Upload
mus-eih
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/2/2019 Filsafat Rasionalisme
1/3
Filsafat Rasionalisme May 16th, 2008
Filsafat Rasionalisme satu aliran filsafat modern, yaitu empirisme. Kali ini saya akan menggalilebih dalam tentang aliran kontra empirisme, taitu Rasionalisme. Rasionalisme sangat
bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati
berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang
kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio,ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII.Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya
akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian
tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yangpesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-
orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang
hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi
selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac
Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika ituterdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab
akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwaNewton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam
mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan
kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Barudalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern
yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung
(pencerahan).
Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
MENGKAJI FENOMENA KESEHARIAN
Dari sedut pandang pemikiran filsafat Rasinalisme tersebut, sekiranya saya dapat mengambilcontoh tentang logika di dalam agama. Dari salam satu tulisan yang saya temukan di internet,
Ada sebuah ungkapan, terkenal dari tokoh besar di dunia Islam, Ibn Taimiyyah, yang artiharfiahnya Barang siapa menggunakan logika maka ia telah kafir. demikian ungkapan
tersebut. Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan? Ataukah memang mutlak salah?Apa implikasi jika sikap seperti ini dibenarkan?
Dan apa pula konsekuensinya jika ia mutlak salah?
Ataukah sikap seperti ini relatif, bisa benar sekaligus bisa salah secara bersamaan?Dan apa-kah konsekuensinya jika kebenaran sikap seperti ini relatif?
Seperti kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional.
http://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.htmlhttp://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.htmlhttp://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.html8/2/2019 Filsafat Rasionalisme
2/3
Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan realitas, apakah itu
realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logikabersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak
mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan atau angan-angan yang mungkin (all
possible intelligebles).
Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yangbukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam
secara kodrati dan spontan. Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan ini harus selalu
diterima kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini sesungguhnyaadalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the very property of being). Tidak
mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan
seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanyaberarti meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains dan teknologi, dan seluruh
pengetahuan manusia.
Maka sebagai contoh ungkapan dari Ibn Taimiyyah di atas, jika misal pernyataan itu benar,
maka menggunakan kaidah logika adalah salah. Karena menggunakan kaidah logika salah, makaprinsip non-kontradiksi salah. Kalau prinsip non-kontradiksi salah. Artinya seluruh kebenaran
tiada bermakna, tidak bisa dibenarkan ataupun disalahkan, atau bisa dibenarkan dan disalahkansekaligus.
Kalau seluruh keberadaan tidak bermakna, maka pernyataan itu sendiri Barang siapa
menggunakan logika maka ia telah kafir juga naif. Tak bermakna. Tak juga perlu dipiki rkan.Menerima kebenaran pernyataan beliau tersebut sama saja dengan mengkafirkan beliau. Karena
ika pernyataan tersebut benar, maka untuk membenarkannya telah digunakan kaidah logika.
Dan karena beliau telah menggunakan kaidah logika, menurut pernyataan-nya sendiri beliau
kafir.
Jadi sebaiknya pernyataan pengkafiran orang yang menggunakan logika ini benar-benar ditolak.
Pernyataan ini salah. Dan sangat Salah. Dan mustahil benar. Karena kalau benar, semua orang
yang berfikir benar kafir. Dan ini mustahil.Dilihat dari segi pandangan umum, Islam jelas menentang adanya relativisme Kebenaran. Dalam
Islam yang benar pasti benar dan tidak mungkin salah. Sedang yang salah pasti salah dan tak
mungkin benar.
Penerapan kaidah-kaidah berfikir yang benar telah menghantarkan para filosof (pecinta
kebijaksanaan) besar pada keyakinan yang pasti akan keberadaan Tuhan.
Jelas-jelas penerapan logika bagi mereka tidak menentang agama. Malah sebaliknya, me-real-
kan agama sampai ke seluruh pori-pori rohaninya yang mungkin. Atau dengan kata lain,
mencapai hakikat.
Dalam dialog terakhir Socrates, digambarkan betapa figur filsuf ini mati tersenyum setelah
menyebut nama Tuhan sebelum akhir hayatnya Alih-alih logika menentang agama, malah logika
adalah kendaraan super-executive untuk mencapai hakikat kebenaran spiritual. Dan sekali lagi
alih-alih logika menentang agama, tanpa logika agama tak-kan dapat terpahami.
8/2/2019 Filsafat Rasionalisme
3/3
Jadi apakah Logika dalam Agama = kebenaran spiritual ?!