Click here to load reader
Upload
fraymun-wambrauw-arwam
View
6
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Fase Sensitisasi
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap
oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim
lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLADR menjadi antigen
lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi
sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi, setelah
keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan
sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi
sel-T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi
sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC
kias I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh
keratinosit yaitu TNFα, yang dapat mengaktifasi sel-T, makrofag dan granulosit,
menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan
MHC kelas I dan II.
TNFα menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat
melalul saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan
kompleks HLA-DR-antigen kepada sel-T penolong spesifik, yaitu yang mengekpresikan
molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel Langerhans, dan kompleks reseptor sel-T-
CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak adanya sel-T spesifik
ini ditentukan secara genetik.
Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2
dan mengeskpresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T
spesifik, sohingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T
teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada
saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu.
Menurut konsep ‘danger’ signal (sinyal ‘bahaya’) bahwa sinyal antigenik murni
suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi, Sedangkan sinyal iritannya
menimbulkan sensitisas. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada
adanya sinyal iritan yang dapat berasal dan alergen kontak sendiri, dan ambang rangsang
yang rendah terhadap respons iritan, dan bahan kimia inflamasi pada kutit yang
meradang, atau kombinasi dan ketiganya. Jadi sinyal ‘bahaya’ yang menyebabkan
sensitisasi tidak berasal dan sinyal antigenik sendiri, melainkan dan iritasi yang
menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
Fase Elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang
atergen (hapten). Seperti pada fase sensitlsasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans
dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian
diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompteks HLA-DR-antigen akan
dipresentasikan kepada sel-T yang telah tersensitisasi (set-T memori) baik di kutit
maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih
kompteks dengan hadirnya set-set lain. Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang
menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan
menyebabkan protiferasi dan ekspansi poputasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga
mengetuarkan IFN-y yang akan mengaktifkan keratinosit mengekspresi ICAM-1 dan
HLA-DR. Adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan set-T
dan teukosit yang lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR
memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga
memungkinkan presentasi antigen kepada set tesebut. HLA-DR juga dapat merupakan
target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel-T. IL1
dapat menstimutasi keratinosit menghasitkan eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini akan
mengaktifkan sel mas dan makrofag. Sel mas yang berada di dekat pembuluh darah
dermis akan metepaskan antara lain histamin, berbagai jenis faktor kemotaktik, PGE2
dan PGD2, dan leukbtnien B4 (LTB4). Elkosanoid baik yang berasal dan sel mas
(prostaglandin) maupun dan keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vaskular dan
meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah
berdifusi ke datam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan elkosanoid
akan menanik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah masuk ke
dalam dermis. Rentetan kejadian tensebut akan menimbulkan respons klinik DKA. Ease
elisitasi umumnya berlangsung antara 24- 48 jam.
GEJALA KLINIS
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak enitematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesiket, vesiket atau buta. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tententu,
misalnya ketopak mata, penis, skrotum, enitema dan edema lebih dominan daripada
vesikel. Pada yang kronis tentihat kutit kering, berskuama, paput, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sutit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
DKA dapat metuas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp,
telapak tangan dan kaki relatif resisten tenhadap DKA.
Berbagai Lokasi Terjadinya DKA
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan
untuk metakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kutit akibat kerja, sepertiga atau lebih
mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan
yang basah (wet work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut
di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks kanena banyak sekali faktor yang
berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan,
misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh
deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kaca mata),
semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan
leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan
oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan
oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dad nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing-aids, gagang telepon.
Leher. Penyebab kalung dan nikel, cat kuku (yang berasal dan ujung jar, parfum,
alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disébabkan oleh tekstil, zat wama,
kancing logam, karet (elastis, busa), piastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi
pakaian.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai
daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.
Paha dan Tungkai Bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil,
dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki
dapat disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai.
Dermatitis Kontak Sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara
topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi
terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan
sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid, balsam Peru.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dan logam
(nikel). Data yang berasal dan anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dan yang
bersangkutan maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan
kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambarn morfologik yang khas,
dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numuianis, dermatitis seboroik, atau
psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini
pemeriksan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi.