62
1 FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN BERPOTENSI MENYEBABKAN PENURUNAN INVESTASI DAN PENDAPATAN NASIONAL SKRIPSI Disusun oleh : Faishal Fadli 0510210036 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009

Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ekonomi

Citation preview

Page 1: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

1

FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN BERPOTENSI MENYEBABKAN PENURUNAN INVESTASI DAN PENDAPATAN NASIONAL

SKRIPSI

Disusun oleh :

Faishal Fadli 0510210036

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2009

Page 2: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

2

RIWAYAT HIDUP

Nama : Faishal Fadli

Tempat dan Tanggal lahir : Malang, 20 Pebruari 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Raya Balearjosari 6 malang 65126

Telp. (0341) 492260

Riwayat Pendidikan

• Sekolah Dasar Negeri Percobaan Malang, 1993 - 1999

• Sekolah Menengah Pertama Negeri IV Malang, 1999 - 2002

• Sekolah Menengah Umum Negeri VIII Malang, 2002 - 2005

• Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Brawijaya, 2005

Pendidikan non-akademik

• EF English learning course, 2000

• CSN computer programing course, 2005

Pengalaman Organisasi

• Anggota Organisasi AIESEC, 2005

• Anggota HMJ-EP-FE-UB, 2005

• Panitia Inagurasi, 2006

• Panitia AIESEC Charity programe, 2006

• Panitia Masa Orientasi Mahasiswa Ekonomi, 2006

• Panitia Masa Orientasi Mahasiswa Ekonomi, 2007

• Panitia Intellectual Dialogue of Economics IX, 2007

• Panitia Economic Development Fair 2007, 2007

• Panitia YES AIESEC HIV-AIDS Programe, 2007

• Panitia Temu Alumni FE-UB, 2007

• Panitia Kursus Keuangan Daerah untuk wilayah Jatim, 2007-2008

• Panitia AIESEC national conference in Brawijaya University, 2008

Page 3: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

3

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas

rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul :

Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan

Investasi Dan Pendapatan Nasional.

Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk melengkapi persyaratan dalam

mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.

Ide awal penulisan Skripsi ini timbul karena adanya penurunan dalam

tingkat investasi dan pendapatan nasional pasca krisis ekonomi 1997.

Penurunan dalam investasi dan pendapatan nasional tersebut disinyalir akibat

dari muncuknya fenomena disintermediasi dalam perbankan. Oleh karena itu,

penulis meneliti apakah hubungan antara variabel-variabel disntermediasi

perbankan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL)

dapat mempengaruhi investasi dan pendapatan nasional.

Dengan selesainya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan rasa

hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikkan limpahan rahmat-Nya.

2. Bapak Prof Dr. Bambang Subroto, MM, Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Brawijaya.

3. Bapak Dr. Ghozali maski, SE., MS. selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembagunan Universitas Brawijaya.

Page 4: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

4

4. Bapak Prof. Dr. M. Umar Burhan, SE., MS. selaku dosen pembimbing.

5. Untuk orang tuaku, Dr. Ghozali Maski, SE, MS dan Ir. Chusnul Fatichah

atas segala dukungan, doa, bimbingan dan motivasi..

6. Seluruh keluarga besar dan saudara-saudaraku yang selalu memberikkan

dukungan dan doanya.

7. Untuk orang terdekat dan sahabat-sahabat yang selalu memberikan

semangat. Vietha dan seluruh anggota Kelompok Rea-Reo (KRR), terima

kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

8. Seluruh teman-teman Ekonomi Pembangunan 2005 Universitas Brawijaya.

9. Serta seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah

berperan dalam penulisan skripsi ini baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi

kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini

bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Malang, Desember 2008

Faishal Fadli

Page 5: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

5

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………………………...……................................................................iii

DAFTAR TABEL .……………………………...........................................................v

DAFTAR GAMBAR...…………………………........................................................vi

LAMPIRAN..........................................................................................................50

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…...…………………….........................................................1

1.2 Perumusan Masalah…………………………………….................................6

1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian……………………….......................6

1.4 Manfaat dan Output Penelitian……………..................................................6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kredit dan Perekonomian…..………………...............................................7

2.2 Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan...................................................9

2.3 Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Kredit…………………………......11

2.3.1 Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel).............................12

2.3.2 Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Clmnnel).....................13

2.4 Empiris di Negara-Negara Lain…...........................................................14

2.5 Penelititan terdahulu.....................................................................18

2.6 Kerangka Pemikiran...........................................................................................22

2.7 Hipotesis.............................................................................................................23

Page 6: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

6

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data………………...…........................24

3.2. Kerangka Analisis.................................……………………………...........25

3.2.1. Model Analisis...........................................................................................26

3.2.2. Teknik Pembuktian Hipotesis..................................................................27

3.2.3. Metode Pengolahan Data........................................................................29

BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Perbankan Dalam Perekonomian Pasca Krisis..............................31

4.2 Analisa Hasil Penelitian........................................................................................32

4.2.1 Hasil Perhitungan Masing-Masing Variabel.............................................32

4.3 Hasil Analisa Data.................................................................................................37

4.3.1 Hasil Perhitungan Estimasi........................................................................37

4.3.2 Hasil Uji Statistik.........................................................................................39

4.3.3 Granger Causality Test..............................................................................41

4.4 Pembahasan Hasil Analisa..................................................................................42

4.4.1 Pembahasan Perhitungan Estimasi.........................................................42

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan............................................................................................................46

5.2 Saran.....................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA……………………………...……….....................................48

Page 7: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

7

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan Indonesia Periode 1998-2006………..........2

Tabel 1.2 Pertumbuhan PDB dan Nilai PMDN Periode 2000-2008......................4

Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto (PDB).............................................................32

Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)..........................................34

Tabel 4.5 Loan to Deposit Ratio (LDR)................................................................35

Tabel 4.6 Non Performing Loan (NPL) Bank Umum............................................36

Tabel 4.7 Hasil Regresi Persamaan pertama......................................................38

Tabel 4.8 Hasil Regresi Persamaan Kedua.........................................................38

Tabel 4.9 Hasil Uji t persamaan pertama.............................................................39

Tabel 4.10 Hasil Uji t persamaan kedua..............................................................39

Tabel 4.11 Hasil Uji Granger Causality................................................................42

Page 8: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sistem Keuangan..............………………........................……………..8

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.........................................................................22

Page 9: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

9

ABSTRAKSI

Judul : Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Menyebabkan Penurunan Investasi dan Pendapatan Nasional

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. M. Umar Burhan SE., MS. ____________________________________________________________________________

Penulis : Faishal Fadli NIM : 0510210036

Pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998 dunia perbankan Indonesia mulai

mengalami peningkatan. Hal ini karena upaya-upaya yang telah dilakukan oleh

bank Indonesia dan dengan dukungan dari stakeholder-nya memberikan hasil

yang menggembirakan. Namun kondisi perbankan masih belum pulih seutuhnya.

Terutama dalam melaksanakan tugasnya sebagai intermediator. Kondisi inilah

yang diduga dapat menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan

nasional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fenomena

disintermediasi yang muncul dalam perbankan dapat berpotensi menyebabkan

penurunan dalam Investasi dan Pendapatan nasional. Indikator yang digunakan

untuk mengukur disintermediasi adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non

Performing Loan (NPL). Sedangkan untuk Investasi menggunakan Investasi

Dalam Negeri (IDN) dan untuk Pendapatan Nasional menggunakan Produk

Domestik Bruto (PDB). Dari hasil regresi Simultan dengan metode Seemingly

Unrelated Regression (SUR) dan Grenger casuality test, diperoleh hasil bahwa

variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)

merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)

dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen. Loan to Deposit

Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) yang signifikan terhadap

pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan untuk nilai investasi menunjukan

tingkat signifikansi yang besar hanya terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) saja.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fenomena disintermediasi dalam

perbankan berpotensi menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan

nasional.

Kata Kunci: Loan to Deposit Ratio (LDR),Non Performing Loan (NPL),

Investasi Dalam Negeri (IDN), Produk Domestik Bruto (PDB).

Page 10: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

10

ABSTRACT

Title: Banking Disintermediation Phenomenon Potentially Cause Decreasing In Investment and National Income

Supervisor: Prof. Dr. M. Umar Burhan SE., MS.

____________________________________________________________________________

Author : Faishal Fadli Number : 0510210036

After economic crisis in year of 1997-1998 world banking of Indonesia start to

experience of improvement. This matter because efforts which have been done by

Indonesia bank and with support from stakeholder give the result seethe with excitement.

But the condition of banking still not yet ever been convalescing as intact as. Especially in

executing his duty as intermediation. This condition anticipated can cause the

degradation in investment and earnings of national.

This research aim to know do phenomenon disintermediation’s which emerge in

banking of potency can cause the degradation in investment and national income. Used

indicator to measure disintermediation is Loan to Deposit Ratio (LDR) and Non

Performing Loan (NPL). Is while to investment to use Domestic Invesment (DI) and to

National Income to use Gross Domestic Product (GDP). From result simultaneous

regression with method Seemingly Unrelated Regression (SUR) and Granger causality

test, obtained the result that variable Gross Domestic Product (GDP) and Domestic

Invesment (DI) is variable endogen. Is while variable Loan to Deposit Ratio (LDR) and

Non Performing Loan (NPL) is exogen variable, Loan to Deposit Ratio (LDR) and Non

Performing Loan (NPL) which significant to growth of earnings of national. Is while for the

value of investment shows the bigness level of significances only to Loan to Deposit

Ratio (LDR). Inferential thereby that disintermediation phenomenon in banking has

potency to cause the degradation in investment and national income.

Keyword: Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL),

Domestic Investment (DI), Gross Domestic Product (GDP).

Page 11: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu fungsi utama bank adalah menyalurkan dana yang

dihimpun dari masyarakat kepada pihak-pihak yang membutuhkannya baik

dalam bentuk kredit maupun dalam bentuk lainnya. Dalam menjalankan

fungsinya tersebut, selama beberapa dekade terakhir perbankan di Indonesia

telah mengalami pasang surut dan sempat mencapai posisi yang sangat

memprihatinkan pada saat krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun

1997. Adanya krisis ekonomi ini menimbulkan fenomena disintermediasi dalam

perbankan. Disintermediasi adalah ketidakmampuan bank dalam melaksanakan

fungsinya sebagai lembaga keuangan yang menghimpun serta menyalurkan

dana dari dan untuk masyarakat.

Berbagai upaya telah dilakukan Bank Indonesia untuk mengatasi

munculnya fenomena disintermediasi yang merupakan dampak negatif dari krisis

ekonomi tahun 1997 tersebut. Mulai dari program Bantuan Likuiditas Bank

Indonesia (BLBI), program rekapitalisasi perbankan, pembentukan blanket

guarantee, restrukturisasi kredit, privatisasi bank-bank BUMN, sampai dengan

peluncuran Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada awal tahun 2004 dan

pengimplementasian kegiatannya sampai dengan sekarang.

Upaya-upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia dan dengan dukungan

dari stakeholder-nya memberikan hasil yang menggembirakan. Terjadi

peningkatan kinerja yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kondisi

krisis, seperti yang ditunjukan pada tabel perkembangan perbankan Indonesia

dibawah ini :

Page 12: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

12

Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan Indonesia Periode 1998-2006

Indikator

Perbankan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

DPK (Trilyun Rp) 625 678 699 797 836 888 963 1128 1287

Kredit (Trilyun Rp) 545 277 321 359 4 0 477 595 730 833

Loan to Deposit Ratio (%) 72.4 26.2 45.8 45.0 49.1 53.7 6 .8 64.7 64.7

Non Perfoming Loan (%) 48.6 32.8 8.8 12.1 8.1 8.2 5.8 8.3 7.0

Capital Adequate

(Trilyun Rp) (15.7) (9.1) 12.7 20.5 22.5 19.4 19.4 19.5 20.5

Net Interest (%) N/A N/A 3 3 4 3 6 5 5

Return on Asset (%) (18.8) (6.1) 0.9 1.4 1.9 2.5 3.5 2.6 2.6

SBI (Triliun Rp) N/A N/A 58.8 73.8 76.9 102.1 9.1 54.3 179.0

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Walaupun telah terjadi peningkatan kinerja perbankan, namun kondisi

perbankan Indonesia belum pulih seutuhnya, terutama dalam melaksanakan

tugasnya sebagai lembaga intermediasi. Data dua tahun terakhir menunjukkan

intermediasi perbankan belum seperti yang diharapkan dimana trend

pertumbuhan melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya.

Untuk mendeteksi berjalannya fungsi intermediasi dalam perbankan

dapat digunakan indikator keuangan Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio ini

merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan terhadap jumlah

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat (Roesmara, 2005).

Dari data diatas LDR relatif tidak berubah, yaitu sekitar 64,7%, karena relatif

berimbangnya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan DPK.

Penurunan Non Performing Loan (NPL) pada tahun 2006 ternyata tidak

diikuti oleh kenaikan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit selama tahun 2006

sebesar 14,1% (lebih kecil dari yang ditargetkan sebesar 18%). Namun,

penempatan bank umum dalam Surat Berharga Indonesia (SBI) mengalami

Page 13: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

13

peningkatan yang sangat signifikan hingga melebihi 200%, walaupun suku bunga

BI terus turun, sebesar 300 bps selama tahun 2006.

Berdasarkan jenis penggunaan kredit, selama tahun 2006 kredit modal

kerja tetap mengalami pertumbuhan sebesar 16,9% (naik sebesar Rp 60,2

triliun), walaupun pertumbuhannya masih dibawah pertumbuhan tahun lalu yang

mencapai 22,4%. Disamping itu pertumbuhan kredit konsumsi tahun 2006 hanya

sekitar 9,5% (naik sebesar Rp 19,6 triliun) lebih rendah dari angka pertumbuhan

tahun 2005 yang mencapai 36,8%. Kondisi tesebut dari satu sudut pandang

mencerminkan semakin membaiknya pergerakan roda perekonomian, namun hal

tersebut juga mengindikasikan daya beli masyarakat yang menurun serta

pemenuhan konsumsi yang cenderung sudah optimal sehingga mempengaruhi

tingkat konsumsi masyarakat, karena biaya kredit konsumsi relatif lebih tinggi,

terutama dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya. Dilain pihak

kredit investasi tumbuh melambat sebesar 12,5% (atau naik Rp 16,8 triliun)

apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2005 yang sempat mencapai

13,2%. Melambatnya pertumbuhan ini disinyalir karena adanya berbagai kendala

terkait dengan infrastruktur, masalah hukum, iklim invesatasi yang belum

mendukung dan biaya ekonomi yang tinggi.

Berdasarkan sektor ekonomi, selama tahun 2006 pada umumnya kredit

sektoral tumbuh positif, namun lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2005,

kecuali untuk sektor perdagangan, pengangkutan, pertanian, pertambangan dan

listrik. Sektor pertambangan bahkan tumbuh paling tinggi (73,4%) terutama untuk

tambang migas dan bijih logam. Salah satu sektor dengan petumbuhan kredit

melambat adalah sektor industri pengolahan, sebagai penggerak roda

perekonomian dan penyerap tenaga kerja, turun dari 18,2% pada tahun 2005

menjadi 7,4% pada tahun 2006.

Page 14: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

14

Berdasarkan plafon kredit yang dikucurkan, kredit kepada MKM (Mikro

Kecil Menengah) tetap menjadi primadona, per November 2006 mencapai sekitar

52% dari total pengucuran kredit, naik sedikit dari pangsa 2005 (51%). Namun

dengan pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun

2005, (turun dari 25,6% menjadi 12,4% pada tahun 2006). Kenaikan jumlah MKM

selama 2006 mencapai Rp 44,1 triliun. Namun demikian porsi MKM produktif

hanya sekitar 26% dari total kredit.

Tabel 1.2 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Tahun Pertumbuhan PDB (%) Investasi (Miliar Rp)

2000 2.98 88294.4

2001 3.32 56316.4

2002 3.66 25262.3

2003 4.78 40052.7

2004 5.03 19166.6

2005 5,69 231116.4

2006 5.51 131873

2007 6.25 16127.5

2008 trw.2 6.39 5858.3

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Melambatnya pertumbuhan kredit tersebut diatas membawa dampak

yang negatif terhadap pertumbuhan PDB dan nilai Investasi dalam negeri.

Selama tahun 2005 menuju tahun 2006 pertumbuhan PDB melambat sesuai

dengan melambatnya pertumbuhan kredit pada tahun yang sama seperti yang

telah diutarakan diatas. Hal ini juga nberlaku sama terhadap nilai Investasi dalam

negeri yang cenderung melemah. Selama tahun 2005 menuju tahun 2006 nilai

investasi mengalami penurunan. Hal tersebut diakibatkan melemahnya

Page 15: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

15

pertumbuhan kredit dalam sektor industri pengolahan seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya.

Dari paparan diatas, terlihat masih terdapat ruang yang cukup luas bagi

perbankan nasional untuk meningkatkan kinerjanya sekaligus untuk menjalankan

perannya sebagai intermediator, yang selama ini tampaknya belum berjalan

dengan optimal. Dengan demikian diperlukan penelitian yang terkait dengan

intermediasi perbankan untuk memberi masukan kepada Bank Indonesia

sebagai regulator sehinga Bank Indonesia mampu mendorong perbankan

nasional memainkan perannya dengan baik, antara lain dengan memfasilitasi

proses intermediasi ke sektor riil, menerbitkan kebijakan dan atau ketentuan

untuk memfasilitasi sektor-sektor tertentu, memberikan arahan kepada bank-

bank milik asing untuk lebih berperan dalam pembangunan ekonomi, dan

koordinasi dengan pemerintah dalam merevitailisasi dan memperbaiki efisiensi

bank-bank BUMN sehingga fenomena disintermediasi dalam perbankan yang

dapat berpotensi menyebakan penurunan dalam investasi dan pendapatan

nasional dapat diantisipasi.

Page 16: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

16

1.2 Perumusan Masalah

Kinerja perbankan yang semakin membaik pasca krisis tampaknya

tidak diimbangi oleh ekspansi kredit kepada sektor riil. Kelebihan likuiditas yang

ada lebih banyak digunakan untuk investasi pada Sertifikat Bank Indonesia

(SBI) yang aman, likuid (quick asset), dan memberikan return yang

menguntungkan walaupun dengan tingkat suku bunga yang tidak terlalu tinggi.

Adanya fenomena disintermediasi perbankan seperti ini berpotensi

menyebabkan penurunan investasi dan akan membawa implikasi pada

penurunan pendapatan nasional (output).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan yang perlu dikaji seputar intermediasi perbankan khususnya

melemahnya ekspansi kredit perbankan kepada sektor riil, yaitu: Apakah

Disintermediasi dapat menurunkan investasi dan pendapatan nasional?

1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan : Untuk mengetahui

apakah disintermediasi dalam perbankan dapat menyebabkan penurunan dalam

investasi dan pendapatan nasional.

1.4 Manfaat dan Output Penelitian

Dengan diperolehnya pengetahuan dan informasi dari jawaban atas

tujuan diatas, maka manfaat dan output yang didapat dari penelitian ini adalah :

Diperolehnya gambaran yang rinci mengenai keterkaitan disintermediasi dalam

perbankan dengan investasi dan pendapatan nasional.

Page 17: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dibahas beberapa teori dan kajian empiris terdahulu

terkait dengan intermediasi perbankan. Secara lebih detail akan difokuskan pada:

1. Kredit dan perekonomian

2. Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan

3. Transmisi kebijakan moneter melalui kredit

4. Kajian empiris di negara-negara lain

5. Hasil Penelitian terdahulu

Dari hasil studi literatur ini diharapkan dapat memiliki pemahaman yang

komprehensif untuk memperoleh kerangka analisis yang komprehensif didalam

memahami persoalan intermediasi berikut permasalahannya yang terjadi di

Indonesia.

2.1 Kredit dan Perekonomian

Sebagai salah satu bagian dari sistem keuangan, perbankan melalui

aktivitas lending-nya memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian. Dengan

fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani antara pihak yang

memiliki kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana baik untuk tujuan

produktif maupun konsumtif perbankan memainkan peran penting dalam

mengalokasikan sumberdaya modal (capital resources) sehingga mampu

meningkatkan produksi dan efisiensi dalam perekonomian. Berbagai literatur

mempelajari pentingnya peran yang dimainkan lembaga intermediasi sudah

ditemukan sejak tahun 1933 seperti Fisher (1933), Gurley-Shaw (1955) dan

Goldsmith (1969). Stiglitz dan Greenwald (2003) menyatakan bahwa perbankan

Page 18: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

18

lebih superior dibanding lembaga intermediasi lainnya terutama dalam mengatasi

masalah asymmetric information dan biaya operasional yang tinggi dalam

aktivitas intermediasi keuangan. Penelitian-penelitian yang menganalisis

hubungan antara lembaga intermediasi dengan kinerja makroekonomi mulai

muncul pada tahun 1980-an seperti Mishkin (1978) dan Bernanke (1983).

Kredit berpotensi mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan dalam

bentuk investasi Dalam Negeri dan pendapatan nasional. Hasil penelitian

Sugema, et al., (2005) yang menggunakan Granger causality test untuk kasus

Indonesia menunjukkan bahwa kredit "Granger cause" dapat mempengaruhi

pendapatan nasional. Hal ini berarti kredit mempunyai peran penting dalam

menentukan pendapatan nasional. Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Mishkin (1978) dan Bernanke (1983) dalam Freixas dan Rochet (1997).

Analisis tersebut diatas sekaligus membantah hipotesa awal yang dikemukakan

oleh Friedman dan Schwartz (1966) yang lebih menekankan peran money supply

dalam pertumbuhan pendapatan nasional.

Kenyataan yang ada juga menunjukkan bahwa sektor riil mengunakan

kredit perbankan sebagai salah satu sumber pendanaan dalam menjalankan

bisnisnya. Sepanjang tahun 2001-2004 source of funding melalui kredit

perbankan memiliki kontribusi rata-rata sebesar 77% dari total pembiayaan yang

berasal dari lembaga keuangan yang dominan (bank, saham dan obligasi)

(Alamsyah, et al., 2005). Sehingga, aktivitas dan kinerja perbankan terkait erat

dengan pertumbuhan Investasi dan pendapatan nasional.

Selain itu, aktvitas ekonomi juga berpotensi mempengaruhi kredit

perbankan, seperti hasil studi di Filipina. Studi yang menggunakan metode

causality test tersebut dengan data tahun 1982-1999 menunjukkan bahwa

penurunan/peningkatan tingkat pertumbuhan GDP mendahului atau

menyebabkan penurunan dalam kredit perbankan (Lamberte, 1999).

Page 19: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

19

2.2 Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan

1. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Indikator fungsi intermediasi perbankan adalah Loan To Deposit

Ratio (LDR). Rasio ini dugunakan karena menurut Roesmara (2005) rasio

ini mencerminkan besarnya Total Kredit yang berhasil dicairkan

dibandingkan dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil

dikumpulkan. Rasio ini jelas menjadi indikator fungsi intermediasi

perbankan karena berhubungan dengan fungsi utama bank, yaitu

menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk masyarakat. Rasio ini

menggabarkan seberapa besar simpanan digunakan untuk memberikan

pinjaman.

Rasio yang tinggi menunjukan bahwa suatu bank

meminjamkanseluruh dananya. Sebaliknya rasio yang rendah

menunjukan bank denga kelebihan kapasitas dana yang siap untuk

dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat

apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau harus

dibatasi.

Dalam membicarakan masalah LDR maka yang perlu diketahui

adalah tujuan penting dari perhitungan LDR, yaitu untuk mengetahui serta

menilai sampai sejauh mana suatu bank dalam kondisi sehat dalam

menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan

suatu bank.

Page 20: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

20

2. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan atau yang biasa disebut dengan kredit

bermasalah atau kredit macet adalah apabila debitur mengingkari janji

untuk membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo,

sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada

pembayaran sehingga kualitas kredit merosot. Akibatnya, ada

kemungkinan kreditur terpaksa melakukan tindakan hukum, atau

menderita kerugian dalam jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang

diperkirakan dapat ditolelir. Oleh karena itu, bank yang bersangkutan

harus mengalokasikan perhatian, tenaga, biaya, waktu dan usaha

secukupnya guna menyelesaikan kasus tersebut (Sutojo Siswanto, 1997).

Dalam perbankan internasional kredit dapat dikategorikan ke

dalam kredit yang bermasalah apabila jika :

a. terjadi keterlambatan pembayaran bunga dan atau kredit induk lebih

dari 90 hari sejak jatuh tempo

b. Tidak dilunasi sama sekali

c. Diperlukan negoisasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit

dan bunga yang tercantum dalam perjanjian kredit.

Dengan ketentuan perbankan yang telah disempurnakan pada tanggal 29

mei 1993 (PAKMEI 1993), BBI membagi kredit bermasalah di Indonesia

menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Kredit kurang lancar

b. Kredit diragukan

c. Kredit macet

Pembagian kredit bermasalah menjadi tiga golongan berdasarkan

kolektabilitas, yaitu ketepatan pembayaran kembali kredit atau angsuran

kredit (Sutojo Siswanto, 1997).

Page 21: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

21

2.3 Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Kredit

Bagian ini membahas bagaimana suatu kebijakan moneter yang

ditetapkan oleh bank sentral dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi di sektor

riil, khususnya melalui jalur kredit. Jalur transmisi seperti ini dikenal dengan

mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui kredit (credit channel).

Gambar 2.1 Sistem Keuangan

Sumber : money, the Finansial System and the Economy, R. Glenn Hubbard

Funds

Returns

Risk Sharing Liquidity

Information

Borrowers Savers

Adverse

Selection

And

Moral Hazard

Funds

Returns

Financial

Intermediation

Page 22: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

22

Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menjadi penting dalam

perekonomian karena beberapa alasan. Pertama, banyak bukti empiris baik

didalam maupun Iuar negeri yang mendukung bahwa secara invidual, perilaku

perusahaan dalam mengambil keputusan (misalnya untuk menentukan jumlah

tenaga kerja dan tingkat pengeluaran mereka) banyak dipengaruhi oleh

mekanisme jalur kredit. Kedua, terbukti bahwa kebijakan moneter kontraktif akan

lebih berdampak (dirasakan) oleh perusahaan kecil yang memiliki akses sangat

terbatas terhadap pinjaman luar (pembiayaan eksternal) dibandingkan dengan

perusahaan besar. Ketiga, adanya teori informasi yang tidak simetris

(asymmetric information theory) di pasar kredit yang tidak sempuma telah

mampu mengembangkan teori mekanisme transmisi melalui jalur kredit lebih

jauh dan sangat berguna dalam menjelaskan pentingnya keberadaan lembaga

keuangan (bank) dalam perekonomian.

Mekanisme transmisi melalui jalur kredit dibedakan menjadi dua jalur, yaitu

jalur pinjaman bank dan jalur neraca perusahaan. Berikut ini adalah

pembahasannya :

2.3.1 Jalur pinjaman bank (bank lending channel)

Pada intinya, jalur pinjaman bank menekankan pengaruh kebijakan

moneter pada kondisi keuangan bank. Sisi aset dan sisi liabilitas bank menjadi

komponen penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Sebagai

contoh jika bank sentral melaksanakan kebijakan moneter ekspansif, misalnya

dengan meningkatkan jumlah uang beredar, maka suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) akan turun.

Penurunan suku bunga SBI akan menurunkan kuantitas SBI dan

sebaliknya akan meningkatkan deposito. Hal ini akan membuat penawaran

Page 23: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

23

kredit (loan supply) meningkat dan menyebabkan suku bunga deposito turun.

Karena biaya dana (cost of fund) turun, maka suku bunga pinjaman juga akan

turun. Penurunan biaya dana ini akan mengurangi terjadinya adverse selection

dan tindakan moral hazard oleh perusahaan sebagai debitur. Kondisi demikian

akan mendorong meningkatnya jumlah pinjaman yang selanjutnya akan

meningkatkan pengeluaran melalui investasi sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan pendapatan nasional. Jalur tersebut dapat digambarkan sebagi

berikut.

M↑→ i SBI ↓→ Deposito ↑→ Supply of Loan ↑ dan i Deposito ↓→ i Loan ↓→

Loan ↑→ Expenditure ↑→ Pendapatan nasional ↑.

2.3.2 Jalur neraca perusahaan (balance sheet channel)

Jalur neraca perusahaan menekankan pengaruh kebijakan moneter pada

kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses

perusahaan untuk mendapatkan kredit. Dalam hal ini, apabila bank sentral

melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga di pasar uang

akan turun dan mendorong terjadinya peningkatan harga saham. Sejalan

dengan peningkatan tersebut, nilai bersih perusahaan (networth) akan

meningkat akibat meningkatnya harga modal (equity). Kenaikan nilai bersih

perusahaan tersebut membuat pemilik perusahaan merasa takut kehilangan

perusahaan mereka sehingga hal ini akan mengurangi tindakan adverse

selection dan moral hazard. Kondisi demikian mendorong peningkatan

pemberian kredit oleh bank yang selanjutnya meningkatkan investasi dan pada

akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Jalur ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Page 24: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

24

M ↑→ i SBI ↓→ P Saham ↑→ P equity ↑→ Loan ↑→ Expenditure ↑→

Pendapatan Nasional ↑.

Perbedaan mendasar antara kedua jalur tersebut adalah terletak pada

sudut pandang dan level pada masing-masing jalur transmisi. Dalam bank

lending channel, kebijakan moneter ekspansif akan meningkatkan pemberian

(penawaran) kredit oleh perbankan akibat turunnya biaya dana. Berarti sudut

pandang jalur transmisi ini adalah dari sisi penawaran kredit (loan supply) pada

level bank. Sedangkan pada balance sheet channel, kebijakan moneter

ekspansif akan mendorong kenaikan nilai bersih perusahaan sehingga

perusahaan bisa mengakses dana pinjaman yang lebih besar. Dengan demikian

berarti sudut pandang jalur transmisi ini adalah dari sisi permintaan kredit (loan

demand) pada level perusahaan.

2.4 Empiris di Negara-Negara Lain

Melemahnya fungsi intermediasi perbankan terutama dalam penyaluran

kredit dialami oleh berbagai negara dalam kurun waktu yang berbeda menjadi

discourse yang cukup mendalam pada tahun 90-an. Sampai dengan awal tahun

periode 90 penyebab utama dari melemahnya lending belum dapat diketahui

secara pasti. Pengalaman berbagai negara tersebut juga menunjukkan bahwa

keengganan atau ketidakmampuan perbankan dalam aktivitas lending ini

dikuatirkan akan membawa implikasi pada perekonomian secara umum,

terutama bagi negara-negara yang pernah mengalami krisis keuangan.

Meskipun berbagai hipotesa telah dikemukakan terkait dengan

penurunan lending tersebut seperti: melemahnya pertumbuhan ekonomi,

penurunan kredit komersial dalam jangka panjang dan lemahnya neraca bank-

Page 25: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

25

bank milik pemerintah (Lown dan Peristiani, 1996). Beberapa studi

menyimpulkan bahwa melemahnya ekspansi kredit disebabkan karena adanya

Basel Accord yang memperkenalkan aturan mengenai permodalan yang

berbasis resiko (risk-based capital regulations) dan kecukupan peningkatan

leverage ratio (Breeden dan Isaac, 1992; Peek dan Rosengen, 1993; Baer dan

McElravey, 1993). Dengan menggunakan model GMM Arellano Bond,

Gambacorta dan Mistrulli (2004) menemukan bahwa di Italia terjadinya capital

shock berupa aturan bahwa posisi rasio solvency harus lebih dari 8% membawa

implikasi penurunan lending sebesar 20% setelah 2 tahun.

Pengalaman yang terjadi di Inggris pada masa resesi sekitar tahun 1990-

91 dimana terjadi penurunan yang dramatis dalam pertumbuhan lending.

Banyak pihak menyatakan faktor yang paling berpengaruh dalam penurunan

pertumbuhan lending tersebut adalah masalah credit crunch. Namun demikian,

karena adanya kesulitan dalam menentukan apakah melemahnya pertumbuhan

kredit adalah demand atau supply aktivitas ekonomi tetap sulit untuk diverifikasi.

Peek dan Rosengren (1995) melakukan analisis dengan mengontrol variabel

dari sisi demand untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penurunan

pertumbuhan kredit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa capital

crunch, dimana bank dengan nilai kapital yang rendah akan gagal untuk

memenuhi persyaratan modal minimum yang menjadi penyebab utama

penurunan kredit.

Penurunan dalam kuantitas kredit selalu diasosiasikan dengan credit

crunch, namun tidak semua penurunan dalam kuantitas kredit adalah credit

crunch, karena terminologi ini hanya memfokuskan pada penurunan penawaran

(supply) kredit Pada umumnya, credit crunch secara spesifik merujuk kepada

pengurangan atau reduksi didalam ketersediaan penawaran kredit (supply of

credit). Pazarbasioglu (1996) mendefinisikan credit crunch sebagai penurunan

Page 26: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

26

penawaran kredit akibat menurunnya kemauan bank-bank untuk memberikan

pinjaman, tanpa diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman. Sedangkan Gosh

dan Gosh (1999) mendefinisikan credit crunch sebagai pembatasan kuantitas

kredit (credit rationing), bahwa dalam keadaan resesi terdapat kegagalan suku

bunga (pinjaman) dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran kredit.

Dengan demikian, pada tingkat tertentu pengajuan kredit ditolak meskipun

debitur bersedia membayar pada tingkat suku bunga yang berlaku (bahkan

lebih). Bank berusaha untuk memegang lebih banyak reserve dan menyisihkan

modalnya untuk mencapai level standar Capital Adequacy Ratio (CAR) tertentu

seperti sebelum terjadi krisis.

Namun demikian, terdapat bentuk lain dari credit crunch yaitu credit

rationing yang seringkali berkorelasi dengan fenomena flight to quality. Credit

rationing menggambarkan suatu kondisi dimana bank membatasi penawaran

kredit meskipun bank memiliki dana berlebih untuk di pinjamkan dan akibatnya

supply of loans belum seimbang dengan demand of loans. Disamping itu, bank

tidak jarang meningkatkan suku bunga guna menyaring risky borrowers guna

mengurangi masalah assymetric information. Namun demikian, menurut Stiglitz

(2003) peningkatkan suku bunga diatas rata-rata justru akan menimbulkan

masalah adverse selection.

Menurut Ding, Domac dan Ferri (1998), fenomena credit rationing dapat

ditransmisikan melalui dua jalur yaitu balance sheet channel dimana

meningkatkan risk premium dan cost of borrowing bagi perusahaan terutama

dalam struktur keuangannya. Kemudian, lending channel dimana secara spesifik

mempengaruhi perusahaan kecil yang memiliki aset terbatas karena

perusahaan ini tidak dapat menerbitkan commercial paper di pasar modal

sebagaimana perusahaan besar.

Page 27: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

27

Meskipun fenomena credit crunch pada umumnya disebabkan oleh

keengganan lenders untuk menyalurkan dana kepada borrowers, akibatnya

tidak jarang permasalahan ini berujung kepada keengganan borrower untuk

meminjam dana dari bank. Sehingga terkadang sulit bagi kita untuk

menjustifikasi (dalam suatu kasus) apakah penurunan kredit merupakan

permasalahan supply atau demand.

Kemungkinan lain adalah menurunnya kuantitas kredit yang terjadi

karena kombinasi antara supply dan demand terhadap kredit. Fenomena ini

dikenal dengan terminologi credit slowdown. Penurunan kuantitas kredit

perbankan karena menurunnya permintaan kredit baik dari sektor riil maupun

rumah tangga karena berkurangnya aktivitas ekonomi adalah fenomena sisi

demand.

Hasil kajian di Filipina menunjukkan bahwa tidak semua penurunan

kredit berasal dari sisi supply dimana sejak terjadinya krisis di negara tersebut

yang terjadi bersamaan dengan krisis di beberapa negara Asia lainnya pada

tahun 1997 bukan merupakan credit crunch. Penurunan kredit lebih banyak

disebabkan karena terjadinya resesi dalam perekonomian (Lamberte,1999).

Hisada (2004) melakukan studi disintermediasi perbankan dan implikasi

kebijakan moneternya untuk kasus negara Jepang pada awal 1990-an sampai

terjadinya Bubble Economy. Dalam working paper-nya diutarakan tiga hal pokok

yaitu; (1) apa penyebab terhambatnya sektor perbankan; (2) disintermediasi

perbankan dan dampaknya terhadap sektor riil; (3) respon kebijakan yang

dilakukan oleh Bank of Japan.

Hasil studi mengidentifikasi faktor terhambatnya sektor perbankan yaitu;

(1) kurangnya permodalan perbankan; (2) tingginya risiko dan biaya kredit

(merupakan sumber kesulitan terbesar) sektor perbankan Jepang akibat gejolak

perekonomian dan adanya tekanan perubahan struktural; (3) adanya risiko

Page 28: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

28

pasar; dan (4) risiko likuiditas atau risiko sistemik.

Hasil studi juga melihat interaksi antara kondisi makroekonomi, risiko dan

perilaku perbankan. Selama periode observasi terindikasi terjadi disintermediasi

perbankan yang kemudian berdampak pada melambatnya penyesuaian

perekonomian (economic adjustment) karena perusahaan tidak mendapatkan

dana dari pinjaman bank, akibatnya perusahaan tidak dapat melakukan

ekspansi usaha yang membawa dampak penurunan dalam investasi.

Penurunan dalam investasi ini yang nantinya akan membawa dampak penuruan

dalam pendapatan nasioanal. Studi ini juga melihat bagaimana perilaku bank

dan perusahaan melalui survey.

2.5 Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mahyus Ekanda dan

Hananta tahun 2005, dalam jurnal yang berjudul Disintermediasi Fungsi Perbankan di

Indonesia Pasca Krisis, menunjukan bahwa melambatnya penyaluran kredit perbankan

di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya

pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis

(korea selatan dan thailand). Meskipun demikian kondisi makro ekonomi relatif

membaik, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin

pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis, yang

berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi

disintermediasi perbankan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelititan yang dilakukan Mahyus Ekanda

dan Harmanta mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya penyaluran

kredit perbankan di Indonesia pasca krisis 1997 apakah lebih dipengaruhi faktor

penawaran kredit atau permintaan kredit melalui analisis empiris.

Page 29: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

29

Menurut Mahyus Ekanda dan Harnanta faktor-faktor yang mempengaruhi

fungsi intermediasi perbankan terdiri dari faktor permintaan kredit dan faktor penawaran

kredit. Dimana suku bunga kredit, suku bunga SBI, dan Non Performing Loan (NPL)

adalah variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran kredit. Sedangkan PDB, kurs

(nilai tukar), inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah variabel-

variabel yang mempengaruhi permintaan kredit.

Pada tahun 2003, Rochmad Taathadi, melakukan penelitian dengan judul

Identifikasi Variabel-Variabel yang mempengaruhi Fungsi Intermediasi Keuangan Pada

Perbankan. Krisis nilai tukar yang terjadi di Indonesia, berpengaruh terhadap kegiatan

perbankan di Indonesia. Hal ini menyebabkan fungsi intermediasi perbankan menjadi

terganggu. Peneltian yang dilakukan mengkaji apakah variabel bebas yaitu Dana Pihak

Ketiga, penawaran kredit, suku bunga SBI, nilai tukar dan Rasio kecukupan Modal

mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yang berupa Loan to Deposit Ratio dan

apakah bank persero telah menjalankan fungsi intermediasi keuangan sebagaimana

ketentuan Bank Indonesia.

Penelitian terdahulu yang juga digunakan sebagai pedoman adalah mengenai

credit crunch. Penggunaan kredit ini disebabkan karena fenomena credit crunch

berkaitan dengan masalah intermediasi perbankan.

Penelitian yang dilakukan oleh Juda Agung dan kawan-kawan (2001)

mengenai credit crunch dengan judul Credit Crunch di Indonesia Setelah krisis, Fakta,

Penyebab dan Implikasinya, mengkaji apakah penururan kredit yang tajam dari sektor

perbankan di Indonesia adalah akibat credit crunch atau karena rendahnya permintaan

kredit akibat perekonomian yang kurang prospektif dan konsolidasi internal perusahaan

(balance sheet adjustment). Peneltian ini juga menunjukan bahwa pendanaan investasi

usaha yang berasal dari perbankan telah menurun dengan darastis yaitu dari 40%

menjadi 25%. Dan menberikan implikasi kebijakan khususnya untuk kebijakan moneter

dan perbankan di Indonesia dan secara umum untuk negara-negara Asia pasca krisis.

Page 30: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

30

Hasil studi dan alternatif pemecahan masalah mengenai credit crunch yang

dilakukan oleh Juda Agung dan kawan-kawan adalah :

1. Secara umum dari kajian empiris serta survei ke bank dan perusahaan dapat

disimpulkan bahwa masih melambatnya kredit yang disalurkan oleh perbankan

lebih disebabkan oleh variabel-variabel penawaran kredit. Variabel tersebut

terutama persoalan permodalan yang dialami oleh bank setelah krisis (capital

crunch), menurunya non performing loan (NPL), tingginya resiko kredit di dunia

usaha sebagaimana yang tercermin dari masih tingginya tingkat leverage, dan

kurangnya informasi mengenai debitur yang potensial.

2. Informasi mengenai diri debitur sangat penting bagi sektor perbankan

dibandingkan dengan suku bunga kredit.

3. Adanya perubahan struktur asset pada perbankan. Bank cenderung untuk

memegang aset yang likuid dan relatif kurang berisiko, seperti Sertifikat Bank

Indonesia, obligasi pemerintah dan pasar uang antar bank (hipotesa liquidity

preference).

4. Sektor usaha yang menurut perbankan memiliki resiko yang rendah adalah

sektor-sektor usaha yang berorientasi ekspor serta sektor usaha kecil dan

menengah karena sektor ini memiliki kondisi usaha yang lebih baik

dibandingkan dengan usaha besra, tetapi bank enggan untuk menyalurkan

dananya kepada sektor ini karena administrasi terhadap usaha kecil yang

sangat rumit dan memerlukan biaya yang tinggi.

5. Pembiayaan eksternal perusahaan masih bersumber pada kredit perbankan

yaitu sekitar 24% yang terdiri dari 14% kredit modal kerja dan 10% kredit

investasi. Sementara itu, pasar modal menjadi sumber pembiayaan berikutnya,

dan adanya sumber pembiayaan yang lain berupa pinjaman luar negeri,

pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok usaha sendiri.

Page 31: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

31

6. Kemungkinan untuk melakukan relaksasi ketentuan perlu juga

dipertimbangkan cost and benefit-nya, terutama untuk relaksasi terhadap

ketentuan rasio non performing loan (NPL). Pertama, dalam praktek regulasi

perbankan internasional, rasio non performing loan (NPL) bukan merupakan

bagian dari peraturan prudensial. Kedua, penerapan Capital Adequacy Ratio

(CAR) dan rasio Non Performing Loan (NPL) pada saat yang bersamaan

dimana kondisi keuangan perbankan baru pulih merupakan suatu yang

memberatkan.

Pada tahun 2005 Halim Alamsyah dan kawan-kawan melakukan penelitian

dengan judul Banking Disintermediation and It’s Implication for Monetary Policy: The

Case of Indonesia. Penelitian ini berupaya menganalisa implikasi perilaku bank dalam

menentukan portofolio terhadap tingkat efektivitas moneter. Dengan karangka analisa

comparative static, penelitian ini mengetengahkan model industri perbankan yang

bersifat monopolis dimana pemilik bank memaksimalkan profit dengan kendala tertentu

baik yang berasal dari kesanggupan modal maupun kendala akibat regulasi.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penurunan fungsi intermediasi bank

didominasi oleh faktor asymetric information, non performing loan (NPL) yang tinggi

dan regulasi penetapan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Page 32: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

32

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Disintermediasi

Investasi Dalam Negeri Pendapatan Nasional

Loan to Deposit Ratio

(LDR)

Dana Pihak Ketiga

(DPK)

Total Kredit

(TK)

Non Performing Loan

(NPL)

Page 33: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

33

2.7 Hipotesis

Dari uraian permasalahan dan landasan teori yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka hipotesa yang dapat dirumuskan dan yang akan diuji

kebenarannya adalah sebagai berikut: Diduga bahwa disintermediasi dalam

perbankan menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan nasional.

Page 34: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Merupakan Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan data

sekunder. Data sekunder yang diperoleh dari berbagai institusi yang antara

lain adalah: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan lembaga lain dalam

rangka mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor permintaan dan penawaran

terhadap keseimbangan pasar kredit. Selain itu data juga dapat diperoleh dari

buku literatur. Mengacu pada permasalahan dan hipotesis yang diajukan pada

bagian-bagian sebelumnya maka analisis variabel-variabel yang akan diteliti

dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua variabel, Variabel-variabel

tersebut antara lain adalah:

1. Dependent Variabel, selanjutnya disebut variabel terikat adalah :

a. Variabel �� adalah produk domestik bruto (PDB)

b. Variabel �� adalah Investasi dalam negeri (IDN)

2. Independent Variabel, selanjutnya disebut variabel bebas adalah

variabel-variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap

variabel terikat �� (PDB) dan �� (Investasi Dalam Negeri. Variabel

bebas disebut sebagai variabel X, yakni terdiri dari :

a. Variabel �� adalah Loan to Deposit Ratio (LDR)

b. Variabel �� adalah Non Performing Loan (NPL)

Page 35: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

35

3.2 Kerangka analisis

Analisis regresi adalah salah satu analisis yang paling populer dan luas

pemakaiannya. Hampir semua bidang ilmu yang memerlukan analisis sebab-

akibat boleh dipastikan mengenal analisis ini. Analisis ini pertama kali

dipergunakan oleh Karl Pearson, seorang matematikawan dan penyokong ide

eugenetika, untuk menganalisis hubungan antara sifat orang tua dan anaknya.

Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan

tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang

pertama disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

eksplanatorik, variabel independen, atau secara bebas, variabel X (karena

seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis, atau sumbu X). Variabel

yang kedua adalah variabel yang dipengaruhi, variabel dependen, variabel

terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak

(random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak.

Dalam mengestimasi pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen, maka data-data tersebut harus diolah terlebih dahulu dengan

menggunakan analisa regresi. Variabel Variabel tersebut kemudian dimasukkan

dalam model analisis regresi yang didasarkan pada pertimbangan bahwa secara

teoritis disintermediasi menyebabkan penurunan Investasi dalam negeri dan

pendapatan nasional. Variabel-variabel lain yang tidak dapat diidentifikasi ke

dalam model penelitian dimasukkan ke dalam kesalahan pengganggu.

Page 36: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

36

3.2.1 Model analisis

Menurut Fiebig (2003) model analisis statistik yang digunakan adalah model

regresi dengan metode Simultan kategori Seemingly Unrelated Regression (SUR).

Model analisis ini dipilih karena dalam penelitian terdapat dua variabel terikat yang

dipengaruhi oleh variabel bebas yang sama. Perumusan model analisis statistik yang

digunakan adalah sebagai berikut :

�� � �� � ���� � ���� �

�� � �� � ���� � ���� �

Yang kemudian ditransformasikan kedalam bentuk Log untuk memperoleh

tingkat signifikansi yang tinggi menjadi :

�� � �� � ���� � ���� �

�� � �� � ���� � ���� �

Berdasarkan Persamaan diatas, kemudian muncul 2 persamaan sebagai

berikut :

1. �� � �� � β�LLDR � β�LNPL � 2. ��� � �� � β�LLDR � β�LNPL �

dimana : IDN : Investasi Dalam Negeri

Menggunakan data Penanaman Modal Dalam Negeri total keseluruhan

dari 9 sektor lapangan usaha yang telah disetujui oleh pemerintah.

PDB : Produk Domestik Bruto

Menggunakan data Produk Domestik Bruto total keseluruhan dari 9

sektor lapangan usaha atas dasar harga konstan.

Page 37: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

37

LDR : Loan to Deposit Ratio

Menggunakan data Loan to Deposit Ratio berdasarkan kinerja

terhadap likuiditas Bank Umum.

NPL : Non Performing Loan

Menggunakan data Non Performing Loan Bank Umum

berdasarkan jenis penggunaan.

3.2.2 Teknik pembuktian hipotesis

Untuk melakukan pembktian hipotesis dilakukan uji statistik berikut ini :

1. Uji t

Uji t dugunakan untuk menguji koefisien regresi secara persial dari

variabel bebas terhadap variabel terikat dimana hipotesis yang digunakan

adalah sebagai berikut :

1. ��: �� � �� � 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel bebas �� terhadap variabel terikat Y.

2. ��: �� � �� � 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel bebas �� terhadap variabel terikat Y.

Untuk menentukan t tabel, taraf signifikan yang digunakan adalah

sebesar 5% dengan derajat kebebasan (df) = (n-k-1) dimana k merupakan

jumlah variabel bebas.

Penghitungan t hitung adalah sebagai berikut :

����� ! � "#$%&%' ()*&% ��+�,'-,*- �.%,&% ��

�� ditolak atau ��diterima apabila t hitung lebih besar dari t tabel, artinya

terdapat pengaruh signifikan dari variabel bebas secara parsial terhadap

variabel terikat.

Page 38: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

38

Cara lain yang bisa digunakan adalah setelah melakukan regresi

kemudian membandingkan probalitas (t-hitung) masing-masing variabel

bebas dengan / � 5%. Jika probabiltas 2 / maka �� ditolak. Jika

probabilitas 3 / maka �� diterima.

2. Penentuan Koefisien Determinasi (Adjusted (�)

Untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas bisa menjelaskan

variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi. Koefisian

diterminasi ini digunakan untuk mengukur besarnya proporsi atau

persentase dari jumlah variasi dari variabel terikat atau untuk mengukur

sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

3. Grenger casuality test

Adalah teknik untuk menentukan apakah satu time series berguna

dalam meramalkan lain. Biasanya, regressions mencerminkan "hanya"

correlations, tetapi Clive Granger, yang memenangkan Hadiah Nobel dalam

Ekonomi, berpendapat bahwa ada interpretasi dari serangkaian tes yang

menyatakan sesuatu tentang hubungan sebab dan akibat. Granger (1969)

mempostulasikan bahwa suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel

lain, Y, apabila Y saat ini dapat diprediksi lebih baik dengan menggunakan

nilai-nilai masa lalu X.

Terlihat bahwa teori Granger dilandasi atas asumsi sejumlah

informasi yang memasukkan X dan Y saat ini dan semua informasi masa

lalu. Katakanlah At adalah himpunan informasi yang telah tersedia dengan t

=…, -1, 0, 1, 2,…Dengan lain, asumsi yang digunakan adalah A={(X, Y)}. X

dan Y dianggap merupakan sepasang data runtut waktu yang memiliki

kovarians linear yang stasioner (linear covariance-stationary time series).

Oleh karena itu:

Page 39: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

39

Yt = Σ ai Yt-i + Σ bj Xt-j + νt (1)

Xt = Σ ci Xt-i + Σ dj Yt-j + µt (2)

di mana (µt, νt)’ adalah vektor random independen dengan rata-rata nol dan

matriks kovarians terbatas.

Persamaan 1 menunjukkan bahwa variabel Xt gagal menyebabkan Yt

apabila dalam regresi Yt terhadap Y lag dan X lag, koefisien X lag sama

dengan nol. Dengan kata lain, bila bj=0 (i=1, 2, .., k), maka Xt gagal

menyebabkan Yt.

Uji kausalitas dilakukan karena ada tiga kemungkinan arah

kausalitas. Pertama, X menyebabkan Y apabila hipotesis nol yang

menyatakan bj=0 dengan j=1,..,k dapat ditolak (lihat persamaan 1). Kedua, Y

menyebabkan X apabila hipotesis nol yang menyatakan bj=0 dengan j=1,..,k

dapat ditolak (lihat persamaan 2). Ketiga, hubungan timbal balik terjadi

apabila X menyebabkan Y dan pada saat yang sama Y menyebabkan X.

3.2.3 Metode Pengolahan Data

Dikarenakan keterbatasan data yang digunakan untuk memenuhi quota

syarat dari n dalam suatu penelitian, maka digunakan metode untuk mengolah

data tahunan menjadi data triwulanan (Insukindro, 1984). Adapun rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

��� � 1/4 7�� 8 4,512 ;�� 8 ��<�=>

��� � 1/4 7�� 8 1,512 ;�� 8 ��<�=>

Page 40: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

40

��? � 1/4 7�� � 1,512 ;�� 8 ��<�=>

��@ � 1/4 7�� � 4,512 ;�� 8 ��<�=>

Dimana :

�� = Produk Domestik Bruto atau Investasi periode /tahun t ��<� = Produk Domestik Bruto atau Investasi periode /tahun t - 1

��� = Produk Domestik Bruto atau Investasi pertama tahun t

��� = Produk Domestik Bruto atau Investasi kedua tahun t

��? = Produk Domestik Bruto atau Investasi ketiga tahun t

��@ = Produk Domestik Bruto atau Investasi keempat tahun t

Page 41: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

41

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Perbankan Dalam Perekonomian Pasca Krisis

Kinerja perbankan nasional sampai dengan tahun 2008 masih belum

bisa dianggap memuaskan. Karena masih rendanya tingkat fungsi intermediasi

perbankan yang dicerminkan oleh rasio jumlah kredit yang disalurkan terhadap

jumlah simpanan masyarakat yang berhasil dikumpulkan, atau yang biasa kita

kenal dengan Loan to Deposit (LDR). Jika dilihatdari rasio LDR atas dasar

posisi, maka LDR Juni 2008 yang sebesar 68.75% sebenarnya telah membaik

dibandingkan dengan LDR pada tahu-tahun sebelumnya yang kurang dari 70%.

Namun jika angka LDR dilihat keseluruhan (2001-2008), maka rasionya di

bawah 70%. Ini berarti bahwa sejak tahun 2001, jumlah dana masyarakat yang

berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak seluruhnya dapat disalurkan ke

dalam bentuk kredit. Semakin rendah LDR sebuah bank, maka bank tersebut

diwajibkan untuk meningkatkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) di bank

Indonesia. Sehingga likuiditas perbankan akan semakin tersedot oleh bank

Indonesia.

Sebagai konsekuensi atas rendahnya penyaluran kredit bank tersebut,

maka kelebihan likuiditas perbankan akhirnya tertanam di SBI (Sertifikat Bank

Indonesia) yang mana mencapai Rp 54 triliun pada tahun 2005 dan meningkat

drastis pada bulan september tahun 2006 menjadi Rp 150,6 triliun. Hal ini

dikarenakan tingginya suku bunga SBI daripada suku bunga simpanan yang

merupakan biaya dana bagi bank. Sehingga bank lebih memilih SBI walaupun

memperoleh margin bunga yang kecil, tetapi aman seiring dengan tingginya

resiko di sektor riil. Maka dari itu perbankan indonesia dikatakan cenderung

Page 42: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

42

menghindari resiko (risk-aversion) daripada mengelolanya (risk-management).

Tingginya resiko tersebut dapat dilihat dari masih tingginya Non Performing

Loan (NPL) pada penyaluran kredit yang masih diatas 5% dari tahun 2001

sampai dengan tahun 2007.

Hal lain yang juga menunjukan bahwa perbankan Indonesia masih

cenderung menghindari resiko adalah pertumbuhan kredit yang didominasi oleh

kredit konsumsi. Hingga akhir 2004 kredit konsumsi masih jauh diatas kredit

modal kerja dan investasi. Hal ini dikarenakan kredit konsumsi dengan nominal

per transaksi lebih kecil. Sehingga memiliki resiko lebih kecil. Namun

pertumbuhan ekonomi yang pertopang pada konsumsi tidak akan sustainable

dalam jangka panjang. Kontribusi Investasi pada pertumbuhan yang akan

multiplier yang memadai untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang

sustainable.

Selain itu rendanhya produksi nasional yang hanya masih berkisar 48%

dan rendahnya daya saing nasional mengakibatkan rendahnya kemauan suatu

perusahaan dalam mengambil kredit untuk investasi. sehingga tingkat investasi

akan menurun dan nantinya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional.

4.2 Analisa Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Perhitungan Masing-masing variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

terikat dan dua variabel bebas, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan

Investasi, Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL).

Page 43: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

43

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa

yang diproduksi didalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu

(biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena

memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di

negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari

suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan

dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya,

PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku)

merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga.

Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)

mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari

harga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PDB riil.

Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto (Milliar Rp)

Tahun Periode

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4

2001 35849.4 36119.5 36389.6 36659.7

2002 37032.6 37343.9 37655.1 37966.4

2003 38389.9 38746.0 39102.2 39458.4

2004 38068.5 37726.2 37383.9 37041.6

2005 36825.9 36534.2 36242.5 35950.8

2006 36099.4 35983.8 35868.3 35757.7

2007 35533.2 35272.3 36049.1 35680.3

2008 35523.5 33253.5 - -

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Page 44: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

44

PDB mengalami kenaikan yang berkelanjutan dimulai dari

triwulan pertama tahun 2001 sampai triwulan pertama tahun 2004.

Kemudian mengalami penurunan yang berkelanjutan yang dimulai pada

triwulan kedua tahun 2004 sampai triwulan kedua tahun 2008. Walupun

ada peningkatan yang tidak terlalu signifikan pada triwulan pertama

tahun 2006 dan triwulan ketiga tahun 2007. Hal ini diakibatkan karena

penurunan perbankan untuk memberikan pinjaman pada sektor riil.

2. Investasi Dalam Negeri

Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang

berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan

dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan

mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut

juga sebagai penanaman modal.

Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan

berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak

dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang

produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik,

pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Untuk lebih

jelasnya, investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus

PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi

pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi

residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan

tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada

pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat

bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi

sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan

Page 45: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

45

meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk

menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga

menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut

daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.

Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (Milliar Rp)

Tahun Periode

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4

2001 17077.0 15078.4 13079.8 11081.2

2002 9226.9 7286.0 5345.1 3404.3

2003 8626.6 9551.0 10475.4 11399.8

2004 6749.7 5444.3 4138.9 2833.6

2005 5408.8 5655.7 5902.5 6149.4

2006 4227.7 3607.1 2986.5 2366.0

2007 2077.2 7428.1 8482.8 3130.2

2008 5858.3 5623.1 - -

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Penanaman modal dalam negeri mengalami penurunan yang

berkelanjutan pada triwulan pertama tahun 2004 sampai dengan triwulan

ketiga tahun 2003. Hal ini sesuai dengan penurunan kemauan bank

untuk memberikan pinjaman seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to Deposit Ratio menggambarkan perbandingan antara

kredit yang disalurkan dengan menggunakan dana yang diterima oleh

bank. Modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.

Page 46: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

46

Tabel 4.5 Loan to Deposit Ratio Bank Umum (persen)

Tahun Periode

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4

2001 44.2 45.1 44.87 45.0

2002 39.22 39.39 41.49 43.52

2003 44.4 46.01 47.34 48.86

2004 49.64 52.18 53.82 55.32

2005 56.67 57.63 59.01 59.28

2006 57.79 58.53 58.91 58.43

2007 57.80 59.56 60.52 62.47

2008 64.23 67.91 - -

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Berdasarkan tabel LDR bank umum di Indonesia sejak triwulan

pertama tahun 2002 sampai dengan triwulan kedua tahun 2008 masih

menunjukan angka di bawah 70%. Ini berarti sejak tahun 2002, jumlah

dana yang berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak seluruhnya dapat

disalurkan ke dalam bentuk kredit. Bahkan sampai triwulan pertama

tahun 2004, LDR masih dibawah 50%, karena dana yang tersedia

digunakan pada pos giro di bank lain, SBI, dan surat-surat berharga lain.

4. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan bisa disebut juga dengan kredit bermasalah

atau kredit macet. Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari

janji mereka membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh

tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali

tidak ada pembayaran. Dengan demikian kualitas kredit merosot.

Page 47: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

47

Tabel 4.6 Non Performing Loan Bank Umum (persen)

Tahun Periode

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4

2001 12.0 11.55 11.57 12.1

2002 12.80 12.43 11.46 9.63

2003 8.25 8.16 8.0 8.03

2004 8.22 7.67 6.97 6.35

2005 5.83 6.97 8.73 8.47

2006 9.13 8.93 8.73 8.13

2007 6.73 6.60 6.20 5.20

2008 4.63 4.27 - -

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Non Performing Loan (NPL) pada awal 2002 mengalami

penurunan yang berkelanjutan dari 12.8 persen menjadi 5,83 persen

pada awal 2005. Penurunan pertumbuhan PDB dan nilai investasi pada

pertengahan 2005 kembali membuat NPL meningkat.

4.3 Hasil Analisa Data

4.3.1 Hasil Perhitungan Estimasi

Pendugaan parameter pada penelitian ini menggunakan persamaan

regresi linier dengan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR).

Sedangkan data yang digunakan adalah data time series triwulanan dalam

kurun waktu 2001 triwulan pertama sampai dengan 2008 Triwulan kedua.

Pengolahan data time series dalam peneltitian ini menggunakan suatu program

komputer Econometric Views (Eviews) 5.0. Dari pendugaan parameter dengan

menggunakan regersi linier ini diperoleh hasil sebagai berikut :

Page 48: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

48

Tabel 4.7 Hasil Regresi Persamaan Pertama

Variable Coefficient (�) Probability

C 11.5391614246 0.0000

LLDR -0.230392 0.0001

LNPL -0.056432 0.0506

Tabel 4.8 Hasil Regresi Persamaan Kedua

Variable Coefficient (�) Probability

C 16.48096 0.0008

LLDR -1.942045 0.0445

LNPL -0.045301 0.9289

Berdasarkan hasil pendugaan regresi simultan tersebut, maka dapat

disusun suatu persamaan yang selanjutnya akan dilakukan uji statistik dan uji

grenger dari persamaan tersebut. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai

berikut :

1. Y = 11.5391614246 - 0.230392 LLDR - 0.056432 LNPL

Persamaan pertama menunjukan bahwa nilai dari konstanta adalah

sebesar 11.5391614246. Hal ini berarti apabila semua variabel bebas

sama dengan nol, maka nilai Produk Domestik Bruto adalah sebesar

11.5391614246.

2. Y = 16.48096 - 1.942045 LLDR - 0.045301 LNPL

Persamaan kedua menunjukan bahwa nilai dari konstanta adalah

sebesar 16.48096. Hal ini berarti apabila semua variabel bebas sama

dengan nol, maka nilai Penanaman Modal Dalam Negeri adalah

sebesar 16.48096.

Page 49: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

49

4.3.2 Hasil Uji Statistik

Pengujian hipotesa melalui pendugaan regresi dapat dilakukan melalui

dua tahap, yaitu Uji t dan (�. Uji hipotesa secara parsial dilakukan dengan

menggunakan uji t, sedangkan untuk mengetahui seberapa besar variabel

bebas bisa menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien

determinasi (adjusted (�). Untuk pembahasan lebih lanjut adalah sebagai

berikut :

1. Uji t (pengujian secara parsial)

Dari hasil pendugaan parameter diatas, diperoleh t hitung masing-

masing variabel dan dibandingkan dengan t tabel sebagai berikut :

Tabel 4.9 Hasil Uji t persamaan pertama

Variable t-statistic t-table keterangan

C 44.56863 +/-1.697 Signifikan

LLDR -4.367826 +/-1.697 Signifikan

LNPL -1.999582 +/-1.697 Signifikan

df = 27 dengan A � B%

Tabel 4.10 Hasil Uji t persamaan kedua

Variable t-statistic t-table keterangan

C 3.556505 +/-1.697 Signifikan

LLDR -2.057039 +/-1.697 Signifikan

LNPL -0.089681 +/-1.697 Tidak Signifikan

df = 27 dengan A � B%

Berdasarkan pengujian hipotesis untuk uji t, diperoleh kesimpulan

bahwa tidak semua variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki pengaruh yang signifikan rehadap variabel terikat.

Page 50: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

50

Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

1. Persamaan pertama

a. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel LDR memiliki nilai t hitung

sebesar -4.367826. Nilai hitung tersebut lebih besar dari nilai t table

pada tingkat signifikansi 5% sebesar 1.697. ini berarti �� ditolak

dan �� diterima yang berarti variabel LDR berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap variabel Produk Domestik Bruto (PDB).

b. Non Peforming Loan (NPL)

Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel NPL memiliki niali t hitung

sebesar -1.999582. Nilai hitung tersebut lebih besar dari nilai t table

pada tingkat signifikansi 5% sebesar 1.697. ini berarti �� ditolak

dan �� diterima yang berarti variabel NPL berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap variabel Produk Domestik Bruto (PDB).

2. Persamaan kedua

a. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel LDR memiliki nilai t

hitung sebesar -2.057039. Nilai hitung tersebut lebih besar dari

nilai t table pada tingkat signifikansi sebesar 5% sebesar 1.697.

ini berarti �� ditolak dan �� diterima yang berarti variabel LDR

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel

Penanaman Modal Dalam Negeri.

b. Non Peforming Loan (NPL)

Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel NPL memiliki niali t

hitung sebesar -0.089681. Nilai hitung tersebut lebih besar dari

nilai t table pada tingkat signifikansi sebesar 5% sebesar 1.697.

Page 51: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

51

ini berarti �� ditolak dan �� ditolak yang berarti variabel NPL

tidak signifikan terhadap variabel Penanaman Modal Dalam

Negeri.

2. Koefisien Determinasi ((�)

Dari hasil pendugaan parameter diatas, maka diperoleh nilai

Koefisien Determinasi ((�) untuk masing-masing persamaan adalah

sebagai berikut :

1. Persamaan pertama

Koefisien determinasi pada persamaan pertama adalah sebesar

0.466247 atau 46.62% (lampiran). Hal ini berarti bahwa keseluruhan

variable bebas secara bersama-sama mampu menarangkan variable

dependennya sebesar 46.62%, sedangkan selebihnya (53.38%)

diterangkan oleh variable-variable diluar model yang telah diestimasi.

2. Persaman kedua

Koefisien determinasi pada persamaan kedua adalah sebesar

0.279549 atau 27.95% (lampiran). Hal ini berarti bahwa keseluruhan

variable bebas secara bersama-sama mampu menarangkan variable

dependennya sebesar 27.95%, sedangkan selebihnya (72.05%)

diterangkan oleh variable-variable diluar model yang telah diestimasi.

4.3.3 Granger Causality Test

Hasil uji Granger Causality dibawah ini dapat menunjukan bahwa

variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)

merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)

dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen.

Page 52: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

52

Tabel 4.11 Hasil Uji Granger Causality

Hipotesis Probability keterangan

PDB tidak mempengaruhi IDN 0.88955 Diterima

IDN tidak mempengaruhi PDB 0.69271 Diterima

NPL tidak mempengaruhi IDN 0.30646 Diterima

IDN tidak mempengaruhi NPL 0.11830 Diterima

LDR tidak mempengaruhi IDN 0.42912 Diterima

IDN tidak mempengaruhi LDR 0.42932 Diterima

NPL tidak mempengaruhi PDB 0.02720 Ditolak

PDB tidak mempengaruhi NPL 0.94942 Diterima

LDR tidak mempengaruhi PDB 0.01668 Ditolak

PDB tidak mempengaruhi NPL 0.39556 Diterima

LDR tidak mempengaruhi NPL 0.71394 Diterima

NPL tidak mempengaruhi LDR 0.01237 Ditolak

A � B% dengan Lags 2

4.4 Pembahasan Hasil Analisa

4.4.1 Pembahasan Perhitungan Estimasi

Melalui perhitungan analisa regresi diperoleh :

1. Persamaan pertama

Berdasarkan perhitungan analisa regresi diperoleh nilai (�

sebesar 0.466247 atau 46.62%. Ini berarti variasi pertumbuhan Produk

Domestik Bruto (PDB) tidak dapat hanya dijelaskan oleh variasi variable

Loan to Deposit (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) saja.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana pengaruh

variabel-variabel independen secara individual terhadap variabel

dependen :

Page 53: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

53

a. Variabel Loan to Deposit (LDR)

Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel LDR mempunyai

pengaruh negatif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB). Variabel LDR merupakan salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi PDB. Dalam teori seharusnya LDR berkorelasi positif

terhadap PDB. Karena semakin tinggi dana yang disalurkan bank

untuk kredit, maka semakin besar pula nilai PDB. Tetapi dalam

penelitian ini, pada tabel dan tabel menunjukan LDR pada tahun

2004,2005,2006 dan 2007 memiliki tren yang meningkat dari triwulan

pertama sampai triwulan ketiga, sedangkan nilai dari PDB terus

menurun dari tahun 2004 triwulan pertama sampai tahun 2008

triwulan kedua. Hal ini bisa diakibatkan dari rendahnya permintaan

kredit akibat perekonomian yang kurang prospektif dan konsolidasi internal

perusahaan (balance sheet adjustment) (Juda Agung et al., 2001 ).

Hasil kajian di Filipina menunjukkan bahwa tidak semua

penurunan kredit berasal dari sisi supply dimana sejak terjadinya

krisis di negara tersebut yang terjadi bersamaan dengan krisis di

beberapa negara Asia lainnya pada tahun 1997 bukan merupakan

credit crunch. Penurunan kredit lebih banyak disebabkan karena

terjadinya resesi dalam perekonomian (Lamberte,1999). Oleh karena

itu tingginya tingkat LDR tidak selalu dibarengi dengan besarnya nilai

PDB.

b. Variabel Non Performing Loan (NPL)

Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel NPL mempunyai

pengaruh negatif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB). Selain itu koefisien regresi NPL juga menunjukan korelasi

yang sama menurut teori yaitu berkorelasi negatif. Sehingga dalam

Page 54: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

54

menginterpretasikan tanda negatif ini adalah bahwa penurunan Non

Performing Loan (NPL) mengindakasikan kemampuan bayar debitor

meningkat dan akibatnya meyebabkan fungsi intermediasi dalam

perbankan berjalan dengan baik (Alamsyah, H., et al. 2005). Apabila

fungsi intermediasi dalam perbankan telah berjalan dengan baik,

maka nilai PDB akan besar. Pada tabel dan tabel menunjukkan

bahwa ketika tren Non Performing Loan (NPL) mengalami

penurunan pada tahun 2002-2003, pada saat itu pula nilai PDB

mengalami pembesaran.

2. Persamaan kedua

Berdasarkan perhitungan analisa regresi diperoleh nilai (�

sebesar 0.279549 atau 27.95%. Ini berarti variabel Investasi tidak dapat

dijelaskan hanya dengan variabel Loan to Deposit (LDR) dan Non

Performing Loan (NPL) saja.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana pengaruh

variabel-variabel independen secara individual terhadap variabel

dependen :

a. Variabel Loan to Deposit (LDR)

Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel LDR mempunyai

pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Investasi Dalam

Negeri (IDN). Disamping itu keofisien regresi LDR menunjukan

korelasi yang negatif terhadap IDN. Hal ini tidak sesuai dengan teori

yang ada. Bahwa tingginya tingkat LDR menyebabkan kenaikan

dalam investasi dalam negeri. Karena semakin besar bank

menyalurkan dana untuk kredit, maka semakin banyak masyarakat

menggunakan dana tersebut untuk modal membuka usaha. Kegiatan

Page 55: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

55

usaha inilah yang nantinya akan menggerakkan sektor riil dan

membawa dampak kenaikan dalam pendapatan nasioanal. Karena

kredit mempunyai peran penting dalam menentukan pendapatan

nasional (Sugema, et al., 2005).

Tetapi pada tabel dan tabel juga menunjukan bahwa tahun

2004 tren dari data LDR mengalami kenaikan yang berkelanjutan.

Sedangkan tren dari data investasi malah mengalami penurunan.

Hal ini bisa diakibatkan karena over deposit yang melebihi

kecepatan proses intermediasi suatu bank itu sendiri.

b. Variabel Non Performing Loan (NPL)

Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel NPL tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap Investasi Dalam Negeri

(IDN) karena t hitung lebih kecil daripada t tabel, sehingga tidak

dapat ditunjukkan arah pengaruh NPL terhadap IDN. Hal ini

disebabkan karena NPL adalah persentase kredit yang gagal

bayar. Salah satu sumber pembiayaan dari investasi adalah dari

kredit perbankan. Sehingga tinggi rendahnya persentase dari NPL

tidak akan membawa dampak terhadap tingkat investasi.

Page 56: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bahwa

disintermediasi dalam perbankan dapat menyebabkan penurunan dalam

investasi dan pendapatan nasional dengan model regresi simultan Seemingly

Unrelated Regression (SUR) dan Granger causality test.

Berdasarkan uraian dari pembahasan dan analisis dalam penelititan ini,

diperoleh beberapa simpulan antara lain :

1. Dari analisa data dan uji statistik yang telah dilakukan, menunjukan bahwa

pada persamaan pertama semua variabel bebas memiliki pengaruh

terhadap variabel terikat Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini berarti

disintermediasi dalam perbankan menyebabkan penurunan dalam

pendapatan nasional. Tetapi dalam persamaan kedua hanya variabel

bebas Loan to Deposit Ratio (LDR) saja yang memiliki pengaruh terhadap

Investasi Dalam Negeri (IDN). Sedangkan variabel bebas Non Performing

Loan (NPL) tidak memiliki pengaruh terhadap Investasi Dalam Negeri

(IDN).

2. Dari hasil analisa Granger Causality Test dapat diketahui bahwa variabel

Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)

merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio

(LDR) dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen.

Walupun terdapat hubungan antara variabel Non Performing Loan (NPL)

dengan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR).

Page 57: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

57

3. Hasil analisis yang sudah dilakukan menunjukan bahwa Variabel terikat

Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN) tidak

dapat dijelaskan hanya dengan Variabel bebas Loan to Deposit Ratio

(LDR) dan Non Performing Loan (NPL).

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yang diharapakan

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan antara lain adalah :

1. Pemerintah dan Bank indonesia sebaiknya berkolaborasi dalam

menentukan kebijakan fiskal dan moneter. Sehingga tercipta situasi

perekonomian yang kondusif. Agar keseimbangan antara permintaan

dan penawaran dalam kredit dapat tercipta dan peran bank sebagai

intermediator dapat berjalan dengan baik.

2. Untuk menaggulangi adanya disintemediasi perbankan, maka Bank

Indonesia dapat melakukan setidaknya dua bentuk kebijakan, yakni

kebijakan menyangkut kebijakan untuk menstimulasi perekonomian, dan

kebijakan dalam menurunkan risiko perbankan. Bentuk kebijakan yang

diimplementasikan oleh Bank Indonesia adalah kebijakan moneter

longgar (monetary easing policy), melakukan monitoring dan pengujian

terhadap bank-bank lain, membeli saham perbankan, dan menyediakan

likuiditas di pasar kredit.

3. Dalam menjalankan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturanya,

sebaiknya Pemerintah dan Bank Indonesia bekerjasama untuk

melakukan monitoring dan evaluasi berkala. Apabila hal ini dapat

dilakukan maka fenomena disintermediasi dalam perbankan tidak akan

terjadi.

Page 58: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

58

DAFTAR PUSTAKA

Agenor, P.R., et al., 2000. The Credit Crunch in East Asia : What Can Bank

Excess Liquiq Asset Tell Us? Journal of International Money and Finance vol 1 page 27-49

.

Agung, J., et al., 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis Fakta, Penyebab, dan Implikasi Kebijakan, Jakarta : Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.

Alamsyah, H., et al., 2005. Banking Disintermediation and Its Implication for Monetary Policy: The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005.

Ding, W., Domac, L, dan Ferri, G., 1998. Is there a Credit Crunch in East Asia? World Bank - Policy Research Working Paper Series, No. 1959.

Donna, Duddy Roesmara, 2005. Identifikasi Faktor-Faktor yang menyebabkan rendahnya Loan to Deposit Ratio di Propinsi DIY Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM.

Fiebig, D.G. 2003. A Companion to Theoretical Econometrics, Edited by Badi H. Baltagi. Blackwell Publishing Ltd

Freixas, X. dan Rochet, J. 1997. Microeconomics of Banking. MIT Press.

Gujarati, Damodar N, 1995. Basic Econometrics, Third Edition, McGraw Hill, New York.

Gosh, S. R. dan A.R. Gosh., 1999. East Asia in The Aftermath : Was here a Crunch? IMF working paper vol 38.

Harmanta dan Mahyus Ekananda, 2005. Disintermediasi Perbankan di Indonesia: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.

Hisada, Takamasa. 2004. Banking Disintermediation and its Implications for Monetary Policy: Japan’s Experience. Paper presentation.

Page 59: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

59

Hubbard, R. Glenn, 2001. Money, the Financial System and The Economy, Fourth Edition, Addisson Wesley.

Insukindro, 1984. Ekonomi Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman di Indonesia. BPFE : Yogyakarta.

Lamberte, M.B. 1999. Credit Crunch, Credit Crunch, Credit Crunch? Philippine Institute for Development Studies. Policy Notes No 99-08.

Lown, C dan S. Peristiani. 1996. The Behavior of Consumer Loan rates During the 1990 Credit Slowdown. Journal of Banking and Finance, vol. 20 page 1673-1694.

Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking and Financial Market Sixth Edition. Columbia University.

Pazarbasioglu, C. 1996. A Credit Crunch? A Case Study of Finland Aftermath of The Banking Crisis. IMF working paper vol 135.

Peek, Joe and Eric S. Rosengren, 1995. "Bank Regulation and the Credit Crunch", Journal of Banking and Finance, Vol. 19, pp. 679-692.

Peek, Joe dan Rosengren, Eric. 1995. The Credit Crunch: Neither a Borrower nor a Lender Be. Joumal of Money, Credit and Banking, Ohio State University Press, vol 27 (3), pages 625-38, August.

Stiglitz, Joseph E., 2001, "Principles of Financial Regulation: A Dynamic Portfolio Approach." The World Bank Research Observer, Vol. 16, pp. 1-18.

Stiglitz, J.E., and B. Greenwald. 2003. Towards a New Paradigm in Monetary Economics. Cambridge University Press.

Sritua Arief, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi, Penerbit Universitas Indonesia UI-Press), Jakarta.

Sutujo, Siswanto, 1997. Menangani Kredit Bermasalah, PT.Gramedia , Jakarta.

Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia.

Page 60: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

60

LAMPIRAN

System: SURLOG Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 12/21/08 Time: 14:12 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (balanced) observations 60 Linear estimation after one-step weighting matrix

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(1) 11.53916 0.258908 44.56863 0.0000 C(2) -0.230392 0.052748 -4.367826 0.0001 C(3) -0.056432 0.028222 -1.999582 0.0506 C(4) 16.48096 4.634032 3.556505 0.0008 C(5) -1.942045 0.944097 -2.057039 0.0445 C(6) -0.045301 0.505130 -0.089681 0.9289

Determinant residual covariance 0.000136

Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL Observations: 30

R-squared 0.466247 Mean dependent var 10.51038 Adjusted R-squared 0.426710 S.D. dependent var 0.035641 S.E. of regression 0.026986 Sum squared resid 0.019662 Durbin-Watson stat 0.386863

Equation: LINV=C(4)+C(5)*LLDR+C(6)*LNPL Observations: 30

R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226183 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298862 Durbin-Watson stat 0.929976

Pairwise Granger Causality Tests Date: 12/28/08 Time: 10:47 Sample: 1 30 Lags: 2

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

PDB does not Granger Cause INVT 28 0.11764 0.88955 INVT does not Granger Cause PDB 0.37307 0.69271

NPL does not Granger Cause INVT 28 1.24561 0.30646 INVT does not Granger Cause NPL 2.34545 0.11830

LDR does not Granger Cause INVT 28 0.87791 0.42912 INVT does not Granger Cause LDR 0.87742 0.42932

NPL does not Granger Cause PDB 28 4.23319 0.02720 PDB does not Granger Cause NPL 0.05202 0.94942

LDR does not Granger Cause PDB 28 4.91706 0.01668 PDB does not Granger Cause LDR 0.96588 0.39556

LDR does not Granger Cause NPL 28 0.34194 0.71394 NPL does not Granger Cause LDR 5.34908 0.01237

Page 61: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

61

Regresi dengan variabel PDB lags 1

System: SUR1 Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 02/02/09 Time: 14:01 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (unbalanced) observations 59 Linear estimation after one-step weighting matrix

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(1) 1.234474 1.171465 1.053787 0.2969 C(2) -0.047557 0.033755 -1.408920 0.1648 C(3) 0.013063 0.016113 0.810713 0.4212 C(4) 0.897656 0.101589 8.836127 0.0000 C(5) 16.48012 4.634021 3.556334 0.0008 C(6) -1.941995 0.944097 -2.056986 0.0447 C(7) -0.044967 0.505114 -0.089023 0.9294

Determinant residual covariance 3.53E-05

Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL+C(4)*LPDB1 Observations: 29

R-squared 0.865086 Mean dependent var 10.51118 Adjusted R-squared 0.848896 S.D. dependent var 0.035994 S.E. of regression 0.013992 Sum squared resid 0.004894 Durbin-Watson stat 1.620853

Equation: LINV=C(5)+C(6)*LLDR+C(7)*LNPL Observations: 30

R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226183 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298863 Durbin-Watson stat 0.929974

Page 62: Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan Investasi Dan Pendapatan Nasional

62

Regresi dengan variabel PDB lags 2

System: SUR2 Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 02/02/09 Time: 14:00 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (unbalanced) observations 58 Linear estimation after one-step weighting matrix

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(1) 3.168119 1.224877 2.586479 0.0126 C(2) -0.109742 0.035340 -3.105294 0.0031 C(3) 0.000724 0.018072 0.040078 0.9682 C(4) 0.739623 0.107886 6.855599 0.0000 C(5) 16.47788 4.633987 3.555876 0.0008 C(6) -1.941819 0.944096 -2.056802 0.0448 C(7) -0.044148 0.505072 -0.087410 0.9307

Determinant residual covariance 4.69E-05

Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL+C(4)*LPDB2 Observations: 28

R-squared 0.825356 Mean dependent var 10.51178 Adjusted R-squared 0.803526 S.D. dependent var 0.036510 S.E. of regression 0.016183 Sum squared resid 0.006286 Durbin-Watson stat 1.045332

Equation: LINV=C(5)+C(6)*LLDR+C(7)*LNPL Observations: 30

R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226182 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298867 Durbin-Watson stat 0.929967