek yang
akan diteliti. Asumsi yang disimpulkan didasarkan pada pengamatan peneliti di
lapangan yang menunjukan bahwa pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari
belum berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena masih banyak kendala
dalam pelaksanaan program tersebut.
Selain menarik asumsi berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti juga
menarik asumsi berdasarkan informasi yang didapat dengan wawancara sementara
yang dilakukan, bahwa diakui adanya permasalahan dalam pelaksanaan program
Wajib Belajar Malam Hari, terutama kurangnya kesadaran dari masyararakat untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Mengingat
program tersebut merupakan program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan oleh
masyarakat.
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan
informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut. Cara dimaksud
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang terdiri dari berbagai tahapan
atau langkah-langkah. Oleh karena itu, metode merupakan keseluruhan langkah
ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah. Dengan
langkah-langkah tersebut, siapapun yang melaksanakan penelitian dengan mengulang
atau menggunakan metode penelitian yang sama untuk objek dan subjek yang sama
akan memperoleh hasil yang sama pula (Silalahi 2010:12-13). Adapun metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
eksploratif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2006:6).
Sedangkan menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif
(2005:1), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
62
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data induktif dan hasil
penelitian data kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Maka
penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014 Tentang
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif peneliti
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, yang
terdapat dalam suatu konteks yang khusus yang alamiah. Peneliti mengumpulkan data
dengan cara bersentuhan langsung dengan situasi lapangan, misalnya mengamati
(observasi) dan wawancara mendalam. Melalui pendekatan kualitatif ini peneliti
diharapkan dapat memahami situasi sosial, peran, peristiwa, interaksi, dan kelompok
serta kepentingan.
3.2. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono (2005:141), dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus
berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh
pembimbing atau orang yang di pandang ahli. Dalam penelitian ini peneliti
memfokuskan pada evaluasi program WBMH. Fokus penelitian ini masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti di lapangan. Menurut Moleong
(2006:94), penetapan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif akan dipastikan
sewaktu peneliti sudah berada di arena atau lapangan penelitian. Dengan kata lain,
63
walaupun fokus penelitian sudah cukup baik dan telah dirumuskan atas dasar
penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh sejumlah pengalaman tertentu,
bisa terjadi situasi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah
itu. Dengan demikian, kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan
adalah keadaan di lapangan.
3.3. Instrumen Penelitian
Menurut Irawan (2006:17), dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Sedangkan menurut Moleong di dalam
bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif (2006:9), mengatakan salah satu ciri
pokok dari tahapan penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai alat penelitian, untuk
itu peneliti harus memilki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu
bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti
menjadi lebih jelas dan bermakna.
Selanjutnya Nasution (Sugiyono 2005:60) menyatakan, dalam penelitian
kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument
penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai
bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang
digunakan, bahkan hasil uang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara
pasti dan jelas sebelumnya. Segala Sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
64
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat
mencapainya.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian
kualitatif pada awalnya di mana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang
menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah dipelajari, maka
dapat dikembangkan suatu instrumen. Selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi
jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang
diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah
ditemukan melalui observasi dan wawancara.
3.4. Informan Penelitian
Informan penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai
dengan karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu peneliti secara individu akan
turun ke tengah-tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan. Informan
diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian di mana
dipilih secara purposive merupakan metode penetapan informan dengan berdasarkan
informasi yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Informan tersebut ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan
pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran
informasi sesuai fokus masalah penelitian (Moleong 2004:217).
65
Tabel 3.1 Informan Penelitian
NO SEKTOR INFORMAN KETERANGAN
1 Pemerintah Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta - Staff Seksi Sarana dan Prasarana
Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Kecamatan Menteng - Penanggungjawab Program WBMH
Kecamatan Menteng Kelurahan Pegangsaan - Sekretaris kelurahan pegangsaan - Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi
dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
- Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
- Key Informan - Key Informan - Key Informan
- Key Informan - Key Informan
2 Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH
- Ketua pelaksana program WBMH Kecamatan Menteng
- Sekretaris Program WBMH Kecamatan Menteng
- Guru pendamping Program WBMH
- Key Informan
- Secondary Informan - Secondary Informan
3 Masyarakat - 2 Orangtua Peserta Didik - 3 Peserta Didik Tingkat SMA/SMK - 3 Peserta Didik Tingkat SMP - 2 Peserta Didik Tingkat SD
- Secondary Informan - Secondary Informan - Secondary Informan - Secondary Informan
Di sini peneliti memilih informan yaitu semua stakeholder (semua pihak) yang
terlibat dalam pelaksanaan program WBMH, dan memilih informan kunci (key
informan) berdasarkan kepada pihak yang terlibat langsung dan sangat memahami
permasalahan dalam pelaksanaan program WBMH, khususnya di Kecamatan
Menteng, Jakarta Pusat. Berikut adalah jumlah peserta yang mengikuti program
WBMH di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat:
66
Tabel 3.2 Jumlah Peserta Didik Program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan
Menteng
No RW Jumlah Peserta Didik 1 006 36 anak 2 008 39 anak
Total 75 anak Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2014 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah yang akan
di bahas. Menurut Lofland & Lofland (dalam Moleong 2006:157) sumber data utama
atau primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun teknik pengumpulan
data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksdud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan.
Esterberg (dalam Sugiyono 2005:72) mendefinisikan interview sebagai
berikut “a meeting of two person to exchange information and idea through
question and respones, resulting in communication and joint construction of
67
meaning about a particular topic” (wawancara adalah merupakan pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu).
Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2005: 72) mengemukakan bahwa
“interviewing provide the researcher a mean to gain a deeper understanding
of how the participants interpret a situation or phenomenon than can be
gained through observation alon” (jadi dengan wawancara makan peneliti
akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan siyuasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak
bisa ditemukan melalui observasi).
Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi
partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama obsevasi, peneliti juga
melakukan wawancara dengan orang-orang yang ada di dalamnya, yaitu
pegawai pemerintah seksi Pendidikan Menengah Atas Suku Dinas Pendidikan
Jakarta Pusat, masyarakat kecamatan Menteng (Ketua RW, Ketua RT, Karang
Taruna, Komunitas Proklamasi), serta orangtua dan peserta didik yang
mengikuti program WBMH. Dalam wawancara peneliti menggunakan
wawancara terstruktur dan tidak tersruktur. Wawancara terstruktur digunakan
sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah
mengetahui informasi apa yang akan diperoleh.
Wawancara dilakukan dengan membawa instrumen sebagai pedoman
wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti
68
tape recorder, gambar, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan
wawancara menjadi lancar. Menurut Sugiyono (2005:74) mengatakan bahwa,
wawancara tidak terstruktur atau terbuka adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.
Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang
isinya mengenai hal-hal yang nantinya akan ditanyakan kepada informan yang
akan memberikan jawab pada permasalahan yang ada. Pedoman wawancara
yang digunakan untuk memperoleh informasi.
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara
No Aspek Indikator Informan/Sumber
1 Context - Latar belakang dan relevansi program WBMH
- Tujuan program WBMH - Alasan dilakukan Pilot
Project pada program WBMH
- Pemilihan lokasi pilot
project program WBMH
- Sosialisasi yang dilakukan untuk program WBMH
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
69
No Aspek Indikator Informan/sumber
6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
7. Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
8. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
9. Orangtua Peserta Didik
2. Input - Sarana dan prasarana program WBMH
- Tenaga pendidik program
WBMH - Anggaran program
WBMH
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
7. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
8. Peserta Didik Tingkat SMA/SMK
70
No Aspek Indikator Informan/sumber
3. Process - Pelaksana program WBMH
- Partisipasi peserta didik
program WBMH - Mekasnisme
pelaksanaan program WBMH
- Peran orangtua peserta
didik program WBMH
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
4. Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
5. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
6. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
7. Orangtua Peserta Didik 8. Peserta Didik Tingkat
SMA/SMK 9. Peserta Didik Tingkat SMP
71
No Aspek Indikator Informan/sumber
4. Product - Prestasi peserta didik program WBMH di Bidang Akademik
- Faktor pendukung
keberhasilan program WBMH
- Faktor penghambat
keberhasilan program WBMH
- Monitoring evaluasi
yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
7. Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
8. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
9. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
10. Orangtua Peserta Didik 11. Peserta Didik Tingkat
SMA/SMK 12. Peserta Didik Tingkat SMP 13. Peserta Didik Tingkat SD
72
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan
langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi
penelitian. Dalam hal ini, peneliti berpedoman kepada desain penelitiannya
perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal
atau kondisi yang ada di lapangan. Penelitian selalu dimulai dengan observasi
dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran masalah yang
ada pada penelitian ini.
Nasution (dalam Sugiyono 2005:64) menyatakan bahwa observasi
adalah dasar ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh
melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai
alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan
elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi
dengan jelas.
Marshall (dalam Sugiyono 2012:64) menyatakan bahwa “Through
observation the researches learn about behavior and the meaning attached to
those behavior” (melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan
makna dari perilaku tersebut).
73
2. Studi Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari
penggunaaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Menurut Guba & Lincoln (dalam
Moleong 2006:216), dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain
dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyidik. Dokumen dalam penelitian ini menggunakan berupa peraturan
perundang-undangan, jurnal, artikel, catatan serta dokumen lain yang terkait
dalam penelitian.
3.5.1 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung dan setelah selesai dilapangan. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data Miles &
Huberman dalam buku Analisis Data Kualitatif (2009:16-20). Menurut kedua tokoh
tersebut, bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif.
74
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Dalam Kualitatif
Sumber: Miles & Huberman (2009:20)
Berdasarkan gambar di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang
berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan
sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Namun dua hal
lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari lapangan. Kegiatan analisis data
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Menurut Miles & Huberman
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Kesimpulan-kesimpulan : Penarikan/Verifikasi
Reduksi Data
75
(2009:17), reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis, ia
merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian data
mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas
sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa yang sedang berkembang,
semuanya itu merupakan pilihan analitis.
Sebagaimana diketahui, reduksi data, berlangsung secara terus
menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan
cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik
dan diverifikasi.
2. Penyajian Data (Data Display)
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.
Penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles
2009:17).
Penyajian data paling sering digunakan pada data kualitatif pada masa
yang lalu adalah bentik teks naratif. Penyajian-penyajian yang dapat meliputi
berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semua dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu.
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks naratif untuk
76
memudahkan memahami apa yang terjadi dan kemudian merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusions drawing/verification)
Menurut Miles & Huberman (2004:19), penarikan kesimpulan
hanyalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh, kesimpulan-
kesimpulan juga di verifikasi selama penelitian berlangsung.
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan penelitian untuk
dijadikan suatu kesimpulan penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan
bersifat sementara, kemudian akan berubah bila ditemukan temuan-temuan
atau bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
selanjutnya. Dalam pengertian ini, analisis data kualitatif merupakan upaya
yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling
susul menyusul. Namun, dua hal lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari
lapangan.
77
3.5.2 Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring
dengan proses penelitian itu berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan
sejak awal pengambilan data, display data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Adapun untuk pengujian keabsahan data, penelitian ini menggunakan dua cara yaitu:
a. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu
(Sugiyono 2008:125). Bila peneliti mengumpulkan data dengan triangulasi,
maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji
keabsahan data, yaitu mengecek keabsahan data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. peneliti
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik, karena dirasa bagi
peneliti yaitu untuk menguji keabsahan data yang dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber dengan
melakukan wawancara dan untuk menguji keabsahan data yang dilakukan
dengan cara observasi.
78
b. Mengadakan Membercheck
Membercheck adalah proses mengecek data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data (Sugiyono 2008:129). Tujuan membercheck adalah
untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh
para pemberi data, itu artinya data tersebut valid sehingga semakin
kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan
berbagai penafsirannya tidak di sepakati oleh pemberi data, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data dan apabila perbedaannya
tajam, maka peneliti harus mengubah temuannya dan harus menyesuaikan
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi, tujuan membercheck
adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan
laporan sesuai dengan apa yang di maksud sumber data atau informan.
3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.6.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, yang
sengaja dipilih. Dengan beberapa pertimbangan yaitu, sebagai berikut:
1. Kecamatan Menteng menjadi salah satu pilot project implementasi
Program WBMH di DKI Jakarta. Karena itu keberhasilan program
79
WBMH di wilayah ini akan menjadi indikator keberhasilan dari
keseluruhan wilayah di DKI Jakarta.
2. Masyarakat di Kecamatan Menteng relatif masih banyak yang memiliki
respon positif dalam menanggapi berbagai kebijakan yang dikeluarkan
Pemerintah DKI Jakarta.
3. Wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk yang padat dengan
heterogenitas yang cukup tinggi, meliputi suku bangsa yang beragam,
diferensiasi pekerjaan/profesi, ragam status dan tingkat perekonomian
warga, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan lain-lain.
4. Hal lainnya yang menjadi kontradiksi dalam memacu sinergi Program
WBMH di wilayah ini adalah banyak munculnya sarana hiburan seperti
rental Playstation (PS), warung internet (warnet) game, kafe-kafe, dan
lain-lain. Tempat-tempat seperti ini menjadi favorit sebagian warga
termasuk pelajar-pelajar sekolah. Kondisi ini akan menjadi tantangan
dalam upaya untuk mendorong keberhasilan program WBMH.
3.6.2 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan dilakukan
proses penelitian (Sugiyono 2009:286). Berikut ini merupakan jadwal penelitian
Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam
Hari di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat:
80
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
Peneliti, 2016
No.
Kegiatan
Waktu
2014 2015 2016
Februari s/d Desember Jan Feb Mar April s/d Agustus September s/d
Desember Januari s/d Juli Agust
1 Penyusunan Proposal Skripsi
2 Seminar Proposal Skripsi
3 Perizinan Observasi kembali
4 Observasi Lapangan
5 Pengolahan Data
6 Penyusunan Hasil Penelitian
7 Sidang Skripsi
81
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Kecamatan Menteng merupakan bagian dari wilayah Kota Administrasi
Jakarta Pusat dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1978,
dan mempunyai areal seluas 653,46 ha. Kecamatan Menteng memiliki luas 23,39
persen terhadap wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat, sehingga memiliki
peranan dan fungsi yang strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial,
budaya dan lingkungan kota.
Kecamatan Menteng seperti umumnya daerah lain di Kota Administrasi
Jakarta Pusat merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di
atas permukaan laut, dan terletak pada posisi 106°49‟30” s/d 106°51‟0” BT dan
6°11‟0” s/d 6°12‟30” LS, dengan luas wilayah berdasarkan SK Gubernur Nomor
171 Tahun 2007 adalah 6,530 Km².
Wilayah Kecamatan Menteng terdiri dari 5 kelurahan, masing-masing
kelurahan mempunyai luas yaitu, Kelurahan Menteng 2,44 Km², Kelurahan
Pegangsaan 0,98 Km², Kelurahan Cikini 0,82 Km², Kelurahan Gondangdia 1,46
Km², dan Kelurahan Kebon Sirih 0,83 Km².
82
4.1.2 Letak Wilayah
Batasan wilayah Kecamatan Menteng yaitu, di sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Gambir (Jakarta Pusat), di sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Senen (Jakarta Pusat), di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Setia Budi (Jakarta Selatan), dan di sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Tanah Abang (Jakarta Pusat). Jelasnya mengenai wilayah Kecamatan
Menteng dapat dilihat pada gambar peta dibawah ini.
Gambar 4.1
Peta Kecamatan Menteng
Sumber: Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015
Pada Februari tahun 2015 tercatat penduduk jiwa dengan jumlah 29.136
KK. Dengan rincian sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
83
Tabel 4.1
Penduduk Kecamatan Menteng
Menurut Kelurahan
2015
Kelurahan Luas ( ) RW RT KK Penduduk Kepadatan
Menteng 2.44 10 138 6,989 29,203 11,968
Pegangsaan 0.98 8 104 8,999 26,608 27,151
Cikini 0.82 5 66 3,226 9,603 11,711
Gondangdia 1,46 5 40 4,678 4,663 3,194
Kebon Sirih 0,83 10 77 5,244 15,419 18,577
Kec. Menteng 6,530 38 425 29,136 85,496 72,601
Sumber : Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015
Berdasarkan hasil registrasi Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun
2015, jumlah penduduk di Kecamatan Menteng sebesar 85,496 jiwa dengan luas
wilayah 6,530 Km² yang tersebar pada 5 kelurahan. Kelurahan Menteng
merupakan jumlah penduduk tertinggi di wilayah Kecamatan Menteng, yakni
mencapai 29,203 jiwa dengan luas 2,44 Km², kemudian diikuti Kelurahan
Pegangsaan mencatat angka 26,608 jiwa dengan luas 0.98 Km², selanjutnya
Kelurahan Kebon Sirih sebanyak 15,419 jiwa dengan luas 0,83 Km², urutan
keempat Kelurahan Cikini yakni 9,603 jiwa dengan luas wilayah 0.82 Km², yang
terendah di Kelurahan Gondangdia yakni 4,663 jiwa dengan luas wilayah 1,46
Km².
84
4.1.3 Pemerintahan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007
Pasal 21, Kecamatan Menteng merupakan salah satu Kecamatan dari Kota
Administrasi Jakarta Pusat, yang dipimpin oleh seorang Camat dari kalangan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas
usul Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tabel 4.2
Data Kepegawaian
di Kecamatan Menteng, Tahun 2015
NO. NAMA GOL./RUANG JABATAN
1 Lilik Yuli Handayani, S.Sos, M.Si IV/A Camat
2 Ahmad Pahri, S.Sos III/D Wakil Camat
3 Poulinawati, SE III/D Sekretaris Kecamatan
4 Rusdi, S.Sos III/D Kepala Seksi Pemerintahan,
Ketentraman, & Ketertiban
5 Dra. Hermi Andriani III/D Kepala Seksi Pemberdayaan
Ekonomi & Kesra
6 Koanda, S.Sos, MM IV/A Kepala Seksi Sarana & Prasarana
7 Rachmat Fajar, S.Sos III/B Kepala Sub Bagian Umum
8 Nur Meilianasari, S.STP III/B Kepala Sub Bagian Perencanaan
Anggaran
9 Herlina III/C Kepala Sub Bagian Keuangan
Sumber : Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015
85
Kecamatan Kalideres terdiri dari 5 kelurahan, 38 Rukun Warga (RW), dan
425 Rukun Tetangga (RT). Sebagaimana lazimnya Kecamatan, Kecamatan
Meneteng melaksanakan tugas yang dilimpahkan Gubernur dan
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pemerintahan daerah di wilayah
Kecamatan. Salah satu tugas tersebut adalah mengkoordinasikan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan, tidak terkecuali dalam hal kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan di Bidang Pendidikan oleh Seksi Dinas Pendidikan
Dasar/Menengah Kecamatan.
4.1.4 Keadaan Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana telah dibahas pada bab
pendahuluan, pentingnya pendidikan telah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31,
dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara, yang
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa.
Pembangunan yang telah dilaksanakan di Kecamatan Menteng mencakup
kebutuhan masyarakat yang amat penting ini yaitu pendidikan. Hal ini tergambar
dari cukup banyaknya lembaga pendidikan formal yaitu sekolah yang ada di
Kecamatan Menteng. Khusus pada jenjang Taman Kanak-kanak (TK), Kecamatan
Menteng memiliki 29 sekolah yang terdiri dari 3 sekolah Negeri dan 26 sekolah
Swasta, pada jenjang pendidikan dasar terdapat 24 sekolah, yang terdiri dari 11
sekolah Negeri dan 13 sekolah Swasta. Pada jenjang menengah pertama terdapat
13 sekolah, yang terdiri dari 4 sekolah Negeri dan 9 sekolah Swasta. Pada tingkat
menengah atas terdapat 10 sekolah Swasta. Kemudian pada tingkat menengah
86
kejuruan terdapat 6 sekolah, yang terdiri dari 1 sekolah Negeri dan 5 sekolah
Swasta. Berikut ini disajikan tentang jumlah sekolah yang terdapat di Kecamatan
Menteng.
Tabel 4.3
Data Jumlah Sekolah Negeri & Swasta di Kecamatan Menteng
NO. TINGKAT NEGERI SWASTA JUMLAH
1 TK 3 26 29
2 SD 11 13 24
3 SMP 4 9 13
4 SMA - 10 10
5 SMK 1 5 6
TOTAL 82
Sumber : Data Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, 2015 4.1.5 Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Untuk menindak lanjuti ketentuan Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Daerah
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan, Pemerintah DKI Jakarta
menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar
Malam Hari. Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan program
Wajib Belajar Malam Hari. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Belajar Malam
Hari (WBMH) adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta
didik pada malam hari.
87
Program WBMH merupakan program swadaya, artinya masyarakat
sepenuhnya menjalankan dan mengelola program WBMH ini, dan peran
Pemerintah DKI Jakarta adalah sebagai evaluator untuk menilai keberhasilan
program WBMH dan memutuskan/mengembangkan, atau memberhentikan
program WBMH. Adapun wilayah yang dijadikan untuk proyek percontohan
program tersebut adalah wilayah yang tingkat partisipasi masyarakatnya terbilang
baik dan sudah menerapkan terlebih dahulu program WBMH di wilayahnya,
seperti di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng .
Alasan Pemerintah DKI Jakarta melakukan proyek percontohan pada
program WBMH, adalah karena pemerintah ingin melihat terlebih dahulu apakah
program tersebut berjalan dengan baik dan efektif, apabila tujuan dari program
tersebut terlaksana dengan baik, maka Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan
program WBMH di seluruh wilayah Jakarta.
Tujuan dari pelaksanaan program WBMH terdapat di dalam Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Pasal 2, yaitu: tujuan dari program WBMH
adalah agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan
optimal, sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Adapun
tujuan lain dari pelaksanaan program WBMH tersebut adalah untuk melindungi
anak dari tindak kriminal yang terjadi di malam hari.
Sasaran dari program WBMH adalah para peserta didik yang termasuk
dalam warga belajar yang berada pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak
(TK) sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau berada pada
usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Yang dimaksud dengan
88
peserta didik adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan
pendidikan Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, Program
Kesetaraan dan Pendidikan Luar Biasa.
Peserta didik yang mengikuti kegiatan WBMH belajar sesuai dengan
kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik,
antara lain: (i) Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru;
(ii) mengulang atau memperdalam materi pelajaran yang didapatkan di sekolah
pada hari itu; (iii) belajar membaca Al-Qur‟an,, belajar menari, belajar memasak;
(iv) materi pembelajaran yang di ajarkan dikelompokan sesuai dengan jenjang
pendidikan peserta didik. Menurut data yang diolah peneliti di Kecamatan
Menteng, bahwa jumlah peserta didik sebanyak 75 anak.
Mekanisme pelaksanaan Program WBMH berdasarkan Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8,
adalah:
1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur.
2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yag dilakukan oleh satuan tugas.
3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan: a. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan
dibimbing oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik.
89
b. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan
wajib belajar malam hari; 2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya.
Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d
Kamis pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah
tinggal si peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat
sebagai sarana yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Peran orangtua
dari peserta didik adalah sebagai fasilitator untuk menciptakan situasi yang
kondusif bagi anak untuk belajar.
Sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan WBMH, antara
lain: 1. Rumah tinggal;
2. Balai warga;
3. Pusat kegiatan belajar masyarakat;
4. Sarana ibadah; dan
5. Sarana lainnya yang memadai.
Setiap rumah yang terdapat peserta didik, akan dipasang stiker dengan
bentuk bebas, dengan syarat untuk memberikan motivasi. Bila kondisi di rumah
tidak memungkinkan bagi peserta didik untuk belajar misalnya karena tinggal
berdesakan, maka diadakan kelompok belajar di luar rumah dalam bimbingan
orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau Pemuka Masyarakat.
Dan lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan sarana/fasilitas umum yang
tersedia.
90
Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program
WBMH bagi peserta didik, dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga
masyarakat setempat, satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk
memastikan pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan
dengan baik, dan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH. Satuan
tugas tesebut.
Warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di
bagi berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Peserta didik tersebut kemudian akan di bimbing atau
didampingi oleh guru pendamping berdasarkan tingkat pendidikan dari peserta
didik, yang menjadi guru pendamping dari peserta didik antara lain: anggota
karang taruna, tokoh masyarakat, dan orangtua dari peserta didik sendiri. Ketua
Rukun Tetangga (RT) sebagai ketua pelaksana kegiatan WBMH dibantu oleh
wakil ketua dan sekretaris dan bertugas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan
WBMH agar berjalan baik. Ketua Rukun Warga (RW) sebagai penanggungjawab
program WBMH bertugas untuk mengawasi dan melaporkan hasil kegiatan
program WBMH kepada Dinas Pendidikan terkait. Dinas Pendidikan bersama
dengan Dinas Pendidikan akan melakukan Monitoring Evaluasi
(Monev) untuk meminimalkan penyimpangan dari pelaksanaan program ini.
91
Berdasarkan paparan pelaksanaan Program WBMH, Sumber pembiayaan
kegiatan WBMH diperoleh dari:
1. orangtua/wali
2. swadaya masyarakat
3. sumber lain yang tidak mengikat dari dunia usaha/Industri.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Deskripsi Informan
Sebagaimana yang telah peneliti jelaskan di bab tiga, bahwa dalam
penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, dalam pemilihan
informan penelitiannya, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling
(sampel bertujuan). Adapun informan-informan yang peneliti tentukan,
merupakan orang-orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka (informan) dalam kesehariannya
senantiasa berurusan dengan permasalahan yang sedang peneliti teliti.
Informan dalam penelitian ini adalah stakeholder (semua pihak) yang
terlibat dalam Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib
Belajar Malam Hari khususnya di Kecamatan Menteng kota Administrasi Jakarta
Pusat. Adapun deskripsi informan dapat dilihat pada tabel yang peneliti buat.
92
Tabel 4.4
Daftar Informan
No. Nama Informan Status Informan
1. Dadang Suherman Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2. Rini Sulastri Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3. Makfudi Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
4. You Ming Ethgalangi
Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
5. R. Kusuma Shollu Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
6. Neneng Fitria Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan (Ketua RT 12 RW 06 Kelurahan Pegangsaan)
7. Tati Mulyati Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
8. Onengsih Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
9. Pipit Kustiawati Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
10. Syahrul Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
11. Tiri Orangtua Peserta Didik
12. Rusmini
13. Muhamad Renaldi
Peserta Didik Tingkat SMA/SMK 14. Muhamad Farhan
15. Romy Febriansyah
93
16. Razika Satria
Peserta Didik Tingkat SMP 17. Hendrawan
18. Fandi Marwan
19. Rio Akbar Peserta Didik Tingkat SD
20. Muhamad Ardhiwijaya
4.3. Evaluasi Program
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan dilapangan serta disesuaikan dengan teori CIPP (Context, Input,
Process, Product) yang peneliti gunakan. Sebagaimana yang telah peneliti pelajari
dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014, Pedoman Program Wajib
Belajar Malam Hari dan keterangan dari berbagai informan penelitian yang
merupakan pelaksana program, diketahui bahwa tahap-tahap evaluasi program
Wajib Belajar Malam Hari dimulai dengan evaluasi konteks, evaluasi masukan,
evaluasi proses, dan terakhir evaluasi hasil dari program Wajib Belajar Malam
Hari.
4.3.1 Evaluasi Konteks
Evaluasi konteks diperlukan terhadap program Wajib Belajar Malam Hari
untuk mengetahui latar belakang diadakannya program WBMH, tujuan program
WBMH, alasan pilot project (proyek percontohan) pada program WBMH,
pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan program WBMH,
dan sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada masyarakat.
94
Informan 1 sebagai penanggungjawab program WBHM di Kecamatan Menteng,
menyatakan tentang latar belakang diberlakukannya program WBMH.
“Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak di iginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain.” (Informan I, wawancara 14 Desember 2015) Selanjutnya, tujuan dari pelaksanaan program WBMH berdasarkan
peraturan gubernur nomor 22 tahun 2014, pasal 2 adalah Peserta didik dapat
mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan
prestasi di bidang akademik. Sebagaimana disampaikan informan I, menyatakan:
“Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari.” (Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015)
Gambar 4.2 Tujuan Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Kemudian alasan dari program WBMH ini dibuat pilot project (proyek
percontohan) untuk program WBMH disampaikan oleh informan I, yang
menyatakan:
“Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat
95
apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.” (Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015)
Adapun pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan proyek percontohan
untuk program WBMH adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi tinggi
seperti di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Sebagaimana disampaikan oleh
informan I, menyatakan:
“Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya.”(Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015)
Tabel 4.5 Lokasi Percontohan Program Wajib Belajar Malam Hari
No Wilayah RT RW Kelurahan Kecamatan 1 Jakarta Pusat 016 006 Pegangsaan Menteng 008 008 Pegangsaan Menteng 2 Jakarta Utara 007 005 Koja Koja 001 002 Semper Barat Cilincing 001 011 Lagoa Koja 3 Jakarta Barat 004 004 Meruya Utara Kembangan 002 003 Meruya Selatan Kembangan 001 010 Sukabumi Utara Kebon Jeruk 4 Jakarta Selatan 003 006 Jagakarsa Jagakarsa 005 005 Ragunan Pasar Minggu 5 Jakarta Timur 001 007 Jati Pulogadung 009 012 Klender Duren Sawit 6 Kep. Seribu - 005 Pulau Panggang Kep. Seribu Utara - 004 Pulau Tidung Kep. Seribu Selatan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:9)
96
Pernyataan diatas mengartikan bahwa latar belakang diadakannya program
WBMH adalah untuk menghindari pola kenakalan kenakalan remaja yang kian
marak terjadi di wilayah DKI Jakarta, tujuan dari pelaksanaan program WBMH
adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik khususnya dibidang akademik.
Kemudian alasan dari pemberlakuan pilot project pada program WBMH adalah
untuk melihat keberhasilan program WBMH yang dilaksanakan. Pemilihan
wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan adalah wilayah yang memiliki
tingkat pastisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang
dilaksanakan.
Sebagaimana diungkapkan Informan 2, staff seksi & sarana prasarana
Sekolah Dasar, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, menyatakan:
“Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015)
Pelaksanaan program WBMH didasarkan pada perilaku pelajar yang kerap
melakukan hal-hal negatif di malam hari, kemudian tujuan dari program WBMH
sebagaimana diungkapkan oleh Informan 2, menyatakan:
“Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar.” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Hal serupa mengenai alasan pilot project terhadap program WBMH
disampaikan oleh informan 2, menyatakan:
97
„Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Kemudian hal senada mengenai pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan
lokasi percontohan untuk program WBMH disampaikan oleh informan 2, yang
menyatakan:
“Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik”. (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Kemudian hal lain disampaikan oleh Informan 10, yang menyatakan
bahwa program WBMH ini tidak akan berjalan dengan efektif, karena masih
banyak terdapat kelemahan didalamnya.
“Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa pemberlakuan program WBMH
di Kecamatan Menteng sudah terlebih dulu ada, sebelum diturunkan Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari, tetapi
belum rutin dilaksanakan dan belum banyak warga yang mengetahui dan
melaksanakan program WBMH. Sebagaimana menurut Informan 3 sebagai
Sekretaris Kelurahan Pegangsaan, menyatakan:
98
“Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti. Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah” (Informan 3, wawancara tanggal 17 Desember 2015) Pernyataan diatas menunjukan bahwa program WBMH ini dilaksanakan
berdasarkan inisiatif masyarakat dan komunitas yang ada di Kecamatan Menteng.
Hal serupa disampaikan oleh Informan 4 sebagai Kepala Seksi bidang
Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan,
menyatakan:
“Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat. Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal.” (wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
Kemudian pada tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan
Pemerintah DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai
dari Dinas Pendidikan, Suku Dinas, Penanggungjawab program Kecamatan,
hingga sampai kepada masyarakat. Sebagaimana disampaikan informan 2, Setelah
diberikan bahan sosialisasi oleh Dinas Pendidikan, Penanggungjawab program
Kecamatan bersama Satuan tugas pelaksana program WBMH diberikan
kewenangan untuk melakukan sosialisasi lebih efektif kepada masyarakat agar
program WBMH dapat berjalan dengan baik dan lancar.
99
“Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa disampaikan oleh Informan 1, namun sayangnya Pemerintah
DKI Jakarta tidak memfasilitasi media informasi berupa, spanduk ataupun stiker
untuk mensosialisasikan kepada masyarakat.
“Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.” (Informan I, wawancara tanggal 15 Desember 2015)
Demikian yang terjadi, bahwa pada tahap sosialisasi yang dilakukan oleh
Pemerintah DKI Jakarta hanya memberikan pengarahan, tetapi tidak memberikan
fasilitas berupa media informasi kepada masyarakat.
Gambar 4.3 Spanduk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Peneliti (Desember 2015)
100
Salah satu tolak ukur keberhasilan sosialisasi yang terpenting adalah jika
informasi sampai ke tingkat paling bawah dari sasaran program, yaitu para
Orangtua peserta didik beserta peserta didik yang mengikuti program WBMH.
Meskipun Pemerintah tidak memfasilitasi media informasi, seperti spanduk
ataupun stiker, namun Orangtua peserta didik maupun peserta didik mengetahui
adanya program WBMH, setelah diadakan pertemuan Orangtua peserta didik
yang dilakukan oleh Satuan Tugas pengurus program WBMH. Sebagaimana
Informan 5 sebagai Ketua RW 06, mengatakan:
“Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015)
Gambar 4.4
Pertemuan Orangtua Peserta Didik Membahas Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta (Oktober 2013) Hal serupa disampaikan oleh Informan 6 sebagai Ketua Pelaksana
Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan, menyatakan:
“Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015)
101
Pernyataan di atas dibenarkan oleh Informan 10 sebagai Satuan Tugas
pengurus program WBMH Kelurahan Pegangsaan, bahwa telah dilaksanakannya
sosialisasi kepada para Orangtua peserta didik, atas instruksi dari pihak
kecamatan.
“Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH.” (Wawancara Informan 10, tanggal 17 Desember 2015)
Hal senada disampaikan oleh Informan 8, selaku Ketua PKK RW 06
Kelurahan Pegangsaan, meskipun tidak ikut menghadiri acara sosialisasi, tetapi
mengetahui adanya program WBMH dari informasi warga dan spanduk yang
dipasang.
“Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang.” (Wawancara Informan 8, tanggal 17 Desember 2015) Dari penelusuran dan wawancara peneliti di Kelurahan Pegangsaan
Kecamatan Menteng, bahwa informasi tentang adanya program WBMH dari
kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh tim Satuan Tugas Pelaksana telah sampai
kepada para Orangtua peserta didik. Sebagaimana dinyatakan oleh informan 11
sebagai Orangtua peserta didik, yang menyatakan:
“Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu.” (Wawancara Informan 11, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal senada disampaikan oleh Informan 12 sebagai Orangtua
peserta didik, menyatakan:
102
“Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.” (Wawancara Informan 12, tanggal 16 Desember 2015). Pernyataan tersebut dibenarkan oleh pernyataan dari Informan 13, sebagai
peserta didik program WBMH tingkat SMA, menyatakan:
“Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.” (Wawancara Informan 13, tanggal 16 Desember 2015) Berdasarkan dari penyataan-pernyataan di atas, bahwa latar belakang
diadakannya program WBMH adalah untuk menghindari pola kenakalan
kenakalan remaja yang kian marak terjadi di wilayah DKI Jakarta. Adapun tujuan
dari program WBMH adalah adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik
khususnya dibidang akademik. Kemudian alasan dari pemberlakuan pilot project
pada program WBMH adalah untuk melihat keberhasilan program WBMH yang
dilaksanakan. Adapun Pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi
percontohan adalah wilayah yang memiliki tingkat pastisipasi masyarakat yang
tinggi terhadap suatu program yang dilaksanakan.
Kemudian pada tahap tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan
Pemerintah DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai
dari Dinas Pendidikan, Suku Dinas, Penanggungjawab program Kecamatan,
hingga sampai kepada masyarakat. Namun kurangnya dukungan Pemerintah
dalam memberikan fasilitas berupa media informasi, seperti spanduk program
guna mendukung proses sosialisasi agar maksimal dan sampai kepada seluruh
masyarakat.
103
4.3.2 Evaluasi Masukan
Evaluasi masukan terhadap program WBMH dibutuhkan untuk dapat
mengetahui masalah yang terdapat pada tahap input (masukan) dari sumberdaya
yang ada, seperti: sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH, tenaga
pendidik untuk kegiatan program WBMH, dan sumber pembiayaan untuk
pelaksanaan program WBMH. Informan 1, menyatakan mengenai sarana dan
prasarana yang digunakan untuk program WBMH.
“Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
Gambar 4.5
Sarana Untuk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Peneliti (Desember 2015)
104
Dari pernyataan di atas, menyatakan bahwa pemerintah tidak menyediakan
sarana dan prasarasana untuk kegiatan ptogram WBMH, tetapi sarana dan
prasarana yang disediakan, semuanya berasal dari sumbangan masyarakat.
Sebagaimana disebutkan oleh Informan 2, bahwa program WBMH ini merupakan
program swadaya yang dilaksanakan oleh masyarakat.
“Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
Gambar 4.6 Buku-buku untuk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi peneliti (Desember 2015)
Hal senada disampakan oleh Informan 4, bahwa sarana dan prasarana tidak
disediakan oleh Pemerintah, hanya didapat dari sumbangan warga.
“Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lain-lannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
105
Hal itu dibenarkan oleh Informan 7 selaku sekretaris program WBMH
Kelurahan Pegangsaan, yang menyatakan:
“Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga, ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal senada juga disampaikan oleh Informan 9, selaku Guru Pendamping
Program WBMH, menyatakan:
“Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Dilihat dari pernyataan di atas, bahwa pemerintah tidak menyediakan
sarana dan prasarana untuk program WBMH. Meskipun program WBMH ini
merupakan program swadaya, seharusnya pemerintah ikut mendukung dalam
membantu menyediakan fasilitas untuk program WBMH, karena program WBMH
ini merupakan kebijakan yang dibuat Pemerintah DKI Jakarta. Kemudian, untuk
tenaga pendidik dalam program WBMH, dijelaskan oleh Informan 2, menyatakan:
“Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
106
Gambar 4.7 Tenaga Kependidikan Sebagai Fasilitator
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Pernyataan yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh Informan 1,
menyatakan:
“Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 9 selaku Guru Pendamping
Program Wajib Belajar Malam Hari, yang menyatakan:
“Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky. Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.” (Wawancara Informan 9, tanggal 14 Desember 2015) Kemudian hal serupa disampaikan oleh Informan 14, selaku peserta didik
program Wajib Belajar Malam Hari tingkat SMA/SMK Kelurahan Pegangsaan,
menyatakan:
107
“Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Informan 15, selaku peserta
didik tingkat SMA/SMK program Wajib Belajar Malam Hari Kelurahan
Pegangsaan, menyatakan:
“Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.” (Wawancara Informan 15, tanggal 20 Desember 2015) Hal lainnya diungkapkan oleh Informan 3, yang menyatakan bahwa
minimnya ketersediaan guru pendamping:
“Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh informan 4, yang menyatakan bahwa
kurangnya jumlah guru pendamping yang ada di Kelurahan Pegangsaan:
“Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
108
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa jumlah tenaga pendidik yang
tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang ada di Kelurahan Pegangsaan,
dan kurang diperhatikannya kualitas tenaga pendidik yang baik sebagai guru
pendamping dalam program WBMH, dikarenakan sulitnya mencari tenaga
sukarela. Kemudian sumber pembiayaan untuk program WBMH dijelaskan oleh
Informan 2, menyatakan:
“Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa tidak
adanya anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program WBMH:
“Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
Gambar 4.8 Sumber Pembiayaan Program WBMH
Sumber: Pedoman Program WBMH Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
109
Hal serupa disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa
anggaran untuk program WBMH didapat dari sumbangan masyarakat:
“Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015)
Kemudian hal tersebut dibenarkan oleh Informan 6, selaku Ketua
Pelaksana Program WBMH Kelurahan Pegangsaan, menyatakan:
“Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa sumber pembiayaan untuk program
WBMH dibebankan kepada masyarakat, tidak ada anggaran yang diberikan oleh
Pemerintah DKI Jakarta. Tetapi di dalam PerGub Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 12
di sebutkan bahwa:
“Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UKPD masing-masing yang terkait; dan/atau
b. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.”
110
Gambar 4.9 Sumber Pembiayaan Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Hal itu dijelaskan oleh Informan 2, yang menjelaskan bahwa belum
dilakukan perencanaan terhadap pelaksanaan program WBMH, oleh karena itu
tidak ada anggaran dari pemerintah melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA):
“Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal yang serupa disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa
belum dilakukannya perencanaan anggaran untuk program WBMH ini:
“Iyah memang ada didalam PerGub, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa
anggaran untuk pelaksanaan program WBMH bersumber dari swadaya
masyarakat:
111
“Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Berdasarkan dari pernyataan di atas, bahwa kurangnya dukungan dari
Pemerintah DKI Jakarta untuk program WBMH, dari mulai penyediaan sarana
dan prasarana, tenaga pendidik sampai dengan sumber pembiayaan untuk program
WBMH semuanya berasal dari masyarakat. Program WBMH ini memang
merupakan program swadaya, namun Pemerintah DKI Jakarta sebagai pembuat
kebijakan seharusnya mendukung ketersediaan input (masukan) untuk program
WBMH seperti, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan anggaran. Karena
semua program yang dilaksanakan/dijalankan, apabila kurang mendapatkan
perhatian khususnya dari Pemerintah program tersebut tidak akan berjalan dengan
baik.
4.3.3 Evaluasi Proses
Evaluasi proses terhadap program WBMH dibutuhkan untuk dapat
mengetahui masalah yang terdapat pada tahap process (proses) dari unsur
pelaksana program WBMH, mekanisme pelaksanaan program WBMH, partisipasi
peserta didik program WBMH dan peran Orangtua peserta didik program
WBMH. Informan 1, menjelaskan bahwa pelaksana program adalah Satuan Tugas
Program WBMH, yaitu RW, RT, Orangtua peserta didik, guru pendamping, dan
peserta didik sendiri:
112
“Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam. (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
Hal serupa diungkapkan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa
pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang dibentuk untuk
melaksanaan program WBMH:
“Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
Gambar 4.10
Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH
Sumber: Pedoman Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Informan 10, yang
menyatakan bahwa semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan terlibat untuk
program WBMH:
“Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan
113
untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Dari pernyataan di atas, bahwa yang menjadi Satuan Tugas pelaksana
program WBMH berasal dari masyarakat Kelurahan Pegangsaan. Kemudian yang
menjadi peserta program WBMH dijelaskan oleh Informan 1, yang menyatakan:
“Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa peserta
didik adalah anak usia sekolah pada tingkatan SD sampai dengan SMA/SMK
yang mengikuti program WBMH:
“Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa diungkapkan oleh informan 9, selaku guru pendamping
program WBMH, menyatakan:
“Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015)
Gambar 4.11 Peserta Didik Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Hal senada diungkapkan oleh Informan 7, yang menyatakan bahwa peserta
didik yang mengikuti program WBMH, tidak semuanya mengenyam kursi
pendidikan formal:
114
“Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal itu dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa tidak semua
peserta didik yang mengikuti program WBMH bersekolah formal:
“Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Kemudian mekanisme pelaksanaan program WBMH dijelaskan oleh
Informan 1, yang menjelaskan:
“Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Tidak jauh berbeda penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan program
WBMH oleh Informan 2, yang menyatakan:
“Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa diungkapkan oleh Informan 10, selaku SatGas pelaksana
program WBMH, menyatakan:
“Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan
115
TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Untuk pelajaran yang diberikan dalam program WBMH, dijelaskan oleh
Informan 9, yang menyatakan:
“Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum‟at biasanya juga kita mengadakan pengajian.” (Wawancara Informan 9, tanggal 14 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa
pelajaran yang diberikan adalah mengulang pelajaran di sekolah, dan membahas
PR yang diberikan guru di sekolah:
“Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 15, selaku peserta didik tingkat
SMA/SMK program WBMH, yang menyatakan:
“Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR.” (Wawancara Informan 15, tanggal 20 Desember 2015) Hal senada disampaikan oleh Informan 16, selaku peserta didik tingkat
SMP program WBMH, yang menyatakan:
“Ngerjain PR sih paling sering.” (Wawancara Informan 16, tanggal 20 Desember 2015) Dari pernyataan di atas, bahwa mekanisme pelaksanaan program WBMH
dilakukan pada hari minggu malam sampai dengan kamis malam dari pukul 19.00
WIB sampai pukul 21.00 WIB, dimulainya program WBMH ditandai dengan
diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Kemudian pelajaran yang diberikan
adalah mengulang pelajaran yang dibahas di sekolah, dan membahas PR
116
(Pekerjaan Rumah) yang diberikan oleh guru di sekolah. Kemudian partisipasi
peserta didik program WBMH, disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan:
“Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
Hal serupa disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan bahwa cukup
banyak peserta didik yang antusias untuk mengikuti program WBMH, namun
tidak adanya sanksi untuk anak yang tidak mengikuti program ini menjadi salah
satu faktor rendahnya partisipasi peserta didik:
“Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Kemudian hal lain disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa
rendahnya partisipasi peserta didik disebabkan oleh banyaknya aktivitas anak
disekolah:
“Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 14, selaku peserta didik tingkat
SMA/SMK program WBMH, yang menyatakan:
“Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015)
117
Gambar 4.12 Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan
Sumber: Dokumentasi peneliti (Oktober 2014) Kemudian peran dari Orangtua peserta didik dalam program WBMH,
dijelaskan oleh Informan 1, yang menyatakan:
“Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Selanjutnya, menurut Informan 2 mengungkapkan bahwa peran orangtua
sangat penting dalam proses pembelajaran dalam program WBMH:
“Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
118
Pernyataan tersebut mengaskan bahwa pentingnya peran serta orangtua
sebagai fasilitator untuk mengawasi dan memotivasi peserta didik dalam program
WBMH, untuk mencapai prestasi yang maksimal di bidang akademik. Demikian
juga disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan:
“Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015)
Gambar 4.13 Tugas Orangtua Sebagai Fasilitator
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Masih kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut
melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk
keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang
penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan
bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam
bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar.
119
Menurut Informan 10, mengungkapkan bahwa kurangnya peran dari orangtua
disebabkan oleh kesibukan kerja, kurangnya kepedulian orangtua terhadap
prestasi anak:
“Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang mengungkapkan
bahwa kurangnya peran orangtua disebabkan oleh kesibukan kerja, pendidikan
orangtua yang rendah, dan keadaan keluarga yang tidak harmonis:
“Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Kurangnya peran serta orangtua juga disampaikan oleh Informan 12, yang
menyatakan:
“Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi.” (Wawancara Informan 12, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal selaras juga diungkapkan oleh Informan 14, yang
mengatakan:
“Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa yang menjadi unsur pelaksana
program WBMH adalah Satuan Tugas yang dibentuk oleh masyarakat, namun
pelaksanaan Program WBMH ini melibatkan seluruh partisipasi masyarakat,
mulai dari RW, RT, Orangtua dan peserta didik. Yang mengikuti program
120
WBMH adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan
pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K), dan warga yang tidak mengikuti pendidikan
formal di sekolah.
Kemudian mekanisme pelaksanaan program dimulai dari pukul 19.00
WIB sampai 21.00 WIB pada hari sekolah, waktu pelaksanaan kerap dijadikan
alasan bagi peserta didik yang tidak mengikuti program WBMH, karena dianggap
berbenturan dengan kegiatan di sekolah. Dan kurangnya peran serta dari orangtua
menjadi permasalahan dalam pelaksanaan program WBMH, mengingat peran dari
orangtua sebagai fasilitator yang bertugas untuk memberikan motivasi semangat
anak agar meningkatkan prestasi dalam bidang akademik dan memberikan situasi
yang efektif bagi anak untuk belajar. Apabila peran dari orangtua sendiri sudah
tidak mendukung, maka tujuan pelaksanaan program WBMH, yakni agar anak
dapat memperoleh prestasi akademik yang baik, akan sulit terwujud. Peran dari
Orangtua yang baik juga akan berpengaruh kepada tingkat partisipasi peserta
didik untuk mengikuti program WBMH di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
4.3.4 Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil adalah kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP,
tujuan utamanya adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program
diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang
menggunakannya (Stufflebeam, dalam Hasan Hamid 2008:219).
121
Dalam tahap evaluasi hasil program WBMH, akan dikaji beberapa aspek
yaitu, capaian prestasi peserta didik di bidang akademik, faktor pendukung
keberhasilan program, faktor penghambat pelaksanaan program WBMH dan
monitoring evaluasi yang dilakukan terhadap program WBMH. Informan 2
menjelaskan tentang prestasi peserta didik di bidang akademik:
“Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya .” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
Gambar 4.14 Kartu Monitoring Belajar Peserta Didik
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
Kemudian hal yang sama disampaikan oleh Informan 1 yang menyatakan
bahwa ada peningkatan prestasi peserta didik program WBMH di bidang
akademik:
“Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan prestasinya juga.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
122
Berdasarkan dari pernyataan di atas menyatakan bahwa adanya
peningkatan prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik di
sekolah, kemudian hal serupa disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan
bahwa beberapa peserta didik program WBMH mendapatkan peringkat 10 besar
di sekolah:
“Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 14 selaku peserta didik
program WBMH tingkat SMA, yang menyatakan bahwa:
“Saya peringkat 8 di kelas.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 16 selaku peserta didik program
WBMH tingkat SMP, yang menyatakan:
“Dapet sih 10 besar di sekolah.” (Wawancara Informan 16, tanggal 20 Desember 2015) Tidak jauh berbeda dengan pernyataan Informan 20 selaku peserta didik
program WBMH tingkat SD, yang menyatakan:
“Iyah dapet rangking.” (Wawancara Informan 20, tanggal 20 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh informan 11, selaku orangtua peserta
didik program WBMH, yang menyatakan:
“Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya.” (Wawancara Informan 11, tanggal 16 Desember 2015) Namun ada juga beberapa peserta didik yang tidak mendapatkan peringkat
di sekolah, seperti Informan 13 selaku peserta didik program WBMH tingkat
SMA, yang menyatakan:
123
“Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.” (Wawancara Informan 13, tanggal 20 Desember 2015) Hal selaras disampaikan oleh Informan 18 selaku peserta didik program
WBMH tingkat SMP, yang menyatakan:
“Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.” (Wawancara Informan 18, tanggal 20 Desember 2015) Hal lainnya disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa
program WBMH merupakan program unggulan yang dilakukan pemerintah DKI
Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah:
“Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal yang sama di ungkapkan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa
program WBMH merupakan program yang sangat baik untuk mendidik anak
selama anak berada di luar sekolah:
“Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Berdasarkan dari pernyataan di atas, bahwa tujuan dari program WBMH
yaitu untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik sudah
tercapai, namun masih kurangnya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta menjadi
salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH. Kemudian
faktor pendukung keberhasilan program WBMH disampaikan oleh Informan 1,
yang menyatakan:
124
“Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal senada disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa
partisapasi dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta
merupakan faktor pendukung yang paling penting untuk keberhasilan suatu
program:
“Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal lain di sampaikan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa
masyarakat merupakan faktor yang paling penting untuk keberhasilan program
ini, dan tugas pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan program WBMH:
“Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal yang berbeda di sampaikan oleh Informan 3, yang menyatakan bahwa
masyarakat dan pemerintah menjadi faktor penting untuk pelaksanaan program
WBMH, dan harus berjalan seiringan:
125
“Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Masyarakat merupakan faktor penting dalam penentu keberhasilan
program WBMH ini, namun dukungan dan perhatian dari pemerintah DKI Jakarta
juga sangat diperlukan, meskipun program WBMH ini merupakan program yang
dilakukan secara swadaya yang dilakukan masyarakat. Kemudian faktor
penghambat keberhasilan program WBMH disampaikan oleh Informan 1, yang
menyatakan:
“Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal yang tidak jauh berbeda di sampaikan oleh Informan 9, yang
menyatakan:
“Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 10 selaku Satuan Tugas program
WBMH, yang menyatakan:
126
“Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya dukungan dari pemerintah.” (Wawancara Informasi 10, tanggal 16 Desember 2015) Masih banyaknya faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
program WBMH di Kecamatan Menteng, menjadi penghambat untuk
keberhasilan program WBMH ini, salah satunya adalah kurangnya dukungan dari
Pemerintah DKI Jakarta dalam pelaksanaan Program WBMH, salah satunya di
ungkapkan oleh Informan 3, yang menyatakan:
“Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Lingkungan politik yang berubah juga menjadi faktor hambatan dalam
pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, sebagaimana dijelaskan
oleh Informan 1, bahwa:
“Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal yang sama di ungkapakan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa
lingkungan politik bisa menjadi hambatan dalam pelaksanaan suatu program.
“Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program ini.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
127
Kemudian kurangnya kesadaran dari orangtua akan pendidikan juga
menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan program WBMH, hal tersebut di
sampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan:
“Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal lainnya juga disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa
keterbatasannya anggaran untuk pemberian reward kepada anak-anak peserta
didik yang berprestasi di sekolah:
“Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, menunjukan bahwa masih banyak faktor
yang menjadi hambatan dari pelaksanaan program WBMH, mulai dari kurangnya
tenaga pendidik, kurangnya sarana dan prasarana, minimnya kesadaran orangtua
akan pendidikan anak, dan tidak adanya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta
dalam pelaksanaan program ini. Kemudian monitoring evaluasi yang dilakukan
oleh pemerintah di sampaikan oleh Informan 2, yang menyatakan:
“Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
128
Gambar 4.15 Monitoring Evaluasi
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Namun hal tersebut tidak dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan
bahwa monitoring yang dilakukan oleh pemerintah hanya pada awal pelaksanaan
program WBMH saja, tetapi tidak berlanjut setelahnya.
“Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Pernyataan tersebut juga selaras dengan Informan 6, yang menyatakan
bahwa:
“Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Kemudian hal serupa juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan
adanya monitoring evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, tetapi hanya
dilakukan dua kali.
129
“Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 7, yang menyatakan bahwa
benar telah dilakukannya monitoring evaluasi yang dilakukan dari Dinas
Pendidikan.
“Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal yang berbeda di ungkapkan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa
tidak ada monitoring yang dilakukan dari pemerintah selama program WBMH
berjalan.
“Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
Pernyataan tersebut juga disampaikan oleh Informan 3, yang
membernarkan bahwa tidak ada monitoring evaluasi yang dilakukan, baik dari
pemerintah DKI Jakarta maupun Dinas Pendidikan.
“Tidak ada.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015)
4.4 Pembahasan
Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan
pembahasan terhadap hasil penelitian. Yang dimaksud pembahasan hasil
penelitian yaitu penafsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data
dengan teori dan konsep para ahli sehingga dapat mengembangkan teori atau
bahkan menemukan teori serta mendeskripsikan dari hasil data dan fakta di
130
lapangan. Peneliti dalam hal ini menghubungkan temuan hasil penelitian di
lapangan dengan tahapan-tahapan evaluasi program seperti tahap evaluasi
konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, evaluasi hasli dan teori evaluasi
program yang diperkenalkan Stufflebeam, yang mengungkapkan bahwa tahapan
evaluasi program dimulai dari evaluasi konteks, kemudian berlanjut ke tahap
evaluasi masukan, setelah itu berlanjut ke tahap evaluasi proses, dan pada tahap
terakhir adalah evaluasi hasil.
4.4.1 Evaluasi Program
Setelah melakukan penelusuran penelitian di lapangan dapat dilihat
evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014 tentang program Wajib
Belajar Malam Hari (WBMH) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dari tahap-
tahap evaluasi yang dilakukan dapat ditelaah sebagai berikut :
4.4.1.1 Evaluasi Konteks
Pada tahap evaluasi konteks ini digunakan agar evaluator dapat
mengidentifikasikan berbagai faktor manajemen, fasilitas kerja, peraturan,
masyarakat, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap program. Beberapa aspek
yang ada dalam evaluasi konteks tersebut, antara lain:
A. Latar belakang pelaksanaan program WBMH
Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan
kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Salah
satu upaya yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, adalah menerapkan Program
Wajib Belajar Malam Hari atau lebih dikenal dengan WBMH.
131
Pemerintah DKI Jakarta menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun
2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari (WBMH). Peraturan ini dimaksudkan
sebagai pedoman pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Program
Wajib Belajar Malam Hari adalah suatu kegiatan untuk menciptakan kondisi
lingkungan yang ideal untuk mendorong proses pembelajaran anak dan warga
yang berlangsung dalam suasana pembelajaran yang kondusif, untuk mencapai
prestasi secara optimal. Adapun latar belakang diadakannya program WBMH
yang disampaikan oleh Informan 1 selaku penanggungjawab program WBMH
yang dilaksanakan di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, adalah karena makin
maraknya tingkat kekerasan terhadap anak, pola kenakalan remaja yang semakin
tidak terkendali yang sering terjadi di daerah Ibukota Jakarta, menjadi salah satu
faktor diadakannya program WBMH tersebut.
Kemudian menurut Informan 2 selaku Staff Seksi Sarana & Prasarana
Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa latar
belakang diterapkannya program WBMH selain untuk mencegah anak menjadi
korban kriminalitas di malam hari, program WBMH juga diharapkan akan
membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah.
Namun di sisi lain, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
pelaksanaan dari program Wajib Belajar Malam Hari salah satunya disampaikan
oleh Informan 10 selaku Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar
Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan, yang menyatakan bahwa program ini
tidak akan berjalan dengan baik dan efektif. Karena masih banyak terdapat
kelemahan dalam pelaksanaan program ini. Hal itu dapat dilihat dari waktu
132
pelaksanaan program tersebut, waktu belajar dilakukan dari pukul 19.00 sampai
dengan pukul 21.00, dan setelah jam belajar itu berakhir, tidak ada jaminan bahwa
anak akan kembali berkeliaran di luar rumah.
B. Tujuan program WBMH
Tujuan dari program WBMH sendiri berasarkan Peraturan Gubernur
Nomor 22 Tahun 2014 tentang WBMH adalah untuk meningkatkan prestasi
peserta didik di bidang akademiknya, kemudian sebagaimana diungkapkan oleh
Informan 2 yang menyatakan bahwa tujuan dari pelaksanaan program ini tidak
lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik
dan mengembangkan minat anak dalam belajar. Tidak jauh berbeda dengan
penjelasan oleh Informan 1 bahwa tujuan dari program WBMH ini adalah semata-
mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di
sekolah, kemudian dijelaskan jika tujuan lainnya untuk melindungi anak agar
tidak menjadi korban dari tindakan kriminalitas yang kerap terjadi di malam hari.
Adapun tujuan dari pelaksanaan program WBMH dalam pedoman pelaksanaan
program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta adalah dalam rangka
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau peserta didik,
kemudian adalah untuk menciptakan dan membangun kesadaran masyarakat
untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan.
C. Alasan pilot project (proyek percontohan) pada program WBMH
Alasan dari pemberlakuan pilot project pada program WBMH adalah
untuk melihat keberhasilan program WBMH yang dilaksanakan, seperti yang
telah dijelaskan oleh Informan 1 dan Informan 2, bahwa Pemerintah DKI Jakarta
133
menerapkan program WBMH ini sebagai program percontohan adalah untuk
melihat sampai sejauh mana program WBMH ini mampu meningkatkan prestasi
anak di bidang akademiknya dan untuk menilai apakah program WBMH ini akan
efektif apabila dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Apabila tujuan dari
program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah selanjutnya adalah
menerapkan program ini diseluruh wilayah DKI Jakarta.
Program WBMH ini telah dilaksanakan semenjak bulan Oktober tahun
2013, namun sampai pada saat ini belum ada rencana dari pemerintah untuk
menjadikan program ini sebagai program wajib yang dilaksanakan di seluruh
wilayah DKI Jakarta.
D. Pemilihan lokasi proyek percontohan program WBMH
Pemilihan wilayah-wilayah di DKI Jakarta yang dijadikan lokasi
percontohan untuk program WBMH adalah wilayah yang memiliki tingkat
pastisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang dilaksanakan.
Informan 1 menjelaskan bahwa Kecamatan Menteng di tunjuk untuk di jadikan
lokasi percontohan program WBMH adalah karena di Kecamatan Menteng sudah
menerapkan program yang serupa WBMH, dan program tersebut sudah
dilaksanakan sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 22
Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Dari penjelasan tersebut bisa
dikatakan bahwa program WBMH ini di adopsi dari program yang ada di
Kecamatan Menteng.
Seperti yang telah di jelaskan oleh Informan 2, bahwa wilayah yang
dijadikan lokasi percontohan untuk program WBMH masing-masing diterapkan
134
dua wilayah yang berada di enam wilayah kota administratif Jakarta dan wilayah
yang dijadikan lokasi percontohan program WBMH adalah setingkat RT. Wilayah
yang dijadikan lokasi percontohan adalah yang memiliki partisipasi masyarakat
yang tinggi terhadap suatu program yang di laksanakan. Pemilihan lokasi
percontohan untuk program WBMH ini cenderung hanya melihat kepada tingat
partisipasi masyarakat, akan lebih baik lagi apabila program ini dilaksanakan tidak
hanya pada wilayah yang sudah menjalankan program tersebut, tetapi juga pada
wilayah-wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang rendah,
karena pemerintah akan lebih dapat melihat, meninjau dan membandingkan
tingkat keberhasilan dari masing-masing wilayah yang menjalankan program
WBMH tersebut.
E. Sosialisasi Program WBMH oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada
masyarakat.
Pada tahap tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan Pemerintah
DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai dari Dinas
Pendidikan, kemudian Suku Dinas Pendidikan setempat, berlanjut ke
Penanggungjawab program Kecamatan, hingga sampai kepada masyarakat,
sebagaimana telah di jelaskan oleh Informan 2 dalam wawancara yang dilakukan
peneliti. Namun kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan fasilitas
berupa media informasi, seperti spanduk program guna mendukung proses
sosialisasi agar maksimal dan sampai kepada seluruh masyarakat, hal tersebut di
ungkapkan oleh Informan 2 yang menjelaskan bahwa, anggaran untuk mencetak
spanduk dan lain-lain berasal dari uang pribadi, bukan dari anggaran yang di
135
berikan pemerintah untuk proses sosialisasi program WBMH. Salah satu tolak
ukur keberhasilan sosialisasi yang terpenting adalah jika informasi sampai ke
tingkat paling bawah dari sasaran program, yaitu para orangtua peserta didik
beserta peserta didik yang mengikuti program WBMH. Proses sosialisasi
seharusnya di lakukan oleh pemerintah secara maksimal, agar informasi yang
diberikan sampai dengan menyeluruh, agar semua masyarakat dapat mengetahui
tentang adanya program WBMH tersebut.
Secara keseluruhan, prosedur evaluasi konteks adalah untuk melihat
kekuatan dan kelemahan dari program yang akan di evaluasi, adapun alur kerja
evaluasi konteks adalah:
Menurut Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216) tujuan evaluasi konteks
yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki
program WBMH. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator
dapat memberikan arah perbaikan yang di perlukan. Dalam melakukan evaluasi,
evaluator harus dapat menemukan kebutuhan yang di perlukan evaluan. Oleh
karena itu, evaluasi konteks ini sebagian tugasnya adalah melakukan need
assessment. Selain dari need assessment, evaluasi konteks harus pula dapat
memberikan pertimbangan apakah tujuan yang akan dicapai sesuai dengan need
(kebutuhan) yang telah di identifikasi. Peneliti dalam tahap konteks ini
menemukan beberapa permasalahan di lapangan, antara lain: (1) Ruang lingkup
pelaksanaan program WBMH yang kecil, ruang lingkup yang hanya sebatas
Evaluasi
Konteks
Relevansi
program
Instalasi
Solusi
136
lingkungan RT dinilai terlalu kecil untuk melaksanakan program percontohan, ada
baiknya Pemerintah DKI menerapkan wilayah yang menjadi lokasi percontohan
lebih besar, misalnya mencakup satu wilayah Kelurahan Pegangsaan, agar
dampak dari program ini akan lebih terlihat apabila wilayah yang dijadikan lokasi
percontohan lebih luas. (2) Waktu pelaksanaan program WBMH yang dinilai
kurang efektif oleh sebagian peserta didik, karena banyaknya rutinitas disekolah
yang menjadi alasan bagi peserta didik untuk tidak ikut dalam program WBMH
ini, ada baiknya Pemerintah meninjau kembali pada Pergub no 22, untuk waktu
pelaksanaan program WBMH, (3) Pemilihan wilayah lokasi percontohan yang
dinilai kurang tepat, karena dilihat hanya berdasarkan kepada wilayah yang
memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi, ada baiknya wilayah yang dijadikan
lokasi percontohan juga diterapkan pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat
partisipasi masyarakat yang rendah, guna menjadi perbandingan tingkat
keberhasilan program, dan (4) Kurangnya keseriusan dari Pemerintah DKI Jakarta
dalam mensosialisasikan program WBMH kepada masyarakat.
4.4.1.2 Evaluasi Masukan
Pada tahap evaluasi masukan ini di gunakan oleh Evaluator menentukan
tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan pertimbangan
mengenai ini menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah perlu ada
revisi atau penggantian. Adapun beberapa aspek yang di kaji dalam evaluasi
masukan, antara lain:
137
A. Sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH
Sarana yang digunakan untuk pelaksanaan program WBMH adalah
beruipa gardu ilmu, pendopo ilmu dan pos rw tergolong di dalam sarana dan
prasaran lain yang mendukung kegiatan program WBMH sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014, Pasal 7.
Dan menurut penjelasan dari Informan 1 adalah bahwa sarana yang
digunakan untuk pelaksanaan program WBMH adalah dengan memanfaatkan pos
RW dengan pos-pos ronda yang ada, dan prasarana seperti buku, dapatkan dari
sumbangan-sumbangan warga. Namun ukuran dari pos yang digunakan itu
sangatlah kecil dan tidak dapat menampung peserta didik apabila jumlahnya
banyak. Kurangnya buku-buku pelajaran juga menjadi kendala dalam pelaksanaan
program WBMH di Kecamatan Menteng, karena seluruh buku-buku yang ada
semuanya berasal dari sumbangan warga di Kecamatan Menteng. Hal tersebut
diperkuat oleh pernyataan dari Informan 4 selaku Kepala Seksi Pemberdayaan
Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan, bahwa perlunya
bantuan dari pemerintah DKI Jakarta dalam membantu menyediakan sarana dan
prasarana untuk pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, karena
jika hanya mengandalkan dari sumbangan warga saja, tidak akan mencukupi.
Dari beberapa pernyataan di atas menunjukan bahwa pemerintah tidak
menyediakan sarana dan prasarana untuk program WBMH. Meskipun program
WBMH ini merupakan program swadaya, seharusnya pemerintah ikut mendukung
dalam membantu menyediakan fasilitas untuk program WBMH, karena program
WBMH ini merupakan kebijakan yang dibuat Pemerintah DKI Jakarta.
138
B. Tenaga pendidik untuk kegiatan program WBMH
Tenaga pendidik untuk program WBMH yang ada di Kecamatan Menteng
sendiri hanya ada 2 orang saja, yaitu bapak Zaky dan Ibu Pipit, mereka berdua
bertugas sebagai guru pendamping dalam program WBMH. Sedangkan jumlah
dari peserta didik yang ada di Kecamatan Menteng ada sekitar 75 anak.
Kurangnya ketersediaan dari tenaga pendidik menjadi salah satu hambatan dalam
pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut di jelaskan
oleh Informan 9 selaku guru pendamping program WBMH di Kecamatan
Menteng bahwa guru pendamping yang ada hanya ibu Pipit bersama bapak Zaky
dan sebenarnya masih ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar
program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya Ibu Pipit dan Bapak Zaky,
hal tersebut karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lainnya.
Tenaga pendidik yang menjadi guru pendamping program WBMH
dilakukan secara sukarela, mungkin hal tersebut yang menjadi salah satu faktor
kurangnya ketersediaan tenaga pengajar untuk program WBMH ini. Hal tersebut
dibenarkan oleh Informan 1, dan juga lainnya yang membuat minimnya jumlah
tenaga pendidik program WBMH adalah karena banyaknya kesibukan yang
dihadapi warga yang menjadi tenaga pendidik, seperti pekerjaan dan lainnya.
Kemudian kualitas dari tenaga pendidik yang ada tidak memenuhi standar
untuk mengajar, seperti yang telah disampaikan oleh Informan 4 bahwa kualitas
dari guru itu sangatlah penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi
peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik
tidak memenuhi standar guru yang ada, kemudian tidak semua orangtua dari
139
peserta didik pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak
bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik akan membimbing atau
memberikan pelajaran kepada anak mereka, sedangkan mereka sendiri tidak
mengerti akan pelajaran yang ada di sekolah.
C. Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan program WBMH
Sumber pembiayaan atau anggaran untuk pelaksanaan program WBMH
didapatkan dari sumbangan warga ataupun dari dunia usaha luar, dalam program
WBMH tersebut Pemerintah DKI Jakarta tidak mengeluarkan anggaran untuk
pelaksanaan program, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Informan 1.
Program WBMH sendiri merupakan program swadaya yang dilaksanakan oleh
warga, dan anggaran yang digunakan pun berasal dari warga masyarakat yang
melaksanakan program WBMH. Namun didalam Peraturan Gubernur nomor 22
tahun 2014 pasal 12 di sebutkan bahwa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan
kegiatan wajib belajar malam hari dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
SKPD/UKPD masing-masing yang terkait atau sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
Hal tersebut berbeda dengan yang ada di dalam pedoman pelaksanaan
program WBMH oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bahwa biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan program WBMH berasal dari orangtua peserta
didik, swadaya masyarakat, maupun sumber lain yang sah seperti dunia usaha,
dan lain-lain. Perbedaan tersebut kemudian dijelaskan oleh Informan 2 yang
menyatakan bahwa pelaksanaan WBMH masih sebatas percobaan, dan anggaran
140
untuk pelaksanaan program WBMH pun belum direncanakan dan belum masuk di
dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), oleh karena itu tidak ada
anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk pelaksanaan program WBMH
tersebut. Kurangnya dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program
WBMH, dari mulai penyediaan sarana dan prasarana, tenaga pendidik sampai
dengan sumber pembiayaan untuk program WBMH semuanya berasal dari
masyarakat. Program WBMH ini memang merupakan program swadaya, namun
Pemerintah DKI Jakarta sebagai pembuat kebijakan seharusnya mendukung
ketersediaan input (masukan) untuk program WBMH seperti, sarana dan
prasarana, tenaga pendidik dan anggaran. Karena semua program yang
dilaksanakan atau dijalankan, apabila kurang mendapatkan perhatian khususnya
dari Pemerintah, program tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Menurut Widyoko (2014:182) secara keseluruhan prosedur dalam evaluasi
masukan adalah untuk menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang
akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan dari program yang
di evaluasi, adapun alur kerja evaluasi masukan:
Evaluasi masukan penting dalam memberikan pertimbangan terhadap
keberhasilan pelaksanaan suatu program. Stufflebeam (dalam Hamid Hasan
2008:217), memberikan alasan bahwa “orientasi utama evaluasi masukan ialah
mengemukakan suatu program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga
tersebut.” Program yang dimaksudkan adalah program yang membawa perubahan
Evaluasi
Masukan
Sumber-sumber
yang ada
Strategi
Ditemukan
141
berskala penambahan dan pembaharuan, seperti program WBMH. Dengan
demikian evaluasi masukan tidak hanya melihat apa yang di lingkungan lembaga
tersebut (baik material, maupun personal) tetapi juga harus dapat memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di waktu mendatang ketika suatu
program diimplementasikan. Evaluator diharapkan dapat menentukan tingkat
pemanfaatan faktor-faktor yang diidentifikasi dalam pelaksanaan suatu program.
Adapun temuan lapangan yang peneliti dapatkan, antara lain: (1) Fasilitas sarana
dan prasarana untuk program WBMH masih sangat minim, tidak adanya bantuan
dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana
untuk kegiatan program WBMH tersebut, (2) Kurangnya jumlah tenaga pendidik
yang ada di Kecamatan Menteng untuk program WBMH, kesibukan kerja dan
rutinitas lainnya menjadi salah satu faktor kurangnya masyarakat yang ikut
berminat untuk menjadi tenaga pendidik, hendaknya Pemerintah juga ikut
memperhatikan keberadaan tenaga pendidik yang ada, karena apabila ketersediaan
tenaga pendidik yang ada kurang memadai, hal ini akan berdampak pada kurang
optimalnya kegiatan proses belajar mengajar, dan (3) Terbatasnya jumlah
anggaran untuk pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng yang
bersumber dari warga.
4.4.1.3 Evaluasi proses
Pada tahap evaluasi proses ini di gunakan oleh evaluator untuk
menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan
pada tahap ini evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai
142
keterlaksanaan implementasi, berbagai kekuatan dan kelemahan dalam
implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variabel input
terhadap proses. Adapun beberapa aspek yang di kaji dalam evaluasi proses,
antara lain:
A. Pelaksana program WBMH
Pelaksana program WBMH berasal dari warga masyarakat dalam rangka
membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program WBMH bagi peserta didik,
kemudian dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga masyarakat setempat,
satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk memastikan pelaksanaan
kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan dengan baik, dan
memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH, sebagaimana telah
disampaikan oleh Informan 10 bahwa pada dasarnya semua masyarakat ikut
terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, mulai dari tingkat RW, RT, komunitas-
kpmunitas yang ada, karena program WBMH sendiri adalah program swadaya,
sehingga semua elemen masyarakat didalamnya harus ikut berperan serta dalam
pelaksanaan program WBMH, dan tugas dari satuan tugas yang dibentuk,
bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk pelaksanaan program
WBMH tersebut.
Namun seharusnya keterlibatan dari pihak Pemerintah DKI Jakarta
diperlukan dalam pelaksanaan program WBMH tersebut, tidak semata-mata
dilakukan oleh masyarakat saja. Keterlibatan dari Pemerintah DKI Jakarta dirasa
sangat diperlukan, agar dapat melihat berbagai kelemahan dan kekurangan yang
ada dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng.
143
B. Partisipasi peserta didik program WBMH
Sebagaimana di jelaskan dalam Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014
bahwa, warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di
bagi berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Adapun usia dari peserta didik tersebut adalah berada
pada usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
Jumlah peserta didik program WBMH di Kecamatan Menteng sendiri
terdapat sekitar 75 anak yang terdiri dari peserta didik tingkat SD, SMP, dan
SMA. Namun pada pelaksanaan program WBMH tersebut, tidak semua peserta
didik yang hadir. Rendahnya jumlah peserta didik yang mengikuti program
WBMH di sampaikan oleh Informan 6 yang mengatakan, masih sedikitnya jumlah
anak yang mengikuti program WBMH ini, disebabkan karena peserta didik sudah
lelah akan banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, kemudian masih ada beberapa
peserta didik yang belum pulang dari sekolah karena masih ada pelajaran
tambahan di sekolahnya. Masih banyaknya alasan yang dilontarkan oleh peserta
didik agar tidak mengikuti program WBMH tersebut, menandakan bahwa masih
kurangnya tingkat kesadaran dari peserta didik yang berdampak pada rendahnya
partisipasi peserta didik untuk mengikuti program WBMH tersebut.
C. Mekanisme pelaksanaan program WBMH
Adapun mekanisme pelaksanaan program WBMH Mekanisme
pelaksanaan Program WBMH berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun
2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8, adalah:
144
1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur.
2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan oleh satuan tugas.
3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan:
4. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: a. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; b. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan c. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik.
5. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: a. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib
belajar malam hari; b. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan c. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya.
Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d
Kamis pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah
tinggal si peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat
sebagai sarana yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Kemudian
untuk pelajaran diberikan adalah mengulang pelajaran di sekolah dan membahas
PR yang diberikan oleh guru di sekolah, sebagaimana yang telah di sampaikan
oleh Informan 9.
Namun waktu pelaksanaan kerap dijadikan alasan bagi peserta didik yang
tidak mengikuti program WBMH, karena dianggap berbenturan dengan kegiatan
di sekolah, dalam hal ini Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu mengkaji
kembali waktu pelaksanaan program WBMH, agar dapat diikuti oleh seluruh
peserta didik.
145
D. Peran orangtua peserta didik program WBMH
Peran dari orangtua sebagai garda terdepan dalam mengawasi anak dalam
menjalankan program ini, pengawasan dilakukan secara bersama, baik itu
orangtua maupun masyarakat setempat. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Gubernur nomor 22 tahun 2014, yang menyatakan bahwa tugas atau peran dari
orangtua dalam pelaksanaan program WBMH adalah sebagai fasilitator.
Masih kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut
melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk
keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang
penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan
bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam
bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar.
Salah satu faktor penyebab dari kurangnya peran serta dari orangtua disampaikan
Informan 10, yang menyampaikan bahwa kurangnya peran dari orangtua
disebabkan oleh kesibukan kerja, kurangnya kepedulian orangtua terhadap
prestasi anak. Adapun faktor lainnya adalah karena latar belakang pendidikan
orangtua yang rendah, dan keadaan keluarga yang tidak harmonis, seperti yang
telah disampaikan oleh Informan 1.
Worthen & Sanders (dalam Widyoko 2014:182) menjelaskan bahwa
Secara keseluruhan prosedur evaluasi proses adalah untuk mendeteksi atau
memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap
implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai
rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
146
Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan
memperbaiki keadaan yang ada. Evaluator diminta untuk menetukan sampai
sejauh mana rencana inovasi program dilaksanakan di lapangan, hambatan-
hambatan apa yang ditemui yang tak diperkirakan sebelumnya, dan perubahan-
perubahan apa yang harus dilakukan terhadap inovasi program tersebut. Informasi
yang berhasil dikumpulkan, disajikan sebagai umpan balik bagi para pengelola
dan staf. Dengan demikian, keputusan-keputusan yang diperlukan dalam usaha
memperbaiki proses yang sedang berlangsung dapat dilaksanakan. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, peneliti dalam hal ini melihat bahwa Program
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng masih menjumpai sejumlah
hambatan dalam pelaksanaannya, antara lain: (1) Struktur organisasi pelaksana
program WBMH di Kecamatan Menteng belum sesuai, apabila mengikuti struktur
organisasi pelaksana yang ada dalam Pedoman Pelaksanaan Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta, sekiranya biarlah struktur organisasi pelaksana yang ada di
Kecamatan Menteng berjalan sebagaimana mestinya, karena melihat program
WBMH ini sendiri merupakan program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan
oleh masyarakat, (2) Masih rendahnya partisipasi peserta didik yang mengikuti
program WBMH di Kecamatan Menteng, dibandingkan dengan jumlah peserta
didik yang ada, dalam hal ini peneliti melihat salah satu faktor yang menyebabkan
masih rendahnya partisipasi peserta didik yang mengikuti program WBMH adalah
karena tidak adanya penghargaan atau reward yang diberikan bagi peserta didik
Evaluasi
Proses Implementasi Solusi
Diperlukan
147
yang berprestasi, pemberian reward kepada peserta didik akan memberikan
stimulus atau rangsangan yang positif kepada peserta didik untuk lebih semangat
dalam belajar dan mengikuti program WBMH, pemberian penghargaan kepada
peserta didik sendiri belum terlaksana karena keterbatasan anggaran yang ada, dan
(3) Kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik dalam pelaksanaan program
WBMH di Kecamatan Menteng, jika melihat dari latar belakang pendidikan dari
orangtua peserta didik yang masih rendah, tetapi hal itu bukanlah menjadi alasan
bagi orangtua untuk tidak memperhatikan pendidikan untuk anaknya, dalam hal
ini seharusnya Pemerintah DKI Jakarta bersama Satuan Tugas pelaksana di
Kecamatan Menteng lebih mensosialisasikan lagi akan pentingnya pendidikan.
4.4.1.4 Evaluasi Hasil
Pada tahapan evaluasi hasil ini di gunakan oleh evaluator untuk
menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan
evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai program,
membandingkannya dengan standar dan mengambil keputusan mengenai status
program (direvisi, diganti, atau di lanjutkan). Adapun beberapa aspek yang di kaji
dalam evaluasi hasil, antara lain:
A. Prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
Pada tingkat pencapaian prestasi peserta didik program WBMH di
Kecamatan Menteng, telah mengalami peningkatan pada bidang akademiknya di
sekolah setelah mengikuti program WBMH. Hal itu di benarkan oleh Informan 1
yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan prestasi peserta didik program
148
WBMH di bidang akademik, karena setiap hari mereka selalu rutin untuk
mengikuti program WBMH. Hal tersebut menandakan bahwa program WBMH
tersebut telah berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah DKI Jakarta, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor
22 tahun 2014 bahwa, pelaksanaan program WBMH adalah sebagai acuan dalam
pelaksanaan wajib belajar malam hari baik di rumah maupun di luar rumah
dengan tujuan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan
optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya.
Namun masih ada juga beberapa peserta didik yang tidak mendapatkan
peringkat di sekolahnya, tetapi program ini dinilai sangat bermanfaat untuk
peserta didik, karena menambah wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mereka,
seperti yang telah disampaikan oleh Informan 13 selaku peserta didik program
WBMH tingkat SMA yang menyatakan bahwa, walaupun tidak mendapakat
peringkat di sekolah, tetapi setidaknya program ini berdampak positif untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peserta didik program WBMH.
B. Faktor pendukung keberhasilan program
Dalam setiap pelaksanaan program, pastinya terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan, faktor tersebut sangat penting untuk mendukung
keberhasilan suatu program yang dijalankan. Adapun yang menjadi faktor
pendukung keberhasilan program WBMH adalah peran aktif masyarakat yang
melaksanakan program dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk ikut
serta mengawasi dan membantu pelaksanaan program WBMH. Seperti yang telah
dijelaskan oleh Informan 1, bahwa yang menjadi faktor pendukung dalam
149
pelaksanaan program WBMH ini adalah masyarakat itu sendiri, karena program
WBMH adalah program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat,
jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program tersebut. Tetapi
dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program
WBMH, karena program ini adalah program yang diterapkan oleh pemerintah
DKI Jakarta. Menurutnya, meskipun program ini adalah swadaya, tetapi jika tidak
adanya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta, program WBMH tersebut tidak
akan berjalan dengan efektif.
Peran aktif dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta
harus berjalan secara bersama, dan tidak dapat dipisahkan, walaupun merupakan
program swadaya. Kedua elemen tersebut merupakan faktor penting dalam
pelaksanaan program WBMH, agar berjalan sesuai dengan yang diharapakan oleh
Pemerintah DKI Jakarta.
C. Faktor penghambat pelaksanaan program WBMH
Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program
WBMH di Kecamatan Menteng yang pertama adalah kurangnya sumber daya
manusia sebagai tenaga pendidik untuk program WBMH. Jumlah tenaga pendidik
yang aktif sebagai guru pendamping pada program WBMH di Kecamatan
Menteng sendiri hanya terdapat 2 orang dan kualitas dari tenaga pendidik tersebut
kurang memenuhi standar untuk mengajar, menurut Informan 4, membenarkan
bahwa di Kecamatan Menteng kekurangan tenaga pendidik untuk program
WBMH, kekurangan tenaga pendidik tersebut menjadi faktor penghambat dalam
pelaksanaan program WBMH.
150
Terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan program WBMH, karena
anggaran yang ada hanya bersumber pada warga, sedangkan kondisi ekonomi
masyarakat di Kecamatan Menteng tergolong rendah, seperti yang dijelaskan oleh
Informan 1, yang menyatakan bahwa jumlah anggaran yang ada tidak mencukupi
untuk pelaksanaan program WBMH, karena tidak ada bantuan anggaran yang di
keluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk pelaksanaan program WBMH.
Kemudian menurutnya, bahwa segala sesuatu dalam pelaksanaan program
WBMH tersebut membutuhkan anggaran, seperti penyediaan fasilitas untuk
belajar, pemberian penghasrgaan pada peserta didik yang berprestasi dan biaya-
biaya yang dikeluarkan lainnya untuk pelaksanaan program WBMH tersebut.
Lingkungan politik juga menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan
program WBMH, sebagaimana di ungkapakan oleh Informan 1, bahwa pergantian
Camat yang terjadi di Kecamatan Menteng mempengaruhi keberlangsungan
program WBMH, karena dinilai bahwa Camat yang sebelumnya mendukung
penuh pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Sedangkan Camat
yang sekarang menggantikan jabatan, di nilai kurang memperhatikan dan
mendukung pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut
dibenarkan juga oleh Informan 4, bahwa lingkungan politik sangat mempengaruhi
pelaksanaan program, seperti halnya program WBMH yang dibuat dan diterapkan
oleh Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, dan ketika pergantian jabatan Gubernur
DKI Jakarta yang baru, program WBMH tersebut dirasa sudah tidak diperhatikan
oleh Pemerintah DKI Jakarta.
151
D. Monitoring evaluasi yang dilakukan terhadap program WBMH
Monitoring yang dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta bertujuan
untuk mengawasi pelaksanaan program WBMH, untuk meminimalkan
penyimpangan dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana dijelaskan dalam
pedoman program pelaksanaan program WBMH oleh Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta. Monitoring dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui
Dinas Pendidikan atau Suku Dinas Pendidikan yang terkait, dan waktu
pelaksanaan monitoring dilakukaan setiap bulannya, seperti yang telah
disampaikan oleh Informan 2.
Namun pada kenyataannya, monitoring yang dilakukan oleh Dinas
Pendidikan hanya dilaksanakan pada awal diterapkannya program WBMH. Tidak
ada lagi monitoring yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta terhadap
program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut di benarkan oleh Informan
5, yang mengungkapkan bahwa hanya dua kali dilakukan monitoring oleh Dinas
Pendidikan di Kecamatan Menteng, dan itupun pada awal pelaksanaan program
WBMH. Monitoring evaluasi merupakan sesuatu hal yang wajib dan perlu untuk
dilakukan, karena dari monitoring evaluasi itulah Pemerintah DKI Jakarta dapat
mengambil langkah dan memutuskan untuk kelanjutan program WBMH, apakah
program tersebut akan tetap dilanjutkan dengan perubahan/revisi ataupun
diberhentikan.
Menurut Tayibnapis (2000:14) menjelaskan bahwa secara keseluruhan
evaluasi proses membantu mengimplementasikan keputusan, sampai sejauh mana
152
rencana yang telah diterapkan? Apa yang harus direvisi?, adapun alur kerja
evaluasi hasil.
Stufflebeam (dalam Hamid Hasan 2008:219) mengatakan, evaluasi hasil
adalah kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP. Tujuan utama dari
evaluasi hasil adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program yang
diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang
menggunakannya. Diharapkan hasil evaluasi memperlihatkan pengaruh program,
baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pada tahap evaluasi hasil ini
peneliti melihat, program WBMH yang dilaksanakan di Kecamatan Menteng telah
berhasil mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu adalah untuk meningkatkan
prestasi peserta didik di bidang akademik. Tetapi dalam pelaksanaannya di
lapangan masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi, antara lain dapat dilihat
dari faktor-faktor yang menghambat keberhasilan program secara keseluruhan,
yaitu: (1) Kurangnya ketersediaan sumber daya manusia di Kecamatan Menteng
sebagai tenaga pendidik pada program WBMH, jumlah tenaga pendidik yang ada
tidak sebangding dengan jumlah peserta didik yang ada, (2) Tebatasnya dana
anggaran yang ada untuk pelaksanaan program WBMH, karena sumber anggaran
sepenuhnya diperoleh dari masyarakat, sedangkan lingkungan ekonomi
masyarakat di Kecamatan Menteng sendiri tergolong rendah, (3) Lingkungan
Evaluasi
Hasil
Tujuan yang
ditetapkan
Dilanjutkan
Direvisi
Diberhentikan
153
politik yang berubah di Kecamatan Menteng, ikut mempengaruhi kelangsungan
program WBMH, (4) Pelaksaan program WBMH di Kecamatan Menteng sudah
tidak berjalan dengan baik seperti pada awal penerapan program WBMH di
Kecamatan Menteng, karena tidak ada lagi perhatian dari Pemerintah DKI Jakarta
terhadap pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, dan (4)
Monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta tidak berjalan
dengan baik, tahap monitoring yang direncanakan oleh Pemerintah akan
berlangsung setiap bulannya, tidak berjalan dengan baik.
Program WBMH mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dan
merupakan pilot project atau proyek percontohan pada tahap uji coba di beberapa
wilayah Jakarta. Apabila program tersebut berjalan baik dan efektif dalam
meningkatkan minat belajar dan prestasi anak, maka target Pemerintah DKI
Jakarta akan menerapkan program Wajib Belajar Malam Hari di seluruh wilayah
DKI Jakarta. Pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Meneteng sendiri sudah
berjalan sejak tahun 2011, dan itu pun jauh sebelum Pemerintah DKI Jakarta
memberlakukan kebijakan program WBMH, jadi bisa dikatakan bahwa
Pemerintah DKI Jakarta mengadopsi program WBMH tersebut dari Kecamatan
Menteng.
Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program WBMH di
Kecamatan Menteng dikarenakan pengaruh berbagai variabel yang kompleks,
baik variabel individual ataupun variabel organisasional. Masing-masing variabel
pengaruh tersebut saling beketerkaitan satu sama lain.
154
Tabel 4.6 Ringkasan Pembahasan
No. Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
1. Konteks a. Latar belakang pelaksanaan program WBMH
b. Tujuan program WBMH
c. Alasan pilot project (proyek percontohan) pada program WBMH
d. Pemilihan lokasi proyek
percontohan program WBMH
e. Sosialisasi Program WBMH oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada masyarakat.
a. Program swadaya yang dilaksanakan oleh masyarakat
b. Untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik
c. Untuk dilakukan uji publik oleh pemerintah DKI Jakarta
d. Berdasarkan kepada wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi
e. Kurang seriusnya pemerintah DKI Jakarta untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat
2. Masukan a. Sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH
b. Tenaga pendidik untuk kegiatan program WBMH
c. Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan program WBMH
a. Kurang memadai
b. Minimnya jumlah tenaga pendidik yang ada
c. Swadaya dari masyarakat
3. Proses
a. Struktur Organisasi Pelaksana program WBMH
b. Partisipasi peserta didik program
WBMH c. Mekanisme pelaksanaan program
WBMH d. Peran orangtua peserta didik
program WBMH
a. Belum sesuai dengan pedoman pelaksanaan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta
b. Masih rendah
c. Sudah berjalan baik d. Kurangnya peran
orangtua peserta didik
155
4. Hasil a. Prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
b. Faktor pendukung keberhasilan program
c. Faktor penghambat pelaksanaan program WBMH
d. Monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah terhadap program WBMH
a. Terdapat peningkatan prestasi peserta didik di bidang akademik
b. Peran aktif dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta
c. Lingkungan politik yang berubah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan program.
d. Tidak berjalan
156
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Wajib Belajar Malam ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng ini belum sepenuhnya
berhasil mencapai tujuan, karena dalam tahapan pelaksanaan program WBMH
tersebut masih terdapat banyak kendala yang terjadi. Tahapan pelaksanaan
program WBMH dimulai dari sosialisasi, penyediaan sarana dan prasarana,
sumber pembiayaan program WBMH, dan monitoring evaluasi yang dilakukan
Pemerintah DKI Jakarta.
2. Masih banyak terdapat kekurangan didalam Peraturan Gubernur Nomor 22
Tahun 2014 tentang wajib belajar malam hari sebagai acuan dalam pelaksanaan
program WBMH di Kecamatan Menteng.
3. Kebijakan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) di Kecamatan
Menteng dari sisi substansinya dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang
berfungsi untuk melaksanakan fungsi Pemerintah di bidang pemberdayaan
masyarakat tetapi implementasi kebijakannya kurang didukung oleh
keterlibatan Pemerintah DKI Jakarta dan warga masyarakat dalam
melaksanakan Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut. Dampak lemahnya
kebijakan tentang pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
berakibat pada lemahnya pelaksanaan dan penyebarluasan Program WBMH
157
Kecamatan Menteng di tengah-tengah masyarakat. Masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui esensi dari Program WBMH yang dicanangkan oleh
Pemerintah DKI Jakarta dan sosialisasi program WBMH belum dilakukan
secara maksimal.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian diatas, maka
peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dan bahan
pertimbangan bagi evaluasi Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014 tentang
Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Adapun saran-
saran tersebut yaitu :
1. Bagi Pemerintah DKI Jakarta beserta Dinas Pendidikan ataupun Suku Dinas
Pendidikan Jakarta Pusat hendaknya meninjau kembali Peraturan Gubernur
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari (WBMH), mulai
dari waktu pelaksaan program, struktur pelaksana kegiatan program, sarana
dan prasarana pendukung, sampai dengan anggaran untuk pelaksanaan
program, agar program swadaya ini dapat berjalan baik dan optimal di
masyarakat. Manajemen pengawasan program juga menjadi sisi yang harus
mendapat perhatian serius, hal ini dilakukan agar meminimalisir
penyimpangan yang terjadi dalam program WBMH, selain itu pengawasan
program dapat berlangsung lebih efektif, kemudian Program Wajib Belajar
Malam Hari harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah DKI Jakarta
dengan konsekuensi logis harus menjadi prioritas kerja dan prioritas anggaran
158
dan perlu disusun strategi pelaksanaan Program WBMH secara partisipatif
berbasis ide-ide dan potensi masyarakat.
2. Bagi satuan tugas pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng, harus
menyiapkan sumberdaya yang memadai dan kompeten. Bagaimanapun pihak
Satuan tugas yang lebih mengetahui kondisi di Kecamatan Menteng
dibandingkan dengan Pemerintah atau Dinas Pendidikan, kemudian
diperlukan sinergitas Program WBMH dengan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) terkait serta sektor swasta,
3. Bagi tenaga pendidik program WBMH di Kecamatan Menteng hendaknya
dapat kembali memaknai julukan yang sangat melekat dengan profesi seorang
guru laksana pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pelita bagi anak-anak
Indonesia mengejar cita-citanya. Olehnya itu butuh ketulusan dan semangat
pengabdian yang tinggi dalam melaksanakan segala tanggungjawab yang
diberikan, tidak terkecuali dalam program WBMH ini. Jika memang belum
ada fasilitas atau insentif khusus dari bergulirnya program WBMH ini,
diharapkan tenaga pendidk tetap pada motivasi yang tinggi dalam
mensukseskan program WBMH.
4. Bagi orangtua peserta didik, hendaknya harus lebih memperhatikan dan
memahami bahwa pendidikan sangat penting untuk anak, karena dengan
pendidikan yang baik akan tercipta generasi yang unggul dan kompeten.
5. Bagi peserta didik sendiri harusnya lebih mengingat kembali pada cita-cita
yang diharapkan. Untuk mencapai itu, pendidikan merupakan jalan untuk
meraihnya, tidak ada kata lelah dan tidak ada kata berhenti untuk belajar.
159
6. Bagi masyarakat khususnya di Kecamatan Menteng, untuk ikut berpartisipasi
dan mendukung pelaksanaan program WBMH. Program swadaya ini tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran aktif dari masyarakat sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 2004. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis
bagi praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara _______, Suharsimi. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis
bagi praktisi pendidikan. Cetakan kedua, Jakarta: Bumi Aksara Fuad dan Nugroho. 2012. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Serang: Fisip
Untirta Press Hasan, Hamid. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial,
Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI.
Miles, Matthew dan Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press
Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Aditama
Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta _______ . 2008. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta _______ . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV.
Alfabeta _______ . 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Cetakan kelima
belas, Bandung: CV. Alfabeta Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Widyoko, Eko Putro. 2014. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Dokumen - Dokumen: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Sistem Pendidikan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari Pedoman Pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Sumber Lain: Prayoga, Agryan Wahyu. 2013. Implementasi Program Kartu Jakarta Pintar Pada
Jenjang Pendidikan SMA/SMK di Kecamatan Kalideres Kota Adminstrasi Jakarta Barat. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Aprisia, Triana. 2014. Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota
Metro. Universitas Lampung Wulanuari, Yasica Pratama. 2012. Efektifitas Implementasi Program Gerakan Wajib
Jam Belajar (GWJB) di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Kliwon, Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta
Yuniarti, Andrian. 2012. Pelaksanaan Jam Wajib Belajar Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota Mojokerto. Universitas Negeri Malang
Web: http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/08/0920254/Kenakalan.Remaja.Makin.
Mencemaskan 9 November 2014 http://m.news.viva.co.id/cangkang/haji2014/read/446659-menangkal-tabrakan-maut-
aqj-dengan-jam-malam--efektifkah-
http;//beritasatu.co.id/dampakpemberlakuanjamwajibbelajarmalam 11 Oktober 2013
CATATAN LAPANGAN
NO TANGGAL WAKTU
TEMPAT HASIL INFORMAN
1 5 Februari 2014
13.02 Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
Surat Izin Penelitian
-
2 6 Februari 2014
15.00 KESBANGPOL Provinsi
Banten
Surat Izin Penelitian
-
3 25 Februari 2014
11.01 KESBANGPOL Provinsi DKI Jakarta
Surat Izin Penelitian
-
4 26 Maret 2014 10.12 Kantor Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
Wawancara, Pedoman
Pelaksanaan Program
WBMH, Pergub No 22 Tahun
2014
Staff Seksi Sarana dan
Prasarana SD
5 16 Oktober 2014
13.33 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Observasi Wawancara
Awal
Penanggung Jawab Program
WBMH KEcamatan
Menteng 6 16 Oktober
2014 15.27 Kantor Pos
RW 06 Kelurahan
Pegangsaan
Observasi, Wawancara
awal
Guru Pendamping
Program WBMH
7 13 Maret 2015 10.59 Kantor Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
Observasi, Wawancara
Staff Seksi Sarana dan
Prasarana SD
8 14 Maret 2015 14.33 Kantor Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
Konfirmasi Memberchek
Staff Seksi Sarana dan Prasana SD
9 14 Desember 2015
11.20 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Wawancara, Penanggung Jawab Program
WBMH 10 15 Desember
2015 12.19 Rumah Ibu
Tati Wawancara Ketua
Pelaksana Progran WBMH
11 15 Desember 2015
13.34 Rumah Ibu Pipit
Wawancara Guru Pendamping
Program WBMH
12 16 Desember 2015
09.12 Kantor Sekretariat
RW 01 Kelurahan
Pegangsaan
Wawancara Satuan Tugas Program WBMH
13 16 Desember 2015
11.46 Rumah Bapak Tiri
Wawancara Orangtua Peserta Didik
Program WBMH
14 16 September 2015
13.16 Rumah Ibu Rusmini
Wawancara Orangtua Peserta Didik
Program WBMH
15 16 Desember 2015
14.37 Halaman Kantor
Sekretariat RW 06
Kelurahan Pegangsaan
Wawancara, Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SMA
16 17 Desember 2015
09.46 Pasar Cikini Kecamatan Menteng
Wawancara, Sekretaris Kelurahan
Pegangsaan
17 17 Desember 2015
11.47 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Wawancara Kasie Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan
Rakyat
18 17 Desember 2015
13.05 Kantor Sekretariat
Rw 06 Kelurahan
Pegangsaan
Wawancara Ketua RW 06 Kelurahan
Pegangsaan
19 17 Desember 2015
15.05 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Wawancara Ketua RT 012 Kelurahan
Pegangsaan 20 17 Desember
2015 16.09 Kantor
Kelurahan Pegangsaan
Wawancara Ketua PKK RW 06
Kelurahan Pegangsaan
21 20 Desember 2015
10.02 Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng
Wawancara Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SMA
22 20 Desember 2015
13.15 Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng
Wawancara Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SMP
23 20 Desember 2015
13.42 Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng
Wawancara Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SD
24 14 Januari 2016
08.33 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Memberchek
Penanggung Jawab Program
WBMH Kecamatan
Menteng 25 15 Januari
2016 11.47 Kantor
Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Memberchek
Kasie Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan
Rakyat
26 15 Januari 2016
13.45 Kantor Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Memberchek
Ketua RT 12/06
Kelurahan Pegangsaan
27 15 Januari 2016
14.15 Rumah Ibu Tati
Konfirmasi Membercheck
Ketua Pelaksana Program WBMH
28 15 Januari 2016
15.01 Rumah Ibu Pipit
Konfirmasi Membercheck
Guru Pendamping
Program WBMH
29 16 Januari 2016
09.15 Kantor Sekretariat
RW 01 Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Sekretaris Kelurahan
Pegangsaan
30 16 Januari 2016
09.30 Kantor Sekretariat
RW 01 Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Ketua RW 06 Kelurahan
Pegangsaan
31 16 Januari 2016
10.14 Kantor Sekretariat
RW 01 Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Ketua PKK RW 06
Kelurahan Pegangsaan
32 16 Januari 2016
10.36 Kantor Sekretariat
RW 01 Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Satuan Tugas Program WBMH
33 17 Januari 2016
13.47 Halaman Monumen Proklamasi
Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH
Kelurahan Pegangsaan
Tingkat SMA
34 17 Januari 2016
13.55 Halaman Monumen Proklamasi Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SMP
35 17 Januari 2016
14.03 Halaman Monumen Proklamasi Kelurahan
Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH
Tingkat SD
36 20 Januari 2016
10.17 Rumah Ibu Rusmini
Konfirmasi Membercheck
Orangtua Peserta Didik
Program WBMH
37 20 Januari 2016
15.40 Rumah Bapak Tiri
Konfirmasi Membercheck
Orangtua Peserta Didik
Program WBMH
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Penanggung Wawancara ke Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jawab Program WBMH Kecamatan Menteng Jakarta
Wawancara dengan Ketua pelaksana Wawancara dengan Ketua RT 012/006
program WBMH Kecamatan Menteng Kelurahan Pegangsaan
Wawancara dengan Kasie Pemberdayaan & Wawancara dengan guru pendamping
Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan program WBMH Kecamatan Menteng
Wawancara Dengan Sekretaris Kelurahan Wawancara dengan Ketua PKK RW 06
Pegangsaan Kelurahan Pegangsaan
Wawancara dengan Ketua RW 06 Wawancara dengan tim Satgas Program
Kelurahan Pegangsaan WBMH Kecamatan Menteng
Wawancara dengan peserta didik program Wawancara dengan peserta didik program
WBMH tingkat SMA WBMH tingkat SMP
Wawancara dengan orangtua peserta didik Wawancara awal dengan guru pendamping
Program WBMH program WBMH
Wawancara dan observasi awal Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan
Di Kelurahan Pegangsaan Pegangsaan
MEMBER CHECK
Nama : Dadang Suherman
Pekerjaan : Penanggung Jawab Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS
1. Q : Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut?
A. : Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak
diiginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang
anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja
yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain.
2. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
A. : Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk
meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah.
Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau
pergi main malam hari.
3. Q : Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH?
A. : Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan
Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat
apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di
sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program
WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari
pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
4. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program
WBMH?
A. : Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan
program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi
masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan
pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan
Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai
ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam
Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum
melaksanakannya.
5. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan
Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian
kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita
memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di
rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak
hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini.
Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu
Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah
hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan
program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.
MASUKAN
6. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-
pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat
menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik.
Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak
menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada.
Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan
warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat.
Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun.
7. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela
dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam
malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang
menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang
saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya
yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain
seperti pekerjaan dan lain-lain.
8. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
A. : Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering
menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga
ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu,
karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan,
dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk
menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam.
Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk
kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita
mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari
swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.
PROSES
9. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan
Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik
sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam.
10. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah
antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari
peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA.
Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan
Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak
yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun
dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya.
11. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah,
dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9,
dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah
peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa,
kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-
kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam
malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah
ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar.
12. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang
masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut.
13. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini,
karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang
kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun
tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja.
Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan
memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para
orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga
orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak
mendapatkan pendidikan atau karena hal lain.
Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang
kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan
akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga
beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.
HASIL
14. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan
anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan
prestasinya juga.
15. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini
adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan
program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di
dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari
pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah
yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini
program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah,
program ini tidak akan berjalan lama.
16. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam
pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk
kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran
yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari
kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah
anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan
program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal
kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua
kan memakai anggaran.
Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan
program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat
mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau
Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu.
Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20
anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di
kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat
semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan
juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar
lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau
belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan
penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar
semangat belajar mereka tuh tetap ada.
17. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk
melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja,
kesininya tidak ada yang datang lagi.
MEMBER CHECK
Nama : Rini Sulastri, S.Pd
Pekerjaan : Staff Seksi Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
KONTEKS
1. Q : Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut?
A. : Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah
sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena
itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib
Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban
kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk
selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini
adalah program swadaya.
2. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
A. : Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan
potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan
mengembangkan minat anak dalam belajar.
3. Q : Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH?
A. : Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang
dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan
program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan
prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan
menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
4. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program
WBMH?
A. : Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk
Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah
menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti
yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah
menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang
sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan
wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi
masyarakatnya baik.
5. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan
pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas
pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.
MASUKAN
6. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program
WBMH?
A. : Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid
kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya
didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program
swadaya mas.
7. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH?
A. : Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan
untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk
membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik.
8. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
A. : Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi
anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan
tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib
Belajar Hari ini.
Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH,
pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan
masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.
PROSES
9. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH?
A. : Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk
untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari
masyarakat.
10. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH?
A. : Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan
SMA/SMK.
11. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH?
A. : Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari
pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam
diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis
pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai
dengan keperluannya.
12. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH?
A. : Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting
dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang
semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka
akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.
HASIL
13. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang
akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk
meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada
kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga
memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau
proses pembelajaran terhadap peserta didiknya.
14. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH?
A. : Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya,
jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah
mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi
terhadap pelaksanaan program WBMH.
15. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH?
A. : Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap
bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.
MEMBER CHECK
Nama : Makfudi
Pekerjaan : Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS
1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari pelaksanaan program WBMH?
A. : Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di
sekolah.
2. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program
WBMH?
A. : Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini
sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan
inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada
anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak
yang mengikuti.
MASUKAN
3. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan
tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar
belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada
yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari
tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja
yang mau membantu mengajar silahkan.
HASIL
4. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu,
walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak
mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal
anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari
masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program
WBMH ini.
5. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa
jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus
sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi
kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak
diperhatikan, sama saja bohong.
6. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Tidak ada.
MEMBER CHECK
Nama : You Ming Ethgalangi
Pekerjaan : Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan
Rakyat Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS
1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
A. : Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan
minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak
keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan
anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak
kriminal.
2. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program
WBMH?
A. : Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh
sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala
kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk
menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari
masyarakat.
MASUKAN
3. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu
ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta
didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lain-
lannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu
ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan
WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI
tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu
menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari
masyarakat pasti tidak mencukupi.
4. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang
ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu
sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi
peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga
pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang
mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan
membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah
duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah.
Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan
(mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin
hanya mengawasi anak-anaknya belajar.
5. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
A. : Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang
menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi
kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan
keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya
masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan.
Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak,
tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.
HASIL
6. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan
merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk
meningkatkan prestasi anak di sekolah.
7. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas,
orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan
program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik
itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan
program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan
program WBMH ini.
8. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program,
contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan
oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh
DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak
lanjut terhadap program ini.
9. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang
datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini,
mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu
mengenai itu.
MEMBER CHECK
Nama : R. Kusuma Sholuh
Pekerjaan : Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus
program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di
pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.
MASUKAN
2. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
A. : Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada
warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam
pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita
menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran.
HASIL
3. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak
selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga
keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat
mendukung sekali pelaksanaan program ini.
4. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat
pelaksanaan WBMH.
MEMBER CHECK
Nama : Neneng Fitria
Pekerjaan : Ketua RT 012/006 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama
teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain
mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan
mengenai program WBMH tersebut.
MASUKAN
2. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
A. : Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk
kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak
RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita
usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.
PROSES
3. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang
diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan.
4. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini,
mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas
kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur
karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena
masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik.
HASIL
5. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program
WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Kurangnya kesadaran orangtua menjadi hambatan juga dalam
pelaksanaan program ini, yah setiap hari kita capek juga kalau harus
memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH,
seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus
disuruh-suruh lagi.
6. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret,
tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.
MEMBER CHECK
Nama : Tati Mulyati
Pekerjaan : Ketua Pelaksana Program WBMH Kecamatan Menteng
MASUKAN
1. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk
bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga, ada juga waktu
itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan
kegiatan WBMH.
PROSES
2. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak
yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita
tujuannya belajar bersama.
HASIL
3. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai
pelaksanaan program WBMH ini.
MEMBER CHECK
Nama : Onengsih
Pekerjaan : Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak.
Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama
spanduk-spanduk yang dipasang.
MEMBER CHECK
Nama : Pipit Kustiawati
Pekerjaan : Guru Pendamping Program WBMH Kecamatan Menteng
MASUKAN
1. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada
gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja
belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya
peserta didik membawa sendiri dari rumah.
2. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak,
sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program
jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky.
Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu
hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau
bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya
anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.
PROSES
3. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga
SMK.
4. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah
dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang
diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita
mengadakan pengajian.
5. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih
banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak
untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik
bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak
yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan,
yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini.
6. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu
menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam
Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung
kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat
waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam
malam.
HASIL
7. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah.
8. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan
tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang
memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program
WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari
pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.
MEMBER CHECK
Nama : Syahrul
Pekerjaan : Satuan Tugas Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS
1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
A. : Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi
saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih
melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada
waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak
menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.
2. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT
kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang
dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang
program WBMH.
PROSES
3. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena
ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut
berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai
Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan
untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu.
4. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi
kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan
TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam.
5. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang
tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para
orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah
tantangannya.
HASIL
6. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH
di Kecamatan Menteng?
A. : Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH
ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak
adanya dukungan dari pemerintah.
MEMBER CHECK
Nama : Tiri
Pekerjaan : Orangtua Peserta Didik Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di
jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak
anak mengikuti program WBMH itu.
HASIL
2. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di
sekolahnya.
MEMBER CHECK
Nama : Rusmini
Pekerjaan : Orangtua Peserta Didik Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW,
katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.
PROSES
2. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang
ramai, tapi makin kesini jadi sepi.
MEMBER CHECK
Nama : Muhamad Renaldi
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
KONTEKS
1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program
WBMH kepada masyarakat?
A. : Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh
datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.
HASIL
1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.
MEMBER CHECK
Nama : Muhamad Farhan
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
MASUKAN
1. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.
PROSES
2. Q : Bagaimana Partispasi Peserta Didik Terhadap Program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Saya sering gak ikut, karena banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi
kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga
di sekolah.
3. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.
HASIL
4. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Saya peringkat 8 di kelas.
MEMBER CHECK
Nama : Romy Febriansyah
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
MASUKAN
1. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di
Kecamatan Menteng?
A. : Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri
kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.
PROSES
2. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas,
sama ngerjain PR.
MEMBER CHECK
Nama : Razika Satria
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
PROSES
1. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan
Menteng?
A. : Ngerjain PR sih paling sering.
HASIL
2. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Dapet sih 10 besar di sekolah.
MEMBER CHECK
Nama : Hendrawan
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
HASIL
1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Dapet ranking kok.
MEMBER CHECK
Nama : Fandy Marwan
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
HASIL
1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Gak dapet rangking, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di
sekolah.
MEMBER CHECK
Nama : Rija Akbar
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
HASIL
1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Iyah dapet.
MEMBER CHECK
Nama : Muhamad Ardhi Wijaya
Pekerjaan : Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
HASIL
1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik
setelah mengikuti program tersebut?
A. : Iyah dapet rangking.
TRANSKIP DATA
Peneliti Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut?
Kode
I1
Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak diiginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain.
1
I2
Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya.
2
Peneliti Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
I1
Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari.
3
I2
Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar.
4
I3 Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.
5
I4
Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal.
6
I10
Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.
7
Peneliti Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH?
I1
Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
8
I2
Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
9
Penelti Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot
project untuk program WBMH?
I1
Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya.
10
I2
Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik.
11
I3
Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti.
12
I4
Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat.
13
Peneliti Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat?
I1
Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.
14
I2
Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.
15
I5
Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.
16
I6
Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut.
17
I8
Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang.
18
110
Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH.
19
I11 Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH 20
itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu.
I12
Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.
21
I13
Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.
22
Peneliti Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1
Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun.
23
I2
Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas.
24
I4
Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lain-lannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi.
25
I7
Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga, ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH.
26
I9 Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk
27
prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah.
Peneliti Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1
Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain.
28
I2
Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik.
29
I3
Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan.
30
I4
Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar.
31
I9
Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky.
32
Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.
I14 Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.
33
I15
Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.
34
Peneliti Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
I1
Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam. Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.
35
I2
Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini. Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.
36
I4
Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.
37
I5
Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam
38
pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran.
I6
Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.
39
Peneliti Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1
Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam.
40
I2 Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat.
41
I10
Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu.
42
Peneliti Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1
Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA. Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya.
43
I2 Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.
44
I7
Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama.
45
I9 Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK.
46
Peneliti Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1
Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar.
47
I2
Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya.
48
I6
Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan.
49
I9
Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita mengadakan pengajian.
50
I10
Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam.
51
I15 Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR.
52
I16 Ngerjain PR sih paling sering. 53
Peneliti Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1 Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut.
54
I6
Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan
55
di sekolah kata beberapa anak peserta didik.
I9 Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini.
56
I14 Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah.
57
Peneliti Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1 Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain. Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.
58
I2
Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.
59
I9 Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam.
60
I10 Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya.
61
I12 Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi.
62
I14 Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film. 63
Peneliti Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut?
I1 Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan prestasinya juga.
64
I2 Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya.
65
I4 Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.
66
I5 Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini.
67
I9 Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah.
68
I11 Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya.
69
I13 Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya. 70
I14 Saya peringkat 8 di kelas. 71
I16 Dapet sih 10 besar di sekolah. 72
I18 Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.
73
I20 Iyah dapet rangking. 74
Peneliti Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1 Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama.
75
I2 Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH.
76
I3 Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini.
77
I4 Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini.
78
Peneliti Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng?
I1 Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-
79
kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran. Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu. Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada.
I3 Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong.
80
I4 Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program ini.
81
I6 Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi.
82
I9
Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.
83
I10 Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya
84
dukungan dari pemerintah.
Peneliti Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH?
I1 Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi.
85
I2 Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.
86
I3 Tidak ada. 87
I4 Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu.
88
I5 Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.
89
I6 Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.
90
I7 Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.
91
KODING DATA
Kode Kata Kunci 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Meminimalisir kenakalan remaja. Mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari. Untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik. Meningkatkan potensi anak di sekolah. Meningkatkan prestasi anak di sekolah. Meningkatkan prestasi anak di sekolah. Masih banyak kekurangan dalam program WBMH. Untuk melihat keberhasilan program WBMH. Untuk melihat tingkat keberhasilan program WBMH. Wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi. Tingkat partisipasi masyarakat tinggi. Sudah ada program WBMH semenjak tahun 2011. Program WBMH sudah ada di Menteng sebelum PerGub no 22 diturunkan. Sosialisasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan orangtua peserta didik. Dilakukan secara berjenjang. Mengumpulkan orangtua peserta didik di pos RW. Pernah dilakukan sosialisasi. Tidak menghadiri acara sosialisasi. Melakukan sosialisasi dengan memberikan pengarahan kepada masyarakat. Pernah mengikuti sosialisasi program WBMH Dulu pernah dilakukan sosialisasi Pernah. Sarana yang digunakan berupa pos-pos ronda yang ada. Sarana yang digunakan bisa di gardu, mushola atau pos RW. Menggunakan sarana yang ada, dan dari sumbangan warga. Kegiatan diadakan di gardu atau pos RW. Sarana yang digunakan gardu dan buku-buku dari sumbangan warga. Warga yang bersedia menjadi guru pendamping. Warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran. Guru yang ada sangat minim jumlahnya. Kekurangan tenaga pendidik untuk program WBMH. Guru pendamping hanya saya dan bapak Zaky. Gurunya ibu Pipit dan pak Zaky. Ada bapak Zaky sama ibu Pipit. Anggaran kita dapatkan dari masyarakat. Anggaran untuk program ini, semuanya bersumber dari masyarakat. Dari swadaya masyarakat. Kita semua menyumbang. Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada. Semua masyarakat. Satuan Tugas yang sudah dibentuk dan berasal dari masyarakat. Semua masyarakat ikut terlibat. Peserta didik yang berada pada usia sekolah 5-18 tahun.
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
Anak-anak dalam usia belajar SD sampai SMA/SMK. Anak-anak sekolah. Anak-anak sekolah. Dilakukan pada hari sekolah, pada pukul 7 sampai 9. Pada malam hari sekolah pada pukul 19.00 sampai 21.00. Mengulang pelajaran yang diberikan disekolah. Membahas pelajaran yang diberikan disekolah. Setiap hari tim satgas keliling untuk memberi himbauan kepada orangtua. Membahas pelajaran dan mengerjakan PR. Ngerjain PR. Cukup banyak anak yang ikut. Masih terbilang sedikit. Cukup banyak peserta didik yang antusias mengikuti kegiatan. Banyak kegiatan di sekolah. Peran orangtua sangat penting dalam program ini. Tugas orangtua sebagai fasilitator dalam program ini. Masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini. Banyak orangutan yang bekerja sampai larut malam. Sepi, orangtua yang ikut mengawasi. Kalau belajar sendiri. Ada peningkatan prestasi peserta didik di bidang akademik. Ada peningkatan prestasi peserta didik di sekolah. Untuk peningkatan prestasi pastinya ada. Program ini sangat bagus sekali ontuk mendidik anak. Ada beberapa anak yang mendapatkan peringkat di sekolah. Ada penimgkatan prestasi terhadap anak saya. Gak dapet rangking tapi nambah pengetahuan. Peringkat 8 di kelas. Dapet 10 besar di sekolah. Gak, tapi jadi ngerti sama pelajaran disekolah. Iyah dapet rangking. Peran aktif masyarakat dan dukungan pemerintah. Masyarakat itu sendiri. Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintah juga sangat perlu. Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat. Masih banyak yang menjadi faktor penghambat, yang utama terbatasnya angaran untuk program WBMH. Kurangnya peran pemerintah. Lingkungan politik juga sangat berpengaruh terhadap nasib suatu program. Kurangnya kesadaran orangtua. Kekurangan tenaga pengajar, kurangnya kesadaran orangtua, fasilitas dan sarana yang masih minim. Masih kurangnya kesadaran orangtua dan dukungan dari pemerintah. Ada beberapa orang dari Dinas yang datang hanya diawal saja. Akan dilaksanakan monitoring evaluasi setiap bulannya. Tidak ada.
88 89 90 91
Tidak ada selama ini. Pernah, tapi cuma 2 kali. Ada memang pas awal pelaksanaan program. Iyah pernah ada.
KATEGORISASI DATA
Q1 Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut?
Kesimpulan
I1
Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak diiginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain.
Diadakannya program WBMH, untuk membiasakan anak agar belajar diluar waktu sekolah dan untuk mengindari anak menjadi korban tindak kriminalitas yang terjadi sering di malam hari.
I2
Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya.
Q2 Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
Kesimpulan
I1
Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari.
Untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik.
I2
Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar.
I3
Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.
I4
Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun
menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal.
I10
Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.
Q3 Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH?
Kesimpulan
I1
Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
Untuk melihat tingkat keberhasilan program WBMH.
I2
Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.
Q4 Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH?
Kesimpulan
I1
Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada
Dipilih berdasarkan wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program.
semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya.
I2
Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik.
I3
Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti.
I4
Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat.
Q5 Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat?
Kesimpulan
I1
Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua
Sosialisasi dilakukan secara berjenjang, mulai dari Dinas Pendidikan, Kecamatan, Kelurahan, Satuan Tugas, kemudian masyarakat.
peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.
I2
Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.
I5
Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.
I6
Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut.
I8
Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang.
110
Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH.
I11
Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu.
I12
Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.
I13
Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.
Q6 Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1
Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun.
Sarana yang digunakan adalah pos-pos gardu, dan lapangan yang ada. Kemudian buku-buku pelajaran yang digunakan berasal dari sumbangan warga. Minimnya sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Menteng untuk program WBMH.
I2
Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas.
I4
Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lain-lannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi.
I7
Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga,
ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH.
I9
Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah.
Q7 Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1
Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain.
Warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping. Kurangnya jumlah tenaga pendidik yang ada di Kecamatan Menteng.
I2
Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik.
I3
Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan.
I4
Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting,
karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar.
I9
Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky. Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.
I14 Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.
I15
Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.
Q8 Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal?
Kesimpulan
I1
Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam. Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran
Bersumber dari swadaya masyarakat.
untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.
I2
Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini. Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.
I4
Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.
I5
Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran.
I6
Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.
Q9 Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1
Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam.
Semua masyarakat Kecamatan Menteng.
I2
Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat.
I10
Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu.
Q10 Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1
Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA. Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya.
Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.
I2 Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.
I7
Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama.
I9 Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK.
Q11 Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1
Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar.
Dimulai pada pukul 19.00 sampai 21.00, di hari sekolah. Kegiatan yang dilakukan mengulang pelajaran dan membahas PR yang diberikan di sekolah.
I2
Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya.
I6
Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan.
I9
Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita mengadakan pengajian.
I10
Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam.
I15
Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR.
I16 Ngerjain PR sih paling sering.
Q12 Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1 Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut.
Masih sedikit peserta didik yang mengikuti program WBMH.
I6 Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik.
I9 Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini.
I14 Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah.
Q13 Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1 Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi
Masih kurangnya peran orangtua dalam program WBMH.
masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain. Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.
I2
Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.
I9 Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam.
I10 Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya.
I12 Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi.
I14 Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.
Q14 Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut?
Kesimpulan
I1 Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan prestasinya juga.
Terdapat peningkatan prestasi peserta didik di bidang akademik.
I2 Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya,
karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya.
I4 Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.
I5 Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini.
I9 Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah.
I11 Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya.
I13 Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.
I14 Saya peringkat 8 di kelas.
I16 Dapet sih 10 besar di sekolah.
I18 Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.
I20 Iyah dapet rangking.
Q15 Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1 Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat
Peran aktif masyarakat dan dukungan Pemerintah DKI Jakarta.
dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama.
I2 Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH.
I3 Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini.
I4 Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini.
Q16 Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng?
Kesimpulan
I1 Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya
Terbatasnya anggaran, minimnya sarana dan prasarana yang ada, lingkungan politik yang berubah.
masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran. Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu. Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada.
I3 Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong.
I4 Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program
ini.
I6 Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi.
I9
Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.
I10 Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya dukungan dari pemerintah.
Q17 Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH?
Kesimpulan
I1 Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi.
Tidak berjalan dengan baik.
I2 Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.
I3 Tidak ada.
I4 Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu.
I5 Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.
I6 Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.
I7 Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG SISTEM
PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab berbagai tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b. bahwa pendidikan harus mampu mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara
Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Sistem Pendidikan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
24. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72);
25. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23);
26. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
27. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001
tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
28. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001
tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004
tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
30. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN.
BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6. Dinas adalah Perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
7. Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen
Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
11. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
12. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
13. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
15. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk
Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat.
16. Pendidikan tinggi adalah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang
mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
19. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
20. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan
menggunakan standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
21. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
22. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
23. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik
dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
24. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
25. Pendidikan berbasis Daerah adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yang
menyelenggarakan pendidikan dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia.
26. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun.
28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun.
29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut
BA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
32. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama.
34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas.
35. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB adalah pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB).
40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM adalah satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.
43. Majelis Taklim adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada warga masyarakat.
44. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
45. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyeleng-garaan pendidikan.
47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan
berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
48. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan.
49. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
50. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
51. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat
yang menyelenggarakan pendidikan.
52. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
53. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum
penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
54. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
55. Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
56. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang
diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS adalah pengawai tidak tetap
yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan perjanjian kerja.
60. Wajib belajar adalah peserta didik yang mengikuti program pendidikan minimal yang
harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah adalah badan evaluasi mandiri yang
menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal adalah badan evaluasi mandiri yang
menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
63. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten.
64. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali
peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
65. Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala
satuan pendidikan.
66. Warga masyarakat adalah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan warga negara asing yang tinggal di DKI Jakarta.
67. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
68. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
69. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian
waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.
70. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak warga masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system
terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar
bagi segenap warga masyarakat.
(7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN Bagian
Kesatu Warga Masyarakat Pasal
4
(1) Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.
(3) Warga masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga masyarakat yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
(5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 5
(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar dan menengah sampai tamat.
(2) Warga masyarakat memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
(3) Warga masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya
membaca dan budaya belajar di lingkungannya.
Bagian Kedua
Orangtua
Pasal 6
Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.
Pasal 7
(1) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya
untuk memperoleh pendidikan.
(2) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.
(3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya
serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00 WIB.
(4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai
kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Masyarakat
Pasal 8
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Peserta Didik
Pasal 10
(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
(2) Setiap peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan
kesempatan program akselerasi.
(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.
(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak mampu membiayai
pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.
(5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.
(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai
dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
(1) Setiap peserta didik berkewajiban menyelesaikan program pendidikan sesuai
kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
(3) Setiap peserta didik berkewajiban belajar setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00.
(4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan,
ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Paragraf 1 Pendidik
Pasal 12
Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk
pelaksanaan belajar yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. memotivasi peserta didik melaksanakan waktu belajar di luar jam sekolah;
e. memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
f. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilai-
nilai agama, dan etika;
h. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan
kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban tugas serta prestasi kerja;
b. memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik pendidikan
nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan nonformal;
d. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
e. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan tugas Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :
a. menyusun rencana pembelajaran;
b. melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c. mengevaluasi hasil belajar peserta didik;
d. menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik;
e. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pendidikan nonformal;
f. mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g. melaporkan kemajuan belajar.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat; b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
d. memberikan keteladan dan menciptakan budaya membaca dan budaya
belajar;
e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pemerintah Daerah
Pasal 16
Pemerintah Daerah wajib:
a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b. menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada
pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c. menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi;
e. menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun.
f. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun khususnya bagi
peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;
g. pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang
profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
j. memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya
satu di setiap Rukun Warga (RW);
k. mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peserta didik di rumah;
l. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
o. memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
guna mendukung pendidikan yang bermutu;
p. memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q. menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam
penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
(3) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan tinggi;
e. pendidikan nonformal;
f. pendidikan informal;
g. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h. pendidikan khusus dan layanan khusus;
i. pendidikan jarak jauh;
j. pendidikan keagamaan.
Bagian Kedua
Pendidikan anak usia dini
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab;
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial
peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20
(1) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.
(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pendidikan umum, keagamaan dan khusus.
Pasal 21
Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat memiliki program pembelajaran satu tahun atau dua tahun.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 22
(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6
(enam) tahun.
(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun.
(3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak 4 (empat) tahun
sampai 6 (enam) tahun.
(4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 23
Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.
Pasal 24
Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Pendidikan
Dasar Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta
memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 27
(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD, MI,
atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali program akselerasi.
(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa pendidikan
umum, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 28
(1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dapat berusia sekurang- kurangnya 6 (enam) tahun
(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud
ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat adalah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain
yang sederajat dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.
(5) Peserta didik yang belajar secara mandiri dapat pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar dapat pindah
ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 31
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia
produktif dan mampu bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja.
Pasal 32
(1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara
spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas
secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki sikap wirausaha dan memberikan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang
sederajat.
(3) SMA dan MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.
(4) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali program akselerasi dan untuk SMK dan
MAK dapat ditambah satu tingkat.
(5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Pasal 34
(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.
(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program keahlian.
(3) Pengembangan jenis program keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.
(4) Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah
Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 35
Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat adalah warga masyarakat yang telah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah
program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.
(2) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak
pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 sampai dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, meliputi : a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat;
b. penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c. pengabdian kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan
perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan:
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, memiliki wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, berintegritas dan taat kepada hukum termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b. membentuk manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni,
dan berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta memiliki profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa.
Paragraf 2
Penyelenggaraan
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik.
(3) Pemerintah Daerah memberikan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta
pembinaan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pembinaan dan maslahat tambahan terhadap
dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaran kegiatan ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah.
(6) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu kegiatan ekstrakurikuler
mahasiswa, penyelesaian tugas akhir bagi mahasiswa yang tidak mampu dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 40
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan
hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41
(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk:
a. lembaga kursus;
b. lembaga pelatihan;
c. kelompok belajar;
d. pusat kegiatan belajar masyarakat;
e. majelis taklim, dan
f. satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(3) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang ingin belajar melalui jalur pendidikan nonformal.
(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program
pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi berbagai
kebutuhan belajar masyarakat pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 42
Program pendidikan nonformal meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
g. pendidikan kesetaraan; serta
h. pendidikan lainnya
Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan
intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-
program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri.
Pasal 44
(1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.
(2) Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan
penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa.
(3) Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan di
bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45
(1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan
perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup:
a. peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;
b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.
Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis,
berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
(4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
(5) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
Pasal 48
(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g merupakan
program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan
menengah pada jalur pendidikan nonformal.
(3) Program Paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD/MI.
(4) Program Paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP/MTs.
(5) Program Paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA/MA.
(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 49
(1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus, dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah
warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(3) Peserta didik pada majelis taklim adalah masyarakat muslim yang ingin belajar dan
mendalami ajaran Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup.
(4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda.
(5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima
belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A adalah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI.
(7) Peserta didik pada Program Paket B adalah anggota masyarakat yang telah lulus
program Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs.
(8) Peserta didik pada Program Paket C adalah anggota masyarakat yang telah lulus
program Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 51
(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya mengembangkan potensi warga
masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan informal bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Bentuk dan Kegiatan
Pasal 52
(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk kegiatan
pembelajaran secara mandiri.
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 53
Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat.
Paragraf 4
Pengakuan Hasil Pendidikan Informal
Pasal 54
(1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal
setelah melalui ujian oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 55
(1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas internasional.
(2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang
memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang mampu mengembangkan keunggulan daerah.
(4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik
yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang mampu menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 56
(1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal
dan/atau nonformal.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.
(3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur
pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk
lembaga kursus, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 57
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(3) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan
pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(4) Pemerintah Daerah membimbing dan membantu masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 59
(1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kendala fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.
(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan bakat istimewa yang dimilikinya.
(4) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta
didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami bencana alam, dan bencana sosial.
(5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan secara
berkesinambungan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 60
(1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional,
mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.
(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.
(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan, atau gabungan program percepatan dan program pengayaan.
(6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk lembaga kursus,
kelompok belajar, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat
berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 61
Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus adalah warga masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 63
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 64
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Paragraf 2
Jalur dan Bentuk Pendidikan
Pasal 65
Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah daerah dapat memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VI PENGELOLAAN
PENDIDIKAN Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada
jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:
a. Pemerataan akses pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c. Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada program kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
disusun oleh Pemerintah Daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
Bagian Kedua Pengelolaan oleh
Pemerintah Daerah Pasal 70
(1) Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan di daerah dan menetapkan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan sekurang-kurangnya dalam:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c. Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat:
a. Semua Perangkat Daerah;
b. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;
c. Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d. Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e. Dewan Pendidikan Provinsi;
f. Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g. Pendidik dan tenaga kependidikan;
h. Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i. Peserta didik;
j. Orangtua/wali peserta didik;
k. Masyarakat;
l. Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi,
mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemerintah Daerah bertanggung jawab:
a. menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan
Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar,
Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan
pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat;
d. membantu penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e. menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
f. menuntaskan program buta aksara;
g. mendorong percepatan pencapaian target nasional bidang pendidikan didaerah;
h. mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i. mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j. mengembangkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi.
Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan akreditasi terhadap satuan pendidikan dan/atau
program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur
membentuk badan akreditasi provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pasal 73
(1) Pemerintah Daerah mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
data dan informasi pendidikan pada semua jalur, jenjang, jenis, satuan, program pendidikan.
(3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk mengembangkan dan
melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan oleh Badan Hukum
Penyelenggara Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal
Pasal 74
(1) Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau badan hukum
penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawab terhadap satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakan.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan
bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b. menjamin akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi
syarat sampai batas daya tampung satuan pendidikan;
c. mensupervisi dan membantu satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakannya dalam melakukan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d. memfasilitasi akreditasi satuan dan/atau program pendidikan oleh badan akreditasi
sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e. tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f. membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga
kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pasal 75
Pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal.
Pasal 76
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis
sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII
KURIKULUM
Pasal 77
(1) Kurikulum program kegiatan belajar pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus menggunakan standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal.
(3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional
pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
Pasal 78
(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal dapat dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b. beragam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. belajar sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN
Pasal 79
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat:
a. pindah satuan atau program pendidikan;
b. mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau berbeda sesuai persayaratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur.
Pasal 80
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dapat mengambil mata pelajaran atau
program pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban belajar pendidikan nonformal yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan mata pelajaran atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur.
BAB IX BAHASA
PENGANTAR Pasal 81
(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia.
(2) Bahasa asing dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
BAB X
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu
Umum
Pasal 82
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 83
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan
minimal S1 atau D IV.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi:
a. kompetensi pedagogik,
b. kompetensi kepribadian,
c. kompetensi profesional, dan
d. kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Ketentuan mengenai persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 84
(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga
kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi.
(4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas.
(5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 86
(1) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan mutu pendidikan.
Pasal 87
(1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. permohonan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas
dasar:
a. hukuman jabatan;
b. akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. melakukan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d. menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat Pembinaan
dan Pengembangan Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan.
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, meliputi pendidikan dan pelatihan, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan dan profesionalisme.
Pasal 90
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas.
Pasal 91
(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas.
(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 92
Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasal 93
Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibuat antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada pendidik
pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(3) Dunia usaha dan Dunia Industri dapat membantu kesejahteraan pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 96
(1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan diberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan Pemerintah
Daerah dan/atau dunia usaha dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan
dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 97
(1) Perlindungan diberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. perlindungan hukum yang mencakup terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b. perlindungan profesi yang mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan
tugas sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup
perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Bagian Kedelapan
Organisasi Profesi
Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat menjadi anggota organisasi profesi sebagai
wadah yang bersifat mandiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan
dan/atau mengembangkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan Pendidik
Warga Negara Asing Pasal 99
(1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan dapat meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat diperlukan sebagai pendidik.
(2) Pendidik warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM
Paragraf 1
Umum
Pasal 100
(1) Untuk dapat diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain memiliki standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari dokter;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e. memiliki komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f. memiliki kemampuan manajemen pendidikan;
g. memiliki pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurang-
kurangnya 4 (empat) tahun sejak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 101
(1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
(3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 102
(1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, pada
satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dibantu Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan
pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara sarana dan prasarana pendidikan.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas pelaksanaan program wajib
belajar 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya.
(4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib belajar di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik.
(5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 103
(1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat belajar mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
(2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang kegiatan yang dianggap merusak
citra sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik.
Pasal 104
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan kawasan sekolah / madrasah/ PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kawasan sekolah/madrasah/PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Asosiasi
Pasal 105
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM dapat membentuk asosiasi sebagai wadah yang
bersifat mandiri.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan asosiasi Kepala
Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI PRASARANA DAN
SARANA Pasal 106
(1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan prasarana dan sarana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Pengadaan prasarana dan sarana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan
dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(3) Pendayagunaan prasarana dan sarana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan.
Pasal 107
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan pada
penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
(2) Gubernur menetapkan standar prasarana dan sarana minimal pada satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Gubernur dapat memberikan penghargaan atau kemudahan kepada masyarakat
dan/atau pelaku usaha yang memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Prasarana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung.
(4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Penghapusan prasarana dan sarana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 111
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga,
dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 112
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada
Gubernur. Pasal 113
(1) Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), dapat melakukan
fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 114
(1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas membantu pelaksanaan akreditasi yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal.
(2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan
akreditasi terhadap program keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik
yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan.
(4) Prosedur pelaksanaan akreditasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 115
Satuan pendidikan yang telah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 116
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan
kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Satuan pendidikan dapat memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf
internasional.
(2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan,
berkelanjutan, transparan dan akuntabel.
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 119
(1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan
sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Pengalokasian
Dana Pendidikan Paragraf 1
Kewajiban
Pasal 120
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain gaji pendidik, dan
biaya pendidikan kedinasan.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan peristiwa tertentu.
(4) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk bantuan biaya pendidikan.
Pasal 121
Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Paragraf 2
Beasiswa
Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang mampu berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Peserta didik yang berprestasi dapat memperoleh beasiswa dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur.
(4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 123
(1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD
maupun APBN.
(2) Gubernur dapat melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan pendidikan.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah berwenang dalam
pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta badan hukum penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 124
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Bagian Kedua
Pembukaan
Pasal 125
(1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan
dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
(3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan:
a. izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b. izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat
dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Penambahan dan
Penggabungan Pasal 126
(1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau program keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penambahan dan penggabungan satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penutupan
Pasal 127
(1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan dapat ditutup.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditutup dilarang
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama
Pasal 128
Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Keenam Lembaga
Pendidikan Asing Pasal
129
(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang
diselenggarakan lembaga pendidikan asing, wajib memberikan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewarganegaraan dan muatan lokal bagi peserta didik.
(3) Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan warga masyarakat.
Pasal 130
Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara asing yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 131
(1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk
memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132
Gubernur berkewajiban melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta dapat bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum
Pasal 133
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat sebagai sumber,
pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan.
(4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal;
(5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 134
(1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan dapat
berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan.
(2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan
tenaga ahli dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas
prasarana dan sarana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa
pemberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pasal 135
(1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa
pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri.
(3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban menerima peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa
penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan.
Pasal 136
(1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaringan informasi.
(2) Dunia usaha/dunia industri dapat menyelenggarakan program penelitian dan
pengembangan, bekerjasama dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137
(1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan, Pemerintah Daerah bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku usaha dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi dapat membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Dewan Pendidikan
Pasal 138
(1) Dewan Pendidikan merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai lembaga mandiri
berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten administrasi kepulauan seribu.
Pasal 139
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur.
(2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan memberikan
pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif.
Bagian Ketiga
Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal
Pasal 140
(1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis
merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis
berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis dapat
terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan.
Bagian Keempat
Penghargaan
Pasal 141
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa
di bidang pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KERJASAMA
Pasal 142
(1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN Pasal 143
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non- Formal atau nama lain yang sejenis melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip
profesional, transparan dan akuntabel.
Pasal 144
Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan merupakan kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas.
Pasal 145
Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 146
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan izin prinsip dan izin operasional;
c. pencabutan izin operasional.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa terebut bukan merupakan tindak pelanggaran
dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung-
jawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan ditempat kejadian;
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya
kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXI KETENTUAN
PIDANA Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.
BAB XXII KETENTUAN
PERALIHAN Pasal 151
Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XXIII KETENTUAN
PENUTUP Pasal 152
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
RITOLA TASMAYA NIP.140091657 LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN I. UMUM
Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan
memegang peran penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang bermutu dapat menciptakan DKI Jakarta sebagai pusat pendidikan dan/atau pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa mendatang.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan adalah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan
pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan dalam pembangunan di bidang
pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan sarana belajar yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan peran serta masyarakat; (l) pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, diperlukan
pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan Peraturan Daerah sebagai landasan hukum bagi semua unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat semua pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat.
Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai usaha untuk mencerdaskan
kehidupan warga masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi: a. nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama,
sebagai umat manusia serta semua kehidupan dan kekayaan alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b. demokratis, yang dimaksud demokratis adalah kebebasan berfikir dalam mengembangkan sikap dan
kemampuan kepribadian dan bakat sesuai potensi yang dimiliki peserta didik. c. ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran. d. manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta
bangsa dan negara Republik Indonesia; e. tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan
baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f. pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g. seimbang, serasi dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, serasi dan selaras dengan perikehidupan.
h. pemanfaatan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i. budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa
Indonesia.
j. keterbukaan adalah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k. bertanggung jawab, yang dimaksud bertanggung jawab adalah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal,
dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan. l. kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.
Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (7) Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat adalah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat
Pasal 4
Ayat (1) Yang dimaksud pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, meliputi standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan warga masyarakat memiliki kelainan fisik adalah warga masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat)
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan mental adalah kelainan dalam kemampuan intelektual yang dapat menyebabkan/disertai dengan kelambatan pada gerak motoriknya atau juga dapat dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan emosional adalah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional)
Misalnya : Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di saat mana dia suka atau duka Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain : a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu; b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial; c. anak yang memiliki perilaku menyimpang dari norma-norma masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 5
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta prasarana dan sarana.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas. Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan waktu belajar setiap hari adalah hari efektif sekolah.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Cukup jelas Pasal 10
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan program akselerasi adalah pengaturan program pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yang dimaksud dengan tutor adalah tenaga pendidik yang memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pamong belajar adalah tenaga pendidik yang memberikan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, pelatihan, pengembangan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
Yang dimaksud dengan instruktur adalah tenaga pendidik yang memberikan pelatihan teknis pada kursus dan/atau pelatihan.
Yang dimaksud dengan fasilitator adalah tenaga pendidik yang memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Pasal 13
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Cukup jelas. Huruf i
Cukup jelas. Huruf j
Cukup jelas. Huruf k
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Huruf b
Yang dimaksud dengan metode belajar yang sesuai adalah penggunaan metode – metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik warga belajar.
Pasal 15
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan adalah orang yang diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pengembang adalah seseorang yang diberi tugas atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum.
Pasal 16
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Huruf c Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan.
Huruf d Untuk memberikan layanan dan kemudahan tanpa diskriminasi pada semua jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib belajar sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai akibat kemiskinan.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf i Satuan pendidikan yang dimaksud adalah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Huruf j Cukup jelas.
Huruf k Cukup jelas.
Huruf l Cukup jelas
Huruf m Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan adalah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Huruf n Cukup jelas.
Huruf o Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas. Huruf q
Cukup jelas. Huruf r
Cukup jelas Pasal 17
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Yang dimaksud dengan pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
Ayat (3) Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan program layanan yang telah ada seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita. Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK). Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA). Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB).
Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan TKQ adalah TK yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an sejak dini.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas. Pasal 25
Cukup jelas. Pasal 26
Cukup jelas. Pasal 27
Cukup jelas. Pasal 28
Cukup jelas Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas Pasal 31
Cukup jelas Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud program keahlian adalah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia usaha dan industri.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) adalah berbagai pihak yang terkait dengan program keahlian seperti asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait.
Pasal 35
Cukup jelas. Pasal 36
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah pemberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Bantuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang diberikan oleh pemerintah daerah meliputi; bantuan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, bantuan penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41
Cukup jelas. Pasal 42
Cukup jelas. Pasal 43
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi adalah kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.
Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual adalah kecakapan yang mencakup kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kecakapan sosial adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan bekerjasama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembangkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas. Pasal 48
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Ayat (1) Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, karena itu aturannya merupakan tanggung jawab keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau kegiatan belajar dengan menggunakan bahan belajar yang dapat dikaji sendiri atau mandiri
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas. Pasal 53
Cukup jelas. Pasal 54
Cukup jelas. Pasal 55
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional adalah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang dapat dilakukan melalui kerjasama Pemerintah Daerah dengan lembaga pendidikan asing yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah adalah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat adalah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau lembaga asing dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1) Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya dapat dilakukan di wilayah lainnya.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. Pasal 58
Cukup jelas. Pasal 59
Cukup jelas. Pasal 60
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan kelas inklusif adalah layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah peserta didik yang memiliki potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan. Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh ahli yang relevan.
Pasal 62
Cukup jelas. Pasal 63
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau program pendidikan, sarana dan prasarana harus mengacu pada ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 64
Cukup jelas. Pasal 65
Cukup jelas. Pasal 66
Cukup jelas. Pasal 67
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Cukup jelas. Pasal 69
Cukup jelas. Pasal 70
Cukup jelas. Pasal 71
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah memberikan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), bantuan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf i Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas. Pasal 73
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan adalah data dan informasi tentang lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas. Pasal 75
Cukup jelas. Pasal 76
Ayat (1) Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas. Pasal 78
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas. Pasal 80
Cukup jelas. Pasal 81
Ayat (1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III dapat menggunakan bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini dapat menggunakan bahasa daerah yang dikuasai peserta didik.
Ayat (2) Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia adalah bahasa asing yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran.
Pasal 82
Ayat (1) Yang dimaksud dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik adalah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Pasal 89 Cukup jelas.
Pasal 90 Cukup jelas.
Pasal 91
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Huruf a
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b. pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum/silabus; d. perancangan pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatn teknologi pembelajaran; g. evaluasi belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Huruf b
Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup kepribadian yang: a. mantap; b. stabil; c. dewasa; d. arif dan bijaksana; e. jujur; f. berwibawa; g. berakhlak mulia; h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan j. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Huruf c Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Huruf d Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar.
Ayat (4) Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan adalah lembaga yang ditetapkan pejabat yang berwenang untuk melakukan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1) Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi adalah menurut pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 85
Cukup jelas. Pasal 86
Cukup jelas. Pasal 87
Ayat (1) Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Yang dimaksud dengan : a. jabatan lain untuk pendidik adalah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik. b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan adalah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan.
Ayat (2) Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 107 Cukup jelas.
Pasal 108 Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat (1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas Pasal 93
Cukup jelas. Pasal 94
Cukup jelas. Pasal 95
Cukup jelas. Pasal 96
Cukup jelas. Pasal 97
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan resiko lain adalah perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Cukup jelas. Pasal 99
Cukup jelas. Pasal 100
Cukup jelas. Pasal 101
Cukup jelas. Pasal 102
Cukup Jelas Pasal 103
Ayat (1) Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan semata- mata untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok dan/atau perusahaan.
Ayat (2) Kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar adalah kegiatan yang menjadikan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan seperti pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya .
Pasal 104
Ayat (1) penetapan kawasan dilarang merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok. Penetapan kawasan dilarang merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, agar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas. Pasal 106
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi sarana dan prasarana meliputi sarana (alat) penunjang kegiatan belajar dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan prasarana adalah gedung tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Cukup jelas. Pasal 110
Cukup jelas. Pasal 111
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud lembaga adalah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan.
Pasal 112
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Evaluasi peserta didik mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, evaluasi afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas. Pasal 114
Cukup jelas. Pasal 115
Cukup jelas. Pasal 116
Cukup jelas. Pasal 117
Cukup jelas. Pasal 118
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan, meliputi antara lain : a. biaya investasi misalnya biaya pembangunan prasarana dan sarana
pendidikan, pengembangan sumber daya manusia; b. biaya operasi pendidikan, misalnya telepon, air, listrik, gaji, dan alat tulis
kantor; c. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta
didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur; Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 119
Cukup jelas Pasal 120
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud peristiwa tertentu adalah kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 121
Yang dimaksud dengan kewajiban Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 123
Cukup jelas. Pasal 124
Cukup jelas. Pasal 125
Cukup jelas. Pasal 126
Cukup jelas. Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128 Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas. Pasal 130
Cukup jelas. Pasal 131
Cukup jelas. Pasal 132
Cukup jelas. Pasal 133
Cukup jelas Pasal 134
Cukup jelas. Pasal 135
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan adalah peran serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas.
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Yang dimaksud institusi pasangan adalah lembaga pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi mitra SMK dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 136
Cukup jelas. Pasal 137
Cukup jelas. Pasal 138
Cukup jelas. Pasal 139
Cukup jelas. Pasal 140
Cukup jelas. Pasal 141
Cukup jelas. Pasal 142
Cukup jelas. Pasal 143
Cukup jelas. Pasal 144
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas Pasal 146
Cukup jelas. Pasal 147
Cukup jelas. Pasal 148
Cukup jelas. Pasal 149
Cukup jelas. Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal151
Cukup jelas Pasal152
Cukup jelas
6.
Peraturan Pernerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraaran Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
SALINAN
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 22 TAHUN 2014
TENTANG
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
Mengingat
bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nornor 8 Tahu,n 2006 tentang Sistem Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Wajib Belajar Malam Hari; 1. Undang-Undang Nornor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional; , 2. Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebaqairnana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Norn,or 12 Tahun 2008; .
3. Undanq-Undanq Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. Undang-Undang N0m0r 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundanqlundanqan:
i 5. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 . Tahun 2013;
Peraturan Pemerintahi Nomor 66 Tahun 2010;
7. Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa; '.
8. Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang Pendldlkan : Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Mernllik] Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
9. Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupatenl Kota;
2
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar malam hari. :
10. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan;
11. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
I
12. Peraturan Gubernuj Nomor 116 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan lnklusif]
13. Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah, Luar Biasa dan Pendidikan Khusus;
14. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2009 tentang Jam Masuk
Sekolah:
15. Peraturan Gubernur Nomor 134 Tahun 2009 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Pendidikan;
MEIMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN GUBERNUR TENTANG WAJIB BELAJAR MALAM HARI.
BAB I KETENTUAN
UMUM Pasall
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenqqara Pemerintahan Daerah. 3, Gubernur adalah lKepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 4. Satuan Kerja : Peranqkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD
adalah Satuan :Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta.
5. Unit Kerja Peranpkat Daerah yang selanjutnya disebut UKPD adalah
bagian atau subordinat SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program,
6. Wajib Belajar Malam Hari adalah kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan oleh peserta didik pad a malam hari. 7. Peserta Didik adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan
pada satuan pendidikan TKlRA, SD/MI, SMP/MTs, SMAlMA, SMK, Program Kesetaraan dan PLB.
8. Masyarakat adalah Ikelompok warga masyarakat non pemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. I
, 9. Satuan Tugas ada1'ah tim yang dibentuk oleh masyarakat setempat
3
Pasal2
Peraturan Gubernur in~ dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan wajib belajar malam liari baik di rumah maupun di luar rumah dengan tujuan agar peserta dldik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya.
Pasal3
Pelaksanaan wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersifat rnendidik bukan memaksa.
BAB II RUANG
LlNGKUP Pasal4
Ruang lingkup pengaturan wajib belajar malam hari meliputi :
a. peserta didik;
b. fasilitator;
c. sarana dan prasarana:
d. mekanisme; dan
e. materi.
BAB III
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Peserta Didik
Pasal5
Peserta Didik sebaqalmana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, ineliputi :
a. warga daerah yang! bersekolah di daerah; dan
b. warga daerah yangl bersekolah di luar daerah.
Bagian Kedua
Fasilitator
Pasal6
(1) Fasilitator sebaqairnana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, meliputi :
a. orang tua; b. pendidik dan tenaqa kependidikan; c. organisasi rnasyarakat; d. pemuka rnasyajakat: dan e. warga masyarakat,
4
(2) Tugas dan tanggurng jawab fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: I
a, memotivasi pes,rta didik; b. mendampingi peserta didik; c. membimbing dalarn mata pelajaran; dan d. menyediakan sarana dan prasarana belajar.
Bagian Ketiga Sarana
dan Prasarana Pasal7
(1) Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, yang digunakan un~uk wajib belajar malam hari, meliputi :
a. rumah tinggal; : b. balai warga; c. pusat kegiatan belajar masyarakat; d. sarana ibadah; dan e. sarana lainnya yang memadai.
(2) Kelengkapan saraina dan prasarana wajib belajar malam hari
sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kondisi.
Bagian Keempat
Mekanisme
Pasal8
(1) Wajib belajar rnalam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukut 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur,
(2) Tanda waktu dirnulainya wajib belajar malam hari sebagaimana
dimaksud pad a ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan ole~ satuan tuqas.
(3) Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan :
a, Bagi peserta didik yang belajar d! luar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilttator serta dilakukan tahapan sebagai berikut:
1, penqelornpokan peserta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. mengidentifilkasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3, memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik.
b. BstJl peserta dlqlK yang belaJar dl rumah elldamplhgl dah tllblft1blng
oleh orang tua/wall dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut :
1, menqhentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan
wajib belajar malam hari;
5
2. menqondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya.
Bagian Kelima
Materi Pasal9
Materi dalam pelaksanaan wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 huruf e, dapat berupa :
a. mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah;
b. mengulang dan/atau memperdalam materi pelajaran yang telah
diberikan sebelurnnya;
c. mempelajari dan/atau mempersiapkan materi pelajaran yang akan diberikan; dan/atau
d. materi lainnya yang.sejenis.
BAB IV
SA TUAN TUGAS
Pasal10
(1) Dalam rangka mernbantu kelancaran pelaksanaan wajib belajar malam hari bagi peserta didik, dapat dibentuk satuan tugas.
(2) Pembentukan satuan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh warga masyarakat setempat.
(3) Satuan tugas sebaqairnana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari unsur: :
a. Rukun Warga (8W); b. Rukun Tetanqqa (RT); c. Masyarakat; dan/atau d. Pihak lain yang terkalt.
Pasal11
Satuan tugas sebaqairnana dimaksud dalam Pasal1 0 bertugas untuk :
a. memastikan pelaksanaan kegiatan wajib belajar rnalarn hari dapat
berjalan dengan bajk; dan
b. memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan belajar malam hari.
BABV
PEM81AYAAN
Pasal12
Biaya yang diperlukan] untuk pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari dibebankan pada :
6
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UKPD masing-masing yang terkait; dan/atau
b. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BABVI
KpTENTUAN PENUTUP I
Pasal13
Peraturan Gubernur ini m~lai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Februar2i 014
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
Ttd.
JOKOWIDODO
Diundangkan di Jakarta pad a tanggal 20 Februari 2014
PIt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
Ttd.
WIRIYATMOKO
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2014 NOMOR 65007 '
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO SEKRETARIATDAERAH
-------------------
WAJIB BELAJAR MALAM HARI Pukul 19.00 - 21.00 (PERDA Nomor 8 tahun 2006)
BELAJAR
YES! TV, WARNET,
HP, GAME
NO!
BELAJAR UNTUK MASA OEPAN YANG LEBIH GEMILANG
PRINSIP-PRINSIP JAM WAJIB BELAJAR DI MALAM HARI
1. Jam Belajar Wajib di Malam Hari dalam rangka meningkatkan kualitas SDM/peserta didik
2. Berbasis pada masyarakat dan orangtua (community based development)
3. Prinsip utama dalam kebijakan adalah :
a. Edukasi bukan
Represi.
b Bottom Up bukan
Top Down
4. Melibatkan partisipasi masyarakat (orang tua, pemuda, karang taruna, mahasiswa) dunia usaha dan pemerintah (Lurah, Camat, Walikota, Dinas Pendidikan dan SKPD terkait)
5. Menciptakan, membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan
6. Dimulai/diawali pada tingkat RT dan berkembang menjadi RW, Kelurahan, Kecamatan dan Wilayah serta Provinsi Pendidikan Untuk Semua
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
1. Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan berbunyi : “Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari
WAWAW JIB BELAJAR MALAM HARI
1. Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 8 TahunTahunT 2006 tentang Sistem Pendidikan berbunyi : “Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari
bagi y
pukul 19.00 s.d. 21.00.
2. Peserta didik belajar di rumah yang difasilitasi dan dikondisikan oleh orang tua/semua anggota keluarga, antara lain : menghentikan semua aktivitas yang mengganggu kegiatan belajar
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
.... -"-.---.--.~-
3. Bila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk Peserta didik belajar (misalnya, karena tinggal berdesakan) makan diadakan kelompok belajar di luar rumah dalam bimbingan orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau Pemuka Masyarakat
4. Lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan sarana/fasilitas umum yang tersedia, antara lain : Balai Warga/Masjid, Mushola atau Fasilitas Pendidikan yang tersedia
5. Organisasi pelaksana, Pengurus RT, Warga Masyarakat, Karang Taruna, Penanggung Jawab Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Para Pendidik yang berada di wilayah wajib ikut memonitor pelaksanaan jam belajar malam hari
CANANGKAN , LONCENG
"WA)16 BElAJAR"
".-_"*-".....-.._.._-._-
- -- - ----
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
6. Peserta Didik belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, misalnya :
• Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru; • Mengulang/memperdalam materi pelajaran yang didapatkan pada hari
itu; • belajar membaca Al-Qurán, belajar menari, belajar memasak; • Materi pembelajaran dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan
peserta didik.
WAWAW JIB BELAJAR MALAM HARI
6. Peserta Didik belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, misalnya :
• Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru;• Mengulang/memperdalam materi pelajaran yang didapatkan pada hari
itu;• belajar membaca Al-Qurán, belajar menari, belajar memasak;• Materi pembelajaran dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan
peserta didik.
peser
7.Tanda dimulainya wajib belajar malam hari dengan diperdengarkan “Mars Wajib Belajar”.
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
8. Mekanisme Pembelajaran :
• Peserta didik sudah berada di tempat belajar sebelum pukul 19.00;
• Pada pukul 19.00, mars wajib
WAWAW JIB BELAJAR MALAM HARI
8. Mekanisme Pembelajaran :
• Peserta didik sudah berada di tempat belajar sebelum pukul19.00;
• Pada pukul 19.00, mars wajib
belajar diperdengarkan sebagai tanda dimulainya waktu belajar;
• Pukul 21.00, mars wajib belajar diperdengarkan kembali sebagai tanda diakhirinya waktu belajar.
• Teknis pembelajaran diserahkan kepada masing-masing sesuai dengan keperluannya
9. Masyarakat melalui pengurus RT membentuk Satuan Tugas/Gugus guna pengendalian pelaksanaan gerakan wajib belajar malam hari dengan melibatkan berbagai pihak/tokoh masyarakat yang peduli
10. Satuan Tugas/Gugus Tugas menyusun program (rencana) tindakan wajib belajar pada ,malam hari
11. Apabila kegiatan belajar pada malam hari dilakukan di luar rumah, maka orang tua atau wali wajib mengawasi/mendampingi. One Sto Learn in Center
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
12. Dalam pelaksanaan tugasnya Gugus/Satuan Tugas yang dibentuk RT dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan/komunitas yang peduli pendidikan untuk membantu pelaksanaan belajar pada malam hari, serta dalam memenuhi Sarana yang dibutuhkan, meliputi : buku-buku, peralatan sekolah, pendampingan guru.
13. Sumber pembiayaan kegiatan belajar pada malam hari diperoleh dari : – Orang tua/wali;
12. Dalam pelaksanaan tugasnya Gugus/Satuan Tugas yang dibentuk RT
dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan/komunitas yang peduli pendidikan untuk membantu pelaksanaan belajar pada malam hari, serta dalam memenuhi Sarana yang dibutuhkan, meliputi : buku-buku, peralatan sekolah, pendampingan guru.
13. Sumber pembiayaan kegiatan belajar pada malam hari diperoleh dari :– Orang tua/wali;
WAWAW JIB BELAJAR MALAM HARI
– Swadaya masyarakat; – Sumber lain yang tidak mengikat dari dunia usaha/Industri
14. Akan ada sanksi sosial yang disepakati bersama oleh masyarakat di masing-masing wilayah.
15. Dipasang stiker di setiap rumah yang ada peserta didik dengan bentuk stiker bebas dengan syarat memberikan motivasi.
16. Akan dilakukan Monitoring Evaluasi (Monev) untuk meminimalkan penyimpangan dari pelaksanaan program ini.
LOKASI PERCONTOHAN JAM BELAJAR MALAM HARI
NO WILAYAH RT RW KELURAHAN KECAMATAN
1 JAKPUS 016 06 PEGANGSAAN MENTENG
008 08 PEGANGSAAN MENTENG
2 JAKUT 007 05 KOJA KOJA
001 02 SEMPER BARAT CILINCING
001 011 LAGOA KOJA
NO AH T W
1 JAKPUS 016 06 PEGANGSAAN MENTENG
008 08 PEGANGSAAN MENTENG
2 JAKUT 007 05 KOJA KOJA
001 02 SEMPER BARAT AT A CILINCING
001 011 LAGOA KOJA
3 JAKBAR 004 04 MERUYA UTARA KEMBANGAN
002 03 MERUYA SELATAN KEMBANGAN
001 010 SUKABUMI UTARA KEBON JERUK
4 JAKSEL 003 06 JAGAKARSA JAGAKARSA
005 05 RAGUNAN PASAR MINGGU
5 JAKTIM 001 07 JATI PULOGADUNG
009 012 KLENDER DUREN SAWIT
6 KEP. SERIBU - 05 PULAU PANGGANG KEP. SERIBU UTARA
- 04 PULAU TIDUNG KEP. SERIBU SELATAN
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN PEGANGSAAN JAKARTA PUSAT
KASUDIN DIKMEN JAKARTA TIMUR SEDANG BERDIALOG DENGAN PESERTA WAJIB BELAJAR MALAM HARI
DI RT 009 RW 012 KLENDER, DUREN SAWIT - JAKARTA TIMUR
WALIKOTA JAKARTA TIMUR BESERTA TIM TERPADU MENINJAU SUASANA JAM BELAJAR MALAM HARI
DI RT 009 RW 012 KLENDER, DUREN SAWIT - JAKARTA TIMUR
PERTEMUAN ORANG TUA PADA ACARA WAJIB BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN PEGANGSAAN JAKARTA PUSAT
WALIKOTA JAKARTA TIMUR MEMBERIKAN BANTUAN BUKU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM WAJIB BELAJAR MALAM HARI
DI BUARAN JAKARTA TIMUR
ORGANISASI PELAKSANA TINGKAT RW/RT PENERAPAN WAJIB BELAJAR MALAM HARI
Penanggungjawab
(Ketua RW)
Ketua Pelaksana
(Ketua RT)
Wakil Ketua Sekretaris
Anggota :
- Karang Taruna
- Tokoh Masyarakat
- Orang Tua Siswa
Guru Pendamping Jenjang SD
Guru Pendamping Jenjang SMP
Guru Pendamping Jenjang SMA/SMK
Warga Belajar Jenjang SD
Warga Belajar Jenjang SMP
Warga Belajar Jenjang SMA/SMK
FORMAT MONITORING JAM BELAJAR MALAM HARI
Identitas Peserta Didik :
1. Nama :
2. Tempat Tinggal :
3. Nama Sekolah :
4. Kelas :
5. Hari/Tanggal :
NO. KEGIATAN PENJELASAN PENANGGUNG JAWAB
FORMATATA MONITORING JAM BELAJAR MALAM HARI
Identitas Peserta Didik :
1. Nama :
2. TeTeT mpat Tinggal :
3. Nama Sekolah :
4. Kelas :
5. Hari/TaTaT nggal :
. AN
1. Waktu belajar
2. Tempat belajar
3. Kegiatan belajar
4.
5.
Mengetahui
Orang tua/wali, Peserta Didik,
(.............................) (..............................)
9 <Q'JW.::~~ii.cmw~tU
RUKOC~ ARW05
I I • I
KASUDIN DIKMEN JAKARTA SELATAN SEDANG BERDIALOG DENGAN PESERTA BELAJAR MALAM HARI DI RT 005/05, KEL. RAGUNAN JAKARTA SELATAN
KASUDIN DIKMEN JAKARTA SELATAN SEDANG MENINJAU PESERTA WAJIB BELAJAR MALAM HARI
DI RT 005/05 KEL RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
WALIKOTA JAKARTA SELATAN SEDANG MENINJAU KEGIATAN JAM BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH)
Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
Ketua Pelaksana Tati Mulyati
Sekretaris
Denny
Wakil Ketua
Ebah
Anggota : - Syahrul - Neneng Fitria - Orang Tua Peserta Didik
Guru Pendamping Zaky
Guru Pendamping Pipit Kustiawati
Peserta Didik Jenjang SMA/SMK
Peserta Didik Jenjang SD
Peserta Didik Jenjang SMP
Penanggungjawab Dadang Suherman
DATA PESERTA DIDIK PROGRAM WBMH
DI KECAMATAN MENTENG JAKARTA PUSAT
No NAMA TINGKAT No NAMA TINGKAT 1 M. Renaldi SMA/SMK 41 Lukman H SMA/SMK 2 M. Farhan SMA/SMK 42 Anggi Suseno SMP 3 Romy Febriansyah SMA/SMK 43 Leman Irwanto SD 4 Razika Satria SMP 44 Kusniatun SD 5 Hendrawan SMP 45 Richa Septiawan SMP 6 Fandy Marwan SMP 46 M. Kusuma W SMA/SMK 7 Rija Akbar SD 47 Nina Herlina SMP 8 M. Ardhi Wijaya SD 48 Soyid Gilang R SMP 9 Siti Molly Z SMP 49 Ester Kartika P SMP 10 Desy Puspitasari SMA/SMK 50 Rizky Suhada SD 11 Rendi Raharja SMP 51 M. Nur Dwi SD 12 Rini Setyowati SD 52 Fauzi SD 13 Zul Ijal SMP 53 Tresna Dwi A SD 14 Gunarto SD 54 Syafira K SMA/SMK 15 Rini Setyawan SD 55 Kikan Putri SMA/SMK 16 M. Ardhi S SMP 56 Julian D SMP 17 Sukma Wardhani SMP 57 Wahyu Nugroho SMP 18 Arifin SMP 58 Brando P SMP 19 Sadam Anwar SMA/SMK 59 Bhaktiar M SMP 20 Devi Satria N SD 60 Puti Zaskia SD 21 Puput Rahayu SMP 61 Novryan SD 22 Bhaktie P SMA/SMK 62 Cahya Perwira T SD 23 Benazar Sunio SMA/SMK 63 Ade Hilda SD 24 Wiwin Sekarwati SD 64 M. Roji SD 25 Della Azizah SD 65 Suhardi Wijaya SD 26 Nona Rosita SD 66 Ulfahmi SD 27 Dea Fitri SD 67 Aqmal Maulana SD 28 Toro Gumilang SMP 68 Joni Tambunan SMA/SMK 29 Reza SD 69 Ike Kartika SMA/SMK 30 Andi Achmad SMA/SMK 70 July Tilar W SD 31 Dwi Permana SMP 71 Septi Amalia SMA/SMK 32 Sheila Hastari SD 72 Ajeng P SMP 33 Dewi P SD 73 Sugiarto SMP 34 Robihat SMP 74 Septian Putra SMA/SMK 35 Ajeng Rahayu SMP 75 M. Ikhwan SD 36 Hermanto SMP
37 M. Gustafa SD 38 Tb. Prasetyo SD 39 Trinanensih SD 40 Agustina Sinaga SMA/SMK
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI Nama NIM Tempat, Tanggal Lahir Agama Alamat Telepon Email
: Muhamad Nurdin : 6661101571 : Jakarta, 11 Agustus 1992 : Islam : Jl. Nurul Amal 22 Rt 015/005 No.41 Cengkareng Timur Jakarta Barat. 11730 : 085782606603 : [email protected]
DATA PRIBADI Tempat, Tanggal Lahir Jenis Kelamin Status Agama Kewarganegaraan
: Jakarta, 11 Agustus 1992 : Laki-laki : Belum Menikah : Islam : Indonesia
IDENTITAS ORANGTUA Nama Ayah Nama Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu
: Syakuri : Robiatun : Wiraswasta : Ibu Rumah Tangga
PENDIDIKAN 1998-2004 2004-2007 2007-2010 2010-2016
: SD Negeri 03 Cengkareng Timur : SMP Negeri 45 Jakarta : SMA Negeri 84 Jakarta : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Program Strata-1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Administrasi Negara
ORGANISASI : -