8
0064: Fifit Juniarti dkk. KO-5 OPTIMASI PRODUKSI PROTEIN NON STRUKTURAL 1 (NS1) VIRUS DENGUE SEROTIPE 3 (DENV-3) Fifit Juniarti 1,* , Doddy Irawan 1 , Subintoro 1 , Khayu Wahyunita 1 , Aris Rudiyanto 1 , Chaerul Malik 1 , dan Vanny Narita 2 1 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta Pusat 10340 2 Universitas Al Azhar Indonesia Komplek Masjid Agung Al Azhar, Jakarta 12110 * e-Mail: [email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012 ABSTRAK Wabah demam berdarah dengue hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di daerah tropikal dan sub tropikal di seluruh dunia termasuk Indonesia. Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue, dimana serotipe DENV-3 dari keempat serotipe virus dengue seringkali dikaitkan dengan kasus yang parah. Protein NS1, salah satu protein nonstruktural dalam virus dengue, merupakan protein potensial untuk dikembangkan sebagai kandidat vaksin maupun bahan dasar kit diagnostika. Studi ini bertujuan memperoleh metode produksi protein rekombinan NS1 virus Dengue serotype DENV-3 dalam Escherichia coli (E. coli). Pemilihan sistem ekspresi dalam E. coli didasarkan pada E. coli sebagai sistem ekspresi yang telah banyak dipelajari memiliki berbagai sistem salah satunya sistem Glutathione S-transferase (GST) yang dapat mengekspresi, purifikasi dan deteksi protein rekombinan.Dalam studi ini telah dilakukan optimasi suhu induksi dan metode lisis sel untuk memperoleh kondisi optimal produksi protein rekombinan NS1 dalam E. coli. Hasil studi menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk induksi ekspresi protein rekombinan dengan IPTG adalah pada suhu 25 C selama overnight. Setelah membandingkan berbagai metode lisis sel baik secara fisik, kimiawi maupun kombinasi dapat disimpulkan bahwa metode optimal untuk lisis sel adalah kombinasi fisik dan kimiawi yakni dengan sonikasi namun menggunakan buffer lisis. Dalam studi ini juga dikembangkan metode deteksi protein rekombinan NS1 dengan pendekatan dot blot dan ELISA, metode ini dikembangkan karena lebih cepat dan murah dibandingkan Western blot. Kedua metode ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kit diagnostika berbasis protein rekombinan NS1 virus Dengue serotype DENV-3. Kata Kunci: DENV-3, protein rekombinan NS1, Escherichia coli (E. coli), Glutathione S-transferase (GST) I. PENDAHULUAN Hingga saat ini, demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kasus demam berdarah pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 dan terus terjadi hingga saat ini. Namun jumlah kematian yang disebabkan demam berdarah dengue saat ini sudah mulai menurun hal ini dise- babkan oleh meningkatnya pengetahuan masyarakat dan fasilitas layanan kesehatan akan penyakit tersebut, terdapatnya sistem diagnostik yang lebih baik serta ter- dapatnya protokol penanganan yang lebih baik. [2] Virus dengue memiliki 4 serotipe yakni DENV1-DENV4. Di Indonesia, keempat serotype virus dengue telah dite- mukan namun DENV-3 seringkali dikaitkan dengan kasus demam berdarah yang parah. [2] Virus dengue adalah virus dengan genom RNA beruntai tunggal positif yang menkode tiga protein struktural yakni C, PrM/ M dan E serta tujuh protein nonstruktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5). [3] Protein NS1 merupakan glikoprotein 48 kDa yang fungsinya sebagai ko-faktor untuk replikasi virus. [4] Protein NS1 ditemukan sebagai protein tersekresi maupun terkait sebagai protein membrane. Kedua bentuk protein sama sama bersifat imunogenik. [5] Penelitian oleh Schlesinger et al. menunjukkan bahwa imunisasi hewan coba dengan protein NS1 dapat memicu terbentuknya imun respon protektif dimana antibodi anti-NS1 dapat melindungi terhadap infeksi virus dengue. Sehingga protein NS1 merupakan kandidat untuk vaksin. [6] Selain itu, protein NS1 juga merupakan kandidat un- tuk deteksi karena antibodi anti-NS1 dapat ditemukan di pasien penderita demam berdarah baik yang terkena infeksi primer maupun sekunder. [7] Potensi protein rekombinan NS1 terutama dari serotipe DENV-3 sebagai bahan dasar kit diagnostika dan vaksin sangat besar. Studi ini bertujuan mempro- Prosiding InSINas 2012

file-KO-TeX_02

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ll

Citation preview

Page 1: file-KO-TeX_02

0064: Fifit Juniarti dkk. KO-5

OPTIMASI PRODUKSI PROTEIN NON STRUKTURAL 1 (NS1) VIRUSDENGUE SEROTIPE 3 (DENV-3)

Fifit Juniarti1,∗, Doddy Irawan1, Subintoro1, Khayu Wahyunita1, Aris Rudiyanto1, Chaerul Malik1, dan Vanny Narita2

1Badan Pengkajian dan Penerapan TeknologiJl. MH. Thamrin 8, Jakarta Pusat 10340

2Universitas Al Azhar IndonesiaKomplek Masjid Agung Al Azhar, Jakarta 12110

∗e-Mail: [email protected]

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Wabah demam berdarah dengue hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di daerahtropikal dan sub tropikal di seluruh dunia termasuk Indonesia. Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue,dimana serotipe DENV-3 dari keempat serotipe virus dengue seringkali dikaitkan dengan kasus yang parah. Protein NS1, salahsatu protein nonstruktural dalam virus dengue, merupakan protein potensial untuk dikembangkan sebagai kandidat vaksinmaupun bahan dasar kit diagnostika. Studi ini bertujuan memperoleh metode produksi protein rekombinan NS1 virus Dengueserotype DENV-3 dalam Escherichia coli (E. coli). Pemilihan sistem ekspresi dalam E. coli didasarkan pada E. coli sebagai sistemekspresi yang telah banyak dipelajari memiliki berbagai sistem salah satunya sistem Glutathione S-transferase (GST) yang dapatmengekspresi, purifikasi dan deteksi protein rekombinan.Dalam studi ini telah dilakukan optimasi suhu induksi dan metodelisis sel untuk memperoleh kondisi optimal produksi protein rekombinan NS1 dalam E. coli. Hasil studi menunjukkan bahwakondisi optimal untuk induksi ekspresi protein rekombinan dengan IPTG adalah pada suhu 25 ◦C selama overnight. Setelahmembandingkan berbagai metode lisis sel baik secara fisik, kimiawi maupun kombinasi dapat disimpulkan bahwa metode optimaluntuk lisis sel adalah kombinasi fisik dan kimiawi yakni dengan sonikasi namun menggunakan buffer lisis. Dalam studi inijuga dikembangkan metode deteksi protein rekombinan NS1 dengan pendekatan dot blot dan ELISA, metode ini dikembangkankarena lebih cepat dan murah dibandingkan Western blot. Kedua metode ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjutmenjadi kit diagnostika berbasis protein rekombinan NS1 virus Dengue serotype DENV-3.

Kata Kunci: DENV-3, protein rekombinan NS1, Escherichia coli (E. coli), Glutathione S-transferase (GST)

I. PENDAHULUANHingga saat ini, demam berdarah dengue masih

menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kasus demamberdarah pertama kali ditemukan di Indonesia padatahun 1968 dan terus terjadi hingga saat ini. Namunjumlah kematian yang disebabkan demam berdarahdengue saat ini sudah mulai menurun hal ini dise-babkan oleh meningkatnya pengetahuan masyarakatdan fasilitas layanan kesehatan akan penyakit tersebut,terdapatnya sistem diagnostik yang lebih baik serta ter-dapatnya protokol penanganan yang lebih baik.[2] Virusdengue memiliki 4 serotipe yakni DENV1-DENV4. DiIndonesia, keempat serotype virus dengue telah dite-mukan namun DENV-3 seringkali dikaitkan dengankasus demam berdarah yang parah.[2] Virus dengueadalah virus dengan genom RNA beruntai tunggalpositif yang menkode tiga protein struktural yakni C,PrM/ M dan E serta tujuh protein nonstruktural (NS1,

NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5).[3] ProteinNS1 merupakan glikoprotein 48 kDa yang fungsinyasebagai ko-faktor untuk replikasi virus.[4] Protein NS1ditemukan sebagai protein tersekresi maupun terkaitsebagai protein membrane. Kedua bentuk proteinsama sama bersifat imunogenik.[5] Penelitian olehSchlesinger et al. menunjukkan bahwa imunisasi hewancoba dengan protein NS1 dapat memicu terbentuknyaimun respon protektif dimana antibodi anti-NS1 dapatmelindungi terhadap infeksi virus dengue. Sehinggaprotein NS1 merupakan kandidat untuk vaksin.[6]

Selain itu, protein NS1 juga merupakan kandidat un-tuk deteksi karena antibodi anti-NS1 dapat ditemukandi pasien penderita demam berdarah baik yang terkenainfeksi primer maupun sekunder.[7]

Potensi protein rekombinan NS1 terutama dariserotipe DENV-3 sebagai bahan dasar kit diagnostikadan vaksin sangat besar. Studi ini bertujuan mempro-

Prosiding InSINas 2012

Page 2: file-KO-TeX_02

KO-6 0064: Fifit Juniarti dkk.

duksi protein rekombinan NS1 yang dapat digunakansebagai bahan dasar kit diagnostika.

Protein rekombinan dapat diproduksi dalam bebe-rapa sistem ekspresi seperti bakteri, yeast (jamur), ta-naman maupun sel mamalia dalam kultur. Masing-masing sistem ekspresi memiliki kelebihan dan ke-kurangan masing masing seperti terangkum dalamTABEL 1.[8]

Dalam studi ini, protein rekombinan NS1 diekspre-sikan dalam E. coli walaupun sistem ini memiliki be-berapa kekurangan namun sebagai sistem yang palingbanyak dipelajari memiliki banyak keuntungan sepertiterlihat dalam Tabel 2.[8]

Dari berbagai sistem yang telah dikembangkan un-tuk ekspresi protein rekombinan dalam E. coli, sistemGlutathione S-transferase (GST) dapat mengekspresi,purifikasi dan deteksi protein rekombinan. Sistem iniberbasis pada ekspresi gen yang difusikan dengan GSTuntuk mempermudah deteksi dan purifikasi. Selain ituekspresi gen yang tinggi dapat dikontrol karena memer-lukan induksi untuk ekspresi.[9]

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mem-produksi protein rekombinan dalam E. coli adalah ter-bentuknya inclusion body yakni protein rekombinanberagregat dalam bentuk tidak larut dalam sitoplasma.Fenomena ini menjadi kendala dalam efisiensi produksiprotein rekombinan.

Salah satu faktor penentu terbentuknya inclusionbody adalah suhu induksi dan konsentrasi IPTGyangdigunakan.[10] Selain itu, metode lisis sel E. coli akanmenentukan efisiensi produksi protein rekombinan.Studi ini bertujuan memperoleh metode optimal untukproduksi protein rekombinan NS1 dalam E. coli.

II. METODOLOGIGen NS1

Gen NS1 yang digunakan adalah gen NS1 DEN-3strain KJ71 yang diisolasi dari pasien di Jakarta padaKLB tahun 2004. Sample diperoleh dari kerjasamaPusat Teknologi Farmasi dan Medika - BPPT denganLaboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran - Uni-versitas Indonesia.

Vektor pGEX-6P1Vektor ekspresi yang digunakan adalah pGEX-6P1

dari GE Healthcare. Vektor ini menggunakan promo-tor tac yang ekspresinya diinduksi dengan isopropylβ-D thiogalactoside (IPTG) dan memiliki gen AmpRsehingga ampisilin dapat digunakan untuk seleksi Es-cherichia coli (E. coli) rekombinan.[8]

Sel Inang Eschericia coli BL21 StarTM

Sel inang yang digunakan adalah Eschericia coliBL21 StarTM. E. coli BL21 memiliki adalah strain E.coli yang protease-minussehingga menguntungkan un-tuk digunakan sebagai sistem ekspresi.[8]

Plasmid rekombinan pGEX-NS1Secara ringkas, plasmid pGEX-6P1 dan gen NS1

DEN-3 strain KJ71 yang telah dipotong menggunakanenzim BamH1 dan Xho1 kemudian dipurifikasi dan di-lakukan proses ligasi menggunakan enzim T4 ligase.

E. coli BL21 rekombinanE.coli BL21 rekombinan dihasilkan dari proses trans-

formasi E.coli BL21 dengan hasil ligasi plasmid pGEX-6P1 dan gen NS1 DEN-3. Proses transformasi di-lakukan menggunakan metode CaCl2. Hasil trans-formasi kemudian diseleksi menggunakan metode α-komplementasi, single-digestion BamH1 dan PCR.

Ekstraksi protein rekombinan NS1Optimasi proses ekstraksi protein NS1 dilakukan un-

tuk memperoleh metode optimal untuk ekspresi. Fak-tor yang dioptimasi antara kondisi induksi dan metodeekstraksi. Secara garis besar, E. coli BL21 rekombinanyang telah ditumbuhkan overnight disubkultur dankultur dengan OD600 0.2 diinduksi dengan IPTG. Sete-lah diinduksi, E. coli rekombinan kemudian dilisis se-cara fisik maupun kimiawi untuk memperoleh proteinrekombinan NS1. Hasil lisis kemudian disentrifugasiuntuk memisahkan supernatan dan pelet yang kemu-dian dianalisis untuk mendeteksi keberadaan proteinrekombinan NS1.

Lisis E. coli recombinanSetelah E. coli rekombinan diinduksi dengan IPTG

guna mengekspresikan protein rekombinan, E. coli dili-sis untuk memecah dinding sel dengan metode sebagaiberikut:

Sonikasi. Pelet E. coli rekombinan diresuspensidalam PBS kemudian disonikasi selama 5 detik 20kali. Kemudian hasil sonikasi disentrifugasi untukmemisahkan supernatan dan pellet.

Frozen sonikasi. Pelet E. coli rekombinan dibekukandalam Nitrogen cair sebelum diresuspensi dalam PBSkemudian disonikasi selama 5 detik 20 kali. Kemudianhasil sonikasi disentrifugasi untuk memisahkan super-natan dan pellet.

B-PER. B-PER R© Bacterial Protein Extraction Reagentadalah reagen untuk ekstraksi protein rekombinan dariThermo Fisher Scientific Inc. Reagen ini mengguna-kan deterjen nonionic dalam 20 mM Tris·HCl (pH 7.5)untuk melisis sel bakteri. Pelet E. coli rekombinandiresuspensi dalam reagen B-PER, divorteks dan di-inkubasi selama 10-15 menit sebelum disentrifugasi un-tuk memisahkan supernatan dan pelet.

Frozen B-PER. Pelet E. coli rekombinan dibekukandalam Nitrogen cair sebelum diresuspensi dalamreagen B-PER, divorteks dan diinkubasi selama 10-15menit sebelum disentrifugasi untuk memisahkan su-pernatan dan pelet.

Kombinasi sonikasi dan B-PER. Pelet E. coli rekom-binan diresuspensi dalam PBS kemudian disonikasi se-

Prosiding InSINas 2012

Page 3: file-KO-TeX_02

0064: Fifit Juniarti dkk. KO-7

TABEL 1: Perbandingan berbagai system ekspresi protein rekombinanBakteri Jamur (yeast) Kultur sel tanaman Kultur sel mamalia

Keuntungan •Hasil tinggi•Berbagai pilihansystem

•Biomassa•Dapat disekresi

•Biomassa•Dapat disekresi

•Dapat disekresi•Dapat digunakanuntuk molekulkompleks

Kekurangan •Tidak adamodifikasi posttranslasi•Sulit disekresikan

•Profil glikosilasibelum tentu tepat

•Profil glikosilasibelum tentu tepat

•Hasil rendah

Scale-up •Potensi sangatbagus

•Potensi sangatbagus

•Tidak terbatas •Potensi bagus

Harga •Rendah hinggamenengah

•Rendah hinggamenengah

•Rendah •Tinggi hinggasangat tinggi

Tahappengembangan

•Produksi •Produksi •Pengembangan •Produksi

TABEL 2: Karakteristik sistem ekspresi E. coliKeuntungan Kekurangan. Ekspresi cepat . Tidak ada modifikasi post translasi. Hasil tinggi . Protein diproduksi dengan endotoksin. Modifikasi kultur dan genom mudah . Protein diproduksi dalam inclusion body. Tidak mahal. Produksi skala besar cepat dan murah

lama 5 detik 20 kali. B-PER ditambahkan kepada hasilsonikasidivorteks dan diinkubasi selama 10-15 menitsebelum disentrifugasi untuk memisahkan supernatandan pelet.

Freeze thaw. Pelet E. coli rekombinan diresuspensidalam PBS kemudiandimasukan ke dalam Nitrogencair selama 1 menit dan dimasukan ke dalam air men-didih selama 30 detik atau 1 menit, diulang sebanyak 5kali. Kemudian hasil freeze thaw disentrifugasi untukmemisahkan supernatan dan pellet.

Deteksi Protein Rekombinan NS1Protein rekombinan NS1 dideteksi dengan tiga

metode yakni 1) Western blot, 2) Dot blot dan 3) ELISA.Metode dot blot dan ELISA dikembangkan untuk dapatmenapis secara cepat protein rekombinan NS1.

Western Blot. Gel poliakrilamid ditransfer ke mem-bran nitroselulosa. Setelah protein ditransfer, membrandirendam dalam larutan Ponceau S. dan dicuci dalamlarutan asam asetat. Membran kemudian diblockingdengan skim milk dalam PBST overnight. Selanjutnya,membran diinkubasi dengan antibodi anti GST-HRP se-lama 2 jam. Kemudian membran dicuci dengan PBST.Untuk visualisasi membran direndam dalam substratDAB (3,3’-Diaminobenzidine) dalam keadaan gelap.

Dot Blot. Protein rekombinan diteteskna pada po-tongan membrane nitroselulose dan dibiarkan sampaikering di suhu ruang. Membran kemudian diblocking

dengan skim milk dalam PBST overnight. Selanjutnya,membran diinkubasi dengan antibodi anti GST-HRP se-lama 2 jam. Kemudian membran dicuci dengan PBST.Untuk visualisasi membran direndam dalam substratDAB (3,3’-Diaminobenzidine) dalam keadaan gelap.

ELISA.96 well plate di coating dengan proteinrekombinan dalam coating buffer (Na2CO3, NaHCO3

dan H2O) overnight. Plate kemudian diblockingdengan skim milkselama 2 dicuci dengan PBST. Se-lanjutnya, membran diinkubasi dengan antibodi antiGST-HRP selama 2 jam. Kemudian membran dicucidengan PBST. Untuk visualisasi membran direndamdalam substrat TMB(3,3f,5,5f-Tetramethylbenzidine)dalam keadaan gelap. Reaksi dihentikan dengan StopSolution. Hasil dibaca menggunakan ELISA readerpada panjang gelombang 450 nm.

III. HASIL DAN PEMBAHASANKonstruksi plasmid rekombinan pGEX-NS1.Plasmid

rekombinan pGEX-NS1 yang telah ditransformasi kedalam E. coli diverifikasi dengan metode digesti meng-gunakan enzim restriksi BamHI. Enzim BamHI dipilihsebagai enzim verifikasi karena dapat memotong plas-mid rekombinan satu tempat pada situs perlekatan (lig-asi) plasmid pGEX-6P1 dan gen NS1 dengue sehinggapita DNA yang tampak pada hasil elektroforesis adalahpita linier tunggal berukuran 6.120 pb, hasil ligasi frag-

Prosiding InSINas 2012

Page 4: file-KO-TeX_02

KO-8 0064: Fifit Juniarti dkk.

men gen NS1 dengue (∼1.160 pb) dan vektor pGEX-6P1(4.960 pb) (GAMBAR 1).

GAMBAR 1: Hasil verifikasi plasmid rekombinan pGEX-NS1 de-ngan digesti BamHI. M: Marker 1kb Plus DNA ladders, 1: Kontrolplasmid pGEX-6P1, 2: Plasmid rekombinan pGEX-NS1

Selain itu hasil transformasi E. coli dengan plasmidrekombinan pGEX-NS1 diverifikasi dengan amplifikasiPCR dan hasil pada gel agarosa merupakan fragmengen NS1 dengue berukuran 1.160 pb (GAMBAR 2).

Induksi ekspresi protein rekombinan NS1 denganIPTG.Berbagai literatur menyatakan bahwa suhu danlama induksi dapat mempengaruhi terbentuknya in-clusion body. Studi ini melakukan optimasi suhu in-duksi yakni 29 ◦C dan 25 ◦C serta lama induksi yakniovernight dan 1 jam. Hipotesanya adalah apabila in-duksi dilakukan pada suhu rendah dan cepat maka pro-tein rekombinan akan diproduksi secara perlahan danwaktu induksi yang cepat membuat protein rekombi-nan masih larut tidak membentuk inclusion body.

Induksi E. coli rekombinan pada suhu 29 ◦C denganIPTG overnight menghasilkan protein yang larut (su-pernatan) walaupun masih sangat sedikit dibanding-kan dengan induksi IPTG 1 jam (GAMBAR 3). Sehinggadapat disimpulkan bahwa induksi selama 1 jam belumcukup lama untuk memproduksi protein rekombinandalam jumlah yang cukup untuk dideteksi.

Namun, ketika induksi IPTG dilakukan pada suhu25 ◦C terlihat bahwa produksi protein rekombinanyang larut (supernatant) sudah semakin banyak namun

GAMBAR 2: Hasil verifikasi plasmid rekombinan pGEX-NS1 de-ngan amplifikasi PCR. 1: Kontrol negatif PCR, 2: Kontrol positifPCR,3: Plasmid rekombinan pGEX-NS1, M: Marker DNA 1 kbPlus DNA Ladders

GAMBAR 3: SDS-page pada induksi IPTG pada suhu 29 ◦C danlisis E. coli dengan sonikasi. M: Marker page ruler prestained lad-der, 1: BL21 pellet induksi overnight, 2: BL21 supernatan induksiovernight, 3: pGEX pellet induksi overnight, 4: pGEX supernataninduksi overnight, 5: GST NS1 pellet induksi overnight, 6: GSTNS1 supernatan induksi overnight, 7: BL21 supernatan induksi 1jam, 8: BL21 supernatan induksi 1 jam, 9: pGEX pellet induksi1 jam, 10: pGEX supernatan induksi 1 jam, 11: GST NS1 pelletinduksi 1 jam, 12: GST NS1 supernatan induksi 1 jam

masih lebih dominan yang tidak larut (GAMBAR 3).Lisis E. coli rekombinan. Untuk memperoleh protein

rekombinan, E. coli rekombinan harus terlebih dahuluguna memecah dinding sel E. coli. Lisis sel dapatdilakukan secara fisik, kimiawi maupun kombinasi.Metode lisis sel yang paling sering digunakan adalahdengan sonikasi yang menghasilkan protein yang larut(supernatan) namun metode ini masih belum optimal(GAMBAR 5) dengan terlihatnya protein di pelet yangcukup signifikan.

Oleh sebab itu dilakukan optimasi metode lisis baiksecara fisik dengan sonikasi, kimiawi dengan kit B-

Prosiding InSINas 2012

Page 5: file-KO-TeX_02

0064: Fifit Juniarti dkk. KO-9

GAMBAR 4: SDS-page pada induksi IPTG pada suhu 25 ◦C danlisis E. coli dengan sonikasi. M: Marker Page ruler Prestained pro-tein ladder, 1: Pellet GST NS1(kultur 20 ml induksi overnight)sonikasi, 2: Supernatan GST NS1 (kultur 20 ml induksi overnight)sonikasi,3: Pellet GST NS1 (kultur 20 ml induksi overnight) B-PER, 4: Supernatan GST NS1 (kultur 20 ml induksi overnight)B-PER, 5: Pellet GST NS1 (kultur300 ml induksi overnight)sonikasi,6: Supernatan GST NS1 (kultur 300 ml induksi overnight)sonikasi, 7: Pellet GST NS1 (kultur 200 ml induksi overnight)sonikasi, 8: Supernatan GST NS1(kultur 200 ml induksi overnight)sonikasi,9: Pellet GST NS1 (kultur 100 ml induksi 1 jam) sonikasi,10: Supernatan GST NS1 (kultur 100 ml induksi 1 jam) sonikasi,11: Pellet GST NS1 (kultur 100 ml induksi 1 jam) BPER, 12: Su-pernatan GST NS1 (kultur 100 ml induksi 1 jam) BPER, 13: Pel-let GST NS1 (kultur 20 ml induksi overnight dilanjutkan inkubasisuhu 37 ◦C 1 jam) sonikasi, 14: Supernatan GST NS1(kultur 20 mlinduksi overnight dilanjutkan inkubasi suhu 37 ◦C 1 jam) sonikasi,15: Pellet BL21 sonikasi, 16: Supernatan BL21 sonikasi, 17: PelletGST sonikasi, 18: Supernatan GST sonikasi

PER maupun kombinasi. Namun hasil ekstraksi de-ngan metode ini belum menunjukkan hasil yang sig-nifikan (GAMBAR 6). Terlihat hasil yang menarik padaE. coli rekombinan yang dilisis dengan menggunakanB-PER menghasilkan pita tebal yang baru pada super-natan perlu dilakukan uji western blot untuk mende-teksi keberadaan protein rekombinan.

Metode lain untuk melisis sel yang juga sering digu-nakan adalah metode freeze thaw. Dalam metode iniperubahan suhu ekstrem dan cepat diharapkan mem-percepat proses lisis sel. Dengan metode freeze thaw

GAMBAR 5: SDS-page hasil lisis E. coli dengan sonikasi. 1:Marker page ruler unstained ladder, 2: BL21 pellet, 3: BL21 su-pernatan, 4: pGEX pellet, 5: pGEX supernatan, 6: GST NS1 pellet,7: GST NS1 supernatan, 8: BL21 supernatan, 9: pGEX supernatan,10: GST NS1 supernatan

GAMBAR 6: SDS-page hasil lisis E. coli dengan metode fisik de-ngan sonikasi, kimiawi dengan kit B-PER maupun kombinasi. 1:Marker page ruler unstained ladder, 2: Pellet GST NS1 Sonikasi,3: Supernatan GST NS1 sonikasi, 4: Pellet GST NS1 sonikasi B-PER, 5: Supernatan GST NS1 B-PER, 6: Pellet GST NS1 B-PER,7: Supernatan GST NS1 B-PER

ini terlihat bahwa protein yang larut sudah lebih dom-inan daripada yang tidak larut (GAMBAR 7). Penggu-naan buffer lisis, juga dapat digunakan untuk melisis E.coli rekombinan. Dengan menggunakan buffer tersebutterlihat bahwa terdapat protein yang larut namun seba-gian besar masih tetap tidak larut pellet (GAMBAR 8).

Namun semua data hasil ekstraksi belum mende-teksi keberadaan protein rekombinan NS1. Keberadaanprotein rekombinan NS1 dideteksi menggunakan West-ern blot, dot blot maupun ELISA.

Prosiding InSINas 2012

Page 6: file-KO-TeX_02

KO-10 0064: Fifit Juniarti dkk.

GAMBAR 7: SDS-page hasil lisis E. coli dengan metode freezethaw dan pre-treatment pembekuan dalam nitrogen cair (frozen).1: Marker Page ruler Unstained ladder, 2: Pelet GST NS1 freezethaw (1 menit freeze 1 menit thaw), 3: Supernatan GST NS1 freezethaw (1 menit freeze 1 menit thaw), 4: Supernatan GST NS1 freezethaw (1 menit freeze 30 detik thaw), 5: Pelet GST NS1 freeze thaw(1 menit freeze 30 detik thaw), 6: Pellet GST NS1 froz B-PER, 7:Supernatan GST NS1 froz B-PER, 8: Pellet GST NS1 sonikasi B-PER, 9: Supernatan GST NS1 froz sonikasi, 10: Supernatan GSTNS1 sonikasi B-PER

GAMBAR 8: SDS-page hasil lisis E. coli dengan metode sonikasidalam lysis buffer. 1: Marker page ruler prestained protein ladder, 2:Pellet GST NS1 (a) sonikasi, 3: Supernatan GST NS1 (a) sonikasi;4: Pellet GST NS1 (a) sonikasi lysis buffer I, 5: Supernatan GSTNS1 (a) sonikasi lysis buffer I, 6: Pellet GST NS1 (a) sonikasi lysisbuffer II, 7: Supernatan GST NS1 (a) sonikasi lysis buffer II, 8:Pellet GST NS1 (d) sonikasi, 9: Supernatan GST NS1 (d) sonikasi,10: Pellet GST NS1 (d) sonikasi lysis buffer I, 11: Supernatan GSTNS1 (d) sonikasi lysis buffer I, 12: Pellet GST NS1 (d) sonikasi lysisbuffer II, 13: Supernatan GST NS1 (d) sonikasi lysis buffer II

Deteksi protein rekombinan NS1. Untuk mende-teksi keberadaan protein rekombinan NS1, tiga metodedikembangkan yakni Western blot, dot blot maupunELISA. Protein rekombinan NS1 yang diproduksi meru-pakan protein NS1 yang difusi dengan GST, untukkeperluan deteksi antibodi anti-GST digunakan. Prin-sip deteksi protein rekombinan NS1-GST digambarkanpada GAMBAR 9.

Protein rekombinan NS1 yang diekstraksi denganmelisis E. coli rekombinan secara fisik dengan sonikasi,kimiawi dengan kit B-PER maupun kombinasi dide-

GAMBAR 9: Skema deteksi protein rekombinan NS1-GST

teksi dengan western blot (GAMBAR 10). Hasil West-ern blot menunjukkan bahwa protein rekombinan NS1masih belum terlarut (pellet).

GAMBAR 10: Western blot hasil lisis E. coli dengan metode fisikdengan sonikasi, kimiawi dengan kit B-PER maupun kombinasi. M:marker, 1: Supernatan pGEX sonikasi, 2:Supernatan pGEX BPER,3: Pelet NS1 non treatment, 4: Pelet NS1 sonikasi, 5: SupernatanNS1 sonikasi, 6: Pelet NS1 BPER, 7: Supernatan NS1 BP, 8: Su-pernatan NS1 sonikasi BPER, 9: Supernatan NS1 sonikasi BPER

Sedangkan deteksi protein rekombinan NS1 yangdihasilkan E. coli rekombinan dilisis menggunakanmetode freeze thaw dideteksi dengan metode dot blot(GAMBAR 11). Metode ini dikembangkan guna mende-teksi keberadaan protein rekombinan NS1 secara cepat.

Prosiding InSINas 2012

Page 7: file-KO-TeX_02

0064: Fifit Juniarti dkk. KO-11

Supernatan dari hasil lisis E. coli rekombinan denganmetode freeze thaw menunjukkan keberadaan proteinrekombinan NS1 namun yang tidak larut masih tetaplebih banyak.

GAMBAR 11: Dot blot hasil lisis E. coli dengan metode freeze thawdan pre-treatment pembekuan dalam nitrogen cair (frozen). 1: PelletGST-NS1freeze bPER, 2: Supenatan GST-NS1 freeze bPER, 3: Pel-let GST-NS1 freeze bPER sonikasi, 4: Supernatant GST-NS1 freezesonikasi, 5: Supernatant GST-NS1 freeze bPER sonikasi, 6: Pel-let GST-NS1 freeze thaw sonikasi, 7: Supernatan GST-NS1 freezethaw, 8: Supernatan GST-NS1 freeze thaw sonikasi, 9: Pellet GST-NS1 freeze thaw, 10: Supernatan GST-NS1 freeze thaw, C. Kontrolnegative

Protein rekombinan NS1 yang dihasilkan E. colirekombinan dilisis menggunakan metode sonikasidalam lysis buffer dideteksi dengan western blot (GAM-BAR 12). Protein rekombinan NS1 terlihat positif padahasil Western blot sample supernatan GST NS1 (b).

GAMBAR 12: Western blot hasil lisis E. coli dengan metodesonikasi dalam lysis buffer. 1: Supernatan GST NS1 (a37), 2: PelletGST NS1 (a37), 3: Pellet GST NS1 non treatment (+), 4: Super-natan GST NS1 (d), 5: Pellet GST NS1 (d), 6: Supernatan GSTNS1 (c), 7: Pellet GST NS1 (c), 8: Supernatan GST NS1 (b), 9:Pellet GST NS1 (b), 10: Supernatan GST NS1 (a), 11: Pellet GSTNS1 (a)

Dalam studi ini dikembangkan metode deteksi pro-tein rekombinan NS1 berbasis ELISA, keunggulanmetode ini adalah dapat mendeteksi protein rekom-binan NS1 secara semi kuantitatif. Protein dalamE. coli rekombinan yang dilisis menggunakan metodesonikasi dalam lysis buffer dideteksi dengan ELISA(GAMBAR 13). Hasil analisa ELISA menunjukkan pro-

tein rekombinan masih banyak terdapat dipelet (tidaklarut), namun dengan perlakuan lysis buffer II meng-hasilkan protein soluble yang lebih tinggi.

GAMBAR 13: Analisis ELISA hasil lisis E. coli dengan metodesonikasi dalam lysis buffer. A1: Pellet GST NS1 sonikasi, A4: Pel-let GST NS1 sonikasi dengan lysis buffer I, A5: Pellet GST NS1sonikasi dengan lysis buffer II, B2: Pellet GST NS1 sonikasi denganlysis buffer I, C2: Pellet GST NS1 sonikasi, D3: Pellet GST NS1sonikasi lysis buffer I, D1: Pellet GST NS1 sonikasi, D4: PelletGST NS1 sonikasi dengan lysis buffer II, pGEX, B: kontrol negative

IV. KESIMPULANPermasalahan yang sering manjadi kendala dalam

memproduksi protein rekombinan dalam E. coli adalahterbentuknya inclusion body. Beberapa faktor yangdapat meningkatkan jumlah protein rekombinan yanglarut dan mengurangi terbentuknya inclusion bodyadalah kondisi induksi dengan IPTG dan metode li-sis E. coli rekombinan. Dalam studi ini dapat disim-pulkan bahwa kondisi optimal produksi protein rekom-binan NS1 adalah dengan induksi IPTG pada suhu25 ◦C overnight dan melisis sel dengan menggunakansonikasi dalam buffer lisis. Melihat potensi NS1 sebagaibahan dasar pengembangan kit diagnostika, studi inimengembangkan metode deteksi protein rekombinanNS1 dengan pendekatan dot blot dan ELISA. Masingmasing metode yang dikembangkan memilikikelebihanmasing masing yakni metode dot blot dapat mendeteksiprotein rekombinan NS1 dalam waktu cepat sedangkanmetode ELISA bersifat semi kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA[1] Setiati, TA., Wagenaar, JFP., de Kruif, MD.,

Mairuhu, ATA., van Gorp, ECM. dan Soemantri, A.(2006), Changing Epidemiology of Dengue Haem-morrhagic Fever in Indonesia, Dengue Bulletin,30:1-14

[2] Rice CM, Lenches EM, Eddy SR, Shin SJ, Sheet RL,Strauss JH. 1985. Nucleotide sequence of yellow

Prosiding InSINas 2012

Page 8: file-KO-TeX_02

KO-12 0064: Fifit Juniarti dkk.

fever virus: implication for flavivirus gene expres-sion and evolution. Science 229:726-733.

[3] Mackenzie, JM., Jones, MK. and Young PR. (1996),Immunolocalization of the Dengue Virus Non-structural Glycoprotein NS1 Suggest a Role in ViralRNA Replication, Virol. 220: 232-240

[4] Falconar AKI, Young PR. 1990. Immunoaffinity pu-rification of native dimer forms of the flavivirusnonstructural glycoprotein, NS1. J Virol Methods30:323-332.

[5] Schlesiger JJ, Brandriss MW, Walsh EE. 1987. Pro-tection of mice against dengue 2 virus encephali-tis by immunization with the dengue 2 virus non-structural glycoprotein NS1. J Gen Virol 68:853-857.

[6] Huang, JL., Huang, JH., Shyu, RH., Teng, CW., Lin,YL., Kuo, MD., Yao, CW. dan Shaio, MF. (2001),High-Level Expression of Recombinant DengueViral NS-1 Protein and Its Potential Use as a Di-agnostic Antigen, J Med Virol, 65:553-60

[7] Sodoyer, R. (2004), Expression Systems for theProduction of Recombinant Pharmaceuticals, Bio-drugs, 18(1): 51-62

[8] Demain, AL. dan Vaishnav, P. (2009), Productionof Recombinant Proteins by Microbes and HigherOrganisms, Biotechnology Advances, 27: 297-306

[9] Amersham Biosciences, GST Gene Fusion System[10] Strandberg, L. dan Enfors, SO. (1991), Factors In-

fluencing Inclusion Body Formation in the Produc-tion of a Fused Protein in Escherichia coli, Appl.Environ. Microbiol., 57(6):1669-74

Prosiding InSINas 2012