25
Revisi Makalah KANKER PAYUDARA (Carsinoma mammae) Kelompok 3: Aproari Wulansari (08613150) Zuharia Intani (08613151) Hasty Martha W (08613153) Retno Wulandari (08613154) Tegar Adabi (08613155) Fitri Rahmantika (08613156) Hendo Marina (08613157) Ahmad Fauzan (08613158) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA DESEMBER 2011

Farmakoterapi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Farmakoterapi

Revisi MakalahKANKER PAYUDARA (Carsinoma mammae)

Kelompok 3:Aproari Wulansari (08613150)

Zuharia Intani (08613151)Hasty Martha W (08613153)Retno Wulandari (08613154)

Tegar Adabi (08613155)Fitri Rahmantika (08613156)Hendo Marina (08613157)Ahmad Fauzan (08613158)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIAYOGYAKARTA

DESEMBER 2011

Page 2: Farmakoterapi

BAB I A. Pendahuluan

Kanker payudara adalah situs yang paling umum dari kanker dan merupakan yang kedua setelah kanker paru-paru sebagai penyebab kematian pada wanita Amerika. Tingkat kejadian kanker payudara pada wanita bervariasi dalam kelompok ras dan etnis. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan insiden yaitu peningkatan penggunaan skrining mammography dan penggunaan postmenopausal hormone-replacement therapy (HRT). Insiden ductal carcinoma in situ (DCIS) juga meningkat pesat antara awal dan akhir tahun 1980 dan terus meningkat. Peningkatan DCIS terutama disebabkan oleh peningkatan penggunaan skrining mammography, karena sebagian besar kasus DCIS hanya bermanifestasi sebagai clustered microcalcifications yang terlihat pada mammography. Untuk semua kelompok ras dan etnis, kanker payudara kebanyakan didiagnosis pada tahap awal, ketika tumor kecil dan terlokalisasi. Tingkat kematian juga tinggi pada wanita Amerika-Afrika daripada wanita kulit putih meskipun insidennya lebih rendah. Dari tahun 2000 sampai 2003, angka kematian kanker payudara tertinggi di Afrika Amerika(34,3 kasus per 100.000 perempuan), diikuti oleh orang kulit putih (25,3), Hispanik (16,2), American Indian / Alaska Pribumi (13,4), dan Asian-Americans / Pacific Kepulauan. Perbedaan antara perempuan kulit putih Amerika dan Afrika dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam diagnosis melalui skrining mamografi dan pengobatan tepat yang terbatas. Meskipun perbedaan ini, tingkat kematian keseluruhan dari kanker payudara di Amerika Serikat telah menurun sejak tahun 1990. Penurunan ini telah dikaitkan dengan peningkatan penggunaan skrining dan efektivitas terapi ajuvan. Usia rata-rata untuk diagnosis kanker payudara adalah antara usia 60 dan 65 tahun. Meskipun kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian, kanker bagi perempuan itu tidak memandang usia, kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita antara usia 20 dan 59 tahun.

Page 3: Farmakoterapi

BAB II A. Epidemiologi

Jenis kelamin dan usia merupakan dua variabel yang terkait dengan kanker payudara. Hasil pemeriksaan klinis penyakit kanker payudara pada laki-laki dan perempuan sebanding begitu juga dengan pengobatannya. Seain itu, kejadian kanker payudara sering dikaitkan dengan usia, misalnya, seorang wanita usia 40 tahun mempunyai riwayat keturunan kanker payudara denga rasio RR 2.0. Penyakit kanker payudara memiliki resiko berkembang pada usia 50 tahun hanya 2.9%, bukan 25.34%. Jadi, disimpulkan bahwa faktor resiko usia tidak menyebabkan perkembangan penyakit. Etiologi dari penyakit ini tidak diketahui secara lengkap. 1. Faktor endokrin

Hubungan kanker payudara dengan faktor endokrin yakni pada durasi menstruasi, masa menache atau menstruasi pertama biasanya sebelum usia 12 tahun, telah memiliki resiko secara komulatif perkembangan kanker payudara. Begitu juga kejadian kanker payudara meningkat untuk pasien yang menopause terlambat usia 55 tahun atau lebih. Sebaliknya ooferektomi bilateral sebelum usia 40 tahun mengurangi resiko relatif terkena kanker payudara. Ketidakseimbangan hormon harus diperhatikan seperti waktu menstruasi dan saat usia kehamilan pertama. Dibeberapa penelitian saat menarce, menopause dan melahirkan juga merupakan waktu perubahan hormon sehingga memiliki potensi kanker payudara.

2. Faktor Genetik

Hal yang terkait dengan faktor genetik diantaranya: a. Memiliki tingkat kerabat pertama dengan riwayat kanker payudara meningkatkan resiko untuk wanita sekitar 1,5-untuk 3-kali lipat.

b. Risiko ini dipengaruhi oleh usia wanita itu sendiri dan usia ketika relative didiagnosis.

c. Risiko yang terkait dengan memiliki kerabat tingkat kedua dengan kanker payudara yang kompleks, dan tergantung pada keluarga lainnya yang memiliki riwayat kanker payudara.

Page 4: Farmakoterapi

d. Riwayat kanker payudara dari anggota keluarga pada kedua ibu dan ayah penting untuk dipertimbangkan dalam evaluasi risiko.

3. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup

Diet merupakan faktor lingkungan yang jelas, dan terdapat hubungan yang erat antara asupan lemak dan metabolisme hormon steroid menyebabkan penekanan pada lemak dari makanan sebagai etiologi yang mungkin untuk kanker payudara. Diet rendah lemak yang terkait dengan kadar estrogen dalam darah rendah menyebabkan rendahnya resiko kanker payudara. Salah satu faktor makanan yang patut disebutkan adalah efek yang mungkin dari fitoestrogen pada risiko kanker payudara. Fitoestrogen yang alami estrogen tanaman yang ditemukan di produk kedelai, biji, buah, dan kacang kacangan. Kedelai dapat berfungsi sebagai antiestrogens relatif dengan menghilangkan estradiol alami.

B. Clincal Presentation

Secara umum pasien mungkin tidak memiliki gejala, seperti kanker payudara dapat dideteksi pada pasien asimtomatik meskipun skrining rutin mamografi.

1. Tanda dan Gejala

a. Sebuah benjolan, nyeri teraba

b. sakit, nipple discharge, retraksi atau penonjolan edema kulit, kemerahan

c. teraba pada daerah lokal-daerah kelenjar getah bening

2. Tanda dan Gejala Sistemik Metastasis

Tergantung di situs metastasis, tetapi dapat mencakup nyeri tulang, kesulitan bernapas, sakit perut atau pembesaran, penyakit kuning, perubahan status mental yang. 3. Tes laboratorium

a. Tumor markers seperti antigen kanker (CA 27,29) atau

b. Carcinoembryonic antigen (CEA) meningkat.

c. Alkalin fosfatase atau tes fungsi hati meningkat pada penyakit metastasis.

4. Tes Diagnostik Lainnya

a. Mamogram (dengan atau tanpa USG, MRI payudara, atau keduanya.

Page 5: Farmakoterapi

b. Biopsi untuk diperiksa patologi dan penentuan esterogen progesterone (ER/PR) status dan HER2 status.

c. Tes sistemik meliputi: Chest x-ray, Chest CT, bone scan, CT abdomen atau USG atau MRI.

C. Staging dan Prognosis

Tahap didiefinisikan pada tingkat dan ukuran tumor primer (T), keberadaan dan tingkat keterlibatan kelenjar getah bening (N), dan keberadaan atau tidak adanya metastasis yang lama (M 0-1 1-3 ). Meskipun bayak kemungkinan kombinasi dari T dan N adalah mungkin dalam suatu tahap, sederhannya sebuah penyakit yang tidak menyerang jaringan membran bas, stadium 0 mewakili karsinomain situ (Tis) atau penyakit yang tidak menyerang membran basal jaringan payudara. 1. Tahap I merupakan tumor invasif primer kecil tanpa keterlibatan kelenjar getah bening 2. Tahap II biasanya melibatkan daerah kelenjar getah bening. Tahap I dan II sering disebut sebagai awal kanker payudara. Hal ini dalam tahap awal bahwa penyakit ini dapat disembuhkan. 3. Tahap III, juga disebut sebagai penyakit stadium lanjut secara lokal, biasanya merupakan tumor besar dengan keterlibatan nodal yang luas dimana baik bengkak atau tumor adalah tetap pada dinding dada. 4. Tahap IV ditandai oleh adanya metastasis ke organ jauh dari tumor primer dan sering disebut sebagai metastatis atau penyakit stadium lanjut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kebanyakan kanker payudara saat ini dalam tahap awal dimana prognosis menguntungkan (tabel 131-4).

D. Patologi 1. Karsinoma Invasif

Karsinoma invasif adalah sekelompok kerusakan jaringan yang heterogen. Diklasifikasikan menjadi lima jenis kanker payudara invasif. Karsinoma invasive duktal atau infiltrasi adalah sejenis tumor yang terjadi sekitar 75% dari semua 1-4 kanker payudara invasif. Tumor ini biasanya menyebar ke kelenjar getah bening aksila dan jumlah mereka lebih sedikit dari jaringan tubuh lainnya ( khusus

Page 6: Farmakoterapi

tubular, meduler, dan musinosa), yaitu 5%-10% dari karsinoma payudara. Tanda yang khas adalah adanya penebalan yang tidak jelas di daerah payudara. Karsinoma Infiltrasi lobular lebih sulit dideteksi oleh mamografi. Secara keseluruhan, karsinoma infiltrasi duktal dan karsinoma infiltrasi lobular mempunyai kemiripan dilihat dari keterlibatan kelenjar aksila dan kekambuhan penyakit serta kematian, namun sifat perkembangannya cenderung berbeda. Karsinoma Infiltrasi duktal lebih sering bermetastasis ke tulang, paru-paru, hati, otak, sedangkan karsinoma infiltrasi lobular cenderung bermetastasis ke yang selaput meninges, permukaan peritoneal, peritoneal, retroperoteum, saluran GI, organ reproduksi, dan bagian yang tidak biasa lainnya. Tiga jenis khusus lainnya dari kanker invasif adalah moduler, mucinous, dan tubular. Karsinoma modular terdapat <7% dari seluruh karsinoma payudara, karsinoma musinoma (atau koloid) sekitar 3 %, dan karsinoma tubular sekitar 2% dari semua kanker payudara. Inflamasi kanker payudara ditandai oleh adanya edema kulit yang menonjol, kemerahan dan hangat, dan indurasi yang mendasari jaringan. Biopsi kulit menunjukkan sel kanker yang terlibat dalam limfatik dermal. Inflamasi kanker payudara biasanya menyebar sangat cepat. Inilah perbedaan dari kasus lain dari kanker payudara stadium lanjut. Jumlah pasien dengan inflamasi kanker payudara masih sedikit.

2. Karsinoma Non-Invasif

Sama seperti karsinoma invasif, lesi non-invasif dapat dibagi menjadi kategori duktal dan lobular. Karsinoma ini didiagnosis ketika transformasi maligna sel telah terjadi, namun membran basal utuh. Ductal Carsinome In Situ (DCIS) lebih sering didiagnosis dari Lobular Carsinome In Situ (LCIS). Kebanyakan kasus DCIS di temukan oleh biopsi yang terlihat pada skrining mamografi. Lima pola histologis berbeda dari DCIS telah diidentifikasi yaitu komedo, berkisi, mikropilari, papiler, dan padat. Tujuan utama pengobatan karsinoma non-invasif adalah untuk mencegah perkembangan penyakit menjadi invasif. Pengobatan DCIS tergantung pada

Page 7: Farmakoterapi

lokasi, ukuran, dan patologi. Pilihan pengobatan meliputi: (1) eksisi lokal dengan margin negatif, (2) eksisi lokal (dengan margin negatif) diikuti iradiasi payudara, dan (3) mastektomi tradisional total secara rekonstruksi. Mastektomi telah menjadi pengobatan standar DCIS selama beberapa dekade dan lebih banyak disukai pasien. Hal ini juga telah disarankan bagi wanita muda yang memiliki risiko kanker payudara yang tinggi berdasarkan diagnosis DCIS, termasuk pembawa mutasi BRCA1 atau BRCA2. The National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project (NSABP) dalam percobaan B-24, perempuan secara acak sengan DCIS untuk lumpectomy dengan radiasi Tamoxifen plus atau plasebo, menunjukan manfaat dengan tamoxifen dalam mengurangi ipsilateral kekambuhan kanker payudara (penurunan 44%, p= 0,03). Analisis sub kelompok lebih lanjut dari percobaan ini menunjukan manfaat bagi pasien dengan reseptor estrogen positif DCIS. LCIS adalah diagnosis yang dilakukan secara mikroskopis karena tidak ada tonjolan dan tidak ada kelainan klinis yang spesifik. Tidak seperti DCIS, LCIS biasanya tidak terdeteksi oleh mamografi. Akibatnya diagnosis LCIS biasanya ditemukan secara kebetulan pada spesimen biopsi yang diperoleh karena gejala atau temuan mamografi konsisten dengan lesi jinak. Risiko untuk berkembang menjadi karsinoma invasif adalah sekitar 0,5% sampai 1% pertahun, dan risiko terjadinya karsinoma duktal invasif dan lobular karsinoma invasif dapat terjadi. Pada sekitar 30%-50% dari pasien, ada pengaruh LCIS pada payudara ipsilateral, dan payudara kontralateral. Dengan demikian risiko perkembangan kanker payudara adalah sama besar. Beberapa ahli mendukung program observasi, pemeriksaan fisik tiap 6 bulan dan mamografi tahunan. Penggunaan chemoprevention dengan tamoxifen pada wanita premenopause atau tamoxifen atau raloxifen pada wanita pascamenopause dapat dianggap sebagai pilihan pengurangan risiko. Pasien dengan LCIS termasuk didalam kedua percobaan pencegahan kanker payudara oleh NSABP (P1) dan studi percobaan Tamoxifen dan Raloxifen (P2). Kedua percobaaan menunjukan kira-kira 50%

Page 8: Farmakoterapi

pengurangan risiko kanker payudara invasif yang berkembang untuk wanita dengan LCIS menerima baik tamoxifen atau raloxifen.

3. Faktor Prognostik

Faktor prognostik adalah pengukuran yang tersedia pada diagnosis atau pada saat operasi, artinya ketiadaan terapi berhubungan dengan tingkat kekambuhan, angka kematian, atau hasil klinis lainnya. Faktor prognostik dan faktor prediktif dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu usia, ukuran tumor atau jenis histologis, dan biomarker yang parameternya terukur dalam jaringan, sel, atau cairan, seperti status hormon reseptor. Faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan kekambuhan adalah adanya hasil kelenjar getah bening yang positif. Namun, ukuran tumor primer tetap merupakan faktor prognostic independen untuk kekambuhan penyakit. Reseptor hormon bukan penanda prognostik yang kuat, tetapi digunakan secara klinis untuk memprediksi respons terhadap terapi hormon. Sekitar 60% sampai 70% pasien dengan tumor ER positif dan PR positif akan merespon manipulasi hormonal. Pasien dengan ER negatif dan PR negatif tumor jarang merespon manipulasi hormonal. Sekitar 50% sampai 70% pasien dengan kanker payudara primer atau metastasis memiliki reseptor hormon (SDM-tumor positif). Secara ringkas, status kelenjar getah bening dan ukuran tumor adalah dua faktor prognostik yang penting untuk membantu dokter dalam memperkirakan prognostik dan membuat rekomendasi perawatan untuk pasien kanker payudara. Meskipun risiko kekambuhan sangat tinggi pada pasien dengan tumor primer yang besar atau penyakit kelenjar getah bening-positif, banyak pasien dengan tumor primer kecil dan penyakit kelenjar getah bening-negatif akan berkembang secara metastasis, namun kemampuan untuk mengidentifikasi secara akurat bagi pasien sangat terbatas. Evaluasi faktor prognostik tambahan dapat membantu mengidentifikasi pasien akan memiliki hasil yang baik dengan terapi lokal saja, serta pasien dengan fitur yang agresif akan mendapat manfaat lebih dari agresif, pengobatan multimodality.

Page 9: Farmakoterapi

E. Tatalaksana Terapi Berdasarkan Stage

Penatalaksanaan karsinoma payudara berdasarkan klasifikasinya, yaitu :

1. Kanker payudara stadium 0

a. Dilakukan : BCS

b. Mastektomi simple

c. Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi

didasarkanpada hasil pemeriksaan imaging. d. Indikasi BCS: T : 3 cm, pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.

Syarat BCS (Breast Conserving Surgery): 1) Keinginan penderita setelah dilakukan inform consent.

2) Penderita dapat melakukan control rutin setelah pengobatan.

3) Tumor tidak terletak sentral.

4) Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS.

5) Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas).

6) Tumor tidak multiple.

7) Belum pernah terapi radiasi di dada.

8) Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.

9) Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

2. Stage 1-2 (Kanker payudara stadium dini/operable) a. Dilakukan : BCS (harus memenuhi syarat di atas)

b. Mastektomi radikal

c. Mastektomi radikal modifikasi

d. Terapi adjuvant : Dibedakan pada keadaan : Node(-), node(+)

Pemberian tergantung dari : Node(+)/(-), ER/PR, usia pemenopause atau post menopause. Terapi adjuvant dapat berupa : radiasi, kemoterapi, dan hormonal terapi.

Page 10: Farmakoterapi

Kemoterapi Hormonal terapi

Kemoterapi: kombinasi CAF (CEF), CMF,AC. Kemoterapi adjuvant: 6 siklus Kemoterapi paliatif : 12 siklus Kemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus praterapi primer ditambah

Macam terapi hormonal 1. Additive : pemberian tamoxifen 2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral) 3. Dasar pemberian : a. Pemberian reseptor ER + PR + ; ER + PR – ; ER - PR + b. Status hormonal Additive : Apabila ER - PR + ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR) ER - PR + Ablasi : apabila, tanpa pemeriksaan reseptor, premenopause, menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+), perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing.

Kombinasi CAF Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1 A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 Interval : 3 minggu Kombinasi CEF Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1 E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1 Interval : 3 minggu Kombinasi CMF Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14 M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8 Interval : 4 minggu Kombinasi AC Dosis A : Adriamycin C : Cyclophosfamide Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubycin Capecitabine Gemcitabine

3. Stage III (Kanker payudara stadium lanjut)

Page 11: Farmakoterapi

Neo adjuvant atau kemoterapi primer adalah pengobatan awal pilihan. Manfaat meliputi direseksinya tumor yang tidak dioperasi dan meningkatkan angka BCT. Kemoterapi primer baik dengan rejimen yang mengandung anthracycline atau yang mengandung taxane lebih dianjurkan. Penggunaan dari trastuzumab dengan kemoterapi cocok untuk pasien dengan HER2-positif tumor.

Page 12: Farmakoterapi

Operasi diikuti dengan kemoterapi dan adjuvan RT (radiation therapy) harus diberikan untuk meminimalkan kekambuhan lokal. a. Operable Locally advanced

Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi b. Inoperable Locally advanced 1) Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi 2) Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi 3) Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.

4. Stage IV (Metastatic Breast Cancer)

Tujuan dari terapi dengan kanker payudara dini dan stadium lanjut adalah untuk menyembuhkan penyakit. Setelah itu telah berkembang melampaui penyakit lokal maupun penyakit regional, kanker payudara saat ini tidak dapat disembuhkan. Tujuan pengobatan kanker payudara metastatik adalah untuk memperbaiki gejala dan kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup. Prinsip : a. Sifat terapi paliatif

b. Terapi sistemik merupakan terapi primer ( kemoterapi dan hormonal) terapi)

c. Terapi lokoregional ( radiasi &bedah)

Setelah operasi, penanganan selanjutnya disebut adjuvant therapy yang terdiri dari terapi radiasi, chemotherapy dan hormone terapi. Yang tujuannya adalah untuk membunuh sel kanker yang mungkin masih tertinggal pada saat operasi.

F. Macam Pengobatan

1. Terapi Lokal Regional

Breast-conserving therapy (BCT) meliputi penghilangan bagian payudara, evaluasi bedah dari cekungan kelenjar getah bening aksilia, dan terapi radiasi untuk payudara. Jumlah jaringan payudara yang diangkat bervariasi dari hanya menghilangkan “benjolan” kanker (lumpectomy) dengan margin kecil jaringan normal yang berdekatan; menghilangkan “benjolan” dengan eksisi yang lebih luas dari jaringan kelihatan-normal (eksisi lokal yang luas); menghapus seluruh kuadran payudara yang mencakup

Page 13: Farmakoterapi

“benjolan” kanker (quadrantectomy). Semua teknik ini disebut dengan mastektomi segmental atau parsial. Berdasarkan penelitian National Institutes of Health Consensus Development Conference menyatakan bahwa BCT adalah terapi primer yang tepat bagi mayoritas wanita dengan kanker tahap I dan II karena memberikan mastektomi total ekuivalen dan diseksi aksilia sambil menjaga payudara. Kebanyakan pasien didiagnosis dengan kanker payudara saat ini dapat diobati dengan BCT. Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk pengobatan BCT. Peningkatan risiko kekambuhan oleh pengobatan dengan BCT terjadi jika tempat terjadinya kanker multipel dan ketidakmampuan dalam mencapai margin patologis negatif pada spesimen payudara yang dipotong. Beberapa penyakit kolagen vaskular yang sudah ada sebelumnya (misalnya, lupus eritematosus sistemik dan skleroderma) merupakan kontraindikasi relatif untuk penggunaan BCT karena peningkatan risiko radiasi yang berhubungan dengan efek samping. Tujuan yang mendasari terapi lokal adalah untuk meminimalkan komplikasi sementara memaksimalkan hasil yang relevan kepada pasien (misalnya, hasil kosmetik, tingkat kekambuhan lokal dan jauh, mortalitas). Terapi rediasi Postmastectomy pada dinding dada juga mungkin diperlukan dalam situasi tertentu di mana tumor yang besar atau jumlah kelenjar getah bening aksila positif yang tinggi. Meskipun kontroversi, jelas bahwa beberapa wanita mungkin manfaat dari terapi radiasi lokal bahkan setelah pengangkatan seluruh payudara (yaitu, mastektomi total). Pedoman NCCN menyatakan bahwa wanita dengan kriteria berikut harus menjalani terapi radiasi postmastectomy: (a) margin bedah positif, (b) tumor lebih besar dari 5 cm dalam dimensi terbesar, atau (c) empat atau lebih kelenjar getah bening aksila positif nodes.

2. Systemic Adjuvant Therapy

Terapi ajuvan didefinisikan sebagai terapi sistemik lokal dengan melakukan pembedahan, radiasi atau kombinasi keduanya, dilakukan ketika tidak ada bukti metastatic dan memiliki kekambuhan yang tinggi. Beberapa kelompok peneliti telah melakukan serangkaiaan penelitian bertahap untruk merancang identifikasi yang tepat untuk terapi adjuvant sitemik. Berbagai uji klinik terapi adjuvant sistemik dilakukan dan menghasilkan bahwa kemoterapi, terapi hormonal, atau keduanya mengakibatkan

Page 14: Farmakoterapi

peningkatan kualitas hidup yang bebas penyakit dan atau mempartahankan kehidupan pasien yang dirawat atau lebih umum untuk pasien prosnotik yang spesifik. Sebelum tumor menjadi kanker, kemoterapi merupakan terapi yang optimal untuk penyakit mikrometastatik. Keberhasilan kemoterapi tergantung pada optimalnya kombinasi antara kemoterapi dan adjuvan untuk menghidari keparahan penyakit. 3. Adjuvant Chemotherapy

Prinsip dasar terapi ajuvan untuk semua jenis kanker adalah regimen dengan tingkat respons tertinggi pada penyakit lanjut, rejimen yang optimal untuk digunakan dalam setting ajuvan. Secara historis, rejimen kemoterapi kombinasi (polychemotherapy) lebih efektif daripada kemoterapi tunggal. Anthracyclines (doxorubicin dan epirubicin) telah dianggap agen kemoterapi paling aktif dalam pengobatan kanker payudara metastatik, banyak ahli berasumsi bahwa rejimen yang mengandung anthracycline meningkatkan kesembuhan dibandingkan yang tidak mengandung anthracycline bila digunakan dalam pengaturan ajuvan. Taxanes (paclitaxel dan docetaxel) adalah agen kelas baru dan paling efektif untuk kemoterapi. Tabel 2. Rejimen Kemoterapi Umum untuk Kanker Payudara Regimen Kemoterapi Adjuvan

AC Doxorubicin 60 mg/m 2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus

AC-Paclitaxel Doxorubicin 60 mg/m2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus Diikuti oleh: Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari 3 jam Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus

FAC Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 and 4 Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang lebih dari 72 jam Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6 siklus

TAC Docetaxel 75 mg/m2 IV, sehari1 Doxorubicin 50 mg/m2 IV bolus, hari 1 Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 (Doxorubicin harus diberikan pertama) Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus (harus diberikan dengan growth factor support)

CAF Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1 Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari1 Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6 siklus

Paclitaxel - FAC Paclitaxel 80 mg/m2 per minggu IV lebih dari 1 jam setiap minggu selama 12 minggu Diikuti oleh: Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 4 Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang lebih dari 72 jam

Page 15: Farmakoterapi

Regimen kemoterapi untuk kanker payudara yang dijadikan first choice yakni AC-Paclitaxel, TAC, dan Paclitaxel-FAC. Ketiga regimen ini termasuk golongan Taxanes yang merupakan agen kelas baru yang paling efektif mengandung paclitaxel dan docetaxel. Untuk regimen AC-Paclitaxel mengandung Doxorubicin 60 mg/m2, diberikan secara intravena pada hari pertama. Cyclophosphamid 600 mg/m2, diberikan secara intravena pada hari pertama. AC-Paclitaxel ini diulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus, kemudian diikuti oleh Pactitaxel 175 mg/m2 diberikan secara intravena lebih dari 3 jam. Kemudian, diulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus. TAC mengandung Docetaxel 75 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama, Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara bolus pada hari pertama, Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama. Kemudiaan diulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus, pemberian regimen TAC harus diberikan dengan support factor pertumbuhan. Regimen Pactitaxel-FAC mengandung Pactitaxel 80 mg/m2 diberikan secara intrvena dari 1 jam setiap minggu selama 12 minggu. Kemudian diikuti oleh Fluorouracil 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama dan keempat. Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara infus intravena berulang lebih dari 72 jam. Kemudiaan Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada pertama, Hal ini, diulang siklus setiap 21-28 hari selama 4 siklus.

4. Terapi Adjuvan Biologic

Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang target aksinya pada HER2 reseptor protein. Trastuzumab yang dikombinasikan dengan kemoterapi ajuvan diindikasikan pada pasien dengan stadium awal, HER2-positif kanker payudara. Salah satu uji klinis melaporkan risiko kekambuhan berkurang hingga 50%. Namun, rejimen yang mengandung trastuzumab yang optimal masih belum diketehui. Pertanyaan masih terkait

Page 16: Farmakoterapi

kemoterapi secara bersamaan yang optimal, dosis optimal, jadwal, dan durasi terapi trastuzumab, dan penggunaan modalitas terapi lainnya secara bersamaan. Banyak uji klinis berlangsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagian besar rejimen diteliti termasuk anthracycline dan taxane diberikan bersamaan dengan trastuzumab atau berurutan sebelum trastuzumab. Dari bukti yang ada, tampak bahwa pemberian taxane dengan trastuzumab akan lebih efektif dari pada trastuzumab diberikan setelah kemoterapi. Namun, pemberian berurutan dari trastuzumab masih menawarkan manfaat yang signifikan lebih dari rejimen tanpa trastuzumab. Meskipun demikian, trastuzumab merupakan tambahan yang sangat efektif tetapi mahal untuk adjuvant terapi, dan sebaiknya sebelum pasien dengan HER2positif kanker payudara menjalani terapi haruslah didiskusikan secara rinci terlebih dahulu terkait resiko yang ada.

5. Terapi Adjuvan Endocrine

Tamoxifen telah menjadi standar terbaik untuk terapi adjuvan endokrin. Obat ini memiliki kedua sifat estrogenik dan antiestrogenik, tergantung pada jaringan dan gen yang bersangkutan. Pemberian Tamoxifen 20 mg sehari, dimulai segera setelah menyelesaikan kemoterapi dan berlanjut selama 5 tahun dapat mengurangi risiko kekambuhan dan kematian. Tamoxifen biasanya ditoleransi dengan baik. Gejala putus obat dari estrogen (hot flashes dan perdarahan vagina) mungkin terjadi namun frekuensi dan intensitas berkurang dari waktu ke waktu. Tamoxifen juga meningkatkan risiko stroke, emboli paru, trombosis vena, dan kanker endometrium, terutama pada wanita usia 50 tahun atau lebih. Wanita premenopause mendapatkan keuntungan dari ablasi ovarium dengan agonis luteinizing hormon-releasing hormone (LHRH) (misalnya, goserelin) dalam pengaturan ajuvan, baik dengan atau tanpa tamoxifen secara bersamaan. Serangkaian uji sedang berlangsung untuk lebih mendefinisikan peran agonis LHRH. Pada wanita pascamenopause, obat pilihan untuk terapi hormonal adjuvant meliputi inhibitor aromatase (misalnya anastrozol, letrozole, atau exemestane) baik sebagai pengganti atau setelah tamoxifen. Namun, obat yang optimal, dosis, urutan, dan lama pemberian inhibitor aromatase dalam pengaturan ajuvan tidak diketahui. Efek samping dengan inhibitor aromatase meliputi hot flashes, mialgia / artralgia, kekeringan vagina / atrofi, sakit kepala ringan, dan diare.

6. Terapi Endokrin Tujuan terapi farmakologis endokrin untuk kanker payudara adalah untuk mengurangi tingkat sirkulasi estrogen atau mencegah efek dari estrogen pada sel kanker payudara (terapi target) dengan memblokir reseptor hormon. Terapi endokrin kombinasi belum menunjukkan manfaat khasiat apapun, tetapi meningkatkan toksisitas. Oleh karena itu kombinasi dari agen endokrin untuk kanker payudara yang tidak direkomendasikan di luar konteks dari percobaan klinis. Sampai saat ini, masih sedikit bukti manfaat peningkatan kelangsungan hidup dari satu terapi endokrin. hypophysectomy yang setara pada pasien dengan kanker payudara metastatik.

Tabel 3. Terapi Endokrin untuk kanker payudara metastatik Golongan

Obat Dosis Efek Samping Obat

Aromatase inhibitors Hot flashes, artralgia, mialgia, sakit kepala, diare, mual ringan

Nonsteroidal Anastrozole 1 mg/hari

Page 17: Farmakoterapi

Letrozole 2.5 mg/hari Steroidal Exemestane 25 mg/hari Antiestrogens SERMs Tamoxifen 20 mg/hari Hot flashes, keputihan,

mual ringan, tromboemboli, kanker endometrium.

Toremifene 60 mg/hari SERDs Fulvestrant 250 mg i.m tiap 28

hari Hot flashes, reaksi di tempat suntikan, mungkin tromboemboli.

LHRH analogs Goserelin 3.6 mg s.c tiap 28 hari Hot flashes, amenore, gejala menopause, reaksi di tempat suntikan (extended formulations tidak dianjurkan untuk pengobatan kanker payudara).

Leuprolide 3.75 mg i.m tiap 28 hari Triptorelin 3.75 mg i.m tiap 28 hari Progestins Megestrol acetate 40 mg 4 kali/hari Kenaikan berat badan,

hot flashes, perdarahan vagina, edema, tromboemboli

Medroxyprogesterone 400–1000 mg i.m tiap minggu Androgens Fluoxymesterone 10 mg 2 kali/hari Memperdalam suara,

alopesia, hirsutisme, wajah / truncal acne, retensi cairan, ketidakteraturan menstruasi, cholestatic jaundice

Estrogens Diethylstilbestrol 5 mg 3 kali/hari Mual / muntah, retensi cairan, anoreksia, tromboemboli, disfungsi hepatik.

Ethinyl estradiol 1 mg 3 kali/hari Conjugated estrogens 2.5 mg 3 kali/hari

Terapi endokrin khusus menjadi pilihan, terutama didasarkan pada preferensi toksisitas dan pasien. Berdasarkan kriteria ini, tamoxifen adalah agen awal yang lebih dipilih ketika terdapat metastasis, kecuali bila pasien yang menerima tamoxifen ajuvan pada saat yang sama atau dalam waktu 1 tahun terjadi penyakit metastasis.

7. Terapi Sitotoksik

Page 18: Farmakoterapi

Kemoterapi sitotoksik pada akhirnya diperlukan pada kebanyakan pasien dengan kanker payudara metastatik. Pasien dengan HR-negatif tumor memerlukan kemoterapi sebagai terapi awal metastasis. Sejumlah agen kemoterapi telah menunjukkan aktivitas dalam pengobatan kanker payudara, termasuk doxorubicin, epirubicin, paclitaxel (konvensional dan protein-terikat), docetaxel, capecitabine, fluorourasil, siklofosfamid, metotreksat, vinblastin, vinorelbine, gemcitabine, mitoxantrone, mitomisin-C , thiotepa, dan melphalan. Kelas-kelas yang paling aktif dari kemoterapi pada kanker payudara metastatic adalah anthracyclines dan taxanes, menghasilkan tingkat respons setinggi 50% sampai 60% pada pasien yang belum menerima kemoterapi sebelumnya untuk penyakit metastasis. Paclitaxel telah disetujui FDA pada tahun 1994 untuk single-agent pengobatan kanker payudara metastatik untuk pasien yang kambuh setelah terapi dengan rejimen yang mengandung doxorubicin.

8. Biologic or Targeted Therapy

Trastuzumab adalah antibody monoclonal yang berikatan dengan epitope dari protein HER2 tertentu. Mekanisme aksi dari gangguan dimerisasi reseptor HER, gangguan jalur, sinyal (misalnya, P13K/Akt), penangkapan G1 dan menurunkan proliferasi, induksi apoptosis, menekan angiogenesis, induksi respon imun (misalnya, antibodi tergantung sitotoksisitas selular), penghambatan daerah HER2 ekstraseluler proteolisis dan penghambatan perbaikan DNA. Efek biologis ini menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, penurunan potensial kankermalignant, dan memungkinkan terjadinya resistensi terhadap kemoterapi tertentu dan terapi endokrin. Agen kemoterapi lain yang telah dievaluasi dalam percobaan fase II dengan beberapa kombinasi dengan vinorelbine termasuk trastuzumab, gemcitabine, capecitabine, dan agen platinum (cisplatin dan carboplatin).

Page 19: Farmakoterapi

Trastuzumab umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum terutama demam dan menggigil, dan terjadi pada sekitar 40% dari pasien selama infuse awal. Reaksi lain terkait infus termasuk mual, muntah, nyeri pada lokasi tumor, kekakuan, sakit kepala, pusing, dispnea, hipotensi, ruam, dan asthenia, yang jauh lebih sedikit. Reaksi-reaksi ini umumnya ringan-sampai sedang dan pada bagian akhir sekitar 1 sampai 2 jam setelah infus dimulai dan biasanya tidak terulang dengan infus berikutnya. Acetaminophen dan difenhidramin dapat memberikan dan / atau laju infus dikurangi untuk membantu mengurangi gejala yang berhubungan dengan reaksi ini. Reaksi yang jarang terjadi, namun lebih berat yang terdiri dari hipersensitivitas berat dan / atau reaksi paru telah dilaporkan. Hal ini penting untuk mendidik pasien tentang reaksi paru, karena ini dapat terjadi sampai 24 jam setelah infus dan dapat menjadi fatal jika tidak segera diobati. Trastuzumab dapat meningkatkan kejadian infeksi, diare, dan / atau efek samping lain ketika diberikan dengan kemoterapi, tetapi sebagian besar peningkatan tersebut tidak signifikan secara klinis untuk pasien secara individu. Trastuzumab diberikan dengan dosis awal 4 mg / kg, diikuti dengan dosis 2 mg/kg diberikan tiap minggu. Sebuah studi fase II telah menunjukkan keberhasilan dari pemberian trastuzumab pada jadwal 3 minggu dengan dosis muatan 8 mg/kg diikuti 3 minggu kemudian dengan dosis pemeliharaan 6 mg/kg diberikan setiap 3 minggu. Setiap 3 minggu administrasi lebih mudah daripada administrasi mingguan, namun perbandingan data dosis dengan jadwal versus dosis standar dan jadwal tidak tersedia saat ini

9. Terapi Radiasi Radiasi merupakan modal penting dalam pengobatan gejala penyakit metastatik. Indikasi paling umum untuk pengobatan dengan terapi radiasi metastase adalah rasa sakit pada tulang atau situs lokal lainnya dari penyakit refrakter terhadap terapi sistemik. Terapi radiasi memberikan nyeri yang signifikan sekitar 90% dari pasien yang dirawat untuk metastasis tulang yang menyakitkan. Radiasi juga merupakan modal penting dalam pengobatan paliatif lesi otak metastasis dan lesi tulang belakang, yang memiliki respon yang buruk terhadap terapi sistemik, serta lesi mata atau orbit dan

Page 20: Farmakoterapi

bagian lain di mana akumulasi yang signifikan dari sel tumor terjadi. Kulit dan / atau metastasis kelenjar getah bening terbatas pada daerah dinding dada juga dapat diobati dengan terapi radiasi untuk paliasi (misalnya, luka terbuka atau luka yang menyakitkan).

III. KESIMPULAN Faktor risiko kanker payudara menunjukkan interaksi yang kompleks antara hormon, faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Identifikasi gen BRCA1 dan BRCA2, gen tumor supresor penting dalam perkembangan payudara yang diwariskan dan mungkin berperan dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi. Pengobatan tahap awal kanker payudara terdiri dari managemen local, terapi adjuvant dengan kemoterapi sistemik, biologis dan terapi hormonal atau kombinasi. Kanker payudara lanjut meliputi kanker payudara stadium lanjut (stadium III) dan kanker payudara metastatic (stadium IV). Pengobatan kanker payudara stadium III umumnya terdiri kombinasi dari pembedahan, radiasi kemoterapi dan diberikan dalam pendekatan yang agresif. Kanker payudara metastatik diobati dengan terapi endokrin, kemoterapi atau terapi biologis. Pasien yang HR-positif akan menerima terapi awal endokrin diikuti dengan kemoterapi ketika terapi endokrin gagal. Pasien yang HR-negatif atau yang mempunyai penyakit simptomatik yang melibatkan hati, paru-paru atau sistem saraf pusat umumnya akan menerima kemoterapi sebagai lini pertama dari penyakit metastatik. Upaya untuk pencegahan kanker payudara ditujukan ke arah identifikasi, mengurangi faktor risiko dan pencagahan terapi obat. Dua kelas agen, retinoid dan SERM dievaluasi untuk mencegah kanker payudara. Tamoxifen dan raloxifene telah menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi tingkat kanker payudara invasif pada wanita yang berisiko tinggi terhadap pengembangan penyakit. Deteksi dini kanker payudara tetap penting untuk mengurangi angka kematian kanker payudara. Upaya penelitian intensif sedang berlangsung dalam semua aspek etiologi kanker payudara, deteksi, pencegahan dan pengobatan.

Page 21: Farmakoterapi

IV. DAFTAR PUSTAKA DiPiro JT, et al, 2008, Pharmacotherapy. A Pathophysiologic Approach, 7 edition, The McGraw Hill Companies, New York. Ramli, Muchlis, dr., SpB., dkk., 2003, Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Jakarta.