Upload
vuongliem
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Konstruksi kecantikan bagi laki-laki
(Studi konstrukstivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Oleh:
Tutik Wahyuningsih
K.8405041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
KONSTRUKSI KECANTIKAN BAGI LAKI-LAKI
(Studi Konstrukstivisme tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik bagi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Oleh:
Tutik Wahyuningsih
K 8405041
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 28 Juli 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Slamet Subagyo, M.Pd Atik Catur Budiati, S.Sos, M.A NIP. 19521126 198103 1 002 NIP. 19800929 200501 2 021
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Senin
Tanggal : 2 Agustus 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd ..........................
Sekretaris : Drs. H. Haryono, M. Si ..........................
Anggota I : Drs. Slamet Subagyo, M. Pd ..........................
Anggota II : Atik Catur Budiati, S.Sos, M. A ..........................
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
iv
ABSTRAK
TUTIK Wahyuningsih. K8405041. KONSTRUKSI KECANTIKAN BAGI LAKI-LAKI (Studi Konstruktivisme tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik bagi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juli 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan alasan mahasiswa laki-laki menampilkan dirinya agar tampak menarik dihadapan orang lain; dan (2) mendeskripsikan makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik dikonstruksikan).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Strategi penelitian menggunakan pendekatan konstruktivisme. Sumber data diperoleh dari studi pustaka, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, informan yaitu mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik dan dokumen (arsip). Teknik pengambilan informan menggunakan informan kunci dan informan pendukung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengamatan langsung, dan analisis dokumen. Validitas data diperoleh melalui triangulasi sumber dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut: pentingnya penampilan bagi laki-laki dapat dilihat dari tiga hal, yaitu dilihat dari makna penampilan bagi laki-laki, cara laki-laki untuk menunjang penampilan, dan latar belakang penggunaan kosmetik oleh laki-laki. Penampilan bagi laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting dikarenakan penampilan merupakan interpretasi dari kecantikan seseorang secara fisik dan juga mencerminkan kepribadian seseorang untuk dilihat oleh orang lain. Berdasarkan penelitian ini, makna cantik bagi laki-laki ternyata tidak hanya terfokus pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi laki-laki juga berusaha untuk menampilkan kecantikan mereka dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik. Makna cantik tersebut tidak terlepas dari media, iklan, dan masyarakat yang mempunyai peran penting dalam membentuk konstruksi kecantikan yang ideal bagi laki-laki pada saat ini.
v
ABSTRACT TUTIK Wahyuningsih. K8405041. THE CONSTRUCTION OF BEAUTY FOR MALE (A Constructivism Study upon the Importance of Male Performance and the Meaning of Beauty According to Students of Sebelas Maret University). Thesis, Surakarta: Faculty of Teaching and Education. Sebelas Maret University, July 2010. This research is aimed to: (1) Describe the reasons of male’s students to perform themselves to be attractive in front of others; and (2) describe the meaning of beauty based on male’s view (to construct an attractive of physical performance). This research used descriptive qualitative method, meanwhile constructivism is the approach. The source of data was taken from several library review; events or activity; place or location, informant from students of Sebelas Maret University who put forward their performance and wear cosmetics; and documents (archives). The informant sampling technique used key informant and supporting informant. Technique of collecting data used in this research was by interviewing, direct observation, and document analysis. Validity of the data was taken by source triangulation and method triangulation. Technique of data analysis of the research is interactive analysis model. Based on the research about the importance of performance and the meaning of beauty toward students of Sebelas Maret University, it can be conclude that: the importance of performance of male can be seen from 3 aspects. Those are: the meaning of performance itself, the way to support their desire in performance, and the background of the use of cosmetics amongst male. Performance plays an important role in male’s world. Important, because it reveals the interpretation of what was being called beauty in terms of physical value and reflects the personality of somebody, who can be seen by others. This research found that the meaning of beauty according to males did not only concerned with what so called physical appearance, but also the effort to improve their characters figured as inner beauty; in which can be shown from their self quality and good personality. The meaning of beauty itself can not be released from the influence of mass media, advertisement, and society which play important role in forming the construction of ideal beauty toward male recently.
vi
MOTTO
“Hadapi dengan Senyuman, Badai Pasti Berlalu”.
(viva GWB 18 WAS) “Ku Berdo’a dalam Penatku, Ku Memohon dalam Anganku, Ku Lakukan apa yang Seharusnya aku Lakukan. Semoga Tercapai Angan dan Citaku, karena diri kitalah yang harus berusaha, bukan orang lain”.
(Penulis) “Aku seperti Lukisan, ada Segi dan Garis di dalamnya. Itulah aku”.
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Allah SWT atas semua nikmat yang melimpah pada hamba.
Nabi Muhammad SAW, uswah sepanjang
jaman. Bapak Ali Achmadi & Ibu Isfiah, hormat
dan cintaku pada kalian. Mb Jannah yang selalu menyanyangiku
dengan caranya sendiri. Almamater.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan
skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan
Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini banyak
memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Tanpa adanya bantuan pihak-pihak
yang terlibat didalamnya, baik yang berupa bimbingan maupun pengarahan,
penulisan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Oleh karena itu, dengan
segala ketulusan dan kerendahan hati, peneliti menghaturkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial FKIP Universitas Sebelas Maret.
3. Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi FKIP Universitas Sebelas Maret dan sebagai Pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan secara tulus ikhlas dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Drs. Slamet Subagyo, M. Pd, Pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan secara baik.
5. Ibu Atik Catur Budiati, S. Sos, M. A, Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan secara tulus ikhlas dan sabar dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sosiologi Antropologi FKIP UNS yang
telah mendidik saya selama melaksanakan studi.
7. Informan saya, Pak Eko, Machlih, Ridlo, Danis, Alan, Burhan, Mardiyan,
Irfan, Yuliati, Zunita, Youhan, Satriya, Tegar, dan Dila. Terima kasih atas
waktu yang tersita dalam penelitian ini.
ix
8. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Peneliti menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Kritik dan saran peneliti harapkan untuk ke depannya tulisan saya
menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, 28 Juli 2010
Peneliti
x
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................... i
PENGAJUAN ............................................................................................... iii
PERSETUJUAN ........................................................................................... iv
PENGESAHAN .............................................................................................. v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
MOTTO ......................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 9
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9
B. Kerangka Berpikir ......................................................................... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 33
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...................................................... 35
C. Sumber Data .................................................................................. 39
D. Teknik Pengambilan Informan ...................................................... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46
F. Validitas Data ................................................................................ 47
G. Analisis Data ................................................................................. 48
H. Prosedur Penelitian ........................................................................ 52
xi
BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................... 54
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................ 54
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ............................................. 58
1. Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki ................................... 60
2. Makna Cantik bagi Laki-laki .................................................. 75
C. Temuan Hasil Penelitian dihubungkan dengan Kajian Teori ..... 79
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................... 100
A. Simpulan ..................................................................................... 100
B. Implikasi ...................................................................................... 102
C. Saran ............................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106
LAMPIRAN .................................................................................................. 110
xii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Alokasi Waktu Penelitian........................................................................... 33
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Skema Kerangka Berfikir........................................................................... 32
2. Skema Model Analisis Interaktif ............................................................... 51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Interview Guide...................................................................................... 111
2. Field Note............................................................................................... 113
3. Tabel Matrik Penelitian........................................................................... 163
4. Foto- Foto............................................................................................... 183
5. Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi Kepada PD I FKIP ........... 188
6. Surat Keputusan Dekan FKIP Tentang Ijin Penyusunan Skripsi........... 189
7. Surat Permohonan Ijin Research Kepada Rektor UNS.......................... 190
8. Curriculum Vitae.................................................................................... 191
9. Ucapan Terimakasih .............................................................................. 193
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kesehariannya, wanita tidak dapat lepas dari tuntutan untuk selalu
tampil cantik dan menarik. Seperti di dalam pepatah Jawa tugas dari wanita
adalah “3M” yaitu “macak, manak, dan masak”. “Macak” atau berdandan
diartikan sebagai sesuatu hal yang mengharuskan wanita memperindah wajah dan
tubuh untuk tampil cantik dan menarik di hadapan laki-laki atau orang lain.
“Manak” berarti keharusan wanita untuk mengandung dan melahirkan anak dari
laki-laki, sedangkan “masak” berarti tugas wanita adalah di dapur (di belakang)
untuk memasak.
Berangkat dari kata “macak” tadi, “cantik” adalah kata yang paling
diharapkan oleh semua wanita manapun, baik di dalam maupun di luar negeri.
Semua perempuan akan sangat berharap dirinya menjadi cantik dan dikagumi oleh
banyak orang. Untuk memenuhi tuntutan tampil cantik dan menarik, kosmetik
telah menjadi salah satu bagian yang tidak dapat lepas dari kaum wanita sampai
sekarang. Beraneka ragam jenis kosmetik telah menyebar luas di masyarakat,
mulai di toko-toko, di pusat-pusat perbelanjaan, sampai di salon-salon kecantikan
yang menyediakan berbagai macam layanan perawatan atau terapi kecantikan bagi
wanita. Kosmetik ternyata telah mempunyai cara tersendiri dalam menarik
perhatian wanita di dunia ini.
Namun, seiring dengan perkembangan jaman, tidak hanya kaum wanita
saja yang tertarik dalam hal penggunaan kosmetik, laki-laki juga mulai tertarik
dengan kosmetik. Dengan kata lain, tidak hanya wanita yang dituntut untuk
merawat diri dan menjaga penampilannya, melainkan kaum laki-laki juga harus
menjaga penampilan agar menjadi cantik dan menarik. Kecantikan telah menjadi
bagian dari tuntutan kaum laki-laki. Hal inilah yang kemudian mendorong adanya
kebutuhan kosmetik untuk kaum laki-laki. Laki-laki tidak lagi merasa antipati
terhadap apa yang namanya kosmetik, mereka sudah terbiasa sekalipun masih
dalam tataran memakai pembersih wajah (facial wash).
1
Tentang kecantikan yang telah menimpa kaum laki-laki, pada saat ini juga
dapat kita lihat dari adanya video klip ”The Cash” tentang diet yang dilakukan
oleh kaum laki-laki untuk menjadi cantik dan berusaha menjaga kecantikan tubuh
mereka agar tidak mengalami kegemukan. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi
kepentingan-kepentingan mereka, salah satunya adalah agar tidak ditinggalkan
oleh teman wanitanya atau pacar.
Gambaran video klip tentang diet di atas sama dengan pendapatnya
Kertajaya tentang kaum laki-laki yang mulai melakukan hal-hal yang dilakukan
oleh kaum wanita, yaitu:
“Bicara tentang emansipasi wanita, 89.7 % dari responden laki-laki di Jakarta mengatakan bahwa jika mereka dapat memutar kembali waktu, mereka tidak akan menghentikan gerakan emansipasi wanita. Alasan utama mereka adalah, manusia tidak boleh dibedakan berdasarkan gender.
Hal ini berefek balik pada saat laki‐laki mendefinisikan arti maskulinitas.
Jika dulu maskulinitas digambarkan macho, maka kini laki‐laki lebih
menggambarkan maskulinitas dengan istilah‐istilah emosional yang dulu
melekat pada diri perempuaan”, (Kertajaya, 2004: 54).
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa sesuatu hal atau upaya yang
dulunya dilakukan oleh wanita dalam hal kecantikan, sekarang juga dilakukan
oleh kaum laki-laki. Jika dahulu wanita pergi ke spa untuk merawat tubuhnya,
sekarang laki‐laki juga melakukan hal yang sama. Bahkan laki‐laki juga
mengunjungi fitness center untuk menjaga kondisi tubuh mereka. Dan bukan
hanya itu, bahkan sekarang ini laki‐laki tidak malu menggunakan kemeja yang
berwarna merah muda, yang dahulu identik dengan perempuan. Sama halnya
dengan media informasi, jika wanita ada majalah Cosmopolitan, Kartini, dan
Femina, maka majalah untuk laki‐laki ada Maxim, Men’s Health, For Him
Magazine, dan Playboy.
Di era modernisasi ini, banyak perusahaan mulai memproduksi kosmetik
khusus kaum laki-laki. Optimisme perusahaan yang memproduksi kosmetik
khusus kaum laki-laki semakin meningkat seiring dengan trend laki-laki masa
depan. Produk-produk kecantikan yang dulunya untuk wanita sekarang dengan
label “For Men” memasuki seluruh pasar di dunia. Perubahan sensibilitas
(afinitas yang berdasarkan pilihan) laki-laki dalam memandang penampilan dan
citra diri nampaknya telah diikuti dengan semakin maraknya perlengkapan
kosmetik khusus laki-laki yang berlabel ‘for men’.
Kosmetik yang berlabel ‘for men’ atau yang khusus diperuntukkan bagi
laki-laki semakin hari kian bertambah banyak. Di pusat-pusat perbelanjaan seperti
di Solo Grand Mall dapat dengan mudah dijumpai berbagai stan, salah satunya
terdapat stan yang menawarkan berbagai produk kecantikan khusus laki-laki
dengan merk terkenal, seperti: rangkaian kosmetik Zirh, Nivea for men, Axe, dan
Bask dari Mustika Ratu.
Pentingnya penampilan dan kecantikan dewasa ini dapat dilihat di bidang
ekonomi. Hal tersebut dapat kita lihat dari data di bawah ini:
“Di Amerika Serikat, penjualan alat-alat kecantikan meningkat dari $40 juta pada tahun 1914 menjadi $18,5 miliar pada tahun 1990 (Raines, 1974;
Standard and Poor, 1992: H40). Peningkatan angka ekonomi dari kosmetika dan alat-alat rias secara proporsional mungkin sama saja di Inggris dan Kanada” (Synnot, 2003: 136-137). Banyak sekali orang membeli alat-alat kecantikan dengan harapan dapat
mempunyai penampilan diri yang menarik secara fisik dan mengikuti fenomena
yang sedang tren. Industri kecantikan secara khusus sangat berkaitan erat dengan
industri lainnya. Industri tersebut antara lain industri pakaian, industri penataan
rambut, bedah plastik, industri makanan, bisnis fitnes, dan tentu saja industri
media dan periklanan.
Pada awalnya, laki-laki yang menggunakan kosmetik disebut dengan
istilah laki-laki metroseksual. Hal tersebut membuat para produsen kosmetik dan
jasa kecantikan mulai berlomba untuk menawarkan produk-produk yang berlabel
“for men”, seperti pada kutipan di bawah ini:
“Hasil riset dari perusahaan Euro RSCG menyimpulkan bahwa trend laki-laki masa depan (atau yang lebih dikenal dengan laki-laki metroseksual) telah menjadi topik yang sering diperbincangkan dan menjadi mode global di seluruh dunia. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti bahwa pada bulan Oktober 2003, terdapat 20.900 artikel yang membahas topik metroseksual di Google”. “Bukti lainnya yaitu pada majalah Swa Sembada dalam edisi 18-31 Maret 2004 yang menyatakan bahwa segmen metroseksual mulai muncul di Indonesia dan merupakan peluang bisnis yang sangat potensial bagi para pemasar. Dari hasil survei yang dilakukan, majalah Swa Sembada menarik kesimpulan bahwa kebutuhan kosmetik kaum laki-laki tidak hanya didominasi oleh minyak rambut dan deodorant saja. Facial wash yang berguna untuk merawat wajah agar terlihat lebih menarik juga termasuk dalam salah satu produk kosmetik yang dominan bagi kaum laki-laki” (Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe, 2007: 21).
Seorang pengusaha salon kecantikan di kawasan Jakarta Timur yang
bernama Alvin memberikan komentar tentang “metroseksual” sebagai berikut:
“Sepuluh tahun silam pecinta salon kecantikan masih didominasi oleh kaum perempuan. Akan tetapi berbeda dengan sekarang, laki-laki mulai senang merawat diri di salon atau spa. Nah, di spa laki-laki itu ketagihan dengan lulur, pijat aroma terapi, dan facial alias perawatan wajah”, 70% dari klien saya adalah kaum laki-laki (Alvin, 2008: 1).
Berdasarkan hasil riset dan pendapat di atas, jelas sekali bahwa pengguna
make up dewasa ini bukanlah dominasi kaum perempuan, kaum laki-laki juga ikut
sebagai pengguna kosmetik. Perbandingan yang begitu mencolok dalam hal
penggunaan kosmetik oleh laki-laki dari tahun ke tahun tersebut dapat diartikan
bahwa penampilan menjadi penting bagi laki-laki, tidak hanya oleh wanita saja.
Dalam tayangan televisi swasta (Trans7) setiap malam sabtu pukul 23.30
WIB yang berjudul “I, International Gosip” banyak dikupas tentang perawatan
tubuh selebriti laki-laki Hollywood ataupun bintang sepakbola dunia. Seperti
David Beckham, suami dari Victoria yang terkenal itu adalah salah satu sosok
yang tidak lepas dari kosmetik. Dia tetaplah seorang laki-laki sejati, namun dari
ujung kaki sampai dengan ujung rambutnya yang selalu terawat dan terjaga. Hal
tersebut dapat dilihat pada pakaiannya yang fashionable, tatanan rambut yang
selalu mengikuti trend sampai dengan sepatu yang dia pakai menunjukkan bahwa
David Beckham adalah sosok yang selalu ingin berpenampilan “sempurna”. Jika
di Indonesia seperti Fery Salim, Indra L Bruggman, dan Krisna Mukti. Dalam
acara televisi di Trans7 sabtu pukul 08.00 WIB yang berjudul “Magic in Style:
Men After Work” juga dikupas tentang pentingnya kaum laki-laki merawat diri,
dengan nara sumber yaitu artis Fery Salim.
Pada perkembangannya, tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang
menggunakan produk kosmetik khusus laki-laki ataupun produk kosmetik yang
dipergunakan oleh kaum wanita. Kaum laki-laki umumnya juga mulai
mempergunakannya. Salah satu penggunaan produk kosmetik yang dominan
adalah facial wash khusus laki-laki. Seperti yang dijelaskan di bawah ini:
“Secara psikografis, kaum laki-laki terdiri atas segmen laki-laki metroseksual (13%), laki-laki rata-rata (29%), dan laki-laki konservatif (58%). Perbandingan persentase segmen antara user dan non-user mengindikasikan bahwa keputusan penggunaan facial wash telah diterima oleh semua segmen psikografis. Analisis CHAID menemukan bahwa atribut kemampuan facial wash untuk melembutkan wajah dan dibuat khusus untuk laki-laki berkaitan erat dengan kepuasan. Kedua atribut tersebut tergolong under service, sehingga pengelolaan yang salah dari produsen facial wash dapat memberi kesempatan kepada merk baru untuk meramaikan pasar”, (Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe, 2007: 21).
Berdasarkan hasil riset di atas, dapat dilihat bahwa telah terjadi pergeseran
perubahan kebudayaan tentang kecantikan yang pada awalnya adalah milik kaum
wanita kemudian telah bergeser sedemikian rupa oleh laki-laki metroseksual.
Kemudian berkembang lagi pada saat ini bahwa tidak hanya laki-laki
metroseksual saja yang identik dengan kosmetik, akan tetapi laki-laki pada
umumnya juga mulai mempergunakan kosmetik. Hal tersebut terjadi dikarenakan
adanya tuntutan bagi kaum laki-laki untuk tampil cantik dan menarik dalam hal
pekerjaan, lawan jenis atau pada hal yang lainnya.
Tidak lepas dari hal tersebut di atas, mahasiswa adalah orang yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang juga dituntut dalam hal berpenampilan,
salah satunya adalah berpakaian rapi, sopan ketika di dalam kampus dan pada
waktu mengikuti kegiatan perkuliahan serta kegiatan formal lainnya. Tidak hanya
berpakaian yang rapi dan sopan ketika di kampus, hal-hal yang lainnya seperti
kecantikan dan penampilan juga diperhatikan oleh mereka ketika di dalam
kampus maupun di luar kampus. Perubahan-perubahan pergeseran penggunaan
kosmetik yang menimpa mahasiswa tersebut terjadi dikarenakan adanya suatu
konstruksi sosial dari masyarakat, iklan, dan media tentang kecantikan masa kini.
Hal tersebut dikarenakan bahwa mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat
yang tidak dapat dipisahkan begitu saja.
Berangkat dari realitas sosial di atas, peneliti ingin mengetahui tentang
pentingnya penampilan dan kecantikan bagi mahasiswa laki-laki di Universitas
Sebelas Maret (UNS), sehingga nantinya dapat diketahui tentang pentingnya
penampilan bagi mereka serta konstruksi kecantikan bagi mereka pada saat ini.
UNS di pilih peneliti karena merupakan Universitas yang terbesar di Kota
Surakarta dan Kota Surakarta sendiri merupakan kota yang mempunyai mobilitas
yang tinggi sebagai kota yang sedang berkembang. Hal inilah yang
melatarbelakangi penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki.
Fokusnya adalah mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan
menggunakan kosmetik di lingkungan UNS.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti
melakukan penelitian dengan judul: “Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki”
(Studi Konstrukstivisme Tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik Bagi
Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta).
B. Rumusan Masalah
Keberadaan laki-laki yang memakai kosmetik adalah suatu fenomena yang
menarik untuk dikaji. Menurut peneliti menarik karena merupakan sesuatu yang
semakin hari semakin banyak laki-laki yang menggunakan kosmetik. Karena pada
perkembangannya, tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang menggunakan
produk kosmetik khusus laki-laki, tetapi kebanyakan kaum laki-laki pada
umumnya juga mulai mempergunakannya, bahkan sampai dengan produk
kosmetik yang dipergunakan oleh kaum wanita. Pergeseran perubahan
kebudayaan itulah yang akhirnya membentuk konstruksi kecantikan bagi laki-laki
pada saat ini.
Peningkatan penggunaan kosmetik “for men” yang semakin hari kian
meningkat, seperti yang telah dijelaskan di latar belakang tentang persentase
penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki dari tahun ke tahun yang selalu
mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat diartikan peneliti bahwa betapa
pentingnya penampilan bagi laki-laki pada saat ini dengan didukung dengan yang
namanya kosmetik. Selain itu, penelitian ini akan lebih menarik lagi ketika
peneliti dapat menggali makna yang ada dibalik konsep-konsep yang mereka
bicarakan, seperti konsep kecantikan/ konstruksi kecantikan menurut versi laki-
laki yang memakai kosmetik seperti apa, bagaimana cara mereka menampilkan
dirinya kepada orang lain, serta alasan-alasan apa yang menyebabkan mereka
ingin tampil menarik sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan tampilan fisik
yang menarik pada saat ini.
Maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji, antara
lain sebagai berikut :
1. Mengapa penampilan menjadi penting bagi laki-laki?
2. Bagaimana makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik
dikonstruksikan)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan alasan mahasiswa laki-laki menampilkan dirinya agar
tampak menarik dihadapan orang lain.
2. Mendeskripsikan makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik
dikonstruksikan).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai konstruksi kecantikan
bagi kaum laki-laki sebagai realitas sosial yang ada di dalam masyarakat
pada saat ini dengan mengacu pada teori wajah dan kecantikan oleh
Anthony Sinnott serta teori efek halo dan efek tanduk oleh Kaczorowsky.
b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis yang
lebih mendalam, seperti pada studi tentang gaya hidup mahasiswa
sekarang, penelitian tentang budaya konsumerisme di kalangan
mahasiswa, dan penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dan
masyarakat umum yang ingin mengetahui tentang konstruksi kecantikan
bagi laki-laki yang ada di dalam masyarakat pada saat ini.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa tentang
pentingnya penampilan bagi laki-laki dalam realitas sosial dari masa ke
masa.
3. Manfaat Metodologis
a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu
penelitian yang menggunakan metode sejenis, yaitu menggunakan studi
konstruktivitis.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu metode untuk meneliti
realitas sosial lain yang ada di tengah-tengah masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki sebagai Realitas Sosial
Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal dengan
adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci dari
semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya konstruksi
dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi penentu
konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia sosial.
Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak individu
atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap eksistensi
setiap orang atau individu sebagai konsensus total.
Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan bahwa ide dasar semua teori
dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah
aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tidak
sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan
sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang
menggambarkan struktur dan pranata sosial. Dengan kata lain, individu atau
seseorang bukanlah manusia korban fakta sosial, namun sebagai penghasil sesuatu
benda atau jasa sekaligus reproduksi yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia
sosialnya.
Dalam ontology paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas
sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh
pelaku sosial yang dalam hal ini mengenai kecantikan bagi laki-laki yang
dikonstruksikan oleh masyarakat.
Dalam paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia
kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya.
Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel
9
(Veger,1993: 91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu,
yang menurut kesan kita bahwa realitas itu ‘ada’ di dalam diri sendiri dan hukum
yang menguasainya.
Realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan
dunia obyektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai
“kediriannya” nya, namun juga dilihat dari mana “kedirian” itu hadir, bagaimana
ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan
menerimanya. Peneliti ingin menjelaskan bahwa adanya konsep laki-laki yang
cantik itu bermula dari adanya subyektivitas antar individu yang membentuk
consensus total di dalam masyarakat yang akhirnya konsep cantik tersebut itu
dapat dikonstruksikan sesuai dengan jamannya. Seperti yang dijelaskan oleh Max
Weber dalam melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna
subyektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Perilaku sosial itu
menjadi “sosial’ apabila yang dimaksud subyektif dari perilaku sosial itu
membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain serta
mengarahkannya kepada subyektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau
menunjukan keseragaman dengan perilaku pada umumnya di dalam masyarakat
(Veeger, 1993: 171).
Berger dan Luckman (1990: 61) juga mengatakan bahwa di dalam institusi
masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi
manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif,
namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subyektif melalui
proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang
yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada
tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna
simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang
memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada
berbagai bidang kehidupannya. Salah satu bentuk institusi sosial yang
menciptakan masyarakat adalah institusi pendidikan. Melalui pendidikan,
masyarakat memberikan legitimasi terhadap nilai atau norma untuk menciptakan
dunia sosial. Pendidikan tersebut mencakup pendidikan formal dan pendidikan
non formal.
Menurut Berger dan Luckman pengetahuan masyarakat yang dimaksud
adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan
yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti
konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari dari konstruksi sosial.
Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan
internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung
dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan
Luckman, 1990: x).
Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di
luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong
dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti
televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang
lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan
waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain.
Proses eksternalisasi dapat terjadi ketika individu tersebut mendapatkan
pendidikan formal maupun non formal. Jika di dalam keluarga, individu hanya
mendapatkan pendidikan non formal dan proses internalisasi tersebut terkadang
hanya berpengaruh ketika individu di tengah-tengah keluarga. Sedangkan proses
obyektivasi memberi pengaruh kepada pelaku atau seseorang yang mempunyai
penampilan yang menurut konstruksi masyarakat tersebut adalah ‘menarik’,
kemudian ditiru oleh teman-teman di lingkungannya. Proses tersebut telah
mengalami konsensus total di dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu
konsep konstruksi dalam hal ini adalah konsep kecantikan yang dikonstruksi oleh
masyarakat dalam realitas sosial.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, konstruksi sosial tentang konsep
kecantikan juga sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial
itu. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi
sosial. Berger dan Luckman (1990: 8) mengatakan bahwa Marx pernah
menjelaskan beberapa konsep kuncinya, di antaranya adalah kesadaran manusia.
Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pikiran manusia yang
teralienasi dari keberadaan dunia sosial yang sebenarnya dari si pemikir.
Selain konsep kesadaran palsu, Karl Marx juga menggambarkan kesadaran
masyarakat yang merefleksi ke dalam struktur masyarakat. Menurut Berger dan
Luckman (1990: 8), Marx membagi struktur menjadi dua bagian, yaitu substruktur
dan superstruktur. Substruktur lebih diidentifikasikan sebagai struktur ekonomi
semata-mata, sedangkan superstruktur adalah refleksi dari substruktur atau
struktur ekonomi itu. Berger dan Luckman kemudian menjelaskan pemikiran
Marx mengenai substruktur dan superstruktur adalah pemikiran manusia yang
didasarkan atas kegiatan manusia dalam arti seluas-luasnya dan atas hubungan-
hubungan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Substruktur dan
superstruktur dapat dipahami secara lebih baik, jika kita memandangnya berturut-
turut, sebagai kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan itu.
Substruktur dan superstruktur didasarkan pada hubungan pemikiran dan
kenyataan yang mendasarinya, yang lain dari pemikiran itu sendiri. Konstruksi
sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan
superstruktur.
Dari konsep tersebut, peneliti kemudian menggunakan konsep realitas
sosial sebagai payung atau acuan dari teorinya Synnot dan Kazrorowsky yang
menjelaskan tentang pentingnya wajah dan penampilan oleh laki-laki pada saat ini
sehingga dapat digunakan dalam mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki
pada saat ini. Melalui konsep realitas sosial dan kesadaran palsunya Karl Marx itu
dapat dilihat dengan adanya hubungan antara pemikiran dan kenyataan yang
mendasarinya dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki
yang lahir dari subyektivitas antar individu dalam realitas sosial sebagai
konsensus total. Substuktur sendiri merupakan kenyataan sosial yang di bangun
melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Sedangkan
superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang
terrefleksi dari substruktur itu sendiri.
2. Trilogi Wajah, Kosmetik dan Kecantikan
a. Wajah sebagai Sesuatu yang Penting bagi Individu
Wajah merupakan sesuatu yang unik dan juga khas karena tidak ada dua
wajah yang identik, orang yang terlahir kembarpun masih ada perbedaannya. Di
Indonesia, wajah terpampang jelas di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
kartu identitas lainnya sehingga wajah menjadi simbol utama diri seseorang yang
nyata.
Wajah mempunyai tiga sifat, yaitu wajah bersifat fisik, wajah bersifat
publik dan wajah bersifat lunak. Wajah bersifat fisik karena wajah merupakan
milik seseorang atau individu yang tidak bisa disamakan dan di palsukan dengan
wajah individu lainnya meskipun wajah tersebut di rias atau di make over. Wajah
bersifat publik karena wajah merupakan simbol dari seseorang atau individu untuk
dapat dikenali oleh individu yang lainnya. Wajah bersifat lunak karena wajah
memiliki 80 otot mimik yang mampu membuat lebih dari 7.000 ekspresi. Selain
ketiga sifat tersebut, wajah juga mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain;
wajah sebagai jalan masuk bagi makanan, minuman, dan udara. Wajah juga
berfungsi sebagai sumber komunikasi non verbal dan wajah sebagai pertemuan
antara indera penglihatan, indera cita rasa, indera pembauan, dan indera
pendengaran (Synnott, 2003: 135).
Gloria Swanson (Synnott, 2003: 136) menjelaskan bahwa ketika kita
sedang berinteraksi dengan orang lain, kita tidak perlu berdialog karena kita telah
memiliki wajah. Dari pendapat Gloria Swanson tersebut, dapat diketahui bahwa
wajah telah mewakili kata-kata yang ingin kita sampaikan, wajah sebagai
‘petanda’ ketika kita sedang malas berbicara, marah atau ketika kita sedang sedih,
kita dapat mengekspresikannya melalui mimik wajah. Selain itu, wajah juga
menjadi penentu dasar bagi persepsi kecantikan atau kejelekan individu, dan
semua persepsi ini secara tidak langsung membuka penghargaan diri dan
kesempatan hidup seseorang. Wajah sungguh-sungguh menyimbolkan diri, dan
menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda. Lebih daripada bagian tubuh
lainnya, wajah di identifikasikan sebagai aku dan kamu. Seperti ketika kita
mengenali seseorang, hal pertama yang kita lihat adalah wajahnya, baru kemudian
kita menandai bahwa wajah itu adalah milik seseorang.
Jadi, wajah merupakan sesuatu yang bersifat penting bagi seseorang,
karena adanya fungsi-fungsi di dalamnya. Fungsi wajah sebagai komunikasi non
verbal, sampai dengan wajah yang dianggap penting karena dijadikan sebagai
penentu dasar bagi kecantikan dan kejelekan setiap individu.
b. Tinjauan tentang Kosmetik
Istilah kosmetik yang dalam bahasa Inggris “cosmetics”, berasal dari
bahasa Yunani “kosmētikos” yang berarti kecakapan dalam menghias, juga dari
kata “kosmein” yang berarti menata atau menghias. Kata ini memiliki akar kata
dari “kosmos” yang merujuk kepada keteraturan (order) dan harmoni dari seluruh
semesta, juga merupakan bentuk atau struktur suatu benda. Salah satu arti kosmos
yang juga dikontraskan dengan chaos adalah hiasan yang tertata, ornamen yang
harmonis, seperti kalung dan anting yang digunakan seseorang untuk
mempercantik diri mereka.
Sejauh yang diketahui oleh para arkeolog, kosmetik pertama kali
digunakan di Mesir pada 4000 tahun SM yang dibuktikan dari sisa-sisa artefak
yang kemungkinan digunakan untuk tata rias (make up) dan untuk penggunaan
salep pewangi. Orang yang pertama kali menggunakan kosmetik untuk wajahnya
adalah Nabi Yusuf ketika menjabat sebagai wazir di Mesir. Namun, berbeda
dengan tujuan penggunaan kosmetik pada saat ini, pada waktu itu Nabi Yusuf
justru menggunakan kosmetik untuk menutupi ‘kecantikan’ wajahnya agar
tampak lebih jelek, yang bahkan digambarkan bisa membuat perempuan-
perempuan Mesir menyayat tangannya sendiri akibat terpesona oleh ketampanan
Nabi Yusuf. Kemudian bersamaan dengan permulaan era Kristen, kosmetik pada
akhirnya digunakan secara luas di Kekaisaran Romawi.
Pada waktu itu masyarakat sudah menggunakan ‘kohl’ (sebuah preparat
yang diolah dari jelaga) yang dapat digunakan untuk menghitamkan bulu mata
dan alis mata serta untuk mempertegas garis bentuk kelopak mata. Pemerah muka
yang digunakan untuk pipi dan berbagai bedak pemutih digunakan untuk
mensimulasi atau menambah kewajaran corak kulit, minyak mandi yang sudah
digunakan secara luas oleh masyarakat pada waktu itu, serta berbagai bahan
abrasif yang digunakan sebagai pasta gigi, dan parfum yang baru digunakan
belakangan diolah dari wewangian floral (binatang) dan herbal (tumbuhan) yang
diperoleh dari resin alami sebagai fiksatif. Rupa-rupanya kosmetik dari waktu ke
waktu selalu menjadi bagian yang penting dalam masyarakat.
Menurut DR. Rahmi Primadiati dalam bukunya “Pedoman Instruksional
Program Cidesco Internasional Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika” (2001: 74)
menjelaskan tentang definisi kosmetika. Kosmetika secara definisi adalah suatu
ilmu yang mempelajari kandungan bahan dan manfaat yang dihasilkan oleh
pemakaian bahan tersebut terhadap penampilan dan kecantikan seseorang.
Di Amerika Serikat, kosmetika adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai
pembersih, mempercantik, meningkatkan atraktivitas atau penampilan. Akan
tetapi hanya bersifat fisikal dan tidak mempunyai dampak atau efek fisiologis.
Bila produk kosmetik tersebut mempunyai efek fisiologis maka akan
dikategorikan sebagai pengobatan atau pencegahan suatu penyakit. Dan hal ini
menjadi wewenang para ahli medis (dokter) bukan lagi dapat dilakukan oleh
seorang piñata kecantikan (Rahmi, 2001: 74).
Harold I Kaplan dan Benyamin J Shaddock menjelaskan bahwa ada 3
langkah orang menggunakan kosmetik atau melakukan tindakan mempercantik
diri, antara lain:
“Langkah tersebut bentuknya bermacam-macam, yaitu (1) dari yang bersifat sederhana, seperti sekedar memberi bedak tipis pada muka dan memakai lipgloss (minyak bibir), (2) tindakan yang lebih seperti; sophisticated yaitu penggunaan lotion-lotion pembersih; pemberian krim pembersih dari tidak hanya muka, tetapi sampai ke seluruh tubuh; medicure yaitu pemberian warna pada kuku, (3) kemudian melangkah lebih jauh lagi ialah tindakan yang lebih aktif; seperti electro caustic yaitu perawatan terhadap berbagai kelainan kulit; operasi-operasi yang lebih berat (operasi plastik), misalnya rhinoplasty, mammoplasty, face lift, dan lain-lain”, (Yohannes, 2007: 23). Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa kosmetik adalah tindakan yang
bersifat memperindah diri dengan suatu alat atau media, seperti lotion, lipstick,
bedak, shampoo, minyak rambut, dan sebagainya serta alat-alat untuk mendukung
kegiatan tersebut. Kosmetik juga sering disebut dengan make up. Kosmetik pada
perkembangannya menjadi konsumsi bagi kaum laki-laki.
c. Konstruksi Kecantikan dari Masa ke Masa
Laki-laki masa kini telah memahami pentingnya wajah sebagai bagian dari
tubuh, kosmetik, dan kecantikan. Tiga hal yang berkaitan erat satu sama lainnya,
trilogy yang membentuk satu kesatuan representasi akan kesempurnaan seseorang
adalah sebuah idealitas. Namun, konsepsi dan pemahaman pada setiap masa akan
trilogy tubuh, kosmetik, dan kecantikan ini tidaklah selalu sama. Setiap masa akan
mempunyai makna ‘cantik’ sendiri, konstruksi kecantikan yang dibuat oleh
masyarakat pada masa itu dan dari masa ke masa tidak akan sama, akan
mengalami perubahan tentang konsep kecantikan yang ideal.
Sebuah konstruksi pencitraan kecantikan laki-laki masa kini yang
dibungkus dengan kosakata ‘kosmetik’ dengan mengambil personalitas, tubuh,
pikiran dan dandanan. Dan akhirnya tetap saja tubuh yang diwakilkan dengan
gaya rambut, tergoda untuk merefleksikannya sebagai suatu bentuk representasi
kecantikan yang lebih sesuai baginya sampai dengan pada akhirnya laki-laki
menjadi tertarik kepada kosmetik yang akan berperan mewujudkan kecantikan
yang ideal pada saat ini yang dikonstruksi oleh media dan masyarakat.
Seperti halnya dengan konstruksi kulit bersih, cerah sebagai citraan
kecantikan yang digembar-gemborkan media melalui berbagai iklan. Konstruksi
kulit cantik terus menerus menyerbu ke benak para wanita dan laki-laki hingga
terbentuk kesadaran semu bahwa berkulit bersih itu memang cantik. Konsep
kecantikan yang digeneralisasikan tersebut telah membuat mereka berlomba-
lomba merekonstruksi warna kulitnya menjadi lebih cerah, bersih agar dapat
dikatakan sebagai kulit yang ‘cantik’.
Kata “Cantik” telah dibentuk oleh media di dalam benak masyarakat
secara tidak sadar. Baik melalui iklan maupun tayangan‐tayangan sinetron yang
ada. Dalam hal ini, pendidikan non formal diperoleh melalui media melalui ragam
media. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Naomi Wolf (2004: 7) dalam
bukunya Mitos Kecantikan, yaitu “… tidaklah mudah dimengerti begitu saja pada
saat itu konsep‐konsep ideal tidak langsung datang dari surga, bahwa
konsep‐konsep itu sesungguhnya datang dari suatu tempat dan bahwa mereka
mempunyai tujuan tertentu. Karena definisi “cantik” telah dibuat seperti hal
diatas, maka berlomba-lombalah perempuan‐perempuan untuk melakukan
“rombak tubuh”. Baik dengan cara diet, olah raga ataupun dengan cara instant.
Dan realitas social yang terjadi pada saat ini adalah laki-laki ikut melakukannya.
Tubuh mengalami penyikapan yang ambigu, yaitu seakan menjadi sesuatu
yang primer namun sekaligus sekunder. Obat-obat yang dipercaya akan merubah
warna kulit menjadi lebih bersih, dan cerah juga menyebabkan banyak korban
berjatuhan. Kebanyakan kosmetik pencerah kulit bekerja dengan pengelupasan
kulit secara radikal yang mengakibatkan kulit menjadi tak terlindung dari
sengatan sinar matahari karena menunggu pertumbuhan sel-sel kulit baru.
Mewabahnya trend kecantikan berkulit wajah cantik telah menyebabkan wajah-
wajah menjadi ajang pemutihan mulai dari pemakaian masker hingga suntik
vitamin. Dengan demikian tubuh tersebut mengalami pengabaian atau penyiksaan
tubuh dan penghilangan makna. Maka tubuh pun kini harus menderita demi obsesi
kecantikan yang telah dihegemoni oleh industri kecantikan.
Ilustrasi tersebut merupakan contoh kasus sederhana tentang fenomena
rekonstruksi tubuh yang dilapisi kosmetik untuk menampilkan konsep kecantikan.
Keberhargaan setiap fragmen tubuh menjadikannya sebagai komoditi bagi industri
kosmetik. Perawatan tubuh dari waktu ke waktu semakin beragam hingga seakan
tak ada lagi bagian tubuh yang tidak dirawat di salon-salon kecantikan. Namun,
bukan hanya aspek fisik yang menjadi komoditi industri kecantikan, tetapi juga
diri (self) konsumen, atau apa yang ada dalam diri laki-laki.
Kecantikan saat ini lebih merupakan mitos dan juga merupakan mesin
penghasil uang untuk bidang fashion dan industri kosmetik. Dalam hal ini, pikiran
subjeklah yang menjadi fokus penanaman nilai-nilai tentang kecantikan tersebut,
yang seringkali hanya merupakan ilusi, karena secara logika memang sulit untuk
mewujudkannya. Kecantikan tak lebih hanya sebagai sebuah ideologi dalam
masyarakat. Feminitas dan berbagai aturan kecantikan telah dikonstruksi oleh
sosial, politik, dan ekonomi dalam kebudayaan yang mengeksploitasi potensi
manusia dan sekaligus menghancurkan pikiran manusia itu sendiri. Mitos tentang
kecantikan digencarkan melalui film, televisi, majalah, koran, seni, bahkan
melalui sistem pendidikan.
Konsep kecantikan selalu berubah-ubah, seperti terlacak dalam pergeseran
budaya di Eropa-Amerika. Pada jaman kerajaan, cantik identik dengan wanita
berpinggul besar sebagai simbol kesuburan dan berkulit pucat yang
menggambarkan kelas atas yang tak pernah ditimpa terik matahari. Citra tubuh
montok bertahan hingga jaman Marilyn Monroe di Amerika. Tapi, lewat
penampilan model Twiggy yang kurus-seksi, konsep cantik kemudian lekat
dengan tubuh yang kerempeng dengan pinggang kecil.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam kenyataannya masyarakat
selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui penampilan, kecantikan dengan
pemakaian kosmetik serta pemakaian benda-benda yang mereka miliki. Perilaku
tersebut juga didukung oleh iklan dan media. Ketiganya menjadi berkaitan erat
dan tidak terpisahkan. Semuanya mengarah kepada pencitraan tentang kecantikan
diri seseorang yang dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi laki-
laki pada saat ini.
d. Hubungan antara Wajah, Kosmetik dan Kecantikan
Di era modernitas sekarang ini, wajah merupakan hal yang sangat penting.
Salah satunya adalah dengan menampilkan wajah untuk tampil cantik dan
menarik karena wajah dan penampilan kita akan dilihat oleh orang lain. Misalnya,
ketika kita berbelanja di Mall, bekerja, bepergian ke tempat-tempat wisata, atau
berangkat menuntut ilmu, kita akan menampilkan wajah kita secantik mungkin di
dukung dengan adanya kosmetik.
Menurut Baudrillard (2004: 263), jaman kita dewasa ini adalah
pertunjukan pengeluaran makanan yang sama dengan pengeluaran ‘prestise’,
semua lapisan masyarakat menyebut ‘mengkonsumsi’ dan hal ini untuk semua
orang sesuai konsensus total. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya tuntutan dari
masyarakat sendiri dalam hal pencitraan diri. Untuk tampil cantik dan menarik,
salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi produk-produk kosmetik.
Masyarakat tanpa disadari dipaksa untuk dapat mengkonsumsi sesuatu yang
dinilai prestise.
Baudrillard juga menjelaskan tentang kecantikan dan erotisme adalah dua
rumusan utama yang sering muncul. Keduanya akan sangat sulit dipisahkan dan
membentuk etika baru dalam hubungan dengan tubuh. Berlaku untuk laki-laki dan
wanita, namun mereka dibedakan dalam kutub feminin dan kutub maskulin. Jadi
dalam hal ini kecantikan adalah tidak semata-mata milik wanita saja, akan tetapi
pada perkembangannya kecantikan menjadi milik kaum laki-laki juga.
Adorno (Baudrillard, 1998: 63), menjelaskan bahwa komoditas muncul
dengan nilai guna sekunder (nilai pengganti) begitu dominasi nilai tukar telah
diatur untuk menghapus ingatan mengenai nilai guna murni benda-benda.
Komoditas menjadi bebas berperan dalam asosiasi dan ilusi budaya yang sangat
luas, ini merupakan dasar yang disebut estetika komoditas. Iklan secara khusus
dikatakan mampu mengeksploitasi kebebasan ini untuk menampilkan citra
romantis, eksotis, kepuasan, atau kehidupan yang baik dengan memperkenalkan
barang-barang konsumen, seperti sabun, mesin cuci, mobil, dan minuman
beralkohol. ”Citra” atau topeng-topeng ini juga menentukan cara objek materi
berperan sebagai perantara makna dalam interaksi sosial. Citra tersebut merubah
barang-barang ke dalam kode-kode simbolis yang harus dapat dimiliki oleh
konsumen.
Dari uraian di atas, dapat dilihat hubungan antara wajah, kosmetik dan
kecantikan yang saling berkaitan. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau
individu yang di dukung dengan adanya penggunaan kosmetik. Kosmetik tersebut
diharapkan dapat menampilkan kecantikan seseorang atau individu secara
sempurna. Ketika individu ingin tampil cantik dan menarik, individu tersebut akan
cenderung melakukan segala sesuatu yang menunjang pemenuhan tuntutan itu,
antara lain dengan menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilannya agar
kelihatan menarik dan cantik sehingga dapat diketahui bahwa orang menggunakan
kosmetik dikarenakan adanya kebutuhan untuk memenuhi kecantikan yang
diharapkan.
3. Efek Halo dan Efek Tanduk sebagai Konstruksi Kecantikan di dalam
Masyarakat
Bersceeid dan Walster yang berusaha menjelaskan tentang kekuatan dari
kecantikan dan kejelekan dalam masyarakat ditunjukkan dengan jelas dalam data
riset mereka dibawah ini:
“Para siswa berpikir bahwa orang-orang yang berpenampilan baik umumnya lebih sensitive, baik hati, menarik, kuat, cerdik, rapi, berjiwa sosial, ramah, dan menyenangkan daripada orang-orang yang kurang baik. Para siswa juga setuju bahwa mereka yang cantik secara seksual, lebih responsive daripada mereka yang tidak menarik” (Synnott, 46-74). Dari hasil riset tersebut, dapat diketahui bahwa penampilan fisik yang
menarik serta didukung dengan penampilan yang baik, lebih dapat diterima oleh
masyarakat. Anggapan para siswa yang lebih memilih orang yang berpenampilan
baik rupa-rupanya secara tidak langsung menjelaskan adanya stereotip negative
atau penilaian buruk terhadap orang yang berpenampilan tidak baik.
Penjelasan tersebut hampir sama dengan pendapatnya Kaczorowsky
tentang ‘efek halo’ dan ‘efek tanduk’. Efek halo merupakan respon positif/
tanggapan orang lain yang dapat dengan mudah menerima kita dikarenakan kita
berpenampilan lebih baik dan menarik atau paling tidak penampilan kita sama
dengan orang lain pada umumnya, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/
tanggapan orang yang buruk dalam menerima penampilan kita, bisa saja karena
penampilan kita tidak sama dengan orang lain pada umumnya dan dianggap
penampilan kita lebih rendah atau jelek dibandingkan mereka. Agar orang
mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat menampilkan
dirinya sendiri untuk tampil cantik dan menarik di hadapan orang lain, atau paling
tidak sama dengan masyarakat pada umumnya.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan orang akan
lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka menampilkan
dirinya secantik mungkin atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan
orang lain yang melihatnya.
Kecantikan dan kejelekan juga menjadi faktor penting dalam masyarakat
konsumsi yang sangat memperhatikan penampilan. Laki-laki akan merasa percaya
diri ketika ia berpenampilan menarik di hadapan wanita atau rekan-rekannya.
Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang positif dan mendasar bagi
keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi (materi) serta sosialnya
(pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise yang dimiliki oleh
seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan. Contohnya, ada seorang laki-
laki dengan wajah dan tubuh yang terlihat bersih karena menggunakan kosmetik,
didukung dengan laki-laki tersebut mengendarai mobil BMW dengan dandanan
yang cantik pada dirinya, seperti memakai kaca mata dan pakaian yang serba
bermerk, dan sebagainya yang semakin menambah nilai prestise laki-laki itu.
Situasi tersebut dengan tidak langsung akan memperkuat pencitraan orang lain
yang melihatnya, bahwa laki-laki tersebut berhasil dalam hal sosial (diakui oleh
masyarakat) dan secara ekonomi/ materi mengatakan bahwa laki-laki tersebut
kaya, sehingga membentuk prestise yang dimiliki laki-laki tersebut lebih tinggi
dengan orang lain pada umumnya.
“Efek halo” kecantikan digambarkan berbanding lurus dengan “efek
tanduk kejelekan”. Artinya, pengaruh dari penampakan fisik ini sangat penting
dalam masyarakat yang hidup pada abad pencitraan. Seperti pada laki-laki yang
sangat mengutamakan penampilan dan kecantikan wajahnya, didukung dengan
benda-benda yang mendukung penampilannya. Seperti yang sudah dicontohkan
diatas, maka dapat dikatakan orang tersebut akan mendapat prestise dari
masyarakat karena hal-hal yang ada pada dirinya, yang kasat mata, yang dapat
dilihat secara langsung oleh orang lain. Orang-orang yang melihatnya secara
langsung dapat menerimanya dengan mudah, dan sebaliknya ketika laki-laki
tersebut hanya berjalan tanpa alas kaki dengan memakai pakaian kotor dan bau,
respon atau tanggapan orang pada umumnya akan berbanding lurus dengan
memberi sikap yang tidak baik terhadapnya, seperti mengernyitkan dahi tanda
tidak senang, menutup hidung karena bau, menatap sinis, dan sebagainya.
Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa di dalam masyarakat kita
dewasa ini, penampilan wajah yang menarik jauh dinilai baik daripada
penampilan wajah yang jelek atau buruk. Mereka yang berpenampilan kurang
menarik tampaknya kurang begitu beruntung dan kurang mendapatkan tempat di
tengah-tengah hubungan sosial. Sama halnya dengan laki-laki sekarang ini yang
ingin tampil cantik dan menarik, mereka juga menggunakan kosmetik untuk
mendukung penampilannya tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
orang akan lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka
menampilkan dirinya secantik mungkin dari pada kebanyakan orang atau paling
tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya.
4. Fenomena Laki-laki yang Menggunakan Kosmetik
a. Tinjauan tentang Laki-laki Metroseksual
Di berbagai tulisan yang membahas metroseksual, dikisahkan bahwa
metroseksual pertama kali muncul di surat kabar Independent yang terbit di
Inggris pada tahun 1994 dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Mark Simpson.
Mark Simpson menjelaskan konsep laki-laki metroseksual adalah “A dandysh
narcissist in love not only himself but also his urban lifestyle’ yang artinya,
seseorang metroseksual tidak hanya mencintai dirinya, tetapi juga dia seorang
yang selalu mengikuti gaya hidup (S. Kunto adi Wibowo dalam Resistensi Gaya
Hidup, 2006: 189).
Saat ini laki‐laki penganut paham feminisme radikal kultural tampak
berani menunjukkan identitas dirinya didepan umum. Saat ini baik di iklan
maupun di film identitas gay ditampilkan berani. Sebagai contoh, film kategori
dewasa ‘Arisan’ yang muncul tahun 2003 dengan durasi 128 menit, menceritakan
kehidupan gaya hidup perempuan metropolitan dan laki‐laki metropolitan yang
terjerumus ke arah homosexual (gay), yang diperankan oleh Surya Saputra dan
Tora Sudiro (Kristanto, 2005: 410‐411).
Di tengah-tengah masyarakat konsumsi inilah terdapat fenomena yang
sering disebut sebagai laki-laki metroseksual. Di bandingkan dengan laki-laki
pada umumnya, laki-laki metroseksual lebih memperhatikan penampilan secara
keseluruhan serta kecantikan wajah yang mereka miliki dengan harapan orang lain
memberikan tanggapan atau reaksi yang baik (efek halo) kepadanya sebagai
seseorang yang berpenampilan menarik, dandy, kuat secara ekonomi dan sosial
serta pengakuan-pengakuan lain dari masyarakat yang membentuk sebuah
prestise. Fenomena tersebut telah berkembang secara global dan semakin hari
menjadi kian nyata di masyarakat kita.
Withal juga menulis artikel yang mendeskripsikan suatu jenis baru laki-
laki muda yang eksotis di dalam iklan pakaian dalam Calvin Klein yang
dikenakan oleh model Mark Wahlberg, yang tidak tampan namun cantik, terpahat
dengan indah bak gambaran sempurna maskulin pada jaman Yunani Kuno (2006:
190). Kata ‘cantik’ tersebut mengacu pada konstruksi laki-laki yang ideal pada
masa itu, bahwa laki-laki yang cantik harus ‘maskulin’. Maskulin pada masa itu
diartikan sebagai laki-laki yang tangguh, jantan, dan antipati terhadap kosmetik.
Berbeda dengan laki-laki metroseksual yang sangat identik dengan kosmetik.
Pergeseran perubahan budaya itulah yang akhirnya memunculkan laki-laki
metroseksual lebih dari sekedar fakta melainkan juga sebuah fenomena yang kian
menggejala di hampir semua kota besar dewasa ini. Laki-laki metroseksual adalah
laki-laki yang women-oriented dan memiliki karakteristik unik seperti narsis dan
merawat dirinya seringkali melebihi apa yang dilakukan oleh wanita. Mereka bisa
membeli apa pun yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan penampilan.
Pada saat ini, ikon laki-laki metroseksual adalah David Beckham. Praktik
sebuah objek pengetahuan yang menempel pada diri Bekham telah menyediakan
banyak bentuk ketertampakan yang akhirnya melahirkan pengetahuan-
pengetahuan baru tentang kelelakian atau maskulinitas. Beckham yang muda,
dengan banyak uang untuk dibelanjakan, tinggal di wilayah perkotaan semata-
mata karena di sanalah terdapat berbagai fasilitas untuk menunjang
penampilannya.
Ikon metroseksual di Indonesia antara lain: Indra L. Brugman, Feri Salim
hingga sampai dengan politikus Yudi Krisnandi. Mengenai ciri-ciri laki-laki
metroseksual, saya mengutip dari pendapatnya Kartajaya dan kawan-kawan yaitu:
“Beberapa ciri laki-laki metroseksual dikemukakan oleh Kartajaya dan kawan kawan (2004), yaitu (1) pada umumnya hidup dan tinggal di kota besar di mana hal itu tentu saja berkaitan dengan kesempatan akses informasi, pergaulan dan gaya hidup yang dijalani dan secara jelas akan mempengaruhi keberadaan mereka, (2) berasal dari kalangan berada dan memiliki banyak uang karena banyaknya materi yang dibutuhkan sebagai penunjang gaya hidup yang dijalani, (3) memiliki gaya hidup urban dan hedonis, (4) secara intens mengikuti perkembangan fashion di majalah-majalah mode pria agar dapat mengetahui perkembangan fesyen terakhir
yang mudah diikuti, dan (5) umumnya mempunyai penampilan yang klimis, dandy dan sangat memperhatikan penampilan serta perawatan tubuh”, (Kartajaya dalam Wahyu Raharjo, 2007: b34). Saya juga mengutip pendapatnya David Chaney dan Simmel:
“Secara sosiologis, metropolis dimediasikan melalui simbolisme, yakni sebuah dunia kehidupan yang di dalamnya terdapat simbol-simbol secara timbal-balik berada dalam tingkatan asosiasi yang lebih kompleks dan di dalamnya permainan makna hanya dapat dipahami secara refleksif dan sebagai suatu proses inovasi yang konstan. Dunia benda-benda modernitas yang semakin terdeferensiasi bukanlah suatu proses pemerkayaan inovasi yang sederhana, dan bukan alienasi yang terang-terangan. Wilayah kultural metropolis secara simultan menawarkan potensi-potensi baru bagi individu untuk mempertinggi subjektivitas mereka”, (David Chaney, 2004: 12). “Apa yang mendorong manusia modern berkecenderungan kuat untuk bergaya adalah pelampiasan (unburdening) dan penyembunyian (concealment) pribadi yang merupakan hakikat gaya”, (Simmel, 1991b: 69). Pada umumnya laki-laki metroseksual berada pada tingkat ekonomi atas
atau dengan memiliki materi yang melimpah. Hal ini diperlukan untuk menunjang
pemenuhan kebutuhan mereka terutama yang berkaitan dengan penampilan dan
mempercantik diri. Akhirnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut
menyebabkan perilaku konsumtif yang mereka tunjukkan relatif agak berbeda
dengan orang kebanyakan. Oleh karenanya, laki-laki metroseksual menjadi target
market yang potensial bagi banyak produser. Banyak produk-produk yang dahulu
menjadi khas konsumsi wanita kini menjadi bagian dari produk yang di konsumsi
laki-laki metroseksual. Hal ini menyebabkan target pasar bergeser kepada laki-
laki, tidak hanya wanita saja. Secara lebih lanjut, banyak produser kemudian
menggunakan pendekatan dan strategi yang berbeda dalam mempengaruhi
perilaku konsumtif laki-laki metroseksual, baik dari pengenalan karakteristik, sisi
afektif dan kognitif yang biasanya dilakukan melalui media iklan.
Jadi, dapat diketahui dari uraian ciri-ciri di atas bahwa laki-laki
metroseksual berasal dari kalangan yang ‘mampu’ memenuhi kebutuhan mereka
sesuai dengan penampilan yang diharapkan nantinya. Mereka lebih suka
memperhatikan penampilan dan kecantikan wajahnya, salah satunya adalah
dengan menggunakan kosmetik. Dengan kata lain, laki-laki metroseksual juga
tidak dapat lepas dari kosmetik yang membantunya mempercantik wajah dan
penampilan secara keseluruhan.
b. Pergeseran Penggunaan Kosmetik dari Laki-laki Metroseksual oleh laki-
laki pada umumnya
Dari uraian sebelumnya, laki-laki metroseksual merupakan individu yang
tidak asing dengan yang namanya kosmetik, atau individu yang menggunakan
kosmetik sebagai alat/ media dalam menyempurnakan penampilan serta
kecantikannya. Akan tetapi yang terjadi sekarang ini, tidak hanya laki-laki
metroseksual saja yang menggunakan kosmetik, melainkan laki-laki pada
umumnya juga mulai mempergunakannya. Facial wash misalnya, hampir setiap
laki-laki pada umumnya mempergunakannya.
Pergeseran penggunaan kosmetik dari laki-laki metroseksual inilah yang
kemudian kosmetik digunakan oleh laki-laki pada umumnya. Hal tersebut terjadi
karena adanya peran media massa, iklan dan masyarakat yang sangat
berpengaruh. Penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki menjadi hal yang sudah
biasa dalam masyarakat kita dewasa ini, terlebih pada civitas akademika dan para
pekerja.
Dari fenomena tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa orang membeli alat-
alat kosmetik dikarenakan oleh pertimbangan-pertimbangan serta tuntutan yang
salah satu faktor pentingnya adalah pertimbangan ‘estetik’. Pertimbangan estetik
tersebut diperlukan demi mendapatkan penampilan fisik yang menarik dengan
berbagai macam kepentingan, salah satunya adalah agar orang tersebut dapat
dikatakan selalu mengikuti fenomena sosial yang sedang tren/ mengikuti mode
atau orang tersebut teah memenuhi peraturan yang berlaku, salah satunya adalah
dengan berpenampilan menarik. Kosmetik yang pada mulanya adalah sangat
identik dengan laki-laki metroseksual, sekarang ini kosmetik menjadi lebih umum
dipergunakan oleh laki-laki kebanyakan. Banyak sekali produk-produk kosmetik
yang diperuntukkan laki-laki dapat kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, di
toko-toko, serta di tempat perawatan tubuh atau salon-salon kecantikan. Hal
tersebut tidak dapat lepas dari tuntutan seseorang harus bisa menampilkan diri
sebaik mungkin dengan di dukung adanya kosmetik.
5. Peran Iklan, Media, dan Masyarakat dalam Pembentukan Kecantikan
Industri kecantikan secara khusus sangat berkaitan erat dengan industri
lainnya. Industri tersebut antara lain industri pakaian, industri penataan rambut,
bedah plastik, industri makanan, bisnis fitness, dan tentu saja industri media dan
periklanan.
Media dan periklanan sangat berperan penting karena iklan merupakan
media yang paling mudah dalam membentuk konstruksi sosial masyarakat.
Seperti halnya mengenai penampilan apa yang menarik dan yang selalu mengikuti
tren alias tidak ketinggalan jaman, wajah yang cantik, dan sebagainya sebagai
sesuatu yang diidealkan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, media sebagai alat baik pada
pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang mempengaruhi proses
rekonstruksi kecantikan yang ideal pada saat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kertajaya bahwa media membantu laki-laki metroseksual agar terlihat
keberadaannya, dan media juga menyebarluaskan tips maupun informasi
bagaimana seharusnya laki-laki sejati. Baik dalam media cetak, televisi dan yang
paling berkembang sekarang adalah internet. Hal tersebut akan menjadi mudah
ditangkap oleh kaum laki-laki dengan baik, karena laki-laki lebih mengandalkan
mata. Dengan percakapan di dunia maya yang dikomunikasikan lewat mata,
mereka menjadi terakomodasi dalam banyak informasi (Kertajaya, 2003: 16).
Pengertian media sebagai pesan semakin memperjelas pemahaman kita
tentang media sebagai pendidikan non formal. Sebagai contohnya, formula
McLuhan perlu diterima sebagai benang merah mendasar dalam pembahasan
konsumsi ”media adalah pesan”. Ini berarti bahwa kebenaran pesan yang
disampaikan televisi dan radio yang dibaca dan dikonsumsi secara tak sadar dan
mendalam, ini bukanlah makna yang terungkap dari suara dan gambar-gambar, ini
adalah skema yang harus dilaksanakan, dihubungkan dengan esensi teknik media
itu sendiri, dengan esensi teknis pelipatgandaan kenyataan, dengan tanda-tanda
yang suksesif dan sepadan, inilah transisi normal, yang terprogram, luar biasa,
dari Vietnam hingga hall music, berdasarkan sebuah abstraksi total yang satu
seperti yang lainnya (Baudrillard, 2004: 152).
Dalam makna ini, media iklan atau periklanan barangkali merupakan
media massa yang paling menonjol pada jaman kita ini. Seperti juga ketika
membicarakan tentang objek, periklanan dapat dikatakan mengagungkan semua
objek, seperti juga melewati objek dan merk periklanan membicarakan tentang
totalitas objek dan pembicaraan dunia yang dihitung melalui benda-benda dan
mereka bahkan ditujukan kepada setiap konsumen melalui masing-masing orang
dan kepada yang lainnya lagi, yang seolah-olah sebuah totalitas konsumen,
menjadikan konsumen suka pada makna dalam istilah McLuhan yaitu melalui
keterlibatan, melalui persekongkolan imanen, langsung pada tingkat pesan, tetapi
terutama pada tingkat medium itu sendiri dan pada tingkat kode. Setiap gambar,
setiap iklan memaksakan sebuah konsensus dengan semua individu yang dengan
mudah diundang untuk membacanya, yaitu dengan membaca pesan, secara
otomatis setuju dengan kode dalam iklan yang dibaca, (Baudrillard, 2004: 156).
Tampilan media masa yang mempresentasikan bagaimana seorang yang
mendapat julukan cantik sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memiliki
persepsi tentang hal itu. Penggunaan media massa dalam memberikan julukan
kepada seseorang sangat sering kita lihat sekarang ini dan bagaimana julukan
tersebut memberikan pengaruh pada orang tersebut.
Satu peran yang pasti, yang dilakukan media massa dalam mengkonstruksi
teori penjulukan ini adalah dengan mendramatisir penayangan ataupun informasi
dengan menciptakan karakter tokoh yang cantik yang menjadi impian laki-laki
dan perempuan. Sehingga, media massa atau pers berperan aktif dalam
menyebarkan penjulukan tersebut. Pers merupakan lembaga kemasyarakatan dan
merupakan sub sistem dari sistem kemasyarakatan dimana ia berada bersama-
sama antara sub sistem dengan sub sistem lainnya. Dengan demikian pers tidak
hidup sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya.
Media berperan penting dalam pembentukan, mobilisasi, dan pencitraan-
pencitraan kecantikan masa kini. Peliputan atas isu, peristiwa, atau public figure
(seperti: artis, pejabat) mencerminkan distribusi kekuasaan dalam sistem sosial,
khususnya kepentingan kelompok dominan dalam sistem sosial tersebut. Dalam
konteks ini, media berfungsi sebagai alat yang mendeskripsikan tentang
kecantikan yang ideal. Berita yang disajikan pers, meskipun diklaim objektif,
tetap saja mengandung bias. Karena bahasa itu sendiri (termasuk bahasa gambar)
merupakan serangkaian pesan yang diciptakan oleh orang-orang yang juga pernah
hidup dalam historisitas tertentu. Semua perangkat nilai yang telah mereka serap,
ditambah kondisi fisiologis dan psikologis mereka yang situasional, turut
mempengaruhi perumusan dan penyampaian berita.
Pada dasarnya bahasa (kata-kata) itu tidak netral. Di dalamnya terdapat
muatan-muatan pribadi, karena itu tidak ada berita yang objektif dalam pengertian
murni atau mutlak. Berita merupakan rekonstruksi pikiran wartawan (institusi
pers) mengenai kecantikan yang ideal. Wartawan atau redaksi akan memilih kata-
kata tertentu untuk menyiratkan seseorang yang dikatakan cantik dan tidak cantik.
Demikian juga penjulukan yang dilakukan pihak pers dalam bentuk kata-kata oleh
media cetak atau gambar oleh media televisi. Narasi atau penjulukan tersebut akan
ditafsirkan oleh pembaca atau pemirsa dengan cara mereka sendiri.
Jadi, dapat diketahui bahwa iklan dan media massa menjadi pendidikan
non formal yang sangat berperan penting dalam hal pembentukan konstruksi
kecantikan yang ideal bagi laki-laki dari suatu masa ke masa, bahkan sampai pada
saat ini. Iklan dan media massa mempunyai kriteria-kriteria khusus bagi laki-laki
yang cantik dan ideal, yang pada akhirnya disetujui oleh masyarakat pada
umumnya yang dinamakan sebagai konsensus total.
B. KERANGKA BERPIKIR
Dalam menyusun kerangka berpikir berarti peneliti berusaha untuk
membuat argumen yang rasional terhadap teori yang digunakan guna menganilisis
permasalahan yang sedang diteliti. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini
adalah berawal dari adanya pergeseran perubahan kebudayaan tentang konstruksi
kecantikan yang terdapat di dalam realitas sosial. Pada awalnya kecantikan
tersebut identik dengan wanita, kemudian muncul fenomena laki-laki yang sangat
memperhatikan penampilan, tubuh, dan kecantikan yang sering disebut dengan
laki-laki metroseksual serta fenomena gay yang telah dijelaskan peneliti
sebelumnya. Seiring dengan perubahan jaman, laki-laki pada umumnya juga
mulai memperhatikan penampilan dengan melakukan hal yang sama dengan laki-
laki metroseksual yaitu dengan menggunakan kosmetik agar menjadi lebih
menarik dan cantik. Kecantikan menjadi penting bagi laki-laki dewasa ini, yang
mana di dukung dengan adanya konstruksi sosial tentang kecantikan pada saat ini.
Tentang kecantikan yang telah menimpa kaum laki-laki, pada saat ini juga dapat
kita lihat dari adanya video klip ”The Cash” tentang diet yang dilakukan oleh
kaum laki-laki untuk menjadi cantik dan berusaha menjaga kecantikan tubuh
mereka agar tidak mengalami kegemukan. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi
kepentingan-kepentingan mereka, salah satunya adalah agar tidak ditinggalkan
oleh teman wanitanya atau pacar.
Konstruksi sosial tentang kecantikan bagi laki-laki pada saat ini di
pengaruhi oleh proses dialektika, eksternalisasi, internalisasi dan obyektivasi.
Masyarakat sebagai tempat pendidikan formal dan non formal juga berpengaruh
penting di dalam pembentukan konstruksi kecantikan tersebut. Dalam proses
tersebut, iklan dan media sebagai pendidikan non formal memberi pengaruh yang
lebih terhadap proses tersebut dikarenakan iklan dan media massa mempunyai
kriteria-kriteria khusus bagi laki-laki yang cantik dan ideal, yang pada akhirnya
disetujui oleh masyarakat pada umumnya yang dinamakan sebagai konsensus
total.
Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau individu yang akan di
lihat pertama kali oleh orang lain menjadi sangat penting dewasa ini. Laki-laki
masa kini telah memahami pentingnya wajah sebagai bagian dari tubuh, kosmetik,
dan kecantikan. Tiga hal yang berkaitan erat satu sama lainnya yang membentuk
konstruksi kecantikan di dalam masyarakat kita dewasa ini. Namun, konsepsi dan
pemahaman pada setiap masa akan trilogy tubuh, kosmetik, dan kecantikan ini
tidaklah selalu sama. Setiap masa akan mempunyai makna ‘cantik’ sendiri,
konstruksi kecantikan yang dibuat oleh masyarakat pada masa itu dan dari masa
ke masa tidak akan sama, akan mengalami pergeseran atau perubahan tentang
konsep kecantikan yang ideal.
Sebuah konstruksi kecantikan laki-laki masa kini yang dibungkus dengan
kosakata ‘kosmetik’ dengan mengambil personalitas, tubuh, pikiran dan dandanan.
Walaupun akhirnya tetap saja tubuh yang diwakilkan dengan wajah yang
merupakan simbol utama diri seseorang atau individu yang mana individu tersebut
akan berusaha menampilkan dirinya untuk merefleksikan penampilannya sebagai
suatu bentuk representasi kecantikan yang lebih. Pada akhirnya laki-laki menjadi
tertarik kepada kosmetik yang akan berperan mewujudkan kecantikan yang ideal
pada saat ini yang dikonstruksi oleh media dan masyarakat.
Kecantikan, wajah sebagai bagian dari tubuh dan kosmetik menjadi
penting di tengah-tengah masyarakat konsumsi, seperti halnya laki-laki pada saat
sekarang ini. Di sini, peneliti melihat mahasiswa Universitas Sebelas Maret atau
UNS yang sebenarnya adalah orang menuntut ilmu, dalam kenyataannya mereka
juga ingin menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan tampilan yang
menarik, salah satunya adalah dengan pemakaian kosmetik. Mereka lebih
memperhatikan penampilan serta reaksi dari orang lain, karena sebetulnya mereka
ingin dilihat oleh orang lain sebagai seseorang yang berpenampilan menarik,
dandy, dan sebagainya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial
yang dibangun oleh masyarakat, iklan dan media pada saat ini.
Berangkat dari realitas sosial tersebut, peneliti ingin menjelaskan proses
yang sedang terjadi, alasan-alasan penampilan menjadi penting bahkan sangat
penting bagi laki-laki, persoalan-persoalan dibalik penggunaan kosmetik oleh
laki-laki dengan mengacu pada teori yang telah dipilih oleh peneliti. Dari proses
tersebut, akan diketahui pengaruh dari masyarakat, media, dan iklan sehingga
dapat diketahui konstruksi kecantikan laki-laki pada saat ini.
Peneliti selanjutnya membuat kerangka berpikir yang berawal dari
maraknya penggunaan kosmetik bagi laki-laki pada saat ini. Peneliti
menggunakan konsep kecantikan dan wajah yang merupakan simbol utama diri
seseorang atau individu menurut Anthony Synnott yang mana kecantikan tersebut
identik dengan wajah serta teori konstruksi sosial oleh Berger untuk menjelaskan
proses yang sedang terjadi. Konsep kecantikan tersebut dikonstruksikan oleh
masyarakat, iklan dan media massa.
Pendidikan formal dan non formal yang terdapat di dalam masyarakat
secara langsung memberikan pengaruh terhadap proses konstruksi kecantikan bagi
laki-laki pada saat ini. Melalui media yang berada di dalam pendidikan non
formal, seperti pada waktu melihat televisi yang di dalamnya terdapat sinetron,
film, iklan dan reality show lainnya yang menggiring penonton untuk melihat dan
kemudian menggambarkan tentang kecantikan yang ideal, seperti yang telah
digambarkan di media televisi. Melalui media yang berada di dalam pendidikan
formal, seperti ketika di dalam perkuliahan dipresentasikan tentang pentingnya
penampilan bagi laki-laki yang digambarkan dari hasil penelitian lapangan.
Orang terlalu sibuk memikirkan penampilan yang menarik dengan harapan
orang tersebut mendapatkan tempat atau paling tidak diakui oleh orang lain yang
melihatnya. Kemudian diperjelas oleh pendapatnya Kaczorowsky tentang ‘efek
halo’ dan ‘efek tanduk’. Orang akan lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek
tanduk’ yang juga ikut mengambil bagian dalam proses konstruksi kecantikan di
dalam masyarakat. Efek halo merupakan respon positif/ tanggapan orang lain
dapat dengan mudah menerima kita, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/
tanggapan orang yang buruk dalam menerima penampilan kita. Nah, agar orang
mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat menampilkan
dirinya sendiri untuk tampil cantik dan menarik di hadapan orang lain, atau paling
tidak sama dengan masyarakat pada umumnya. Peneliti selanjutnya menjelaskan
alasan tentang penggunaan kosmetik oleh laki-laki, tubuh dan kecantikan yang
menjadi komoditas penting dalam masa ini. Baru setelah itu di tarik garis lurusnya
tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini.
Tugas peneliti di sini adalah untuk mengkonstruksi kecantikan bagi laki-
laki pada saat ini (rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti
dengan pelaku sosial yang diteliti). Ketika proses ini berlangsung maka peneliti
tidak saja mengkonstruksi pengetahuan itu, namun juga terlibat di dalam proses
dekonstruksi terhadap pengetahuan itu. Hal ini berlangsung secara dialektika di
dalam proses ilmiah yang dilakukannya, proses inilah yang dinamakan penelitian
sosial.
Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka
berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Pentingnya Wajah, Kecantikan dan Kosmetik Bagi Laki-laki
Alasan Penggunaan Kosmetik
(Perubahan Nilai Terhadap Kosmetik)
Masyarakat Media Iklan
(Pendidikan Formal dan Non Formal)
Makna Cantik Bagi Laki-laki
Konstruksi Kecantikan Bagi
Laki-laki
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Suatu penelitian memerlukan lokasi yang akan dijadikan sebagai objek
penelitian. Hal tersebut dikarenakan lokasi penelitian merupakan salah satu
sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Sesuai
dengan judul penelitian yang penulis pilih yaitu konstruksi kecantikan bagi laki-
laki (studi konstruktivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi
mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta).
Penetapan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti ingin
mendapatkan gambaran secara utuh tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki,
fokusnya adalah pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS) pada saat ini. Peneliti memilih UNS sebagai tempat penelitian
dengan pertimbangan bahwa di Universitas Sebelas Maret terdapat Peraturan
Rektor Tentang Tata Tertib Kehidupan Mahasiswa, yaitu di dalam ketentuan
dalam Bab II tentang hak dan kewajiban mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta dalam Pasal 2P tentang berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam keputusan
Rektor tentang hak mahasiswa UNS pada Bab 7 tentang Busana, pasal 8 (1) dan
(2) juga dijelaskan aturan tentang busana yang dikenakan oleh mahasiswa, yaitu
sebagai berikut; (1) Setiap mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai
dengan norma-norma yang berlaku; dan (2) Jenis dan macam pakaian disesuaikan
dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Sebelas Maret serta
UNS pada hakikatnya sebagai tempat menuntut ilmu, maka peneliti memilih UNS
sebagai lokasi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara dan observasi di
luar UNS yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, seperti di pusat-
pusat perbelanjaan (Solo Grand Mall, Solo Square), tempat nongkrong informan,
33
tempat tinggal informan, klinik perawatan kecantikan, dan di tempat body
building and fitness.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak dimulainya persiapan penelitian yaitu
pada bulan Agustus 2009 dan direncanakan selesai pada bulan Juli 2010. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 tentang alokasi waktu penelitian berikut
ini:
Tabel 1: Alokasi Waktu Penelitian
2009 2010 No Kegiatan Agustus-Oktober
November-Desember
Januari-Juli
1. Persiapan/ Pra-Lapangan
2. Pengumpulan Data
3. Analisis Data 4. Memformulasikan
Hipotesis
5. Penyusunan Laporan
Adapun tahapan penelitian sosial tersebut (di adaptasi dari Spradley,
1997:119-120) adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Pra Lapangan, yaitu; (a) memilih masalah, yaitu peneliti memulai
dengan memeriksa kembali kepustakaan teoritis yang relevan untuk
menemukan suatu bidang yang tampak menarik serta perlu penelitian lanjut;
dan (b) memformulasikan asumsi dasar dalam kerangka pemikiran. Asumsi
dasar itu ditetapkan dalam bentuk yang dapat diuji. Asumsi dasar tersebut
menunjukkan suatu perbaikan lanjut dari permasalahan dan berfungsi sebagai
pengarah bagi peneliti dan mengumpulkan data yang diperlukan.
2. Mengumpulkan data, yaitu peneliti menggunakan satu metode penelitian atau
lebih untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Tahap ini dimulai sebelum
memformulasikan asumsi apapun. Peneliti kemudian memulai dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan deskriptif dengan melakukan observasi
umum, dan mencatat semua itu dalam catatan lapangan (field note).
3. Menganalisis data. Setelah data terkumpul, peneliti baru dapat
menganalisisnya. Analisis itu selalu dikerjakan dalam kaitannya dengan
permasalahan yang asli serta asumsi khusus. Dalam penelitian ilmu sosial,
peneliti tidak boleh mengubah asumsi atau permasalahan yang diteliti
bersamaan dengan mengumpulkan data karena hal itu akan merusak hasil.
Analisis itu meliputi pemeriksaan ulang catatan lapangan untuk mencari
simbol-simbol budaya (yang biasanya dinyatakan dalam istilah asli) serta
mencari hubungan antara simbol-simbol itu.
4. Memformulasikan asumsi dasar dari kerangka pemikiran. Asumsi dasar yang
harus diformulasikan setelah mengumpulkan data awal. Asumsi dasar ini
mengusulkan hubungan yang harus di uji dengan cara mengecek hal-hal yang
diketahui oleh informan.
5. Menuliskan hasil laporan penelitian. Menulis, dalam pengertian ini adalah
suatu proses dalam perbaikan analisis hasil penelitian.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam kajian ini yaitu metode penelitian
kualitatif. Denzin dan Lincoln (1987) menyatakan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar belakang ilmiah, dengan
maksud menafsirkan realitas sosial yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode penelitian yang ada. Sedangkan menurut Jane Richie,
metode penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan
perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan
tentang manusia yang diteliti. Kembali pada definisi di sini dikemukakan tentang
peranan penting dari apa yang seharusnya diteliti yaitu konsep, perilaku, persepsi,
dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Moleong, 2007: 5-6).
Dari kajian tersebut, dapat diketahui bahwa metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang bermaksud untuk memahami realitas sosial tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi yang keluar
dari subjek penelitian tersebut yang kemudian ditulis dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa yang ilmiah dan akademis oleh peneliti. Metode
penelitian kualitatif lebih mementingkan pengkajian yang mendalam terhadap
subjek penelitian tersebut.
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode
penelitian kualitatif mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode
penelitian kuantitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Anselm Strauss dan Juliet
Corbin (2003: 5) bahwa metode penelitian kualitatif memiliki kelebihan antara
lain: (1) metode penelitian kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
memahami sesuatu di balik fenomena yang belum diketahui oleh peneliti; (2)
metode penelitian kualitatif dapat digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang
sesuatu yang baru sedikit diketahui; (3) metode penelitian kualitatif dapat
memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh
metode penelitian kuantitatif. Terkait dengan hal tersebut maka penggunaan
metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini juga dapat memberikan beberapa
kelebihan seperti yang disampaikan oleh Bruce A. Chadwick dkk (1991: 239-
240):
”(a) penelitian ini menggunakan pengamatan perilaku berdasarkan ‘latar alamiah’ yang dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang hal yang menjadi fokus kajian dalam penelitian, (b) penelitian ini menuntut peneliti terlibat secara langsung untuk memperoleh suatu tingkat pemahaman mengenai komunitas yang sedang diteliti, (c) penelitian ini bersifat luwes sehingga memungkinkan peneliti untuk mengetahui peristiwa-peristiwa atau kondisi-kondisi yang tidak diduga sebelum pelaksanaan penelitian di lapangan”.
Sesuai dengan pendapat di atas, maka bentuk penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang
diharapkan oleh peneliti mampu menggambarkan secara tepat sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu guna menentukan frekuensi adanya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.
Penelitian dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesesuaian objek studi
sehingga penggunaan metode penelitian dipilih secara mendalam agar sesuai
dengan metode tersebut, yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data
dalam penelitian diperoleh untuk menggambarkan atau melukiskan suatu subjek
atau objek penelitian (seseorang, kelompok, masyarakat, dan lain-lain)
berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya.
Dalam penelitian dengan judul ”Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki
(studi konstruktivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi
mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta)” ini, peneliti ingin
mendeskripsikan tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki pada saat ini serta
adanya konstruksi kecantikan bagi laki-laki sekarang ini pada mahasiswa UNS
Surakarta yang mencakup tentang perilaku, persepsi yang keluar dari subjek
penelitian (informan penelitian) yang kemudian dapat diketahui kriteria cantik
yang ideal menurut mereka. Ketika proses penelitian ini berlangsung, maka
peneliti tidak saja merekonstruksi pengetahuan tersebut, namun peneliti juga ikut
terlibat di dalam proses dekonstruksi terhadap pengetahuan tersebut. Hal ini
berlangsung secara dialektika di dalam proses ilmiah yang dilakukannya, proses
inilah yang dinamakan penelitian sosial.
2. Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme sebagai acuan dalam melakukan
penelitian sosial. Dalam pendekatan konstruktivisme, peneliti lebih menekankan
empati, dan interaksi antara peneliti dengan informan untuk merekonstruksi
realitas yang sedang diteliti melalui metode kualitatif, seperti observasi dan
wawancara. Menurut Dedy N. Hidayat (1999: 3), kriteria kualitas dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah authenticity dan
reflectivity, yaitu sejauh mana temuan hasil penelitian merupakan refleksi otentik
dari realitas yang dihayati oleh para pelaku sosial.
Paradigma konstruktivisme mengacu pada realitas sosial pada saat ini
sesuai dengan sumber data penelitian, yaitu pada mahasiswa UNS Surakarta yang
akan membentuk konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Dalam
penelitian ini, pendekatan konstruktivisme mempunyai tiga cara dalam
memandang suatu realitas yang sedang diteliti. Ketiga cara tersebut yaitu melalui
cara pandang ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang akan peneliti uraikan
sebagai berikut.
Secara ontologis, pandangan konstruktivisme merupakan pandangan
realitas yang relatif yang berasal dari realitas yang merupakan konstruksi sosial.
Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang
dinilai relevan oleh pelaku sosial. Peneliti melakukan penelitian terhadap
beberapa informan yang akan menjelaskan konsep kecantikan menurut persepsi
atau pendapatnya masing-masing informan sebagai subjektivitas antar individu
yang kemudian membentuk konsensus total tentang konsep kecantikan bagi laki-
laki pada saat ini yang dikonstruksikan oleh mereka. Pendekatan konstruktivisme
dilakukan ketika peneliti mewawancarai informan tentang pentingnya penampilan
bagi dirinya. Alasan yang keluar dari informan tersebut akan beragam dan relatif
tergantung dari informan tersebut. Dari kegiatan wawancara tersebut akan
diperoleh informasi tentang kecantikan dan pentingnya penampilan bagi laki-laki
yang beragam dari informan yang kemudian dianalisis oleh peneliti, sehingga
akan diperoleh suatu analisis konstruksi kecantikan bagi mahasiswa UNS
Surakarta pada saat ini yang berasal dari realitas sosial yang ada.
Secara epistemologis, pandangan konstruktivisme merupakan pandangan
transacsionalist/ subjektif, yaitu pemahaman tentang suatu realitas sosial, atau
temuan suatu penelitian merupakan produk atau hasil interaksi antara peneliti
dengan yang diteliti atau informan. Pendekatan konstruktivisme dilakukan ketika
kegiatan wawancara dan observasi dari awal sampai dengan selesai. Peneliti
kemudian menjelaskan tentang hasil penelitian dan analisis hasil penelitian
tersebut menurut pandangan subyektif peneliti sendiri secara ilmiah dan akademis.
Secara aksiologis, pandangan konstruktivisme mencakup dua nilai. Nilai
yang pertama yaitu mencakup tentang nilai, etika, dan pilihan moral yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian sosial. Nilai, etika, dan
moral tersebut adalah tata cara peneliti ketika melakukan wawancara, peneliti
meminta ijin terlebih dahulu kepada informan untuk melakukan wawancara
tentang konstruksi kecantikan bagi mahasiswa UNS Surakarta, baru kemudian
peneliti membuat rencana kegiatan wawancara dan observasi kepada informan;
nilai yang kedua adalah peneliti sebagai passionate participant, yaitu fasilitator
yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Peneliti menggunakan
nilai yang kedua pada saat peneliti berusaha membantu informan yang sedang
kesulitan menyampaikan sesuatu hal yang ingin diutarakannya atau pada saat
informan menggunakan istilah yang beragam. Seperti pada waktu informan
menanyakan jenis kosmetik yang disapukan di bagian pipi, kemudian ada yang
mengatakan pemerah pipi, ada yang mengatakan perona pipi, peneliti membantu
menjawab pertanyaan tersebut bahwa kosmetik yang disapukan di bagian pipi
dinamakaan blash on. Dalam pendekatan konstruktivisme ini, penelitian bertujuan
untuk merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku
sosial yang diteliti.
Proses interaksi antar peneliti dengan informan akan banyak ditemui di
lapangan, baik pada saat melakukan wawancara yang mengacu pada interview
guide serta pada waktu berbicara di luar ranah penelitian. Secara aksiologis,
kedekatan peneliti dengan informan dapat lebih efektif ketika yang digunakan
adalah kedekatan emosional, yaitu kedekatan yang bersifat santai antara peneliti
dengan informan. Kedekatan emosional dapat dibangun melalui hubungan yang
intensif, seperti pada waktu peneliti mengikuti kegiatan informan yaitu ketika
sedang bersantai dengan teman-temannya jika diijinkan, melalui sms (short
message service) menanyakan kabar informan secara wajar dengan batasan
sebagai teman. Hal tersebut dikarenakan informan akan merasa nyaman kepada
peneliti ketika diwawancarai, serta keadaan tidak menjadi kaku.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini, subjektivitas penelitian masih
tetap ada. Meskipun demikian, peneliti berusaha untuk bersifat objektif dalam
mengamati realitas sosial yang sedang diteliti, kejadian dan peristiwa yang
ditemukan selama proses penelitian berlangsung dengan tujuan untuk memperoleh
data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga menjadi
penelitian yang hasilnya tidak bias dan lebih bersifat ilmiah. Pendekatan
konstruktivisme dipilih peneliti untuk merekonstruksi realitas sosial secara
keseluruhan, baik secara ontologis, epistemologis, serta aksiologis.
C. Sumber Data
Pemilihan sumber data yang sesuai dalam penelitian ”konstruksi
kecantikan bagi laki-laki” ini akan mempengaruhi ketepatan informasi atau data
yang diperoleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif hasil datanya bersifat kualitas
dalam bentuk verbal yang di deskripsikan, maka sumber data yang sesuai dengan
penelitian tersebut akan sangat mempengaruhi kedalaman informasi yang
diperoleh peneliti. Oleh sebab itu, dalam proses penelitian ini sumber data
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan diabaikan begitu saja. H. B
Sutopo (2002: 49) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kulitatif dapat
berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, dokumen dan arsip serta benda-benda
lain.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan
sumber data yang menurut peneliti adalah penting dalam melakukan penelitian
sosial. Sumber data tersebut berupa: 1) studi pustaka; 2) peristiwa atau aktivitas;
3) tempat atau lokasi; 4) informan; dan (5) dokumen atau arsip. Untuk lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
Studi pustaka yakni mencari informasi dari referensi yang berasal dari
media cetak, seperti yang dilakukan peneliti di beberapa perpustakaan UNS
maupun perpustakaan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan serta
sebagai referensi awal yang berkaitan dengan penelitian konstruksi kecantikan
bagi laki-laki.
Studi pustaka dapat berupa referensi media cetak seperti buku dan
jurnal-jurnal baik jurnal dari dalam negeri maupun jurnal dari luar negeri yang
dapat membantu peneliti dalam memberikan gambaran mengenai permasalahan
yang akan dan sedang dikaji dalam penelitian. Studi pustaka dilakukan peneliti
sebelum penelitian dilaksanakan agar penelitian nantinya dapat berpatokan kepada
bahasan atau persoalan yang akan dikaji secara matang.
2. Peristiwa atau Aktivitas
Selain melalui informan, data penelitian kualitatif juga dapat diperoleh
dari kumpulan peristiwa atau aktivitas yang berkaitan dengan perilaku yang
menjadi fokus penelitian. Menurut H.B Sutopo (2002: 51) mengatakan:
”Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja”.
Peristiwa atau aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus kajian penelitian mengenai
konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang meliputi tentang pentingnya penampilan
bagi laki-laki serta hal-hal yang dilakukan informan untuk memperoleh
penampilan yang menarik menurut masing-masing informan dan makna cantik
bagi laki-laki. Peristiwa atau aktivitas informan yang diamati oleh peneliti
tersebut seperti pada saat informan kunci TIAN sedang menggunakan masker
wajah, pada waktu Informan RV melakukan fitness, pada saat informan sedang
bersama teman-temannya, dan peristiwa lainnya yang terkait dengan penelitian
tersebut. Perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa dapat diamati oleh peneliti
secara langsung, untuk itu peneliti juga mencari data dari informan pendukung
(seperti dari cerita teman-teman informan, orang yang dekat dengan informan)
atau melalui dokumen rekaman dan gambar yang ada terkait dengan penelitian
tersebut. Dari semua peristiwa atau aktivitas tersebut, peneliti berusaha
mendeskripsikannya di dalam bab analisis hasil penelitian secara ilmiah dan
akademis.
3. Tempat atau Lokasi
Tempat atau lokasi yang dapat mendukung data penelitian merupakan
salah satu sumber data yang dapat digunakan oleh peneliti untuk memperoleh
kedalaman informasi. Hal yang berkaitan dengan tempat atau lokasi dapat
diperoleh dari kondisi bangunan yang ada, keadaan lingkungan setempat, sarana
dan prasarana serta fasilitas yang tersedia atau segala sesuatu yang dapat
ditemukan di lokasi penelitian. Seperti kutipan di bawah ini:
”Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya. Dari permasalahan lokasi dan lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan simpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian” (H.B Sutopo, 2002: 52).
Tempat atau lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah
sama dengan yang sudah dijelaskan di atas, yaitu:
a. Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Kentingan, antara lain
Gazebo Fakultas Kedokteran, Gazebo Fakultas Pertanian, Loby gedung D
Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Boulevard UNS, Di Bawah Pohon Rindang
(DPR) Fakultas Pertanian.
b. Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Manahan, antara lain di
kolam renang tempat informan MI melakukan kegiatan mengajar renang, di
depan gedung Jurusan Pendidikan Olahraga.
c. Tempat nongkrong informan, antara lain di kantin Kedokteran UNS, di kantin
FSSR, di tempat parkir dan Fakultas Pertanian.
d. Tempat kost atau tempat tinggal informan (menyesuaikan).
e. Tempat kost peneliti, yaitu di Kost Saraswati dan di Kost Ratri Mas.
f. Tempat membeli kosmetik/ tempat yang menjual kosmetik bagi laki-laki,
yaitu di Asgross Arroyan.
g. Tempat kerja informan YN, yaitu di Mr. Bakso Solo Grandmall lantai 3.
h. Tempat-tempat kecantikan bagi laki-laki (salon, body build, dan sebagainya),
antara lain di tempat fitnes Bengawan Sport, Asia Fitness, dan di Salon Solo
Square.
4. Informan
Menurut James Spradley (2003: 51), informan adalah orang yang
mempunyai masalah, keprihatinan dan kepentingan yang berhubungan dengan
kajian penelitian. Informan dalam penelitian kualitatif ialah orang yang
memberikan informasi dalam penelitian yang digunakan sebagai sumber data
serta orang yang dipandang mengetahui persoalan yang akan dikaji dan bersedia
memberikan informasi. Dengan sumber data informan, maka akan diperoleh
mengenai informasi dan pernyataan maupun kata-kata yang diperoleh dari
informan.
H. B Sutopo (2002: 50) mengatakan bahwa :
”Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (nara sumber) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan nara sumber disini memiliki posisi yang sama, dan nara sumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki”.
Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary dalam James P. Spradley
(2006: 39) yang dimaksud informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara
dengan mengulang kata-kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya
sebagai model imitasi dan sumber informasi. Informan merupakan pembicara asli
(native speaker). Informan juga dibebaskan oleh peneliti untuk menggunakan
dialeknya sendiri, baru kemudian peneliti mendeskripsikannya dalam bentuk
paparan yang ilmiah dan akademis. Dalam penelitian ini, informan berhak
mengetahui fieldnote serta hasil dari penelitian. Informan juga berhak untuk setuju
atau tidak setuju mengenai inisialnya di dalam penelitian serta identitasnya
sebagai informan secara benar, dipublikasikan atau dirahasiakan. Dengan kata
lain, semua hal yang menyangkut tentang penulisan identitas serta aktivitas
lainnya harus melalui persetujuan informan. Hal tersebut bertujuan untuk
kenyamanan dan keamanan yang dirasakan oleh informan ketika proses penelitian
berlangsung dan sesudah penelitian selesai.
Proses wawancara kepada informan dilakukan melalui tatap muka (face
to face), melalui telepon, peneliti juga memakai fasilitas chatting di situs jejaring
social facebook, dan mengirim sms (short message system) kepada informan. Hal
tersebut dilakukan karena untuk melengkapi bagian-bagian yang kurang setelah
wawancara melalui tatap muka, selain itu juga terdapat informan yang sibuk tetapi
sering online di facebook. Adapun informan yang dijadikan sebagai sumber data
penelitian disini antara lain :
1) Informan kunci (key informan) yaitu mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan.
Peneliti meneliti sebanyak delapan informan yang menurut peneliti memenuhi
kriteria penelitian ini.
2) Informan pendukung yaitu teman, pacar, serta keluarga dari informan kunci
yang menggunakan kosmetik yang yang dapat membantu memberikan
informasi.
3) Sebagian masyarakat kampus Universitas Sebelas Maret yang bisa dimintai
keterangan, baik itu dosen, mahasiswa/ mahasiswi UNS, satuan keamanan
(satpam).
4) Pekerja salon.
Informan kunci dalam penelitian ini merupakan pelaku sosial atau orang
yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman penuh serta keterlibatan secara
langsung mengenai pentingnya kecantikan dan penampilan yang menjadi fokus
penelitian, sehingga ia mampu untuk memberikan gambaran dan informasi
tentang berbagai gejala dan peristiwa dalam proses penelitian dengan baik kepada
peneliti. Informan kunci (key informan) tersebut adalah mahasiswa UNS yang
menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan. Peran informan kunci
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pemaknaan ’cantik’ bagi
laki-laki pada saat ini serta melalui pentingnya penampilan bagi laki-laki pada
saat ini, sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki pada
saat ini.
Sedangkan informan pendukung adalah orang yang dapat membantu
memberikan informasi untuk memperkuat data yang diperoleh peneliti dari
informan kunci serta berfungsi untuk kebenarannya. Informan pendukung dalam
penelitian ini antara lain teman, pacar, atau keluarga dari informan kunci,
sebagian masyarakat Universitas Sebelas Maret yang bisa dimintai keterangan,
baik itu dosen, mahasiswa dan mahasiswi UNS, Satpam, serta pekerja salon yang
menangani informan kunci tersebut.
5. Dokumen, arsip
Dokumen menurut H. B Sutopo (2002: 54) adalah bahan tertulis atau
benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas, ia bisa merupakan
rekaman, bukan hanya tertulis, tetapi juga merupakan gambar atau benda
peninggalan yang berkaitan dengan aktivitas atau peristiwa tertentu, sedangkan
arsip merupakan dokumen yang lebih bersifat formal dan terencana. Deddy
Mulyana (2003: 195) juga mengatakan bahwa dokumen dapat mengungkapkan
bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang
dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut
dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakan-
tindakannya.
Sumber data yang bersumber dari dokumen atau arsip yang digunakan
dalam penelitian ”konstruksi kecantikan bagi laki-laki” antara lain diperoleh dari
jurnal di dalam dan dari luar negeri, majalah maupun dari data internet yang
berkaitan dengan persoalan yang sedang dikaji seperti pada bagian latar belakang
penelitian. Dokumen tersebut kemudian dilengkapi dengan data pendukung
lainnya yang dapat diperoleh peneliti melalui wawancara dari berbagai pihak yang
terkait untuk memperkuat dan mendukung data yang ditemukan di lapangan.
Peneliti juga mencari referensi yang berasal dari media elektronik seperti dari
acara televise yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Beragam foto dokumentasi yang diperoleh peneliti pada waktu
melakukan wawancara dan observasi dengan informan seperti ketika peneliti
melakukan wawancara dan observasi dengan infornan YH dan TIAN di Gazebo
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, rekaman video oleh
informan DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu Ngarsopuran,
rekaman wawancara dengan tape recorder pada masing-masing informan kunci
dan informan pendukung, catatan lapangan (fieldnote) pada masing-masing
informan mengenai pentingnya penampilan dan makna cantik menurut masing-
masing informan kunci (key informan).
D. Teknik Pengambilan Informan
Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian
konstruksi kecantikan bagi laki-laki ini adalah berdasarkan informan kunci (key
informan) dan informan pendukung. Informan pendukung diperlukan guna
melakukan kroscek terhadap hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari informan
kunci.
Adapun penetapan informan menurut James Spradley (2003: 68)
minimal harus memenuhi 5 kriteria persyaratan memilih informan yang baik,
antara lain: (1) enkulturasi penuh; (2) keterlibatan langsung; (3) suasana budaya
yang tidak dikenal; (4) waktu yang cukup; dan (5) non-analitis. Penetapan
informan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik
dari informan yang baik serta untuk menemukan informan yang sebaik mungkin
dalam mempelajari ketrampilan wawancara dalam penelitian sosial. Hal ini terkait
dengan kedekatan emosional yang dilakukan peneliti terhadap informan secara
aksiologis (telah dijelaskan pada sub bab strategi penelitian) tentang nilai, etika,
dan moral pada waktu melakukan wawancara dan observasi terhadap informan
penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik wawancara mendalam (in-depth interview), pengamatan langsung, dan
analisis dokumen.
1. In-depth interview
Dalam penelitian ini, diperlukan adanya wawancara yang mendalam
untuk mengetahui ide-ide, gagasan, dan sesuatu yang bersifat abstrak tentang
pentingnya penmapilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Hal tersebut dilakukan karena dalam memahami sesuatu
konsep kecantikan bagi laki-laki, peneliti harus melakukan wawancara secara
detail/ mendalam kepada informan. Setelah kegiatan tersebut selesai, peneliti
lalu meng-etikkan konsep-konsep mereka ke dalam bahasa yang ilmiah dan
akademis.
Wawancara dilakukan peneliti secara bebas terbuka kepada informan.
Ketika proses penelitian berlangsung, peneliti berusaha membangun suasana
penelitian yang santai namun tetap pada fokus persoalan yang sedang dikaji.
Hal tersebut dilakukan agar penelitian ini spesifik menuju sasaran penelitian
sesuai dengan pertanyaan yang diajukan di depan.
2. Pengamatan Langsung (observasi)
Informan merupakan sumber data yang penting. Dengan metode
pengamatan langsung (observasi), diharapkan penelitian ini mengacu pada
pola perilaku mahasiswa yang mementingkan penampilan. Pengamatan
langsung (observasi) dilakukan agar peneliti dapat mengetahui secara
langsung segala perilaku, aktivitas atau peristiwa yang dilakukan oleh
informan yang terkait dengan penelitian ini.
3. Teknik Analisis Dokumen
Teknik analisis dokumen digunakan untuk melengkapi dan
memperjelas hasil informasi dari wawancara dan observasi. Dokumen yang
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan
untuk menguji, menafsirkan, dan merekonstruksi makna kecantikan bagi laki-
laki. Menurut H.B Sutopo (2002: 54) bahwa dalam menganalisis dokumen,
peneliti sebaiknya tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha
menggali dan menangkap makna yang tersirat dari dokumen tersebut.
Dokumen yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi buku
pustaka yang digunakan dalam penelitian. Seperti: majalah, data yang berasal
dari internet, beragam gambar atau foto dokumentasi yang diperoleh peneliti
pada waktu melakukan wawancara dan observasi dengan informan, rekaman
video oleh informan DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu
Ngarsopuran, rekaman wawancara dengan tape recorder pada masing-masing
informan kunci dan informan pendukung, serta catatan lapangan (fieldnote)
pada masing-masing informan mengenai pentingnya penampilan dan makna
cantik menurut masing-masing informan kunci (key informan).
F. Validitas Data
Penelitian kualitatif adalah berusaha menjelaskan makna dibalik realitas
sosial yang sedang dikaji. Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, maka diperlukan adanya validitas data untuk menjaga keabsahan
data yang dikumpulkan denagn cara melakukan triangulasi. Menurut Salim (2006:
35), triangulasi bukan alat atau strategi pembuktian, melainkan suatu alternatif
pembuktian secara empiris, sudut pandang pengamatan yang teratur dan menjadi
strategi yang baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan kedalaman suatu
penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber (data)
dan triangulasi metode. Menurut H.B Sutopo (2002: 79-80), triangulasi data atau
sumber mengarahkan peneliti menggunakan berbagai sumber data yang berbeda.
Artinya, data yang sama atau sejenis, secara kelompok berasal dari sumber sejenis
ataupun berbeda jenis. Triangulasi sumber dalam penelitian ini yaitu informan.
Sedangkan triangulasi metode yaitu pengumpulan data-data yang sejenis, tetapi
dengan menggunakan teknik atau metode yang berbeda. Hal ini digunakan untuk
membandingkan data yang telah diperoleh dari beberapa metode atau teknik
pengumpulan data, sehingga dapat ditarik simpulan data untuk lebih kuat
validitasnya. Triangulasi metode ini dilakukan untuk melakukan pengecekan
terhadap penggunaan metode pengumpulan data (Bungin, 2003: 257).
Triangulasi data (sumber) yaitu informan yang berbeda-beda dengan
mengkategorikan informan sesuai dengan karakteristiknya yaitu informan kunci
dan informan pendukung. Seperti pada waktu peneliti melakukan wawancara dan
observasi terhadap informan MI, maka MI melakukan Triangulasi sumber melalui
informan pendukung yaituYL. Kedudukan informan sebagai narasumber dengan
teknik wawancara mendalam (wawancara bebas terbuka), sehingga informasi dari
informan kunci bisa dibandingkan dengan informasi dari informan pendukung
lainnya untuk diketahui validitasnya. Triangulasi data yang lainnya yaitu dengan
membandingkan persepsi pentingnya penampilan dan konsep kecantikan menurut
informan kunci dengan informan kunci yang lainnya sehingga didapatkan suatu
konsep yang ilmiah.
Triangulasi metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
metode wawancara mendalam (indepth interviewing) dan metode observasi.
Metode wawancara mendalam dan observasi digunakan untuk mengetahui bahwa
data yang diperoleh benar-benar valid dan merupakan realitas sosial yang
dikonstruksi oleh masyarakat.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data yang terkumpul dibaca dan
kemudian diolah peneliti. Analisis data merupakan studi dan identifikasi dari
komponen-komponen atau elemen-elemen yang membentuk segala sesuatu yang
diselidiki berdasarkan data-data yang diperoleh. Menurut Seiddel dalam Lexy J.
Moleong (1996: 248), kegiatan proses analisis data kualitatif meliputi:
” (1) mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri; (2) mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya; (3) berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum”.
Menurut Matthew B. Miles (1992: 19), terdapat tiga komponen dalam
analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan serta
verifikasinya sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun
wawasan umum yang disebut analisis.
Secara garis besar cara untuk menganalisis data dalam penelitian ini
dimulai dari tahap pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan
kesimpulan serta verifikasinya yang merupakan kesatuan proses yang interaktif.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan model
atau dengan istilah “Interaktif Model of Analysis”. Empat komponen proses
analisis data yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) sajian data; dan (4)
penarikan kesimpulan serta verifikasinya, dari keempat komponen tersebut saling
berkaitan satu dengan yang lainnya dan aktivitasnya yang berbentuk interaksi
antar komponen dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus.
Untuk menganalisis data hingga mencapai suatu kesimpulan yang
berhubungan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Peneliti menjelaskannya
melalui empat tahap, antara lain :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan memperoleh informasi yang
berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara
dan dari dokumen yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Data yang
diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan
analisis hasil penelitian agar data menjadi teratur.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Proses reduksi data berlangsung secara
terus menerus selama penelitian. Menurut H.B Sutopo (2002: 92), reduksi data
adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat
fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa
sehingga simpulan penelitan dapat dilakukan. Jadi, selama pengumpulan data
terjadi proses reduksi data, yang kemudian membuat ringkasan mengkode,
menelusuri tema, memusatkan data yang diperoleh dan menentukan batas-batas
permasalahan.
3. Sajian Data
Sajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi
kemungkinan terjadinya penarikan kesimpulan. Data yang telah disederhanakan
dalam reduksi data akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai
kesimpulan yang diambil. Matthew B. Miles (1992: 17) membatasi sajian data
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, sebab dengan melihat penyajian
data, peneliti akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan untuk lebih jauh mengalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan
atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.
4. Penarikan Kesimpulan serta Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan suatu proses dimana suatu analisis
(reduksi data dan sajian data) yang dilakukan semakin jelas. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menangkap berbagai hal yang kuat tetapi masih
bersifat sementara.
Adapun cara melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi dijelaskan
oleh Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2004: 87) sebagai berikut:
”Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya. Untuk itu, ia berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis (asumsi), dan sebagainya. Jadi dari data yang didapatnya itu ia mencoba mengambil kesimpulan. Mula-mula kesimpulan itu kabur, tetapi lama-kelamaan semakin jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru”.
Berdasarkan keempat analisis data tersebut, apabila digambarkan
langkah-langkahnya sebagai berikut :
Gambar 2. Skema Model Analisis Interaktif (H.B Sutopo 2002: 96)
PENGUMPULAN DATA
SAJIAN DATA REDUKSI DATA
PENARIKAN KESIMPULAN
Keterangan gambar di atas adalah sebagai berikut :
Setelah data-data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian
terkumpul, kemudian direduksi yang berupa seleksi dan penyederhanaan data
yang berlangsung terus menerus dalam penelitian dan kemudian peneliti
mengambil kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus urut, misalnya sudah lengkap,
data dapat di sajikan. Apabila kita sampai pada data display kita kemudian
menarik kesimpulan karena data kurang, kita dapat kembali ke tahap
pengumpulan data. Jadi antara tahap satu dengan tahap lain tidak harus berurutan
tapi berhubungan terus dengan membentuk suatu siklus.
Menurut Matthew B. Miles (1992: 20) bahwa dalam analisis data
kualitatif tersebut merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.
Masalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasinya
menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan
analisis yang saling susul-menyusul.
H. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada mahasiswa
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dilakukan disesuaikan dengan tahapan
dan standarisasi dalam sebuah penelitian. Dengan melihat tipe atau model
penelitian yang sesuai, maka hasil laporan yang diberikan akan lebih optimal dan
signifikan. Prosedur penelitian tersebut meliputi:
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan/sumber materi penelitian.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Mengurus perizinan penelitian.
e. Menyiapkan instrumen penelitian/alat observasi.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara
mendalam, dan teknik analisis dokumen.
b. Membuat field note.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di
recheckkan dengan temuan di lapangan.
c. Melakukan verifikasi dan pengayaan dengan pembimbing.
d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Memformulasikan hipotesis
a. Hipotesis ini adalah hipotesis etnografis yang harus diformulasikan setelah
mengumpulkan data awal.
b. Hipotesis ini mengusulkan hubungan yang harus diuji dengan cara mencek
hal-hal yang diketahui oleh informan.
5. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan
orang yang cukup memahami penelitian.
c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi
d. Penyusunan laporan akhir.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki ini berada
di Kota Surakarta. Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo
terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang
dengan luas wilayahnya 44,04 km2. Lokasi kota ini berada di dataran rendah
(hampir 100 meter di atas permukaan laut) yang diapit oleh Gunung Merapi di
sebelah barat dan Gunung Lawu di sebelah timur, agak jauh di selatan terbentang
Pegunungan Sewu. Di sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara
mengalir Kali Pepe yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo.
Jika kita amati lebih jauh, Kota Solo merupakan kota yang lebih banyak
mobilitasnya dibandingkan dengan kota yang berada di sekitarnya, seperti Sragen,
Boyolali, Sukoharjo, dan Karanganyar. Hal tersebut dikarenakan Kota Solo
mempunyai sarana dan prasarana pendukung yang lebih daripada kota lain yang
berada di sekitarnya. Seperti yang kita lihat baru-baru ini, Kota Solo baru saja
mengadakan event bertaraf Internasional secara berturut-turut yakni SIEM (Solo
International Etnik Music) dan SIPA (Solo International Performance of Art). Hal
tersebut dapat dijadikan tolok ukur bahwa Kota Solo merupakan kota yang
mampu menarik masyarakat dari luar Kota Solo untuk kemudian melakukan
mobilisasi di Kota Solo.
Menyangkut dengan penelitian tentang konstruksi kecantikan baik laki-
laki ini, Kota Solo mempunyai sarana dan prasarana pendukung seperti: mall atau
pusat-pusat perbelanjaan, salon kecantikan, tempat fitnes atau yang sering disebut
dengan body building serta event-event yang menonjolkan tentang penampilan
dan kecantikan, seperti Batik Solo Carnival, Solo Batik Fashion Show yang
diadakan setiap tahunnya di depan Pasar Windu Djenar Ngarsopuran. Pusat
perbelanjaan yang dijadikan peneliti sebagai tempat penelitian yaitu Solo Squaire,
Solo Grand Mall yang berada di jalan Slamet Riyadi Solo, dan swalayan
“AsGross Ar Royan” yang berada di belakang Universitas Sebelas Maret
54
Surakarta. Adapun salon kecantikan yang menjadi observasi peneliti yaitu London
Beautiful Centre cabang Solo 1 tepatnya di jalan Yosodipuro nomor 121, Solo.
Tempat fitnes yang dijadikan observasi peneliti berada di Bengawan Sport dan
Asia Sport. Selain tempat-tempat tersebut, peneliti melakukan wawancara dan
observasi di tempat kost dan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Universitas Sebelas Maret (UNS) merupakan salah satu universitas
terbesar yang berada di Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret yang terletak di
Jl. Ir. Sutami No. 36 Kentingan Surakarta, merupakan universitas yang setiap
tahun diperebutkan oleh lulusan-lulusan SMA atau sederajat dari berbagai daerah
di Indonesia serta dari luar Indonesia untuk menimba ilmu di sana sesuai dengan
jurusan yang dipilihnya. Menurut hasil observasi peneliti, jumlah mahasiswa pada
waktu penerimaan mahasiswa baru, mahasiswa laki-laki berjumlah lebih sedikit
dibandingkan dengan mahasiswa perempuan, namun perbandingan tersebut tidak
begitu mencolok, hanya pada program studi tertentu seperti pada FKIP yaitu pada
FKIP Matematika, FKIP Sosiologi-Antropologi, dan FKIP Geografi.
Berdasarkan data SNMPTN atau yang disebut dengan Seleksi Nasional
Masuk Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Sebelas
Maret banyak sekali peminatnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Sumber Data
Bagian Pendidikan UNS dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 selalu
mengalami peningkatan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, UNS menyediakan
kursi yang setiap tahunnya selalu bertambah untuk calon mahasiswanya, yaitu
mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 jumlah mahasiswa/wi UNS
mengalami peningkatan. Dari Sumber Data Bagian Pendidikan UNS, pada tahun
2005 jumlah mahasiswa UNS sebanyak 1275 mahasiswa dan 1452 mahasiswi,
dan pada tahun 2010 jumlah mahasiswa UNS yang diterima sebanyak 1805
mahasiswa dan 2628 mahasiswi. Hal tersebut merupakan tolok ukur keberhasilan
UNS dalam mengelola SDM untuk menjadi output yang berkualitas serta
berkuantitas.
Universitas Sebelas Maret dipilih peneliti karena peneliti ingin
mendapatkan gambaran tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini.
Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena adanya sumber data dan lokasi
yang menurut peneliti tepat, yaitu dengan adanya mahasiswa laki-laki yang
mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik
dan menarik. Universitas Sebelas Maret terdiri atas 9 (sembilan) Fakultas, yaitu:
(1) Fakultas Sastra dan seni rupa; (2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; (3)
Fakultas Hukum; (4) Fakultas Ekonomi; (5) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik; (6) Fakultas Kedokteran; (7) Fakultas Pertanian; (8) Fakultas Teknik; dan
(9) Fakultas MIPA.
Sesuai dengan Peraturan Rektor Tentang Tata Tertib Kehidupan
Mahasiswa Di Universitas Sebelas Maret, yaitu di dalam ketentuan dalam Bab II
tentang hak dan kewajiban mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam
Pasal 2P tentang berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari ketentuan tersebut dijelaskan
tentang tata cara berpakaian yang rapi dan sopan adalah menggunakan pakaian
untuk kegiatan perkuliahan adalah mengenakan baju berkerah dan berpakaian
rapi, mengenakan sepatu, dan tidak diperkenankan mengenakan kaos oblong
selama mengikuti kegiatan perkuliahan dan kegiatan formal lainnya di dalam
kampus. Mahasiswa juga tidak diperkenankan melakukan tindakan yang tidak
sopan atau tindakan asusila selama kegiatan perkuliahan dan di lingkungan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang diatur di dalam pasal lainnya dalam
Peraturan Rektor UNS. Dalam keputusan Rektor tentang hak mahasiswa UNS
pada Bab 7 tentang Busana, pasal 8 (1) dan (2) juga dijelaskan aturan tentang
busana yang dikenakan oleh mahasiswa, yaitu sebagai berikut; (1) Setiap
mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai dengan norma-norma yang
berlaku; dan (2) Jenis dan macam pakaian disesuaikan dengan kegiatan yang
sedang dilaksanakan. Sesuai dengan peraturan itu pula, jika dilanggar akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan berat-ringannya pelanggaran yang dilakukan.
Berdasarkan kedua aturan di atas, dapat diketahui bahwa tata cara
berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku pun dicantumkan dalam Peraturan
Rektor UNS dengan detail. Berangkat dari hal tersebut pula, peneliti dapat
mengetahui bahwa penampilan di Universitas Sebelas Maret juga menjadi hal
yang diprioritaskan karena hal tersebut menyangkut dengan identitas dan martabat
civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
peneliti ingin mendapatkan gambaran secara utuh tentang konstruksi kecantikan
bagi laki-laki, fokusnya adalah pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada saat penelitian ini berlangsung. Peneliti
memilih Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai tempat penelitian dengan
pertimbangan bahwa UNS merupakan tempat mahasiswa dalam menuntut ilmu
dan melakukan aktivitasnya sehari-hari. Peneliti juga melakukan observasi di luar
UNS yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, seperti di pusat-pusat
perbelanjaan (Solo Grand Mall, Solo Square), tempat nongkrong informan, tempat
tinggal informan, klinik perawatan kecantikan, dan di tempat body building and
fitness.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita lihat bahwa Universitas Sebelas
Maret dengan segala peraturan dan tata tertibnya, lokasinya yang berada di kota
Surakarta, serta mahasiswanya yang memperhatikan penampilan menjadi daya
tarik peneliti untuk kemudian melakukan penelitian tentang konstruksi kecantikan
bagi laki-laki. Kota Surakarta sendiri merupakan pusat dari mobilisasi yang di
dalamnya terdapat sarana dan prasarana pendukung seperti tempat perawatan
kecantikan, fitness centre, pusat-pusat perbelanjaan yang tidak hanya menawarkan
produk-produk kosmetik dan kecantikan, pusat-pusat perbelanjaan tersebut juga
menawarkan diri sebagai tempat nongkrong atau berkumpulnya orang-orang Solo
dan sekitarnya untuk menampilkan diri mereka, termasuk juga mahasiswa/wi
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian
karena adanya sumber data penelitian, sarana dan prasarana pendukung penelitian
serta lokasi yang menurut peneliti tepat yaitu dengan adanya mahasiswa laki-laki
yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik untuk dapat tampil
cantik dan menarik sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan kecantikan bagi
laki-laki pada saat ini.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Seperti yang telah dikemukakan oleh Ritzer tentang gaya hidup, budaya
konsumerisme, serta pencitraan diri yang merupakan suatu realitas sosial yang ada
di dalam masyarakat kita. Hal tersebut dapat kita lihat pada salah satu sisi tentang
pentingnya penampilan dan kecantikan dewasa ini baik pada kaum wanita
maupun pada kaum laki-laki.
Pergeseran perubahan kebudayaan tentang kecantikan yang pada awalnya
adalah milik kaum wanita kemudian telah bergeser sedemikian rupa oleh laki-laki
metroseksual. Kemudian berkembang lagi pada saat ini bahwa tidak hanya laki-
laki metroseksual saja yang identik dengan kosmetik, akan tetapi laki-laki pada
umumnya juga mulai mempergunakan kosmetik. Hal tersebut terjadi dikarenakan
adanya tuntutan bagi kaum laki-laki untuk tampil cantik dan menarik dalam hal
pekerjaan, lawan jenis atau pada hal yang lainnya.
Tidak lepas dari hal tersebut di atas, mahasiswa adalah orang yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang juga dituntut dalam hal berpenampilan
yang tercantum di dalam Peraturan Rektor UNS, salah satunya adalah berpakaian
dan berbusana rapi, sopan ketika di dalam Universitas Sebelas Maret dan pada
waktu mengikuti kegiatan perkuliahan serta kegiatan formal dan non formal
lainnya. Tidak hanya berpakaian yang rapi dan sopan ketika di kampus, hal-hal
yang lainnya seperti kecantikan dan penampilan juga diperhatikan oleh
mahasiswa yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada mahasiswa laki-laki
ketika di dalam kampus maupun di luar kampus. Perubahan-perubahan pergeseran
penggunaan kosmetik yang menimpa mahasiswa laki-laki tersebut terjadi
dikarenakan adanya suatu konstruksi sosial dari masyarakat, iklan, dan media
tentang kecantikan ideal masa kini. Hal tersebut dikarenakan bahwa mahasiswa
merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan begitu saja.
Berangkat dari realitas sosial di atas, peneliti berusaha mendeskripsikan
tentang proses konstruksi kecantikan bagi laki-laki, yang objek penelitiannya
adalah mahasiswa laki-laki Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peneliti ingin
mendeskripsikan terlebih dahulu mengenai data penelitian yang diperoleh di
lapangan. Pada waktu peneliti melakukan wawancara dan observasi penelitian,
peneliti menemukan banyak sekali informasi yang terkait dan mendukung
permasalahan yang sedang di kaji.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Universitas Sebelas Maret
yang berada di Kota Surakarta merupakan tempat yang digunakan untuk menuntut
ilmu yang mana di dalamnya juga terdapat aturan-aturan dalam hal berpakaian
dan berpenampilan secara rapi dan sopan. Tapi di sisi lain jika kita melihatnya,
Universitas Sebelas Maret adalah sebagai tempat cerminan dari kecantikan masa
kini. Peneliti melihat dari mahasiswa laki-laki di UNS yang tidak hanya berhenti
dalam hal berpenampilan rapi dan sopan jika di kampus, akan tetapi mereka juga
merupakan individu yang ingin menampilkan dirinya secantik dan semenarik
mungkin di hadapan orang lain. Lebih ekstrimnya, jika kita di lingkungan
kampus, yang kita lihat adalah ’figuran’ orang-orang yang berlalu lalang dengan
menampilkan gaya mereka masing-masing.
Berikut peneliti ingin menyampaikan deskripsi data penelitian oleh
mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik
untuk mempercantik dirinya dan untuk tampil menarik. Informan dalam penelitian
ini antara lain; (1) delapan mahasiswa UNS yang menggunakan kosmetik sebagai
informan kunci atau key informan (dengan menggunakan inisial) tersebut antara
lain: MI, RH, YH, DN, MD, TIAN, SW, dan RF; (2) teman, pacar, atau keluarga
dari mahasiswa yang menggunakan kosmetik yang yang dapat membantu
memberikan informasi; (3) Sebagian masyarakat Universitas Sebelas Maret yang
bisa dimintai keterangan, baik itu dosen, mahasiswa/ mahasiswi UNS, satpam
kampus; (4) Pekerja salon kecantikan.
Peneliti melihat aktivitas informan ketika melakukan wawancara serta
observasi. Seperti pada waktu Informan RF melakukan fitnes di Bengawan Sport,
DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu Ngarsopuran, TIAN yang
sedang menggunakan masker wajah, MI yang sedang melatih sepakbola di
Stadion Mini Bekonang dan di kolam renang Tirtomoyo. Dari semua kegiatan
tersebut, peneliti memperoleh data dengan cara merekam, mengambil gambar dan
mencatatnya.
Wawancara dan observasi kali ini dilakukan di beberapa tempat di
lingkungan UNS, antara lain; (1) di lingkungan Universitas Sebelas Maret
Surakarta di Kentingan, antara lain Gazebo Fakultas Kedokteran pada waktu
peneliti melakukan wawancara terhadap RH dan bapak Eko sebagai informan
pendukung, di Gazebo Fakultas Pertanian pada waktu wawancara dengan YH dan
ZN sebagai teman sekelas YH, di loby gedung D Fakultas Sastra dan Seni Rupa
pada waktu wawancara dengan DN, di Boulevard UNS juga pada waktu
wawancara dengan DN, kemudian Di Bawah Pohon Rindang (DPR) Fakultas
Pertanian pada waktu wawancara dengan TIAN dan BH; (2) di lingkungan
Universitas Sebelas Maret Surakarta di Manahan, antara lain di kolam renang
tempat informan MI melakukan kegiatan mengajar renang dan di depan gedung
Jurusan Pendidikan Olahraga; (3) di tempat nongkrong informan, antara lain RH
di kantin Kedokteran UNS, DN di kantin FSSR, SW di tempat parkir Fakultas
Pertanian, YH di Grand Mall; (4) tempat kost atau tempat tinggal informan; (5) di
tempat kost peneliti, yaitu di Kost Saraswati dan di Kost Ratri Mas; (6) di tempat
membeli kosmetik/ tempat yang menjual kosmetik bagi laki-laki, yaitu di Asgross
Arroyan; (7) di tempat-tempat kecantikan bagi laki-laki (salon, body build, dan
sebagainya), antara lain di tempat fitnes Bengawan Sport, Asia Fitness, dan di
Salon Solo Square.
Untuk lebih jelasnya, peneliti ingin menguraikan data penelitian sebagai
berikut:
1. Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki
Penampilan dan kecantikan menjadi penting bagi laki-laki dewasa ini.
Untuk mengetahui tentang penampilan bagi laki-laki, peneliti kemudian
melakukan penelitian lapangan kepada informan penelitian mengenai makna
penampilan bagi laki-laki, kemudian cara laki-laki untuk menunjang penampilan
mereka, serta latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Makna Penampilan bagi Laki-laki
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai makna penampilan bagi laki-
laki, dapat diketahui bahwa penampilan menjadi sesuatu yang penting bagi laki-
laki. Berikut adalah pendapat informan RH yang menjelaskan tentang pentingnya
penampilan:
“Penampilan menurutku sangat penting. Ya kan, karena penampilan itu sesuatu yang kita tunjukin ke orang kan. Sesuatu yang kita banggain ke orang kan, sesuatu yang bisa bikin orang itu perhatian sama kita, lha itu penampilan. Penampilan itu merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan kita itu pada orang lain” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penampilan
itu sangat penting. Penting karena penampilan adalah sesuatu yang dapat
dibanggakan kepada orang lain agar orang lain bisa memberi perhatian yang lebih
dan juga penampilan tersebut merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan
itu pada orang lain. Dengan kata lain, jika ada orang lain yang memberi perhatian
yang lebih karena penampilan yang menarik, maka seseorang tersebut akan
merasa lebih diakui sebagai seorang laki-laki. Pendapat tersebut seperti yang
dikatakan oleh informan MI bahwa penampilan merupakan interpretasi dari
kecantikan seseorang.
Pendapat di atas juga hampir sama dengan pendapat informan lainnya
dalam hal memaknai sebuah penampilan. RF menjelaskan bahwa penampilan
menurutnya adalah sesuatu yang kita bawakan dan bisa dipandang mulai dari
ujung kaki sampai dengan ujung kaki. Sedangkan informan DN, YH, dan TIAN
menganggap bahwa penampilan adalah mencerminkan kepribadian seseorang,
seperti ketika penampilan seseorang bersih, maka orang lain akan melihat bahwa
seseorang itu mempunyai gaya hidup yang bersih juga. Berbeda dengan informan
MD yang menjelaskan bahwa penampilan itu simple, tidak neko-neko,
mengenakan pakaian yang nyaman dan tidak memalukan bagi diri sendiri. Kata-
kata ‘memalukan’ oleh MD jika kita cermati merupakan ungkapan MD bahwa
penampilan juga merupakan sesuatu hal yang penting baginya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penampilan bagi
laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting dikarenakan penampilan
merupakan interpretasi dari kecantikan seseorang secara fisik dan juga
mencerminkan kepribadian seseorang untuk dilihat oleh orang lain.
b. Cara Laki-laki untuk Menunjang Penampilan
Setelah mengetahui bahwa penampilan itu penting bagi laki-laki, peneliti
kemudian mencari tahu hal-hal yang dilakukan laki-laki dalam rangka untuk
menunjang penampilan mereka agar cantik dan menarik secara maksimal. Upaya-
upaya tersebut diharapkan mampu untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kaum
laki-laki saat ini.
Hal pertama (1) yang dilakukan oleh laki-laki untuk menunjang
penampilan fisik mereka adalah dengan cara pemakaian kosmetik. Pemakaian
kosmetik dilakukan pada saat mereka mulai melihat diri mereka sendiri yang
harus tampil lebih menarik di hadapan orang lain, yaitu semenjak duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), kemudian dilanjutkan pada waktu duduk
di bangku perkuliahan lebih menjaga penampilan diri mereka.
Berdasarkan pada hasil data penelitian, semua infoman menggunakan
kosmetik untuk menunjang penampilan mereka. Berikut ini adalah kosmetik yang
digunakan oleh masing-masing informan: informan pertama (1) MI merawat kulit
dengan sun block Barclay, dan Biore sebagai facial wash. Hal tersebut dilakukan
karena MI sering di lapangan terbuka (MI sebagai assistant dosen dan sebagai
mahasiswa). MI memilih kosmetik sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk menjaga
warna kulit agar tidak terkena sinar matahari secara langsung (menggunakan sun
block); (2) RH menggunakan parfum merk AXL dan facial wash Biore. Pasta
gigi close up crystal; sabun Biore; shampoo Head & Shoulder; mouthwash
Listerine berbagai rasa. Hal tersebut dilakukan dengan harapan wajah RH lebih
putih dan bersih. Dalam memilih ksmetik, RH lebih memilih kosmetik yang
bermerk dan cocok untuk kulitnya; (3) YH menggunakan kosmetik agar wajah
dan tubuh menjadi lebih putih dan bersih, seperti facial wash, lulur, minyak
rambut, hand body Ponds, dan pelembab wajah Ponds. YH lebih memilih
kosmetik yang cocok dengan kulitnya (tidak harus bermerk, yang penting kuitnya
cocok dan tidak menimbulkan iritasi); (4) DN menggunakan kosmetik seperti
hand body, pelembab wajah, dan minyak rambut. DN memilih dan menggunakan
kosmetik yang cocok dan tidak menimbulkan ritasi pada kulitnya; (5) MD
menggunakan kosmetik seperti peeling wajah, pembersih wajah atau facial foam,
dan parfum dalam memilih kosmetik, MD sama seperti DN yaitu yang cocok
dengan kult dan tidak menimbulkan iritasi; (6) TIAN menggunakan kosmetik
seperti parfum, peeling, hand body, masker wajah, pelembab untuk tidur, dan
pembersih wajah. TIAN juga memilih kosmetik yang cocok buat kulitnya dan
tidak menimbulkan iritasi; (7) SW menggunakan kosmetik ketika ada sesi
pemotretan sebagai model dan shooting; dan yang kedelapan (8) RF
menggunakan kosmetik seperti parfum, pembersih wajah, dan hand body. RF
lebih memilih kosmetik menurut seleranya saat itu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosmetik bagi kaum
laki-laki pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting. Penting karena
kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menunjang kebutuhan mereka yaitu
dengan menampilkan kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki
menggunakan kosmetik dengan kepentingan mereka masing-masing.
Hal kedua (2) yang dilakukan kaum laki-laki dalam mengupayakan
penampilan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah dengan cara
melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal,
atau body yang atletis, menjaga pola makan, dan tidur yang teratur. Olahraga juga
dilakukan untuk menjaga kesehatan badan. Seperti yang dilakukan oleh informan
MI, TIAN, dan MD yang melakukan olahraga dengan tubuh sendiri tanpa
menggunakan alat bantu (kardio), misalnya: jogging, set up, sit up, restood dan
renang. Berbeda dengan informan RH dan SW yang lebih suka ke tempat body
build. RH beranggapan bahwa dengan melakukan fitness, bentuk tubuhnya akan
menjadi ideal, body fit sehingga dapat menarik perhatian lawan jenisnya. Jika SW
lebih bertujuan ketika dia melakukan fitness, renang, tubuhnya akan menjadi ideal
karena dia meruapakan public figure/ artis.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa olahraga bagi laki-laki
juga merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka.
Hal tersebut dilakukan karena selain untuk menjaga kesehatan badan dan bentuk
tubuh, juga dilakukan karena adanya dorongan untuk menampilkan diri sebaik
dan secantik mungkin di hadapan orang lain yang melihatnya. Olahraga dilakukan
sesuai dengan kesukaan mereka masing-masing dan dengan cara mereka masing-
masing pula.
Hal ketiga (3) yang dilakukan kaum laki-laki untuk memaksimalkan
penampilannya adalah dalam hal berpakaian dan memakai aksesoris untuk
memaksimalkan penampilan mereka. Mereka (kaum laki-laki) mempunyai cara
masing-masing dalam memilih pakaian serta aksesoris yang mereka pakai. Hal
tersebut dikarenakan setiap laki-laki mempunyai nilai standarisasi sendiri-sendiri,
seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan yang berpatokan pada keahlian
dan penampilan tubuhnya di bawah ini:
“Ya Mungkin kalau bagus dan tidaknya menurut saya, itu barang yang tidak bermerk, kalau yang memakai orangnya itu bermerk, Semuanya akan kelihatan keren, gitu aja”. Ya emang yang namanya property itu. Misalnya sepatu, celana, baju, itu Akan memberi suatu pesona tersendiri, ya biar kelihatan menarik. Lha itu kalau kita memakai barang yang ber merk tapi badan kita itu tidak proporsional atau bahasa olahraganya atletis, tidak kelihatan bagus. Karena apa? Dari fisik kita itu kalau sudah bagus, Kita itu memakai celana, baju, apapun Mesti itu kita kelihatan menarik” (W/ MI/ 22 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa ketika kita
memiliki wajah yang sudah di kategorikan cantik, tapi kalau kita tidak
berpenampilan menarik. Misalnya saja dari cara kita berjalan atau dari cara kita
berbicara yang seperti apa, bagaimana kita mengekspresikan dengan gerakan yang
baik, kecantikan itu akan menjadi kelihatan menarik. Jadi, hubungan antara
kecantikan dengan penampilan itu harus seimbang karena sangat perlu sekali
untuk menjadikan diri seseorang lebih indah untuk dilihat.
Berbeda dengan informan RH, dia sangat menomorsatukan penampilan.
memakai pakaian yang keren dan bermerk, seperti: hem lengan panjang (The
Executive, Giordano), celana jeans (LEA, Giordano), mengenakan jaket sport dari
merk Adidas, Converse, dan Nike. Dalam memilih aksesoris, RH lebih memilih
dan memakai aksesori yang keren dan asli, seperti: jam tangan Seiko, ikat
pinggang, dan tas pinggang yang bermerk, kaos kaki, sepatu dan tas merk sport
seperti: Adidas, Converse, Nike. RH juga menggunakan sepeda motor Honda CBR
dan mobil Toyota Rush agar lebih kelihatan menarik jika dilihat oleh orang lain,
terutama oleh lawan jenis yang sedang didekatinya. Hampir sama dengan RH,
informan SW lebih memilih dan mengenakan aksesoris yang matching dengan
pakaian yang sedang dikenakannya, baju yang bermerk Bilabong, Nevada, X8, 61,
dan sepatu yang bermerk Adidas, semuanya harus serba bermerk. SW juga
memilih untuk mengendarai sepeda motor dan mobil yang keren menurutnya.
Sedangkan informan YH, DN, RF, TIAN dan MD dalam memilih pakaian lebih
cenderung memilih dan memakai pakaian yang rapi, sesuai dengan tempat dan
acaranya. Dengan begitu, mereka akan merasa nyaman atau istlahnya tidak salah
kostum. YH juga menggunakan aksesoris, yaitu jam tangan, rantai dompet, ikat
pinggang untuk memaksimalkan penampilannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa laki-laki dalam
memilih pakaian serta aksesoris untuk menunjang kecantikan dan penampilan,
mereka berusaha mengenakan apa yang mereka punyai secara material. Dari
kegiatan tersebut mengharuskan laki-laki untuk melakukan kegiatan konsumtif
juga, tidak hanya kaum wanita saja.
Hal keempat (4) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara maksimal
adalah dengan cara merawat tubuh, seperti: memotong rambut, mencukur kumis,
dan jenggot. Dalam memotong rambut, informan lebih memilih untuk pergi ke
salon. Semua informan mempunyai kepentingan masing-masing ketika ke salon.
Jika MI, MD, TIAN, YH, DN, dan RF ke salon untuk menata rambut dan
memotong rambut agar kelihatan rapi dan bersih, berbeda dengan informan RH
dan SW. RH lebih detail dalam merawat rambutnya, dia sangat hati-hati dan teliti
ketika akan memotong dan menata rambutnya. RH memilih salon perawatan
rambut khusus di Solo Square dan lebih mengikuti tren yang sedang berkembang
di dalam masyarakat dan menyesuaikan dengan selera lawan jenisnya. SW dalam
menata rambut juga mempertimbangkan dengan pekerjaannya. Biasanya rambut
SW dipotong dan ditata oleh hair stylish artis di tempatnya bekerja.
Hal kelima (5) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara cantik dan
menarik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan
kepribadian diri mereka. Seperti yang dilakukan oleh informan RH yaitu dengan
cara melakukan perubahan sikap, bisa dengan melakukan fitness dan berusaha
menjadi lebih dewasa. Hal tersebut dilakukan RH selain untuk dirinya sendiri, RH
berpikir jika lawan jenisnya akan lebih tertarik dan menyukai laki-laki yang
berkualitas (pintar/ pandai) dan berkepribadian yang baik (positif). Demikian pula
yang dilakukan DN, dia lebih memilih untuk melakukan perubahan sikap, dengan
berkepribadian yang baik dan berwibawa dengan lawan jenis dan orang lain.
Informan RF lebih memilih ntuk meningkatkan kualitas dirinya dengan cara
pandai berbicara dengan orang lain, tidak cupu (ketinggalan jaman), pintar di
kelasnya. Dalam pekerjaan, informan MI, SW, dan YH lebih memilih peningkatan
kualitas diri dengan caranya masing-masing untuk memperlihatkan innerbeauty
yang ada di dalam dirinya. MI meningkatkan kualitas dirinya dengan cara
mendalami materi yang akan dibawakannya dalam perkuliahan sebagai assistant
dosen. Dalam meningkatkan kualitas diri, informan SW lebih mengolah dan
mengasah bakatnya di bidang akting dan modeling. Setiap hari SW melakukan
latihan akting dan modeling di depan cermin di dalam kamarnya, SW juga
berlatih untuk menghafal naskah secara cepat. SW juga berlatih untuk lincah
ketika berbicara dengan orang lain atau lawan mainnya. Berdasarkan pendapat
informan tersebut dapat diketahui bahwa kualitas diri dan kepribadian yang baik
juga dipertimbangkan oleh laki-laki dalam memaksimalkan kecantikan dan
penampilan dirinya. Dengan mempunyai kualitas diri yang baik, diharapkan orang
lain dapat menilai lebih, itulah yang disebut kaum laki-laki sebagai kecantikan
dari dalam (innerbeauty).
Jadi, tidak hanya menggunakan kosmetik saja untuk menunjang
penampilan fisik bagi laki-laki (1), tetapi melakukan hal-hal lain yang bertujuan
untuk meningkatkan penampilan dan kecantikan diri mereka seperti: (2)
melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal,
atau body yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang
teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan mengenakan
pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masing-masing dan kemampuan
material mereka untuk memaksimalkan penampilan mereka, (4) memotong
rambut, mencukur kumis, dan jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki
untuk tampil secara menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara
meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka.
Berdasarkan uraian di atas tentang cara atau hal-hal yang dilakukan oleh
laki-laki dalam menunjang penampilan dirinya agar dapat cantik dan menarik
secara maksimal, dapat disimpulkan bahwa laki-laki ternyata tidak hanya terfokus
pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi mereka juga
berusaha untuk menampilkan kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka
bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik.
c. Latar Belakang Penggunaan Kosmetik oleh Laki-laki
Laki-laki dalam memenuhi kebutuhan untuk tampil cantik dan menarik
ternyata tidak dapat lepas dari sesuatu hal yang bernama ‘kosmetik’. Dari data
hasil penelitian ini dapat di ketahui jika laki-laki mempunyai latar belakang dan
alasan masing-masing untuk kemudian memilih kosmetik sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Kosmetik rupa-rupanya telah menjadi bagian
penting dari laki-laki. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis jelaskan cerita yang
melatarbelakangi laki-laki menggunakan kosmetik serta alasan bagi laki-laki
untuk menggunakan kosmetik.
Cerita yang melatarbelakangi serta alasan pemakaian kosmetik oleh
kaum laki-laki bermacam-macam. Informan MI bercerita tentang latar belakang
dirinya memakai sun block merk Barclay itu pada waktu mengajar renang di
depan siswa dan teman-temannya, MI tidak ingin kulitnya tidak terlalu hitam serta
dorongan dari lawan jenis, yaitu pacar MI yang pernah menyuruhnya untuk
membersihkan kumis dan jenggot serta merawat kulit agar tidak tambah hitam
setiap harinya. Adapun latar belakang MI menggunakan kosmetik yang pertama
(1) adalah kebutuhan untuk diri sendiri, (2) agar terlihat menarik di depan lawan
Jenis (pacar), (3) agar penampilan rapi dan menarik di depan orang lain, dan (4)
adalah pekerjaan MI sebagai assistant dosen. Seperti dari hasil wawancara berikut
ini:
“Contohnya, misalnya minyak rambut. mungkin seperti kita itu menggunakannya. Biasanya rambutnya itu biasa-biasa aja, ketika menggunakan kosmetik itu, menjadi lebih percaya diri dan semakin enak dilihat oleh orang lain” (W/ MI/ 12 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa kosmetik
ternyata berperan penting dalam hal membantu mempercantik dan memperindah
penampilan diri seseorang. Kosmetik juga dapat meningkatkan kepercayaan diri
seseorang yang memakainya.
Informan kedua (RH) menggunakan kosmetik dilatar belakangi ketika
dia mulai tumbuh sendiri rasa untuk melihat diri sendiri, RH lebih sering
menyendiri, instropeksi diri, mengenai penampilan apa yang harus di ubah karena
pada waktu itu RH mulai tertarik pada lawan jenis. Maka dari itu, RH harus
mengganti penampilannya agar tidak kalah dengan teman-temannya. Hal tersebut
menurut RH karena adanya persaingan oleh RH dengan teman-temannya. RH
juga menjelaskan latar belakang dirinya menggunakan kosmetik dikarenakan oleh
lawan jenisnya, yaitu RH menggunakan kosmetik yang di sukai lawan jenisnya
tersebut. Jadi, Latar belakang RH menggunakan kosmetik yang pertama adalah
karena RH mulai tertarik pada lawan jenis, dan yang kedua adalah sikarenakan
faktor lingkungan, yaitu teman-teman RH yang menggunakan kosmetik dan
berpenampilan menarik.
Informan YH menggunakan kosmetik dilatar belakangi oleh ajakan dari
kakak informan untuk menggunakan pelembab kulit muka, hand body supaya
kulitnya tidak kering, serta memakai facial foam agar tidak mempunyai jerawat.
Adapun latar belakang YH dalam menggunakan kosmetik dikarenakan YH ingin
terlihat bersih dan menarik di depan lawan jenis, dan YH juga ingin terlihat bersih
dan menarik di depan pengunjung yang datang ke tempat kerja. Sedangkan
informan keempat (DN) menggunakan kosmetik di latar belakangi oleh: yang
pertama (1) pada waktu fashion show itu untuk menunjang penampilan, dan pada
waktu menjadi “manggolo yudo”; (2) untuk meningkatkan penampilan agar
terlihat lebih menarik; dan yang ketiga (3) dikarenakan oleh ajakan teman-teman
untuk memakai kosmetik agar kulitnya tidak hitam.
Informan MD menggunakan kosmetik dilatar belakangi ketika MD ingin
mendekati lawan jenisnya. MD memakai parfum agar tidak memalukan di depan
lawan jenis, memakai facial wash agar kulit wajah kelihatan bersih. Jadi, latar
belakang belakang MD memakai kosmetik adalah: (1) untuk menjaga kebersihan
diri, kebersihan tubuh; (2) untuk menambah penampilan supaya lebih bagus; dan
yang ketiga (3) untuk lawan jenisnya yang sedang didekatinya. Sedangkan
informan 6 (TIAN) menggunakan kosmetik dilatar belakangi oleh ajakan teman-
temannya dan untuk dirinya sendiri, TIAN merasa kulitnya yang terlalu hitam dan
kelihatan tidak bersih, dia lalu disuruh oleh saudaranya untuk menggunakan
kosmetik seperti hand body, lulur, pelembab wajah agar kulitnya lebih bersih.
Informan ketujuh (SW) menggunakan kosmetik dilatarbelakangi
keluarga yang senang berpenampilan menarik serta pekerjaaannya sebagai public
figure. SW pertama kali menggunakan kosmetik yang lengkap pada waktu
mengikuti audisi cover boy di majalah Aneka Yess tahun 2008 yang
mengharuskan dia memakai kosmetik. Sedangkan informan kedelapan (RF)
menggunakan kosmetik dilatarbelakangi karena kesadaran dirinya bahwa
seseorang itu harus tampil lebih baik, karena orang yang tampil indah itu akan
membuat orang lain akan merasa senang melihat kita. Seperti hasil wawancara
berikut ini:
“Pertama kali saya menggunakan kosmetik adalah karena kesadaran diri saya bahwa seseorang itu harus tampil lebih baik, karena apa? Orang yang tampil indah itu, akan membuat orang lain tentunya akan merasa senang melihat kita” (W/ RF/ 5 Agustus 2009). Berdasarkan cerita yang melatarbelakangi laki-laki menggunakan
kosmetik, maka dapat diketahui alasan yang melatarbelakangi laki-laki untuk
menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan yang pertama (1) adalah
termasuk kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang
digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri dengan tujuan seseorang
yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena
kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk yang
menggunakannya. Informan TIAN dan RF juga menjelaskan alasannya
menggunakan kosmetik untuk diri sendiri. Menurut TIAN, kosmetik untuk
kebutuhan dirinya sendri dikarenakan setelah menggunakan kosmetik, ia merasa
ahwa kulitnya lebih bersih, dan TIAN lebih percaya diri. Jika RF memandang
kosmetik telah membantunya memiliki kecantikan yang lebih maksimal.
Berdasarkan uraian di atas tentang latar belakang laki-laki menggunakan
kosmetik untuk dirinya sendiri dikarenakan kosmetik sebagai alat yang membantu
memaksimalkan kecantikan diri mereka. Kosmetik membantu kulit menjadi lebih
bersih, sehingga kecantikan yang dimiliki oleh laki-laki dapat lebih maksimal.
Kosmetik merupakan alat atau media yang membantu laki-laki dalam memenuhi
kebutuhan kecantikan dan penampilannya. Kecantikan dan penampilan yang
diharapkan ternyata telah mendorong laki-laki dalam menggunakan kosmetik
sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya.
Latar belakang yang kedua (2) bagi laki-laki menggunakan kosmetik
adalah untuk menarik lawan jenisnya dengan cara menampilkan dirinya semenarik
dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau
lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki. Hal tersebut oleh laki-laki
mempunyai tujuan agar lawan jenisnya dapat lebih tertarik dan jika itu adalah
pacar, diharapkan pacarnya tersebut dapat menjadi “lebih sayang” dan tidak lari
darinya. Salah satu informan (RH) juga menjelaskan keinginannya pada waktu
mendekati lawan jenisnya. Seperti hasil wawancara di bawah ini:
“Yang jelas aku enggak ikut temen-temenku, tapi itu (rasa tertarik pada lawan jenis) pure keluar dari diriku sendiri, tertarik ama cewek lain. Dan aku apa namanya Tumbuh sendiri rasa untuk melihat diriku sendiri, lebih sering menyendiri. Udah bawaan, Insting” (W/ RH/ 5 Agustus 2009).
Informan MI, dan yang lainnya juga beralasan jika lawan jenis
mendorong mereka untuk menggunakan kosmetik. Seperti pacar MI yang tidak
suka dengan kulit MI yang semakin hari semakin hitam, kulit yang kasar, maka
dari itu MI menggunakan kosmetik agar kulitnya tidak kering dan tidak terlalu
hitam jika terkena sinar matahari. Pada informan DN juga demikian, DN
diberikan kosmetik oleh teman wanitanya agar kulit DN tidak kering dan hitam.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa lawan jenis
menjadi pendorong bagi laki-laki untuk memperhatikan penampilan dan
kecantikan untuk lebih di jaga dan di rawat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan kosmetik sesuai dengan yang diinginkan oleh lawan jenisnya.
Untuk memenuhi hal tersebut, laki-laki berusaha menampilkan dirinya secantik
mungkin di hadapan lawan jenis atau pacar.
Latar belakang yang ketiga (3) bagi kaum laki-laki untuk menggunakan
kosmetik adalah untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan
bahwa ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan
membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya. Kosmetik dapat
membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka umum, kosmetik
juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti ketika laki-laki
tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan diri bagi si
pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat.
Semua informan menjadikan alasan pemakaian kosmetik untuk di depan
umum karena mereka beranggapan bahwa diri mereka dilihat oleh orang lain,
maka dari itu informan berusaha menampilkan dirinya secantik dan semenarik
mungkin. Seperti informan SW yang lebih mengutamakan penampilannya di
depan umum, karena menurutnya SW adalah seorang public figure yang selalu di
soroti masyarakat. SW berusaha agar wajah dan tubuhnya terlihat sehat dan ceria.
Jadi, menampilkan diri secantik dan semenarik mungkin di depan umum sangat
diperhatikan oleh laki-laki. Laki-laki lebih memilih terlihat fresh di depan umum
dan berpenampilan menarik.
Latar belakang yang keempat (4) bagi laki-laki menggunakan kosmetik
adalah menyangkut dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut. Seperti pada
informan (YH) yang bekerja di Pusat Perbelanjaan (Solo Grand Mall), YH
memperhatikan kulitnya agar tetap terjaga dan terawat. Lebih jelasnya dapat
diketahui dari hasil wawancara berikut ini:
“Jadi utuk kegiatan sehari-hari ya, kalau perawatan itu juga perlu biar tidak jelek. Misalnya seperti kulit, biar tidak begitu kering banget, biar kelihatan bersih aja. Hal tersebut ntuk membantu kita agar penampilan kita bersih, misalnya dari penggunaan pelembab, terus parfum, di rumah itu juga pake, pelembab kulit sama facial foam itu, itu starter lho kalau facial foam. Hehe..” (W/ YH/ 7 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa perawatan
tubuh bagi laki-laki menjadi penting karena aktivitas yang mengharuskan laki-laki
tersebut bertemu dengan orang-orang di sekitarnya. Laki-laki sedang bekerja di
pusat perbelanjaan, dia dituntut untuk berpenampilan semenarik mungkin di
depan pelanggan, agar kelihatan bersih dan kelihatan rapi di depan orang yang
melihatnya. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai
alat untuk membantu merawat kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan
yang menarik. Hampir sama denganYH, informan SW, pekerjaan sebagai public
figure menuntutnya untuk selalu tampil cantik dan menarik. Hal tersebut
dikarenakan SW dalam bekerja mengalami persaingan dengan artis dan model-
model lainnya yang juga tampil cantik dan menarik. Oleh sebab itu, pekerjaan
menjadi alasan SW yang paling utama karena pekerjaannya sebagai public figure
merupakan hoby dan penghasilannya.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan juga
berperan penting untuk mendorong laki-laki menampilkan dirinya secantik dan
semenarik mungkin. Pekerjaan seperti public figure serta pekerjaan yang
lokasinya berada di pusat-pusat perbelanjaan, mengharuskan laki-laki tesebut
memperhatikan kecantikan dan penampilan. Kosmetik lagi-lagi telah memenuhi
tuntutan laki-laki tersebut.
Latar belakang kelima (5) laki-laki menggunakan kosmetik untuk
menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah karena adanya
faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman
nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang
dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut. Pada
informan MI, ia menjelaskan teman kuliah di Jurusan POK serta teman satu tim
sepakbola di jurusan POK mendorongnya untuk ikut menggunakan kosmetik. Hal
tersebut dilakukan karena MI sering berada di luar lapangan pada waktu menjadi
asistant dosen dan juga pada waktu perkuliahan. MI sendiri dalam bergaul dan
nongkrong lebih sering dengan teman-teman kuliahnya. Pada informan RH, teman
kuliah di Fakultas Kedokteran pada umumnya, serta teman-temannya dari Jakarta
yang menjadikan RH menomorsatukan kecantikan dan penampilan. Teman-teman
RH yang dari Jakarta juga termasuk teman lawan jenis yang sedang didekati RH,
jadi secara tidak langsung RH juga berusaha mengikuti gaya hidup seperti teman-
temannya dari Jakarta.
Dari Informan YH, MD, dan SW menggunakan kosmetik dan
mementingkan penampilan dikarenakan oleh teman-teman kerja mereka. YH
sendiri terdorong menggunakan kosmetik dikarenakan teman-teman kerja YH di
Mr. Bakso yang juga mementingkan penampilan dan kecantikan. Penggunaan
kosmetik oleh SW sebagai public figure juga dipengaruhi oleh teman kerja SW
yang pada umumnya adalah public figure juga (model dan artis). Sedangkan
informan TIAN dan RF menggunakan kosmetik dipengaruhi oleh teman-teman
kuliah mereka yang juga menggunakan kosmetik. Awalnya, TIAN disuruh untuk
menggunakan kosmetik oleh kakaknya kemudian setelah TIAN duduk di bangku
kuliah, ternyata teman-teman TIAN juga mengunakan kosmetik dan
mementingkan penampilan. TIAN sendiri lebih sering nongkrong di kampus ( di
bawah pohon rindang atau DPR Fakultas Pertanian, di kantin Fakultas Pertanian,
serta di Gazebo gedung D Fakultas Pertanian UNS). Jika di luar kampus, TIAN
nongkrongnya di wedangan, dan mall bersama dengan teman-teman kuliah dan
teman kostnya. Informan DN memilih dan menggunakan kosmetik karena adanya
dorongan dari teman-teman SMA yang menyuruhnya menggunakan hand body
dan facial wash agar kulit DN tetap terjaga.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa penggunaan
kosmetik oleh laki-laki juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka.
Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam (faktor intern) dan dari luar
(faktor ekstern). Dari faktor intern yaitu lingkungan keluarga yang menggunakan
kosmetik serta mementingkan penampilan, sedangkan dari lingkungan luar
(ekstern), yaitu dari lingkungan bergaul, lingkungan teman kuliah, lingkungan
teman-teman lawan jenis atau pacar, serta lingkungan kerja atau teman-teman
kerja.
Latar belakang yang keenam (6) laki-laki menggunakan kosmetik adalah
karena adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi
karena adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam
menampilkan sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk
itu, laki-laki kemudian mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai
lawan jenisnya (misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai
dengan apa yang disukai lawan jenisnya tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh
informan RH berikut ini:
“Yang jelas, kan yang mendukung aku untuk menggunakan kosmetik kan karena adanya persaingan. Kan karena itu. karena dulu aku beda. Dulu aku SD, SMP itu culun, pokok’e biasa wae, enggak mementingkan penampilan. Sejak SMA, aku kan ketemu cewek, loh kok cewek-cewek pada suka ke cowok yang keren ya, yang mobilnya keren, terus yang gaya rambutnya ok, dia pake jaket, terus pake jeans, pake sabuk yang keren, dari situ, perbedaanku ya di situ, waktu itu aku bener-bener enggak care lah dengan penampilanku saat itu. tapi sekarang dengan melihat adanya perbedaan itu, karena dia beda tapi kok bisa menarik perhatian cewek juga, ya akhirnya aku ikut-ikutan juga” (W/ RH/ 5 Agstus 2009). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat kita ketahui bahwa
persaingan dalam menarik lawan jenis oleh kaum laki-laki dapat mendorong laki-
laki untuk berusaha tampil cantik dan menarik di hadapan lawan jenis dengan
menggunakan kosmetik serta penunjang lainnya.
Singkatnya, latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat
tampil cantik dan menarik, antara lain: (1) adalah termasuk kebutuhan untuk diri
sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau
memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik
tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan
penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya; (2) untuk menarik lawan
jenisnya dengan cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di
depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang
didekati oleh laki-laki; (3) untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut
dilakukan bahwa ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia
tidak akan membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya.
Kosmetik dapat membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka
umum, kosmetik juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti
ketika laki-laki tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan
diri bagi si pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat; (4) menyangkut dengan
pekerjaan kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor lingkungan dan
pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan
keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena
adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena
adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan
sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk itu, laki-laki
kemudian mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai lawan
jenisnya (misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai dengan apa
yang disukai lawan jenisnya tersebut.
2. Makna Cantik bagi Laki-laki
Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan merupakan suatu hal yang tidak
dapat lepas begitu saja. Setelah mengetahui hasil data penelitian tentang
pentingnya penampilan bagi laki-laki, kosmetik ternyata telah berperan penting
dalam hal membantu mempercantik dan memperindah penampilan diri seseorang.
Wajah yang identik dengan kosmetik karena dengan adanya kosmetik sebagai
media pendukung kecantikan seseorang lebih dapat menampilkan dirinya secara
maksimal.
Untuk mengetahui makna cantik bagi laki-laki, peneliti akan mengkaji
terlebih dahulu tentang makna kosmetik bagi laki-laki. Menurut hasil data
penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki, kosmetik ternyata
mempunyai makna dan nilai tersendiri dari masing-masing informan. Menurut
DN kosmetik itu sebagai sarana untuk mempercantik diri seperti lipstick, lipgloss,
eye shadow, bedak, dan lain-lain. Kosmetik adalah segala sesuatu yang bisa
mempercantik diri, memperindah dan membersihkan diri menjadi lebih menarik.
Sama halnya yang dijelaskan oleh MI, kosmetik menurutnya adalah suatu barang
atau yang berfungsi untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita
mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik
itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk pemakainya. Seperti yang
dijelaskan MI di bawah ini:
“Kosmetik menurut saya itu, suatu barang atau yang untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih pede. Karena apa? kosmetik itu akan memberikan penampilan yang beda buat yang si pemakai. Contohnya,
misalnya minyak rambut, mungkin seperti kita itu menggunakan itu, biasanya rambutnya itu biasa-biasa aja, ketika menggunakan kosmetik itu ya percaya diri dan semakin apa yach, ya kalau menurut saya ya semakin enak dilihat aja gituch” (W/ MI/ 12 Agustus 2009). Menurut RH, kosmetik itu merupakan suatu aksesoris, entah berupa
benda, barang, atau perubahan sikap. Kosmetik juga sebagai media pendukung
penampilan kita agar lebih menarik di depan orang lain. Seperti yang dijelaskan
RH di bawah ini:
“......kosmetik itulah yang mendukung penampilan kita. Kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita. Kosmetik itu enggak hanya sesuatu yang kita beli, bukan sesuatu barang aksesoris, tapi kan bisa sesuatu perubahan sikap. Pokoknya yang mempengaruhi penampilan kita. Salah satunya fitness itu. Tujuan fitness orang itu apa sich..Kan orang bilang olahraga biar sehat, enggak. Kalau cowok ikut fitness biar sehat itu alasan yang busyet itu, bohong. Cowok ikut fitness ya untuk menarik lawan jenisnya” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Seperti yang dijelaskan oleh YH, MD dan TIAN, kosmetik membantu
penampilan menjadi lebih bersih dan menjaga penampilan tersebut. Menurut
TIAN, kosmetik adalah sesuatu yang berfungsi untuk menjaga penampilan.
Menurut YH, kosmetik berfungsi untuk membantu kita agar penampilan kita
bersih. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai alat
untuk membantu merawat dan menjaga kecantikan tersebut agar memperoleh
penampilan yang menarik. Berbeda dengan SW yang mengaku tidak mengetahui
tentang kosmetik. Menurutnya kalau untuk seorang laki-laki, bersih saja sudah
cukup, misalnya dengan menggunakan sabun muka atau wajah, facial wash.
Sedangkan menurut RF, kosmetik adalah sebuah sarana kita dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas diri secara fisik.
Berdasarkan makna kosmetik bagi laki-laki, dapat diketahui bahwa
kosmetik ternyata mempunyai makna dan berperan penting bagi laki-laki untuk
dapat tampil cantik dan menarik. Bagi laki-laki, kosmetik bermakna: (1) sebagai
sarana untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan
kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan
memberikan penampilan yang berbeda buat yang memakainya; (2) kosmetik itu
merupakan suatu aksesoris, dapat berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3)
kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan
orang lain; dan yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih
bersih dan kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut.
Kosmetik sebagai pendukung bagi laki-laki dapat menampilkan dirinya
untuk memaksimalkan kecantikan yang sudah dimiliki karena dalam
perkembangannya kecantikan bukan hanya milik kaum wanita saja, kecantikan
dewasa ini telah menjadi milik kaum laki-laki juga. Setelah mengetahui makna
kosmetik bagi laki-laki, peneliti kemudian mendeskripsikan makna cantik dari
masing-masing informan. Pada kenyataannya laki-laki mempunyai definisi cantik
sendiri-sendiri. Berikut ini adalah hasil data penelitian tentang makna cantik bagi
laki-laki.
Yang pertama, kecantikan adalah suatu keindahan yang terletak pada
bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat. Pernyataan tersebut didukung
oleh pendapatnya informan SW yang menjelaskan bahwa kecantikan adalah
sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir dalam hal fisik yang harus dijaga dan
dirawat agar tetap indah dan cantik. Sama halnya seperti SW, MI juga
menjelaskan kecantikan sebagai berkut:
“Menurut saya sich kecantikan itu ya,,, suatu keindahan yang terletak pada bentuk fisik manusia dan seseorang lain itu menilainya…WAH!!! Kelihatan dia itu menarik gitu” “Selain itu, kalau penampilan menurut saya adalah interpretasi dari kecantikan itu”. (W/ MI/ 12 Agusutus 2009). RH dalam memandang sebuah kecantikan hampir sama dengan informan
di atas. RH memaknai kecantikan sebagai sesuatu yang sudah dimiliki seseorang
sejak lahir yang dapat menarik menarik orang lain. RH juga menjelaskan
hubungan antara kosmetik, penampilan, dan kecantikan. Menurut RH, ketiganya
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan walaupun mempunyai arti yang
berbeda-beda. Seperti hasil wawancara berikut ini:
“Yang jelas gini, kan dalam interview ini kan ada 3 faktor kan. Kecantikan, penampilan, sama kosmetik. Nach, semua itu mempunyai arti yang berbeda-beda menurutku. Kalau kecantikan itu merupakan sesuatu yang udah kita punya, bawaan diri kita sejak lahir, iya kan. bawaan diri kita untuk bisa menarik orang lain. Itu namanya kecantikan
Sedangkan Penampilan itu merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan kita itu pada otang lain. Dan kosmetik itulah yang mendukung penampilan kita. Kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita. Kosmetik itu enggak hanya sesuatu yang kita beli, bukan sesuatu barang aksesoris, tapi kan bisa sesuatu perubahan sikap. Pokoknya yang mempengaruhi penampilan kita. Salah satunya fitness itu. Tujuan fitness orang itu apa sich..Kan orang bilang olahraga biar sehat, enggak. Kalau cowok ikut fitness biar sehat itu alasan yang busyet itu, bohong. Cowok ikut fitness ya untuk menarik lawan jenisnya” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Berbeda dengan makna cantik sebelumnya, informan YH, DN, dan TIAN
memandang kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari
kepribadian seseorang. Menurut YH, orang yang “cantik” itu enak di pandang,
kelihatan bersih, kelihatan rapi, berpenampilan menarik. Hal tersebut tercipta
karena adanya perawatan itu tadi yang dibantu dengan adanya pemakaian
kosmetik. Sedangkan penampilan menurut YH adalah upaya seseorang untuk
menampilkan dirinya agar bisa dilihat oleh orang lain, terutama dalam hal
berpakaian. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai
alat untuk membantu merawat kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan
yang menarik. Dalam hal kecantikan, DN berpendapat bahwa kecantikan itu
berarti kepribadian seseorang. Seperti pada hasil wawancara berikut:
“Saya tuch melihatnya dari kepribadian, dari kepribadian cowok itu karena bila cowok itu mempunyai kepribadian yang menarik otomatis bagi lawan jenis akan menambah nilai plus (+), walaupun kadang penampilannya itu nggak begitu “wah”, tapi kalo kepribadiannya baik kan… yang paling penting itu kan berwibawanya, kalo cowok itu!” (W/ DN/ 4 Oktober 2009). Menurut MD, kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai
pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi (W/ MD/ 17 September
2009). Bagi RF, kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri
kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-
mata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri
juga. Untuk lebih jelasnya, kita lihat hasil wawancara dengan RF berikut ini:
“Kecantikan adalah sesuatu yang dapat menarik kita untuk memandang, kemudian untuk memandang kedua kalinya, ketiga kali, keempat kalinya, dan seterusnya dalam hal fisik. Kalau dalam kepribadian ya
sama, kita ingin mengenalnya untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, keempat kalinya, dan seterusnya” (W/ RF/ 5 Agustus 2009). Singkatnya, makna cantik bagi laki-laki menurut hasil data penelitian ini
antara lain: (1) kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir yang
dapat menarik orang lain yang melihatnya. Kecantikan tersebut terletak dalam
bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat; (2) kecantikan adalah
innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang dan kualitas diri
seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian
yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang kelima (4) kecantikan
adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita
maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata hanya milik luar
tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa kecantikan bagi
laki-laki tidak hanya merupakan kecantikan yang tampak kasat mata saja, akan
tetapi menyangkut juga dengan innerbeauty seseorang. Kecantikan yang sudah
dimiliki sejak lahir oleh laki-laki juga, rupa-rupanya juga dijaga dan dirawat.
Untuk memaksimalkan sebuah kecantikan seseorang, kosmetik telah masuk dan
berperan penting di dalamnya.
C. Temuan Hasil Penelitian dihubungkan dengan Kajian Teori
Fenomena laki-laki yang menggunakan produk kosmetik dan melakukan
upaya-upaya untuk menunjang penampilannya tersebut agar menjadi cantik dan
menarik merupakan realitas sosial yang kita jumpai di tengah-tengah masyarakat
dewasa ini. Peneliti menggunakan kosmetik sebagai ukuran dalam laki-laki
mementingkan penampilan karena fungsi-fungsi yang ada di dalam kosmetik
tersebut. Kosmetik sebagai media untuk membantu laki-laki dalam menampilkan
dirinya agar lebih cantik dan menarik. Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan
bahwa ide dasar dari semua teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya
berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya.
Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma,
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya itu tercakup
dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata
sosial. Dengan kata lain, individu atau seseorang bukanlah manusia korban fakta
sosial, namun sebagai penghasil sesuatu benda atau jasa sekaligus reproduksi
yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.
Realitas sosial tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Baudrillard
tentang kecantikan dan erotisme adalah dua rumusan utama yang sering muncul.
Keduanya akan sangat sulit dipisahkan dan membentuk etika baru dalam
hubungan dengan tubuh. Berlaku untuk laki-laki dan wanita, namun mereka
dibedakan dalam kutub feminin dan kutub maskulin. Jadi dalam hal ini kecantikan
adalah tidak semata-mata milik wanita saja, akan tetapi pada perkembangannya
kecantikan menjadi milik kaum laki-laki juga.
Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal
dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci
dari semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya
konstruksi dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi
penentu konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia
sosial. Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak
individu atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap
eksistensi setiap orang atau individu sebagai konsensus total.
Pada sub bab sebelumnya telah disajikan deskripsi hasil dan temuan di
lapangan. Pada sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai hasil penelitian
tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang dihubungkan dengan teori yang
dipakai oelh peneliti dalam penelitian ini, yaitu teori realitas sosial tentang
pemakaian kosmetik oleh kaum laki-laki menurut Goerge Ritzer, teori wajah dan
kecantikan menurut Anthony Sinnott, serta teori efek halo dan efek tanduk
menurut Kazorowsky. Pembahasan dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
makna yang mendasari temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan teori
yang relevan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dilakukan pembahasan secara
rinci.
1. Trilogi Wajah, Kosmetik, dan Kecantikan sebagai Efek Halo Kecantikan
Dari hasil penelitian lapangan peneliti yang terangkum di fieldnote, dapat
diketahui bahwa kaum laki-laki pada saat ini juga mementingkan kecantikan dan
penampilan dengan cara mereka masing-masing. Wajah, kosmetik, dan kecantikan
telah menjadi sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam hal tersebut. Seperti
yang dikatakan oleh Synnot, wajah merupakan sesuatu yang bersifat penting bagi
seseorang, karena adanya fungsi-fungsi di dalamnya.
Fungsi wajah sebagai komunikasi non verbal, sampai dengan wajah yang
dianggap penting karena dijadikan sebagai penentu dasar bagi kecantikan dan
kejelekan setiap individu. Dan dalam hal ini, wajah sebagai simbol seseorang itu
ingin dikatakan menarik dan cantik di depan orang lain.Oleh sebab itu, wajah
merupakan pusat dari orang melihat yang kemudian dibantu dengan kosmetik agar
penampilan seseorang menjadi lebih cantik dan menarik. Seperti hasil wawancara
dengan informan YH pada tanggal 7 Agustus 2009. Dari pernyataan di atas
tersebut, dapat diketahui bahwa facial foam yang digunakan pada bagian wajah
merupakan kosmetik yang paling dipentingkan oleh informan tersebut. Wajah
telah menjadi bagian yang terpenting untuk diberikan perhatian yang lebih bagi
pemiliknya. Dalam hal ini, wajah mempunyai fungsi publik dan fungsi non verbal,
dalam artian ketika di depan umum atau di depan pelanggan, wajah menjadi fokus
utama untuk memulai percakapan dan perkenalan.
Jika kita mengkaji pendapat Gloria Swanson (Synnott, 2003: 136) yang
menjelaskan bahwa ketika kita sedang berinteraksi dengan orang lain, kita tidak
perlu berdialog karena kita telah memiliki wajah. Dari pendapat Gloria Swanson
tersebut, dapat diketahui bahwa wajah telah mewakili kata-kata yang ingin kita
sampaikan, wajah sebagai ‘petanda’ ketika kita sedang malas berbicara, marah
atau ketika kita sedang sedih, kita dapat mengekspresikannya melalui mimik
wajah. Selain itu, wajah juga menjadi penentu dasar bagi persepsi kecantikan atau
kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara tidak langsung membuka
penghargaan diri dan kesempatan hidup seseorang. Wajah sungguh-sungguh
menyimbolkan diri, dan menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda.
Lebih daripada bagian tubuh lainnya, wajah di identifikasikan sebagai aku dan
kamu. Seperti ketika kita mengenali seseorang, hal pertama yang kita lihat adalah
wajahnya, baru kemudian kita menandai bahwa wajah itu adalah milik seseorang.
Di era modernitas sekarang ini, wajah merupakan hal yang sangat
penting. Salah satunya adalah dengan menampilkan wajah untuk tampil cantik
dan menarik karena wajah dan penampilan kita akan dilihat oleh orang lain.
Misalnya, ketika kita berbelanja di mall, bekerja, bepergian ke tempat-tempat
wisata, atau berangkat menuntut ilmu, kita akan menampilkan wajah kita secantik
mungkin di dukung dengan adanya kosmetik.
Laki-laki dalam memenuhi kebutuhan untuk tampil cantik dan menarik
ternyata tidak dapat lepas dari sesuatu hal yang bernama ‘kosmetik’. Dari data
hasil penelitian ini dapat di ketahui jika laki-laki mempunyai latar belakang
masing-masing untuk kemudian memilih kosmetik sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Kosmetik rupa-rupanya telah menjadi bagian dari laki-laki
yang tidak dapat lepas begitu saja. Hal tersebut berdasarkan hasil data penelitian
tentang latar belakang penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki. Singkatnya,
latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan
menarik, antara lain: (1) adalah termasuk kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik
sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri
dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi
lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang
berbeda untuk yang menggunakannya; (2) untuk menarik lawan jenisnya dengan
cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di depan lawan
jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh
laki-laki; (3) untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa
ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat
kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya. Kosmetik dapat
membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka umum, kosmetik
juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti ketika laki-laki
tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan diri bagi si
pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat; (4) menyangkut dengan pekerjaan
kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan
(teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta
lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam
memikirkan penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena adanya
persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya
upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan sebuah
penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk itu, laki-laki kemudian
mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai lawan jenisnya
(misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai dengan apa yang
disukai lawan jenisnya tersebut. Hal tersebut berdasarkan dari hasil wawancara
dengan informan RH pada tanggal 5 Agustus 2009 yang menjelaskan bahwa
persaingan dalam menarik lawan jenis oleh kaum laki-laki dapat mendorong laki-
laki untuk berusaha tampil cantik dan menarik di hadapan lawan jenis dengan
menggunakan kosmetik serta penunjang lainnya.
Laki-laki akan merasa percaya diri ketika ia berpenampilan menarik di
hadapan wanita atau rekan-rekannya. Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang
positif dan mendasar bagi keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi
(materi) serta sosialnya (pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise
yang dimiliki oleh seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan. Seperti pada
informan RH, ia adalah laki-laki dengan wajah dan tubuh yang terlihat bersih
karena menggunakan kosmetik, didukung dengan laki-laki tersebut mengendarai
mobil Toyota Rush dengan dandanan yang cantik pada dirinya, seperti memakai
aksesoris dan pakaian yang serba bermerk, dan sebagainya yang semakin
menambah nilai prestise laki-laki itu. Situasi tersebut dengan tidak langsung akan
memperkuat pencitraan orang lain yang melihatnya, bahwa laki-laki tersebut
berhasil dalam hal sosial (diakui oleh masyarakat) dan secara ekonomi/ materi
mengatakan bahwa laki-laki tersebut kaya, sehingga membentuk prestise yang
dimiliki laki-laki tersebut lebih tinggi dengan orang lain pada umumnya.
Ternyata laki-laki menampilkan dirinya secantik mungkin atau paling
tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya.
Kecantikan dan kejelekan juga menjadi faktor penting dalam masyarakat
konsumsi yang sangat memperhatikan penampilan. Laki-laki akan merasa percaya
diri ketika ia berpenampilan menarik di hadapan wanita atau rekan-rekannya.
Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang positif dan mendasar bagi
keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi (materi) serta sosialnya
(pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise yang dimiliki oleh
seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan.
Berdasarkan latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk
menunjang kecantikan dan penampilan diri mereka, maka dapat kita analisis
dengan pendapatnya Baudrillard (2004: 263) yang menjelaskan tentang jaman kita
dewasa ini adalah pertunjukan pengeluaran makanan yang sama dengan
pengeluaran ‘prestise’, semua lapisan masyarakat menyebut ‘mengkonsumsi’ dan
hal ini untuk semua orang sesuai konsensus total. Dalam penelitian ini, laki-laki
ingin tampil cantik dengan menjadikan kosmetik sebagai sarana untuk
mewujudkan citra cantik tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya tuntutan
dari masyarakat sendiri dalam hal pencitraan diri. Untuk tampil cantik dan
menarik, salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi produk-produk
kosmetik. Masyarakat tanpa disadari dipaksa untuk dapat mengkonsumsi sesuatu
yang dinilai prestise. Jadi, kosmetik merupakan media atau sarana untuk
mencapai sebuah citra yang diharapkan oleh seseorang.
Hal tersebut juga sama dengan pendapat Adorno (Baudrillard, 1998: 63)
yang menjelaskan bahwa komoditas muncul dengan nilai guna sekunder (nilai
pengganti) begitu dominasi nilai tukar telah diatur untuk menghapus ingatan
mengenai nilai guna murni benda-benda. Komoditas menjadi bebas berperan
dalam asosiasi dan ilusi budaya yang sangat luas, ini merupakan dasar yang
disebut estetika komoditas. Iklan secara khusus dikatakan mampu mengeksploitasi
kebebasan ini untuk menampilkan citra romantis, eksotis, kepuasan, atau
kehidupan yang baik dengan memperkenalkan barang-barang konsumen, seperti
sabun, mesin cuci, mobil, dan minuman beralkohol. ”Citra” atau topeng-topeng
ini juga menentukan cara objek materi berperan sebagai perantara makna dalam
interaksi sosial. Citra tersebut merubah barang-barang ke dalam kode-kode
simbolis yang harus dapat dimiliki oleh konsumen yang dalam hal ini adalah laki-
laki.
Seiring dengan adanya pergeseran perubahan kebudayaan, penampilan
yang dikategorikan dalam wajah, kosmetik, dan kecantikan ternyata telah menjadi
penting bagi laki-laki. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian di atas, dapat
diketahui bahwa penampilan itu sangat penting. Penting karena penampilan
adalah sesuatu yang dapat dibanggakan kepada orang lain agar orang lain bisa
memberi perhatian yang lebih. Dengan kata lain, jika ada orang lain yang
memberi perhatian yang lebih karena penampilan yang menarik, maka seseorang
tersebut akan merasa lebih diakui sebagai seorang laki-laki.
Penjelasan tersebut sesuai dengan pendapatnya Anthony Synnott tentang
kejelekan dan kecantikan individu serta pendapatnya Kazorowsky tentang ‘efek
halo’ dan ‘efek tanduk’. Efek halo merupakan respon positif/ tanggapan orang lain
yang dapat dengan mudah menerima kita dikarenakan kita berpenampilan lebih
baik dan menarik atau paling tidak penampilan kita sama dengan orang lain pada
umumnya, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/ tanggapan orang yang
buruk dalam menerima penampilan kita, bisa saja karena penampilan kita tidak
sama dengan orang lain pada umumnya dan dianggap penampilan kita lebih
rendah atau jelek dibandingkan mereka.
Agar orang mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat
melakukan upaya-upaya untuk menampilkan dirinya sendiri sehingga dapat tampil
cantik dan menarik di hadapan orang lain. Berdasarkan deskripsi data penelitian,
penampilan adalah interprestasi dari kecantikan itu, penampilan merupakan cara
kita untuk menampilkan kecantikan kepada orang lain. Penampilan bisa menjadi
penting ketika sedang bekerja atau sedang menghadiri acara-acara tertentu dan
sebagainya, penampilan yang menarik yang disebabkan oleh perawatan,
penampilan adalah sesuatu yang kita bawakan, simple, tidak neko-neko,
mengenakan pakaian yang nyaman dan tidak memalukan bagi diri sendiri.
Penampilan adalah kepribadian seseorang, karena dengan berpenampilan itu
adalah mencerminkan kepribadian seseorang.
Penampilan menjadi penting bagi laki-laki sehingga mereka melakukan
cara atau upaya untuk menunjang penampilan dan kecantikan dirinya. Yang
pertama (1) dilakukan oleh laki-laki untuk menunjang penampilan fisik mereka
dengan cara pemakaian kosmetik. Pemakaian kosmetik dilakukan pada saat
mereka mulai melihat diri mereka sendiri yang harus tampil lebih menarik di
hadapan orang lain, yaitu semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas
(SMA), kemudian dilanjutkan pada waktu duduk di bangku perkuliahan lebih
menjaga penampilan diri mereka. Jadi, kosmetik bagi mereka sangat penting.
Penting karena kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menampilkan
kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki menggunakan kosmetik
dengan kepentingan mereka masing-masing. Pergeseran penggunaan kosmetik
dari laki-laki metroseksual inilah yang kemudian kosmetik digunakan oleh laki-
laki pada umumnya. Hal tersebut terjadi karena adanya peran media massa, iklan
dan masyarakat yang sangat berpengaruh. Penggunaan kosmetik oleh kaum laki-
laki menjadi hal yang sudah biasa dalam masyarakat kita dewasa ini, terlebih pada
civitas akademika dan para pekerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosmetik bagi kaum
laki-laki pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting. Penting karena
kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menunjang kebutuhan mereka yaitu
dengan menampilkan kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki
menggunakan kosmetik dengan kepentingan mereka masing-masing.
Hal kedua (2) yang dilakukan kaum laki-laki dalam mengupayakan
penampilan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah dengan cara
melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal,
atau body yang atletis, menjaga pola makan, dan tidur yang teratur. Olahraga juga
dilakukan untuk menjaga kesehatan badan. Seperti yang dilakukan oleh informan
MI, TIAN, dan MD yang melakukan olahraga dengan tubuh sendiri tanpa
menggunakan alat bantu (kardio), misalnya: jogging, set up, sit up, restood dan
renang. Berbeda dengan informan RH dan SW yang lebih suka ke tempat body
build. RH beranggapan bahwa dengan melakukan fitness, bentuk tubuhnya akan
menjadi ideal, body fit sehingga dapat menarik perhatian lawan jenisnya. Jika SW
lebih bertujuan ketika dia melakukan fitness, renang, tubuhnya akan menjadi ideal
karena dia meruapakan public figure/ artis.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa olahraga bagi laki-laki
juga merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka.
Hal tersebut dilakukan karena selain untuk menjaga kesehatan badan dan bentuk
tubuh, juga dilakukan karena adanya dorongan untuk menampilkan diri sebaik
dan secantik mungkin di hadapan orang lain yang melihatnya. Olahraga dilakukan
sesuai dengan kesukaan mereka masing-masing dan dengan cara mereka masing-
masing pula.
Hal ketiga (3) yang dilakukan kaum laki-laki untuk memaksimalkan
penampilannya adalah dalam hal berpakaian dan memakai aksesoris untuk
memaksimalkan penampilan mereka. Mereka (kaum laki-laki) mempunyai cara
masing-masing dalam memilih pakaian serta aksesoris yang mereka pakai. Hal
tersebut dikarenakan setiap laki-laki mempunyai nilai standarisasi sendiri-sendiri.
Seperti yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan MI pada tanggal 22
Agustus 2009. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa ketika kita
memiliki wajah yang sudah di kategorikan cantik, tapi kalau kita tidak
berpenampilan menarik. Misalnya saja dari cara kita berjalan atau dari cara kita
berbicara yang seperti apa, bagaimana kita mengekspresikan dengan gerakan yang
baik, kecantikan itu akan menjadi kelihatan menarik. Jadi, hubungan antara
kecantikan dengan penampilan itu harus seimbang karena sangat perlu sekali
untuk menjadikan diri seseorang lebih indah untuk dilihat.
Berbeda dengan informan RH, dia sangat menomorsatukan penampilan.
memakai pakaian yang keren dan bermerk, seperti: hem lengan panjang (The
Executive, Giordano), celana jeans (LEA, Giordano), mengenakan jaket sport dari
merk Adidas, Converse, dan Nike. Dalam memilih aksesoris, RH lebih memilih
dan memakai aksesori yang keren dan asli, seperti: jam tangan Seiko, ikat
pinggang, dan tas pinggang yang bermerk, kaos kaki, sepatu dan tas merk sport
seperti: Adidas, Converse, Nike. RH juga menggunakan sepeda motor Honda CBR
dan mobil Toyota Rush agar lebih kelihatan menarik jika dilihat oleh orang lain,
terutama oleh lawan jenis yang sedang didekatinya. Hampir sama dengan RH,
informan SW lebih memilih dan mengenakan aksesoris yang matching dengan
pakaian yang sedang dikenakannya, baju yang bermerk Bilabong, Nevada, X8, 61,
dan sepatu yang bermerk Adidas, semuanya harus serba bermerk. SW juga
memilih untuk mengendarai sepeda motor dan mobil yang keren menurutnya.
Sedangkan informan YH, DN, RF, TIAN dan MD dalam memilih pakaian lebih
cenderung memilih dan memakai pakaian yang rapi, sesuai dengan tempat dan
acaranya. Dengan begitu, mereka akan merasa nyaman atau istlahnya tidak salah
kostum. YH juga menggunakan aksesoris, yaitu jam tangan, rantai dompet, ikat
pinggang untuk memaksimalkan penampilannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa laki-laki dalam
memilih pakaian serta aksesoris untuk menunjang kecantikan dan penampilan,
mereka berusaha mengenakan apa yang mereka punyai secara material. Dari
kegiatan tersebut mengharuskan laki-laki untuk melakukan kegiatan konsumtif
juga, tidak hanya kaum wanita saja.
Hal keempat (4) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara maksimal
adalah dengan cara merawat tubuh, seperti: memotong rambut, mencukur kumis,
dan jenggot. Dalam memotong rambut, informan lebih memilih untuk pergi ke
salon. Semua informan mempunyai kepentingan masing-masing ketika ke salon.
Jika MI, MD, TIAN, YH, DN, dan RF ke salon untuk menata rambut dan
memotong rambut agar kelihatan rapi dan bersih, berbeda dengan informan RH
dan SW. RH lebih detail dalam merawat rambutnya, dia sangat hati-hati dan teliti
ketika akan memotong dan menata rambutnya. RH memilih salon perawatan
rambut khusus di Solo Square dan lebih mengikuti tren yang sedang berkembang
di dalam masyarakat dan menyesuaikan dengan selera lawan jenisnya. SW dalam
menata rambut juga mempertimbangkan dengan pekerjaannya. Biasanya rambut
SW dipotong dan ditata oleh hair stylish artis di tempatnya bekerja.
Hal kelima (5) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara cantik dan
menarik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan
kepribadian diri mereka. Seperti yang dilakukan oleh informan RH yaitu dengan
cara melakukan perubahan sikap, bisa dengan melakukan fitness dan berusaha
menjadi lebih dewasa. Hal tersebut dilakukan RH selain untuk dirinya sendiri, RH
berpikir jika lawan jenisnya akan lebih tertarik dan menyukai laki-laki yang
berkualitas (pintar/ pandai) dan berkepribadian yang baik (positif). Demikian pula
yang dilakukan DN, dia lebih memilih untuk melakukan perubahan sikap, dengan
berkepribadian yang baik dan berwibawa dengan lawan jenis dan orang lain.
Informan RF lebih memilih ntuk meningkatkan kualitas dirinya dengan cara
pandai berbicara dengan orang lain, tidak cupu (ketinggalan jaman), pintar di
kelasnya. Dalam pekerjaan, informan MI, SW, dan YH lebih memilih peningkatan
kualitas diri dengan caranya masing-masing untuk memperlihatkan innerbeauty
yang ada di dalam dirinya. MI meningkatkan kualitas dirinya dengan cara
mendalami materi yang akan dibawakannya dalam perkuliahan sebagai assistant
dosen. Dalam meningkatkan kualitas diri, informan SW lebih mengolah dan
mengasah bakatnya di bidang akting dan modeling. Setiap hari SW melakukan
latihan akting dan modeling di depan cermin di dalam kamarnya, SW juga
berlatih untuk menghafal naskah secara cepat. SW juga berlatih untuk lincah
ketika berbicara dengan orang lain atau lawan mainnya. Berdasarkan pendapat
informan tersebut dapat diketahui bahwa kualitas diri dan kepribadian yang baik
juga dipertimbangkan oleh laki-laki dalam memaksimalkan kecantikan dan
penampilan dirinya. Dengan mempunyai kualitas diri yang baik, diharapkan orang
lain dapat menilai lebih, itulah yang disebut kaum laki-laki sebagai kecantikan
dari dalam (innerbeauty).
Jadi, tidak hanya menggunakan kosmetik saja untuk menunjang
penampilan fisik bagi laki-laki (1), tetapi melakukan hal-hal lain yang bertujuan
untuk meningkatkan penampilan dan kecantikan diri mereka seperti: (2)
melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal,
atau body yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang
teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan mengenakan
pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masing-masing dan kemampuan
material mereka untuk memaksimalkan penampilan mereka, (4) memotong
rambut, mencukur kumis, dan jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki
untuk tampil secara menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara
meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka.
Berdasarkan uraian di atas tentang cara atau hal-hal yang dilakukan oleh
laki-laki dalam menunjang penampilan dirinya agar dapat cantik dan menarik
secara maksimal, dapat disimpulkan bahwa laki-laki ternyata tidak hanya terfokus
pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi mereka juga
berusaha untuk menampilkan kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka
bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih memilih
‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka menampilkan dirinya
secantik mungkin atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang
lain yang melihatnya. Laki-laki berupaya untuk memenuhi tuntutan tersebut
dengan cara melakukan hal-hal yang dapat membantu menampilkan dirinya
semenarik dan secantik mungkin. Penampilan wajah yang menarik jauh dinilai
baik daripada penampilan wajah yang jelek atau buruk. Mereka yang
berpenampilan kurang menarik tampaknya kurang begitu beruntung dan kurang
mendapatkan tempat di tengah-tengah hubungan sosial.
Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan ternyata telah menjadikan laki-
laki mementingkan penampilan dirinya secara fisik. Wajah sebagai simbol utama
diri seseorang yang mempunyai banyak fungsi di dalamnya, salah satunya adalah
fungsi komunikasi non verbal. Dalam komunikasi non verbal tersebut, wajah telah
menjadi bagian yang penting yang dilihat oleh orang lain dan di sanalah terdapat
upaya-upaya bagi laki-laki untuk menampilkan wajah secantik dan semenarik
mungkin. Hal tersebut dilakukan karena orang lebih memilih ‘efek halo’ yaitu
diterima oleh orang yang melihatnya. Efek halo tersebut berbanding sama dengan
pentingnya wajah yang telah dijelaskan oleh Synnott bahwa wajah sebagai simbol
utama diri seseorang tidak dapat lepas dari kosmetik, dan kecantikan. Ketiganya
menjadi suatu trilogy yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
2. Kecantikan bagi Laki-laki sebagai Hasil Konstruksi Iklan, Media, dan
Masyarakat
Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal
dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci
dari semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya
konstruksi dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi
penentu konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia
sosial. Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak
individu atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap
eksistensi setiap orang atau individu sebagai konsensus total. Di sini, peneliti
melihat realitas sosial tentang kaum laki-laki yang menggunakan kosmetik dan
mementingkan penampilan. Laki-laki di dalam penelitian ini adalah mahasiswa
UNS yang menggunakan kosmetik serta melakukan hal-hal atau upaya untuk
memenuhi tuntutan tampk cantik dan menarik.
Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan bahwa ide dasar semua teori
dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah
aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tidak
sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan
sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang
menggambarkan struktur dan pranata sosial. Dengan kata lain, individu atau
seseorang bukanlah manusia korban fakta sosial, namun sebagai penghasil sesuatu
benda atau jasa sekaligus reproduksi yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia
sosialnya.
Dalam ontology paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas
sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh
pelaku sosial yang dalam hal ini mengenai kecantikan bagi laki-laki yang
dikonstruksikan oleh masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa UNS sebagai kaum
laki-laki yang mengkonstruksikan kecantikan tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, konstruksi sosial tentang konsep
kecantikan juga sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial
itu. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi
sosial. Berger dan Luckman (1990: 8) mengatakan bahwa Marx pernah
menjelaskan beberapa konsep kuncinya, di antaranya adalah kesadaran manusia.
Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pikiran manusia yang
teralienasi dari keberadaan dunia sosial yang sebenarnya dari si pemikir.
Selain konsep kesadaran palsu, Karl Marx juga menggambarkan kesadaran
masyarakat yang merefleksi ke dalam struktur masyarakat. Menurut Berger dan
Luckman (1990: 8), Marx membagi struktur menjadi dua bagian, yaitu substruktur
dan superstruktur. Substruktur lebih diidentifikasikan sebagai struktur ekonomi
semata-mata, sedangkan superstruktur adalah refleksi dari substruktur atau
struktur ekonomi itu. Berger dan Luckman kemudian menjelaskan pemikiran
Marx mengenai substruktur dan superstruktur adalah pemikiran manusia yang
didasarkan atas kegiatan manusia dalam arti seluas-luasnya dan atas hubungan-
hubungan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Substruktur dan
superstruktur dapat dipahami secara lebih baik, jika kita memandangnya berturut-
turut, sebagai kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan itu.
Substruktur dan superstruktur didasarkan pada hubungan pemikiran dan
kenyataan yang mendasarinya, yang lain dari pemikiran itu sendiri. Konstruksi
sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan
superstruktur.
Dari konsep tersebut, peneliti kemudian menggunakan konsep realitas
sosial sebagai payung atau acuan dari teorinya Synnot dan Kazrorowsky yang
menjelaskan tentang pentingnya wajah dan penampilan oleh laki-laki pada saat ini
sehingga dapat digunakan dalam mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki
pada saat ini. Melalui konsep realitas sosial dan kesadaran palsunya Karl Marx itu
dapat dilihat dengan adanya hubungan antara pemikiran dan kenyataan yang
mendasarinya dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki
yang lahir dari subyektivitas antar individu dalam realitas sosial sebagai
konsensus total. Substuktur sendiri merupakan kenyataan sosial yang di bangun
melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Sedangkan
superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang
terrefleksi dari substruktur itu sendiri.
Berdasarkan realitas sosial tentang penggunaan kosmetik yang dilakukan
oleh kaum laki-laki untuk dapat menampilkan dirinya cantik dan menarik, maka
dapat disimpulkan bahwa laki-laki membeli alat-alat kosmetik dikarenakan oleh
pertimbangan-pertimbangan serta tuntutan yang salah satu faktor pentingnya
adalah pertimbangan ‘estetik’. Pertimbangan estetik tersebut diperlukan demi
mendapatkan penampilan fisik yang menarik dengan berbagai macam
kepentingan, salah satunya adalah agar orang tersebut dapat dikatakan selalu
mengikuti fenomena sosial yang sedang tren/ mengikuti mode atau orang tersebut
teah memenuhi peraturan yang berlaku, salah satunya adalah dengan
berpenampilan menarik. Kosmetik yang pada mulanya adalah sangat identik
dengan laki-laki metroseksual, sekarang ini kosmetik menjadi lebih umum
dipergunakan oleh laki-laki kebanyakan. Banyak sekali produk-produk kosmetik
yang diperuntukkan laki-laki dapat kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, di
toko-toko, serta di tempat perawatan tubuh atau salon-salon kecantikan. Hal
tersebut tidak dapat lepas dari tuntutan seseorang harus bisa menampilkan diri
sebaik mungkin dengan di dukung adanya kosmetik.
Laki-laki mulai melakukan hal-hal untuk mempercantik diri agar
kepentingan-kepentingan mereka terpenuhi. Antara lain seperti; memotong
rambut, mencukur kumis dan jenggot, merawat kulit dengan sun block, menjaga
pola makan dan tidur, berolahraga untuk menjaga kesehatan dan bentuk tubuh,
melakukan aktivitas yang teratur, berganti-ganti dandanan atau gaya rambut yang
sedang disenangi lawan jenis pada saat ini dengan pergi ke salon,
menomorsatukan penampilan, memakai pakaian yang keren dan bermerk,
Memakai aksesori yang keren dan asli (seperti jam tangan, ikat pinggang, tas
pinggang), serta menggunakan sepeda motor dan mobil agar lebih kelihatan
menarik.
Dengan demikian, peneliti ingin menjelaskan tentang konstruksi
kecantikan bagi laki-laki yang berawal dari trilogy wajah, kosmetik, dan
kecantikan yang telah dijelaskan di atas. Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan
merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas begitu saja. Setelah mengetahui hasil
data penelitian tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki, kosmetik ternyata
telah berperan penting dalam hal membantu mempercantik dan memperindah
penampilan diri seseorang. Wajah identik dengan kosmetik karena dengan adanya
kosmetik sebagai media pendukung kecantikan seseorang lebih maksimal.
Berikut ini akan diuraikan tentang makna kosmetik bagi laki-laki serta
makna cantik bagi laki-laki. Kosmetik ternyata mempunyai fungsi penting bagi
laki-laki untuk tampil cantik dan menarik. Kosmetik berfungsi: (1) sebagai sarana
untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu
biasanya seseorang lebih pede, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan
yang berbeda buat yang si pemakai. Seperti yang telah dijelaskan oleh informan
MI, kosmetik menurutnya adalah suatu barang atau yang berfungsi untuk
mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu
biasanya seseorang lebih pede, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan
yang berbeda buat yang menggunakannya; (2) kosmetik itu merupakan suatu
aksesoris, entah berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3) kosmetik sebagai
media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan orang lain; dan
yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih bersih dan
kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut.
Setelah mengetahui tentang makna kosmetik bagi laki-laki, peneliti
kemudian berusaha mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki karena pada
dasarnya kosmetik sangat identik dengan kecantikan pada umumnya. Berdasarkan
hasil data penelitian yang didapatkan dari informan SW dan MI, kecantikan
adalah suatu keindahan yang terletak pada bentuk fisik manusia. Informan SW
juga menjelaskan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir
dalam hal fisik yang harus dijaga dan dirawat. RH dalam memandang sebuah
kecantikan hampir sama dengan informan MI. RH juga menjelaskan hubungan
antara kosmetik, penampilan, dan kecantikan menurutnya. Berbeda dengan makna
cantik sebelumnya, informan YH, DN, dan TIAN memandang kecantikan adalah
innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang. Menurut YH,
orang yang “cantik” itu enak di pandang, kelihatan bersih, kelihatan rapi,
berpenampilan menarik. Hal tersebut tercipta karena adanya perawatan itu tadi
yang dibantu dengan adanya pemakaian kosmetik. Sedangkan penampilan
menurut YH adalah upaya seseorang untuk menampilkan dirinya agar bisa dilihat
oleh orang lain, terutama dalam hal berpakaian. Kosmetik dalam hal ini menjadi
penting karena digunakan sebagai alat untuk membantu merawat kecantikan
tersebut agar memperoleh penampilan yang menarik. Dalam hal kecantikan, DN
berpendapat bahwa kecantikan itu berarti kepribadian seseorang.
Menurut MD, kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai
pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi (W/ MD/ 17 September
2009). Bagi RF, kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri
kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-
mata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri
juga. Untuk lebih jelasnya, kita lihat hasil wawancara dengan RF berikut ini:
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kecantikan bagi laki-laki
mempunyai makna sendiri-sendiri. Makna tersebut antara lain: (1) kecantikan
adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir yang dapat menarik orang lain yang
melihatnya. Kecantikan tersebut terletak dalam bentuk fisik manusia yang harus
dijaga dan dirawat; (2) kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar
dari kepribadian seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan
memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang
kelima (5) kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di
dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata
hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga.
Seperti yang telah dijelaskan dalam paradigma definisi sosial, realitas
adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap
dunia sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh
Goerge Simmel (Veger,1993: 91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di
luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu ‘ada’ di dalam diri
sendiri dan hukum yang menguasainya.
Jadi, berdasarkan makna kecantikan bagi kaum laki-laki tersebut, maka
realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan dunia
obyektif di sekeliling realitas sosial itu. Konsep kecantikan lahir itu karena
adanya intersubjektivitas dari masing-masing informan sebagai bagian dari
elemen masyarakat. Masyarakat tersebut yang di dalamnya terdapat informan,
lingkungan bergaul informan, lingkungan belajar informan, lingkungan kerja
informan (eksternal) serta lingkungan keluarga (internal) yang kesemuanya itu
dipengaruhi juga oleh iklan, dan media. Individu tidak hanya dilihat sebagai
“kediriannya” nya, namun juga dilihat dari mana “kedirian” itu hadir, bagaimana
ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan
menerimanya. Jadi, adanya konsep laki-laki yang cantik itu bermula dari adanya
subyektivitas antar individu yang membentuk consensus total di dalam
masyarakat yang akhirnya konsep cantik tersebut itu dapat dikonstruksikan sesuai
dengan jamannya. Seperti yang dijelaskan oleh Max Weber dalam melihat realitas
sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subyektif, karena itu perilaku
memiliki tujuan dan motivasi. Perilaku sosial itu menjadi “sosial’ apabila yang
dimaksud subyektif dari perilaku sosial itu membuat individu mengarahkan dan
memperhitungkan kelakuan orang lain serta mengarahkannya kepada subyektif
itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau menunjukan keseragaman dengan
perilaku pada umumnya di dalam masyarakat (Veeger, 1993: 171).
Berger dan Luckman (1990: 61) juga mengatakan bahwa di dalam institusi
masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi
manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif,
namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subyektif melalui
proses interaksi. Proses interaksi dalam hal ini diperoleh laki-laki dari pendidikan
formal maupun non formal. Salah satu bentuk institusi sosial yang menciptakan
masyarakat adalah institusi pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat
memberikan legitimasi terhadap nilai atau norma untuk menciptakan dunia sosial.
Pendidikan tersebut mencakup pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Menurut Berger dan Luckman pengetahuan masyarakat yang dimaksud
adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan
yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti
konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari dari konstruksi sosial.
Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan
internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung
dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan
Luckman, 1990: x).
Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di
luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong
dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti:
televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang
lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan
waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain.
Proses eksternalisasi dapat terjadi ketika individu tersebut mendapatkan
pendidikan formal maupun non formal. Jika di dalam keluarga, individu hanya
mendapatkan pendidikan non formal dan proses internalisasi tersebut terkadang
hanya berpengaruh ketika individu di tengah-tengah keluarga. Sedangkan proses
obyektivasi memberi pengaruh kepada pelaku atau seseorang yang mempunyai
penampilan yang menurut konstruksi masyarakat tersebut adalah ‘menarik’,
kemudian ditiru oleh teman-teman di lingkungannya. Proses tersebut telah
mengalami konsensus total di dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu
konsep konstruksi dalam hal ini adalah konsep kecantikan yang dikonstruksi oleh
masyarakat dalam realitas sosial. Penggunaan kosmetik oleh laki-laki juga sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka. Faktor lingkungan tersebut dapat
berasal dari dalam (faktor intern) dan dari luar (faktor ekstern). Dari faktor intern
yaitu lingkungan keluarga yang menggunakan kosmetik serta mementingkan
penampilan, sedangkan dari lingkungan luar (ekstern), yaitu dari lingkungan
bergaul, lingkungan teman kuliah, lingkungan teman-teman lawan jenis atau
pacar, serta lingkungan kerja atau teman-teman kerja.
Berdasarkan deskripsi data penelitian, laki-laki menggunakan kosmetik
untuk menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin salah satunya adalah
karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau
teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi
faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya
tersebut. Seperti ang terjadi pada informan MI, ia menjelaskan teman kuliah di
Jurusan POK serta teman satu tim sepakbola di jurusan POK mendorongnya
untuk ikut menggunakan kosmetik. Hal tersebut dilakukan karena MI sering
berada di luar lapangan pada waktu menjadi asistant dosen dan juga pada waktu
perkuliahan. MI sendiri dalam bergaul dan nongkrong lebih sering dengan teman-
teman kuliahnya. Pada informan RH, teman kuliah di Fakultas Kedokteran pada
umumnya, serta teman-temannya dari Jakarta yang menjadikan RH
menomorsatukan kecantikan dan penampilan. Teman-teman RH yang dari Jakarta
juga termasuk teman lawan jenis yang sedang didekati RH, jadi secara tidak
langsung RH juga berusaha mengikuti gaya hidup seperti teman-temannya dari
Jakarta.
Dari Informan YH, MD, dan SW menggunakan kosmetik dan
mementingkan penampilan dikarenakan oleh teman-teman kerja mereka. YH
sendiri terdorong menggunakan kosmetik dikarenakan teman-teman kerja YH di
Mr. Bakso yang juga mementingkan penampilan dan kecantikan. Penggunaan
kosmetik oleh SW sebagai public figure juga dipengaruhi oleh teman kerja SW
yang pada umumnya adalah public figure juga (model dan artis). Sedangkan
informan TIAN dan RF menggunakan kosmetik dipengaruhi oleh teman-teman
kuliah mereka yang juga menggunakan kosmetik. Awalnya, TIAN disuruh untuk
menggunakan kosmetik oleh kakaknya kemudian setelah TIAN duduk di bangku
kuliah, ternyata teman-teman TIAN juga mengunakan kosmetik dan
mementingkan penampilan. TIAN sendiri lebih sering nongkrong di kampus ( di
bawah pohon rindang atau DPR Fakultas Pertanian, di kantin Fakultas Pertanian,
serta di Gazebo gedung D Fakultas Pertanian UNS). Jika di luar kampus, TIAN
nongkrongnya di wedangan, dan mall bersama dengan teman-teman kuliah dan
teman kostnya. Informan DN memilih dan menggunakan kosmetik karena adanya
dorongan dari teman-teman SMA yang menyuruhnya menggunakan hand body
dan facial wash agar kulit DN tetap terjaga.
Dari uraian di atas, dapat dilihat hubungan antara wajah, kosmetik dan
kecantikan yang saling berkaitan. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau
individu yang di dukung dengan adanya penggunaan kosmetik. Kosmetik tersebut
diharapkan dapat menampilkan kecantikan seseorang atau individu secara
sempurna. Ketika individu ingin tampil cantik dan menarik, individu tersebut akan
cenderung melakukan segala sesuatu yang menunjang pemenuhan tuntutan itu,
antara lain dengan menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilannya agar
kelihatan menarik dan cantik sehingga dapat diketahui bahwa orang menggunakan
kosmetik dikarenakan adanya kebutuhan untuk memenuhi kecantikan yang
diharapkan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konstruksi kecantikan bagi laki-laki
tercipta dari adanya intersubyektivitas individu atau masyarakat yang dipengaruhi
oleh iklan serta media. Iklan di televisi serta iklan yang dipasang di jalan-jalan
(baliho) ternyata memberikan andil yang besar dalam mengkonstruksikan sebuah
kecantikan yang ideal pada saat ini. Media yang di dalamnya terdapat pendidikan
formal maupun non formal ternyata mempunyai pengaruh dalam laki-laki
mengkonstruksikan sebuah kecantikan tersebut. Di dalam hal ini, mahasiswa
sebagai individu yang mempunyai makna cantik sendiri-sendiri ternyata juga
dikonstruksi oleh lingkungan ekstern dan intern serta adanya media dan iklan.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang diperoleh pada penelitian
tentang “Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki”, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
3. Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki
Pentingnya penampilan bagi laki-laki dilihat dari tiga hal, antara lain: (1)
makna penampilan bagi laki-laki, (2) cara laki-laki untuk menunjang penampilan,
(3) latar belakang penggunaan kosmetik oleh laki-laki.
a. Makna Penampilan bagi Laki-laki
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa
penampilan bagi laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting
dikarenakan penampilan merupakan interpretasi dari kecantikan
seseorang secara fisik dan juga mencerminkan kepribadian seseorang
untuk dilihat oleh orang lain.
b. Cara Laki-laki untuk Menunjang Penampilan
Yang pertama (1) menggunakan kosmetik, (2) melakukan upaya
pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body
yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang
teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan
mengenakan pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masing-
masing dan kemampuan material mereka untuk memaksimalkan
penampilan mereka, (4) memotong rambut, mencukur kumis, dan
jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki untuk tampil secara
menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara
meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Laki-laki
ternyata tidak hanya terfokus pada hal-hal yang tampak dari fisik saja
(kecantikan luar), akan tetapi mereka juga berusaha untuk menampilkan
100
kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan
meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik.
c. Latar Belakang Penggunaan Kosmetik oleh Laki-laki
Latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat tampil
cantik dan menarik, antara lain: (1) kebutuhan untuk diri sendiri.
Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau
memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik
tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan
memberikan penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya; (2)
untuk menarik lawan jenis dengan cara menampilkan dirinya semenarik
dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman
wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki; (3) untuk
dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa ketika laki-
laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat
kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya; (4) menyangkut
dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor
lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman
nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi
faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan
penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena adanya persaingan
oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya
upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan
sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin.
4. Makna Cantik bagi Laki-laki
Dalam melihat makna cantik bagi laki-laki, peneliti terlebih dahulu
menjelaskan tentang kosmetik. Bagi laki-laki, kosmetik bermakna: (1) sebagai
sarana untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan
kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan
memberikan penampilan yang berbeda buat yang memakainya; (2) kosmetik itu
merupakan suatu aksesoris, dapat berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3)
kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan
orang lain; dan yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih
bersih dan kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut.
Berdasarkan penelitian ini, makna cantik bagi laki-laki menurut hasil
data penelitian ini antara lain: (1) kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki
sejak lahir yang dapat menarik orang lain yang melihatnya. Kecantikan tersebut
terletak dalam bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat; (2) kecantikan
adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang dan
kualitas diri seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan
memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang
kelima (4) kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di
dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata
hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa kecantikan bagi
laki-laki tidak hanya merupakan kecantikan yang tampak kasat mata saja, akan
tetapi menyangkut juga dengan innerbeauty seseorang. Kecantikan yang sudah
dimiliki sejak lahir oleh laki-laki juga, rupa-rupanya juga dijaga dan dirawat.
Untuk memaksimalkan sebuah kecantikan seseorang, kosmetik telah masuk dan
berperan penting di dalamnya.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka implikasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. IMPLIKASI TEORETIS
Implikasi teoritis dalam penelitian ini adalah bahwa teori Ritzer tentang
relaitas sosial dapat kita lihat di dalam masyarakat dan nyata. Ketika kita melihat
realitas sosial tentang penampilan menjadi penting bagi kaum laki-laki pada
masyarakat, lalu kemudian kita melihat adanya penggunaan kosmetik oleh kaum
laki-laki, maka teori Anthony Sinnot tentang trilogy wajah, kosmetik, dan
kecantikan dapat digunakan sebagai simbolisme diri yang merupakan wujud nyata
kecantikan dewasa ini yang mana wajah sebagai pusat dari individu untuk
menampilkan diri secantik dan semenarik mungkin. “Efek halo” dan “efek
tanduk” sebagai kelanjutan dari teori Synnott tentang wajah yang mana seseorang
akan lebih memilih “efek halo”, yaitu ketika seseorang melihat orang lain dan
kemudian tertarik dengan kecantikan seseorang tersebut. Wajah, kosmetik, dan
kecantikan merupakan trilogy yang tidak dapat dipisahkan dalam realitas sosial
dewasa ini. Realitas sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat ternyata di
dalamnya juga dipengaruhi oleh iklan dan media. Iklan dan media (di dalam
pendidikan formal maupun non formal) dapat mempengaruhi konstruksi
kecantikan bagi individu tersebut atau laki-laki. Berangkat dari intersubjektivitas
individu maka akan didapatkan sebuah makna kecantikan bagi laki-laki untuk saat
ini.
2. IMPLIKASI PRAKTIS
Keberadaan iklan dan media di dalam masyarakat ternyata telah
membuat konsensus total tentang kecantikan yang ideal pada saat ini. Iklan-iklan
di televise serta di dunia maya (internet) menjadi media yang cukup ampuh dalam
menggiring masyarakat kepada konsep ‘cantik’ pada saat ini. Di iklan televisi
misalnya, wanita cantik di gambarkan dengan wanita yang kurus, berambut lurus,
dan berkulit putih mulus. Sedangkan laki-laki digambarkan dengan sosok yang
kuat, tangguh, dan juga memperhatikan penampilan tubuh. Hal tersebut dapat
dilihat dalam iklan kosmetik ‘for men’.
Pergeseran perubahan kecantikan yang sekarang ini tidak hanya dimiliki
oleh wanita saja, akan tetapi laki-laki juga berupaya untuk menampilkan dirinya
untuk memiliki sebuah kecantikan yang dikonstruksi masyarakat menurut
masanya. Ketika seseorang itu melakukan usaha-usaha mempercantik diri dengan
cara memakai kosmetik, melakukan body build, menjaga pola makan yang teratur
dan pola hidup yang sehat, orang tersebut telah mengalami proses interaksi sosial
dengan orang lain atau masyarakat yang mana di dalam masyarakat tersebut telah
terdapat konsensus total tentang konstruksi kecantikan masa kini, yang di sebut
cantik masa kini adalah bukan hanya penampilan fisik saja yang menarik, akan
tetapi mengenai kepribadian diri yang baik (positif) atau mengenai kualitas diri
seseorang.
Media sebagai pendidikan non formal yang sangat mempengaruhi proses
rekonstruksi individu dalam menciptakan sebuah konsep “kecantikan’ pada saat
ini. Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di luar
kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong
dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti:
televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang
lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan
waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain.
Seperti yang dijelaskan pada implikasi teoritis, pada kenyataannya sebuah
realitas sosial tentang kecantikan di pengaruhi oleh masyarakat, iklan, media.
Masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat lingkungan bergaul laki-laki tersebut,
media dalam hal ini adalah yang terdapat di dalam pendidikan formal dan non
formal.
3. IMPLIKASI METODOLOGIS
Implikasi metodologis dalam penelitian ini menggunakan metode
konstruktivitis yang mana dalam sebuah pengonsepan tentang makna ‘cantik’
dalam realitas sosial sangat dipengaruhi oleh masyarakat yang ada di dalamnya,
media, serta iklan. Ketika semua hal tersebut mengalami konsensus total, maka
metode konstrukstivisme digunakan sebagai alat untuk merekonstruksi realitas
sosial tersebut. Kekuatan dari metode konstruktivitis adalah merekonstruksi
sebuah realias sosial secara sistematis dan jelas. Sedangkan kelemahan dari
metode konstruktivitis menurut peneliti adalah jika di dalam proses
merekonstruksi tidak berhati-hati, maka akan timbul suatu pemahaman yang
ambigu atau tidak runtut.
C. Saran
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang konstruksi
kecantikan bagi laki-laki, maka peneliti memberikan saran-saran untuk menambah
wawasan mengenai hal tersebut sebagai berikut;
1. Masyarakat
Kecenderungan membeli benda-benda kosmetik yang semakin hari kian
marak, serta kecenderungan membeli pakaian dan aksesoris lainnya
menyebabkan budaya konsumerisme di Indonesia kian membumi. Oleh sebab
itu, masyarakat haruslah lebih waspada dan selektif dalam hal menampilkan
dirinya sebaik dan secantik mungkin. Dalam upaya pemenuhan tersebut, kita
hendaknya memikirkan sesuatu yang lebih bernilai positif bagi diri kita dan
bagi umum, seperti melakukan hal-hal yang kreatif demi memperoleh
kecantikan yang unik, dan sebagainya dengan tidak melakukan hal-hal yang
merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Iklan dan media yang berada di
tengah-tengah masyarakat kita hendaknya di filter dulu untuk kemudian dapat
kita pelajari.
2. Mahasiswa
Penampilan di Universitas Sebelas Maret menjadi hal yang diprioritaskan
karena hal tersebut menyangkut dengan identitas dan martabat civitas
akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jadi. pentingnya penampilan
dewasa ini hendaklah diiringi dengan adanya kualitas yang baik. Bagi
mahasiswa janganlah terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi produk-produk
kosmetik serta yang mendukung penampilan (gaya hidup konsumtif). Menurut
peneliti ketika kita sebagai mahasiswa mementingkan penampilan dan
kecantikan, maka harus diimbangi dengan kualitas diri yang baik. Jadi, akan
terbentuk suatu kecantikan yang ideal, yaitu kecantikan fisik dan kecantikan
dari dalam (innerbeauty) serta berkualitas (profesional di bidangnya).
3. Lembaga
Lembaga khususnya di UNS hendaknya membuat peraturan tertulis pada
setiap fakultas mengenai pakaian atau busana dan penampilan secara tertulis
dan jelas, sehingga pada pelaksanaannya tidak seperti yang terjadi sekarang
ini. Peraturan mengenai berpakaian yang rapi dan sopan penjabarannya belum
tertulis.
DAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2006. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana. Alfathri Adlin, dkk. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Jalasutra:
Yogyakarta. Aliyah. 2009. Konstruksi Sosial. Di ambil pada tanggal 12 April 2009 pukul 20.56
WIB di alamat: http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/02/20/5konstruksi-sosial-teori-penjulukan-di-media-massa/.
Alvin. 2008. Komentar Metroseksual. Di ambil pada tanggal 10 Agustus 2008
pukul 20.00 WIB di alamat: http://students.Sttelkom.ac.id/web/posting.php/mode=quote&p=2190.
Antoni. 2004. Tesis Pers Lokal di Surakarta, Analisis Wacana Konstruksi Sosial
atas Realitas Sosial Surakarta dalam Praktek Pers Lokal Pada Harian Solo Pos. Program Pasca Sarjana UNS.
Berger, Peter L. dan Thomas, Luckman. 1996. The Social Construction of Reality.
A Treatise in The Sociology of Knowledge. Diterjemahkan oleh Basari, Hasan. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.
Bukukita. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.00 WIB di
alamat: http://blog.bukukita.com/users/penabali/?postId=3065. Burhan Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. --------------------. 2005. Pornomedia, Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika, & Perayaan Seks di Media Massa (Edisi Revisi). Jakarta: Prenada Media. Brains and Brawn. 2005. Cosmetic Surgery and The Cultural Construction Of
Beauty. Posted on: Saturday, 7 May 2005, 03:00 CDT http://www.shop.com/Beauty,_Brains,_and_Brawn_The_Construction_of_Gender_in_Children's_Literature_%28Books%29-136203803-165256743-p!.shtml.
Betty Yuliani Silalahi dan Wahyu Rahardjo. 2007. Dalam Seminar Perilaku
Konsumtif Pada Pria Metroseksual serta Pendekatan dan Strategi yang digunakan untuk Mempengaruhinya. Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007.
106
Chadwick, Bruce A. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang Press.
Chaney, David. 2004. Life Styles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
Jalasutra. Daniel S. Hamermesh and Jeff E. Biddle. 1994. Beauty and The Labor Market.
Source: The American Economic Review, Vol. 84, No.5 (Dec., 1994), pp. 1174-1194. Published by: American Economic Asociation.
Data Pendidikan UNS. 2010.file:///C:/Users/user/Downloads/daof_utama.php.htm
Perkembangan Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 REGULER Universitas Sebelas Maret Berdasarkan Fakultas dan Jenis Kelamin Tahun Akademik 2005/2006 s.d 2009/2010.
Deddy Mulyana. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Dewialessan. 2008. Kecantikan sebagai Pencitraan. Di ambil pada tanggal 12
April 2009 pukul 20.56 WIB di alamat: http://dewialessandrapurnamasari.blogsome.com/2008/08/23/hasrat-tubuh-kosmetik-kecantikan-perempuan-sebagai-kosmos-dan-konsumen-citraan/.
Donald Kuspit. The Psychoanalytic Construction of Beauty. Accesed in
http://www.artnet.com/Magazine/features/kuspit/kuspit7-23-02.asp. Felicia Goenawan. 2007. Ekonomi Politik Iklan Di Indonesia Terhadap Konsep.
Kecantikan. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1411-XXXX Vol. 1 No.1 Januari.
Geertz, Clifford. 1973. Penjaja Dan Raja. Terjemahan S. Supomo. Jakarta: PT
Gramedia.
H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Heru Nugroho. 1999. Konstruksi Sara, Kemajemukan dan Demokrasi, UNISIA,
No.40/XXII/IV/1999. Yogyakarta: Universitas Indonesia. Hidayat, Deny, N. 1999. “Paradigma dan Perkembanagn Penelitian
Komunikasi”, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Vol III/ April 1999. Jakarta: IKSI dan ROSDA.
Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Jacobson David. 1991. Reading Ethnography. New York: State University of
New York Press. Kertajaya, Hermawan Yuswohady, Madyani D, Christynar M, dan Indrio BD.
2004. Metroseksual in Venus: Pahami Perilakunya. Jakarta: MarkPlus&Co. Koentjaraningrat. 1986. “Metode Wawancara” dalam Metode-metode Penelitian
Masyarakat (Penyunting Koentjaraningrat). Jakarta: PT. Gramedia. --------------------- 1986b. ”Metode Penggunaan Data Pengalaman Individu”
dalam Metode-metode Penelitian Masyarakat (Penyunting Koentjaraningrat). Jakarta: PT. Gramedia.
Kompas. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.11 WIB di
alamat: http://www.opensubscriber.com/message/[email protected]/7500589.html.
-----------. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.11 WIB di
alamat: http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg04519.html.
Kristanto JB. 2005. Katalog Film Indonesia 1926 – 2005. Jakarta: Nalar. Miles, Matthew & Huberrman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Murray Webster, Jr and James E. Driskell, Jr. 1983. Beauty as Status. Source: The
American Journal of Sociology, vol.89, No.1 (Jul., 1983), pp. 140-165. Published by: The University of Chicago Press.
Noorduyn J. 1968. [www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv/article/view/2567/3328
Further topographical notes on the Ferry Charter of 1358, with appendices on Djipang and Bodjanegara]. BTL 124:460-481.
Paula Black. 2002. ‘Ordinary Poeple Come Through Here’: Locating The Beauty
Salon in Women’s Lives. Source: Feminist Review, No 71, Fashion and Beauty. Published by: palgrave MacMillan Journals. Accessed, http: //www.Jstor.org/Stable/1936018.
Pemkot Solo. 2007. Di akses pada tanggal 12 Januari 2010 pukul 22.00 WIB di alamat website: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta.
Rahmi Primadiati. 2001. Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika. Pedoman
Instruksional Program Cidesco Internasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
Rajawali Press. Ritzer, Goerge and Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi Klasik sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post modern. Yogyakarta: Kreasi wacana.
Sanapiah Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang:
YA3.
Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Tiara Wacana: Yogyakarta. ----------------------. 2006. Metode Etnografi. Tiara Wacana: Yogyakarta. Synnott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial. Simbolisme Diri, dan Masyarakat.
Jalasutra: Yogyakarta. Veeger, K.J. 1993. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan
Individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia.
Wofl, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan Kala Kecantikan Menindas Perempuan.
Yogyakarta: Niagara. Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe. 2007. Dalam Seminar
Analisis Pasar Pelanggan Pria Produk Facial Wash Di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No.1, April 2007: 21-30. (http://puslit.petra.ac.id/journals/marketing).
xv