35
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam pelarut air dan minyak. Sifat zat harus diketahui dengan baik agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. Dalam bidang farmasi prinsip dari fenomena distribusi ini sangatlah penting, karena mencakup berbagai bidang farmasetik. Yaitu untuk mengetahui medium yang cocok untuk suatu pelarut atau untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah yang timbul ketika membuat sediaan farmasetik, untuk menentukan pelarut/ pengawet yang cocok untuk suatu sediaan farmasetik, untuk mengetahui kerja obat yang tidak

FENOMENA DISTRIBUSI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam

pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan

suatu zat dalam pelarut air dan minyak. Sifat zat harus diketahui dengan baik

agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

Dalam bidang farmasi prinsip dari fenomena distribusi ini sangatlah

penting, karena mencakup berbagai bidang farmasetik. Yaitu untuk mengetahui

medium yang cocok untuk suatu pelarut atau untuk membantu menyelesaikan

berbagai masalah yang timbul ketika membuat sediaan farmasetik, untuk

menentukan pelarut/ pengawet yang cocok untuk suatu sediaan farmasetik,

untuk mengetahui kerja obat yang tidak spesifik tempat absorbsinya dan

distribusi dari suatu obat.

Aplikasi dalam bidang farmasi adalah untuk pembuatan lotion dan

mempengaruhi penetrasi salep. Peranan koefisien distribusi dalam pembuatan

salep yaitu menentukan bahan salep yang memenuhi syarat untuk digunakan

pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.

Melihat pentingnya fenomena distribusi dalam aplikasi di bidang farmasi

maka diadakanlah percobaan ini.

Page 2: FENOMENA DISTRIBUSI

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud percobaan

Mengetahui dan memahami cara menentukan koefisien distribusi

suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.

I.2.2 Tujuan percobaan

Menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari

asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air dan minyak yang tidak

saling bercampur.

I.3 Prinsip Percobaan

Penentuan koefisien distribusi atau partisi dari asam borat dan asam

benzoat dalam pelarut air dan minyak kelapa berdasarkan pada perbandingan

kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi

dengan larutan baku NaOH 0,0979 N ditandai dengan perubahan warna dari

tidak berwarna menjadi merah muda dengan bantuan indikator fenolftalein.

Page 3: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel

meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan atau

ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstisium terutama

tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan obat tersebut

dengan protein plasma atau jaringan, dan hidrofobisitas dari obat tersebut (1).

Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi dan laju reaksi,

yaitu (2):

a. Temperatur

Kecepatan reaksi akan bertambah setiap kenaikkan 10 oC. kenaikan

tersebut mencapai dua kali atau tiga kali lipatnya. Dengan persamaan

Archeniusnya:

Log k= log A – Ea/2.303 RT

Keterangan :

R = konstanta gas yaitu 1,987 kal/omol

Ea= derajat/ energi aktifasi

A = faktor frekuensi

b. Efek pelarut

Page 4: FENOMENA DISTRIBUSI

Pelarut biasaya bersifat tidak ideal. Laju reaksi akan besar dalam

pelarut dibandingkan dengan pelarutnya. Jadi dapat dikatakan bahwa pelarut

polar yaitu pelarut yang mempunyai tekanan dalam yang tinggi cenderung

menghasilkan reaksi yang dipercepat untuk menghasilkan produk yang

mempunyai tekanan dalam tinggi dari pada reaktan.

c. Pengaruh kekuatan ion

Koefisien aktivitas dalam larutan air encer (< 0,01 M) pada suhu 25oC

akan bernilai negatif.

d. Pengaruh konstanta dielektrika

Efek konstanta dielektrika terhadap konstanta laju reaksi ionik yang

diekstrapolasikan sampai pengenceran tidak terbatas, yang pengaruh

terhadap laju reaksi sering menjadi kemungkinan reaksi dikatalisis oleh satu

atau beberapa komponen penyusun dapar.

e. Pengaruh cahaya

Energi cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang

diperlukan untuk terjadinya reaksi.

Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran

dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri di antara kedua

fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam

pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan

larutan, maka zat tersebut tetap terdistribusi di atara kedua lapisan dengan

perbandingan konsentrasi tertentu (2).

Page 5: FENOMENA DISTRIBUSI

Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan

pelarut 2, persamaan kesetimbangan menjadi

C1

Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi,

koefisien distribusi atau koefisien partisi (2).

Interaksi molekul dibedakan dengan asal dan juga kekuatan. Interaksi

bolak-balik dari karakteristik fisik utama merupakan cara pendekatan dari

kenaikan kekuatan (3) :

a. Interaksi dispersi

b. Interaksi orientasi dwi kutup dan induksi

c. Ikatan hidrogen atau interaksi penerima-penerima elektron

d. Ikatan ionik dan dwi kutub atau ion lain

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki

daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang

relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak

sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang

minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin

dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan

ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi (4).

Untuk menghasilkan respons farmakologi, suatu molekul obat harus

melewati membran biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan lemak yang

C2

= K

Page 6: FENOMENA DISTRIBUSI

bertindak sebagai penghalang lipofilik tempat lalu lintas obat. Ketahanan

penghalang terhadap perpindahan obat berhubungan dengan sifat lipofilik dan

molekul yang sedang dipindahkan (4).

Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu

molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik.

Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat

menjadi bentuk obat. Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian

obat ke dalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air (4).

II.2 Uraian Bahan

1. Air Suling (5:96)

Nama resmi : Aqua Destilata

Nama lain : Air suling, aquadest

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tak berbau, tidak berasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Asam Benzoat (5:49)

Nama resmi : Acidum Benzoicum

Nama lain : Asam Benzoat

RM/BM : C7H6O2 / 122,12

Page 7: FENOMENA DISTRIBUSI

RB : COOH

Pemerian : Hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang350 bagian air, dalam lebih kurang

3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan

dalam 3 bagian eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai sampel

3. Asam Borat (4:49)

Nama resmi : Acidum boricum

Nama lain : Asam borat

RM/BM : H3BO3 / 61,83

Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak

berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit

kemudian manis.

Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih,

dalam 16 bagian etanol (95%)P, dalam 5 bagian gliserol P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Indikator Fenolftalein (5: 662)

Nama resmi : Phenolphthaleinum

Nama lain : Fenolftalein

Page 8: FENOMENA DISTRIBUSI

RM / BM : C20H14O4 / 318,33

RB :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah; tidak

berbau ; stabil di udara.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar

larut dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Trayek pH : 8,3 – 10,0

Kegunaan : Sebagai indikator

5. Minyak kelapa (4 ; 456).

Nama resmi : Oleum cocos

Nama lain : Minyak kelapa

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas,

tidak tengik.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%)P pada suhu 600 C

sangat mudah larut dalam CHCl3 P dan eter P.

O

OH

OH

O

C

C

Page 9: FENOMENA DISTRIBUSI

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya dan

ditempat sejuk.

Kegunaan : Sebagai pelarut

6. Natrium hidroksida (4 ; 412)

Nama resmi : Natrii hydroxidum

Nama lain : Natrium hidroksida

RM/BM : NaOH / 40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur, atau keping, keras,

rapuh dan menunjukkan susunan hablur, putihm mudah

meleleh, basah, sangat alaklis dan korosif, cepat menyerap

CO2.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95 %) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai titran.

II.3 Prosedur Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Timbang asam borat sebanyak 100 mg dengan menggunakan timbangan

milligram.

3. Masukkan asam borat ke dalam erlenmeyer kemudian larutkan dengan 100

mL air suling.

4. Ambil 25 mL larutan lalu masukkan ke dalam corong pisah.

Page 10: FENOMENA DISTRIBUSI

5. Ke dalam 25 mL larutan, tambahkan 25 ml minyak kelapa, kemudian

dikocok hingga homogen.

6. Diamkan beberapa menit sampai campuran membentuk dua lapisan yang

jelas.

7. Lapisan air diambil dan lapisan minyak dibuang.

8. Tambahkan 3 tetes indikator pp lalu titrasi dengan larutan NaOH

9. Dari larutan stok (100 mL), diambil 25 mL larutan untuk dititrasi seperti

point 8.

10. Catat volume titrasi.

11. Ulangi percobaan dengan mengganti asam borat dengan asam benzoat.

Page 11: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan

Anak timbangan 100 mg

Baskom

Batang pengaduk

Botol semprot

Buret 25 mL

Erlenmeyer 250 mL

Gelas ukur 25 mL, 100 mL

Pipet tetes

Pipet volume 5 mL dan 10 mL

Sendok tanduk

Statif dan Klem

Timbangan milligram

III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan

Air suling

Asam borat

Asam benzoat

Indikator PP

Page 12: FENOMENA DISTRIBUSI

Kertas timbang

Larutan NaOH 0,0979 N

Minyak kelapa

Tissue rol

III.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Ditimbang asam borat sebanyak 100 mg.

3. Dimasukkan asam borat ke dalam erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan

100 mL air suling.

4. Diambil 25 mL larutan, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer (sebagai larutan

awal).

5. Ke dalam larutan ditambahkan 3 tetes indikator PP lalu dititrasi dengan

larutan NaOH 0,0979 N.

6. Dicatat volume titrasi.

7. Dari larutan stok, diambil 25 mL larutan dengan pipet volume dan

dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

8. Ditambahkan 25 mL minyak kelapa, kemudian diaduk hingga larut (sebagai

larutan akhir).

9. Didiamkan selama beberapa menit sampai larutan membentuk dua lapisan

yang jelas.

10.Lapisan air diambil dan lapisan minyak dibuang.

Page 13: FENOMENA DISTRIBUSI

11.Ke dalam lapisan air, ditambahkan 3 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan

larutan NaOH 0,0979 N.

12.Dicatat volume titrasi.

13.Diulangi percobaan dengan mengganti asam borat dengan asam benzoat.

Page 14: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

Sampel Berat (mg)Volume titran (mL)

Tanpa minyak Dengan minyak

Asam benzoat100 5 2,6100 5,20 2,1

Asam borat100 2,75 1,9100 2,6 2,1

IV.1 Perhitungan

N NaOH = 0,0979 N

Berat sampel = 100 mg

BE Asam benzoat = = = 122,1

BE Asam benzoat = = = 618,3

K =

K =

Bst fk

12,21

0,1

fk 0,1Bst 61,83

N x V x BstBs x fk

N x V x BEBs

Page 15: FENOMENA DISTRIBUSI

Untuk Asam Benzoat

Tanpa minyak

Dengan minyak

K fase minyak 1 = K tanpa minyak – K dengan minyak

= 0,5977 - 0,3108

= 0,2869

K fase minyak 1 = K tanpa minyak – K dengan minyak

= 0,6216 - 0,251

= 0,3706

100 mg Kadar 1 =

Kadar 2 =

= 0,5977

100 mg = 0,6216

100 mg Kadar 1 = = 0,3108

2,6 mL x 0,0979 N x 122,1

5,2 mL x 0,0979 N x 122,1

5 mL x 0,0979 N x 122,1

100 mg Kadar 2 = = 0,251

2,1 mL x 0,0979 N x 122,1

Page 16: FENOMENA DISTRIBUSI

Untuk Asam Borat

Tanpa minyak

Kadar airKoefisien distribusi 1 =

=

Kadar minyak

0,5977 0,2869

= 0,48

Kadar airKoefisien distribusi 2 =

=

Kadar minyak

0,6216 0,3706

= 0,5962

100 mg Kadar 1 =

Kadar 2 =

= 1,6646

100 mg = 1,5738

2,6 mL x 0,0979 N x 618,3

2,75 mL x 0,0979 N x 618,3

2

Koef distribusi 1 + Koef distribusi 2Koef. distribusi rata-rata =

= 0,48 + 0,5962

2

= 0,5381

Page 17: FENOMENA DISTRIBUSI

Dengan minyak

K fase minyak 1 = K tanpa minyak – K dengan minyak

= 1,6646 – 1,15

= 0,5146

K fase minyak 1 = K tanpa minyak – K dengan minyak

= 1,5738 – 1,271

= 0,3028

Kadar airKoefisien distribusi 1 =

=

100 mg Kadar 1 = = 1,15

1,9 mL x 0,0979 N x 618,3

100 mg Kadar 2 = = 1,271

2,1 mL x 0,0979 N x 618,3

Kadar minyak

1,6646 0,5146

= 0,309

Kadar airKoefisien distribusi 2 =

=

Kadar minyak

1,5738 0,3028

= 0,1924

Page 18: FENOMENA DISTRIBUSI

IV.3 Reaksi

1. Asam borat

H3BO3 + H2O HBO2 + 2H2O

H3BO3 + NaOH Na3BO3 + 3H2O

2. Asam benzoat

+ H2O + H3O+

+ NaOH + H2O

2

Koef distribusi 1 + Koef distribusi 2Koef. distribusi rata-rata =

= 0,309 + 0,1924

2

= 0,2507

COOH COO -

COOH COONa

Page 19: FENOMENA DISTRIBUSI

Reaksi indikator fenolftalein

H2In, fenolftalein HIn -, tidak berwarna

tidak berwarna

In 2-, merah

C

O

C

OH + H2O C

HO

C

OH + H3O+

O-

OH OH

O O

C

C

OH + H3O+

O-

O

O

Page 20: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB V

PEMBAHASAN

Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat

dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi

koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2,

dirumuskan :

C1

Dalam bidang farmasi prinsip dari fenomena distribusi ini sangatlah

penting, karena mencakup berbagai bidang farmasetik. Yaitu untuk mengetahui

medium yang cocok untuk suatu pelarut atau untuk membantu menyelesaikan

berbagai masalah yang timbul ketika membuat sediaan farmasetik, untuk menentukan

pelarut/pengawet yang cocok untuk suatu sediaan farmasetik, untuk mengetahui kerja

obat yang tidak spesifik tempat absorbsinya dan distribusi dari suatu obat.

Aplikasi dalam bidang farmasi adalah untuk pembuatan lotion dan

mempengaruhi penetrasi salep. Peranan koefisien distribusi dalam pembuatan salep

yaitu menentukan bahan salep yang memenuhi syarat untuk digunakan pada lapisan

kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.

Pada percobaan ini, digunkan sampel asam borat dan asam benzoat yang

dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu minyak kelapa dan

air. Ketidakcampuran ini disebabkan oleh sifat fisisnya yang berbeda yaitu bobot

C2

K =

Page 21: FENOMENA DISTRIBUSI

jenis, perbedaan tegangan permukaan dan perbedaan tingkat kepolaran dimana air

bersifat lebih polar dibandingkan dengan minyak kelapa. Asam borat merupakan

bahan yang larut dalam air, dimana 1 bagian dari asam borat dapat larut dalam 20

bagian air. Sedangkan asam benzoat adalah zat yang sukar larut dalam air dimana 1

bagian dari asam benzoat hanya dapat larut dalam 350 bagian air.

Mula-mula 100 mg asam borat dilarutkan dalam 100 mL air suling, diaduk

hingga larut. Dari larutan diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ke

dalamnya dimasukkan 25 mL minyak kelapa dan dicampur hingga larutan homogen,

lalu diamkan selama beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan yang jelas. Pada

lapisan atasnya adalah minyak sedang pada lapisan bawahnya adalah air lalu lapisan

minyaknya dibuang dan lapisan air diambil. Setelah itu ditambahkan indikator PP ke

dalam larutan sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH baku 0,0979 N,

kemudian ditentukan kadarnya. Diulangi untuk sampel asam benzoat dengan

pengerjaan yang sama.

Pada percobaan ini dilakukan titrasi dengan NaOH menggunakan indikator

Fenolftalein (PP). PP mempunyai trayek pH antra 8,3-10,0 dengan perubahan warna

dari tidak berwarna menjadi merah. Pada waktu terjadi titik akhir titrasi, sampel asam

telah habis bereaksi dengan titran NaOH sehingga titran bereaksi dengan indikator

dan dicapai range pH indikator sehingga terjadi perubahan warna. Fase yang dititrasi

adalah fase air, bukan fase minyak, sebab jika fase minyak yang dititrasi maka akan

terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan). Hal ini dikarenakan apabila minyak

Page 22: FENOMENA DISTRIBUSI

direaksikan dengan alkali hidroksida maka akan terbentuk sabun yang akan

mengganggu proses titrasi.

Untuk perhitungan koefisien distribusi pada percobaan ini, tidak digunakan

faktor pengenceran, sebab jumlah zat terlarut dalam 100 mL adalah sama dengan

jumlah zat dalam 25 mL larutan yang diambil dari 100 mL larutan.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh koefisien distribusi

asam borat dan asam benzoat adalah 0,2507 dan 0,5381. Hasil ini tidak sesuai dengan

tujuan percobaan yaitu untuk mendapatkan koefisien distrubusi zat = 1.

Kesalahan ini mungkin disebabkan karena ketidaktelitian dalam

penimbangan sampel dan kesalahan pengamatan titik akhir.

Page 23: FENOMENA DISTRIBUSI

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan :

- Koefisien distribusi asam borat adalah 0,2501.

- Koefisien distribusi asam benzoat adalah 0,5381.

VI.2 Saran

Sebaiknya alat-alat lab dilengkapi.

Page 24: FENOMENA DISTRIBUSI

DAFTAR PUSTAKA

1. Mycek, Mary J., (2001), ”Farmakologi Ulasan Bergambar” Edisi 2, Widya Medika: Jakarta hal 8.

2. Martin., Alfred., dkk., (1990), ”Farmasi Fisik 1”, UI-Press : Jakarta hal 622.

3. Rumate., F., (1993), ”Analisis Instrumental I”, Jurusan Farmasi, Unhas: Makassar hal 33.

4. Ansel., Howard C., (1989), ”Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI-Press: Jakarta hal 57, 58, 59.

5. Dirjen POM., (1979), ”Farmakope Indonesia Edisi III”, Depkes RI : Jakarta hal 49, 96, 412, 456.

6. Dirjen POM., (1995), ”Farmakope Indonesia Edisi IV”, Depkes RI : Jakarta hal 662.