Upload
muhammad-aktora-tarigan
View
198
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ekonomi
Citation preview
1
FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN BERPOTENSI MENYEBABKAN PENURUNAN INVESTASI DAN PENDAPATAN NASIONAL
SKRIPSI
Disusun oleh :
Faishal Fadli 0510210036
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2009
2
RIWAYAT HIDUP
Nama : Faishal Fadli
Tempat dan Tanggal lahir : Malang, 20 Pebruari 1987
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Balearjosari 6 malang 65126
Telp. (0341) 492260
Riwayat Pendidikan
• Sekolah Dasar Negeri Percobaan Malang, 1993 - 1999
• Sekolah Menengah Pertama Negeri IV Malang, 1999 - 2002
• Sekolah Menengah Umum Negeri VIII Malang, 2002 - 2005
• Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Brawijaya, 2005
Pendidikan non-akademik
• EF English learning course, 2000
• CSN computer programing course, 2005
Pengalaman Organisasi
• Anggota Organisasi AIESEC, 2005
• Anggota HMJ-EP-FE-UB, 2005
• Panitia Inagurasi, 2006
• Panitia AIESEC Charity programe, 2006
• Panitia Masa Orientasi Mahasiswa Ekonomi, 2006
• Panitia Masa Orientasi Mahasiswa Ekonomi, 2007
• Panitia Intellectual Dialogue of Economics IX, 2007
• Panitia Economic Development Fair 2007, 2007
• Panitia YES AIESEC HIV-AIDS Programe, 2007
• Panitia Temu Alumni FE-UB, 2007
• Panitia Kursus Keuangan Daerah untuk wilayah Jatim, 2007-2008
• Panitia AIESEC national conference in Brawijaya University, 2008
3
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas
rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul :
Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Meyebabkan Penurunan
Investasi Dan Pendapatan Nasional.
Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk melengkapi persyaratan dalam
mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.
Ide awal penulisan Skripsi ini timbul karena adanya penurunan dalam
tingkat investasi dan pendapatan nasional pasca krisis ekonomi 1997.
Penurunan dalam investasi dan pendapatan nasional tersebut disinyalir akibat
dari muncuknya fenomena disintermediasi dalam perbankan. Oleh karena itu,
penulis meneliti apakah hubungan antara variabel-variabel disntermediasi
perbankan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL)
dapat mempengaruhi investasi dan pendapatan nasional.
Dengan selesainya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikkan limpahan rahmat-Nya.
2. Bapak Prof Dr. Bambang Subroto, MM, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya.
3. Bapak Dr. Ghozali maski, SE., MS. selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembagunan Universitas Brawijaya.
4
4. Bapak Prof. Dr. M. Umar Burhan, SE., MS. selaku dosen pembimbing.
5. Untuk orang tuaku, Dr. Ghozali Maski, SE, MS dan Ir. Chusnul Fatichah
atas segala dukungan, doa, bimbingan dan motivasi..
6. Seluruh keluarga besar dan saudara-saudaraku yang selalu memberikkan
dukungan dan doanya.
7. Untuk orang terdekat dan sahabat-sahabat yang selalu memberikan
semangat. Vietha dan seluruh anggota Kelompok Rea-Reo (KRR), terima
kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
8. Seluruh teman-teman Ekonomi Pembangunan 2005 Universitas Brawijaya.
9. Serta seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah
berperan dalam penulisan skripsi ini baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Malang, Desember 2008
Faishal Fadli
5
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………...……................................................................iii
DAFTAR TABEL .……………………………...........................................................v
DAFTAR GAMBAR...…………………………........................................................vi
LAMPIRAN..........................................................................................................50
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…...…………………….........................................................1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………….................................6
1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian……………………….......................6
1.4 Manfaat dan Output Penelitian……………..................................................6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kredit dan Perekonomian…..………………...............................................7
2.2 Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan...................................................9
2.3 Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Kredit…………………………......11
2.3.1 Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel).............................12
2.3.2 Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Clmnnel).....................13
2.4 Empiris di Negara-Negara Lain…...........................................................14
2.5 Penelititan terdahulu.....................................................................18
2.6 Kerangka Pemikiran...........................................................................................22
2.7 Hipotesis.............................................................................................................23
6
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data………………...…........................24
3.2. Kerangka Analisis.................................……………………………...........25
3.2.1. Model Analisis...........................................................................................26
3.2.2. Teknik Pembuktian Hipotesis..................................................................27
3.2.3. Metode Pengolahan Data........................................................................29
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Perbankan Dalam Perekonomian Pasca Krisis..............................31
4.2 Analisa Hasil Penelitian........................................................................................32
4.2.1 Hasil Perhitungan Masing-Masing Variabel.............................................32
4.3 Hasil Analisa Data.................................................................................................37
4.3.1 Hasil Perhitungan Estimasi........................................................................37
4.3.2 Hasil Uji Statistik.........................................................................................39
4.3.3 Granger Causality Test..............................................................................41
4.4 Pembahasan Hasil Analisa..................................................................................42
4.4.1 Pembahasan Perhitungan Estimasi.........................................................42
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................................................46
5.2 Saran.....................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA……………………………...……….....................................48
7
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan Indonesia Periode 1998-2006………..........2
Tabel 1.2 Pertumbuhan PDB dan Nilai PMDN Periode 2000-2008......................4
Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto (PDB).............................................................32
Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)..........................................34
Tabel 4.5 Loan to Deposit Ratio (LDR)................................................................35
Tabel 4.6 Non Performing Loan (NPL) Bank Umum............................................36
Tabel 4.7 Hasil Regresi Persamaan pertama......................................................38
Tabel 4.8 Hasil Regresi Persamaan Kedua.........................................................38
Tabel 4.9 Hasil Uji t persamaan pertama.............................................................39
Tabel 4.10 Hasil Uji t persamaan kedua..............................................................39
Tabel 4.11 Hasil Uji Granger Causality................................................................42
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sistem Keuangan..............………………........................……………..8
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.........................................................................22
9
ABSTRAKSI
Judul : Fenomena Disintermediasi Perbankan Berpotensi Menyebabkan Penurunan Investasi dan Pendapatan Nasional
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. M. Umar Burhan SE., MS. ____________________________________________________________________________
Penulis : Faishal Fadli NIM : 0510210036
Pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998 dunia perbankan Indonesia mulai
mengalami peningkatan. Hal ini karena upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
bank Indonesia dan dengan dukungan dari stakeholder-nya memberikan hasil
yang menggembirakan. Namun kondisi perbankan masih belum pulih seutuhnya.
Terutama dalam melaksanakan tugasnya sebagai intermediator. Kondisi inilah
yang diduga dapat menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan
nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fenomena
disintermediasi yang muncul dalam perbankan dapat berpotensi menyebabkan
penurunan dalam Investasi dan Pendapatan nasional. Indikator yang digunakan
untuk mengukur disintermediasi adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL). Sedangkan untuk Investasi menggunakan Investasi
Dalam Negeri (IDN) dan untuk Pendapatan Nasional menggunakan Produk
Domestik Bruto (PDB). Dari hasil regresi Simultan dengan metode Seemingly
Unrelated Regression (SUR) dan Grenger casuality test, diperoleh hasil bahwa
variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)
merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)
dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen. Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) yang signifikan terhadap
pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan untuk nilai investasi menunjukan
tingkat signifikansi yang besar hanya terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) saja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fenomena disintermediasi dalam
perbankan berpotensi menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan
nasional.
Kata Kunci: Loan to Deposit Ratio (LDR),Non Performing Loan (NPL),
Investasi Dalam Negeri (IDN), Produk Domestik Bruto (PDB).
10
ABSTRACT
Title: Banking Disintermediation Phenomenon Potentially Cause Decreasing In Investment and National Income
Supervisor: Prof. Dr. M. Umar Burhan SE., MS.
____________________________________________________________________________
Author : Faishal Fadli Number : 0510210036
After economic crisis in year of 1997-1998 world banking of Indonesia start to
experience of improvement. This matter because efforts which have been done by
Indonesia bank and with support from stakeholder give the result seethe with excitement.
But the condition of banking still not yet ever been convalescing as intact as. Especially in
executing his duty as intermediation. This condition anticipated can cause the
degradation in investment and earnings of national.
This research aim to know do phenomenon disintermediation’s which emerge in
banking of potency can cause the degradation in investment and national income. Used
indicator to measure disintermediation is Loan to Deposit Ratio (LDR) and Non
Performing Loan (NPL). Is while to investment to use Domestic Invesment (DI) and to
National Income to use Gross Domestic Product (GDP). From result simultaneous
regression with method Seemingly Unrelated Regression (SUR) and Granger causality
test, obtained the result that variable Gross Domestic Product (GDP) and Domestic
Invesment (DI) is variable endogen. Is while variable Loan to Deposit Ratio (LDR) and
Non Performing Loan (NPL) is exogen variable, Loan to Deposit Ratio (LDR) and Non
Performing Loan (NPL) which significant to growth of earnings of national. Is while for the
value of investment shows the bigness level of significances only to Loan to Deposit
Ratio (LDR). Inferential thereby that disintermediation phenomenon in banking has
potency to cause the degradation in investment and national income.
Keyword: Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL),
Domestic Investment (DI), Gross Domestic Product (GDP).
11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu fungsi utama bank adalah menyalurkan dana yang
dihimpun dari masyarakat kepada pihak-pihak yang membutuhkannya baik
dalam bentuk kredit maupun dalam bentuk lainnya. Dalam menjalankan
fungsinya tersebut, selama beberapa dekade terakhir perbankan di Indonesia
telah mengalami pasang surut dan sempat mencapai posisi yang sangat
memprihatinkan pada saat krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun
1997. Adanya krisis ekonomi ini menimbulkan fenomena disintermediasi dalam
perbankan. Disintermediasi adalah ketidakmampuan bank dalam melaksanakan
fungsinya sebagai lembaga keuangan yang menghimpun serta menyalurkan
dana dari dan untuk masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan Bank Indonesia untuk mengatasi
munculnya fenomena disintermediasi yang merupakan dampak negatif dari krisis
ekonomi tahun 1997 tersebut. Mulai dari program Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI), program rekapitalisasi perbankan, pembentukan blanket
guarantee, restrukturisasi kredit, privatisasi bank-bank BUMN, sampai dengan
peluncuran Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada awal tahun 2004 dan
pengimplementasian kegiatannya sampai dengan sekarang.
Upaya-upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia dan dengan dukungan
dari stakeholder-nya memberikan hasil yang menggembirakan. Terjadi
peningkatan kinerja yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kondisi
krisis, seperti yang ditunjukan pada tabel perkembangan perbankan Indonesia
dibawah ini :
12
Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan Indonesia Periode 1998-2006
Indikator
Perbankan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
DPK (Trilyun Rp) 625 678 699 797 836 888 963 1128 1287
Kredit (Trilyun Rp) 545 277 321 359 4 0 477 595 730 833
Loan to Deposit Ratio (%) 72.4 26.2 45.8 45.0 49.1 53.7 6 .8 64.7 64.7
Non Perfoming Loan (%) 48.6 32.8 8.8 12.1 8.1 8.2 5.8 8.3 7.0
Capital Adequate
(Trilyun Rp) (15.7) (9.1) 12.7 20.5 22.5 19.4 19.4 19.5 20.5
Net Interest (%) N/A N/A 3 3 4 3 6 5 5
Return on Asset (%) (18.8) (6.1) 0.9 1.4 1.9 2.5 3.5 2.6 2.6
SBI (Triliun Rp) N/A N/A 58.8 73.8 76.9 102.1 9.1 54.3 179.0
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Walaupun telah terjadi peningkatan kinerja perbankan, namun kondisi
perbankan Indonesia belum pulih seutuhnya, terutama dalam melaksanakan
tugasnya sebagai lembaga intermediasi. Data dua tahun terakhir menunjukkan
intermediasi perbankan belum seperti yang diharapkan dimana trend
pertumbuhan melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya.
Untuk mendeteksi berjalannya fungsi intermediasi dalam perbankan
dapat digunakan indikator keuangan Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio ini
merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan terhadap jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat (Roesmara, 2005).
Dari data diatas LDR relatif tidak berubah, yaitu sekitar 64,7%, karena relatif
berimbangnya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan DPK.
Penurunan Non Performing Loan (NPL) pada tahun 2006 ternyata tidak
diikuti oleh kenaikan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit selama tahun 2006
sebesar 14,1% (lebih kecil dari yang ditargetkan sebesar 18%). Namun,
penempatan bank umum dalam Surat Berharga Indonesia (SBI) mengalami
13
peningkatan yang sangat signifikan hingga melebihi 200%, walaupun suku bunga
BI terus turun, sebesar 300 bps selama tahun 2006.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, selama tahun 2006 kredit modal
kerja tetap mengalami pertumbuhan sebesar 16,9% (naik sebesar Rp 60,2
triliun), walaupun pertumbuhannya masih dibawah pertumbuhan tahun lalu yang
mencapai 22,4%. Disamping itu pertumbuhan kredit konsumsi tahun 2006 hanya
sekitar 9,5% (naik sebesar Rp 19,6 triliun) lebih rendah dari angka pertumbuhan
tahun 2005 yang mencapai 36,8%. Kondisi tesebut dari satu sudut pandang
mencerminkan semakin membaiknya pergerakan roda perekonomian, namun hal
tersebut juga mengindikasikan daya beli masyarakat yang menurun serta
pemenuhan konsumsi yang cenderung sudah optimal sehingga mempengaruhi
tingkat konsumsi masyarakat, karena biaya kredit konsumsi relatif lebih tinggi,
terutama dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya. Dilain pihak
kredit investasi tumbuh melambat sebesar 12,5% (atau naik Rp 16,8 triliun)
apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2005 yang sempat mencapai
13,2%. Melambatnya pertumbuhan ini disinyalir karena adanya berbagai kendala
terkait dengan infrastruktur, masalah hukum, iklim invesatasi yang belum
mendukung dan biaya ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan sektor ekonomi, selama tahun 2006 pada umumnya kredit
sektoral tumbuh positif, namun lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2005,
kecuali untuk sektor perdagangan, pengangkutan, pertanian, pertambangan dan
listrik. Sektor pertambangan bahkan tumbuh paling tinggi (73,4%) terutama untuk
tambang migas dan bijih logam. Salah satu sektor dengan petumbuhan kredit
melambat adalah sektor industri pengolahan, sebagai penggerak roda
perekonomian dan penyerap tenaga kerja, turun dari 18,2% pada tahun 2005
menjadi 7,4% pada tahun 2006.
14
Berdasarkan plafon kredit yang dikucurkan, kredit kepada MKM (Mikro
Kecil Menengah) tetap menjadi primadona, per November 2006 mencapai sekitar
52% dari total pengucuran kredit, naik sedikit dari pangsa 2005 (51%). Namun
dengan pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun
2005, (turun dari 25,6% menjadi 12,4% pada tahun 2006). Kenaikan jumlah MKM
selama 2006 mencapai Rp 44,1 triliun. Namun demikian porsi MKM produktif
hanya sekitar 26% dari total kredit.
Tabel 1.2 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Tahun Pertumbuhan PDB (%) Investasi (Miliar Rp)
2000 2.98 88294.4
2001 3.32 56316.4
2002 3.66 25262.3
2003 4.78 40052.7
2004 5.03 19166.6
2005 5,69 231116.4
2006 5.51 131873
2007 6.25 16127.5
2008 trw.2 6.39 5858.3
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Melambatnya pertumbuhan kredit tersebut diatas membawa dampak
yang negatif terhadap pertumbuhan PDB dan nilai Investasi dalam negeri.
Selama tahun 2005 menuju tahun 2006 pertumbuhan PDB melambat sesuai
dengan melambatnya pertumbuhan kredit pada tahun yang sama seperti yang
telah diutarakan diatas. Hal ini juga nberlaku sama terhadap nilai Investasi dalam
negeri yang cenderung melemah. Selama tahun 2005 menuju tahun 2006 nilai
investasi mengalami penurunan. Hal tersebut diakibatkan melemahnya
15
pertumbuhan kredit dalam sektor industri pengolahan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Dari paparan diatas, terlihat masih terdapat ruang yang cukup luas bagi
perbankan nasional untuk meningkatkan kinerjanya sekaligus untuk menjalankan
perannya sebagai intermediator, yang selama ini tampaknya belum berjalan
dengan optimal. Dengan demikian diperlukan penelitian yang terkait dengan
intermediasi perbankan untuk memberi masukan kepada Bank Indonesia
sebagai regulator sehinga Bank Indonesia mampu mendorong perbankan
nasional memainkan perannya dengan baik, antara lain dengan memfasilitasi
proses intermediasi ke sektor riil, menerbitkan kebijakan dan atau ketentuan
untuk memfasilitasi sektor-sektor tertentu, memberikan arahan kepada bank-
bank milik asing untuk lebih berperan dalam pembangunan ekonomi, dan
koordinasi dengan pemerintah dalam merevitailisasi dan memperbaiki efisiensi
bank-bank BUMN sehingga fenomena disintermediasi dalam perbankan yang
dapat berpotensi menyebakan penurunan dalam investasi dan pendapatan
nasional dapat diantisipasi.
16
1.2 Perumusan Masalah
Kinerja perbankan yang semakin membaik pasca krisis tampaknya
tidak diimbangi oleh ekspansi kredit kepada sektor riil. Kelebihan likuiditas yang
ada lebih banyak digunakan untuk investasi pada Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) yang aman, likuid (quick asset), dan memberikan return yang
menguntungkan walaupun dengan tingkat suku bunga yang tidak terlalu tinggi.
Adanya fenomena disintermediasi perbankan seperti ini berpotensi
menyebabkan penurunan investasi dan akan membawa implikasi pada
penurunan pendapatan nasional (output).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan yang perlu dikaji seputar intermediasi perbankan khususnya
melemahnya ekspansi kredit perbankan kepada sektor riil, yaitu: Apakah
Disintermediasi dapat menurunkan investasi dan pendapatan nasional?
1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan : Untuk mengetahui
apakah disintermediasi dalam perbankan dapat menyebabkan penurunan dalam
investasi dan pendapatan nasional.
1.4 Manfaat dan Output Penelitian
Dengan diperolehnya pengetahuan dan informasi dari jawaban atas
tujuan diatas, maka manfaat dan output yang didapat dari penelitian ini adalah :
Diperolehnya gambaran yang rinci mengenai keterkaitan disintermediasi dalam
perbankan dengan investasi dan pendapatan nasional.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dibahas beberapa teori dan kajian empiris terdahulu
terkait dengan intermediasi perbankan. Secara lebih detail akan difokuskan pada:
1. Kredit dan perekonomian
2. Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan
3. Transmisi kebijakan moneter melalui kredit
4. Kajian empiris di negara-negara lain
5. Hasil Penelitian terdahulu
Dari hasil studi literatur ini diharapkan dapat memiliki pemahaman yang
komprehensif untuk memperoleh kerangka analisis yang komprehensif didalam
memahami persoalan intermediasi berikut permasalahannya yang terjadi di
Indonesia.
2.1 Kredit dan Perekonomian
Sebagai salah satu bagian dari sistem keuangan, perbankan melalui
aktivitas lending-nya memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian. Dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani antara pihak yang
memiliki kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana baik untuk tujuan
produktif maupun konsumtif perbankan memainkan peran penting dalam
mengalokasikan sumberdaya modal (capital resources) sehingga mampu
meningkatkan produksi dan efisiensi dalam perekonomian. Berbagai literatur
mempelajari pentingnya peran yang dimainkan lembaga intermediasi sudah
ditemukan sejak tahun 1933 seperti Fisher (1933), Gurley-Shaw (1955) dan
Goldsmith (1969). Stiglitz dan Greenwald (2003) menyatakan bahwa perbankan
18
lebih superior dibanding lembaga intermediasi lainnya terutama dalam mengatasi
masalah asymmetric information dan biaya operasional yang tinggi dalam
aktivitas intermediasi keuangan. Penelitian-penelitian yang menganalisis
hubungan antara lembaga intermediasi dengan kinerja makroekonomi mulai
muncul pada tahun 1980-an seperti Mishkin (1978) dan Bernanke (1983).
Kredit berpotensi mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan dalam
bentuk investasi Dalam Negeri dan pendapatan nasional. Hasil penelitian
Sugema, et al., (2005) yang menggunakan Granger causality test untuk kasus
Indonesia menunjukkan bahwa kredit "Granger cause" dapat mempengaruhi
pendapatan nasional. Hal ini berarti kredit mempunyai peran penting dalam
menentukan pendapatan nasional. Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Mishkin (1978) dan Bernanke (1983) dalam Freixas dan Rochet (1997).
Analisis tersebut diatas sekaligus membantah hipotesa awal yang dikemukakan
oleh Friedman dan Schwartz (1966) yang lebih menekankan peran money supply
dalam pertumbuhan pendapatan nasional.
Kenyataan yang ada juga menunjukkan bahwa sektor riil mengunakan
kredit perbankan sebagai salah satu sumber pendanaan dalam menjalankan
bisnisnya. Sepanjang tahun 2001-2004 source of funding melalui kredit
perbankan memiliki kontribusi rata-rata sebesar 77% dari total pembiayaan yang
berasal dari lembaga keuangan yang dominan (bank, saham dan obligasi)
(Alamsyah, et al., 2005). Sehingga, aktivitas dan kinerja perbankan terkait erat
dengan pertumbuhan Investasi dan pendapatan nasional.
Selain itu, aktvitas ekonomi juga berpotensi mempengaruhi kredit
perbankan, seperti hasil studi di Filipina. Studi yang menggunakan metode
causality test tersebut dengan data tahun 1982-1999 menunjukkan bahwa
penurunan/peningkatan tingkat pertumbuhan GDP mendahului atau
menyebabkan penurunan dalam kredit perbankan (Lamberte, 1999).
19
2.2 Indikator Fungsi Intermediasi Perbankan
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Indikator fungsi intermediasi perbankan adalah Loan To Deposit
Ratio (LDR). Rasio ini dugunakan karena menurut Roesmara (2005) rasio
ini mencerminkan besarnya Total Kredit yang berhasil dicairkan
dibandingkan dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil
dikumpulkan. Rasio ini jelas menjadi indikator fungsi intermediasi
perbankan karena berhubungan dengan fungsi utama bank, yaitu
menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk masyarakat. Rasio ini
menggabarkan seberapa besar simpanan digunakan untuk memberikan
pinjaman.
Rasio yang tinggi menunjukan bahwa suatu bank
meminjamkanseluruh dananya. Sebaliknya rasio yang rendah
menunjukan bank denga kelebihan kapasitas dana yang siap untuk
dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat
apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau harus
dibatasi.
Dalam membicarakan masalah LDR maka yang perlu diketahui
adalah tujuan penting dari perhitungan LDR, yaitu untuk mengetahui serta
menilai sampai sejauh mana suatu bank dalam kondisi sehat dalam
menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR
dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan
suatu bank.
20
2. Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan atau yang biasa disebut dengan kredit
bermasalah atau kredit macet adalah apabila debitur mengingkari janji
untuk membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo,
sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada
pembayaran sehingga kualitas kredit merosot. Akibatnya, ada
kemungkinan kreditur terpaksa melakukan tindakan hukum, atau
menderita kerugian dalam jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang
diperkirakan dapat ditolelir. Oleh karena itu, bank yang bersangkutan
harus mengalokasikan perhatian, tenaga, biaya, waktu dan usaha
secukupnya guna menyelesaikan kasus tersebut (Sutojo Siswanto, 1997).
Dalam perbankan internasional kredit dapat dikategorikan ke
dalam kredit yang bermasalah apabila jika :
a. terjadi keterlambatan pembayaran bunga dan atau kredit induk lebih
dari 90 hari sejak jatuh tempo
b. Tidak dilunasi sama sekali
c. Diperlukan negoisasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit
dan bunga yang tercantum dalam perjanjian kredit.
Dengan ketentuan perbankan yang telah disempurnakan pada tanggal 29
mei 1993 (PAKMEI 1993), BBI membagi kredit bermasalah di Indonesia
menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Kredit kurang lancar
b. Kredit diragukan
c. Kredit macet
Pembagian kredit bermasalah menjadi tiga golongan berdasarkan
kolektabilitas, yaitu ketepatan pembayaran kembali kredit atau angsuran
kredit (Sutojo Siswanto, 1997).
21
2.3 Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Kredit
Bagian ini membahas bagaimana suatu kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh bank sentral dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi di sektor
riil, khususnya melalui jalur kredit. Jalur transmisi seperti ini dikenal dengan
mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui kredit (credit channel).
Gambar 2.1 Sistem Keuangan
Sumber : money, the Finansial System and the Economy, R. Glenn Hubbard
Funds
Returns
Risk Sharing Liquidity
Information
Borrowers Savers
Adverse
Selection
And
Moral Hazard
Funds
Returns
Financial
Intermediation
22
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menjadi penting dalam
perekonomian karena beberapa alasan. Pertama, banyak bukti empiris baik
didalam maupun Iuar negeri yang mendukung bahwa secara invidual, perilaku
perusahaan dalam mengambil keputusan (misalnya untuk menentukan jumlah
tenaga kerja dan tingkat pengeluaran mereka) banyak dipengaruhi oleh
mekanisme jalur kredit. Kedua, terbukti bahwa kebijakan moneter kontraktif akan
lebih berdampak (dirasakan) oleh perusahaan kecil yang memiliki akses sangat
terbatas terhadap pinjaman luar (pembiayaan eksternal) dibandingkan dengan
perusahaan besar. Ketiga, adanya teori informasi yang tidak simetris
(asymmetric information theory) di pasar kredit yang tidak sempuma telah
mampu mengembangkan teori mekanisme transmisi melalui jalur kredit lebih
jauh dan sangat berguna dalam menjelaskan pentingnya keberadaan lembaga
keuangan (bank) dalam perekonomian.
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit dibedakan menjadi dua jalur, yaitu
jalur pinjaman bank dan jalur neraca perusahaan. Berikut ini adalah
pembahasannya :
2.3.1 Jalur pinjaman bank (bank lending channel)
Pada intinya, jalur pinjaman bank menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan bank. Sisi aset dan sisi liabilitas bank menjadi
komponen penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Sebagai
contoh jika bank sentral melaksanakan kebijakan moneter ekspansif, misalnya
dengan meningkatkan jumlah uang beredar, maka suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) akan turun.
Penurunan suku bunga SBI akan menurunkan kuantitas SBI dan
sebaliknya akan meningkatkan deposito. Hal ini akan membuat penawaran
23
kredit (loan supply) meningkat dan menyebabkan suku bunga deposito turun.
Karena biaya dana (cost of fund) turun, maka suku bunga pinjaman juga akan
turun. Penurunan biaya dana ini akan mengurangi terjadinya adverse selection
dan tindakan moral hazard oleh perusahaan sebagai debitur. Kondisi demikian
akan mendorong meningkatnya jumlah pinjaman yang selanjutnya akan
meningkatkan pengeluaran melalui investasi sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan nasional. Jalur tersebut dapat digambarkan sebagi
berikut.
M↑→ i SBI ↓→ Deposito ↑→ Supply of Loan ↑ dan i Deposito ↓→ i Loan ↓→
Loan ↑→ Expenditure ↑→ Pendapatan nasional ↑.
2.3.2 Jalur neraca perusahaan (balance sheet channel)
Jalur neraca perusahaan menekankan pengaruh kebijakan moneter pada
kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses
perusahaan untuk mendapatkan kredit. Dalam hal ini, apabila bank sentral
melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga di pasar uang
akan turun dan mendorong terjadinya peningkatan harga saham. Sejalan
dengan peningkatan tersebut, nilai bersih perusahaan (networth) akan
meningkat akibat meningkatnya harga modal (equity). Kenaikan nilai bersih
perusahaan tersebut membuat pemilik perusahaan merasa takut kehilangan
perusahaan mereka sehingga hal ini akan mengurangi tindakan adverse
selection dan moral hazard. Kondisi demikian mendorong peningkatan
pemberian kredit oleh bank yang selanjutnya meningkatkan investasi dan pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Jalur ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
24
M ↑→ i SBI ↓→ P Saham ↑→ P equity ↑→ Loan ↑→ Expenditure ↑→
Pendapatan Nasional ↑.
Perbedaan mendasar antara kedua jalur tersebut adalah terletak pada
sudut pandang dan level pada masing-masing jalur transmisi. Dalam bank
lending channel, kebijakan moneter ekspansif akan meningkatkan pemberian
(penawaran) kredit oleh perbankan akibat turunnya biaya dana. Berarti sudut
pandang jalur transmisi ini adalah dari sisi penawaran kredit (loan supply) pada
level bank. Sedangkan pada balance sheet channel, kebijakan moneter
ekspansif akan mendorong kenaikan nilai bersih perusahaan sehingga
perusahaan bisa mengakses dana pinjaman yang lebih besar. Dengan demikian
berarti sudut pandang jalur transmisi ini adalah dari sisi permintaan kredit (loan
demand) pada level perusahaan.
2.4 Empiris di Negara-Negara Lain
Melemahnya fungsi intermediasi perbankan terutama dalam penyaluran
kredit dialami oleh berbagai negara dalam kurun waktu yang berbeda menjadi
discourse yang cukup mendalam pada tahun 90-an. Sampai dengan awal tahun
periode 90 penyebab utama dari melemahnya lending belum dapat diketahui
secara pasti. Pengalaman berbagai negara tersebut juga menunjukkan bahwa
keengganan atau ketidakmampuan perbankan dalam aktivitas lending ini
dikuatirkan akan membawa implikasi pada perekonomian secara umum,
terutama bagi negara-negara yang pernah mengalami krisis keuangan.
Meskipun berbagai hipotesa telah dikemukakan terkait dengan
penurunan lending tersebut seperti: melemahnya pertumbuhan ekonomi,
penurunan kredit komersial dalam jangka panjang dan lemahnya neraca bank-
25
bank milik pemerintah (Lown dan Peristiani, 1996). Beberapa studi
menyimpulkan bahwa melemahnya ekspansi kredit disebabkan karena adanya
Basel Accord yang memperkenalkan aturan mengenai permodalan yang
berbasis resiko (risk-based capital regulations) dan kecukupan peningkatan
leverage ratio (Breeden dan Isaac, 1992; Peek dan Rosengen, 1993; Baer dan
McElravey, 1993). Dengan menggunakan model GMM Arellano Bond,
Gambacorta dan Mistrulli (2004) menemukan bahwa di Italia terjadinya capital
shock berupa aturan bahwa posisi rasio solvency harus lebih dari 8% membawa
implikasi penurunan lending sebesar 20% setelah 2 tahun.
Pengalaman yang terjadi di Inggris pada masa resesi sekitar tahun 1990-
91 dimana terjadi penurunan yang dramatis dalam pertumbuhan lending.
Banyak pihak menyatakan faktor yang paling berpengaruh dalam penurunan
pertumbuhan lending tersebut adalah masalah credit crunch. Namun demikian,
karena adanya kesulitan dalam menentukan apakah melemahnya pertumbuhan
kredit adalah demand atau supply aktivitas ekonomi tetap sulit untuk diverifikasi.
Peek dan Rosengren (1995) melakukan analisis dengan mengontrol variabel
dari sisi demand untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penurunan
pertumbuhan kredit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa capital
crunch, dimana bank dengan nilai kapital yang rendah akan gagal untuk
memenuhi persyaratan modal minimum yang menjadi penyebab utama
penurunan kredit.
Penurunan dalam kuantitas kredit selalu diasosiasikan dengan credit
crunch, namun tidak semua penurunan dalam kuantitas kredit adalah credit
crunch, karena terminologi ini hanya memfokuskan pada penurunan penawaran
(supply) kredit Pada umumnya, credit crunch secara spesifik merujuk kepada
pengurangan atau reduksi didalam ketersediaan penawaran kredit (supply of
credit). Pazarbasioglu (1996) mendefinisikan credit crunch sebagai penurunan
26
penawaran kredit akibat menurunnya kemauan bank-bank untuk memberikan
pinjaman, tanpa diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman. Sedangkan Gosh
dan Gosh (1999) mendefinisikan credit crunch sebagai pembatasan kuantitas
kredit (credit rationing), bahwa dalam keadaan resesi terdapat kegagalan suku
bunga (pinjaman) dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran kredit.
Dengan demikian, pada tingkat tertentu pengajuan kredit ditolak meskipun
debitur bersedia membayar pada tingkat suku bunga yang berlaku (bahkan
lebih). Bank berusaha untuk memegang lebih banyak reserve dan menyisihkan
modalnya untuk mencapai level standar Capital Adequacy Ratio (CAR) tertentu
seperti sebelum terjadi krisis.
Namun demikian, terdapat bentuk lain dari credit crunch yaitu credit
rationing yang seringkali berkorelasi dengan fenomena flight to quality. Credit
rationing menggambarkan suatu kondisi dimana bank membatasi penawaran
kredit meskipun bank memiliki dana berlebih untuk di pinjamkan dan akibatnya
supply of loans belum seimbang dengan demand of loans. Disamping itu, bank
tidak jarang meningkatkan suku bunga guna menyaring risky borrowers guna
mengurangi masalah assymetric information. Namun demikian, menurut Stiglitz
(2003) peningkatkan suku bunga diatas rata-rata justru akan menimbulkan
masalah adverse selection.
Menurut Ding, Domac dan Ferri (1998), fenomena credit rationing dapat
ditransmisikan melalui dua jalur yaitu balance sheet channel dimana
meningkatkan risk premium dan cost of borrowing bagi perusahaan terutama
dalam struktur keuangannya. Kemudian, lending channel dimana secara spesifik
mempengaruhi perusahaan kecil yang memiliki aset terbatas karena
perusahaan ini tidak dapat menerbitkan commercial paper di pasar modal
sebagaimana perusahaan besar.
27
Meskipun fenomena credit crunch pada umumnya disebabkan oleh
keengganan lenders untuk menyalurkan dana kepada borrowers, akibatnya
tidak jarang permasalahan ini berujung kepada keengganan borrower untuk
meminjam dana dari bank. Sehingga terkadang sulit bagi kita untuk
menjustifikasi (dalam suatu kasus) apakah penurunan kredit merupakan
permasalahan supply atau demand.
Kemungkinan lain adalah menurunnya kuantitas kredit yang terjadi
karena kombinasi antara supply dan demand terhadap kredit. Fenomena ini
dikenal dengan terminologi credit slowdown. Penurunan kuantitas kredit
perbankan karena menurunnya permintaan kredit baik dari sektor riil maupun
rumah tangga karena berkurangnya aktivitas ekonomi adalah fenomena sisi
demand.
Hasil kajian di Filipina menunjukkan bahwa tidak semua penurunan
kredit berasal dari sisi supply dimana sejak terjadinya krisis di negara tersebut
yang terjadi bersamaan dengan krisis di beberapa negara Asia lainnya pada
tahun 1997 bukan merupakan credit crunch. Penurunan kredit lebih banyak
disebabkan karena terjadinya resesi dalam perekonomian (Lamberte,1999).
Hisada (2004) melakukan studi disintermediasi perbankan dan implikasi
kebijakan moneternya untuk kasus negara Jepang pada awal 1990-an sampai
terjadinya Bubble Economy. Dalam working paper-nya diutarakan tiga hal pokok
yaitu; (1) apa penyebab terhambatnya sektor perbankan; (2) disintermediasi
perbankan dan dampaknya terhadap sektor riil; (3) respon kebijakan yang
dilakukan oleh Bank of Japan.
Hasil studi mengidentifikasi faktor terhambatnya sektor perbankan yaitu;
(1) kurangnya permodalan perbankan; (2) tingginya risiko dan biaya kredit
(merupakan sumber kesulitan terbesar) sektor perbankan Jepang akibat gejolak
perekonomian dan adanya tekanan perubahan struktural; (3) adanya risiko
28
pasar; dan (4) risiko likuiditas atau risiko sistemik.
Hasil studi juga melihat interaksi antara kondisi makroekonomi, risiko dan
perilaku perbankan. Selama periode observasi terindikasi terjadi disintermediasi
perbankan yang kemudian berdampak pada melambatnya penyesuaian
perekonomian (economic adjustment) karena perusahaan tidak mendapatkan
dana dari pinjaman bank, akibatnya perusahaan tidak dapat melakukan
ekspansi usaha yang membawa dampak penurunan dalam investasi.
Penurunan dalam investasi ini yang nantinya akan membawa dampak penuruan
dalam pendapatan nasioanal. Studi ini juga melihat bagaimana perilaku bank
dan perusahaan melalui survey.
2.5 Penelitian Terdahulu
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mahyus Ekanda dan
Hananta tahun 2005, dalam jurnal yang berjudul Disintermediasi Fungsi Perbankan di
Indonesia Pasca Krisis, menunjukan bahwa melambatnya penyaluran kredit perbankan
di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya
pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis
(korea selatan dan thailand). Meskipun demikian kondisi makro ekonomi relatif
membaik, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin
pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis, yang
berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi
disintermediasi perbankan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelititan yang dilakukan Mahyus Ekanda
dan Harmanta mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya penyaluran
kredit perbankan di Indonesia pasca krisis 1997 apakah lebih dipengaruhi faktor
penawaran kredit atau permintaan kredit melalui analisis empiris.
29
Menurut Mahyus Ekanda dan Harnanta faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi intermediasi perbankan terdiri dari faktor permintaan kredit dan faktor penawaran
kredit. Dimana suku bunga kredit, suku bunga SBI, dan Non Performing Loan (NPL)
adalah variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran kredit. Sedangkan PDB, kurs
(nilai tukar), inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah variabel-
variabel yang mempengaruhi permintaan kredit.
Pada tahun 2003, Rochmad Taathadi, melakukan penelitian dengan judul
Identifikasi Variabel-Variabel yang mempengaruhi Fungsi Intermediasi Keuangan Pada
Perbankan. Krisis nilai tukar yang terjadi di Indonesia, berpengaruh terhadap kegiatan
perbankan di Indonesia. Hal ini menyebabkan fungsi intermediasi perbankan menjadi
terganggu. Peneltian yang dilakukan mengkaji apakah variabel bebas yaitu Dana Pihak
Ketiga, penawaran kredit, suku bunga SBI, nilai tukar dan Rasio kecukupan Modal
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yang berupa Loan to Deposit Ratio dan
apakah bank persero telah menjalankan fungsi intermediasi keuangan sebagaimana
ketentuan Bank Indonesia.
Penelitian terdahulu yang juga digunakan sebagai pedoman adalah mengenai
credit crunch. Penggunaan kredit ini disebabkan karena fenomena credit crunch
berkaitan dengan masalah intermediasi perbankan.
Penelitian yang dilakukan oleh Juda Agung dan kawan-kawan (2001)
mengenai credit crunch dengan judul Credit Crunch di Indonesia Setelah krisis, Fakta,
Penyebab dan Implikasinya, mengkaji apakah penururan kredit yang tajam dari sektor
perbankan di Indonesia adalah akibat credit crunch atau karena rendahnya permintaan
kredit akibat perekonomian yang kurang prospektif dan konsolidasi internal perusahaan
(balance sheet adjustment). Peneltian ini juga menunjukan bahwa pendanaan investasi
usaha yang berasal dari perbankan telah menurun dengan darastis yaitu dari 40%
menjadi 25%. Dan menberikan implikasi kebijakan khususnya untuk kebijakan moneter
dan perbankan di Indonesia dan secara umum untuk negara-negara Asia pasca krisis.
30
Hasil studi dan alternatif pemecahan masalah mengenai credit crunch yang
dilakukan oleh Juda Agung dan kawan-kawan adalah :
1. Secara umum dari kajian empiris serta survei ke bank dan perusahaan dapat
disimpulkan bahwa masih melambatnya kredit yang disalurkan oleh perbankan
lebih disebabkan oleh variabel-variabel penawaran kredit. Variabel tersebut
terutama persoalan permodalan yang dialami oleh bank setelah krisis (capital
crunch), menurunya non performing loan (NPL), tingginya resiko kredit di dunia
usaha sebagaimana yang tercermin dari masih tingginya tingkat leverage, dan
kurangnya informasi mengenai debitur yang potensial.
2. Informasi mengenai diri debitur sangat penting bagi sektor perbankan
dibandingkan dengan suku bunga kredit.
3. Adanya perubahan struktur asset pada perbankan. Bank cenderung untuk
memegang aset yang likuid dan relatif kurang berisiko, seperti Sertifikat Bank
Indonesia, obligasi pemerintah dan pasar uang antar bank (hipotesa liquidity
preference).
4. Sektor usaha yang menurut perbankan memiliki resiko yang rendah adalah
sektor-sektor usaha yang berorientasi ekspor serta sektor usaha kecil dan
menengah karena sektor ini memiliki kondisi usaha yang lebih baik
dibandingkan dengan usaha besra, tetapi bank enggan untuk menyalurkan
dananya kepada sektor ini karena administrasi terhadap usaha kecil yang
sangat rumit dan memerlukan biaya yang tinggi.
5. Pembiayaan eksternal perusahaan masih bersumber pada kredit perbankan
yaitu sekitar 24% yang terdiri dari 14% kredit modal kerja dan 10% kredit
investasi. Sementara itu, pasar modal menjadi sumber pembiayaan berikutnya,
dan adanya sumber pembiayaan yang lain berupa pinjaman luar negeri,
pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok usaha sendiri.
31
6. Kemungkinan untuk melakukan relaksasi ketentuan perlu juga
dipertimbangkan cost and benefit-nya, terutama untuk relaksasi terhadap
ketentuan rasio non performing loan (NPL). Pertama, dalam praktek regulasi
perbankan internasional, rasio non performing loan (NPL) bukan merupakan
bagian dari peraturan prudensial. Kedua, penerapan Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan rasio Non Performing Loan (NPL) pada saat yang bersamaan
dimana kondisi keuangan perbankan baru pulih merupakan suatu yang
memberatkan.
Pada tahun 2005 Halim Alamsyah dan kawan-kawan melakukan penelitian
dengan judul Banking Disintermediation and It’s Implication for Monetary Policy: The
Case of Indonesia. Penelitian ini berupaya menganalisa implikasi perilaku bank dalam
menentukan portofolio terhadap tingkat efektivitas moneter. Dengan karangka analisa
comparative static, penelitian ini mengetengahkan model industri perbankan yang
bersifat monopolis dimana pemilik bank memaksimalkan profit dengan kendala tertentu
baik yang berasal dari kesanggupan modal maupun kendala akibat regulasi.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penurunan fungsi intermediasi bank
didominasi oleh faktor asymetric information, non performing loan (NPL) yang tinggi
dan regulasi penetapan Capital Adequacy Ratio (CAR).
32
2.6 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Disintermediasi
Investasi Dalam Negeri Pendapatan Nasional
Loan to Deposit Ratio
(LDR)
Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Total Kredit
(TK)
Non Performing Loan
(NPL)
33
2.7 Hipotesis
Dari uraian permasalahan dan landasan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesa yang dapat dirumuskan dan yang akan diuji
kebenarannya adalah sebagai berikut: Diduga bahwa disintermediasi dalam
perbankan menyebabkan penurunan dalam investasi dan pendapatan nasional.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Merupakan Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan data
sekunder. Data sekunder yang diperoleh dari berbagai institusi yang antara
lain adalah: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan lembaga lain dalam
rangka mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor permintaan dan penawaran
terhadap keseimbangan pasar kredit. Selain itu data juga dapat diperoleh dari
buku literatur. Mengacu pada permasalahan dan hipotesis yang diajukan pada
bagian-bagian sebelumnya maka analisis variabel-variabel yang akan diteliti
dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua variabel, Variabel-variabel
tersebut antara lain adalah:
1. Dependent Variabel, selanjutnya disebut variabel terikat adalah :
a. Variabel �� adalah produk domestik bruto (PDB)
b. Variabel �� adalah Investasi dalam negeri (IDN)
2. Independent Variabel, selanjutnya disebut variabel bebas adalah
variabel-variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap
variabel terikat �� (PDB) dan �� (Investasi Dalam Negeri. Variabel
bebas disebut sebagai variabel X, yakni terdiri dari :
a. Variabel �� adalah Loan to Deposit Ratio (LDR)
b. Variabel �� adalah Non Performing Loan (NPL)
35
3.2 Kerangka analisis
Analisis regresi adalah salah satu analisis yang paling populer dan luas
pemakaiannya. Hampir semua bidang ilmu yang memerlukan analisis sebab-
akibat boleh dipastikan mengenal analisis ini. Analisis ini pertama kali
dipergunakan oleh Karl Pearson, seorang matematikawan dan penyokong ide
eugenetika, untuk menganalisis hubungan antara sifat orang tua dan anaknya.
Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan
tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang
pertama disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel
eksplanatorik, variabel independen, atau secara bebas, variabel X (karena
seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis, atau sumbu X). Variabel
yang kedua adalah variabel yang dipengaruhi, variabel dependen, variabel
terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak
(random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak.
Dalam mengestimasi pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen, maka data-data tersebut harus diolah terlebih dahulu dengan
menggunakan analisa regresi. Variabel Variabel tersebut kemudian dimasukkan
dalam model analisis regresi yang didasarkan pada pertimbangan bahwa secara
teoritis disintermediasi menyebabkan penurunan Investasi dalam negeri dan
pendapatan nasional. Variabel-variabel lain yang tidak dapat diidentifikasi ke
dalam model penelitian dimasukkan ke dalam kesalahan pengganggu.
36
3.2.1 Model analisis
Menurut Fiebig (2003) model analisis statistik yang digunakan adalah model
regresi dengan metode Simultan kategori Seemingly Unrelated Regression (SUR).
Model analisis ini dipilih karena dalam penelitian terdapat dua variabel terikat yang
dipengaruhi oleh variabel bebas yang sama. Perumusan model analisis statistik yang
digunakan adalah sebagai berikut :
�� � �� � ���� � ���� �
�� � �� � ���� � ���� �
Yang kemudian ditransformasikan kedalam bentuk Log untuk memperoleh
tingkat signifikansi yang tinggi menjadi :
�� � �� � ���� � ���� �
�� � �� � ���� � ���� �
Berdasarkan Persamaan diatas, kemudian muncul 2 persamaan sebagai
berikut :
1. �� � �� � β�LLDR � β�LNPL � 2. ��� � �� � β�LLDR � β�LNPL �
dimana : IDN : Investasi Dalam Negeri
Menggunakan data Penanaman Modal Dalam Negeri total keseluruhan
dari 9 sektor lapangan usaha yang telah disetujui oleh pemerintah.
PDB : Produk Domestik Bruto
Menggunakan data Produk Domestik Bruto total keseluruhan dari 9
sektor lapangan usaha atas dasar harga konstan.
37
LDR : Loan to Deposit Ratio
Menggunakan data Loan to Deposit Ratio berdasarkan kinerja
terhadap likuiditas Bank Umum.
NPL : Non Performing Loan
Menggunakan data Non Performing Loan Bank Umum
berdasarkan jenis penggunaan.
3.2.2 Teknik pembuktian hipotesis
Untuk melakukan pembktian hipotesis dilakukan uji statistik berikut ini :
1. Uji t
Uji t dugunakan untuk menguji koefisien regresi secara persial dari
variabel bebas terhadap variabel terikat dimana hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. ��: �� � �� � 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel bebas �� terhadap variabel terikat Y.
2. ��: �� � �� � 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel bebas �� terhadap variabel terikat Y.
Untuk menentukan t tabel, taraf signifikan yang digunakan adalah
sebesar 5% dengan derajat kebebasan (df) = (n-k-1) dimana k merupakan
jumlah variabel bebas.
Penghitungan t hitung adalah sebagai berikut :
����� ! � "#$%&%' ()*&% ��+�,'-,*- �.%,&% ��
�� ditolak atau ��diterima apabila t hitung lebih besar dari t tabel, artinya
terdapat pengaruh signifikan dari variabel bebas secara parsial terhadap
variabel terikat.
38
Cara lain yang bisa digunakan adalah setelah melakukan regresi
kemudian membandingkan probalitas (t-hitung) masing-masing variabel
bebas dengan / � 5%. Jika probabiltas 2 / maka �� ditolak. Jika
probabilitas 3 / maka �� diterima.
2. Penentuan Koefisien Determinasi (Adjusted (�)
Untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas bisa menjelaskan
variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi. Koefisian
diterminasi ini digunakan untuk mengukur besarnya proporsi atau
persentase dari jumlah variasi dari variabel terikat atau untuk mengukur
sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
3. Grenger casuality test
Adalah teknik untuk menentukan apakah satu time series berguna
dalam meramalkan lain. Biasanya, regressions mencerminkan "hanya"
correlations, tetapi Clive Granger, yang memenangkan Hadiah Nobel dalam
Ekonomi, berpendapat bahwa ada interpretasi dari serangkaian tes yang
menyatakan sesuatu tentang hubungan sebab dan akibat. Granger (1969)
mempostulasikan bahwa suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel
lain, Y, apabila Y saat ini dapat diprediksi lebih baik dengan menggunakan
nilai-nilai masa lalu X.
Terlihat bahwa teori Granger dilandasi atas asumsi sejumlah
informasi yang memasukkan X dan Y saat ini dan semua informasi masa
lalu. Katakanlah At adalah himpunan informasi yang telah tersedia dengan t
=…, -1, 0, 1, 2,…Dengan lain, asumsi yang digunakan adalah A={(X, Y)}. X
dan Y dianggap merupakan sepasang data runtut waktu yang memiliki
kovarians linear yang stasioner (linear covariance-stationary time series).
Oleh karena itu:
39
Yt = Σ ai Yt-i + Σ bj Xt-j + νt (1)
Xt = Σ ci Xt-i + Σ dj Yt-j + µt (2)
di mana (µt, νt)’ adalah vektor random independen dengan rata-rata nol dan
matriks kovarians terbatas.
Persamaan 1 menunjukkan bahwa variabel Xt gagal menyebabkan Yt
apabila dalam regresi Yt terhadap Y lag dan X lag, koefisien X lag sama
dengan nol. Dengan kata lain, bila bj=0 (i=1, 2, .., k), maka Xt gagal
menyebabkan Yt.
Uji kausalitas dilakukan karena ada tiga kemungkinan arah
kausalitas. Pertama, X menyebabkan Y apabila hipotesis nol yang
menyatakan bj=0 dengan j=1,..,k dapat ditolak (lihat persamaan 1). Kedua, Y
menyebabkan X apabila hipotesis nol yang menyatakan bj=0 dengan j=1,..,k
dapat ditolak (lihat persamaan 2). Ketiga, hubungan timbal balik terjadi
apabila X menyebabkan Y dan pada saat yang sama Y menyebabkan X.
3.2.3 Metode Pengolahan Data
Dikarenakan keterbatasan data yang digunakan untuk memenuhi quota
syarat dari n dalam suatu penelitian, maka digunakan metode untuk mengolah
data tahunan menjadi data triwulanan (Insukindro, 1984). Adapun rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
��� � 1/4 7�� 8 4,512 ;�� 8 ��<�=>
��� � 1/4 7�� 8 1,512 ;�� 8 ��<�=>
40
��? � 1/4 7�� � 1,512 ;�� 8 ��<�=>
��@ � 1/4 7�� � 4,512 ;�� 8 ��<�=>
Dimana :
�� = Produk Domestik Bruto atau Investasi periode /tahun t ��<� = Produk Domestik Bruto atau Investasi periode /tahun t - 1
��� = Produk Domestik Bruto atau Investasi pertama tahun t
��� = Produk Domestik Bruto atau Investasi kedua tahun t
��? = Produk Domestik Bruto atau Investasi ketiga tahun t
��@ = Produk Domestik Bruto atau Investasi keempat tahun t
41
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Perbankan Dalam Perekonomian Pasca Krisis
Kinerja perbankan nasional sampai dengan tahun 2008 masih belum
bisa dianggap memuaskan. Karena masih rendanya tingkat fungsi intermediasi
perbankan yang dicerminkan oleh rasio jumlah kredit yang disalurkan terhadap
jumlah simpanan masyarakat yang berhasil dikumpulkan, atau yang biasa kita
kenal dengan Loan to Deposit (LDR). Jika dilihatdari rasio LDR atas dasar
posisi, maka LDR Juni 2008 yang sebesar 68.75% sebenarnya telah membaik
dibandingkan dengan LDR pada tahu-tahun sebelumnya yang kurang dari 70%.
Namun jika angka LDR dilihat keseluruhan (2001-2008), maka rasionya di
bawah 70%. Ini berarti bahwa sejak tahun 2001, jumlah dana masyarakat yang
berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak seluruhnya dapat disalurkan ke
dalam bentuk kredit. Semakin rendah LDR sebuah bank, maka bank tersebut
diwajibkan untuk meningkatkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) di bank
Indonesia. Sehingga likuiditas perbankan akan semakin tersedot oleh bank
Indonesia.
Sebagai konsekuensi atas rendahnya penyaluran kredit bank tersebut,
maka kelebihan likuiditas perbankan akhirnya tertanam di SBI (Sertifikat Bank
Indonesia) yang mana mencapai Rp 54 triliun pada tahun 2005 dan meningkat
drastis pada bulan september tahun 2006 menjadi Rp 150,6 triliun. Hal ini
dikarenakan tingginya suku bunga SBI daripada suku bunga simpanan yang
merupakan biaya dana bagi bank. Sehingga bank lebih memilih SBI walaupun
memperoleh margin bunga yang kecil, tetapi aman seiring dengan tingginya
resiko di sektor riil. Maka dari itu perbankan indonesia dikatakan cenderung
42
menghindari resiko (risk-aversion) daripada mengelolanya (risk-management).
Tingginya resiko tersebut dapat dilihat dari masih tingginya Non Performing
Loan (NPL) pada penyaluran kredit yang masih diatas 5% dari tahun 2001
sampai dengan tahun 2007.
Hal lain yang juga menunjukan bahwa perbankan Indonesia masih
cenderung menghindari resiko adalah pertumbuhan kredit yang didominasi oleh
kredit konsumsi. Hingga akhir 2004 kredit konsumsi masih jauh diatas kredit
modal kerja dan investasi. Hal ini dikarenakan kredit konsumsi dengan nominal
per transaksi lebih kecil. Sehingga memiliki resiko lebih kecil. Namun
pertumbuhan ekonomi yang pertopang pada konsumsi tidak akan sustainable
dalam jangka panjang. Kontribusi Investasi pada pertumbuhan yang akan
multiplier yang memadai untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
sustainable.
Selain itu rendanhya produksi nasional yang hanya masih berkisar 48%
dan rendahnya daya saing nasional mengakibatkan rendahnya kemauan suatu
perusahaan dalam mengambil kredit untuk investasi. sehingga tingkat investasi
akan menurun dan nantinya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional.
4.2 Analisa Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Perhitungan Masing-masing variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
terikat dan dua variabel bebas, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan
Investasi, Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL).
43
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa
yang diproduksi didalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu
(biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena
memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari
suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan
dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya,
PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku)
merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga.
Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)
mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari
harga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PDB riil.
Tabel 4.3 Produk Domestik Bruto (Milliar Rp)
Tahun Periode
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
2001 35849.4 36119.5 36389.6 36659.7
2002 37032.6 37343.9 37655.1 37966.4
2003 38389.9 38746.0 39102.2 39458.4
2004 38068.5 37726.2 37383.9 37041.6
2005 36825.9 36534.2 36242.5 35950.8
2006 36099.4 35983.8 35868.3 35757.7
2007 35533.2 35272.3 36049.1 35680.3
2008 35523.5 33253.5 - -
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
44
PDB mengalami kenaikan yang berkelanjutan dimulai dari
triwulan pertama tahun 2001 sampai triwulan pertama tahun 2004.
Kemudian mengalami penurunan yang berkelanjutan yang dimulai pada
triwulan kedua tahun 2004 sampai triwulan kedua tahun 2008. Walupun
ada peningkatan yang tidak terlalu signifikan pada triwulan pertama
tahun 2006 dan triwulan ketiga tahun 2007. Hal ini diakibatkan karena
penurunan perbankan untuk memberikan pinjaman pada sektor riil.
2. Investasi Dalam Negeri
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang
berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan
dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan
mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut
juga sebagai penanaman modal.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan
berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak
dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang
produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik,
pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Untuk lebih
jelasnya, investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus
PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi
pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi
residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan
tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada
pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat
bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi
sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan
45
meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk
menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga
menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut
daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (Milliar Rp)
Tahun Periode
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
2001 17077.0 15078.4 13079.8 11081.2
2002 9226.9 7286.0 5345.1 3404.3
2003 8626.6 9551.0 10475.4 11399.8
2004 6749.7 5444.3 4138.9 2833.6
2005 5408.8 5655.7 5902.5 6149.4
2006 4227.7 3607.1 2986.5 2366.0
2007 2077.2 7428.1 8482.8 3130.2
2008 5858.3 5623.1 - -
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Penanaman modal dalam negeri mengalami penurunan yang
berkelanjutan pada triwulan pertama tahun 2004 sampai dengan triwulan
ketiga tahun 2003. Hal ini sesuai dengan penurunan kemauan bank
untuk memberikan pinjaman seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
3. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio menggambarkan perbandingan antara
kredit yang disalurkan dengan menggunakan dana yang diterima oleh
bank. Modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
46
Tabel 4.5 Loan to Deposit Ratio Bank Umum (persen)
Tahun Periode
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
2001 44.2 45.1 44.87 45.0
2002 39.22 39.39 41.49 43.52
2003 44.4 46.01 47.34 48.86
2004 49.64 52.18 53.82 55.32
2005 56.67 57.63 59.01 59.28
2006 57.79 58.53 58.91 58.43
2007 57.80 59.56 60.52 62.47
2008 64.23 67.91 - -
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Berdasarkan tabel LDR bank umum di Indonesia sejak triwulan
pertama tahun 2002 sampai dengan triwulan kedua tahun 2008 masih
menunjukan angka di bawah 70%. Ini berarti sejak tahun 2002, jumlah
dana yang berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak seluruhnya dapat
disalurkan ke dalam bentuk kredit. Bahkan sampai triwulan pertama
tahun 2004, LDR masih dibawah 50%, karena dana yang tersedia
digunakan pada pos giro di bank lain, SBI, dan surat-surat berharga lain.
4. Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan bisa disebut juga dengan kredit bermasalah
atau kredit macet. Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari
janji mereka membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh
tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali
tidak ada pembayaran. Dengan demikian kualitas kredit merosot.
47
Tabel 4.6 Non Performing Loan Bank Umum (persen)
Tahun Periode
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
2001 12.0 11.55 11.57 12.1
2002 12.80 12.43 11.46 9.63
2003 8.25 8.16 8.0 8.03
2004 8.22 7.67 6.97 6.35
2005 5.83 6.97 8.73 8.47
2006 9.13 8.93 8.73 8.13
2007 6.73 6.60 6.20 5.20
2008 4.63 4.27 - -
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Non Performing Loan (NPL) pada awal 2002 mengalami
penurunan yang berkelanjutan dari 12.8 persen menjadi 5,83 persen
pada awal 2005. Penurunan pertumbuhan PDB dan nilai investasi pada
pertengahan 2005 kembali membuat NPL meningkat.
4.3 Hasil Analisa Data
4.3.1 Hasil Perhitungan Estimasi
Pendugaan parameter pada penelitian ini menggunakan persamaan
regresi linier dengan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR).
Sedangkan data yang digunakan adalah data time series triwulanan dalam
kurun waktu 2001 triwulan pertama sampai dengan 2008 Triwulan kedua.
Pengolahan data time series dalam peneltitian ini menggunakan suatu program
komputer Econometric Views (Eviews) 5.0. Dari pendugaan parameter dengan
menggunakan regersi linier ini diperoleh hasil sebagai berikut :
48
Tabel 4.7 Hasil Regresi Persamaan Pertama
Variable Coefficient (�) Probability
C 11.5391614246 0.0000
LLDR -0.230392 0.0001
LNPL -0.056432 0.0506
Tabel 4.8 Hasil Regresi Persamaan Kedua
Variable Coefficient (�) Probability
C 16.48096 0.0008
LLDR -1.942045 0.0445
LNPL -0.045301 0.9289
Berdasarkan hasil pendugaan regresi simultan tersebut, maka dapat
disusun suatu persamaan yang selanjutnya akan dilakukan uji statistik dan uji
grenger dari persamaan tersebut. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut :
1. Y = 11.5391614246 - 0.230392 LLDR - 0.056432 LNPL
Persamaan pertama menunjukan bahwa nilai dari konstanta adalah
sebesar 11.5391614246. Hal ini berarti apabila semua variabel bebas
sama dengan nol, maka nilai Produk Domestik Bruto adalah sebesar
11.5391614246.
2. Y = 16.48096 - 1.942045 LLDR - 0.045301 LNPL
Persamaan kedua menunjukan bahwa nilai dari konstanta adalah
sebesar 16.48096. Hal ini berarti apabila semua variabel bebas sama
dengan nol, maka nilai Penanaman Modal Dalam Negeri adalah
sebesar 16.48096.
49
4.3.2 Hasil Uji Statistik
Pengujian hipotesa melalui pendugaan regresi dapat dilakukan melalui
dua tahap, yaitu Uji t dan (�. Uji hipotesa secara parsial dilakukan dengan
menggunakan uji t, sedangkan untuk mengetahui seberapa besar variabel
bebas bisa menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien
determinasi (adjusted (�). Untuk pembahasan lebih lanjut adalah sebagai
berikut :
1. Uji t (pengujian secara parsial)
Dari hasil pendugaan parameter diatas, diperoleh t hitung masing-
masing variabel dan dibandingkan dengan t tabel sebagai berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji t persamaan pertama
Variable t-statistic t-table keterangan
C 44.56863 +/-1.697 Signifikan
LLDR -4.367826 +/-1.697 Signifikan
LNPL -1.999582 +/-1.697 Signifikan
df = 27 dengan A � B%
Tabel 4.10 Hasil Uji t persamaan kedua
Variable t-statistic t-table keterangan
C 3.556505 +/-1.697 Signifikan
LLDR -2.057039 +/-1.697 Signifikan
LNPL -0.089681 +/-1.697 Tidak Signifikan
df = 27 dengan A � B%
Berdasarkan pengujian hipotesis untuk uji t, diperoleh kesimpulan
bahwa tidak semua variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki pengaruh yang signifikan rehadap variabel terikat.
50
Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
1. Persamaan pertama
a. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel LDR memiliki nilai t hitung
sebesar -4.367826. Nilai hitung tersebut lebih besar dari nilai t table
pada tingkat signifikansi 5% sebesar 1.697. ini berarti �� ditolak
dan �� diterima yang berarti variabel LDR berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap variabel Produk Domestik Bruto (PDB).
b. Non Peforming Loan (NPL)
Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel NPL memiliki niali t hitung
sebesar -1.999582. Nilai hitung tersebut lebih besar dari nilai t table
pada tingkat signifikansi 5% sebesar 1.697. ini berarti �� ditolak
dan �� diterima yang berarti variabel NPL berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap variabel Produk Domestik Bruto (PDB).
2. Persamaan kedua
a. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel LDR memiliki nilai t
hitung sebesar -2.057039. Nilai hitung tersebut lebih besar dari
nilai t table pada tingkat signifikansi sebesar 5% sebesar 1.697.
ini berarti �� ditolak dan �� diterima yang berarti variabel LDR
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel
Penanaman Modal Dalam Negeri.
b. Non Peforming Loan (NPL)
Dari tabel , dapat dilihat bahwa variabel NPL memiliki niali t
hitung sebesar -0.089681. Nilai hitung tersebut lebih besar dari
nilai t table pada tingkat signifikansi sebesar 5% sebesar 1.697.
51
ini berarti �� ditolak dan �� ditolak yang berarti variabel NPL
tidak signifikan terhadap variabel Penanaman Modal Dalam
Negeri.
2. Koefisien Determinasi ((�)
Dari hasil pendugaan parameter diatas, maka diperoleh nilai
Koefisien Determinasi ((�) untuk masing-masing persamaan adalah
sebagai berikut :
1. Persamaan pertama
Koefisien determinasi pada persamaan pertama adalah sebesar
0.466247 atau 46.62% (lampiran). Hal ini berarti bahwa keseluruhan
variable bebas secara bersama-sama mampu menarangkan variable
dependennya sebesar 46.62%, sedangkan selebihnya (53.38%)
diterangkan oleh variable-variable diluar model yang telah diestimasi.
2. Persaman kedua
Koefisien determinasi pada persamaan kedua adalah sebesar
0.279549 atau 27.95% (lampiran). Hal ini berarti bahwa keseluruhan
variable bebas secara bersama-sama mampu menarangkan variable
dependennya sebesar 27.95%, sedangkan selebihnya (72.05%)
diterangkan oleh variable-variable diluar model yang telah diestimasi.
4.3.3 Granger Causality Test
Hasil uji Granger Causality dibawah ini dapat menunjukan bahwa
variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)
merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)
dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen.
52
Tabel 4.11 Hasil Uji Granger Causality
Hipotesis Probability keterangan
PDB tidak mempengaruhi IDN 0.88955 Diterima
IDN tidak mempengaruhi PDB 0.69271 Diterima
NPL tidak mempengaruhi IDN 0.30646 Diterima
IDN tidak mempengaruhi NPL 0.11830 Diterima
LDR tidak mempengaruhi IDN 0.42912 Diterima
IDN tidak mempengaruhi LDR 0.42932 Diterima
NPL tidak mempengaruhi PDB 0.02720 Ditolak
PDB tidak mempengaruhi NPL 0.94942 Diterima
LDR tidak mempengaruhi PDB 0.01668 Ditolak
PDB tidak mempengaruhi NPL 0.39556 Diterima
LDR tidak mempengaruhi NPL 0.71394 Diterima
NPL tidak mempengaruhi LDR 0.01237 Ditolak
A � B% dengan Lags 2
4.4 Pembahasan Hasil Analisa
4.4.1 Pembahasan Perhitungan Estimasi
Melalui perhitungan analisa regresi diperoleh :
1. Persamaan pertama
Berdasarkan perhitungan analisa regresi diperoleh nilai (�
sebesar 0.466247 atau 46.62%. Ini berarti variasi pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) tidak dapat hanya dijelaskan oleh variasi variable
Loan to Deposit (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) saja.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana pengaruh
variabel-variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen :
53
a. Variabel Loan to Deposit (LDR)
Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel LDR mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Variabel LDR merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi PDB. Dalam teori seharusnya LDR berkorelasi positif
terhadap PDB. Karena semakin tinggi dana yang disalurkan bank
untuk kredit, maka semakin besar pula nilai PDB. Tetapi dalam
penelitian ini, pada tabel dan tabel menunjukan LDR pada tahun
2004,2005,2006 dan 2007 memiliki tren yang meningkat dari triwulan
pertama sampai triwulan ketiga, sedangkan nilai dari PDB terus
menurun dari tahun 2004 triwulan pertama sampai tahun 2008
triwulan kedua. Hal ini bisa diakibatkan dari rendahnya permintaan
kredit akibat perekonomian yang kurang prospektif dan konsolidasi internal
perusahaan (balance sheet adjustment) (Juda Agung et al., 2001 ).
Hasil kajian di Filipina menunjukkan bahwa tidak semua
penurunan kredit berasal dari sisi supply dimana sejak terjadinya
krisis di negara tersebut yang terjadi bersamaan dengan krisis di
beberapa negara Asia lainnya pada tahun 1997 bukan merupakan
credit crunch. Penurunan kredit lebih banyak disebabkan karena
terjadinya resesi dalam perekonomian (Lamberte,1999). Oleh karena
itu tingginya tingkat LDR tidak selalu dibarengi dengan besarnya nilai
PDB.
b. Variabel Non Performing Loan (NPL)
Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel NPL mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Selain itu koefisien regresi NPL juga menunjukan korelasi
yang sama menurut teori yaitu berkorelasi negatif. Sehingga dalam
54
menginterpretasikan tanda negatif ini adalah bahwa penurunan Non
Performing Loan (NPL) mengindakasikan kemampuan bayar debitor
meningkat dan akibatnya meyebabkan fungsi intermediasi dalam
perbankan berjalan dengan baik (Alamsyah, H., et al. 2005). Apabila
fungsi intermediasi dalam perbankan telah berjalan dengan baik,
maka nilai PDB akan besar. Pada tabel dan tabel menunjukkan
bahwa ketika tren Non Performing Loan (NPL) mengalami
penurunan pada tahun 2002-2003, pada saat itu pula nilai PDB
mengalami pembesaran.
2. Persamaan kedua
Berdasarkan perhitungan analisa regresi diperoleh nilai (�
sebesar 0.279549 atau 27.95%. Ini berarti variabel Investasi tidak dapat
dijelaskan hanya dengan variabel Loan to Deposit (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL) saja.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana pengaruh
variabel-variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen :
a. Variabel Loan to Deposit (LDR)
Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel LDR mempunyai
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Investasi Dalam
Negeri (IDN). Disamping itu keofisien regresi LDR menunjukan
korelasi yang negatif terhadap IDN. Hal ini tidak sesuai dengan teori
yang ada. Bahwa tingginya tingkat LDR menyebabkan kenaikan
dalam investasi dalam negeri. Karena semakin besar bank
menyalurkan dana untuk kredit, maka semakin banyak masyarakat
menggunakan dana tersebut untuk modal membuka usaha. Kegiatan
55
usaha inilah yang nantinya akan menggerakkan sektor riil dan
membawa dampak kenaikan dalam pendapatan nasioanal. Karena
kredit mempunyai peran penting dalam menentukan pendapatan
nasional (Sugema, et al., 2005).
Tetapi pada tabel dan tabel juga menunjukan bahwa tahun
2004 tren dari data LDR mengalami kenaikan yang berkelanjutan.
Sedangkan tren dari data investasi malah mengalami penurunan.
Hal ini bisa diakibatkan karena over deposit yang melebihi
kecepatan proses intermediasi suatu bank itu sendiri.
b. Variabel Non Performing Loan (NPL)
Berdasarkan uji t, dapat dilihat bahwa variabel NPL tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Investasi Dalam Negeri
(IDN) karena t hitung lebih kecil daripada t tabel, sehingga tidak
dapat ditunjukkan arah pengaruh NPL terhadap IDN. Hal ini
disebabkan karena NPL adalah persentase kredit yang gagal
bayar. Salah satu sumber pembiayaan dari investasi adalah dari
kredit perbankan. Sehingga tinggi rendahnya persentase dari NPL
tidak akan membawa dampak terhadap tingkat investasi.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bahwa
disintermediasi dalam perbankan dapat menyebabkan penurunan dalam
investasi dan pendapatan nasional dengan model regresi simultan Seemingly
Unrelated Regression (SUR) dan Granger causality test.
Berdasarkan uraian dari pembahasan dan analisis dalam penelititan ini,
diperoleh beberapa simpulan antara lain :
1. Dari analisa data dan uji statistik yang telah dilakukan, menunjukan bahwa
pada persamaan pertama semua variabel bebas memiliki pengaruh
terhadap variabel terikat Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini berarti
disintermediasi dalam perbankan menyebabkan penurunan dalam
pendapatan nasional. Tetapi dalam persamaan kedua hanya variabel
bebas Loan to Deposit Ratio (LDR) saja yang memiliki pengaruh terhadap
Investasi Dalam Negeri (IDN). Sedangkan variabel bebas Non Performing
Loan (NPL) tidak memiliki pengaruh terhadap Investasi Dalam Negeri
(IDN).
2. Dari hasil analisa Granger Causality Test dapat diketahui bahwa variabel
Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN)
merupakan variabel endogen. Sedangkan variabel Loan to Deposit Ratio
(LDR) dan Non Performing Loan (NPL) merupakan variabel eksogen.
Walupun terdapat hubungan antara variabel Non Performing Loan (NPL)
dengan variabel Loan to Deposit Ratio (LDR).
57
3. Hasil analisis yang sudah dilakukan menunjukan bahwa Variabel terikat
Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Dalam Negeri (IDN) tidak
dapat dijelaskan hanya dengan Variabel bebas Loan to Deposit Ratio
(LDR) dan Non Performing Loan (NPL).
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yang diharapakan
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan antara lain adalah :
1. Pemerintah dan Bank indonesia sebaiknya berkolaborasi dalam
menentukan kebijakan fiskal dan moneter. Sehingga tercipta situasi
perekonomian yang kondusif. Agar keseimbangan antara permintaan
dan penawaran dalam kredit dapat tercipta dan peran bank sebagai
intermediator dapat berjalan dengan baik.
2. Untuk menaggulangi adanya disintemediasi perbankan, maka Bank
Indonesia dapat melakukan setidaknya dua bentuk kebijakan, yakni
kebijakan menyangkut kebijakan untuk menstimulasi perekonomian, dan
kebijakan dalam menurunkan risiko perbankan. Bentuk kebijakan yang
diimplementasikan oleh Bank Indonesia adalah kebijakan moneter
longgar (monetary easing policy), melakukan monitoring dan pengujian
terhadap bank-bank lain, membeli saham perbankan, dan menyediakan
likuiditas di pasar kredit.
3. Dalam menjalankan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturanya,
sebaiknya Pemerintah dan Bank Indonesia bekerjasama untuk
melakukan monitoring dan evaluasi berkala. Apabila hal ini dapat
dilakukan maka fenomena disintermediasi dalam perbankan tidak akan
terjadi.
58
DAFTAR PUSTAKA
Agenor, P.R., et al., 2000. The Credit Crunch in East Asia : What Can Bank
Excess Liquiq Asset Tell Us? Journal of International Money and Finance vol 1 page 27-49
.
Agung, J., et al., 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis Fakta, Penyebab, dan Implikasi Kebijakan, Jakarta : Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.
Alamsyah, H., et al., 2005. Banking Disintermediation and Its Implication for Monetary Policy: The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005.
Ding, W., Domac, L, dan Ferri, G., 1998. Is there a Credit Crunch in East Asia? World Bank - Policy Research Working Paper Series, No. 1959.
Donna, Duddy Roesmara, 2005. Identifikasi Faktor-Faktor yang menyebabkan rendahnya Loan to Deposit Ratio di Propinsi DIY Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM.
Fiebig, D.G. 2003. A Companion to Theoretical Econometrics, Edited by Badi H. Baltagi. Blackwell Publishing Ltd
Freixas, X. dan Rochet, J. 1997. Microeconomics of Banking. MIT Press.
Gujarati, Damodar N, 1995. Basic Econometrics, Third Edition, McGraw Hill, New York.
Gosh, S. R. dan A.R. Gosh., 1999. East Asia in The Aftermath : Was here a Crunch? IMF working paper vol 38.
Harmanta dan Mahyus Ekananda, 2005. Disintermediasi Perbankan di Indonesia: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Hisada, Takamasa. 2004. Banking Disintermediation and its Implications for Monetary Policy: Japan’s Experience. Paper presentation.
59
Hubbard, R. Glenn, 2001. Money, the Financial System and The Economy, Fourth Edition, Addisson Wesley.
Insukindro, 1984. Ekonomi Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman di Indonesia. BPFE : Yogyakarta.
Lamberte, M.B. 1999. Credit Crunch, Credit Crunch, Credit Crunch? Philippine Institute for Development Studies. Policy Notes No 99-08.
Lown, C dan S. Peristiani. 1996. The Behavior of Consumer Loan rates During the 1990 Credit Slowdown. Journal of Banking and Finance, vol. 20 page 1673-1694.
Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking and Financial Market Sixth Edition. Columbia University.
Pazarbasioglu, C. 1996. A Credit Crunch? A Case Study of Finland Aftermath of The Banking Crisis. IMF working paper vol 135.
Peek, Joe and Eric S. Rosengren, 1995. "Bank Regulation and the Credit Crunch", Journal of Banking and Finance, Vol. 19, pp. 679-692.
Peek, Joe dan Rosengren, Eric. 1995. The Credit Crunch: Neither a Borrower nor a Lender Be. Joumal of Money, Credit and Banking, Ohio State University Press, vol 27 (3), pages 625-38, August.
Stiglitz, Joseph E., 2001, "Principles of Financial Regulation: A Dynamic Portfolio Approach." The World Bank Research Observer, Vol. 16, pp. 1-18.
Stiglitz, J.E., and B. Greenwald. 2003. Towards a New Paradigm in Monetary Economics. Cambridge University Press.
Sritua Arief, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi, Penerbit Universitas Indonesia UI-Press), Jakarta.
Sutujo, Siswanto, 1997. Menangani Kredit Bermasalah, PT.Gramedia , Jakarta.
Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia.
60
LAMPIRAN
System: SURLOG Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 12/21/08 Time: 14:12 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (balanced) observations 60 Linear estimation after one-step weighting matrix
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C(1) 11.53916 0.258908 44.56863 0.0000 C(2) -0.230392 0.052748 -4.367826 0.0001 C(3) -0.056432 0.028222 -1.999582 0.0506 C(4) 16.48096 4.634032 3.556505 0.0008 C(5) -1.942045 0.944097 -2.057039 0.0445 C(6) -0.045301 0.505130 -0.089681 0.9289
Determinant residual covariance 0.000136
Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL Observations: 30
R-squared 0.466247 Mean dependent var 10.51038 Adjusted R-squared 0.426710 S.D. dependent var 0.035641 S.E. of regression 0.026986 Sum squared resid 0.019662 Durbin-Watson stat 0.386863
Equation: LINV=C(4)+C(5)*LLDR+C(6)*LNPL Observations: 30
R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226183 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298862 Durbin-Watson stat 0.929976
Pairwise Granger Causality Tests Date: 12/28/08 Time: 10:47 Sample: 1 30 Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
PDB does not Granger Cause INVT 28 0.11764 0.88955 INVT does not Granger Cause PDB 0.37307 0.69271
NPL does not Granger Cause INVT 28 1.24561 0.30646 INVT does not Granger Cause NPL 2.34545 0.11830
LDR does not Granger Cause INVT 28 0.87791 0.42912 INVT does not Granger Cause LDR 0.87742 0.42932
NPL does not Granger Cause PDB 28 4.23319 0.02720 PDB does not Granger Cause NPL 0.05202 0.94942
LDR does not Granger Cause PDB 28 4.91706 0.01668 PDB does not Granger Cause LDR 0.96588 0.39556
LDR does not Granger Cause NPL 28 0.34194 0.71394 NPL does not Granger Cause LDR 5.34908 0.01237
61
Regresi dengan variabel PDB lags 1
System: SUR1 Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 02/02/09 Time: 14:01 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (unbalanced) observations 59 Linear estimation after one-step weighting matrix
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C(1) 1.234474 1.171465 1.053787 0.2969 C(2) -0.047557 0.033755 -1.408920 0.1648 C(3) 0.013063 0.016113 0.810713 0.4212 C(4) 0.897656 0.101589 8.836127 0.0000 C(5) 16.48012 4.634021 3.556334 0.0008 C(6) -1.941995 0.944097 -2.056986 0.0447 C(7) -0.044967 0.505114 -0.089023 0.9294
Determinant residual covariance 3.53E-05
Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL+C(4)*LPDB1 Observations: 29
R-squared 0.865086 Mean dependent var 10.51118 Adjusted R-squared 0.848896 S.D. dependent var 0.035994 S.E. of regression 0.013992 Sum squared resid 0.004894 Durbin-Watson stat 1.620853
Equation: LINV=C(5)+C(6)*LLDR+C(7)*LNPL Observations: 30
R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226183 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298863 Durbin-Watson stat 0.929974
62
Regresi dengan variabel PDB lags 2
System: SUR2 Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 02/02/09 Time: 14:00 Sample: 1 30 Included observations: 30 Total system (unbalanced) observations 58 Linear estimation after one-step weighting matrix
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C(1) 3.168119 1.224877 2.586479 0.0126 C(2) -0.109742 0.035340 -3.105294 0.0031 C(3) 0.000724 0.018072 0.040078 0.9682 C(4) 0.739623 0.107886 6.855599 0.0000 C(5) 16.47788 4.633987 3.555876 0.0008 C(6) -1.941819 0.944096 -2.056802 0.0448 C(7) -0.044148 0.505072 -0.087410 0.9307
Determinant residual covariance 4.69E-05
Equation: LPDB=C(1)+C(2)*LLDR+C(3)*LNPL+C(4)*LPDB2 Observations: 28
R-squared 0.825356 Mean dependent var 10.51178 Adjusted R-squared 0.803526 S.D. dependent var 0.036510 S.E. of regression 0.016183 Sum squared resid 0.006286 Durbin-Watson stat 1.045332
Equation: LINV=C(5)+C(6)*LLDR+C(7)*LNPL Observations: 30
R-squared 0.279549 Mean dependent var 8.711063 Adjusted R-squared 0.226182 S.D. dependent var 0.549073 S.E. of regression 0.483002 Sum squared resid 6.298867 Durbin-Watson stat 0.929967