18
Kakaomerupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. Pada tahun 2008 kakao tercatat memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 1150 juta, yang merupakan penghasil devisa terbesar ketiga di sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Indonesia adalah salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi deficit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik karena Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Namun kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah. Selama ini, biji kakao Indonesia merupakan batas standar mutu ekspor-impor biji kakao. Bahkan di Amerika Serikat, biji kakao Indonesia selalu mendapatkan penahanan (automatic detention) karena sering ditemukan jamur, kotoran, serangga dan benda-benda asing lainnya. Hal ini telah menyebabkan kerugian yang cukup besar. Potensi kerugian biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat akibat mutu rendah sebesar US$ 301,5/ton, dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai diskon US$ 200/ton atau 10-15% dari harga pasar (Anonim c , 2009).

Fermentasi Kakao

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Banyak sekali hal yang diperhatikan saat melakukan fermentasi pada kakao. Dalam paper ini cukup tertera jelas hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi kakao.

Citation preview

Page 1: Fermentasi Kakao

Kakaomerupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. Pada

tahun 2008 kakao tercatat memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 1150 juta, yang

merupakan penghasil devisa terbesar ketiga di sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan

karet.

Indonesia adalah salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%)

dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa

Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara

konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi deficit sekitar 50 ribu ton per tahun

(Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik karena Indonesia berpotensi

untuk menjadi produsen utama kakao dunia.

Namun kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah. Selama ini, biji kakao

Indonesia merupakan batas standar mutu ekspor-impor biji kakao. Bahkan di Amerika Serikat,

biji kakao Indonesia selalu mendapatkan penahanan (automatic detention) karena sering

ditemukan jamur, kotoran, serangga dan benda-benda asing lainnya. Hal ini telah menyebabkan

kerugian yang cukup besar. Potensi kerugian biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat akibat

mutu rendah sebesar US$ 301,5/ton, dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai

diskon US$ 200/ton atau 10-15% dari harga pasar (Anonimc, 2009).

Tabel 1. Potensi Kerugian Harga Biji Kakao Indonesia ke Amerika Serikat Akibat Mutu Rendah

No Uraian Jumlah

(US$/ton)

1. Kerugian Langsung :

Diskon harga

Sewa gudang & bunga

modal karena punundaan

biji

Biaya fumigasi

Biaya

pembersihan/cleaning

87,5

70,0

5,0

 

6,0

6,5

2. Kehilangan peluang 200,0

Page 2: Fermentasi Kakao

premium

3. Biaya handling lainnya 14,0

  Total Kehilangan 301,5

(Anonimc, 2009)

Rendahnya mutu kakao Indonesia ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1.Kualimortas tanaman kakao Indonesia yang menurun, karena kebanyakan kakao di Indonesia

telah menua

2.Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) dan hama PBK (Penggerek Buah Kakao) yang

menyerang kebanyakan perkebunan kakao di Indonesia

3.Biji kakao Indonesia jarang yang difermentasi terlebih dahulu, padahal mutu biji yang telah

difermentasi lebih baik daripada yang belum difermentasi

4.Teknologi pasca panen yang masih sederhana dan mesin pengolahan yang telah tua

5.Sarana dan prasarana pendukung yang kurang, seperti gudang; pasokan listrik yang kurang;

transportasi dari, ke dan di dalam kebun, tempat pengolahan dan menuju negara pengekspor

yang masih buruk. (Anonimb, 2009)

Pada tanggal 23 November 2009, bertempat di Lapangan Andi Djemma, Belopa, Kabupaten

Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan, Menteri Pertanian Ir. Suswono, MMA telah merencanakan

Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk mendukung Industri Dalam Negeri†ini memiliki�

arti yang sangat strategis dalam upaya mendorong peningkatan pembangunan agroindustri kakao

nasional, khususnya dalam upaya meningkatkan produksi kakao fermentasi, bermutu dan

memiliki nilai tambah, sekaligus dapat menyediakan bahan baku industri dalam negeri secara

berkelanjutan (Anonimf. 2009).

Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal

dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok

untuk blending (proses dimana beberapa jenis kakao yang berbeda bisa dicampur dan

mendapatkan paduan rasa yang tepat).

Fermentasi merupakan proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme

pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan

mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan

penambahan kultur starter (biang), karena pulp/daging kakao yang mengandung banyak glukosa,

Page 3: Fermentasi Kakao

fruktosa, sukrosa dan asam sitrat sudah dapat mengundang terbentuknya pertumbuhan

mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.

Fermentasi

Tahapan pengolahan pasca panen kakao sebagai berikut :

1.Buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan.

2.Biji dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan berupa keranjang yang

dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu. Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil

untuk drainase dan aerasi.

3.Biji yang dimasukkan dalam kontainer tidak diisi secara penuh, sisakan 10 cm dari atas dan

permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah

permukaan biji dari kekeringan.

4.Simpan kontainer di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp juices yang

dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp).

5.Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2-6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan

memindahkannya ke kotak lain.

 

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji,

mengurangi rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao dan kacang

(nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak

akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.

Fermentasi biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu anaerob dan aerob. Keberadaan asam sitrat

membuat lingkungan di sekitar pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi

dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan

bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan yaitu etanol, asam laktat, dan asam asetat

yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

Selama proses fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah

endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol

oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan

degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa yang berupa asam amino, peptida dan

gula pereduksi akan membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi

pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian (Anonimd, 2009).

Page 4: Fermentasi Kakao

 

Pasca Fermentasi

Selanjutnya biji kakao dikeringkan untuk menghentikan proses fermentasi. Pengeringan

dilakukan sampai kadar air menjadi 7 - 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %).

Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan dn pengolahan lanjutan menjadi

lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dapat

dilakukan secara tradisional menggunakan sinar matahari selama 14 hari, sedangkan dengan

oven pengeringan selama 2 - 3 hari dengan temperature 45 - 600C.

Setelah pengeringan, biji kakao disortir dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 2100C

selama 10 - 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta

pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

 

Kondisi Saat Ini

Pada saat panen, petani kakao Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat

tanpa fermentasi dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan

dengan proses penjemuran, setelah itu biji siap dijual tanpa memperhatikan kualitas. Langkah

tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui

fermentasi memerlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan

keuntungan dari penjualan. Sedangkan fermentasi yang merupakan kunci penting untuk

membentuk cita rasa pada cokelat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya

fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan pada petani.

 

Terdapat perbedaan harga jual yang cukup signifikan antara biji kakao fermentasi dan non

fermentasi. Perbedaan itu berkisar antara Rp.5.000 - 6.000 per kg yang cukup memberikan

keuntungan buat petani jika melakukan proses fermentasi terlebih dahulu (Anonime, 2009).

 Bahkan saat ini Pemerintah sudah menghimbau beberapa pabrik pengolah kakao untuk

membeli kakao fermentasi dengan harga optimal. Salah satunya Perusahaan di Tangerang telah

bersedia menambahkan harga bagi biji kakao fermentasi sebesar 0,5% dari harga beli premium

yang berpatok pada harga impor biji kakao (Anonima, 2009).

Harga kakao di pasaran dunia terus menunjukkan tren meningkat, menurut Dirjen Perkebunan Ir.

Achmad Mangga Barani, MM di Jakarta. Per tanggal 26 November 2009 di bursa berjangka ICE

Page 5: Fermentasi Kakao

Futures New York, harga kakao naik menjadi US$3.300 per ton dari US$3.200 per ton hari

sebelumnya. Adapun di London, Inggris, harga kakao menjadi 2.175 poundsterling per ton.

Sedangkan di Indonesia, harga kakao di Makasar telah menembus sekitar Rp.29.000 per kg,

padahal minggu sebelumnya masih berkisar di Rp.25.000 per kg.

Adapun Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Prof.Dr.Ir. Zaenal Bachrudin, MSc

menyebutkan proses fermentasi akan memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing biji kakao

Indonesia. Biji kakao yang bermutu rendah dikarenakan sebagian besar tercampur jamur dan

kotoran. Sehingga memiliki citra kurang baik di pasar internasional maupun domestik. Hal ini

karena proses pengeringan tak melalui fermentasi terlebih dahulu.

Pengolahan biji kakao dengan fermentasi sesungguhnya tidak mahal atau cost production yang

relatif rendah, karena fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak

memerlukan treatment khusus, hanya memerlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang

penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai.

 

Keuntungan  Kakao Fermentasi

Proses fermentasi kakao sebelum diekspor ini dinilai penting untuk meningkatkan daya saing

kakao nasional. Juga untuk menjawab peluang tren kenaikan harga komoditas perkebunan

andalan itu di pasar dunia. Kualitas kakao akan terpengaruh langsung, aroma dan warna biji

kakao akan optimal. Selain itu, biji kakao fermentasi menjadi dapat dimanfaatkan mulai dari

lemaknya, bungkil, dan pastanya. Sedangkan kakao non fermentasi hanya dapat diambil

lemaknya saja.

Keadaan alam Indonesia merupakan potensi awal produksi kakao Indonesia, namun produksi

yang optimal tidak bisa mengandalkan sumber daya saja, tapi dibutuhkan sumber daya manusia

yang baik, kepedulian Pemerintah serta modal yang cukup. Produksi yang optimal bukan hanya

dalam bentuk kuantitas namun juga kualitasnya. Mutu kakao harus ditingkatkan untuk

mendapatkan kembali kepercayaan pasar dunia.

Kebijakan pengembangan kakao pada saat ini dan di masa depan harus diarahkan kepada upaya

mewujudkan agroindustri kakao yang berdaya saing dan berkeadilan, sehingga dapat

memberikan kesejahteraan bagi pelaku usahanya, khususnya petani secara berkelanjutan.

Menteri Pertanian pun mengharapkan agar penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib

bagi biji kakao dan dapat diterapkan mulai tahun 2010 yang akan datang (Anonimd, 2009).

Page 6: Fermentasi Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk

peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao

dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan

dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011,

ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai

Page 7: Fermentasi Kakao

4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit

sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik

bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao

dunia.

Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas

3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji

kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah.

Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional

dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor

kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk

kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus

menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang

mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).

Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao

Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama

yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan

biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao.

Coklat

Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal

dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok

untuk blending.

Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme

pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan

Page 8: Fermentasi Kakao

mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan

penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa,

fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga

terjadi fermentasi.

Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp

dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat

bervariasi, diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan

kontainer kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp

juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada umumnya, dasar kontainer

memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10

cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan

panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan

selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji,

mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat)

dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak

difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji

sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan

fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan

menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi

oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa

etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak

berkecambah.

Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease,

aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan

glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi

pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi)

membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis)

selama penyangraian.

Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan

dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %).

Page 9: Fermentasi Kakao

Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya

menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur.

Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan

pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.

Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian

pada suhu 210 C selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji

serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

Pada saat panen, petani coklat Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat

tanpa fermentasi dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan

dengan penjemuran, dengan demikian biji siap dijual tanpa memerhatikan kualitas. Langkah

tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui

fermentasi diperlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan

keuntungan dari penjualan, sedangkan fermentasi merupkan kunci penting untuk memberikan

cita rasa coklat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao

perlu disebarluaskan pada petani coklat.

Produk yang melalui proses fermentasi sehingga diperoleh cita rasa coklat yang sesungguhnya

dengan cost production yang relatif rendah. Fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan

tidak memerlukan treatment khusus, hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang

penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai.

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan penting yang banyak mempunyai kegunaan

antara lain bubuk kakao sebagai bahan baku pembuatan kue, permen, wheat, pengoles roti,

makanan kecil lainnya: nata de cacao sebagai minuman/makanan penyegar serta lemak kakao

yang dipakai sebagai bahan pembuatan kosmetik. Peningkatan mutu kakao dilakukan dengan

teknologi pengolahan kakao seperi proses fermentasi dan pe-ngeringan. Tetapi teknologi

pengolahan kakao belum dilakukan sesuai anjuran, akibatnya mutu kakao yang dihasilkan masih

rendah.

Rendahnya mutu tersebut mengakibatkan kakao Indonesia hanya dipakai sebagai bahan

campuran makanan cokelat maksimal 10 % ( Ducan and Veldsman, 1993 ). Fermentasi adalah

proses yang mutlak dilakukan agar terbentuk perisa ( flavour ) dan aroma biji kakao yang baik.

Sedangkan pengeringan adalah merupakan proses penunjang agar hasil fermentasi yang baik

Page 10: Fermentasi Kakao

tetap baik hingga sudah pengeringan berakhir.

Tahap-Tahap Pengolahan Biji Kakao

Panen

Buah Kakao sebaiknya dipetik saat matang, karena mempuyai kondisi fisiologi yang optimal

dalam hal pembentukan senyawa penyusun lemak i dalam biji. Buah yang dipanen terlalu tua

menyebabkan prosentase biji cacat bertambah karena pada buah tua, biji-biji yang telah

berkecambah. Sedangkan buah yang dipanen mudah, biji kakao mempunyai rendemen lemak

rendah dan banyak menghasikan biji pipih, kuit biji kakao cenderung tinggi dan menghasilkan

cita rasa khas coklat yang tidak maksimal ( Rohan, 1963 ).

a. Sortasi Buah

Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah-buah sehat dan buah-buah rusak agar buah yang

sehat tidak tercemar oleh buah-buah yang rusak, supaya biji kakao yang dihasilkan bermutu

tinggi.

b. Pengupasan Buah

Bertujuan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasenta. Biji

ditampung pada tempat yang bersih dan kulit serta plasentanya dibenamkan di kebun. Buah-buah

yang rusak dikupas tersendiri dan difermentasikan sendiri, terpisah dari buah-buah sehat. Kulit

buah langsung dibenamkan dikebun untuk menghindari penyebaran hama di kebun. Pemecahan

buah dilakukan dengan golok dan harus hati-hati untuk menghindari biji terpotong/terbelah, biji

cacat mudah terinfeksi oleh jamur. Biji-biji yang telah dikupas segera dimasukkan ke dalam bak

fermentasi. Keterlambatan atau penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada

mutu karena terjadi pra fermentasi biji kakao secara tidak terkontrol ( Chatt, 1953 dan Jones,

1987 ).

C. Fermentasi

Page 11: Fermentasi Kakao

Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat

yang ada dalam biji kakao ( Clapperton, 1994 ). Beberapa hal penting untuk kesempurnaan

proses fermentasi adalah berat biji yang akan difermentasi, pengadukan ( pembalikan ), lama

fermentasi dan rancangan kotak fermentasi. Untuk skala kecil ( 40 Kg ) diperlukan ukuran peti

masing-masing panjang dan lebar 40cm serta tinggi 50cm. Fermentasi dapat dilakukan dalam

skala besar, kelompok tani, atau pertanian, tergantung dari jumlah biji yang akan

difermentasikan. Prinsip atau cara kerjanya sama saja yaitu :

Biji Kakao basah dimasukakkan ke dalam peti/kotak fermentasi. Lamanya fermentasi sekitar 5

hari, tiap hari dilakukan pembalikan agar suhunya tidak terlalu tinggi.

Pada hari 1 - 2 fermentasi dilakukan pada peti fermentasi I.

Pada hari ke tiga biji kakao dipindahkan ke peti II dan berlangsung sampai hari kelima.

Pemindahan dari peti I ke peti II sekaligus berfungsi sebagai proses pembalikan biji.

Pada hari kelima fermentasi berakhir, biji kakao kemudian dijemur diatas para-para bambu.

Teknologi Pengeringan Kakao Skala kelompok dengan sistem Para-para

Para-para dapat dibuat dari bambu dengan ketinggian kurang lebih 0,5 meter dsri permukaan

tanah. Ukurannya disesuaikan dengan jumlah biji yang akan dijemur. Untuk skala kecil, lebarnya

1 meter dan panjang 4 meter. Para-para tersebut diberi atas plastik transparan, yang berfungsi

sebagai pelindung biji dari hujan dan cuaca lembab pada malam hari.

Pengeringan dengan sistem para-para dapat mencegah terjadinya kontaminasi dan proses

pengeringan berlangsung lebih cepat.

Pengeringan dihentikan bila kadar air biji telah mencapai 7 %.