Upload
yossy-vesri
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Case Report Session
Faringitis Akut
Oleh :
Vesri Yossy
0810313195
Preseptor :
Dr. Mestika Rusydi
Dr. C Juliatrini Sugandhi
PUSKESMAS PADANG PASIR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Faringitis akut adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring,
tonsil dan adenoid. 1
1.2. Anatomi
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan
bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak
dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.1
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.1,2
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah
depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja
otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh
Nervus Vagus.1,2
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).1,2
Gambar 1. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
1.3. Epidemiologi
Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran
pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan
penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care
Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996
adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin.
Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak.
Puncak insidensi bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis
yang disebabkan infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun. 1.2,3
1.4. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-
60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling
banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga
ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2,
Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV
juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. 1,2
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A Streptococcus merupakan penyebab
faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak
berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica
dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1,2
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. 1,2
1.5. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal
terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa
tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada
dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau
terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus
dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi
nasal.1,2
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat
karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 1,2
1. 7. Klasifikasi Faringitis
1. 7. 1 Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 1,2
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang
disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di
seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan
HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan
pasien tampak lemah. 1,2
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri pada penekanan. 1,2
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki
kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. 1,2
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih
di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1,2
1. 7. 2 Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang
bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 1,2
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 1,2
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 1,2
1.8. Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah
teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit.3
1.9. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung
dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. 1,2,3,4
1. 10. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnosa
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas. 1,2,3
1. 11. Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol
(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1,2,3
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi
inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada
anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri
dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan
menggunakan air hangat atau antiseptik. 1,2,3
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada
faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis
kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan
mulut. 1,2,3
1. 12. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.1
1. 13. Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,
pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi
lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi
secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik. 1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/MR : Tn. JS / Laki-laki/ 36 tahun/ V000449
b. Pekerjaan/pendidikan : Swasta
c. Alamat : Jl. Olo Ladang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 2 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup Mampu, penghasilan ± Rp 2.000.000/bulan
d. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen milik sendiri berukuran 6m x10m, terdiri dari 3 kamar tidur,
1 ruang makan, 1 ruang tamu ,1 kamar mandi, lantai keramik, pekarangan
sempit.
- Listrik ada, televisi ada.
- Sumber air : sumur, jarak dari septic tank 4m, air minum : galon isi ulang
- Sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara dan diangkut
petugas.
Kesan : higine dan sanitasi baik
e. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama istri dan 2 orang anak .
- Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan dengan anggota keluarga baik
- Faktor stress dalam keluarga tidak ada
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Pasien pernah mengalami batuk seperti ini sebelummnya saat mengalami
stress bekerja dan kurang tidur.
5. Keluhan Utama
Batuk sejak 2 hari yang lalu.
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk sejak 2 hari yang lalu, berdahak, warna bening dan cair, tidak berbau
dan tidak berdarah.
Demam sejak 2 hari yang lalu, demam tidak tinggi, dan terus menerus.
Nyeri menelan ada.
Nafsu makan berkurang ada. Letih dan lesu juga dirasakan pasien, dan
beberapa hari ini kelelahan bekerja.
Sesak nafas tidak ada.
Riwayat penurunan berat badan tidak ada.
Riwayat rasa nyeri pada kedua telinga tidak ada, Riwayat keluar cairan dari
telinga tidak ada, Riwayat telinga berdenging tidak ada.
Bersin-bersin dipagi hari tidak ada.
Riwayat nyeri pada dahi, pipi, dan pangkal hidung saat menunduk tidak ada.
Riwayat magh tidak ada.
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 82x/ menit
Nafas : 18x/menit
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 37,7 0C
BB : 65 kg
TB : 170 cm
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Telinga : Status lokalis THT
Hidung : Status lokalis THT
Tenggorok : Status lokalis THT
Dada
Paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan baik dalam keadaan
statis maupun dinamis
Palpasi : Fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak: akral hangat, refilling kapiler baik, reflex fisiologis +/+, reflex
patologis -/-, edema -/-
STATUS LOKALIS THT
Telinga (ADS)
Daun telinga : Tidak ditemukan kelainan
Liang telinga : Cukup lapang
Serumen : Ada,sedikit bewarna kuning kecoklatan
Membran Timpani : Warna : putih mutiara, refleks cahaya +/+
Mastoid : Tidak ada tanda radang, Nyeri tekan (-), Nyeri ketok (-)
Hidung
Hidung luar : Deformitas (-), massa (-), radang (-)
Sinus paranasal : Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Rinoskopi anterior : Tidak dilakukan
Rinoskopi posterior : Tidak dilakukan
Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Hiperemis
Permukaan Rata
Tonsil Ukuran T2 T2
Warna Tidak hiperemis
Permukaan rata
Muara kripti Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dg pilar
Tidak ada Tidak ada
GigiKaries/radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan
Lidah
Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal Normal
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
8. Laboratorium Anjuran : -
9. Diagnosis Kerja :
Faringitis Akut
10. Diagnosis Banding :
Faringitis Bakteri
Common cold
11. Manajemen
a. Preventif :
- Disarankan minum dengan air hangat dan menghindari minum-minuman yang
dingin dan makan-makanan yang bersifat merangsang tenggorokan (makanan
pedas dan berbumbu) serta berkumur dengan air hangat atau antiseptik.
- Menutup mulut dengan siku bagian dalam apabila ingin bersin atau batuk
untuk mencegah penularan kepada orang lain. Memakai masker jika keluar
dan terutama dalam rumah agar mencegah penularan terhadap anak-anak.
- Makan makanan dengan gizi seimbang untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Istirahat yang cukup minimal 6 jam sehari.
b. Promotif :
- Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya, yaitu merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan penyakit ini
dapat berlanjut atau menjadi kronis.
- Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat ditularkan
melalui udara (percikan droplet) dan tangan.
- Memberikan edukasi kepada pasien mengenai tonsillitis kronis apabila faktor
predisposisinya tidak dihindari, seperti beberapa jenis makanan, hygiene mulut
yang buruk.
c. Kuratif:
- Parasetamol tab 500 mg, maksimal 3 x sehari.
- Ambroxol tab 30mg, 3x1 sehari
- Vit C tab 50 mg, 3x1 sehari
d. Rehabilitatif :
- Makan makanan yang lunak untuk memudahkan proses menelan makanan.
- Kontrol kembali ke puskesmas apabila keluhan tidak berkurang atau
bertambah buruk..
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Padang Pasir
Dokter : Vesri Yossy
Tanggal : 19 Maret 2014
R/ Paracetamol tab 500 mg No. X
Sprn (max 3 dd tab I) ₰
R/ Ambroxol tab 30mg No. X
S3dd tab I ₰
R/ Vit. C komp. tab 50 mg No. X
S3dd tab I ₰
Pro : Tn. JS
Umur : 36 tahun
Alamat : Jl. Olo Ladang
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, FKUI: Jakarta, 2008.
2. Adam GL, Boeis, Hilger PA, Boeis Fundamentals of Otolaryngology, edisi 6, WB
Sounders, Philadelphia, 1998; 320-36.
3. Ebell MH, Smith MA, Barry HC, Ives K, Carey M. The rational clinical examination.
Does this patient have strep throat? JAMA. 2000;284 (22): 2912-2918.
4. Neuner JM, Hamel MB, Phillips RS, Bona K, Aronson MD. Diagnosis and
management of adults with pharyngitis. A cost-effectiveness analysis. Ann Intern
Med. 2003; 139 (2): 113-122.