19
D. Unsur-unsur Hukum Syar'i 1. Mahkum Fih Mahkum fih adalah perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syar'i. a. Wajib -> Memenuhi janji b. Sunah -> Mencatat hutang c. Haram -> Membunuh d. Makruh -> Menginfakkan hartanya yang jelek e. Mubah -> Sakit/dalam perjalanan Semua perintah atau larangan berhubungan dengan perbuatan mukallaf. Dalam perintah yang dituntut adalah mengerjakan yang diperintahkan dan dalam larangan yang dituntut adalah menahan yang dilarang. Tuntutan syara' terhadap perbuatan mukallaf menjadi sah apabila : a. Perbuatan itu sungguh-sungguh diketahui oleh mukallaf sehingga ia dapat menunaikan tuntutan sesuai dengan yang diperintahkan b. Harus diketahui bahwa tuntutan itu keluar dari orang yang mempunyai wewenang menuntut c. Perbuatan yang dituntut adalah perbuatan yang mungkin dilakukan 2. Mahkum 'Alaih Mahkum 'alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syara'. Dalam syara' sahnya memberikan beban kepada mukallaf disyaratkan : a. Mukallaf harus dapat memahami dalil taklif b. Mukallaf harus orang yang ahli dengan sesuatu yang dibebankan 3. Awaridhul Ahliyah Awaridhul ahliyah adalah penghalang-penghalang keahlian, yaitu penghalang keahlian seseorang untuk melaksanakan ketentuan syar'i sehingga seorang manusia tidak mengerjakan ketentuan, atau mendapat keringanan. Penghalang-penghalang tersebut adalah : a. Penghalang-penghalang yang datang yang dapat menghalangi sama sekali ahliyatul adanya. Misalnya gila, tidur, pingsan, atau hilang akal b. Penghalang yang datang kepada manusia yang tidak menghilangkan keahlian sama sekali, yaitu sifat kurang akal c. Penghalang yang datang kepada manusia tetapi tidak mempengaruhi keahlian 2. Mahkum Alaih (Subjek Hukum) 1. Pengertian Mahkum Alaih Para ulama’ ushul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah Ta’ala, yang disebutkan dengan mukallaf. Secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dalam ushul fiqh,

fiqih

  • Upload
    aam

  • View
    28

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fiqih

Citation preview

D. Unsur-unsur Hukum Syar'i1. Mahkum Fih Mahkum fih adalah perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syar'i.a. Wajib -> Memenuhi janjib. Sunah -> Mencatat hutangc. Haram -> Membunuhd. Makruh -> Menginfakkan hartanya yang jeleke. Mubah -> Sakit/dalam perjalanan Semua perintah atau larangan berhubungan dengan perbuatan mukallaf. Dalam perintah yang dituntut adalah mengerjakan yang diperintahkan dan dalam larangan yang dituntut adalah menahan yang dilarang. Tuntutan syara' terhadap perbuatan mukallaf menjadi sah apabila :a. Perbuatan itu sungguh-sungguh diketahui oleh mukallaf sehingga ia dapat menunaikan tuntutan sesuai dengan yang diperintahkanb. Harus diketahui bahwa tuntutan itu keluar dari orang yang mempunyai wewenang menuntutc. Perbuatan yang dituntut adalah perbuatan yang mungkin dilakukan

2. Mahkum 'Alaih Mahkum 'alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syara'. Dalam syara' sahnya memberikan beban kepada mukallaf disyaratkan :a. Mukallaf harus dapat memahami dalil taklifb. Mukallaf harus orang yang ahli dengan sesuatu yang dibebankan

3. Awaridhul Ahliyah Awaridhul ahliyah adalah penghalang-penghalang keahlian, yaitu penghalang keahlian seseorang untuk melaksanakan ketentuan syar'i sehingga seorang manusia tidak mengerjakan ketentuan, atau mendapat keringanan. Penghalang-penghalang tersebut adalah :a. Penghalang-penghalang yang datang yang dapat menghalangi sama sekali ahliyatul adanya. Misalnya gila, tidur, pingsan, atau hilang akalb. Penghalang yang datang kepada manusia yang tidak menghilangkan keahlian sama sekali, yaitu sifat kurang akalc. Penghalang yang datang kepada manusia tetapi tidak mempengaruhi keahlian

2. Mahkum Alaih (Subjek Hukum)1. Pengertian Mahkum Alaih Para ulama ushul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah Taala, yang disebutkan dengan mukallaf.Secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dalam ushul fiqh, istilah mukallaf disebut juga mahkum alaih (Subjek Hukum). Orang Mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangannya. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus dipertanggungjawabkan. Apabila ia mengerjakan larangan Allah, maka ia mendapat dosa .Syarat-syarat orang mukallaf itu ada dua bagian:1. Harus sanggup dan dapat memahami khitab atau ketentuan yang dihadapkan kepadanya. Tidak semua orang mukallaf yang dapat memahami bahasa Arab. Agar takhlif dibebani secara merata, diwajibkan kepada kita menerjemahkan Al-Quran dan Sunah Nabi, yang menjadi sumber takhlif kedalam bermacam-macam bahasa yang dapat dipahami mereka. Dalil kewajiban itu berdasarkan: Artinya: Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir diantara kamu.Dalam masalah ini termasuk kepada orang yang Ghaib adalah orang yang tidak mengetahui bahasa Arab (Al-Quran) dan Hadis atau tidak sanggup memahami dalil-dalil hukum syara yang dibebankan kepada orang takhlif.2. Ahli dan patut ditakhlifi. Yang dimaksud dengan ahli adalah orang yang pantas atau patut dibebani dengan takhlif. Ahli yang dimaksud terdiri atas dua bagian, antara lain: a. Ahliyatul Wujub adalah kepantasan seseorang untuk mempunyai hak dan kewajiban.Jadi, ahliyatul wujub itu adalah keputusan seseorang untuk menerima haknya dari orang lain dan memenuhi kewajiban kepada orang lain. Dasar keputusan itu ialah kemanusiaan. Oleh karena itu, sesama manusia, laki-laki, perempuan, baik janin, bayi maupun baligh, gila ataupun sehat otaknya, sakit atau sehat ditinjau dari kemanusiaannya adalah ahliyatul wajib. b. Ahliyatul Ada-a adalah kepantasan seorang mukallaf yang ucapan dan perbuatannya diperhitungkan oleh syara, dengan pengertian, apabila seseorang mengerjakan shalat wajib, maka syara menilai bahwa kewajibannya telah tunai dan gugur darinya tuntutan itu. Sebagai dasar untuk menentukan ahliyatul ada-a ialah tamyiz. Oleh karena itu, manusia yang tergolong kepada ahliyatul ada-a hanyalah manusia yang mumayyiz saja .

3. Mahkum Fih / Mahkum Bih 1. Pengertian Mahkum Fih / Mahkum BihMenurut ulama Ushul Fiqh, yang dimaksud dengan mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari (Allah dan Rasul-nya), baik yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan, memiih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah, serta batal. Para ulamapun sepakat, bahwa seluruh perintah syari itu ada objeknya, yakni perbuatan mukallaf. Dan terhadap perbuatan mukallaf tersebut ditetapkanlah suatu hukum. Misalnya: a. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 43 Artinya: Dirikanlah Shalat.Ayat ini berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, yakni tuntutan untuk mengerjakan shalat, atau berkaitan dengan kewajiban mendirikan shalat.b. Firman Allah SWT, dalam surat Al-Anam : 151 Artinya: Janganlah kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu sebab yang benarDalam ayat ini terkandung suatu larangan yang terkait dengan perbuatan orang mukallaf, yaitu larangan melakukan pembunuhan tanpa hak, maka membunuh tanpa haq itu hukumnya haram.Dengan contoh diatas, dapat diketahui bahwa objek hukum itu adalah perbuatan mukallaf. Berdasarkan hal itu, ulama Ushul Fiqh menetapkan kaidah Tidak ada taklif (pembebanan hukum) melainkan terhadap perbuatan. kaidah tersebut telah disepakati oleh sebagian besar ulama ushul. Diantara mereka, ada yang berargumen bahwa apabila dalam syara tercakup hukum wajib ataupun sunah, maka perintahnya pasti jelas, yakni perintah wajib itu berkaitan dengan keharusan, sedangkan sunah tidak demikian, tetapi keduanya sama-sama bila terlaksana dengan adanya perbuatan. Begitu pula hukum syara yang berkaitan dengan haram dan makruh keduanya terjadi dengan perbuatan, yakni mengekang diri untuk tidak melaksanakan sesuatu yang haram atau yang makruh tersebut .

2. Syarat-syarat Mahkum BihPara ulama ushul mengemukakan beberapa syarat sahnya suatu taklif (pembebanan hukum), yaitu:a. Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan, sehingga tujuannya dapat ditangkap dengan jelas dan dapat ia laksanakan. Maka seorang Mukallaf tidak terkena tuntutan untuk melaksanakan shalat misalnya, sebelum dia tahu persis rukun, syarat, dan cara-cara shalat tersebut.Dalam Al-Quran, perintah shalat dinyatakan antara lain dalam ayat: Dirikanlah shalat! Perintah shalat dalam Al-Quran ternyata masih global, maka Rasulullah SAW menjelaskannya sekaligus memberikan contoh, sebagaimana sabdanya, Shalatlah sebagaimana aku shalat. Begitu pula perintah-perintah syara lainnya, seperti zakat, puasa, dan sebagainya.b. Mukallaf harus mengetahui sumber taklif. Seseorang harus mengetahui bahwa tuntutan itu dari Allah SWT. Sehingga ia melaksanakannya berdasarkan ketaatan dengan tujuan titah Allah semata. Sebenarnya, hal itu sama dengan hukum yang berlaku dalam hukum positif, yakni tidak ada keharusan untuk mengerjakan suatu perbuatan sebelum adanya peraturan yang jelas. Hal itu antara lain, untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaannya sesuai tuntutan syara. Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan mukallaf tentang apa yang di tuntut kepadanya, adalah kemampuan untuk mengetahui perbuatan. Ketika seseorang itu dinyatakan sempurna akalnya, dan diperkirakan mampu mengetahui hukum syara baik dengan cara mempelajari melalui akalnya sendiri atau dengan cara bertanya kepada para ulama, maka sudah bisa dinyatakan bahwa mengetahui dan menanggung beban syariat.c. Perbuatan harus mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan, berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa syarat, antara lain:Pertama, tidaklah sah suatu tuntutan yang dinyatakan mustahil untuk dikerjakan berdasarkan kesepakatan jumhur ulama, baik berdasarkan zatnya atau kemustahilan itu dilihat dari luar zatnya.Kedua, para ulama ushul fiqh menyatakan tidak sah hukumnya seseorang melakukan perbuatan yang ditaklifkan untuk dan atas nama orang lain. Oleh karena itu seseorang tidak dibenarkan melakukan shalat untuk menggantikan saudaranya, atau menunaikan zakat menggantikan Bapaknya. Dengan kata lain, bahwa seseorang tidaklah dituntut atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang mungkin dilakukan adalah menasehati dan amar maruf nahyi munkar. Ketiga, tidak sah tuntutan yang berhubungan dengan perkara yang berhubungan dengan fitrah manusia, seperti gembira, marah, takut, dan sebagainya karena hal itu berada diluar kendali manusia. Keempat, tercapainya syarat taklif tersebut, seperti syarat iman dalam masalah ibadah dan bersuci untuk shalat .

MAHKUM FIH dan MAHKUMALAIHI.PENDAHULUANDalam kehidupan sehari hari kita tidak bisa hidup seenaknya sendiri, semuanya sudah diatur oleh Alloh.Dia-lah sang pembuat hukum yang dititahkan kepada seluruh mukallaf, baik yang berkait dengan hukum taklifi (seperti:wajib,sunnah,haram,makruh,mubah,maupun yang terkait) dengan hukum wadI (seperti:sebab,syarat,halangan,sah,batal,fazid,azimah dan rukhsoh).untuk menyebut istilah hukum atau objek hukum dalam ushul fiqih disebut mahkum fih,karena didalam peristiwa itu ada hukum seperti hukum wajib dan hukum haram.atau lebih mudahnya adalah perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari itu adalah mahkum fih,sedangkan seseorang yang di kenai khitob itulah yang disebut mahkum alaih (mukallaf) berikut penjelasan masing-masingII.PEMBAHASAN1.MAHKUM BIHA.Pengertian Mahkum fihMenurut Usuliyyin,yang dimaksud dengan Mahkum fih adalah obyek hukum,yaitu perbuatan seorang mukalllaf yang terkait dengan perintah syari(Alloh dan Rosul-Nya), baik yang bersifat tuntutan mengerjakan; tuntutan meninggalkan; tuntutan memilih suatu pekerjaan.Para ulama pun sepakat bahwa seluruh perintah syari itu ada objeknya yaitu perbuatan mukallaf. Dan terhadap perbuatan mukallaf tersebut ditetapkannya suatu hukum:Contoh:1.Firman Alloh dalam surat al baqoroh:43 ) (Artinya:Dirikanlah SholatAyat ini menunjukkan perbuatan seorang mukallaf,yakni tuntutan mengerjakan sholat,atau kewajiban mendirikan sholat.2.Firman Alloh dalam surat al anam:151 ) (Artinya:Jangan kamu membunuh jiwa yang telah di haramkan oleh Alloh melainkan dengan sesuatu (sebab)yang benarDalam ayat ini terkandung suatu larangan yang terkait dengan perbuatan mukallaf,yaitu larangan melakukan pembunuhan tanpa hak itu hukumnya haram.3.Firman Alloh dalam surat Al-maidah:5-6 5-6Artinya:Apabila kamu hendak melakukan sholat,maka basuhlah mukamu dan tangan mu sampai siku sikuDari Ayat diatas dapat diketahui bahwa wudlu merupakan salah satu perbuatan orang mukallaf,yaitu salah satu syarat sahnya sholat.Dengan beberapa contoh diatas,dapat diketahui bahwa objek hukum itu adalah perbuatan mukallaf.B.Syarat syarat mahkum fiha. Mukallaf harus mengetahui perbuatan yang akan di lakukan.sehingga tujuan dapat tangkap dengan jelas dan dapat dilaksanakan.Maka seorang mukallaf tidak tidak terkena tuntutan untukk melaksanakan sebelum dia tau persis.Contoh:Dalam Al quran perintah Sholat yaitu dalam ayat Dirikan Sholat perintah tersebut masih global,Maka Rosululloh menjelaskannya sekaligus memberi contoh sabagaimana sabdanyasholatlah sebagaimana aku sholatbegitu pula perintah perintah syara yang lain seperti zakat,puasa dan sebagainya.tuntutan untuk melaksanakannya di anggap tidak sah sebelum di ketahui syarat,rukun,waktu dan sebagainya.b. .Mukallaf harus mengetahui sumber taklif. seseorang harus mengetahui bahwa tuntutan itu dari Alloh SWT.Sehingga ia melaksanakan berdasarkan ketaatan dengan tujuan melaksanakan perintah Alloh semata.berarti tidak ada keharusan untuk mengerjakan suatu perbuatan sebelum adanya suatu peraturan yang jelas.hal ini untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaan sesuai tuntutan syara.c. Perbuatan harus mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan,berkait dengan hal ini terdapat dengan beberapa syatat yaitu:1. tidak syah suatu tuntutan yang dinyatakan mustahil untuk dikerjakan atau di tinggalkan.2. tidak syah hukumnya seseorang melakukan perbuatan yang di taklifkan untuk dan atas nama orang lain.3. tidak sah suatu tuntutan yang berhubungan dengan perkara yang berhubungan dengan fitrah manusia.4. tercapaianya syarat taklif tersebut, seperti iman dalam masalah ibadah,suci dalam masalah sholat.C .Al masyaqqohPerlu diketahui bahwa salah satu syarat tuntutan harus bisa dilakukan, tidak terlepas dari itu dalam melaksanakannya pasti ada ada suatu kesulitan. untuk itu akan kami jelaskan yang dimaksud adalah masyaqqoh (halangan) serta pembagiannyaMasyaqqoh itu ada dua macam yaitu:1. Masyaqqoh mutadahYaitu kesulitan yang mampu diatasi oleh manusia tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya kesulitan seperti ini tidak bisa di jadikan alasan untuk tidak mengerjakan taklif,karena setiap perbuatan itu tidak mungkin terlepas dari kesulitan.contohnya:Diwajibkannya adanya sholat ini buakan bermaksud agar badan capek atau bagaimana,akan tetapi untuk melatih dirinya diantaranya bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar2 Masyaqqoh goiru mutadahYaitu suatu kesulitan/kesusahan yang diluar kekuasaan manusia dalam mengatasinya dan akan merusak jiwanya bila di paksakan.Alloh tidak tidak menuntut manusia untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan kesusahan.seperti puasa yang terus menerus sehingga mewajibkan selalu bangun malam untuk sahur. Artinya:Alloh menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu(al baqoroh 185)D.Macam macam mahkum bihDilihat dari segi yang terdapat dalam perbuatan itu maka mahkum fih di bagi menjadi empat macam:1. Semata mata hak Alloh,yaitu sesuatu yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan.dalam hak ini seseorang tidak di benarkan melakukan pelecehan dan melakukan suatu tindakan yang mengganggu hak ini.hak ini semata mata hak Alloh.dalam hal ini ada delapan macam:a. ibadah mahdhoh (murni) seperti iman dan rukun iman yang limab. ibadah yang di dalamnya mengandung makna pemberian dan santunan,seperti:zakat fitrah,karena si syaratkan niat dalam zakat fitrahc. bantuan/santunan yang mengandung mana ibadah seperti: zakat yang dikeluarkan dari bumid. biaya/santunan yang mengandung makna hukuman,seperti: khoroj (pajak bumi) yang di anggap sebagai hukuman bagi orang yang tidak ikut jihad.e. hukuman secara sempurna dalam berbagai tindak pidana sperti hukuman orang yang berbuat zinaf. hukuman yang tidak sempurna seperti seseorang tidak diberi hak waris,karena membunuh pemilik harta tersebut.g. hukuman yang mengandung makna ibadah seperti:kafarat orang yang melakukan senggama disiang hari pada bulan ramadhanh hak hak yang harus di bayarkan,seperti: kewajiban mengeluarkan seperlima harta tependam dan harta rampasan.2. Hak hamba yang berkait dengan kepentingan pribadi seseorang seperti ganti rugi harta seseorang yang di rusak.3. Kompromi antara hak Alloh dengan hak hamba,tetapi hak alloh didalamnya lebih dominan,seperti hukuman untuk tindak pidana.4. Kompromi antara hak Alloh dan hak hamba,tetapi hak hamba lebih dominan,seperti masalah qishos.2. MAHKUM ALAIHA.Pengertian mahkum alaihMenurut ushuliyyin yang di maksud mahkum alaih secara bahasa adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitob Alloh SWT yaitu yang di sebut mukallaf.dalam arti bahasa yaitu yang di bebani hukum,sedangkan dalam istilah ushul fiqih mukallaf sering di sebut subjek hukum.B.Dasar TaklifOrang yang dikenai taklif adalah mereka yang sudah di anggap mampu untuk mengerjakan tindakan hukum atau dalam kata lain seseorang bisa di bebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif. Maka orang yang belum berakal di anggap tidak bisa memahapi taklif dari syari(Allod dan Rosulnya) sebagai sabda nabi: ( )Artinya:Di anggat pembebanan hukum dari 3(jenis orang) orang tidur sampai ia bangun,anak kecil sampai baligh,dan orang gila sampai sembuh.(HR.Bukhori.Tirmdzi,nasai.ibnu majah dan darut Quthni dari Aisyah dan Aly ibnu Abi Thalib)C.Syarat syarat taklifSyarat taklif ada 2 yaitu:1. orang itu telah mampu memahami khitob syari(tuntutan syara) yang terkandung dalam Al quran dan sunnah baik langsung maupun melalui orang lain.Kemampuan untuk memahami taklif ini melalui akal manusia,akan tetapi akan adalah sesuatu yang abstrak dan sulit di ukur ,indikasi yang kongkrit dalam menentukan seseorang berakal atau belun.indikasi ini kongkrit itu adalah balighnya seseorang yaitu dengan di tandai dengan keluarnya haid pertama kali bagi wanita dan keluarnya mani bagi pria melalui mimpi yang pertama kali atau sempurnanya umur lima belas tahun.2. Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum,atau dalam ushul fiqh di sebut Ahliyyah.maka seseorang yang belum mampu bertindak hukum atau belum balighnya seseorang tidak dikenakan tuntutan syara.begitu pula orang gila,karena kecakapan bertindak hukumnya hilang.C.Pengertian AhliyyahSecara harfiyyah ahliyyah adalah kecakapan menangani sesuatu urusanAdapun Ahliyyah secara terminologi adalah suatu sifat yang di miliki seseorang yang dijadikan ukuran oleh syariuntuk menentukan seseorang telah cakap dikenai tuntutan syaraPembagian ahliyyah1. Ahliyyah adaYaitu kecakapan bertindak hukum bagi seseorang yang di anggap sempurna untuk mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya,baik yang bersifat positif maupun negatif.ukuran untuk menentukan seseorang telah memiliki ahliyyah adaadalah aqil baligh dan cerdas2. Ahliyyah Al-wajibYaitu sifat kecakapan seseorang untuk menerima hak hak yang menjadi haknya,tetapi belum mampu untuk di bebani seluruh kewajiban,Para usuliyyin membagi ahliyyah al wujub ada 2 bagian:1 .Ahliyyah al wujub an-naqishoh.Yaitu anak yang masih berada dalam kandungan ibunya(janin)janin inilah sudah dianggap mempunyai ahliyyah wujub akan tetapi belum sempurna.2. Ahliyyah al wujub al kamilahYaitu kecakapan menerima hak bagi seseorang anak yang telah lahir ke dunia sampai dinyatakan baligh dan berakal,sekalipun akalnya masih kurang seperti orang gila-Halangan ahliyyahDalam pembahasan awal bahwa seseorang dalam bertindak hukum di lihat dari segi akal,tetapi yang namanya akal kadang berubah atau hilang sehingga ia tidak mampu lagi dalam bertindak hukum.seseorang kecakapannya bisa berubah karena di sebabkan oleh hal hal berikut:1. Awaridh samawiyyah yaitu halangan yang datangnya dari Alloh bukan di sebabkan oleh manusia seperti: gila, dungu, perbudakan, sakit yang berkelanjutan kemudian mati dan lupa2. Al awaridh al muktasabah yaitu halangan yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti mabuk,terpaksa,bersalah,dibawah pengampunan dan bodoh.III. SIMPULANSemua perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan hukum syara` dinamakan dengan Mahkum Fiih. Akan tetapi ada beberapa syarat tertentu agar perbuatannya dapat dijadikan objek hukum. Dalam mengerjakan tuntutan tersebut tentu mukallaf mengalami kesulitan-kesulitan (masyaqqah).Ada yang mampu diatasi manusia seperti : sholat, puasa dan haji. Meskipun pekerjaan ini terasa berat, tapi masih bisa dilakukan oleh mukallaf.Ada kesulitan yang tidak wajar yang munusia tidak sanggup melakukannya seperti puasa terus menerus dan mewajibkan untuk bangun malam, atau suatu pekerjaan sangat berat seperti perang fi- sabilillah, karena hal ini memerlukan pengorbanan jiwa, harta dan sebagainya.Mukallaf yang telah mampu mengetahui khitob syari(tuntutan syara) maka sudah di kenakan taklif. Semoga bermanfaat. wallohu alam bissowab.

at,08 0 makalah ushul fiqh

MAKALAH FIQH DAN USHULUL FIQHMAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Disusun oleh :1. Lya Khuswatun K126000012. Fitri Diah Hastuti126000053. Ananto Raharjo126000064. Kartika Pramudita126000075. Mirza Ibdaur Rozien 12600031

Dosen pembimbing :Dr. Yayan suryana

Pendidikan matematikaUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAyogyakarta

PendahuluanDalam kehidupan ini, kita sebagai muslim selalu berhubungan dan tidak pernah terlepas dari hukum syari, karena hukum syari selalu melekat pada diri seorang muslim. Jadi hukum syari akan selalu eksis selama muslim itu masih eksis. Oleh karena itu muslim perlu mempelajari dan memahami masalah-masalah tentang hukum syari. adapun hal-hal yang kita pelajari untuk mengetahui hukum syari adalah empat komponen mabahitsul ahkam yaitu Mahkum Fih dan Mahkum Alaihi harfiyyah ahliyyah agar kita sebagai orang muslim mengetahui dan memahami pembatasan-pembatasan hukum syari dalam islam. Serta pada makalah ini, akan dibahas mengenai Mahkum Fih dan Mahkum Alaihi mulai dari pengertian, syarat-syaratnya, macam-macamnya, dan pembagiannya, PembahasanI. Komponen-komponen mabahitsul ahkam dalam ushul fiqih.Komponen-komponen atau unsur-unsur yang harus kita pelajari dalam pembahasan hukum syari ada 4 komponen. Dimana empat komponen tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan salah satu darinya karena tidak akan tercipta dan terlaksana suatu hukum syari tanpa keempat komponen tersebut. Dan 4 komponen tersebut adalah :a) HakimYaitu orang yang memutuskan hukum. Sedangkan dalam ilmu ushul fikih seorang hakim adalah Yakni pihak yang megeluarkan hukum, adapun untuk lebih jelasnya hakim adalah pihak penentu dan pembuat hukum syari secara hakiki. Hakim dalam ilmu ushul fikih juga disebut dengan syari'.Disepakati oleh ulama bahwa hakim yang dimaksud disini adalah Allah. Dialah pembuat hukum dan satu-satunya sumber hukum yang dititahkan kepada seluruh mukallaf. Dapat dikatakan bahkan wahyu merupakan sumber syariat.

b) HukumYakni suatu hasil keputusan hakim yang menunjukan terhadap apa yang dikehendaki hakim untuk dilakukan oleh mukallaf. Sedangkan yang dimaksud hukum disini adalah khitob allah ( ketentuan dari Allah ) yang telah tertuang dalam ayat-ayat dan hadist-hadist tentang hukum.

c) Mahkum Fiih ( Objek Hukum )i) Pengertian Mahkum FiihYang dimaksud dengan Mahkum Fih ialah perbuatan mukallaf yang menjadi obyek hukum syara Mahkum fih ialah pekerjaan yang harus dilaksanakan mukallaf yang dinilai hukumnya. Sedangkan menurut ulama ushul fiqh yang dimaksud mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari baik yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah serta batal. Sebagai contoh firman Allah dalam surat al- baqarah 43 yang berbunyi: Artinya:Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'Ayat ini berkaitan dengan perbuatan mukallaf yakni tuntutan untuk mengerjakan shalat untuk berkaitan dengan kewajiban mendirikan shalat.

ii) Syarat Mahkum FiihSupaya sesuatu perbuatan sah ditaklifkan, ia harus memenuhi tiga syarat :

1. Perbuatan itu haruslah diketahui oleh mukallaf dengan pengetahuan yang sempurna, sehingga mukallaf tersebut mampu untuk melaksanakanya sebagaimana di tuntut. Berdasarkan hal ini, maka nash-nash al quran yang mujmal (yang masih global/belum di jelaskan maksudnya), tidak sah mentaklifkannya kepada mukallaf, kecuali setelah adanya bayan(penjelasan) dari nash tersebut.Contoh : ...Artinya :Dan dirikanlah sholatayat tersebut merupakan ayat yang mujmal (masih global) karena masih perlu penjelasan lagi. Dan penjelasan dari ayat tersebut yaitu penjelasan hadits nabi mengenai rukun-rukun, syarat-syarat, dan cara pelaksanaannya. Rosululloh menjelaskan kemujmalan ayat ini, dan berkata : Artinya :lakukanlah sholat sebagaimana kamu melihatku melaksanakan sholat

2. Perbuatan itu haruslah diketahui.Bahwa pentaklifan perbuatan itu datang dari orang yang mempunyai otoritas (kekuasaan yang sah) untuk mengenakan taklif dan dari orang yang mukallaf wajib mengikuti hukum-hukumnya. Karena jika perbuatan itu belum pasti, maka tidak mungkin dilaksanakan oleh mukallaf.

3. Perbuatan yang di taklifkan haruslah bersifat mungkin, atau itu dalam kemampuan mukallaf untuk melaksanakan atau meninggalkannya. Karena koridor-koridor pentaklifan secara syari itu tidak mungkin keluar dari kemampuan para mukallaf.Syarat-syarat ini bercabang menjadi dua hal :1. Bahwasannya secara syara pentaklifan terhadap sesuatu yang mustahil itu tidak sah, seperti juga mustahil menurut akal. Contohnya, diwajibkan dan di haramkannya suatu perkara dalam satu waktu,ataupun mustahil karena sesuatu yang lainnya. Contohnya, seperti manusia terbang di udara tanpa adanya alat bantu apapun seperti pesawat dan lain sebagainya.2. Bahwasannya tidak sah menurut syara, mentaklif mukallaf supaya orang lain melaksanakan suatu perbuatan ataupun meninggalkannya. Kerana melakukan perbuatan orang lain dan meninggalkannya itu tidak mungkin baginya. Contohnya, seseorang puasa untuk orang lain, ataupun seseorang melaksanakan sholat untuk orang lain.

iii) Macam-macam Mahkum Fiih

1. Jika perbuatan mukallaf berhubungan dengan hukum al ijab(), maka perbuatan ini di namakan wajib.contoh : ....Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...Pewajiban yang di ambil dari firman tersebut bersangkut paut dengan perbuatan mukalaf, yaitu : memenuhi akad-akad, maka perbuatan tersebut dijadikan wajib.

2. Jika perbuatan mukallaf berhubungan dengan hukum at tahrim, maka perbuatan ini di namakan haram.contoh : .....Artinya : Dan janganlah kamu membunuh jiwa...Pengharaman yang di ambil dari firman tersebut bersangkut paut dengan perbuatan mukalaf, yaitu : membunuh jiwa, maka perbuatan tersebut dijadikan haram.

3. Jika perbuatan mukallaf berhubungan dengan hukum an nadb, maka perbuatan ini di namakan mandub.Contoh yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kmau bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulusnya...Nadb yang di ambil dari firman tersebut bersangkut paut dengan perbuatan mukalaf, yaitu : membunuh jiwa, maka perbuatan tersebut dijadikan mandub.

4. Jika perbuatan mukallaf berhubungan dengan hukum al karohah, maka perbuatan ini di namakan makruh.Contoh yang artinya :...Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu di nafkahkan...Karahah yang di ambil dari firman tersebut bersangkut paut dengan perbuatan mukalaf, yaitu : membunuh jiwa, maka perbuatan tersebut dijadikan makruh.

5. Jika perbuatan mukallaf berhubungan dengan hukum al ibahah, maka perbuatan ini di namakan mubah/diperbolehkan.Contoh yang artinya : Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain...Ibahah yang diperoleh dari ayat ini berhubungan dengan perbuatan mukallaf, yaitu berbuka puasa dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan, yang hukumnya mubah.

d) Mahkum Alaih ( Subjek Hukum )i) Pengertian Mahkum AlaihMahkum alaihi ( ) = yang dikenai hukum ialah: orang-orang mukallaf, artinya orang-orang muslim yang sudah dewasa dan berakal, dengan syarat ia mengerti apa yang dijadikan beban baginya.Orang gila, orang yang sedang tidur nyenyak, dan anak-anak yang belum dewasa dan orang yang terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan), sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: . ( )Pena itu telah diangkat (tidak dipergunakan mencatat) amal perbuatan tiga orang: (1) orang yang tidur hingga ia bangun, (2) anak-anak hingga ia dewasa, dan (3) orang gila hingga sembuh kembali.

Demikianlah orang yang terlupa disamakan dengan orang yang tidur dan yang tidak munkin mematuhi apa yang ditaklifkan(dituntutkan)

ii) Syarat Mahkum Alaih(1) Sanggup memahami khitab khitab pembebanan yakni sanggup memahami sendiri atau dengan perantaraan orang lain nash-nash al-quran dan as-sunnah.(2) Mempunyai kemampuan menerima beban. Para ushuliyah membagi kemampuan 2 macam :(a) Ahliyatul wujub (kemampuan menerima hak dan kewajiban) yaitu kepantasan seseorang untuk diberi hak dan kewajiban. Kepantasan ini ada pada setiap manusia,baik laki-laki maupun perempuan.Semua orang mempunyai kepantasan diberi hak dan kewajiban artinya selama kemanusiaan tetap dimilikinya.(b) Ahliyatul ada (kemampuan berbuat) ialah kepantasan seseorang untuk dipandang sah segala perkataan dan perbuatanya misal bila dia mengadakan suatu perjanjian atau perbuatan.Tindakan-tindakan itu adalah sah dan dapat menimbulkan akibat hukum apabila melakukan perbuatan-perbuatan seperti shalat, puasa, haji, atau perbuatan wajib yang lain, maka perbuatan-perbuatan itu dianggap sah dan dia telah menunaikan kewajibanya yang dapat mengugurkan tanggungan apabila melakukan tindak pidana terhadap senyawa atau harta milik orang lain maka ia di kenai pidana badan atau harta .Dengan demikian ahliyatul ada itu adalah soal pertanggungjawaban dengan asasnya atau cakap bertindak

Manusia ditinjau dari hubungannya dengan ahliyyatul wujub mempunyai dua keadaan saja, yaitu:v Terkadang ia mempunyai ahliyyatul wujub yang kurang, yaitu apabila ia layak untuk memperoleh hak, akan tetapi tidak layak untuk dibebani kewajiban, ataupun sebaliknya. Mereka mencontohkan yang pertama dengan contoh janin didalam perut ibunya. Ia mempunyai berbagai hak, karena ia berhak menerima warisan dan berhak atas pemanfaatan waqaf, akan tetapi ia tidak terbebani kewajiban untuk orang lain. Dengan demikian, ahliyyatul wujubnya adalah kurang.v Ada kalanya ia mempunyai ahliyyatul wujub yang sempurna, apabila ia layak untuk memperoleh berbagai hak dan dibebani berbagai kewajiban. Ahliyyatul wujub ini tetap ada pada diri manusia semenjak ia lahir, ketika ia kanak-kanak, dalam usia menjelang balighnya (mumayyiz), dan setelah ia baligh. Dalam keadaan apapun ia berbeda pada periode dari perkembangan kehidupannya, ia mempunyai ahliyyatul wujub yang sempurna. Sebagaimana telah kami kemukakan tidak ada seorang manusiapun yang tidak mempunyai ahliyyatul wujub.

Manusia ditinjau dari hubungannya dengan ahliyyah ada mempunyai tiga keadaan, yaitu: Terkadang ia sama sekali tidak mempunyai ahliyyah ada, atau sama sekali sepi daripadanya. Inilah anak kecil pada masa kanak-kanaknya dan orang gila dalam usia berapapun. Ada kalanya ia adalah kurang ahliyyah ada-nya. Yaitu orang yang telah pintar tapi belum baligh. Ini berkenaan dengan anak kecil pada periode tamyiz (pandai membedakan antara baik dan buruk) sebelum baligh, dan berkenaan pula pada orang yang kurang waras otaknya, karena sesungguhnya orang yang kurang waras otaknya adalah orang yang cacat akalnya, bukan tidakl berakal, Ia hanyalah lemah akal, kurang sempurna akalnya. Jadi hukumnya sama dengan anak kecil yang mumayyiz. Ada kalanya ia mempunyai ahliyyah ada yang sempurna, yaitu orang yang telah mencapai akil baligh, ahliyyah ada yang sempurna terwujud dengan kebalighan manusia dalam keadaan berakal.

Hal-Hal yang bisa menghilangkan ahliyyah terbagi menjadi 2 macam yaitu : 1. = hal-hal yang menghalang yang bersifat samawi, artinya diluar usaha dan kehendak manusia. Seperti gila, agak kurang waras akalnya, dan lupa.2. = hal-hal yang menghalang yang berasal dari usaha dan kehendak manusia. Seperti mabuk, bodoh, dan hutang.

. Awaridhul Ahliyah Awaridhul ahliyah adalah penghalang-penghalang keahlian, yaitu penghalang keahlian seseorang untuk melaksanakan ketentuan syar'i sehingga seorang manusia tidak mengerjakan ketentuan, atau mendapat keringanan. Penghalang-penghalang tersebut adalah :a. Penghalang-penghalang yang datang yang dapat menghalangi sama sekali ahliyatul adanya. Misalnya gila, tidur, pingsan, atau hilang akalb. Penghalang yang datang kepada manusia yang tidak menghilangkan keahlian sama sekali, yaitu sifat kurang akalc. Penghalang yang datang kepada manusia tetapi tidak mempengaruhi keahlian