21
MAKALAH FIQIH MUAMALAT BAI’ SALAM Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqih Muamalat Dosen Pengajar : Dr. Ahmad Juanda, Akt. M.M. Disusun oleh : 1. Ilham Maulana (201210170311276) 2. Denanda Hastriyanti (201210170311277) 3. Ety Fitriani Muti’atin (201310170311294) 4. Ririn Okatia (201310170311299) AKUNTANSIIV F FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015

Fiqih

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MAKALAH FIQIH MUAMALATBAI’ SALAM

Citation preview

Page 1: Fiqih

MAKALAH FIQIH MUAMALAT

BAI’ SALAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqih Muamalat

Dosen Pengajar : Dr. Ahmad Juanda, Akt. M.M.

Disusun oleh :

1. Ilham Maulana (201210170311276)

2. Denanda Hastriyanti (201210170311277)

3. Ety Fitriani Muti’atin (201310170311294)

4. Ririn Okatia (201310170311299)

AKUNTANSIIV F

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

Page 2: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| i

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik

dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Bai’ Salam.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan tambahan materi kepada para

mahasiswa mengenai mata kuliah Fiqih Muamalah terutama pada bagian materi Bai’ Salam.

Dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang terlibat.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat

membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Malang, 7 Maret 2015

Penyusun

Page 3: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi ................................................................................................................... ii

BAB I Pengertian

1.1 Secara Bahasa ...................................................................................................... 1

1.2 Secara Definisi ..................................................................................................... 1

1.3 Dasar Hukum

1.3.1 Al-Qur’an ................................................................................................ 1

1.3.2 Sunnah ..................................................................................................... 2

1.3.3 Pendapat Ulama ....................................................................................... 3

BAB II Pembahasan

2.1 Jenis akad salam .................................................................................................. 4

2.2 Rukun dan persyaratan

2.2.1 Rukun akad salam .................................................................................. 4

2.2.2 Syarat akad salam................................................................................... 5

2.3 Mekanisme dan prosedur

2.3.1 Mekanisme akad salam ............................................................................ 7

2.3.2 Prosedur akad salam ................................................................................ 7

2.4 Keterkaitan dengan akuntansi

2.4.1 Transaksi dalam akuntansi ...................................................................... 8

2.4.2 Perbedaan mekanisme transaksi fiqih muamalah dan akuntansi ............. 8

2.4.3 Perlakuan Akuntansi ................................................................................ 10

2.4.4 Perbandingan Akuntansi umum dengan Akuntansi syariah .................... 15

BAB III Contoh Kasus

3.1 Uraian Kasus ....................................................................................................... 16

3.2 Pembahasan dan solusi kasus (perlakuan akuntansi) .......................................... 16

BAB IV Kesimpulan

4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17

Daftar Pustaka

Page 4: Fiqih

BAB I

PENGERTIAN

1.1 SECARA BAHASA

Salam secara etimologi berarti memberikan, dan meninggalkan dan mendahulukan.1

Artinya, mempercepat (penyerahan) modal atau mendahulukannya. Salam biasa disebut

juga “salaf” , Istilah salam dikenal dalam masyarakat Hijaz sedangkan salaf dikenal

masyarakat Iraq. Dalam satu pernyataan yang mencoba pula untuk membedakan kedua

istilah itu, salaf berarti mendahulukan modal (ra‟sul mâl). Sedangkan salam, maknanya

lebih terfokus pada penyerahan modalnya di tempat aqad.3 Oleh karena itu, salam lebih

umum daripada salam karena salaf dikaitkan juga dengan pinjaman, sebagaimana

diungkapkan oleh Abdul Rahman al-Jaziri.

1.2 SECARA DESINISI

Sedangkan salam secara terminologi secara umum didefinisikan sebagai suatu upaya

mempertukarkan suatu nilai (uang) sekarang dengan suatu barang tertentu yang masih

berada dalam perlindungan pemiliknya dan akan diserahkan kemudian. Artinya, bahwa

yang diberlakukan adalah prinsip bai‟ (jual beli) suatu barang tertentu antara pihak

penjual dan pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang di sepakati,

dimana waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara penyerahan uang

dibayarkan dimuka (secara tunai).

1.3 DASAR HUKUM

1.3.1 AL-QUR’AN

QS. AL – BAQARAH :282

Q

S

.

A

L - MAIDAH :1

Page 5: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 2

1.3.2 SUNNAH

Hadis Nabi Muhammad SAW

Hadish Riwayat Jama’ah :

Hadish Riwayat Bukhari dari Ibn’ Abbas, Nabi bersabda :

Hadis Nabi riwayat Tirmizi

Page 6: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 3

Hadis Nabi riwayat Nasa’I, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:

1.3.3 PENDAPAT ULAMA

Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan jual beli

dengan cara salam. Disamping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh masyarakat.

(Wahbah, 4/598)

Page 7: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 JENIS AKAD SALAM

Salam tunggal

Penjual secara langsung bertindak untuk memenuhi pesanan pembeli.

Salam paralel.

Akad salam paralel setelah berakad salam degan pembeli, penjual melakukan akad

salam lanjutan degan penjual lain. salam parallel ini akadnya tidak boleh terikat satu

sama lain (ta’alluq).

2.2 RUKUN DAN PERSYARATAN

2.2.1 RUKUN AKAD SALAM

a. Shighat

Shighat itu adalah ijab dan qabul, dimana penjual mengucapkan lafadz ijab kepada

pembeli, seperti aslamtuka (aku jual secara salam) atau aslaftuka (aku jual secara salaf),

atau dengan kata-kata lain yang menjadi musytaq dari keduanya.

Sedangkan qabul adalah jawaban dari pihak yang membeli secara salam, seperti ucapan:

qabiltu ( saya terima ), radhitu ( saya rela), atau sejenisnya yang punya makna

persetuajuan.

b. Kedua- belah pihak

Yang dimaksud dengan kedua belah pihak adalah keberadaan penjual dan pembeli yang

melakukan akad salam. Penjual sering disebut dengan musallim, sedangkan pembeli

sering disebut musallam ilaihi. Tanpa keberadaan keduanya, maka salah satu rukun salam

tidak terpenuhi, sehingga akad itu menjadi tidak sah.

Pada masing-masing harus terdapat syarat, yaitu syarat ahliyah atau syarat wilayah.

Sayarat ahliyah adalah maksudnya mereka masing-masing itu adalah pemilik orang yang

beragama islam, aqil, baliqh, rasyid.

Sedangkan syarat wilayah, maksudnya masing-masing menjadi wali yang mewakili

pemilik aslinya dari uang atau barang, dengan penujukan yang syah dan berkekuatan

hokum sama.

c. Uang dan Barang

Page 8: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 5

Uang sering disebut juga dengan ra’sul maal. Sedangkan barang disebut dengan

musallam fiibi. Akad salam memastikan adanya harta yang dipertukarkan, uang sebagai

alat pembayaran dan barang sebagai benda yan diperjual belikan.

2.2.2 SYARAT AKAD SALAM

Sebuah akad salam membutuhkan terpenuhinya syarat pada tiap rukunnya, baik

yang terdapat pada uangnya ataupun pada barangnya

a. Syarat pada Uang

Uang yang dijadikan alat pembayaran dalam akad salam diharuskan criteria sebagai

berikut:

Jelas Nilainya.

Uangnya harus disebutkan dengan jelas nilainya atau kursnya. Kalau

dijaman dahulu, harus dijelaskan apakah berbentuk koin emas atau perak.

Diserahkan Tunai

Pembayaran uang pada akad salam harus dilakukan secara tunai atau kontan

pada majelis akad salam itu juga, tanpa ada sedikitpun yang terhutang atau ditunda.

b. Syarat pada Barang

Bukan Ain-nya Tapi spesifikasinya.

Dalam akad salam, penjual tidak menjual ain suatu barang tertentu yang

sudah ditetapkan, melainkan yang dijual adalah barang dengan spesifikasi tertentu.

Barang Jelas Spesifikasinya

Barang yang dipesan harus dijelaskan spesifikasinya, baik kualitas maupun

juga kuantitas. Termasuk misalnya jenis, macam, warna, ukuran, dan spesifikasi

lain. Pendeknya, setiap criteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami oleh

kedua belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada di hadapan mereka

berdua.

Sedangkan barang yang tidak ditentukan kriterianya, tidak boleh diperjual belikan

dengan cara salam, karena akad itu termasuk akad gharar ( untung-untungan) yang

nyata-nyata dilarang dalam hadis.

Barang Yang Tidak Diserahkan Saat Akad

Apabila barang itu diserahkan tunai maka tujuan utama dari salam tidak

tercapai, yaitu untuk memberikan keleluaasaan pada penjual untuk bekerja

mendapatkan barang itu dalam tempo waktu tertentu.

Page 9: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 6

Batas minimal penyerahan barang:

o Al Karkhi dari Al- Hanafiyah menyebutkan minimal jatuh tempo yng disepakati

adalah setengah hari dan tidak boleh kurang dari itu.

o Ibnu Abil Hakam mengatakan tidak mengapa bila jaraknya satu hari.

o Ibnu Wahab meriwayatkan dari Malik bahwa minimal jarak penyerahan barang

adalah dua atau tiga hari sejak akad dilakukan.

o Ulama lain menyebutkan minimal batasnya adalah tiga hari, sebagai qiyas dari

hokum khiyar syarat.

Jelas Waktu Penyerahannya

Harus ditetapkan disaan akad dilakukan tentang waktu ( jatuh tempo)

penyerahan barang. Para fuqaha sepakat bila dalam suatu akad salam tidak

ditetapkan waktu jatuh temponya, maka akad itu batal dan tidak sah. Dan ketidak

jelasan kapan jatuh tempo penyerahan barang itu akan membawa kedua belah pihak

kedalam pertengkaran dan penzaliman atas sesama.

Dimungkinkan Untuk Diserahkan Pada Saatnya.

Pada saat menjalankan akad salam,kedua belah pihak diwajibkan untuk

memperhitungkan ketersediaan barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi

menghindarkan akad salam dari praktek tipu menipu dan untung-untungan, yang

keduanya nyata-nyata diharamkan dalam syariat islam.

Jelas Tempat Penyerahannya

Dimaksud barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak

ditentukan selain kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya

kepada pengusaha, sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha

berhak untuk mendatangkan barang dari ladang atau persediaan yang telah ada atau

dengan membelinya dari orang lain.

Page 10: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 7

2.3 MEKANISME DAN PROSEDUR

2.3.1 MEKANISME AKAD SALAM

MEKANISME AKAD SALAM

2.3.2 PROSEDUR AKAD SALAM

Adapun Prosedur Akad Salam dan Salam Paralel adalah sebagai berikut :

1. Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah

pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.

2. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh

pengiriman barang yang disepakati.

3. Mencari produsen yang sanggup menyediakan barang dimaksud (sesuai batas

waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).

4. Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli

barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah

ditentukan.

5. Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya

sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).

6. Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli

barang dengan spesifikasi tertentu yang aka diserahkan pada waktu yang telah

ditentukan

7. Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah

produsen pada saat pengikatan dilakukan.

Page 11: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 8

8. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah

pembeli pada waktu yang ditentukan.

2.4 KETERKAITAN DENGAN AKUNTANSI

SAK yang pertama kali mengatur tentang Akuntansi salam adalah PSAK 59 paragraf

69 sampai dengan 80 tentang pengakuan dan pengukuran salam dan salam paralel

kemudian disempurnakan oleh PSAK 103. Bentuk penyempurnaannya adalah sebagai

berikut:

PSAK 103 berlaku untuk transaksi salam yang dilakukan oleh Lembaga Keunagan

Syariah (LKS) dan pihak-pihak lain yang melakukan transaksi dengan LKS. PSAK ini

juga diterapkan untuk:

1. LKS sebagai penjual atau pembeli, dan

2. Pihak lain yang bertransaksi dengan LKS sebagai penjual atau pembeli.

3. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi

untuk penjual dan akuntansi untuk pembeli dalam transaksi salam.

2.4.1 TRANSAKSI DALAM AKUNTANSI

Penerapan salam dalam akuntansi sama halnya dengan metode transaksi

Akrual. Basis Akrual adalah “penyandingan pendapatan dan biaya pada periode di

saat terjadinya”, bukan pencatatan pada saat pendapatan tersebut diterima ataupun

biaya tersebut dibayarkan (Cash Basis).

Ada dua metode pencatatan akuntansi, berbasis kas dan berbasis akrual.

Akuntansi berbasis kas berarti hanya mencatat transaksi pada saat terjadinya

transaksi kas.

Akuntansi berbasis akrual selain mencatata transaksi pengeluaran dan penerimaan

kas, juga mencatat jumlah hutang dan piutang organisasi. Oleh karena itu, akuntansi

berbasis akrual memberikan gambaran yang lebih akurat atas kondisi keuangan

organisasi daripada akuntansi berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan

menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada basis kas.

Lebih jauh lagi, basis akrual mendukung penggunaan anggaran sebagai teknik

pengendalian. Karena pada basis kas, pembayaran hanya direkam jika hal itu telah

dilakukan, sementara pembayaran kewajiban dapat dilakukan dengan jarak waktu

tertentu setelah timbulnya kewajiban itu sendiri. Untuk alasan penganggaran,

organisasi dapat lebih baik menggunakan akuntansi berbasis akrual.

Page 12: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 9

Untuk mengadopsi akuntansi basis akrual, organisasi akan memerlukan

informasi seperti pendapatan atas investasi yang belum jatuh tempo. Organisasi juga

akan memerlukan informasi mengenai kewajiban keuangan masa depan yang dapat

diperkirakan jumlahnya.

2.4.2 PERBEDAAN MEKANISME TRANSAKSI FIQIH MUAMALAH DAN

AKUNTANSI

Pengakuan

Akuntansi Syariah Akuntansi Umum

1. Pengakuan dan pengukuran

ditentukan dari awal

2. Memiliki pengukuran dan

pengukuran yang berbeda sesuai

dengan akuntansinya

3. Ada dua pengakuan, yaitu:

a. Pengakuan akuntansi pembeli

dan penjual (murabahah, salam,

istihna’)

b. Akuntansi pemilik dan akuntansi

pengelola (mudharabah)

c. Akuntansi aktif dan akuntansi

mitra pasif (musyarakah)

d. Akuntansi pemilik dan penyew

(ijarah)

4. Akuntansi transaksi asuransi syariah

tidak terbagi atas dua pengakuan tapi

disesuaikan transaksi yang terjadi.

5. Pengakuan beban, kewajiban, asset,

pendapatan beda dengan akuntansi

lain

6. Masih ada pengakuan piutang dan

potongan penjualan dan pembelian.

1. Hanya terdiri atas akun akun asset,

kewajiban, penghasilan dan beban.

2. Berlaku untuk semua jenis transaksi

yang terkait tidak terikat perjanjian

3. Untuk ekonomi masa yang akan

datang dan yang bisa diukur secara

handal

4. Orientasi pengakuan

untukPenyusunan laporan keuangan

neraca dan laba rugi.

Page 13: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 10

Pengukuran

Akuntansi Syariah Akuntansi Umum

1. Menurut jenis masing-masing

berbeda

2. Berdasarkan pesanan (murabahah,

salam, istishna’)

3. Berdasarkan investasi (mudharabah)

4. Berdasarkan kas dan non kas

(musyarakah)

5. Berdasarkan pendapat sewa dan

utang sewa (ijiriah)

6. Berdasarkan klaim (akuntansi

transaksi asuransi syariah)

1. Berdasarkan empat item yaitu:

a. Biaya historis

b. Biaya kini

c. Nilai realisasi/penyelesaian

d. Nilai sekarang

2. Keempat sebagian diperlakukan di

akuntansi syariah namun tidak

keseluruhan

3. Berlaku untuk akuntansi keseluruhan

dengan mengadopsi salah satu item

dasar pengukuran.

2.4.3 PERLAKUAN AKUNTANSI

Jurnal-jurnal standar berikut mengilustrasikan transaksi salam antara pembeli

dan penjual. Contoh berikut mengasumsikan Bank Syariah yang berperan sebagai

penjual dan pembeli pada saat menerima pesanan barang dari nasabah (pembeli

akhir). Oleh karena itu, bank akan melakukan pemesanan kepada pihak lain

(salam paralel) jika tidak memiliki produk yang dipesan oleh nasabah.

Ø Akuntansi Pembeli: Bank/ LKS sebagai Pembeli (Salam Biasa)

1. Pada saat Bank/ LKS membeli modal kas

(Dr) Piutang salam xx

(Cr) Kas xx

2. Pada saat Bank/ LKS memberikan modal nonkas

(Dr) Piutang salam (nilai wajar yang disepakati) xx

(Cr) Aktiva non-kas (nilai wajar yang disepakati) xx

3. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa uang dari penjual

(Dr) Kas xx

(Cr) Hutang jaminan xx

4. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa barang dari penjual

(Dr) Aktiva jaminan xx

(Cr) Hutang jaminan xx

Page 14: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 11

5. Pada saat Bank/ LKS menerima barang dari penjual

a. Sesuai akad

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Piutang salam xx

b. Berbeda kualitas dan nilai pasar lebih rendah dari nilai akad dari persediaan

(barang pesanan)

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Dr) Kerugian salam xx

(Cr) Piutang salam xx

6. Bank/ LKS tidak menerima sebagian barang pesanan sampai dengan tanggal

jatuh tempo

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx

7. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan

(Dr) Piutang kepada penjual xx

(Cr) Piutang salam xx

8. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan tetapi penjual telah memberikan

jaminan

a. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di bawah nilai akad

(Dr) Kas xx

(Dr) Kerugian penjualan aktiva jaminan xx

(Cr) Aktiva jaminan xx

b. Kompensasi kerugian

(Dr) Piutang salam xx

(Cr) Kerugian penjualan jaminan xx

c. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di atas nilai akad

(Dr) Kas xx

(Cr) Aktiva jaminan xx

(Cr) Keuntungan penjualan jaminan xx

d. Kompensasi keuntungan

(Dr) Keuntungan penjualan jaminan xx

(Cr) Hutang jaminan xx

e. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan < piutang)

Page 15: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 12

(Dr) Piutang produsen xx

(Dr) Hutang jaminan xx

(Cr) Piutang salam xx

f. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan > piutang)

(Dr) Hutang jaminan xx

(Cr) Hutang produsen xx

(Cr) Piutang salam xx

9. Pengenaan denda kepada penjual mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban

dengan sengaja

(Dr) Kas xx

(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx

Ø Akuntansi Penjual: Bank/ LKS sebagai Penjual (Salam Biasa)

1. Pada saat Bank/ LKS menerima modal dari pembeli

(Dr) Kas/ aktiva non-kas xx

(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)

(Cr) Hutang salam xx

(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)

2. Pada saat bank/ LKS menyerahkan barang kepada pembeli

(Dr) Hutang salam xx

(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Pendapatan bersih salam xx

3. Bank/ LKS hanya mengirimkan sebagian barang pesanan

(Dr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx

(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx

4. Pembeli membatalkan barang pesanan pesanan

(Dr) Hutang salam xx

(Cr) Hutang kepada pembeli xx

5. Pengenaan denda kepada pembeli yang mampu tetapi tidak memenuhi

kewajiban dengan sengaja

(Dr) Kas xx

(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx

Page 16: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 13

Ø Akuntansi Salam Paralel: Bank/ LKS sebagai Pembeli dan Penjual

1. Pada saat Bank/ LKS menerima modal dari pembeli

(Dr) Kas/ aktiva non-kas xx

(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)

(Cr) Hutang salam xx

(sebesar nilai wajar yang telah disepakati)

2. Pada saat Bank/ LKS memberikan modal kas kepada produsen

(Dr) Piutang salam (produsen) xx

(Cr) Kas xx

3. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa uang dari produsen

(Dr) Kas xx

(Cr) Hutang uang jaminan xx

4. Pada saat Bank/ LKS menerima jaminan berupa barang dari penjual

(Dr) Aktiva jaminan xx

(Cr) Hutang jaminan xx

5. Pada saat Bank/ LKS menerima barang dari produsen

a. Sesuai akad

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Piutang salam (produsen) xx

b. Berbeda kualitas dan nilai pasar lebih rendah dari nilai akad dari persediaan

(barang pesanan)

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Dr) Kerugian salam (produsen) xx

(Cr) Piutang salam (produsen) xx

6. Bank/ LKS tidak menerima sebagian barang pesanan sampai dengan tanggal

jatuh tempo

(Dr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Piutang salam xx

(sebesar jumlah yang diterima dari produsen)

7. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan

(Dr) Piutang kepada penjual xx

(Cr) Piutang salam produsen xx

Page 17: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 14

8. Jika Bank/ LKS membatalkan barang pesanan tetapi produsen telah

memberikan jaminan

a. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di bawah nilai akad

(Dr) Kas xx

(Dr) Kerugian penjualan aktiva jaminan xx

(Cr) Aktiva jaminan xx

b. Kompensasi kerugian

(Dr) Piutang salam xx

(Cr) Kerugian penjualan jaminan xx

c. Penjualan jaminan berupa barang dengan harga pasar di atas nilai akad

(Dr) Kas xx

(Cr) Aktiva jaminan xx

(Cr) Keuntungan penjualan jaminan xx

d. Kompensasi keuntungan

(Dr) Keuntungan penjualan jaminan xx

(Cr) Hutang jaminan xx

e. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan < piutang)

(Dr) Piutang produsen xx

(Dr) Hutang jaminan xx

(Cr) Piutang salam xx

f. Pengalihan hak milik jaminan (jaminan > piutang)

(Dr) Hutang jaminan xx

(Cr) Hutang produsen xx

(Cr) Piutang salam xx

9. Pengenaan denda kepada penjual mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban

dengan sengaja

(Dr) Kas xx

(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx

10. Pada saat Bank/ LKS menyerahkan barang kepada nasabah pembeli

(Dr) Hutang salam xx

(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx

(Cr) Rekening Dana Kebajiakan xx

11. Bank/ LKS hanya mengirimkan sebagian barang pesanan

Page 18: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 15

(Dr) Piutang salam (sebesar jumlah yang diterima) xx

(Cr) Persediaan (barang pesanan) xx

12. Pembeli membatalkan barang pesanan pesanan

(Dr) Hutang salam xx

(Cr) Hutang kepada pembeli xx

13. Pengenaan denda kepada pembeli yang mampu tetapi tidak memenuhi

kewajiban dengan sengaja

(Dr) Kas xx

(Cr) Rekening Dana Kebajikan xx

2.4.5 PERBANDINGAN AKUNTANSI UMUM DENGAN AKUNTANSI SYARIAH

TERKAIT SALAM

Berdasarkan analisa kelompok, kami mengklasifikasikan salam dari segi

mana yang lebih menguntungkan dalam hal penerapan salam secara dalam sistem

akuntansi syariah dengan yang penerapan akuntansi konvensional.

Dari perspektif akuntansi konvensional perlakuan salam didukung oleh standarisasi

oleh PSAK sebagai pedoman pelaksanaan dalam pembuatan laporan keuangan

dimana penjualan akan diakui dengan metode akrual basis sebagai perlakuan

akuntansi begitu juga dengan pembelian yang terjadi.

Dari perspektif akuntansi syariah kami salam dengan prinsip-prinsip islam

lebih terjaga dalam sudut pandang agama karena bisa mencegah dari perbuatan dosa,

selebihnya salam dalam akuntansi syariah tidak memiliki standart khusus seperti

halnya akuntansi pada umumnya.

Disini kami simpulkan bahwa hanya akuntansi konvensional lebih baik

dalam hal regulasi dalam hubungannya dalam pembuatan laporan keuangan

Page 19: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 16

BAB III

CONTOH KASUS

3.1 URAIAN KASUS

Bank Syariah menerima pesanan dari Bulog jagung HIBRIDA BISI-16 kualitas A

sebanyak 100 ton seharga Rp.940.000.000,-- Penyerahan dilakukan empat bulan

kemudian. (Akad salam parallel)

Atas pesanan itu Bank Syariah melakukan pemesanan kepada KUD Amanah

Karawang, jagung HIBRIDA BISI-16 kualitas A, sebanyak 100 ton dengan harga Rp.

800.000.000. Penyerahan dilakukan tiga bulan kemudian setelah akad ditanda tangani

(Akad salam parallel)

3.2 PEMBAHASAN DAN SOLUSI KASUS (PERLAKUAN AKUNTANSI)

Page 20: Fiqih

Fiqih Muamalah – Bai’ Salam| 17

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN

Salam adalah prinsip bai‟ (jual beli) suatu barang tertentu antara pihak penjual dan

pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang di sepakati, dimana

waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara penyerahan uang

dibayarkan dimuka (secara tunai).

SAK yang pertama kali mengatur tentang Akuntansi salam adalah PSAK 59 paragraf

69 sampai dengan 80 tentang pengakuan dan pengukuran salam dan salam paralel

kemudian disempurnakan oleh PSAK 103

Salam dapat diartikan sebagai suatu upaya mempertukarkan suatu nilai (uang)

sekarang dengan suatu barang tertentu yang masih berada dalam perlindungan

pemiliknya dan akan diserahkan kemudian.

Page 21: Fiqih

DAFTAR PUSTAKA

Sarwati, Ahmad, 2009. Fiqih Muamalah. Jakarta: Kampus syariah

http://akuntansi2011a.blogspot.com/2014/04/teori-pengakuan-dan-pengukuran.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/05/13/perbedaan-cash-basis-dan-akrual-basis-

akuntansi-656326.html

https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam/