Upload
trandat
View
259
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
FENOMENA RENTENIR DI PASAR BINTAN CENTER
(STUDI PEDAGANG KECIL DI PASAR BINTAN CENTER)
JURNAL
OLEH
LISKEN SIRAIT NIM : 110569201129
PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG
2015
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen pembimbing Skripsi Mahasiswa yang
disebut dibawah ini:
Nama : Lisken Sirait
NIM : 110569201129
Jurusan/Prodi : Sosiologi
Alamat : Perumahan Griya Senggarang Permai Blok E No. 9
No. Telp : 085356279966
Email : [email protected]
Judul Naskah : Fenomena Rentenir di Pasar Bintan Center
(Studi Kasus Pedagang Kecil di Pasar Bintan Center)
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah
dan untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 25 Agustus 2015
Yang menyatakan,
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Nanik Rahmawati, M.Si Siti Arieta, M.A
NIDN. 1006048303 NIDN.1006048303
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Permasalahan ekonomi yang terjadi
dalam masyarakat memang tidak ada
habisnya. Hal ini disebabkan terjadinya
krisis ekonomi berkepanjangan yang
tentunya sangat merugikan dan meresahkan
masyarakat. Kesulitan ekonomi ini tak
jarang membuat masyarakat sulit untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Keadaan ini akan membuat masyarakat yang
notabene hanya pedagang kecil akan
menjadi sulit dalam membangun usaha
mereka yang disebabkan modal hanya
sedikit dan tidak mudah untuk menemukan
tempat untuk meminjam modal. Pada saat
seperti inilah peran bank di masyarakat akan
sangat dibutuhkan. Bank merupakan salah
satu institusi yang sangat berperan dalam
bidang perekonomian suatu negara
(khususnya dibidang pembiayaan
perekonomian). Dengan adanya Bank di
masyarakat, maka diharapkan akan
membantu masyarakat dalam
meningkatkan usaha.
Seiring dengan berjalannya waktu,
masyarakat kecil mulai meninggalkan bank
dan beralih ke Bakri atau bank ilegal, hal ini
disebabkan dalam proses peminjaman dalam
bank sangat sulit dan lama, padahal
masyarakat tidak bisa menunggu lama yang
disebabkan persaingan usaha semakin lama
semakin ketat. Bakri ( Batak Kredit )
adalah orang yang memberi pinjaman uang
tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi.
Bakri dengan meminjamkan uang tidak
resmi maksudnya adalah mereka-mereka
yang menjalankan bisnis uang kepada para
pedagang kecil dengan tidak berbadan
hukum. Para Bakri tersebut menjalankan
usaha bisnis membungakan uang dengan
cara illegal tanpa berbadan hukum dari
pemerintah terkait seperti ijin usaha dan
administrasi lainnya yang berhubungan
dengan keabsahan usaha. bebadan hukum.
Bakri biasanya beroperasi di saat panen
gagal, ketika para petani sangat
membutuhkan uang namun tidak dapat
memberi jaminan kepada bank dan juga para
pedagang kecil yang membutuhkan modal
usaha. Sasaran bakri lainnya adalah
konsumen produk perbankan yang telah
dimasukkan ke daftar hitam karena
bermasalah dengan bank (kredit macet).
Atau pengusaha-pengusaha kecil menengah
yang kesulitan akses permodalan dari bank
serta rumah tangga-rumah tangga yang
memerlukan dana cepat. Pinjaman dari bakri
atau tengkulak tidak memerlukan jaminan
sertifikat rumah atau barang berharga
lainnya (kebanyakan hanya memerlukan
kartu tanda penduduk atau identitas lainnya),
namun memiliki risiko tinggi.
Bakri ini adalah bank keliling yakni
orang yang mengeluarkan uang, terutama
memberikan pinjaman kepada orang-orang
yang membutuhkan dan keliling karena
mereka bergerak untuk menawarkan
pinjaman dari mulut ke mulut atau dari
rumah ke rumah, terutama kepada orang-
orang yang memiliki usaha baik itu usaha
besar maupun kecil. Sepintas kata bank
keliling seperti angin segar bagi masyarakat
yang kekurangan modal usaha agar dapat
melanjutkan usahanya. Sasaran bakri adalah
masyarakat menengah ke bawah dengan
catatan yang memiliki usaha apa pun
jenisnya mulai dari agen atau toko
kelontong, pedagang sayur, penjahit, penjual
nasi uduk dan sejenisnya, bahkan tukang
ojek. Oleh karena itu, tak jarang masyarakat
yang tidak memiliki usaha sama sekali,
tetapi butuh uang, mereka akan membuat
keterangan palsu memiliki usaha agar
mendapatkan pinjaman.
Lembaga pemberian kredit jelas
sangat dibutuhkan masyarakat. Banyak jenis
– jenis kredit yang sering datang
menawarkan bantuan modal bagi
masyarakat mulai dari bank, lembaga non
bank dan sampai Bakri. Tidak jarang
masyarakat memilih jalan yang lebih cepat
untuk mendapatkan modal yakni dari Bakri
karena proses yang tidak berbelit – belit
seperti di bank. Disisi lain tidak dapat
dipungkiri bahwa bank juga menganggap
masyarakat yang berprofesi sebagai
pedagang kecil kurang memberikan
kontribusi berupa keuntungan bagi mereka.
Hal inilah yang menyebabkan banyak
masyarakat memilih lembaga – lembaga
lainnya yang sifatntya ilegal yang
memberikan pinjaman seperti bank harian
yang dilakukan Bakri. Masyarakatpun
menganggap proses administrasi bank
terlalu rumit, tidak memadainya syarat –
syarat yang diminta, membutuhkan waktu
yang lama dan lokasi bank yang jauh dari
tempat tinggal. Hal ini harus sesuai dengan
undang-undang no. 25 tahun 1992 pasal 4
yang menjelaskan bahwa salah satu fungsi
dan peran koperasi ialah membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya.
Terkait dengan pembahasan di atas
jika sebahagian kecil pada suku Batak yang
ada di Tanjungpinang berpropesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil, lalu bagaimana
dengan sebahagian besar lainnya ? Tentu
selain sektor pemerintah ada yang namanya
sektor swasta seperti bekerja di perhotelan di
Lagoi, perusahaan, supir, tukang ojek,
pedagang dan bahkan ada yang menjadi
petani di tanah sengketa atau tanah garapan
seperti di Senggarang dan Kijang. Namun
ternyata dari sekian banyak penduduk Batak
yang ada di Tanjungpinang ini hampir 30 %
memiliki pekerjaan sebagai Bakri atau
dalam bahasa lainnya rentenir.
Dewasa ini fenomena tentang praktek
Bakri menjadi kental di dalam kehidupan
masyarakat suku Batak termasuk di
Tanjungpinang. Bakri bekerja dengan tujuan
untuk memperoleh hasil yang sangat baik
dan tinggi. Dengan hasil tersebut kebutuhan
pokok para Bakri dapat terpenuhi, dan
bahkan lebih. Sekalipun demikian ketika
berbicara tentang praktek Bakri, pandangan
masyarakat umunya seringkali mengatakan
bahwa Bakri adalah lintah darat, pemeras,
penyiksa masyarakat ekonomi lemah, hal ini
salah satunya disebabkan oleh suku bunga
yang ditetapkan Bakri tidaklah wajar.
Potret kehidupan para pedagang kecil
di Pasar Bintan Center ini memang belum
terlepas dari jerat Bakri, bahkan kian hari
jerat itu dirasakan semakin melilit. Utang ke
Bakri telah membuat para pedagang terjebak
dalam kemiskinan terstruktur, sehingga
kehidupan mereka tak kunjung sejahtera.
Lebih parah lagi, ”pulang dari pasar
umumnya para pedagang ini hanya cukup
membeli beras sebanyak dua liter”, karena
tersangkut pinjaman ke Bakri dengan bunga
yang ditetapkan mereka. Umumnya,
pedagang bisa bertahan hanya dan hanya
jika didorong semangat hidup yang kuat
dengan motto kerja keras agar kehidupan
mereka menjadi lebih baik. Inilah realita
hidup, bahwa ternyata keadaan bisa
membuat semuanya menjadi berubah.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di
atas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
Mengapa pedagang kecil yang ada di
pasar Bintan Center Kilometer IX
Tanjungpinang lebih memilih meminjam
uang pada Bakri dibandingkan ke bank?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui latar
belakang pedagang kecil di
Pasar Bintan Center Kilometer
IX Kota Tanjungpinang lebih
memilih meminjam uang pada
Bakri, sedangkan banyak bank
telah membuka kredit bagi para
pembuka usaha kecil dan
menengah termasuk para
pedagang.
2. Untuk mengetahui mengapa
para pedagang kecil di pasar
Bintan Center ini harus
meminjam uang kepada Bakri,
apakah karena ada kesempatan
atau ada hal – hal lain yang
memaksa keadaan tersebut.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Praktis
Dilihat dari kegunaan penelitian
secara praktis penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran serta dapat
membantu sebagai bahan informasi
mengenai maraknya propesi Bakri
yang menjalankan bisnisnya kepada
pedagamg – pedagang kecil yang ada
di Tanjungpinang hususnya di pasar
Bintan Center.
2. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi maupun acuan
informasi dalam penelitian-penelitian
berikutnya dengan permasalahan yang
sama serta menjadi referensi pustaka
bagi pemenuhan kebutuhan penelitian
lanjutan.
E. Konsep Operasional
Agar lebih memudahkan
pemahaman penulis dalam pengertian-
pengertian ini dan juga agar tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda
terhadap konsep-konsep yang ada,
maka penulis mencoba
mengoperasionalkan konsep-konsep
sebagai berikut:
1. Bakri ( Batak kredit )
Batak kredit atau yang sering
disebut (Bakri ) adalah istilah yang
sering disebut masyarakat seseorang
yang melakukan kegiatan menjalankan
uang dengan cara memberi bunga
yang cukup tinggi. Berbicara Bakri
tentu profesi ini sudah melekat pada
diri orang Batak bahwa setiap orang
yang memeiliki profesi sebagai Bakri
ini adalah orang Batak. Sesungguhnya
pekerjaan Bakri bukan hannya
dilakukan oleh etnis suku Batak akan
tetapi ada beberapa masyarakat dari
berbagai etnis yang berbeda juga
berprofesi sebagai Bakri. Walupun
yang melakukan pekerjaan ini bukan
hannya orang Batak, akan tetapi setiap
orang yang melakukannya masyarakat
menyebutnya tetap Bakri karena
panggilan tersebut sudah melekat pada
diri masyarakat.
2. Pedagang Kecil
Adapun definisi dari pedagang
kecil sebagaimana yang di ungkapkan
oleh Winardi (1986:167)
adalah:”Pedagang- pedagang yang
dengan modal yang relatif sedikit
melaksanakan aktifitas produksi dalam
arti luas (produksi barang, menjual
barang dan menyelenggarakan jasa)
untuk memenuhi kebutuhan kelompok
konsumen tertentu dalam masyarakat
usaha yang mana dilaksanakan
ditempat-tempat yang dianggap
strategis dan ekonomis dalam suasana
lingkungan yang informal. Pedagang
pedagang kecil digambarkan sebagai
perwujudan pengangguran
tersembunyi atau setengah
menganggur.
3. Hutang
Hutang yaitu, uang yang
dipinjam oleh para pedagang kecil
yang dalam hal ini disebut sebagai
nasabah dari bakri, dan harus
dikembalikan dengan jangka waktu
yang sudah disepakati kedua belah
pihak, termasuk berapa jumlah bunga
pinjaman yang ditentukan oleh Bakri.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Metode kualitatif merupakan
suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa
kata – kata tertulis atau lisan dari
orang – orang dan perilaku yang dapat
diamati (Baktiar,2005:24). Penelitian
deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat-sifat
suatu individu, keadaan, gejala atau
kelompok tertentu dalam masyarakat
(Silalahi,2009:28).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
Pasar Bintan Center Kilometer IX
Tanjungpinang Timur. Adapun alasan
penulis memilih Pasar Bintan Center
sebagai lokasi penelitian dikarenakan
dari sekian banyak pedagang yang
terdapat di Pasar tersebut tergolong
sebagai pedagang kecil dan mereka
hidup dan bertahan bisa membuka
usaha dagangannya dengan cara
tergantung kepada Bakri.
3. Jenis dan sumber data
a. Data Primer
Data primer merupakan
sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli (tidak melalui media
perantara). Data primer dapat berupa
opini subjek (orang) secara individual
atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian
atau kegiatan, dan hasil pengujian.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan
sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam
arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan dan yang tidatidak
dipublikasikan. Sumber lain
adalah dari buku – buku teori,
jurnal ilmiah yang terkait dengan
masalah penelitian.
4. Populasi dan Sampel
Sesuai dengan jenis penelitian
yaitu kualitatif, bahwa penelitian
kualitatif tidak menggunakan populasi
dan sampel tetapi oleh Spradley
dinamakan sosial situasion atau situasi
sosial yang terdiri atas tiga elemen
yaitu tempat (place), pelaku ( actors),
dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis (Sugiyono
215:2010). Peneliti menggunakan
teknik pemilihan informan dengan
purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang
apa yang diharapkan, atau mungkin
dia merupakan penguasa sehingga
akan memudahkan peneliti
menjelajahi obyek dan situasi sosial
yang diteliti. (Sugiyono 2008:50).
Maka pemilihan informan tidak
didasari pada kuantitas melainkan
didasarkan pada kualitas informan atas
masalah yang diteliti.
Adapun karakteristik populasi
dan sampel informan yang diteliti
penulis dari pedagang kecil di Pasar
Bintan Center berdasarkan waktu atau
lamanya seorang pedagang kecil
membuka usaha dagang. Kedelapan
informan yang dijadikan populasi dan
sampel penelitian adalah pedagang
yang sudah membuka usaha dagang di
Pasar Bintan Center tersebut diatas
tiga tahun. Sedangkan dari banyaknya
jumlah pinjaman yang di pinjam dari
Bakri penulis juga mengambil sampel
adalah pedagang kecil yang meminjam
di atas satu juta rupiah. Karakteristik
lainnya adalah dari lamanya pedagang
kecil meminjam kepada Bakri, yakni
mereka-mereka yang sudah berjualan
selama tiga tahun, meminjam di atas
satu juta rupiah dan sudah menjalin
kerja sama dengan Bakri di atas satu
tahun.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi (pengamatan)
adalah pemilihan, pencatatan
serangkaian perilaku dan suasana
yang berkenaan dengan rentenir,
pedagang miskin , sesuai dengan
tujuan-tujuan empiris (Iqbal
Hasan, 2002). Pengamatan dalam
penelitian ini dilakukan di
kawasan pasar tradisional Bintan
Center Kilometer IX
Tanjungpinang Timur.
b. Wawancara / interview
Wawancara adalah teknik
pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan langsung
oleh pewawancara kepada
responden, dan jawaban-jawaban
responden dicatat atau direkam
(Iqbal Hasan, 2002).Dalam hal ini
wawancara dilakukan dengan
pedagang kecil yang ada di Pasar
tradisional Bintan Center
Kilometer IX Tanjungpinang
Timur dan beberapa rentenir yang
ada di tanjungpinang khususnya
yang memiliki nasabah di Pasar
Bintan Center.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam
penelitian ini berupa foto dan data
terkait yang akan menjadi data
pendukung dan lampiran pada
penelitian ini. Misalnya foto
pedagang kecil yang ada di Pasar
Bintan Center yang sedang
melakukan aktifitas sehari-hari
mereka.
6. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber dengan
menggunakan teknik pengumpulan
data yang bermacam-macam dan
dilakukan terus menerus.Miles dan
Hubermen (Sugiyono 2010:246),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan
secara terus menerus sampai
tuntas.Aktivitas dalam analisa data
yaitu reduksi data, penyajian data dan
verivikasi data.
1. Reduksi data yaitu merangkum,
memilih hal-hal yang
pokok,memfokuskan pada hal-hal
yang penting, data-data yang
dianggap tidak penting di buang
atau disingkirkan.
2. Penyajian data yaitu proses
penyajian data dengan teks yang
bersifat deskriptif yang
menjelaskan penemuan penelitian.
Selain menyajikan data dengan
teks yang bersifat deskriptif, dapat
juga berupa tablel maupun
gambar.
Verivikasi data yakni
upaya membuat kesimpulan dari
keseluruhan data terkumpul
selama penelitian berlangsung,
dengan mencari data baru yang
mendukung agar menjamin
validitas.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Fungsionalisme Struktural
(Robert K. Merton)
B. Untuk membantu menjawab
pertanyaan apakah fungsi positif
lebih banyak daripada disfungsi, atau
sebaliknya. Marton mengembangkan
konsep keseimbangan bersih. Robert
K Marton juga memperkenalkan
konsep fungsi manifest dan laten.
Kedua istilah ini juga telah menjadi
tambahan penting bagi analisis
fungsional. Dalam istilah-istilah
yang sederhana, fungsi-
fungsi manifest (nyata) adalah yang
disengaja atau fungsi yang
diharapkan, tetapi fungsi laten tidak
disengaja atau yang tidak diharapkan
(sebaliknya dari manifest).
C. Robert K Merton berpendapat bahwa
tidak semua struktur pastinya akan
dibutuhkan untuk bekerjanya sistem
sosial. Beberapa bagian dari sistem
sosial kita dapat dilenyapkan. Hal itu
membuat teori fungsional mengatasi
hal-hal bias (simpangan)
konservatifnya yang lain. Dengan
mengakui bahwa beberapa struktur
dapat diperluas, fungsionalisme
membuka jalan bai perubahan sosial
yang bermakana. Masyarakat kita,
misalnya, dapat terus ada (dan
bahkan ditingkatkan) dengan
pelenyapan diskriminasi terhadap
berbagai kelompok minoritas.
D. Teori Sruktur Kelas Sosial Karl
Marx.
Teori Kelas merupakan teori
yang berdasarkan pemikiran bahwa:
“sejarah dari segala bentuk masyarakat
dari dahulu hingga sekarang adalah
sejarah pertikaian anatara golongan”.
Analisa Marx mengemukakan
bagaimana hubungan antar manusia
terjadi dilihat dari hubungan antara
posisi masing-masing terhadap sarana-
sarana Produksi, yaitu dilihat dari
usaha yang berbeda dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya
yang langka. Perbedaan atas sarana
tidak selalu menjadi sebab pertikaian
antar golongan. Marx Beranggapan
bahwa posisi didalam struktur yang
seperti ini selalu mendorong mereka
untuk melakukan tindakan yang
bertujuan untuk memperbaiki nasib
mereka.
Karl Marx beranggapan bahwa
meskipun gejala-gejala historis adalah
hasil dari mempengaruhi berbagai
komponen, namun pada analisa
terakhir hanya ada satu independent
variable yaitu Faktor Ekonomi. Dan
menurut Marx sendiri, perkembangan-
perkembangan politik, hukum filsafat,
kesusasteraan serta kesenian,
semuanya tertopang pada faktor
ekonomi. Kelas sosial atau golongan
sosial merujuk pada stratifikasi
(penggolongan) anatara insan atau
kelompok manusia dalam masyarakat
atau budaya. Berdasarkan karakteristik
stratifikasi sosial, dapat ditemukan
beberapa pembagian kelas atau
golongan dalam masyarakat.
BAB IV
ANALISA DATA
A. Karakteristik Pedagang Kecil
1. Karakteristik Informan
Berdasarkan Jenis Kelamin
Karkateristik informan menurut
jenis kelaminnya, jumlah informan
sebanyak 8 orang yakni 5 orang
perempuan dan 3 orang laki-laki.
2. Karakteristik Informan
Berdasarkan Umur.
Berdasarkan data di atas usia
pedagang peminjam modal kepada
Bakri tergolong masih produktif.
Terdapat beberapa pedagang yang
sudah lansia yakni diatas 50 tahun.
3. Karakteristik Informan
Berdasarkan Jenis Usaha
Dagangannya.
Berdasarkan data pada tabel di
atas maka dapat dilihat seluruh
informan bahwa pedagang yang
lebih banyak menjadi peminjam
atau nasabah Bakri adalah
pedagang sayuran. Hal ini
dikarenakan bahwa kebanyakan
pedagang sayuran adalah
pedagang yang memiliki modal
kecil dan harus belanja barang
segar setiap harinya dari tauke.
Para pedagang sayuran ini
kebanyakan adalah kaum Ibu dan
mereka menjadi tumpuan
keluarga. Sedangkan para
pedagang ikan dari penelitian
yang dilakukan adalah
kebanyakan adalah pemilik modal
dan hannya ada beberapa yang
meminjam modal usaha kepada
Bakri.
4. Karaktristik Informan
Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.
Berdasarkan data di atas maka
dapat dilihat informan menurut
tingkat pendidikannya, dimana dari
semua informan yang
berpendidikan SMA berjumlah 5
orang, tamatan SMP berjumlah 1
orang, sedangkan ada 2 orang yang
memiliki sekolah tinggi yakni
Strata satu ( S1). Informan yang S1
salah satunya adalah seorang Ibu
penjual sayuran dengan gelar Dra,
sedangkan satu orang lainnya
seorang Bapak penjual sayur juga
dengan gelar SE. Melihat
karakteristik informan yang
berbeda-beda dapat dijadikan
sebagai sumber informasi dengan
baik dalam penelitian ini.
B. Analisa Penyebab Pedagang Kecil
yang Ada di Pasar Bintan Center
Meminjam Uang atau Modal
Kepada Bakri Dibandingkan
Meminjam ke Bank.
Masalah pedagang kecil di
Tanjungpinang menjadi konsentrasi
dalam setiap kebijakan pemerintahan
baru di kota ini. Namun, hingga saat
ini pemerintah kota Tanjungpinang
belum mampu meningkatkan
kesejahteraan para pedagang kecil.
Tanjungpinang merupakan daerah
yang memiliki sumber daya alam
melimpah dari berbagai sektor seperti
laut, pariwisata, pertambangan
bauksit, pertanian dan industri
perkapalan, akan tetapi kemiskinan di
kota ini terus bertambah setiap tahun.
Padahal, kuantitas antara sumber daya
alam dengan jumlah penduduk miskin
di Tanjungpinang adalah sama
banyaknya. Salah satu faktor dalam
fenomena berbanding lurusnya sumber
daya alam dengan penduduk miskin
ialah munculnya para kapitalis yang
menguasai sumber daya alam
Indonesia. Mereka ialah para pemilik
modal besar sebagian besar berasal
dari Singapura, Malaysia yang
kemudian mengolah (mengeksploitasi)
sumber daya alam dikota ini seperti
bauksit dan objek pariwisata. Alhasil,
masyarakat Tanjungpinang semakin
miskin, sedangkan orang luar
(kapitalis) semakin kaya.
Saat ini, sangat sedikit orang yang
memberikan bantuan tanpa
mengharapkan imbalan. Pandangan
ekonomi manusia Indonesia sekarang
ialah “dengan sedikit modal,
memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya”. Inilah prinsip-prinsip
kapitalisme yang membudaya di
semua lapisan masyarakat (atas,
menengah, dan bawah). Untuk lapisan
menengah dan bawah, salah satu
contoh dari dampak kapitalisme ialah
munculnya bakri, yang meminjamkan
sejumlah uang dengan cepat dan
mudah, tapi membebankan bunga
tinggi. Meskipun telah banyak bank-
bank resmi, praktek-praktek yang
tidak berperikemanusiaan ini masih
dipercaya oleh mayoritas warga,
terutama pedagang-pedagang kecil
yang masih kurang berpendidikan.
Berbekal kata-kata manis dengan
iming-iming kemudahan mendapatkan
uang, para pedagang kecil masuk
perangkap bakri.
Perilaku para pedagang kecil yang
pasrah pada hidup, tidak mencoba
untuk berusaha, dan suka
mengandalkan bantuan orang lain,
kemudian dimanfaatkan oleh beberapa
orang untuk memperoleh keuntungan.
Alih-alih memberikan bantuan kepada
para pedagang kecil yang sedang
kesulitan, bakri malah membuat
pedagang semakin menderita.
Berbekal uang beberapa juta, para
bakri ini memberikan hutang kepada
pedagang kecil dengan iming-iming
kehidupan lebih baik dari uang yang
akan dimiliki tersebut. Para Bakri ini
biasa disebut dengan rentenir yaitu
orang yang menyewakan, tapi
kemudian diartikan dalam bahasa
sehari-hari sebagai orang yang
menyewakan uang dengan
membebankan bunga tinggi. Sebagian
pedagang yang berhutang kepada
bakri, merupakan orang-orang yang
kurang beruntung dalam upaya
memenuhi kebutuhan primer, terutama
kebutuhan akan makanan pokok.
Mereka sudah putus asa dalam hidup,
mereka berpikir bahwa apapun yang
terjadi mereka tetap harus bisa
menyediakan makan bagi anak-anak
mereka, bagaimanapun caranya.
Maka, ketika ada tawaran
menggiurkan untuk mendapatkan
uang, tanpa pikir panjang, mereka pun
menyetujuinya. Biasanya ketertarikan
pedagang kecil untuk berhutang
kepada bakri karena kemudahan yang
didapatnya daripada mereka harus
meminjam modal ke bank. Namun,
langkah yang mereka ambil
(berhutang kepada Bakri) malah
membuat mereka kehilangan lebih
banyak uang, karena bunga yang
dibebankan pun tinggi. Apalagi, jika
usaha mereka tidak berkembang
dengan baik, bakri itu akan semakin
menyiksa mereka.
Para Bakri di pasar Bintan Center
telah terorganisir dengan baik seperti
layaknya koperasi atau lembaga-
lembaga keuangan lainnya. Mereka
memiliki kantor dan tukang tagih
termasuk kolektor. Beberapa rentenir
besar telah memiliki kantor tetap di
Tanjungpinang dan karyawan namun
tidak berbadan hukum. Anehnya, di
depan kantor mereka tidak ada plang
nama atau identitas. Para Bakri ini
bekerja dengan terorganisir di tempat
yang terpisah. Ada yang bekerja di
kantor dan sebagian bekerja di
lapangan. Petugas yang bekerja di
kantor, bertugas mengurusi
administrasi dan urusan-urusan di
dalam kantor. Petugas di lapangan
menggunakan “sistem jemput bola”,
mereka bertugas berkeliling masuk
pasar dan warung-warung kecil yang
ada di Tanjungpinang. Besarnya
keuntungan yang diperoleh dari bisnis
ini, membuat banyak warga bakri
menambah investasi. Mereka
menggunakan harta mereka sebagai
modal awal, dengan kepastian
mendapatkan modal sekaligus
keuntungan, karena bunga hutang
tersebut.
Hal ini sejalan dengan teori
Robert K. Merton menjelaskan bahwa
analisis fungsional struktural berfokus
pada kelompok-kelompok, organisasi-
organisasi, masyarakat-masyarakat
dan kebudayaan-kebudayaan.
Menurut Robert K. Merton
fungsionalisme struktural terdapat
bagian-bagian dimana ada fungsi
positif, dan disfungsi (fungsi yang
mengarah ke sisi negatif) yang
meliputi dua pikiran yang berbeda
tetapi saling melengkapi., terdapat
juga ide nonfungsi, fungsi nyata
(manifest) dan fungsi laten. Dia
mengatakan bahwa setiap objek yang
dapat ditundukkan kepada analisis
fungsional struktural harus
“menggambarkan suatu item yang
distandarkan” (yakni, terpola dan
berulang). Penganut teori fungsional
ini memang memandang segala
pranata sosial yang ada dalam suatu
masyarakat tertentu serba fungsional
dalam artian positif dan negatif.
Pedagang kecil adalah sebuah
kelompok-kelompok yang bekerja di
pasar Bintan Center untuk mencari
uang atau rejeki demi kebutuhan
keluarga yang prosesnya berulang.
Karena pedagang itu sendiri adalah
sebutan bagi mereka yang bekerja di
pasar untuk menafkahkan keluarganya
dirumah. Bagi para pedagang
meminjam uang kepada Bakri adalah
hal yang paling baik dibandingkan
meminjam uang ke bank dan bahkan
hal itu sudah menjadi tradisi bagi
pedagang. Bakri atau rentenir bagi
para pedagang memiliki fungsi,
dimana fungsi tersebut dapat
meringankan beban dan memperlancar
usaha dagang mereka di pasar Bintan
Center. Karena faktor kemiskinan dan
susahnya meminjam uang di bank
serta bagaimana caranya agar mereka
bisa berdagang maka membuat para
pedagang ini menjadi suka meminjam
uang ke Bakri atau rentenir
dibandingkan ke bank.
Dari teori fungsionalisme
struktural Robert K. Merton, selain
fungsi maka akan ada yang
namanya disfungsi dimana lebih
mengarah ke pada sisi negatif. Praktek
Bakri atau rentenir bagi para pedagang
kecil di pasar Bintan center pada
kenyataannya
menimbulkan disfungsi, dimana Bakri
atau rentenir dapat membuat para
pedagang semakin miskin dan terlilit
utang karena harus membayar tagihan
setiap hari kepada Bakri dengan bunga
yang sangat tinggi. Bakri atau rentenir
dengan penetapan bunga pinjaman
yang sangat tinggi yakni 20 persen
akan membuat para pedagang semakin
terlilit utang dan mengakibatkan
keadaan pedagang tidak berkembang
karena keuntungan yang di dapat para
pedagang setiap harinya harus
disisahkan uuntuk membayar kredit
dan hal inilah yang membuat
pedagang semakin miskin dan tetap
dengan sebutan pedagang kecil.
Berbeda dengan meminjam di
bank yang melalui proses
administrasi yang panjang, survei
kerumah dan mengharuskan
agunan berupa surat tanah, surat
kenderaan,surat rumah atau SK
tentu membuat pedagang
mengalami kesulitan dalam
meminjam. Sementara usaha
dagang setiap hari harus
beroperasi guna menghidupi
kebutuhan keluarga. Adanya
proses administrasi yang panjang
di bank membuat pedagang kecil
tersebut lebih meminjam uang
atau modal kepada para bakri
karena proses di bakri cukup
mudah dan uang bisa langsung
keluar.
Adanya keterbatasan modal
usaha dan kebutuhan keluarga yang
setiap hari harus dipenuhi
mengakibatkan para pedagang kecil
ini lebih memilih meminjam modal
usaha kepada bakri dibandingkan ke
bank. Pedagang tersebut mengaku
jika pinjaman yang didapat ternyata
bukan hannya dijadikan sebagai
modal usaha akan tetapi sebagai
kebutuhan anak-anak yang sedang
bersekolah. Tanpa disadari pedagang
tersebut bahwa kondisi tersebut akan
membuatnya semakin sulit karena
setiap keuntungan hasil dagangan
akan disisakan untuk membayar
tagihan kepada bakri sebanyak 20
persen dari pinjaman. Tentu ada
kemudahan yang didapat saat
meminjam kepada bakri akan tetapi
dibalik kemudahan tersebut mereka
akan semakin terjerat dengan utang.
Kondisi ini memposisikan
pedagang sebagai bawahan dari Bakri
yang sewaktu-waktu memerlukan jasa
pertolongan dari bakri untuk
membantu pedagang tersebut dalam
kesulitan ekonomi seperti penyediaan
sarana modal untuk tetap dapat
bertahan berdagang. Kondisi ini yang
pada akhirnya menjerat para pedagang
dalam ketergantungan secara stuktural
yang sangat besar dengan Bakri.
Dalam kondisi bagaimanapun para
pedagang kecil di pasar Bintan Center
selalu membutuhkan adanya Bakri
atau rentenir. Kuatnya ikatan
struktural sosial antara pedagang
denga Bakri yang sedemikian rupa,
yakni berupa ketergantungan secara
struktur menyebabkan pedagang selalu
mengalami ketergantungan yang
berujung pada kemiskinan akibat
tergantung kepada Bakri.
Ketergantungan ini dapat dilihat
tidak berdayanya para pedagang kecil
lepas dari jeratan atau hubungan
keterikatan secara ekonomi dengan
Bakri akibat lemahnya sumber daya
modal yang dimiliki pedagang. Hal ini
sejalan berdasarkan teori struktur kelas
sosial Karl Marx yang melihat
ketidakpunyaan sarana kepemilikikan
berupa modal . Hal ini menciptakan
sistem kelas sosial yang pada akhirnya
menyebabkan adanya ketergantungan
kelas sosial bawahan atau kelas miskin
kepada kelas sosial diatasnya.
Akibat keterbatasan modal yang
dimiliki para pedagang kecil yang ada
di pasar Bintan Center ini
menyebabkan mereka selalu
tergantung kepada para Bakri. Dengan
demikian para pedagang tetap berada
dalam kemiskinan dan sulit untuk
sejahtera karena tingginya bunga yang
dipasang oleh Bakri. Mereka seakan
tidak perduli dengan jumlah hari
pembayaran yang seharusnya 30 hari
dan akhirnya bisa diatasnya karena
hal-hal tertentu yang sudah disepakati.
Bagi Bakri ini adalah profit yang
sangat baik, karena dengan pinjaman
pangkal yang tadinya harus ditagih
selama 30 hari tapi mereka bisa
menagihnya dalam waktu 40 hari.
Artinya selain bunga yang
sudah dibebankan sebanyak 20 persen
maka ada lagi jumlah tambahan hari
yang harus diterima dari nasabah.
Banyak alasan yang membuat
para pedagang kecil ini lebih memilih
meminjam uang kepada Bakri
dibandingkan ke bank, dan alasan itu
ternyata ada yang meminjam uang ke
bakri karena pelarian. Artinya setelah
permohonannya ditolak di bank dan
menimbulkan rasa sakit hati dan
pedagang tersebut seolah meminjam
ke Bakri karena pelarian dan pilihan
terakhir. Namun berkat dari pinjaman
tersebut pedagang mengaku dapat
bertahan membuka usaha karena
mengandalkan pinjaman dari Bakri.
Dari tahun 2011 ia mengaku sudah
menjadi langganan Bakri, dan mereka
sudah seperti partner bisnis yang
saling menguntungkan. Sekalipun
dalam hal ini mereka sebagai
pedagang lebih dirugikan secara
materi akan tetapi sangat banyak
membantu usaha mereka. Lagi- lagi
disini pedagang kecil dan Bakri sama-
sama memiliki fungsi.
Menurut pengamatan penulis, ada
beberapa hal yang menjadi faktor
penyebab munculnya fenomena
“hutang berjamaah para pedagang
kecil yang ada di Pasar Bintan Center
kepada Bakri” ini, pertama, faktor
ekonomi, yaitu rendahnya
kesejahteraan ekonomi para pedagang
dahulunya sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan untuk mengenyam
pendidikan yang layak dahulunya.
Kalupun ada dua orang responden
yang memiliki sekolah tinggi yakni
Strata satu (S1) tapi tidak bisa
mendapatkan pekerjaan yang layak
sesuai ijasah karena tidak disertai
dengan skil atau kemampuannya.
Sehingga sebagai alternatif pilihan
jatuh sebagai pedagang.
Kedua, faktor ideologi dan religi,
yaitu kurangnya pemahaman pedagang
terhadap ajaran agama yang dianutnya,
serta berkembangnya kapitalisme di
kota Tanjungpinang. Dalam penelitian
ini penulis sengaja tidak mengkaitkan
agama dengan sosiologi sekalipun
dalam agama- agama tertentu ada
larangan yang mengajarkan tentang
perbuatan ini tidak baik. Akan tetapi
dalam sosiologi segala sesuatunya
memiliki fungsi. Dalam hal ini para
pedagang kecil memiliki fungsi bagi
para bakri sehingga dapat menjadi
sarana keuntungan dan pendapatan
bagi bakri. Sedangkan bakri sekalipun
dianggap negatif dimata masyarakat
dia juga memiliki fungsi bagi para
pedagang kecil yakni dapat
memberikan pinjaman modal dalam
arti dapat meringankan beban para
pedagang dan memberikan kemudahan
–kemudahan tertentu bagi para
pedagang kecil.
Ketiga, faktor budaya, yaitu telah
terjadi degradasi budaya, dimana
budaya asli yang menekankan pada
kekeluargaan dan kegotongroyongan
telah digantikan oleh budaya yang
mementingkan materi (budaya
kapitalis). Artinya masyarakat
Indonesia dahulunya tergolong
masyarakat yang hidup saling tolong
menolong dalam setiap kesulitan. Kita
dahulunya memiliki budaya yang
diwariskan oleh nenek moyang berupa
sifat gotong royong dalam setiap hal
termasuk dalam kesusahan. Seirng
dengan berkembangnya jaman dari
tahun ke tahun maka banyak budaya –
budaya solidaritas yang sudah hilang
dan banyak juga daerah-daerah yang
tadinya desa berubah menjadi kota.
Dengan adanya perubahan ini sangat
berpengaruh terhadap sifat dan tingkah
laku masyarakat.
Manusia sudah semakin egois dan
cenderung memikirkan diri sendiri.
Setiap tindakan baik yang dilakukan
hendaknya mendapatkan imbalan.
Inilah yang dilakukan oleh para bakri
dimana tindakan yang dilakukan
tadinya baik yakni menolong para
pedagang kecil dengan cara
memberikan pinjaman modal. Akan
tetapi tindakan menolong tersebut
berubah menjadi negatif karena
dibalik tindakan positifnya ada
penetapan bunga yang tinggi
dibuatnya kepada pedagang tersebut
dan hal itu dilakukan sebagai bentuk
imbalan pertolongan. Disilah
degradasi budaya tolong menolong
yang diwariskan oleh nenek moyang
kita itu menjadi luntur atau terkikis.
Dengan demikian hal tersebut akan
mengakibatkan para pedagang
semakin miskin dan para bakri
semakin kaya. Bakri memanfaatkan
situasi tersebut sebagai ladang usaha.
Keempat, faktor politik,
berhubungan dengan pemegang
kekuasaan di pemerintahan, dalam hal
ini apakah pemimpin itu berpihak pada
pedagang kecil atau para bakri
(rentenir). Dalam hal ini para bakri
adalah kapitalis yang menguasai para
pedagang kecil. Pemerintah Kota
Tanjungpinang sampai sekarang
belum melakukan suatu tindakan
bagaimana caranya memberantas para
bakri atau rentenir ini agar tidak
semakin berkembang. Atau
pemerintah misalnya dapat
memberikan bantuan modal usaha
tanpa melihat latar belakang pedagang.
Kenyataan yang terjadi adalah bantuan
modal usaha memang ada akan tetapi
pedagang-pedagang yang
mendapatkan ini adalah mereka-
mereka yang memiliki hubungan
kekeluargaan dengan para pemegang
kekuasaan di Pemko atau di instansi-
instansi tertentu.
Untuk mendapatkan bantuan
modal usaha tersebutpun tidak jauh
berbeda prosesnya seperti
mendapatkan pinjaman uang di bank.
Banyak persyaratan yang dipersiapkan
mulai dari administrasi suami/istri dan
anak-anak. Disinilah terjadi adanya
faktor politik yaitu pedagang yang
ingin mendapatkan bantuan modal
adalah orang –orang yang memiliki
relasi husus baik secara kekeluargaan,
kenalan dekat atau janji politik kepada
para penguasa di pemerintahan.
Pedagang yang tidak memiliki relasi
dengan pemerintah secara
kekeluargaan itu tidak akan pernah
mendapatkan bantuan modal usaha
tersebut. Tentu pilihan tetap akan jatuh
kepada bakri dan inilah alternatif yang
terakhir yang bisa dilakukan para
pedagang yang tidak bisa
mendapatkan bantuan modal usaha
tersebut.
Kelima, perkembangan teknologi
dan lancarnya transportasi, yang
mengakibatkan semakin mudahnya
akses para bakri dalam menjalankan
bisnisnya sampai kepasar-pasar dan
bahkan kepelosok yang ada di kota
Tanjungpinang. Maka tidaklah aneh
ketika terdapat bakri atau rentenir
yang berasal dari luar luar
Tanjungpinang yakni 99% berasal dari
daerah Sumatera Utara. Adanya
perkembangan teknologi dan
transportasi dapat membuat para bakri
ini mengembangkan sayap usahanya
di berbagai daerah dan membuka
cabang-cabang kecil serta
mempekerjakan beberapa kayawan
sebagi penagih, kolektor dan bagain
tata usaha.
Sasaran dari bakri atau rentenir ini
ialah para pedagang kecil di pasar-
pasar dan orang miskin di desa-desa.
Bos-bos rentenir ini memanfaatkan
kepolosan orang-orang miskin tersebut
untuk meraup untung besar. Mereka
menawarkan kemudahan dalam
mendapatkan uang seberapapun
besarnya tanpa jaminan apapun dan
kapanpun-dimanapun. Kemudahan
inilah yang menjadi alasan mayoritas
pedagang kecil menerima tawaran
bakri dan meminjam uang kepada
mereka, meskipun mereka telah
mengetahui besarnya bunga yang
harus mereka bayar.
Hutang para pedagang kecil yang
ada dipasar Bintan Center yang semula
hanya Rp 1.000.000,00 dalam satu
tempo satu bulan menjadi Rp
1.200.000,00. Ketika jatuh tempo
tidak bisa membayar, maka bulan
berikutnya utang beserta bunganya
akan dibungakan kembali, jadi dari Rp
1.200.000,00 menjadi Rp
1.400.000,00. Dapat dibayangkan
bayangkan ketika pedagang berhutang
Rp 10.000.000,00, maka dalam tempo
satu bulan ia harus mengembalikan Rp
12.000.000,00. Berkat bisnis usaha
inilah banyak para bakri di kota
Tanjungpinang ini yang kaya
mendadak dan kebanyakan diantara
mereka menjadi sombong seolah tidak
ingat lagi masa sakitnya menjadi orang
miskin ketika pertama sekali datang
sebagai orang perantau di
Tanjungpinang ini.
1. Analisa Hubungan
Kepercayaan Bakri dan
Pedagang Kecil di Pasar Bintan
Center
Dari hasil pengamatan dan
wawancara penulis dengan responden
yang terdapat di Pasar Bintan Center,
bahwa Bakri dan pedagang kecil
memiliki hubungan-hubungan
kepercayaan satu sama lain. Artinya
dalam hal ini pihak Bakri selaku orang
yang menjalankan usaha
membungakan uang kepada pedagang
kecil tidak lantas hanya pinjam
meminjam. Akan tetapi Bakri dalam
hal ini tidak sembarangan dalam
memberikan pinjaman uang kepada
para pedagang kecil. Jika Bakri
melihat jenis usaha yang dijalankan
oleh pedagang kecil sifatnya tidak
begitu menjanjikan, ditambah lagi
pedagang dalam menjalankan
usahanya tidak baik dalam
managemen atau pedagang memiliki
banyak pinjaman dipihak-pihak
lainnya, maka hubungan keprcayaan
Bakri kepada pedagang yang seperti
ini tidak akan ada, dan hal itu
dianggap tidak dapat memberikan
profit kepada Bakri.
Sebaliknya jika Bakri melihat
pedagang kecil memiliki jenis
dagangan yang beraneka ragam dan
pelanggan yang banyak maka
hubungan kepercayaan Bakri ke
pedagang kecil ini akan lebih kuat
sehingga untuk memberikan pinjaman
kepada mereka ini Bakri tidak perlu
ragu-ragu karena hal ini dianggap
dapat memberikan profit bagi Bakri.
Maka penulis dapat menyimpulkan
informasi yang di dapat dari responden
bahwa hubungan kepercayaan antara
Bakri dan pedagang kecil dapat
terjalin dengan melihat beberapa aspek
seperti adanya ikatan kekeluargaan,
adanya ikatan marga, ikatan kesukuan,
dan yang paling utama adalah
hubungan kepercayaan akan terbangun
dengan baik jika pedagang dapat
dianggap Bakri memberikan profit
jangka panjang bagi Bakri.
2. Analisa Hubungan
Ketergantungan Pedagang
Kecil ke Bakri di Pasar Bintan
Center
Tentu tidak semua pedagang yang
ada di Pasar Bintan Center tergolong
kecil. Sebahagian pedagang ada yang
berasal dari keluarga mampu dan
sudah memiliki banyak modal dan
memiliki usaha yang berkembang.
Namun kebayakan pedagang yang ada
di Pasar Bintan Center tersebut adalah
pedagang kecil yang sifatnya sebagai
pengontrak dan mengharapkan modal
pinjaman dari Bakri. Keadaan
ekonomi pedagang kecil yang sangat
pas-pasan membuat mereka terpaksa
harus meminjam modal kepada Bakri
supaya dapat bertahan menjalankan
usaha dagangnya.
Proses pengadaan barang
dagangan dari tauke ke pedagang yang
berlangsung setiap hari jam 04.00 wib
pagi adalah pedagang kecil membeli
barang dari tauke dengan sistem tunai
dan tidak boleh hutang menunggu
dagangan laku terjual. Akan tetapi
sistem yang berlaku adalah ada uang
ada barang. Maka hal inilah yang
membuat para pedagang kecil dengan
terpaksa menjadi tergantung kepada
Bakri sebagai pemodal usaha
sekalipun dengan bunga yang sangat
tinggi. Jika pedagang tersebut tidak
mendapatkan pinjaman dari Bakri
maka usaha dagang mereka pun akan
berhenti dan berpengaruh pada
pemenuhan ekonomi keluarga.
Adapun hubungan saling
ketergantungan pedagang kecil ke
Bakri adalah dikarenakan ekonomi
pedagang yang masih kurang baik,
sehingga di antara keduanya ada
hubungan saling ketergantungan yakni
Bakri dengan pedagang kecil.
Pedagang kecil menggantungkan
usahanya dengan meminjam modal
usaha dari Bakri, sedangkan Bakri
dalam hal ini menggantungkan bisnis
pembungaan uang kepada pedagang
kecil guna mendapakan profit yang
lebih besar lagi dengan jangka
panjang.
3. Analisa Hubungan Eksploitasi
Bakri ke Pedagang Kecil di
Pasar Bintan Center
Keadaan pedagang kecil di Pasar
Bintan Center yang menggantungkan
jenis usahanya kepada Bakri
menjadikan mereka adalah keuntungan
bagi para Bakri. Keadaan pedagang
tersebut menjadikan mereka
terjerumus dan terperangkap hutang
piutang dengan Bakri. Penulis dalam
hali ini melihat bahwa Bakri telah
mengesploitasi para pedagang ini guna
mendapatkan keuntungan yang
banyak. Tanpa disadari para pedagang
kecil yang ada di Pasar Bintan center
ini, bahwa sesungguhnya mereka
adalah komoditas eksploitasi dari
Bakri.
Untuk mengetahui apakah para
Bakri tersebut mengetahui jika
tindakan mereka dalam membungakan
uang kepada para pedagang kecil
adalah tindakan eksploitasi di Pasar
Bintan Center maka berikut adalah
wawancara penulis dengan seorang
Bakri (Batak Kredit). Beliau adalah
Ms.Mt ( Perempuan 43 tahun). Berikut
petikan wawancara penulis dengan
beliau:
“Kami tidak mengeksploitasi
pedagang, kan mau sama mau dan
mereka butuh modal. Ya kalau mereka
pinjam modal untuk dagang kami
kasih kan membantu mereka. Sama-
sama membutuhkan lah mereka butuh
modal ya kami mencari nafkah dengan
seperni ini” .(Wawancara Rabu, 15
Juli 2015).
Adanya penetapan bunga yang
tinggi dan wajib dibayarkan para
pedagang kecil sesuai dengan jumlah
hari yang disepakati maka bukan
hannya terlihat menjadi sebuah
ketergantungan akan tetapi hubungan
antara pedagang kecil dan Bakri
bersifat eksploitatif. Dalam hal ini
bukan hannya Bakri yang bersifat
eksploitatif ke pedagang kecil, akan
tetapi para pedagang kecil juga
sebaliknya yakni melakukan tindakan
eksploitatif kepada Bakri. Tindakan
eksploitatif ini terjadi karena adanya
kepentingan dari keduanya dan saling
menguntungkan juga.
4. Analisa Hubungan
Pertentangan Bakri ke
Pedagang Kecil di Pasar Bintan
Center
Terkait dengan adanya Bakri yang
sifatnya resmi dan tidak resmi yang
sudah dijelaskan pada Bab I , bahwa
hubungan pertentangan dapat terjadi
manakala ada nasabah dalam hal ini
pedagang kecil di Pasar Bintan Center
yang dengan sengaja menghindar atau
bersembunyi jika para Bakri
melakukan penagihan kelapangan.
Bukan hannya bersembunyi dan
menghindar akan tetapi ada juga
beberapa nasabah yang melarikan diri
karena tidak sanggup membayarnya.
Hal inilah yang sering terjadi di Pasar
Bintan Center yakni adanya tindakan
kekerasan yang dilakukan para
penagih dengan cara kasar agar
pedagang kecil sebagai nasabah segera
melunasi hutangnya.
Untuk mengetahui apakah antara
Bakri dengan pedagang kecil di Pasar
Bintan Center dihadapkan dengan
konflik atau pertentangan dalam hal-
hal pinjam meminjam maka berikut
adalah wawancara penulis dengan
seorang Bakri. Beliau adalah Mr. B.S (
laki-laki 34 tahun). Berikut petikan
wawancara penulis dengan beliau:
“Ya pertentangan itu selalu ada,
terkadang disaat kita menagih para
pedagang ada yang tidak mau bayar
dengan alasan dagangan tidak laku,
dan ada pedagang yang sengaja
bersembunyi di toilet saat kami ke
meja dagangannya”.(Wawancara
Jumat, 31 Juli 2015).
Maka pertentangan sering terjadi
antara Bakri dengan pedagang kecil
seperti Bakri melakukan penarikan
atau menyita barang – barang pribadi
nasabah sesuai dengan jumlah
pinjaman. Misalnya jika nasabah
memiliki hutang sebanyak satu atau
dua juta rupiah dan tidak bisa
melunasinya dengan segera kepada
Bakri maka pihak Bakri akan
melakukan penarikan barang berupa
Hand Phone ataus sejenisnya sesuai
dengan jumlah tunggakan. Bahkan jika
jumlah pinjaman pedagang kecil di
atas lima juta dan tidak bisa
melunasinya pihak Bakri akan
melakukan penerikan motor pedagang
kecil sebagai jaminan sampai dengan
hutang tersebut bisa dilunasi.
Pedagang yang tidak terima
dengan cara Bakri tersebut akan
melakukan perlawanan atau tindakan
yang sama, dan akhirnya
menimbulkan peretentangan. Jika
Bakri yang meminjamkan uangnya
dengan cara resmi dan pedagang atau
nasabah tidak bisa membayarkan ,
maka hal ini bisa dilaporkan ke pihak
berwajib. Hal- hal seperti inilah yang
sering terjadi antara Bakri dengan
pedagang kecil sehingga menimbulkan
pertentengan atau konflik. Akan tetapi
tidak semua pedagang kecil dan Bakri
yang ada di Pasar Bintan Center
memiliki hubungan pertentangan. Dari
sekian banyak nasabah dalam hali ini
pedagang kecil, ada sebahagian yang
memiliki hubungan baik sampai
berujung menjadi hubungan
kekerabatan.
C. Fugsi Manifes dan Laten Bakri bagi
Pedagang Kecil di Pasar Bintan
Center
1. Fungsi Manifes Bakri
Berdasarkan hasil analisa
wawancara yang dilakukan penulis
dengan informan dalam hal ini para
pedagang kecil di pasar Bintan Center,
maka mereka melakukan peminjaman
dengan sadar karena keadaan yang
sangat memaksa agar bisa berdagang.
Disisi lain Bakri adalah sebagai
individu yang bekerja meminjamkan
modal usaha berupa uang kepada para
pedagang kecil tersebut. Hal ini
sejalan dengan teori Robert K Marton
yang memperkenalkan konsep
fungsi manifest dan laten. Kedua
istilah ini juga telah menjadi tambahan
penting bagi analisis fungsional.
Dalam istilah-istilah yang sederhana,
fungsi-fungsi manifest (nyata) adalah
yang disengaja atau fungsi yang
diharapkan, tetapi fungsi laten tidak
disengaja atau yang tidak diharapkan
(sebaliknya dari manifest).
Walaupun secara pandangan
agama kegiatan Bakri dalam
membungakan uang ke pedagang kecil
dianggap masyarakat sebagai perilaku
menyimpang atau negatif dan inilah
yang disebut sesuai dengan teori
Robert K.Merton yakni disfungsi,
akan tetapi untuk sebahagian
masyarakat kegiatan Bakri adalah
berfungsi. Bakri dalam menjalankan
usaha membungakan uang dimata
masyarakat secara umum adalah
negatif dan dianggap sebagai
pekerjaan yang tidak baik karena
mereka memiliki target pedagang-
pedagang kecil, masyarakat kecil,
nelayan, petani dan para pekerja seks
komersial (PSK).
Namun bagi para pedagang kecil
yang ada di Pasar Bintan Center
keberadaan Bakri ditengah-tengah
mereka sangat positif dan membantu.
Mereka mengaku bahwa Bakri sangat
berfungsi bagi kelangsungan usaha
dagang bisa bertahan. Bakri dianggap
sebagai alternatif atau pilihan yang
tepat guna bisa mempertahankan
usaha dan dengan demikian dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Bakri yang bekerja
meminjamakan modal usaha bagi para
pedagang kecil yang ada di pasar
Bintan Center, juga tampak dan
disadari keberadaannya oleh para
pedagang yang banyak berfungsi
sebagai lembaga yang dapat
membantu para pedagang untuk
mendapatkan modal usaha walaupun
dengan penambahan bunga sebanyak
dua puluh persen dari besarnya
pinjaman. Bagi para pedagang, Bakri
memiliki fungsi yang sangat berarti
dalam menopang usaha dagang
mereka karena dalam proses
peminjaman sangat mudah dan praktis.
Bakri memberikan prasyarat-prasyarat
kepada para pedagang kecil yang ada
di pasar Bintan Center untuk
mendapatkan pinjaman modal,
sehingga adanya lembaga-lembaga
peminjaman formal seperti bank mulai
ditinggalkan para pedagang tersebut
dan menaroh harapan kepada bakri.
Adanya penetapan bunga
pinjaman tinggi yang dibuat oleh bakri
kepada para pedagang kecil sebagai
nasabahnya, itu disadari oleh para
pedagang dan mereka menganggap
bakri atau rentenir itu adalah negatif
atau pekerjaan yang melanggar norma-
norma dalam masyarakat. Akan tetapi
para pedagang juga menyadari bahwa
mereka sangat membutuhkan peran
bakri ditengah-tengah pasar Bintan
Center agar usaha dagang dapat
berjalan dengan baik.
2. Fungsi Laten Bakri
Fungsi laten adalah fungsi pranata
sosial yang tidak tampak, tidak
disadari, dan tidak menjadi harapan
orang banyak, namun ada. Pekerjaan
bakri ditengah-tengah para pedagang
yang ada di pasar Bintan Center
dianggap sangat menguntungkan
pedagang. Bukan hannya pedagang
yang menganggap kehadiran para
bakri ini menguntungkan termasuk
kalangan masyarakat kecil menengah
kebawah. Hal ini dianggap
menguntungkan karena ada
kemudahan-kenudahan dalam
meminjam yang bersifat membantu
orang baik secara individu dan
kelompok.
Akan tetapi, walaupun para
pedagang dan masyarakat
menganggap bakri ini dapat
memberikan berbagai kemudahan
dalam meminjam, pada kenyataannya
pekerjaan bakri dinilai negatif oleh
para pedagang atau masyarakat
maupun lembaga lainnya seperti
agama. Disisi lain lembaga-lembaga
peminjaman yang bersifat formal
seperti bank juga merasa dirugikan
karena dengan adanya bakri, maka
masyarakat menengah ke bawah atau
pedagang sudah lebih memilih bakri.
Keuntungan atau profit yang tadinya
menjadi harapan bank, dan pada
kenyataannya keuntungan tersebut
menjadi milik bakri.
Pekerjaan bakri sesungguhnya
tidak menjadi harapan orang banyak,
namun keberadaannya tetap ada.
Pekerjaan bakri juga secara tidak
disadari memiliki nilai yang sudah
melanggar nilai seluruh agama dan
nilai- nilai adat yang berlaku akan
tetapi pada kenyataannya hukum
terkait bakri belum berjalan dengan
baik. Hal ini sejalan dengan teori
Robert K. Merton bahwa “fungsi
manifest adalah konsekuensi objektif
yang membantu penyesuaian atau
adaptasi dari system tersebut, sedang
fungsi laten adalah fungsi yang tidak
dimaksudkan atau disadari.
Bakri sering dianggap sebagai
pekerjaan yang melanggar norma atau
perilaku menyimpang dimana
umumnya diasumsikan bahwa
penyimpangan itu disfungsional untuk
masyarakat. Namun, beberapa bentuk
penyimpangan yang dilakukan oleh
bakri adalah berawal ketika mereka
menolong orang atau dalam hal ini
para pedagang kecil yang ingin
mendapatkan modal pinjaman usaha,
akan tetapi dalam pertolongan tersebut
bakri menetapkan bunga pinjaman
yang sangat tinggi dan harus dilunasi
dengan jangka waktu yang sudah
disepakati. Penyimpangan yang
dilakukan oleh Bakri juga dapat
merangsang berbagai bentuk
perubahan sosial yang direncanakan
untuk memperbaiki ekonomi para
pedagang kecil yang ada di pasar
Bintan Center untuk berhasil.
Dengan adanya Bakri di pasar
Bintan Center telah memiliki fungsi
bagi para pedagang dan para pedagang
tidak perlu lagi repot-repot meminjam
uang ke bank, dengan demikian usaha
dagang yang digeluti dapat beroperasi
setiap harinya dengan baik.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian analisis yang
penulis paparkan tentang para pedagang
kecil yang ada di pasar Bintan Center lebih
memilih meminjam uang kepada Bakri
(rentenir) sebagai modal berdagang
dibandingkan ke bank berikut adalah
kesimpulannya :
Para pedagang kecil yang ada di pasar
Bintan Center lebih memilih meminjam
uang atau modal usaha dagang kepada Bakri
dibandingkan meminjam ke bank karena
para pedagang menganggap meminjam di
bank membutuhkan waktu yang sangat
panjang sepertia danya proses administrasi,
surat agunan berupa tanah, rumah,
kenderaan dan sejenisnya serta survai yang
dilakukan debitur bank. Disisi lain ada para
Bakri yang menawarkan pinjaman modal
usaha dagang dengan persyaratan yang
sangat mudah. Para Bakri memberikan
berbagai kemudahan kepada para pedagang
kecil untuk meminjam cukup hannya dengan
modal percaya antara Bakr idan peminjam
uang sudah bisa diterima pedagang.
Proses peminjaman bisaberlangsung
dalam waktu yang singkat dimana Bakri
mendatangi tempat usaha pedagang di pasar
Bintan Center kemudiaan melihat ada bukti
fisik bahwa benar yang bersangkutan adalah
sebagai pedagang di satu meja atau kios di
dalam pasar tersebut maka mereka akan
saling percaya dan transaksi dapat langsung
dilakukan. Para pedagang sangat terbantu
dengan adanya jasa yang ditawarkan para
Bakri sehingga usaha dagang mereka dapat
berjalan setiap harinya guna memenuhi
kebutuhan keluarga. Bakri dalam hal ini
mempergunakan kesempatan tersebut
sebagai bisnis jangka panjang yang
memberikan keuntungan besar kepada
mereka. Adanya kebutuhan yang sangat
mendesak dari kalangan pedagang kecil
dimanfaatkan para Bakri dengan
menyodorkan pinjaman dengan proses atau
persyaratan yang sangat mudah sehingga
membuat para pedagang lebih memilih
meminjam uang atau modal usaha kepada
Bakri dibandingkan ke bank.
Adanya tekanan ekonomi yang
dialami para pedagang kecil dan terjadi
secara terus menerus menjadikan mereka
menjadi miskin dan mengalami
ketergantungan kepada para Bakri dalam
mempertahankan usaha dagang. Bakri
dengan penetapan bunga pinjaman yang
tinggi yakni sebanyak 20 persen dari
pinjaman pokok semakin membuat parape
dagang tersebut menjadi miskin. Disisi lain
para pedagang kecil yang ada di pasar
Bintan Center menganggap Bakri (rentenir)
adalah patner bisnis. Bakri dalam hal ini
memberikan fungsi yang positif kepada
pedagang dengan memberikan berbagai
kemudahan dalam meminjam modal usaha.
Sebahagian orang ataumasyarakat
yang ada di Tanjungpinang memberikan
berbagai tanggapan negatif terkait
keberadaan Bakri ditengah-tengah pedagang
atau masyarakat pada umumnya. Pekerjaan
ini dianggap sebagai tindakan yang
melanggar norma-norma yang berlaku pada
masyarakat. Akan tetapi para pedagang kecil
yang ada di pasar Bintan Center
menganggap bahwa Bakri memberikan
fungsi yang positif bagi mereka karena
dengan adanya Bakri sebagai tempat
peminjaman mereka maka usaha dagang
dapat berjalan terus menerus sehingga
mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga
dan anak-anak.
B. Saran
Adapun saran yang dapat dilakukan
olehpara pedagang kecil yang ada di pasar
Bintan Center agar mereka tidak selalu
menggantungkan diri kepada Bakri sebagai
berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah
setempat agar bantuan usaha yang
digulirkan pemerintah bagi para
pelaku usaha kecil dan menengah
tepat sasaran bagi yang berhak
menerimanya. Para pedagang
kecil berharap bantuan usaha kecil
dan menengah dari pemerintah
tertuju kepada orang-orang yang
berhak menerimanya, misalkan
mereka-mereka yang merupakan
pedagang kecil dan masih
mengontrak. Bantuan usaha kecil
dan menengah cenderung diterima
oleh orang-orang yang mampu
secara ekonomi karena memiliki
keterikatan secara solidaritas baik
sebagai rekanan, kenalan, sahabat
serta keluarga. Dengan demikian
program pemerintah dengan
menggulirkan bantuan usaha kecil
dan menengah tidak tepat sararan.
2. Pihak pemerintah menyediakan
koperasi peminjaman uang atau
modal bagi para pedagang
layaknya koperasi unit desa
(KUD) yang pernah ada pada
masa pemerintahan Presiden
Soeharto untuk para petani
diseluruh pelosok nusantara.
Namun dalam hal ini para
pedagang berharap ada kopersasi
khusus bagi pedagang kecil yang
disediakan pemerintah dengan
tidak memberlakukan bunga
tinggi seperti di bakri dan bank.
Akan tetapi peminjam hannya
dimodali dan modal yang
dipinjam itu akan dikembalikan
tanpa bunga akan tetapi ada yang
namanya administrasi.