Upload
bagus-ngurah-mahasena-gzmh
View
352
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN FGD
SKENARIO
KERACUNAN MAKANAN
Disusun oleh : Kelompok E
Bagus Ngurah Mahakrishna 06.70.0097
Bagus Ngurah Mahasena Putera Awatara 06.70.0096
I Gusti Ayu Eka Para Santi Sideman 06.70.0137
Ade Rahmatdianto 06.70.0220
Paulus Trihadi Wijaya 06.70.0219
Moh. Sulhan 05.70.0178
Pembimbing :
Sugiharto, dr., MKes. (MARS)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai
kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skenario FGD dengan judul “Keracunan
Makanan”
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. DR. Hj. Rika
Subarniati, Dr., SKM, selaku Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; Sugiharto, Dr.,MKes (MARS) selaku
pembimbing FGD, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan dukungan sehingga
laporan FGD dengan judul scenario ‘Keracunan Makanan” dapat kami selesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tulisan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait.
Surabaya, 26 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
SKENARIO
Perusahaan X memiliki karyawan sebanyak 215 orang, kemarin sebanyak 50
karyawan terserang diare, muntah dan pusing setelah makan siang, sehingga harus
dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan anamnesis para karyawan tersebut sebanyak 47
orang menyatakan telah makan siang di warung A dan 3 orang lainnya makan siang di
warung C.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tahun 1993, WHO melaporkan bahwa keracunan makanan menyebabkan
70% dari kasus diare. Pencemaran ini sebagian besar berasal dari industri boga dan
rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika Serikat, 20% kasus terjadi di rumah
makan, dan 3% ditemukan di industri pangan. Sementara di Eropa, sumber kontaminasi
terbesar justru berasal dari rumah, (46%), restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%),
fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing 6%), dan sekolah (5%). (Arisman, 2009)
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga
pengawasan penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor
yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah (1)
pendinginan yang tidak adekuat: 63%; (2) makanan terlampau cepat disajikan: 29%; (3)
kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik: 27%; (4) higiene yang buruk
pada pengonsumsi makanan, atau telah terinfeksi: 26%; (5) pemanasan ulang yang tidak
adekuat: 25%; (6) alat pembersih yang tidak baik: 9%; (7) mengonsumsi makanan yang
basi: 7%; (8) kontaminasi silang: 6%; (9) memasak atau memanaskan makanan secara
tidak adekuat: 5%; (10) wajan berlapis bahan kimia berbahaya: 4%; (11) bahan mentah
tercemar: 2%; (12) penggunaan zat aditif secara berlebihan: 2%; (13) tidak sengaja
menggunakan zat aditif kimia: 1%; (14) sumber bahan makanan yang memang tidak
aman: 1%. (Arisman, 2009)
Sementara itu, keracunan makanan sendiri berarti penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari jamur, kerang, pestisida,
susu, bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan, dan bakteri. Pada
dasarnya, racun ini mampu merusak semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling
sering terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. (Arisman,2009 ;
http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)
Gejala keracunan makanan bervariasi berdasarkan tingkat keparahannya.
Beberapa gejala dapat berupa:
1. Nyeri perut, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi, kram otot perut
yang disebabkan oleh kekurangan elektrolit
2. Muntah, biasanya disebabkan oleh keracunan makanan akibat S. aureus,
B. cereus, Novovirus.
3. Diare, biasanya kurang dari 2 minggu
4. Nyeri kepala
5. Demam
6. Feses berdarah atau feses seperti air cucian beras
Pada kasus yang parah, dapat menimbulkan gejala neurologik, kerusakan hepar,
kerusakan ginjal, hingga kematian. (Arisman, 2009 ;
http://emedicine.medscape.com/article/175569-overview)
Istilah keracunan makanan (food poisoning / food intoxication) sebaiknya
jangan dicampur adukkan dengan foodborne disease / illness. Meskipun keduanya
ditularkan lewat makanan, istilah terakhir ini mengacu pada semua mikroorganisme
(bakteri, virus, dan parasit) tanpa mempedulikan mampu tidaknya mikroba tersebut
menghasilkan racun. Selain itu keracunan makanan hanya berkaitan dengan makanan
yang secara alami telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik penghasil
racun. (Arisman, 2009)
Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
foodborne infections, foodborne toxicoinfections, dan foodborne intoxications.
Foodborne infections terjadi bila jasad renik patogen terkonsumsi dan kemudian menetap
di dalam tubuh. Biasanya, jasad renik ini memperbanyak diri di dalam saluran cerna
sambil mengiritasi dinding saluran cerna, bahkan terkadang menginvasi jaringan. Contoh
jasad renik patogen golongan tersebut adalah Listeria, Salmonella, dan Campylobacter.
akan tetapi, tidak semua Salmonella menimbulkan infeksi, sebagian varian Salmonella
lain ternyata mampu menghasilkan racun sehingga berperan sebagai penyebab keracunan
makanan. (Arisman, 2009)
Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi mampu
menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna. Artinya, bukan hanya
jasad renik yang membahayakan, melainkan racun yang dihasilkannya. (Arisman,2009)
Foodborne intoxications terjadi akibat mengonsumsi makanan yang telah
mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin).
Penyakit yang dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi (Arisman,
2009)
Tabel 1. Bakteri patogen, sumber, dan pangan yang berpeluang terkontaminasi
(Winiati, dkk, 2006)
Perkembangbiakan bakteri dalam makanan ditentukan oleh keadaan lingkungan
serta temperatur yang cocok, selain ketersediaan zat gizi sebagai sumber makanan.
Contohnya, satu sel bakteri yang hidup dalam lingkungan yang sesuai, dalam waktu 20-
30 menit akan membelah diri sehingga dalam waktu 7 jam saja ( menurut perhitungan
laboratoris), jumlah bakteri tersebut akan menjadi dua juta. Faktor yang menyokong
perkembangbiakan organisme tersebut adalah temperatur, waktu, kelembaban, oksigen,
pH, dan cahaya. (Arisman, 2009)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kasus yang terjadi pada Perusahaan X merupakan suatu kasus
akibat keracunan makanan?
2. Warung manakah yang menjadi sumber penyebab terjadinya
keracunan makanan tersebut?
3. Bagaimana sanitasi warung A dan C yang diduga sebagai penyebab
keracunan makanan?
4. Siapakah yang menyiapkan makanan di kedua warung yang diduga
sebagai penyebab keracunan makanan?
C. Tujuan
1. Untuk memastikan bahwa kasus yang terjadi pada 50 karyawan
Perusahaan X tersebut merupakan kasus keracunan makanan.
2. Untuk mengetahui warung manakah yang menjadi sumber keracunan
makanan tersebut.
3. Untuk mengetahui status sanitasi kedua warung tersebut yang diduga
dapat menyebabkan keracunan makanan.
4. Untuk mengetahui apakah faktor penularan keracunan makanan
tersebut berasal dari tubuh manusia
BAB II
ANALISIS KASUS
A. Analisis Secara Epidemiologi
Angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit
Bawaan Makanan dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan
POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan
pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya
meninggal dunia. Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio
antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di
masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika
merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia
pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan
seribu orang diantaranya meninggal dunia.
Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak
langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-
ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan
sebagainya. (http://www.gizi.net/makalah/Food_Safety_Dadi.pdf)
B. Analisis Kausa dan Alternatif Kausa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan
fisik. Sering pasien justru mengarahkan kepada diagnosis saat mereka datang berobat ke
dokter, misalnya “ Perut saya sakit setelah makan kentang saat rekreasi” atau “Saya
makan telor mentah untuk menambah stamina” (Arisman, 2009 ;
http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm)
Anamnesis selayaknya dilakukan dengan cermat dan sistematis karena gambaran
klinis sebagian (kecil, memang) keracunan makanan bersifat patognomonik, sedangkan
pemeriksaan laboratorium pada keadaan akut tidak begitu bernilai. Kemungkinan
penyebab dapat ditelusuri melalui anamnesis yang cermat dan sistematis terhadap pasien,
dan juga anggota keluarga serta orang lain yang mungkin terpapar oleh makanan yang
sama. (http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)
Informasi yang harus diperoleh meliputi masa inkubasi dan durasi penyakit, jenis
makanan yang disantap, tempat makan, karakteristik dan frekuensi muntah atau diare,
serta keterkaitan dengan gejala sistemik lain. (Arisman, 2009 ;
http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm)
Tabel 2. Kemungkinan Penyebab Keracunan Berdasarkan Jenis Makanan
(Arisman, 2009 ; http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)
Jenis Makanan Kemungkinan Mikroba
Tinggi protein (unggas, mamalia, selada
telut, dll)
S. aureus
Serealia (nasi goreng, makanan kering
herbal, sayuran, daging)
B. cereus
Daging, kaldu, makanan kering, sayuran C. perfringens
Daging, unggas setengah matang (juga susu
segar)
C.jejuni
Daging dan babi setengah matang (juga
olahan susu)
Y.enterocolitica
Daging dan sayuran mentah E.coli
Ikan (masak atau mentah) V.parahaemolyticus
Selada, sayuran mentah Shigella
Daging, susu, unggas, telor setengah
matang
Salmonella
Tabel 3. Onset, Durasi, Dan Gejala Keracunan (Arisman, 2009 ;
http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)
Onset (Masa Awitan)
Gejala Utama Jasad Renik/Toksin
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan< 1jam Mual, muntah, rasa yang
tidak lazim di mulut, mulut terasa panas
Garam logam
1 - 2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit kepala, pusing, sesak napas, gemetar, lemah, pingsan
Nitrit
1 - 6 jam (rerata 02-04) Mual, muntah, diare, nyeri perut
Staphylococcus aureus dan enterotoksinnyaBacillus cereus
8 - 16 jam (2-4 jam muntah)
Muntah, kram perut, diare, rasa mual,
Jamur berjenis Amanita
6 - 24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, pelebaran pupil, pingsan, koma
Radang Tenggorokan Dan Gejala Saluran Napas12 – 72 jam Radang tenggorokan,
demam, mual, muntah, pengeluran secret dari hidung, terkadang ruam kulit
Streptococcus pyogenes
2 – 5 hari Radang tenggorokan dan hidung, eksudat berwarna keabuan, demam, menggigil, nyeri tenggorokan, lemah, sulit menelan, pembengkakan kelenjar getah bening leher
Corynebacterium diphtheria
Gejala Saluran Cerna Bawah (Kram Perut, Diare) yang Dominan2 – 36 jam (rerata 06 - 12) Kram perut, diare, diare
yang di sebabkan Clostridium perfringers, kadang-kadang rasa mual dan muntah
C. perfringens; B. Cereus; S. faecalls; S. faecium
12 – 74 jam (rerata 18 - 36 Kram perut, diare, muntah , demam, menggigil, lemah hebat, mual, sakit kepala, kadang-kadang diare
Salmonella spp (termasuk S. arizonae), E. coli enteropatogenik, dan Enterobacteriacae, V.
berdarah dan berlendir, lesi kulit yang di sebabkan Vibrio vulnivicius. Yersinia enterocolitica menyebabkan gejala menyerupai flu dan appendicitis akut
parahaemolyticus, Y. enterocollitica, Aeromonas hydrophila, campylobacter jejuni, V. cholera (01 dan non-01), V. vulvinicus, V. fluvialis
3 – 5 hari Diare, demam, muntah dengan nyeri perut, gejala saluran napas
Virus-virus enteric
1 – 6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), sakit perut, berat badan menurun
Giardia lambia
1 – beberapa minggu Sakit perut, diare, sembelit, sakit kepala, mengantuk, kadang tanpa gejala
Entamoeba histolytica
3 – 6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit perut, kadang gastroentritis
Taenia saginata, Taenia solium
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Geli, Paralisis)< 1 jam Gastroenteritis, cemas,
penglihatan kabur, nyeri dada, sianosis, kedutan, kejang
Fosfat organik
Salviasi berlebihan, berkeringat, gastroenteritis, nadi tidak teratur, pupil mengecil, bernapas seperti orang asma
Jamur jenis Muscaria
Rasa baal atau gatal, pusing, pucat, perdarahan perut, pengelupasan kulit, mata terfiksasi, refleks hilang, kedutan, paralisis otot
Tetrodotoxin
1 – 6 jam Rasa baal atau gatal, gastroenteritis, pusing, mulut kering, otot nyeri, pupil melebar, pandangan kabur, paralisis otot
Ciguatoxin
Rasa mual, muntah, rasa geli seperti di garuk, pusing, lemah, tak ada nafsu makan, berat badan menurun, binggung
Chlorinated hydrocarbon
2 jam – 6 hari (12 – 36 jam)
Vertigo, pandangan kabur atau diplopia, refleks cahaya
Clostridium Botulinum dan toksinnya
hilang, sulit menelan, berbicara, dan bernapas, mulut kering, lemah, paralisis pernapasan
> 72 jam Rasa baal, kaki lemah, paralisis spastic, penglihatan berkurang, buta, dan koma
Air raksa organik
Gastroentritis, nyeri pada kaki, kaki dan tangan jatuh
Triothocresyl phosphate
Berdasarkan onset, durasi dan gejala utama, maka jasad renik/ toksin yang
dicurigai sebagai penyebab keracunan makanan pada Perusahaan X adalah
Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Salmonella sp.
C. Analisis Alternatif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Pemecahan Masalah
yang Dipilih
Hal yang terbaik untuk memecahkan masalah keracunan makanan ini adalah
dengan pencegahan seperti yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
yaitu:
1. Cuci tangan bersih-bersih sebelum mengolah makanan
2. Menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena
makanan matang yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan
bahan makan mentah.
3. Memasak makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang
tercemar oleh organisme penyebab penyakit.
4. Makan makan yang dimasak segera. Jika makanan dingin pada suhu
ruangan maka mikroba dapat berkembang biak.
5. Menyimpanan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena
makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam
keadaan panas atau dingin.
6. Memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan
perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang
biak selama penyimpanan.
7. Menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih. (Pratiknjo, 2007)
BAB III
PENDEKATAN / PEMECAHAN MASALAH
Keracunan makanan masih merupakan gejala yang merajalela di Asia Tenggara,
termasuk di Indonesia, walaupun telah banyak menelan korban jiwa dan para pejabat
tidak henti-hentinya memperingatkan kepada para penjual makanan untuk
memperhatikan kebersihan. (Arisman, 2009)
Banyak orang yang bergerak dalam bisnis makanan dan konsumen sendiri tidak
menghiraukan kebersihan dan kesehatan. Masih banyak pula orang belum menyadari
bahwa mereka mempunyai hak utama sebagai konsumen untuk menolak pengelolaan
makanan yang tidak bersih dan sehat. (Arisman,2009)
Tindakan Preventif melalui komunikasi yaitu sesuaikan dengan metode
komunikasi sesuai dengan target grup dan situasi:
1. Informatif, mempengaruhi melalui penerangan. Misalnya penyuluhan untuk
memberikan wawasan dan pengetahuan.
2. Persuasif, mengubah kesadaran/sikap. Contoh penyuluhan keamanan pangan
terhadap target grup yang telah tersugesti terlebih dahulu.
3. Edukatif, mengubah perilaku secara teratur dan terencana dan butuh waktu lama
namun efektif.
4. Kuratif, mempengaruhi dengan cara memaksa. Contoh menyampaikan pendapat,
bahaya dan ancaman tentang kebersihan makanan. (Arisman,2009)
Banyak sekali kondisi atau faktor, yang memengaruhi insidens keracunan
makanan. Faktor-faktor tersebut adalah industrialisasi, urbanisasi, perubahan gaya hidup,
populasi yang padat, perdagangan bebas, higiene lingkungan yang buruk, kemiskinan,
dan ketiadaan fasilitas menyiapkan makanan. (Arisman, 2009)
Berdasarkan gejala, penyebab, dan derajat keparahan keracunan makanan; terapi
keracunan makanan dapat meliputi: rehidrasi oral, antibiotik, dan antitoksin.
(http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)
Perawatan keracunan makanan di rumah :
Episode pendek muntah dan sejumlah kecil diare berlangsung kurang dari 24 jam
biasanya dapat dirawat di rumah.
1. Jangan makan makanan padat selama mual atau muntah tapi minum sedikit
cairan.
2. Sedikit, sering teguk cairan adalah cara terbaik untuk tetap terhidrasi.
3. Hindari alkohol, kafein, atau minuman manis.
4. Obat untuk mengobati mual atau diare seperti teh dengan lemon dan jahe dapat
digunakan untuk mengobati gejala. Tidak ada obat herbal yang terbukti
mengobati keracunan makanan. Konsultasikan dengan praktisi kesehatan sebelum
minum obat herba untuk keracunan makanan.
Setelah berhasil mentoleransi cairan, makan harus dimulai perlahan, ketika mual
dan muntah telah berhenti. Makanan biasa yang mudah dicerna pada perut harus dimulai
dalam jumlah kecil seperti nasi, gandum, roti, kentang, sereal rendah gula, daging tanpa
lemak, dan ayam (tidak digoreng). Susu dapat diberikan secara aman, meskipun beberapa
orang mungkin mengalami intoleransi laktosa.
Kebanyakan keracunan makanan tidak memerlukan obat untuk menghentikan
diare, tetapi umumnya aman jika digunakan sesuai petunjuk. Hal ini tidak dianjurkan obat
ini digunakan untuk mengobati anak-anak. (Cunha,2013)
Obat-obatan untuk keracunan makanan :
Pengobatan utama untuk keracunan makanan adalah mengganti cairan ke dalam
tubuh (rehidrasi) melalui infus dan dengan minum. Pasien mungkin perlu dirawat di
rumah sakit. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan dehidrasi, respon terhadap terapi,
dan kemampuan untuk minum cairan tanpa muntah. Anak-anak khususnya, mungkin
perlu observasi ketat.
1. Anti-muntah dan diare obat dapat diberikan.
2. Dapat diberikan anti demam jika pasien demam untuk membuat pasien lebih
nyaman.
3 Antibiotik jarang diperlukan untuk keracunan makanan. Dalam beberapa kasus,
antibiotik dapat memperburuk kondisi. Hanya beberapa penyebab spesifik dari
keracunan makanan dapat menggunakan obat-obat ini. Diare pada wisatawan/
traveler's diarrhea (Shigellae) dapat dikurangi dengan antibiotik,
4 Keracunan jamur atau makan makanan yang terkontaminasi dengan pestisida,
pengobatan agresif dapat mencakup intravena (IV) cairan, intervensi darurat
untuk gejala yang mengancam jiwa, dan memberikan obat-obatan seperti
penangkal, seperti karbon aktif. Ini keracunan sangat gawat dan mungkin
memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. (Cunha,2013)
Keracunan makanan sesungguhnya bukan masalah yang tidak bisa ditengarai dan
sulit dicegah. Dengan mengetahui rantai produksi pangan, mulai dari tempat pembiakan,
tempat penangkapan hingga tersaji di meja makan, tempat kontaminan menyusup cukup
mudah dianalisis. Pada tataran pengelola makanan dalam jumlah besar (misalnya, pabrik
dan jasa boga), adanya kemungkinan celah tempat kontaminan menyusup ke dalam rantai
makanan perlu dicermati untuk selanjutnya dicari pemecahannya. Pada tingkat
perorangan, resiko keracunan makanan dapat diperkecil dengan jalan menjaga makanan
agar tidak tercemar, mencegah pertumbuhan bakteri yang terlanjur mencemari makanan,
dan membasmi bakteri dalam makanan. (Arisman, 2009)
Tips sederhana mencegah keracunan makanan:
1. Menjaga agar makanan panas tetap panas atau tetap dingin.
2. Menyimpan makanan yang mudah membusuk dalam freezer.
3. Menyimpan makanan sisa sesegera mungkin dalam lemari es.
4. Memasak makanan hingga matang.
5. Tidak menggunakan telur mentah yang telah retak kulitnya.
6. Mencuci tangan sebelum mengolah makanan, dan setelah menyentuh bahan
makanan mentah.
7. Menggunakan 2 alas pemotong: 1 untuk daging 1 untuk sayuran.
8. Mencuci bersih alas pemotong minimal 3 kali seminggu dengan larutan hydrogen
peroksida: ¼ gelas H2O2 3% + 7,5 liter air; atau setengah cangkir chlorin + 1 liter
air; kemudian di bilas dengan air bersih.
9. Segera pulang setelah berbelanja, terutama semasa musim panas, dan segera
menyimpan belanjaan sesuai pentunjuk pada label.
10. Mencuci peralatan yang telah bersinggungan dengan bahan mentah.
11. Memanaskan ulang makanan hingga mendidih setidaknya selama 4 menit.
12. Mencuci lap dapur dengan larutan (1 bagian pemutih berbasis chlorine di campur
dengan 20 bagian air tiap hari).
13. Membuang makanan kaleng yang sudah berkarat, menggelembung, pecah, atau
sudah bocor.
14. Mengatur suhu lemari es pada ≤ 4P C, dan freezer pada ≤ -17P C.
15. Tidak memberikan madu kepada bayi (kemungkinan Botulisme), kecuali bila
berusia diatas 1 tahun.
16. Mencairkan makanan beku (terutama daging dan unggas ) hanya di dalam lemari
es. (Arisman, 2009)
Selain tips sederhana diatas dan pencegahan yang telah dianjurkan WHO, ada
beberapa hal yang harus pemerintah lakukan berkaitan dengan masalah keracunan
makanan yaitu :
1. Perlunya upaya perlindungan konsumen makanan secara medis dan
yuridis
2. Perlunya peningkatan pengetahuan / pendidikan melalui penyuluhan
mengenai makanan, supaya masyarakat tidak membeli makanan yang
kadaluwarsa atau yang sudah rusak kemasannya.
3. Sebelum diedarkan di masyarakat atau produksi, seharusnya jenis
makanan (dalam kemasan kaleng) diuji secara laboratories oleh pabriknya
dan secara prefentif juga dilakukan oleh Direktorat POM (Pengawasan
Obat dan Makanan). Disini Direktorat POM harus secara rutin dan aktif
melakukan rasia terhadap makanan yang beredar di masyarakat terutama
yang tidak ada registernya. Pemerintah melalui media massa perlu
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri makanan
yang sudah kadaluwarsa.
4. Didirikan pos pusat pelayanan penanganan kasus keracunan yang tugasnya
memberikan informasi, yaitu pengenalan atas identifikasi kasus serta
faktor-faktor penyebabnya, memberikan nasehat-nasehat upaya
pertolongan pertama, memberikan penerangan kepada masyarakat luas
tenang upaya pencegahan timbulnya dampak negatif penggunaan beragam
bahan kimia. (Pratiknjo, 2007)
Dalam hal ini, penderita keracunan makanan dapat ditangani sesuai kondisi umum
penderita. Sedangkan pada penjual makanan dapat dilakukan penyuluhan dengan:
menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena makanan matang
yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan bahan makan mentah, memasak
makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang tercemar oleh organisme
penyebab penyakit, menyimpan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena
makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas
atau dingin, memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan
perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang biak selama
penyimpanan dan menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih.
Pasca Kejadian Keracunan Makanan sangat perlu untuk dilakukan :
1. Pelatihan
a. Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan (PAEL) yang diikuti oleh petugas dinas
kesehatan propinsi, kab/kota
b. Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP)
c. Pelatihan/Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
2. Pembelian alat
Untuk menunjang penanggulangan keracunan makanan diperlukan peralatan
pengambilan dan pemeriksaan sampel makanan dan specimen bagi
BBTKLPM, KKP dan Dinas Kesehatan
:
3. Menyusun Pedoman dan Peraturan
Untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan dalam menunjang investigasi
keracunan makanan, maka sangat diperlukan adanya pedoman dan peraturan
Langkah-langkah dalam menghadapi informasi/berita KLB keracunan makanan
dari media cetak / elektronik:
1. Menghubungi Petugas Dinas Kesehatan (Propinsi, Kab/Kota) tempat terjadinya KLB
keracunan Makanan melalui Telpon, HP/SMS
2. Mencatat data/informasi tentang :
a. Penderita
b. Waktu Kejadian
c. Tempat kejadian
d. Upaya yang dilakukan
e. Solusi / Pemecahan masalah
3. Meminta hasil investigasi lapangan dikirim ke Ditjen PPM & PL (SD-HSMM & SD
SE) melalui fax, surat, e-mail
4. Kunjungan ke lokasi KLB untuk investigasi/ Pasca KLB Keracunan Makanan
(Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013)
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam penanganan kasus keracunan makanan
meliputi seperangkat alat untuk pemeriksaan, perlengkapan transportasi, perkakas
pengumpul sampel makanan sisa, serta alat penunjang yang mungkin diperlukan. Alat
pemeriksaan terdiri dari: kuesioner tentang penyakit, kotak plastik untuk menyimpan
materi, kemasan sampel steril, lembar informasi tentang pengambilan sampel, sarung
tangan plastik sekali pakai, sendok plastik, dan kantung aluminium foil.
Perlengkapan transportasi mencakup freezer kecil, label, data barang, jadwal
perjalanan, dan catatan pengiriman barang. Jika media khusus dibutuhkan, segera
konsultasikan dengan ahli mikrobiologi.
Pengumpul sampel makanan terdiri atas sendok, tongue depressor, kemasan steril,
kantung plastik, swab media tube, termometer digital, kapas alkohol, sarungan tangan
disposable, dan buku catatan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan sampel.
Perlengkapan penunjang berupa peralatan fotografi, senter, petunjuk jalan, kartu
identitas petugas, buku catatan sampel dan segel pemerintah, buku catatan petugas, dan
buku peraturan perundang-undangan. (Arisman, 2009)
Masalah utama penanganan keracunan makanan:
1. Koordinasi dan kerjasama antar instalasi yang menangani KLB keracunan
makanan yang meliputi:
a) Koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah/dinas kesehatan setempat
kurang, terutama dengan dihapusnya lembaga Kanwil sebagai penanggung jawab
Tim Penanggulangan Keracunan Pangan di Propinsi
b) Prosedur pelaporan maupun penanganan keracunan pangan belum dipahami
sepenuhnya oleh petugas di lapangan
2. Penanganan dan analisis sampel, diantaranya:
a) sampel yang diduga sebagai penyebab keracunan sering terlambat atau tidak dapat
diperoleh sehingga tidak dapat dilakukan analisis penyebab KLB
b) Seringkali balai POM mendapat sampel dari pihak luar/kepolisian yang umumnya
tidak mengetahui bagaimana mengambil dan menangani sampel tersebut
c) Akses yang terbatas terhadap laboratorium rujukan dan kurang memadai dalam
identifikasi patogen/bahan berbahaya penyebab keracunan makanan
3. Masalah lain seperti:
a) Masih rendahnya kejadian yang dilaporkan
b) Lebih banyak diarahkan untuk menghitung jumlah kasus keracunan makanan saja
c) Tidak banyak manfaat yang dapat digunakan dalam program keamanan makanan
d) KLB tidak dapat ditangani secara tuntas (Food Watch Sistem Keamanan Pangan
Terpadu, 2005)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang ada, maka kami menyimpulkan bahwa:
1. Kasus diare yang menimpa 50 karyawan di perusahaan X merupakan kasus
keracunan makanan.
2. Kemungkinan penyebab keracunan makanan yang terjadi di warung A dan C
adalah toksin Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Salmonella sp.
3. Warung A lebih mungkin menimbulkan kasus keracunan makanan daripada
warung C dilihat dari jumlah penderita.
4. Jenis makanan yang menjadi penyebabnya tidak bisa dipastikan karena data yang
tersedia sangat terbatas, tetapi semua jenis makanan mungkin saja menjadi
penyebabnya.
SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan untuk mencegah terjadinya kasus yang
serupa, antara lain :
1. Memperbaiki manajemen warung dengan melakukan pemilihan dan pengolahan
bahan makanan serta penyimpanan makanan jadi.
2. Tindakan pencegahan yang dilakukan berupa sanitasi yang baik, penyuluhan
kesehatan, pembinaan dan pengawasan serta pemberian sanksi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
a. Arisman, Dr. buku ajar ilmu gizi Keracunan Makanan, cetakan I, Jakarta
2009.
b. http://emedicine.medscape.com/article/175569-overview
c. Winiati,Endang,Dahrul, dkk. Penyuluhan Keamanan Pangan Untuk
Konsumen Swalayan, Direktorat Surveilan Dan penyuluhan keamanan
pangan.
d. Keamanan pangan , Gizi Buruk Serta Dampak Sosio-Ekonominya,
http://www.gizi.net/makalah/Food_Safety_Dadi.pdf
e. http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm
f. Pratiknjo, Laksomono. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu
Indikator Lemahnya Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk
Makanan yang Beredar. Dalam Jurnal Ilmiah [Online], vol 1 (30), 4
halaman.
http://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/edisi/Volume.I.Nomor.2.Januari.2007 [20
Mei 2013]
g. http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning
h. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu, 2005. Diunduh dari
http://skpt.pom.go.id/v1/berita/4fw/foodwatch2.pdf
i. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013. Strategi
Penanggulangan KLB Keracunan Pangan. Jakarta: Badan POM RI
j. Cunha, John, et all. 2013. Food Poisoning. tersedia
http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/article_em.htm