71
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK SKRIPSI ANTON SUSILO F34080076 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Fermentasi Kopi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fermentasi Kopi

PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS

MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI

DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK

SKRIPSI

ANTON SUSILO

F34080076

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: Fermentasi Kopi

PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS

MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN

BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK

Synthesis Civet Coffee Production In Enzymatic Using Xylanolytic Bacteria and Combination

With Proteolytic and Cellulolytic Bacteria

Anton Susilo*, Erliza Noor*, Anja Meryandini.

*Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institute Pertanian Bogor,

Bogor, Jawa Barat, 16680

email: [email protected]

ABSTRACT

Civet coffee is a coffee having a high selling price and produced by civet. The purpose of this research

was to produce civet like coffee by solid state fermentation using bacteria that isolated from civet’s

feces. The research initially was characterized proteolytic bacteria .The fermentation of coffee was

held at 30o and 37o C for 4 days. The inoculum (10%, wet base) using xylanolytic bacteria,

combination xylanolytic and proteoliyic bacteria, and combination xylanolytic, proteolytic, and

cellulolytik bacteria.The best fermentation condition performed by enzyme activity, total sugar,

reduction sugar, weight decrease, and degree of polymerization.The fermentation using xylanolytic

and combination of two bacteria shown best performance at 37o C and 72 hours incubation time.

However, for the fermentation using combination of three bacteria performed best result at 37o C and

72 hours incubation time. In general, the fermentation of coffee result a lower caffeine and oxalic acid

content than original civet coffee. However, the ascorbic acid, butyric acid, and lactic acid shown a

higher value.

Keywords: civet coffee, fermentation, enzymatic, cellulolytic, xylanolytic, proteolytic

Page 3: Fermentasi Kopi

Anton Susilo. F34080076. Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan

Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik Di bawah

Bimbingan Prof.Dr.Ir. Hj. Erliza Noor dan Prof. Dr. Anja Meryandi, M,S.

RINGKASAN

Kopi luwak sintesis merupakan kopi yang diperoleh dengan cara memfermentasi kopi

menggunakan bakteri yang diisolasi dari kotoran luwak serta mengkondisikan proses fermentasi

seperti proses fermentasi kopi luwak alami seperti yang terjadi dalam perut luwak. Output yang

diharapkan yaitu mendapatkan kopi hasil fermentasi yang memiliki kualitas yang mendekati standar

kopi luwak asli.

Bakteri dari kopi kotoran luwak yang digunakan dalam fermentasi kopi digolongkan menjadi

3 jenis bakteri, yaitu bakteri pendegradasi xilan, pendegradasi selulosa, dan pendegradasi protein.

Belum ada satupun kopi di dunia ini yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari

perut luwak. Enzim dalam perut luwak tersebut mampu mengurangi kadar kafein dalam biji kopi,

sehingga tingkat kepahitan dalam kopi luwak tidak sepahit kopi biasa. Kandungan protein merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan kopi terasa pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang

menjadikan kopi tersebut paling enak di dunia. Sumber kenikmatan kenikmatan kopi luwak terletak

pada proses fermentasi di dalam perut luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji

kopi dimulai saat buah kopi yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di

dalam perutnya, buah kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen yang pada kopi

yang diuraikan dalam perut luwak antara lain potein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi kondisi

operasi (suhu dan waktu) untuk pertumbuhan bakteri penghasil enzim dan mendapatkan komposisi

jumlah enzim yang digunakan agar diperoleh kopi sintesis dengan kualitas yang setara dengan kopi

luwak dan mendapatkan kopi sintesis yang memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dari tingkat

produktivitas kopi luwak yang didapatkan dari proses alami menggunakan luwak.

Pemilihan jenis isolat dan kondisi optimum sebelumnya sudah dilakukan pada jenis bakteri

selulolitik dan bakteri xilanolitik oleh peneliti sebelumnya sehingga pada penelitian saat ini di

fokuskan untuk karakterisasi jenis bakteri proteolitik beserta kondisi optimumnya dalam

memfermentasi kopi.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sri Laksmi Dewi dari Departemen Biologi

FMIPA IPB diperoleh 2 jenis isolat yang akan digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi

padatahapan fermentasi kopi. Bakteri yang terpilih adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3) untuk

bakteri xilanolitik dan Proteus penneri (FLS 1) untuk pendegradasi selulosa dengan waktu

eksponensial pada jam ke-18.Kedua isolatini memiliki waktu starter yang berbeda dimana isolat FLX

3 memiliki waktu starter pada jam ke-22 dari waktu awal isolat tersebut diisolasikan sedang waktu

starter FLS 1 untuk difermentasikan adalah pada jam ke-18.

Penelitian yang dilakukan pada dua tahap, tahap pertama adalah karakterisasi isolat dan

fermentasi kopi menggunakan isolat terpilih. Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan pada 2 isolat

yaitu Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Hasil dari penelitian

menunjukkan waktu terbaik untuk proses fermentasi menggunakan bakteri proteolitik FLP 1 adalah

jam ke-18 berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim. Terpilihnya FLP 1 sebagai isolat untuk

Page 4: Fermentasi Kopi

fermentasi setelah dikarakterisasi didasari oleh aktivitas enzim optimum FLP 1 (1.40 unit/ml) yang

lebih tinggi dibandingkan dengan FLP 2 (0.50 unit/ml).

Fermentasi kopi dilakukan dengan metode fermentasi padat dan dilakukan dengan tiga

perlakuan utama yaitu fermentasi menggunakan bakteri FLX 3 sebagai isolat yang diinokulasikan

pada substrat kopi, fermentasi menggunakan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan fermentasi

menggunakan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1, dan FLP1 sebagai isolat yang diinokulasikan pada

substrat kopi. Fermentasi di lakukan selama 4 hari dengan perlakuan suhu suhu inkubasi yang

dibedakan menjadi 2 yaitu suhu 30o C dan suhu 37o C.

Berdasarkan aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan derajat polimerisasi,

maka diperoleh suhu optimum fermentasi pada suhu 37o C untuk fermentasi menggunakan bakteri

xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan isolat proteolitik adalah 37o C.

Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik diperoleh suhu optimum yang

berbeda yaitu pada suhu 30o C.

Hasil optimum dari masing-masing perlakuan berdasarkan susut bobot, gula pereduksi, gula

total, dan derajat polimerisasi diperoleh pada fermentasi pada suhu 37o C selama 72 jam untuk

fermentasi menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan

isolat proteolitik. Pada perlakuan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan

proteolitik hasil optimum diperoleh pada saat fermentasi pada 30o C selama 72 jam.

Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji kopi

yamg signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan peningkatan asam

askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan asam laktat serta

penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi menggunakan ketiga isolat.

Kata Kunci : kopi luwak, fermentasi, isolat, xilanolitik, selulolitik, proteolitik

Page 5: Fermentasi Kopi

PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS

MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI

DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANTON SUSILO

F34080076

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: Fermentasi Kopi

Judul Skripsi : Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan

Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan

Selulolitik

Nama : Anton Susilo

NIM : F34080076

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Erliza Noor) (Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.)

NIP. 19600201 19870 3 002 NIP. 19620327 198703 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Indrasti)

NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus :

Page 7: Fermentasi Kopi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Produksi Kopi

Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan

Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen

Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi

ini.

Bogor, Januari 2013

Yang membuat pernyataan

Anton Susilo

F34080045

Page 8: Fermentasi Kopi

© Hak cipta milik Anton Susilo, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,

sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.

Page 9: Fermentasi Kopi

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Jember, Jawa Timur, 3 Mei 1989 dari pasangan Sukrisno

dan Sudarni sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis

menamatkan pendidikan jenjang sekolah dasar di SDN 1 Garahan,

Kabupaten Jember, Jawa Timur (2002), jenjang menengah pertama di

SMPN 1 Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2005), jenjang menengah

atas di SMAN 2 Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2008).

Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya ke jenjang sarjana

Teknologi Industri Pertanian dibawah Departemen Teknologi Industri

Pertanian (TIN), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), Institut

Pertanian Bogor (IPB). Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif

diberbagai kegiatan non-akademik seperti himpunan profesi mahasiswa teknologi industri

(HIMALOGIN) sebagai anggota. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar seperti pelatihan

Good Laboratory Practices (GLP) dan pelatihan penulisan dan penyajian karya tulis ilmiah. Penulis

pernah menerima beasiswa Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM). Penulis melaksanakan praktik

lapangan di PG. Semboro PTPN XI (PERSERO) Jawa Timur dan menyelesaikan tugas akhir

penelitian dengan judul “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri

Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” dibawah bimbingan Erliza

Noor dan Anja Meryandini.

Page 10: Fermentasi Kopi

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang senantiasa selalu

memberikan rahmat, nikmat, serta karuniaNya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul; “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan

Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik”. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan

penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dengan ikhlas dan senang hati

membantu baik dalam bentuk dukungan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor dari Departemen Teknologi Industri Pertanian selaku dosen

pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan

mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. Anja Meryandini M.S. dari Departemen Biologi selaku dosen pembimbing kedua

yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

selama penyusunan skripsi.

3. Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian beserta seluruh dosen dan karyawan atas

bantuan dan dukungannya selama menjalani pendidikan.

4. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sukrisno dan Ibunda Sudarni beserta seluruh keluarga;

Adik Mita, Adik Lia, dan Adik Sheza yang selalu memberikan semangat dan doanya.

5. Donatur serta Pengurus beasiswa POM dan BBM, Ibu Indah Yuliasih, dan Ramdhan

Salihudin selaku ketua BEM Fateta yang telah memberikan beasiswa dan bantuan finansial

kepada penulis baik untuk biaya pendidikan maupun biaya untuk penelitian akhir dan

penulisan skripsi.

6. Dinia Wihansah S.Stat yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menemani penulis

dalam mengerjakan penelitian dan memberi masukan tentang ilmu statistika dalam

penyelesaian skripsi.

7. Seluruh teman seperjuangan B.4 di Mahameru yang telah menemani dan berbagi bersama

dalam suka maupun duka selama menjalani pendidikan bersama di IPB selama ini.

8. Seluruh keluarga besar TIN 45 yang telah menemani perjalanan bersama selama mengikuti

pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB.

9. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa

mendukung penulis hingga saat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini belum sempurna. Segala bentuk kritikan dan

saran yang sifatnya membangun penulis harapkan agar untuk kedepannya skripsi ini dapat menjadi

lebih baik lagi. Demikian, semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan

rekan-rekan pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 11: Fermentasi Kopi

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1

1.2. Tujuan ...................................................................................................................... 2

1.3. Ruang Lingkup ......................................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3

2.1. Kopi ......................................................................................................................... 3

2.2. Kopi Luwak .............................................................................................................. 5

2.3. Bakteri Xilanolotik, Selulolitik, dan Proteolitik ......................................................... 6

2.4. Enzim Xilanase, Selulolase, dan Protease .................................................................. 7

2.5. Fermentasi Padat ....................................................................................................... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 11

3.1. Alat dan Bahan ......................................................................................................... 11

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 11

3.3. Metode Penelitian ..................................................................................................... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 15

4.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik................................................................................... 15

4.2. Fermentasi Padat Kopi .............................................................................................. 19

4.3. Analisa Hasil Fermentasi........................................................................................... 20

4.3.1. Aktivitas Enzim .............................................................................................. 21

4.3.2. Kadar Protein ................................................................................................. 25

4.3.3. Aktivitas Spesifik Enzim ................................................................................ 26

4.3.4. Gula Total dan Gula Pereduksi ........................................................................ 27

4.3.5. Derajat Polimerisasi ........................................................................................ 29

4.3.6. Susut Bobot .................................................................................................... 30

4.3.7. Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi ............................................. 31

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 37

5.1. Simpulan .................................................................................................................. 37

5.2. Saran ........................................................................................................................ 37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 38

LAMPIRAN .......................................................................................................................... 41

Page 12: Fermentasi Kopi

ix

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi ............................................................................... 4

2. Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi ................................................................. 5

3. Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2 ............................................................... 18

4. Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulolase hasil fermentasi. 22

5. Tabel 5. Aktivitas enzim protease hasil fermentasi ................................................................. 24

6. Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi ................................................................................. 25

7. Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulase ..................... 27

8. Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi .................................................... 27

9. Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi .................................................................................... 28

10. Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi ............................................................................. 29

11. Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi ...................................................................... 30

12. Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi ................................................................... 31

13. Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik ............................................................................ 35

14. Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease........................................................ 43

15. Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi . 49

16. Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi ...... 51

17. Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi ........................ 52

18. Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi ................ 54

19. Tabel 18. Hasil uji proksimat pada kulit kopi ......................................................................... 56

Page 13: Fermentasi Kopi

x

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Gambar 1. Penampang melintang buah kopi ........................................................................ 4

2. Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi ................................................................... 13

3. Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2 ............................................................. 16

4. Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2 ................................................................ 17

5. Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2 .................................................................... 18

6. Gambar 6. Kadar protein FLP 1 dan FLP 2 .......................................................................... 18

7. Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulolase .............. 23

8. Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi ......................................... 24

9. Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi .......................................................... 26

10. Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat .................................................................. 32

11. Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat ................................................... 34

12. Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi ..................................................... 36

13. Gambar 13. Kurva standar protein ....................................................................................... 45

14. Gambar 14. Kurva standar gula total ................................................................................... 47

15. Gambar 15. Kurva standar xilosa ........................................................................................ 47

16. Gambar 16. Kurva standar gula pereduksi gabungan ............................................................ 48

17. Gambar 17. Penampakan FLP 1 pada media skim milk ........................................................ 57

18. Gambar 18. Penampakan FLP 2 pada media skim milk ........................................................ 57

Page 14: Fermentasi Kopi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. halaman

1. Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan..................................................... 42

2. Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein ........................... 44

3. Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula

pereduksi ................................................................................................................................. 46

4. Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi ....................................................... 59

5. Lampiran 5. Analisa data statistika ........................................................................................... 50

6. Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik ............................................ 57

Page 15: Fermentasi Kopi

1

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kopi merupakan salah satu komoditi yang memberikan devisa cukup besar bagi

negara. Tanaman kopi salah satu tanaman penting yang mempunyai nilai ekonomi dan

dikembangkan secara komersil. Kopi merupakan minuman internasional yang digemari oleh

bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia. Seduhan kopi terkenal sebagai sejenis minuman yang

berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi yang berfungsi sebagai stimulant

atau minuman perangsang kerja saraf sehingga banyak disebut sebagai minuman penyegar. Jenis

kopi yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis kopi robusta dan kopi arabika.

Masing-masing jenis kopi tersebut memiliki keunikan tersendiri. Kopi arabika merupakan jenis

kopi tertua yang dikenal dengan cita rasa terbaik dan banyak dibudidayakan di dunia. Sebagian

besar kopi yang dikonsumsi merupakan hasil olahan kopi jenis ini. Kopi ini tidak tahan terhadap

hama dan penyakit. Kopi robusta merupakan kopi kelas 2 dengan rasa yang lebih pahit, sedikit

lebih asam, dan mengandung kafein yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kopi

arabika. Kopi robusta lebih tahan hama dan penyakit. Jenis kopi lain yang juga dapat ditemui di

Indonesia adalah kopi luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika maupun kopi robusta.

Kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan

melewati saluran pencernaan luwak. Kopi luwak memiliki cita rasa yang unik karena kopi segar

yang telah dimakan oleh luwak mengalami proses fermentasi dalam perut luwak dan hal inilah

yang menyebabkan harga jual kopi luwak ini sangat mahal. Selain rasa khusus yang dimiliki

oleh kopi luwak, faktor lain yang mempengaruhi tingginya harga jual kopi luwak adalah

keterbatasan jumlah kopi luwak yang diproduksi oleh luwak. Agar diperoleh sejumlah kopi

luwak maka diperlukan jenis kopi tertentu sesuai dengan kemauan luwak untuk memakannya.

Biasanya kopi yang disukai oleh luwak merupakan kopi yang memiliki penampakan warna

merah mencolok dan tingkat kematangan buah tertentu. Selain itu luwak yang hidup pada saat ini

jumlahnya sangat terbatas, jadi apabila diharapkan jumlah kopi luwak dalam kapasitas yang

besar sangat tidak memungkinkan. Agar dapat memproduksi dalam skala industri, maka kondisi-

kondisi yang telah disebutkan diatas merupakan kendala yang dapat menghambat proses

produksi dalam skala besar karena pada dasarnya harapan pembangunan industri suatu jenis

produk adalah untuk memperoleh produk dalam jumlah yang maksimum, waktu yang minimum

dan kualitas produk yang baik atau optimum. Selain kelangkaan kopi luwak ini yang

menyebabkan harga jualnya menjadi tinggi terdapat suatu masalah yang menyebabkan kopi

luwak ini menjadi kontroversi yaitu mengenai kehigienisan kopi luwak ini. Beberapa kalangan di

masyarakat mempermasalahkan kehigienisan kopi luwak yang pada dasarnya merupakan biji

kopi sekaligus kotoran dari luwak.

Dari penjelasan diatas maka perlu dicari alternatif solusi agar diperoleh kopi yang

memiliki kualitas setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli dengan produktivitas yang lebih

besar, harga jual yang terjangkau oleh masyarakat sekaligus terjamin kehigienisan dari kopi yang

dihasilkan.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memodifikasi proses

yang menghasilkan kopi luwak atau dengan kata lain membuat kopi luwak secara sintesis dengan

Page 16: Fermentasi Kopi

2

memanfaatkan bakteri pada kotoran luwak sebagai isolat dalam proses fermentasi kopi. Bakteri

yang diperoleh dari kopi luwak diharapkan dapat memberikan suatu proses enzimatis yang

mampu mendegradasi kulit kopi dan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat memberikan

cita rasa ataupun aroma pada biji kopi sehingga kopi hasil hasil fermentasi memiliki kualitas

yang setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli. Kulit kopi tersusun atas beberapa

polisakarida dan protein. Polisakarida yang banyak menyusun kulit kopi adalah xilan dan

selulosa. Oleh karena itu bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan kopi luwak secara

sintetis adalah bakteri pendegradasi xilan, selulosa, dan protein.

1.2. TUJUAN

Tujuan dari penelitian mengenai produksi kopi luwak secara enzimatis menggunakan

bakteri xilanolitik dan proteolitik ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan isolat proteolitik terbaik dari dua isolat proteolitik yang telah diseleksi

dari kotoran luwak.

2. Mendapatkan suhu dan lama waktu fermentasi yang memberikan hasil yang optimum.

3. Mendapatkan hasil fermentasi terbaik dari fermentasi kopi yang dilakukan dengan

menggunakan FLX 3, kombinasi FLX 3 dengan isolat proteolitik terpilih dan

kombinasi FLX 3, isolat proteolitik terpilih dan FLS 1.

1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Karakterisasi isolat proteolitik untuk memilih isolat terbaik dari dua isolat proteolitik yang

telah berhasil diisolasi pada penelitian terdahulu.

2. Produksi kopi luwak sintesis dengan memfermentasi kopi menggunakan isolat xilanolitik

dan isolat xilanolitik yang dikombinasikan dengan isolat proteolitik serta kombinasi antara

isolat xilanolitik, proteolitik dan isolat selulolitik.

3. Analisa hasil fermentasi kopi yang meliputi susut bobot, total gula, gula pereduksi, aktivitas

enzim, kadar protein dan analisa asam-asam organik.

Page 17: Fermentasi Kopi

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KOPI

Menurut Ridwansah (2003), kopi (Coffee sp) adalah suatu jenis tanaman tropis yang

dapat tumbuh baik pada hampir seluruh daerah tropis terkecuali pada tempat-tempat yang

memiliki ketinggian terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin dan di daerah tandus

yang memang tidak cocok untuk pertumbuhannya. Sekitar 50 negara di benua Afrika, Amerika,

dan Asia menghasilkan kopi dari sekian banyak kebun yang terpencar di dataran rendah, dataran

sedang dan pegunungan. Sekitar lebih dari 11.5 juta ha lahan tanaman telah dibudidayakan oleh

sekurang-kurangnya 50 juta keluarga petani perkebunan kopi dihasilkan 3.5 juta ton kopi setiap

tahun untuk memenuhi kebutuhan kopi seluruh penduduk dunia.Pada mulanya orang

memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai bahan minuman yang diseduh dengan

air panas. Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara

penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan cara terlebih dahulu dikeringkan

dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman. Hal utama yang

paling menentukan cita rasa adalah cara pengolahan di pabrik. Penyangraian biji kopi akan

mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya,

bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai

akan mengalami perubahan kimia sehingga menentukan rasa seduhan kopi .Menurut catatan

sejarah, tanaman kopi mulai dikenal pertama kali di Afrika tepatnya Ethiopia dan untuk kali

pertamanya kopi dikenal di Indonesia pada periode tahun antara tahun 1696-1699 yang

diperkenalkan oleh VOC.

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terbagi menjadi 2 golongan yang

terkenal yaitu kopi arabika dan kopi robusta.. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang

tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai

ketinggian sekitar 1.000 m diatas permukaan laut, dan di daerah-daerah dengan suhu sekitar

20oC. Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian

sekitar 1700 m diatas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-16°C. Agar kopi dapat tumbuh

dengan subur diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu

musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pada waktu pemetikan

buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah setelah umur 4-5 tahun tergantung pada

pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun

dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun. Jika pemeliharaan tanaman kopi baik makan akan

menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun.

Kopi memiliki 4 bagian utama, yaitu biji kopi (endosperm), kulit kopi (endokarp),

lapisan lendir (mesokarp), dan dan pulp (eksokarp). Kulit kopi merupakan limbah yang

mengandung hemiselulosa dan protein. Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis. Buah yang

masih muda memiliki penampakan kulit berwarna hijau tua yang kemudian berangsur-angsur

berubah menjadi hijau kuning, kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah hitam kalau

buah itu telah masak sekali. Dalam keadaan masak, daging buah dan rasanya agak manis.

Keadaan kulit bagian dalam, yaitu endokarpnya cukup keras dan kulit ini biasanya disebut kulit

tanduk. Biji buah kopi terdiri atas dua bagian, yaitu kulit biji atau yang lebih dikenal dengan

Page 18: Fermentasi Kopi

4

nama kulit tanduk dan putih lembaga (endosperm). Pada permukaan biji di bagian yang datar,

terdapat saluran yang arahnya memanjang dan dalam, merupakan celah lubang yang panjang,

sepanjang ukuran biji. Sejajar dengan saluran itu , terdapat pula satu lubang yang berukuran

sempit, dan merupakan satu kantong yang tertutup. Di sebelah bawah dari kantong itu terdapat

lembaga (embrio) dengan sepasang daun yang tipis dan dasar akar. Kedua bagian ini berwarna

putih. Buah kopi pada umumnya mengandung 2 butir biji, tetapi kadang-kadang mengandung

hanya 1 butir saja. Pada kemungkinan yang pertama biji-bijinya mempunyai bidang datar (perut

biji) dan bidang cembung (punggung biji). Padakemungkinan yang kedua biji kopi berbentuk

bulat panjang (kopi jantan).Berikut gambar penampang melintang buah kopi :

Gambar 1. Penampang melintang buah kopi (Elias, 1979)

Menurut Elias (1979) pulp kopi memiliki kandungan senyawa-senyawa sumber

karbon, nitrogen, dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Adapun

komposisi kimia kulit kopi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi

Komponen Pulp kopi segar Pulp kopi kering Fermentasi alamiah

dan kering

Air 76.7 12.6 7.9

Bahan Kering 23.3 87.4 92.1

Serat 0,48 2.5 2.6

Protein 3.4 21.0 20.8

Abu 2.1 11.2 10.7

Ekstrak bebas N 15.8 8.3 8.8

Sumber. Elias (1979)

Elias juga menjelaskan bahwa dalam pulp kopi juga terdapat komponen organik lain

yang mempengaruhi cita rasa dan kualitas biji kopi setelah dipisahkan dengan kulitnya.

Komponen organik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 19: Fermentasi Kopi

5

Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi

Komponen Persentase

Tanin 1.80-8.56

Pektin 6.5

Gula pereduksi 12.4

Gula non pereduksi 2.0

Kafein 1.3

Asam khlorogenat 2.6

Asam kafeat 1.6

Sumber : Elias (1979)

2.2. KOPI LUWAK

Menurut Buldani (2011), kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi

yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Secara sederhana, kopi luwak

adalah kopi yang dihasilkan oleh binatang luwak. Kopi luwak berasal dari biji kopi arabika atau

kopi robusta yang sudah melewati proses fermentasi secara alami dalam perut atau pencernaan

hewan luwak. Kopi luwak adalah buah kopi yang matang di pohonnya yang kemudian dimakan

oleh binatang luwak sehingga mengalami proses fermentasi secara alami dalam pencernaan

luwak selama 8-12 jam. Kopi tersebut dikeluarkan kembali (feses) dalam keadaan utuh. Jadi, di

dalam pencernaan luwak biji kopi tersebut tetap utuh dan tidak tercerna akibat kulit tanduk kopi

yang keras. Luwak hanya melumat zat pemanis (lendir) yang melapisi biji kopi, sedangkan kulit

luarnya tidak dimakan namun di keluarkan lewat bagian samping mulutnya, sehingga kopi yang

ditelanoleh luwak adalah hanya biji kopinya saja. Feses yang keluar masih berupa kopi utuh

dengan bentuk biji kopi.

Indonesia merupakan negara pertama penghasil luwak yang sudah dikenal di dunia.

Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan hewan menyusui (mamalia) yang hidup

nocturnal atau aktif dimalam hari dengan habitat di pepohonan. Luwak termasuk genus

Paradoxurus dan famili Viverridae yang memakan hewan peliharaan, sepert ayam, bebek,

kelinci, dan marmut. Selain itu, luwak juga memakan buah-buahan yang memiliki rasa manis.

Salah satu buah yang sering dicari oleh luwak adalah buah kopi yang benar-benar sudah matang.

Biji buah kopi dilindungi oleh kulit keras sehingga tidak dapat dicerna dengan baik dalam

saluran pencernaan luwak dan dikeluarkan dalam keadaan utuh bersama kotorannya. Selama

proses pencernaan, biji kopi mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami. Proses

pencernaan oleh mikroba yang intensif berlangsung pada bagian usus halus (Intestinum Tenue)

dan bagian usus besar (Colon). Enzim-enzim yang terdapat di saluran pencernaan dipercaya

dapat menghasilkan kopi yang terfermentasi menjadi lebih unik dengan cita rasa dan aroma yang

khas (Panggabean 2011).

Proses fermentasi kopi luwak berasal dari enzim dan bakteri baik dalam perut luwak

yang membuat biji kopi di fermentasi dengan sempurna. Belum ada satupun kopi di dunia ini

yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari perut luwak. Enzim dalam perut

luwak tersebut mampu mengurangi kadar protein dalam biji kopi, sehingga kadar pahit dalam

kopi luwak pun tidak sepahit kopi biasa. Karena kandungan protein kopi lah yang membuat kopi

Page 20: Fermentasi Kopi

6

tersebut pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang menjadikan kopi tersebut paling

nikmat di dunia. Ternyata sumber kenikmatan ini terletak pada proses fermentasi di dalam perut

luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji kopi dimulai saat buah kopi

yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di dalam perutnya, buah

kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen pada kopi yang diuraikan dalam

perut luwak antara lain protein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral. Kenikmatan kopi luwak

juga dipengaruhi oleh faktor berbagai rangkaian proses fermentasi dan pengolahannya. Adapun

faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Buah yang dikonsumsi oleh luwak merupakan buah kopi yang sudah matang optimal yang

kemudian akan disortir kembali oleh luwak berdasarkan indera penciumannya.

2. Proses pengupasan kulit buah oleh sistem pencernaan luwak hasilnya lebih baik

dibandingkan dengan pengupasan kulit buah menggunakan proses pengolahan kering atau

pengolahan basah oleh manusia.

3. Proses fermentasi pelepasan senyawa lendir yang terdapat pada kulit tanduk biji kopi

berjalan sempurna oleh sistem pencernaan luwak.

4. Tempering atau pendinginan secara bertahap atau perlahan-lahan dapat membantu proses

fermentasi sempurna. Dengan mengeringkan feses dengan cara mengangin-anginkan akan

menghasilkan kopi yang lebih baik.

Karena berbagai proses dan faktor di atas, menjadi kopi luwak sangat sulit diproduksi secara

besar-besaran. Dengan demikian harga kopi luwak juga menjadi sangat mahal, bahkan menjadi

kopi termahal di seluruh dunia. Kepopulerannya telah merambah ke seluruh penjuru dunia

karena rasanya yang sangat “spesial” tersebut (Pangabean 2011).

2.3. BAKTERI XILANOLITIK, SELULOLITIK, DAN PROTEOLITIK

Mikroorganisme memiliki peran yang cukup besar dalam siklus berbagai unsur seperti

siklus karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur yang lain. Peran mikroorganisme menjadi

penting karena dapat menjaga keseimbangan unsur-unsur yang ada di alam (Akhdiya 2003).

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sri Laksmi Dewi pada tahun 2011,

dijelaskan bahwa pada kotoran luwak ada tiga kelompok besar bakteri yang berhasil diseleksi

pada jenis-jenis media berbeda yaitu bakteri selulolitik (FLS 1), xilanolitik (FLX 3), dan

proteolitik (FLP 1 dan FLP 2).Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan

enzim selulase sehingga mampu mendegradasi selulosa.Bakteri xilanolitik merupakan bakteri

yang mampu menghasilkan enzim xilanase sehingga mampu mendegradasi xilan.Bakteri

proteolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease sehingga mampu

mendegradasi protein.Setiap bakteri yang telah lolos seleksi memiliki karakteristk yang berbeda-

beda seperti aktivitas enzin, aktivitas enzim spesifik, dan kurva tumbuh.Dari ketiga kelompok

bakteri tersebut bakteri yang berhasil di karakterisasi hanya bakteri xilanolitik dan selulolitik.

Hasil karakterisasi, berdasarkan kurva tumbuh maka dapat dilihat fase eksponesial untuk bakteri

selulolitik adalah pada jam ke 18-22 sedangkan waktu awal untuk mengisolasikan bakteri

xilanolitik dalam fermentasi kopi adalah pada jam ke 20-24. Dari hasil identifikasi ketiga bakteri

diketahui bahwa FLX 3 adalah Stenotropomonas sp MH34, FLS 1 adalah Proteus penneri,

FLP 1 adalah Bacillus aerophilus, dan FLP 2 adalah Stenotropomonas sp MH3.

Page 21: Fermentasi Kopi

7

2.4. ENZIM XILANASE, SELULASE DAN PROTEASE

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun atas serangkaian asam amino dalam

komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan industri. Jenis atau macam-macam enzim yang ada saat ini sudah cukup banyak dan

penggunaanya juga sudah cukup luas. Beberapa enzim yang banyak digunakan antara lain enzim

selulase, xilanase, pektinase, protease, enzim pendegradasi lemak dan lain-lain (Richana et al

2004).

Enzim xilanase merupakan enzim kompleks yang terdiri atas 1,4-β-endoxilanase, β-

xilosidase, α-L-arabinofuranosidase, α-glukuronidase, asetil xilan esterase dan asam fenolat

(asam ferulat dan asam fumarat) esterase. Salah satu persyaratan utama menggunakan susbtrat

untuk produksi xilanase adalah kandungan xilan yang tinggi, yang biasanya ditunjukkan oleh

kandungan hemiselulosanya. Xilan merupakan hemiselulosa yang merupakan polimer dari

pentosa atau xilosa dengan ikatan ß-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit.

Hemiselulosa sendiri merupakan polimer dari monomer gula (gula-gula anhidro) yang dapat

dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), pentosa

(xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat dan

galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Rantai utama hemiselulosa dapat

hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat terdiri

dua atau lebih monomer (heteropolimer), misalnya glukomanan (Kulkarni et al., 1999)..

Menurut Richana (2007) , kebanyakan xilanase murni hanya memiliki satu aktivitas,

namun beberapa lignoselulolitik enzim dilaporkan memiliki spesifisitas substrat yang luas.

Semula diduga hal itu disebabkan oleh tidak murninya enzim dan substratnya. Namun penelitian

lebih mendalam menunjukkan bahwa beberapa enzim yang dimasukkan dalam famili 16; 52 dan

62 merupakan enzim bifungsional yang memiliki 2 katalitik domain dimana salah satunya

merupakan katalitik domain dari xilanase famili 10 atau 11.

Xilanase juga diketahui memiliki aktivitas lain selain aktivitas xilosidase. Xilanase

Clostridium stercorarium mampu menghidrolisis substrat p-NP- β-D-xilopiranosida dan p-NP-α-

L-arabinopiranosida (Xilanase Clostridium cellulovorans diketahui memiliki aktivitas glikosil

hidrolase famili 11 dan asetilxilan esterase. Kecambah Hordeum vulgare L menghasilkan β-D-

xilosidase dan α-L-arabinofuranosidase dengan BM yang sama (67 kDa) tetapi memiliki pI

berbeda. Masing-masing enzim tersebut dapat menghidrolisa substrat p-NP-β-D-xilosida dan p-

NP-α-L-arabinofuranosida tetapi efesiensi katalitiknya berbeda. Aktivitas β-D-xilosidase

terhadap p-NP-β-D-xilosida 30 kali lipat aktivitasnya terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida,

sedangkan aktivitas α-L-arabinofuranosidase terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida hanya sedikit

lebih tinggi dibandingkan aktivitasnya terhadap p-NP-β-D-xilosida. Xilanase (Xyl2 dan Xyl3)

Streptomyces sp. strain S38 juga mampu menghidrolisa substrat p-NP-xilosida dan p-NP-

selobiosida sedangkan Xyl1 tidak (Sanghi et al 2009).

Struktur dasar molekul selulosa adalah suatu polimer yang tersusun dari 8 sampai 12

ribu unit glukosa yang masing-masing diikat oleh β-1,4-glikosidik (Enari 1983 didalam Fikrinda

et al. 2000). Ikatan glikosidik tersebut pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer

glukosa. Proses pengubahannya dilakukan dengan cara hidrolisis asam atau secara biologis

melalui aktivitas enzim selulase (Hardjo et al., 1989). Enzim selulase dikelompokkan

berdasarkan spesifisitas aktivitasnya terhadap substrat yaitu endoglukanase, selobiohidrolase,

dan eksoglukohidrolase. Ketiga enzim tersebut bekerja sama dalam mengurai selulosa.

Page 22: Fermentasi Kopi

8

Bagian amorf selulosa dapat dihidrolisis dengan cepat, dan kecepatan hidrolisis ini

akan menurun karena semakin banyaknya daerah kristal pengikat selulosa. Enzim endoglukanase

(CMC-ase) bekerja pada bagian amorf selulosa yang sangat mudah mengalami hidrolisis.

Kecepatan hidrolisis senyawa komplek seperti selulosa oleh selulase, ditekankan kepada

aktivitas glukanase atau endoglukanase yang merupakan salah satu komponen utama dari enzim

selulase dan mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik secara acak (Enari 1983 didalam

Fikrinda et al. 2000). Enzim glukanase tidak memutus ikatan selobiosa, tetapi menghidrolisis

selodekstrin. Glukanase juga menghidrolisis selulosa yang sebelumnya telah dihidrolisis

ikatannya oleh asam fosfat menjadi ikatan selulosa yang mudah tersubstitusi, contohnya adalah

carboxymethylcellulose (CMC) dan hydroxyethyl-cellulose (HEC).

Akses enzim selulase terhadap selulosa pada lignoselulosa menjadi yang penting

dalam degradasi selulosa. Selulosa memiliki akses baik eksternal (dipengaruhi oleh bentuk dan

ukuran particle) dan internal (struktur kapiler pada fibers). Pada lignoselulosa yang tidak

dilakukan pretreatment hanya sedikit pori yang dapat digunakan sebagai akses enzim selulase

terhadap sustrat. Pada pretreatment yang dilakuan untuk menghilangkan hemiselulosa

menunjukan terjadi peningkatan pori dan terdapat permukaan spesifik. Hasil hidrolisis berkaitan

dengan volume pori yang digunakan dalam akses enzim selulase. Pada beberapa penelitian

diketahui bahwa pengeringan lignoselulosa menurunkan kapileritas sel dan menurunkan pori

sehingga menurunkan efektifitas enzim selulase. Kandungan lignin dalam lignoselulosa dan

persebarannya mempengaruhi degradasi selulosa. Kemampuan degradasi selulosa oleh bakteri

berbeda dengan kemampuan degradasi fungi dalam mendegradasi selulosa. Bakteri memiliki

kecenderungan untuk mendegradasi selulosa crystalline dibandingkan dengan sisi amorphous,

dan kemampuan ini dimiliki oleh hampir semua bakteri pendegradasi selulosa baik secara aerob

atau anaerob. Namun karena selulosa crystalline tidak dapat didegradasi oleh enzim selulase

tunggal karena sifat selulosa crystalline yang rigrid, maka diduga degradasi selulosa crystalline

dilakukan lebih dari satu enzim. Sedangkan fungi memiliki kecenderungan untuk mendegrdasi

selulosa pada sisi amorphous dibandingkan dengan sisi crystalline (Palonen 2004).

Protease merupakan enzim kompleks yang bekerja dalam proses hidrolisis molekul

protein. Protease adalah kelompok enzim penting dalam industri, terhitung sebanyak 60% dari

penjualan enzim protease di seluruh dunia karena protease memiliki potensi yang sangat berguna

dalam industri. Enzim protease diklasifikasikan sebagai asam, enzim netral dan basa berdasarkan

pH. Pada saat ini protease telah diproduksi dengan dua metode, yaitu fermentasi gabungan

fermentasi substarat padat dan cair yang biasa disebut dengan SmF (Submerged Fermentation)

dan fermentasi substrat padat atau biasa disebut SSF (Solid State Fermentation) (Radhaet al

2012).

Enzim protease dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan maupun mikroorganisme.

Enzim yang berasal dari tanaman maupun hewan memiliki kelemahan apabila digunakan atau

diproduksi, hal tersebut dikarenakan jaringan pada tanaman mengandung bahan yang berbahaya,

seperti senyawa fenolik, faktor fisiologi pada organisme yang membutuhkan waktu sangat lama

dan adanya inhibitor enzim. Enzim protease yang digunakan dalam bidang industri umumnya

diproduksi dari mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme untuk produksi enzim protease

mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya mudah diproduksi dalam skala besar, waktu

produksi relatif pendek serta dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan biaya yang

relatif rendah (Thomas 1989).

Page 23: Fermentasi Kopi

9

Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu

faktor penting dalam usaha produksienzim. Oleh karena itu, eksplorasi mikroorganisme yang

berpotensi sebagai penghasil protease perludilakukan di Indonesia. Keragaman hayati Indonesia

yang tinggi memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan mikroorganisme yang potensial

untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim protease.

Medium yang mengandung kasein merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi

bakteri penghasil enzim protease dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin . Media yang

digunakan untuk skrining bakteri penghasil protease adalah media padat dengan komposisi sama

media isolasi, tetapi ditambah skim milk 2%. Sterlisasi media dilakukan pada suhu 1210 C selama

15 menit jika media di tambah bahan tambahan yang sejenis dengan skim milk, maka sterilisasi

dilakukan selama 10 menit pada suhu 110o C. Media yang sudah streril dicampur dan dituang ke

dalam petri steril, dan didiamkan sempai memadat (Kalaiarasi dan Sunitha 2009).

Kemampuan bakteri terhadap aktivitas proteolitik secara kualitatif diuji dengan

menumbuhkan satu loopfull isolat bakteri pada permukaan media selektif, setelah ditumbuhkan

pada media selektif lalu diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 sampai 48 jam, aktivitas

mikroba dalam mendegradasi protein ditunjukkan dengan adanya zona halo (lingkaran jernih) di

sekitar koloni. Isolat dengan nilai indeks proteolitik tertinggi dilanjutkan dengan uji aktivitas

enzim proteaseProduksi enzim dari bakteri terpilih dapat dilihat menggunakan starter hasil

inokulasi bakteri terpilih dalam media Nutrient Broth (NB) dan telah diinkubasi pada shaker

incubator dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Starter yang telah berumur 24 jamtersebut

di ukur nilai Optical density (OD) pada λ = 660 nm, sampai didapatkan Optical density (OD)

sebesar 0,5.Sebanyak 1% starter diinokulasikanke dalam 20 ml media produksi (media susu skim

dan media Bussnell Hass). Kultur diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 130 rpm

pada suhu kamar selama 3 hari, dan dilakukan pengambilan sampel kultur setiap 4 jam sekali.

Pada setiap pengambilan kultur setelah 4 jam sekali, kultur tersebut disentrifugasi pada

kecepatan 9.000 rpm selama 15 menit yang digunakan untuk memisahkan filtrat atau supernatant

dari biomassa sel. Supernatan yang diperoleh diukur aktivitas proteolitiknya (Putri et al 2012).

Menurut Muthulakshmiet al (2011), mikrorganisme produsen protease seperti bakteri

asam laktat akan tumbuh baik pada suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C

pertumbuhan bakteri pembusuk lebih tinggi dibandingkan bakteri asam laktat.

2.5. FERMENTASI PADAT

Saat ini produksi enzim banyak dilakukan dengan metode fermentasi fasa padat atau

solid state fermentation (SSF). Prinsip dasar SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat

padat basah dengan kadar air rendah atau berada di dalam pori tanpa adanya pergerakan air

namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan

metabolisme mikroba. Proses produksi dengan SSF memiliki beberapa keuntungan jika

dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation. Keuntungan dari sisi

ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah, peralatan dan pengaturan

operasi sederhana diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi, kebutuhan energi yang rendah,

proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih tinggi dan pengendalian

kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi berlangsung. (Prabakhar

2005).

Page 24: Fermentasi Kopi

10

Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses SSF

adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup dan

sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat

sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya

yang dapat mendukung aktivitas mikroba. Kadar air (moisture content) merupakan faktor

terpenting penentu keberhasilan proses SSF. Kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan cara

membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini

berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika

kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel

dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air

proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya

pertumbuhan mikroba terganggu sehingga produksi enzim akan terhambat.

Page 25: Fermentasi Kopi

11

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dalam proses karakterisasi isolat proteolitik dan proses

produksi kopi luwak sintesis adalah spektrofotometer, sentrifuse, laminar Air Flow, Shaker

inkubator, vortex, neraca analitik, Erlenmeyer, pipet mikro, botol Durham, cawan petri, pH

meter, jarum inokulasi, tabung reaksi, autoklaf, penangas air, alat-alat gelas, pisau, blender,

ayakan 40 mesh, dan berbagai peralatan laboratorium mikrobiologi lainnya.

Isolat yang digunakan meliputi isolat yang diperoleh dari peneliti terdahulu dimana

isolat tersebut berasal dari biji kopi yang ada pada feses luwak segar yang diperoleh dari

perkebunan kopi, Dusun Cukul Rt 03/07, Desa Pangalengan Bandung. Identifikasi yang

dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya (2011) terhadap isolat yang digunakan pada penelitian

ini menyebutkan bahwa isolat tersebut adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3), Proteus

penneri (FLS 1), Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Bahan

baku yang digunakan adalah kulit kopi arabika yang berasal dari tempat yang sama dari isolat

yang digunakan. Media penumbuhan isolat adalah media xilan (birchwood) untuk bakteri

xilanolitik, media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk bakteri selulotik, dan media skim

(Skim Milk) untuk bakteri proteolitik. Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl fisiologis,

Asam Dinitro Salisilat, bufer tris, bufer fosfat, fenol 5%, asam sulfat (H2SO4), Larutan BSA

(Bovin Serum Albumin), pewarna folin, larutan tirosin, larutan kasein, akuades, alkhohol 70%,

Larutan Na2CO3 dan larutan Bradford.

3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012 di

Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan

Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB), Laboratorium Departemen Teknologi

Industri Pertanian, Fateta - Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Sea Fast Fateta - Institut

Pertanian Bogor.

3.3. METODE PENELITIAN

Penelitian terdiri atas 2 tahap yaitu tahap pertama adalah karakterisasi isolat

proteolitik FLP 1 dan FLP 2, dan tahap kedua adalah fermentasi kopi menggunakan isolat

terpilih yaitu isolat xilanolitik (FLX 3), kombinasi isolat FLX 3dengan isolat proteolitik terpilih

dan kombinasi FLX 3, isolat selulolitik (FLS 1) dan isolat proteolitik terpilih. Adapun prosedur

untuk masing-masing tahap memiliki kesamaan akan tetapi ada beberapa prosedur pengujian

yang dilakukan pada saat fermentasi kopi tidak dilakukan pada saat karakterisasi isolat

proteolitik. Berikut prosedur pengujian yang dilakukan pada masing-masing tahap.

Page 26: Fermentasi Kopi

12

3.3.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik

Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan dengan pengukuran kurva tumbuh,

aktivitas enzim, kadar protein dan perhitungan jumlah sel isolat yang ditumbuhkan pada

media padat campuran 2,6 gram Nutrient Broth, 1 gram susu skim, dan 4 gram agar di

cawan petri (Lampiran 1).

Pembuatan kurva tumbuh untuk kedua isolat proteolitik dilakukan dengan

peremajaan isolat pada media agar-agar skim milk dicawan petri dan ditumbuhkan pada

suhu ruangan selama ± 48 jam. Isolat yang terbentuk ditumbuhkan pada media cair skim

milk untuk menentukan kurva pertumbuhan melalui pengukuran kekeruhan (Optical

Density) setiap 6 jam menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 620

nm.

Pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein dilakukan dengan

pembuatan inokulum yang dilakukan dengan mengambil 1-2 koloni dan ditumbuhkan

dalam 10 ml media cair skim milk pada tabung reaksi, diinkubasi pada suhu ruang selama

24 jam. Sebanyak 1 ml inokulum dikultivasikan ke dalam masing-masing labu

Erlenmeyer berisi 100 ml media cair skim milk. Inkubasi dilakukan pada shaker

inkubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang. Pengukuran aktivitas enzim

dilakukan setiap 6 jam. Enzim ekstrak kasar diperoleh melalui sentrifugasi kultur pada

3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Enzim ekstrak kasar digunakan untuk

pengujian aktivitas enzim dan kadar protein. Enzim diukur dengan menghitung jumlah

enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µg tirosin (ekuivalen)/menit/ml larutan

enzim dari substrat kasein pada kondisi pengujian tersebut. Prosedur pengujian aktivitas

enzim disajikan pada Lampiran 1. Kandungan protein di uji dengan metode Bradford

(1976) dan menggunakan larutan BSA (0-1 mg/ml) sebagai standar (Lampiran 2).

Selanjutnya perhitungan jumlah sel isolat proteolitik dihitung menggunakan

metode Total Plate Count (TPC).

3.3.2.Fermentasi Kopi

Fermentasi kopi dilakukan dengan menginokulasikan 10 % isolat yang telah

mencapai fase eksponensialnya setelah ditumbuhkan pada media cair ke dalam campuran

5 gram kulit kopi dan 10 gram biji kopi. Kulit kopi dengan kadar air 40% yang telah

dihaluskan hingga 40 mesh dan biji kopi dicampur dalam satu wadah kecil tertutup dan

diinokulasikan isolat terpilih diinkubasi pada suhu 30o C dan 37o C. Jumlah isolat untuk

perlakuan pertama adalah 10 % FLX 3, perlakuan kedua 5 % FLX 3 dan 5% FLP1, dan

perlakuan ketiga 3.4 % FLX 3, 3.3 % FLP 1, dan 3.3 % FLS 1.

Analisa dilakukan setiap 24 jam sekali dan fermentasi dilakukan selama 84

jam. Khusus untuk analisa ke-4 dilakukan 12 jam setelah analisa ke-3. Adapun analisa

yang dilakukan antara lain pengujian aktivitas enzim, pengujian cairan hasil fermentasi

yang meliputi analisa gula total, gula pereduksi, kadar protein, dan pengamatan residu

hasil fermentasi.

Pengujian aktivitas enzim xilanase. Sebanyak 0.05 g kulit kopi ditambah 5 ml

bufer phospat dan 5 ml enzim ekstrak kasar kemudian direaksikan di dalam labu

erlenmeyer 100 ml pada suhu ruangan selama 60 menit. Selanjutnya campuran tersebut

Page 27: Fermentasi Kopi

13

disentrifugasi pada kecepatan 2860 rpm selama 25 menit pada suhu 4o C. Sebanyak 1 ml

supernatan diambil dan ditambahkan 1 ml DNS, lalu diinkubasi pada suhu 100oC selama

15 menit. Sampel diukur aktivitas enzimnya dengan menghitung pembentukan gula

sederhana dengan metode DNS (Lampiran 3).

Pengujian aktivitas protease dilakukan dengan metode Kunitz (Lampiran 2).

Dengan sampel yang dipakai adalah air saringan hasil fermentasi. Kopi yang sudah di

fermentasi diencerkan dengan air sebanyak 75ml dan dipisahkan antara kulitdan biji.

Pengujian cairan hasil fermentasi. Pengujian dilakukan untuk melihat

terjadinya perubahan komposisi karbohidrat yaitu gula total, gula pereduksi, dan derajat

polimerisasi (DP) pada cairan fermentasi (Lampiran 3).

Pengamatan residu hasil fermentasi.Analisis yang dilakukan meliputi

pengamatan susut bobot kulit kopi dengan metode gravimetri dan mengamati perubahan

struktur serat kulit kopi (Lampiran 4). Kulit kopi yang telah terpisah dari cairan fermentasi

dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Kulit kopi yang telah kering ditimbang dan

diamati perubahan strukturnya menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi pada

perbesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam

memecah struktur serat kulit kopi.

Analisa asam-asam organik. Analisa dilakukan pada komponen asam-asam

organik biji kopi terbaik berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total,

gula perduksi, dan derajat polimerisasi.yang meliputi asam askorbat, asam butirat, asam

laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan menggunakan metode gas

kromatografi dimana pengerjaannya dilakukan oleh analis dari Balai Penelitian dan

Pengembangan Pasca Panen Bogor. Analisa tidak dapat dilakukan sendiri karena alat yang

dibutuhkan tidak tersedia di laboratorium tempat penelitian dilakukan.

Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi

Page 28: Fermentasi Kopi

14

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menentukan pengaruh faktor

perlakuan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial multi taraf (multy

level factorial design) dengan tiga variabel proses, yaitu isolat yang diinokulasikan (P),

suhu (Q), dan waktu inkubasi (R), setiap variabel memiliki taraf yang berbeda-beda, tiga

taraf untuk variabel isolat, dua taraf untuk variabel suhu, dan empat taraf untuk variabel

waktu inkubasi. Persamaan untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Pi + Qj + Rk + (PQ)ij + (PR)ik + (QR)jk + (PQE)ijk+ εijkl

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan

ke-k

μ = rataan umum respon

Pi = pengaruh utama faktor P taraf ke-i

Qj = pengaruh utama faktor Q taraf ke-j

Rk = pengaruh utama faktor R taraf ke-k

(PQ)ij = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor Q pada taraf ke-j

(PR)ik = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-k

(QR)jk = interaksi dari faktor Q pada taraf ke-j dan faktor R pada taraf ke-k

(PQR)ijk = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i, Q pada taraf ke-j dan faktor R pada

taraf ke-k

εijkl = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)

Page 29: Fermentasi Kopi

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KARAKTERISASI ISOLAT PROTEOLITIK

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2011), telah diseleksi dua jenis

bakteri proteolitik yang berasal dari kotoran luwak. Bakteri tersebut adalah FLP 1 dan FLP 2.

kedua jenis bakteri mampu tumbuh pada media skim milk akan tetapi kedua jenis bakteri belum

dikarakterisasi sehingga untuk memilih bakteri proteolitik sebagai isolat untuk fermentasi padat

kopi kedua jenis bakteri ini perlu dikarakterisasi.

Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu

faktor penting dalam usaha produksi enzim.Karakterisasi kedua bakteri ini dilakukan dengan

pengamatan terhadap kurva pertumbuhan, aktivitas enzim, kadar protein, aktivitas spesifik, dan

jumlah sel sehingga diperoleh bakteri terbaik yang dapat dimanfaatkan untuk proses fermentasi

kopi. Mikroorganisme produsen protease seperti bakteri asam laktat akan tumbuh baik pada

suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C pertumbuhan bakteri pembusuk lebih

tinggi dibandingkan bakteri asam laktat. Dalam proses fermentasi menggunakan bakteri

proteolitik, penggunaan suhu yang baik adalah pada selang 30o C sampai 40o C sehingga enzim

protease akan di produksi secara optimum (Muthulakshmi et al 2011). Karakterisasi isolat FLP 1

dan FLP 2 dilakukan pada suhu 30o C untuk mendapatkan hasil pertumbuhan dan produksi

protease optimum dari kedua isolat tersebut. Selain itu penggunaan suhu 30o C dalam

karakterisasi protease tidak memerlukan inkubator untuk menaikkan dan menurunkan suhu

sehingga dapat mengurangi biaya operasi karena karena suhu ruangan tanpa adanya Air

Conditioning (AC) + 30o C.

Menurut Waluyo (2004), kurva tumbuh merupakan grafik yang menunjukkan tingkat

pertumbuhan mikroorganisme persatuan waktu. Tingkat pertumbuhan terukur berdasarkan

tingkat kekeruhan yang mampu menyerap cahaya (absorbansi). Kurva pertumbuhan FLP 1 dan

FLP 2 (Gambar 2), menunjukkan pada waktu inkubasi 0 jam hingga 24 jam bakteri FLP 1

mengalami fase log sedangkan fase log bakteri FLP 2 terjadi pada waktu inkubasi 0 hingga 18

jam. Fase tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan sel yang cepat karena masih tersedianya nutrisi

yang banyak. Puncak fase log bakteri FLP 1 adalah pada saat nilai optical density (OD) sebesar

0.633 dengan tingkat pengenceran 5 kali, sedangkanpuncak fase log bakteri FLP 2 adalah pada

saat nilai optical density (OD) sebesar 0.542 dengan tingkat pengenceran 5 kali.Setelah waktu

inkubasi 24 jam, bakteri FLP 1 mengalami fase stasioner, sedangkanbakteri FLP 2 setelah jam

ke-18 bakteri FLP 2 juga mengalami fase stasioner. Pada fase ini nutrisi yang tersedia sudah

mulai berkurang dan sel masih terus membelah. Puncak pertumbuhan bakteri FLP 1 adalah pada

saat OD 0.698 pada jam ke-42, untuk bakteri FLP 2 OD tertinggi adalah 0.649 pada jam ke-42.

Pada waktu inkubasi setelah 42 jam, kedua bakteri mengalami fase kematian dimana pada fase

ini sel kehabisan nutrien untuk tumbuh dan membelah sehingga pertumbuhan sel cenderung

menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah tersedianya nutrien,

air, suhu, pH, oksigen, potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad

renik lain. Mikroba membutuhkan nutrient untuk kehidupan dan pertumbuhannya sebagai

sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan

Page 30: Fermentasi Kopi

16

mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun komponen-

komponen sel (Waluyo, 2004).

Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2

Hasil pengujian aktivitas proteolitik menunjukkan bakteri FLP 1 dan FLP 2 aktif

menghasilkan protease selama pertumbuhannya. Pada grafik (Gambar 4) dapat dilihat bakteri

FLP 1 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif yang tertinggi sebesar 1,4 U/ml dengan

waktu inkubasi 24 jam, sedangkan bakteri FLP2 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif

yang tertinggi sebesar 0.6 U/ml dengan waktu inkubasi 18 jam.

Jika dihubungkan antara kurva pertumbuhan bakteri dengan uji aktivitas proteolitik

dapat dilihat bahwa pada fase pertumbuhan cepat bakteri FLP 1 menghasilkan aktivitas

proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi18 – 24 jam, sedangkan bakteri FLP 2

menghasilkan aktivitas proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi12 – 18jam Hal

ini disebabkan masih tersedianya nutrisi dalam jumlah besar yang diperlukan sel bakteri untuk

melakukan metabolisme sel, sehingga jumlah log sel bakteri juga mengalami peningkatan.

Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 4), dapat dilihat bahwa aktivitas proteolitik

bakteri FLP 1 pada waktu inkubasi 0 hingga 24 jam semakin meningkat serta diiringi dengan

meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri dan untuk bakteri FLP 2 pada waktu inkubasi 0 hingga

18 jam semakin meningkat serta diiringi dengan meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri.

Telah dijelaskan sebelumnya, pada waktu inkubasi hingga 24 jam bakteri FLP 1 dan hingga 18

jam bakteri FLP 2 mengalami fase log. Dimana pada fase ini bakteri membutuhkan nutrisi yang

banyak untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Pada karakterisasi bakteri proteolitik ini nutrisi

atau substrat yang digunakan adalah skim milk, dimana dapat dihubungkan dengan salah satu ciri

enzim yaitu kekhususan yang tinggi terhadap substrat. Mekanisme reaksi enzimnya adalah enzim

dan substrat akan bergabung menjadi kompleks enzim substrat, yang kemudian terurai menjadi

produk. Enzim tersebut tidak terkonsumsi di dalam reaksinya tetapi dilepaskan kembali untuk

reaksi selanjutnya. Proses ini diulang-ulang sampai semua molekul substansi yang tersedia habis

terpakai. Banyak bakteri dapat menghancurkan protein di luar tubuhnya dan menggunakan

produk hasil proses tersebut sebagai sumber tenaga karbon dan nitrogen. Karena molekul protein

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Op

tical D

en

sity

Waktu Inkubasi (jam)

FLP 1

FLP 2

Page 31: Fermentasi Kopi

17

terlampau besar untuk dapat melewati membran, bakteri mensekresikan protease yang

menghidrolisis protein tersebut menjadi peptide-peptide. Bakteri menghasilkan peptidase yang

menguraikan peptide menjadi asam-asam amino yang diperlukan untuk metabolisme (Pelczar

dan Chan, 2005).

Pada grafik aktivitas proteolitik (Gambar 4) juga dapat dilihat bahwa pada waktu

inkubasi setelah 24 jam untuk bakteri FLP 1 dan setelah 18 jam untuk FLP 2, aktivitas proteolitik

cenderung menurun tetapi kurva pertumbuhan bakteri masih meningkat. Hal ini dikarenakan

adanya pengendalian aktivitas enzim yang diatur oleh ligan (molekul yang dapat terikat oleh

enzim) yang tidak turut berperan dalam proses katalitik itu sendiri. Pengendalian aktivitas enzim

yang dimaksud adalah hambatan arus-balik (feed back inhibition). Pada hambatan arus balik,

ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu lintasan metabolik yang dapat menghentikan

sintesisnya sendiri dengan cara menghambat aktivitas enzim. Produk akhir dari reaksi enzim

disini adalah asam amino, dimana asam amino akan menghambat aktivitas protease. Jika asam

amino yang dihasilkan menumpuk, maka mengakibatkan aktivitas enzim protease yang

dihasilkan menurun (Pelczar dan Chan, 2005).

Penurunan aktivitas proteolitik ini juga dapat terjadi karena berkurangnya jumlah

substrat yang akan menghambat pembentukan kompleks enzim substrat dan perubahan struktur

enzim yang akan menyebabkan penurunan laju katalitik. Akibat perubahan struktur enzim, sisi

aktif enzim mengalami perubahan bentuk sehingga tidak dapat digunakan secara baik dalam

mengikat substrat (Thomas 1989).

`

Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2

Aktivitas spesifik proteolitik merupakan indikator untuk menunjukkan apakah

kandungan protein pada media skim milk merupakan protein. Dari grafik aktivitas enzim spesifik

protease (Gambar 5), dapat dilihat peningkatan nilai aktivitas spesifik sesuai dengan peningkatan

aktivitas enzim. Nilai aktivitas spesifik tertinggi untuk bakteri FLP 1 adalah 10.817 unit/mg yang

diperoleh pada waktu inkubasi 24 jam dan 5.436 unit/mg untuk bakteri FLP 2 pada jam ke 18.

Kadar protein untuk kedua bateri berada pada rentang yang berbeda. Rentang kadar

protein selama inkubasi untuk bakteri FLP 1 (0.121 - 0.139 mg/ml) lebih besar dibanding dengan

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Ak

tivit

as

En

zim

(U

nit

/ml)

Waktu Inkubasi (jam)

FLP 1

FLP 2

Page 32: Fermentasi Kopi

18

rentang kadar protein selama inkubasi bakteri FLP 2 (0.083 – 0.098 mg/ml). Grafik kadar protein

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2 Gambar 6. Kadar Protein FLP 1 dan FLP 2

Pertumbuhan bakteri FLP 1 dan bakteri FLP 2 juga dapat dilihat dari jumlah sel yang

dapat dihitung dengan metode TPC. Hasil perhitungan jumlah sel setiap selang 6 jam waktu

inkubasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2

Jam ke Jumlah Sel FLP 1

CFU/ml

Jumlah Sel FLP 2

CFU/ml

Subkultur 134 x 107 288 x 107

6 53 x 106 178 x 106

12 78 x 106 187 x 106

18 194 x 107 51 x 107

24 256 x 107 44 x 108

30 56 x 108 170 x 108

36 200 x 108 144 x 109

42 67 x 109 245 x 107

48 61 x 108 33 x 106

54 284 x 107 -

Berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim dapat dilihat bahwa pertumbuhan

beserta aktivitas protelitik optimum yang dimiliki bakteri FLP 1 lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan beserta aktivitas proteolitik optimum FLP 2. Bakteri FLP 1 lebih baik

untuk digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Waktu untuk menginokulaskan bakteri

proteolitik pada kopi adalah setelah bakteri proteolitik berumur 18 jam karena pada waktu 18

jam bakteri FLP 1 memasuki fase pertumbuhan yang sangat cepat berdasarkan kurva tumbuh

(Gambar 2) dan produksi enzim protease juga berada pada kondisi yang optimum.

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0 12 24 36 48 60

Ak

tivit

as

En

zim

Sp

esi

fik

(un

it/m

g)

Waktu Inkubasi (jam)

FLP 1

FLP 2

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0 12 24 36 48 60

Kad

ar P

rote

in (

mg/m

l)

Waktu Inkubasi (jam)

FLP 1

FLP 2

Page 33: Fermentasi Kopi

19

4.2. FERMENTASI PADAT KOPI

Pada dasarnya metode fermentasi yang ada saat ini sudah cukup banyak dan setiap

metode fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode fermentasi padat merupakan

salah satu dari metode fermentasi yang telah dikenal. Dasar penggunaan fermentasi padat dalam

proses pembuatan kopi luwak sintesis adalah keuntungan dari segi teknis maupun dari segi biaya.

Menurut Prabakhar (2005), fermentasi padat atau solid state fermentation (SSF) memiliki

beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation

(SMF). Keuntungan dari sisi ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah,

peralatan dan pengaturan operasi sederhana, diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi,

kebutuhan energi yang rendah, proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih

tinggi dan pengendalian kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi

berlangsung.

Fermentasi padat kopi dilakukan untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil

fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memanfaatkan bakteri xilanolitik, selulolitik,

dan proteolitik yang diisolasi dari feses luwak. Aktivitas enzim dari setiap bakteri merupakan

sarana yang baik untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil fermentasi. Pada saat kultivasi

bakteri, kulit kopi merupakan substrat untuk bakteri xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik.

Berdasarkan proses diperolehnya kopi luwak maka secara tidak langsung ditunjukkan bahwa

pada kulit kopi mengandung komponen-komponen yang menunjang pertumbuhan dan aktivitas

enzim bakteri. Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses

SSF adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup

dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat

sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya

yang dapat mendukung aktivitas mikroba.

Keberhasilan SSF selain ditunjang oleh faktor substrat untuk mikroorganisme yang

digunakan, SSF juga memerlukan suatu kondisi yang sesuai dengan kondisi optimum

pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Kondisi tersebut dapat meliputi kadar air

substrat, kesterilan substrat, dan ukuran substrat. Proses produksi kopi luwak sintesis dilakukan

pada kondisi substrat yang sebelumnya telah di sterilisasi. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah

adanya bakteri lain yang tumbuh selain bakteri yang diinokulasikan. Ukuran substrat yang

diperkecil hingga 40 mesh agar proses degradasi subtrat lebih optimum. Menurut Prabakhar

(2005), SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat basah dengan kadar air rendah

namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan

metabolism mikroba. Berdasarkan prinsip tersebut maka proses fermentasi kopi dilakukan pada

kadar air 40 % dimana pada kondisi jumlah air pada kopi yang difermentasi tidak terlalu tinggi

akan tetapi pada substrat kopi tetap tersedia air untuk menunjang pertumbuhan bakteri yang

diisolasikan. Menurut Shah dan Madamwar (2005), kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan

cara membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini

berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika

kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel

dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air

proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya

pertumbuhan mikroba terganggu dan produksi enzim terhambat.

Page 34: Fermentasi Kopi

20

Hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi padat adalah jumlah inokulum

yang ditambahkan pada substrat. Pada saat fermentasi kopi jumlah bakteri yang di inokulasikan

adalah sebesar 10 % dari substrat. Jumlah total 10% inokulum ini diberlakukan pada setiap

perlakuan fermentasi yang meliputi fermentasi padat menggunakan isolat FLX 3, kombinasi

FLX 3 dengan FLP 1, dan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan FLP 1. Setiap bakteri diinokulasikan

pada saat bakteri tersebut berada pada puncak fase log menuju fase stasioner. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan Dewi (2011), waktu optimum untuk menginokulasikan isolat FLX 3

adalah pada jam ke-22 dan untuk isolat FLS 1 adalah pada jam ke-18. Dari hasil karakterisasi

bakteri terpilih (FLP 1) waktu optimum untuk menginokulasikan FLP 1 adalah pada jam ke-18.

Menurut Krisna et al (2011), agar kualitas proses fermentasi dapat terjaga maka prosedur

inokulasi yang digunakan dalam fermentasi harus konsisten. Dua hal yang harus

dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang digunakan .

Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari substrat yang

digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10%, maka bakteri sulit

untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang dan bakteri tidak terlalu aktif.

Akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dan produksi enzim menjadi terhambat.

Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10% maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk

mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi akibatnya biomassa yang terbentuk juga tidak

maksimum sehingga produksi enzim menjadi berkurang.

Suhu untuk inkubasi saat proses fermentasi adalah pada suhu 30o C dan 37o C.

Penentuan suhu inkubasi ini didasarkan pada suhu untuk pertumbuhan bakteri. Pada umumnya

bakteri dapat tumbuh dengan baik pada rentang suhu antara 30o C sampai dengan 40o C. Menurut

Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami

penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu

tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.

Fermentasi kopi dilakukan selama 84 jam untuk mengetahui aktivitas enzim pada

substrat kulit kopi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dewi pada tahun 2011 dan hasil

karakterisasi bakteri FLP 1 dan FLP 2, waktu yang digunakan untuk analisa kurva tumbuh dan

aktivitas enzim adalah selama + 60 jam. Pada akhir pengamatan kurva tumbuh maupun aktivitas

enzim kondisi grafik masih menunjukkan adanya pertumbuhan dan proses produksi enzim

walaupun pada grafik juga terlihat penurunan dari pertumbuhan maupun aktivitasnya. Ketika

enzim masih diproduksi maka hal itu mengindikasikan bahwa proses degradasi substrat masih

berlangsung. Fermentasi kopi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik dari kerja enzim

terhadap substrat kopi, maka dari itu waktu untuk fermentasi kopi adalah selama 84 jam.

4.3. ANALISA HASIL FERMENTASI

Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran aktivitas enzim, susut bobot, kadar

protein, gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi.

Hasil terbaik dari fermentasi kopi harus di uji lanjut yaitu dengan pengujian asam-

asam organik pada biji kopi terbaik hasil fermentasi dan di bandingkan dengan asam-asam

organik kopi luwak asli. Dari perbandingan tersebut maka dapat ditentukan kualitas biji kopi

hasil fermentasi. Analisa asam-asam organik meliputi kadar kafein, asam laktat, asam butirat,

asam oksalat, dan asam askorbat atau vitamin C.

Page 35: Fermentasi Kopi

21

4.3.1. Aktivitas Enzim

Untuk mendegradasi substrat, bakteri memproduksi enzim sesuai dengan substratnya.

setiap isolat yang diinokulasikan pada substrat memiliki nilai aktivitas enzim yang berbeda. Nilai

aktivitas dipengaruhi oleh ketersediaan jumlah substrat, jumlah inokulum, suhu dan waktu.

Perlakuan isolat yang diinkubasikan pada fermentasi kopi ini dibedakan menjadi 3, yaitu

fermentasi dengan inokulum FLX 3 yang merupakan bakteri xilanolitik, fermentasi dengan

kombinasi FLX 3 dan FLP1 sebagai bakteri proteolitik, dan fermentasi dengan kombinasi

inokulum FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 sebagai bakteri selulolitik. Dari hasil pengukuran aktivitas

enzim xilanase hasil fermentasi kopi yang dilakukan (Tabel 4 dan Gambar 7), Aktivitas enzim

xilanase tertinggi dari semua perlakuan diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan isolat

yang di inokulasikan adalah FLX 3 dan FLP 1 yaitu sebesar 4,775 nKat/ml pada suhu inkubasi

37o C jam ke-24. Aktivitas enzim xilanase pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan lain. Pada nilai aktivitas enzim tertinggi ini jumlah isolat FLX 3 lebih kecil daripada

jumlah isolat FLX 3 pada perlakuan yang hanya menggunakan FLX 3. Penurunan jumlah isolat

FLX 3 dari 10 % menjadi 5 % menunjukkan adanya peningkatan nilai aktivitas enzim. Hal ini

juga terjadi pada perlakuan lain yang menggunakan suhu 30o C. Mikroba memproduksi enzim

sesuai dengan kebutuhannya dan kerja enzim akan lebih optimum karena kompetisi dalam

memperoleh nutrisi sebagai sumber energi menjadi lebih kecil. Pada perlakuan ketiga dimana

isolat selulolitik di tambahkan dan isolat xilanolitik jumlahnya dikurangi aktivitas enzim menjadi

menurun dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan isolat xilanolitik sebanyak 5 %

dari bobot kopi yang difermentasikan. Penurunan ini sudah pasti terjadi karena isolat yang

memproduksi enzim jumlahnya juga menurun sehingga enzim xilanase yang diproduksi juga

menurun. Akan tetapi pada perlakuan ini terdapat efek lain akibat adanya penambahan isolat

selulolitik. Efek tersebut adalah terjadinya proses produksi enzim selulotik dan nilai tersebut

terjadi secara signifikan pada saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C. Nilai tertinggi dari

gabungan aktivitas enzim xilanase dan selulase pada perlakuan fermentasi ketiga suhu 30o C juga

masih di bawah nilai aktivitas enzim xilanase pada perlakuan kedua. Jumlah isolat xilanolitik dan

isolat selulotik juga lebih kecil daripada jumlah isolat xilanolitik pada perlakuan kedua sehingga

wajar jika nilai aktivitas enzim gabungan xilanase dan selulase juga lebih kecil. Keuntungan

yang diperoleh pada perlakuan ketiga ini adalah nilai aktivitas enzim tertinggi diperoleh pada

saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C sehingga ketika nanti diaplikasikan pada industri tidak

perlu suatu alat untuk mengatur suhu inkubasi. Dari kedua nilai tertinggi aktivitas enzim xilanase

pada suhu inkubasi yang berbeda yaitu 30o C dan 37

o C, dapat dilihat kesesuaian dengan

pernyataan Fujiwara and Yamamoto (1987), yaitu bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan

akan mengalami penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel

bakteri pada suhu tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.

Perbedaan nilai aktivitas enzim xilanase berdasarkan jumlah isolat dan suhu inkubasi

tersebut sesuai dengan pernyataan Krisna et al (2011). Menurut Krisna et al (2011), dua hal yang

harus dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang

digunakan . Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari

substrat yang digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10% tidak

sesuai untuk fermentasi padat karena inokulum yang digunakan jumlahnya tidak

optimumsehingga bakteri sulit untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang,

bakteri tidak terlalu aktif akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dalam waktu

singkat dan produksi xilanase menjadi terhambat. Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10%

Page 36: Fermentasi Kopi

22

maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi

akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum sehingga produksi enzim menjadi

berkurang. Nilai aktivitas enzim optimum setiap bakteri berbeda-beda akan tetapi secara garis

besar inokulasi isolat diatas ataupun dibawah jumlah optimum akan mengurangi nilai aktivitas

enzim bakteri yang diperoleh.

Menurut Teti (2012), enzim-enzim yang dipasarkan biasanya dinyatakan dalam satuan

aktivitas tidak dengan satuan berat. Aktivitas enzim dapat dinyatakan dengan 2 cara yaitu :

1. Satuan unit ( U ) yang didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat mengkatalisis

perubahan 1 µmol substrat per menit pada kondisi tertentu. Satuan 1 Unit Enzim (UE) :

µmol per menit

2. Sistem SI; dengan satuan KATAL yang didefinisikan sebagai : jumlah enzim yang dapat

mengkatalisis perubahan 1 mol substrat per detik ( 1 KAT = 60 x 106 Unit) atau 1 Unit =

16.67 nanokatal . Satuan ini biasanya dipakai untuk aktivitas enzim pada enzim yang

mengkatalis perubahan substrat polisakarida.

Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 7) dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan trend

yaitu untuk setiap perlakuan dengan suhu inkubasi 37o C memiliki trend menurun dari jam ke-

24. Perlakuan dengan suhu inkubasi 30o C memiliki trend naik dari jam ke-24 sampai pada jam

ke-48 kecuali pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1

yang mengalami kenaikan nilai aktivitas enzim xilanase sampai pada jam ke-72.

Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulasehasil fermentasi

Jam

Ke

Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP

1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1

(nKat/ml) (nKat/ml) (nKat/ml)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 0.148 3.923 2.184 4.775 2.243 3.451

48 2.406 3.812 2.480 3.738 3.257 3.495

72 1.110 0.148 0.407 0.074 4.034 2.215

84 0.925 0.111 0.037 0.148 2.961 0.456

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

24 36 48 60 72 84 96

Ak

tivit

as

En

zim

Xil

an

ase

(nK

at/

ml)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 (30)

Kopi + FLX 3 (37)

Page 37: Fermentasi Kopi

23

Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulase

Pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1

dan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1

terdapat bakteri proteolitik. Adanya bakteri proteolitik mengindikasikan bahwa dalam proses

fermentasi kulit kopi terdapat aktivitas enzim protease yang diproduksi oleh bakteri FLP 1.

Aktivitas enzim proteolitik (Tabel 5 dan Gambar 8) menunjukkan bahwa protease tertinggi

diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1

dan diinkubasi pada suhu 37o C yaitu sebesar 0,571 unit/ml pada jam ke-48. Nilai ini lebih tinggi

dari aktivitas enzim yang diperoleh pada semua perlakuan yang menggunakan bakteri proteolitik

saat fermentasi kopi. Dari data aktivitas enzim protease (Tabel 5) dan grafik aktivitas enzim

protease (Gambar 8), dapat dilihat bahwa pada jumlah isolat proteolitik sebesar 5% dan

diinkubasi pada suhu 37o C memiliki nilai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dari jumlah

isolat yang sama maupun yang diperkecil dan diinokulasikan pada suhu 30o C maupun 37o C,

akan tetapi ketika jumlah tersebut diturunkan maka aktivitas enzim protease FLP 1 yang

diinkubasi pada suhu 37o C mengalami penurunan yang sangat drastic setelah jam ke-24. Dari

data tersebut maka pada dasarnya bakteri proteolitik mampu tumbuh dan memproduksi enzim

protease pada selang suhu 30o C sampai dengan 40o C. Seperti yang telah dijelaskan oleh

Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami

penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu

tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

24 36 48 60 72 84 96

Ak

tivit

as

En

zim

Xil

an

ase

(nK

at/

ml)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

24 36 48 60 72 84 96

AE

X

ila

na

se +

Selu

lola

se

(nK

at/

ml)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)

Page 38: Fermentasi Kopi

24

Untuk diaplikasikan dalam industri maka berdasarkan pertimbangan ekonomi dan

melihat nilai aktivitas enzim xilanase dari semua perlakuan, maka perlakuan fermentasi kopi

dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C

merupakan alternative terbaik dalam memproduksi kopi luwak sintesis. Inkubasi pada suhu 30o

C lebih menghemat biaya karena tidak memerlukan inkubator dalam pengaplikasiannya dan

memerlukan jumlah isolat yang lebih sedikit serta isolat yang digunakan dapat dikombinasikan.

Untuk lebih memastikan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3,

FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C adalah perlakuan yang terbaik maka perlu dilihat

hasil analisa komponen-komponen yang didegradasi.

Tabel 5. Aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi

Jam Ke

Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1

(unit/ml) (unit/ml)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 0.176 0.375 0.176 0.205

48 0.187 0.571 0.252 0.168

72 0.063 0.050 0.229 0.050

84 0.013 0.009 0.095 0.009

Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

24 36 48 60 72 84 96

Ak

tivit

as

En

zim

Prote

ase

(un

it/m

l)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

24 36 48 60 72 84 96

Ak

tivit

as

En

zim

Prote

ase

(un

it/m

l)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)

Page 39: Fermentasi Kopi

25

4.3.2. Kadar Protein

Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang diproduksi

oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri (Dewi 2012). Hasil analisa

kadar protein menggunakan metode Bradford (1976) untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 6 dan Gambar 9. Kadar protein untuk setiap perlakuan meningkat dari jam ke-24 sampai

jam ke-84. Kisaran kadar protein untuk setiap perlakuan antara lain adalah 0.077 – 0.108 mg/ml

untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu

30o C, 0.087 – 0.110 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3

dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.121 – 0.139 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang

diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C, 0.129 –

0.149 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan

FLP1 dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.115 – 0.126 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi

yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C,

dan 0.118 – 0.124 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi

bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C. Menurut Ramos et al (1983),

peningkatan kadar protein dikarenakan substrat kehilangan bahan kering selama fermentasi

berlangsung.

Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi

Jam Ke

Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1

(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 0.077 0.087 0.126 0.129 0.115 0.118

48 0.082 0.089 0.121 0.146 0.121 0.115

72 0.089 0.107 0.139 0.141 0.122 0.121

84 0.108 0.110 0.124 0.149 0.126 0.124

0.070

0.090

0.110

0.130

0.150

0.170

24 36 48 60 72 84 96

Kad

ar P

rote

in (

mg

/ml)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 (30)

Kopi + FLX 3 (37)

Page 40: Fermentasi Kopi

26

Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi

4.3.3. Aktivitas Spesifik Enzim

Aktivitas spesifik enzim merupakan nisbah jumlah enzim terhadap kadar protein pada

substrat yang terdegradasi oleh enzim. Aktivitas spesifik menunjukkan hubungan antara jenis

enzim yang diproduksi dengan kandungan protein yang terdapat pada substrat. Selain itu

aktivitas spesifik enzim juga dapat digunakan menentukan jenis protein yang terdapat pada

substrat (Dewi 2012). Aktivitas spesifik enzim dari hasil fermentasi kopi (Tabel 7 dan Tabel 8)

untuk semua perlakuan menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan aktivitas spesifik enzim

sejalan dengan peningkatan dan penurunan aktivitas enzim baik aktivitas enzim xilanase,

xilanase dan selulase, dan protease. Aktivitas spesifik enzim xilanase tertinggi diperoleh pada

jam ke-24 sebesar 45.321 nKat/mg, untuk perlakuan fermentasi kopi yang difermentasi

menggunakan 10 % bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu 37o C. Ketika bakteri FLS 1

ditambahkan pada fermentasi yang diinkubasi pada suhu 30o C ataupun 37o C, maka aktivitas

enzim spesifik gabungan xilanase dan selulase nilainya lebi kecil daripada aktivitas enzim

spesifik tertinggi yang diperoleh pada perlakuan yang hanya menggunakan isolat xilanolitik. Hal

ini terjadi disebabkan karena jumlah enzim xilanase dan selulase yang diproduksi semakin kecil

akibat penurunan jumlah isolat FLX 3. Selain itu penambahan isolat FLS 1 juga sama kecilnya

dengan jumlah isolat FLX 3. Disisi lain nilai jumlah protein yang dihasilkan pada perlakuan

fermentasi menggunakan 3 isolat semakin meningkat.

0.070

0.090

0.110

0.130

0.150

0.170

24 36 48 60 72 84 96

Kad

ar P

rote

in (

mg/m

l)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)

0.070

0.090

0.110

0.130

0.150

0.170

24 36 48 60 72 84 96

Ka

da

r P

rote

in (

mg/m

l)

Waktu Inkubasi (jam)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)

Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)

Page 41: Fermentasi Kopi

27

Kecenderungan yang sama dengan aktivitas spesifik enzim xilanase juga dapat dilihat

pada hasil perhitungan aktivitas enzim protease untuk fermentasi kopi menggunakan kombinasi

FLX 3 dan FLP 1 dan fermentasi kopi menggunakan kombinasi FLX 3, FLS 1 dan FLP 1.

Penurunan jumlah isolat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzim spesifik protease

seperti yang terjadi pada nilai aktivitas enzim xilanase.

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim xilanase, xilanase ditambah selulase dan

enzim protease pada semua perlakuan, dapat dilihat bahwa aktivitas enzim tertinggi FLX 3, FLX

3 ditambah FLS 1, dan FLP 1 pada semua perlakuan sama dengan pada saat aktivitas

spesifiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada substrat kulit kopi merupakan

xilanase,selulase dan protease. Besarnya aktivitas enzm spesifik seiring dengan peningkatan

aktivitas enzimnya.

Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulola hasil fermentasi

Jam

Ke

Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1

(nKat/mg) (nKat/mg) (nKat/mg)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 1.915 45.321 17.304 37.046 19.529 29.355

48 29.199 42.858 20.472 25.680 26.888 30.342

72 12.525 1.382 2.935 0.527 32.980 18.373

84 8.590 1.011 0.297 0.997 23.518 3.666

Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi

Jam

Ke

Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1

(unit/mg) (unit/mg)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 1.398 1.307 1.024 1.160

48 1.547 3.916 1.387 0.973

72 0.455 0.240 1.248 0.277

84 0.104 0.000 0.504 0.049

4.3.4. Gula Total dan Gula Pereduksi

Bakteri yang tumbuh pada substrat kopi memiliki enzim xilanase untuk perlakuan

yang diinokulasikan bakteri xilanolitik (FLX 3), memiliki enzim selulase untuk perlakuan yang

diinokulasikan bakteri selulolitik (FLS 1), dan memiliki enzim protease untuk perlakuan yang

diinokulasikan bakteri proteolitik (FLP 1). Hidrolisis pada kulit kopi utamanya pada substrat

yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan FLS 1, mampu memberikan perubahan warna, aroma,

dan tekstur pada biji kopi. Aktivitas enzim dari setiap bakteri menyebabkan polisakarida yang

terdapat pada kulit kopi terurai menjadi gula sederhana. Terurainya polisakarida menjadi gula

sederhana oleh aktivitas enzim bakteri yang diinokulasikan memberikan peningkatan pada gula

total dan gula pereduksi. Menurut Surhaini (2010), peningkatan gula total dan gula pereduksi

Page 42: Fermentasi Kopi

28

diakibatkan oleh hidrolisis polisakarida. Peningkatan yang terjadi pada gula total akibat hidrolisis

pada umumnya terlihat tidak terlalu signifikan karena gula total merupakan keseluruhan gula

bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan dan selulosa. Selain itu peningkatan gula total juga

tidak terlalu dipengaruhi oleh waktu. Berbeda halnya dengan peningkatan gula pereduksi.

Lamanya waktu hidrolisis sangat berpengaruh pada peningkatan gula pereduksi. Semakin lama

proses hidrolisis, maka semakin besar gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan gula

pereduksi akan mengalami penurunan pada saat aktivitas enzim sudah benar-benar selesai.

Dari hasil fermentasi (Tabel 9) mengenai gula total yang dihasilkan untuk setiap

perlakuan, dapat terlihat bahwa setiap perlakuan memberikan dampak atau perubahan gula total.

Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai gula total hasil fermentasi dengan gula

total untuk kontrol. Nilai gula total tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang

diinokulasikan dengan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30o

C yaitu sebesar 2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Efek dari aktivitas

enzim xilanase dan selulase terlihat lebih baik dalam mendegradasi kulit kopi dibandingkan

ketika enzim xilanase bekerja sendiri seperti yang terlihat pada perlakuan pertama dan kedua.

Hal ini menunjukkan bahwa kulit kopi mengandung polisakarida yang tidak hanya berupa xilan

melainkan juga terdapat selulosa sehingga ketika hanya isolat xilanolitik yang inokulasikan maka

yang terdegradasi hanya xilan dan hasilnya gula-gula sederhana yang terbentuk juga yang hanya

berasal dari pendegradasian xilan. Hal ini disebabkan karena enzim bekerja spesifik terhadap

substrat tertentu dan mikroba memproduksi enzim sesuai dengan substratnya dan sesuai

kebutuhannya.

Dari hasil analisa data secara statistik(Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan

berbeda dari isolat yang diinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Perlakuan

berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji

Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang

paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan

fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan

merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda

signifikan.

Hasil terbaik yang diperoleh dari perlakuan menggunakan kombinasi bakteri FLX 3,

FLS 1, dan FLP 1 terjadi karena pada perlakuan ini isolat yang ditambahkan memproduksi enzim

yang berbeda-beda sehingga polisakrida yang terdapat pada kopi terdegradasi lebih baik di

bandingkan dengan perlakuan yang lain.

Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi

Jam

Ke

Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +

FLP 1

Kopi + FLX 3 +

FLS1 + FLP 1

(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 1195.774 903.004 1391.802 1485.998 1787.127 1855.440 1913.697 2175.916

48 1149.949 1137.220 1422.352 1549.644 1763.416 1830.236 2212.831 2203.921

72 1053.208 1111.762 1483.452 1582.739 1804.226 1794.043 2326.120 2219.196

84 1063.391 1035.387 1493.635 1592.923 1847.505 1923.103 2338.849 2293.024

Page 43: Fermentasi Kopi

29

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa proses hidrolisis kulit substrat kopi akibat

adanya aktivitas enzim menyebabkan terjadinya peningkatan gula pereduksi, maka pada hasil

fermentasi kopi dari semua perlakuan (Tabel 9) terlihat adanya peningkatan nilai gula pereduksi.

Nilai gula pereduksi tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang diinokulasikan dengan

kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30o C yaitu sebesar

2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Dengan alasan yang sama dengan

terjadinya peningkatan gula total maka hasil terbaik memang sudah pasti terlihat pada perlakuan

ketika dimana enzim yang bekerja dalam mendegradasi polisakarida pada kopi adalah enzim

xilanase dan protease.

Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5), ditunjukkan bahwa perlakuan

berbeda dari isolat yang diinkubasikan, waktu inkubasi, dan interaksi semua perlakuan,

berpengaruh nyata terhadap nilai gula pereduksi. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang

merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari

perlakuan isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi, dapat dilihat bahwa perlakuan

fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan

merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda

signifikan, sedangkan untuk perlakuan waktu inkubasi, inkubasi selama 72 jam dan 84 jam yang

menunjukkan nilai terbaik gula produksi hasil fermentasi secara statistik tidak berbeda secara

signifikan.

Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi

Jam

Ke

Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +

FLP 1

Kopi + FLX 3 + FLS1

+ FLP 1

(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 16.850 16.501 21.045 19.620 24.567 24.782 51.233 60.743

48 21.126 17.576 21.690 23.061 25.802 25.428 64.450 61.871

72 20.588 17.738 24.836 24.997 28.414 28.177 68.399 63.644

84 19.485 16.824 25.078 25.212 28.674 30.771 68.883 63.886

4.3.5. Derajat Polimerisasi

Derajat polimerisasi menunjukkan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Nilai

derajat polimerisasi merupakan perbandingan antara gula total dengan gula pereduksi. Semakin

kecil derajat polimerisasi maka semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi

gula-gula yang lebih sederhana (Surhaini 2010). Hasil fermentasi kopi untuk semua perlakuan

(Tabel 10), menunjukkan bahwa nilai derajat polimerisasi berbanding terbalik dengan nilai gula

pereduksi. Semakin besar gula pereduksi yang terbentuk, maka semakin kecil nilai derajat

polimerisasi. Sama halnya dengan hasil terbaik untuk gula pereduksi dan gula total, hasil

fermentasi yang menunjukan nilai derajat polimerisasi terbaik adalah hasil fermentasi kopi

dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat

Page 44: Fermentasi Kopi

30

kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama 84 jam. Nilai derajat polimerisasi tersebut sebesar

34. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda

dari isolat yang dinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai derajat polimerisasi. Perlakuan

berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji

Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut statistika untuk mengetahui perlakuan yang

paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan

fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan

merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda

signifikan.

Berdasarkan nilai gula total, gula pereduksi dan derajat polimerisasi maka proses

fermentasi yang terbaik dapat diperoleh dengan menginokulasikan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan

FLP 1. Fermentasi dilakukan pada suhu 30o C (suhu ruang) karena dari data yang diperoleh

perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi maupun gula total. Lama

inkubasi terbaik untuk fermentasi kopi menggunakan tiga isolat pada suhu 30o C adalah selama

72 jam. Hasil ini juga didukung oleh perbandingan gula total, gula pereduksi dan derajat

polimerisasi dengan kontrol.

Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi

Jam

Ke

Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +

FLP 1

Kopi + FLX 3 + FLS 1

+ FLP 1

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 70.964 54.725 66.135 75.740 72.745 74.870 37.353 35.822

48 54.434 64.702 65.576 67.196 68.343 71.979 34.334 35.621

72 51.157 62.678 59.730 63.316 63.498 63.670 34.008 34.869

84 54.574 61.544 59.560 63.180 64.432 62.497 33.954 35.892

4.3.6. Susut Bobot

Susut bobot kulit kopi pada hasil fermentasi menunjukkan kerja enzim yang diproduksi

oleh bakteri yang diinokulasikan dalam mendegradasi komponen-komponen yang terdapat pada

kulit kopi. Semakin besar susut bobot yang terjadi maka semakin besar juga hasil kerja enzim

yang meliputi gula total, gula pereduksi, kandungan protein, dan komponen-komponen tambahan

yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi hasil fermentasi (Dewi 2012). Dari data

susut bobot (Tabel 10) hasil fermentasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan susut bobot

kulit kopi pada hasil fermentasi kopi. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan susut bobot

kontrol atau kopi yang tidak diinokulasikan bakteri dengan kopi yang di fermentasi

menggunakan isolat (semua perlakuan). Hasil terbaik dari susut bobot kulit kopi juga diperoleh

pada hasil fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang

diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o Cselama 84 jam. Nilai susut

bobot tersebut sebesar 55.889%. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan

bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang diinkubasikan dan waktu inkubasi berpengaruh nyata

terhadap nilai susut bobot. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut

Page 45: Fermentasi Kopi

31

statistika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang

diinokulasikan dan waktu inkubasi dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan

kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang

terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan.Waktu inkubasi

terbaik dari uji Duncan menunjukkan bahwa waktu terbaik untuk inkubasi kopi selama proses

fermentasi adalah selama 84 jam. Akan tetapi nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan

dengan waktu inkubasi selama 72 jam. Jadi untuk mengefisienkan waktu maka proses fermentasi

dilakukan selama 72 jam.

Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi

Jam

Ke

Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +

FLP 1

Kopi + FLX 3 +

FLS1 + FLP 1

300 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C 30

0 C 37

0 C

24 40.922% 38.592% 38.700% 42.387% 47.004% 49.915% 51.354% 50.953%

48 42.395% 39.323% 41.121% 44.760% 46.791% 50.905% 53.514% 53.112%

72 42.393% 41.334% 45.781% 45.940% 49.929% 51.354% 53.969% 53.599%

84 43.465% 43.442% 45.642% 46.543% 49.761% 51.400% 55.889% 53.792%

Berdasarkan hasil fermentasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka perlakuan

untuk mendapatkan hasil terbaik adalah fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3,

FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama

72 jam. Walaupun secra analisa statistik hasil terbaik susut bobot kulit kopi hasil

fermentasimenunjukakan suhu terbaik adalah inkubasi pada suhu 37o C, suhu fermentasi untuk

fermentasi adalah 30o C. Pada proses fermentasi kopi hasil terbaik diperoleh bukan dari hasil

susut susut bobot terbaik melainkan dari keseluruhan indikator yang meliputi aktivitas enzim,

kadar protein, gula total, gula pereduksi, dan asam-asam organik.

4.3.7. Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi

Fermentasi merupakan sebuah proses metabolisme yang dilakukan oleh

mikroorganisme untuk memperoleh energi dengan mengubah gula saat fermentasi, kebanyakan

gula diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Menurut Daulay dan Rahman (1992), pada proses

fermentasi minuman beralkohol, gula diubah menjadi alkohol, asam-asam organik, gliserol dan

gas CO2. Pada proses metabolilesme terjadi sintesis karbohidrat, asam lemak, dan asam amino

untuk mendapatkan mendapatkan ATP (Liesbetini 2010).

Adanya proses degradasi pada kulit kopi selama proses fermentasi menggunakan

bakteri FLX 3, FLP 1 dan FLS 1 juga akan berdampak pada perubahan komponen asam-asam

organik pada biji kopi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa asam-asam organik (Tabel 13).

Menurut Pangabean (2011), fermentasi kopi yang terjadi dalam perut luwak terjadi dengan

bantuan enzim yang terdapat pada perut luwak yang komposisinya bervariasi dan kompleks

sehingga dampaknya terhadap komponen asam-asam organik biji kopi juga bervariasi.

Page 46: Fermentasi Kopi

32

Asam-asam organik yang dianalisa antara lain adalah vitamin C, asam butirat, asam

laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan pada biji kopi hasil perlakuan terbaik pada

setiap perlakuan yang diperoleh berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total,

gula pereduksi, kadar protein, aktivitas spesifik enzim, dan derajat polimerisasi.

Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin yang dapat larut dalam air dan

sangat penting untuk biosintesis kologen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan

tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri.

Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayuran, atau

tablet suplemen Vitamin C. Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam L-

dehidroaskorbat, keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat mudah

teroksidasi secara reversibel menjadi L-dehidroaskorbat. L-dehidroaskorbat secara kimia sangat

labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak lagi

memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam D-askorbat atau vitamin C disintesis oleh semua

tanaman berklorofil dan pada hati atau ginjal hewan mamalia, amfibi, reptil dan sebagian besar

burung. Terdapat dua jalur sintesis asam askorbat yaitu jalur glukosa-glukuronic-gulonik dan

jalur galaktosa-galakturonat-galaktonolakton. Sedangkan pada hewan, asam askorbat paling

banyak dihasilkan dari L-glukosa (Gambar 10). Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang

didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik,

immunomodulator dan mencegah flu. Akan tetapi untuk dapat berfungsi dengan baik sebagai

antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap dalam kadar yang relatif

tinggi di dalam tubuh (Naidu 2003).

Pada hasil analisa asam askorbat (Tabel 13) menunjukan bahwa perlakuan jumlah

isolat xilanolitik berpengaruh terhadap kandungan asam askorbat pada biji kopi hasil fermentasi.

Pada saat jumlah isolat xilanolitik diturunkan, maka kandungan asam askorbat pada biji hasil

fermentasi juga menurun. Nilai asam askorbat perlakuan pertama menggunakan 10% isolat FLX

3 nilainya lebih besar dari perlakuan kedua yang menggunakan 5% isolat dan nilai asam nilai

asam askorbat perlakuan kedua lebih besar dari perlakuan ketiga yang hanya menggunakan 3.4

% isolat FLX 3.

Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat

Page 47: Fermentasi Kopi

33

Asam butanoat atau asam butirat memiliki struktur kimia CH3(CH2)2CO2H. Butirat

menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolorektal

dengan cara menghambat proliferasi sel, serta meningkatkan kemampuan diferensiasi dan

apoptosis sel (Elvira 2008). Proses pembentukan asam butirat pada proses fermentasi diawali

oleh oleh proses pemecahan glukosa menjadi piruvat pada tahapan Lintasan Embden-Meyerhof-

Parnas (EMP) dimana setelah tahapan ini dihasilkan 4 elektron dan 2 ATP. Piruvat

didekarboksilasi menjadi asetil KoA dan CO2. Dua molekul asetil KoA dan CO2 berkondensasi

menghasilkan asetoasetil KoA. Asetoasetil KoA direduksi menjadi Beta-hidroksibutiril KoA.

Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi menjadi krotonil KoA oleh krotonase. Krotonil KoA

direduksi menjaadi butiril KoA oleh butiril KoA dehidrogenase. Penggantiaan gugus KoA oleh

fosfat mengakibatkan butiril KoA menjadi butiril fosfat. Butiril fosfat didefosforilasi menjadi

butirat. Penambahan isolat selulolitik pada fermentasi kopi berdasarkan hasil analisa asam butirat

menunjukkan bahwa peningkatan asam butirat yang di hasilkan cukup signifikan di bandingkan

perlakuan lain dan kandungan asam butirat dari kopi luwak alami dan kopi arabika asli.

Kandungan asam butirat pada perlakuan ketiga 34 kali lebih besar dibandingkan dengan hasil

analisa asam butirat kopi luwak asli. Hasil ini menunjukakan bahwa enzim selulase yang

diproduksi oleh isolat FLS 1 selain menguraikan polisakarida pada kopi menjadi gula-gula

sederhana tetapi juga menguraikan polisakarida menjadi selulosa pada kulit kopi menjadi

glukosa yang kemudian dikonversi kembali menjadi asam butirat.

Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting diindustri,

terutama di industri makanan, mempunyai nama IUPAC: asam 2-hidroksipropanoat (CH3-

CHOH-COOH). Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-hdroxy

Acid (AHA) yaitu komponen yang mengandung rantai hidroksi di posisi alfa. (Limin et al

2010). Pada proses fermentasi produksi asam laktat dimulai pada saat metabolisme memasuki

fase glikolisis. Sebuah molekul glukosa dioksidasi menjadi dua molekul asam piruvat. Pada

tahapan selanjutnya duamolekul asam piruvat yang tereduksi oleh dua molekul NADH untuk

membentuk dua molekul asam laktat. Karena asam laktat adalah produk akhirpada reaksi

tersebut maka tidak mengalami oksidasi lebih lanjut, dan sebagian besar energi dihasilkan oleh

reaksi tetap disimpan dalam asam laktat.Dengan demikian, fermentasi ini menghasilkan hanya

sejumlahkecil energi (Liesbetini 2010). Asam laktat dan asam butirat merupakan asam organik

hasil proses metabolisme sehingga pada hasil analisa asam laktat biji kopi hasil fermentasi

terdapat kesamamaan dampak penambahan isolat selulolitik. Penambahan isolat selulolitik pada

fermentasi kopi mengakibatkan adanya peningkatan asam laktat yang dihasilkan cukup

signifikan dibandingkan perlakuan lain, kandungan asam laktat dari kopi luwak alami dan kopi

arabika asli. Kandungan asam laktat pada perlakuan ketiga jauh lebih besar dibandingkan dengan

hasil analisa asam laktat kopi luwak asli ataupun kopi arabika. Hasil ini menunjukakan bahwa

enzim selulase yang diproduksi oleh isolat FLS 1 selama proses fermentasi berlangsung selain

mampu mengkonversi selulosa menjadi asam butirat tetapi juga mampu mengoksidasi glukosa

sehingga pada akhirnya terbentuk asam laktat.

Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya tersusun atas dua atom C pada

masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak

gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih

besar daripada asam-asam organik lain. Menurut Liesbetini (2010), biosintesa asam oksalat telah

dipelajari pada berbagai golongan organisme dan yang paling banyak dilaporkan dan dipelajari

adalah sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan

Page 48: Fermentasi Kopi

34

jamur. Pada jamur oksalat disintesis oleh dua jenis enzim intraseluler, yaitu glioksilat

dehidrogenase (GLOXDH) dan oksaloasetase (OXA). Enzim-enzim ini menggunakan senyawa-

senyawa perantara yang terlibat dalam siklus asam karboksilat (siklus Krebs) dan glioksilat

(siklur Kornberg) seperti yang terlihat pada gambar 11.

Reaksi yang pertama adalah reaksi oksidasi, dimana enzim GLOXDH mengoksidasi

glioksilat untuk membentuk oksalat sedangkan reaksi yang kedua adalah reaksi hidrolisis,

dimana enzim OXA menghidrolisis oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon dan

menghasilkan oksalat dan asetat yang masing-masingnya memiliki 2 atom karbon (Munir 2005)

Asam oksalat pada hasil fermentasi kopi menunjukkan bahwa isolat pendegradasi xilan

(FLX 3) dan selulosa (FLS 1) mensintesis xilan dan selulosa menjadi glukosa sehingga dalam

metabolisme kedua isolat tersebut mendapatkan sumber energi. Semakin kecil asam oksalat yang

terbentuk hal maka semakin baik isolat tersebut mendegradasi selulosa ataupun xilan karena

kecilnya asam oksalat yang terbentuk semakin banyak asam oksalat yang disintesis dalam siklus

krebs menjadi asam sitrat yang selanjutnya disintesis menjadi ATP. Hal ini sesuai dengan

gambaran siklus metabolisme yang disampaikan oleh Bailey dan Ollis (1988) (Gambar X). Hasil

analisa asam oksalat biji kopi hasil fementasi menunjukkan bahwa penambahan isolat selulolitik

dan isolat proteolitik seperti yang dilakukan pada perlakuan ketiga memberikan dampak

penurunan asam oksalat yang lebih tinggi dibandingkan penurunan asam oksalat yang terjadi

apabila kopi arabika tersebut di fermentasi dalam perut luwak. Semakin rendah asam oksalat

maka semakin baik kualitas biji kopi. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat

dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan

pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram,

dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh

darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Bandna et al. 2012).

Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat

Page 49: Fermentasi Kopi

35

Kafein adalah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama

senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan

asal, kafein adalah serbuk putih yang pahit dengan rumus kimianya C6H10O2, dan struktur

kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Maughan dan Griffin 2003).

Hasil analisa kadar kafein biji kopi hasil fermentasi menunjukan bahwa kadar kafein

pada biji kopi yang di fermentasi dipengaruhi oleh dua jenis isolat yaitu isolat xilanolitik dan

proteolitik. Kulit kopi mengandung xilan dan protein akan tetapi jumlahnya tidak sebanyak

selulosa. Pada perlakuan pertama hanya diinokulasikan isolat xilanolitik terlihat penurunan kadar

kafein yang sangat signifikan.Hal ini terjadi karena pada saat proses metabolisme bakteri FLX 3

kebutuhan substrat xilan sebagai sumber energi telah habis disintesis sehingga untuk

mendapatkan energi baru isolat FLX 3 mendegradasi kafein yang terdapat pada kopi sehingga

terjadi penurunan kadar kafein. Dalam metabolisme bakteri ketika karbohitrat sebagai sumber

energi tidak tersedia maka sel pada bakteri akan mengkonversi lemak ataupun protein. Dalam

metabolisme tahapan ini disebut tahapan sintesis asam lemak dan sintesis asam amino (Liesbetini

2010). Bukti lain yang menunjukkan bahwa isolat FLX 3 berperan dalam penurunan kafein pada

biji kopi adalah terjadinya penurunan hasil analisa kadar kafein ketika jumlah isolat xilanolitik

diturunkan dari 10% menjadi 5% akibat adanya penambahan isolat FLP 1. Penambahan isolat

Proteolitik (FLP 1) juga berpengaruh pada perubahan kadar protein kopi. Hal ini dapat terbukti

dari penurunan kadar kafein yang sedikit lebih kecil daripada perlakuan pertama. Apabila isolat

FLX 3 diperkecil dan isolat FLP 1 juga diperkecil maka penurunan kadar kafein juga akan

semakin kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa kadar kafein perlakuan ketiga. Sebagai

isolat proteolitik, bakteri FLP 1tentunya akan mendegradasi kafein pada kopi untuk mendapatkan

energi. Menurut Pangabean (2011) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki

kandungan kaffein yang lebih rendah di bandingkan dengan jenis kopi lain. Berdasarkan hasil

analisa kadar kafein dapat dilihat bahwa fermentasi kopi menggunakan isolat yang diisolasi dari

kotoran luwak dapat menurun kadar kadar kafein lebih tinggi dibandingkan fermentasi dalam

perut luwak.

Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik biji kopi

Sampel Asam Askorbat

(mg/100g)

Asam

Butirat

(%)

Asam

Laktat (%)

Asam

Oksalat

(ppm)

Kafein

(mg/100g)

Kopi + FLX3 70.94 0.0674 0.1014 4746.90 660.95

Kopi + FLX3 + FLP1 65.12 0.0432 0.1176 1176.26 705.45

Kopi+

FLX3+FLS1+FLP1 43.29 0.28 1.33 776.65 901.62

Kopi Arabika 22.46 0.0072 0.0074 3000 1885.78

Kopi Luwak 20.28 0.0082 0.0026 1700 1342.60

Page 50: Fermentasi Kopi

36

Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi

Nilai asam-asam organik yang diperoleh pada biji kopi hasil fermentasi adalah nilai

asam-asam organik biji kopi yang hanya melewati tahapan fermentasi dalam proses pengolahan

kopi menjadi kopi yang dapat dikonsumsi. Agar dapat dikonsumsi biji kopi harus melewati

tahapan penyangraian. Ketika proses penyangraian reaksi kimia akan terjadi pada biji kopi. Biji

kopi dapat mengalami proses karamelisasi saat penyangraian. Jadi, nilai-nilai asam organik pada

biji kopi yang hasil fermentasi akan mengalami proses kimia yang dapat berpengaruh pada cita

rasa dan aroma.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Kopi + FLX3 Kopi + FLX3 + FLP1 Kopi + FLX3 + FLP1 + FLS1 Kopi Luwak

65 % 63 %

29 %

52 %

Page 51: Fermentasi Kopi

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil karakterisasi bakteri proteolitik Bacillus aerophilus dan

Stenotropomonas sp MH3, Bacillus aerophilus terpilih sebagai bakteri proteolitik terbaik untuk

digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Bakteri FLP 1 memiliki kemampuan untuk

tumbuh dan menghasilkan enzim lebih tinggi

Nilai optimum untuk aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan

derajat polimerisasi diperoleh pada suhu optimum fermentasi 37o C untuk fermentasi

menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan

isolat proteolitik adalah 37o C. Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan

proteolitik diperoleh suhu optimum yang berbeda yaitu pada suhu 30o C. Lama masa inkubasi

untuk semua perlakuan untuk mendapatkan hasil optimum adalah 72 jam.

Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji

kopi yang signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan

peningkatan asam askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan

asam laktat serta penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi

menggunakan ketiga isolat.

5.2. SARAN

Produksi kopi luwak sintesis dengan perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan

kombinasi Stenotropomonas sp MH34, Proteus penneri, dan Bacillus aerophilusyang diinkubasi

pada suhu 30o C selama 72 jam merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan kopi sintesis

yang proses fermentasinya menyerupai fermentasi dalam perut luwak. Kendala yang perlu

dihadapi adalah masalah tingkat produksi. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat diharapkan

mencoba untuk melakukan scale-up produksi kopi luwak sintesis ini dan mencoba mengatur

komposisi setiap isolat.

Page 52: Fermentasi Kopi

38

DAFTAR PUSTAKA

Akhdiya A. 2003. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil, BuletinPlasma

Nutfah 9 (2).

Bradford M.M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for Quantitation of Microorganism Quantities

of Protein Utilizing the Principle of Protein Binding. Anal Biochem 72: 248-254.

Bailey J.F and F.F Ollis. 1988. "Biochemical Engineering Fundamentals" 2nd Edition didalam

Widayat, Abdullah, Danny Soetrisnanto, dan Mohammad Hadi. 2005. Pembuatan Asam

Sitrat dari Buangan Oadat Buah Nanas dengan Fermentasi Fase Cair dalam Bioreaktor

Bergelembung. UNDIP. Semarang.

Bandna Chand. 2012. Effect Of Processing On The Cyanide Content Of Cassava Products In Fiji.

Journal of Microbiology and Biotechnology13 : 2 (3) 947-958

Buldani D. 2011. EBook_Mengungkap Rahasia Bisnis Kopi Luwak. Cicalengka, Bandung.

Dewi S.L. 2012. Isolasi Bakteri Xilanolitik Dan Selulolitik Dari Feses Luwak. Departemen Biologi.

FMIPA-IPB.

Daulay D dan Rahman A. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan

Gizi. IPB, Bogor.

Dubois M, Gilles K.A, Hamillton J.K, Rebers P.A, and Smith F. 1956. Colorymetryc Method For

Determination of Sugar and Related Substances. Anal Chem 28: 350-356.

Elias L.G. 1979. Chemical Composition of Coffee-Berry By-Products. di dalam. Braham J E dan

Bressani R. (eds.) Coffee Pulp: Composition, Technology, and Utilization. Institute of

Nutrition of Central America and Panama. Hlm. 17-24.

Enari T.M. 1983. Microbial Cellulase. Di dalam: Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Andreaasantosa.

2000. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Selulase Ekstremorfil dari Ekosistem Air Hitam.

Mikrobiologi Indonesia 5: 48-53.

Estiasih Teti. 2012. Biokimia Dan Analisis Pangan. Tim Dosen PS ITP - THP - FTP UB. Malang

Fujiwara N and Yamamoto K (1987). Production of alkaline protease in a low cost medium by

alkalophutlic Bacillus sp. and properties of the enzymes. di dalamKalaiarasi K, and Sunitha

P. U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From Pseudomonas fluorescens

Isolatd From Meat Waste Contaminated Soil.African Journal of Biotechnology, 8 (24) :7035-

7041.

Page 53: Fermentasi Kopi

39

Hardjo S, Indrasti NS and Bantacut T, 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Pertanian. PAU.

Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Kalaiarasi K and Sunitha P.U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From

Pseudomonas fluorescens Isolat From Meat Waste Contaminated Soil. African Journal of

Biotechnology, 8 (24) :7035-7041.

Kulkarni N, Abhay Shendye, Mala Rao. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanase.

FEMS MicrobiologicalReviews, 23: 411-456.

Liesbetini H. 2010. Modul Kuliah Bioproses (Metabolisme dan Fermentasi). Departemen Teknologi

Indutri pertanian FATETA IPB. Bogor.

Limin Wang dkk. 2010. Highly efficient production of D-lactate by Sporolactobacillussp. CASD with

simultaneous enzymatic hydrolysis of peanut meal.Appl Microbiol Biotechnol DOI. 10: 253-

290.

Maughan R.J dan Griffin J. 2003. Caffeine ingestion and fluid balance: a review. School of Sport and

Exercise Sciencaes,Loughborough University.UK.

Munir Erman. 2005. Peranan Asam Oksalat Dalam Degradasi Lignoselulosa. Departemen Biologi,

FMIPA USU.

Muthulakshmi C, Gomathi D, Kumar D.G, Ravikumar Ganesan, Kalaiselvi M and Uma C.

2011.Production, Purification and Characterization of Protease by Aspergillus flavus under

Solid State Fermentation.

Miller GL.1959. Use of Dinitrosaliclyc Acid for Determination of Reduction Sugar. Anal Chem.

31:426-428.

Naidu K.A. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An Overview. J Nutr 2:7.

Palonen H. 2004. Role of lignin in the enzymatic hydrolysis of lignocelluloses. Disertation at

University of Technology. Helsinki Finland.

Panggabean E. 2011. Mengeruk Keuntungan Dari Bisnis Kopi Luwak. AgroMedia Pustaka,Jakarta.

Pelczar Jr, Michael J, Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-PRESS.

Prabakhar A, Krishnaiah K, Janaun J, and Bono A. 2005. Review Article an Overview Engineering

Aspects of Solid State Fermentation. Malaysian Journal ofMicrobiology, 1(2): 10-16.

Putri Y.S, Fatimah, dan Sumarsih Sri. 2012. Skrining Dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri Dari

Limbah Rumah Pemotongan Hewan [jurnal skripsi]. Universitas Airlanggga. Surabaya.

Page 54: Fermentasi Kopi

40

Radha S, Sridevi A, Himakiranbabu R, Nithya V.J, Prasad N.B.L, and Narasimha G. 2012. Medium

Optimization For Acid Protease Production from Aspergillus sp. Under Solid State

Fermentation and Mathematical Modelling of Protease Activity. J. Microbiol. Biotech. Res 2

(1):6-16.

Ramos Valdivia A, De la Torre M, Casas Campillo C. 1983. Solid State Fermentation of Cassava with

Rhizopus oligosporus. In Production and Feeding of Single Cell Protein. di dalam Wahyuni

Vera. 2001. Aktivitas Selulase Bacillus pumilus Galur 55 Yang Diisolasi Dari Sumber Air

Panas. FMIPA-IPB. Bogor.

Richana N, Lestina P, dan Irawadi T.T. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa Dari Limbah Tanaman

Pangan dan Pemanfaatannya Untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase.

Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan, 23(3):171- 176.

Richana N, Irawadi T.T, Nur M.A, Sailah I, and Syamsu K. 2007. The Process of Xylanase

Production From Bacillus pumilus RXAIII-5 . J. Microbiol Indonesia 1(2):74-80.

Ridwansah. 2003. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Sumatra Utara.

Medan.

Sanghi A, Garg N, Kuhar K, Kuhad R.C, and Gupta V.K. 2009.Cellulase-Free Xilanze for Kraft.

Bioresources 4(3) : 1109-1129.

Septiningrum K dan Chandra A. P. 2011. Produksi Xilanase Dari Tongkol Jagung Dengan Sistem

Bioproses Menggunakan Bacillus Circulans Untuk Pra-Pemutihan Pulp. Jurnal Riset Industri

5(1):87-97.

Shah, A. R and Datta Madamwar. 2005. Xylanase production under solid-state fermentation and its

characterization by an isolatd strain of Aspergillus foetidus in India. World Journal of

Microbiology &Biotechnology, 21: 233–243.

Surhaini. 2010. Pengaruh pH dan Lama Fermentasi OLeh Enzim Selulase Dalam Proses Hidrolisis

Untuk Meningkatkan Nilai Gizi Enceng Gondok. Percikan 211: 0854-8996.

Syamsir Elvira. 2008. Peranan Asam Butirat Dalam Menekan Kanker Kolorektal.

http://ilmupangan.blogspot.com [diakses pada tanggal 26 desember 2012].

Thomas DB. 1989. A Textbook of Industrial Microbiology, Second Edition, Sinauer Associates,

Sunderland, USA.

Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit UniversitasMuhamadiyah Press, Malang.

Yoshida S, T. Satoh, Shimokawa S, Oku S, Ito T, and Kusakabe S. 1994. Substrat Specificity of

Streptomycis Bxylanase Toward Glucoxylan. Biosci. Biotech. Biochem., 58 (6) : 1041 - 1044.

Page 55: Fermentasi Kopi

41

LAMPIRAN

Page 56: Fermentasi Kopi

42

Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan

Komposisi media xilan

Bahan Jumlah

Birchwood xylan 0.5 gr

Sukrosa 10.3 gr

Ekstrak khamir 1 gr

Agar-agar 2 gr

Akuades 100 ml

Komposisi media skim milk

Bahan Jumlah

Skim milk 0.5 gr

Nutrient Broth 0.65 gr

Agar-agar 1 g

Akuades 50 ml

Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Bahan Jumlah

CMC 1 gr

MgSO4.7H2O 0.02 gr

KNO3 0.075 gr

K2HPO4 0.05 gr

FeSO4.7H2O 0.02 gr

CaCl2 0.004 gr

Ekstrak khamir 0.2 gr

Glukosa 0.1 gr

Aga-agar 2 gr

Akuades 100 ml

Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid)

Bahan Jumlah

NaOH 2.5 g

KNa tartrat 45.5 g

Na2SO3 0.125

Akuades 250

Komposisi pereaksi Bradford

Bahan Jumlah

CBB G-250 0.05 g

Etanol 95% 25 ml

Asam fosfat 85% 50 ml

Aquades 500 ml

Page 57: Fermentasi Kopi

43

Komposisi pereaksi yang digunakan untuk analisis aktivitas enzim protease

Bahan Jumlah

TCA 1.633 g

Kasein 0.5 gr

Tirosin 0.045 gr

Tris 2.42 gr

Pewarna folin 40 ml

Page 58: Fermentasi Kopi

44

Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein

1. Pengukuran aktivitas enzim protease

Pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode Kunitz yang telah di modifikasi.

Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease

Sampel Kontrol Blanko

1 ml Buffer Tris (0,2 M)

+

1 ml Buffer kasein

+

0,2 ml Larutan Enzim (EEK)

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

+

2 ml Asam Tricloro asetat

+

0,2 ml aquades

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

Sentrifuse pada suhu 40 C

3000 rpm 15 menit

1,5 Supernatan

+

5 ml Na2CO3

+

1 ml pewarna folin

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 20 menit)

1 ml Buffer Tris (0,2 M)

+

1 ml Buffer kasein

+

0,2 ml Tirosin standar

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

+

2 ml Asam Tricloro asetat)

+

0,2 ml Larutan Enzim (EEK)

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

Sentrifuse pada suhu 40 C

3000 rpm 15 menit

1,5 Supernatan

+

5 ml Na2CO3

+

1 ml pewarna folin

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 20 menit)

1 ml Buffer Tris (0,2 M)

+

1 ml Buffer kasein

+

0,2 ml aquades

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

+

2 ml Asam Tricloro asetat)

+

0,2 ml Larutan Enzim (EEK)

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 10 menit)

Sentrifuse pada suhu 40 C

3000 rpm 15 menit

1,5 Supernatan

+

5 ml Na2CO3

+

1 ml pewarna folin

(inkubasi pada suhu 370 C

selama 20 menit)

Unit aktivitas protease setiap sampel dihitung dengan persamaan

Aktivitas Protease (unit/ml) =

Keterangan

Asp : nilai adsrbansi sampel Asp : nilai adsrbansi sampel

Ast : nilai adsrbansi kontrol P : faktor pengenceran

T : waktu inkubasi (10 menit)

(Asp-Abl) x P

(Ast-Abl) x T x BM Xilosa

Page 59: Fermentasi Kopi

45

2. Pengukuran kadar protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan mengambil 0.2 ml sampel ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambah 2 ml larutan Bradford dan divortex. Larutan didiamkan selama 15 menit dan

diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi yang

dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam persamaan linier dari kurva standar protein.

Penentuan kurva standar protein

Larutan stok BSA (Bovine Serum Albumin) diambil sebanyak 0 ml, 0.08 ml, 0.16 ml, 0.24 ml,

0.32 ml, 0.4 ml masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades

hingga volumenya menjadi 0.4 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 4 ml pereaksi Bradford dan

divortex. Selanjutnya larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.

Gambar 12. Kurva standar kadar protein

y = 3.355x + 0.010R² = 0.991

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.00 0.05 0.10 0.15

Ad

sorb

an

si

Konsentrasi BSA (mg/ml)

Page 60: Fermentasi Kopi

46

Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula

pereduksi

1. Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase

Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase dilakukan dengan memasukkan 500 μL enzim

ekstrak kasar dan 500 μL larutan substrat (xilan 0.5%, CMC 1% dan kulit kopi) ke dalam tabung

reaksi dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 1 jam. Selanjutnya ditambah 1 ml larutan DNS dan

dipanaskan pada suhu 1000C selama 15 menit, didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer

pada λ 540 nm.

Aktivitas xilanase dan selulase dihitung dengan rumus

1 Unit Aktivitas Enzim Xilanase ≈ 1 µmol xilosa / menit

1 Unit Aktivitas Enzim Selulase ≈ 1 µmol xilosa / menit

Aktivitas Xilanase (unit/ml) =

Aktivitas Selulase (unit/ml) =

Keterangan

Csp : kadar xilosa atau glukosa sample BM Xilosa : 150.13 gr/mol

Ckt : kadar xilosa atau glukosa control BM glukosa : 180.18 gr/mol

T : waktu inkubasi (30 menit)

2. Penentuan gula total

Penentuan gula total dilakukan dengan metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al. 1956). Sebanyak 0.5

ml fenol 5% dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 1 ml supernatan, dikocok dan ditambah 2.5

ml H2SO4 pekat. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrometer pada λ

490 nm.

3. Penentuan nilai gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959)

Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ml DNS ke dalam 1 ml sampel

(supernatan), kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit. Larutan

didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 540 nm.

Penentuan derajat polimerisasi

Nilai derajat polimerisasi diperoleh berdasarkan perbandingan antara gula total dengan gula

pereduksi.

DP =

Gula total

Gula pereduksi

(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000

T x BM Xilosa

(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000

T x BM Xilosa

Page 61: Fermentasi Kopi

47

Penentuan kurva standar untuk analisis gula total

Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml,

masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga

volumenya menjadi 1 ml. Setiap tabung reaksi ditambah larutan Fenol 5% sebanyak 0.5 ml dan

larutan H2SO4 pekat sebanyak 2.5 ml. Selanjutnya larutan didiamkan hingga dingin dan diukur

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.

Penentuan kurva standar untuk analisis gula Pereduksi

Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml,

masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga

volumenya menjadi 2 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi DNS dan dipanaskan

selama 15 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur menggunakan spektrofotometer

pada panjang gelombang 540 nm.

Gambar 13. Kurva standar gula total

Gambar 14. Kurva standar xilosa

y = 11.78x - 0.004

R² = 0.996

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 0.02 0.04 0.06 0.08

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi glukosa (mg/ml)

y = 1.859x - 0.021R² = 0.992

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi Xilosa (mg/ml)

Page 62: Fermentasi Kopi

48

Gambar 15. Kurva standar gula pereduksi gabungan

y = 1,8612x - 0,0243

R² = 0,9936

-0.100

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400

Ad

sorb

an

si

Konsentrasi xilosa + glukosa (mg/ml)

Page 63: Fermentasi Kopi

49

Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi

Analisa susut bobot kulit kopi

Kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang (diketahui bobotnya) diisi dengan kulit kopi hasil

fermentasi (W1) dan dimasukkan ke dalam oven selama ±24 jam. Kertas saring dan kulit kopi yang

telah kering ditimbang sampai bobotnya konstan (W2). Selisih antara W1 dan W2 dihitung sebagai

total susut bobot kering.

Susut Bobot (%) =

W1-W2

W1

x 100%

Page 64: Fermentasi Kopi

50

Lampiran 5. Analisa data statistika

Class Level Information

Class Levels Values

fak1 3 P1 P2 P3

fak2 2 Q1 Q2

fak3 4 R1 R2 R3 R4

R 2 1 2

Number of Observations Read 48

Number of Observations Used 48

1. Pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi

Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi

Dependent Variable: Susut Bobot

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 23 0.09655160 0.00419790 18.22 <.0001

Error 24 0.00553077 0.00023045

Corrected Total 47 0.10208236

R-Square Coeff Var Root MSE Susut bobot Mean

0.945821 3.140642 0.015181 0.483358

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

fak1 2 0.06824272 0.03412136 148.06 <.0001

fak2 1 0.00472728 0.00472728 20.51 0.0001

fak1*fak2 2 0.00477955 0.00238978 10.37 0.0006

fak3 3 0.01491404 0.00497135 21.57 <.0001

fak1*fak3 6 0.00242181 0.00040363 1.75 0.1522

fak2*fak3 3 0.00041665 0.00013888 0.60 0.6196

fak1*fak2*fak3 6 0.00104955 0.00017492 0.76 0.6088

Nilai Pr untuk setiap variable tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan

berbeda untuk isolat yang diinokulasikan, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi secara terpisah

berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh

maka dilkukan uji lanjutDuncan's Multiple Range Test untuksusut bobot.

Page 65: Fermentasi Kopi

51

Duncan's Multiple Range Test for Susut Bobot

Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

rate.

Isolat yang diisolasikan

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 0.00023

Number of Means 2 3

Critical Range .01108 .01163

Duncan Grouping Mean N fak1

A 0.528078 16 P3

B 0.486150 16 P2

C 0.435845 16 P1

Waktu inkubasi

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 0.00023

Number of Means 2 3 4

Critical Range .01279 .01343 .001385

Duncan Grouping Mean N fak3

A 0.504658 12 R4

A 0.485368 12 R3

B 0.473414 12 R2

C 0.459991 12 R1

Page 66: Fermentasi Kopi

52

2. Pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi

Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi

Dependent Variable: Gula Total

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 23 5457897.230 237299.880 21.34 <.0001

Error 24 266831.943 11117.998

Corrected Total 47 5724729.174

R-Square Coeff Var Root MSE Total Gula Mean

0.953390 5.844821 105.4419 1804.023

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

fak1 2 4848758.777 2424379.388 218.06 <.0001

fak2 1 59453.506 59453.506 5.35 0.0296

fak1*fak2 2 31056.644 15528.322 1.40 0.2668

fak3 3 256448.742 85482.914 7.69 0.0009

fak1*fak3 6 104193.625 17365.604 1.56 0.2014

fak2*fak3 3 85008.788 28336.263 2.55 0.0796

fak1*fak2*fak3 6 72977.149 12162.858 1.09 0.3943

Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya

bahwa perlakuan isolat yang diinokulasikan secara terpisahkan berpengaruh nyata terhadap gula

total. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjutDuncan's

Multiple Range Test untuk gula total.

Page 67: Fermentasi Kopi

53

Duncan's Multiple Range Test Untuk Gula Total

Isolat yang diisolasikan

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 11118

Number of Means 2 3

Critical Range 76.94 80.81

Duncan Grouping Mean N fak1

A 2203.36 16 P3

B 1783.01 16 P2

C 1425.69 16 P1

3. Pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi

Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi

Dependent Variable: Gula Pereduksi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 23 15678.63156 681.67963 566.45 <.0001

Error 24 28.88228 1.20343

Corrected Total 47 15707.51384

R-Square Coeff Var Root MSE Gula Pereduksi Mean

0.998161 2.939919 1.097009 37.31425

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

fak1 2 15098.47787 7549.23894 6273.11 <.0001

fak2 1 0.42300 0.42300 0.35 0.5588

fak1*fak2 2 0.82222 0.41111 0.34 0.7140

fak3 3 371.99461 123.99820 103.04 <.0001

Page 68: Fermentasi Kopi

54

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

fak1*fak3 6 54.37511 9.06252 7.53 0.0001

fak2*fak3 3 13.28816 4.42939 3.68 0.0260

fak1*fak2*fak3 6 139.25060 23.20843 19.29 <.0001

Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan <

alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan dan waktu

inkubasi secara terpisah berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Interaksi ketiga variable juga

berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh

maka dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukgula pereduksi.

Duncan's Multiple Range Test UntukGula Pereduksi

Isolat yang diisolasikan

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 1.203428

Number of Means 2 3

Critical Range .8005 .8408

Duncan Grouping Mean N fak1

A 62.3229 16 P3

B 26.4694 16 P2

C 23.1504 16 P1

Waktu inkubasi

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 1.203428

Page 69: Fermentasi Kopi

55

Number of Means 2 3 4

Critical Range 0.924 0.971 1.001

Duncan Grouping Mean N fak3

A 40.1277 12 R4

A 39.3479 12 R3

B 36.7883 12 R2

C 32.9932 12 R1

4. Pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil fermentasi

Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil

fermentasi

Dependent Variable: derajat polimerisasi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 23 10954.46098 476.28091 19.88 <.0001

Error 24 574.95199 23.95633

Corrected Total 47 11529.41296

R-Square Coeff Var Root MSE Derajat Polimerisasi Mean

0.950132 8.880154 4.894521 55.11752

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

fak1 2 9613.406672 4806.703336 200.64 <.0001

fak2 1 94.301330 94.301330 3.94 0.0588

fak1*fak2 2 98.242656 49.121328 2.05 0.1506

fak3 3 376.601912 125.533971 5.24 0.0063

fak1*fak3 6 238.405471 39.734245 1.66 0.1746

fak2*fak3 3 235.840292 78.613431 3.28 0.0382

fak1*fak2*fak3 6 297.662645 49.610441 2.07 0.0949

Page 70: Fermentasi Kopi

56

Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan <

alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan berpengaruh

nyata terhadap derajat polimerisasi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka

dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukderajat polimerisasi.

Duncan's Multiple Range Test Untuk Derajat Polimerisasi

Isolat yang diisolasikan

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 23.95633

Number of Means 2 3

Critical Range 3.572 3.751

Duncan Grouping Mean N fak1

A 68.018 16 P2

B 61.919 16 P1

C 35.416 16 P3

Keterangan :

fak1 : isolat yang di inokulasikan (P) Q1 : suhu inkubasi 30o C

fak2 : suhu inkubasi (Q) Q2 : suhu inkubasi 37o C

fak3 : waktu inkubasi (R) R1 : Waktu inkubasi 24 jam

fak1*fak2 : interaksi fak1 dan fak2 R2 : Waktu inkubasi 48 jam

fak1*fak3 : interaksi fak1 dan fak3 R3 : Waktu inkubasi 72 jam

fak2*fak3 : interaksi fak2 dan fak3 R4 : Waktu inkubasi 84 jam

fak1*fak2*fak3 : interaksi fak1, fak2 dan fak3

P1 : inokulasi satu isolat FLX 3

P2 : inokulasi dua isolat FLX 3 dan FLP 1

P3 : inokulasi tiga isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1

Huruf yang sama pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata

Huruf yang berbeda pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata berbeda nyata

Page 71: Fermentasi Kopi

57

Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik

Tabel 19. Hasil uji proksimat pada kulit kopi

Sampel Kadar Air

(%)

Kadar Abu

(%)

Kadar

Lemak

(%)

Kadar

Protein

(%)

Karbohidrat

(by difference)

(%)

Kadar Serat

Kasar

(%)

Kulit kopi 14.40 5.96 1.25 6.35 61.05 10.99

Ket: Hasil analisis di Laboratorium Biologi Nutrisi Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan

Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB)

Gambar 17. FLP 1 pada media skim milk Gambar 18. FLP 2 pada media skim milk