21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurang Vitamin A (KVA) merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Herman S.). Kurang asupan dan absorpsi gizi mikro dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan mental dan fungsi lain (kognitif, sistem imun, reproduksi dll). KVA dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan bahkan pada kasus yang lebih lanjut atau pada balita bias beresiko mengakibatkan kematian. Angka kesakitan akibat KVA setiap tahunnya memang mengalami penurunan tetapi jika melihat akibat atau dampak yang ditimbulkan, sangatlah penting bagi kita khususnya sebagai tenaga kesehatan masyarakat lebih memahami tentang KVA ( Sahadewa S). 1

fgd 1 fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gjkkl

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurang Vitamin A (KVA) merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Herman S.).

Kurang asupan dan absorpsi gizi mikro dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan mental dan fungsi lain (kognitif, sistem imun, reproduksi dll). KVA dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan bahkan pada kasus yang lebih lanjut atau pada balita bias beresiko mengakibatkan kematian. Angka kesakitan akibat KVA setiap tahunnya memang mengalami penurunan tetapi jika melihat akibat atau dampak yang ditimbulkan, sangatlah penting bagi kita khususnya sebagai tenaga kesehatan masyarakat lebih memahami tentang KVA ( Sahadewa S).

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang,termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi yang baik (Sahadewa S).

Indonesia pernah tercatat karena keberhasilannya mengatasi masalah xerophtalmia sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat, meskipun masalah kurang vitamin A tingkat sub klinis (serum vitamin A < 20 ug/dl) pada anak dan balita masih 50%. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, diperkirakan masalah KVA meningkat lagi, ditandai dengan diketemukannya kasus-kasus xerophtalmia di beberapa daerah dan bahkan xerophtalmia pada wanita usia subur (WUS)(Depkes RI, 2003).

Hasil penelitian HKI tentang Kecukupan Gizi Balita 1999 memperlihatkan 50 persen atau hampir 10 juta balita Indonesia tidak mendapatkan makanan yang cukup kandungan vitamin A nya, keadaan seperti itu banyak ditemui di daerah perkotaan maupun pedesaan (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan fakta di atas dan besarnya masalah yang dialami Puskemsas di desa Mawar, perlu penanganan untuk menurunkan kasus tersebut dengna cara menganlisa penyebab terjadinya kurang vitamin A (KVA) dan melaksanakan program penanggulangan kekurangan Vitamin AB. Rumusan masalah1. Bagaimana masalah gizi di Indonesia?2.Bagaimana tanda tanda kekurangan vitamin A?

3. Apa penyebab terjadinya kurang vitamin A(KVA) di Puskesamas desa Mawar?4. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan kurang vitamin A (KVA) di Puskesmas desa Mawar?

C. Tujuan1. Untuk menganalisis masalah gizi di Indonesia2. Untuk mengetahui penyebab kejadian KVA di Puskemas desa Mawar

3. Untuk mengetahui tanda tanda kekurangan vitamin A4. Untuk mengetahui cara menanggulangi kejadian KVA di Puskemas desa Mawar

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi

Makalah tentang KVA ini diharapkan dapat menambah referensi tentang pengertian KVA, apa factor penyebab KVA, siapa saja yang dapat terserang KVA, dan bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya bagi mahasiswa FK UWKS.2. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Makalah tentang KVA diharapkan dapat menjadi masukan penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan apa itu KVA, apa factor penyebab KVA, siapa saja yang dapat terserang KVA, dan bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya.

3. Manfaat Bagi Penulis

Makalah ini dapat meningkatkan wawasan penulis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan apa itu KVA, apa factor penyebab KVA, siapa saja yang dapat terserang KVA, dan bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya.4. Manfaat Bagi Subyek Penelitian

Makalah ini diharapkan dapat membuka wawasan mahasiswa tentang apa itu KVA, apa factor penyebab KVA, siapa saja yang dapat terserang KVA, dan bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya sehingga dapat merubah perilaku/life style mahasiswa menuju hidup sehat dan terhindar dari permasalahan KVA.

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Secara Epidemiologi

1. Masalah Gizi di IndonesiaSalah satu hal terpenting dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia berkualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM Indonesia masih rendah yaitu berada pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih rendah dari negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan status kesehatan penduduk, hal ini antara lain terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi sebesar 35 per seribu kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 58 per seribu kelahiran hidup serta angka kematian ibu 307 per seratus ribu kelahiran hidup. Lebih dari separuh kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh buruknya status gizi anak balita (Azrul Azwar, 2004). Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan upaya peningkatan ekonomi. Beberapa penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan BBLR ( Bayi Berat Lahir Rendah ) berkurang seiring dengan peningkatan pendapatan nasional suatu negara. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Paling kurang manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai dampak dari perbaikan status gizi adalah: berkurangnya kematian bayi dan anak balita, berkurangnya biaya perawatan untuk neonatus, bayi dan balita, produktivitas meningkat karena berkurangnya anak yang menderita kurang gizi dan adanya peningkatan kemampuan intelektualitas, berkurangnya biaya karena penyakit kronis serta meningkatnya manfaat intergenerasi melalui peningkatan kualitas kesehatan (Depkes, 2011).

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah (Depkes, 2011).

Upaya perbaikan gizi di Indonesia secara nasional telah dilaksanakan sejak tiga puluh tahun yang lalu. Upaya yang dilakukan difokuskan untuk mengatasi masalah gizi utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Upaya tersebut telah berhasil menurunkan keempat masalah gizi utama namun penurunannya dinilai kurang cepat. Dengan terjadinya transisi demografi, epidemiologi dan perubahan gaya hidup telah terjadi peningkatan masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif (Depkes 2013). Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat (Depkes 2013). 2. Epidemiologi Kekurangan Vitamin A (KVA)

KVA pada anak balita dapat mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%. Mortalitas anak balita yang buta karena keratomalasia dapat mencapai 50-90%. Survei Nasional Xeropthalmia1978 menemukan prevalensi X1b(bitot spot) pada anak balita 1,34%, dan pada tahun 1992 turun menjadi 0,35%. Angka tersebut masih di bawah kriteria yang ditetapkan WHO sebagai masalah kesehatan masyarakat (0,5%). Survei tersebut juga menemukan 50,2% anak balita mempunyai kadar serum vitamin A < 20 g/dl, lebih tinggi dari batas ambang menurut IVACG sebesar 15%. Helen Keller International (HKI) (1999) melaporkan kejadian buta senja pada wanita usia subur di Propinsi Jawa Tengah sebesar 1-3,5%. Sejak Survei Nasional Xeropthalmiatahun 1992 belum ada lagi data status vitamin A berbasis masyarakat (population based) yang dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk perencanaan program gizi mikro, meskipun distribusi kapsul vitamin A kepada anak balitasudah dimulai sejak tahun 1976 (Depkes RI, 2006).

3. Tanda Tanda Kekurangan Vitamin A Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO /USAIDUNICEF / HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :

a) Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN, Tanda-tanda :

Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terangPenglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.

b) Xerosis konjungtiva = XIA, Tanda-tanda :

Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.Orang tua sering mengeluh mata anak tampak keringatau berubah warna kecoklatan.

c) Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B, Tanda-tanda :

Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan selepitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.

Dalam keadaan berat :

Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva. Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik

d) Xerosis kornea = X2, Tanda-tanda :

Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampaikorneaKornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)

e) Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B, Tanda-tanda :

Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.1) Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3permukaan kornea.

2) Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebihdari 1/3 permukaan kornea.

3) Keadaan umum penderita sangat buruk.

Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (korneapecah). Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringanisi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkuskornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.

f) Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea

Kornea mata tampak menjadi putih atau bola matatampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

g) Xeroftalmia Fundus (XF)

Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambarseperti cendol

4. Akibat Kekurangan Vitamin Aa) Gangguan pengllihatan (Rabun Senja dan Xeroftalmia)

Tingkatan kekurangan Vitamin A (Depkes, 2003) adalah :

1) Buta Senja (XN) :

2)Xerosis Konjungtiva (X1A)

3)Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)

4) Xerosis Kornea (X2)

5)Keratomalasia dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B)

6) Xerophtalmia Scar (XS)

7) Xerophtalmia Fundus (XF)

b) Gangguan pertumbuhan

c)Daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit terutama penyakit saluran pernapasan atau saluran pencernaan.B. Kausa dan Alternatif Kausa

Angka kejadian diare, ISPA, dan buta senja di puskesmas mawar tahun 2014 meningkat. Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang asupan gizi yang diperlukan oleh tubuh. Budaya masyarakat setempat memiliki kebiasaan untuk lebih memilih menjual kembali hasil tani dan ternaknya daripada mengonsumsinya. Masyarakat lebih memilih mengonsumsi makanaan yang kurang gizi untuk menghemat biaya pengeluaran..

Selain itu fasilitas puskesmas yang kurang memadai dan tenaga kerja yang kurang, juga menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian diare,ISPA, dan buta senja. Hubungan lintas sector terutama di pertanian masih kurang diperhatikan oleh pemeritah setempat.

C. Alternatif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Berdasarkan penyebab yang diuraikan diatas maka altenatif penyelesaian masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan suplementasi vitamin A2. Menggunakan poster untuk promosi kesehatan tentan vitamin A

3. Meningkatkan fasilitas di puskesmas mawar dengan meminta dana kepada pemerintah setempat serta melaksanakan promosi kesehatan tentang vitamin A4. Memperbaiki hubungan lintas sektor antara masyarakat dan puskesmas dengan cara melakukan kerjasama dalam meningkatkan status gizi masyarakat di desa tersebut..Alternatif masalah menggunakan table scoring NoJALAN KELUAREFEKTIFITASEFISIENSIHASIL

MIVC M x I x V

P =

C

1Suplemaen vitamin A545425

2Poster dan Penyuluhan524410

3Memperbaiki fasilitas puskesmas33355,4

4Memperbaiki hubungan lintas sektor43254,8

Menurut table scoring hasil terbesasr adalah suplemen vitamin A sehingga prioritas pemecahan masalah yang dipilih adalah suplemen vitamin ABAB III

RENCANA PROGRAMA. Pendekatan melalui konsep kesehatan masyarakat1. PromotifKegiatan promotif dapat dilakukan melalui promosi atau penyuluhan untuk meningkatkan asupan gizi, meningkatkan pengetahuan tentang kekurangan vitamin A dan meningkatkan pemahaman tentang gizi keluarga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Pengetahuan tentang gizi yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan makanan, kebersihan makanan dan lain-lain (Fatimah, Nurhidayah, danRakhmawati. 2008). Selain itu 2. PreventifKegiatan preventif dapat dilakukan dengan suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A. ( Depkes RI, 2003). Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada wanita menyusui, atau member satu dari beberapa dosis kepadabayi. ( Siregar, 2010 )Pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara :a. Memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI yang cukup dan berkualitas.

b. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu makanan sehari-hari.

c. Mencegah kecacingan dengan Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat (BHBS). (Siregar, 2010)3. KuratifKegiatan kuratif dapat dilakukan dengan pemberian vitamin A secara dosis besar harus diberikan secara tepat, pemberian secara oral lebih mudah, aman, murah dan sangat efektif. Pemberian vitamin A secara dosis besar ini harus berdasarkan diagnosis yang tepat. Dalam pemberian vitamin A ini perlu juga diperhatikan untuk dapat meningkatkan cadangan dalam hati.

Pemberian dosis 200.000 IU secara oral selama dua hari berturut-turut dan diberikan dosis tambahan sebanyak 200.000 IU setelah 1-4 minggu kemudian dengan harapan untuk meningkatkan cadangan vitamin di hati. Namun bila keadaan klinis memburuk dapat diberikan setiap 2-4 minggu sebanyak 200.000 IU bila ada kwashiorkor karena kondisi tersebut kurang dapat menerima dosis besar sehingga dosis tersebut diberikan sampai kondisi klinis anak membaikB. Pendekatan Melalui Pengembangan Organisasi1. Menggalang mitra dengan PGPK(penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan).Menggalang mitra dengan PGPK ini bertujuan untuk bertukar informasi dan bertujuan untuk mengurangi bersama sama kekurangan vitamin A.dengan menggalang mitra kerja juga dapat melatih para tenaga kesehatan seperti akper ,bidan desa juga berpartisipasi sebagai pemantau kekurangan vitamin di desa tersebut.2. Meningkatkan kerja sama lintas sector Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.Dengan meningkatkan kerja sama lintas sector baik dengan swasta maupun pemerintah dapat mengurangi kekurangan vitamin A di desa tersebut.sebagai contoh mayoritas masyrakat di desa bekerja sebagai petani dan buruh tani yang sangat sibuk dengan pekerjaan di ladang,maka harus ada progam untuk semua masyarakat desa dengan bekerja sama dengan dinas pertanian dan dibantu oleh dinas kesehatan ,yang mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.Penyuluhan dimaksud yaitu dengan mengajarkan para bapak ibu petani untuk menjaga kesehatan dan makan makanan yang mengandung tambahan vitamin A. Selain itu dinas pertanian menganjurkan banyak menanam sayuran hijau supaya para petani dan buruh tani tidak kesuitan untuk membeli bahan makanan yang sehat dan mengandung vitamin dan gizi,dengan kerja sama lintas sector tersebut dinas pertanian dapat meningkatkan sumber daya manusia di desa tersbut dan penduduk desa juga mendapatkan manfaat dengan makan makan bergizi yang mengandung banyak vitamin seperti vitamin A,sehingga dengan pembinaan masyarakat desa akan sadar dan mengetahui.3. Mobilisasi sumber daya pemerintah,swasta maupun luar negeri yang mendukung pelaksanaan progam sarana dan prasana penunjang kesehatan mata yang dasar dan lengkap.

Yang dimaksud mengadakan mobilisasi sumber daya ini ,saya mengambil contoh pada karyawan di sebuah pabrik swasta pertambangan.bahwa suatu pekerjaan yang berat selalu memunguras energy dan waktu,sehingga kebutuhan akan nutrisi dalam tubuh berkurang,dengan adanya pemanfaatan sumber daya dan dana maka dapat memberikan kesehatan pada karyawan dengan perusahaan memiliki klinik dengan dokter sebagai pimpinan klinik untuk memantau kesehatan pasien.dengan adanya klinik pelayanan kepada pasien maka dokter dapat mengontrol kesehatan karyawan dan mencegah sebelum sakit yang menjadi pelayanan kesehatan primer di lingkungan perusahaan.bila perusahaan besar maka perusahaann akan bekerja sama untuk membikin klinik yang lebih bagus dengan pelayaann yang bagus juga ,sehingga tidak perlu di rujuk ke rumah sakit.BAB IV

KESIMPULANA. KesimpulanPenurunan kasus kekurangan vitamin A dapat dilakukan melalui upaya-upaya :1. Promotif, yaitu dengan memberikan penyuluhan kesehatan dengan sasaran yaitu individu, keluarga, dan masyarakat dalampeningkatankonsumsi makanan kaya vitamin Aserta cara mendapatkan sumber vitamin A.2. Preventif, yaitu dengansuplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A.3. Kuratif, yaitu denganpemberian vitamin A secara dosis besar secara tepat, pemberian secara oral lebih mudah, aman, murah dan sangat efektif.prioritas utama untuk mengatasi masalah kekurngan vitamin A adalah suplementasi vitamin A.B. Saran

Masyrakat, tenaga kesehatan, dan pemerintah harus saling bekerja sama untuk mengatsi kekurangan vitamin A.

DAFTAR PUSTAKAAzwar,Azrul. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan Dimasa Datang. Dirjen Bina Kesmas Depkes. Jakarta..

Depekes RI. 2003. Deteksidan Tatalaksana Kasus Xeropthalmia Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Diakses tanggal 22 September 2014.Depkes RI 2003, Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.

Depkes RI 2003, Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.

Depkes RI 2006, Epidemiologi Kekurangan Vitamin ADepkes. 2011. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat dan Departemen Kesehatan. Jakarta

Depkes. 2013. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013. Direktorat Bina Gizi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Herman, S. dkk. Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia: Perhatian Khusus pada Kurang Vitamin A (KVA), Anemia, dan Seng.

Sahadewa Sukma dr, Mkes. Buku Ajar Masalah Gizi FK UWKS.Siregar, Roselin A. 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Vitamin A di Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas Perumnas Helvetia Medan Sumatera Utara. Universitas Sumatra Utara. Diaksestanggal 22 September 2014.

MASUKAN

Fasilitas Kurang Memadai

Dana yang kurang

ISPA ,diare,buta senja

Kurangnya promosi kesehatan

Kurang asupan gizi terutama vitamin A

Sumber daya manusia rendah

Kebudayaan masyarakat

LINGKUNGAN

INDIVIDU

KVA

KVA

KVA

KVA

KVA

KVA

KVA

KVA

KVA

14