Upload
andi-prazt
View
216
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MAKALAH FIQIH MUAMALATBAI’ SALAM
Citation preview
MAKALAH FIQIH MUAMALAT
BAI’ SALAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqih Muamalat
Dosen Pengajar : Dr. Ahmad Juanda, Akt. M.M.
Disusun oleh :
1. Ilham Maulana (201210170311276)
2. Denanda Hastriyanti (201210170311277)
3. Ety Fitriani Muti’atin (201310170311294)
4. Ririn Okatia (201310170311299)
AKUNTANSIIV F
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Bai’ Salam.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan tambahan materi kepada para
mahasiswa mengenai mata kuliah Fiqih Muamalah terutama pada bagian materi Bai’ Salam.
Dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang terlibat.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Malang, 7 Maret 2015
Penyusun
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I Pengertian
1.1 Secara Bahasa ...................................................................................................... 1
1.2 Secara Definisi ..................................................................................................... 1
1.3 Dasar Hukum
1.3.1 Al-Qur’an ................................................................................................ 1
1.3.2 Sunnah ..................................................................................................... 2
1.3.3 Pendapat Ulama ....................................................................................... 3
BAB II Pembahasan
2.1 Jenis akad salam .................................................................................................. 4
2.2 Rukun dan persyaratan
2.2.1 Rukun akad salam .................................................................................. 4
2.2.2 Syarat akad salam................................................................................... 5
2.3 Mekanisme dan prosedur
2.3.1 Mekanisme akad salam ............................................................................ 7
2.3.2 Prosedur akad salam ................................................................................ 7
2.4 Keterkaitan dengan akuntansi
2.4.1 Transaksi dalam akuntansi ...................................................................... 8
2.4.2 Perbedaan mekanisme transaksi fiqih muamalah dan akuntansi ............. 8
2.4.3 Perlakuan Akuntansi ................................................................................ 10
2.4.4 Perbandingan Akuntansi umum dengan Akuntansi syariah .................... 15
BAB III Contoh Kasus
3.1 Uraian Kasus ....................................................................................................... 16
3.2 Pembahasan dan solusi kasus (perlakuan akuntansi) .......................................... 16
BAB IV Kesimpulan
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
Daftar Pustaka
BAB I
PENGERTIAN
1.1 SECARA BAHASA
Salam secara etimologi berarti memberikan, dan meninggalkan dan mendahulukan.1
Artinya, mempercepat (penyerahan) modal atau mendahulukannya. Salam biasa disebut
juga “salaf” , Istilah salam dikenal dalam masyarakat Hijaz sedangkan salaf dikenal
masyarakat Iraq. Dalam satu pernyataan yang mencoba pula untuk membedakan kedua
istilah itu, salaf berarti mendahulukan modal (ra‟sul mâl). Sedangkan salam, maknanya
lebih terfokus pada penyerahan modalnya di tempat aqad.3 Oleh karena itu, salam lebih
umum daripada salam karena salaf dikaitkan juga dengan pinjaman, sebagaimana
diungkapkan oleh Abdul Rahman al-Jaziri.
1.2 SECARA DESINISI
Sedangkan salam secara terminologi secara umum didefinisikan sebagai suatu upaya
mempertukarkan suatu nilai (uang) sekarang dengan suatu barang tertentu yang masih
berada dalam perlindungan pemiliknya dan akan diserahkan kemudian. Artinya, bahwa
yang diberlakukan adalah prinsip bai‟ (jual beli) suatu barang tertentu antara pihak
penjual dan pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang di sepakati,
dimana waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara penyerahan uang
dibayarkan dimuka (secara tunai).
1.3 DASAR HUKUM
1.3.1 AL-QUR’AN
QS. AL – BAQARAH :282
Q
S
.
A
L - MAIDAH :1
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 2
1.3.2 SUNNAH
Hadis Nabi Muhammad SAW
Hadish Riwayat Jama’ah :
Hadish Riwayat Bukhari dari Ibn’ Abbas, Nabi bersabda :
Hadis Nabi riwayat Tirmizi
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 3
Hadis Nabi riwayat Nasa’I, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
1.3.3 PENDAPAT ULAMA
Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan jual beli
dengan cara salam. Disamping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh masyarakat.
(Wahbah, 4/598)
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 JENIS AKAD SALAM
Salam tunggal
Penjual secara langsung bertindak untuk memenuhi pesanan pembeli.
Salam paralel.
Akad salam paralel setelah berakad salam degan pembeli, penjual melakukan akad
salam lanjutan degan penjual lain. salam parallel ini akadnya tidak boleh terikat satu
sama lain (ta’alluq).
2.2 RUKUN DAN PERSYARATAN
2.2.1 RUKUN AKAD SALAM
a. Shighat
Shighat itu adalah ijab dan qabul, dimana penjual mengucapkan lafadz ijab kepada
pembeli, seperti aslamtuka (aku jual secara salam) atau aslaftuka (aku jual secara salaf),
atau dengan kata-kata lain yang menjadi musytaq dari keduanya.
Sedangkan qabul adalah jawaban dari pihak yang membeli secara salam, seperti ucapan:
qabiltu ( saya terima ), radhitu ( saya rela), atau sejenisnya yang punya makna
persetuajuan.
b. Kedua- belah pihak
Yang dimaksud dengan kedua belah pihak adalah keberadaan penjual dan pembeli yang
melakukan akad salam. Penjual sering disebut dengan musallim, sedangkan pembeli
sering disebut musallam ilaihi. Tanpa keberadaan keduanya, maka salah satu rukun salam
tidak terpenuhi, sehingga akad itu menjadi tidak sah.
Pada masing-masing harus terdapat syarat, yaitu syarat ahliyah atau syarat wilayah.
Sayarat ahliyah adalah maksudnya mereka masing-masing itu adalah pemilik orang yang
beragama islam, aqil, baliqh, rasyid.
Sedangkan syarat wilayah, maksudnya masing-masing menjadi wali yang mewakili
pemilik aslinya dari uang atau barang, dengan penujukan yang syah dan berkekuatan
hokum sama.
c. Uang dan Barang
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 5
Uang sering disebut juga dengan ra’sul maal. Sedangkan barang disebut dengan
musallam fiibi. Akad salam memastikan adanya harta yang dipertukarkan, uang sebagai
alat pembayaran dan barang sebagai benda yan diperjual belikan.
2.2.2 SYARAT AKAD SALAM
Sebuah akad salam membutuhkan terpenuhinya syarat pada tiap rukunnya, baik
yang terdapat pada uangnya ataupun pada barangnya
a. Syarat pada Uang
Uang yang dijadikan alat pembayaran dalam akad salam diharuskan criteria sebagai
berikut:
Jelas Nilainya.
Uangnya harus disebutkan dengan jelas nilainya atau kursnya. Kalau
dijaman dahulu, harus dijelaskan apakah berbentuk koin emas atau perak.
Diserahkan Tunai
Pembayaran uang pada akad salam harus dilakukan secara tunai atau kontan
pada majelis akad salam itu juga, tanpa ada sedikitpun yang terhutang atau ditunda.
b. Syarat pada Barang
Bukan Ain-nya Tapi spesifikasinya.
Dalam akad salam, penjual tidak menjual ain suatu barang tertentu yang
sudah ditetapkan, melainkan yang dijual adalah barang dengan spesifikasi tertentu.
Barang Jelas Spesifikasinya
Barang yang dipesan harus dijelaskan spesifikasinya, baik kualitas maupun
juga kuantitas. Termasuk misalnya jenis, macam, warna, ukuran, dan spesifikasi
lain. Pendeknya, setiap criteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami oleh
kedua belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada di hadapan mereka
berdua.
Sedangkan barang yang tidak ditentukan kriterianya, tidak boleh diperjual belikan
dengan cara salam, karena akad itu termasuk akad gharar ( untung-untungan) yang
nyata-nyata dilarang dalam hadis.
Barang Yang Tidak Diserahkan Saat Akad
Apabila barang itu diserahkan tunai maka tujuan utama dari salam tidak
tercapai, yaitu untuk memberikan keleluaasaan pada penjual untuk bekerja
mendapatkan barang itu dalam tempo waktu tertentu.
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 6
Batas minimal penyerahan barang:
o Al Karkhi dari Al- Hanafiyah menyebutkan minimal jatuh tempo yng disepakati
adalah setengah hari dan tidak boleh kurang dari itu.
o Ibnu Abil Hakam mengatakan tidak mengapa bila jaraknya satu hari.
o Ibnu Wahab meriwayatkan dari Malik bahwa minimal jarak penyerahan barang
adalah dua atau tiga hari sejak akad dilakukan.
o Ulama lain menyebutkan minimal batasnya adalah tiga hari, sebagai qiyas dari
hokum khiyar syarat.
Jelas Waktu Penyerahannya
Harus ditetapkan disaan akad dilakukan tentang waktu ( jatuh tempo)
penyerahan barang. Para fuqaha sepakat bila dalam suatu akad salam tidak
ditetapkan waktu jatuh temponya, maka akad itu batal dan tidak sah. Dan ketidak
jelasan kapan jatuh tempo penyerahan barang itu akan membawa kedua belah pihak
kedalam pertengkaran dan penzaliman atas sesama.
Dimungkinkan Untuk Diserahkan Pada Saatnya.
Pada saat menjalankan akad salam,kedua belah pihak diwajibkan untuk
memperhitungkan ketersediaan barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi
menghindarkan akad salam dari praktek tipu menipu dan untung-untungan, yang
keduanya nyata-nyata diharamkan dalam syariat islam.
Jelas Tempat Penyerahannya
Dimaksud barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak
ditentukan selain kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya
kepada pengusaha, sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha
berhak untuk mendatangkan barang dari ladang atau persediaan yang telah ada atau
dengan membelinya dari orang lain.
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 7
2.3 MEKANISME DAN PROSEDUR
2.3.1 MEKANISME AKAD SALAM
MEKANISME AKAD SALAM
2.3.2 PROSEDUR AKAD SALAM
Adapun Prosedur Akad Salam dan Salam Paralel adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah
pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.
2. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh
pengiriman barang yang disepakati.
3. Mencari produsen yang sanggup menyediakan barang dimaksud (sesuai batas
waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
4. Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli
barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah
ditentukan.
5. Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya
sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).
6. Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli
barang dengan spesifikasi tertentu yang aka diserahkan pada waktu yang telah
ditentukan
7. Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah
produsen pada saat pengikatan dilakukan.
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 8
8. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah
pembeli pada waktu yang ditentukan.
2.4 KETERKAITAN DENGAN AKUNTANSI
SAK yang pertama kali mengatur tentang Akuntansi salam adalah PSAK 59 paragraf
69 sampai dengan 80 tentang pengakuan dan pengukuran salam dan salam paralel
kemudian disempurnakan oleh PSAK 103. Bentuk penyempurnaannya adalah sebagai
berikut:
PSAK 103 berlaku untuk transaksi salam yang dilakukan oleh Lembaga Keunagan
Syariah (LKS) dan pihak-pihak lain yang melakukan transaksi dengan LKS. PSAK ini
juga diterapkan untuk:
1. LKS sebagai penjual atau pembeli, dan
2. Pihak lain yang bertransaksi dengan LKS sebagai penjual atau pembeli.
3. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi
untuk penjual dan akuntansi untuk pembeli dalam transaksi salam.
2.4.1 TRANSAKSI DALAM AKUNTANSI
Penerapan salam dalam akuntansi sama halnya dengan metode transaksi
Akrual. Basis Akrual adalah “penyandingan pendapatan dan biaya pada periode di
saat terjadinya”, bukan pencatatan pada saat pendapatan tersebut diterima ataupun
biaya tersebut dibayarkan (Cash Basis).
Ada dua metode pencatatan akuntansi, berbasis kas dan berbasis akrual.
Akuntansi berbasis kas berarti hanya mencatat transaksi pada saat terjadinya
transaksi kas.
Akuntansi berbasis akrual selain mencatata transaksi pengeluaran dan penerimaan
kas, juga mencatat jumlah hutang dan piutang organisasi. Oleh karena itu, akuntansi
berbasis akrual memberikan gambaran yang lebih akurat atas kondisi keuangan
organisasi daripada akuntansi berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan
menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada basis kas.
Lebih jauh lagi, basis akrual mendukung penggunaan anggaran sebagai teknik
pengendalian. Karena pada basis kas, pembayaran hanya direkam jika hal itu telah
dilakukan, sementara pembayaran kewajiban dapat dilakukan dengan jarak waktu
tertentu setelah timbulnya kewajiban itu sendiri. Untuk alasan penganggaran,
organisasi dapat lebih baik menggunakan akuntansi berbasis akrual.
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 9
Untuk mengadopsi akuntansi basis akrual, organisasi akan memerlukan
informasi seperti pendapatan atas investasi yang belum jatuh tempo. Organisasi juga
akan memerlukan informasi mengenai kewajiban keuangan masa depan yang dapat
diperkirakan jumlahnya.
2.4.2 PERBEDAAN MEKANISME TRANSAKSI FIQIH MUAMALAH DAN
AKUNTANSI
Pengakuan
Akuntansi Syariah Akuntansi Umum
1. Pengakuan dan pengukuran
ditentukan dari awal
2. Memiliki pengukuran dan
pengukuran yang berbeda sesuai
dengan akuntansinya
3. Ada dua pengakuan, yaitu:
a. Pengakuan akuntansi pembeli
dan penjual (murabahah, salam,
istihna’)
b. Akuntansi pemilik dan akuntansi
pengelola (mudharabah)
c. Akuntansi aktif dan akuntansi
mitra pasif (musyarakah)
d. Akuntansi pemilik dan penyew
(ijarah)
4. Akuntansi transaksi asuransi syariah
tidak terbagi atas dua pengakuan tapi
disesuaikan transaksi yang terjadi.
5. Pengakuan beban, kewajiban, asset,
pendapatan beda dengan akuntansi
lain
6. Masih ada pengakuan piutang dan
potongan penjualan dan pembelian.
1. Hanya terdiri atas akun akun asset,
kewajiban, penghasilan dan beban.
2. Berlaku untuk semua jenis transaksi
yang terkait tidak terikat perjanjian
3. Untuk ekonomi masa yang akan
datang dan yang bisa diukur secara
handal
4. Orientasi pengakuan
untukPenyusunan laporan keuangan
neraca dan laba rugi.
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 10
Pengukuran
Akuntansi Syariah Akuntansi Umum
1. Menurut jenis masing-masing
berbeda
2. Berdasarkan pesanan (murabahah,
salam, istishna’)
3. Berdasarkan investasi (mudharabah)
4. Berdasarkan kas dan non kas
(musyarakah)
5. Berdasarkan pendapat sewa dan
utang sewa (ijiriah)
6. Berdasarkan klaim (akuntansi
transaksi asuransi syariah)
1. Berdasarkan empat item yaitu:
a. Biaya historis
b. Biaya kini
c. Nilai realisasi/penyelesaian
d. Nilai sekarang
2. Keempat sebagian diperlakukan di
akuntansi syariah namun tidak
keseluruhan
3. Berlaku untuk akuntansi keseluruhan
dengan mengadopsi salah satu item
dasar pengukuran.
2.4.3 PERLAKUAN AKUNTANSI
Jurnal-jurnal standar berikut mengilustrasikan transaksi salam antara pembeli
dan penjual. Contoh berikut mengasumsikan Bank Syariah yang berperan sebagai
penjual dan pembeli pada saat menerima pesanan barang dari nasabah (pembeli
akhir). Oleh karena itu, bank akan melakukan pemesanan kepada pihak lain
(salam paralel) jika tidak memiliki produk yang dipesan oleh nasabah.
Ø Akuntansi Pembeli: Bank/ LKS sebagai Pembeli (Salam Biasa)
1. Pada saat Bank/ LKS membeli modal kas
(Dr) Piutang salam xx
(Cr) Kas xx
2. Pada saat Bank/ LKS memberikan modal nonkas
(Dr) Piutang salam (nilai wajar yang disepakati) xx
(Cr) Aktiva non-kas (nilai wajar yang disepakati) xx
3. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa uang dari penjual
(Dr) Kas xx
(Cr) Hutang jaminan xx
4. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa barang dari penjual
(Dr) Aktiva jaminan xx
(Cr) Hutang jaminan xx
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 11
5. Pada saat Bank/ LKS menerima barang dari penjual
a. Sesuai akad
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Piutang salam xx
b. Berbeda kualitas dan nilai pasar lebih rendah dari nilai akad dari persediaan
(barang pesanan)
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Dr) Kerugian salam xx
(Cr) Piutang salam xx
6. Bank/ LKS tidak menerima sebagian barang pesanan sampai dengan tanggal
jatuh tempo
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx
7. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan
(Dr) Piutang kepada penjual xx
(Cr) Piutang salam xx
8. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan tetapi penjual telah memberikan
jaminan
a. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di bawah nilai akad
(Dr) Kas xx
(Dr) Kerugian penjualan aktiva jaminan xx
(Cr) Aktiva jaminan xx
b. Kompensasi kerugian
(Dr) Piutang salam xx
(Cr) Kerugian penjualan jaminan xx
c. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di atas nilai akad
(Dr) Kas xx
(Cr) Aktiva jaminan xx
(Cr) Keuntungan penjualan jaminan xx
d. Kompensasi keuntungan
(Dr) Keuntungan penjualan jaminan xx
(Cr) Hutang jaminan xx
e. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan < piutang)
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 12
(Dr) Piutang produsen xx
(Dr) Hutang jaminan xx
(Cr) Piutang salam xx
f. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan > piutang)
(Dr) Hutang jaminan xx
(Cr) Hutang produsen xx
(Cr) Piutang salam xx
9. Pengenaan denda kepada penjual mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban
dengan sengaja
(Dr) Kas xx
(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx
Ø Akuntansi Penjual: Bank/ LKS sebagai Penjual (Salam Biasa)
1. Pada saat Bank/ LKS menerima modal dari pembeli
(Dr) Kas/ aktiva non-kas xx
(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)
(Cr) Hutang salam xx
(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)
2. Pada saat bank/ LKS menyerahkan barang kepada pembeli
(Dr) Hutang salam xx
(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Pendapatan bersih salam xx
3. Bank/ LKS hanya mengirimkan sebagian barang pesanan
(Dr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx
(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx
4. Pembeli membatalkan barang pesanan pesanan
(Dr) Hutang salam xx
(Cr) Hutang kepada pembeli xx
5. Pengenaan denda kepada pembeli yang mampu tetapi tidak memenuhi
kewajiban dengan sengaja
(Dr) Kas xx
(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 13
Ø Akuntansi Salam Paralel: Bank/ LKS sebagai Pembeli dan Penjual
1. Pada saat Bank/ LKS menerima modal dari pembeli
(Dr) Kas/ aktiva non-kas xx
(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)
(Cr) Hutang salam xx
(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)
2. Pada saat Bank/ LKS memberikan modal kas kepada produsen
(Dr) Piutang salam (produsen) xx
(Cr) Kas xx
3. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa uang dari produsen
(Dr) Kas xx
(Cr) Hutang uang jaminan xx
4. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa barang dari penjual
(Dr) Aktiva jaminan xx
(Cr) Hutang jaminan xx
5. Pada saat Bank/ LKS menerima barang dari produsen
a. Sesuai akad
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Piutang salam (produsen) xx
b. Berbeda kualitas dan nilai pasar lebih rendah dari nilai akad dari persediaan
(barang pesanan)
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Dr) Kerugian salam (produsen) xx
(Cr) Piutang salam (produsen) xx
6. Bank/ LKS tidak menerima sebagian barang pesanan sampai dengan tanggal
jatuh tempo
(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Piutang salam xx
(sebesar jumlah yang diterima dari produsen)
7. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan
(Dr) Piutang kepada penjual xx
(Cr) Piutang salam produsen xx
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 14
8. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan tetapi produsen telah
memberikan jaminan
a. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di bawah nilai akad
(Dr) Kas xx
(Dr) Kerugian penjualan aktiva jaminan xx
(Cr) Aktiva jaminan xx
b. Kompensasi kerugian
(Dr) Piutang salam xx
(Cr) Kerugian penjualan jaminan xx
c. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di atas nilai akad
(Dr) Kas xx
(Cr) Aktiva jaminan xx
(Cr) Keuntungan penjualan jaminan xx
d. Kompensasi keuntungan
(Dr) Keuntungan penjualan jaminan xx
(Cr) Hutang jaminan xx
e. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan < piutang)
(Dr) Piutang produsen xx
(Dr) Hutang jaminan xx
(Cr) Piutang salam xx
f. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan > piutang)
(Dr) Hutang jaminan xx
(Cr) Hutang produsen xx
(Cr) Piutang salam xx
9. Pengenaan denda kepada penjual mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban
dengan sengaja
(Dr) Kas xx
(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx
10. Pada saat Bank/ LKS menyerahkan barang kepada nasabah pembeli
(Dr) Hutang salam xx
(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx
(Cr) Rekening Dana Kebajiakan xx
11. Bank/ LKS hanya mengirimkan sebagian barang pesanan
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 15
(Dr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx
(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx
12. Pembeli membatalkan barang pesanan pesanan
(Dr) Hutang salam xx
(Cr) Hutang kepada pembeli xx
13. Pengenaan denda kepada pembeli yang mampu tetapi tidak memenuhi
kewajiban dengan sengaja
(Dr) Kas xx
(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx
2.4.5 PERBANDINGAN AKUNTANSI UMUM DENGAN AKUNTANSI SYARIAH
TERKAIT SALAM
Berdasarkan analisa kelompok, kami mengklasifikasikan salam dari segi
mana yang lebih menguntungkan dalam hal penerapan salam secara dalam sistem
akuntansi syariah dengan yang penerapan akuntansi konvensional.
Dari perspektif akuntansi konvensional perlakuan salam didukung oleh standarisasi
oleh PSAK sebagai pedoman pelaksanaan dalam pembuatan laporan keuangan
dimana penjualan akan diakui dengan metode akrual basis sebagai perlakuan
akuntansi begitu juga dengan pembelian yang terjadi.
Dari perspektif akuntansi syariah kami salam dengan prinsip-prinsip islam
lebih terjaga dalam sudut pandang agama karena bisa mencegah dari perbuatan dosa,
selebihnya salam dalam akuntansi syariah tidak memiliki standart khusus seperti
halnya akuntansi pada umumnya.
Disini kami simpulkan bahwa hanya akuntansi konvensional lebih baik
dalam hal regulasi dalam hubungannya dalam pembuatan laporan keuangan
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 16
BAB III
CONTOH KASUS
3.1 URAIAN KASUS
Bank Syariah menerima pesanan dari Bulog jagung HIBRIDA BISI-16 kualitas A
sebanyak 100 ton seharga Rp.940.000.000,-- Penyerahan dilakukan empat bulan
kemudian. (Akad salam parallel)
Atas pesanan itu Bank Syariah melakukan pemesanan kepada KUD Amanah
Karawang, jagung HIBRIDA BISI-16 kualitas A, sebanyak 100 ton dengan harga Rp.
800.000.000. Penyerahan dilakukan tiga bulan kemudian setelah akad ditanda tangani
(Akad salam parallel)
3.2 PEMBAHASAN DAN SOLUSI KASUS (PERLAKUAN AKUNTANSI)
Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 17
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
Salam adalah prinsip bai‟ (jual beli) suatu barang tertentu antara pihak penjual dan
pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang di sepakati, dimana
waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara penyerahan uang
dibayarkan dimuka (secara tunai).
SAK yang pertama kali mengatur tentang Akuntansi salam adalah PSAK 59 paragraf
69 sampai dengan 80 tentang pengakuan dan pengukuran salam dan salam paralel
kemudian disempurnakan oleh PSAK 103
Salam dapat diartikan sebagai suatu upaya mempertukarkan suatu nilai (uang)
sekarang dengan suatu barang tertentu yang masih berada dalam perlindungan
pemiliknya dan akan diserahkan kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwati, Ahmad, 2009. Fiqih Muamalah. Jakarta: Kampus syariah
http://akuntansi2011a.blogspot.com/2014/04/teori-pengakuan-dan-pengukuran.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/05/13/perbedaan-cash-basis-dan-akrual-basis-
akuntansi-656326.html
https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam/