28
“TRADISI SLAMETAN WETON” Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Wawasan Budaya Nusantara (MKK00102) Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam Disusun oleh : HARI SETIAWAN NIM. 14148121 FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI · PDF fileA. Wujud Budaya Ide/Konsep ... kanak, remaja, dewasa, ... bulan dan tahun kelahiran menurut kalender Masehi,

Embed Size (px)

Citation preview

“TRADISI SLAMETAN WETON”

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester

Wawasan Budaya Nusantara (MKK00102)

Program Studi Televisi dan Film

Jurusan Seni Media Rekam

Disusun oleh :

HARI SETIAWAN

NIM. 14148121

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA

2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan

Makalah tentang kebudayaan tradisional di Indonesia khususnya di daerah

Magetan, Jawa Timur. Selain itu makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Ujian Tengah Semester mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara.

Proses pembuatan makalah ini juga tidak lepas dari dukungan, masukan,

serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, perlu kami sampaikan terima

kasih kepada:

1. Bapak Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn, selaku Dosen Pengampu mata

kuliah Wawasan Budaya Nusantara

2. Ibu Sainem dan Ibu Sumarni, selaku Nara Sumber dalam pembuatan

makalah ini

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena

itu kritik dan saran sangat diharapkan sebagai upaya yang lebih baik. Akhir kata,

terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu tenaga,

pikiran dan do’a, semoga Allah SWT menerimanya sebagai amal kebaikan.

Surakarta, 25 November 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

C. Tujuan ................................................................................................ 3

D. Tinjauan Teori .................................................................................... 3

E. Metode Penelitian .............................................................................. 6

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Wujud Budaya Ide/Konsep ............................................................... 8

B. Wujud Budaya Tindakan/Aktivitas.................................................... 12

C. Wujud Budaya Artefak ...................................................................... 15

III. PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 18

B. Saran .................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Kabupaten Magetan ................................................................. 1

Gambar 2 Kukusan dan tumpeng ..................................................................... 13

Gambar 3 Bothok, pelas dan sayuran ............................................................... 14

Gambar 4 Pembacaan Do’a .............................................................................. 15

Gambar 5 Proses makan Jenang Pethak .......................................................... 16

Gambar 6 Tumpeng dan sayuran ...................................................................... 17

Gambar 7 Jenang Pethak dan Jenang Abrit ..................................................... 18

Gambar 8 Narasumber ..................................................................................... 21

Gambar 9 Narasumber ..................................................................................... 21

Gambar 10 Foto dengan Narasumber ................................................................ 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dipenuhi oleh kekayaan, baik alam maupun budaya. Budaya

melekat erat dengan tradisi, dimana tradisi setiap suku sangat beragam. Salah

satu tradisi suku di Indonesia adalah tradisi Jawa. Jawa dikenal sebagai pulau

yang penuh kesantunan dan kelembutan. Setiap dari kebudayaan pasti

memiliki keunikannya tersendiri, begitu halnya dengan tradisi Jawa.

Keunikannya dapat dilihat mulai dari kepercayaan masyarakat, bahasa,

kesenian, dan tradisinya. Dalam segala tindakannya biasanya tidak lepas dari

mengikuti tradisi atau kebiasaan yang dianut oleh para leluhurnya, karena

masyarakat Jawa dikenal selalu menjunjung tinggi setiap tradisi dan adat

istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka.

Gambar 1. Peta Kabupaten Magetan

Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/magetan/ina/map.html

Menurut Koentjaraningrat (1984:3) daerah asal orang Jawa adalah

Pulau Jawa, yaitu suatu pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km, dan

lebarnya 500 km bila diukur dari ujung-ujungnya yang terjauh. Letaknya di

tepi sebelah selatan kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah

selatan garis khatulistiwa. Pulau ini hanya merupakan tujuh persen dari

2

seluruh daratan kepulauan Indonesia. Pulau Jawa merupakan daerah

gunung berapi yang memiliki sejumlah besar gunung berapi, baik yang masih

bekerja maupun yang tidak, dengan ketinggian antara 1.500 hingga 3.500

meter di atas permukaan laut.

Masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di Pulau Jawa ini secara

turun temurun menggunakan Bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya.

Salah satunya adalah masyarakat yang bertempat tinggal di kaki Gunung

Lawu, tepatnya berada di daerah Alastuwo, Kabupaten Magetan, Provinsi

Jawa Timur. Beragam budaya berdasarkan tradisi masyarakat Jawa mulai dari

manusia itu lahir sampai datang hari kematiannya masih bisa kita jumpai di

daerah ini, satu diantara beberapa tradisi tersebut adalah budaya Slametan

Weton.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Muhammad Tawab, 2014:16)

Kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya yang

dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Oleh karena itu tanpa

proses belajar, kita tidak mungkin mengerti maksud dan tujuan kebudayaan

generasi sebelumnya. Itulah mengapa kita sebagai generasi muda harus

semangat untuk belajar apalagi mengenai budaya, agar kita mengerti maksud

dan tujuan dari kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kita.

Hal yang membuat saya tertarik untuk menggali informasi lebih

mendalam mengenai budaya Slametan Weton ini adalah karena tradisi ini

khususnya di daerah Magetan sudah mulai jarang dilakukan oleh masyarakat

Jawa sendiri. Selain itu tradisi ini merupakan tradisi yang unik karena hampir

mirip dengan ulang tahun, akan tetapi yang membedakannya adalah Slametan

Weton dilakukan berdasarkan pada kalender Jawa, dimana dalam satu bulan

terdapat 35 hari atau orang Jawa biasa menyebutnya selapan.

3

B. Rumusan Masalah

Penulisan makalah ini untuk mengetahui wujud budaya pada tradisi

Slametan Weton, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

- Bagaimana wujud budaya konsep/ide pada tradisi Slametan Weton?

- Bagaimana wujud budaya tindakan/kegiatan pada tradisi Slametan Weton?

- Bagaimana wujud budaya artefak/fisik pada tradisi Slametan Weton?

C. Tujuan

Tujuan merupakan segala sesuatu yang ingin dicapai dalam setiap

bentuk kegiatan apapun. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah

dijabarkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan wujud budaya ide/konsep pada tradisi Slametan Weton.

b. Mendeskripsikan wujud budaya tindakan/kegiatn pada tradisi Slametan

Weton.

c. Mendeskripsikan wujud budaya artefak/fisik pada tradisi Slametan Weton.

D. Tinjauan Teori

1. Pengertian Slametan

Tradisi slametan sangat melekat dalam kehidupan masyarakat

Jawa. Mereka sering mengadakan slametan dalam waktu-waktu yang

mereka anggap penting. Bagi orang jawa, kehidupan ini penuh dengan

upacara-upacara sejak masih di dalam kandungan ibunya, lahir, kanak-

kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai kematiannya. Tradisi tersebut

dilalukan dari jaman Hindu sampai sekarang. Namun disisi lain, tradsisi

selametan dapat juga meningkatkan kekeluargaan tiap-tiap anggota satu

dengan anggota lainnya.

Menurut Koentjaraningrat (1984:344) Slametan atau Wilujengan

adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus

dan upacara dalam sistem religi orang Jawa pada umumnya dan penganut

4

Agami Jawi khususnya. Suatu upacara slametan biasanya diadakan di

rumah suatu keluarga, dan dihadiri oleh anggota-anggota keluarga (dan

rumah-tangga) yang pria, dengan beberapa tamu (kebanyakan juga pria),

yaitu biasanya tetangga-tetangga terdekat dan kenalan-kenalan yang

tinggal tidak terlalu jauh, kerabat-kerabat yang tinggal tidak terlalu jauh,

kerabat-kerabat yang tinggal di kota atau dusun yang sama, dan ada

kalanya juga teman-teman akrab yang mungkin tinggal agak jauh.

Menurut Andrew Beatty (dalam M.Yusuf Wibisono, 2013:8)

Slametan adalah jantungnya agama Jawa. Diperkuat lagi oleh Clifford

Geertz (dalam M.Yusuf Wibisono, 2013:8), bahwa di sentral sistem agama

Jawa, terdapat suatu upacara keagamaan yang sederhana, formal, jauh dari

keramaian dan dramatis, itulah yang dinamakan slametan. Slametan secara

sederhana dimaknai sebagai suatu upacara makan-makan (manganan)

yang terdiri atas sesajen, makanan simbolik, sambutan resmi, dan doa-doa

atau mantera. Dengan demikian, slametan dalam tradisi Jawa merupakan

aktifitas ritual yang selalu mendapatkan tempat utama dalam kehidupan

masyarakatnya. Sehingga ada istilah tertentu bagi masyarakat Jawa yang

sering meninggalkan tradisi slametan, yaitu “ora njawani”, artinya

perilaku yang tidak sesuai dengan budaya Jawa sejati.

2. Jenis-jenis Slametan

Slametan yang biasa dilakukan oleh orang Jawa, merupakan adat

yang tidak bisa dilepaskan dengan akar sejarah kepercayaan-kepercayaan

yang pernah dianut oleh orang Jawa. Di masa sekarang ini tradisi slametan

masih dilakukan di kalangan masyarakat dan sudah di anggap sebagai

bagian dari proses kehidupan.

Slametan selain sebagai suatu tradisi juga akan menimbulkan

adanya rasa kebersamaan dan saling menghormati antara anggota

keluarga. Menurut Siti Fatimah (2013) Tradisi ini di percaya untuk

5

mendapatkan berkah, selamat dan terhindar dari cobaan yang berat,

mendoakan orang yang meninggal, sebagai rasa syukur, kehidupan

masyarakat aman dan tenteram, terjaga dari mala petaka dan juga

berfungsi sebagai (tolak bala). Berikut ini adalah jenis-jenisnya:

a. Slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang. Jenis Slametan

ini meliputi : hamil tujuh bulan, kelahiran, potong rambut pertama,

sunat, kematian.

b. Slametan yang bertalian dengan bersih desa. Jenis Slametan ini

meliputi : upacara sebelum penggarapan tanah pertanian, dan setelah

panen padi.

c. Slametan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan besar

Islam.

d. Slametan yang berkaitan dengan peristiwa khusus. Jenis Slametan ini

meliputi : perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak bahaya

(ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul), dan lain-lain.

3. Pengertian Slametan Weton

Begitu banyaknya macam-macam tradisi slametan yang ada di

masyarakat Jawa tentunya mempunyai tujuannya masing-masing misalnya

ucapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Kegiatan slametan menjadi

tradisi hampir seluruh kehidupan di masyarakat Jawa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Weton adalah hari lahir

seseorang dengan pasarannya (Legi, Paing, Pon, Wage, Kliwon). Weton

berasal dari kata wetu yang berarti lahir atau keluar yang mendapat

akhiran "an" sehingga berubah menjadi kata benda. Selain itu weton dapat

diartikan sebagai gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan ke

dunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya.

Menurut Suryo S. Negoro, Weton atau wetonan adalah peringatan

hari lahir setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisonal sangat

6

penting untuk mengetahui weton, sesuai dengan kalender Jawa. Dengan

mengetahui tanggal, bulan dan tahun kelahiran menurut kalender Masehi,

bisa diketahui weton seseorang. Hari kelahiran menurut kalender Jawa

atau weton terjadi setiap selapan hari. Slametan Weton ini dilakukan

sesudah jam enam sore, karena hari Jawa mengikuti kalender sistem

rembulan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, sehingga

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan teknik

pengumpulan datanya bersifat langsung. Menurut Prof. Parsudi Suparlan

(dalam Hamid Patilima, 2007:2) Pendekatan kualitatif seringkali juga

dinamakan sebagai pendekatan yang humanistik, karena di dalam

pendekatan ini cara pandang, cara hidup, selera ataupun ungkapan emosi

dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti sesuai dengan masalah

yang diteliti, juga termasuk data yang harus dikumpulkan.

Slametan weton adalah salah satu wujud budaya yang memiliki

nilai - nilai yang luhur. Penelitian ini mencoba untuk menelusuri dan

menggali tentang tradisi slametan weton melalui informasi yang

didapatkan dari proses penelitian yang telah dilakukan.

2. Objek Kajian

a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber data dimana penelitian ini

dilaksanakan. Subjek pada penelitian ini adalah warga yang tinggal di

Kabupaten Magetan yang masih melaksanakan tradisi Slametan Weton.

7

1. - Nama : Sainem

- Usia : 72 Tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Tempat Tinggal : Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan,

Jawa Timur

- Pekerjaan : Petani

2. - Nama : Sumarni

- Usia : 36 Tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Tempat Tinggal : Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan,

Jawa Timur

- Pekerjaan : Petani

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah sebuah tradisi yang masih dilakukan

oleh masyarakat Jawa yakni tradisi Slametan Weton yang lebih tepatnya

masih dilakukan oleh masyarakat Desa Gondang.

c. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Gondang, Kecamatan

Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan pada

hari Rabu tanggal 02 Desember 2015.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting

dalam Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data berupa observasi dan wawancara.

8

a. Observasi

Teknik ini ini dilakukan dengan cara mengamati baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian. Observasi digunakan

untuk menyajikan gambaran natural di lapangan serta menggali data dari

sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi,

serta rekaman gambar. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

dengan cara mendatangi lokasi secara langsung. Alat bantu yang

diperlukan untuk menunjang kelancaran proses observasi antara lain :

Kamera foto (handphone), buku catatan dan bolpoint.

b. Wawancara

Interview (wawancara) merupakan bentuk perbincangan antara

seseorang sebagai peneliti dan orang lainnya sebagai narasumber.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara secara

mendalam dan terbuka dengan bahan wawancara yang sudah dipersiapkan

serta direncanakan. Wawancara dilakukan langsung dengan narasumber

untuk memperoleh data lisan berupa tulisan.

9

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Wujud Budaya Ide/Konsep

1. Fungsi dan Tujuan Slametan Weton

Masyarakat Jawa memiliki kekayaan budaya yang beragam dan

selalu menjunjung tinggi tradisi maupun adat istiadat yang ada. Setiap

tradisi memiliki suatu tujuan maupun maksud tertentu. Sebagaimana pula

dengan slametan, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):

“Slametan iki kanggo dongakne wong sing di ton;i ben slamet,

waras, pinter lan opo wae sing dilakoni iso lancar”

Slametan Weton ini bertujuan untuk mendo’akan seseorang yang

diperingati hari kelahirannya agar diberi keselamatan, kesehatan,

kepintaran dan apapun yang dilakukannya bisa berjalan dengan lancar

tanpa ada halangan suatu apapun.

Secara garis besar tujuan slametan ini adalah untuk menciptakan

keadaan yang sejahtera, aman, dan bebas dari gangguan makhluk yang

tampak maupun yang halus, sehingga tercipta suatu keadaan yang disebut

slamet.

2. Do’a

Pada masyarakat Jawa do’a ini di bacakan dalam bahasa Jawa atau

hampir sama dengan niat dan keinginan yang ingin mereka peroleh ketika

melakukan Slametan Weton. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember

2015) do’a atau niat yang dibacakan adalah sebagai berikut:

10

“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak

jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi

bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo

buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna

niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg

mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan

anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane

kabul slamet”

Semua orang yang ada atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya,

bahwa pembuatan jenang putih dan jenang merah ini karena untuk

memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya)

yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti

tumpeng, bothok pelas dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk

mendo’akan Erna agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian

yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa

terkabulkan.

Ketika do’a ini dibacakan oleh salah satu anggota keluarga yang

tertua, maka anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang

dibacakan tersebut dengan jawaban nggeh atau secara sederhana adalah

mengucapkan amin.

3. Kepercayaan

Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi yang tetap terjaga.

Mereka menganggap tradisi nenek moyang adalah warisan yang sangat

bernilai dan harus tetap dipertahankan. Menurut Budiono Heru sutoto

(dalam Siti Fatimah, 2013) mengatakan bahwa suku bangsa Jawa pada

zaman purba mempunyai pandangan hidup Animisme, suatu kepercayaan

adanya roh atau jiwa pada semua benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan

juga manusia sendiri.

11

Menurut Koentjaraningrat (1984:355) Orang Jawa masih

mengadakan suatu upacara yang penting, yaitu yang diadakan pada waktu

seorang bayi berumur 35 hari. Upacara nyelapani (dari kata selapan =

tigapuluh lima) jatuh pada hari weton yang pertama, yaitu kombinasi dari

suatu hari tertentu dalam pekan lima hari dan suatu hari tertentu dalam

pekan tujuh hari, yang berulang setiap 35 hari. bagi orang Jawa weton itu

kelak akan sangat penting untuk mengadakan perhitungan, antara lain

untuk menentukan tanggal pernikahan dari hari-hari penting lainnya, tetapi

juga dalam hal aktivitas ilmu ghaib.

Menurut orang Jawa, seseorang yang sering dibuatkan slametan

weton secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali,

lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan

jarang sekali mengalami sial. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember

2015):

“Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i,

nak ora di ton’i wong iku bakal loro”

Setiap orang itu mempunyai weton sendiri-sendiri dan mereka harus

memperingatinya dengan melaksanakan slametan weton, karena jika tidak

orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa

melakukan slametan weton untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2

Desember 2015) juga mengatakan bahwa:

“Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren

kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine”

Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan slametan

weton, maka salah satu anggota keluarga harus nyekar dengan kembang

kerah macan di tempat ari-ari orang yang sakit itu dikubur. Kembang

kerah macan ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan

bunga kenanga.

12

4. Filosofi

Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya

merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala

kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang

terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang

kalem atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama

dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal

dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2

Desember 2015) mengatakan bahwa:

“Wong jowo kwi mesti slametan, pasang sajen wes awit biyen.

Kabeh di slameti, brokohan, sepasaran, selapanan, neloni,

slametan wong mati. kanggo donga jaluk slamet marang sing

Kuasa, uripe ben ayem lan tentrem”

Orang Jawa melakukan tradisi slametan, pasang sesaji sudah dari jaman

dahulu. Semuanya di slameti mulai dari brokohan, sepasaran, selapanan,

neloni, slametan untuk orang yang meninggal dan lain sebagainya. Semua

itu untuk mendo’akan dan meminta keselamatan kepada Yang Maha

Kuasa agar hidupnya aman dan damai.

Menurut Suseno (dalam Sony Sukmawan) Dalam Slametan

terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa,

yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Pencapaian nilai-

nilai ini menjadi gambaran pencapaian kehidupan yang ideal bagi

masyarakat Jawa.

“Sampun nggih derek-derek kula Sedaya, ingkang sepuh miwah

ingkang enem, ingkang ageng miwah ingkang alit, ingkang samar

miwah ingkang gaib:

13

Baiklah saudara-saudaraku semua, tua maupun yang muda, besar maupun

yang kecil, yang tersamar maupun yang gaib.

Menurut Yudi Setiyadi (2014) Weton memperkirakan kepribadian,

sifat dan nasib seseorang. Meski tidak bersifat mutlak, weton digunakan

sebagai pengingat bagi orang Jawa untuk berhati-hati dalam menjalani

hidup. Filosofi hidup eling lan waspada (ingat dan selalu waspada)

menjadi unsur penting dalam pemahaman tentang weton dalam kehidupan

sehari-hari orang Jawa.

B. Wujud Budaya Tindakan/Aktivitas

1. Menyiapkan Bahan

Memasak nasi untuk dibuat tumpeng, banyaknya beras yang

dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga. Menurut

Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):

Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan kukusan agar

berbentuk kerucut seperti tumpeng, tapi sebelumnya dilapisi dulu

dengan daun pisang agar nasi tidak menempel pada kukusan dan

mengeluarkannya dari cetakanpun mudah.

Gambar 2. Kukusan dan tumpeng

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

14

Bahan lainnya yang dibutuhkan adalah sayuran. Sayuran yang

dibutuhkan pada umumnya terdiri dari kacang panjang, kangkung, kubis,

kecambah/tauge yang panjang, bayam, dll. Sayuran ini akan di buat

keleman atau kulupan yang dimasak dengan cara direbus sampai matang

hanya dengan air saja tetapi jangan sampai terlalu matang. Agar tidak

terlalu matang atau teksturnya menjadi terlalu lembek, maka setelah

diangkat langsung disiram dengan air dingin biasa, sehingga sayuran

masih tampak hijau segar tetapi sudah matang. Kemudian membuat

sambal kambil atau kelapa sebagai pasangannya.

Gambar 3. Bothok, pelas dan sayuran

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

Selanjutnya adalah membuat bothok dan pelas. Bothok ini dibuat

dari tempe yang di potong-potong membentuk balok kecil-kecil lalu

dicampur dengan daun brambang yang telah di iris-iris terlebih dahulu.

Tidak lupa juga ditambahkan garam yang telah dihaluskan sebelumnya.

Setelah selesai semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu di masak.

Untuk pelas dibuat dari kedelai yang ditumbuk halus, ditambahi garam

lalu di bungkus seperti bothok dan di masak. Bahan terakhir adalah

Jenang, menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):

15

Jenang yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat

membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring

dimana yang satu dibiarkan nasi putih polos dan yang satunya

diberi tambahan gula merah diatasnya.

Orang Jawa biasa menyebutnya sebagai jenang merah dan jenang putih.

Setelah selesai tumpeng diletakkan dalam sebuah wadah, bisa berupa

tampah atau leseran kemudian dikelilingi oleh sayuran dan bothok pelas.

2. Prosesi

Tahapan pertama dari proses pelaksanaan Slametan Weton ini

adalah orang yang paling tua di dalam keluarga biasanya kakek atau nenek

akan membacakan niat atau do’a dalam bahasa jawa atau orang Jawa biasa

menyebutnya ngujupne. Pembacaan niat ini berisi permintaan

perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, agar orang yang diperingati

weton atau hari lahirnya diberi kesehatan lahir dan batin.

Gambar 4. Pembacaan Do’a

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

Tahap kedua adalah makan secara bersama-sama dengan anggota

keluarga, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):

16

“wong sing di ton’i kudu mangan jenang pethak supaya diparingi

akas kewarasan saking Gusti sing kuasa”

Sebelum makan bersama orang yang dibuatkan slametan weton harus

memakan jenang putih agar diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha

Kuasa. Baru kemudian setelah itu semua anggota keluarga makan secara

bersama-sama.

Gambar 5. Proses makan Jenang Pethak

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

C. Wujud Budaya Artefak

1. Makanan Wajib

Setiap tradisi slametan khususnya bagi masyarakat Jawa akan

menggunakan makanan-makanan maupun sesaji yang dibuat sebagai salah

satu unsur dalam melakukan slametan. Begitu pula dengan slametan weton

terdapat dua jenis makanan yang harus ada yaitu :

17

a. Tumpeng

Bagi orang Jawa tumpeng merupakan suatu hal yang sakral.

Hampir semua slametan pada masyarakat Jawa menggunakan tumpeng.

Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):

“tumpeng kwi dadi puser’e, keleman karo bothok pelase ditata

muteri tumpeng kanggo njaluk pitulungane sing kuasa sing gae

urip”

Nasi tumpeng putih yang melambangkan sebagai pusat dari semua

energi dan di sekeliling tumpeng ini terdapat sayuran dan bothok pelas

yang memenuhi atau melingkari tumpeng. Sayuran ini melambangkan

harapan untuk mendapat pitulungan (pertolongan) Tuhan, selain itu

agar do’a yang dipanjatkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki,

panjang umur, dan panjang akal atau pintar.

Gambar 6. Tumpeng dan sayuran

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

18

b. Jenang

Bahan kedua yang digunakan adalah dua buah jenang merah dan

putih. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) bahwa:

“jenange iku ono loro, siji diarani jenang pethak utowo lanang,

lan sijine jenang abrit utowo wedok”

Jenang terdiri dari dua, pertama jenang pethak atau putih yang

melambangkan seorang laki-laki, sementara jenang abrit atau merah

yang melambangkan seorang perempuan. Hal ini juga mengingatkan

akan proses kelahiran kita yaitu menyatunya bapak dan ibu yang

dilambangkan dalam bentuk jenang putih (bapak) dan merah (ibu).

Gambar 7. Jenang Pethak dan Jenang Abrit (Foto: Hari Setiawan, 2015)

Begitu pula menurut Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat

(1980:37) bahwa :

“jenang abang, yaiku beras kajenang digulani jawa, (gula klapa).

Jenang putih, yaiku beras kajenang disanteni”

Jenang merah adalah beras yang dibuat bubur lalu diberi gula merah

atau gula Jawa sedangkan jenang putih adalah beras yang dibuat bubur

dan diberi santan.

19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keanekaragaman tradisi dan budaya bangsa Indonesia, terutama tradisi

dan budaya Jawa bila dipelajari lebih mendalam merupakan sumber

pengetahuan yang tak ternilai harganya karena mengandung nilai-nilai yang

sangat penting dalam kehidupan.

Orang Jawa percaya setiap weton memiliki karakteristik yang berbeda

dan tradisi ini sudah ada sejak masa-masa sangat lampau dan didasarkan oleh

kepercayaan masyarakat Jawa. Tradisi Slametan Weton yang dilakukan oleh

masyarakat Jawa juga tidak hanya sekedar Slametan biasa, namun mengandung

maksud dan tujuan tertentu. Seperti wujud rasa syukur atas segala rahmat,

meminta perlindungan, kesehatan dan keselamatan kepada Yang Maha Kuasa.

B. Saran

Pelajaran yang dapat dipetik dari masyarakat Jawa sangatlah banyak,

baik melalui tradisi, budaya maupun cara hidup mereka sehari-hari. Salah

satunya yakni bahwa melalui tradisi Slametan Weton kita akan mengingat

bahwa manusia harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Meneruskan

apa yang telah diajarkan nenek moyang adalah suatu upaya yang dapat kita

lakukan sebagai generasi muda karena tradisi, seni dan budaya adalah warisan

berharga yang patut dilestarikan.

20

DAFTAR ACUAN

Buku :

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984

Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna,

Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa, 1980

Hamid Patilimai, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007

Skripsi :

Muhammad Tawab, Pemikiran K.H. Muhammad Sholikhin Tentang Tradisi

Selamatan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014

Disertasi :

M.Yusuf Wibisono, Keberagaman Masyarakat Pesisir: Studi Perilaku

Keagamaan Masyarakat Pesisir Patimban Kecamatan Pusaka Negara

Kabupaten Subang Jawa Barat, Bandung: Universitas Islam Negeri

Sunan Gunung Djati, 2013

Makalah :

Siti Fatimah, Kebudayaan Selamatan Untuk Meningkatkan Kekeluargaan Di

Lingkungan Masyarakat, Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Sains

Dan Teknologi, 2013

Sony Sukmawan, Kosmo(eko)logi Jawa Dalam Sastra Lisan, UM Program

Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia

21

Internet :

Weton diakses dari

http://jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&

id=9&Itemid=8&lang=id pada tanggal 10 Desember 2015 Jam 15:50

Bubur Merah Putih Untuk Selamatan Weton diakses dari

http://www.7jiwanusantara.com/2014/07/bubur-merah-putih-selamatan-

weton.html pada tanggal 10 Desember 2015 Jam 14:54

Mengenal Ilmu Astrologi Jawa diakses dari

http://ensiklo.com/2014/08/mengenal-ilmu-astrologi-jawa/ pada tanggal

19 Desember 2015 Jam 10:15

Tradisi Jawa diakses dari

http://www.anneahira.com/tradisi-jawa.html pada tanggal 19 Desember

2015 Jam 10:34

Nara Sumber :

Nama : Sainem

Usia : 72 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Tempat Tinggal : Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab.

Magetan, Jawa Timur

Gambar 8. Narasumber

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

Nama : Sumarni

Usia : 36 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Tempat Tinggal : Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab.

Magetan, Jawa Timur

Gambar 9. Narasumber

(Foto: Hari Setiawan, 2015)

22

LAMPIRAN

A. Transkrip Wawancara

1. Apa nama dari tradisi ini ?

Tradisi ini biasa disebut orang Jawa sebagai Slametan Weton.

2. Apa yang dimaksud dengan Slametan Weton ?

Slametan untuk memperingati hari lahir setiap orang berdasarkan wuku

dan hari pasarannya.

3. Apa tujuan dilaksanakannya Slametan Weton ?

Slametan Weton ini bertujuan untuk mendo’akan seseorang yang

diperingati hari kelahirannya agar diberi keselamatan, kesehatan,

kepintaran dan apapun yang dilakukannya bisa berjalan dengan lancar

tanpa ada halangan suatu apapun.

4. Bagaimana do’a yang dibacakan ?

Do’a dibacakan dalam bahasa jawa yang berbunyi “Semua orang yang ada

atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya, bahwa pembuatan

jenang putih dan jenang merah ini karena untuk memperingati hari

lahirnya (nama orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh

Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti tumpeng, bothok pelas

dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan (nama orang

yang diperingati hari lahirnya) agar pintar, mempunyai pendirian yang

kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa

terkabulkan.

5. Apa yang terjadi jika Slametan Weton tidak dilakukan ?

Orang yang tidak di peringati hari lahirnya atau karena kelupaan maka

orang tersebut akan sakit.

23

6. Apa yang harus dilakukan jika orang itu sakit ?

Apabila seseorang sakit akibat lupa tidak melaksanakan slametan weton,

maka salah satu anggota keluarga harus nyekar dengan kembang kerah

macan di tempat ari-ari orang yang sakit itu dikubur. Kembang kerah

macan ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga

kenanga.

7. Apakah ada aturan tertentu dalam Slametan Weton ?

Tidak ada, hanya saja sebelum makan bersama, orang yang dibuatkan

slametan weton harus memakan jenang putih agar diberi kesehatan oleh

Tuhan Yang Maha Kuasa. Baru kemudian setelah itu semua anggota

keluarga makan secara bersama-sama.

8. Bagaimana proses Slametan Weton ?

Diawali dengan pembuatan tumpeng, bothok, pelas dan sayuran. Baru

setelah semua siap dabacakan do’a terlebih dahulu sebelum dimakan atau

orang Jawa biasa menyebutnya dengan ngujupne slametan

9. Bagaimana proses pembuatan tumpeng ?

Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan kukusan agar berbentuk

kerucut seperti tumpeng, tapi sebelumnya dilapisi dulu dengan daun pisang

agar nasi tidak menempel pada kukusan dan mengeluarkannya dari

cetakanpun mudah.

10. Apa makna dari Tumpeng, bothok pelas dan sayuran ?

Nasi tumpeng putih yang melambangkan sebagai pusat dari semua energi

dan di sekeliling tumpeng ini terdapat sayuran dan bothok pelas yang

memenuhi atau melingkari tumpeng. Sayuran ini melambangkan harapan

untuk mendapat pitulungan (pertolongan) Tuhan, selain itu agar do’a yang

dipanjatkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, dan

panjang akal atau pintar.

24

11. Apa yang dimaksud dengan Jenang ?

Jenang yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat membentuk

sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring dimana yang satu

dibiarkan nasi putih polos dan yang satunya diberi tambahan gula merah

diatasnya.

12. Apa makna dari Jenang merah dan putih ?

Pertama jenang pethak atau putih yang melambangkan seorang laki-laki,

sementara jenang abrit atau merah yang melambangkan seorang

perempuan. Dimana kedua jenang ini akan mengingatkan bahwa kita ada

di dunia ini karena kedua orang tua kita.

B. Foto dengan Narasumber

Gambar 10. Foto dengan Narasumber

(Foto: Hari Setiawan, 2015)