27
BAB II TEORI PENDAHULUAN 2.1 Teori Dasar 1. Pendahuluan Dalam melakukan percobaan, pengetahuan tentang Teori Ketidakpastian sangat penting. Engan teori tersebut kita dapat memberikan penilaian yang wajar dari percobaan kita. Jelas bahwa hasil percobaan kita tidak dapat diharapkan tepat sama dengan hasil riset, dimana hasil benar adalah X o .Namun,selama harga X o berada pada X o – Δx < X o < X o + Δx (1) dengan : X o = nilai terbaik,sebagai pengganti nilai benar Δx = kesalahan pada hasil pengukuran yang disebabkan oleh kesalahan alat pengamat, waktu dan lain-lain. maka percobaan kita sungguh-sungguh mempunyai arti dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber Kesalahan Setiap hasil pengukuran selalu di hinggapi suatu kesalahan. Hal ini disebabkan oleh adanya tiga sumber kesalahan, yaitu : 1. Kesalahan Bersistem, misalnya :kesalahan kalibrasi,zero error,geserkan paralaks, keadaaan fisis yang berbeda.

fisika dasar 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab 2

Citation preview

BAB II

TEORI PENDAHULUAN

2.1 Teori Dasar

1. Pendahuluan

Dalam melakukan percobaan, pengetahuan tentang Teori Ketidakpastian sangat penting. Engan

teori tersebut kita dapat memberikan penilaian yang wajar dari percobaan kita. Jelas bahwa hasil

percobaan kita tidak dapat diharapkan tepat sama dengan hasil riset, dimana hasil benar adalah

Xo .Namun,selama harga Xo berada pada

Xo – Δx < Xo < Xo + Δx (1)

dengan :

Xo = nilai terbaik,sebagai pengganti nilai benar

Δx = kesalahan pada hasil pengukuran yang disebabkan oleh kesalahan alat pengamat,

waktu dan lain-lain.

maka percobaan kita sungguh-sungguh mempunyai arti dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sumber Kesalahan

Setiap hasil pengukuran selalu di hinggapi suatu kesalahan. Hal ini disebabkan oleh adanya tiga

sumber kesalahan, yaitu :

1. Kesalahan Bersistem, misalnya :kesalahan kalibrasi,zero error,geserkan paralaks, keadaaan

fisis yang berbeda.

2. Kesalahan Acak, misalnya : Gerak Brown, fluktuasi tegangan listrik, background noise,

landasan bergetar.

3. Tingkat Keakuratan Alat Ukur Modern, misalnya : osiloskop, mikrometr dan sebagainya.

2. Nilai Skala Terkecil (Least Count) Alat Ukur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan suatu alat ukur, dimana untuk setiap alat ukur akan

memiliki nilai skala terkecil (nst).

Setiap alat ukur memiliki skala yakni berupa panjang atau busur. Pada skala tersebut terdapat

goresan besar dan kecil yang berfungsi sebagai pembagi serta dibubuhi nilai tertentu. Secara

fisik, jarak antara dua goresan kecil yag berdekatan tidak pernah kurang dati 1 mm. Hal tersebut

disebabkan karena mata manusia (tanp alat bantu)agar sukar melihat jarak kurang dari 1 mm

denga tepat (1 mm adalah daya resolusi amat yang maksimum). Keadaan menjadi lebih buruk

lagi bila ujung atau pinggir dari obyek yang diukur tidak tajam.

0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1. Skala Utama Suatu Alat Ukur dengan nst = 0.25 Satuan

Nonius Alat Ukur

Nonius merupakan alat bantu pada alat ukur untuk menghasilkan pengukuran yang lebih teliti

dari yang dapat ditunjukan oleh nst. Alat bantu ini membuat alat ukur menjadi lebih besar

kemampuannya dalam pengukuran, karena jarak antara dua garis skala yang berdekatan seolah-

olah menjadi lebih kecil.

5 10

7 8 9

0 5 10

Gambar 2. Skala Utama dan Nonius

Kesalaha pada Hasil Pengukuran

Cara memperkirakan dan menyatakan kesalahan ini, bergantung pada cara pengukuran yang

dilakukan,yaitu :

1. Pengukuran tunggal (tidak dapat diulang)

2. Pengukuran berulang

3. Pengukuran Tunggal

Sebab-sebab pengukuran tidak diulang :

1. Peristiwa idak apat diulang, contoh pengukuran kecepatan komet, lamanya gerhana matahari

total dan lain-lain.

2. Walaupun diulang,hasilnya tetap sama: hal ini biasanya akibat alat ukur kasar yang dipakai untuk

mengukur yang halus,contoh : tebal buku dengan mistar dan lain-lain.

Dalam hal demikian hasil pengukuran dilaporkan sebagai berikut :

X = x±Δx (2)

dengan

x = hasil pengkuran tunggal

Δx = ketidakpastiannya = 12

nst

Sedangkan yang dikenal sebagai Ketidakpastian (KTP) Relatif adalah :

KTP relatif =Δxx

(3)

Apabila menggunakan KTP Relatif maka hasil pngukuran dilaporkan sebagai berikut :

X = x ± KTP relative x 100% (4)

4. Ketidakpastian pada Pengukuran Berulang

Pengukuran berulang menghasilkan sampel dari populasi x,yaiu x1,x2,x3,….,xn untuk menyatakan

nilai terbaik sebagai pengganti nilai benar xo dari pengukuran di atas, maka dipakai nilai rata-rata

sampel x,yaitu :

−¿ X= ∑ xi

n =

x1 , x 2 , x 3 , …xnn

(5)

Sedangkan untuk menyatakan deviasi hasil pengukuran dapat di pakai deviasi standard nilai rata-

rata sampel, yaitu:

Δx = Sx = √ (n∑ x12)−(∑ x1)2

n2(n−1)(6)

Hasil pengukuran dilaporkan sebagai berikut :

x ¿x−¿¿

± Δx (7)

dengan Δx : kesalahan mutlak,satu dimensi dengan x

Makin kecil kesalahan mutlak, maka makin halus alat ukurnya

Hasil pengukuran ±x−¿¿

Δx hendaknya di tulis dengan :

1. Angka baku

2. Menggunakan angka signifikan atau angka berarti dengan benar.

Contoh :

Diameter x sekeping mata uang di ukur 10 kali menggunakan jangka sorong. Sampel yang

dihasilkan adalah sebagai berikut :

x = 11.7 ; 11.8 ;11.9 ;12.0 ; 12.0 ;12.0 ;12.0 ;12.0 ;12.3 mm

Angka desimal terakhir dalam bilangan ini adalah taksiran.

Berapakah ±x−¿ Δx¿ menurut pengukuran ini ?

Jawab:

Un tuk memudahkan perhitungan ,data dituangkan dalam bentuk table,dan perhitungan

dilakukan dengan kalkulator.

Perhitungan :

¿x−¿¿

120.0

10 = 12

Dengan memasukkan harga-harga tadi ke persamaan (3) kita akan mendapatkan :

Δx = √ (10 x1440.42 )−¿¿¿

±x−¿¿ Δx = (12.00 ± 0.07)

Jika x hanya diukur sekali saja hasilnya mungkin (12±0.5)mm

i xi x12

1 11.7 136.89

2 11.8 139.34

3 11.9 141.61

4 12.0 144.00

5 12.0 144.00

6 12.0 144.00

7 12.0 144.00

8 12.0 144.00

9 12.3 151.29

10 12.3 151.29

Jumlah 120.0 1440.42

Interval x= (11.5 – 12.5) tampak memang mencakup seluruh nilai pada tabel di atas. Namun

berkat pengulangan, kita dapat mengetahui xn dengan baik. Selang ketidakpastian menjadi x =

(12±0,07) mm atau dari 11.93 mm sampai dengan 12.07 mm.

Inilah hasil jerih payah kita mengadakan pengukuran berulang. Arti statistic ketidakpastian disii

adalah :Kita cukup yakin besar (keyakinan 68%,belum mencapai 100%) bahwa nilai benar xo ada

selang yang sempit (11,92 – 12,07) mm itu atau dengan kata lain, kita cukup yakin simpangan x

terhadap xo tidak lebih dari 0.07 mm(lihat Gambar 4)

68%

11,93 12.07

Gambar 4. Tingkat Keyakinan Akan Kebenaran Hasil Pengukuran

Perhatikan penulisan hasil pengukuran arus sebagai I =(12±0.5) A dan I = (12.00±0.07) A

sedangkan yang kedua mempunyai makna nilai benar arus berada dalam sedang (11.93 – 12.07)

A.

Dikatakan bahwa arus yang pertama diketahui dengan dua angka berarti. Semakin banyak angka

berarti semakin tepat pengukuran itu telah dilakukan. Hal ini menjadi lebih jelas lagi dengan

menggunakan pengertian ketelitian pengukuran sebagai berikut.

Bila x = ±x−¿¿

Δx, maka Δx disebut KTP Mutlak besaran x

KTP Mutlak menggambarkan peningkatanmutu alat ukur.Semakin kecil harga Δx yang

dilaporkan,emakin tinggi mutu alat ukur.

Adapun Δxx

disebut KTP Relatif besaran x

KTP Relatif menyatakan pengertian ketelitian pengukuran. Semakin kecil KTP Relatif, semakin

besar kelitian dalam pengukuran tersebut.

Ketelitian Menggambarkan Mutu Pengukuran

Dari contoh di atas,ΔII

= 0,5x12x100% = 4 % untuk arus pertama dan ΔII

= 0.07

12.00 x 100%

Untuk arus kedua.

Boleh dikatakan, bahwa kedua diketahui dengan ketelitian yang kira-kira 10 kali lebih besar

daripada arus pertama.

5. Angka Berarti(Significant Figures)

Angka Berarti(AB) menunjukkan jumlah digit angka yang akan dilaporkan pada hasil akhir pengukuran.

AB menyatakan denganKTP relative (dalam %). Semakin kecil KTP relatif, maka semakin tinggi

mutu pengukuran, atau semakin tinggi ketelitian hasil pengukuran yang dilakukan. Aturan

praktis yang menghubungkan antara KTP relative dan AB adalah sebagai berikut :

AB = 1- log( Δxx )

Contoh:

x = 1202 ± 1% berarti angka x = 1202 = 12.02

Dengan 3 AB, hasil pengukuran ini dilaporkan sebagai x = (1,20 ± 0,01) x 103

y =1202 ± 0,1 % menjadi y = (1,202 ± 0,1 ) x 103

z = 1202 ± 10 % menjadi z = (1,2 ± 0,1) x 103

Tabel 1. Contoh Penggunaan AB

Nilai yang terukur KTP Relatif (%) AB Hasil Penulisan

1.202 x103

0,1 % 4 (1.202 ± 0,001) x 103

1 % 3 (1,20 ± 0,01) x 103

10 % 2 (1,2 ± 0,1) x 103

6. Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian)

Jika suatu variabel merupakan suatu fungsi dari variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian,

maka variabel ini akan disetai pula oleh ketidakpastian. Hal ini disebut sebagai perambatan

ketidakpastian. Untuk jelasnya ketidakpastian variabel yang merupakan hasil operasi variabel-

variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian akan disajikan dalam Tabel 2 berikut ini. Misalnya

dari suatu pengukuran diperoleh (a ± Δa ) dan (b ± Δb). Kepada kedua hasil pengukuran tersebut

akan dilakukan operasi matematik dasar memperoleh besaran baru.

Variabel yang Operasi Hasil Ketidakpastian

dilibatkan

a ± Δa

b ± Δb

Penjumlahan p = a + b Δp = Δa + Δb

Pengurangan q = a – b Δq = Δa + Δb

Perkalian r = a x b Δrr

= Δaa

+ Δbb

Pembagians =

ab

Δss

= Δaa

+ Δbb

Pangkat t = an Δtt

=nΔaa

2.2 Teori Tambahan

Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan satuan yang dijadikan sebagai

patokan. Dalam fisika pengukuran merupakan sesuatu yang sangat vital. Suatu pengamatan

terhadap besaran fisis harus melalui pengukuran. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti

diperlukan dalam fisika, agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat diprediksi dengan

kuat. Namun bagaimanapun juga ketika kita mengukur suatu besaran fisis dengan menggunakan

instrumen, tidaklah mungkin akan mendapatkan nilai benar X0, melainkan selalu terdapat

ketidakpastian.

Alat Ukur Dasar

Gambar 1

Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau

variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan

digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog

memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang

ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik

(Gambar 1). Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil

pengukuran tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit

terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya (Gambar 2).

Gambar 2

Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut

antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan

paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta

tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda. Dengan demikian amat sulit untuk

mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Beberapa panduan bagaimana

cara memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin diperlukan dan bagaimana cara melaporkan

ketidakpastian yang menyertainya.

Beberapa alat ukur dasar yang sering digunakan dalam praktikum adalah jangka sorong,

mikrometer skrup, barometer, neraca teknis, penggaris, busur derajat, stopwatch, dan beberapa

alat ukur besaran listrik. Masing masing alat ukur memiliki cara untuk mengoperasikannya dan

juga cara untuk membaca hasil yang terukur.

Nilai Skala Terkecil

Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, inilah yang

disebut dengan Nilai Skala Terkecil (NST). Ketelitian alat ukur bergantung pada NST ini. Pada

Gambar 3 dibawah ini tampak bahwa NST = 0.25 satuan.

Gambar 3 - Skala utama suatu alat ukur dengan NST = 0.25 satuan

Nonius

Pada gambar dibawah ii, hasil pembacaan tanpa nonius adalah 17 satuan dan dengan nonius

adalah 16.5 + 4 x 0.1 = 17.4 satuan, karena skala nonius yang berimpit dengan skala utama

adalah skala ke-4 atau N1=4

PARAMETER ALAT UKUT

Ada beberapa istilah dan definisi dalam pengukuran yang harus dipahami, diantaranya:

1. Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang sebenarnya dari variable yang diukur.

2. Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau derajat untuk

membedakan satu pengukuran dengan lainnya.

3. Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur perubahan input atau variable yang

diukur.

4. Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang mampu ditanggapi oleh alat ukur.

5. Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur.

KETIDAKPASTIAN

Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian

tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol,

kesalahan pegas, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang

mempengaruhi hasil pengukuran, dan karena hal-hal seperti ini pengukuran mengalami

gangguan. Dengan demikian sangat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran

melalui pengukuran. Oleh sebab itu, setiap pengukuran harus dilaporkan dengan

ketidakpastiannya.

Ketidakpastian dibedakan menjadi dua,yaitu ketidakpastian mutlak dan relatif. Masing

masing ketidakpastian dapat digunakan dalam pengukuran tunggal dan berualang.

Ketidakpastian Mutlak

Suatu nilai ketidakpastia yang disebabkan karena keterbatasan alat ukur itu sendiri. Pada

pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya digunakan bernilai setengah dari NST.

Untuk suatu besaran X maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:

Δx = ½NST

dengan hasil pengukuran dituliskan sebagai

X = x ± Δx

Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dantaranya adalah

menggunakan kesalahan ½ – rentang atau bisa juga menggunakan standar deviasi.

Kesalahan ½ – Rentang

Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan idak lagi seperti pada pengukuran

tunggal. Kesalahan ½ – Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian

pada pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:

Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable x. Misalnya n buah, yaitu x1, x2, x3, … xn

Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar

x-bar = (x1 + x 2 + … + xn)/n

Tentukan x-mak dan x-min dari kumpulan data x tersebut dan ketidakpastiannya dapat dituliskan

Δx = (xmax – xmin)/2

Penulisan hasilnya sebagai:

x = x-bar ± Δx

Standar Deviasi

Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x dan terkumpul data x1, x2,

x3, … xn, maka rata-rata dari besaran ini adalah:

Kesalahn dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita

ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh standar deviasi.

Standar deviasi diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa

nilai benar dari besaran x terletak dalam selang (x – σ) sampai (x + σ). Dan untuk penulisan hasil

pengukurannya adalah x = x ± σ

Ketidakpastian Relatif

Ketidakpastian Relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran.

Hubungan hasil pengukurun terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:

KTP relatif = Δx/x

Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai

X = x ± (KTP relatif x 100%)

Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian)

Jika suatu variable merupakan fungsi dari variable lain yng disertai oleh ketidakpastin, maka

variable ini akan diserti pula oleh ketidakpastian. Hal ini disebut sebagai permbatan

ketidakpastian. Untuk jelasnya, ketidakpastian variable yang merupakan hasil operasi variabel-

variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian akan disajikan dalam tabel berikut ini.

Misalkan dari suatu pengukuran diperoleh (a ± Δa) dan (b ± Δb). Kepada kedua hasil pengukuran

tersebut akan dilakukan operasi matematik dasar untuk memperoleh besaran baru.

Sumber Kesalahan

Setiap hasil pengukuran selalu dihinggapi suatu kesalah. Hal ini disebabkan oleh adanya

sumber-sumber kesalahan, yaitu :

1. Kesalahan Sistematis

a. Kesalahan Kalibrasi (Faktor alat)

Penyesuaian kembali perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar akurasi

semula.

b.  Kesalahan Titik Nol (0)

Hal ini terjadi karena titik nol skala tidak berimpit dengan titik nol jarum penunjuk.

c. Kelelahan Alat

Dikarenakan alat sering dipakai terus menerus sehingga alat tidak akurat lagi. Contoh: pegas

yang mulai mengendur; jarum penunjuk pada voltmeter bergesekan dengan garis skala.

d. Kesalahan Paralaks/Paralax (Sudut Pandang)

Ketika membaca nilai skala, pembaca berpindah tempat / tidak tepat melihatnya / obyek yang

dilihat berbeda dengan obyek pertama yang diamati.

e.  Kondisi Lingkungan

Ketika melakukan pengukuran, kondisi lingkungan berubah sehingga tidak bisa dilakukan

pengukuran seperti biasa.

2.  Kesalahan Rambang (Kesalahan yang Tidak Dapat Dikendalikan)

Disebabkan karena adanya sedikit fluktuasi pada kondisi-kondisi pengukuran . contoh

fluktuasi tegangan listrik; gerak brown molekul udara; landasan obyek bergetar.

3. Keteledoran Pengamat

Keterbatasan pengamat dalam membaca hasil pengukuran.

1.1.1 Alat Ukur Mikrometer

Mikrometer Skrup merupakan alat ukur panjang yang memiliki ketelitian 0,01 mm.

Mikrometer terdiri atas tiga jenis yaitu:

a. Mikrometer luar (Outside micrometer /aka micrometer caliper) digunakan untuk mengukur

diameter kawat, tebal plat, dan tebal batang.

Gambar 1 Jangka Sorong Outside Micrometer

b. Mikrometer dalam (Inside micrometer) digunakan untuk mengukur diamter dari suatu lubang.

Gambar 2 Jangka Sorong Inside Micrometer

c. Mikrometer kedalaman (Depth micrometer) digunakan untuk mengukur kedalaman dari suatu

lubang.

Gambar 3 Jangka Sorong Depth Micrometer

Pada kesempatan kali ini yang akan dibahas adalah mikrometer luar karena memang

sering digunakan dan pada prinsipnya cara menggunakan mikrometer dalam dan mikrometer

kedalaman pun sama. Sebelum menggunakan, kita harus mengenal terlebih dahulu bagian -

bagian dari mikrometer skrup.

Gambar 4 Bagian dari Mikrometer

1. Bingkai (Frame)

Bingkai ini berbentuk huruf C terbuat dari bahan logam yang tahan panas serta dibuat

agak tebal dan kuat. Tujuannya adalah untuk meminimalkan peregangan dan pengerutan yang

mengganggu pengukuran. Selain itu, bingkai dilapisi plastik untuk meminimalkan transfer panas

dari tangan ketika pengukuran karena jika Anda memegang bingkai agak lama sehingga bingkai

memanas sampai 10 derajat celcius, maka setiap 10 cm baja akan memanjang sebesar 1/100 mm.

2. Landasan (Anvil)

Landasan ini berfungsi sebagai penahan ketika benda diletakan dan diantara anvil dan

spindle.

3. Spindle (gelendong)

Spindle ini merupakan silinder yang dapat digerakan menuju landasan.

4. Pengunci (lock)

Pengunci ini berfungsi sebagai penahan spindle agar tidak bergerak ketika mengukur

benda.

5. Sleeve

Tempat skala utama.

6. Thimble

Tempat skala nonius berada

7. Ratchet Knob

Untuk memajukan atau memundurkan spindel agar sisi benda yang akan diukur tepat

berada diantara spindle dan anvil.

1.1.1.1 Cara menggunakan mikrometer skrup:

a) Membuka pengunci mikrometer skrup kemudian membuka celah antara spindle dan anvil sedikit

lebih besar dari benda yang akan diukur dengan cara memutar Ratchet Knob

b) Masukan benda yang akan diukur diantara spindle dan anvil.

c) Geserkan spindle ke arah benda dengan cara memutar ratchet knob sampai terdengar bunyi klik.

Jangan sampai terlalu kuat, cukup sampai benda tidak jatuh saja.

d) Kunci mikrometer skrup agar spindle tidak bergerak.

e) Keluarkan benda dari mikrometer skrup dan baca skalanya.

1.1.1.2 Cara membaca mikrometer skrup:

a) Posisikan mikrometer skrup tegak lurus terhadap arah pandangan.

b) Bacalah skala utama pada mikrometer skrup. Garis bagian atas menunjukan angka bulat dalam

mm contohnya 1 mm, 2 mm, 3 mm, dst. Sedangan garis skala bagian bawah menunjukan

bilangan 0,5. Perhatikan gambar berikut!

c) Dari gambar tersebut, garis skala atas menunjukan angka 7 mm dan garis skala bagian bawahnya

menunjukan 0,5 mm maka skala utama pada mikrometer skrup tersebut menunjukan angka 7,5

mm.

d) Bacalah skala nonius yaitu garis yang tepat segaris dengan garis pembagi pada skala utama.

Setiap satu garis pada skala nonius menunjukan 0,01 mm. Pada gambar di atas, skala nonius

menunjukan angka 22 dikalikan dengan 0,01 mm sehingga skala noniusnya menunjukan 0,22

mm.

e) Jumlahkan hasil pengukuran dari skala utama dengan hasil pengukuran dari skala nonius.

Sehingga dari gambar diatas diperoleh hasil pengukuran 7,5 mm + 0,22 mm = 7,72 mm.

Untuk lebih memahami perhatikan contoh pembacaan skala beriut ini!

Gambar 5 Skala Utama Mikrometer

Dari gambar tersebut, skala utama menunjukan angka 3 mm dan skala nonius

menunjukan 0,46 mm sehingga hasil pengukuran yang diperoleh adalah 3 mm + 0,46 mm = 3,46

mm.

Gambar 6 Skala Nonius Mikrometer

Pada gambar tersebut, skala utama menunjukan angka 3,5 mm dan skala nonius

menunjukan angka 0,06 mm sehingga hasil pengukuran yang diperoleh adalah 3,5 mm + 0,06

mm = 3,56 mm. Ketidakpastian dari pengukuran dengan mikrometer skrup adalah setengahnya

dari skala terkecil mikrometer skrup tersebut. yaitu 0,5 x 0,01 = 0,005 sehingga hasil pengukuran

dapat dituliskan sebagai berikut (3.56 ± 0.005) mm.

1.1.2 Alat Ukur Jangka Sorong

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pengukuran dengan

menggunakan jangka sorong, yaitu:

Sebelum melakukan pengukuran bersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukurnya.

Sebelum jangka sorong digunakan, pastikan skala nonius dapat bergeser dengan bebas.

Pastikan angka “0” pada kedua skala bertemu dengan tepat.

Sewaktu mengukur usahakan benda yang diukur sedekat mungkin dengan skala utama.

Pengukuran dengan ujung gigi pengukur menghasilkan pengukuran yang kurang akurat.

Tempatkan jangka sorong tegak lurus dengan benda yang diukur.

Tekanan pengukuran jangan terlampau kuat, karena akan menyebabkan terjadinya

pembengkokan pada rahang ukur maupun pada lidah pengukur kedalaman. Jika sudah pas,

kencangkan baut pengunci agar rahang tidak bergeser, tetapi jangan terlalu kuat karena akan

merusak ulir dari baut pengunci.

Dalam membaca skala nonius upayakan dilakukan setelah jangka sorong diangkat keluar dengan

hati-hati dari benda ukur.

Untuk mencegah salah baca, miringkan skala nonius sampai hampir sejajar dengan bidang

pandangan, sehingga akan memudahkan dalam melihat dan menentukan garis skala nonius yang

segaris dengan skala utama.

Untuk mencegah karat, bersihkan jangka sorong dengan kain yang dibasahi oleh oli setelah

dipakai.

Berikut adalah beberapa contoh penggunaan jangka sorong dalam pengukuran dimensi benda

ukur.

Gambar 7 Macam Pengukuran Jangka Sorong

Gambar 8 Pengukuran Kedalaman

Gambar-gambar berikut adalah gambar-gambar yang menunjukkan bagaimana cara mengukur

benda ukur dengan menggunakan jangka sorong.

Gambar 9 Cara Pengukuran yang Benar

Gambar 10 Posisi Pengukuran yang Benar

Gambar 11 Cara pengukuran bagian dalam dengan menggunakan jangka sorong

Gambar 12 Cara pengukuran kedalaman dengan menggunakan jangka sorong

1.1.3 Cara pembacaan jangka sorong untuk satuan metris

a) cara pembacaan jangka sorong dengan nonius puluhan

Gambar 13 Cara Pembacaan Nonius Puluhan

Dari gambar di atas diperoleh hasil pengukuran sebesar 31,4 mm, yakni diperoleh dari:

31 [a]+ 4(0,1) [b]= 31,4

b) Cara pembacaan jangka sorong dengan nonius dua puluhan

Gambar 14 Pembacaan Jangka Sorong

c) Cara pembacaan jangka sorong dengan nonius lima puluhan

Gambar 15 Skala Ukur Jangka Sorong

d) Cara pembacaan jangka sorong untuk satuan inchi

Dalam paparan ini hanya akan disajikan cara pembacaan jangka sorong untuk sauan inchi

dengan tingkat ketelitian 1/128 inchi.

Gambar 16 Pembacaan Satuan Inchi Jangka Sorong

Dari gambar di atas diperoleh hasil pengukuran sebesar 4 1/32” yakni diperoleh dari:

4 + 6/8 + 2(1/128) = 4 + 22/128 + 2/128

4 + 24/128 = 4 1/32”